13
TRAKSI A. PENDAHULUAN Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000- 2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, sebagian besar korbannya adalah remaja / dewasa muda. Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan. Adapun salah satu penanganan fraktur yang merupakan fiksasi eksternal adalah traksi. B. KONSEP TEORI TRAKSI Traksi adalah suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. atau traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan dari traksi adalah: - Meminimalkan spasme otot - Mereduksi, mensejajarkan dan immobilisasi fraktur - Mengurangi deformitas - Menambah space antar kedua permukaan patahan tulang Ada dua tipe utama dari traksi : traksi skeletal dan traksi kulit, dimana prinsipnya adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagian tubuh, tungkai, pelvis atau tulang

Tugas Traksi Sun

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Traksi Sun

TRAKSI

A. PENDAHULUAN

Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, sebagian besar korbannya adalah remaja / dewasa muda. Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang, sedangkan menurut Back dan Marassarin (1993) berpendapat bahwa fraktur adalah terpisahnya kontinuitas tulang normal yang terjadi karena tekanan pada tulang yang berlebihan. Adapun salah satu penanganan fraktur yang merupakan fiksasi eksternal adalah traksi.

B. KONSEP TEORI TRAKSI

Traksi adalah suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. atau traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot.

Tujuan dari traksi adalah:

- Meminimalkan spasme otot

- Mereduksi, mensejajarkan dan immobilisasi fraktur

- Mengurangi deformitas

- Menambah space antar kedua permukaan patahan tulang

Ada dua tipe utama dari traksi : traksi skeletal dan traksi kulit, dimana prinsipnya adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagian tubuh, tungkai, pelvis atau tulang belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang berlawanan yang disebut dengan countertraksi. Countertraksi adalah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan. Hukum Newton yang ketiga mengenai gerak menyebutkan bahwa bila ada reaksi maka akan terjadi reaksi dengn besar yang sama namun arahnya berlawanan,umumnya berat badan pasien dan pengaturan tempat tidur mampu memberikan countertraksi. Traksi dapat dicapai melalui tangan sebagai traksi manual, penggunaan tali splint, dan berat sebagaimana pada traksi kulit serta melalui pin, wire, dan tongs yang dimasukkan kedalam tulang sebagai traksi skeletal (Taylor, 1987 and Osmond,1999).

Page 2: Tugas Traksi Sun

Mekanisme traksi meliputi tidak hanya dorongan traksi sebenarnya tetapi juga tahanan yang dikenal sebagai kontertraksi, dorongan pada arah yang berlawanan, diperlukan untuk keefektifan traksi, kontertraksi mencegah pasien dari jatuh dalam arah dorongan traksi. Tanpa hal itu, spasme otot tidak dapat menjadi lebih baik dan semua keuntungan traksi hanya menjadi lewat saja. Ada dua tipe dari mekanik untuk traksi, dimana menggunakan Kontertraksi dalam dua cara yang berbeda.

1. Traksi keseimbangan, juga dikenal sebagai traksi luncur atau berlari. Disini traksi diaplikasikan melalui kulit pasien atau dengan metode skeletal. Berat dan katrol digunakan untuk mengaplikasikan tahanan langsung sementara berat tubuh pasien dalam kombinasi dengan elevasi dari dorongan tempat tidur traksi untuk menyediakan kontertraksinya (Taylor, 1987, Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999). Traksi Buck akan menjadi contoh dari hal ini.

2. Traksi fixed yaitu traksi yang tidak membutuhkan berat atau elevasi tempat tidur untuk mencapai traksi dan kontertraksi. Splint Thomas merupakan contoh dari system traksi ini. (Taylor, 1987, Styrcula, 1994a; Dave, 1995 and Osmond, 1999).

Kita dapat mnggunakan traksi untuk mendorong tulang fraktur kedalam tempat memulai, untuk menjaga mereka immobile sehingga mereka bersatu atau untuk melakukan kedua hal tersebut satunya diikuti dengan yang lain. Ada dua cara untuk melakukan hal tersebut : (1) memberi pengikat ke kulit (traksi kulit). (2) dapat menggunakan Steinmann pin, Denham pin, atau Kirschner wire melalui tulangnya (traksi tulang). Tali kemudian digunakan untuk mengikat pengikatnya, pin atau wire, ditaruh melalui katrol, dan dicocokkan dengan berat. Berat tersebut dapat mendorong pasien keluar dari tempat tidurnya, sehingga kita biasanya membutuhkan traksi yang berlawanan dengan meninggikan kaki dari tempat tidurnya. Salah satu dari tujuan utama dari traksi adalah memperbolehkan pasien untuk melatih ototnya dan menggerakkan sedinya, jadi pastikan bahwa pasien melakukan hal ini. Traksi membutuhkan waktu untuk diaplikasikan dan diatur, tetapi hal ini dapat dengan mudah datur dengan asisten. Traksi kebanyakan berguna pada kaki. Dilengan hal ini masih kurang nyaman, tidak meyakinkan, sulit untuk dijaga, dan frustasi untuk pasien. Untuk kesemua alasan ini, traksi lengan hanya digunakan dalam keadaan pengecualian yang lebih jauh.

