29
TUGAS MATA KULIAH PATOLOGI KLINIK INFEKSI MENINGITIS OLEH BAKTERI Neisseria meningitidis (Meningococcus) NAMA : Siti Uswatun Hasanah NIM : 122210101083 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER 2014

Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

Citation preview

Page 1: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

TUGAS MATA KULIAH PATOLOGI KLINIK

INFEKSI MENINGITIS OLEH BAKTERI

Neisseria meningitidis (Meningococcus)

NAMA : Siti Uswatun Hasanah

NIM : 122210101083

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar belakang

Meningitis merupakan jenis penyakit yang berbahaya bagi manusia. Salah satu

penyebabnya adalah bakteri Neisseria meningitids. Manusia merupakan satu-satunya host

alami bagi Neisseria meningitidis, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada lapisan otak

dan cairan serebrospinal sehingga menyebabkan kerusakan pada selaput otak sampai dengan

kematian. Infeksi meningitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan

rentang usia 6 bulan sampai dewasa. Neisseria meningitidis ini sering juga ditemukan pada

saluran pernafasan pada individu yang sehat.

Di seluruh dunia, jutaan kasus infeksi bakteri meningitis terjadi dan setidaknya

200.000 pasien meninggal dunia. Meningitis terjadi di negara-negara berkembang sekitar

37% hingga 60%. 54% penderita meningitis yang selamat mengalami ketidakmampuan atau

gangguan fungsi fisiologis tubuh akibat infeksi bakteri meningitis, seperti berkurangnya

pendengaran atau tuli, keterbelakangan mental, dan gangguan saraf. Dengan tingkat kematian

yang tinggi dan bahaya yang ditimbulkannya, maka penting untuk melakukan studi lebih jauh

tentang infeksi meningitis yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis.

II. Tujuan

1. Memahami penyebaran infeksi meningitis oleh bakteri Neisseria meningitidis.

2. Mengetahui ciri dan gejala penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri

Neisseria meningitidis dan pengobatan yang tepat untuk jenis infeksi ini.

3. Meningkatkan pengetahuan tentang meningitis yang disebabkan oleh infeksi

bakteri Neisseria meningitidis sehingga dapat menjaga pola hidup untuk

mengurangi resiko terinfeksi.

III. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah penyebaran infeksi meningitis oleh bakteri Neisseria

meningitidis?

2. Bagaimanakah ciri dan gejala penyakit meningitis yang disebabkan oleh

infeksi bakteri Neisseria meningitidis dan pengobatan yang tepat untuk jenis

infeksi ini?

Page 3: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

3. Apa sajakah yang harus diketahui tentang meningitis yang disebabkan oleh

infeksi bakteri Neisseria meningitidis dan bagaimanakah cara untuk menjaga

pola hidup untuk mengurangi resiko terinfeksi?

Page 4: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan

dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan

otak dan medula spinalis yang superfisial. Meningitis dapat juga diartikan sebagai

peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang

menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.

2.2 Klasifikasi 

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan

otak, yaitu :

a. Meningitis serosa

Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang

jernih. Meningitis ini ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi. Penyebab

terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma

gondhii dan Ricketsia.

b. Meningitis purulenta 

Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula

spinalis. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut

dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun

virus. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis

(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,

Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, dan Peudomonas aeruginosa. Meningitis

Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.

2.3 Epidemiologi dan Etiologi

Infeksi meningococcus dapat terjadi secara endemik maupun epidemik. Secara klinis

keduanya tidak dapat dibedakan, tetapi serogroup dari strain yang terlibat berbeda. Kasus

endemik pada negara-negara berkembang disebabkan oleh strain serogroup B yang biasanya

menyerang usia dibawah 5 tahun, kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 6 bulan dan 2

tahun. Kasus epidemik disebabkan oleh strain serogroup A dan C, yang mempunyai

kecendrungan untuk menyerang usia yang lebih tua. Lebih dari setengah kasus

Page 5: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

meningococcus terjadi pada umur antara 1dan 10 tahun. Penyakit ini relatif jarang didapatkan

pada bayi usia ≤ 3 bulan. Kurang dari 10% terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. Di AS

dan Finland, hampir 55% kasus pada usia dibawah 3 tahun selama keadaan nonepidemik,

sedangkan di Zaria, Negeria insiden tertinggi terjadi pada pasien usia 5 sampai 9 tahun.

Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakan predisposisi untuk terjadinya penyakit

epidemik. Kelembaban yang rendah dapat merubah barier mukosa nasofaring, sehingga

merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Meningococcal epidemik di daerah Sao

Paulo dari 1971 sampai 1974 dimulai pada bulan Mei dan Juni, yang merupakan peralihan

dari musim hujan ke musim panas. Di daerah Sub-saharan Meningitis Belt (Upper volta,

Dahomey, Ghana dan Mali di barat, hingga Niger, Nigeria, Chad, Sudan di timur) di mulai

pada musim panas/winter dry season (November-Desember),mencapai puncaknya pada akhir

April-awal Mei, saat angin gurun Harmattan berkepanjangan dan tingginya suhu udara

sepanjang hari; diakhiri secara mendadak dengan dimulainya musim penghujan. Walaupun

terpaparnya populasi yang rentan terhadap strain baru yang virulen mungkin merupakan

penyebab epidemik, beberapa faktor lain termasuk lingkungan yang padat penduduk, adanya

kuman saluran nafas pathogen lain, hygiene yang rendah dan lingkungan yang buruk

merupakan pencetus untuk terjadinya infeksi epidemik. Infeksi N. meningitidis semata-mata

hanya mengenai manusia. Telah terbukti bahwa tidak didapatkan adanya host antara,

reservoar atau transmisi dari hewan ke manusia pada infeksi N. meningitidis. Nasofarings

merupakan reservoar alami bagi meningococcus. Meningococcus bisa didapatkan pada kultur

dari nasofaring dari manusia sehat, keadaan ini disebut carrier. Hal tersebut dapat meningeal

tergantung kepada kemampuan dari kapsel polisakarida untuk menghambat aktivitas sistim

komplemen bakterisidal yang klasik dan menginhibisi fagositosis neutrophil. Aktivasi dari

sistim komplemen merupakan hal yang sangat penting dalam mekanisme pertahanan terhadap

infeksi N. meningitidis. Pasien dengan defisiensi dari komponen terminal komponen (C5, C6,

C7, C8 dan mungkin C9) merupakan resiko tinggi untuk terinfeksi N. Meningitidis.

Page 6: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

Gambar 1 : Serogrup meningokokus yang penting, struktur kapsul, komposisi operon, dan

wilayah keberadaan pada umumnya (Hill et al, 2010)

2.4 Patofisiologi Meningitis

Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet

infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok

penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri

bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi

sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan

serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada

selaput otak dan otak.

Ada 4 kondisi yang memungkinkan terjadinya penyakit meningokokal yang sifatnya

invasif ini, yaitu:

(i) paparan tehadap galur patogenik

(ii) adanya kolonisasi kuman di mukosa naso-pharyngeal

Page 7: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

(iii) terjadinya pasasi melalui mukosa,

(iv) kemampuan meningococcus untuk dapat bertahan di darah.

Nasofaring manusia adalah satu-satunya reservoir alamiah dari N. meningitidis.

Kuman ini ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung secara droplet.

Daya tahan hidup kuman di sini dipengaruhi oleh beberapa kondisi seperti misalnya iklim

yaitu suhu dan kelembaban. Pada periode infeksi endemik, sekitar 10% penduduk mengidap

kuman ini dalam hidungnya. Meskipun demikian, 9 dari 10 jenis kuman yang diisolasi dari

carrier bukan termasuk kuman yang patogenik. Mengapa suatu jenis kuman dapat

berkolonisasi di mukosa nasooropharyngeal sedangkan jenis yang lain tidak dapat, hal ini

masih merupakan suatu pertanyaan. Kolonisasi bakteri terjadi pada bagian permukaan luar sel

mukosa dan pada intra-atau sub-epitelial. Kerusakan pada epitel bersilia dari nasopharynx

merupakan langkah pertama dari proses kolonisasi bakteri ini. Kerusakan fisik karena

merokok dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit ini, demikian pula halnya dengan stres

