Upload
trinhdien
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
TUGAS AKHIR SISTEM POLITIK
INDONESIA
“PROYEKSI SISTEM POLITIK INDONESIA TERKAIT
PEMBANGUNAN EKONOMI DI TAHUN 2020: SEBUAH STUDI
KOMPARASI”
Mata Kuliah:
Sistem Politik Indonesia (SOP-212)
Semester Genap 2009-2010
Dosen Pengampu:
Dr. Budi Prasetyo, M.Si
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2010
2
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK
SISTEM POLITIK INDONESIA (SOP 212)
1. Retno Ayu Debora 070810090
2. Tiar Adissa 070810507
3. Rina Oktavia 070810526
4. Renny Candradewi P 070810532
5. Devania Annesya 070810535
6. Maya Farida 070810708
7. Ayu Nurainina Prasanti 070810709
8. Dhanys Siswantoro 070810713
9. Nurul Chintya Irada 070810719
PRODI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2009-2010
3
KATA PENGANTAR
Dalam kehidupan masyarakat maka akan dapat terlihat bahwa politik dan
ekonomi saling berhubungan dan bergantung, keduanya saling membutuhkan.
Salah satu diantara keduanya tidak bisa berjalan tampa iringan satu sama lain. Bila
di telaah satu per satu, ekonomi berperan dalam menyejahterakan rakyat dengan
cara mengelola sumber daya alam yang terkandung di dalam bumi suatu negara
dan juga bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan. Sedangkan politik berperan
menciptakan iklim yang mendukung terciptanya kesejahteraan rakyat banyak.
Sehingga, apabila digabungkan, dapat kita lihat bahwa sistem dan keadaan politik
di suatu negara akan mempengaruhi semua prosedur dan aspek-aspek ekonmi
karena bagaimanapun keadaan ekonomi dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi
masyarakatnya.
Maka dalam makalah ini kami membicarakan mengenai proyeksi sistem
politik Indonesia dalam kaitannya dengan pembangunan ekonomi di tahun 2020
melalui studi komparasi dengan negara-negara yang memiliki beberapa
persamaan karakteristik pembangunan ekonomi. Tujuan dari penulisan makalah
ini adalah bagaimana kita memproyeksikan tantangan-tantangan yang mungkin
akan terjadi di beberapa tahun ke depan dan bagaimana kita menanggulanginya
guna menciptakan pembangunan perekonomian yang harmonis, dinamis, dan
merata.
Dalam penulisan ini mungkin masih ditemukan beberapa kesalahan dan
kami akan dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun. Kami
berharap makalah ini dapat memperdalam pengetahuan kita tentang sistem
perpolitikan Indonesia serta memperdalam rasa nasionalisme dalam melewati
masa-masa penuh tantangan di beberapa tahun ke depan dan selanjutnya.
Tim Penulis
4
Abstrak
Ekonomi dan politik merupakan konsep yang tidak terpisahkan. Sebaliknya
merupakan kedua konsep tersebut saling mempengaruhi dan melengkapi.
Ekonomi berperan dalam menyejahterakan rakyat dengan cara mengelola sumber
daya alam yang terkandung di dalam bumi juga bertujuan untuk mencapai
kesejahteraan dan kemakmuran. Politik berperan menciptakan iklim yang
mendukung terciptanya kesejahteraan rakyat banyak. Sistem dan keadaan politik
di suatu negara selalu mempengaruhi semua prosedur ekonomi karena
bagaimanapun keadaan ekonomi dipengaruhi oleh aspek-aspek politiknya. Pada
perkembangan selanjutnya ekonomi menjadi salah satu faktor penentu posisi
perpolitikan negara secara struktural karena perekonomian menjadi unsur yang
tidak bisa lepas dari atribut power suatu negara. Becermin dari segala persoalan
yang lahir dari tantangan globalisasi, maka sangat mungkin sekali apabila
pembangunan ekonomi Indonesia sangat bergantung sekali terhadap kondisi dan
situasi negara yang terefleksi oleh proyeksi masa depan sistem politik Indonesia
dengan menggunakan pendekatan komparasi dengan negara-negara yang
memiliki persamaan karakter dengan Indonesia antara lain Singapura dan India.
Dalam usaha untuk menyusun proyeksi masa depan sistem politik Indonesia
berkaca dari perkembangan kemajuan ekonominya maka sangat penting untuk
terlebih dahulu menganalisa keunggulan yang potensial dan kendala kelemahan
Indonesia untuk menciptakan rancangan kebijakan yang lebih strategis dan
populis.
5
DAFTAR SINGKATAN
IHSG Indeks Saham Gabungan
CIA Central Intelligence Agency
BI Bank Indonesia
BNI Bank Negara Indonesia
BII Bank Internasional Indonesia
ISI Industrialisasi Subsitusi Impor (Import Substitusion
Industrialisation)
BOS Bantuan Operasional Sekolah
BLT Bantuan Langsung Tunai
6
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Pertumbuhan Penduduk Indonesia berdasarkan
Provinsi tahun 2000-2025 (juta jiwa)
Tabel 1.2 Pertumbuhan Penduduk Indonesia berdasarkan
Provinsi tahun 2000-2025 (dalam prosen)
7
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Anggota Kelompok ............................................................................... ii
Kata Pengantar .................................................................................................... iii
Abstrak .................................................................................................................. iv
Halaman Singkatan .................................................................................................. v
Halaman Tabel ....................................................................................................... vi
Daftar Isi .............................................................................................................. vii
Bab I Pendahuluan ................................................................................................... 1
Bab II Pembahasan .................................................................................................. 4
Modal ....................................................................................................................... 4
Sumber Daya Manusia ............................................................................................. 7
Iklim dan Dukungan Politik ................................................................................... 11
Kebijakan Politik .................................................................................................... 13
Ide dan Sistem Politik Indonesia ............................................................................ 14
Komparasi dengan negara lain ............................................................................... 16
a. Singapura ................................................................................................ 16
b. India........................................................................................................ 18
8
Kesimpulan ........................................................................................................... 21
Daftar Pustaka ...................................................................................................... 24
Lampiran .............................................................................................................. 26
9
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kehidupan masyarakat maka akan dapat terlihat bahwa politik dan
ekonomi saling berhubungan dan bergantung, keduanya saling membutuhkan.
Salah satu diantara keduanya tidak bisa berjalan tampa iringan satu sama lain. Bila
di telaah satu per satu, ekonomi berperan dalam menyejahterakan rakyat dengan
cara mengelola sumber daya alam yang terkandung di dalam bumi suatu negara
dan juga bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan mengentaskan kemiskinan.
Sedangkan politik berperan menciptakan iklim yang mendukung terciptanya
kesejahteraan rakyat banyak. Sehingga dapat kita lihat bahwa sistem dan keadaan
politik di suatu negara akan mempengaruhi semua prosedur dan aspek-aspek
ekonomi karena bagaimanapun keadaan ekonomi dipengaruhi oleh aspek-aspek
politik dan ekonominya.
Di berbagai negara, pengaruh pemerintahan terbesar terletak pada
pertumbuhan ekonominya. Tentu saja banyak permasalahan yang timbul dalam
pemerintahan modern yang lahir dari ide dan sistem ekonomi, tuntutan lapangan
kerja, modal hak milik tanah, penurunan dan kenaikan ekonomi, serta kemajuan
teknologi. (Anonym, 2010 dalam Perekonomian dan Politik dalam Data serta
Hubungannya, http://www.forum-
politisi.org/downloads/Hubungan_Ekonomi_dan_Politik.pdf).
Sistem ekonomi pada negara bersistem politik sosialis, mereka mengijinkan
negara mengontrol secara keseluruhan kesatuan kehidupan ekonomi masyarakat.
Pun dalam studi ekonomi politik, negara tidak terlepas dari peranannya sebagai
regulator ekonomi yang legitimasi.
Sejak wacana globalisasi diperkenalkan pasca berakhirnya perang dingin,
globalisasi menandai era terjadinya integrasi ekonomi secara besar-besaran.
Depresi Ekonomi di tahun 1930an membuktikan bahwa pasar tidak bisa benar-
benar diberi kebebasan seluas-luasnya sebagaimana ide-ide pendukung liberalisasi
ekonomi milik Adam Smith. Pada kenyataannya sejak tahun 1944, berdirinya
institusi moneter internasional membuktikan bahwa perekonomian pada
10
hakikatnya harus dipolitisasi supaya selalu melayani kepentingan nasional negara
tertentu. Pendukung merkantilisme menganggap perekonomian merupakan
subordinat politik. Dengan kata lain, selalu ada bentuk intervensi pemerintah
untuk kemudian terlibat dalam manajemen perekonomian negara. Selain itu,
bentuk lain korelasi politik dan ekonomi terletak pada situasi dan kondisi politik
negara yang mempengaruhi arus modal dan investasi. Apabila pemerintah
nasional gagal menyediakan keamanan kondusif yang menyediakan confidence
kepada investor maka sangat potensial terjadi capital flight yakni larinya modal
domestik ke luar negeri maupun larinya modal asing (Gilpin, 1987).
Pada perkembangan selanjutnya ekonomi menjadi salah satu faktor penentu
posisi perpolitikan negara secara struktural karena perekonomian menjadi unsur
yang tidak bisa lepas dari atribut power suatu negara (Mingst, 2009). Ekonomi
dan politik sendiri merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Faktanya China
dan India menjadi negara besar karena pertumbuhan ekonominya dibekali
“power” yang esensial dalam ikut serta percaturan politik internasional. China,
Pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu pada tahun 2008 hanya 9,4%, turun
dibanding pertumbuhan tahun 2007 sebesar 11,9%.
pada tahun 2009 ekonomi China tumbuh 8,7 persen pada 2009, melambat karena
krisis keuangan global melanda pasar ekspor China yakni Amerika serikat
(Anonim., 2010 dalam
http://www.inilah.com/news/read/ekonomi/2010/01/27/307741/imf-akui-
percepatan-pertumbuhan-ekonomi-asia/). Hal ini disebabkan elite politik China
memutuskan untuk membuka kebijakan isolasi ekonomi mereka sehingga
pembangunan ekonomi China sejak itu ditujukan untuk peningkatan inflow FDI
(Foreign Direct Investment) dan menjaga agar nilai Yuan tetap berada 2.1 % di
bawah dolar Amerika. Sejak tahun 1997, India telah berhasil melakukan
pertumbuhan ekonomi rata-rata 7% dengan orientasi pembangunan ekonomi
sebagian besar pengembangan sektor jasa seperti akuntasi dan pemberdayaan
manusia dibekali keahlian berbahasa Inggris untuk pengembangan sektor industri
perangkat lunak dan teknologi informasi (CIA, 2010 dalam
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/in.html).
11
Becermin dari uraian di atas, maka sangat mungkin sekali apabila
pembangunan ekonomi Indonesia sangat bergantung sekali terhadap kondisi dan
situasi negara yang terefleksi oleh proyeksi masa depan sistem politik Indonesia
dengan menggunakan pendekatan komparasi dengan negara-negara yang memiliki
persamaan karakter dengan Indonesia antara lain Singapura dan India. Oleh
karena itu, kami memilih “Proyeksi Sistem Politik Indonesia terkait Pembangunan
Ekonomi di tahun 2020: sebuah studi komparasi” sebagai judul tulisan ini.
12
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam usaha untuk menyusun proyeksi masa depan sistem politik Indonesia
dengan pembangunan ekonominya maka sangat penting untuk terlebih dahulu
menganalisa keunggulan yang potensial dan kendala kelemahan Indonesia.
