45
RED AND WHITE LESIONS OF THE ORAL MUCOSA:CASE 4 – ORAL LICHEN PLANUS ) MAKALAH disusun untuk memenuhi salah satu tugas Blok DSP 5 Dosen Pembina Farina Pramanik, drg., MM., Sp.RKG. disusun oleh Tutor 9 Benazir Amriza D. (160110130117) Ester Vioni M. (160110130118) Dhea Ferrani P. (160110130119) Khodijah Syukriyah (160110130120) Annisa Putri Jania (160110130121) Nadia Amanda (160110130122) Ghinda Nevithya K. (160110130123) Amira Pradsnya P. (160110130124) Valencia Ignes (160110130125) Dikea Feradilla (160110130126)

Tutor 9 DSP 5 Case 4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

OM

Citation preview

Page 1: Tutor 9 DSP 5 Case 4

RED AND WHITE LESIONS OF THE ORAL

MUCOSA:CASE 4 – ORAL LICHEN PLANUS )

MAKALAH

disusun untuk memenuhi salah satu tugas Blok DSP 5

Dosen Pembina

Farina Pramanik, drg., MM., Sp.RKG.

disusun oleh

Tutor 9

Benazir Amriza D.(160110130117)

Ester Vioni M. (160110130118)

Dhea Ferrani P. (160110130119)

Khodijah Syukriyah (160110130120)

Annisa Putri Jania (160110130121)

Nadia Amanda (160110130122)

Ghinda Nevithya K. (160110130123)

Amira Pradsnya P. (160110130124)

Valencia Ignes (160110130125)

Dikea Feradilla (160110130126)

Cleverys Qisthi P. (160110130127)

Riri Werdhany (160110130128)

Silmi Azhari (160110130129)

Zahra Najmi Afifah (160110130130)

Ridha Widyastuti (160110130131)

Salma Nadiyah R. (160110130133)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG

2015

Page 2: Tutor 9 DSP 5 Case 4

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan makalah mata kuliah DSP-5 ini dapat

diselesaikan dengan baik.

Makalah dengan pokok bahasan Red and White Lesions of The Oral Mucosa ini

disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah DSP-5.

Dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena

itu tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran, Dr.Nina Djustiana,

drg., M. Kes.,

2. Pembimbing makalah staf pengajar DSP-5,

3.Teman-teman yang telah memberikan saran yang membangun serta membantu

kelancaran penyelesaian makalah ini.

Penulis sudah berusaha mewujudkan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Namun

jika masih ada kekurangan penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun.

Terima kasih, dan semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Jatinangor, 7 Februari 2015

Penulis

Page 3: Tutor 9 DSP 5 Case 4

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Overview Case 3

2.2 Kerangka Konsep 4

2.3 Ilmu Kedokteran Dasar 5

2.4 Oral Lichen Planus 10

2.5 Diagnosis Banding 17

2.6 Epidemiologi kasus 22

2.7Bioetika dan Humaniora 23

BAB III PEMBAHASAN 25

BAB IV KESIMPULAN 28

DAFTAR PUSTAKA 29

Page 4: Tutor 9 DSP 5 Case 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lichen Planus merupakan kerusakan pada keratinosit basal autoimun

yang dimediasi oleh sel-T dan merupakan suatu penyakit peradangan

mukokutaneus yang menyerang kulit dan mukosa mulut (Cheng S.Y, 2002). Lesi

ini dapat muncul pada mukosa mulut saja, kulit saja, ataupun keduanya. Etiologi

dari lichen planus hingga saat ini belum diketahui, tetapi ada beberapa factor

predisposisi yang dicurigai sebagai pencetus timbulnya lesi. Faktor predisposisi

tersebut antara lain adalah obat, makanan, kebiasaan merokok, kandidiasis oral,

hepatitis C, faktor alergi kontak, dan trauma (Cheng S.Y, 2002).

Manifestasi klinis dari lichen planus terbagi menjadi beberapa macam.

Tipe retikular (92%), plak (36%), dan papula (11%) biasanya bersifat

asimptomatik, bebas dari rasa sakit dan tidak memerlukan perawatan yang

spesifik. Pada sisi lain, tipe atrofik (44%), erosif (9%), dan bullosa/bulla (1%)

biasanya menyebabkan rasa sakit terbakar yang parah dan sukar sembuh terhadap

perawatan konvensional (Cheng S.Y, 2002).  

Untuk membedakan lichen planus dengan penyakit lainnya, digunakan

diagnosis banding dengan tujuan untuk menentukan diagnosa yang tepat.

Diagnosis banding dari lichen planus antara lain adalah geografic tongue (Benign

Migratory Glossitis), Leukoplakia, Frictional keratosis, Muccous Membrane

Pemfigoid, Pemfigus fulgaris. Penyakit-penyakit tersebut memiliki gambaran lesi

yang menyerupai lichen planus. Oleh karena itu, sebagai dokter gigi harus dapat

membedakannya dengan seksama untuk menentukan diagnosis, karena akan

berpengaruh juga terhadap perawatannya. Tanpa diagnosis yang tepat akan dapat

menyulitkan dokter gigi dalam memberikan pengobatan dan perawatan yang

maksimal.

Perawatan pada lichen planus dapat digunakan berdasarkan gejala dan

tipe dari lichen planus tersebut. Pengobatan lichen planus dapat berupa

kortikosteroid topikal atau intralesional, retinoid topikal atau sistemik, tacrolimus

atau thalidomide topikal. Pada lichen planus yang timbul tanpa gejala seperti

pada tipe retikuler, plak, dan papula biasanya digunakan kortikosteroid topical.

Sedangkan pada tipe atrofi, erosive dan bula, biasanya digunakan kortikosteroid

encer. Pasien lichen planus biasanya tidak dapat sembuh total, karena lesi

Page 5: Tutor 9 DSP 5 Case 4

tersebut akan timbul rekuren. Kebersihan oral dari pasien juga harus

dioptimalkan.