dan infeksi virus yang mendahului yang menyebabkan perubahan pada keutuhan dari

permukaan mukosa atau mempengaruhi imunitas lokal atau sistemik. Selanjutnya kuman-

kuman meningokok menembus epitel mukosa dengan jalan melalui vakuol fagositik sebagai

akibat endositosis dan mencapai aliran darah. Di dalam aliran darah ini kuman-kuman dapat

berkembang biak karena adanya faktor virulen bakteri atau karena inkompetensi daya tahan

tubuh penderita. Daya tahan inang setelah invasi meningococcus ditentukan oleh respons

seluler dan humoral yang merupakan sistem imun adaptif dari inang. Antibodi spesifik

memberikan perlindungan penuh terhadap infeksi, akan tetapi oleh karena pembentukan

antibodi memerlukan waktu sedikitnya seminggu setelah terjadinya kolonisasi, pertahanan

awal sangat tergantung dari elemen-elemen imunitas yang memberikan reaksi cepat seperti

misalnya complement-mediated bacteriolysis dan opsonophagocytosis. Pada individu normal,

insiden penyakit meningococcus berkaitan dengan antibodi spesifik yang dimiliki. Insiden

yang tertinggi dijumpai pada usia 6-24 bulan, pada saat antibodi maternal menghilang.

Sepanjang hidup manusia, antibodi spesifik ini secara terus menerus dan berkesinambungan

diinduksi oleh adanya jenis-jenis lain dari kuman meningococcus yang berada di nasofaring.

Kuman-kuman ini menimbulkan pembentukan antibodi yang bereaksi silang dengan

meningococcus. Pada sisi lain, antibodi IgA yang tidak mengaktifkan komplemen, dapat

melekat pada epitop yang penting dan menutup epitop ini dan memberi kesempatan pada

antibodi seperti IgG dan IgM untuk mengaktivasikan komplemen Dapat disimpulkan bahwa

pertumbuhan dan perkembang-biakan kuman meningococcus dalam darah dapat berlangsung

Page 8: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

karena adanya gangguan fungsi pertahanan intravaskuler, baik ini disebabkan oleh karena

sifat-sifat khusus kuman itu sendiri maupun karena sistem imun yang defektif dari inang.

Gambar 2 : Patofisiologi Meningitis

2.5 Gejala, Ciri, dan Identifikasi Penyakit

Biasanya didapatkan riwayat infeksi saluran nafas bagian atas dalam dua atau tiga hari

sebelum onset penyakit, gejala dapat didahului oleh muntah dan diare. Begitu bakteri

meningitis mencapai aliran darah, berbagai manifestasi penyakit dapat terjadi. Pada beberapa

penderita, mungkin ditemukan demam menigitis yang secara spontan hilang, keadaan ini

disebut sebagai transient meningococcemia yang sifat demamnya singkat mirip flu. Apabila

keadaan bakteremia ini menetap, tidak hilang maka timbullah gejalagejala klinis. Pada kasus-

kasus ini yang menonjol adalah gejala yang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan

endotoksin dan repons tubuh penderita terhadap toksin tersebut.

Pada hampir semua penderita yang mengalami shock dan pada kebayakan penderita

penderita meningitis, awal dari fase bakteremia ditandai dengan adanya serangan panas tinggi

Page 9: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

dan menggigil, nyeri pinggang bagian bawah, nyeri paha, atau nyeri otot-otot dan sendi

umum. Dalam waktu beberapa jam, keadaan dapat berkembang menjadi sepsis fulminan

tanpa gejala meningitis. Keadaan ini terjadi karena adanya endotoksin dan sitokin dalam

plasma dalam jumlah besar. Berdasarkan urut-urutan kejadian patofisiologis, penderita-

penderita infeksi meningitis dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan:

(i) penderita dengan bakteremia tanpa shock,

(ii) penderita dengan bakteremia dan shock tanpa gejala meningitis

(iii) penderita dengan shock dan meningitis, dan

(iv) penderita dengan hanya meningitis saja.