Faktor-faktor riil pendukung keunggulan tersebut dapat dirangkum dalam
berbagai sektor antara lain (1) sektor perkembangan permodalan (kapital dan
investasi) di Indonesia yang tercermin dalam indeks bursa saham gabungan
Indonesia (IHSG); (2) sumber daya manusia Indonesia sebagai faktor potensial
pendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa datang; (3) bentuk-bentuk
dukungan politik terhadap kebijakan pembangunan ekonomi Indonesia; (4)
bentuk-bentuk kebijakan publik yang mendukung pembangunan ekonomi
Indonesia di masa datang; (5) ideologi sistem politik Indonesia yang
mempengaruhi arah pembangunan ekonomi secara keseluruhan.
1. Modal
Pasar Modal pada hakekatnya adalah pasar yang tidak berbeda jauh dengan pasar
tradisional yang selama ini kita kenal; terdapat penjual dan pembeli, penawaran dan
permintaan. Pasar modal dapat juga diartikan sebagai sebuah wahana yang
mempertemukan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang menyediakan
dana sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal telah
menggariskan bahwa Pasar Modal mempunyai posisi yang strategis dalam
pembangunan ekonomi nasional. Pertumbuhan suatu Pasar Modal sangat bergantung
dari kinerja bursa saham. Kondisi permodalan Indonesia di bursa efek tidak bisa lepas
dari proyeksi internal (kondisi dan situasi domestik) dan eksternal (kondisi dan situasi
ekonomi internasional).
Kondisi pasar modal Indonesia saat ini dihiasi dengan melemahnya nilai rupiah
akibat neraca surplus perdagangan yang semakin menurun. Penurunan ini disebabkan
semakin ramainya perekonomian domestik yang cenderung lebih banyak mengimpor
bahan baku dari luar sehingga terjadi arus dana ke luar negeri. Kecenderungan ini
akan terus menerus berlangsung apabila perekonomian domestik tidak menunjukkan
13
kemampuan menemukan bahan baku lain dilu ar bahan baku utama. Diprediksikan
rupiah akan menghadapi dua opsi yakni bertahan pada kisaran 9,200-9,900 atau
melemah pada kisaran di atas batas atas yakni 10,000 (Kompas, 2010 dalam
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04384097/rupiah.cenderung.lemah ).
Melihat kecendurungan demikian BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi
tahun depan ada di kisaran 6-6,5 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan ekonomi tahun 2010, yang diprediksi 5,8 persen. Sumber utama
pertumbuhan ekonomi 2011 akan ditopang kuatnya konsumsi rumah tangga dan
investasi. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan semakin tinggi,
yakni dari 4,8 persen pada tahun 2010 menjadi 5 persen pada tahun 2011. Adapun
pertumbuhan investasi diperkirakan naik dari 9 persen pada tahun 2010 menjadi
11 persen pada tahun 2011. Sedangkan suku bunga Bank Indonesia berusaha
untuk menjaga inflasi tetap berada pada kisaran 5-6 persen di tahun 2011 dan
tahun-tahun berikutnya. Apabila kenaikan inflasi sebesar 0.5 persen maka bisa
dipastikan inflasi dan kenaikan suku bunga di tahun 2020 mencapai sekitar 8-11%
(Kompas, 2010 dalam
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04384097/rupiah.cenderung.lemah)
Bahkan akhir-akhir ini terdapat tren perusahaan domestik Indonesia lebih
sering melakukan “Go Public”, hal ini sudah iprakarsai oleh beberapa perusahaan
perbankan Indonesia (BNI dan BII), sebagaimana diikuti oleh perusahaan
telekomunikasi besar milik Indonesia seperti Indosat. PT Timah Wachid Usman
dan saat ini adalah PT Indopoly Indonesia (milik Grup Salim) yang melepas
sahamnya sebesar 35.17%. Indopoly adalah salah satu perusahaan yang tergabung
dalam Salim Group. Bergerak di bidang kemasan plastik film biaxially oriented
polypro-pylene, perseroan memiliki pabrik di Indonesia dan China (Kompas, 2010
dalam
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04241788/indopoly.tawarkan.saha
m.rp.210-rp.315 ).
Ranah perekonomian eksternal berpengaruh terhadap kekuatan nilai rupiah di
tahun-tahun mendatang. Adanya krisis utang Yunani di Eropa seolah
mengindikasikan ancaman resesi ekonomi di wilayah kawasan (regionalisme)
14
sangat mungkin terjadi. Perekonomian internasional tentu saja sangat
mempengaruhi perkembangan ekonomi domestik di Indonesia. Apabila krisis
utang Yunani di tahun ini mengancam perekonomian anggota Uni Eropa yang
lain, maka dipastikan akan terjadi krisi di awal perjalanan tahun 2020. Artinya,
krisis ekonomi yang melanda Yunani sekarang masih jauh dari benar-benar pulih
malah mengancam kondisi kestabilan ekonomi di beberapa negara Eropa yang
sepakat memberikan bailout. Bailout tersebut berkonsekuensi terhadap
meningkatnya hutang beberapa negara anggota Uni Eropa tersebut. Artinya, di
awal 2020 nanti atau lebih awal dari tahun tersebut, Rupiah mesti mengantisipasi
kemungkinan meluasnya krisis Eropa ini. Amerika serikat sendiri menyerahkan
penanganan krisis tersebut kepada Uni Eropa, bahkan Amerika serikat dan Inggris
benar-benar menyatakan penolakannya membantu Uni Eropa.
Berdasarkan uraian di atas proyeksi yang bisa disimpulkan adalah
perekonomian Indonesia akan semakin dimiliki oleh asing, nilai rupiah yang
tertahan, semakin sering perusahaan grup Indonesia yang melakukan “go public”,
dan kemungkinan terjadinya krisis menjelang tahun 2020, meskipun krisis ini
tidak mengglobal, dampaknya masih terasa di Indonesia. Di sisi lain, Indonesia
mesti menghadapi tantangan pasar dan perdagangan yang makin bebas.
Peluang-peluang yang ada antara lain menggerakkan pemerataan
pembangunan di sektor-sektor ekonomi lain misalnya unit usaha menengah ke
bawah. Menghadapi tantangan yang demikian sistem politik Indonesia pada
akhirnya diupayakan untuk lebih mengedepankan kebijakan-kebijakan
makroekonomi. Kebijakan makroekonomi tersebut akan cenderung dirumuskan
oleh para pakar ekonomi. Untuk itu, kerangka kebijakan mesti banyak berasal dari
praktisi-praktisi ekonomi. Sistem politik Indonesia akan mengarahkan kebijakan
yang mempermudah para investor asing untuk menanamkan investasinya di dalam
negeri namun tidak jua mengabaikan usaha industri dalam negeri melalui insentif-
insentif dan kebijakan-kebijakan politik yang mengarahkan lingkungan
perekonomian Indonesia menjadi lebih kondusif lagi.
Menurut Mantan Menteri Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, dalam
menghadapi pasar bebas, Indonesia tidak bisa hanya tergantung pada variabel
15
ekonomi saja, melainkan juga pada institusinya (Harian Ekonomi Neraca
Perbankan, 2010). Birokrasi politik mesti dipermudah dan ditujukan untuk
melindungi perekonomian nasional dan menjamin bantuan modal usaha kecil.
Selain itu terdapat perilaku ekonomi Indonesia yang semakin banyak
mengimpor bahan baku dan terlalu berkonsentrais pada pembangunan ekonomi
yang berorientasi ekspor (export economy oriented). Pemerintah Indonesia mesti
berupaya untuk merubah dan mereformasi paradigma pengusaha yang terlalu
mengfokuskan kegiatan ekonomi pada ekspor. Ini membuktikan sumber daya
alam Indonesia sudah tidak bisa bersaing dengan kemajuan perindustrian di
Indonesia Pemerintah mestinya lebih kreatif menyediakan alternatif bagi
pengusaha untuk lebih bergerak di perekonomian domestik melalui kerangka
kebijakan industrialisasi substitusi impor (ISI).
2. Sumber daya manusia
Dalam kajian hubungan internasional terdapat unsur “power” atau kekuasaan.
Kekuasaan negara menjamin posisinya dalam hubungan internasional yang
demikian terhierarki. Salah satu unsur power ketiga adalah komposisi demografis.
Artinya, suatu negara yang memiliki jumlah penduduk sangat besar berpotensi
tumbuh menjadi negara besar. China dan India memiliki komposisi penduduk
dengan jumlah yang sangat besar dan keduanya saat ini adalah dua negara yang
tumbuh menjadi negara besar baik secara politik, ekonomi, maupun sekuriti.
Lantas bagaimana dengan posisi ekonomi Indonesia? Apa kaitannya dengan
sistem politik Indonesia?
Kebijakan kependudukan dan program pembangunan sosial dan ekonomi yang
dilaksanakan Indonesia selama tiga dekade yang lalu telah berhasil menurunkan
angka kelahiran dan kematian sehingga mampu menghambat laju pertumbuhan
penduduk dari 2,3% pada periode 1971-1980 menjadi 1,4% per tahun pada
periode 1990-2000. Walaupun demikian, jumlah penduduk Indonesia masih
akan terus bertambah. Di daerah yang pertumbuhan penduduknya telah menurun,
terjadi perubahan struktur umur penduduk yang ditandai dengan penurunan
proporsi anak-anak usia di bawah 15 tahun disertai dengan peningkatan pesat
16
proporsi penduduk usia kerja dan peningkatan proporsi penduduk usia lanjut
(lansia) secara perlahan.
Sedangkan di daerah yang tingkat pertumbuhan penduduknya masih
tinggi, proporsi penduduk usia 0-14 tahun masih besar sehingga memerlukan
investasi sosial dan ekonomi yang besar pula untuk penyediaan sarana tumbuh
kembang, termasuk pendidikan dan kesehatan.
Saat ini setiap tahunnya terjadi kelahiran sekitar 4,5 juta bayi. Bayi-bayi ini
akan berkembang dan mempunyai kebutuhan yang berbeda sesuai dengan
peningkatan usianya. Pada saat ini dari 100 persen anak-anak yang masuk sekolah
dasar, 50% diantaranya tidak dapat melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih
tinggi setelah lulus SMP. Mereka akan putus sekolah dan menuntut pekerjaan
padahal tidak mempunyai ketrampilan yang memadai. Sempitnya lapangan kerja
membuat para pemuda-pemudi putus sekolah menciptakan pekerjaannya sendiri
di sektor informal (Statistik Indonesia, 2010 dalam http://www.datastatistik-
indonesia.com/content/view/83/115/1/1/). Di bawah ini tabel yang merefleksikan
pertumbuhan penduduk Indonesia berdasarkan provinsi dalam juta jiwa (tabel 1.1)
dan dalam prosen (table 1.2).
17
Sta
tist
ics
Indones
ia. 2010.
Din
am
ika P
enduduk
dal
am h
ttp:/
/ww
w.d
atas
tati
stik
-indones
ia.c
om
/conte
nt/
vie
w/8
3/1
15/1
/1/
Tab
el 1
.1 P
ertu
mbuh
an P
enduduk M
enuru
t P
rovin
si 2
00
0-2
025
18
Tab
el 1
.2 P
ertu
mbuhan
Pen
duduk M
enuru
t P
rovin
si 2
00
0-2
025
Sta
tist
ics
Indones
ia. 2010.
Din
am
ika P
enduduk
dal
am h
ttp:/
/ww
w.d
atas
tati
stik
-indones
ia.c
om
/conte
nt/
vie
w/8
3/1
15/1
/1/
19
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara demografi peningkatan
penduduk Indonesia akan terjadi secara perlahan. Akan tetapi permasalahan
kependudukan berkaitan dengan ketersediaan tenaga kerja, peningkatan mutu
keterampilan dan keahlian mereka masih menjadi persoalan di tahun 2020.
