Upload
haeruddin-syafaat
View
177
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah
Keselamatan pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali
pada tahun 2000an, sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang
menerbitkan laporan: TO ERR IS HUMAN, BUILDING A SAFER HEALTH
SYSTEM (2000), yang memuat data menarik tentang Kejadian Tidak
Diharapkan/ KTD (Adverse Event). Di AS diantaranya di Colorado dan
Utah : 2,9 % pasien di RS yang meninggal 6,6 %, New York 3,7 % pasien
yang meninggal dunia 13,6 %, bila pasien yang masuk di RS di AS pada tahun
yang sama sebanyak 33,6 juta maka berdasarkan Exrtrapolasi : pasien mati
karena Medical Eror mencapai 44.000-98.000/tahun. Suatu angka yang
fastastic, dan dunia dikagetkan dengan kenyataan bahwa demikian banyaknya
kasus-kasus KTD yang terjadi di RS. Lalu bagaimana dengan kondisi di
Indonesia, meskipun belum ada publikasi data akan tetapi dengan kondisi
pelayanan di RS saat ini diyakini angka kejadian KTD jauh lebih besar.
Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya
jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf
Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya
kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999),
medical error didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be
completed as intended (i.e., error of execusion) or the use of a wrong plan to
achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan medis didefinisikan
sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk
diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau
perencanaan yang salah untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan
perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses asuhan medis ini akan
mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa
berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD) .
| Tinjauan Trend & Isu 1
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan
atau keterlambatan diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai,
menggunakan cara pemeriksaan yang sudah tidak dipakai atau tidak bertindak
atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti kesalahan
pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan
keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap
preventive seperti tidak memberikan terapi provilaktik serta monitor dan
follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis yang lain seperti kegagalan
berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.
Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan
kesehatan mencerminkan fenomena gunung es, karena yang terdeteksi
umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara kebetulan saja.
Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru
luput dari perhatian kita semua.
Peningkatan tuntutan terhadap kelalaian kepada pihak RS semakin
meningkat jumlahnya. Hal ini mendesak merombak keseluruhan sistem
pelayanan kesehatan, utamanya budaya kerja para pemberi layanan
kesehatan.Maka mulai diperkenalkan dan dibuat manajemen risiko dalam
kerangka kerja di RS, diberlakukan untuk seluruh trust dan board yang
menjadi afiliasinya. Selanjutnya disadari bahwa tidak hanya penanggulangan
risiko saja yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kesehatan sesuai
kebutuhan masyarakatnya. Perlunya evaluasi berkelanjutan, fokus pada
kepentingan pasien, dan komponen-komponen lain membentuk sebuah
kerangka kerja baru yang disebut clinical governance. Manajemen risiko
merupakan salah satu pilar penerapan clinical governance dalam institusi
pelayanan kesehatan.
Perawat memegang kunci dalam keselamatan pasien melalui penerapan
manajemen resiko klinis dan, hal ini didasarkan karena perawat memberikan
layanan 24 jam terus menerus dengan jumlah yang relative besar dan kontak
paling lama dengan pasien dengan resiko membuat kesalahan yang juga besar.
“Nursing is the protection, promotion, and optimization ofe health and
| Tinjauan Trend & Isu 2
abilities, prevention of illness and injury, allevation of suffering through
diagnosis and treatmen of human reponse, and advocacy in the care of
individuals, families, communities, anda population (ANA). Dari defenisi
inilah, peran perawat dalam mewujudkan patient safety di rumah sakit dapat
dirumuskan. Antara lain sebagai pemberi pelayanan keperawatan, mematuhi
standard an SOP yang ditetapkan, menerapkan prinsip etik, memberikan
pendidikan kesehatan, kersama antar disiplin, menerapkan komunikasi
terapeutik, peka dan proaktif dan melakukan penyelesaian terhadap KTD serta
mendokumentasikan dengan benar semua asuhan keperawatan yang diberikan.
Berdasarkan uraian diatas maka tampak jelas bahwa pelayanan
keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan di RS memiliki
peran yang besar untuk mengendalikan, minimalisasi dan bila mungkin
meniadakan kejadian yang tidak diinginkan dengan menerapkan manajemen
resiko klinik dalam manajemen layanan keperawatan di rumah sakit.
B. Metode penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah telaah artikel dan jurnal yang
berkaitan dengan manajemen resiko klinis kemudian dilakukan analisis
perbandingannya bagiamana kondisi penerapannya di Indonesia khususnya
dalam menajemen pelayanan keperawatan.
C. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui penerapan manajemen resiko klinik dalam pelayanan
keperawatan.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui konsep manajemen resiko klinik
b. Mengetahui permasalahan penerapan manajemen resiko klinik di
institusi pelayanan kesehatan khususnya RS di Indonesia.
c. Memberikan solusi pemecahan masalah penerapan manajemen resiko
klinik dalam pelayanan keperawatan.
| Tinjauan Trend & Isu 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Manajemen resiko merupakan perilaku dan intervensi proaktif untuk
mengurangi kemungkinan cedera serta kehilangan. The Joint Commision on
Accreditation of Healthcare Organization mendefenisikan manajemen resiko
klinis sebagai aktivitas klinik dan adminitrasi yang dilakukan oleh rumah sakit
untuk melakukan identifikasi, evaluasi dan pengurangan resiko terjadinya
cedera atau kerugian pada pasien, personil, pengunjung dan rumah sakit itu
sendiri.