Klasifikasi penderita pada salah satu dari kelompok klinis ini sangat membantu di

dalam pengambilan keputusan terutama untuk perawatan intensif secara maksimal. Pada

beberapa kasus dapat terjadi infeksi metastatik berupa arthritis atau pericarditis yang

umumnya disebabkan oleh serogrup C dari N. meningitidis. Selain gejala arthritis atau

pericarditis pada penderita-penderita ini dapat ditemukan kemerahan kulit (rash) dan

rekrudensi demam yang terjadi pada 10-20% penderita ada hari ke-4 sampai ke-7 di waktu

konvaleseni dari penyakitnya. Sejumlah kecil penderita-penderita, mungkin kurang dari 1%

dan terdiri terutama dari orang dewasa, dijumpai satu atau lebih gejala kenaikan suhu badan

yang tajam (spiking), arthralgia, atau arthritis dan kemerahan kulit yang rekuren; sindrom ini

dikenal sebagai chronic benign meningococcemia.

Tabel 1 : gejala dan tanda pasien yang terinfeksi bakteri meningitis (Honda & Waren, 2009)

Page 10: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

BAB III

PEMBAHASAN

Pembentukan koloni pada permukaan mukosa saluran pernapasan atas oleh N.

meningitidis adalah langkah awal infeksi pada manusia sebagai host bakteri ini. Penularan

bakteri meningokokua antar manusia sebagian besar terjadi melalui droplet pernapasan dan

sekresi tetapi ukuran inokulum yang dibutuhkan untuk infeksi tidak diketahui.

2.1 Strategi N. Meningitidis Untuk Bertahan Hidup, Membentuk Koloni, Dan

Menginfeksi

Penghindaran sistem imun tubuh dengan modulasi permukaan

Untuk mengatasi deteksi dari sistem imun inang, meningokok telah berevolusi untuk

mengubah komponen permukaannya. Struktur / variasi molekul antigenik ini merupakan

salah satu strategi dan dapat melibatkan pertukaran alelgen atau fragmen gen dari neisserial

DNA impor. Hal ini sering terjadi di N. meningitidis karena kompeten secara alami dan

mudah mengambil DNA dari lingkungannya. Selain itu, genomnya mengandung beberapa

salinan gen tertentu, misalnya opa dan pi.

Struktur permukaan kunci yang terlibat dalam interaksi host

Permukaan Glycans

N. meningitidis, ketika terisolasi dari carrier, mungkin akan membentuk kapsul atau

acapsulate, sedangkan isolat darah dan CSF (Cairan serebrospinal) yang selalu capsulate,

karena dalam bentuk kapsul akan membantu bakteri untuk dapat bertahan hidup. Sehingga

bakteri tahan terhadap antibodi / komplemen pembunuh dan menghambat fagositosis opsonik

dan non-opsonic. Demikian pula, struktur LPS tertentu (L3, L7 dan L9) juga dapat membantu

penghindaran sistem imun tubuh dan ditemukan lebih sering dalam darah isolat dibandingkan

dengan isolat pembawaisolat pembawa cenderung untuk mengekspresikan L1, L8 dan L10

LPS immunotypes.

Kapsul

Pada meningokokus, gen kapsul dikelompokkan dalam kromosom lokus tunggal, cps,

dibagi menjadi tiga wilayah. Region A mengkodekan enzim untuk biosintesis dan

polimerisasi polisakarida, dan daerah B dan C membawa gen yang bertanggung jawab untuk

translokasinya dari sitoplasma ke permukaan sel.

Page 11: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

Polisakarida kapsuler dari serogrup B, C, W-135 dan Y mengandung asam sialat

[NANA (5- N -acetyl- Asam neuramic); Tabel 1], dan wilayah cps A dari serogrup ini

disimpan sebagai siaA, siaB dan SIAC. Gen ini bertanggung jawab untuk sintesis asam

salisilat dalam bentuk CMP-NANA, yang diperlukan untuk masuk ke polisakarida kapsul.

Gen keempat di wilayah ini, siaD, mengkodekan polysialyltransferase serogrup spesifik

yang terlibat dalam kapsul polimerisasi. Dalam serogrup A, lokus berisi empat gen biosintesis

mannosamine ditunjuk Myna-D. Penggabungan asam sialat ke dalam kapsul dan LPS

memungkinkan bakteri menjadi kurang terlihat oleh kekebalan sistem, seperti asam sialat

juga sering ada pada permukaan sel inang.

