Upload
mei-lisa
View
117
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Mata Kuliah Teknologi Hari, Tgl : Sabtu, 5 Oktober 2013Pengelolaan & Pemanfaatan Dosen : Haruki AgustinaLimbah Domestik & Industri Asisten : Annisa Nindyta
Samrotun Ni'mah
PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA FISIKA PT UNITEX
Kelompok 2
Dian Annisa Lestari J3M111004
Alyani Fadhilah Husna J3M111034
Rizky Alfiansyah J3M111063
Mei Lisa J3M111096
Amos Hadinata J3M111092
TEKNIK DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan industri yang sangat pesat pada zaman ini banyak menimbulkan
permasalahan lingkungan. Masalah yang paling utama yang dihadapi oleh industri sekarang
adalah pencemaran lingkungannya yang bersumber dari pembuangan limbah dari kegiatan
industri. Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas
kehidupan makhluk disekitarnya, sehingga masalah pencemaran lingkungan ini menjadi salah
satu hal yang paling krusial.
Pencemaran lingkungan sering pula dikaitkan dengan keberadaan industri. Hal ini
tidak terlepas dari kegiatan industri yang melibatkan penggunaan bahan-bahan kimia yang
berbahaya terutama limbah industri. Apabila limbah industri tersebut terlepas ke lingkungan
tanpa melalui proses pengolahan lebih lanjut, maka bahan-bahan tersebut akan susah diurai
oleh mikroorganisme di lingkungan pembuangannya. Seperti yang kita ketahui bahwa limbah
merupakan hasil sampingan dari proses industri. Limbah ini berupa padatan, cairan ataupun
gas yang semuanya memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang dapat mengakibatkan kerusakan
lingkungan dan bahkan bisa berakibat fatal bagi masyarakat setempat bila terkonsumsi. Oleh
karena itu, industri perlu memiliki penanganan atau pengolahan yang baik mengenai limbah
industri.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah
dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah
dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan, yaitu pengolahan
secara fisika, pengolahan secara kimia, dan pengolahan secara biologi. Untuk suatu jenis air
buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-
sendiri atau secara kombinasi. Pada kesempatan kali ini, penulis akan lebih membahas
mengenai pengolahan limbah secara fisika.
PT. Unitex lahir dari Presiden Direktur Mr. S. Okabe karena pada tahun tersebut
belum ada perusahaan yang dapat dijadikan contoh dalam pengolahan air limbah. Kemudian
rancang bangunnya dilaksanakan oleh perusahaan induknya di Jepang, yaitu Unitika Ltd.
Dalam perkembangan selanjutnya terus mengalami perbaikan dan penambahan sejalan
dengan peningkatan produksi. PT. Unitex merupakan pabrik tekstil terpadu. Proses
produksinya meliputi pemintalan (spinning), pertenunan (weaving), pencelupan (dyeing) dan
penyelesaian akhir (finishing).
Sumber utama air limbah PT. Unitex berasal dari proses pewarnaan, yaitu pada
kegiatan pemberian warna dan pencucian kain. Sumber air limbah kedua dihasilkan oleh
kantin, yaitu dari kegiatan pencucian bahan makanan dan perlengkapan memasak. Selain itu,
air limbah juga dihasilkan dari proses penenunan, yaitu pada kegiatan pemberian kanji pada
benang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Sumber air limbah yang masuk ke IPAL
Jenis Kegiatan Banyaknya air yang masuk ke IPAL (m3/bulan)
Pewarnaan/pencelupan 46635
Kantin 2546
Penenunan 10824
Sumber: Neraca Penggunaan Air PT. Unitex tahun 2010
Karakteristik air limbah tekstil PT. Unitex warnanya sangat pekat cenderung tidak
berbau. Air limbahnya memiliki suhu 40-450C. Kandungan padatan tersuspensi (TSS) sebesar
80-180 mg/L. Debit air limbah maksimum yang dikeluarkan adalah ±5000 m3/hari dan debit air
limbah yang biasa dikeluarkan adalah 2000 m3/hari.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui proses fisika dan alat-alat yang digunakan dalam pengolahan air limbah
industri;