1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana rumusan diagnosis kasus berdasarkan anamnesis, tanda-

gejala klinis, faktor etiologi atau predisposisi penyakit, dan diagnosis

banding?

b. Bagaimana kerangka konsep dalam menganalisis kasus?

c. Bagaimana ilmu kedokteran dasar terkait kasus?

d. Bagaimana perbedaan tanda-gejala klinis kasus dengan diagnosis

bandingnya?

e. Bagaimana etiopatogenesis kasus?

f. Bagaimana tatalaksana kasus sesuai dengan konsep patofisiologis kasus?

g. Bagaimana pemeriksaan penunjang dan rujukan yang tepat terkait kasus?

h. Bagaimana cara mengaplikasikan konsep bioetik humaniora dan

profesionalisme pada kasus?

i. Bagaimana epidemiologi kasus?

1.3. Tujuan Penulisan

a. Bagaimana rumusan diagnosis kasus berdasarkan anamnesis, tanda-

gejala klinis, faktor etiologi atau predisposisi penyakit, dan diagnosis

banding?

b. Bagaimana kerangka konsep dalam menganalisis kasus?

c. Bagaimana ilmu kedokteran dasar terkait kasus?

d. Bagaimana perbedaan tanda-gejala klinis kasus dengan diagnosis

bandingnya?

e. Bagaimana etiopatogenesis kasus?

f. Bagaimana tatalaksana kasus sesuai dengan konsep patofisiologis kasus?

g. Bagaimana pemeriksaan penunjang dan rujukan yang tepat terkait kasus?

h. Bagaimana cara mengaplikasikan konsep bioetik humaniora dan

profesionalisme pada kasus?

i. Bagaimana epidemiologi kasus?

Page 6: Tutor 9 DSP 5 Case 4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Overview Kasus

2.1.1. Identitas Pasien

Nama : -

Umur : 55 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

2.1.2. Anamnesa

Rasa mulut terbakar dan lidah kasar sejak 6 tahun lalu

Mulut sakit saat makan makanan pedas dan panas

Telah diobati obat topikal (histatin, benzidomine, hidroklorida, dan

obat kumur klorhexidine) tapi lesi tidak pernah sembuh

Pasien menderita diabetes melitus tipe 2, telah diobati dengan

glibenklamide sejak 5 tahun lalu

2.1.3. Hasil Pemeriksaan

2.4.6.1. Ekstraoral

Tidak ada kelainan (TAK)

2.4.6.2. Intraoral

Lesi erosif, deskuamatif pada ginggiva

Lesi erosif dibatasi striae keratotik pada mukosa bukal kanan

dan kiri (bilateral)

Lesi putih keratotik pada dorsal lidah

Gigi 36,37 terdapat tambalan amalgam

2.1.4. Diagnosis

Oral Lichen Planus

2.1.5. Diagnosis Banding

Erythema Multiforme

Page 7: Tutor 9 DSP 5 Case 4

Graft-versus-host disease

Candidiasis

Lupus erithematous

Geographic Tongue

Leukoplakia

Pemphigus

Eriteroplakia

2.2. Kerangka Konsep

2.3. Ilmu Kedokteran Dasar

ANAMNESA

Mulut terasa terbakar, lidah panas (6 bulan)

TANDA DAN GEJALA KLINIS

Ditemukan lesi deskuamatif pada gingival Lidah tampah lesi erosif dibatasi oleh striae

putih keratonik Gigi 36,37 terdapat tambalan amalgam

DIAGNOSIS : OLP

PATOGENESIS OLP

Peningkatan produksi sitokin

ETIOLOGI

Penyakit autoimun yg di mediasi oleh sel T pemicu

apoptosis

ILMU KED. DASAR

Mukosa mulut, lidah

DIAGNOSIS BANDING

Leukoplakia, Geographic tongue, Pemphigoid

PEMERIKSAAN PENUNJANG

PENATALAKSANAAN

Farmakologi dan non-farmakologiRUJUKAN

Page 8: Tutor 9 DSP 5 Case 4

Jaringan Periodontal

Jaringan periodontal adalah jaringan pendukung gigi, di mana fungsinya dalam sistem stomatognatik secara umum adalah untuk menahan dampak tekanan oklusal (shock absorption). Jaringan periodontal terdiri atas empat komponen utama yaitu gusi/gingiva, ligament periodontal, sementum, dan tulang alveolar.

Gingiva

Gingiva adalah bagian mukosa rongga mulut, melekat dan menutupi prosesus alveolaris dan cervical gigi. Pada permukaan vestibulum di kedua rahang, gingiva secara jelas dibatasi mukosa mulut yang lebih dapat bergerak oleh garis yang bergelombang disebut perlekatan mukogingiva. Garis demarkasi yang sama juga ditemukan pada aspek lingual mandibular antara gingival dan mukosa mulut. Pada palatum, gingiva menyatu dengan palatum dan tidak ada perlekatan mukogingiva yang nyata

Anatomi gingiva

Gambaran jaringan gingival yang sehat, memperlihatkan gambaran gingiva margin, attached gingiva, dan sulcus gingiva (Nield-Gehrig, 2003)

Gingiva dibagi berdasarkan daerahnya, menjadi:

Page 9: Tutor 9 DSP 5 Case 4

Gingiva bebas (margin gingiva)

Adalah bagian gingival yang terletak pada daerah korona gigi dan tidak melekat pada gingiva. Merupakan daerah pinggir gingiva yang menyelimuti gigi seperti kerah baju, membentuk dinding jaringan lunak sulkus gigi dan dapat dipisahkan dari gigi dengan menggunakan probe periodontal. Dekat margin gingiva tersebut terdapat suatu alur dangkal, disebut sebagai sulkus gingiva, yang merupakan kelanjutan dari marginal gingiva. Pada gingiva yang sehat margin gingiva berukuran lebar kurang lebih 1 mm, bervariasi sekitar 0.5-2 mm. Pada 50% kasus, batas marginal gingiva dipisahkan dari gusi cekat oleh free gingiva groove. Berukuran lebar kurang lebih 1 mm.