Variasi ekspresi kapsul

Kesamaan genetik dalam struktur lokus kapsul serogropus B, C, W dan Y (tapi tidak

serogrup A)mendukung pertukaran horisontal dari bagian-bagian kapiler biosintesis operon

kapsul antara serogrup yang berbeda. Akibatnya, antibodi anti-kapsul yang disebabkan oleh

vaksin menjadi tidak efektif dalam mengendalikan penyebaran patogen.

LPS

LPS N. meningitidis [juga disebut sebagai LOS (Lipo-oligosakarida)] terdiri dari

oligosakarida inti dalam dan luar yang melekat pada lipid A. Inti LPS meningokokus terdiri

dari diheptose (HepI dan HepII) yang melekat pada lipid A, melalui salah satu dari dua

KDOS (2-keto-3-deoksi-d-manno -2-octulosonic asam). Inti luar adalah heterogen, terdiri dari

variabel jumlah gula yang membentang dari HepI, ditambah glycosyltransferases yang

dikodekan oleh gen lgt.

Gambar 3 : Skema diagram yang menunjukkan struktur organisasi dari N. meningitidis LPS

dan beberapa faktor penentu penting dari immunotypes

Page 12: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

Adhesi dan invasi dari N. meningitidis

Permukaan strain dari N. meningitidis mengandung sejumlah protein yang

disekresikan untuk mengikat molekul manusia. Protein tersebut meliputi, antara lain,

laktoferrin dan protein transferin pengikat yang memungkinkan meningokokus untuk

mendapatkan nutrisi seperti besi, yang merupakan faktor penting untuk pertumbuhan selama

masa infeksi. Adhesin meningokokus yang memungkinkan bakteri untuk tumbuh dan

berkembang membentuk koloni pada sel host tertentu dapat dibagi menjadi dalam kelompok

minor dan mayor. Adhesi mayor, pili dan protein, terdapat banyak pada bagian luar bakteri

yang merupakan pemicu adhesi paling dominan.

Gambar 4 : Pili dari N. Meningitidis. Dengan keterangan (A) Transmisi mikrograf elektron

dari dari strain meningokokus. (B) Skema diagram yang menunjukkan lokasi relatif seluler

produk gen yang terlibat dalam biogenesis beneng-benang pili. Beberapa dari protein ini

(PilD, F, M, N, O dan P) merupakan protein yang terlibat dalam tahap awal sintesis pilus,

protein lain (PILC, G, H, I, J, K, dan W) mungkin diperlukan untuk pematangan fungsional

pili-pili tersebut. Pilus ini diekstrusi melalui pori-luar membran yang dibentuk oleh PilQ. Sisa

dari protein memainkan peran dalam fungsi pilus. Misalnya, PilF dan PilT (keduanya dalam

membran dan terikat dengan ATPase) tampaknya memiliki dalam motilitas, retraksi, dan

kontrol pilus terkait. PilX telah dilaporkan terlibat dalam agregasi bakteri dan bisa memiliki

peran dalam kolonisasi melalui promosi pada pembentukan koloni oleh N. Meningitidis.

(C) Diagram Pita struktur tiga dimensi dari monomer Pilin strain didasarkan pada pili N.

gonorrhoeae.

Page 13: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

Adhesins Mayor

Pili

Merupakan alat gerak yang berbentuk seperti rambut yang digunakan sebagai alat

gerak dan alat untuk melekat pada bakteri gram positif dan gram negatif. Pili meningokokus

terdiri dari 4 tipe pili. Pili neisserial terbukti mengalami modifikasi pasca-translasi berbeda

dan tidak biasa. Modifikasi pili telah dilaporkan di beberapa residu serin di strain ingokokus,

termasuk glikosilasi pada posisi 63 dan α -glycerophosphate pada posisi 93.

Opa and Opc

Strain N. meningitidis biasanya menghasilkan dua tipe protein membran luar, Opa dan

Opc yang penting untuk pertumbuhan koloni. Opc hanya akan dihasilkan oleh N. meningitidis

sedangkan protein Opc dihasilkan oleh meningokokus dan gonokokus.