2. Mengetahui pengolahan air limbah industri di PT. Unitex; dan
3. Menjelaskan pengolahan air limbah secara fisika di PT. Unitex.
BAB II
LITERATUR STUDI PENGOLAHAN LIMBAH SECARA FISIKA
Proses pengolahan yang termasuk pengolahan fisika antara lain pengolahan dengan
menggunakan screen, sieves, dan filter; pemisahan dengan memanfaatkan gaya gravitasi
(sedimentasi atau oil/water separator); serta flotasi, adsorpsi, dan stripping. Pemisahan
padatan-padatan dari cairan atau air limbah merupakan tahapan pengolahan yang sangat
penting untuk mengurangi beban dan mengembalikan bahan-bahan yang bermanfaat, serta
mengurangi resiko rusaknya peralatan akibat adanya kebutuhan (clogging) pada pipa, valve,
dan pompa. Proses ini juga mengurangi abrasivitas cairan terhadap pompa dan alat-alat ukur,
yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap biaya operasi dan perwatan peralatan.
Ada dua prinsip utama yang dapat diterapkan dalam pemisahan padatan. Prinsip pertama
adalah screening, sieving, dan filtrasi. Prinsip kedua adalah penggunaan gaya gravitasi
(sedimentasi, flotasi, dan sentrifugasi).
2.1 Screening
Screening biasanya merupakan tahap awal pada proses pengolahan air limbah.
Proses ini bertujuan untuk memisahkan potongan-potongan kayu, plastik, dan sebagainya.
Screen terdiri atas batangan-batangan besi yang berbentuk lurus (straight) atau melengkung
(curved) dan biasanya dipasang dengan tingkat kemiringan 75o-90o terhadap horizontal.
Efektifitas proses tergantung pada jarak antar bar (batangan-batangan besi). Pada screen
halus (fine screen) jarak antar bar berkisar antara 5 mm-15 mm, pada medium screen antara
15 mm-50 mm, dan pada screen kasar (coarse screen) lebih dari 50 mm (Siregar, 2005).
Gambar 1 Screening
2.1.1 Bar Screen
Bar screen adalah unit operasi yang pertama-tama dijumpai dalam bangunan
pengolahan air limbah. Saringan ini pada prinsipnya adalah suatu peralatan dengan bukaan,
yang biasanya seragam dalam ukurannya, dan digunakan untuk menahan benda-benda kasar
yang terdapat dalam air limbah. Saringan bar berfungsi untuk menahan dan menyaring benda-
benda keras dan besar seperti ranting kayu, potongan kayu, dan sampah serta mencegah
rusaknya saringan berikutnya. Bar screen diletakkan pada posisi terawal pengolahan untuk
mencegah masuknya material kasar ke unit pengolahan (Siregar, 2005).
Gambar 2 Bar Screen
2.1.2 Curved Screen
Curved screen beroperasi secara otomatis dan terutama dipasang pada saluran yang
dangkal. Kelebihan peralatan ini adalah pada luas permukaan yang lebih besar. Pembersihan
dilakukan dengan satu atau lebih sikat pembersih yang salah satu ujungnya diikat pada posisi
horizontal. Scrapper membuang padatan hasil screening ke samping, yakni ke dalam bak
penampungan yang dapat dipindah-pindahkan atau ke dalam ban berjalan yang bergerak dan
membawa padatan hasil screening ke bak penampungan (kontainer) (Siregar, 2005).
Gambar 3 Curved Screen
2.1.3 Straight Screen Otomatis
Straight screen otomatis terdiri atas batangan-batangan besi dengan penampang segi
empat atau trapezoidal untuk mencegah terjadinya kemacetan sistem pengambilan padatan
hasil screening. Screen biasanya dipasang pada kemiringan 80o terhadap horizontal. Bagian
atas bar disambungkan dengan besi atau beton. Sistem penggarukan bekerja secara
reciprocating, mengangkat padatan, dan membuangnya ke dalam bak penampungan
dibawahnya. SIstem otomatis dilakukan oleh level control yang mendeteksi perbedaan antara
permukaan air di depan dan di belakang bar screen atau dapat juga dengan penggunaan timer
yang menjalankan motor elektrik secara teratur.
Gambar 4 Straight Screen Otomatis
2.1.4 Basket Screen
Basket screen biasanya digunakan dalam saluran pembuangan yang sangat sempit.
Bahan-bahan yang tertahan di dalam basket diambil dengan cara menaikkan basket. Selama
proses pembersihan, penyaringan dilakukan oleh bar screen sementara.