Meskipun demikian, suatu hal yang menjadi keuntungan Indonesia di tahun 2020
adalah jumlah usia kerja yang maksimal. Apabila pemerintah nasional bisa
mengakomodasi nilai tersebut dengan menyiapkan lapangan kerja maka
diprediksikan Indonesia akan menjadi negara industrialis yang besar dengan
tingkat kesejahteraan yang tinggi jika dibandingkan dengan negara lain pada dua
dekade kemudian. Sistem politik Indonesia akan nantinya haruslah mengarah pada
kebijakan yang mendukung penyerapan dan penggunaan sumber daya manusia
secara efektif dan efisien.
3. Iklim politik dan dukungan politik
a. Sistem Politik Indonesia
Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik, dengan memakai sistem
demokrasi, di mana kedaulatan berada di tangan rakyat oleh rakyat untuk rakyat.
Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana Presiden
berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Sistem
politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif. Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga
bernama Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu
DPR yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD
yang anggota-anggotanya mewakili provinsi yang ada di Indonesia. Setiap daerah
diwakili oleh 4 orang yang dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masing-
masing. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) adalah lembaga tertinggi negara
(Anonim, 2009).
Pemerintahan SBY-Boediono terus berupaya meningkatkan kemajuan
ekonomi melalui program-program ekonominya. program ekonomi yang telah
dijalankan capres Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah berpihak kepada
rakyat kecil yang tertinggal, meskipun belum mampu memuaskan semua pihak.
Dalam UUD 1945 pada pasal 33 disebutkan bahwa “pemerintah harus melakukan
20
intervensi terhadap kondisi perekonomian yang dijalankan melalui mekanisme
pasar”.
Mengapa harus ada intervensi? Adanya Intervensi oleh pemerintah
dimaksudkan untuk mengupayakan peningkatan kesejahteraan rakyat secara
meluas dengan keberpihakan terhadap masyarakat yang tertinggal namun tanpa
menghalangi langkah masyarakat yang sudah maju. Berbagai program pro rakyat
yang sudah dilakukan SBY selama ini adalah seperti subsidi pupuk, Bantuan
Operasional Sekolah (BOS), pemberian bantuan langsung tunai (BLT), jaminan
kesehatan masyarakat (Jamkesmas) dan beras untuk rakyat miskin merupakan
bentuk kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat (Anonim, 2010 dalam
http://matanews.com/2009/07/13/baru-separo-jalan-defisit-apbn-rp57-t/ ).
Selain itu pemerintah juga disibukan dengan kenaikan harga bahan bahan
kebutuhan pokok masyarakat. Parahnya lagi, pemerintah disibukan juga dengan
masalah politik Bank Century yang tak kunjung selesai. Pemerintah hanya
disibukan dengan penyelesaian masalah masalah rutin sehingga terkesan kurang
memperdulikan implementasi perencanaan ekonomi tahunan dan pembangunan.
Untuk menyukseskan implementasi perencanaan ekonomi seta pembangunan,
diperlukan adanya dukungan politik yang kuat dari DPR. Namun sayangnya, hal
tersebut tidak mudah untuk diwujudkan dalam masa demokrasi terbuka ini.
Membentuk koalisi juga tidaklah mudah. Kedudukan politik di Indonesia sangat
bersifat “melayani kepentingan kelompok”. Adanya koalisi bersama yang
dipimipin oleh Abu Rizal Bakrie yang mana juga seorang pengusaha pemimpin
group Bakrie terbesar di Indonesia. Bentuk adanya koalisi ini kemungkinan terjadi
di masa mendatang apabila terdapat ketidakpastian dalam jajaran eksekutif
pemerintah. Kesempatan mengembangkan perekonomian menjadi sirna karena
masing-masing komponen bangsa lebih mementingkan perebutan kekuasaan
politik daripada menyelesaikan masalah ekonomi.
Bisa disimpulkan bahwa tren politik sekarang yang mengedepankan koalisi
akan berjalan untuk dua dekade ke depan. Sayangnya koalisi yang terbentuk ini
membawa kepentingan korporat pengusaha Indonesia. Dikhawatirkan
21
pembangunan ekonomi secara menyeluruh tidak mendapatkan perhatian
pemerintah secara bulat. Kemungkinan yang terjadi adalah pembangunan
ekonomi yang timpang di sektor-sektor tertentu makin marak misalnya pergerakan
ekonomi di bidang jasa dan perbankan. Begitupula dengan orientasi partai-partai
di Indonesia bukan lagi menjadi pengejawantahan suara rakyat melainkan
perwakilan sejumlah kepentigan korporat besar. Akan hadir seorang pemimpin
dari kalangan pebisnis di perjalanan tahun menuju 2020 atau lebih banyak wakil
rakyat dari golongan pengusaha.
4. Kebijakan publik
Analisis dampak kebijakan publik merupakan fokus pembicaraan yang
menarik untuk dicermati. Daya tarik ini minimal didasarkan pada tiga hal penting.
Pertama, konteks desentralisasi pemerintahan yang mewarnai wacana
penyelenggaraan pemerintah di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Kedua,
studi tentang dampak kebijakan yang senantiasa dikritisi oleh berbagai pihak
(kalangan akademisi dan praktiksi). Ketiga, esensi dan urgensi evaluasi kebijakan
publik karena kemanfaatan kebijakan yang dievaluasi terlihat melalui dampaknya
terhadap sasaran (target) yang dituju (Tarigan, 2010).
Kebijakan publik di Indonesia sangat bersifat otonomi melalui penyerahan
sebagian mandat pusat ke daerah dalam bentuk desentralisasi dan dekonsentrasi.
Penyerahan otonomi (hak perlakuan khusus daerah) ditujukan untuk
pengembangan daerah secara lebih efektif dan efisien. Meskipun lahir beberapa
kritik terhadap pelaksanaan otonomi daerah ini, tetapi terdapat optimisme di
tahun-tahun mendatang bahwa pelaksanaan otonomi ini akan membaik dan
akibatnya mengundang investor untuk secara langsung bekerja sama dengan
pemerintah daerah tanpa kendala yang memakan waktu lama. Kedatangan
investor ini sangat baik untuk menambah FDI.
Sayangnya permodalan di daerah ini akan semakin banyak didominasi oleh
investor asing daripada investor dalam negeri sehingga ketergantungan kebijakan
akan sangat memihak pemilik modal tersebut daripada benar-benar melayani
publik masyarakat yang ada. Kehadiran investor ini mayoritas adalah korporat
22
multinasional besar yang beroperasi transnasional. Tren politik yang terjadi di
daerah saat ini adalah semakin banyaknya elite politik daerah yang tidak tahu
menahu dampak jangka panjang investasi ini pada keberlangsungan pembangunan
ekonomi daerah.
5. Ideologi sistem ekonomi politik indonesia
Ideologi adalah intisari pemikiran mendasar dari suatu konsep (hidup) (Bacon,
2007). Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa ideologi adalah pemikiran
yang mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk
merasionalisasikan pemikiran tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran
tersebut agar tidak menjadi absurd dari pemikiran-pemikiran yang lain dan
metode untuk menyebarkannya. Tujuan utama dari ideologi sendiri adalah untuk
menawarkan perubahan melalui proses pemikiran normatif.
Ditinjau dari aspek politik, ideologi politik adalah sebuah himpunan ide dan
prinsip yang menjelaskan bagaimana seharusnya masyarakat bekerja, dan
menawarkan tugas (order) kepada masyarakat tertentu. Ideologi politik biasanya
mengenai dirinya dengan bagaimana ia mengatur kekuasaan dan bagaimana
seharusnya dilaksanakan. Terdapat beberapa ideologi politik yang dianut oleh
negara-negara di dunia, yaitu ideologi anarkisme, kapitalisme, komunisme,
komunitarianisme, konservatisme, neoliberalisme, demokrasi kristen, fasisme,
monarkisme, nasionalisme, nazisme, liberalisme, libertarianisme, sosialisme, dan
demokrat sosial. Indonesia merupakan sebuah negara kesatuan yang berbasis
republik. Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, di mana presiden
berkedudukan sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Berbeda
dengan ideologi politik, ideologi ekonomi secara mendasar terdiri dari 3 macam
yaitu:
1. Sistem ekonomi liberal (pasar), sistem ini memberi kebebasan sepenuhnya
kepada masyarakat yang punya modal untuk menguasai perekonomian.
biasanya negara-negara yang menganut sistem ini adalah negara-negara yang
mempunyai banyak modal (negara maju) sehingga negara-negara seperti ini
sering disebut negara kapitalis/penguasa modal. Sistem permodalan Indonesia
23
dijalankan menggunakan mekanisme liberalisasi ekonomi. Nilai mata uang
Rupiah Indonesia dibiarkan berfluktuasi sedemikian rupa sesuai dengan
permintaan dan penawaran di pasar modal (Helleiner, 2002).
2. Sistem ekonomi terpusat (terpimpin), sistem ini dalam kegiatan
perekonomiannya semua sumber daya dikuasai sepenuhnya oleh seorang
pemimpin saja (biasanya pemerintah) dan masyarakat hanya berperan sebagai
konsumen saja, sehingga dalam sistem perekonomian seperti ini harga-harga
barang lebih mudah dikendalikan sehingga kemakmuran masyarakat lebih
mudah untuk diatur. biasanya negara yang menggunakan sistem
perekonomian seperti ini adalah negar-negara komunis. Beberapa cabang
penting penerimaan negara seperti minyak dan pertambangan dikuasai oleh
negara.
3. Sistem perekonomian campuran, sistem ini merupakan perpaduan antara
sistem ekonomi terpusat dengan sistem perekonomian liberal, sehingga
sumber daya sebagian dikelola pemerintah dan sebagian dikelola
swasta/masyarakat yang punya modal. negara-negara yang menganut sistem
perekonomian seperti ini adalah negara yang masih dalam taraf
mensejahterakan masyarakatnya.
Sedangkan ideologi sistem ekonomi yang dianut oleh Indonesia merupakan
ideologi campuran, hal ini terbukti melalui UUD 45 pasal 33 dimana sebagian
sumber daya dikuasai oleh negara (melalui BUMN) namun berjalannya waktu dan
tingkat inflasi, sekaran beberapa aset BUMN dan sahamnya dijual kepada swasta
sehingga sekrang sumber daya Indonesia sebagian besar dikuasai oleh swasta
(kaum kapitalis/penguasa modal). Bisa disimpulkan sistem perekonomian
Indonesia adalah campuran yang akan mengarah pada liberal.
Proyeksi ideologi sistem ekonomi Indonesia adalah sebagai berikut:
perekonomian Indonesia sering berada di daerah abu-abu daripada benar-benar
berada di daerah hitam maupun putih. Tidak terdapat transparansi dimana
perekonomian Indonesia memerlukan kontrol pemerintah agar pemanfaatan
sumber daya alam akan selalu berorientasi untuk mensejahterakan rakyat. Fakta
24
yang banyak terjadi adalah pemerintah Indonesia selalu gagal mendapatkan porsi
pengusahaan saham negara yang mendatangkan keuntungan lebih besar. Indonesia
selalu kalah dengan pemain korporat multinasioal. Peristiwa Blok Cepu, Freeport,
dan Petrochina adalah salah satu contohnya. Bagi hasil pengelolaan sumber daya
alam selalu memarginalkan Indonesia. Tren ini akan terus menerus terjadi di masa
mendatang seiring dengan korporat multinasional itu akan semakin tumbuh
menjadi lebih besar.