Manajemen risiko merupakan salah satu pilar penerapan clinical
governance dalam institusi pelayanan kesehatan. Manajemen risiko dapat
digambarkan sebagai proses berkelanjutan dari identifiasi secara sistemik,
evaluasi dan penatalaksanaan risiko dengan tujuan mengurangi dampak buruk
bagi organisasi maupun individu. Dengan penekanan pada perubahan budaya
kerja dari yang reaksioner dan penanggulangan menjadi pencegahan dan
pengelolaan.2
Risiko yang dicegah dalam pengelolaan manajemen risiko berupa risiko
klinis dan non klinis sifatnya. Risiko klinis adalah seluruh risiko yang dapat
dikaitkan langsung dengan layanan medis, maupun layanan lain yang dialami
pasien selama dalam institusi kesehatan. Seperti manajemen farmasi, masuk
dan keluar rawat inap, kontrol infeksi, kecukupan jumlah perawat yang
melayani, dan sebagainya. Sementara risiko non medis ada yang berupa risiko
bagi organisasi, maupun risiko finansial. Risiko organisasi adalah yang
berhubungan langsung dengan komunikasi, produk layanan, proteksi data,
sistem informasi dan semua risiko yang dapat mempengaruhi pencapaian
tujuan organsisasi. Risiko dalam segi finansial tentunya yang dapat
menganggu kontrol finansial yang efektif, termasuk sistem yang harusnya
dapat menyediakan pencatatan akuntasi yang baik.3
B. Tujuan
| Tinjauan Trend & Isu 4
Kegiatan pelayan kesehatan adalah suatu aktivitas berisiko tinggi, baik
untuk pengguna yaitu pasien maupun bagi penyedia layanan. Sehingga peran
manajemen risiko sangat penting dan esesial dalam sebuah institusi layanan
kesehatan. Tujuan penerapan manajemen risiko dalam institusi kesehatan
untuk meminimalisir risiko yang mungkin terjadi dimasa datang. Dengan
adanya tindakan yang bersifat antisipatif dari manajer risiko, bila terjadi
insiden maka sudah tersedia alternatif keputusan yang dilihat dari berbagai sisi
dilengkapi dengan pengetahuan akan konsekuensi dan dampak yang
diakibatkannya. Secara singkat, tujuan manajemen risiko pada akhirnya akan
melindungi pasien, karyawan, pengunjung dan pemangku kepentingan lainnya
dalam ruang lingkup institusi pelayanan kesehatan.3
“Accidents hardly ever happen without warning. The combination or
sequence of failures and mistakes that cause an accident may indeed be
unique, but the individual failures and mistakes rarely are.
C. Pengorganisasian dan kebijakan manajemen risiko
Manajemen resiko klinik merupakan proses yang cenderung proaktif,
meskipun sebagian besarnya merupakan hasil belajar dari pengalaman dan
menerapaknnya kembali untuk mengurangi atau mecegah masalah yang
serupa dikemudian hari. Pada dasarnya manajemen resiko klinik merupakan
proses yang terus menerus yang terdiri dari empat tahap yaitu :
1. Risk awerness
Pada tahap ini semua pihak yang terlibat dalam system memahami
situasi yang beresiko tinggi di bidangnya masing-masing dan aktivitas
yang harus dilakukan dalam upaya mengidentifikasi resiko. Resiko
tersebut tidak hanya bersifat medis, melainkan juga non medis, sehingga
upaya ini melibatkan manajemen, komite medic/keperawatan, perawat,
dokter dan tenaga kesehatan lainnya serta non medis. Self assessment,
system pelaporan kejadian yang berpotensi menimbulkan resiko
(incidence report) dan audit klinik dalam budaya non-blaming merupakan
sebagai metode yang dapat digunakan untuk mengenali resiko.
| Tinjauan Trend & Isu 5
2. Risk control (and or Risk Prevention)
Manajemen resiko klinik dalam menghindari dan atau
meminimalkan resiko harus bekerjasama dengan erat dan saling
mendukung dengan komite medic. Langkah-langkah tersebut ditujukan
kepada seluruh komponen system, baik perangkat keras, perangkat lunak
maupun sumber daya manusianya. Langkah-langkahnya sebagai berikut :
a. Penilaian resiko (risk assessment)
Dengan melakukan penilaian derajat dan probabilitas kejadiannya.
b. Engineering solution and control solution
Dengan cara mencari jalan untuk menghilangkan resiko atau bila tidak
mungkin menghilangkannya maka dicari cara untuk mengutanginya
baik terhadap probabilitasnya maupun terhadap derajat keparahannya
atau jika juga tidak memungkinkan maka dicarikan jalan mengurangi
dampaknya. Tindakan dapat berupa pengadaan, perbaikan,
pemeliharaan instrument yang sesuai persyaratan. Pembuatan dan
pembauran prosedur, standar dan check-list, pelatihan dan pembahasan
kasus dan lain-lain.
3. Risk containment
Dalam hal telah terjadi suatu insiden, baik akbat suatu tindakan atau
kelalaian ataupun akibat dari suatu kecelakaan yang tidak terprediksikan
sebelumnya, maka sikap yang terpenting adalah mengurangi besarnya
resiko dengan melakukan langkah-langkah yang tepat dalam mengelola
pasien dan insidennya. Unsur utamanya biasanya adalah respon yang cepat
dan tepat terhadap kepentingnan pasien dengan didasari komunikasi yang
efektif.
4. Risk transfer
Akhirnya apabila resiko terjadi juga dan menimbulkan kerugian, maka
diperlukan pengalihan resiko tersebut kepada pihak yang sesuai, misalnya
menyerahkan kepada system asuransi.
Dalam sebuah sistem pelayanan kesehatan, manajemen risiko klinik
merupakan salah satu komponen yang membentuk kerangka kerja institusi.
| Tinjauan Trend & Isu 6
Dimana, kerangka kerja yang ditujukan untuk menghasilkan layanan
berkualitas dengan fokus pada kebutuhan pasien disebut sebagai clinical
governance. Yang menentukan dampak dari pelaksanaan manajemen risiko
klinik adalah interaksi seluruh komponen pembentuknya yang saling
melengkapi. Sehingga manajemen risiko tanpa adanya evaluasi dan
pembelajaran berkesinambungan, kerjasama tim, dedikasi terhadap
kepentingan pasien serta komponen lainnya tidak akan berhasil. Bagaikan
buah jigsaw yang saling melengkapi membentuk gambaran utuh karakteristik
layanan kesehatan yang berkualitas. 2, 4
Karena pengaruhnya sangat besar dalam menentukan kualitas produk
layanan, posisi seorang manajer risiko atau ketua komite manajemen risiko
rumah sakit atau institusi layanan kesehatan lainnya bergabung atau sejajar
dengan quality assurance dan bertanggung jawab langsung kepada direktur
atau board of trust. Tetapi adapula yang meletakkan sub komite manajemen
risiko dibawah komite audit, baru kemudian langsung bertanggung jawab
kepada board of trust. Sedangkan, manajer risiko akan membawahi seluruh
ketua departemen yang ada dalam institusi tersebut. Hal ini berhubungan
dengan risiko yang dapat timbul, kemungkinannya bersumber dari seluruh
departemen terkait. 3
Apapun bentuk struktur organisasinya, yang terpenting adalah
pelaksanaanya secara prinsip. Bahwa input dalam kegiatan manajemen risiko
berasal dari seluruh unit, berupa segala hal yang dapat mempengaruhi kualitas
produk layanan kesehatan atau mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi.
