64
TUGAS GEOLOGI MINYAK BUMI DISUSUN OLEH : AL-HUSSEIN FLOWERS RIZQI ( 410009047 ) JURUSAN TEKNIK GEOLOGI SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA

Tugas Geologi Minyak Bumi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas Geologi Minyak Bumi

TUGAS

GEOLOGI MINYAK BUMI

DISUSUN OLEH :

AL-HUSSEIN FLOWERS RIZQI

( 410009047 )

JURUSAN TEKNIK GEOLOGI

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NASIONAL

YOGYAKARTA

2012

Page 2: Tugas Geologi Minyak Bumi

Terdapat hubungan antara cekungan minyak bumi yang berkembang di berbagai tempat

dengan elemen-elemen tektonik yang ada. Cekungan-cekungan besar di wilayah Asia Tenggara

mempresentasikan kondisi setiap elemen tektonik yang ada, yaitu cekungan busur muka (forearc

basin), cekungan busur belakang (back-arc basin), cekungan intra kraton (intracratonic basin),

dan tepi kontinen (continent margin basin), dan zona tumbukan (collision zone basin).

Forarc-Basin adalah depresi dasar laut yang terletak antara zona subduksi dan terkait

dengan busur vulkanik. Sedimentasi yang terbentuk merupakan endapan material kerak samudra

yang terendapkan di tepi-tepi pulau disampingnya.

Back-arc  basin yang diduga bentuk dari hasil dari proses rollback disebut. Istilah ini

menggambarkan gerakan mundur dari zona subduksi terhadap gerakan lempeng yang sedang

menumbuk. Sebagai zona subduksi dan parit yang ditarik ke belakang, lempeng override ditarik,

penipisan kerak yang terbentuk dalam cekungan pada belakang busur. Sedimentasi sangat

asimetris, dengan sebagian besar sedimen dipasok dari busur magmatik aktif yang regresi sejalan

dengan rollback parit.

Berdasarkan data terakhir yang dikumpulkan dari berbagai sumber, telah diketahui bahwa

ada sekitar 60 basin yang diprediksi mengandung cebakan migas yang cukup potensial.

Diantaranya basin Sumatera Utara, Sibolga, Sumatera Tengah, Bengkulu, Jawa Barat Utara,

Natuna Barat, Natuna Timur, Tarakan, Sawu, Asem-Asem, Banda, dll.

Page 3: Tugas Geologi Minyak Bumi

Cekungan busur belakang timur Sumatera dan utara Jawa merupakan lapangan-lapangan

minyak yang paling produktif. Pematangan minyak sangat didukung oleh adanya heat flow dari

posisi penurunan cekunga dan pembebanan. Proses ini diperkuat oleh gaya-gaya kompresi telah

menjadikan berbagai batuan sedimen berumur Paleogen menjadi perangkap struktur sebagai

tempat akumulasi hidrokarbon. (Barber, 1985)

Secara rinci perkembangan sistem cekungan dan perangkap minyak bumi yang terbentuk

sangat dipergaruhi oleh tatanan geologi local. Sebagai contoh structural pull apart basin

menentukan perkembangan sistem cekungan Sumatera Utara (Davies, 1984). Perulangan gaya

kompresif dan ekstensional dari proses peregangan berarah untara-selatan mempengaruhi pola

pembentukan antiklinorium dan cekungan Palembang yang berarah N300oE (Pulunggono,

1986). Demikian pula pola sebaran cekungan Laut Jawa sebelah selatan sangat dipengaruhi oleh

pola struktur berarah timur-barat (Brandasen & Mattew, 1992), sedang pola cekungan di Laut

Jawa bagian barat-laut berarah timur laut-baratdaya, sedang pola cekungan di timur-laut berarah

barat-laut-tenggara.

Cekungan Kutai dan Tarakan merupakan cekungan intra kraton di Indonesia.

Pembentukan cekungan terjadi selama Neogen ketika terjadi proses penurunan cekungan dan

sedimentasi yang bersifat trangesif, dan dilanjutkan bersifat regresif di Miosen tengah (Barber,

1985). Pola-pola ini menjadikan pembentukan delta berjalan efektif sebagai pembentuk

perangkap minyak bumi maupun batu bara.

Zona tumbukan (collision zone), merupakan tempat endapan-endapan kontinen

bertumbuk dengan kompleks subduksi, merupakan tempat prospektif minyak bumi. Cekungan

Bula, Seram, Bituni dan Salawati di sekitar Kepala Burung Papua, cekungan lengan timur

Sulawesi, serta Buton, merupakan cekungan masuk dalam kategori akibat proses tumbukan.

Keberadaan endapan aspal Buton berasosiasi dengan zona tumbuka antara mikro kontinen

Tukang Besi dengan lengan timur-laut Sulawesi, dengan Banggai Sula sebagai kompleks ofiolit.

(Barber, 1985; Sartono, 1999)

Kehadiran minyak di Papua berasosiasi dengan lipatan dan patahan Lenguru, yang

merupakan tumbukan mikro kontinen Papua Barat dengan tepi benua Australia. Sumber

reservoat hidrokarbon terperangkap struktur di bagian bawah foot-wall sesar normal serta di

bagian bawah hanging-wall sesar sungkup.

Page 4: Tugas Geologi Minyak Bumi

PENDAHULUAN

1. TEKTONIK INDONESIA BARAT

MANDALA BARAT TEKTONIK INDONESIA

MANDALA TIMUR 

Tektonik suatu kawasan / wilayah / mandala ditentukan dan dipengaruhi sifat gerak dan

pergeseran lempeng listosfer yang saling bersentuhan. 

Indoneisa barat ß ditentukan dan dipengaruhi sifat gerak lempeng Hindia – Australia

yang bergerak ke utara bertemu dengan lempeng Eurasia. Pertemuan kedua lempeng ini

bersifat tumbukan dan melibatkan kerak Samudra Hindia dan kerak Kontinen Asteng

membentuk busur kepulauan è Sunda Arc System. 

Gerak tektonik tersier (Oligosen – Miosen) adalah cerminan bergeraknya bagian Timur

Asia ke Tenggara (Lempeng Sunda) sebagai akibat tumbukan daratan India dengan

Eurosia (Tapponier, Dkk, 1982). 

Kerangka Tektonik Indonesia Barat : 

1. Busur luar non Vulkanik (NV. Outer Arc). 

Ø Pulau-pulau sebelah Barat Sumatera. 

Ø Sedimen tersier yang terlipat dan / atau patah. 

Ø Batuan dasar : malihan dan batuan beku bersifat basa sampi ultra basa. 

Ø Di selatan Jawa hanya berupa dataran tinggi dasar laut (gbr. 6 & 8). 

2. Cekungan Busur Luar (F. Arc Basin). 

Ø Antara Non Vulkanik dan Vulkanik. 

Ø Sedimen tebal ( » 6000 m): serpih, turbidit dan batu gamping bermaterial vulkanit yang

menipis ke arah pantai Sumatera. 

Ø Di selatan Jawa : Vulkanit dan Gamping terumbu. 

Present day plate tectonik elements of Indonesia and location of the study area (modified

from Coffield et al. 1993) KAWASAN BARAT 1. Busur luar non vulkanik 2. Cekungan

busur luar 3. Busur dalam vulkanik Selain deretan gunung api pada busur ini terjadi

patahan Semangka dan patahan Rembang. 4. Cekungan Busur Dalam = {Cekungan

Page 5: Tugas Geologi Minyak Bumi

Sumut, Sumteng, Sumsel, Jabar, Jatim, Kalsel & Kaltim} 5. Paparan Sunda. KAWASAN

TIMUR : Kawasan ini merupakan zona tabrakan antar lempeng-lempeng Australia,

Pasifik dan Asia (Eurasian) banyak terdapat sesaran (perhatikan gambar) dan di Irian

terdapat pegunungan yang tinggi berlereng terjal dan lembah (cekungan). A.= Bagian

dari Pegunungan Lingkar Pasifik B = Bagain dari Pegunungan Lingkar Australi 

3. Busur Vulkanik (Busur Magmatik) 

Ø Sistem Pegunungan Sunda. 

Ø Kerangka Sumatera, Jawa dan Nusatenggara 

Ø Di Sumatera : - Bukit Barisan : 1.650 km BL – Teng 

- Sesar Semangka di Lampung (Liwa) dan SUMBAR (Bukit Tinggi) – SUMUT (Kuta

Cane) 

Ø Di Jawa : - Geantiklin Jawa Selatan. 

Ø Sedimen Paleozoikum – Kenozoikum yang telah terlipat dan Intrusi Andesit – Basalt. 

Ø Batuan dasar : Metamorf & BB. Granitik 

Ø Deretan Gunung Api. 

4. Cekungan Busur Dalam ( B Arc Basin) 

Sumatera Utara 

Ø Cekungan : 

Sumatera Tengah & Sumatera Selatan 

Jawa Barat Utara à Jatim dan Madura 

KALTIM – KALSEL (Kutai dan Asam). 

Ø Cekungan minyak dan Gas tersier yang Produktif 

5. Paparan Sunda (Sunda Shelf) 

à Inti Benua di Asteng (Indonesia Barat) 

Mantap secara tektonik sejak tersier. 

Ø Sememanjung Malaka, P. Bangka dan Belitung, Laut dan P. Natuna, P. Anambas,

Pantai Kalbar. 

Ø Bagian Utara : Cekungan Natuna Barat dan Cekungan Natuna Timur (Dipisahkan oleh

Pulau Natuna). 

Sedimen 

Page 6: Tugas Geologi Minyak Bumi

Ø Batuannya : Pra Tersier. 

Metamorf 

CEKUNGAN PADA BUSUR LUAR (MUKA ?): 

= Cekungan: Sibolga, Bengkulu dan Jawa Selatan. 

Gambar 8. Penampang Cekungan Muka Busur. 

FORE ARC BASIN 

Ø Daerah Pengendapan Asymetris – poros dekat Busur Vulkanik dan dibatasi Fleksure. 

Ø Telah mengalami deformasi à termasuk kompleks Melagne berumur Pratersier. 

CEKUNGAN PADA BUSUR DALAM (BELAKANG ?) 

· Cekungan Aceh Utara 

· Cekungan Sumatera Utara 

· Cenkungan Sumatera Tengah 

· Cekungan Sumatera Selatan 

· Cekungan Jawa Barat Laut : - Cekungan Jabar 

- Cekungan Sunda 

- Cekungan Beliton. 

· Cekungan Jateng Timur Laut. 

· Cekungan Kalimantan : - cekungan Asem-asem 

- cekungan Barito 

- cekungan Kutai 

- cekungan Tarakan. 

CEKUNGAN ACEH UTARA – SUMATERA UTARA 

Ø UJUNG Utara cekungan Sumatera 

Ø BL/U : L.Andaman. Tenggara : Dataran Tinggi Asahan 

Ø BD : Bukit Barisan TL : Paparan Sunda. 

