Upload
puteri
View
239
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Tugas Ilmu Patologi
Citation preview
AUTOIMMUN DISEASE
DISUSUN
OLEH
NAMA : Novika Intan K
NIM : PO.71.20.1.11.058
TINGKAT : I.B2
DOSEN PEMBIMBING : dr. H.M.Ali Muchtar,MSc,Ph
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
JURUSAN KEPERAWATAN
2011/2012
1
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya
kita berada dalam keadaan sehat wal afiat dan mendapat kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya,yaitu makalah AUTOIMMUN DISEASE.
Pembuatan makalah ini di buat secara kelompok dengan harapan dapat menambah wawasan
tentang topik yang kami susun.
Terimakasih kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Demikian makalah ini kami susun. Kami juga menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak
sekali kekurangannya. Oleh karena itu masukan dari para pembaca sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan makalah berikutnya.
Palembang, 29 Maret 2012
Penyusun
DAFTAR ISI2
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ............................................................................................. 2
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................
A.Latar Belakang......................................................................................................... 4
B.Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
C.Tujuan...................................................................................................................... 4
BAB II ISI ............................................................................................................
A. Pengertian autoimmune disease ........................................................................... 5 B. Respon Imun........................................................................................................... 7 C. Test system imun ................................................................................................... 8 D. Proses terjadi inflamasi……………………………………………………………………………………….. 9 E. Macam-macam system imun……………………………………………………………………………….. 10 F. Respon tubuh terhadap virus………………………………………………………………………………. 11
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
BAB I
3
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kata "autoimmune" berasal dari penggabungan kata auto dan immune. Kata auto berarti diri sendiri, sedangkan immune dari kata sistem immune yang berarti suatu sistem komplek pada sel dan komponen sel (yang disebut mollecules) yang normalnya bekerja untuk mempertahankan ketahanan tubuh dan mengaleminasi infeksi yang disebabkan oleh bakteria, virus dan mikroba asing lainnya yang memasuki tubuh.
.
B.Rumusan Masalah
Apa itu autoimmune disease?
C.Tujuan
Untuk mengetahui pengertian dari autoimmune disease
Untuk mengetahui macam-macam imun
A.Pengertian Autoimmun diseases
4
Kata "autoimmune" berasal dari penggabungan kata auto dan immune. Kata auto berarti diri sendiri, sedangkan immune dari kata sistem immune yang berarti suatu sistem komplek pada sel dan komponen sel (yang disebut mollecules) yang normalnya bekerja untuk mempertahankan ketahanan tubuh dan mengaleminasi infeksi yang disebabkan oleh bakteria, virus dan mikroba asing lainnya yang memasuki tubuh. Jika seseorang menderita penyakit autoimmune, maka sistem kekebalan yang terbentuk salah mengidentifikasi benda asing, dimana sel, jaringan atau organ tubuh manusia justru dianggap sebagai benda asing sehingga dirusak oleh antibodi. Jadi adanya penyakit autoimmune tidak memberikan dampak peningkatan ketahanan tubuh dalam melawan suatu penyakit, tetapi justru terjadi kerusakan tubuh akibat kekebalan yang terbentuk. (NIH, 1998; Schaechter dkk., 1993 : Salyers dan Whitt, 1994 : Pelczar dkk. 1986 : Madigan dkk. 1997). Pada reaksi sistem immune tubuh maka benda asing dikatakan sebagai antigen dan sistem kekebalan yang terbentuk disebut antibodi. Kejadian Penyakit Autoimmune memberikan reaksi sistem immune terhadap jaringannya sendiri dimana antigen yang mendorong kejadian penyakit autoimmune disebut autoantigen sedangkan antibodi yang dibentuk sebagai autoantibodi. Sel autoreaktif adalah lymphocyte (sel darah putih) yang mempunyai reseptor untuk autoantigen sehingga mampu memberikan reaksi autoimmune (meskipun tidak selalu sel autoreaktif itu bereaksi dengan autoantigen jika berpapasan). Jika sel autoreaktif (lymphocyte) memberikan respon pada autoantigen, maka sel autoreaktif (lymphocyte) itu disebut sebagai Sel Lymphycyte Reaktif (SLR) (Baratawidjaja, 1998).
