Upload
jilbabku-ibadahku
View
13
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fismod
Citation preview
A. PENDAHULUAN
Sebagaimana ditulis oleh Krane (1992), setiap kemajuan baru di dalam
pemahaman jagad raya ternyata semakin memperkecil peran kita di dalamnya.
Walaupun demikian, setiap kemajuan ini selalu menimbulkan rasa kekaguman
baru. Astronomi abad ke tujuh belas mengungkapkan fakta bahwa bumi bukanlah
pusat tata surya melainkan salah satu dari beberapa planet yang mengitari
matahari. Pada abad ke sembilan belas, para astronom mengarahkan teleskopnya
ke bintang-bintang dan menggunakan peralatan spektroskopi yang dikembangkan
untuk mengukur berbagai panjang gelombang cahaya bintang. Ditemukan fakta
bahwa matahari kita ternyata hanya sebuah bintang biasa yang kedudukannya
tidaklah istimewa dalam skala galaksi. Matahari kita ternyata adalah satu dari
sekitar 1011 bintang dalam galaksi kita yang dikenal dengan nama galaksi Bima
Sakti.
Di dalam jagad raya paling tidak terdapat empat jenis interaksi dasar
(mungkin dapat ditambah satu lagi yaitu interaksi maha lemah atau superweak).
Keempat interaksi tersebut masing-masing adalah interaksi kuat, lemah,
elektromagnetik dan gravitasi. Pada materi massif seperti bintang dan galaksi,
muatan mereka praktis netral sehingga interaksi elektromagnetik tak bekerja pada
struktur skala besar jagad raya. Pada pada skala ini, hanya interaksi gravitasi saja
yang bekerja. Oleh karena itu hukum gravitasi Einstein yang didasarkan pada teori
relativitas umum akan sanggup memberikan gambaran jagad raya secara
komprehensif, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Teori Gravitasi Einstein sendiri mampu meramalkan beberapa fenomena
di jagad raya dengan ketelitian tinggi. Teori ini adalah teori yang
menyempurnakan teori gravitasi Newton. Beberapa fenomena di jagad raya yang
terbuktikan ramalannya dengan ketelitian tinggi adalah :
1. pembelokan cahaya bintang
2. presesi orbit planet
3. pergeseran merah gravitasi
4. gema tunda waktu radar (Weinberg, 1972; Krane 1992).
.
B. TEORI RELATIVITAS UMUM
Dalam fisika, waktu merupakan salah satu besaran pokok yang
melambangkan periode atau interval yang bisa diukur secara pasti (satuan
internasionalnya adalah detik). Kita tahu bahwa 1 hari terdiri dari 24 jam, 1 jam
60 menit, dan 1 menit 60 detik. 1 detik didefinisikan sebagai jumlah osilasi atom
Cesium-133 (9.192.631.770 osilasi) pada jam atom. Dengan konstanta-konstanta
yang terlibat ini, kita tentunya langsung menyimpulkan bahwa waktu memiliki
nilai absolut (eksak) dan bukan merupakan besaran yang nilainya relatif terhadap
suatu acuan tertentu. Tetapi Einstein mengubah pandangan ini saat
mengemukakan teori relativitasnya. Menurut Einstein, semakin besar kecepatan
gerak suatu benda atau partikel, waktu akan berjalan semakin lambat bagi benda
atau partikel tersebut. Saat kecepatannya mendekati kecepatan cahaya, waktu
berjalan sangat lambat. Bagaimana kalau ada benda atau partikel yang bisa
bergerak dengan kecepatan melebihi kecepatan cahaya? Waktu akan berjalan
begitu lambatnya sehingga benda yang bergerak dengan kecepatan setinggi itu
bisa kembali ke posisi awal dengan sangat cepat. Saking cepatnya, benda itu
sudah kembali berada di posisi awalnya sebelum benda itu mulai bergerak! Ini
berarti benda itu sudah melakukan perjalanan menembus waktu ke masa lalunya
sendiri!
Teori relativitas Einstein dapat dibuktikan dengan perjalanan ke
ruang angkasa. Para astronot meninggalkan bumi menggunakan pesawat ulang-
alik yang meluncur dengan kecepatan sangat tinggi. Jika mereka melakukan
perjalanan selama 1 tahun di ruang angkasa dan kemudian kembali ke bumi,
mereka bisa menemukan bahwa bumi mencatat waktu perjalanan mereka
mencapai 10 tahun! Ini berarti dua orang atau benda yang bergerak dengan
kecepatan berbeda akan mengalami durasi waktu yang berbeda pula. Ini juga
berarti bahwa para astronot
itu sudah berada di masa depan mereka karena orang-orang yang
ditinggalkannya kini menjadi 10 tahun lebih tua dari saat mereka pergi
meninggalkan bumi (padahal mereka hanya pergi selama 1 tahun)! Dalam
kehidupan sehari-hari kita juga sering mengalami hal ini saat kita bepergian
menggunakan pesawat terbang. Kecepatan gerak pesawat memungkinkan kita
untuk ‘lompat’ ke masa depan kita,
walaupun lompatannya tidak jauh (hanya beberapa nanodetik) sehingga
kita biasanya tidak menyadarinya. Jam atom yang sangat akurat dapat
membuktikan bahwa kita sudah lompat beberapa nanodetik (1 nanodetik = 10-9
detik) ke masa depan! Efek yang kita rasakan adalah fenomena yang kita sebut Jet
Lag. Nah, kalau kecepatan bisa membuat kita lompat ke masa depan, bagaimana
caranya kita bisa lompat ke masa lalu? Bukankah dibutuhkan kecepatan yang
melebihi kecepatan cahaya supaya kita bisa kembali ke masa lalu kita? Padahal
kita tahu tidak ada (belum ada) satu pun benda atau partikel yang bisa bergerak
melebihi kecepatan cahaya. Einstein kembali tampil dengan teori relativitasnya
untuk menjawab ini! Si jenius ini menyatakan bahwa gaya tarik gravitasi dapat
memperlambat waktu! Menurut Einstein, jam dinding yang dipasang di ruang
bawah tanah (lebih dekat ke pusat bumi sehingga mengalami gaya tarik gravitasi
yang lebih besar) berjalan lebih lambat dibanding jam dinding yang dipasang di
tingkat tertinggi suatu gedung. Tentu saja perbedaannya sangat kecil dan hanya
bisa dideteksi oleh jam atom. Tetapi ini berarti bahwa waktu berjalan lebih cepat
di ruang angkasa (karena sangat jauh dari pusat bumi sehingga gravitasinya sangat
kecil, bahkan mendekati nol). Misalnya kita pergi ke ruang angkasa menjauhi
pusat bumi, dan kemudian kembali lagi ke bumi (misalnya selama 1 tahun). Jika
kita punya saudara kembar yang menunggu kita di bumi, kita bisa melihat sendiri
bahwa saat kita mendarat, kembaran kita (yang lahirnya bersamaan dengan kita)
sudah 9 tahun lebih tua dari kita! Inilah yang dikenal sebagai The Twin Paradox.
Jadi, yang mempengaruhi waktu bukan hanya kecepatan, tetapi juga gravitasi. Ini
berarti kita bisa kembali ke masa lalu kita dengan memanfaatkan medan gravitasi
yang sangat kuat. Black hole atau lubang hitam merupakan medan yang memiliki
gravitasi paling kuat. Saking kuatnya, lubang hitam ini bisa menyedot apa saja ke
dalamnya!
Tidak ada yang bisa menghindari tarikan gravitasinya, termasuk cahaya.
Cahaya atau partikel lain yang tersedot lubang hitam akan langsung dilahap habis
(dari sinilah asal istilah Lubang HITAM). Semua yang tadinya ada menjadi tidak
ada. Banyak ilmuwan yang memperkirakan lubang hitam bisa menjadi pintu
untuk
kembali ke masa lalu karena gravitasinya yang begitu kuat. Tetapi semua
partikel akan hancur jika masuk ke lubang hitam! Bagaimana bisa kembali ke
masa lalu jika kita sudah keburu hancur? Para fisikawan akhirnya melirik ‘adik’
dari lubang hitam, yang kita kenal sebagai Wormhole (Lubang Cacing).