Setelah dilakukan proses dan pengolahan, outputnya akan disampaikan kepada
direktur sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan. 5
Beberapa prinsip yang disarikan dari beberapa contoh kebijakan
manajemen risiko adalah: 2,3,5
1. Kebijakan dan kegiatan manajemen risiko harus diintegrasikan sebagai
filosofi, sebagai komponen manajerial secara umum dan dalam kegiatan
praktis sehari-hari. Ini berlaku disemua unit maupun level organisasi.
Strategi pengelolaan risiko juga harus sejalan dengan tujuan organisasi,
| Tinjauan Trend & Isu 7
karena akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam
menciptakan organisasi pembelajar (learning organization) yang melakukan
perbaikan secara berkelanjutan (continual improvement).
2. Adanya keterbukaan, komunikasi yang baik dan responsif terhadap
perubahan maupun risiko yang terjadi dapat menghindarikan organisasi
dari kesulitan dengan pihak eksternal (media massa, masyarakat) dan
meminimalisir kerugian.
3. Pengelolaan risiko melibatkan pasien secara aktif serta pemangku
kepentingan lain secara bahu-membahu (partnership).
4. Adanya monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan risiko secara
periodik, dan terus menerus melakukan perubahan kearah perbaikan.
Tujuan akhir kebijakan adalah agar dapat mengidentifikasi dan
mengontrol risiko yang mengancam organisasi, kesehatan, keamanan dan
kesejahteraan karyawan, pasien dan pemangku kepentingan lainnya.
Selain tingkat lokal institusi provider layanan kesehatan, penetapan kebijakan
manajemen risiko pada level yang lebih tinggi memiliki beberapa keuntungan.
Seperti yang dialami negara-negara persemakmuran, yang menggunakan
guidelines manajemen risiko versi Australia/New Zealand. Karena sistem
yang digunakan sama, database risikonya pun serupa. Sehingga dapat berbagi
informasi dan pengalaman dengan kondisi serupa pula. Pengelolaan risiko pun
menjadi lebih ringan karena bisa melihat pengalaman negara lain dalam
menghadapi masalah serupa, bahkan dapat melakukan perbaikan bersama-
sama. Lesson learnt pun lebih mudah tercapai.6
Bila di Indonesia sudah ditetapkan kebijakan manajemen risiko
ditingkat depkes, rumah sakit diseluruh Indonesia tinggal menerapkan dengan
penyesuaian tertentu. Yang penting dapat berbagi identifikasi risiko, analisa
dan pengelolaannya. Sehingga pencapaian perbaikan kualitas pun lebih
mudah.
Proses manajemen risiko klinik
| Tinjauan Trend & Isu 8
Manajemen risiko adalah sebuah proses yang berkelanjutan. Berbagai
literatur memiliki perbedaan konteks namun kontennya sama. Secara singkat
proses manajemen risiko dimulai dengan identifikasi risiko, analisa risiko
mana yang perlu tindakan segera mana yang hanya sebagai catatan,
pengelolaan risiko adalah action atau tindakan sebagai respon terhadap risiko
yang terjadi dan selanjutnya dilakukan follow up.
NHS (National Health Sistem) Direct dari negara persemakmuran
menjelaskan proses manajemen risiko dalam organisasi mereka sebagai Risk
management pathway. Proses ini dimulai dari pemahaman mengenai tujuan
organisasi kemudian penentuan kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai
tujuan. Saat inilah mulai dipertimbangkan risiko apa saja yang mungkin
terjadi selama pelaksanaan kegiatan. Lalu dibuatkan daftar risiko diteruskan
dengan pengelolaan risiko (risk assessment). Selanjutnya ditentukan tindakan
apa yang akan diambil untuk mengatasi risiko. Lalu dibuat rencana
pelaksanaan tindakan dan melengkapi register risiko. Tidak lupa perlunya
dilakukan evaluasi terhadap pengelolaan risiko minimal. 5
Proses identifikasi risiko NHS Direct melakukan workshop, analisa
skenario, investigasi insiden dan teknik-teknik lainnya. Kemudian risiko
tersebut dikelompokkan kedalam 7 jenis yaitu: Clinical risk, finansial risk,
operational risk, hazard risk, compliance risk, clinical and reputation risk.
Selanjutnya dibuatkan deskripsi risiko, termasuk menjelaskan kejadian dan
peristiwa yang mungkin terjadi serta dampak yang akan ditimbulkan. 5
Pengelolaan risiko diawali dengan menilai konsekuensi yangdapat
diakibatkan sebuah insiden dan kemungkinan terjadinya risiko setelah
teridentifikasi. Kemudian risiko dievaluasi lalu diberikan skor untuk
menentukan bobot dan prioritas risiko yang telah terjadi. Sesuai dengan
bobotnya, ditentukan tindakan yang akan diberlakukan terhadap masing-
masing risiko. Bila bobotnya ringan dan tidak prioritas tindakannya dapat
hanya mentoleransi saja dan menjadikannya sebagai catatan. Namun bila
risiko yang terjadi memiliki bobot besar dan mengganggu pencapaian tujuan
| Tinjauan Trend & Isu 9
organisasi sehingga prioritas utama, maka harus diatasi atau ditransfer bahkan
menghentikan kegiatan yang meningkatkan terjadinya risiko.
Setelah tindakan diputuskan dan dilakukan selanjutnya adalah
melengkapi register risiko. Evaluasi kegiatan dan proses keseluruhan sebagai
tindak lanjutnya sangat penting. Bila terjadi eskalasi risiko, manajer dapat
mengambil tindakan untuk menerima risiko dan memasukkannya kedalam
register atau memodifikasi risiko dengan mengubah deskripsi risiko,
memodifikasi karakteristik risiko atau menolak eskalasi risiko.5,7
Sudut pandang lain dalam mengidentifikasi risiko ditawarkan oleh JCAHO
mengupas kerentanan organisasi terhaap faktor keamanan. Kerentanan
(vulnerability) disini dimaksudkan terhadap kejahatan, pelanggaran peraturan
dan kerentanan akan kerugian. Kerentanan dapat diartikan sebagai kelemahan
program pengamanan sebuah institusi sehingga dimanfaatkan oleh oknum
yang tidak berkepentingan mengakses asset. Pengelolaan selanjutnya serupa
walau tak sama dengan yang dilakukan NHS direct terhadap risiko yang telah
teridentifikasi. 8
Ada beberapa istilah yang terkait dengan insiden dan risiko. Kegagalan
aktif (active failures) adalah perilaku berisiko yang dilakukan oleh ujung
tombak organisasi, dalam waktu singkat, spontan dan sulit diprediksi.