Klasifikasi Traksi didasari pada penahan tubuh yang dicapai:

1. Traksi Manual menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan terhadap seseorang di bagian tubuh yang terkena melalui tangan mereka. Dorongan ini harus constant dan gentle. Traksi manual digunakan untuk mengurangi fraktur sederhana sebelum aplikasi plester atau selama pembedahan. Hal ini juga digunakan selama pemasangan traksi dan jika ada kebutuhan secara temporal melepaskan berat traksi (Taylor, 1987; Styrcula,1994a and Osmond, 1999).

2. Traksi Sekeletal menunjukkan tahanan dorongan yang diaplikasikan langsung ke sekeleton melalui pin, wire atau baut yang telah dimasukkan kedalam tulang (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a dan Osmond, 1999). Untuk melakukan

Page 3: Tugas Traksi Sun

ini berat yang besar dapat digunakan. Traksi skeletal digunakan untuk fraktur yang tidak stabil, untuk mengontrol rotasi dimana berat lebih besar dari 25 kg dibutuhkan dan fraktur membutuhkan traksi jangka panjang (Styrcula, 1994a and Osmond, 1999).

3. Traksi kulit menunjukkan dimana dorongan tahanan diaplikasikan kepada bagian tubuh yang terkena melalui jaringan lunak (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Hal ini bisa dilakukan dalam cara yang bervariasi : ekstensi adhesive dan non adhesive kulit, splint, sling, sling pelvis, dan halter cervical (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Dikarenakan traksi kulit diaplikasikan kekulit kurang aman, batasi kekuatan tahanan traksi. Dengan kata lain sejumlah berat dapat digunakan (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Osmond, 1999). Berat harus tidak melebihi (3-4 kg) (Taylor, 1987; Osmond, 1999 dan Redemann, 2002). Traksi kulit digunakan untuk periode yang pendek dan lebih sering untuk manajemen temporer fraktur femur dan dislokasi serta untuk mengurangi spasme otot dan nyeri sebelum pembedahan (Taylor, 1987; Styrcula, 1994a and Dave, 1995).

Traksi Kulit versus Traksi Tulang:

Kulit hanya bisa dapat menahan sekitar 5 kg traksi pada orang dewasa. Jika lebih dari ini tahanan yang dibutuhkan untuk mendapatkan dalam menjaga reduksi, traksi tulang mungkin diperlukan.

Indikasi traksi kulit:

Anak-anak Traksi temporer, hanya untuk beberapa hari misalnya pre operasi

Tahanan kecil dibutuhkan untuk menjaga reduksi 5kg

Kerusakan kulit atau adanya sepsis diarea tersebut

Indikasi traksi tulang:

Orang dewasa membutuhkan > 5kg traksi Kerusakan kulit membutuhkan dressings

Jangka panjang

Counter Traction:

Setiap tahanan diperlukan tahanan yang berlawanan. Jika traksi mendorong tungkai kedistal pasien akan meluncur turun melalui katrol, dan traksi tidak akan menjadi efektif. Berikan tahanan yang berlawanan dengan meninggikan kaki dari kasur pada blok tertentu. Dengan merubah tempat tidur pada arah berlainan tendensi untuk meluncur akan ditahan. Pada traksi servikal sisi depan dari tempat tidur harus ditinggikan, dan dengan traksi Dunlop sisi tempat tidur dekat dengan

Page 4: Tugas Traksi Sun

luka membutuhkan elevasi.

Prinsip Traksi Efektif:

Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.

Kontratraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.

Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten.

Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai.

Tali tidak boleh macet.

Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh control atau kaki tempat tidur.

Page 5: Tugas Traksi Sun

Beberapa contoh traksi dapat dilihat pada gambar berikut:

Page 6: Tugas Traksi Sun

Skeletal traksi

C. PROSES KEPERAWATAN SEBAGAI KERANGKA KERJA PERAWATAN PASIEN DENGAN TRAKSI

PENGKAJIAN

Peralatan traksi sering terlihat mengerikan dan pemasangannya tampak menakutkan. Kebingungan, disorientasi dan masalah prilaku dapat terjadi pada pasien yang terkungkung pada tempat terbatas selama waktu yang cukup lama. Maka tingkat ansietas pasien dan respon psikologis terhadap traksi harus dikaji.