Wormhole juga merupakan medan yang memiliki gravitasi yang sangat kuat,
tetapi tidak seperti ‘kakak’nya. Jika suatu benda atau partikel masuk ke salah satu
ujung lubang cacing, partikel itu masih bisa keluar di ujung lainnya (ada ‘pintu
masuk’ dan ‘pintu keluar’nya). Jalur yang harus ditempuh dalam wormhole jauh
lebih pendek dibanding jalur konvensional (merupakan jalan pintas). Ini analogi
dengan terowongan di bawah bukit. Perjalanan melalui bukit tentunya lebih jauh
dibanding jarak yang harus ditempuh jika kita melewati terowongan yang terletak
di bawah bukit tersebut.
Pembentukan wormhole didukung oleh, lagi-lagi, teori relativitas
Einstein. Menurut Einstein, massa dapat menyebabkan waktu ruang (spacetime)
menjadi melengkung (curved). Bagaimana caranya? Misalnya ada dua orang
saling berhadapan dan memegang sehelai kain yang dibentangkan kuat-kuat. Lalu
di atas kain tersebut kita letakkan buah semangka yang berat. Pasti buah
semangka itu akan berguling ke tengah-tengah kain yang ujung-ujungnya
dipegang kuat-kuat itu sehingga kain melengkung (membentuk cekungan) akibat
massa buah semangka. Jika kita meletakkan satu buah anggur di pinggir kain itu,
pasti buah itu akan langsung ‘tersedot’ oleh cekungan tadi. Cekungan ini dapat
dianggap sebagai pintu masuk lubang cacing. Tetapi ini baru merupakan bidang
dua dimensi. Spacetime ada dalam empat dimensi: 3 dimensi ruang (atas-bawah,
kanan-kiri, depan-belakang) dan 1 dimensi waktu. Supaya menjadi empat
dimensi, kain tadi kita lipat sehingga ada dua permukaan yang dipisahkan jarak
tertentu, yang disebut Hyperspace. Kita letakkan lagi buah semangka di atas
permukaan kain teratas sehingga membentuk cekungan seperti tadi. Permukaan
yang kedua (tepat di tengahnya) juga diberi massa yang besarnya sama (dari arah
berlawanan) sehingga membentuk cekungan yang kedua (dapat dianggap sebagai
pintu keluar lubang cacing). Seluruh permukaan kain melambangkan spacetime
yang merupakan ruang/jarak konvensional. Kedua cekungan pada spacetime akan
bertemu dan membentuk lorong (Gambar 1) yang kemudian kita sebut sebagai
Lubang Cacing. Misalnya Bumi terletak di pintu masuk wormhole, dan Sirius,
bintang yang berjarak 9 tahun cahaya dari Bumi, terletak di pintu keluarnya.
Untuk bepergian dari Bumi ke Sirius secara konvensional kita harus menempuh
perjalanan sejauh 9 tahun cahaya. 1 tahun cahaya merupakan jarak yang ditempuh
cahaya selama 1 tahun. Kecepatan cahaya adalah 300.000 km/detik. Ini berarti 9
tahun cahaya = 300.000 km/detik x 60 detik/menit x 60 menit/jam x 24 jam/hari x
365 hari/tahun x 9 tahun = 8,51472 x 1013 km. Padahal perjalanan terjauh yang
pernah ditempuh manusia adalah 400.000 km (yaitu perjalanan ke bulan).
Wormhole memungkinkan kita untuk ‘memotong jalan’ sehingga bisa sampai di
Sirius hanya dalam waktu beberapa saat saja. Kita pun bisa menjelajahi jagad raya
dalam waktu yang singkat!
Gbr. Wormhole menjadi jalan pintas dari bumi menuju Sirius
Misalnya ada wormhole yang pintu masuknya tidak jauh dari atmosfer
Bumi, tetapi pintu keluarnya berada di dekat bintang yang dipenuhi partikel
netron (neutron star) yang memiliki gravitasi sangat tinggi. Kita tahu bahwa pada
ketinggian di atas atmosfer bumi gaya gravitasi bumi semakin kecil karena
menjauhi pusat bumi. Ini berarti di pintu masuk wormhole waktu berjalan cepat,
tetapi di pintu keluarnya waktu berjalan sangat lambat (karena adanya gravitasi
bintang). Dengan demikian, jika kita memasuki wormhole tersebut kita bisa
melakukan perjalanan dalam lorong waktu menuju masa lalu maupun masa
depan! Satu hal yang pasti: pembuatan wormhole memang tidak mudah, tetapi
menurut Fisika hal ini tidak mustahil
Sebelum teori Relativitas Umum (TRU) diperkenalkan oleh Einstein pada
tahun 1915, orang mengenal sedikitnya tiga hukum gerak yaitu mekanika Newton,
relativitas khusus dan gravitasi newton. Mekanika Newton sangat berhasil di
dalam menerangkan sifat gerak benda berkelajuan rendah. Namun mekanikan ini
gagal untuk benda yang kelanjuannya mendekati laju cahaya. Di samping itu,
transformasi Galilei gagal apabila diterapkan pada hukum-hukum seperti
persamaan Maxwell yang sifatnya menjadi tidak kovarian di dalam kerangka
inersial.
Kekurangan ini ditutupi oleh Einstein dengan mengemukakan Teori
Relativitas Khusus (TRK). Teori ini dibangun di atas dua asas, yaitu :
1. Semua hukum fisika memiliki bentuk yang tetap (kovarian) di dalam sebarang
kerangka inersial.
2. Kelajuan cahaya di dalam ruang hampa bernilai tetap (invarian) dan tidak
bergantung pada gerak sumber maupun pengamat.
Asas kedua di atas merupakan tulang punggung TRK Einstein. Tanpa adanya
pernyataan kedua tersebut, tidak ada TRK Einstein, yang ada hanyalah teori
relativitas klasik (Newton-Galilei). Teori Relativitas Khusus Einstein berhasil
menerangkan fenomena benda saat melaju mendekati laju cahaya. Di samping itu
TRK berhasil merumuskan kekovarianan persamaan Maxwell di sebarang
kerangka inersial dengan menggunakan transformasi Lorentz sebagai pengganti
transformasi Galilei. Teori ini juga lebih lengkap daripada mekanika Newton,
karena untuk gerak dengan kelajuan rendah, mekanika relativistik tereduksi
menjadi mekanika Newton. Salah satu implikasi teori ini adalah ungkapan tidak
ada benda atau sinyal yang dapat bergerak lebih cepat daripada cahaya.
Hukum yang ketiga adalah gravitasi Newton. Hukum ini berlaku pada
medan gravitasi lemah. Besarnya gaya gravitasi antara dua benda masing-masing
bermassa m1 dan m2 yang dipisah oleh jarak sejauh r adalah
dengan G adalah tetapan gravitasi universal. Tanda minus pada persamaan di atas
menunjukkan bahwa gaya gravitasi bersifat tarik-menarik. Hukum gravitasi
Newton berhasil menerangkan fenomena gerak bendabenda langit yang
dipengaruhi oleh interaksi gravitasi antar benda-benda tersebut dengan ketelitian
tinggi. Namun sayangnya, hukum ini tidak konsisten dengan TRK. Jika sebuah
benda digerakkan maka gaya gravitasi benda tersebut terhadap benda lain akan
berubah dalam sekejap, atau terjadi aksi spontan. Dengan kata lain, efek gravitasi
haruslah merambat dengan kelajuan takhingga, sesuatu yang bertentangan dengan
TRK.
Einstein berkali-kali mencoba merumuskan teori gravitasi yang konsisten /
kompatibel dengan Teori Relativitas Khusus. Upayanya di tahun 1915
menghasilkan Teori Relativitas Umum (TRU). Ia mengemukakan saran yang
cukup revolusioner bahwa gravitasi bukanlah seperti gaya-gaya yang lain, namun
gravitasi merupakan efek dari kelengkungan ruang-waktu karena adanya
penyebaran massa dan energi di dalam ruang-waktu tersebut. Teori Relativitas
Umum ini dibangun di atas dua asas, yaitu pertama, asas kesetaraan (principle of
equivalence) dan kedua, kovariansi umum (general covariance) (Krane, 1992 ;
Weinberg, 1972).