Ada beberapa penyakit autoimmune dan masing-masing dapat berdampak pada tubuh dengan berbagai model, sebagai contoh; reaksi autoimmune berlangsung menyerang otak pada kasus multiple sclerosis dan menyerang saluran pencernaan pada kasus penyakit Crohn’s. Pada kasus penyakit autoimmune lainnya, seperti lupus erythematosus (lupus), berdampak pada jaringan dan organ-organ yang bervariasi antar individu dengan penyebab penyakit yang sama. Seseorang yang menderita lupus mungkin berdampak pada kulit dan persendian sementara kasus lupus pada individu lainnya memberikan dampak kulit, ginjal dan paru-paru. Pada akhirnya kerusakan pada jaringan-jaringan yang disebabkan oleh sistem kekebalan akan permanen sebagaimana kerusakan sel pankreas yang memproduksi insulin pada diabetes mellitus tipe I (NIH, 1998)
Siapa Yang Rentan Terhadap Penyakit Autoimmune?
Kejadian penyakit autoimmune pada kajian kuantitatif sebenarnya relatif jarang, namun demikian jika ditinjau dari kualitas dan obyek penderitanya, maka kasusnya cukup perlu mendapat perhatian, sebagai gambaran berjuta-juta orang Amerika menderita penyakit ini. Umumnya penyakit autoimmune menyerang wanita lebih banyak dibandingkan pria, khususnya pada wanita usia kerja dan wanita pada usia membesarkan anak. Alasan mengapa wanita lebih banyak menderita penyakit autoimmune belum dapat diketahui, namun diperkirakan karena peranan hormon. Peranan hormon ini patut mendapatkan kecurigaan karena penyakit autoimmune pada wanita ini sering terjadi setelah monopause, dan penelitian lainnya menyebutkan pula selama kehamilan (Aronson, 1999).
5
Apa Penyebab-penyebab Penyakit Autoimmune?Apakah Menular ?
Belum pernah dibuktikan bahwa penyakit autoimmune ini bersifat menular. Penyakit autoimmune tidak menyebar kepada individu lainnya sebagaimana penyakit infeksi. Penyakit ini tidak sebagaimana AIDS demikian pula tidak sebagaimana kanker. Gen individu penderita penyakit autoimmune memiliki konstribusi terhadap penularan penyakit autoimmune. Penyakit tertentu seperti Psoriasis dapat terjadi diantara beberapa anggota keluarga (NIH, 1998).
Apakah Penyebab Utama Penyakit Autoimmune ?
Genetik : Telah ditunjukkan pada manusia bahwa gen major histocompatibility complex (MHC) dikaitkan dengan kejadian spesifik dari penyakit autoimmune. Gen MHC ada pada semua vertebrata, gen ini menandai 2 katagori pokok molekul yang membentuk bagian dari sel membran dan seluruh bagian membran (Schaechter dkk., 1993 : Henderson dkk., 1999
Fakta lain menunjukkan bahwa gen spesifik atau kelompok gen sebagai predisposisi suatu keluarga terhadap Psoriasis. Sebagai tambahan, individu anggota suatu keluarga dengan penyakit autoimmune dapat berperan dalam membentuk abnormalitas gen yang mendorong kejadian penyakit autoimmune walaupun mungkin menurunkan penyakit autoimmune dalam jenis penyakit autoimmune lainnya. Sebagai contoh; salah satu orangtuanya menderita lupus, maka keturunannya dimungkinkan menderita dermatomyositis dan mungkin keturunan lainnya menderita Rheumatoid arthritis (NIH, 1998).
Perkembangan penyakit autoimmune dalam tubuh dipengaruhi oleh faktor gen yang menurun bersama-sama pada saat tubuh mendapatkan sistem kekebalan yang dipicu oleh suatu kondisi dan lingkungan tertentu (NIH, 1998).
Faktor lain apakah yang mempengaruhi kejadian penyakit autoimmune?
Beberapa penyakit autoimmune diketahui terjadi dan makin terjadi karena adanya faktor pemicu seperti infeksi virus. Sinar matahari tidak saja berperan sebagai pemicu kejadian lupus akan tetapi sinar matahari malahan dapat memperburuk kondisi penderita lupus. Hal ini perlu disadari sehingga faktor-faktor tersebut dapat dihindari oleh individu yang rentan dalam rangka mencegah atau meminimalisasikan jumlah kerusakan yang ditimbulkan oleh karena penyakit autoimmune pada penderita. Faktor-faktor lainnya seperti : stress kronis, hormonal dan kehamilan, belum banyak diketahui dampaknya terhadap sistem kekebalan dan penyakit autoimmune (Aronson, 1999)..