Gusi cekat (attached gingiva)

Adalah perluasan dari marginal gingiva. Bersifat tegas, kenyal, terikat kuat pada periosteum tulang alveolar di bawahnya. Permukaan luar attached gingiva ini terus meluas dari free gingival groove sampai mucogingival junction, yaitu mukosa alveolar yang lebih kendur dan dapat digerakkan. Attached gingiva adalah bagian yang berkeratinisasi dan warnanya bervariasi dari pink terang hingga gelap, dan mungkin mengandung pigmen melanin.

Gingiva interdental

Mengisi embrasure gingiva, yaitu daerah interproksimal di bawah tempat berkontaknya gigi. Berbentuk piramidal atau seperti lebah, pada bagian fasial dan lingual terdapat lekukan sesuai dengan kontak interproksimal

Papilla interdental (ditunjuk oleh tanda panah), dengan bagian tengah dibentuk oleh attached gingiva. Bentuk dari papilla tergantung pada ukuran

gingival embrasure (Newman, 2006)

Gambaran mikroskopis

Page 10: Tutor 9 DSP 5 Case 4

Epitel gingiva

Terdiri atas epitel gepeng berlapis.

Epitel gepeng berlapis yang melapisi rongga mulut tanpa keratin atau parakeratin, menutupi puncak dan permukaan luar margin gingiva dan permukaan gingiva cekat.

Epitel sulkus adalah epitel gepeng berlapis tidak berkeratin, dilapisi juga oleh membrane semipermeable yang dapat menghambat produk bakteri masuk ke gingiva.

Variasi epitel gingiva: berkeratin (A), nonkeratin (B), parakeratin (C)

Jaringan ikat gingiva

Jaringan ikat atau lamina propria terdiri atas lapisan papilari dan lapisan retikular. Terdiri atas bagian seluler (fibroblast) dan interseluler (proteoglikan, glikoprotein terutama fibronektin). Fibroblas berfungsi untuk mensintesis kolagen dan serat-serat elastik, juga memiliki fungsi pertahanan karena terdapat sel mast, sel plasma, dan limfosit.

Jaringan ikat margin gingiva dipadati oleh kolagen tebal, disebut serat-serat gingival. Berfungsi untuk:

a. Menahan margin gingiva dengan kuat pada gigi

Page 11: Tutor 9 DSP 5 Case 4

b. Menahan daya kunyah

c. Menyatukan margin gingiva dengan sementum dan gingiva cekat.

Gambaran histologis gingiva normal digambarkan berikut ini. Membrana basalis (B) terlhat di antara epitel dan jaringan pengikat (C). Pada epitelium, materi glikoprotein terbentuk di sell dan sell membrane dari lapisan superfisial (H) dan lapisan granular (G). Jaringan pengikat memperlihatkan gambaran fiber kolagen, substansi amorf dan diffuse. Terlihat juga gambaran pembuluh darah pada jaringan pengikat (P).

Gambaran histologis gingiva normal (Newman, 2006)

Suplai darah, limfa, dan saraf.

Jaringan gingiva kaya akan suplai darah, yang berasal dari tiga sumber utama, yaitu arteri supraperiosteal, pembuluh darah dari ligament periodontal, dan arteriola dari puncak septum interdental.

Arteri supraperiosteal adalah arteri yang terletak lebih superfisial dari periosteum, mencapai gingiva pada daerah yang berbeda di rongga mulut dari cabang arteri alveolar yaitu arteri infra orbital, nasopalatina, palatal, bukal, mental dan lingual . Pembuluh-pembuluh ini membentuk cabang pada seluruh permukaan facial dan oral processus alveolaris. Cabang-cabang arteri alveolar selanjutnya

Page 12: Tutor 9 DSP 5 Case 4

memasuki septum interdental. Kapiler dalam jumlah besar terlihat di bawah membran dasar epitel sulkular dan oral.

Sistem limfatik berperan dalam menyingkirkan kelebihan cairan, benda asing (sel mati dan protein), mikroorganisme, dan elemen lain berfungsi untuk mengontrol difusi dan penyembuhan pada proses inflamasi.

Pembuluh saraf tersebar di sepanjang jaringan gingiva. Suplai saraf pada periodontal mengikuti pola yang sama dengan distribusi suplai darah.

Lidah

Suatu organ muskular yang berhubungan dengan pengunyahan, pengecapan dan pengucapan yang terletak pada sebagian rongga mulut dan faring. Fungsi lidah adalah merasakan rangsangan rasa dari benda yang masuk ke dalam rongga mulut.

Bagian-bagian lidah

Radiks : melekat pada tulang hyoid dan mandibular, dibagian bawah kedua tulang terdapat otot gniohyoid dan otot mylohyoid.

Korpus : bentuk cembung, bersama apeks membentuk 2/3 anterior lidah. Radiks korpus dipisahkan oleh alur berbentuk “V” disebut sulkus terminalis.

Apeks

Persyarafan Lidah

Terdiri dari 3 bagian

Syaraf sensorik : 2/3 anterior oleh N. Lingualis, 1/3 posterior N. Lingualis, glosofaringeus, dan vagus.

Page 13: Tutor 9 DSP 5 Case 4

Syaraf pengecap : 2/3 anterior serabut-serabut N. Facialis, 1/3 posterior N. Glosofaringeus.

Syaraf Motorik : mengatur otot-otot lidah; stiloglosus, hioglosus, genioglosus.

2.4. Oral Lichen Planus

2.4.1. Definisi

Oral Lichen Planus merupakan penyakit mucocutaneous

dengan karakteristik lesi putih pada oral.

2.4.2. Etiologi

Etiologi dari OLP adalah adanya destruksi sel keratinosit

pada lapisan basal oleh limfosit T. Faktor lain yang dapat

menyebabkan OLP adalah konsumsi obat-obatan tertentu seperti

antihipertensi, antidiabetik, gold salts, dan NSAIDs, reaksi

terhadap tambalan amalgam dan emas, graft-versus-host disease,

infeksi HIV, Hepatitis C, diabetes, stress, dan trauma.

2.4.3. Manifestasi dan Gejala Klinis OLP

OLP dapat muncul sebagai lesi kecil, putih, panjang seperti

talu dan bertambah banyak, papula ataupun plak, dan dapat

memicu penyakit kerarotik seperti leukoplakia. Lesi atrofik dan

erosi adalah bentuk yang paling sering menimbulkan rasa sakit.