Ø Endapan selama tersier (Paleosen – Pliosen) Non Marin dan Marin à tebal 800 m 

= Bt. Pasir Kuarsa – Mika dan Bt. Karbonat 

Lapisan tak selaras dengan batuan Pra tersier.

Page 7: Tugas Geologi Minyak Bumi

2. Keberadaan Minyak dan Gas Bumi

Energi minyak dan gas bumi mempunyai peran yang sangat strategis dalam berbagai

kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Pada umumnya minyak bumi dewasa ini memiliki

peran sekitar 80% dari total pasokan energi untuk konsumsi kebutuhan energi di Indonesia.

Dengan demikian peran minyak dan gas bumi dalam peningkatan perolehan devisa negara masih

sangat diperlukan. Nayoan dkk. (1974) dalam Barber (1985) menjelaskan bahwa terdapat

hubungan yang erat antara cekungan minyak bumi yang berkembang di berbagai tempat dengan

elemen-elemen tektonik yang ada. Cekungan-cekungan besar di wilayah Asia Tenggara

merepresentasikan kondisi setiap elemen tektonik yang ada, yaitu cekungan busur muka (forearc

basin), cekungan busur belakang (back-arc basin), cekungan intra kraton (intracratonic basin),

dan tepi kontinen (continent margin basin), dan zona tumbukan (collision zone basin).

Berdasarkan data terakhir yang dikumpulkan dari berbagai sumber, telah diketahui ada

sekitar 60 basin yang diprediksi mengandung cebakan migas yang cukup potensial. Diantaranya

basin Sumatera Utara, Sibolga, Sumatera Tengah, Bengkulu, Jawa Barat Utara, Natuna Barat,

Natuna Timur, Tarakan, Sawu, Asem-Asem, Banda, dll.

Cekungan busur belakang di timur Sumatera dan utara Jawa merupakan lapangan-

lapangan minyak paling poduktif. Pematangan minyak sangat didukung oleh adanya heat flow

dari proses penurunan cekungan dan pembebanan. Proses itu diperkuat oleh gaya-gaya kompresi

telah menjadikan berbagai batuan sedimen berumur Paleogen menjadi perangkap struktur

sebagai tempat akumulasi hidrokarbon (Barber, 1985). Secara lebih rinci, perkembangan sistem

cekungan dan perangkap minyak bumi yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh tatanan struktur

geologi lokal. Sebagai contoh, struktur pull apart basin menentukan perkembangan sistem

cekungan Sumatera Utara (Davies, 1984). Perulangan gaya kompresif dan ekstensional dari

proses peregangan berarah utara-selatan mempengaruhi pola pembentukan antiklinorium dan

cekungan Palembang yang berarah N300oE (Pulunggono, 1986).

Demikian pula pola sebaran cekungan Laut Jawa sebelah selatan sangat dipengaruhi oleh

pola struktur berarah timur-barat (Brandsen & Mattew, 1992), sedang pola cekungan di Laut

Jawa bagian barat-laut berarah berarah timur-laut – baratdaya, sedang pola cekungan di timur-

laut berarah barat-laut – tenggara. Cekungan Kutai dan Tarakan merupakan cekungan intra

kraton (intracratonic basin) di Indonesia. Pembentukan cekungan terjadi selama Neogen ketika

Page 8: Tugas Geologi Minyak Bumi

terjadi proses penurunan cekungan dan sedimentasi yang bersifat transgresif, dan dilanjutkan

bersifat regresif di Miosen Tengah (Barber, 1985). Pola-pola ini menjadiken pembentukan delta

berjalan efektif sebagai pembentuk perangkap minyak bumi maupun batubara.

Zona tumbukan (collision zone), tempat endapan-endapan kontinen bertumbukan dengan

kompleks subduksi, merupakan tempat prospektif minyak bumi. Cekungan Bula, Seram, Bituni

dan Salawati di sekitar Kepala burung Papua, cekungan lengan timur Sulawesi, serta Buton,

merupakan cekungan yang masuk dalam kategori ini. (Barber, 1985). Keberadaan endapan aspal

di Buton berasosiasi dengan zona tumbukan antara mikro kontinen Tukang Besi dengan lengan

timur-laut Sulawesi, dengan Banggai Sula sebagai kompleks ofiolit (Barber, 1985; Sartono,

1999). Kehadiran minyak di Papua berasosiasi dengan lipatan dan patahan Lenguru, yang

merupakan tumbukan mikro kontinen Papua Barat dengan tepi benua Australia (Barber, 1985).

Sumber dan reservoar hidrokarbon terperangkap struktur di bagian bawah foot-wall sesar normal

serta di bagian bawah hanging-wall sesar sungkup (Simanjuntak dkk, 1994.

3. Zaman Paleontologi dan Neogen Di Indonesia

Paleogen dan Neogen merupakan bagian dari Zaman Tersier (70-2 juta tahun

yang lalu), dengan Paleogen yang terdiri atas Paleosen, Eosen dan Oligosen dan Neogen

yang terdiri atas Miosen dan Pliosen. Tiap zamannya memiliki karakteristik, baik dari

unsur kehidupan, cekungan sedimen, pengisi cekungan sedimen hingga aktivitas

tektonik yang berlangsung pada zamannya. Kondisi pada awal Paleogen merupakan

kondisi dimana terbentuknya awal dari sebuah cekungan, mulai ada suplai sedimen yang

mengisi cekungan yang umumnya disebut dengan cekungan pra-Tersier. Kondisi awal

cekungan, untuk di daerah fore-arc atau sepanjang zona tumbukan kerak samudera

(Samudera Hindia) dan kerak benua (Indo-Asia) berupa laut tengah hingga dalam (zona

batial) hingga terendapkan batulempung hingga batupasir halus.

Contohnya yang terjadi pada daerah Banjarnegara - Purbalingga, dimana pada

Paleogen Akhir merupakan laut dalam yang dipengaruhi kegiatan tektonik aktif

sehingga terjadi longsoran-longsoran bawah laut yang mengakibatkan terjadinya

endapan turbidit Formasi Worawari. Pada akhir Paleogen Atas terjadi pula longsoran –

Page 9: Tugas Geologi Minyak Bumi

longsoran yang mengakibatkan terbentuknya endapan olistostrom Formasi Worawari

yang tersusun oleh matriks lempung dan bongkah - bongkah batugamping numulit,

batupasir kasar - sangat kasar, serta konglomerat. Setelah itu pada umur N3 terjadi

pengangkatan yang diikuti oleh pendangkalan dan akhirnya diikuti proses erosi. Sebagai

akibatnya terjadi rumpang umur antara Formasi Worawari yang paling muda berumur

N2 dengan Formasi Merawu yang berumur paling tua N4.

Selama fase peregangan (Eosen-Oligosen), arah peregangan berarah timur laut -

barat daya, Kemudian pada permukaan Neogen (Oligo-Miosen), jalur penujaman baru

terbentuk di selatan Jawa dan menerus hingga sekarang serta menghasilkan sistem sesar

naik yang dimulai dari selatan (Cileuteuh) bergerak semakin muda ke utara, sesuai

dengan yang dikenal dengan thrust fold belt system. Sistem sesar naik yang mempunyai

pola barat timur ini ditemukan pada daerah jalur selatan dari cekungan Jawa Barat

Utara.

Bukti pendukung interpretasi yang menyatakan bahwa cekungan tersebut pada

awalnya bukan merupakan back-arc basin adalah adanya arah peregangan dari rifting di

Jawa Barat Utara hampir tegak lurus dengan arah zona tumbukan ( subduction zone) saat

ini.

Berdasarkan kondisi geologi dan geofisika, tektonik Neogen Indonesia terbagi

menjadi 6 (enam) bagian orogen (Gambar 1), yakni: Sunda, Barisan, Talaut, Sulawesi,

Banda, dan Melanesia.

Gambar 1. Pembagian Tektonika Neogen Wilayah Indonesia.

Page 10: Tugas Geologi Minyak Bumi

Orogen Sunda pada daerah ini mempengaruhi Jawa dan Nusa Tenggara Barat.

Pada orogen ini Lempeng Samudra Lautan Hindia menunjam di bawah ujung selatan

Lempeng Benua Asia Tenggara dengan kecepatan sekitar 7cm/tahun. Sistem subduksi

ini menghasilkan busur gunung api sepanjang Jawa dan Nusa Tenggara. Di belakang

busur gunung api ini (di Laut Jawa) terbentuk cekungan sedimen yang dikenal

mempunyai kandungan minyak dan gas bumi.

Orogen ini juga mengakibatkan terbentuknya sesar-sesar regional yang

memanjang barat-timur di bagian utara P. Jawa dan menerus sampai di utara P. Flores.

Orogen Barisan, yang dimulai pada Akhir Neogen, menyebabkan sistem subduksi,

dimana Lempeng Samudra Hindia menunjam di bawah Lempeng Benua Asia Tenggara

dengan kecepatan 7cm/tahun. Subduksi mencong (oblique) 50o-65o ini membentuk busur

gunung api Bukit Barisan sepanjang Pulau Sumatra. Sistem subduksi ini juga

membentuk tiga cekungan besar Sumatra yang mempunyai cadangan minyak dan gas

bumi besar; yakni Cekungan Sumatra Selatan, Cekungan Sumatra Tengah dan Cekungan

Sumatra Utara. Di samping itu beberapa cekungan sedimen juga terbentuk di depan

busur gunung api.

4. Macam Sumur dan Rig Dalam Perminyakan

Dalam dunia perminyakan, macam-macam sumur terbagi menjadi tiga

macam yaitu:

Sumur Eksplorasi (Wildcat) merupakan sumur yang dibor pertama

kali untuk menentukan keterdapatan minyak dan gas pada lokasi yang

masih baru.

Sumur Konfirmasi (Confirmation Well), merupakan sumur yang

digunakan untuk memastikan apakah hidrokarbonnya cukup untuk

dikembangkan. Sumur ini akan dilakukan pemboran di lokasi sekitar

sumur eksplorasi.

Sumur Pengembangan (Development Well) merupakan sumur yang

dibor pada suatu lapangan minyak yang telah ada. Sumur ini memiliki

Page 11: Tugas Geologi Minyak Bumi

tujuan untuk mengambil hidrokarbon secara maksimal di lapangan

yang telah ada.

Dalam hal sumur perminyakan, juga dikenal adanya beberapa istilah

mengenai sumur itu sendiri, yaitu:

Sumur Produksi, merupakan sumur yang mampu menghasilkan

minyak bumi, gasbumi, maupun keduanya. Dan memiliki aliran fluida

dari bawah ke atas.

Sumur Injeksi, merupakan sumur yang digunakan untuk menginjeksi

fluida tertentu ke dalam formasi dan memiliki aliran fluida dari atas

ke bawah

Sumur Vertikal, merupakan sumur yang lurus dan memanjang secara

vertikal.

Sumur Berarah (Deviated Well, Directional Well), merupakan sumur

yang secara geometri tidak memiliki bentuk yang lurus vertikal,

melainkan dapat berbentuk S, J, maupun L.