Gambar 5 Basket Screen
2.1.5 Step Screen
Cara kerja step screen hampir menyerupai tangga berjalan (elevator) yang banyak
dijumpai di pertokoan. Peralatan ini terdiri atas step shaped, screen electrical motor, gear box,
rantai, empat buah roda eksentrik, dan batangan penghubung. Semua sampah yang tertahan
akan dibawa ke atas dan dibuang dengan sendirinya pada bagian atas screen.
Gambar 6 Step Screen
2.1.6 Screening Press
Alat ini sering digunakan bersama step screen, untuk memadatkan padatan hasil
screening pada tekanan 100 bar sehingga volume padatan turun menjadi 70% dari volume
awal.
Gambar 7 Screening Press
2.2 Grit Chamber
Grit chamber bertujuan untuk menghilangkan kerikil, pasir, dan partikel-partikel lain
yang dapat mengendap di dalam saluran dan pipa-pipa, serta untuk melindungi pompa-pompa
dan peralatan lain dari penyumbatan, abrasi, dan overloading.
Gambar 8 Grit Chamber
2.2.1 Grit Removal
Grit removal didasarkan pada kecepatan horizontal air yang melalaui saluran. Sistem
ini kurang baik karena kecepatan sebesar 0.3 m/s tidak dapat dijamin konstan setiap saat.
Namun, tipe ini dapat diperbaiki untuk memperoleh kecepatan yang konstan, yaitu dengan
menambahkan weir. Bentuk weir bervariasi, ada yang segiempat, trapesium, dan segitiga.
Gambar 9 Grit Removal dengan weir berbentuk segiempat
2.2.2 Circular Grit Removal
Grit masuk ke dalam grit removal dari bagian samping dan mengendap di tengah-
tengah tangki. Grit yang berada di tengah-tengah bak diambil dengan menggunakan pompa
atau air lift untuk dipindahkan ke tempat penyaringan (gravity drying tanks). Kecepatan aliran
masuk berkisar antara 0.7-1.0 m/s dan kecepatan aliran keluar sebesar 0.8 m/s. Secara
teoritis waktu tinggal tidak lebih dari 45 detik.
Gambar 10 Circular Grit Removal
2.2.3 Aerated Grit Chamber
Air yang mengalami aerasi akan menyebabkan terjadinya arus perputaran pada air
limbah, sehingga kecepatan pada bagian bawah grit chamber konstan. Dengan demikian,
tidak akan terjadi pengendapan zat-zat organik. Kedalaman minimum yang diperlukan untuk
menjamin terjadinya perputaran air secara vertikal adalah 2 m, dengan laju udara masuk
sebesar 10-25 m3/m.jam. Sistem ini juga sering digunakan dalam pemisahan oli.
Gambar 11 Aerated Grit Chamber
2.3 Sieves
Berbeda dengan screen yang menggunakan bar, strainer menggunakan anyaman
kawat logam atau plastik, ataupun pelat berlubang (perforated plate). Ukuran bukaan biasanya
berkisar antara 0.02 mm atau lebih kecil. Peralatan ini biasanya digunakan dalam proses
industri untuk mengembalikan bahan-bahan yang masih bermanfaat. Saringan halus dijaga
agar tetap bersih dan sistem pembersihan sebaiknya menggunakan sistem otomatis.
Beberapa jenis strainer yang tersedia di pasaran adalah curved, static, strainer, roatry strainer,
band strainer, dan spiral strainer.
2.3.1 Curved Strainer
Curved strainer terbuat dari batangan-batangan baja tahan karat yang berukuran
kecil-kecil dan disusun secara horizontal, dapat berbentuk lurus atau bergelombang dengan
penampang berbentuk segitiga. Air limbah didistribusikan pada bagian atas screen yang
memiliki kemiringan secara bertahap, dari 60o hingga 45o dari atas ke bawah. Dengan cara
tersebut, pemisahan, pengaliran air, pencucian, dan pemindahan padatan dapat berjalan
dengan baik. Pengoperasian tipe peralatan ini cukup aman dan banyak digunakan dalam
pabrik pulp dan kertas, pabrik pengepakan, serta rumah pemotongan hewan.