Bagian yang paling umum muncul lesi adalah mukosa bukal,

lidah, gingiva, mukpsa labial dan tipe vermilion dari bibir bawah.

Lesi eritematous menyebabkan gingivitis deskumasi, tipe OLP

Page 14: Tutor 9 DSP 5 Case 4

yang paling umum, yang muncul dapat berupa plak ataupun papula

kecil, putih, panjang seperti tali dan bertambah banyak, dan dapat

menyerupai friksional keratosis maupun leukoplakia.

2.4.4. Etiopatofisiologi

Etiologi OLP tidak diketahui. Selama beberapa tahun terakhir,

telah menjadi lebih jelas bahwa sistem kekebalan tubuh memiliki peran

penting dalam pengembangan penyakit ini. Hal ini didukung oleh

karakteristik histopatologis sebuah ikatan subepitel yang terbentuk

infiltrat yang didominasi oleh limfosit T, makrofag, dan degenerasi sel-

sel basal yang dikenal sebagai degenerasi pencairan (Gambar 17).

Gambaran ini dapat ditafsirkan sebagai ekspresi dari sel yang

dimediasi oleh sistem kekebalan tubuh yang terlibat dalam patogenesis

OLP melalui sitotoksisitas limfosit T yang ditujukan terhadap antigen

yang diekspresikan oleh lapisan sel basal. Limfosit T yang autoreaktif

mungkin merupakan kepentingan utama yang diperlukan untuk

pengembangan lichen planus oral ini.

Sel-sel ini tidak dapat membedakan antara molekul yang melekat

pada tubuh dan antigen asing. Aktivasi limfosit T yang autoreaktif adalah

proses yang mungkin timbul di bagian lain dari tubuh selain dari mukosa

mulut dan mungkin bahkan tidak terjadi dengan timbulnya lesi mukosa.

Page 15: Tutor 9 DSP 5 Case 4

Kemungkinan besar, ini bukan salah satu peptida tunggal yang

memiliki potensi untuk memnimbulkan respon inflamasi, namun

beberapa ketergantungan pada spesifisitas limfosit T autoreaktif.

Kesimpulannya adalah bahwa ini merupakan hal yang rumit untuk

mengidentifikasi faktor etiologi tunggal dari OLP.

Faktor-faktor lain, seperti stres, mungkin juga penting dalam

menyebabkan proses inflamasi. Sudah lazim bahwa pasien melaporkan

bahwa mereka telah terkena faktor sosial yang negatif beberapa bulan

sebelum onset penyakit. Secara keseluruhan, ini menunjukkan etiologi

dari OLP terdiri dari banyak faktor yang mungkin terjadi di titik waktu

yang berbeda.

Selama beberapa tahun terakhir, hubungan antara OLP dan Virus

hepatitis C (HCV) telah dijelaskan dalam populasi di Jepang dan

beberapa negara Mediterania. Hubungan ini belum diamati di negara-

negara Eropa Utara atau Amerika Serikat. Selain itu, tidak ada hubungan

yang telah dilaporkan dari Mesir dan Nigeria, negara dengan prevalensi

HCV sangat tinggi. Telah didalilkan bahwa hubungan tersebut mungkin

terkait dengan variabilitas genetik antar negara. Hal ini sebagian

didukung oleh penelitian alel yang spesifik dari histokompabilitas

kompleks mayor, seperti HLA-DR6, lebih banyak terjadi pada pasien

Italia dengan OLP terkait HCV. Namun, tidak ada penjelasan akhir

mengenai hubungan antara OLP dan HCV.

OLP adalah penyakit autoimun mediasi sel T namun

penyebabnya tidak diketahui secara pasti pada kebanyakan kasus.

Peningkatan produksi sitokin TH1 merupakan kunci dan penanda awal

Page 16: Tutor 9 DSP 5 Case 4

terjadinya LP, yang diinduksi secara genetic, dan adanya polimorfisme

genetikl dari sitokin yang terlihat mendominasi, baik pada lesi yang

berkembang hanya pada mulut (diasosiasikan dengan interferon-gamma

(IFN-ϒ)) atau pada mulut dan kulit (diasosiasikan dengan tumor necrosis

factor alpha (TNF-α)).

Sel T yang teraktivasi kemudian akan tertarik dan bermigrasi

melalui epithelium mulut, lebih jauh akan tertarik oleh adhesi molekul

interseluller (ICAM-1 DAN VCAM), regulasi ke atas dari protein

matriks ekstraseluler membrane dasar epithelial, termasuk kolagen tipe

IV dan VII, laminin dan integrin, dan kemungkinan oleh jalur sinyal CX

CR3 dan CCR5. Sitokin disekresi oleh keratinosit misalnya TNF-α dan

interleukin (IL)-1, IL-8, IL-10, dan IL-12 yang juga kemotaktik untuk

limfosit. Sel T kemudian akan berikatan pada keratinosit dan IFN-ϒ, dan

regulasi berkelanjutan dari p653, matriks metalloproteinase 1 (MMP1)

dan MMP3 memicu proses kematian sel (apoptosis), yang akan

menghancurkan sel basal epithelial.

Perjalanan kronis dari OLP merupakan hasil dari aktivasi faktor

nuclear mediator inflamasi kappa B (NF-κB), dan inhibisi dari jalur

pengontrol faktor pertumbuhan transformasi (TGF-beta/smad) yang

menyebabkan hiperpoliferasi keratinosit yang memicu timbulnya lesi

putih.

2.4.5. Treatment

Karena etiologi OLP tidak diketahui, terdapat kurangnya perkembangan dalam

terapi preventif. Strategi perawatan kini dilakukan untuk mengurangi atau

mengeliminasi gejala. Perawatan Lichen Planus bergantung pada gejala, perluasan

dari keterlibatan oral dan ekstraoral secara klinis, riwayat medis, dan faktor lainnya.

