Upload
vivi-meiliza-majid
View
72
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
MAKALAH
TERAPI DIET PADA PENDERITA SINDROM NEFROTIK
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia
Disusun Oleh :
1. Amalia Rizki Rahmawati NIM PO7131110041
2. Pipit Septiana NIM PO7131110066
3. Restika Indah Lestari NIM PO7131110069
4. Vivi Meiliza Majid NIM PO7131110078
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN GIZI
2012
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Terapi Diet pada Penderita Sindrom Nefrotik”
Makalah ini dapat terselesaikan berkat bimbingan dan pengarahan dari
berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, untuk itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dra. Ratih Hardisari, M. Kes, selaku dosen Bahasa Indonesia.
2. Teman-teman satu kelompok yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini jauh dari
kesempurnaan, besar harapan penulis agar makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
Yogyakarta, 28 Oktober 2012
Penulis
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................
B. Tujuan......................................................................................................
BAB II ISI
A. Pengertian................................................................................................
B. Etiologi......................................................................................................
C. Pengkajian Gizi dan Diagnosis Gizi.........................................................
D. Interverensi Gizi.......................................................................................
E. Monitoring dan Evaluasi Gizi....................................................................
F. Tindak Lanjut............................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...............................................................................................
B. Saran........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Kopple pada tahun 1994, sindrom nefrotik adalah gangguan
ginjal yang ditandai dengan proteinuria masif lebih dari 3 g/hari, albumin
serum yang rendah, kenaikan kadar lemak tertentu dalam darah dan
akumulasi cairan sehingga timbul edema. Keadaan ini berhubungan
dengan kelainan glomerulus akibat penyakit-penyakit tertentu atau tidak
diketahui (idiopatik). Menurut Sukandar dan Sulaeman pada tahun 2005,
sindrom nefrotik yang berhubungan dengan penyakit-penyakit tertentu
seperti penyakit metabolik, gangguan sirkulasi mekanik, keganasan,
infeksi,toksin dan lain-lain dikenal sebagai sindro nefrotik sekunder.
Sedangkan sindrom nefrotik yang berhubungan dengan kelainan primer
parenkim ginjal dan tidak diketahui sebabnya dikenal sebagai sindrom
nefrotik primer.
Sukandar dan Sulaeman pada tahun 2005, proteinuria masif yang
merupakan dasar dari kelainan sindrom nefrotik sebagian besar berasal
dari kebocoran glomerulus. Mekanisme atau patogenesis proteinuria masif
sangat kompleks dan tergantung banyak faktor antara lain struktur dan
faaal integritas dinding kapiler glomerulus, muatan ion molekul protein,
membran basalis dan lapisan sel epitel. Pada keadaan normal membran
basalis dan sel epitel bermuatan negatif. Pada sindrom nefrotik selalu
ditemukan obliterasi atau “foot processes” (pedikel) sehingga terjadi
kerusakan polianion yang bermuatan negatif yang pada kedaan normal
merupakan filter atau barier terhadap serum albumin yang bermuatan
5
negatif. Perubahan ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
kapiler glomerulus terhadap serum protein. Proteinuria yang masif pada
sindrom nefrotik merupakan penyebab utama terjadinya hipoproteinemia
(hipoalbuminemia).
Menurut Khan, Richmon dan Machead pada tahun 1993, menurunnya
albumin plasma terjadi gangguan keseimbangan tekanan hidrostatik dan
osmotik koloid melalui kapiler di seluruh tubuh. Terjadi pergerakan air dan
garam dari sirkulasi plasma ke cairan intertistial sehingga volume plasma
menurun dan sebagai kompensasi terjadi rebsorbsi natrium dari tubulus
renalis. Keadaan ini akan diikuti dengan peningkatan retensi cairan
sehingga terjadi peningkatan volume cairan ekstraseluler dan edema.