Sumur Horizontal, merupakan sumur yang memiliki bagian yang

berarah horizontal, dan merupakan bagian dari sumur berarah.

Dalam pembuatan sumur dalam dunia perminyakan tidak dapat dilepaskan

dari alat yang dinamakan dengan Rig. Rig itu sendiri merupakan

serangkaian peralatan khusus yang digunakan untuk membor suatu sumur

atau pengakses sumur. Rig itu dicirikan dengan adanya menara yang

terbuat dari baja yang dapat digunakan untuk menaikan dan menurunkan

pipa-pipa tubular pada sumur.

Berdasarkan lokasinya. Rig itu sendiri terbagi atas dua macam, yaitu:

Page 12: Tugas Geologi Minyak Bumi

Rig Darat (Land Rig), merupakan rig yang beroperasi di daratan dan

dibedakan atas rig besar dan rig kecil. Pada rig kecil biasanya hanya

digunakan untuk pekerjaan sederhana seperti Well Service atau Work

Over. Sementara itu, untuk rig besar bisa digunakan untuk operasi

pemboran, baik secara vertikal maupun direksional. Rig darat ini

sendiri dirancang secara portable sehingga dapat dengan mudah

untuk dilakukan pembongkaran dan pemasangannya dan akan dibawa

menggunakan truk. Untuk wilayah yang sulit terjangkau, dapat

menggunakan heliportable.

Rig Laut (Offshore Rig), merupakan rig yang dioperasikan di atas

permukaan air seperti laut, rawa-rawa, sungai, danau, maupun delta

sungai.

Dari Rig Laut (Offshore Rig) sendiri terbagi atas berbagai macam jenis

berdasarkan kedalaman air yaitu:

Swamp Barge: merupakan jenis rig laut yang hanya pada kedalaman

maksimum 7 meter. Dan, sangat sering dipakai pada daerah rawa-

rawa dan delta sungai. Rig jenis ini dilakukan dengan cara

memobilisasi rig ke dalam sumur, kemudian ditenggelamkan dengan

Page 13: Tugas Geologi Minyak Bumi

cara mengisi Ballast Tanksnya dengan air. Pada rig jenis ini, proses

pengeboran dilakukan setelah rig duduk didasar dan Spud Cannya

tertancap didasar laut.

Tender Barge, merupakan jenis rig laut yang sama dengan model

Swamp Barge, namun dipakai pada kedalaman yang lebih dalam lagi.

Jack Up Rig, rig jenis ini menggunakan platform yang dapat

mengapung dengan menggunakan tiga atau empat kakinya. Kaki-kaki

pada rig ini dapat dinaikan dan diturunkan, sehingga untuk

pengoperasiannya semua kakinya harus diturunkan hingga ke dasar

laut. Kemudian, badan dari rig ini diangkat hingga di atas permukaan

air dan memiliki bentuk seperti platform. Untuk melakukan

perpindahan tempat, semua kakinya harus dinaikan dan badan rignya

akan mengapung dan ditarik menggunakan kapal. Pada operasi

pengeboran menggunakan rig jenis ini dapat mencapai kedalaman

lima hingga 200 meter.

Page 14: Tugas Geologi Minyak Bumi

Drilling Jacket, merupakan jenis rig yang menggunakan platform

berstruktur baja. Pada umumnya memiliki bentuk yang kecil dan

sangat cocok berada di laut dangkal maupun laut tenang. Rig jenis ini

sering dikombinasikan dengan Rig Jack Up maupun Tender Barge.

Semi-Submersible Rig, jenis rig yang sering disebut “semis” ini

merupakan model rig yang mengapung (Flooded atau Ballasted) yang

menggunakan Hull atau semacam kaki. Rig ini dapat didirikan dengan

menggunakan tali mooring dan jangkar agar posisinya tetap diatas

permukaan laut. Dengan menggunakan Thruster (semacam baling-

baling) yang berada disekelilingnya, dan Ballast Control System,

sistem ini dijalalankan dengan menggunakan komputer sehingga rig

ini mampu mengatur posisinya secara dinamis dan pada level diatas

air sesuai keinginan. Rig ini sering dipakai jika Jack Up Rig tidak

mampu menjangkau permukaan dasar laut. Karena jenis rig ini sangat

stabil, maka rig ini sering dipakai pada lokasi yang berombak besar

dan memiliki cuaca buruk, dan pada kedalaman 90 hingga 750 meter.

Page 15: Tugas Geologi Minyak Bumi

Drill Ship, merupakan jenis rig yang bersifat mobile dan diletakan di

atas kapal laut, sehingga sangat cocok untuk pengeboran di laut

dalam (dengan kedalaman lebih dari 2800 meter). Pada kapal ini,

didirikan menara dan bagian bawahnya terbuka ke laut (Moon Pool).

Dengan sistem Thruster yang dikendalikan dengan komputer, dapat

memungkinkan sistem ini dapat mengendalikan posisi kapalnya.

Memiliki daya muat yang lebih banyak sehingga sering dipakai pada

daerah terpencil maupun jauh dari daratan.

Page 16: Tugas Geologi Minyak Bumi

Berdasarkan fungsi-fungsi dari rig itu sendiri, dapat terbagi menjadi dua

macam, yaitu:

Drilling Rig, merupakan rig yang digunakan untuk melakukan proses

pemboran pada sumur, baik sumur baru, cabang sumur baru, maupun

memperdalam sumur lama.

Workover Rig, rig ini memiliki fungsi untuk melakukan penutupan

sesuatu terhadap sumur yang telah ada, misalnya berupa perawatan,

perbaikan, penutupan, dan sebagainya.

Page 17: Tugas Geologi Minyak Bumi

Komponen-komponen pada rig itu sendiri pada umumnya terbagi menjadi

lima dalam bagian besar, yaitu:

Hoisting System, secara umum komponen terdiri dari Drawworks

(kadang disebut Hoist), Mast atau Derrick, Crown Block, Traveling

Block, dan Wire Rope (Drilling Line). Hoisting System berfungsi untuk

menurunkan dan menaikan tubular (pipa pemboran, peralatan

completion, atau pipa produksi) untuk keluar dan masuk lubang

sumur.

Rotary System, merupakan komponen dari rig yang berfungsi sebagai

pemutar pipa-pipa di dalam sumur. Pada pemboran konvesional, pipa

pemboran (Drill Strings) memutar mata-bor (Drill Bit) untuk

penggalian sumur.

Circulation System, komponen ini memiliki fungsi berupa

mensirkulasikan fluida pemboran untuk keluar dan masuk ke dalam

sumur dan menjaga agar properti lumpur seperti yang diinginkan.

Sistem sirkulasi ini meliputi antara lain: pompa tekanan tinggi untuk

memompakan lumpur keluar dan masuk ke dalam sumur, dan pompa

rendah digunakan untuk mensirkulasikan lumpur di permukaan.

Kemudian, peralatan untuk mengkondisikan lumpur: Shale Shaker:

berfungsi untuk memisahkan “solid” hasil pemboran (Cutting) dari

lumpur, Desander: berfungsi untuk memisahkan pasir, Degasser:

berfungsi untuk mengeluarkan gas, Desilter: berfungsi untuk

Page 18: Tugas Geologi Minyak Bumi

memisahkan partikel padat berukuran kecil.

Blowout Prevention System, komponen ini berfungsi untuk mencegah

terjadinya Blowout (meledaknya sumur di permukaan dikarenakan

adanya tekanan tinggi dari dalam sumur). Pada komponen ini bagian

yang utama adalah BOP (Blow Out Preventer) yang terdiri atas

berbagai macam katup (Valve) dan dipasang di kepala sumur

(Wellhead).

Power System, komponen ini berupa sumber tenaga yang berfungsi

untuk menggerakan semua sistem di atas dan juga untuk suplai

listrik. Sebagai sumber tenaga, biasanya menggunakan mesin diesel

berkapasitas besar. Pada sebuah rig untuk Power Systemnya,

tergantung dari ukuran dan kedalaman sumur yang akan di capai,

Page 19: Tugas Geologi Minyak Bumi

biasanya akan membutuhkan satu atau lebih Prime Mover. Pada rig

besar biasanya memiliki tiga atau empat buah, bersama-sama mereka

membangkitkan tenaga sebesar 3000 atau lebih Horsepower. Dan,

tenaga yang dihasilkan juga harus dikirim ke komponen rig yang lain.

Page 20: Tugas Geologi Minyak Bumi

A. PEMBENTUKKAN CEKUNGAN MINYAK BUMI PADA FORE ARC

BASIN

1.) Rekonstruksi struktur antiklin terhadap rembesan minyak di kecamatan cipari, kabupaten

cilacap

SARI 

Daerah Cipari merupakan bagian dari Cekungan Banyumas, yang merupakan bagian dari

Cekungan Busur Muka Jawa bagian Selatan (South Java Fore Arc Basin). Secara tektonik, Cekungan

Banyumas masuk dalam Area Jawa Tengah Bagian Selatan (South Central Java Region) dimana

struktur utamanya berarah Barat Laut – Tenggara dan Timur Laut – Barat Daya. Daerah Banyumas

merupakan salah satu daerah yang dijumpai adanya rembesan minyak dan termasuk sistem petroleum

aktif. Penelitian ini dilakukan guna mengetahui posisi rembesan minyak pada struktur yang ada.

Penelitian dilakukan dengan pemetaan sebaran litologi, pengukuran strike dan dip lapisan batuan,

dan pengambilan contoh batuan untuk analisis fosilnya. Kemudian dari data-data tersebut, dilakukan

rekontruksi struktur antiklin daerah Cipari serta bagaimana hubungan antiklin tersebut dengan

kehadiran rembesan minyak Cipari.

Satuan batuan di daerah penelitian adalah satuan perselingan batupasir-batulempung dengan

sisipan napal yang merupakan bagian dari Formasi Halang, satuan breksi Formasi Kumbang dan

satuan batulempung Formasi Tapak. Dari data lapangan yang didapat, dengan pengukuran stike dan

dip maka hasil rekonstruksi menunjukkan bahwa tipe antiklinnya adalah tipe asimetris dan

diperkirakan berupa drag fold dari adanya sesar naik di bagian utara. Rembesan minyak yang

merupakan obyek penelitian terletak pada sayap bagian utara antiklin yang berarah barat-

timur.Migrasi minyak dari batuan induk ke batuan reservoir diinterpretasikan berasal dari arah

selatan menuju ke utara. Hal ini karena daerah yang dalam berada di sebelah selatan cekungan,

sehingga memungkinkan batuan induk untuk matang dan kemudian minyak bermigrasi ke daerah

yang lebih tinggi karena adanya uplift yaitu di bagian utara cekungan. Migrasi minyak akan mengisi

struktur-struktur antiklin yang terbentuk kemudian di utara dan terjebak pada puncak-puncak antiklin

tersebut.

Hasil analisis mikropaleontologi dari beberapa sampel batuan di sekitar rembesan minyak

Page 21: Tugas Geologi Minyak Bumi

menunjukkan kandungan fosil foraminifera plantonik yang berumur Pliosen awal (tidak lebih dari

N19).