Untuk menjelaskan asas kesetaraan ini perlu diberikan penggambaran
sebagai berikut (Krane, 1992). Misalnya seorang astronot berada di dalam roket
yang masih berada pada landasannya di permukaan bumi. Sebuah benda yang
dilepaskan teramati jatuh ke bawah dengan percepatan g = 9,8 m/s2 (Gambar
3.3a). Kemudian diandaikan roket tersebut berada di ruang angkasa dengan medan
gravitasi amat kecil sehingga dapat diabaikan. Mesin peluncur kemudian
dinyalakan sehingga memberikan percepatan yang dikendalikan tepat sebesar g =
9,8 m/s2. Sekali lagi benda tersebut dilepaskan. Maka benda tersebut akan
meluncur ke bawah dengan percepatan a = 9,8 m/s2 (Gambar 3.3b). Kedua
percobaan yang bersifat angan-angan tersebut memberikan hasil sama.
Einstein menggunakan hasil percobaan angan-angan itu untuk
mengemukakan asas kesetaraan yang berbunyi, “Tidak ada percobaan yang dapat
dilakukan dalam
daerah kecil
(lokal) yang
dapat
membedakan medan gravitasi dengan sistem dipercepat yang setara”. Pernyataan
daerah kecil ini perlu disebutkan karena alasan berikut. Seandainya kita
melepaskan dua benda yang terpisah sejauh jarak kecil r, maka di dekat
permukaan bumi setiap benda bergerak sepanjang lintasan jari-jari menuju pusat
bumi sehingga kedua benda tersebut makin lama makin dekat. Namun jika lebar
roket cukup kecil, perbedaannya tidak akan teramati. Hal ini persis seperti
percobaan di dalam roket yang meluncur di ruang angkasa yang dilepaskan
dengan percepatan tertentu (Krane, 1992).
Salah satu implikasi asas kesetaraan adalah kesamaan massa inersia dan
massa gravitasi (Wospakrik, 1987). Sifat ini memungkinkan kita untuk
menghilangkan efek gravitasi yang muncul dengan menggunakan kerangka acuan
dipercepat yang sesuai. Sebenarnya hal ini sebagai konsekuensi dari medan
gravitasi yaitu semua benda yang berada di dalamnya akan merasakan percepatan
yang sama serta tidak bergantung dari ukuran maupun massanya. Misalnya sebuah
benda yang bermassa m jatuh di dalam medan gravitasi dengan percepatan
gravitasi sebesar g. Dengan memilih koordinat (y, t), menurut mekanika Newton,
persamaan gerak benda tersebut adalah
Melalui persamaan transformasi :
Pada koordinat ( maka persamaan 1 menjadi
Karena massa inersial sama dengan massa gravitasi maka
Dengan demikian kita dapat memilih kerangka acuan inersial ( y' , t' )
untuk menghilangkan efek gravitasi pada kerangka (y, t). Atau dengan kata lain,
kerangka (y, t) adalah kerangka dipercepat dengan percepatan sebesar g terhadap
kerangka inersial ( y' , t' ) pada daerah tanpa medan gravitasi.
Contoh penerapan persamaan di atas adalah bahwa sebuah sistem
pengamatan jatuh bebas dalam medan gravitasi bumi seperti misalnya sebuah
elevator yang kabel gantungnya putus adalah kerangka inersial lokal. Seorang
pengamat dalam elevator tersebut dapat melepaskan sebuah benda dari keadaan
rehat (dalam kerangka pengamat) dan akan mendapati bahwa benda tersebut tetap
rehat. Kesimpulannya adalah hukum gerak pada kerangka inersial dalam daerah
tanpa medan gravitasi sama dengan hukum gerak pada kerangka jatuh bebas di
dalam medan gravitasi.
Sebenarnya medan gravitasi nyata tidaklah sepenuhnya sama dengan
medan gravitasi yang setara dengan kerangka dipercepat. Pada tempat yang jauh
dari sumber, medan gravitasi nyata selalu lenyap, sementara medan gravitasi yang
setara dengan suatu kerangka dipercepat selalu memiliki nilai tertentu. Sebaliknya
medan gravitasi yang setara dengan kerangka dipercepat akan segera lenyap
begitu percepatan kerangka dilenyapkan. Sedangkan medan gravitasi nyata tidak
dapat dihilangkan oleh pemilihan kerangka acuan manapun.
Berkait dengan elevator yang jatuh bebas tersebut sebenarnya terdapat Tak
hingga banyaknya kerangka acuan inersial. Kemudian kita dapat menggunakan
transformasi Lorentz untuk mengaitkan kerangka-kerangka inersial tersebut.
Dengan kata lain, hukum alam yang berlaku pada kerangka inersial menurut asas
kovariansi TRK, harus pula berlaku pada kerangka tak-inersial (seperti kerangka
jatuh bebas dalam medan gravitasi). Inilah yang dimaksud dengan asas kovariansi
umum yang berbunyi, “Hukum alam harus memiliki bentuk yang tetap terhadap
sebarang pemilihan transformasi koordinat”.
Implikasi penerapan asas ini akan menuntun kita kepada beberapa ramalan
yang mengbah cara pandang kita tentang ruang-waktu (Krane, 1992). Andaikata
seberkas cahaya ditembakkan menembus roket dari sebuah sumber yang rehat
dalam ruang dengan medan gravitasi yang dapat diabaikan (Gambar 3.4a). Jika
roket dalam keadaan rehat terhadap sumber, lintasan berkas cahaya dalam roket
menurut pengamat di dalam roket akan berbentuk garis lurus. Kemudian roket
tersebut bergerak dengan laju tetap terhadap sumber dengan arah tegak lurus pada
arah rambat cahaya (Gambar 3.4b). Pengamat di dalam roket tersebut akan
melihat lintasan cahaya di dalam roket berupa garis lurus miring yang membentuk
sudut v/c (v << c) terhadap arah horisontal. Jika roket tersebut mengalami
percepatan, maka v akan selalu berubah sehingga v/c juga selalu berubah (Gambar
3.4c).Pengamat dalam roket tersebut akan melihat berkas cahaya melintasi suatu
lintasan lengkung.
Jika asas kesetaraan benar, perilaku berkas cahaya dalam roket yang
dipercepat haruslah sama seperti dalam medan gravitasi. Berarti, berkas cahaya
harus pula menempuh lintasan lengkung dalam medan gravitasi.
Berkas cahaya memiliki tempat khusus dalam pemahaman kita tentang ruang-
waktu karena cahaya harus melintasi lintasan terpendek dan selangsung mungkin
antara dua titik dalam ruang. Jika tidak demikian, ada kemungkinan terdapat
benda lain yang menempuh kedua titik tadi dalam selang waktu yang lebih
singkat, yang dengan demikian lebih cepat dari cahaya, dan hal ini bertentangan
dengan relativitas khusus. Jika berkas cahaya menempuh lintasan lengkung
sebagai lintasan terpendek antara dua titik dalam ruang, maka ruang itu tentulah
lengkung, serta penyebab kelengkungannya adalah medan gravitasi. Karena
medan gravitasi ditimbulkan oleh materi, diperoleh kesimpulan bahwa
kelengkungan ruang-waktu terjadi karena adanya penyebaran materi di dalam
ruang-waktu tersebut. Jika materi tersebut dilenyapkan, ruang-waktu menjadi
datar.
Lintasan terpendek yang menghubungkan dua buah titik dalam geometri
lengkung disebut geodesik. Dalam ruang datar, lintasan geodesiknya adalah garis
lurus, sedangkan pada permukaan bola, lintasannya berupa busur lingkaran besar.
Penegertian tersebut akan lebih mudah dipahami dengan contoh berikut. Sebuah
batu di atas bumi akan jatuh karena adanya tarikan gravitasi. Menurut Newton,
batu tersebut akan bergerak menuju pusat bumi. Tetapi, apakah benda tersebut
mengetahui letak pusat bumi ?