B.Respon Imun
6
Respon imun yang terjadi jika tubuh terkontaminasi :
a. Virus
Jika tubuh terkontaminasi virus, maka kumpulan protein dalam tubuh akan menyediakan
pertahanan non spesifik yang disebut interferon. Interferon ini disekresikan oleh sel-sel yang
terinfeksi virus. Interferon ini sebenarnya tidak menguntungkan bagi sel yang terinfeksi virus
tersebut namun protein antivirus tersebut berdifusi masuk ke dalam sel-sel yang berada
disekitarnya dan menginduksi sel-sel tersebut untuk menghasilkan zat kimia lain yang
menghambat reproduksi virus. Dengan cara ini interferon akan membatasi penyebaran virus
dari sel ke sel lain didalam tubuh, dan membantu mengontrol infeksi virus seperti influenza.
Pertahanan ini bukanlah bersifat spesifik bagi virus, interferon yang dihasilkan sebagai
tanggapan terhadap virus bisa memberikan resistensi terhadap virus lain. Selain peranannya
sebagai agen antivirus, satu jenis interferon mengaktifkan fagosit sehingga meningkatkan
kemampuannya untuk menelan dan membunuh mikroorganisme.
b. Luka Benda Tajam
Penanganan masalah ini diatur oleh sel non spesifik. Tubuh yang terluka oleh benda tajam akan
mengakibatkan sel dalam tubuh yang terluka itu rusak. Sel-sel yang rusak akan mengeluarkan
suatu sinyal (panggilan) dengan memancarkan zat-zat kimia. Sinyal kimiawi lainnya seperti
histamin yang dihasilkan oleh basofil yang memicu pembesaran dan peningkatan permeabelitas
kapiler di dekatnya. Selain mengeluarkan histamin sel darah putih juga mengeluarkan
prostaglandin yang akan meningkatkan aliran darah ke tempat yang terluka. Peningkatan aliran
darah dan permeabelitas pembuluh akan membantu pengiriman unsur penggumpalan darah ke
daerah yang terluka. Penggumpalan darah menandai permulaan proses perbaikan dan
membantu menghambat penyebaran mikroba ke bagian tubuh yang lain. Kemudian sel-sel
fagositik akan bermigrasi ke dalam jaringan yang terluka untuk membersihkan sel-sel jaringan
yang rusak dan sisa-sisa neutrofil dalam proses fagositik itu. Setelah itu darah tidak keluar lagi
dan mikroba yang mungkin masuk sudah dimakan oleh makrofaga.
c. Kanker
Jika tubuh mengidap sel kanker ada pertahanan nons[efifik yang bernama sel Natural killer (sel
NK). Sel ini tidak menyerang mikroorganisme secara langsung tetapi mereka merusak sel
tubuh yang diserang oleh sel-sel abnormal yang dapat menimbulkan kanker. Sel NK ini tidak
bersifat fagositik tetapi menyerang membran sel sehingga sel tersebut mengalami lisis (pecah).
Selain dengan sel NK sel kanker juga akan dibunuh oleh limfosit T sitotoksik yang sebelumnya
diaktifkan oleh antigen, kemudian reseptor dari sel T sitotoksik mengenali komplek yang
terbentuk antara MHC (Major Histocompatibility Complex) kelas I dengan antigen pada
permukaan sel kanker. Interaksi ini ditingkatkan oleh CD8 yang berikatan dengan protein
MHC kelas I dan juga oleh interleukin-2 oleh sel T helper. Sel T sitotoksik yang telah aktif itu
7
setelah berikatan akan melepaskan protein perforin, kemudian perforin ini membuat pori pada
membran sel yang terinfeksi sehingga ion dan air dapat memasuki sel kanker akibat dari ini
adalah sel tersebut mengalami lisis (pecah). Namun cara ini berjalan dengan sangat lama tidak
sebanding dengan laju pertumbuhan sel kanker yang terus menerus dan sangat cepat.