Adhesins Minor

Beberapa adhesins baru seperti NadA (Neisserial adhesinA), OCA (oligomeric

coiled-coil adhesin) merupakan contoh adhesins. NadA berinteraksi dengan sel epitel

manusia melalui interaksi protein. Protein yang lainnya yakni NhhA (Neisseria hia

homologue A) dan App (adhesion and penetration protein) secara luas dihasilkan pada

virulen N.meningitidis.

2.2 Infeksi Meningokokus dari Nasofaring ke meninges

Kolonisasi dan penetrasi mukosa pernapasan

Selama transmisi, N. meningitidis diyakini membentuk kapsul, dimana bentuk ini

dapat meningkatkan kelangsungan hidup organisme di luar tubuh manusia sebagai hostnya.

Meskipun satu penelitian telah menunjukkan bahwa N. meningitidis dalam bentuk kapsul

memiliki potensi untuk bertahan hidup selama beberapa hari secara ex vivo, tidak tertutup

kemungkinan bahwa organisme yang tidak membentuk kapsul dapat menular dari satu orang

ke orang lain pada jarak pendek dan melalui kontak langsung.

Meskipun kapsul mempertahankan kelangsungan hidup bakteri dengan resisten

terhadap lingkungan dan host, hal ini dapat mempengaruhi kemampuan bakteri untuk

menginfeksi karena secara sterik dapat menghambat adhesi permukaan sehingga akan

mencegah interaksi lebih lanjut. Sehingga dalam bentuk kapsul infeksi dapat terjadi melalui

mekanisme genetik dan diikuti dengan penempelan oleh pili. Fenotip tidak dalam bentuk

kapsul yang timbul pada tahap ini dapat terikat lebih erat dengan sel melalui protein luar

membran, termasuk Opa dan OPC, membantu penetrasi penghalang. Namun, meskipun pili

Page 14: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

dianggap adhesi primer, namun dalam kondisi tertentu, protein diluar membran juga ikut

berperan pada fenotip kapsul.

Gambar 5 : Gambaran skematis interaksi meningokokus pada penghalang epitel nasofaring

dan jenis penetrasi penghalang.

N. meningitidis adalah subjek yang manpu bertahan terhadap tekanan selektif dan

memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungan. Fase dan variasi

antigenik dari sejumlah komponen permukaan memungkinkan penghindaran kekebalan tubuh

selama infeksi. Ini juga memiliki potensi untuk menghasilkan varian dengan kemampuan

infeksi yang berubah dan peningkatan kemampuan untuk menembus hambatan mukosa.

Selain itu, kemampuan invasif meningokokus juga bisa memungkinkan bakteri untuk

menghindari mekanisme kekebalan tubuh inang dengan memasukkan sel epitel. Permukaan

mukosa pada orang sehat dapat ditemukan N. Meningitidis dalam jaringannya, hal ini yang

mendasari bahwa, pada sistem imun inang penyebaran lebih lanjut akan dapat dicegah

dengan bakterisida serum aktif dan pertahanan lainnya, dalam berbagai rentan meningokokus

apapun melintasi penghalang epitel bisa bertahan dan menyebar melalui pembuluh darah

tersebut.

Penyebaran Hematogen

Dalam aliran darah, meningokokus menghasilkan respon inflamasi yang kuat dan

mengaktifkan komplemen dan agen koagulasi. LPS merupakan penginduksi utama respon

inflamasi seluler yang berperan penting dalam menyebabkan sepsis meningokokus. LPS-

penginduksi disekresi oleh berbagai sitokin dalam embuluh darah yang akhirnya

menyebabkan kerusakan endotel dan kebocoran kapiler, yang mengarah ke nekrosis jaringan

Page 15: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

perifer dan kegagalan organ multiple. Hubungan antara tingkat sirkulasi LPS dan tingkat

kematian pada penyakit meningokokus telah terbukti. Dalam darah, N. Meningitidis

mengalami mekanisme pertahanan dari inang, termasuk antibodi / lisis oleh komplemen, serta

opsonofagosistosis. Apabila terdapat gangguan gen pada kapsul dan sintesis LPS, hal ini akan

menyebabkan peningkatan kepekaan meningokokus terhadap serum, ini menunjukkan

pentingnya polisakarida ini untuk bertahan hidup dalam darah. Jumlah polisakarida pada

kapsul juga menunjukkan seberapa resisten bakteri tersebut terhadap mekanisme imunitas

inang.