Ini merupakan masalah mendasar dari gerakan benda oleh pengaruh
gravitasi. Apa yang diterangkan menurut teori Newton bersifat spekulatif, batu
tersebut dianggap mengetahui kemana arah yang hendak dituju. Sementara
menurut Einstein, batu tersebut sama sekali tidak mengetahui dimana pusat bumi,
namun ia hanya mengikuti garis kelengkungan setempat dari ruang-waktu. Garis
itu ada dimana-mana seperti halnya garis gaya medan listrik yang ditimbulkan
oleh muatan listrik (Krane, 1992).
Dengan konsep yang baru, teori relativitas umum benar-benar memberikan
pandangan yang baru sama sekali mengenai ruang-waktu. Konsep bahwa
ruangwaktu dapat melengkung jika di dalamnya terdapat materi massif
memberikan beberapa implikasi baru. Diantaranya, jika cahaya bintang melewati
sebuah benda langit massif seperti matahari, maka ramalan teori relativitas umum
adalah cahaya bintang tersebut akan dibelokkan di sekitar matahari tersebut.
Membeloknya cahaya bintang tersebut bukan disebabkan oleh tertariknya cahaya
bintang karena pengaruh gaya gravitasi bumi, melainkan ruang-waktu di sekitar
matahari tersebut Analisis Tensor dan Teori Relativitas Umum melengkung. Jika
bukan konsep teori relativitas umum yang digunakan, tetapi konsep teori
relativitas khusus dan gravitasi Newton, yang dalam hal ini cahaya bintang
dianggap memiliki massa yang sebanding dengan energinya, memang
penghitungan menunjukkan adanya pembelokan, namun sayangnya nilai
ramalannya hanya setengah dari ramalan teori relativitas umum. Pengamatan
astronomi menunjukkan bahwa ternyata ramalan teori relativitas umumlah yang
lebih sesuai.
Ramalan teori relativitas umum yang lain, bahwa orbit planet mengelilingi
matahari mengalami presesi. Lagi-lagi ramalan tersebut dibuktikan oleh
pengamatan. Selain itu teori relativitas umum juga menyajikan gagasan adanya
gelombang gravitasi (gravitational waves) yang muncul akibat terjadinya
pergerakan materi massif di dalam ruang-waktu. Cukup banyak orang yang
mencoba mengamati adanya gelombang gravitasi di jagad raya ini.
Salah satu implikasi yang cukup spektakuler adalah munculnya gagasan
lubang hitam (black hole) yang dibatasi oleh event horizon dimana segala
peristiwa yang terjadi di dalam event horizon tidak dapat diamati dari luar.
Lubang hitam adalah sebuah konsep matematik yang muncul dari solusi
persamaan gravitasi Einstein dengan memiliki sifat-sifat fisis tertentu. Karena
itulah orang berupaya untuk mencari, adakah lubang hitam di jagad raya ini.
Perkembangan lebih lanjut mengenai telaah lubang hitam diantaranya adalah
kajian tentang lubang putih (white hole). White hole adalah solusi lain dari
persamaan gravitasi Einstein, dimana sifat-sifatnya berlawanan dengan sifat-sifat
lubang hitam. Kalau pada lubang hitam, mater-materi di sekitarnya akan ditarik
masuk ke dalam, maka pada konsep lubang putih, materi-materi akan dilontarkan
keluar. Orang kemudian menciptakan gagasan bahwa lubang hitam dan lubang
putih disatukan melalui suatu kerongkongan (throat). Materi yang diserap oleh
lubang hitam akan dikeluarkan melalui lubang putih. Gabungan lubang hitam
dengan lubang putih tersebut dikenal dengan nama lubang ulat (worm hole).
Implikasi selanjutnya menghasilkan gagasan tentang time machine dan time travel
yang dilakukan dengan wahana lubang ulat.
Implikasi teori relativitas umum yang lain adalah mengenai jagad raya.
Solusi persamaan gravitasi Einstein untuk objek jagad raya memberikan hasil-
hasil yang sama sekali tak terduga dari pandangan orang sebelumnya. Diantaranya
ternyata jagad raya bersifat dinamik, ia mengalami pengembangan (dan mungkin
saja mengalami pengerutan). Jika jagad raya mengalami pengembangan /
ekspansi, tentunya pada masa lalu ia berukuran lebih kecil dari sebelumnya.
Jikaterus ditarik ke belakang, ada saat dimana jagad raya berukuran sangat kecil,
bersuhu amat tinggi dengan rapat energi amat tinggi. Analisis ini jika
digabungkan dengan fakta fakta dalam fisika partikel tentulah amat menantang.
Menarik untuk dikaji, bagaimana jagad raya pada masa lalu sebagai media untuk
melakukan penciptaan dan pemusnahan partikel yang biasanya dikaji dalam fisika
partikel. Hal menarik lain adalah bagaimana masa depan jagad raya di masa
depan.
C. HUKUM GRAVITASI EINSTEN
Teori Relativitas Umum Einstein telah meruntuhkan pandangan kita
tentang ruang dan waktu serta mengarahkan kita pada dunia yang sebelumnya
tidak bisa dibayangkan. Gagasan mengenai tidak terpisahnya waktu dari ruang
merupakan gagasan baru yang diajukan oleh TRU, yang telah membuat kita harus
merubah pandangan kita tentang ruang dan waktu. Hal ini diterangkan oleh dua
prinsip yang membangun TRU itu sendiri, yakni prinsip kesetaraan massa dan
prinsip kovariansi umum. Lebih lanjut, penerapan kedua prinsip tersebut
menuntun kita pada konsep baru bahwa ruang dan waktu dapat melengkung.
Hadirnya materi menyebabkan terjadinya pelengkungan tersebut, sehingga benda
yang sedang melintas di dekat materi itu akan membentuk lintasan lengkung.
Inilah yang disebut dengan efek gravitasi sebagaimana ditunjukkan oleh fenomena
“Pembelokan Cahaya Bintang di Sekitar Matahari”. Yang berarti bahwa,
membeloknya cahaya bintang tersebut bukan disebabkan oleh tarikan gravitasi
bumi melainkan oleh medan gravitasi yang ditimbulkan matahari. Medan gravitasi
ini selanjutnya disebut sebagai medan gravitasi Einstein.
Sebuah kenyataan yang mencolok : hukum Gravitasi Newton memiliki
bentuk yang mirip dengan hukum Coulomb dalam listrik. Dalam hukum
Coulomb, terdapat persamaan potensial listrik
= -4 (3.72)
dengan adalah skalar potensial listrik, k adalah tetapan dan adalah rapat
muatan sumber. Analog dengan persamaan di atas, persamaan potensial medan
gravitasi Newton berbentuk
-G (3.73)
dengan G adalah tetapan gravitasi universal dan adalah rapat massa sumber
medan gravitasi. Kedua persamaan di atas termasuk jenis persamaan Poisson.
engan digunakannya geometri Riemman, pers. (3.73) harus diubah dan diperluas.