Melihat pada ideologi politik yang dianut oleh Indonesia yaitu ideologi
demokrasi, masih memiliki banyak kekurangan disana sini. Terutama pada
kekuasaan parlemennya. Kekuasaan parlemen dan eksekutif yang sangat rawan
mementingkan diri sendiri melalui tindak korupsi di sana sini akan semakin
memundurkan potensi ekonomi Indonesia yang saat ini semestinya lebih
diberdayakan karena peluang itu akan terus menerus mengalir.
6. Komparasi dengan negara lain
a. Singapura
Ekonomi Singapura sangat ramah bisnis dan dianggap sebagai yang terbaik
sebagai pusat keuangan. Ada ribuan karyawan memberikan keunggulan hasil yang
sama di perusahaan-perusahaan multinasional yang membawa Singapura pada
peta global. Dasar ekonomi pasar dikembangkan sangat baik dan sangat didukung
oleh barang ekspor dan impor. Singapura telah dihormati oleh persatuan-
perusahaan dan masuk dalam daftar Empat macan Asia yang mengatur pasar di
Asia bersama dengan Hong Kong, Korea Selatan dan Taiwan. Produk pabrik
canggih dengan definisi tinggi adalah penopang utama ekonomi Singapura.
Industri manufaktur di seluruh bidang elektronik, teknik kimia, pengilangan
minyak bumi, mechanical engineering dan ilmu lainnya di negara yang
mengembangkan kecanggihan tekhnologi di Singapura. Manufaktur menyumbang
hampir 26% terhadap GDP negara dan memproduksi 10% dari produk kue wafer
di dunia. (CIA, 2010 dalam https://www.cia.gov/library/publications/the-world-
factbook/geos/sn.html ).
25
Singapura memiliki salah satu pelabuhan tersibuk di dunia dan dihormati
karena mempunyai pusat perdagangan foreign exchange (penukaran mata uang
asing) terbesar keempat ketika diurutkan setelah pusat keuangan seperti London,
Tokyo dan New York. Singapura juga mempekerjakan ribuan tenaga ahli dari
seluruh dunia sehingga menjadi majikan global juga. Karena saat ini resesi global,
Singapura juga terpengaruh sehingga GDP berkurang cukup besar. Tetapi,
pemerintah bertujuan untuk merevitalisasi perekonomian Singapura dan mengatur
kembali Singapura pada kemakmurannya setelah resesi. Singapura memiliki 14
perjanjian perdagangan bilateral dan multilateral di seluruh dunia dengan negara-
negara seperti India, Cina, Asia, Korea, Eropa, Yordania, Jepang, Selandia Baru,
Korea Selatan, Panama, Peru, Korea Selatan, Chili dan Amerika Serikat.
Untuk membuat Singapura menjadi pusat komersial dan wisatawan
pemerintah telah melegalkan perjudian dan dua kasino telah dibangun di Marina
dan Sentosa Selatan pada tahun 2005. Bangunan-bangunan milik negara dan
komersial akan diterangi setelah diumumkan oleh pemerintah untuk membuat
penampilan pulau secara estetika lebih menawan dibandingkan dengan negara-
negara lain seperti Bangkok, Hong Kong, Shanghai dan Tokyo. Singapura
merayakan masakannya setiap tahun dalam festival makanan Singapura. Tidak
perlu diragukan bahwa jenis makanan yang ditawarkan dari suatu negara juga
penting bagi wisatawan yang dapat beradaptasi dengan perubahan namun tidak
sepenuhnya cita rasa mereka berubah ketika mencoba produk makanan. Singapura
membanggakan berbagai masakan yang cocok dan memenuhi selera perorangan.
Strategi pembangunan di Singapura mengedepankan bergerak di sektor
ekspor, impor, jasa dan manufaktur. Persamaan Indonesia dan Singapura terletak
pada peluang ekonomi di kawasan Asia tenggara yang sama. Artiya peluang
pengembangan potensi ekonomi Indonesia adalah serupa dengan Singapura.
Bahkan Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan manusia yang jauh
melebihi Singapura. Letak Indonesia juga sama strategisnya dengan letak
Singapura. Hanya saja Indonesia gagal dalam menangkap peluang pengembangan
ekonomi di keempat sektor tersebut karena terlalu luasnya wilayah kepulauan
Indonesia. Wilayah Indonesia yang sangat berjauhan menjadi kelemahan
26
Indonesia yang gagal mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan komando
pusat. Selain itu kelemahan Indonesia yang lain terletak pada kegagalan
menyediakan kondisi yang favorable seperti tercitanya jaminan keamanan,
kestabilan budaya dan politik, serta penegakan hukum. Singapura tumbuh sebagai
wilayah pusat perdagangan, pelabuhan internasional yang sangat ramai, sekaligus
pusat pariwisata. Dilihat dari unsur-unsurnya, maka sebenarnya Indonesia
memiliki potensi serupa. Terdapat kemungkinan pada dua dekade ke depan,
pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melampaui Singapura. Hal ini diakibatkan
Singapura mengalamai degadrasi jumlah penduduk usia produktifnya.
b. India
India merupakan negara yang telah mengembangkan ekonomi terbuka (open
market), Walaupun dahulu India telah menggunakan kebijakan "autarkic" yang
telah lampau. Dimana terdapat liberalisasi ekonomi, mencakup penurunan dari
kontrol transaksi dan investasi asing, hal ini dimulai sejak tahun 1990an yang
telah menyajikan guna mempercepat pertumbuhan negara, dimana kemudian
memiliki rata-rata lebih dari 7% per tahun sejak tahun 1997. Macam-macam
kegiatan ekonomi di India meliputi pertanian desa tradisional, agrikultur moderen,
pertukangan, industri moderen kelas menengah atas, dan pelayanan dari sektor
jasa yang banyak. Sedikit lebih dari setengah kekuatan ekonomi India berasal dari
sektor pertanian/ agrikultur, namun sektor jasa merupakan sumber terbesar dari
pertumbuhan ekonomi India. Disisi lain, sektor industri India mengalami
kemunduran pada awal tahun 2008, seiring dengan krisis keuangan global yang
terjadi ketika itu. Kemudian pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia
diantara kekuatan ekonomi besar di negara lainnya, India dapat keluar dari masa
terberat yakni dampak krisis keuangan global karena kebijakan-kebijakan para
pejabat bank yang cenderung berhati-hati dan cenderung sedikit bergantung pada
peningkatan sektor ekspor India. Banyaknya permintaan domestik, digerakkan
oleh pembelian dari konsumen barang tahan lama dan industri mobil, dan
sebagainya. Defisit keuangan India meningkat secara substansial pada tahun 2008,
seharusnya untuk mengisi dan memberikan subsidi, program untuk melepaskan
tuntutan dari hutang bagi para petani, jaminan pekerjaan bagi para pekerja
27
pedesaan, dan pendorong pengeluaran atau belanja daerah. Hal ini kemudian
meningkatkan fase dari privatisasi ekonomi pemerintah terhadap kepemilikan
perusahaan, yang merupakan bagian dari penutupan kerugian daripada defisit
ekonomi India. Tantangan terbesar dari pemerintahan India adalah tersebar
luasnya kemisikinan, pengetahuan yang kurang memadahi, infrastruktur
sosialnya, keterbatasan kesempatan kerja, dan tidak cukupnya akses untuk
mengikuti pendidikan basic maupun higher . Lebih dari kajian ini, peningkatan
populasi dan perubahan keadaan demografis India juga akan memperburuk
keadaan masyarakat India, ekonomi, dan masalah-masalah lingkungan yang ada
saat ini (CIA, 2010 dalam https://www.cia.gov/library/publications/the-world-
factbook/geos/in.html).
India dengan jumlah penduduk sangat besar mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan ekonominya pada jasa, pertanian, dan otomotif. Potensi jumlah
penduduk ini digunakan oleh pemerintah nasional dengan sebaik-baiknya dengan
meletakkan modal besar terhadap sektor peningkatan mutu sumber daya
manusianya supaya dibekali dengan keahlian berbahasa Inggris khususnya.
Program pemerintah ini sangat membantu peningkatan jasa akuntasi dan teknik
informasi dan teknologi.
7. Tantangan Pembangunan Ekonomi Indonesia
Memburuknya krisis utang Yunani membuat perekonomian dunia
internasional juga terkena dampaknya karena bursa saham global terus bergejolak.
Lambannya respons Uni Eropa (UE) dan otoritas global, sehingga krisis Yunani
kini mulai menggulung Spanyol dan Portugal serta berpotensi menyebar ke negara
Eropa lain dan membuat perekonomian global kembali terancam. Sudah saatnya
Indonesia mewaspadai dan mengantisipasi kemungkinan dampaknya pada
perekonomiannya. Diproyeksikan untuk dua dekade ke depan, krisis-krisis
regional seperti ini akan terus bermunculan. Meskipun dampaknya tidak akan
sefenomenal krisis finansial di Amerika, akan tetapi setiap terjadinya krisis akan
mempengaruhi neraca ekspor Indonesia ke luar negeri. Krisis di Yunani telah
menurunkan neraca ekspor Indonesia menjadi 9% saja dari 11%. Setiap kali
neraca pembayaran tersebut berubah atau menurun, pembangunan ekonomi
28
Indonesia juga pasti akan tertahan. Sehingga pada 2020 nanti, neraca ekspor
Indonesia akan berfluktuasi mengalami penurunan sekian persen akibat adanya
beragam krisis regional (Yunani dan Thailand, krisis minyak pada 2008 lalu).
Keterkaitannya dengan sistem politik Indonesia adalah, sebagaimana tradisi
partai Indonesia, keberhasilan untuk memperbaiki ekonomi maupun keterpurukan
ekonomi masih akan menjadi agenda utama untuk melakukan kritik politik
terhadap kinerja pemerintahan “incumbent”.
Indonesia memiliki perekonomian terbesar di Asia Tenggara, merupakan salah
satu tonggak penting ekonomi pasar dunia, dan juga anggota G-20. Memiliki
ekonomi berbasis pasar di mana pemerintah memainkan peran penting dengan
memiliki lebih dari 164 perusahaan milik negara dan mengelola harga beberapa
barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Pasca krisis keuangan dan
ekonomi yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah mengambil alih
sebagian besar aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank
bermasalah dan aset perusahaan melalui proses restrukturisasi utang. Negara-
negara yang tergabung dalam G-20 akan memainka peran yang lebih signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi internasional. Pemerintahan nasional di masa
akan datang masih akan berkiblat pada kepentingan memperbaiki dan
meningkatkan nama baik Indonesia di dunia internasional, sebagaimana banyak
menyebutnya sebagai kebijakan neoliberalisme.
Selain itu, seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan
munculnya perusahaan dan grup korporasi besar maka akan timbul permasalahan
pajak yang mana perusahaan-perusahaan (grup maupun korporat) Indonesia
enggan menyetorkan kewajiban pajak masing-masing. Ini mengakibatkan setoran
pajak untuk pembangunan ekonomi dan infrastruktur ekonomi pada akhirnya
tidak sebanding dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia (Kompas, 2010
dalam
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04232244/..setoran.tak.sebanding.p
ertumbuhan..industri.). Oleh karenanya, kami berpendapat penting bagi Indonesia
untuk mengantisipasi pelbagai tantangan-tantangan dalam usaha pembangunan
ekonomi di masa depan melalui perbaikan sistem politik.