Gambar 6 : Penetrasi Meningokokus dan mekanisme pertahanan diri pada pembuluh darah

Kapiler di dekat jaringan epitel mukosa adalah titik masuk untuk N. meningitidis ke

dalam darah. Pada in vivo, meningokokus awalnya menghadapi permukaan basolateral sel

endotel dan perlu melintasi di basal ke arah apikal untuk memasuki pembuluh darah tersebut.

Integrin dan HSPGs keduanya diketahui diekspresikan pada permukaan basolateral sel

endotel dan, karenanya, kemungkinan merupakan target penetrasi ke pembuluh darah.

Namun, perlu dicatat bahwa reseptor ini juga apikal dan juga mungkin keluar dari aliran

darah. Setelah dalam darah, hanya meningokokus bentuk kapsul yang mampu untuk bertahan

hidup. Selain itu, meningokokus dapat mengikat sejumlah regulator negatif komplemen

seperti C4bp, faktor H dan vitronektin. Akuisisi faktor tersebut dapat menyebabkan

Page 16: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

penurunan komplemen sistem imun secara in vivo. Interaksi dengan sel pembuluh darah

melalui protein adhesins dan reseptor yang sama dan melalui LPS-TLR4 menyebabkan

respon inflamasi yang menyebabkan pelepasan sitokin dan kerusakan sel. Hal ini dapat

menyebabkan penetrasi sel terhalang dan terjadinya kebocoran, hal ini yang menyebabkan

gejala klinis selama sepsis meningokokus, ditandai dalam tahap terakhir oleh ruam petekie.

Kesimpulannya, secara luas diyakini bahwa kunci utama dalam kelangsungan hidup

meningokokus dalam darah adalah meningokokus dalam bentuk kapsul dan LPS. Selain itu,

protein adhesins juga memainkan peran penting dalam penetrasi masuk dan keluar dari

pembuluh darah tersebut serta juga dapat memodulasi respon imun. Namun, bakteremia tidak

diperlukan untuk meningitis, meskipun pembuluh darah adalah rute utama menuju otak.

Mencapai meninges

Dua struktur membentuk BBB: pertama, pleksus koroid, yang terletak di ventrikel dan

dibentuk oleh kuboidal sel epitel dan kedua endotel kapiler. Adhesi di pembuluh darah sangat

dipengaruhi oleh laju alir dan tegangan geser yang dialami oleh meningokokus. pada post-

mortem pemeriksaan histologi dari satu individu, meningokokus diamati mengikuti aliran

kapiler dengan laju rendah dari aliran darah otak. Setelah proses pelekatan, sejumlah kecil

pili bakteri diinternalisasi oleh sel endotel. Hal ini mungkin transitosis lebih lanjut untuk

memasuki meninges. Kerusakan endotel yang disebabkan oleh efek sitopatik LPS

ditingkatkan dengan adanya pili. Selain pili, adhesins lain juga berfungsi dalam adhesi bakteri

dan penetrasi BBB. Eksperimen in vitro telah menunjukkan bahwa meningokokus kurang

protein Opc tidak mampu untuk melintasi sel endotel mikrovaskuler otak manusia monolayer.

Untuk menguji interaksi meningokokus dalam CNS (sistem saraf pusat), digunakan model

meningioma, wakil dari lapisan sel meliputi pia mater dan membran arachnoid

(leptomeninges). Pada bakteri berkapsul, interaksi pilus mendominasi, namun, adanya pilus

tertentu dengan struktur menurunkan kapasitas adhesi, protein Opa juga memediasi

kepatuhan dari berkapsul meningokokus untuk sel meningioma. Peningkatan produksi sitokin

IL-6 dan IL-8 dan menurunkan ekspresi dari kemokin RANTES (regulated upon activation,

normal T-cell expressed and secreted; CCL5) juga diamati pada sel meningioma yang

terinfeksi N. meningitidis. Tanggapan-spesies tertentu, dalam hal produksi sitokin dan

kerusakan sel, mengarahkan pada faktor bakteri dan reseptor inang yang mungkin dalam

peradangan dari themeninges. Dengan demikian, sama dengan kolonisasi dan kelangsungan

hidup dalam darah, SSP mengakibatkan meningitis cenderung melibatkan interaksi dinamis

beberapa faktor bakteri bertindak secara kooperatif.