Menurut Khan, Richmon dan Machead pada tahun 1993, sebagian
besar penderita sindrom nefrotik didapatkan kenaikan kadar total
kolesterol, trigliserid dan fosfolipid. Mekanisme dan penyebab terjadinya
hiperlipidemia masih kontroversial. Menurut Suhandar dan Sulaeman,
1995, beberapa penelitian menyatakan terdapat hubungan hiperlipidemia
dengan peningkatan sekresi lipoprotein dari hepar. Penurunan albumin
serum dan tekanan osmotik merangsang sel hati untuk membentuk
lipoprotein lipid atau lipogenesis.
Kehilangan protein yang masif pada penderita sindrom nefrotik
seringkali menyebabkan malnutrisi protein. Oleh karena sebagian vitamin
dan mineral di dalam plasma berikatan dengan protein maka penderita
sindrom nefrotik sering menderita defisiensi vitamin dan mineral tertentu.
Menurut Wilkins pada tahun 1996, dukungan nutrisi mempunyai
peranan penting dalam terapi sindrom nefrotik. Tujuan utama pemberian
6
dukungan nutrisi pada sindrom nefrotik adalah menggantikan albumin dan
protein lain yang keluar melalui urin. Penderita sindrom nefrotik yang
telah mengalami defisiensi protein yang berat dan masih terus berlanjut
membutuhkan penanganan nutrisi yang lebih lama.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Pemberian dukungan nutrisi pada sindrom nefrotik adalah
menggantikan albumin dan protein lain yang keluar melalui urin.
2. Tujuan khusus
a. Menggatikan kehilangan protein terutama albumin
b. Mencegah katabolisme otot dengan pemberian cukup kalori
c. Mengurangi edema
d. Membatasi asupan natrium pada hipertensi yang tidak terkontrol
e. Memantau kadar kalium pada penderita, menggunakan diuretik
tertentu
f. Mencegah terjadinya defisiensi vitamin B dan atau kalsium
g. Mencegah atau mengatasi gagal ginjal
h. Meningkatkan nafsu makan atau asupan
7
BAB II
ISI
A. Pengertian
Sindrom nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik
glomerulonefritis. Ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif > 3,5
g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 g/dl, hiperkolesterolimia dan lipiduria. Pada
proses awal atau sindrom nefrotik ringan untuk menegakkan diagnosis
tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuria masif merupakan
tanda khas sindrom nefrotik, tetapi pada sindrom nefrotik berat yang
disertai kadar albumin serum rendah ekskresi protein dalam urin juga
berkurang. Proteinuria juga berkontribusi terhadap berbagai komplikasi
yang terjadi pada sindrom nefrotik. Hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan
lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen, hiperkoagulabilitas, gangguan
metabolisme kalsium dan tulang, serta hormon tiroid sering dijumpai pada
sindrom nefrotik. Umumnya pada sindrom nefrotik fungsi ginjal normal
kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi penyakit ginjal tahap
akhir. Pada beberapa orang sindrom nefrotik dapat sembuh sendiri dan
menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, tetapi sebagian lain
dapat berkembang menjadi kronik.
B. Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan glumerulonefritis primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung
(connective tissue disease), obat atau toksin dan akibat penyakit iskemik.
Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik
8
1. Glumerulonefritis primer
2. Glumerulonefritis sekunder akibat :
a. Infeksi :
1.) HIV, hepatitis virus B, dan hepatitis virus C
2.) Sifilis, malaria, skistosoma
3.) Tuberculosis, lepra
b. Keganasan
Adenokarsinoma paru, payudara, kolon, limfoma Hodgkin,
myeloma multipel, dan karsinoma ginjal.
c. Penyakit jaringan penghubung
Lupus eritematosus sistemik, arthritis rheumatoid, MCTD (mixed
connective tissue disease).
d. Efek obat dan toksin
Obat antiinflamasi non steroid, preparat emas, penisilinamin,
probenesid, air raksa, kaptopril, heroin.
e. Lain-lain
Diabetes mellitus, amiloidosis, pre-eklamsia, rejeksi alograf kronik,
refluks vesikoureter, atau sengatan lebah.