Pasien dengan OLP retikular dan asimptomatik lainnya umumnya tidak

membutuhkan perawatan aktif. Luka mekanis atau iritan seperti tepi restorasi atau

gigi tiruan yang tidak nyaman harus diberi perhatian serius dan perlu dibuat program

untuk mengoptimalkan oral hygiene, terutama pada pasien OLP gingival.

Pasien dengan lesi simptomatik membutuhkan perawatan dengan obat, terkadang

dibutuhkan terapi bedah.

Perawatan dengan agen topikal lebih diutamakan untuk mencegah efek samping.

Namun, agen sistemik mungkin dibutuhkan apabila lesi telah meluas, atau terjadi

Page 17: Tutor 9 DSP 5 Case 4

penyakit yang bersifat recalcitrant. Obat untuk OLP umumnya bersifat

imunosupresif.

2.4.5.1. Oral Hygiene Treatment dan Penggantian Dental Material pada

Restorasi

Pasien OLP, terutama OLP gingival, membutuhkan oral hygiene

treatment yaitu dengan pengangkatan plak subgingival dan supragingival

dan kalkulus.

Reaksi lichenoid merupakan lesi yang secara klinis dan

histologis terlihat sebagai OLP, namun memiliki etiologi yang dapat

diidentifikasi. Faktor presipitasinya antara lain penyakit Graft-versus-

Host kronis (cGVHD), beberapa material dental, dan berbagai macam

obat.

Dental material yang dapat menyebabkan reaksi lichenoid oral

adalah amalgam, resin komposit, kobalt, dan emas. Namun, lesi dapat

diduga OLP hanya jika berada di dekat restorasi tersebut. Jika terjadi,

maka dibutuhkan penggantian restorasi tersebut.

2.4.5.2. Agen Topikal

Kortikosteroid topikal

Kortikosteroid topikal dengan potensial sedang seperti

triamcinolone, steroid poten yang terfluorinasi seperti fluocinolone

acetonide dan fluocinonide, dan steroid superpoten terhalogenasi seperti

clobetasol, terbukti efektif pada kebanyakan pasien.

Eliksir seperti dexamethasone, triamcinolone dan clobetasol

dapat digunakan sebagai obat kumur untuk pasien dengan keterlibatan

oral yang difus/ menyebar atau pada kondisi dimana sulit untuk

mengaplikasikan medikasi pada bagian tertentu di dalam mulut.

Pasien harus dinstruksikan untuk mengaplikasikan steroid

(ointment, spray, obat kumur atau bentuk lain)  beberapa kali dalam

sehari, untuk menjaga agar obat tetap berkontak dengan mukosa selama

beberapa menit, dan pasien harus menunda makan atau minum selama

satu jam setelahnya.

Mayoritas studi menunjukkan bahwa kortikosteroid topikal lebih

aman apabila diaplikasikan pada membran mukosa dalam interval waktu

Page 18: Tutor 9 DSP 5 Case 4

yang pendek, selama 6 bulan, namun terdapat potensi terjadinya supresi

adrenal pada pemakaian dengan jangka waktu lama, terutama pada

penyakit yang sudah kronis, sehingga membutuhkan follow up berkala

dan penanganan yang lebih hati-hati. Supresi adrenal lebih sering terjadi

pada pemakaian steroid sebagai obat kumur.

Kortikosteriod topikal dapat menimbulkan infeksi jamur. Maka

dari itu, dibutuhkan perawatan paralel dengan obat antifungal jika

aplikasinya melebih satu kali dalam sehari.

2.4.5.3. Agen Topikal Lainnya

Agen imunosupresan dan imunomodulator yang lebih poten

seperti inhibitor calcineurin (ciclosporin, tacrolimus atau pimecrolimus)

atau retinoid (tretinoin) dapat membantu. Ciclosporin dapat digunakan

sebagai obat kumur namun mahal dan kurang efektif dibanding

clobetasol topikal dalam menginduksi perbaikan klinis OLP, walaupun

dua jenis obat ini memiliki efek yang hampir sama dalam mengatasi

gejala.

Tacrolimus, 100 kali lebih poten dibanding ciclosporin,

menunjukkan efektifitas tanpa efek samping secara klinis pada beberapa

studi klinis tanpa kelompok kontrol, namun mengakselerasi

karsinogenesis kulit pada kulit sehingga Food and Drug Administration

(FDA) membatasi penggunaannya. Saat ini, terdapat laporan yang

menunjukkan kanker oral pada OLP yang diobati dengan tacrolimus.

Retinoid topikal seperti tretinoin atau isotretinoin telah cukup

banyak digunakan pada pasien OLP, terutama bentuk atrofik-erosif,

dengan perbaikan yang memuaskan namun retinoid memiliki efek

samping dan kurang efektif jika dibanding kortikosteroid topikal.

2.4.5.4. Obat Sistemik

Kortikosteroid sistemik biasanya digunakan pada kasus dimana

aplikasi topikal tidak berhasil, terdapat OLP recalcitrant, erosif atau

eritrematous, atau pada OLP yang menyebar hingga kulit, genital,

esofagus, dan kulit kepala. Prednisolone 40-80 mg tiap hari biasanya

cukup untuk mendapat respon perbaikan. Toksisitas yang mungkin

timbul membuatnya hanya diresepkan apabila benar-benar dibutuhkan,

Page 19: Tutor 9 DSP 5 Case 4

pada dosis terendah, dan untuk jangka waktu terpendek yang paling

memungkinkan.

2.4.5.5. Bedah

Cryosurgery telah digunakan secara khusus pada OLP erosif

yang resisten terhadap obat, tetapi lesi ini dapat berkembang berbekas.

Laser juga telah digunakan untuk merawat OLP. Laser karbon

dioksida digunakan pada lesi multisentrik atau area yang sulit dijangkau.

2.4.5.6. Surveillance Kanker

Pasien dengan OLP simptomatik membutuhkan monitoring

kanker karena OLP merupakan penyakit premalignancy atau dapat

menimbulkan kanker.