2.) Cekungan Bengkulu

Cekungan Bengkulu adalah salah satu cekungan forearc di Indonesia.

Cekungan forearc artinya cekungan yang berposisi di depan jalur volkanik (fore -

arc; arc = jalur volkanik). Tetapi, kita menyebutnya demikian berdasarkan posisi

geologinya saat ini. Apakah posisi tersebut sudah dari dulu begitu? Belum tentu, dan

inilah yang harus kita selidiki. Publikasi-publikasi dari Howles (1986), Mulhadiono dan

Asikin (1989), Hall et al. (1993) dan Yulihanto et al. (1995)—semuanya

diproceedings IPA baik untuk dipelajari soal Bengkulu Basin.

Berdasarkan berbagai kajian geologi, disepakati bahwa Pegunungan Barisan (dalam hal

ini adalah volcanic arc-nya) mulai naik di sebelah barat Sumatra pada Miosen Tengah.

Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu adalah bahwa sebelum Misoen Tengah berarti

tidak ada forearc basin Bengkulu sebab pada saat itu arc-nya sendiri tidak ada.

Begitulah yang selama ini diyakini, yaitu bahwa pada sebelum Miosen Tengah, atau

Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling barat Cekungan Sumatera

Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau Neogen, setelah Pegunungan

Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari Cekungan Sumatera Selatan. Mulai

saat itulah, Cekungan Bengkulu menjadi cekungan forearc dan Cekungan Sumatera

Selatan menjadi cekungan backarc (belakang busur).

Sejarah penyatuan dan pemisahan Cekungan Bengkulu dari Cekungan Sumatera

Selatan dapat dipelajari dari stratigrafi Paleogen dan Neogen kedua cekungan itu. Dapat

diamati bahwa pada Paleogen, stratigrafi kedua cekungan hampir sama. Keduanya

mengembangkan sistem graben di beberapa tempat. Di Cekungan Bengkulu ada Graben

Pagarjati, Graben Kedurang-Manna, Graben Ipuh (pada saat yang sama di Cekungan

Sumatera Selatan saat itu ada graben-graben Jambi, Palembang, Lematang, dan

Page 22: Tugas Geologi Minyak Bumi

Kepahiang). Tetapi setelah Neogen, Cekungan Bengkulu masuk kepada cekungan yang

lebih dalam daripada Cekungan Sumatera Selatan, dibuktikan oleh berkembangnya

terumbu-terumbu karbonat yang masif pada Miosen Atas yang hampir ekivalen secara

umur dengan karbonat Parigi di Jawa Barat (para operator yang pernah bekerja di

Bengkulu menyebutnya sebagai karbonat Parigi juga).

Pada saat yang sama, di Cekungan Sumatera Selatan lebih banyak diendapkan

sedimen-sedimen regresif  (Formasi Air Benakat/Lower Palembang dan Muara

Enim/Middle Palembang) karena cekungan sedang mengalami pengangkatan dan inversi.

Secara tektonik, mengapa terjadi perbedaan stratigrafi pada Neogen di Cekungan

Bengkulu—yaitu Cekungan Bengkulu dalam fase penenggelaman sementara Cekungan

Sumatera Selatan sedang terangkat. Karena pada Neogen, Cekungan Bengkulu menjadi

diapit oleh dua sistem sesar besar yang memanjang di sebelah barat Sumatera, yaitu Sesar

Sumatera (Semangko) di daratan dan Sesar Mentawai di wilayah offshore, sedikit di

sebelah timur pulau-pulau busur luar Sumatera (Simeulue-Enggano). Kedua sesar ini

bersifat dextral. Sifat pergeseran (slip) yang sama dari dua sesar mendatar yang

berpasangan (couple strike-slipatau duplex) akan bersifat trans-tension atau membuka

wilayah yang diapitnya. Dengan cara itulah semua cekungan forearc di sebelah barat

Sumatera yang diapit dua sesar besar ini menjadi terbuka oleh sesar mendatar (trans-

tension pull-apart opening) yang mengakibatkan cekungan-cekungan ini tenggelam

sehingga punya ruang untuk mengembangkan terumbu karbonat Neogen yang masif

asalkan tidak terlalu dalam.

Di cekungan-cekungan forearc utara Bengkulu (Mentawai, Sibolga, Meulaboh) pun

berkembang terumbu-terumbu Neogen yang masif akibat pembukaan dan penenggelaman

cekungan-cekungan ini. Dan, dalam dunia perminyakan terumbu-terumbu inilah yang

sejak akhir 1960-an telah menjadi target-target pemboran eksplorasi. Sayangnya, sampai

saat ini belum berhasil ditemukan cadangan yang komersial, hanya ditemukan gas

biogenik dan oil show (Dobson et al., 1998 dan Yulihanto, 2000—proceedings IPA untuk

keterangan Mentawai dan Sibolga Basins).

Cekungan Bengkulu merupakan salah satu dari dua cekungan forearc di Indonesia

Page 23: Tugas Geologi Minyak Bumi

yang paling banyak dikerjakan operator perminyakan (satunya lagi Cekungan Sibolga-

Meulaboh). Meskipun belum berhasil menemukan minyak atau gas komersial, tidak

berarti cekungan-cekungan ini tidak mengandung migas komersial. Sebab, target-target

pemboran di wilayah ini (total sekitar 30 sumur) tak ada satu pun yang menembus target

Paleogen dengan sistem graben-nya yag telah terbukti produktif di Cekungan-Cekungan

Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.

Cekungan Bengkulu akan merupakan harapan pertama untuk penemuan minyak di

sistem Paleogennya. Sumur terdalam di cekungan ini yang dibor oleh operator Fina pada

tahun 1992 (Arwana-1) menemukan oil shows dan menembus sedimen Oligo-Miosen

yang berkualitas baik sebagai batuan induk minyak. Kemudian, berdasarkan data sumur

ini pula, diketahui bahwa termal cekungan ini panas (4,5-5 F/100 ft) sebuah anomali bagi

“cool basin“—sebutan yang terkenal untuk Cekungan-cekungan forearc.

Gradient geothermal yang besar ini merupakan anomali pada sebuah forearc

basin yang rata-rata di Indonesia sekitar 2.5 F/100 ft atau di bawahnya (Netherwood,

2000); Bila dibandingkan cekungan forearc lain, memang banyak publikasi menyebutkan

thermal Cekungan Bengkulu di atas rata-rata. Itu pula yang dipakai sebagai salah satu

pemikiran bahwa Cekungan ini dulunya bersatu dengan Cekungan Sumatera Selatan

(pada Paleogen)—pemikiran yang juga didukung oleh tatanan tektonostratigrafinya.

Gradient geothermal dipengaruhi konduktivitas termal masing-masing lapisan

pengisi cekungan dan heatflow dari basement di bawah cekungan. Apabila basementnya

kontinen, maka ia akan punya heatflow yang relatif lebih tinggi daripada basement

intermediat dan oseanik. Selain itu, kedekatan denganvolcanic arc akan

mempertinggi thermal background di wilayah ini dan berpengaruh kepada konduktivitas

termal. Gradient geothermal yang diluar kebiasaan ini, tentu saja baik bagi pematangan

batuan induk dan generasi hidrokarbon.

Sekuen syn-rift dan post-rift di cekungan ini belum tertembus, di situlah harapan

akumulasi migas berada. Diperlukan data seismik yang lebih baik untuk target dalam dan

diperlukan sumur-sumur dalam untuk menembus target-target Paleogen. Selain data

Page 24: Tugas Geologi Minyak Bumi

seismik, rembesan minyak dipermukaan juga menjadi data yang sangat berharga apabila

bisa diplot di peta geologi permukaan yang cukup detail, lalu dilihat penampang

geologinya. Nanti akan diketahui dari batuan mana rembesan itu berasal. Yang tak kalah

penting adalah melakukan serangkaian analisis geokimia kepada rembesan minyak itu,

hal ini akan memberi tahu kita sifat batuan induk yang telah menggenerasikan minyak

tersebut.

Sejarah tulisan ini:

Tulisan tentang Cekungan Bengkulu ini diawali dari kiriman Pak Awang HS pada medio

Maret 2009 di iagi-net yang berupa jawabannya terhadap pertanyaan seorang mahasiswa

tentang cara terbentuknya Cekungan Bengkulu. Kiriman ini ditanggapi oleh beberapa

orang anggota milis. Dengan demikian, para anggota milis iagi-net yang berkontribusi—

baik bertanya maupun menjawab—dalam diskusi mengenai Cekungan Bengkulu ini

adalah: Awang HS, Junrial Hairul Huzaen, Bayu Nugroho dan Sigit Prabowo. Terima

kasih juga untuk Yorris Wibriana atas informasinya tentang gambar setting tektonik

regionalSumatra.

Page 25: Tugas Geologi Minyak Bumi

B. PEMBENTUKKAN CEKUNGAN MINYAK BUMI PADA BACK ARC

BASIN

“Escape Tectonics” Indonesia

2007 MAY 23

by admin

By Awang Harun Satyana

Konsep escape tectonics (extrusion tectonics) yang dikemukakan oleh Molnar dan

Tapponnier (1975), Tapponnier dkk. (1982), dan Burke dan Sengör (1986) dicoba diterapkan di

Indonesia (Satyana, 2006). Escape tectonics adalah konsep tektonik yang membicarakan

terjadinya gerak lateral suatu blok geologi menjauhi suatu wilayah benturan di benua dan

bergerak menuju wilayah bebas di samudra. Karena itu, peneyebutan konsep tektonik ini lebih

sesuai bila disebut :post-collisional tectonic escape (gerak lateral menjauh pascabenturan). 

Eksplorasi hidrokarbon di wilayah Indonesia membantu menunjukkan bukti-bukti bahwa telah 

terjadi escape tectonicsdi Indonesia. Secara singkat bisa dikatakan, zone benturan dicirikan oleh

jalur sesar-lipatan yang ketat, sementara hasil escape tectonics dicirikan oleh sesar-sesar

mendatar regional, sesar-sesar normal, dan retakan-retakan atau pemekaran kerak Bumi.

Saya mengidentifikasi lima peristiwa benturan di Indonesia yang membentuk atau

mempengaruhi sejarah tektonik Indonesia sepanjang Kenozoikum. Benturan pertama adalah

benturan India ke Eurasia yang terjadi mulai 50 atau 45 Ma (Eosen awal-tengah). Benturan ini

telah menghasilkan Jalur Lipatan dan Sesar Pegunungan Himalaya yang juga

merupakan sutureIndus. Benturan ini segera diikuti oleh gerakan lateral Daratan Sunda

(Sundaland) ke arah tenggara, sebagai wujud escape tectonics, diakomodasi dan

dimanifestasikan oleh sesar-sesar mendatar besar di wilayah Indocina dan Daratan Sunda,

pembukaan Laut Cina Selatan, pembentukan cekungan-cekungan sedimen di Malaya, Indocina,

dan Sumatra, dan saat ini oleh pembukaan Laut Andaman. Sesar-sesar ini terbentuk di atas dan

menggiatkan kembali garis-garissuture akresi batuandasar berumur Mesozoikum di Daratan

Sunda. Sesar-sesar besar hasil escape tectonics ini adalah : Sesar Red River-Sabah, Sesar Tonle-

Page 26: Tugas Geologi Minyak Bumi

Sap-Mekong (Mae Ping),  Sesar Three Pagoda-Malaya-Natuna-Lupar-Adang, dan Sesar

Sumatra.