Berlawanan dengan sebelumnya, kondisi laten adalah kondisi dimana risiko
berkembang seiring waktu, bila bertemu faktor lain atau kegagalan aktif dapat
membuahkan insiden. Sering berupa rutinitas lama yang dapat diidentifikasi
dan dihilangkan sebelum menimbulkan dampak buruk. 9
Istilah lainnya yang seringkali berhubungan dengan identifikasi risiko
dan pelaporan insiden adalah Adverse incident dan near miss. Adverse event
adalah kejadian yang timbul secara tidak konsisiten dengan pelayanan rutin
untuk pasien atau operasional rutin organisasi. Near miss adalah kejadian yang
dengan keberuntungan atau keterampilan tertentu dapat dicegah sehingga
tidak menjadi insiden. 9
Bila proses manajemen risiko dapat terlaksana disetiap unit manajer
dapat mengantisipasi situasi sebelum terjadi kecelakaan. Analisis proaktif
| Tinjauan Trend & Isu 10
terhadap data insiden dapat mengurangi risiko, yaitu menganalisa apa saja
yang potensial menimbulkan kesalahan. Juga membantu identifikasi biaya
yang diperlukan melakukan sesuatu dengan benar dan biaya yang keluar bila
terjadi kesalahan. 9
Apa yang terjadi bila terlanjur terjadi sebuah insiden? Harus segera
mengumpulkan data-data untuk membuat pencatatan kronologis yang akurat.
Selanjutnya dianalisa insiden yang terjadi memiliki kecenderungan dampak
kemana. Selain pengumpulan data, pelaporan juga harus up to date dan
sesegera mungkin. Hal ini akan menyediakan peringatan awal dari
kemungkinan tuntutan hukum. Hal ini termasuk dalam tindakan mengontrol
risiko dan meminimalisir risiko.9
Pelaporan insiden lebih awal dan analisisnya memungkinkan terjadi
pembelajaran lebih cepat. Pembelajaran adalah tujuan pengelolaan risiko
akibat kesalahan manusia. Sehingga perlu dipupuk budaya melaporkan dengan
sukarela, tanpa takut disalahkan. Insiden dan near miss bukanlah mengenai
disiplin, menutup-nutupinya akan menyulitkan organisasi. 9
Proses manajemen risiko di pelayanan primer juga merupakan proses
berkelanjutan yang memastikan institusi tersebut bekerja dalam kerangka
kerja dan kerangka hukum yang sesuai. Identifikasi dan pengelolaan risiko
harus termasuk dalam strategi kerja, lengkap dengan perencanaan untuk
pencegaha terjadinya risiko. Alur proses manajemen risiko dalam PCT
(primary care trust) sebagai berikut: identifikasi risiko, assessment atau analisa
dan pengelolaan risiko, evaluasi penatalaksanaan terhadap risiko yang menjadi
insiden, pencatatan dan monitoring berkala.3
Manajer berperan untuk memastikan bahwa proses diatas berjalan
disetiap area. Adanya metode reaktif untuk pelaporan insiden, komplain dan
klaim serta metode proaktif seperti survey kepuasan pelanggan, inspeksi
kepatuhan dari laporan, dan lain-lain dapat membantu manajer
mengidentifikasi risiko pada pelayanan primer.3
Pengelolaan/ assessment risiko meliputi:
1. Identifikasi potensial hazard dan risiko
| Tinjauan Trend & Isu 11
2. Menelusuri siapa dan apa yang dapat dirugikan serta bagaimana caranya
3. Evaluasi temuan risiko, analisa apakah pengelolaannya sudah cukup atau
perlu dirubah untuk mencegah terjadinya insiden.
4. Catat temuan lalu buat rencana pengelolaannya
5. Evaluasi pengelolaan secara keseluruhan, perbaiki bila perlu.
Langkah awal untuk menganalisa risiko dapat dibantu dengan beberapa
pertanyaan berikut ini:10
1. Apakah kita mampu mengontrol untuk mencegah terjadinya risiko?
2. Apa konsekuensinya bila risiko benar terjadi?
3. Apa sajakah yang mungkin menyebabkan timbulnya risiko?
4. Apa level risiko ini ?
Proses menganalisa risiko yang perlu dipertimbangkan adalah dampak
dari risiko tersebut bila benar terjadi. Dampak terhadap produk layanan
maupun pencapaian tujuan organisasi. Standar Australia menyebutkan bahwa
risiko = dampak x kemungkinan terjadi. Hal inilah yang menelurkan matriks
analisa risiko. Risiko yang dampaknya signifikan mendapat prioritas tinggi
adalah risiko yang sangat mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Semua
risiko yang termasuk kategori ini harus mendapat perhatian utama dari
direktur atau board of trust dan dibuat rencana tindak lanjutnya. Risiko yang
dampaknya medium-rendah akan dikumpulkan menjadi sebuah register oleh
manajer risiko bekerja sama dengan kepala-kepala departemen untuk
pembuatan rencana tindak lanjutnya dan pengawasan. 3
Jadi perbedaan status risiko berhubungan dengan pengambil keputusan
selanjutnya. Status risiko yang tinggi, membutuhkan pengambilan keputusan
langsung dari top manegement organisasi. Untuk status yang sedang and
rendah cukup middle manager yang mengambil keputusan.
D. Artikel Pendekatan Manajemen Resiko Di Pusat Kesehatan Kaiser
Permanente Los Angeles
Lingkungan industri kesehatan sekarang yang kompetitif, seiring
dengan meningkatnya biaya litigasi dan asuransi telah menciptakan dorongan
untuk terus meningkatkan kualitas layanan dan untuk mengurangi resiko yang
| Tinjauan Trend & Isu 12
lebih jauh. Karena sifat intervensi medis saat ini, hal menghindari resiko
secara menyeluruh tidak memungkinkan. Sehingga manajemen resiko
perawatan kesehatan dirancang untuk mengurangi kejadian dari kecelakaan
yang dapat dicegah dan untuk meminimasi kerugian finansial dari organisasi
jika suatu kecelakaan/cedera terjadi. Managemen resiko adalah ilmu yang
sangat luas yang berhadapan dengan kenyataan setiap aspek dari kegiatan-
kegiatan operasional suatu lembaga.
Standar Untuk Program Manajemen Resiko Perawatan Kesehatan
Sekarang Agen lisensi dan organisasi profesional menetapkan standar
minimum untuk sebuah program manajemen resiko perawatan kesehatan.