Pertumbuhan sel limfosit T yang lama ini disebabkan oleh pembentukkannya yang sangat
spesifik dan hati-hati sehingga membutuhkan waktu yang lama.
C.Test Sistem Imun1. Comprehensive Viral Screen
peningkatan puncak (titers) antibodi terhadap virus sering ditemukan pada saat anak-
anak ASD menjalani test immunologi. rusaknya fungsi imun bersamaan dengan
adanya gangguan detoksifikasi dan terus meningkatkan paparan racun lingkungan
memberi predisposisi terhadap infeksi virus kronis kecuali secara normal tertekan
sistem imunnya.
2. Natural Killer Cytotoxicity test
Cytotoxicity immunologis adalah mekanisme utama dimana respon imun berfungsi
menanggulangi dan terkadang menyingkirkan benda asing atau sel tak normal seperti
virus-virus atau mikro-organisme laiinnya.
3. Myelin Basic Protein (MBP)
Myelin adalah suatu membran dengan banyak lempengan yang mengelilingi baik sistem saraf
pusat maupun sistem saraf tepi. berasal dari membran plasma oligodendrocyte dalam sistem
saraf pusatdan schwann pada sistem saraf tepi. paada anak penyandang ASD perlawanan
antibodi terhadap MBP memiliki presentase tinggi. hasil test yang positif merupakan induksi
kuat adanya gangguan autoimun.
4. Vaccinal Antigen Panel
Tes ini mengukur titer antigen yang ada pada vaksin yang diwajibkan seperti vaksin
measles/campak, mumps/gondok, rubella, dipetri, pertussis dan tetanus. beberapa anak ASD
mempunyai suati titer yang hilang yang diperkirakan oleh para peneliti sebagai suatu
kemungknan defisiensi imun tubuh. para oranng tua mulai menerima titer vaksinasi untuk
mendapatkan bukti bahwa anak mereka memang mampu melalui jadwal pemberian vaksinasi
penguat yang bisa mengandung cukup adjuvans vaksin dan pengawet vaksin yang bisa
mendoron mereka mengalami kemuduran yang dikenal dengan ASD "regresif".
8
5.Cytokines/sitokin(MediatorSistemImun)
saat bakteri masuk kedalam tubuh, sistem imun yang berfungsi untuk menghancurkan dan
menyingkirkan benda asing. sel-sel imun yang telah diaktifkan melepaskan beragam sitokin
yang berfungsi sebagai pembawa zat kimia untuk menarik sel-sel imun lainnya dan untuk
memperingatkan otak bahwa infeksi telah terjadi.tes sitokin membantu mengindetifikasi
keabnormalan yang berperan pada perjalanan penyakit (patofisiologi) autisme.
D.Proses Terjadi InflamasiProses-proses yang terjadi pada proses inflamasi :
o Eksudasi
Fase primer pada inflamasi adalah perubahan structural pada dinding vascular. Perubahan ini
mengakibatkan peningkatan permeabelitas pembuluh darah yang membiarkan protein kaya cairan
menembus dinding vascular (udema dan kemerahan)
o Infiltrasi
Leukosit, makrofag, dan limfosit di bawah pengaruh kemotaksik, memasuki area inflamasi (fase
primer). Beberapa dari sel tersebut mengandung enzim lisosom yang mampu menelan dan mencerna
partikel-partikel asing (fagositosis)
o Proliferasi
Limfosit dan makrofag mengalami transformasi menjadi lapisan pembatas sel yang antara lain
mampu mensintesis antibodi-antibodi (fase sekunder)
E.Macam-macam sistem imun
1)KekebalanAntibodiAktif
9
Kekebalan aktif terjadi jika seseorang kebal terhadap suatu penyakit setelah diberikan
vaksinasi dengan suatu bibit penyakit. Jika kekebalan itu diperoleh setelah orang
mengalami sakit karena infeksi suatu kuman penyakit maka disebut kekebalan aktif
alami. Sebagai contohnya adalah seseorang yang pernah sakit campak maka seumur
hidupnya orang tersebut tidak akan sakit campak lagi.
Vaksin mengandung bibit penyakit yang telah mati atau dinonaktifkan, dimana pada bibit
penyakit tersebut masih mempunyai antigen yang kemudian akan direspon oleh sistem
imun dengan cara membentuk antibodi.