Gambar 1  Tectonic escape di Indonesia Barat pada 45 Ma dicirikan oleh benturan India dan

Eurasia dan bergeraknya massa daratan Asia Timur, Indocina dan Indonesia Barat ke arah

timur dan tenggara. Sesar-sesar mendatar besar di Asia (misalnya Altyn Tagh), pembukaan Laut

Jepang dan Laut Cina Selatan adalah juga manifestasi tectonic escape akibat benturan India-

Eurasia (dimodifikasi dari Tapponnier dkk., 1982; Satyana, 2006)

Benturan kedua terjadi pada sekitar 25 Ma (Oligosen akhir) ketika sebuah busur

kepulauan samudra yang terbangun di tepi selatan Lempeng Laut Filipina berbenturan dengan

tepi utara Benua Australia di tengah Papua sekarang. Benturan ini menghasilkan jalur lipatan dan

sesar Pegunungan Tengah Papua dan segera diikuti oleh escape tectonics berupa sesar-sesar

mendatar besar dan pembentukan cekungan akibat runtuhan (collapse) di depan zone benturan.

Sesar-sesar besar tersebut adalah Sesar Sorong-Yapen (bagian awalnya), Sesar Waipoga, Sesar

Gauttier, dan Sesar Apauwar-Nawa. Pembukaan daerah cekungan (basinal area) Papua Utara

Page 27: Tugas Geologi Minyak Bumi

(termasuk di dalamnya Cekungan Waipoga, Waropen, Biak, Jayapura) dan Cekungan

Akimeugah di selatan zone benturan Pegunungan Tengah Papua, terbentuk akibat runtuhan

untuk mengkompensasi tinggian akibat benturan. Sesar-sesar mendatar yang terbentuk juga

mempengaruhi pembentukan cekungan-cekungan ini.

Benturan ketiga adalah benturan antara mikro-kontinen Kepala Burung dengan badan

Papua pada sekitar 10 Ma (Miosen akhir). Jalur lipatan dan sesar Lengguru menandai benturan

ini. Sesar-sesar mendatar yang menjauh dari zone benturan ini seperti Tarera-Aiduna, Sorong,

Waipoga, dan Ransiki menunjukkan escape tectonics pascabenturan. Cekungan Bintuni yang

terletak di sebelah barat Jalur Lengguru merupakan foreland basin yang terbentuk sebagai

akibat  post-collision extensional structure. 

Benturan keempat terjadi dari 11-5 Ma (Miosen akhir-Pliosen paling awal) ketika mikro-

kontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula membentur ofiolit Sulawesi Timur. Kedua

mikro-kontinen ini terlepas dari Kepala Burung Papua dan bergerak ke barat oleh Sesar Sorong.

Benturan ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar Buton di selatan Sulawesi Timur dan Jalur

Batui di daerah benturan Banggai dan Sulawesi Timur. Kedua benturan ini telah diikuti tectonic

escapespascabenturan dalam bentuk-bentuk  rotasi lengan-lengan Sulawesi, pembentukan sesar-

sesar menndatar besar Palu-Koro, Kolaka, Lawanopo, Hamilton, Matano, dan Balantak, dan

pembukaan Teluk Bone. Gerak sesar-sesar mendatar ini di beberapa tempat telah membuka

cekungan-cekungan koyakan  (pull-apart basin) akibat mekanisme trans-tensional seperti danau-

danau Poso, Matano, Towuti juga  Depresi Palu.

Benturan terakhir mulai terjadi pada sekitar 3 Ma (pertengahan-Pliosen) ketika tepi utara

Benua Australia berbenturan dengan busur Kepulauan Banda. Benturan ini telah membentuk

jalur lipatan dan sesar foreland sepanjang Timor, Tanimbar sampai Seram. Di wilaya Seram,

jalur ini juga banyak dipengaruhi oleh benturan busur Seram dengan mikro-kontinen Kepala

Burung. Pembukaan lateral juga terjadi mengikuti benturan busur-benua ini, pembukaan ini

adalah manifestasi tectonic escape. Sesar-sesar mendatar besar terbentuk hampir sejajar dengan

orientasi Pulau Timor. Pengalihan tempat mikro-kontinen Sumba dan pembentukan serta

pembukaan Cekungan Weber, Sawu, dan Laut Banda dapat berhubungan dengan escape

tectonicspascabenturan ini melalui mekanisme extensional structure atau collapse yang

mengikuti  arc-continent collision.

Page 28: Tugas Geologi Minyak Bumi

Kasus-kasus di Indonesia ini menunjukkan bahwa tectonic escapes adalah gejala dan

proses yang penting dalam evolusi wilayah konvergen seperti Indonesia. Konsep escape

tectonicsmemberikan kontribusi penting untuk pemahaman bagaimana benua terbangun dan 

terpotong-potong.

Gambar 2.  Tectonic escape pascabenturan Banggai-Sula dicirikan oleh banyak hal : rotasi

lengan-lengan Sulawesi, pembukaan Teluk Bone, dan pembentukan sesar-sesar mendatar besar

yang memotong pulau ini. Escape tectonics di Sulawesi merupakan gambaran ideal model yang

dikemukakan Molnar dan Tapponnier (1982) dan Tapponnier dkk. (1982). Panah hitam adalah

arah benturan, panah kosong adalah arah escape (Satyana, 2006)

Page 29: Tugas Geologi Minyak Bumi

1.) CEKUNGAN BANGGAI ( BANGGAI BASIN )

Oleh :

Freddie Wira A. (140710070038), Adrie Wiranata (140710070042), Rifki Asrul Sani

(140710070075), Sandy Tirta S. (140710070091), Aji Wibowo (140710077003)

Fakultas Teknik Geologi

Universitas Padjadjaran

2010

Disusun guna memenuhi salah satu tugas matakuliah Stratigrafi Indonesia

PENDAHULUAN

            Banggai Sula Mikrocontinent merupakan bagian dari lempeng benua Australia-New

Guinea yang terlepas selama zaman Mesozoik akhir. Hal ini didukung dengan adanya kesamaan

dalam stratigrafi Pra-Cretaceous berada diatas basement Paleozoic granitic dan metamorphic.

Selama periode Miosen hingga Pliosen, Mikrocontinent bertubrukan dengan lempeng Asiatic

menghasilkan obduction kearah timur dari ophiolite di Timurlaut Sulawesi.

GEOLOGI REGIONAL

1.      Kerangka Tektonik

Konsep escape tectonics (extrusion tectonics) yang dikemukakan oleh Molnar dan

Tapponnier (1975), Tapponnier dkk. (1982), dan Burke dan Sengör (1986) dicoba diterapkan di

Indonesia (Satyana, 2006). Escape tectonics adalah konsep tektonik yang membicarakan

terjadinya gerak lateral suatu blok geologi menjauhi suatu wilayah benturan di benua dan

bergerak menuju wilayah bebas di samudra. Karena itu, peneyebutan konsep tektonik ini lebih

sesuai bila disebut : post-collisional tectonic escape (gerak lateral menjauh pascabenturan). 

Eksplorasi hidrokarbon di wilayah Indonesia membantu menunjukkan bukti-bukti bahwa telah 

Page 30: Tugas Geologi Minyak Bumi

terjadi escape tectonics di Indonesia. Secara singkat bisa dikatakan, zone benturan dicirikan oleh

jalur sesar-lipatan yang ketat, sementara hasil escape tectonics dicirikan oleh sesar-sesar

mendatar regional, sesar-sesar normal, dan retakan-retakan atau pemekaran kerak Bumi.

Awang H. Satyana (2007) mengidentifikasi lima peristiwa benturan di Indonesia yang

membentuk atau mempengaruhi sejarah tektonik Indonesia sepanjang Kenozoikum. Benturan

pertama adalah benturan India ke Eurasia yang terjadi mulai 50 atau 45 Ma (Eosen awal-tengah).

Benturan ini telah menghasilkan Jalur Lipatan dan Sesar Pegunungan Himalaya yang juga

merupakan suture Indus. Benturan ini segera diikuti oleh gerakan lateral Daratan Sunda

(Sundaland) ke arah tenggara, sebagai wujud escape tectonics, diakomodasi dan

dimanifestasikan oleh sesar-sesar mendatar besar di wilayah Indocina dan Daratan Sunda,

pembukaan Laut Cina Selatan, pembentukan cekungan-cekungan sedimen di Malaya, Indocina,

dan Sumatra, dan saat ini oleh pembukaan Laut Andaman. Sesar-sesar ini terbentuk di atas dan

menggiatkan kembali garis-garis suture akresi batuandasar berumur Mesozoikum di Daratan

Sunda. Sesar-sesar besar hasil escape tectonics ini adalah : Sesar Red River-Sabah, Sesar Tonle-

Sap-Mekong (Mae Ping),  Sesar Three Pagoda-Malaya-Natuna-Lupar-Adang, dan Sesar

Sumatra.

Benturan kedua terjadi pada sekitar 25 Ma (Oligosen akhir) ketika sebuah busur

kepulauan samudra yang terbangun di tepi selatan Lempeng Laut Filipina berbenturan dengan

tepi utara Benua Australia di tengah Papua sekarang. Benturan ini menghasilkan jalur lipatan dan

sesar Pegunungan Tengah Papua dan segera diikuti oleh escape tectonics berupa sesar-sesar

mendatar besar dan pembentukan cekungan akibat runtuhan (collapse) di depan zone benturan.

Sesar-sesar besar tersebut adalah Sesar Sorong-Yapen (bagian awalnya), Sesar Waipoga, Sesar

Gauttier, dan Sesar Apauwar-Nawa. Pembukaan daerah cekungan (basinal area) Papua Utara

(termasuk di dalamnya Cekungan Waipoga, Waropen, Biak, Jayapura) dan Cekungan

Akimeugah di selatan zone benturan Pegunungan Tengah Papua, terbentuk akibat runtuhan

untuk mengkompensasi tinggian akibat benturan. Sesar-sesar mendatar yang terbentuk juga

mempengaruhi pembentukan cekungan-cekungan ini.

Benturan ketiga adalah benturan antara mikro-kontinen Kepala Burung dengan badan

Papua pada sekitar 10 Ma (Miosen akhir). Jalur lipatan dan sesar Lengguru menandai benturan

ini. Sesar-sesar mendatar yang menjauh dari zone benturan ini seperti Tarera-Aiduna, Sorong,

Waipoga, dan Ransiki menunjukkan escape tectonicspascabenturan. Cekungan Bintuni yang

Page 31: Tugas Geologi Minyak Bumi

terletak di sebelah barat Jalur Lengguru merupakan foreland basin yang terbentuk sebagai

akibat  post-collision extensional structure. 