Bagian tubuh yang ditraksi dikaji status neurovaskulernya ( warna, suhu, pengisian vaskuler, edema, denyut nadi, perabaan, kemampuan bergerak) bandingkan dengan ekstrimitas yang sehat.

Pengkajian fungsi system tubuh / komplikasi perlu dilakukan terus menerus. Imobilisai dapat dapat menyebabkan terjadinya ulkus / dikubitus akibat tekanan, kongesti paru, stasis pneumonia, konstipasi, kehilangan nafsu makan, stasis kemih dan infeksi saluran kemih dan thrombosis vena dalam.

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Berdasarkanpada pengkajian keperawatan, masalah keperawatan utama pasien karena traksi dapat meliputi yang berikut:

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi. Kurang perawatan diri: makan, hygiene atau toileting yang berhubungan

traksi.

Nyeri berhubungan dengan pemasangan traksi dan imobilisasi

Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.

Kurang pegetahuan berhubungan dengan program terafi.

PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI

Sasaran utama pasien dengan traksi dapat meliputi pemahaman terhadap program terapi, berku-rangnya ansietas, kenyamanan maksimal, perawatan diri maksimal, pencapaian mobilitas maksimal dalam batas terapeutik traksi, dan tidak adanya komplikasi.

Memahami Program Terapi. Pasien harus memahami masalah patologik yang sedang ditangani dan rasional terapi traksi. Informasi perlu diulang dan

Page 7: Tugas Traksi Sun

ditekankan sesering mungkin. Dengan peningkatan pemahaman ter-hadap terapi, pasien akan menjadi partisipan yang aktif dalam perawatan kesehatannya sendiri.

Mengurangi Ansietas . Sebelum setiap traksi dipasang, pasien harus diberi informasi mengenai prosedur, tujuan dan implikasinya. Berbincang dengan pasien mengenai apa yang sedang dikerjakan, dan mengapa, dapat \ mengurangi ketakutan. Setelah traksi dipasang, untuk! sementara waktu pasien akan bereaksi terhadap keadaai ; terkungkung dalam ruang yang terbatas. KunjunganpeBf wat yang sering akan mengurangi perasaan isolasidaf; keterkungkungan. Keluarga dan kerabat dianjurkan untuk sering mengunjungi untuk alasan yang sama. Aktiv pengalih yang dapat dilakukan dalam batas traksi sel dianjurkan.

Mencapai Tingkat Kenyamanan Maksimal. pasien akan diimobilisasi di tempat tidur, kasur hani padat dan disangga dengan papan tempat tidur. Bantalaft] kasur khusus yang dirancang untuk meminimalkan dinya ulkus akibat tekanan sebaiknya dipasang di tidur sebelum pemasangan traksi.

Tekanan pada bagian tubuh yang tergantung dihilangkan dengan memiringkan dan merubah pasien agar nyaman dalam batas-batas traksi.

Linen tempat tidur harus dijaga bebas dari lipatani kering. Setiap keluhan pasien dalam traksi harus segera selidiki.Mencapai Perawatan-Diri Maksimal. Mula-i pasien mungkin memerlukan

bantuan dalam aktivi tas perawatan diri. Perawat harus membantu pasien memenuhi kebutuhannya seperti makan, mandi, berpakaian, dan toileting selama diimobilisasi dalam alat traksi. lat bantu seperti penjangkau dan gantungan di atas Jnpat tidur dapat memudahkan perawatan diri. Dengan nnpu menjalankan aktivitas perawatan diri pasien akan trasa'lebih mandiri dan mengurangi frustrasi dan akan engalami peningkatan citra diri. Namun, bantuan tertentu masih diperlukan selama jktu imobilisasi, perawat dan pasien dapat mengem-ingkan secara kreatif rutinitas yang akan memaksimalkan kemandirian pasien.

Mencapai Mobilitas Maksimal dalam Batas-Batas lafai. Selama terapi traksi, pasien harus melatih otot |BH sendi yang tak diimobilisasi untuk meminimalkan brusakan akibat imobilisasi. Gerakan aktif semua sendi »ng sehat selalu dianjurkan. Dapat dilakukan konsultasi fcngan ahli fisioterapi untuk merancang latihan di tempat iduryang dapat meminimalkan kehilangan kekuatan otot^ ferawat perlu mendorong pasien untuk berlatih. Selama ttihan, perawat harus meyakinkan diri bahwa gaya irikan tetap dapat dipertahankan dan posisi pasien tetap (dalam posisi yang benar untuk menghindari komplikasi akibat ketidaksejajaran.