Standar-standar ini membutuhkan interaksi langsung dan dukungan antara
Team Manajemen Resiko, Administrasi, Departemen Hukum, Staf Medis, dan
Manajemen Kualitas. Mekanisme harus ditempatkan dengan tepat untuk
investigasi yang cepat dan pelaporan dari kejadian, analisis prospektif dan
retrospektif, dan pelaksanaan program kesehatan. The Joint Commission on
Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO) yang menerbitkan
pedoman untuk rumah sakit dalam panduan akreditasi rumah sakit. Bagian
utama dari resiko manajemen perawatan kesehatan adalah dengan meahami
panduan JCHO dan memastikan bahwa departemen-departemen yang ada
telah sesuai dengan panduan yang mereka buat. Pengukuran nilai keselamatan
dengan mengecek dan penyeimbangan ditempatkan pada tempat dimana
meningkatkan kualitas perawatan dan juga membantu mengurangi klaim.
Korelasi Antara Pelayanan Dan Resiko
Kaiser Permanente Los Angeles Medical Center (LAMC), disamping
secara rutin memberikan pelayanan kesehatan dan pelayanan klinis, berfungsi
sebagai pusat pembelajaran untuk perawatan Kaiser Foundation
Hospital/Health Plan (KFH/HP) di seluruh anggota Southern California.
Sebagai contoh mereka secara alami meningkatkan resiko termasuk apheresis,
transpalansi sumsum tulang, catheterization jantung, operasi jantung,
transpalansi organ, dan lain-lain. Khususnya, beberapa non perguruan
| Tinjauan Trend & Isu 13
meningkatkan pelayanan resiko klinis, menempatkan fasilitas pelayanan
kesehatan kemampuan staff dan beresiko tinggi untuk mengurangi klaim.
Seperti layanan yang diberikan di LAMC termasuk Obstetrics, Layanan
Darurat, Bedah, Anesthesia, Psychiatric Services, Radiology Layanan,
anestesi, Jiwa Layanan, Radiologi, dan pelayanan kesehatan tumah. Meskipun
dasar prinsip-prinsip manajemen resiko kesehatan tetap sama dalam situasi
beresiko rendah dan beresiko tinggi, penekanan lebih besar harus ditempatkan
pada prinsip-prinsip dalam situasi beresiko tinggi karena di dalam potensi
hasil merugikan pasien juga sebagai kerugian keuangan kepada organizáis.
Petunjuk untuk Pelaporan yang Efektif kepada Manajer Resiko
Pada LAMC, waktu dan aliran informasi akurat didukung dan
dimudahkan dengan menulis dan komunikasi lisan dengan manajer resiko.
Pelaporan di pusat medis ditingkatkan dengan terus meningkatkan kesadaran
dari apa yang dilaporkan, dengan menciptakan suatu peristiwa sederhana
yang melaporkan sistem, dengan memberi harapan kepada dokter dan
keterlibatan staff lain, dan dengan pengembangan dalam departemen. Lebih
dari itu, persiapan laporan peristiwa yang efektif diakui memerlukan uraian
sasaran, kerahasiaan, dan ketepatan waktu.
Hubungan Antara Mutu Kepedulian dan Resiko
Suatu hubungan komplementer meningkatkan resiko pengurangan
kualitas dan resiko menurun meningkatkan kualitas. Departemen Manajemen
Resiko Dan Manajemen kualitas mempunyai suatu hubungan simbiotik dan
synergik : apapun yang mempengaruhi mutu maka mempengaruhi resiko.
Contoh tentang interaksi ini meliputi kepercayaan dokter dan penghargaan
perlakuan khusus rumah sakit, penilaian dokter dengan mengevaluasi hasil
pasien selama keadaan tidak sehat dan konferensi, dan persepsi kepedulian
pasien yang nyata sebagai pujian, keluhan, dan Penilaian Anggota Dokter Dan
Jasa Penyedia (MAPPS).
| Tinjauan Trend & Isu 14
Struktur Organisasi dari Entitas Manajemen Resiko LAMC
Komite Manajemen Perawatan Pasien
Komite Manajemen Perawatan Pasien, sebelumnya dikenal sebagai
Komite Manajemen Risiko, dibuat untuk menangani masalah manajemen
resiko dan kualitas perawatan. Komite memeriksa pusat praktek kesehatan
sekarang serta kebijakan dan prosedur untuk identifikasi masalah proaktif dan
menyarankan resolusi untuk masalah ini. Komite juga ulasan kejadian
tsebelumnya dk masa lalu untuk memastikan tindakan korektif yang
diperlukan telah diambil. Komite itu terdiri dari multi-disiplin: berbagai
departemen klinis, departemen administratif rumah sakit, departemen perawat,
farmasi, dan layanan pendukung lainnya yang diwakili. Komite mengadakan
pertemuan pada waktu dibutuhkan, tetapi setidaknya setiap triwulan.
Komite Manajemen Perawatan Pasien (The Patient Care Management
Committee) melapor kepada Komite Manajemen Kualitas LAMC, yang
kemudian melapor ke Tim Administratif Pusat Medis (Medical Center
Administrarive team, MCAT). MCAT yang bertanggung jawab kepada
Direktur Medis Grup Medis Permanente California-Selatan (Southern
California Permanente Medical Group, SCPMG) dan kepada Presiden KFH /
HP dari Divisi California. Komite Manajemen Risiko Regional (Regional Risk
Management Committee) mengawasi Program Manajemen Risiko dan
melapor langsung ke Komite Kualitas California-Selatan KP (KP Southern-
California Quality Committee), yang melapor kepada Presiden KFH / HP dan
kepada Direktur Medis SCPMG.
Peningkatan yang Dilakukan oleh Komite
Selama empat tahun, Komite Manajemen Perawatan Pasien pada
LAMC telah menghasilkan perbaikan-perbaikan penting:
Pelaksanaan kerjasama pendidikan untuk meningkatkan kolaborasi,
komunikasi, dan pendidikan dokter / perawat;
| Tinjauan Trend & Isu 15
1. Peningkatan kesadaran untuk menjaga kerahasiaan, dicapai oleh presentasi
ke seluruh medis pusat sebuah video tentang kerahasiaan dan memasukkan
video ke dalam program orientasi yang diberikan kepada semua karyawan
baru;
2. Pelaksanaan pertemuan manajemen risiko tahunan untuk semua staf kerja;
3. Pelaksanaan program untuk meningkatkan kesesuaian dari dokumentasi
rekam medis;
4. Revisi pedoman untuk manajemen diabetes pra-operasi dan intraoperasi;
5. Pendirian protokol dan pendidikan mengenai pilihan catheter vena pusat
(misalnya, untuk mempromosikan tempat awal yang sesuai dan dengan
demikian mengurangi kebutuhan penggantian catheter dan risiko infeksi);
6. Mendesain ulang dari Formulir Laporan Kejadian LAMC (LAMC Incident
reporrt Form) agar kejadian dokumen medis lebih akurat;
7. Peningkatan penggunaan Rekam Administrasi Medis (Medication
Administration Record) dengan benar;
8. Meninjau Unit Perawatan Kritis (Care Critical Care Units) dan
memperbarui kebijakan dan prosedur perizinan langsung;
9. Klarifikasi kebijakan isolasi tuberkulosis di Unit Perawatan Intensif
(Intensive Care Unit);
10. Pengenalan kebijakan dimana alergi obat dari pasien dicatat dalam bentuk
yang telah disepakati; Klarifikasi dari penempatan pasien yang
mempunyai pantangan alergi di tabel Rawat Inap.