Potensial gravitasi diperluas menjadi kelengkungan ruang-waktu yang tertuang
dalam tensor Einstein, yaitu
G=R- gR (3.74)
Jika tetapan kosmologi ingin diikutsertakan, persamaan tensor Einstein
menjadi
GR gR g (3.75)
Adapun rapat massa yang menimbulkan potensial medan gravitasi diperluas
menjadi tensor energimomentum Tdengan rapat massaenergi termasuk salah
satu komponen di dalamnya. Melihat bentuk pers. (3.73) yang menyatakan bahwa
potensial medan gravitasi sebanding dengan rapat massa sumber medan, maka
dapat dilakukan perluasan bahwa kelengkungan ruangwaktu sebanding pula
dengan tensor energimomentum yang dirumuskan sebagai
R gR T (3.76)
Persamaan di atas menampilkan hukum gravitasi Einstein dengan berupa suatu
tetapan positif yang ada hubungannya dengan G. Dua bentuk variasi persamaan
tersebut adalah
R R T (3.77)
dan
RgR T (3.78)
Secara berturut-turut, kedua persamaan terakhir di atas disajikan dalam bentuk
persamaan tensor campuran dan kontravarian. Jika dilakukan kontraksi terhadap
pers. (3.77), diperoleh
R T (3.79)
sehingga hukum gravitasi Einstein dapat dibawa ke bentuk
R gT T (3.80)
Jika tetapan kosmologi diikutsertakan, bentuk persamaan gravitasi Einstein yang
termodifikasi adalah
R gR gT (3.81)
Salah satu keunggulan teori relativitas umum adalah teori yang kovarian ini akan
tereduksi menjadi hukum gravitasi Newton pada medan gravitasi lemah. Sifat ini
dikenal sebagai asas korespondensi. Dalam ruang-waktu yang berisi medan
gravitasi, geometri yang digunakan adalah geometri Riemann, sedangkan dalam
ruang-waktu tanpa medan gravitasi, geometri yang digunakan adalah geometri
Euclid. Pada ruang Euclid, metrik ruang-waktu diberikan oleh metrik Minkowski
yang dirumuskan sebagai
ds2 dxdxdt 2 dx2 dy2 dz2 (3.82)
Karena itu dalam medan gravitasi lemah, metrik ruang-waktu yang digunakan
tidak berbeda jauh dari metrik di atas. Tensor metrik gdalam medan gravitasi
lemah dapat didekati dengan bentuk
gh (3.83)
dengan adalah tensor metrik Minkowski dan hkecil ( << 1). Ditinjau
sebuah partikel yang bergerak dalam medan gravitasi lemah, dengan tensor metrik
diberikan oleh persamaan di atas. Partikel tersebut dalam ruang waktu menempuh
lintasan yang dinamakan sebagai lintasan geodesik. Persamaan geodesik lintasan
tersebut dirumuskan sebagai
(3.84)
Melalui kaitan
ds2 d2 (3.85)
persamaan di atas menjadi
(3.86)
Dengan mengisikan 0 diperoleh
(3.87)
Karena medan tersebut bersifat stasioner, seluruh turunan gterhadap lenyap,
sehingga
(3.88)
Dengan demikian persamaan (3.87) di atas dapat dipecahkan menjadi dua
persamaan berikut :
(3.89)
Dan
Pers. (3.90) menyatakan bahwa dt / dτ bernilai konstan. Dengan membagi
kedua
ruas pers. (3.89) dengan , diperoleh percepatan gerak benda
Di sisi lain, jika adalah potensial gravitasi Newton pada jarak r dari titik
massa M yang besarnya
maka percepatan benda itu sama dengan - ∇ . Dihubungkan dengan
pers. (3.91),
diperoleh hasil
Pada tempat yang jauh dari sumber medan gravitasi, sistem koordinatnya
menjadi sistem koordinat Minkowski, sehingg h00 lenyap. Demikian pula dengan
sebagaimana pers. (3.92) sehingga tetapan di atas bernilai nol. Akhirnya
diperoleh
sedangkan pasangan kontravariannya adalah
Selanjutnya hukum gravitasi Einstein akan direduksi ke hukum gravitasi
Newton pada kasus normal dimana intensitas medan gravitasi bernilai lemah dan
distribusi materi bersifat statik. Pereduksian ini akan menghasilkan hubungan
antara κ (gravitasi Einstein) dan G (gravitasi Newton).
Ditinjau bentuk tensor Riemann-Christoffel dalam medan lemah. Tensor
metrik diberikan oleh pers. (3.83). Nilai lambang Christoffel jenis kedua adalah
Jika nilai perkalian hµν diabaikan, nilai tensor Ricci untuk µ= µ=0
bernilai
Jika distribusi materi bersifat statis maka hµν bukan fungsi t atau
sehingga pers. (3.97) menjadi
Dengan
Dengan menggunakan pers. (3.73) dan (3.93), pers. (3.99) menjadi
Tensor energi-momentum fluida sempurna dirumuskan sebagai
Karena distribusi materi bersifat statik (dapat dianggap sebagai kumpulan
debu / dust ) materi tersebut tidak memiliki tekanan internal p sehingga pers.
(3.102) tereduksi ke bentuk
Selain itu vektor kecepatan−4 adalah
sehingga seluruh komponen Tµν lenyap kecuali T00 = ρ . Skalar T dapat
dihitung
dengan perkalian dalam antara tensor metrik kontravarian dengan tensor
energi- momentum kovarian untuk dust sebagai
Dengan menggunakan pers. (3.80), nilai R00 adalah
Dihubungkan dengan pers. (3.101), akhirnya diperoleh
sehingga persamaan gravitasi Einstein (3.76) menjadi
Adapun persamaan gravitasi Einstein dengan hadirnya tetapan kosmologi
dirumuskan sebagai
D. Pembelokan cahaya bintang di sekitar massa massif
Cahaya melintasi ruang-waktu melalui lintasan geodesik. Geodesik
merupakan lintasan terpendek antara dua buah titik pada suatu permukaan. Pada
ruang datar, geodesik akan berupa garis lurus. Sedangkan dalam ruang lengkung,
geodesik akan berupa garis lengkung. Karena geodesik adalah lintasan terpendek,
maka geodesik dalam ruang lengkung harus merupakan suatu kurva yang
memiliki kelengkungan seminimal mungkin. Secara kalkulus, ini berarti bahwa
kurva tersebut memiliki gradien yang sejajar terhadap kurva itu sendiri. Dengan
kata lain kurva tersebut merupakan kurva stasioner (Purwanto, 2009).
Untuk cahaya, elemen garis yang ditempuh olehnya sama dengan nol
Dari nolnya kuadrat elemen garis, swawaktunya juga nol. Karena itu persamaan
metrik Schwarzschild dengan dituliskan dengan substitusi yang merupakan
parameter sembarang sebagai
Tanpa kehilangan peninjauan secara umum, diisikan q =p / 2 sehingga berkas
cahaya ditinjau dalam bidang ekuator, dan dengan penurunan yang sama seperti
halnya pada presesi gerak planet, diperoleh persamaan diferensial
Dengan
Pada pendekatan pertama untuk solusi pers. (4.94), suku kanan diabaikan terlebih
dahulu. Bentuk penyelesaiannya adalah
dengan R adalah tetapan integrasi. Ini adalah persamaan polar untuk garis lurus,
dimana jarak tegak lurus dari pusat atraksi adalah R.
Tanpa kehilangan generalisasi, nilai a diisikan sama dengan nol. Dengan
mengisikan
pada ruas kanan pers. (4.94), bentuk persamaan tersebut menjadi
Penyelesaian dalam penghampiran kedua dalam bentuk persamaan polar sinar
cahaya adalah
Pada akhir sinar, nilai
Dengan asumsi
persamaan kuadrat tersebut memiliki akar yang kecil dan akar yang besar. Untuk
akar yang kecil, penghampiran nilainya adalah
sehingga
pada keadaan awal dan akhir lintasan cahaya. Maka nilai sudut pembelokan
cahaya bintang yang melintasi massa massif yang diletakkan di pusat koordinat
yang menimbulkan medan Schwarzschild adalah
Untuk cahaya yang melintas dekat matahari : R = jari-jari matahari = 6,95 x108 m
dan m = 1,5x103 m, sehingga nilai prediksi pembelokan adalah
Ilustrasi pembelokan cahaya bintang di sekitar massa massif terdapat pada
Gambar 4.3.