C. Pengkajian Gizi dan Diagnosis Gizi
Penyakit ini memperlihatkan perjalanan yang berlarut-larut dan
memberikan akibat yang fatal pada sebagian kasus. Prognosisnya jauh
lebih baik pada anak-anak daripada dewasa. Gambaran utamanya berupa
ekskresi protein, khususnya albumin ke dalam urin, penurunan kadar
9
albumin plasma, edema yang mencolok dan tidak ditemukan gejala uremia
sampai stadium akhir penyakit tersebut.
1. Pengkajian Gizi
a. Antropometri
Antropometri merupakan hasil pengukuran fisik pada individu.
Pengukuran yang umum digunakan antara lain tinggi badan, berat
badan, tinggi lutut dan lingkar lengan atas. Hasil pengukuran
dapat digunakan untuk menginterprestasikan status gizi
seseorang yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran
dengan standar yang ada atau memasukan beberapa hasil
pengukuran ke dalam rumus penilaian satus gizi seseorang yaitu
dengan membandingkan hasil pengukuran dengan standar yang
ada atau memasukan beberapa hasil pengukuran ke dalam rumus
penilaian status gizi tertentu.
b. Biokimia
Pengkajian data biokimia meliputi hasil pemeriksaan labolatorium
yang berhubungan dengan keadaan gizi. Parameter yang
digunakan untuk sindrom nefrotik sebagai berikut:
1) Kadar albumin < 3,5 mg/dl.
2) Proteinuria massif (adanya protein di dalam urin > 3,5 gr
selama 24 jam).
3) Kadar kolesterol tinggi > 200 mg/dl.
4) Kadar trigliserida normal (40 – 155 mg/dl) atau tinggi (>250
mg/dl).
10
5) Fungsi hati : SGOT meningkat, globin alkali fosftase
meningkat.
6) Fosfolipid : trigliserida meningkat, kolesterol total meningkat,
LDL, HDL.
7) Fungsi ginjal: ureum, kreatini, laju filtrasi glomelurus.
8) Mineral/elektrolit: natrium, kalium, kalsium.
9) Cairan: asupan dan keluaran (urin).
10) Urin : esbach.
c. Klinis atau Fisik
1) Terdapat keluhan mual, muntah, mudah lelah dan anoreksia.
2) Terdapat adanya asites dan edema di sekitar kelopak mata,
ekstrimitas dan anasarka atau di seluruh tubuh.
3) Keluaran urin rendah atau normal.
4) Tekanan darah tinggi atau normal.
5) Sesak nafas.
6) Anemis.
7) Efusi pleural unilateral/bilateral.
d. Riwayat Makan
Perubahan nafsu makan, pola makan dan asupan makanan
(kebiasaan makan). Kemungkinan asupan energi dan zat gizi
cukup atau kurang dari kebutuhan.
e. Riwayat Personal
Biasanya ada keluarga yang menderita penyakit sindroma
nefrotik. Keluhan utama adalah sembab yang terjadi dalam
beberapa hari sampai minggu dan akhirnya menetap. Sembab
11
terjadi pada daerah kelopak mata (Puffy face), dada, perut,
tungkai, genitalia dan dapat seluruh tubuh (anasarka). Disamping
itu, sembab dapat disertai sesak nafas, kaki terasa berat dan
dingin, tidak jarang menyerupai “acute abdomen” seperti mual,
muntah dan diding perut tegang.
2. Diagnosis Gizi
a. Domain Asupan
Kurang asupan energi dari yang dibutuhkan berkaitan dengan
menurunnya nafsu makan, mual ditandai dengan asupan energi
kurang dari kebutuhan.
b. Domain Klinis
Perubahan nilai labolatorium terkait gizi berkaitan dengan
gangguan fungsi ginjal ditandai dengan hasil pemeriksaan
labolatorium albumin < 3,5 mg/dl, kolesterol > 200 mg/dl,
trigliserida > 250 mg/dl dan protein urin > 3,5 gr selama 24 jam.
c. Domain Perilaku
Kurangnya pengetahuan tentang asupan cairan berkaitan dengan
pemahamananya yang kurang tentang asupan cairan ditandai
dengan sering minum dalam jumlah banyak.