Gambar 12 Curved Strainer
2.3.2 Rotary Strainer
Rotary strainer terdiri atas screen bulat yang terbuat dari anyaman kawat logam atau
pelat besi berlubang-lubang dengan sumbu horizontal. Air limbah mengalir dari bagian dalam
ke bagian luar. Apabila peralayan ini merupakan mikrostrainer, biasanya digunakan untuk
menurunkan konsentrasi suspended solid pada air limbah yang akan dibuang ke badan air.
Gambar 13 Rotary Strainer
2.3.3 Spiral Sieves
Spiral sieves adalah alat penyaringan yang halus. Alat ini menjadi satu dengan sistem
dewatering atau dapat juga langsung dipasang pada saluran air limbah. Sistem ini hampir
dapat dikatakan bebas maintenance. Spiral tanpa shaft ini dilengkapi dengan sikat yang dapat
mencegah terjadinya penyumbatan.
Gambar 14 Spiral Sieves
2.3.4 Band Strainer
Tipe ini dapat menangani kapasitas yang besar dan bervariasi. Prinsip kerja alat ini
adalah mengambil padatan dengan gerakan yang kontinu dan perlahan-lahan. Padatan-
padatan yang terambil selanjutnya dipindahkan oleh sikat-sikat atau scrapper yang terdapat
pada bagian atas peralatan.
2.4 Equalisasi
Equalisasi laju alir digunakan untuk menangani variasi laju alir dan memperbaiki
performance proses-proses selanjutnya. Di samping itu, equalisasi juga bermanfaat untuk
mengurangi ukuran dan biaya proses-proses selanjutnya. Pada dasarnya, equalisasi dibuat
untuk meredam fluktuasi air limbah, sehingga dapat masuk ke dalam IPAL secara konstan.
Lokasi equalisasi harus dipertimbangkan pada saat pembuatan diagram alir pengolahan
limbah. Lokasi equalisasi yang optimal akan sangat bervariasi menurut tipe pengolahan limbah
yang dilakukan, karakteristik sistem pengumpulan, dan jenis air limbah. Volume bak equalisasi
harus dibuat lebih besar dari hasil penentuan secara teoritis. Biasanya volume ditambahkan
berkisar antara 10-20% dari volume teoritis.
Gambar 15 Bak Equalisasi
2.5 Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan partikel dari air dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Proses ini bertujuan untuk memperoleh air buangan yang jernih dan mempermudah proses
penanganan lumpur. Dalam proses sedimentasi hanya partikel-partikel yang lebih berat dari
air yang dapat terpisah, misalnya kerikil dan pasir, padatan pada tangki pengendapan primer,
biofloc pada tangki pengendapan sekunder, floc hasil pengolahan secara kimia, dan lumpur
(pada pengentalan lumpur).
Gambar 16 Bak Sedimentasi
2.6 Flotasi
Flotasi seperti halnya sedimentasi, dimana flotasi berguna untuk memisahkan
padatand dari air. Unit flotasi digunakan jika densitas partikel lebih kecil dibandingkan dengan
densitas air, sehingga cenderung mengapung. Oleh karena itu, dalam proses ini perlu
ditambahkan gaya ke atas dengan memasukkan udara ke dalam air.
2.6.1 Air Flotation
Air flotation merupakan flotasi alamiah yang dibantu dengan memasukkan gelembung
udara ke dalam air. Gelembung udara yang berukuran 2 mm-4 mm dimasukkan dengan
menggunakan blower. Jika menghendaki hasil yang lebih baik, dapat digunakan gelembung
udara yang berukuran 0.5 mm-1.0 mm yang dimasukkan dengan menggunakan diffuser.
Gambar 17 Air Flotation
2.6.2 Dissolved Air Flotation
Pada dissolved air flotation, udara dilarutkan ke dalam air dengan tekanan beberapa
bar, kemudian dilepaskan pada tekanan atmosfer sehingga menghasilkan gelembung udara
halus dengan ukuran 40 mm-80 mm.
Gambar 18 Dissolved Air Flotation
BAB III
PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH PT. UNITEX
Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) PT. Unitex dibangun pada tahun 1988 di atas
tanah seluas 4000 m2 dan mampu mengolah limbah tekstil lebih dari 2000 m3/hari. Proses
pengolahan air limbah PT. Unitex terbagi atas tiga tahap pemprosesan, yaitu:
1. Proses primer, dimana proses ini merupakan perlakuan pendahuluan yang meliputi:
a). penyaringan kasar,
b). penghilangan warna,
c). ekualisasi,
d). penyaringan halus, dan
e). pendinginan.