Komite Peninjau Medis (The Medical Review Committee)
Komite Peninjau Medis yang merupakan kelompok yang bertemu setiap
minggu untuk meninjau keluhan anggota membuat disposisi tentang masing-
masing. Apapun dirugikan anggota mungkin memeriksa review ini dengan
permintaan pertama untuk menghadiri pertemuan mingguan
| Tinjauan Trend & Isu 16
Mengurangi Resiko Melalui Komunikasi Pasien-Penyedia jasa Yang
Efektif
Penyedia jasa harus selalu ingat pentingnya merawat pasien dari masing-
masing seperti merawat diri kita sendiri. Melakukan hubungan baik dengan
pasien adalah penting untuk memberikan layanan berkualitas tinggi dan ini
merupakan proses utama untuk pengadilan, bahkan setelah keluaran. Ini
memuaskan "dua jalur" komunikasi yang terkadang sulit untuk dicapai dalam
pertemuan dengan pasien dan memerlukan perhatian penuh mendengarkan,
cepat memahami bahasa tubuh, pertanyaan petunjuk, dan komentar.
Keterampilan ini tidak selalu ke penyedia jasa tapi dapat dikembangkan di
LAMC melalui seminar dan bursa kerja. Peningkatan pelatihan ini mungkin
menjanjikan tetapi diamanatkan oleh Administrator jika dibutuhkan.
| Tinjauan Trend & Isu 17
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan kondisi penerapan manajemen resiko klinik di
rumah sakit khususnya dalam menagemen pelayanan keperawatan di Indonesia.
A. Kondisi penerapan manajemen resiko klinis di rumah sakit
Di Indonesia gerakan manajemen resiko klinis dimulai dengan
dibentuknya Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) pada tahun
2005,dan beberapa rumah sakit melalui komite medic/keperawatan. Meskipun
semua pihak telah memahami pentingnya manajemen resiko dalam upaya
menjamin keselamatan pasien di rumah sakit, akan tetapi penerapannya masih
lemah. Kelemahan terbesar dalam manajemen resiko adalah budaya
melaporkan kejadian yang tak diinginkan. Sehingga perlu dipupuk budaya
melaporkan dengan sukarela, tanpa takut disalahkan. Insiden dan near miss
bukanlah mengenai disiplin, menutup-nutupinya akan menyulitkan organisasi
Hal ini dapat dilihat dari kejadian yang tidak diinginkan (KTD) yang
masih acap kali terjadi karena suatu tindakan atau karena tida bertindak dan
bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien. Beberapa masalah
dalam penerapan manajemen resiko klinis di rumah sakit antara lain :
1. Masih lemahnya peran komite medic/keperawatan
Berdasarkan struktur dan peranannya, Komite Medik merupakan
unit penting dalam rumah sakit. Di Amerika Serikat kedudukan Chief of
Medical Staff sangat kuat, sejajar dengan Chief Executive Officer (CEO)
rumah sakit dan bertanggung jawab pada Governing Board. Komite Medik
di Indonesia cenderung diberlakukan hanya sebagai pengawas kinerja
klinik.
Sebuah organisasi layanan kesehatan tidak cukup hanya sebatas
memiliki manajemen atau sub komite atau komite manajemen risiko saja.
Arah kebijakan yang terkait pengelolaan risiko harus terpampang dengan
jelas. Untuk rumah sakit khususnya di Indonesia masih cukup jarang yang
memiliki kebijakan manajemen risiko yang jelas dan tranparan. Sementara
| Tinjauan Trend & Isu 18
diluar negeri tidak hanya rumah sakit, intitusi layanan kesehatan lainnya
sudah memilikinya.
Bila kita lihat contoh-contoh kebijakan manajemen risiko dari
Negara lain bunyinya sangat bervariasi, namun memiliki beberap prinsip
yang terikat dalam benang merah “menciptakan lingkungan yang aman”.
Aman disini artinya sangat luas, aman bagi organisasi dari masalah hukum
dan finansial; aman bagi pasien dari kesalahan medis dan fasilitas fisik
kurang baik; aman bagi karyawan dapat bekerja dengan tenang dan mau
melaporkan setiap insiden karena yakin tidak akan disalahkan.
Kesulitan yang ditemui dapat dianalisis dari jumlah dan komposisi
tim manajemen resiko klinik dari para spesialis. Sebagian besar spesialis
adalah pegawai negeri yang bekerja di rumah sakit swasta. Pertanyaan
pentingnya adalah apakah mungkin dengan pola bekerja spesialis yang
bekerja sambilan menjalankan fungsi manajemen resiko clinical di Komite
Medik pada rumah sakit pemerintah? Seperti diketahui para spesialis
mempunyai pekerjaan lain di rumah sakit swasta karena pendapatan gaji
dari pemerintah relative rendah. Apakah Komite Medik dapat berfungsi
mengelola manajemen resiko clinical dengan baik mengingat banyak
dokter spesialis yang bekerja di berbagai rumah sakit? Pertanyaan-
pertanyaan ini memerlukan penelitian untuk menjawabnya.
2. Masalah Kebijakan dan prosedur yang tidak adequate
Penerapan manajemen resiko klinis di rumah sakit sangat
ditentukan oleh kebijakan manajemen yang mengatur dan mengawasi
regulasi terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Kelemahan yang masih
terjadi adalah implementasi dan monitoring dan evaluasi. ketidakpatuhan
terhadap pedoman dan cara penerapan manajemen resiko klinis merupakan
penentu terjadinya medical eror. Pada tatanan klinis masih sering
ditemukan ketidakpatuhan menjalankan SOP klinis. Kondisi ini dapat
diakibatkan karena kebijakan rumah sakit tentang manajemen resiko untuk
keselamatan pasien yang belum mendapat perhatian yang besar sehingga
| Tinjauan Trend & Isu 19
budaya kerja berbasis safety patient belum mewarnai kehidupan pelayanan
kesehatan termasuk pelayanan keperawatan.