Prediksi ini juga secara umum bersesuaian dengan hasil eksperimen. Pengamatan
pertama kali dilakukan pada tahun 1919, saat beberapa team ekspedisi berangkat
ke Sobral, Brazil dan Principe, Teluk Guinea untuk mengamati adanya
pembelokan cahaya bintang saat terjadi gerhana matahari. Mengapa harus
dilakukan pada saat terjadi gerhana matahari ? Cara cerdik ini diusulkan oleh
Einstein ketika mengajukan hipotesis adanya pembelokan cahaya bintang saat
cahaya tersebut melewati dekat matahari. Menurutnya, pada siang hari, cahaya
bintang tertutup oleh sinar matahari. Namun saat gerhana, cahaya bintang tersebut
dapat nampak. Dengan membandingkan antara posisi bintang tersebut saat
matahari lewat dekat cahaya bintang tersebut, dengan saat matahari tidak berada
di dekat cahaya bintang tersebut, dapat dibandingkan apakah terjadi pergeseran
posisi bintang. Pada pengamatan di tahun 1919 tersebut setelah mempelajari
sejumlah posisi bintang, akhirnya diperoleh kesimpulan bahwa cahaya bintang
yang lewat dekat matahari telah membelok dengan sudut sebesar 1,98 ± 0,16 detik
dan 1,61 ± 0,40 detik. Nilai pengamatan pertama ini cukup dekat dengan ramalan
teori relativitas umum sebesar 1,75 detik.
Sejak tahun 1919 telah dilakukan pengamatan kira-kira terhadap 380
bintang sepanjang gerhana matahari yang terjadi pada tahun 1922, 1929, 1936,
1947 dan 1952. Data hasil eksperimen tersebut disajikan pada Tabel 4.2. Nilai
pengamatan tersebut bervariasi dari 1,3 hingga 2,7 detik, namun paling banyak di
antara 1,7 hingga 2 detik. Eksperimen terbaru pada hasil tersebut adalah 1,70 ±
0,10 detik, yang cukup baik kesesuaiannya dengan prediksi teori relativitas
umum. Hasil eksperimen ini semakin menguatkan kebenaran teori relativitas
umum, setelah bukti pertama di atas, yaitu prediksi presisi sudut orbit planet yang
berevolusi memutari matahari.
E. LUBANG HITAM
Konsep lubang hitam pertama kali diajukan oleh seorang matematikawan-
astronom berkebangsaan Jerman, Karl Schwarzschild, pada tahun 1916 sebagai
solusi eksak dari persamaan medan Einstein (Relativitas Umum). Penyelesaian
berupa persamaan diferensial orde dua nonlinear--yang dihasilkan Schwarzschild
hanya dengan bantuan pensil dan kertas kala itu--sangat memikat Einstein.
Pasalnya, relativitas umum yang bentuk finalnya telah dipaparkan Einstein di
Akademi Prusia pada 25 November 1915, oleh penemunya sendiri "hanya"
berhasil dipecahkan dengan penyelesaian pendekatan. Bahkan dalam perkiraan
Einstein, tidak akan mungkin menemukan solusi eksak dari persamaan medan
temuannya tersebut.
Istilah lubang hitam sendiri menggambarkan kondisi kelengkungan ruang-
waktu di sekitar benda bermassa dengan medan gravitasi yang sangat kuat.
Menurut teori relativitas umum, kehadiran massa akan mendistorsi ruang dan
waktu. Dalam bahasa yang sederhana, kehadiran massa akan melengkungkan
ruang dan waktu di sekitarnya. Ilustrasi yang umum digunakan untuk
mensimulasikan kelengkungan ruang di sekitar benda bermassa dalam relativitas
umum adalah dengan menggunakan lembaran karet sangat elastis untuk
mendeskripsikan ruang 3 dimensi ke dalam ruang 2 dimensi.
Bila kita mencoba menggelindingkan sebuah bola pingpong di atas
hamparan lembaran karet tersebut, bola akan bergerak lurus dengan hanya
memberi sedikit tekanan pada lembaran karet. Sebaliknya, bila kita letakkan bola
biliar yang massanya lebih besar (masif) dibandingkan bola pingpong, akan kita
dapati lembaran karet melengkung dengan cekungan di pusat yang ditempati oleh
bola biliar tersebut. Semakin masif bola yang kita gunakan, akan semakin besar
tekanan yang diberikan dan semakin dalam pula cekungan pusat yang dihasilkan
pada lembaran karet.
Sudah menjadi pengetahuan publik bila gerak Bumi dan planet-planet lain
dalam tata surya mengorbit Matahari sebagai buah kerja dari gaya gravitasi,
sebagaimana yang telah dibuktikan oleh Isaac Newton pada tahun 1687 dalam
Principia Mathematica-nya. Melalui persamaan matematika yang menjelaskan
hubungan antara kelengkungan ruang dan distribusi massa di dalamnya, Einstein
ingin memberikan gambaran tentang gravitasi yang berbeda dengan pendahulunya
tersebut. Bila sekarang kita menggulirkan bola yang lebih ringan di sekitar bola
yang masif pada lembaran karet di atas, kita menjumpai bahwa bola yang ringan
tidak lagi mengikuti lintasan lurus sebagaimana yang seharusnya, melainkan
mengikuti kelengkungan ruang yang terbentuk di sekitar bola yang lebih masif.
Cekungan yang dibentuk telah berhasil "menangkap" benda bergerak lainnya
sehingga mengorbit benda pusat yang lebih masif tersebut. Inilah deskripsi yang
sama sekali baru tentang penjelasan gerak mengorbitnya planet-planet di sekitar
Matahari a la relativitas umum. Dalam kasus lain bila benda bergerak menuju ke
pusat cekungan, benda tersebut tentu akan tertarik ke arah benda pusat. Ini juga
memberi penjelasan tentang fenomena jatuhnya meteoroid ke Matahari, Bumi,
atau planet-planet lainnya.
Radius kritis
Melalui persamaan matematisnya yang berlaku untuk sembarang benda
berbentuk bola sebagai solusi eksak atas persamaan medan Einstein,
Schwarzschild menemukan bahwa terdapat suatu kondisi kritis yang hanya
bergantung pada massa benda tersebut. Bila jari-jari benda tersebut (bintang
misalnya) mencapai suatu harga tertentu, ternyata kelengkungan ruang-waktu
menjadi sedemikian besarnya sehingga tak ada satupun yang dapat lepas dari
permukaan benda tersebut, tak terkecuali cahaya yang memiliki kelajuan 300.000
kilometer per detik.
Jari-jari kritis tersebut sekarang disebut Jari-jari Schwarzschild, sementara
bintang masif yang mengalami keruntuhan gravitasi sempurna seperti itu, untuk
pertama kalinya dikenal dengan istilah lubang hitam dalam pertemuan fisika
ruang angkasa di Nebanyak ilmuwan New York pada tahun 1969.
Untuk menjadi lubang hitam, menurut persamaan Schwarzschild, Matahari kita
yang berjari-jari sekira 700.000 kilometer harus dimampatkan hingga berjari-jari
hanya 3 kilometer saja. Sayangnya, bagi la itu, hasil yang diperoleh
Schwarzschild dipandang tidak lebih sebagai sebuah permainan matematis tanpa
kehadiran makna fisis. Einstein termasuk yang beranggapan demikian. Akan
terbukti belakangan, keadaan ekstrem yang ditunjukkan oleh persamaan
Schwarzschild sekaligus model yang diajukan fisikawan Amerika Robert
Oppenheimer beserta mahasiswanya, Hartland Snyder, pada 1939 yang berangkat
dari perhitungan Schwarzschild berhasil ditunjukkan dalam sebuah simulasi
komputer.
Kelahiran lubang hitam
Waktu yang diperlukan kumpulan materi antarbintang (sebagian besar
hidrogen) hingga menjadi "bintang baru" yang disebut sebagai bintang deret
utama (main sequence star), bergantung pada massa cikal bakal bintang tersebut.
Makin besar massanya, makin singkat pula waktu yang diperlukan untuk menjadi
bintang deret utama. Energi yang dimiliki "calon" bintang ini semata-mata berasal
dari pengerutan gravitasi. Karena pengerutan gravitasi inilah temperatur di pusat
bakal bintang menjadi meninggi.