2. Proses sekunder, dimana proses ini terdiri dari proses biologi dan sedimentasi.
3. Proses tersier, proses ini merupakan tahap lanjutan setelah proses biologi dan
sedimentasi.
Melalui upaya pengelolaan yang telah dilakukan, maka air limbah yang dibuang tidak
akan mencemari lingkungan. Biaya investasi pembangunan instalasi ini hanya sekitar 2% dari
total investasi atau sekitar 2,5 milyar rupiah. Sistem pengolah limbah yang digunakan
merupakan perpaduan antara proses fisika, kimia, dan biologi. Proses yang berperan dalam
pengurangan bahan pencemar adalah proses biologi yang menggunakan sistem lumpur aktif
dengan aerasi lanjutan (extended aeration).
Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi.
Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik
menjadi CO2 dan H2O, NH4, dan sel biomassa baru. Proses ini menggunakan udara yang
disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba
membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan bakteri dalam
membentuk flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara biologi karena akan
memudahkan pemisahan partikel dan air limbah.
Gambar 19 Unit pengolahan limbah tekstil kapasitas 200 m3/hari
3.1 Proses Primer
3.1.1 Penyaringan Kasar
Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran
pembuangan terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran tersebut terbagi menjadi dua
bagian, yakni saluran air berwarna dan saluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-
sisa benang atau kain dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring
dengan menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm dan 20 mm.
Gambar 20 Penyaringan Kasar
3.1.2 Penghilangan Warna
Limbah cair berwarna yang berasal dari proses pencelupan setelah melewati tahap
penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan, masing-masing berkapasitas 64 m3
dan 48 m3, air tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume 3,1
m3) yang terdiri atas tiga buah tangki, yaitu: pada tangki pertama ditambahkan koagulasi
FeSO4 (Fero Sulfat) konsentrasinya 600-700 ppm untuk pengikatan warna.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur (lime)
konsentrasinya 150-300 ppm, gunanya untuk menaikkan pH yang turun setelah penambahan
FeSO4. Dari tangki kedua limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki
tersebut ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5-0,2 ppm, sehingga akan terbentuk
gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan.
Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil
pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki sedimentasi. Meskipun air hasil
proses penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga
tidak bisa langsung dibuang ke perairan. Untuk menghilangkan unsur-unsur yang masih
terkandung didalamnya, air yang berasal dri koagulasi I diproses dengan sistem lumpur aktif.
Cara tersebut merupakan perkembangan baru yang dinilai lebih efektif dibandingkan cara
lama yaitu air yang berasal dari koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi.
Gambar 21 Pemberian koagulan (ferro sulfat) untuk menghilangkan warna
Gambar 22 Bak pengendapan (clarifier) setelah diberi koagulan ferro sulfat
3.1.3 Ekualisasi
Menurut Siregar (2005), kolam ekualisasi berfungsi untuk menyetarakan laju alir,
karakteristik air limbah, mengurangi biaya proses selanjutnya, dan memperbaiki performance
proses selanjutnya. Kolam ekualisasi PT. Unitex dibuat dengan kapasitas sekitar 2000 m 3
dengan kedalaman 4 m agar daya tampung terhadap air limbah tersebut mencukupi.
Gambar 23 Kolam Ekualisasi
3.1.4 Penyaringan Halus
Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus (screening) untuk menyaring
semua padatan kecil berupa serat-serat kapas dan sisa-sisa dari proses pengkanjian, yang
dapat mengganggu dalam proses biologi. PT. Unitex memiliki dua buah screen dan keduanya
berfungsi dengan baik. Screen ini berbentuk persegi panjang berukuran 1x2 m yang
diposisikan miring dengan derajat kemiringan 45o dan jarak antar lubang sebesar 1 mm.
Pengecekan dan pembersihan pada saringan ini dilakukan secara teratur setiap hari.
Hal ini harus dilakukan karena kotoran pasti akan menumpuk setiap terjadi proses screening
terhadap air limbah. Pembersihan dilakukan dengan cara menyemprotkan air pada bidang
miring, kemudian mengambil kotoran berupa padatan kecil hasil saringan. Setelah melalui
proses screening, air limbah dialirkan ke menara pendinginan (cooling tower).