29
BAB III
KESIMPULAN
Proyeksi sistem politik Indonesia dua dekade mendatang:
Tuntutan kebutuhan akan kemakmuran dari pemerintah dan masyarakat akan
semakin meningkat dan intens. Pemerintah lalu merespon dengan mengeluarkan
kebijakan-kebijakan politik. Kebijakan-kebijakan politik tersebut akan berupa
kebijkan publik yang menstimulus perekonomian dan industri yang ditujukan
untuk menciptakan lingkungan kondusif bagi perekonomian Indonesia secara
keseluruhan. Demi mendukung terciptanya kebijakan yang populis bagi para
pengusaha, maka investor diizinkan membanjiri Indonesia. Berbagai insentif
dikeluarkan oleh pemerintah seperti subsisdi, perlindungan usaha yang lebih
kompetitif, dan stimulus ekonomi (kemudahan pengusaha mendapat pinjaman
asing). Usaha kecil-menengah mendaptkan berbagai kemudahan permodalan dan
pinjaman lebih luas dan terjamin. Dalam rangka proses realisasi kebijakan
tersebetu, pemerintah membutuhkan sokongan dari pengusaha-pengusaha besar
baik lokal maupun internasional. Jalur dukungan tersebut bisa diperoleh dari
partisipasi politik pengusaha-pengusaha besar. Muncul kecenderungan dari
kebijakan pemerintah untuk meloloskan permintaan pengusaha dalam sektor
perindustrian. Semakin lama, partai dan masyarakat didominasi oleh kaum bisnis
sehingga permintaan masyarakat luas tidak lagi esensial. Masyarakat akan merasa
jenuh diabaikan menyebabkan kekacauan sosio-politik dengan alasan-alasan
ekonomis. Kekacauan ini akan semakin banyak, elite politik Indonesia lalu hadir
dengan berbagai janji dan jaminan kemakmuran pada masyarakat luas. Ketika
kemakmuran ini tercipta oleh keadaan ekonomi yang lebih baik, maka masyarakat
akan mulai terlena dengan kapitalisme dan tidak lagi peduli akan sistem
perpolitikan di negaranya. Nasionalisme terhadap negara akan mulai memudar.
Nasionalisme terhadap negara lalu hilang oleh tingginya efek globalisasi ekonomi
yang diciptakan oleh kebijakan pemerintah yang telah didominasi oleh kaum
pengusaha. Semakin besar dampak globalisasi dan perdagangan bebas
menyebabkan peran negara tidak lagi penting karena fungsi-fungsi negara akan
30
digantikan oleh grup-grup korporat besar. Lahir pemimpin Indonesia dari
golongan pengusaha sehingga tercipta stereotype “Pengusaha adalah pemimpin
Indonesia”. Ini mengakibatkan entitas Negara Kesatuan Republik Indonesia
musnah digantikan oleh korporasi terbesar di dunia yakni “Indonesia
Coorporation”. Selama kebutuhan pokok dan ekonomi rakyat terpenuhi, rakyat
akan dengan suka rela menyerahkan legitimasi kekuasaan dijalankan oleh
korporasi-korporasi besar.
Strategi pembangunan di Singapura mengedepankan bergerak di sektor
ekspor, impor, jasa dan manufaktur. Persamaan Indonesia dan Singapura terletak
pada peluang ekonomi di kawasan Asia tenggara yang sama. Artiya peluang
pengembangan potensi ekonomi Indonesia adalah serupa dengan Singapura.
Bahkan Indonesia memiliki potensi sumber daya alam dan manusia yang jauh
melebihi Singapura. Letak Indonesia juga sama strategisnya dengan Singapura.
Hanya saja Indonesia gagal dalam menangkap peluang pengembangan ekonomi di
keempat sektor tersebut karena terlalu luasnya wilayah kepulauan Indonesia.
Wilayah Indonesia yang sangat berjauhan menjadi kelemahan Indonesia yang
gagal mengintegrasikan pertumbuhan ekonomi dengan komando pusat. Selain itu
kelemahan Indonesia yang lain terletak pada kegagalan menyediakan kondisi yang
favorable seperti terciptanya jaminan keamanan, kestabilan budaya dan politik,
serta penegakan hukum. Indonesia memiliki keunggulan yang lebih potensial
daripada Singapura. Apabila diberdayakan dengan konsep pembangunan ekonomi
sebagaimana dilakukan oleh Singapura yakni berorientasi pada pengembangan
dan pembangunan ekonomi di sekkor jasa, perdagangan, dan pariwisata, maka
dalam dua dekade ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah jauh
melampaui Singapura.
Hal serupa terjadi bila Indonesia becermin pada India. Peningkatan sumber
daya manusia dengan keahlian liguistik sanggup menaikkan pertumbuhan
perekonomian rata-rata 7 % setiap tahunnya. Jika strategi demikian dilakukan
tanpa hambatan signifikan maka hanya dalam kurun waktu satu dekade saja
Indonesia sudah cukup kompetitif disejajarkan dengan perekonomian India.
31
Oleh karena perekonomian merupakan salah satu unsur menentukan “power”
dalam situasi politik internasional maka apabila perekonomian Indonesia
berangsur membaik dan mengalami peningkatan maka posisi Indonesia dalam
perpolitikan Internasional akan menjadi sangat “powerful”.
32
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. IMF Akui Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Asia. [4 Juni 2010]
http://www.inilah.com/news/read/ekonomi/2010/01/27/307741/imf-akui-
percepatan-pertumbuhan-ekonomi-asia/
Anonim. 2009. Baru Separo Jalan, Defisit APBN Rp5,7 T. [4 Juni 2010]
http://matanews.com/2009/07/13/baru-separo-jalan-defisit-apbn-rp57-t/
Central Intelligence Agency. 2010. India’s Country Profile. [4 Juni 2010]
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/in.html
Central Intelligence Agency. 2010. Singapore Country Profile. [4 Juni 2010]
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/sn.html
Dharma, Surya dan Pinondang Simanjuntak. 2000. Paradigma Birokrasi
Pemerintah dan Otononomi Daerah, Jurnal Bisnis dan Birokrasi, Vol. III.
sl. halaman. 59.
Gilpin, Robert. 1987. “International Money Matters”, dalam The Political
Economy of International Relations. Princeton: Princeton University Press, pp.
118-170
Frieden, Jeffry. 2006. International Political Economy. Oxford: Oxford
University
Helleiner, Eric. 2008. “The Evolution of International Monetary System”, dalam
The Global Political Economy. Oxford: Oxford University Press
Harian Ekonomi Perbankan. 2010. Sistem Politik-Ekonomi Indonesia "Bukan Ini-
Bukan Itu" [23 Juni 2010] dalam http://bataviase.co.id/node/119551
Kompas. 2010. Rupiah Cenderung Lemah. [3 Juni 2010]
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04384097/rupiah.cenderung.le
mah
33
Kompas. 2010. Indopoly Tawarkan Saham Rp 210-Rp 315. [4 Juni 2010]
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04241788/indopoly.tawarka
n.saham.rp.210-rp.315
Kompas. 2010. Setoran Tak Sebanding Pertumbuhan Industri. [4 Juni 2010]
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04232244/..setoran.tak.seba
nding.pertumbuhan..industri
Leach, Steve, et. al. 1994. The Changing Organisation and Management of Local
Government. London : Macmillan Press LTD, h. 128 - 151.
Mingst, Karen. 2009. The Essentials of International Relations. New York: WW.
Norton Publishing
Soenarto, Soedarno. 2010. Perekonomian dan Politik dalam Data serta
Hubungannya. [4 Juni 2010] http://www.forum-
politisi.org/downloads/Hubungan_Ekonomi_dan_Politik.pdf dalam
http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=54&id=83&option=com_conte
nt&task=view
Statistics Indonesia. 2010. Dinamika Penduduk. [4 Juni 2010]
http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/83/115/1/1/
Susanto, Hari dan Syahid Latief. 2009. Inilah Tiga Program ekonomi SBY-
Boediono. [4 Juni 2010] http://bisnis.vivanews.com/news/read/62984-
inilah_tiga_program_ekonomi_sby_boediono
The World Bank Group. Decentralization & Subnational Regional Economics:
What, Why, and Where. [internet diakses pada 29 Mei 2010] dalam
http://www1.worldbank.org/publicsector/DecentralizationSubNationalEco
nomics/what.htm
Tarigan, Antonius, Ir. 2010. Konsentrasi Kebijakan Publik: Mencermati dampak
kebijakan public dalam menanggulangi kemiskinan. Jakarta: Menteri
negara BPPN/Bappenas pdf files
34
LAMPIRAN
1. Anonim. 2010. IMF Akui Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Asia. [4 Juni
2010] http://www.inilah.com/news/read/ekonomi/2010/01/27/307741/imf-
akui-percepatan-pertumbuhan-ekonomi-asia/
EKONOMI - KEUANGAN 27/01/2010 - 08:53
IMF Akui Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Asia
(Istimewa)
INILAH.COM, Washington - IMF memproyeksikan perekonomian di Asia diperkirakan mengalami percepatan pertumbuhan pada 2010, dipimpin oleh perkiraan tingkat pertumbuhan China yang mencapai 10%.
Dalam World Economic Outlook terbaru yang dirilis, Selasa (26/1), Dana Moneter Internasional (IMF) mengurangi kekhawatiran pasar tentang risiko langsung pertumbuhan China karena Beijing memperketat likuiditas di tengah melonjaknya inflasi dan rekor tinggi pinjaman bank.
Lembaga donor yang berbasis di Washington mengatakan perekonomian negara berkembang Asia diperkirakan tumbuh rata-rata 8,4% tahun ini dan juga pada 2011, dibanding 6,5% pada 2009. "China, pendorong pertumbuhan global tradisional, mungkin mengirim pertumbuhan 10 persen tahun ini, menaikkan satu persen poin dari proyeksinya 9,0 persen yang dibuat pada Oktober," kata IMF dalam risetnya.
Tapi IMF mengingatkan, pertumbuhan ekonomi di negara yang paling padat penduduknya di dunia itu bisa melambat 9,7 persen tahun depan. Ekonomi China tumbuh 8,7 persen pada 2009. Produk domestik bruto (PDB) China, ukuran luas output barang dan jasa suatu negara, kembali ke pertumbuhan dua digit pada kuartal keempat 2009 pada posisi 10,7 persen, pihak berwenang China mengatakan pekan lalu.
35
Kecepatan itu melampaui target pemerintah delapan persen, tingkat yang dianggap penting untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan mencegah kerusuhan sosial di perkotaan China yang berpenduduk 1,3 miliar orang. Tapi peningkatan inflasi, bersama dengan pengawasan ketat pemerintah pada pinjaman bank dan kenaikan biaya pinjaman, telah mempertahankan pasar gelisah dalam beberapa pekan terakhir di tengah kekhawatiran bahwa pelambatan ekonomi China bisa meredam pemulihan global.
Jorg Decressin, kepala divisi studi ekonomi dunia IMF, mengesampingkan risiko langsung di China. "Tidak ada yang serius risiko gelembung pasar," katanya.
IMF menegaskan negara-negara berkembang utama di Asia memimpin pemulihan global. Sebab kawasan ini menjadi yang pertama pulih dari penurunan global yang berasal dari krisis keuangan terburuk dalam beberapa dasawarsa. "India diperkirakan bergabung dengan China dalam memberikan dorongan untuk pertumbuhan di Asia tahun ini dan pada 2011," kata IMF. India akan membukukan pertumbuhan 7,7 persen pada 2010, katanya, merevisi naik 1,3 persentase poin perkiraan sebelumnya.
Pada Desember, Menteri Keuangan India Pranab Mukherjee memberikan prospek paling bergairah (bullish) untuk ekonomi India, mengatakan pertumbuhan akan hampir 8,0 persen dalam tahun fiskal yang berakhir 31 Maret.
Negara berpenduduk paling padat kedua di dunia ini juga diperkirakan tumbuh 7,8 persen tahun depan setelah mengelola pertumbuhan 5,6 persen tahun lalu, menurut proyeksi IMF.