Dari mana bintang-bintang mendapatkan energi untuk menghasilkan kalor
dan radiasi, pertama kali dipaparkan oleh astronom Inggris Sir Arthur Stanley
Eddington. Sir Eddington juga yang pernah memimpin ekspedisi gerhana
Matahari total ke Pulau Principe di lepas pantai Afrika pada 29 Mei 1919 untuk
membuktikan ramalan teori relativitas umum tentang pembelokan cahaya bintang
di dekat Matahari. Meskipun demikian, fisikawan nuklir Hans Bethe-lah yang
pada tahun 1938 berhasil menjelaskan bahwa reaksi fusi nuklir (penggabungan
inti-inti atom) di pusat bintang dapat menghasilkan energi yang besar. Pada
temperatur puluhan juta Kelvin, inti-inti hidrogen (materi pembentuk bintang)
mulai bereaksi membentuk inti helium. Energi yang dibangkitkan oleh reaksi
nuklir ini membuat tekanan radiasi di dalam bintang dapat menahan pengerutan
yang terjadi. Bintang pun kemudian berada dalam kesetimbangan hidrostatik dan
akan bersinar terang dalam waktu jutaan bahkan milyaran tahun ke depan
bergantung pada massa awal yang dimilikinya.
Semakin besar massa awal bintang, semakin cepat laju pembangkitan
energinya sehingga semakin singkat pula waktu yang diperlukan untuk
menghabiskan pasokan bahan bakar nuklirnya. Manakala bahan bakar tersebut
habis, tidak akan ada lagi yang mengimbangi gravitasi, sehingga bintang pun
mengalami keruntuhan kembali.
Nasib akhir sebuah bintang ditentukan oleh kandungan massa awalnya.
Artinya, tidak semua bintang akan mengakhiri hidupnya sebagai lubang hitam.
Untuk bintang-bintang seukuran massa Matahari kita, paling jauh akan menjadi
bintang katai putih (white dwarf) dengan jari-jari lebih kecil daripada semula,
namun dengan kerapatan mencapai 100 hingga 1000 kilogram tiap centimeter
kubiknya! Tekanan elektron terdegenerasi akan menahan keruntuhan lebih lanjut
sehingga bintang kembali setimbang. Karena tidak ada lagi sumber energi di pusat
bintang, bintang katai putih selanjutnya akan mendingin menjadi bintang katai
gelap (black dwarf).
Untuk bintang-bintang dengan massa awal yang lebih besar, setelah
bintang melontarkan bagian terluarnya akan tersisa bagian inti yang mampat. Jika
massa inti yang tersisa tersebut lebih besar daripada 1,4 kali massa Matahari
(massa Matahari: 2x10 pangkat 30 kilogram), gravitasi akan mampu mengatasi
tekanan elektron dan lebih lanjut memampatkan bintang hingga memaksa elektron
bergabung dengan inti atom (proton) membentuk netron. Bila massa yang
dihasilkan ini kurang dari 3 kali massa Matahari, tekanan netron akan
menghentikan pengerutan untuk menghasilkan bintang netron yang stabil dengan
jari-jari hanya belasan kilometer saja. Sebaliknya, bila massa yang dihasilkan
pasca ledakan bintang lebih dari 3 kali massa Matahari, tidak ada yang bisa
menahan pengerutan gravitasi. Bintang akan mengalami keruntuhan gravitasi
sempurna membentuk objek yang kita kenal sebagai lubang hitam. Bila bintang
katai putih dapat dideteksi secara fotografik dan bintang netron dengan teleskop
radio, lubang hitam tidak akan pernah dapat kita lihat secara langsung.
Mengenali lubang hitam
Bila memang lubang hitam tidak akan pernah bisa kita lihat secara
langsung, lantas bagaimana kita bisa meyakini keberadaannya? Untuk menjawab
pertanyaan ini, John Wheeler sebagai tokoh yang mempopulerkan istilah lubang
hitam, memiliki sebuah perumpamaan yang menarik. Bayangkan Anda berada di
sebuah pesta dansa di mana para pria mengenakan tuksedo hitam sementara para
wanita bergaun putih panjang. Mereka berdansa sambil berangkulan, dan karena
redupnya penerangan di dalam ruangan, Anda hanya dapat melihat para wanita
dalam balutan busana putih mereka. Nah, wanita itu ibarat bintang kasat mata
sementara sang pria sebagai lubang hitamnya. Meskipun Anda tidak melihat
pasangan prianya, dari gerakan wanita tersebut Anda dapat merasa yakin bahwa
ada sesuatu yang menahannya untuk tetap berada dalam "orbit dansa".
Demikianlah para astronom dalam mengenali keberadaan sebuah lubang
hitam. Mereka menggunakan metode tak langsung melalui pengamatan bintang
ganda yang beranggotakan bintang kasat mata dan sebuah objek tak tampak.
Beruntung, semesta menyediakan sampel bintang ganda dalam jumlah yang
melimpah. Kenyataan ini bukanlah sesuatu yang mengherankan, sebab bintang-
bintang memang terbentuk dalam kelompok. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa di galaksi kita, Bima Sakti, terdapat banyak bintang yang merupakan
anggota suatu gugus bintang ataupun asosiasi.
Telah disebutkan di atas bahwa medan gravitasi lubang hitam sangat kuat,
jauh lebih kuat daripada bintang kompak lainnya seperti bintang “katai putih”
maupun bintang netron. Dalam sebuah sistem bintang ganda berdekatan, objek
yang lebih masif dapat menarik materi dari bintang pasangannya. Demikian pula
dengan lubang hitam. lubang hitam menarik materi dari bintang pasangan dan
membentuk cakram akresi di sekitarnya (bayangkan sebuah donat yang pipih
bentuknya). Bagian dalam dari cakram yang bergerak dengan kelajuan mendekati
kelajuan cahaya, akan melepaskan energi potensial gravitasinya ketika jatuh ke
dalam lubang hitam. Energi yang sedemikian besar diubah menjadi kalor yang
akan memanaskan molekul-molekul gas hingga akhirnya terpancar sinar-X dari
cakram akresi tersebut. Sinar-X yang dihasilkan inilah yang digunakan oleh para
astronom untuk mencurigai keberadaan sebuah lubang hitam dalam suatu sistem
bintang ganda. Untuk lebih meyakinkan bahwa bintang kompak tersebut benar-
benar lubang hitam alih-alih bintang “katai putih” ataupun bintang netron,
astronom menaksir massa objek tersebut dengan perangkat matematika yang
disebut fungsi massa. Bila diperoleh massa bintang kompak lebih dari 3 kali
massa Matahari, besar kemungkinan objek tersebut adalah lubang hitam.
Pertumbuhan Black Hole
Massa dari lubang hitam terus bertambah dengan cara menangkap semua
materi didekatnya. Semua materi tidak bisa lari dari jeratan lubang hitam jika
melintas terlalu dekat. Jadi obyek yang tidak bisa menjaga jarak yang aman dari
lubang hitam akan tersedot. Berlainan dengan reputasi yang disandangnya saat ini
yang menyatakan bahwa lubang hitam dapat menyedot apa saja disekitarnya,
lubang hitam tidak dapat menyedot material yang jaraknya sangat jauh dari
dirinya. dia hanya bisa menarik materi yang lewat sangat dekat dengannya.
Contoh : bayangkan matahari kita menjadi lubang hitam dengan massa
yang sama. Kegelapan akan menyelimuti bumi dikarenakan tidak ada pancaran
cahaya dari lubang hitam, tetapi bumi akan tetap mengelilingi lubang hitam itu
dengan jarak dan kecepatan yang sama dengan saat ini dan tidak tersedot masuk
kedalamnya. Bahaya akan mengancam hanya jika bumi kita berjarak 10 mil dari
lubang hitam, dimana hal ini masih jauh dari kenyataan bahwa bumi berjarak 93
juta mil dari matahari. Lubang hitam juga dapat bertambah massanya dengan cara
bertubrukan dengan lubang hitam yang lain sehingga menjadi satu lubang hitam
yang lebih besar.
Cakram gas
Dengan sifatnya yang tidak bisa dilihat, pertanyaan kemudian adalah
bagaimana mendeteksi adanya suatu lubang hitam? Kesempatan yang paling baik
untuk mendeteksinya, diakui para ahli, adalah bila ia merupakan bintang ganda
(dua bintang yang berevolusi dan saling mengelilingi). Lubang hitam akan
menyedot semua materi dan gas-gas hasil ledakan termonuklir bintang di
sekitarnya. Dari gesekan internal, gas-gas yang tersedot itu akan menjadi sangat
panas (hingga 2 juta derajat!) dan memancarkan sinar-X. Dari sinar-X inilah para
ahli memulai langkah untuk menjejak lubang hitam.