2.4.6. Pemeriksaan Penunjang

2.4.6.1. Komponen papula atau retikuler sangat penting dalam

mendiagnosis OLP. Papula sering terlihat bersama dengan lesi plaque-

like erythematous atau ulseratif

2.4.6.2. Lesi pada gingiva untuk dilakukan pemeriksaan penunjang berupa

inasional biopsy dan histologis, karena tampak seperti lesi

erythematous, sehingga memudahkan diagnosis (Burkets, 2008).

Inasional biopsy merupakan prosedur untuk menghilangkan jaringan

hidup dalam tubuh, kemudian jaringan diperiksa dengan mikroskop

2.4.6.3. ANA Test. Merupakan tes untuk mendeteksi antinuclear antibody

yang dihasilkan sistem imun ketika gagal membedakan “dirinya” dan

“bukan dirinya”. ANA Test dibutuhkan ketika seseorang menunjukkan

tanda-tanda systemic automun disorder.

2.4.6.4. Immunofluoresce, yaitu teknik untuk mengindentifikasi antibodi

spesifik atau antigen pada serum darah dengan menggunakan

mikroskop fluorescence.

2.4.6.5. Immunoglobulin Assay. Adalah tes untung menghitung level

immunoglobulin atau antibodi di dalam darah. Tes kuantitatif

Page 20: Tutor 9 DSP 5 Case 4

immuoglobulin untuk mendeteksi kelebihan/ kekurangan tiga kelas

utama Ig yaitu IgA, IgG dan IgM.

2.4.6.6. PAS Staining. Atau Periodic Acid-Sciff Stain, merupakan metode

pewarnaan untuk mendeteksi struktur atau jaringan yang mengandung

polisakarida tinggi seperti glikogen dan mucosubstansi seperti

glycolipid, glycocalyx, mucin/mucus, lamina basalis.

2.4.7. Rujukan

Pasien dirujuk ke dokter gigi spesialis penyakit mulut untuk mengobati

OLP, kemudian ke dokter gigi spesialis konservasi gigi untuk mengganti

tambalan amalgam yang menyebebkan lesi, amalgam dapat diganti dengan

resin komposit. Dan dokter spesialis penyakit dalam untuk menurunkan kadar

glukosa yang tinggai di dalam darah.

2.5. Diagnosis Banding

2.5.1. Erythema Multiforme

Etiologi dari Erythema mUltiform adalah karena reaksi imun,

penyakit HSV, dan reaksi obat. Tanda dan gejala klinis nya adalah penyakit

ini biasa ditemukan pada usia sekitar 20-40 tahun. Gejala predormalnya

adalah demam, malaise, sakit kepala, luka di tenggorokan, dan batuk.

Erythema Multiforme selain terjadi pada mukosa oral, dapat terjadi juga di

tangan, kaki, lutut, dan organ genital. Ciri-ciri yang khas dari penyakit ini

adalah adanya inflamasi disertai cincin eritematus.

Erythema Multiform dijadikan diagnosis banding dari oral lichen

planus karena manifestasi klinisnya yang mirip dengan tekstur oral lichen

planus tipe eritema. Namun perbedaannya adalah pada erythema multiforme

terdapat cincin eritematus.

2.5.2. Pemphigus

Etiologi dari pemphigus adalah karena adanya reaksi imun dalam

tubuh. Tanda dan gejala klinisnya adalah adanya lesi pada lapisan epitel.

Adanya blister dan erosi pada kulit dan mukosa, bisa juga terjadi di genital.

Manifestasi klinisnya adalah adanya bullae pada kulit dan mukosa yang

normal, bullae tersebut mudah pecah dan menyebar ke sekitarnya.

Page 21: Tutor 9 DSP 5 Case 4

Persamaan antara pemphigus dan oral lichen planus adalah pada

tekstur bullae. Perbedaannya adalah pada oral lichen planus bullae tersebut

dikelilingi tekstur retikular, sedangkan pada pemphigus tidak ada struktur

lain disekitar bullae.

2.5.3. Lupus Erythematous

Lupus, nama aneh untuk sebuah penyakit. Kata itu berasal

dari bahasa Latin yang berarti serigala, untuk menggambarkan

salah satu ciri paling menonjol dari penyakit itu yaitu ruam di pipi

yang membuat penampilan seperti serigala. Meskipun demikian,

hanya sekitar 30% dari penderita lupus benar-benar memiliki ruam

“kupu-kupu” klasik tersebut.

Jenis-jenis lupus

Lupus bukanlah penyakit menular tetapi sebuah bentuk

gangguan autoimun di mana sistem kekebalan tubuh menyerang

jaringan dan sel tubuh sendiri. Ada empat jenis lupus yang dikenal:

Lupus diskoid (kulit). Pasien dengan lupus diskoid memiliki

versi penyakit yang terbatas pada kulit, ditandai dengan

ruam yang muncul pada wajah, leher, dan kulit kepala, tetapi

tidak memengaruhi organ internal.

Lupus sistemik (systemic lupus erythematosus, SLE). Pada

sekitar 10% pasien lupus diskoid, penyakitnya berevolusi

Page 22: Tutor 9 DSP 5 Case 4

dan berkembang menjadi lupus sistemik yang memengaruhi

organ internal tubuh seperti sendi, paru-paru, ginjal, darah, dan

jantung. Lupus jenis ini sering ditandai dengan periode suar

(ketika penyakit ini aktif) dan periode remisi (ketika penyakit

ini tidak aktif). Tidak ada cara untuk memerkirakan berapa

lama suar akan berlangsung. Setelah suar awal, beberapa pasien

lupus sembuh dan tidak pernah mengalami suar lain, tetapi

pada beberapa pasien lain suar datang dan pergi berulang kali

selama bertahun-tahun.

Lupus karena pengaruh obat. Jenis lupus ini disebabkan oleh

reaksi terhadap obat resep tertentu dan menyebabkan gejala

sangat mirip lupus sistemik. Obat yang paling sering

menimbulkan reaksi lupus adalah obat hipertensi hydralazine

dan obat aritmia jantung procainamide, obat TBC Isoniazid,

obat jerawat Minocycline dan sekitar 400-an obat lain. Gejala

penyakit lupus mereda setelah pasien berhenti mengkonsumsi

obat pemicunya.