3. Masalah SDM
Beberapa kelemahan dalam penerapan manajemen resiko klinik termasuk
dalam pelayanan keperawatan bersumber dari kualitas sumber daya
manusianya. Kegagalan mengikuti kebijakan, SOP, keterampilan tekhnis
perawatan yang buruk khususunya tindakan yang kompleks dan proses-
proses manajemen klinik sering diakibatkan karena kesalahan berbasis
pengetahuan, hal ini diperburuk oleh lemahnya fungsi pengawasan/
supervise dari manajer.
4. Masalah komunikasi
Masalah yang sering terjadi dalam keperawatan adalah perawat yang
sering menunggu instruksi dari dokter daripada melakukan kolaborasi dan
bentuk komunikasi dua arah, yang lebih sering adalah komunikasi verbal,
informasi tidak dikomunikasikan. Dalam manajemen resiko klinis
komunikasi sangat penting untuk mencegah KTD. Kesenjangan dalam
komunikasi saat serah terima/pengoperan pasien antara unit-unit
pelayanan, dapat mengakibatkan terputusnya kesinambungan layanan,
pengobatan yang tidak tepat dan potensial mengakibatkan cedera terhadap
pasien. Rekomendasi ditujukan untuk memperbaiki pola serah terima
pasien termasuk penggunaan protocol untuk mengkomunikasikan
informasi yang bersifat kritis, memberikan kesempatan bagi praktisi untuk
bertanya dan menyampaikan informasi pada saat serah terima dan
melibatkan pasien serta keluarganya. Proses komunikasi antar perawat
juga masih memiliki kelemahan dapat bersumber dari perawat sendiri
maupun factor manamejen dan lingkungan klinik.
B. Solusi penerapan manajemen resiko klinik dalam manajemen pelayanan
keperawatan
Prinsip dasar dalam pengembangan pengelolaan manajemen resiko
clinical adalah bagaimana mengembangkan sistem untuk meningkatkan mutu
| Tinjauan Trend & Isu 20
klinik. Peningkatan mutu tersebut dilakukan dengan cara memadukan
pendekatan manajemen, organisasi, dan klinik secara bersama. Tim
Manajemen resiko clinical bertugas memastikan bahwa telah terdapat sistem
untuk memonitor kualitas praktik klinis yang berfungsi dengan baik; praktik
klinis selalu dievaluasi dan hasil evaluasinya digunakan untuk melakukan
perbaikan; dan praktik klinis sudah sesuai dengan standar, seperti yang
dikeluarkan oleh badan regulasi profesi.
Secara rinci, sistem yang diterapkan dalam manajemen resiko clinical
meliputi berbagai kegiatan seperti audit klinis, manajemen efektif bagi kolega
klinis yang berkinerja buruk, manajemen risiko, praktik klinis berbasis pada
bukti (evidence based), pelaksanaan bukti efektivitas klinik, pengembangan
keterampilan kepemimpinan bagi klinisi, pendidikan berkelanjutan bagi semua
staf klinis, sampai audit feedback dari konsumen.
Kerangka kerja manajemen resiko clinical tersusun atas empat hal yaitu
evidence based medicine, informasi yang baik, penilaian kerja klinik, dan
hubungan antara klinisi dengan manajemen. Berbagai implikasi besar muncul
dengan kerangka kerja ini. Pertama, rumah sakit melakukan pelaksanaan
praktik klinik berbasis pada bukti (evidence based practice). Pelaksanaan
evidence based merupakan hal yang berat. Kedua, dilakukan perbaikan
infrastruktur informasi klinis. Ketiga, dilakukan pengembangan mekanisme
untuk menilai kinerja klinik yang terpadu dengan kinerja manajemen.
Keempat, perlu dilakukan pengembangan pengetahuan dan keterampilan
kepemimpinan di antara staf klinis. Dalam hal ini harus terdapat klinisi yang
menjadi pemimpin (leader) dari para klinisi.
Manajemen resiko clinical harus dibangun di atas sistem yang baik dan
efektif serta harus diintegrasikan sepenuhnya ke dalam sistem governance
rumah sakit. Akan tetapi, disadari bahwa untuk membangun kepercayaan dan
menciptakan kelompok klinisi yang mempunyai motivasi tinggi dalam
kualitas perawatan klinisnya diperlukan perubahan sikap dan kultur yang
mendasar terutama pada lingkungan klinisi. Di Indonesia perubahan kultural
ini sangat diperlukan di kalangan klinisi.
| Tinjauan Trend & Isu 21
Kunci untuk proses ini adalah pencegahan dari insiden. Setiap contoh
langkah-langkah pencegahan termasuk tindakan-tindakan seperti itu jelas
sebagai wiping up spills on the floor untuk mencegah kejatuhan, untuk
menghindari kemungkinan kesalahan komunikasi, dan memverifikasi alergi
dan pengobatan untuk mencegah reaksi obat yang tidak baik. Aktif dengan
komitmen yang ditunjukkan oleh staf medis juga tetap mendukung
administrasi adalah penting untuk keberhasilan Program Manajemen Resiko
Klinik. Untuk mencegah bahaya dan pengendalian resiko dalam jangkauan,
Manajemen Resiko Klinik secara fleksibel diperlukan untuk partisipasi
multidisiplin dan pendidikan.
Strategi pengelolaan risiko juga harus sejalan dengan tujuan organisasi,
karena akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam
menciptakan organisasi pembelajar (learning organization) yang melakukan
perbaikan secara berkelanjutan (continual improvement). Adanya
keterbukaan, komunikasi yang baik dan responsif terhadap perubahan maupun
risiko yang terjadi dapat menghindarikan organisasi dari kesulitan dengan
pihak eksternal (media massa, masyarakat) dan meminimalisir
kerugian.Pengelolaan risiko melibatkan pasien secara aktif serta pemangku
kepentingan lain secara bahu-membahu (partnership).Adanya monitoring dan
evaluasi pelaksanaan pengelolaan risiko secara periodik, dan terus menerus
melakukan perubahan kearah perbaikan.
Bila di Indonesia sudah ditetapkan kebijakan manajemen risiko
ditingkat depkes, rumah sakit diseluruh Indonesia tinggal menerapkan dengan
penyesuaian tertentu. Yang penting dapat berbagi identifikasi risiko, analisa
dan pengelolaannya. Sehingga pencapaian perbaikan kualitas pun lebih
mudah.
| Tinjauan Trend & Isu 22
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa penerapan manajemen resiko klinik di rumah
sakit khususnya dalam manajemen pelayanan keperawatan dapat disimpulan
sebagai berikut :
1. Pengorganisasian manajemen risiko klinik dalam struktur organisasi
institusi pelayanan kesehatan terletak bersama dengan manajemen mutu.