Benturan keempat terjadi dari 11-5 Ma (Miosen akhir-Pliosen paling awal) ketika mikro-

kontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula membentur ofiolit Sulawesi Timur. Kedua

mikro-kontinen ini terlepas dari Kepala Burung Papua dan bergerak ke barat oleh Sesar Sorong.

Benturan ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar Buton di selatan Sulawesi Timur dan Jalur

Batui di daerah benturan Banggai dan Sulawesi Timur. Kedua benturan ini telah diikuti tectonic

escapes pascabenturan dalam bentuk-bentuk  rotasi lengan-lengan Sulawesi, pembentukan sesar-

sesar menndatar besar Palu-Koro, Kolaka, Lawanopo, Hamilton, Matano, dan Balantak, dan

pembukaan Teluk Bone. Gerak sesar-sesar mendatar ini di beberapa tempat telah membuka

cekungan-cekungan koyakan  (pull-apart basin) akibat mekanisme trans-tensional seperti danau-

danau Poso, Matano, Towuti juga  Depresi Palu.

Benturan terakhir mulai terjadi pada sekitar 3 Ma (pertengahan-Pliosen) ketika tepi utara

Benua Australia berbenturan dengan busur Kepulauan Banda. Benturan ini telah membentuk

jalur lipatan dan sesar foreland sepanjang Timor, Tanimbar sampai Seram. Di wilaya Seram,

jalur ini juga banyak dipengaruhi oleh benturan busur Seram dengan mikro-kontinen Kepala

Burung. Pembukaan lateral juga terjadi mengikuti benturan busur-benua ini, pembukaan ini

adalah manifestasi tectonic escape. Sesar-sesar mendatar besar terbentuk hampir sejajar dengan

orientasi Pulau Timor. Pengalihan tempat mikro-kontinen Sumba dan pembentukan serta

pembukaan Cekungan Weber, Sawu, dan Laut Banda dapat berhubungan dengan escape

tectonics pascabenturan ini melalui mekanisme extensional structure atau collapseyang

mengikuti  arc-continent collision. Kasus-kasus di Indonesia ini menunjukkan bahwa tectonic

escapes adalah gejala dan proses yang penting dalam evolusi wilayah konvergen seperti

Indonesia. Konsep escape tectonics memberikan kontribusi penting untuk pemahaman

bagaimana benua terbangun dan  terpotong-potong.

            Banggai-Sula Mikrokontinen merupakan bagian dari benua Australia Utara – New

Guinea. Selama zaman Mesozoic Lempeng mikro Banggai-Sula terpisah dan bergerak kearah

barat Lempeng Asia. Periode extensional ini dicirikan dengan sebuah fase transgresi klastika

jurasik dari daratan ke laut dangkal yang berada diatas anoxic shale laut dalam. Secara utama

proses sedimentasi passive margin terjadi dalam Cretaceous hingga Tersier selama

pergerakannya kearah barat.

Page 32: Tugas Geologi Minyak Bumi

            Collision dari Banggai-Sula dengan Lempeng Asia terjadi dari Miosen Tengah hingga

Pliosen dan dihasilkan dalam kerak samudra Asia, Sulawesi ophiolite, sedang ditekan menuju

timur pada Lempeng mikro Banggai-Sula. Episode compressive merupakan hal yang

mengakibatkan terjadinya struktur sesar yang muncul di paparan Taliabu. Mengikuti aktivitas

pensesaran dan pengangkatan dari Sulawesi timus, kearah timur dihubungkan dengan

pengendapan molasses yang dimulai pada Pliosen awal. Sedimen molasses pada periode Pliosen

dan Pleistosen, mengalami progradasi kearah timur mengisi area cekungan hingga ke bagian

barat pulau Peleng.

Gambar 1. Peta Lokasi Cekungan Banggai

Page 33: Tugas Geologi Minyak Bumi

            Di bagian utara Banggai-Sula mikrokontinen merupakan batasan denganlempeng laut

Maluku. Sedimen yang terdeformasi menunjukan bukti obduksi menuju north-dipping bagian

Mesozoik hingga Tersier. Sequence yang terdeformasi mungkin menjadi bagian yang tersusun

atas sedimen imbrikasi dari batuan asal Banggai-Sula tapi lebih menyerupai

sebuah mélange tektonik yang menutupi laut Maluku. Jauh ke utara diketahui kandungan

sedimen yang berasosiasi dengan batuan ultrabasa dan batuan vulkanik.

Gambar 2. Keadaan Tektonik pada Cekungan Banggai.

Page 34: Tugas Geologi Minyak Bumi

            Ditempat lain, sesar normal periode Pliosen akhir hingga Pleistosen diakibatkan bagian

dari gaya tekanan compressive awal, dihasilkan dari subsidence pada selat Peleng. Kompleks

Collisi / terusan sabuk diinterpretasikan terbentuk sebagai suatu hasil dari proses kolisi, yang

terjadi selama Kala Miosen, dari Lempeng Mikro Kontinen Banggai-Sula dan sebuah Busur

vulkanik Tersier, yang membentuk daerah yang dikenal sebagai Sulawesi Tengah pada saat ini.

Proses Collisi menghasilkan lipatan yang mempengaruhi daerah disekitarnya, penujaman, dan

imbrikasi dari sedimenter, dan juga pada ubduksi dari salah satu massa ophiolit terbesar di dunia,

yakni Sabuk Ophiolit Sulawesi Bagian Timur.

Lempeng Mikro Kontinen Banggai-Sula diinterpretasikan mempunyai lokasi awal yang

jauh ke arah timur dari lokasinya yang sekarang, dipredeksikan di dekat daerah New Guinea

Bagian Tengah, dan membentuk Lempeng Kontinen Mayor dari Australia-New Guinea, dimana

lempeng ini sendiri terbentuk sebagai hasil dari proses pemisahan dari Gondwana, yang terjadi

selama Masa Mesozoikum. Pada saat proses pemisahan berlangsung, lempeng mikro mengalami

pemekaran ke arah barat, dan subduksi kerak oceanic yang cenderung ke arah barat,

berhubungan dengan bagian tepi dari lempeng mikro yang dikenal pada saat sekarang ini dengan

Sulawesi Barat.

Inisial sedimentasi yang berada di atas basement batuan beku atau metamorfik dari

Lempeng mikro Banggai-Sula yang berumur Paleozoikum Akhir dimulai dari sedimen laut

dangkal hingga laut dalam, sedimen klastik berumur Jura, sedimen khas hasil pemisahan, batas

pemekaran sikuen. Batupasir laut dangkal dan material lempung dijumpai pada daerah Peleng

Timur dan fasies laut dalam, termasuk turbidit, dijumpai pada daerah bagian barat dari Sulawesi

Timur. Sedimentasi pasif yang terjadi selama Zaman Kapur hingga Paleogen, sebagai hasil dari

proses pemekaran ke arah barat dari lempeng mikro yang berkesinambungan. Adanya singkapan

yang muncul di permukaan yang terbatas dan data well memperlihatkan bahwa sedimentasi

karbonat dimulai pada Kala Eosen pada bagian selatan dan barat dari wilayah ini, sementara di

daerah lain di bagian timur sedimentasi karbonat tidak jelas terjadi hingga Kala Miosen. Pada

suatu paparan (shelf) dengan kaberadaan karbonat yang ekstensif, dilokalisir oleh pertumbuhan

terumbu karang, mengelilingi wilayah Banggai Sula selama Kala Miosen.

Selama Kala Miosen Akhir hingga Pliosen Awal, collisi dari lempeng mikro dengan

bagian luar, busur non-vulkanik menghasilkan gaya kompresi yang mengarah ke timur,

terobosan dan imbrikasi dari sedimenter, dan obduksi dari ophiolit mulai dari tepian lempeng

Page 35: Tugas Geologi Minyak Bumi

Asia ke Lempeng Mikro Banggai-Sula. Plat Banggai-Sula bersama dengan sedimenter bagian

atas pada akhirnya merupakan plat yang yang berada di dalam overthrust sedimenter Tersier dan

Mesozoik dan batuan beku ultrabasa yang membentuk kompleks collisi pada saat ini. Bersama

dengan sedimen flysch, yang dihasilkan oleh proses erosi dari kompleks collisi, terjadi di depan

dari penunjaman bagian timur. Komponen utama dari sedimen ini adalah debris ophiolit.

1.      Stratigrafi

            Banggai Sula Mikrokontinen memiliki urutan stratigrafi yang diurutkan berdasarkan

umur dari Paleozoikum hingga Kuarter (Gambar.3).

Batuan alas (basement) merupakan basal klastik berumur Paleogen tipis (Eosen akhir-

Oligosen awal) dan batuan karbonat, dan dalam skala regional berupa batuan karbonat dan

klastik (Kelompok Salodik).

Pra Jurasik

Metamorphic Tanpa Nama

            Basement berupa batuan metamorf terdiri atas slate, schist, dan gneiss yang mungkin

sudah mengalami proses deformasi pada periode Paleozoikum Atas. Selama Permian Akhir

hingga Triassic batuan granite bercampur dengan Basement. Tingkat metamofisme tinggi

dihasilkan oleh intrusi ini yang sebagiannya merupakan hornfel.Batuan alas (Basement) dari

Lempeng Mikro Banggai Sula terlihat dalam bentuk outcrop/singkapan di Pulau Peleng dan

beberapa singkapan yang terdapat di Tomori PSC, merupakan sekis primer yang terintrusi oleh

Granit berumur Perm hingga Trias.

Granit Banggai

            Granit diperkirakan berumur Permian Akhir hingga Triassic. Terdapat bermacam-macam

intrusi di daerah ini, termasuk Orthoclase merah kaya granit, granadiorit, diorite kuarsa,

mikrodiorit, syenite porphiri, aplite dan pegmatite. Di Banggai dan Selatan Taliabu, granit

terlihat segar dan ini menjadi dalil kemunculannya relatif masih baru sebagai hasil dari proses

pengangkatan dan pensesaran. Terlihat jelas seperti pada pulai Kano, granit mengalami

pelapukan secara intensif, ini memungkinkan terjadi selama periode pembukaan benua yang

berasosiasi dengan rifting pada Jurassic Awal. Variasi outcrop dari batuan yang berumur

Page 36: Tugas Geologi Minyak Bumi

Mesozoikum terekam sebagai jendela tektonik di Cekungan Banggai, terutama pada sabuk

ophiolit. Batuan yang berumur Trias hingga Kapur terbentuk dan meliputi batugamping pelagic

dan batulempung, batugamping laut dangkal dan turbidit, dan batupasir. Keduanya merupakan

reservoir potensial dan batuan induk yang terekam. Diperkirakan sekitar 14.000 kaki dari

sedimen Tersier dikenali pada bagian tengah wilayah lepas pantai dari blok Tomori dari

interpretasi seismic. Sedimen-sedimen tersebut cenderung menebal secara signifikan kearah

barat dan barat daya.