Pemantauan dan Penatalaksanaan Komplikasi PotensialDekubitus. Kulit pasien diperiksa sesering mungkin lengenai tanda tekanan

atau lecet. Perhatian khusus iberikan pada tonjolan tulang. Perlu diberikan intervensi untuk mengurangi tekanan. Perubahan posisi pasien perlu sering dilakukan dan memakai alat pelindung kulit , pelindung siku, sangat membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat tinggi, seperti pada pasien trauma ganda atau pada pasien lansia yang lemah, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan tempat tidur khusus untuk membantu mencegah kerusakan kulit. Bila telah terbentuk ulkus akibat tekanan, perait harus

Page 8: Tugas Traksi Sun

berkonsultasi dengan doktera (atau dengan ahli terapi enterostomal bila ada) mengenai penanganannya.

Kongesti Paru/Pneumonia. Paru pasien diauskultasi ituk mengetahui status pernapasahnya. Pasien diajari ituk latihan menarik napas dalam dan batuk-batuk untuk anbantu pengembangan penuh paru-paru dan menge-irkan sekresi paru. Bila riwayat pasien dan data dasar ogkajian menunjukkan bahwa pasien mempunyai risiko ggi mengalami komplikasi respirasi, perawat harus rkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan terapi usus (mis. spirometer insentif). Bila telah terjadi masa-i respirasi, perlu diberikan terapi sesuai resep. Konstipasi dan Anoreksia. Penurunan motilitas gas-intestinal mengakibatkan anoreksia dan konstipasi. ;t tinggi serat dan tinggi cairan dapat membantu me-tgsang motilitas gaster. Bila telah terjadi konstipasi, perawat dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai cara penanganannya, yang mungkin meliputi pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema. Untuk memperbaiki napsu makan pasien, harus dicatat makanan apa yang disukai pasien dan dimasukkan dalam program diet, sesuai kebutuhan.

Stasis dan Infeksi Saluran Kemih. Pengosongan kan-dung kemih yang tak tuntas karena posisi pasien di tempat tidur dapat mengakibatkan stasis dan infeksi saluran kemih. Selain itu pasien mungkin merasa bahwa menggunakan pispot di tempat tidur kurang nyaman dan membatasi cairan masuk untuk mengurangi frekuensi berkemih. Perawat harus memantau masukan cairan dan sifat kemih. Perawat harus mengajar pasien untuk meminum cairan dalam jumlah yang cukup dan berkemih tiap 2 sampai 3 jam sekali. Bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih, perawat segera berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganan masalah ini.

Trombosis Vena Profunda. Stasis vena terjadi akibat imobilitas. Perawat harus mengajar pasien untuk melaku-kan latihan tumit dan kaki dalam batas terapi traksi secara teratur sepanjang hari untuk mencegah terjadinya trombo-sis vena profunda (DVT). Pasien didorong untuk meminum air utnuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang menyertainya, yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau pasien terhadap terjadinya tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya sesegera mungkin ke dokter untuk evaluasi defmitif dan terapi.

EVALUASI

Hasil yang Diharapkan

1. Menunjukkan pemahaman program traksi

a. Menjelaskan tujuan traksi

b. Berpartisipasi dalam rencana perawatan

2. Memperlihatkan berkurangnya ansietas

a. Tampak relaks

b. Menggunakan mekanisme koping efektif

c. Mengekspresikan keprihatinan dan perasaannya

3. Menyebutkan peningkatan tingkat kenyamanan

Page 9: Tugas Traksi Sun

a. Kadang-kadang meminta analgesia oral

b. Mengubah posisi sendiri sesering mungkin

4. Melakukan aktivitas perawatan diri

a. Memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi,

berpakaian, defekasi, dan urinasi.

5. Menunjukkan mobilitas yang meningkat

a. Melakukan latihan yang dianjurkan

b. Menggunakan alat bantu dengan aman

c. Tidak memperlihatkan adanya komplikasi

a. Kulit utuh

b. Paru-paru bersih

c. tidak mengeluh nafas pendek.

d. Batuk tidak produktif.

e. Pola defekasi teratur.

f. nafsu makan normal.

g. Urine jernih, kuning, cairan dengan jumlah yang memadai.

h. Tak menunjukkan tanda dan gejala trombosit vena profund

Page 10: Tugas Traksi Sun

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim 2009, available: http://jovandc.multiply.com/journal/item/5 , (2009, Desember 3)

2. Anonim 2009, available: http://satriaperwira.wordpress.com/ 2009/02/26/ traksi, (2009, Desember 3)

3. Brunner and Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol. 3, Jakarta : EGC.

4. Sjamsuhidajat R dan de Jong, Wim (Editor) (2005). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC.