16
BAB I PENDAHULUAN Sejak dari masa Rasulullah SAW, al-Qur’an ditulis tidak bertitik dan berbaris, begitu juga pada masa Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali hingga sampai pada masa Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang dilakukan oleh Abu Aswad al-Du’ali atas permintaan Ziyad bin Abihi, Gubernur Bashrah. Yang dilakukan oleh Abu Aswad tersebut adalah sebatas pemberian titik (baris) pada huruf akhir setiap kata di seluruh al- Qur’an yang disebut dengan nuqthah al-I’rab. Pada masa Abdul Malik bin Marwan, Nasr bin ‘Ashim al- Laithi dan Yahya bin Ya’mar memberikan tanda baca titik untuk membedakan huruf-huruf yang serupa bentuk tulisannya, hal tersebut dilakukan atas permintaan al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, Gubernur Bashrah. Yang dilakukan oleh kedua orang ulama tersebut adalah pemberian titik pembeda huruf- huruf yang sama bentuknya di seluruh al-Qur’an yang disebut dengan nuqthah al-I’jam. Selanjutnya pada masa al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi, tepatnya pada masa pemerintahan Abbasiyah, terjadi perombakan tanda baca Abu Aswad al-Dua’li yang dilakukan oleh Khalil bin Ahmad al-Farahidi, dengan menciptakan tanda baca yang baru yaitu berupa harakat dan lainnya sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an yang dikenal sampai sekarang. Untuk lebih jelas, spesifik dan detailnya, maka dalam makalah yang singkat ini akan mencoba untuk membahas 1

Tugas Dhabt Al-Qur'an Pak Hisyami

Embed Size (px)

DESCRIPTION

DHABT

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Sejak dari masa Rasulullah SAW, al-Quran ditulis tidak bertitik dan berbaris, begitu juga pada masa Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali hingga sampai pada masa Muawiyah bin Abi Sufyan yang dilakukan oleh Abu Aswad al-Duali atas permintaan Ziyad bin Abihi, Gubernur Bashrah. Yang dilakukan oleh Abu Aswad tersebut adalah sebatas pemberian titik (baris) pada huruf akhir setiap kata di seluruh al-Quran yang disebut dengan nuqthah al-Irab.Pada masa Abdul Malik bin Marwan, Nasr bin Ashim al-Laithi dan Yahya bin Yamar memberikan tanda baca titik untuk membedakan huruf-huruf yang serupa bentuk tulisannya, hal tersebut dilakukan atas permintaan al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, Gubernur Bashrah. Yang dilakukan oleh kedua orang ulama tersebut adalah pemberian titik pembeda huruf-huruf yang sama bentuknya di seluruh al-Quran yang disebut dengan nuqthah al-Ijam.Selanjutnya pada masa al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi, tepatnya pada masa pemerintahan Abbasiyah, terjadi perombakan tanda baca Abu Aswad al-Duali yang dilakukan oleh Khalil bin Ahmad al-Farahidi, dengan menciptakan tanda baca yang baru yaitu berupa harakat dan lainnya sebagaimana yang terdapat dalam al-Quran yang dikenal sampai sekarang. Untuk lebih jelas, spesifik dan detailnya, maka dalam makalah yang singkat ini akan mencoba untuk membahas tentang Palaeografi dan Tanda Titik (Nuqath) dalam Mushhaf Zaman Dahulu . Dengan berbagai kekurangan dari makalah ini semoga dapat diperbaiki dan akan tetap bermanfaat bagi kita semua. Amin.

BAB IIPEMBAHASAN

A. Tanda Titik ( )Setelah mempelajari dan mengetahui tentang ilmu Dhabt al-Quran dan juga ilmu Rasm al-Quran, alangkah baiknya kita juga semestinya mengetahui tentang ilmu Palaeografi[footnoteRef:1] dan tanda titik (Nuqath) dalam Mushhaf zaman dahulu. Dalam konteks al-Quran pada masa awal Islam, berkenaan dengan permasalahan nuqath ( : titik ), mempunyai dua makna ketika itu, yaitu: [1: Palaeografi (dalam konteks ini), adalah kajian pembahasan tentang skrip sebuah bahasa, dengan bentuk hurufnya dan penempatan titik dan sebagainya.]

1. Kerangka Tanda TitikIni adalah tanda titik yang terletak baik di atas atau pun di bawah huruf guna membedakan dengan huruf lain yang kerangkanya sama, seperti h ( ), kh ( ), dan juga j ( ). Ini disebut dengan nuqath al- ijam ( ), sistem ini sudah terkenal sejak zaman Arab sebelum Islam atau setidaknya pada awal Islam sebelum Mushhaf Utsmani.2. Tanda Diakritikal (di bawah atau di atas )Ini dalam bahasa Arab disebut tasykil ( :seperti dhammah, fathhah, kasrah ) atau nuqath al-irab ( );[footnoteRef:2] Ini bisa berbentuk titik atau tanda yang konvensional yang dibuat oleh Abu Aswad al-Duali ( 10 sebelum hijrah -69 H./ 611 688 M.[footnoteRef:3] [2: Ini berarti untuk menggambarkan bunyi pendek vokal. Nama lainnya adalah al-Harakah ( ), dan dalam bahasa Urdu ini disebut zair, zabar, paish...dst.] [3: Abu Amrin Utsman bin Said al-Dani, al-Muhkam fi Naqthi al-Mashahif, (Dimasyqi: Dar al-Fikri, 1415 H 1994 M), hal. 6. Pengarang terkenal, al-Duali menulis karangannya tentang grammar (dan menemukan tasykil) sekitar tahun 20 H. / 640 M.]

Dari kedua poin dan topik pembahasan tersebut akan dijelaskan lagi secara panjang lebar berkaitan dengan konteks penulisan al-Quran pada zaman dahulu dan pada masa awal Islam. Penjelasan ini disertakan dengan gambar yang berupa skrip dan bentuk tulisan al-Quran yang ditemukan pada zaman dahulu.

B. Tulisan Arab Kuno dan Kerangka Tanda TitikRasm al-Khath al-Quran dalam Mushhaf Utsmani tidak membuat tanda titik untuk membedakan karakter seperti b ( ), t ( ), dan seterusnya, dan juga tidak ada baris diakritikal (bawah, atas) seperti fathah, dhammash, dan kasrah. Sebenarnya ada bukti kukuh yang menunjukkan bahwa konsep tanda titik ini bukan sesuatu yang baru untuk orang Arab, sudah diketahui sebelum Islam datang. Walaupun tanda titik ini tidak ada pada Mushhaf-mushhaf klasik, namun telah ada pembuktian bahwa palaeografi (tulisan) Arab klasik mempunyai tanda titik untuk menemani kerangka sifat huruf, buktinya yaitu:1. Batu nisan Raquush, Inskripsi Arab sebelum Islam tertua, tahun 267 M., mencatat tanda titik di atas huruf dhaal, raa, dan siin.2. Sebuah inskripsi, kemungkinan sebelum Islam, di Sakaaka (Arab Utara), ditulis dalam skrip yang agak aneh:

Gambar Inskripsi agak aneh ditemukan di SakaakaSumber : Winnet dan Reed, Ancient Records from North ArabiaInskripsi itu (seperti kombinasi karakter antara Nabatean dan Arab)[footnoteRef:4] memuat tanda titik yang menggabungkan dengan huruf Arab berikut ini: n ( ), b ( ), dan juga huruf t ( ). [4: F. V. Winnet dan W. L. Reed, Ancient Records from the North Arabia, (Kanada: University of Toronto Press, 1970), hal. 11]

3. Dokumentasi dalam dua bahasa di atas kertas papyrus, tahun 22 H., disimpan di Osterreichische National Bibliotehek di Vienna;

Ini adalah gambar baris terakhir dari dokumentasi dalam dua bahasa tersebut, baris terakhirnya dibaca: Bulan Jamad al-Ulaa tahun 22 Hijrah dan ditulis oleh Ibnu Hudaidah.

Gambar ini adalah dokumentasi dalam dua bahasa yang berasal dari Mesir.Sumber: Perpustakaan Nasional Austria.Dokumentasi ini mendapat sambutan sejak zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab. Karakter Bahasa Arab di bawah ini mempunyai tanda titik yaitu: n ( ), kh ( ), dz ( ), sy ( ), dan z ( ).4. Sebuah inskripsi dekat Mekkah, tahun 46 H., mencatat satu tanda titik di atas huruf b ( ).5. Dam Muawiyah dekat Madinah mempunya satu inskripsi dengan memasukkan tanda titik di atas huruf t ( ).6. Dam Muawiyah yang lain. Ini dekat Thaif dengan bertuliskan satu inskripsi yang bertanggal tahun 58 H. Berikut inskripsinya;

Karakter pada gambar tersebut mempunyai tanda titik: ya ( ), b ( ), n ( ). ts ( ), kh ( ), f ( ), dan t ( ).Sebagaimana tampak pada inskripsi-inskripsi di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa sampai tahun 58 hijrah, huruf-huruf berikut ini sudah diberi tanda titik guna membedakan huruf lain yang bentuknya sama: n ( ), kh ( ), dz ( ), sy ( ), z ( ), ya ( ), b ( ), ts ( ), f ( ), dan t ( ). Jumlah semuanya itu ada sepuluh karakter. Jika kita melihat pada tiga inskripsi pertama, yang ada sebelum Mushhaf Utsmani, kita menemukan bahwa titik-titik itu sudah diberi ukuran bentuk yang sama dengan apa yang digunakan sekarang ini.Muhammad bin Ubaid bin Aus al-Ghassaani, sekretaris Muawiyah, menyatakan bahwa Muawiyah meminta dia untuk meletakkan beberapa tarqiish ( ) dalam dokumentasi tertentu. Tarqiish adalah memberi karakter pada tanda titik yang tepat. Al-Ghassaani adalah seorang yang tidak dikenal di kalangan ahli hadits, dan inilah yang melemahkan riwayatnya, tetapi hal ini adalah fakta yang tidak mungkin dibantah, yang membuktikan bahwa tanda titik telah digunakan pada Mushhaf klasik.C. Penemuan Tanda DiakritikalSebagaimana telah ada penjelasan sebelumnya bahwa tanda diakritikal ini dalam Bahasa Arab disebut tasykiil yang dibuat oleh Abu al-Aswad al-Duali (w. 69 H./ 688 M.). Ibnu Abi Mulaika melaporkan bahwa pada zaman pemerintahan Umar seorang Badui datang meminta seorang guru untuk membantu belajar al-Quran. Seseorang mengajar dengan sukarela (volunteer), akan tetapi kemudian ia melakukan kesalahan ketika mengajar yang menyebabkan Umar memberhentikannya, membetulkan, dan kemudian menyuruh agar yang mengajarkan al-Quran hanya orang yang mapan Bahasa Arabnya. Dengan kejadian itu Umar tidak lagi bimbang dan kemudian meminta Abu Aswad al-Duali untuk mengarang sebuah risalah tentang tata bahasa Arab.[footnoteRef:5] [5: Abu Amrin Utsman bin Said al-Dani, al-Muhkam fi..., hal. 4 - 5]

Al-Duali melaksanakan tugasnya dengan ikhlas, yang pada akhirnya ia menetapkan empat tanda diakritikal yang akan diletakkan pada ujung huruf tiap kata. Ini berbentuk titik-titik merah (untuk membedakannya dari kerangka tanda titik yang berwarna hitam), dengan setiap posisi titik memberikan arti pada tanda tertentu. Satu titik terletak sesudahnya, di atas, atau di bawah huruf menjadikan masing-masing dhammah, fathhah, atau kasrah sebagaimana mestinya. Demikian juga halnya dengan titik yang terletak setelah, di atas atau di bawah huruf berbentuk dhammah tanwin (dua dhammah), fathhah tanwin, atau kasrah tanwin sebagaimana mestinya. Pada zaman pemerintahan Muawiyah (w. 60 H. / 679 M.), ia menerima perintah untuk melaksanakan sistem tanda titik ke dalam naskah Mushhaf, yang pada akhirnya selesai pada tahun 50 H. / 670 M.

Contoh Mushhaf yang ditulis dalam skrip Kuufi, memuat kerangka tanda titik ad-Duali. Jasa baik dari Museum Arsip Nasional Yaman.An-Nadiim memberikan penjelasan yang detail tentang manuskrip karangan ad-Duali tentang grammar. Dia menemukannya di perpustakaan Abi Bara, terdiri dari empat folio dan ditulis (dikopi) oleh seorang ahli tata bahasa yang terkenal Yahya bin Yamar (meninggal 90 Hijrah / 708 Masehi). Ini mengandung tanda tangan ahli grammar yang lain, allan an-Nahawi, dan di atas tanda tangan an-Nadhr bin Shumail. Tanda tangan ini mensahkan keaslian karya tulis Abu Aswad al-Duali.Skim (kerangka) ini kemudian diturunkan dari ad-Duali ke generasi penerusnya melalui usaha Yahya bin Yamar (w. 90 H./ 708 M.), Nashr bin Ashim al-Laithi (w. 100 H./ 718 M.), dan Maimun al-Aqran, sampai kepada Khalil bin Ahmad al-Farahidi (w. 170 H./ 186 M.), yang akhirnya mengubah corak (pattern) ini dengan menggantikan tanda titik merah berbentuk menyerupai karakter tertentu.[footnoteRef:6] Beberapa abad kemudian skim kerangka al-Farahidi menggantikan sistem sebelumnya. [6: Abu Amrin Utsman bin Said al-Dani, al-Muhkam fi..., hal. 7]

Pada awalnya setiap pusat kota mempraktikkan kaidah yang berlainan. Ibnu Ustha melaporkan bahwa Mushhaf Ismail al-Qust, Imam Mekkah ( 100 170 H. / 718 186 M.) memakai sistem tanda titik yang tidak sama dengan Mushhaf yang digunakan oleh orang Irak,[footnoteRef:7]sedangkan ad-Dani mencatat bahwa ilmuan Sanaa mengikuti kerangka lain.[footnoteRef:8] Sama juga, bentuk atau contoh yang digunakan oleh orang Madinah berbeda dengan yang digunakan oleh orang Bashrah; pada akhir abad pertama hijrah, kaidah orang Bashrah semakin meluas sehingga orang-orang Madinah pun mengadopsinya. Perkembangan berikutnya mulai memperkenalkan tanda titik warna-warni, setiap tanda diakritikal telah diberi warna yang berbeda. [7: Abu Amrin Utsman bin Said al-Dani, al-Muhkam fi..., hal. 9] [8: Abu Amrin Utsman bin Said al-Dani, al-Muhkam fi..., hal. 235]

Contoh Mushhaf dalam skrip Kuufi. Titik diakritikal warna-warni (merah, hijau, kuning,dan biru muda), juga pemisah ayat dan tanda kesepuluh ayat.Sumber : Museum Arsip Nasional Yamn.D. Penggunaan Secara Paralel dari Dua Skema Tanda Diakritikal BerbedaSkim diakritikal Khalil bin Ahmad al-Farahidi menyebar dengan cepat dalam pengenalannya bukan saja pada teks al-Quran, jadi untuk tujuan membedakan skrip dan tanda dikritikal yang digunakan untuk naskah al-Quran selalu dijaga sehingga skrip dan tanda ini dibedakan dari skrip dan tanda yang digunakan pada buku-buku yang lain, walau bagaimanapun beberapa ahli kaligrafi secara perlahan sudah mulai menggunakan sistem diakritikal yang baru dalam penulisan al-Quran. Adapun gambar yang di atas, itu adalah dari abad kedua hijrah, sedangkan di bawah ini adalah contoh skrip al-Quran pada abad ketiga hijrah.

Contoh skrip al-Quran pada abad ketiga hijrah.Sumber : Museum Arsip Nasional Yaman.

Contoh skrip yang bukan al-Quran, akhir abad kedua hijrah. Tanda diakritikalnya sama dengan skim al-Farahidi. Sumber: ar-Risalah of ash-Syaafii, Kairo.E. Sumber Kerangka dan Sistem Tanda Titik Diakritikal

Pendeta Yusuf Said, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Munagghid sebagai seorang ahli dalam sejarah alfabet, sistem tanda titik dn tanda diakritikal, menyatakan bahwa Syriak kemungkinan yang pertama kali mengembangkan sistem tanda titik. Ini merujuk kepada kerangka tanda titik yaitu sepeti karakter tanda titik : , , . Pengakuannya tidak sampai pada tanda diakritikal. Tetapi Dr. Izzat Hassan, dalam pembukaan kitab al-Muhkam fi Naqthi al-Mashahif, mengambil langkah ekstra dan menyifatkan sistem diakritikal sebagai pengaruh Syriak; karena Syriak lebih maju dalam skim tanda titik dan grammar, maka Bahasa Arab meminjamnya dengan bebas.Dalam alfabet Syriak, hanya ada dua karakter yang mempunya tanda titik: Dolath (dal) dan Rish (ra). Kemudian membandingkannya dengan alfabet Arab yang semuanya ada lima belas karakter yang bertitik: , , , , , , , , , , , , , , . Bayangkan bagaimana bahasa Arab meminjam titik bermacam-macam dari Syriak. Oleh karena itu, pernyataan ini menjadi susah untuk dipercaya; lebih dari itu, kita sudah memiliki bukti penggunaan tanda titik sebelum Islam, semenjak awal abad ketujuh Masehi dan mungkin lebih awal lagi sejak abad ketiga Masehi.Grammar Bahasa Syriak menemukan identitasnya melalui usaha dari Hunain bin Ishaq ( 194 260 H./ 810 873 M.), karangan Hunain tentang Bahasa Syriak tidak mempengaruhi grammar bahasa Arab, Karena Imam Sibawaih (w. 180 H./ 796 M.), tokoh besar grammar bahasa Arab, meninggal dunia sebelum Hunain Lahir. Hunain sendiri sebenarnya adalah hasil dari peradaban Islam. Dia belajar bahasa Arab di Bashrah, dari seorang murid yang pernah belajar dengan tokoh leksikografi Muslim ternama, yaitu Khalil bin Ahmad al-Farahidi ( 100 170 H./ 718 786 M.).Dalam pembahasan materi yang sangat luar biasa ini, telah ada ratusan refrensi berkualitas tinggi yang telah ditulis guna membedah skema ejaan dan tanda titik yang digunakan dalam Mushhaf, dan untuk bacaan yang lebih jelasnya terdapat dalam Kitab an-Naqth yang ditulis oleh Abu Amrin ad-Dani (371 444 Hijrah), diterbitkan oleh Universitas al-Azhar, Kairo; dan Kitab al-Muhkam fii Naqth al-Mashaahif, yang ditulis oleh ad-Dani, disunting oleh DR. Izzat Hassan, Damaskus, 1379 (1960).

BAB IIIPENUTUPA. Kesimpulan

Kedua kerangka tanda titik (yang sudah dikenal oleh orang Arab sebelum Islam) dan tanda diakritikal (yang dibuat oleh Muslim) tidak terdapat pada usaha Utsman dalam mengumpulkan al-Quran secara terpisah. Dengan tidak adanya tanda titik dan konsonan ini, uniknya, Mushhaf telah selamat dari pemalsuan yang dibuat oleh seseorang yang mempelajari al-Quran melalui lisan dan mempelajarinya secara pribadi. Orang sepeti ini dengan mudah dapat diketahui, jika saat ia ingin coba-coba membacanya di depan orang banyak.Dengan keengganannya dalam memasukkan bahan-bahan yang tidak ada hubungannya ke dalam Mushhaf, Utsman tidak berdiri sendirian melainkan Ibnu Masud juga sependapat dengannya. Di kemudian hari Ibrahim an-Nakhai (w. 96 Hijrah), ketika seseorang mencatat sebuah Mushhaf dengan tambahan judul (heading) seperti permulaan Surah ini dan itu, tidak menyukainya dan menyuruhnya agar dihapus.Yahya bin Abi Katsir pernah mencatat, bahwa titik adalah yang paling pertama dimasukkan ke dalam Mushhaf, sebuah tindakan yang mereka katakan sebagai lampu terang terhadap batang tubuh teks. Kemudian mereka meletakkan tanda titik pada setiap akhir ayat untuk memisahkan ayat berikutnya, dan setelah itu, sebagai suatu indikasi yang menunjukkan permulaan dan juga akhir setiap surah.Terdapat begitu banyak kontradiksi terhadap pihak yang menuduh bahwa orang-orang yang menuliskan Mushhaf Utsmani bodoh dan buta huruf. Penulis juga sama sekali tidak setuju terhadap tuduhan itu, yang hanya mencerminkan nafsu orang jahil, lebih-lebih lagi seorang Ibnu Khladun, bagaimana mungkin ia dapat melupakan proses perubahan bahasa dan juga sejarah yang begitu berharga. Sebuah Kitab yang menentang perubahan selama empat belas abad dalah bukti nyata bahwa isi kandungan teks adalah milik Allah, dan Dia sendrilah yang memeliharanya; Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.[footnoteRef:9] [9: Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian al-Quran selama-lamanya.]

9