Jepang adalah menyeimbangkan untuk muncul dengan pertumbuhan 1,7 persen pada 2010 -- tidak berubah dari perkiraan terakhir -- setelah kontraksi tajam 5,3 persen tahun lalu, IMF mengatakan, menambahkan bahwa perekonomian terkaya di Asia itu dapat mempercepat pertumbuhan menjadi 2,2 persen tahun depan.
IMF juga mengatakan bahwa perekonomian Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand diperkirakan tumbuh pada sedikit lebih baik rata-rata 4,7 persen pada 2010 dari 1,3 persen tahun lalu.
Proyeksi pertumbuhan Asia adalah di atas untuk ekonomi berkembang dunia sekitar enam persen pada 2010 setelah dua persen tahun lalu. IMF melihat output yang lebih cepat 2010 untuk ekonomi berkembang dunia. "Kerangka ekonomi kuat dan kebijakan tanggap yang cepat telah membantu banyak negara-negara berkembang melindungi dampak dari guncangan eksternal yang belum pernah terjadi sebelumnya dan dengan cepat menarik kembali aliran modal," ulasnya. [*/hid]
Copyright � 2007-2010 Inilah.com. All rights reserved Inilah.com
36
2. Kompas. 2010. Setoran Tak Sebanding Pertumbuhan Industri. [4 Juni
2010]
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/06/04/04232244/..setoran.tak.seba
nding.pertumbuhan..industri
Setoran Tak Sebanding
Pertumbuhan Industri Jumat, 4 Juni 2010 | 04:23 WIB
Jakarta, Kompas - Pemeriksaan pajak akan dilakukan terhadap perusahaan
yang membayar pajak lebih sedikit dibandingkan dengan tolok ukur di
industrinya. Oleh karena itu, wajib pajak perusahaan diimbau untuk
membayar pajak sesuai dengan kewajibannya.
Demikian ditegaskan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan
Tjiptardjo di Jakarta, Kamis (3/6).
Menurut Tjiptardjo, sektor pertambangan dan penggalian serta perburuan,
pertanian, dan kehutanan tumbuh sangat tinggi. Namun, kenaikan setoran
pajaknya tidak sebanding dengan pertumbuhan industrinya.
Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, misalnya, sektor pertambangan
dan penggalian tumbuh 28,1 persen. Namun, kenaikan setoran pajaknya
hanya 9,8 persen dibandingkan 2009.
”Perusahaan yang membayar pajak jauh lebih sedikit dibandingkan tolok ukur
di industrinya, kami imbau memperbaiki pembayaran pajaknya. Jika tidak
juga memperbaiki, kami akan menyelesaikannya dengan pemeriksaan pajak,”
tegas Tjiptardjo.
Saat ini Ditjen Pajak sedang memproses pelanggaran pajak yang dilakukan
14 perusahaan. Lima di antaranya telah divonis satu hingga dua tahun oleh
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara dan PN Jakarta Selatan.
Tjiptardjo menjelaskan, tahun ini realisasi penerimaan Pajak Penghasilan
(PPh) tumbuh lebih rendah 7,9 persen dibanding realisasi penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Barang Mewah.
37
Dia menjelaskan, ada empat faktor yang membuat penerimaan dari PPh
anjlok. Pertama, karena pertumbuhan negatif penerimaan PPh Pasal 21
(pajak untuk penghasilan tetap yang dilaporkan pemberi kerja) sebesar 5,7
persen. Hal ini disebabkan oleh hilangnya kewajiban wajib pajak untuk
memasukkan surat pemberitahuan (SPT) tahunan pajak mulai 2010.
Kedua, turunnya realisasi penerimaan PPh Pasal 23 sebesar 6,5 persen
dibandingkan dengan penerimaan pajak sejenis pada periode yang sama
2009.
Ketiga, realisasi penerimaan PPh Pasal 25 dan Pasal 29 orang pribadi yang
tumbuh negatif 23,3 persen dibandingkan dengan periode Januari-Mei 2009.
Keempat, penerimaan PPh dari fiskal luar negeri yang melorot 78,8 persen
dibandingkan penerimaan PPh fiskal tahun 2009.
”Pertumbuhan negatif pada penerimaan PPh fiskal luar negeri ini disebabkan
bertambahnya wajib pajak yang memiliki NPWP (nomor pokok wajib pajak)
yang mengajukan fasilitas bebas fiskal,” kata Tjiptardjo.
Hingga Mei 2010, Ditjen Pajak telah menghimpun penerimaan (tanpa
penerimaan migas) senilai Rp 215,545 triliun atau 13,9 persen di atas
penerimaan pajak tanpa migas periode Januari-Mei 2009 yang hanya Rp
189,315 triliun.
Pendongkrak utama penerimaan dari pajak berasal dari penerimaan Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah. Menurut Tjiptardjo,
hal ini dampak dari pertumbuhan ekonomi awal tahun 2010. (OIN)
38
3. Susanto, Hari dan Syahid Latief. 2009. Inilah Tiga Program ekonomi SBY-
Boediono. [4 Juni 2010] http://bisnis.vivanews.com/news/read/62984-
inilah_tiga_program_ekonomi_sby_boediono
Inilah Tiga Program Ekonomi SBY-Boediono Heri Susanto, Syahid Latif
SELASA, 2 JUNI 2009, 20:29 WIB
VIVAnews - Pasangan Sosilo Bambang Yudhoyono-Boediono memaparkan tiga program ekonomi yang akan dilaksanakan jika nanti terpilih sebagai presiden dan
wakil presiden.
Hal tersebut disampaikan langsung Boediono dalam dialog di Hotel Kartika
Chandra, Jakarta, Selasa 2 Juni 2009. Dialog ini adalah rangkaian kampanye yang dilakukan pasangan SBY-Boediono.
Tiga program itu adalah pembangunan infrastruktur melalui peningkatan
kapasitas. Hal ini dilakukan dengan bekerjasama dengan pihak swasta untuk
mendukung ekonomi yang lebih baik.
Program kedua, adalah perbaikan pelayanan melalui penerapan tata kelola
pemerintahan yang lebih baik. Dan program terakhir adalah perlu adanya intervensi efektif pemerintah untuk hal-hal yang langsung membantu masyarakat
lemah. Hal ini dilakukan dengan program beras miskin, bantuan langsung tunai
(BLT), bantuan operasional sekolah, dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri.
Boediono menjelaskan, untuk bidang infrastruktur, ada dua hal pokok yang akan dikembangkan pemerintahannya jika terpilih. Pertama, perbaikan infrastruktur
tidak hanya dilakukan pemerintah tapi juga harus berbagi dengan swasta.
"Infrastruktur yang bisa dikerjakan pemerintah misalnya pembangunan jalan di
desa dan kecamatan, sedangkan untuk proyek infrastruktur yang besar bisa
dilakukan dengan pihak swasta," kata Boediono.
Program infrastruktur kedua, lanjut Boediono, adalah layanan infrastruktur
nonfisik berupa perbaikan pelayanan reformasi birokrasi. "Jika diperlukan reformasi aturan," ujar mantan Gubernur Bank Indonesia itu.
Untuk BLT, pasangan SBY-Boediono menganggap program ini masih perlu ada
39
perbaikan. "Seharusnya tidak hanya diberikan dalam bentuk uang saja, tapi bisa dalam bentuk lain," jelasnya.
Boediono menegaskan program yang baik harus terus dilaksanakan. "Manfaatnya juga harus bisa dirasakan masyarakat," ujarnya.
www.vivanews.com http://bisnis.vivanews.com/news/read/62984-inilah_tiga_program_ekonomi_sby_boediono Dipublikasikan : Selasa, 2 Juni 2009, 20:29 WIB ©VIVAnews.com
4. Soedarno, Soenarto MA. 2010. Perekonomian dan Politik dalam Data serta
Hubungannya. [4 Juni 2010] http://www.forum-
politisi.org/downloads/Hubungan_Ekonomi_dan_Politik.pdf dalam
http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=54&id=83&option=com_conte
nt&task=view
Pengaruh Ideologi Terhadap Pembangunan Ekonomi Indonesia dan
Periode yang Mempengaruhinya
Soenarto Soedarno, MA
Mantan Asisten Menteri Sekretaris Negara Urusan Khusus dan Mantan
Duta  Besar RI untuk Republik Cekoslovakia
Pendahuluan
Sejarah perkembangan bangsa-bangsa menunjukkan bahwa ada hubungan yang
erat antara kehidupan ekonomi dan format politik. Hal ini mudah dimengerti
karena kehidupan ekonomi, bersangkut paut dengan masalah produksi, distribusi,
konsumsi dan pertukaran barang dan jasa sedang format politik bertautan dengan
kultur, struktur dan prosedur hidup bersamaan antara manusia yang memerlukan
barang dan jasa tersebut. Perkembangan sejarah tersebut juga berlaku dalam
kehidupan ekonomi dan politik di Indonesia. Pada saat masyarakat Indonesia
masih belum menjadi satu bangsa, dampak dinamika kehidupan ekonomi dan
politik ditanggulangi langsung oleh suku-suku bangsa yang ada, yang biasanya
telah mempunyai kerajaan-kerajaan lokalnya sendiri.
Setelah suku-suku bangsa Indonesia tersebut secara perlahan-lahan
mengembangkan kesadaran kebangsaan dan melancarkan gerakan menuju
kemerdekaan, dampak dinamika kehidupan ekonomi dan politik nasional tersebut
mulai dirasakan sebagai masalah bersama, yaitu masalah bangsa dan Negara
Indonesia yang akan dibentuk, yang baru berhasil diwujudkan dalam tahun 1945.
Kekuatan luar yang paling intensif dan paling lama bersinggungan dengan suku-
suku bangsa Indonesia secara khusus dengan bangsa Indonesia secara umum
adalah kerajaan Belanda, yang menganut faham liberalisme dalam politik dan
kapitalisme dalam ekonomi. Tidaklah mengherankan bahwa dalam
perjuangan melawan tekanan kerajaan Belanda, bangsa Indonesia berpaling
40
kepada antitesa dari liberalisme dan kapitalisme tersebut, yang juga terdapat
dalam khazanah pemikiran Barat, antara lain kepada nasionalisme, sosialisme,
bahkan pada komunisme.
Dengan latar belakang sejarah yang demikian tadi dapatlah dipahami mengapa
garis merah yang menjelujuri seluruh artikel yang ditulis oleh para pemimpin
pergerakan Indonesia sebelum dan setelah Perang Dunia Kedua adalah kritik dan
protes yang teramat pedas kepada kapitalisme dan politik ekonomi rezim
kolonial Hindia Belanda.
Oleh karena itu dapatlah dimengerti bahwa dalam merumuskan tujuan
terbentuknya negara, dalam menetapkan dasar negara, serta dalam menentukan
tugas pemerintahan negara dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
masalah kesejahteraan masyarakat menjadi salah satu tema sentral. Dalam alinea
kedua Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan bahwa: “Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmurâ€�?.Â
Adapun jiwa dari keseluruhan semangat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
terdapat dalam alinea keempat, yang menyatakan:
“Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
serta dengan mewujudkan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia�?.
 Â
Karena itu upaya memajukan kesejahteraan umum merupakan tugas
utama pemerintahan negara, yang mau tidak mau harus menjadi tolok ukur
kinerja pemerintah, yang dalam sistem pemerintahan presidensial dengan
sendirinya berarti salah satu tolok ukur kinerja seorang presiden. Mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia bahkan merupakan salah satu sila
dari lima sila Pancasila sebagai dasar Negara.