2.) Geologi Regional Cekungan Sumatera   Selatan

Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier berarah barat laut –

tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda

di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan

tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di

sebelah barat laut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera

Tengah.

Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake, 1989)

Penampang   seismik

Penampang seismik adalah rekaman data seismik (seismogram) yang digambarkan (di

plot) sepanjang lintasan tertentu. Penampang seismik diperoleh dari rekaman di banyak titik

Page 37: Tugas Geologi Minyak Bumi

sepanjang lintasan pengukuran. Apabila gambar dihasilkan langsung dari seismogramnya, maka

disebut penampang waktu (time section) sementara apabila sudah dikonversi menjadi kedalaman,

maka disebut penampang kedalaman (depth section) yang berasosiasi dengan struktur dibawah

lintasan pengukurannya.

Dari penampang seismik ini dapat diduga daerah mana yang potensial merupakan

jebakan minyak dan lebih lanjut dengan menghitung volume jebakan minyaknya, volume

minyak bumi itu sendiri dapat diduga besarnya

Penampang seismik yang menggambarkan struktur perlapisan di bawah permukaan bumi

Eksplorasi   seismik

Eksplorasi seismik adalah istilah yang dipakai di dalam bidang geofisika untuk menerangkan

aktifitas pencarian sumber daya alam dan mineral yang ada di bawah permukaan bumi dengan

bantuan gelombang seismik. Hasil rekaman yang diperoleh dari survei ini disebut dengan

penampang seismik.

Eksplorasi seismik atau eksplorasi dengan menggunakan metode seismik banyak dipakai oleh

perusahaan perusahaan minyak untuk melakukan pemetaan struktur di bawah permukaan bumi

untuk bisa melihat kemungkinan adanya jebakan-jebakan minyak berdasarkan interpretasi dari

penampang seismiknya.

3.) Geologi Cekungan Pati

Secara geologi cekungan-cekungan yang terdapat di Laut Jawa tersebut mempunyai

sejarah tektonik dan tipe-tipe yang berbeda. Cekungan Billiton dan Pembuang mempunyai tipe

intra kraton(intracratonic basin); Cekungan Barito dan Asem Asem mempunyai tipe depan

daratan (foreland basin) dan Cekungan Sunda, Utara Jawa Barat, Utara Jawa Timur, Laut Jawa

Bagian Timur Laut dan Pati mempunyai tipe belakang busur (back arc basin) (Koesoemadinata,

1980). Keberadaan cekungan-cekungan tersebut dikontrol oleh kegiatan tektonik Paleogen yang

menghasilkan morfologi graben pada batuan dasar (basement rock) sebagai dasar suatu

cekungan. Berdasarkan evolusi tektonik di perairan Laut Jawa memperlihatkan adanya

perkembangan yang didahului oleh proses pembentukan graben pada Paleosen – Oligosen yang

dicirikan oleh sesar-sesar normal membentuk daerah pemekaran (extensional zone) (Suprijadi,

Page 38: Tugas Geologi Minyak Bumi

1992; Directorate General of Oil and Gas, 2007). Proses-proses tersebut menjadikan cekungan di

Laut Jawa lebih terbuka sebagai daerah tangkapan sedimen yang tebal dan memungkinkan

terbentuknya sistem perangkapan stratigrafi yang prospek mengandung hidrokarbon

(Koesoemadinata, 1980).

jadi secara tidak langsung daerah utara jawa punya daerah yang mumpuni untuk menjadi

perangkap yang baik adanya hidrokarbon, nah kalo Cekungan PATI, Bagaimana???

Keberadaan tinggian Karimunjawa (Karimunjawa High) di bagian barat dan tinggian

Bawean (Bawean High) di bagian timur sebagai pembatas Cekungan Pati, telah merubah

pandangan tentang pembentukan dan batas-batas suatu cekungan. Kedua tinggian tersebut

merupakan produk dari tektonik Plio-Plistosen yang ditunjukkan oleh umur batuan vulkanik di P.

Bawean adalah 0,8 – 0,3 juta tahun (Darman and Sidi, 2000). Fenomena menarik lainnya adalah

keberaadan batuan vulkanik berumur Plistosen di P. Bawean tersebut terbentuk pada batuan

dasar yang sudah sangat stabil. Batuan vulkanik biasanya muncul pada daerah volcanic arc yang

labil seperti di bagian tengah P. Sumatera dan P. Jawa.

Kedua tinggian tersebut telah merubah konfigurasi Cekungan Utara Jawa Timur sebagai

produk tektonik Paleogen. Munculnya tinggian Bawean sebagai produk tektonik Plio-Plistosen

menyebabkan Cekungan Utara Jawa Timur terbelah menjadi dua; di bagian barat membentuk

Cekungan Pati dan bagian timur membentuk Cekungan Laut Jawa Bagian Timur Laut. Dengan

demikian keberadaan tektonik Plio-Plistosen dapat pula menjadi dasar dalam penetapan suatu

cekungan baru. Hasil survei magnet di Cekungan Pati diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai konfigurasi morfologi dan evolusi tektonik Cekungan Pati.

3.1.  Evolusi Struktur Geologi Laut Jawa

Pembentukan struktur dan konfigurasi cekungan di Laut Jawa bagian selatan dikontrol oleh

kerangka morfotektonik regional berdasarkan perkembangan dan evolusi dari waktu ke waktu.

Berdasarkan evolusi tektonik tersebut, di Laut Jawa dipengaruhi oleh tiga perioda tektonik, yaitu

pemekaran dan pemisahan pada Paleogen hingga Miosen Awal(extensional rifting Paleogene);

tekanan dan perputaran pada Miosen Tengah hingga Miosen Akhir (compressional wrenching

Neogene); dan pembentukan sesar naik dan perlipatan pada Plio-Plistosen(compressional thrust-

folding Plio-Pleistocene) (Suprijadi, 1992). Proses ini kemudian menghasilkan tiga arah struktur

Page 39: Tugas Geologi Minyak Bumi

dan pola cekungan di Laut Jawa, yaitu: Pola Sunda berah utara – selatan (N-S), Pola Jawa

berarah barat – timur (W-E) dan Pola Meratus berarah barat daya – timur laut (SW – NE)

(Pulunggono dan Martodjojo, 1994).

Periode Extensional Rifting Paleogene merupakan periode tektonik regangan (tarikan) dan

merupakan periode pembentukan cekungan-cekungan dengan tipe graben dan setengah

graben (half graben).Periode ini kemudian dikenal sebagai masa terbentuknya dasar cekungan

Pra-Tersier di Laut Jawa yang kemudian prospek mengandung hidrokarbon.

Periode Compressional Wrenching Neogenemerupakan periode yang membentuk wrench

fault akibat gaya kompresi, sehingga pada periode ini terbentuk sesar-sesar turun, sesar mengiri

dan struktur antiklin. Sedangkan periode Compressional Thrust-Folding Plio-

Pleistocene merupakan periode tektonik yang membentuk lipatan serta sesar-sesar naik yang

berarah barat – timur dan barat daya – timur laut, sementara pembentukan wrench faultyang

sudah dimulai sejak Neogen berlanjut sampai Plistosen.

Evolusi tektonik di Laut Jawa bagian selatan tersebut ikut mempengaruhi pembentukan sedimen

dan perangkap stratigrafinya. Sejak Paleosen hingga Eosen dan berlanjut hingga Miosen Awal

terjadi regangan (extensional faulting) yang membentuk graben dan setengah graben di

daerah back arc basin terutama di Laut Jawa bagian selatan, dan diikuti oleh proses sedimentasi.

Regangan ini menyebabkan sedimen mengisi cekungan membentuk lapisan yang tebal.

Selanjutnya mulai Oligosen hingga Miosen Awal, dasar cekungan telah terisi oleh sedimen

dengan perselingan beberapa satuan/formasi batuan yang terjadi berulang-ulang (Directorate

General of Oil and Gas, 2007). Pada masa ini, kegiatan regangan masih menerus hingga ke

Miosen Awal bagian atas.

Kegiatan regangan terhenti dan diikuti proses perlipatan mulai Miosen Tengah – Miosen Akhir.

Selanjutnya pada Plio-Plistosen merupakan masa terjadinya perlipatan yang membentuk sistem

perangkap stratigrafi dan perangkapan hidrokarbon. Perkembangan ini juga ditunjukkan oleh

perkembangan tektonik di utara Jawa Timur terdapat tiga elemen utama, yaitu Northern

Platform, Central High dan Southern Basin (Pertamina, 1996). Masing-masing elemen tektonik

tersebut terdapat perubahan-perubahan pada batuan dasarnya dari arah utara ke selatan.

Page 40: Tugas Geologi Minyak Bumi

Berdasarkan sejarah tektoniknya, Northern Platform sebagian besar merupakan sisa

dari Suturing berumur Kapur selama amalgamsi bagian tenggara dari Paparan

Sunda. Platform ini dikategorikan sebagai Pre-Tertiary Structural Grain dan selama Eosen,

Oligosen dan Miosen Awal menjadi tempat pengendapan karbonat terumbu karang  yang baik,

dan pada akhir Tersier sebagai tempat pengendapan fasies karbonat paparan laut dangkal. Cenral

High dikategorikan sebagai Tertiary Structural Grain yang masih terpengaruh oleh Pre-Tertiary

Structural Grain (Pertamina, 1996). Propinsi struktural ini merupakan suatu daerah terangkat,

kemungkinan terbentuk selama pensesaran regangan (extensional faulting) dari Eosen – Oligisen

Akhir, dan diikuti oleh periode inversi dari Miosen Awal hingga Resen. Central Highmerupakan

propinsi struktural yang memanjang barat – timur mulai utara Rembang, utara Madura hingga

selatan Kangean dengan lebar 30 – 40 km dan terjepit di antara Northern Platform di utara

danSouthern Basin di selatan.

3.2. Potensi Hidrokarbon

Daerah tinggian terdapat di sebelah barat dan timur daerah penelitian yang merupakan daerah

Tinggian Karimunjawa (Karimunjawa High) dan Tinggian Bawean (Bawean High).

Kehadiran dua tinggian berumur Plistosen pada penelitian ini memberikan gambaran bahwa

tektonik Plistosen dapat merubah konfigurasi cekungan yang besar dan berumur lebih tua (Pra-

Tersier) dan membentuk cekungan yang lebih kecil seperti Cekungan Pati. Keberadaan Tinggian

Bawean menjadi bukti pembentukan Cekungan Pati dan terpisah dari Cekungan Utara Jawa

Timur; di bagian barat dibatasi oleh Tinggian Karimunjawa.

Adanya perioda tektonik dan pola struktur Jawa dan Laut Jawa sejak Pra-Tersier sampai

Plistosen memberikan arahan bagi kegiatan eksplorasi hidrokarbon, terutama untuk mendapatkan

pola struktur antiklin, pusat-pusat cekungan (depo centre) dan perangkap stratigrafi. Di samping

itu pemahaman terhadap tektonik Plistosen akan memberikan arahan tentang batas-batas suatu

cekungan.