2. Kebijakan manajemen risiko klinik harus menjadi satu kesatuan dengan
kegiatan sehari-hari dan bagian dari rancangan pelayanan secara
keseluruhan
3. Proses manajemen risiko klinik terdiri dari identifikasi, assessment,
evaluasi dan follow up berkala.
4. Manajemen risiko klinik merupakan bagian dari kerangka kerja clinical
governance untuk mencapai kualitas layanan prima.
5. Kelemahan penerapan manajemen resiko klinik yang masih banyak
ditemui adalah peran dan fungsi komite yang belum optimal, kualitas
SDM, masalah komunikasi dan budaya kerja berbasis manajemen resiko
yang masih rendah.
B. Saran-saran
1. Diperlukan optimalisasi penerapan manajemen risiko klinik khususnya
dalam manajemen pelayanan keperawatan untuk meningkatkan kualitas
dan mencegah Kejadian Tidak Diharapkan/ KTD (Adverse Event), dengan
menetapkan program dan kerangka acuannya.
2. Diperlukan lembaga independen yang berfungsi sebagai pengawas kualitas
produk rumah sakit, termasuk komponen manajemen risikonya. Yang akan
berfungsi sebagai pemberi masukan secara periodic untuk perbaikan
kualitas layanan kesehatan.
3. Manajer keperawatan diharapkan mengintegrasikan manajemen resiko
klinik dalam menjalankan fungsi manajemen perawatan khusunya pada
| Tinjauan Trend & Isu 23
fungsi pengawasan dan monitoring serta membudayakan kerja berbasis
manajemen resiko.
| Tinjauan Trend & Isu 24
KEPUSTAKAAN
1. Sally Ryan and Mary Barrett, This Journal Article Is Available At Research Online: Perceptions Of Responsibility For Clinical Risk Management – Evidence From Orthopaedics Practitioners, Practice Managers And Patients In An Australian Capital City.(2003) Disitasi dari Http://Ro.Uow.Edu.Au /Commpapers/567. tanggal 12 September 2011
2. The Risks of Clinical Research (2011)The New England Journal of Medicine 2010;363:640-52. disitasi dari www. medind.nic.in/iae/t11/i1/iaet 11i1p63tanggal 22 Oktober 2011.
3. J Manth, A Gatherer. Editorials: Managing Clinical Risks. BMJ vol 308. Juni 1994. Disitasi dari www.bmj.com tanggal 22 Oktober 2011.
4. NHS QI Scotland. Clinical Governance & Risk Management: Achieving safe, effective, patient-fokused care and service. 2005. Disitasi dari www. nhshealthquality.org tanggal 22 Oktober 2011.
5. Bury Primary Care Trust. Risk management policy & strategy. 2007. Disitasi dari www.burypct.nhs.uk tanggal 22 Oktober 2011.
6. Kerringan, Helen. NHS direct: Corporate Risk management and Policy. Oktober 2008. Disitasi dari www.nhsdirect.nhs.uk tanggal Oktober 2011.
7. ARC. NHS QI Scotland- Risk management report. Agustus 2004. Disitasi dari www.nhs.scot.org tanggal 22 Oktober 2011.
8. NHS ambulance service trust. Risk management strategy. 2007. Disitasi dari www.nhs.org.
9. Steele, chris. An introduction to clinical risk management. 2001.disitasi dari www.optometry.co.uk tanggal 22 Oktober 2011.
10. Educational resources clinical governance. How do I asses or analyse risk. Disitasi dari www.clinicalgovernance.scot.nhs.uk tanggal 22 Oktober 2011
| Tinjauan Trend & Isu 25
| Tinjauan Trend & Isu 26
Keberhasilan pengelolaan rumah sakit sering ditinjau dari satu aspek
saja, misalnya: aspek SDM, aspek fisik rumah sakit, aspek keuangan, aspek
pelayanan klinik, dan berbagai aspek lainnya. Pola pandang ini berkembang
sebagai upaya penyederhanaan konsep pengelolaan rumah sakit dan justifikasi
tingkat pencapaian kinerja organisasi.
Mengingat rumah sakit adalah organisasi dengan karakteristik yang
sangat kompleks serta dinamikanya sangat terkait erat dengan lingkungan
luarnya (regulator, supplier, competitor, dan customer), maka pencapaian
kinerja rumah sakit perlu ditinjau secara lebih luas dan antar-bidang.
Keberhasilan rumah sakit tidak dapat diukur hanya melalui pencapaian kinerja
keuangan, sementara rumah sakit banyak diterpa isu keselamatan pasien,
lingkungan, tanggung jawab sosial, dan sebagainya. Oleh sebab itu diperlukan
upaya untuk meninjau kembali konsep pengelolaan rumah sakit yang bersifat
komprehensif, namun tetap ringkas, sehingga keberhasilan pengelolaan rumah
sakit juga dapat dinilai dari berbagai sisi.
Ringkasan isu utama dalam pengelolaan rumah sakit terkini dapat
diklasifikasikan dalam 6 aspek, yaitu: aspek pasien dan preferensinya, aspek
| Tinjauan Trend & Isu 27
clinical governance, aspek performance dan functional management system,
aspek corporate governance, aspek leadership dan change management, dan
aspek pengukuran dan pengambilan keputusan. Keenam aspek tersebut
menjadi kunci keberhasilan pengelolaan rumah sakit yang bersifat integrated,
comprehensive, dan evidence-based. Masing-masing aspek memiliki ciri dan
fokus yang spesifik, namun memiliki keterkaitan yang sangat erat satu dengan
lainnya. Misalnya, isu mengenai pasien, tentu tidak terlepas dari isu mengenai
pelayanan klinik, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengambilan
keputusan manajerial. Kata kunci utama dalam setiap aspek memiliki cakupan
praktis yang luas dan dapat diperdalam secara akademis. Sehingga, memahami
keenam aspek tersebut berarti memahami konsep utama pengelolaan rumah
sakit secara utuh dan mendalam.
Sampai saat ini pembahasan mengenai integrasi keenam aspek ini
belum banyak dilakukan.Membahas keenam aspek tersebut dalam satu forum
dapat memberikan pandangan yang rinci mengenai konsep pengelolaan rumah
sakit. Memahami isu utama setiap aspek, mengidentifikasi keterkaitan masing-
masing aspek dan implikasinya terhadap kinerja rumah sakit adalah tujuan
besar dari pembahasan ini
| Tinjauan Trend & Isu 28