Seharusnya sejak tahun 1961, Republik Indonesia sudah dapat mulai
mencurahkan seluruh potensi dan kekuatannya untuk membangun guna
meningkatkan kesejahteraan rakyat, melaksanakan rencana pembangunan jangka
panjangnya, yaitu sewaktu pemberontakan di daerah yang terakhir telah dapat
ditanggulangi.Â
 Namun, ternyata masih ada berbagai “agenda�? nasional yang dipandang
lebih perlu ditangani terlebih dahulu sebelum pembangunan dapat dimulai, seperti
pembebasan Irian Barat bulan Desember 1961, konfrontasi Malaysia yang baru
terbentuk, menggalang “The New Emerging Forces�? untuk menghadapi
“The Old Established Forces�?, dan me-nasakom-kan ideologi
41
Pancasila. “Agenda�? yang terakhir ini pula yang membuka peluang
untuk aksi “ofensif revolusioner�? Partai Komunis Indonesia (PKI)
terhadap semua golongan yang dinamai komunistofobi dan anti Nasakom.
Sebagai akibat pengalihan perhatian dan sumber daya nasional untuk hal-hal yang
tidak langsung merupakan kepentingan rakyat ini, makin lama makin terasa
bahwa Republik Indonesia tidak dapat mewujudkan apa yang demikian lama
dicita-citakan rakyatnya. Keadaan tadi diperparah lagi oleh pertambahan jumlah
penduduk yang hampir tidak terkendali, oleh karena pemerintahan pada saat itu
memandang jumlah penduduk yang besar bukanlah merupakan beban, tetapi
justru merupakan kekuatan untuk melakukan revolusi.
 Gerakan 30 September/ PKI akhirnya meruntuhkan pengaruh komunisme dan
PKI dalam masyarakat dan dalam jajaran pemerintahan. Sebagai konsekuensinya,
tanpa direncanakan sama sekali, Indonesia terseret ke dalam pengaruh Blok Barat,
bukan hanya dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang ekonomi.
 Dengan segala kekurangan dan kelemahannya yang baru dapat diketahui secara
retrospektif dapat dikatakan bahwa secara umum pembangunan nasional pertama
yang cukup berhasil dalam meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia memang
baru dapat dilaksanakan secara teratur antara tahun 1969-1997.
 Kemajuan dan masalah yang dialami dalam menyelenggarakan pembanguan
nasional selama ini bukan hanya mempunyai makna ekonomis, tetapi juga
mempunyai relevansi ideologi dan politik, oleh karena pembangunan nasional
tersebut merupakan upaya jangka panjang pertama yang berhasil baik dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia untuk mewujudkan visi dan misinya yang
terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 secara sistematis,
terencana, melembaga, dan berkesinambungan. Sebelum kurun itu, belum pernah
sekalipun Republik Indonesia dapat menyelenggarakan pembangunan nasional
secara demikian terencana.
Pengaruh “Ideologi-ideologi Besar�? dalam Pembangunan
 Secara retrospektif kiranya dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh dari tiga
“ideologi�? besar yang meresapi keseluruhan pembangunan nasional yang
berlangsung antara tahun 1969-1998 tersebut, yaitu : menguatnya pengaruh
liberalisme dan kapitalisme setelah jatuhnya Vietnam Selatan pada tahun 1975;
meluasnya cara berfikir strategi militer yang membagi tugas-tugas besar nasional
berjangka panjang dalam tahapan-tahapan operasi ; dan kuatnya budaya politik
yang sentralistis kedalam tataran pemerintahan.
a. Pengaruh liberalisme dan kapitalisme masuk ke dalam skenario pembangunan
nasional Indonesia melalui berbagai undang-undang tentang modal asing sejak
tahun 1967. Bidang-bidang yang paling intensif terpengaruh oleh modal asing ini
antara lain adalah sektor industri, pertambangan, perkebunan, keuangan dan
perbankan. Investasi dalam bidang pertambangan dan perkebunan memerlukan
penyediaan lahan yang amat luas, yang di beberapa daerah mengakibatkan
penggusuran rakyat setempat dari tanah yang sudah didiaminya selama berpuluh
tahun. Dalam dasawarsa 1990-an, pengaruh liberalisme dan kapitalisme ini
semakin berkembang melalui faham neo-liberalisme, yang bertujuan untuk
mengkomersialkan seluruh barang dan jasa, jika perlu dengan meniadakan fungsi
42
pemerintah dalam bidang kesejahteraan rakyat. Privatisasi besar-besaran badan-
badan usaha milik Negara termasuk dalam kerangka pengaruh liberalisme dan
kapitalisme ini.
b. Pengaruh Jalan Pikiran Strategis Militer.
Pengaruh jalan pikiran strategis militer dalam pembangunan nasional terlihat
dalam proses penyusunan rencana pembangunan yang dirancang bagaikan
mempersiapkan suatu kampanye militer. Sebagai suatu tugas strategis yang akan
memakan waktu panjang dan memerlukan pengerahan sumber daya nasional yang
besar, rencana pembangunan nasional disusun berdasar suatu Strategi Akselerasi
Modernisasi 25 Tahun yang pelaksanaannya terdiri dalam lima kali Rencana
Pembangunan Lima Tahun, yang setiap tahunnya dijabarkan dalam Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahunan.
c. Pengaruh Budaya Politik yang Sentralistik.
Dalam wacana para Pendiri Negara antara bulan Mei sampai dengan bulan
Agustus 1945 telah berkembang dua pemikiran dasar dalam pemerintahan, antara
yang menginginkan adanya pemerintahan yang kuat di bawah seorang presiden
yang kuat, dan yang hendak membatasi kekuasan presiden itu untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Suasana zaman saat itu amat kuat kearah
pemerintahan yang kuat, yang akhirnya tercermin dalam kalimat Penjelasan
Undang-Undang Dasar 1945, (yang sekarang telah dihapuskan) yang berbunyi:
concentration of power and responsibility upon the President. Secara kebetulan,
budaya politik tersebut juga diterima oleh sebagian terbesar rakyat Indonesia.
Babak Tiga Besar Pembangunan
Secara retrospektif terlihat bahwa sebelum mengalami kemerosotan drastis dalam
tahun 1997, ada tiga babak besar dalam pelaksanaan strategi pembangunan
perekonomian Indonesia berjangka panjang ini. Pengalaman dalam tiga babak
besar pembangunan ini perlu dikaji baik-baik, bukan hanya untuk memelihara dan
melanjutkan kebijakan dan praksis pembangunan yang sudah terbukti baik, tetapi
juga untuk menghindarkan dan mencegah kebijakan dan praksis pembangunan
yang terbukti bisa berakibat fatal.
a. Babak pertama, antara tahun 1966-1968; merupakan babak pendahuluan,
untuk meletakkan landasan konseptual serta landasan institusional yang
diperlukan untuk melancarkan pembangunan ekonomi berjangka
panjang. Setelah melakukan serangkaian konsultasi dengan para ahli ekonomi
terkemuka Indonesia, Pemerintah memutuskan untuk menjadikan tema
pembangunan nasional sebagai core value dalam pemerintahannya, untuk
menggantikan secara mendasar tema revolusi yang menjadi tema dasar kegiatan
pemerintahan terdahulu.
b. Babak kedua, antara tahun 1969-1997; merupakan rangkaian pelaksanaan
pembangunan lima tahun, yang secara gradual berhasil meningkatkan kehidupan
ekonomi, sosial, dan budaya rakyat Indonesia secara menyeluruh. Adalah
menarik untuk memperhatikan bahwa perjalanan panjang pembangunan nasional
ini berlangsung selama tiga dasawarsa terakhir Perang Dingin antara Blok Barat
yang menganut faham liberalisme, yang kehidupan ekonominya didasarkan pada
sistem pasar bebas dengan Blok Timur yang bertumpu pada ideologi Marxisme-
43
Leninisme, yang sistem ekonominya merupakan sistem ekonomi dengan
perencanaan terpusat.
Hampir seluruh Negara di dunia pada saat itu tidak terkecuali Republik Indonesia
memang seakan-akan terbagi dalam dua blok pengaruh ini, masing-masingnya di
bawah kendali dua superpower Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang berusaha
keras untuk meletakkan dunia di bawah pengaruh ideloginya masing-masing.
Tidaklah mudah bagi Negara-negara di dunia untuk melepaskan diri dari pengaruh
kedua Negara raksasa tersebut. Antara tahun 1959-1965 kepemimpinan
nasional Republik Indonesia cenderung pada Blok Timur, dan setelah tahun 1966
sebagian merupakan reaksi balik atas kekejaman para pelaku peristiwa Gerakan
30 September PKI, sehingga lebih cenderung kepada Blok Barat.Â
Dalam babak kedua ini terlihat peningkatan kegairahan pembangunan serta
tumbuhnya konsensus nasional yang amat kompak, yang meresapi hampir seluruh
bidang, bukan hanya untuk mewujudkan stabilisasi, tetapi juga
rehabilitasi. Besar kemungkinan bahwa hal itu disebabkan oleh karena
tingginya harapan masyarakat, serta adanya ketersediaan dana dari luar negeri.
Hasilnya sungguh luar biasa. Dengan ukuran apapun, dan oleh pengeritik yang
paling tajam sekalipun, harus diakui bahwa pembangunan nasional dalam kurun
1969-1997 ini secara substantial berhasil mengurangi kemiskinan yang telah
berlangsung selama berabad-abad, dan mulai meletakkan landasan dari suatu visi
masa depan Indonesia baru, mendekati apa yang dirumuskan dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Sejak tahun 1967, berbagai upaya telah dilakukan
guna mewujudkan situasi yang stabil dan dinamis. Kondisi demikian merupakan
syarat mutlak untuk melaksanakan pembangunan nasional. Dengan
terlaksananya pembangunan, diharapkan pertumbuhan ekonomi akan meningkat,
yang pada gilirannya akan meningkatkan pula pendapatan nasional. Selain itu,
stabilnya perekonomian nasional akan menstabilkan situasi, moneter, fiskal, serta
berbagai kebijakan ekonomi lainnya, yang penting bagi peningkatan kemakmuran
rakyat dan kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan
internasional.
Landasan umum pembangunan ekonomi di Indonesia dinyatakan dalam Trilogi
Pembangunan, yang prioritasnya disesuaikan dengan kondisi perekonomian saat
itu. Trilogi Pembangunan adalah: stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan. Guna
mencapai sasaran tersebut, pemerintah menyusun rencana pembangunan ekonomi
secara bertahap, disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya. Rencana
tersebut, dituangkan dalam Rangkaian Rencana Pembangunan Lima Tahun
(Repelita), yang terdiri atas Repelita I hingga Repelita V (1969/1974 -1994/1995)
atau (Pembangunan Jangka Panjang Tahap I) dan Repelita VI (1995/1996-
1999/2000), yang merupakan tahap untuk memperkuat Landasan Pembangunan
Jangka Panjang Tahap II. Sejak Repelita I hingga VI, pemerintah telah
menyusun arah pembangunan ekonomi dengan jelas. Sasarannya adalah
menciptakan landasan yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan
berkembang atas kekuatan sendiri, yang pelaksanaannya dititikberatkan pada
bidang ekonomi. Sasaran pembangunan bidang ekonomi adalah terpenuhinya
kebutuhan pokok rakyat dan tercapainya struktur ekonomi yang seimbang, yaitu
44
kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan
kemampuan pertanian yang tangguh.
c. Arah Pembangunan Ekonomi dari Repelita I hingga VI, secara singkat dapat
dijelaskan sebagai berikut (Komalasari, 1996):
1)Â Repelita I (1969/1970-1973/1974), difokuskan pada stabilisasi ekonomi
dengan melakukan pengendalian inflasi dan penyediaan kebutuhan pangan dan
sandang dalam jumlah yang cukup.