D. Interverensi Gizi
1. Tujuan Diet
Tujuan diet sindrom nefrotik adalah untuk :
a. Meningkatkan asupan energi sampai dengan 35 kkal/kg BB/ hari.
b. Mengganti kehilangan protein terutama albumin.
12
c. Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh.
d. Mengontrol kadar laboratorium kolesterol, trigleserida dan protein
urin hingga batas normal.
e. Mengontrol hipertensi.
f. Mengatasi anoreksia.
2. Syarat Diet :
Syarat-syarat diet sindrom nefrotik adalah :
a. Energi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen
positif, yaitu 35 kkal/ kg BB per hari.
b. Protein sedang, yaitu 1,0 gram/kg BB atau 0,8 gram/kg BB
ditambah jumlah protein yang dikeluarkan melalui urin. Utamakan
penggunaan protein bernilai biologis tinggi.
c. Lemak sedang, yaitu 15 – 20% dari kebutuhan energi total.
Perbandingan lemak jenuh, lemak jenuh tunggal dan lemak jenuh
ganda adalah 1 : 1 : 1.
d. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi energi
yang berasal dari protein dan lemak. Utamakan penggunaan
karbohidrat kompleks.
e. Natrium dibatasi, yaitu < 2.000 mg, tergantung berat ringannya
odema.
f. Kolesterol dibatasi < 300 mg, begitu pula gula murni, bila ada
peningkatan trigleserida darah.
g. Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan
melalui urin ditambah 500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan
melalui kulit dan pernafasan.
13
3. Jenis Diet dalam Indikasi Pemberian
Karena gejala penyakit bersifat sangat individual, diet disusun secara
individu dengan menyatakan banyak protein dan natrium yang
dibutuhkan di dalam diet. Contoh: diet sindrom nefrotik, energi: 1750
kkal, protein: 50 gram, natrium: 2 gram.
4. Merencanakan Menu Sesuai Kebutuhan Klien
a. Menetapkan standar makanan, meliputi jumlah energi, proporsi,
karbohidrat, lemak dan protein, kolesterol, natrium, cairan, jenis
bahan maanan yang diajurkan dan besar porsi.
b. Bahan makanan yang tidak dianjurkan adalah bahan makanan
sumber kolesterol dan makanan yang diolah dengan
menggunakan garam dapur serta yang diawetkan dengan
menggunakan natrium seperti keju, abon, kornet, sarden, ikan
asin dan telur asin.
c. Bentuk makanan biasa, apabila ada komplikasi lain disesuaikan
dengan kondisi.
d. Frekuensi diberikan sering (minimal 6 kali sehari) dengan tiga kali
makanan lengkap dan 2 – 3 kali makanan selingan.
5. Melakukan Konseling Gizi
Langkah-langkah dalam melakukan konseling gizi adalah :
a. Menginformasikan status gizi, asupan energi, protein, kolesterol
dan natrium.
b. Menjelaskan tujuan diet sindrom nefrotik.
14
c. Mendiskusikan perubahan pola makan yang disusun berdasarkan
kebutuhan energi dan zat gizi, syarat diet sindrom nefrotik dan
kebiasaan makan klien dengan alat bantu yang sesuai.
d. Alat bantu berupa food model, leaflet (standar makanan sehari,
contoh menu, bahan makanan yang dianjurkan dan tidak
dianjurkan) dan daftar bahan makanan penukar. Lengkapi juga
dengan perhitungan zat gizi bahan makanan menggunakan
software FP2 atau nutriclin atau nutrisurvey jika tersedia.
e. Menjelaskan tentang penerapan diet sindrom nefrotik.
f. Mendiskusikan perubahan prilaku makan beresiko kurang gizi
misalnya terbiasa makan dengan porsi kecil atau sedikit,
mengkonsumsi makanan selingan rendah energi dan protein.