Sel B dan sel T (sel limfosit) ikut berperan dalam menghasilkan antibodi. Sel B (B
limfosit) membentuk sistem imunitas humoral, yaitu imunitas dengan cara membentuk
antibodi yang berada di darah dan limfa. Sel B berfungsi secara spesifik mengenali
antigen asing serta berperan membentuk kekebalan terhadap infeksi bakteri, seperti
Streptococcus, Meningococcus, virus campak, dan Poliomeilitis. Antibodi ini kemudian
melekat pada antigen dan melumpuhkannya.
Sel B ini juga mampu membentuk sel pengingat (memory cell). Sel ini berfungsi untuk
membentuk kekebalan tubuh dalam jangka panjang. Sebagai contoh jika terdapat antigen
yang sama masuk kembali ke dalam tubuh maka sel pengingat ini akan segera
meningkatkan antibodi dan membentuk sel plasma dalam waktu cepat. Sel plasma adalah
sel B yang mampu menghasilkan antibodi dalam darah dan limfa.
Sel T (T limfosit) membentuk sistem imunitas terhadap infeksi bakteri, virus, jamur, sel
kanker, serta timbulnya alergi. Sel T ini mengalami pematangan di glandula timus dan
bekerja secara fagositosis. Namun T limfosit tidak menghasilkan antibodi. T limfosit
secara langsung dapat menyerang sel penghasil antigen. Sel T kadang ikut membantu
produksi antibodi oleh sel B.
Sel T dan sel B berasal dari sel limfosit yang diproduksi dalam sumsum tulang.
Perhatikan Gambar 11.5 Sel limfosit yang melanjutkan pematangan selnya di sumsum
tulang akan menjadi sel B.
Baik sel B maupun sel T dilengkapi dengan reseptor antigen di dalam plasma
membrannya. Reseptor antigen pada sel B merupakan rangkaian membran molekul
10
antibodi yang spesifik untuk antigen tertentu. Reseptor antigen dari sel T berbeda dari
antibodi, namun reseptor sel T mengenali antigennya secara spesifik. Spesifikasi dan
banyaknya macam dari sistem imun tergantung reseptor pada setiap sel B dan sel T yang
memungkinkan limfosit mengidentifikasi dan merespon antigen.
Saat antigen berikatan dengan reseptor yang spesifik pada permukaan limfosit, limfosit
akan aktif untuk berdeferensiasi dan terbagi menaikkan populasi dari sel efektor. Sel ini
secara nyata melindungi tubuh dalam respon imun. Dalam sistem humoral, sel B
diaktifkan oleh ikatan antigen yang akan meningkatkan sel efektor yang disebut dengan
sel plasma. Sel ini mensekresi antibodi untuk membantu mengurangi antigen.
2)KekebalanAntibodiPasif
Setiap antigen memiliki permukaan molekul yang unik dan dapat menstimulasi
pembentukan berbagai tipe antibodi. Sistem imun dapat merespon berjuta-juta jenis dari
mikroorganisme atau benda asing. Bayi dapat memperoleh kekebalan (antibodi) dari
ibunya pada saat masih berada di dalam kandungan. Sehingga bayi tersebut memiliki
sistem kekebalan terhadap penyakit seperti kekebalan yang dimiliki ibunya.
F. Respon Tubuh Terhadap Virus
Respons imun nonspesifik terhadap infeksi virus
Secara jelas terlihat bahwa respons imun yang terjadi adalah timbulnya interferon
dan sel natural killler (NK) dan antibodi yang spesifik terhadap virus tersebut.
Pengenalan dan pemusnahan sel yang terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat
bermanfaat bagi pejamu. Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi,
terutama dalam struktur karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target sel NK. Sel NK
mempunyai dua jenis reseptor permukaan. Reseptor pertama merupakan killer
activating receptors, yang terikat pada karbohidrat dan struktur lainnya yang
diekspresikan oleh semua sel. Reseptor lainnya adalah killer inhibitory receptors, yang
mengenali molekul MHC kelas I dan mendominasi signal dari reseptor aktivasi. Oleh
karena itu sensitivitas sel target tergantung pada ekspresi MHC kelas I. Sel yang
sensitif atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I yang rendah, namun sel yang tidak
terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang normal akan terlindungi dari sel NK.