Pada 12 Desember 1970, AS meluncurkan satelit astronomi kecil (Small
Astronomical Satellite SAS) pendeteksi sinar-X di kosmis bernama Uhuru dari
lepas pantai Kenya. Dari hasil pengamatannya didapatkan bahwa sebuah bintang
maha raksasa biru, yakni HDE226868 yang terletak dalam konstelasi Cygnus
(8.000 tahun cahaya dari bumi) mempunyai pasangan bintang Cygnus X-1, yang
tidak dapat dideteksi secara langsung. Cygnus X-1 menampakkan orbitnya berupa
gas-gas hasil ledakan termonuklir HDE226868 yang bergerak membentuk sebuah
cakram. Cygnus X-1 diperhitungkan berukuran lebih kecil dari Bumi, tapi
memiliki massa enam kali lebih besar dari massa matahari. Bintang redup ini telah
diyakini para ilmuwan sebagai lubang hitam. Selain Cygnus X-1, Uhuru juga
mendapatkan sumber sinar-X kosmis, yakni Cygnus X-3 dalam konstelasi
Centaurus dan Lupus X-1 dalam konstelasi bintang Lupus. Dua yang disebut
terakhir belum dipastikan sebagai lubang hitam, termasuk 339 sumber sinar-X
lainnya yang dideteksi selama 2,5 tahun masa operasi Uhuru.
Eksplorasi sumber sinar-X di kosmis masih dilanjutkan oleh satelit HEAO
(High Energy Astronomical Observatory) atau Einstein Observatory tahun 1978.
Satelit ini menemukan bintang ganda yang lain dalam konstelasi Circinus, yakni
Circinus X-1 serta V861 Scorpii dan GX339-4 dalam konstelasi bintang Scorpius.
Tahun 1999, dengan biaya 2,8 milyar dollar, AS masih meluncurkan
teleskop Chandra, guna menyingkap misteri lubang hitam. The Chandra X-ray
Observatory sepanjang 45 kaki milik NASA ini telah berhasil membuat ratusan
gambar resolusi tinggi dan menangkap adanya lompatan-lompatan sinar-X dari
pusat galaksi Bima Sakti berjarak 24.000 tahun cahaya dari Bumi.
Mencengangkan, karena bila memang benar demikian (lompatan sinar-X itu)
menunjukkan adanya sebuah lubang hitam di jantung Bima Sakti, maka teori
Albert Einstein kembali benar. Ia menyatakan, bahwa di jantung setiap galaksi
terdapat lubang hitam.
“Dugaan semacam itu sungguh sangat dekat dengan kenyataan,” kata
Frederick Baganoff yang memimpin penelitian, September 2001, kepada Reuters
di Washington. Para ilmuwan pun mulai melebarkan pencarian terhadap putaran
gas di sekitar tepi-tepi jurang ketiadaan ini, layaknya mencari pusaran air.
Pencarian lubang hitam dan kebenaran teori-teori yang mendukungnya memang
masih terus dilakukan para ahli, seiring makin majunya teknologi dan ilmu
pengetahuan. Pertanyaan kemudian, bila lubang hitam bertebaran di kosmis,
apakah nanti pada saat kiamat, monster ini pula yang akan melenyapkan benda-
benda jagat raya.
Bila ditelusuri istilah lubang hitam, sebenarnya belum lah lama populer.
Dua kata ini pertama kali diangkat oleh fisikawan AS bernama John Archibald
Wheeler pada tahun 1968. Wheeler memberi nama demikian karena singularitas
ini tak bisa dilihat. Mengapa demikian? Penyebabnya tidak lain karena cahaya tak
bisa lepas dari kungkungan gravitasi singularitas yang maha dahsyat ini. Daerah
di sekitar singularitas atau lazimnya disebut sebagai Horizon Peristiwa (radiusnya
dihitung dengan rumus jari-jari Schwarzschild R = 2GM/C2 dimana G = 6,67 x
10-11 Nm2kg-2, M = kg massa lubang hitam, C = cepat rambat cahaya) menjadi
gelap. Itulah sebabnya, wilayah ini disebut sebagai lubang hitam.
Dengan tidak bisa lepasnya cahaya, serta merta sekilas kita bisa
membayangkan sendiri kira-kira seberapa besar gaya gravitasi dari lubang hitam.
Untuk mulai menghitungnya, ingatlah bahwa cepat rambat cahaya di alam
mencapai 300 juta meter per detik. Masya Allah. Lalu, apalah jadinya bila benar
sebuah wahana buatan manusia tersedot ke dalam lubang hitam? Dalam hitungan
sepersejuta detik saja, tentunya dapat dipastikan wahana tersebut sudah remuk
menjadi bubur.
Lebih dua ratus tahun silam, atau tepatnya pada tahun 1783. pemikiran akan
adanya monster kosmis bersifat melenyapkan benda lainnya ini sebenarnya pernah
dilontarkan oleh seorang pendeta bernama John Mitchell. Mitchell yang kala itu
mencermati teori gravitasi Isaac Newton (1643-1727) berpendapat, bila bumi
punya suatu kecepatan lepas dari Bumi 11 km per detik (sebuah benda yang
dilemparkan tegak lurus ke atas baru akan terlepas dari pengaruh gravitasi bumi
setelah melewati kecepatan ini), tentu ada planet atau bintang lain yang punya
gravitasi lebih besar. Mitchell malah memperkirakan di kosmis terdapat suatu
bintang dengan massa 500 kali matahari yang mampu mencegah lepasnya cahaya
dari permukaannya sendiri.
Lalu, bagaimana sebenarnya lubang hitam tercipta? Menurut teori evolusi
bintang (lahir, berkembang, dan matinya bintang), buyut dari lubang hitam adalah
sebuah bintang biru. Bintang biru merupakan julukan bagi deret kelompok
bintang yang massanya lebih besar dari 1,4 kali massa matahari. Disebutkan para
ahli fisika kosmis, ketika pembakaran hidrogen di bintang biru mulai usai (kira-
kira memakan waktu 10 juta tahun), ia akan berkontraksi dan memuai menjadi
bintang maha raksasa biru. Selanjutnya, ia akan mendingin menjadi bintang maha
raksasa merah. Dalam fase inilah, akibat tarikan gravitasinya sendiri, bintang
maha raksasa merah mengalami keruntuhan gravitasi menghasilkan ledakan
dahsyat atau biasa disebut sebagai Supernova.
Supernova ditandai dengan peningkatan kecerahan cahaya hingga miliaran kali
cahaya bintang biasa kemudian melahirkan dua kelas bintang, yakni bintang
netron dan lubang hitam. Bintang netron (disebut juga Pulsar atau bintang denyut)
terjadi bila massa bintang runtuh lebih besar dari 1,4 kali, tapi lebih kecil dari tiga
kali massa matahari. Sementara lubang hitam mempunyai massa bintang runtuh
lebih dari tiga kali massa matahari. Materi pembentuk lubang hitam kemudian
mengalami pengerutan yang tidak dapat mencegah apapun darinya. Bintang
menjadi sangat mampat sampai menjadi suatu titik massa yang kerapatannya tidak
terhingga, yang disebut singularitas tadi.
Di dalam kaidah fisika, besaran gaya gravitasi berbanding terbalik dengan
kuadrat jarak atau dirumuskan F µ 1/r2. Dari formula inilah kita bisa memahami
mengapa lubang hitam mempunyai gaya gravitasi yang maha dahsyat. Dengan
nilai r yang makin kecil atau mendekati nol, gaya gravitasi akan menjadi tak
hingga besarnya.
Para ilmuwan menghitung, seandainya benda bermassa seperti bumi kita
ini akan menjadi lubang hitam, agar gravitasinya mampu mencegah cahaya
keluar, maka benda itu harus dimampatkan menjadi bola berjari-jari 1 cm.