Sering minum dalam jumlah banyak.
g. Mendiskusikan hambatan yang dirasakan klien serta alternatif
pemecahannya dalam menjalankan perubahan pola makan.
h. Menanyakan kembali kepada klien tentang hal-hal yang telah
dijelaskan, apabila masih ada yang kurang dimengerti pasien,
konselor dapat menjelaskan kembali hal tersebut.
i. Merencanakan kunjungan ulang 2 minggu berikutnya atau sesuai
dengan kebutuhan.
E. Monitoring dan Evaluasi Gizi
Hasil yang diharapkan pada pemeriksaan berikutnya adalah :
1. Perubahan IMT, apabila sebelumnya tidak normal.
Perubahan IMT ini untuk mengetahui perubahan status gizi pasien.
15
2. Perubahan nilai laboratorium (albumin, kolesterol, trigleserida, protein
urin) ke arah normal.
3. Berkurangnya keadaan mual, muntah, lelah, anoreksia, ascites, edema
(kelopak mata, ekstrimitas, anasarka).
4. Perubahan input cairan dan output urin, apabila sebelumnya tidak
seimbang.
5. Perubahan tekanan darah, apabila sebelumnya tidak normal.
6. Perubahan asupan energi, protein, kolesterol, natrium, ciaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi hambatan yang ada dalam merubah pola
makan.
8. Hasil eveluasi dari data antropometri, data biokimia, data klinis dan
riwayat makan merupakan indikator tentang keberhasilan klien dalam
mencapai tujuan interverensi.
9. Klien dapat menjelaskan pola makan seimbang serta penerapannya
pada pengaturan makan sehari.
F. Rencana Tindak Lanjut
1. Simpan data hasil konseling pada arsip sesuai SOP setempat.
2. Ingatkan klien tentang waktu konsultasi selanjutnya.
3. Pada kunjungan selanjutnya dilakukan proses asuhan gizi kembali
hingga tujuan tercapai.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sindrom nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik
glomerulonefritis. Ditandai dengan edema anasarka, proteinuria masif > 3,5
g/hari, hipoalbuminemia < 3,5 g/dl, hiperkolesterolimia dan lipiduria.
Sindrom nefrotik dapat disebabkan glumerulonefritis primer dan sekunder
akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung (connective tissue
disease), obat atau toksin, dan akibat penyakit iskemik. Penyakit ini
memperlihatkan perjalanan yang berlarut-larut dan memberikan akibat
yang fatal pada sebagian kasus. Prognosisnya jauh lebih baik pada anak-
anak daripada dewasa. Gambaran utamanya berupa ekskresi protein,
khususnya albumin ke dalam urin, penurunan kadar albumin plasma,
edema yang mencolok dan tidak ditemukan gejala uremia sampai stadium
akhir penyakit tersebut. Intervensi gizi dengan meningkatkan asupan energi
sampai dengan 35 kkal/kg BB/ hari, mengganti kehilangan protein terutama
albumin, mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh,
mengontrol hipertensi, mengatasi anoreksia, mengontrol kadar
laboratorium kolesterol, trigleserida dan protein urin hingga batas normal.
B. Saran
Mengkaji melalui literatur lainnya mengenai terapi diet pada penderita
sindrom nefrotik untuk lebih menyempurnakan dan wawasan mengenai
masalah tersebut.
17
DAFTAR PUSTAKA
Beck, Marry E. 2011. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakit-penyakit
untuk Perawat dan Dokter. Yogyakarta: C.V Andi Offset.
Cornelia, dkk. 2010. Penuntun Konseling Gizi. Jakarta: PT. Abadi.
Instalasi Gizi RS Dr. Cipto Mangunkusumo. 2007. Penuntun Diet edisi baru.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kumala, Meilani. 2000. Pegangan Penatalaksanaan Nutrisi Pasien. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia.
Sastroamidjojo, Soemilah, dkk. 2000. Pegangan Penatalaksanaan Nutrisi Pasien.
Jakarta: PDGMI.
Sudoyo W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.