Gambar 24 Penyaringan Halus (Screening)
Gambar 25 Lubang Saringan Halus
3.1.5 Pendinginan (Cooling Tower)
Menara pendingin (cooling tower) yaitu suatu bagian IPAL yang digunakan untuk
menurunkan suhu air limbah awal menjadi suhu air limbah yang optimal, yakni antara 29-30oC.
Hal ini dilakukan karena suhu dari air limbah PT. Unitex adalah sekitar 40-45oC. Suhu yang
terlalu tinggi ini akan mempengaruhi bahkan menghambat pada proses selanjutnya, yaitu
proses biologi. Hal ini karena mikroorganisme aerobik yang terdapat pada proses biologi
tersebut tidak mampu hidup pada suhu yang tinggi.
Gambar 26 Menara pendingin (colling tower) sebelum air masuk ke dalam bak aerasi
3.2 Proses Sekunder
3.2.1 Proses Biologi
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. Unitek memiliki tiga bak aerasi dengan
sistem lumpur aktif, yang pertama berbentuk oval mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan dengan bentuk persegi panjang. Hal ini karena pada bak oval, tidak memerlukan
blower sehingga dapat menghemat biaya listrik. Selain itu, perputaran air lebih sempurna dan
waktu kontak bakteri dengan limbah lebih merata serta tidak terjadi pengendapan lumpur
seperti layaknya terjadi pada bak persegi panjang. Kapasitas dari ketiga bak aerasi adalah
2175 m3.
Pada masing-masing bak aerasi ini terdapat separator yang mutlak diperlukan untuk
memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak
aerasi dengan sistem lumpur aktif adalah DO, MLSS, dan suhu. Dari pengalaman yang telah
dijalani, parameter-parameter tersebut dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat
dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut yang
diperlukan berkisar 0,5–2,5 ppm, MLSS berkisar 4000–6000 mg/l, dan suhu berkisar 29–30oC.
Gambar 27 Bak aerasi beserta separator
3.2.2 Proses Sedimentasi
Bak sedimentasi II (volume 407 m3) mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya
dan bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk (agitator) dengan
putaran 2 rph. Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan dari dasar
bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi settling lumpur yang berasal dari bak aerasi dan
endapan lumpur ini harus segera dikembalikan lagi ke bak aerasi (return sludge=RS), karena
kondisi pada bak sedimentasi hampir mendekati anaerob. Besarnya RS ditentukan
berdasarkan perbandingan nilai MLSS dan debit RS itu sendiri. Pada bak sedimentasi ini juga
dilakukan pemantauan kaiment (ketinggian lumpur dari permukaan air) dan MLSS dengan
menggunakan alat MLSS meter.
Separator
Gambar 28 Bak sedimentasi setelah dari bak aerasi
3.3 Proses Tersier
Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia, yaitu Alumunium Sulfat
(Al2(SO4)3), Polimer dan Antifoam (Silicon Base); untuk mengurangi padatan tersuspensi yang
masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang
lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke perairan.
Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak interdiet
(Volume 2 m3) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk mengukur level air,
kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi (volume 3,6 m3) dengan menggunakan
pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan alumunium sulfat (konsentrasi antara
150–300 ppm) dan polimer (konsentrasi antara 0,5–2 ppm), sehingga terbentuk flok yang
mudah mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang
berasal pengolahan air baku (water teratment) yang bertujuan menambah partikel padatan
tersuspensi untuk memudahkan terbentuknya flok.
Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer (pengaduk) untuk mempercepat proses
persenyawaan kimia antara air dan bahan koagulan, juga terdapat pH kontrol yang berfungsi
untuk memantau pH effluent sebelum dikeluarkan ke perairan. Setelah penambahan koagulan
dan proses flokulasi berjalan dengan sempurna, maka gumpalan-gumpalan yang berupa
lumpur akan diendapkan pada tangki sedimentasi III (volume = 178 m3). Hasil endapan
kemudian dipompakan ke tangki penampungan lumpur yang selanjutnya akan diolah dengan
belt press filter machine.
Gambar 31 Contoh air baku sampai dengan air hasil olahan
3.4 Proses Pemanfaatan Lumpur Padat
3.4.1 Mesin Pemeras Lumpur (Belt Filter Press)
Lumpur yang berasal dari proses sedimentasi dipompa menuju bak penampungan
lumpur, kemudian dialirkan dengan gaya gravitasi menuju mesin Belt filter press untuk
dikeluarkan kandungan airnya. Tujuan proses pengeluaran air lumpur adalah untuk
menghilangkan sebanyak mungkin air yang terkandung dalam lumpur tersebut. Mesin Belt
filter press merupakan alat yang digunakan oleh PT. Unitex untuk memeras lumpur.