Page 41: Tugas Geologi Minyak Bumi

C. PEMBENTUKKAN CEKUNGAN MINYAK BUMI PADA PULL

APART BASIN

1.) Cekungan di Sumatera Tengah

Diterbitkan oleh Ichwan Dwi

Cekungan tidak begitu dalam sehingga tebal endapan juga tidak setebal di

Sumatra Selatan (kurang dari 3.000 m). Karena itu pelipatan akibat compressing settling

juga lemah. Daerah ini lebih dominan dengan patahan blok yang mubngkin juga

disebabkan oleh gaya tarikan gravitasi/ tensional stress ke arah Lautan Hindia, sehingga

Sumatera Timur mengalami patahan memanjang berbentuk sejumlah horst dan graben.

Pegunungan tigapuluh yang posisinya di sumbu idiogeosinklinai nampaknya merupakan

pengangkatan bentuk dome pada era Mesozoikum akhir ketika daerah ini menjadi busur

dalam dari orogene sumatera (batuannya batuan Pratersier). Pegunungan Tigapuluh ini

mengalami pengangkatan lagi pada zaman Pliosen sebagai pengelompokan imigran

seperti halnya di Pegunungan Meratus – Samarinda, Zone Bogor-Serayu Utara-Kendeng

Ridge yang posisinnya disumbu geosinklin. Sebelah barat laut Pegunungan Tigapuluh

merupakan daerah minyak di Sumatera Tengah dengan lapangan minyak terpenting:

Di Cekungan Jambi: umumnya lapangan minyak sudah tua, tinggal sisa-sianya

saja misalnya kenali asam dan tampino.

Di cekungan Palembang Tengah ladang minyak Mangunjaya, Kluang, bakat Ukui

dsb.Di Talang Akar –Pendopo: ladangn minyak Talang Akar-Pendopo, Limau, Air

Benakat,talang Jimar. Dimuara Enim-Baturaja: umumnya sudah tua dan tidak

menghasilkan lagi, antara lain ladang kampung minyak, Sungai Taham, Saban Jerigi.

Minas (1944): kedalaman 800 m, produksinya telah melampaui 1 milyar barrel.

Tergolong lapangan minyak raksasa didunia (Raksasa bila cadangan minyak > 500 juta

barrel). 

Page 42: Tugas Geologi Minyak Bumi

Duri (1940): kedalaman 200 m, produksinya sudah lebih 100 juta barrel.

Kota Batak (1952): belum lama berproduksi

Lain-lain: Sago, Ukai, Lirik, Molek.

Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan busur belakang (Back-Arc Basin) yang

berkembang sepanjang tepi Paparan Sunda di barat daya Asia Tenggara. Cekungan ini

terbentuk akibat penunjaman Lempeng Samudera Hindia yang bergerak relatif ke arah

utara (N 6o E) dan menyusup ke bawah Lempeng Benua Asia yang aktif selama Miosen.

Geometri dari cekungan ini berbentuk asimetri dengan bagian terdalam berada di

baratdaya dan melandai ke arah timur laut (Mertosono dan Nayoan, 1974). Produk lain

yang dihasilkan oleh interaksi kedua lempeng tektonik ini adalah unit fisiografi parallel

berarah NW berupa busur kepulauan sepanjang muka pantai barat daya Sumatra,

cekungan muka busur Nias, busur volkanik Barisan, cekungan belakang busur dan zona

sesar Sumatra (Great Sumatra Fault Zone) atau yang dikenal dengan sebutan Sesar

Semangko.

Struktur dengan arah barat laut (NW) dan kesatuan topografi merupakan

fenomena pada Kenozoikum Akhir yang menghasilkan Busur Asahan dengan arah timur

laut (NNE), Tinggian Lampung dan Tinggian Tigapuluh yang berarah timur-timur laut

(ENE). Busur dan Tinggian ini bergabung secara efektif membagi daratan Sumatra

menjadi Cekungan Sumatra Utara, Cekungan Sumatra Tengah dan Cekunga Sumatra

Selatan. Cekungan Sumatra Tengah bagian barat daya dibatasi oleh up-lift Bukit Barisan,

bagian barat laut dibatasi oleh Busur Asahan, di sebelah tenggara dibatasi oleh Tinggian

Tigapuluh dan pada timurlaut dibatasi oleh Kraton Sunda (Mertosono dan Nayoan,

1974). 

Basement Pra-Tersier pada Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari dua litologi

utama, di sebelah barat adalah Greywacke Terrain yang merupakan bagian mikroplate

Mergui dan di sebelah timur Quartzite Terrain dari mikroplate Malaka. Kedua Terrain ini

dipisahkan oleh garis Kerumutan. Zona sentuh ini terdiri dari chert laut dalam, limestone,

serpih mauve, dan basalt. Basement Pra-Tersier dicirikan dengan refleksi seismik yang

baik, dimana akustik impedan sangat kontras dengan bagian bawah Pematang.

Struktur lineamen Tersier tertua pada Cekungan Sumatra Tengah mempunyai arah barat

Page 43: Tugas Geologi Minyak Bumi

laut-tenggara seperti pada tinggian Minas dan Duri dan berarah utara-selatan pada busur

trough Pematang. Tektonik transtensional utama terjadi pada daratan Sunda selama

waktu Eosen Awal dan bertanggung jawab pada trough Pematang, Kiri, Mandau, dan

Bengkalis. Pada umumnya, Trough pada area ini adalah Half-Graben yang dibatasi oleh

patahan normal.

Lower Red Bed dari grup pematang berasosiasi dengan onset trough formasi dan

terdiri dari konglomerat, batu pasir, batu lempung yang diendapkan sebagai alluvial fan

yang mempunyai hubungan unconformable di atas basement. Lower Red Bed telah

menunjukkan potensial sebagai reservoar hidrokarbon pada semua seting

struktural/stratigrafi pada bagian trough. Karena cekungan terus menurun, danau semakin

dalam kemudian Brown Shale diendapkan selama Oligosen Tengah.

Brown Shale yang terdiri dari serpih hitam hingga coklat tua adalah batuan induk utama

hidrokarbon di Sumatra Tengah. Bentuk Lower Red Bed dan Brown Shale dibatasi

terutama oleh trough Paleogen. Pada Oligosen Akhir, Upper Red Bed Pematang

diendapkan pada lingkungan fluvio alluvial di atas Brown Shale dan juga di atas

basement di daerah yang lebih tinggi. Upper Red Bed juga bermanfaat sebagai reservoar

terutama pada areal trough. Pada umumnya Grup Pematang dipotong oleh major

unconformity terutama pada graben. Hubungan ini ditampilkan dengan refleksi seismik

yang baik. Grup Pematang ketebalannya melebihi 7000 kaki pada beberapa Eo-Oligosen

trough.

Penurunan perlahan pada Miosen Awal dikombinasikan dengan kenaikan relatif

sea level menghasilkan batupasir Grup Sihapas yang tersebar luas. Grup sihapas

diendapkan di atas ketidakselarasan Pematang, pasir Sihapas adalah reservoar

hidrokarbon utama. Pasir ini berakumulasi pada lingkungan yang beragam termasuk

endapan braided dan meandering (Formasi Menggala), endapan inner neritik (Formasi

Bangko), endapan delta dan tidal flat (Formasi Bekasap dan Duri). Minas dan Duri,

lapangan minyak terbesar di sini, meghasilkan hidrokarbon dari Formasi Bekasap dan

Duri. Reservoar ini umumnya terdiri dari butir-butir kuarsa yang berasal dari granit dan

quartzite terrain daratan Sunda. Formasi Sihapas diasosiasikan dengan kualitas seismik

Page 44: Tugas Geologi Minyak Bumi

refleksi dengan kualitas tinggi dan menerus. Ketebalan Sihapas bervariasi diantara 500-

1500 kaki, dan dapat dipetakan pada seluruh bagian cekungan.

Pada Miosen Tengah, tektonik konvergen menunjukkan perkembangan

konfigurasi saat ini dari sistem busur kepulauan di Sumatra. Pengunungan Bukit Barisan

berasosiasi dengan aktivitas busur vulkanik mulai tumbuh selama waktu ini. Pada

cekungan tengah, kejadian tektonik ini ditandai dengan angular unconformity pada top

Formasi Telisa. Karenanya, penstrukturan pada permulaan cekungan dan perubahan

cekungan menjadi back arc pada lingkungan yang terbatas. Formasi Petani diendapkan

selama Miosen Tengah hingga Pliosen pada cekungan yang terbatas ini ketika suplai

sedimen berasal dari pegunungan Bukit Barisan tapi juga bercampur dengan dentritus

vulkanogenik dari aktivitas vulkanik.

Pada profil seismik, Petani sangat jelas terlihat sebagai unit sedimen utama yang

berprogradasi dari barat ke timut. Formasi Petani terdiri dari batu lempung berwarna abu-

abu kehijauan dan batulanau dengan lapisan tipis batu pasir dan sedikit lapisan limestone

dan batubara. Batu pasir Petani diendapkan sebagai Off Shore Bar Sand dan kadang-

kadang mengandung gas biogenik yang potensial. Formasi Petani mencapai ketebalan

maksimum melebihi 6000 kaki disepanjang sisi-sisi sesar Dalu Dalu pada baratdaya

cekungan. Selama Plio-Pleistosen, tektonik oblig konvergen mencapai puncaknya karena

tekanan utama dan dilengkapi dengan jalinan tektonik pada seluruh Cekungan Sumatra

Tengah. Pengaruh antara tekanan dan jalinan tektonik selama akhir masa ini

menghasilkan perkembangan perangkap struktural yang berharga pada hampir seluruh

lapangan minyak di Sumatra Tengah.

Page 45: Tugas Geologi Minyak Bumi

DAFTAR PUSTAKA

Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

I'm from Indonesian, I just a Student in Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya, Geophysics Department

Awang Harun Satyana, Blognya Ahli Geologi Indonesia

hidayat-ardiansyah , BLOGROLL

Freddie Wira A. (140710070038), Adrie Wiranata (140710070042), Rifki Asrul Sani (140710070075), Sandy Tirta S. (140710070091), Aji Wibowo (140710077003), Fakultas Teknik Geologi,Universitas Padjadjaran2010

sumber dari http://geologi.iagi.or.id/2009/03/22/cekungan-bengkulu/   

Cekungan di Sumatera Tengah , Diterbitkan oleh Ichwan Dwi

Geologi Regional Cekungan Sumatera   Selatan , Hidayat Ardiansyah

sumber : Vivanews.com, FILED UNDER GEOSCIENCE

http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/pertambangan/2005/0401/tam1.html

http://www.antara.co.id/arc/2007/12/8/lautan-indonesia-mampu-serap-karbon-

245-6-juta-ton/

http://research.ocean.itb.ac.id/?page_id=8

http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/10/08/brk,20041008-38,id.html

http://www.dkp.go.id/content.php?c=1823