Lupus neonatal. Pada situasi yang jarang terjadi, bayi yang

belum lahir dan bayi baru lahir dapat memiliki ruam kulit

dan komplikasi lain pada hati dan darahnya karena serangan

antibodi dari ibunya. Ruam yang muncul akan memudar dalam

enam bulan pertama kehidupan anak.

Karateristik yang khas yaitu lesi striae dengan menyebar

dengan tajam diakhir, lesi berupa ertiem. Apda oral ditemukan

gingiva, bucal, mucosa, lidah, palatum, lesi biasanya didominasi

oleh lesi eritema dan sturktur putih tidakditemukan. Manifestasi

klinik terbagi menjadi dua yaitu sistemik lupus eritema dan discoid

lupus ertema yaitu ditandai dengan buterfly like rashes pada pipi

dan hidung.

2.5.4. Graft Versus Host Disease

Page 23: Tutor 9 DSP 5 Case 4

Graft Versus Host Disease memiliki lesi dan lokasi terjadinya sama

dengan OLP. Perbedaannya penderita GVHD 70% adalah orang yang telah

melakukan cangkok sumsum tulang belakang. GVHD ada dua macam, akut

dan kronis. GVHD akut memiliki tanda sakit bagian abdominal (keram

nausea, vomitting, dan diare), mata kering atau iritasi, jaudice ( warna

kekuningan pada mata/kulit) dan skin rash. GVHD kronis memiliki tanda

mata kering, berkurangnya kemampuan penglihatan, kelemahan otot,

pernapasan pendek, dan kehilangan berat badan.

2.5.5. Oral Leukoplakia

suatu kelainan berupa bercak atau plak putih yg tidak dapat di

karakteristik secara klinik. - Leukoplakia yg disertai diskeratosis atau

dysplasia merupakan lesi precancer. Dijadikan diagnosis banding karena

memiliki lesi putih dirongga mulut yang mirip dengan gambran klinis oral

lichen planus.

GAMBARAN KLINIS :

- Pria rata2 60 tahun

- 70% ditemukan pd vermilion bibir, mucosa bukal & gusi

- lesi pada lidah, vermilion bibir & dasar mulut 90% menunjukkan

displasia

Karakteristik lesi :

- berupa plak abu-abu putih dan sedikit menonjol tidak dapat hilang jika

di apus

- translucent

- keriput , lunak

- datar,dan batas tegas, tampak erythema diskitarnya

Perbedaan dengan lichen planus oral bisa di liat dari pinggiran lesi. Pada

leukoplakia pinggirannya tampak eritema atau kemerahan. Sedangkan pada

lichen planus oral disekitarnya tampak striae putih

2.5.6. Candidiasis Pseudomembran Akut

Page 24: Tutor 9 DSP 5 Case 4

Merupakan penyakit infeksi superfisialis dari lapisan atas epiteliumm

mukosa mulut . dijadikan diagnosis banding karena lesi keputihan di rongga

mulut yang mirip dengan oral lichen planus.

Gambaran klinis:

o Terdapat plak putih yang dikelilingi eritema, plak ini dapat di hilang

jika diapus dan meninggalkan bekas kemerahan

Perbedaannya dengan oral lichen planus oral bisa dibedakan dari sekitar lesi

kemerahan pada candidiasis dan striae putih pada oral lichen planus

2.5.7. Squamous Cell Carcinoma

Persamaan dan Perbedaan Tanda-Gejala Klinis Oral Lichen Planus dengan

Squamous Cell Carcinoma sebagai Diagnosis Banding

Per

sam

aan

Oral Lichen Planus Squamous Cell Carcinoma

Gejala Memiliki gejala sensasi

terbakar pada mulut

Tampilan atau tekstur lidah

berambut sehingga lidah

terasa kasar

Memiliki gambaran lesi

berupa bintik-bintik berwarna

merah dan putih dengan

tekstur halus sampai

menonjol

Tanda klinis Lesi terbatas pada epidermis

(pada squamous cell

carcinoma hanya pada tipe in

situ)

Epidemiologi Secara umum mengenai

kelompok usia yang lebih

tua, namun ada pula yang

Page 25: Tutor 9 DSP 5 Case 4

mengenai usia 20 dan 30

tahun tetapi jarang.

Per

beda

anEtiologi/

predisposisi

Reaksi immunologik Etiologi: belum diketahui

secara pasti

Factor pemicu:

– Sinar matahari

– Arsen

– Hidrokarbon

– Suhu

– Radiasi kronis

– Parut

– Virus

Tanda klinis Kerusakan epidermal/

epithelial basal sel yang

memproduksi berbagai

macam lesi mukokutaneus

Bentuk reticular oral lichen

planus pada mukosa buccal

SCC tipe invasive:

berkembang dari SCC in situ

yang menembus lapisan basal

sampai ke dermis dan

bermetastase melalui saluran

getah bening regional

Tanda awal SCC pada

mukosa buccal

Epidemiologi Lebih banyak ditemukan

pada perempuan

disbanding laki-laki

Lebih banyak dijumpai pada

laki-laki dibanding

perempuan

2.6. Epidemiologi Kasus

1.9.1 Prevalensi oral lichen planus yaitu sebesar 1-3%

Page 26: Tutor 9 DSP 5 Case 4

1.9.2 Ditemukan pada orang dewasa dengan usia pertengahan, dengan rata-

rata 50-60 tahun.

1.9.3 Dalam perbandingan oral lichen planus, wanita lebih sering terkena

penyakit ini daripada pria; sedangkan pada lichen planus dermis, pria lebih

sering terkena daripada wanita.

2.7. Bioetika Humaniora

Autonomy

Suatu bentuk kebebasan bertindak dimana seorang dokter

mengambil keputusan sesuai dengan rencana yang ditentukan sendiri.

Dalam prinsip ini, dokter diharapkan dapat menghormati martabat

manusia.

Pertama, setiap pasien harus diperlakukan sebagai manusia yang

memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri). Kedua,

setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu

mendapatkan perlindungan.