Page 17: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

2.3 Pencegahan dan Pengobatan

1. Pencegahan

Pemberian kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat

atau hidup serumah dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis

vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y. Tindakan pencegahan terhadap

beberapa serogrup telah tersedia untuk jangka waktu yang cukup dalam

bentuk vaksin berbasis kapsul.

Mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat

kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak,

sekolah, tenda dan kapal.

Meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih

sebelum makan dan setelah dari toilet.

2. Pengobatan

Pada jam-jam pertama, penderita harus diamati secara intensif karena

shock dapat terjadi setelah penderita mendapat antibiotika. Perlu dimonitor

perkembangan tekanan darah sistolik pada penderita, terutama anak-anak.

Terapi antibiotika harus dimulai sedini mungkin. Pemberian antibiotika yang

terlalu dini menyebabkan bertambah buruknya keadaan klinik penderita

karena antibiotika (terutama dari golongan lactam), karena akan menginduksi

pelepasan endotoksin belum pernah terbukti secara klinis. Sebaliknya,

penundaan terapi antibiotika dapat berakibat meningkatnya proses-proses

bakteriologis dan menyebabkan response peradangan yang berakibat buruk.

Bila pemberian antibiotika dilakukan pada waktu penyakit telah berjalan lanjut

misalnya pada saat lesi iskemik telah berjalan, lebih banyak kuman yang dapat

lolos dari efek antibiotika.

Page 18: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

Tabel 2 : Rekomendasi untuk terapi antimikroba empirik untuk purulent meningitis

berdasarkan usia dan kondisi predisposing spesifik (Tunkel et al, 2004)

Pengobatan meningitis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik golongan

β-laktam seperti sefalosporin dan penisilin, yang keresistensinya masih jarang ditemui.

Infeksi meningitis dapat berkembang secara cepat mulai saat pertama kali terjadi infeksi,

sehingga dibutuhkan antibiotik untuk mengurangi tingkat kematian pasien. ( Hill et al, 2010)

Page 19: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan :

1. Penularan penyakit meningitis dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita

dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan

cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada

penularan penyakit ini.

2. N. meningitidis mengalami beberapa hambatan selama transmisi, kolonisasi dan

perkembangan penyakit di manusia sebagai satu-satunya inang.

3. Organisme ini telah berevolusi untuk menginfeksi manusia dan dalam melakukannya,

telah memperoleh kisaran faktor virulensi untuk mempertahankan hidup mereka.

4. Meningokokus menginfeksi nasofaring manusia (pada awal infeksi), tetapi mereka

dapat pula menyebabkan infeksi tersebarluaskan seperti septikemia dan meningitis

pada individu yang rentan.

5. Beberapa komponen berperan pada proses masuknya bakteri dan proses infeksi pada

inang oleh N. meningitidis, salah satunya yakni faktor inang (faktor imunitas, gaya

hidup dan genetik)

6. Pengobatan meningitis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik golongan β-

laktam seperti sefalosporin dan penisilin.

Page 20: Tugas Mata Kuliah Patologi Klinik

DAFTAR PUSTAKA

Caugant, Dominique A. et. al. 1998. Laboratory Methods for the Diagnosis of

Meningitis Caused by Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae, and Haemophilus

influenzae. Centers for Disease Control and Prevention : USA.

Darryl J. H., Natalie J. G., Elena B. and Mumtaz V. 2010. Cellular and molecular

biology of Neisseria meningitidis colonization and invasive disease. Clinical Science. 118,

547–564

Honda, Hitoshi & David K.Warren. 2009. Infections: Meningitis and Brain Abscess.

Infect Dis Clin N Am 23 (2009) 609–62.

Tunkel et al. 2004. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis.

IDSA Guidelines. 2004:39.