Gambar 32 Mesin Belt Filter Press
Pengeluaran air dari lumpur yang dapat dilakukan dengan alat Belt filter press melalui
dua tahap, yaitu:
1. Daerah pengeluaran air (Draining Zone)
Pada daerah ini lumpur mengalir dan tersebar secara merata di atas lembaran wire.
Pengeluaran air dilakukan tanpa tekanan, hanya mengandalkan gaya gravitasi sampai
mencapai kadar padatan tertentu. Selanjutnya lumpur memasuki daerah pengeringan
bertekanan.
2. Daerah pengeringan bertekanan (Pressing Zone)
Air keluar dari lumpur dengan cara dijepit di antara dua belt atau wire sambil ditekan
oleh rol secara bertahap di daerah pressing zone, dengan tekanan meningkat sejalan
dengan mengecilnya rol. Pada saat dijepit, air diperas ke luar sampai akhir daerah
bertekanan yang selanjutnya memasuki daerah pengelupasan lumpur dari belt atau
wire.
Umumnya kadar padatan kering yang bisa dicapai antara 30-40% (kandungan air 60-
70%) untuk lumpur kimia. Sedangkan 22-30% (kandungan air 70-78%) untuk lumpur biologi.
Pengkondisian lumpur dengan menambahkan polimer perlu dilakukan untuk mempercepat
dan mempermudah proses pemerasan atau pengeluaran air dari lumpur. Lumpur yang
dihasilkan mesin ini disebut dengan sludge cake yang nantinya akan dikirim kepada pihak
ketiga.
Urutan proses pengolahan limbah di PT. Unitek secara garis besar dibagi dalam 5 unit
proses yang meliputi proses primer, sekunder, dan tersier, yaitu :
Unit 1 adalah proses penghilangan warna dengan sistem koagulasi dan sedimentasi.
Unit 2 adalah proses penguraian bahan organik yang terkandung di dalam air limbah
dengan sistem lumpur aktif.
Unit 3 adalah proses pemisahan air yang telah bersih dengan lumpur aktif dari kolam
aerasi.
Unit 4 adalah proses penghilangan padatan tersuspensi setelah pengendapan.
Unit 5 adalah proses pemanfaatan lumpur padat setelah pengepresan di belt press.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengamatan mengenai pengolahan air limbah secara fisika di PT.
Unitex dapat disimpulkan bahwa proses fisika dan dalam pengolahan air limbah industri terdiri
dari screening (misalnya alat bar screen), grit chamber (misalnya alat grit removal), sieves
(misalnya alat spiral sieves), equalisasi (alatnya bak equalisasi), sedimentasi (alatnya bak
sedimentasi), dan flotasi. Proses pengolahan air limbah PT. Unitex terbagi atas tiga tahap
pemprosesan, yaitu proses primer (penyaringan kasar, penghilangan warna, ekualisasi,
penyaringan halus, dan pendinginan), sekunder (proses biologi dan sedimentasi), dan tersier
(proses lanjutan setelah proses biologi dan sedimentasi). Pengolahan air limbah secara fisika
di PT. Unitex secara keseluruhan terdiri dari penyaringan kasar, ekualisasi, penyaringan halus
(screening), pendinginan (cooling tower), proses sedimentasi, dan belt filter press.
3.2 Saran
Bagi penulis dan pembaca diharapkan lebih memahami lagi proses fisika pada
perusahaan tekstil, khususnya PT. Unitex.
Bagi pihak perusahaan diharapkan melakukan pengolahan limbah secara
berkelanjutan agar air limbah dapat memenuhi criteria baku mutu yang ditetapkan
pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Krisna Habib. 2011. Pengolahan limbah tekstil dengan sistem lumpur aktif di PT. Unitex [tesis].
Bogor. Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
Neraca Penggunaan Air PT. Unitex. 2010
Siregar. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Yogyakarta: Kansius.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Jakarta: UI Press.
Tchobanoglous. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, and Reuse/Metcalf &
Eddy,Inc. 3rd Edition. New York: McGraw-Hill.