Ciri-cirinya antara lain:

Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat

pasien

Berterus terang

Menghargai privasi pasien

Menjaga rahasia pasien

Menghargai rasionalitas pasien

Melaksanakan informed consent

Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan

sendiri tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien

Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat

keputusan, termasuk keluarga pasien sendiri

Beneficence

Page 27: Tutor 9 DSP 5 Case 4

Prinsip berbuat baik merupakan segi positif dari prinsip tidak

merugikan. Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus

mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan

kesehatannya (patient welfare).

Beneficence terbagi atas dua macam, yaitu :

General beneficence, misalnya:

Melindungi dan mempertahankan hak yang lain

Mencegah terjadinya kerugian pada yang lain

Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain.

Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien

Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan

Menjamin kehidupan baik minimal manusia

Spesific beneficence, misalnya:

Menolong orang cacat

Menyelamatkan orang dari bahaya

Alturisme (tanpa pamrih, rela berkorban)

Manfaat lebih besar dari kerugian

Menghargai hak pasien

Non-maleficence

Prinsip ini merupakan suatu cara teknis untuk menyampaikan

bahwa seorang dokter berkewajiban tidak mencelakakan orang lain.

Bila seorang dokter tidak bisa berbuat baik kepada seseorang, maka

sekurang-kurangnya dokter wajib untuk tidak merugikan orang lain.

Ciri-cirinya antara lain :

Menolong pasien emergensi

Mengobati pasien yang luka

Mencegah pasien dari bahaya lebih lanjut

Manfaat pasien lebih besar dari kerugian dokter

Tidak memandang pasien sebagai objek

Page 28: Tutor 9 DSP 5 Case 4

Menghindari misrepresentasi dari pasien

Justice

Prinsip keadilan mempunyai makna proporsional, sesuai dengan

fungsi dan kebutuhannya.

Ciri-ciri justice antara lain :

Memberlakukan secara universal

Menghargai hak sehat pasien

Tidak membedakan pelayanan kesehatan yang diberikan

Prima facie

Dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang dokter harus melakukan

pemilihan satu kaidah dasar etik yang paling sesuai konteksnya

berdasarkan data atau situasi konkrit tersebut. Inilah yang disebut

pemilihan berdasarkan asas prima facie.

Page 29: Tutor 9 DSP 5 Case 4

BAB III

PEMBAHASAN KASUS

3.1. Kasus

Seorang pria berusia 55 tahun dirujuk ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut

dengan keluhan utama rasa mulut terbakar dan lidah kasar sejak 6 bulan yang

lalu. Pasien mengeluh mulut terasa sakit terutama ketika makan makanan panas

dan pedas. Gejala ini sebelumnya telah diobati dengan berbagai obat topikal,

antara lain nistatin, benzidamine hidroklorida, dan obat kumur clorhexidine, tapi

lesi tidak pernah sembuh.

Pada pemeriksaan ekstraoral tidak ditemukan kelainan. Pada

pemeriksaan intraoral ditemukan lesi erosif, desquamatif pada gingiva. Pada

mukosa bukal kanan dan kiri tampak lesi erosif dibatasi oleh striae putih

keratotik. Lesi putih keratotik juga tampak pada dorsal lidah. Pada pemeriksaan

gigi tampak gigi 36, 37 dengan tambalan amalgam. Pasienmenderita diabetes

mellitus tipe 2 dan mendapat obat glibenclamide sejak 5 tahun terakhir.

3.2. Mekanisme

Konsumsi obat glibenclamide (5 tahun terakhir)

Hipersensitivitas obat

Tanda dan gejala berdasarkan kasus diatas:

1. Lesi erosif desquamatif pada gingiva.

2. Mukosa bukal kanan dan kiri ada lesi serosif

dibatasi oleh striae putih keratotik.

3. Lesi putih keratotik pada dorsal lidah.

4. Rasa mulut terbakar dan lidah kasar

Oral Lichen Planus

Page 30: Tutor 9 DSP 5 Case 4

3.3. Hipotesis

Oral Lichen Planus

Page 31: Tutor 9 DSP 5 Case 4

BAB IV

KESIMPULAN

Dari kasus, Pasien merasakan gejala rasa mulut terbakar dan lidah kasar sejak 6

bulan yang lalu. Pasien juga merasakan rasa sakit terutama ketika makan makanan panas

dan pedas. Gejala ini sebelumnya telah diobati dengan berbagai obat topikal, antara lain

nistatin, benzidamine hidroklorida, dan obat kumur clorhexidine, tapi lesi tidak pernah

sembuh. Dari pemeriksaan intraoral ditemukan lesi erosif, desquamatif pada gingiva.

Pada mukosa bukal kanan dan kiri tampak lesi erosif dibatasi oleh striae putih keratotik.

Lesi putih keratotik juga tampak pada dorsal lidah. Pada pemeriksaan gigi tampak gigi

36, 37 dengan tambalan amalgam. Dan pasien mengonsumsi obat diabetes karena

menderita Diabetes Melitus tipe II

Dari anamnesis, tanda, dan gejala pasien dapat disimpulkan bahwa pasien

mengalami Oral Lichen Planus.

Dari informasi, faktor predisposisi yang terkait dengan kasus di atas, antara lain

karena penggunaan dental material dan hipersensitivitas obat glibenclamide. Perawatan

yang diberikan terhadap pasien berupa:

1. Memberikan oral hygiene treatment

2. Tambalan amalgam pada gigi 36 dan 37 dapat diganti dengan tambalan komposit

(menghilangkan faktor predisposisi karena penggunaan dental material).

3. Mengganti obat glibenclamide dengan obat diabetes melitus yang lain,

(menghilangkan faktor predisposisi karena hipersensitivitas obat) dengan rujukan

ke dokter penyakit dalam.

Page 32: Tutor 9 DSP 5 Case 4

DAFTAR PUSAKA

Burket, LM., Greenberg, MS.,Glick, M., Ship, JA. 2008. Burket’s Oral

Medicine 11th Ed. Ontario: BC Decker.

Partogi, Donna. 2008. Karsinoma Sel Skuamosa. Medan: Departemen

Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK.USU/RSUP H. Adam

Malik/RS.Dr.Pirngadi