Produksi IFN-α selama infeksi virus akan mengaktivasi sel NK dan meregulasi 11
ekspresi MHC pada sel terdekat sehingga menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel
NK juga dapat berperan dalam ADCC bila antibodi terhadap protein virus terikat pada
sel yang terinfeksi.
Beberapa mekanisme utama respons nonspesifik terhadap virus, yaitu :
1. Infeksi virus secara langsung yang akan merangsang produksi IFN oleh sel-sel terinfeksi;
IFN berfungsi menghambat replikasi virus
2. Sel NK mampu membunuh virus yang berada di dalam sel, walaupun virus menghambat
presentasi antigen dan ekspresi MHC klas I. IFN tipe I akan meningkatkan kemampuan
sel NK untuk memusnahkan virus yang berada di dalam sel. Selain itu, aktivasi
komplemen dan fagositosis akan menghilangkan virus yang datang dari ekstraseluler dan
sirkulasi.
Respons imun spesifik terhadap infeksi virus
12
Mekanisme respons imun spesifik ada dua jenis yaitu respons imunitas humoral dan
selular. Respons imun spesifik ini mempunyai peran penting yaitu :
1. Menetralkan antigen virus dengan berbagai cara antara lain menghambat perlekatan
virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel sehingga virus tidak dapat
menembus membran sel, dan dengan cara mengaktifkan komplemen yang
menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis
2. Melawan virus sitopatik yang dilepaskan dari sel yang lisis.
Molekul antibodi dapat menetralisasi virus melalui berbagai cara. Antibodi dapat
menghambat kombinasi virus dengan reseptor pada sel, sehingga mencegah penetrasi dan
multiplikasi intraseluler, seperti pada virus influenza. Antibodi juga dapat
menghancurkan partikel virus bebas melalui aktivasi jalur klasik komplemen atau
produksi agregasi , meningkatkan fagositosis dan kematian intraseluler.
Kadar konsentrasi antibodi yang relatif rendah juga dapat bermanfaat khususnya
pada infeksi virus yang mempunyai masa inkubasi lama, dengan melewati aliran darah
terlebih dahulu sebelum sampai ke organ target, seperti virus poliomielitis yang masuk
melalui saluran cerna, melalui aliran darah menuju ke sel otak. Di dalam darah, virus
akan dinetralisasi oleh antibodi spesifik dengan kadar yang rendah, memberikan waktu
tubuh untuk membentuk resposn imun sekunder sebelum virus mencapai organ target.
Respons imunitas seluler juga merupakan respons yang penting terutama pada infeksi
virus nonsitopatik. Respons ini melibatkan sel T sitotoksik yang bersifat protektif, sel
NK, ADCC dan interaksi dengan MHC kelas I sehingga menyebabkan kerusakan sel
jaringan. Dalam respons infeksi virus pada jaringan akan timbul IFN (IFN-a dan IFN-b)
yang akan membantu terjadinya respons imun yang bawaan dan didapat. Peran antivirus
dari IFN cukup besar terutama IFN-a dan IFN-b.
Kerja IFN sebagai antivirus adalah :
Meningkatkan ekspresi MHC kelas I
1. Aktivasi sel NK dan makrofag
2. Menghambat replikasi virus
3. Menghambat penetrasi ke dalam sel atau budding virus dari sel yang terinfeksi.
13
Limfosit T dari pejamu yang telah tersensitisasi bersifat sitotoksik langsung pada
sel yang teinfeksi virus melalui pengenalan antigen pada permukaan sel target oleh
reseptor αβ spesifik di limfosit. Semakin cepat sel T sitotoksik menyerang virus, maka
replikasi dan penyebaran virus akan cepat dihambat. Sel yang terinfeksi mengekspresikan
peptida antigen virus pada permukaannya yang terkait dengan MHC kelas I sesaat setelah
virus masuk. Pemusnahan cepat sel yang terinfeksi oleh sel T sitotoksik αβ mencegah
multiplikasi virus. Sel T sitotoksik γδ menyerang virus (native viral coat protein)
langsung pada sel target.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Autoimunitas
http://nadzzsukakamu.wordpress.com/2009/03/28/autoimmune-disease-dan-respon-imun/
http://faisalnyaanna.blogspot.com/2010/07/proses-inflamasi.html
http://www.sentra-edukasi.com/2011/09/pembentukan-macam-struktur-cara-kerja.html
14