2)Â Repelita II (1974/1975-1978/1979), difokuskan pada peningkatan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat melalui upaya peningkatan
ketersediaan lapangan kerja. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi menjadi
prioritas utama guna mendorong terciptanya lapangan kerja.
3)Â Repelita III (1979/1980-1983/1984), fokusnya adalah swa-sembada pangan,
peningkatan ekspor non-migas dan mengupayakan terjadinya pemerataan hasil-
hasil pembangunan. Pada masa itu, dilakukan berbagai upaya untuk memperlancar
proses transisi ekonomi, dari sektor pertanian ke industri.
4)Â Repelita IV (1984/1985-1988/1989), fokusnya adalah peningkatan
kemampuan ekonomi dalam negeri dengan mengurangi ketergantungan pada
sektor migas dan mendorong ekspor non-migas. Hal ini merupakan reaksi atas
memburuknya ekonomi dunia dan neraca pembayaran Indonesia pada Pelita III.
Di samping itu, diupayakan juga peningkatan industri manufaktur dengan tetap
memperhatikan peningkatan kesempatan kerja. Periode ini dilakukan perbaikan,
baik sektor riil maupun moneter, melalui berbagai kebijakan seperti melakukan
devaluasi untuk mendorong ekspor, deregulasi perbankan untuk memobilisasi
dana masyarakat melalui tabungan domestik, deregulasi sektor riil untuk
mengurangi hambatan tarif dan memacu investasi.
5)Â Repelita V (1989/1990-1993/1994), fokusnya tidak terlalu berbeda dengan
Repelita IV, yakni mengupayakan peningkatan kemampuan dalam
negeri. Pemerintah juga mengupayakan peningkatan kesempatan berusaha bagi
seluruh warga Negara dengan menghilangkan berbagai kendala yang menghambat
keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan. Deregulasi sektor riil dan sektor
moneter terus dilakukan untuk mendorong tercapainya perekonomian yang lebih
efisien.
6)Â Repelita VI (1994/1995-1998/1999), yang fokusnya adalah:
-Â Penataan dan pemantapan industri nasional.
-Â Peningkatan diversifikasi usaha dan hasil pertanian serta peningkatan
ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian yang didukung oleh industri pertanian.
-Â Penataan dan pemantapan kelembagaan dan sistem koperasi agar koperasi
semakin efisien serta berperan utama dalam perekonomian rakyat dan berakar di
masyarakat.
-Â Peningkatan peran pasar dalam negeri serta perluasan pasar luar negeri.
-Â Peningkatan pemerataan yang meliputi peningkatan kegiatan ekonomi rakyat,
kesempatan usaha, lapangan kerja, serta peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat.
d. Pada PJPT II, yang dimulai dengan Repelita VII, sasaran pembangunan
bidang ekonomi adalah; “terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal
sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan, peningkatan kemakmuran rakyat
45
yang semakin merata, pertumbuhan yang cukup tinggi, dan stabilitas nasional
yang mantap, bercirikan industri yang kuat dan maju, pertanian yang tangguh,
koperasi yang sehat dan kuat, serta perdagangan yang maju dengan sistem
distribusi yang mantap, didorong oleh kemitraan usaha yang kukuh antara badan
usaha koperasi, Negara, dan swasta serta pendayagunaan sumber daya alam yang
optimal yang kesemuanya didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas,
maju, produktif, dan profesional, iklim usaha yang sehat serta pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi dan terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan
hidup�?.
Sedangkan arah pembangunan bidang ekonomi pada PJPT II adalah ;
“terwujudnya perekonomian nasional yang mandiri dan andal berdasarkan
demokrasi ekonomi untuk meningkatkan kemakmuran seluruh rakyat secara
selaras, adil, dan merata. Pertumbuhan ekonomi harus diarahkan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat serta mengatasi ketimpangan ekonomi dan
kesenjangan sosial. Diberikan perhatian kepada usaha untuk membina dan
melindungi usaha kecil dan tradisional serta golongan ekonomi lemah, termasuk
koperasi. Didukung oleh peningkatan produktivitas, dan efisiensi serta sumber
daya manusia yang berkualitas. Industri diarahkan menjadi penggerak utama
ekonomi yang efisien, berdaya saing tinggi, mempunyai struktur yang makin
kukuhâ€�?.Â
Tabel 1.1 memberikan informasi tentang rata-rata pertumbuhan ekonomi dari
Pelita I – Pelita V menurut sektor. Dibandingkan dengan sektor lainnya,
sektor industri secara konsisten terlihat mempunyai pertumbuhan ekonomi yang
paling tinggi. Sektor lain yang juga mempunyai pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi antara lain adalah sektor bangunan serta sektor angkutan dan
komunikasi. Sektor pertanian yang pada Pelita II menempati urutan kedua
tertinggi dalam pertumbuhan ekonomi setelah sektor industri, ternyata
pertumbuhannya terus menurun pada Pelita berikutnya, dan pada Pelita V
pertumbuhan sektor pertanian hanya 3,6 persen, atau nomor dua terkecil setelah
sektor pertambangan.
Turunnya kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia bukan
berarti produksi pertanian mengalami penurunan, tetapi lebih disebabkan karena
sektor-sektor lainnya yang tumbuh lebih cepat. Hal ini bisa dimengerti, karena
sesuai dengan proses pembanguann yang sedang berlangsung, semakin maju suatu
Negara, maka kontribusi sektor pertanian di Negara tersebut akan terus berkurang
sedangkan kontribusi sektor industri akan terus meningkat menuju kearah
industrialisasi.
Disamping sektor industri, sektor lainnya yang juga mempunyai pertumbuhan
ekonomi yang cukup tinggi (rata-rata di atas 6 persen pada Pelita V) adalah sektor
bangunan (konstruksi), sektor angkutan dan komunikasi, sektor perdagangan serta
sektor lainnya, yang merupakan gabungan dari sektor jasa-jasa serta sektor listrik,
gas dan air minum.
Tabel 1.1
46
Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor, Pelita I-V
Sumber : Buku Repelita I-VI.
e. Babak ketiga merupakan titik balik, sewaktu Negara-negara Asia diguncang
oleh krisis ekonomi mulai bulan Juli 1997. Pada saat Thailand terpaksa
mengadakan devaluasi terhadap mata uang baht-nya, hampir seluruh pejabat
pemerintah memberi komentar bahwa fundamental ekonomi Indonesia kukuh, dan
tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Ternyata ekonomi Indonesia tidaklah
sekukuh yang diperkirakan dan rakyat banyak sungguh layak untuk khawatir.
Hanya dalam waktu satu tahun antara Juli 1997 sampai dengan Mei 1998 seluruh
struktur ekonomi Indonesia serta wibawa Presiden Soeharto runtuh bagaikan
sebuah rumah kartu. Kurs rupiah yang merosot dari Rp 2.400 per US Dollar
menjadi lebih dari Rp 15.000 per US Dollar, menghancurkan seluruh dunia usaha
yang mengandalkan usahanya pada kredit luar negeri. Pembubaran 16 buah bank
swasta, yang dilakukan atas rekomendasi The International Monetary Fund (IMF)
yang saat itu dipimpin oleh Michael Camdessus, telah menimbulkan kekhawatiran
sedemikian rupa di dalam masyarakat, sehingga Pemerintah mengambil kebijakan
darurat berupa Bantuan Likuiditas Bank Indoensia (BLBI), yang ternyata tidak
sepenuhnya digunakan untuk menyelamatkan bank-bank swasta yang
bersangkutan, tetapi juga dikorupsi, antara lain dengan melarikannya ke luar
negeri.Â
Penutup
Perspektif Masa Depan.
Ditinjau dari perspektif ekonomi, salah satu kritik mendasar yang dapat ditujukan
kepada Pembangunan dimasa lalu adalah pemberian kepercayaan yang terlalu
besar kepada sistem ekonomi pasar. Dalam tahun-tahun pertama pembangunan
nasional keputusan untuk mengundang modal asing, baik untuk mengeksplorasi
maupun untuk mengeksploitasi sumber daya nasional; serta untuk melakukan
pinjaman luar negeri, masih dapat dipahami. Sebabnya ialah oleh karena tidak
tersedianya dana di dalam negeri untuk membiayai proyek-proyek pembangunan
yang demikian diperlukan, sehingga pemerintah memberanikan diri untuk
mengambil langkah-langkah drastis yang sebelumnya dipandang bagaikan suatu
taboo.
 Namun pada akhirnya kebijakan mengundang modal asing dan melakukan
pinjaman luar negeri tersebut telah kabablasan sehingga sistem perekonomian
nasional bagaikan mengabaikan sama sekali semangat pasal 33 Undang-Undang
Dasar 1945 yang menegaskan bahwa “bumi, dan air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat�?.
 Sebagai gantinya telah timbul suatu sistem ekonomi yang bersifat neo-liberal,
yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Dalam kenyataan,
yang terlihat dan terasa oleh masyarakat banyak, dan menjadi faktor pemicu
demikian banyak protes, demonstrasi dan unjuk rasa, adalah bahwa bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya makin lama makin banyak yang
dikuasai oleh perusahaan swasta dan digunakan untuk sebesar-besar keuntungan
47
mereka sendiri, jika perlu dengan merugikan kepentingan rakyat.Â
 Seluruh rakyat beserta Pemerintah harus menjaga agar bersamaan dengan
mengambil pelajaran dari sisi-sisi baiknya, harus dihindari dan dicegah
berulangnya pengalamaan pahit dalam tahun-tahun terakhir. Rencana
Pembangunan 25 Tahun Pertama. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi di
masa datang harus secara konsisten direncanakan, diorganisasikan, serta
dikendalikan sesuai dengan semangat kerakyatan yang tercantum dalam Undang-
Undang Dasar 1945.
 Adalah jelas bahwa untuk mewujudkan dukungan masyarakat, perlu
ditumbuhkan terlebih dahulu optimisme serta kepercayaan, yang antara lain
banyak tergantung pada tegasnya pemberantasan korupsi, yang merupakan faktor
paling utama dari terwujudnya ekonomi biaya tinggi dan keruntuhan ekonomi
5. Statistics Indonesia. 2010. Dinamika Penduduk. [4 Juni 2010]
http://www.datastatistik-indonesia.com/content/view/83/115/1/1/
Dinamika Penduduk dan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kebijakan kependudukan dan program pembangunan sosial dan ekonomi yang dilaksanakan Indonesia selama tiga dekade yang lalu telah berhasil menurunkan angka kelahiran dan kematian sehingga mampu menghambat laju pertumbuhan penduduk dari 2,3% pada periode 1971-1980 menjadi 1,4% per tahun pada periode 1990-2000. Walaupun demikian, jumlah penduduk Indonesia masih akan terus bertambah. Di daerah yang pertumbuhan penduduknya telah menurun, terjadi perubahan struktur umur penduduk yang ditandai dengan penurunan proporsi anak-anak usia di bawah 15 tahun disertai dengan peningkatan pesat proporsi penduduk usia kerja dan peningkatan proporsi penduduk usia lanjut (lansia) secara perlahan.
Sedangkan di daerah yang tingkat pertumbuhan penduduknya masih tinggi, proporsi penduduk usia 0-14 tahun masih besar sehingga memerlukan investasi sosial dan ekonomi yang besar pula untuk penyediaan sarana tumbuh kembang, termasuk pendidikan dan kesehatan.
Daerah yang berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk menghadapi tantangan baru dimana peningkatan yang pesat dari proporsi penduduk usia kerja akan berdampak pada tuntutan perluasan kesempatan kerja. Disamping itu telah terjadi pergeseran permintaan tenaga kerja dengan penguasaan teknologi dan matematika, yang mampu berkomunikasi, serta mempunyai daya saing tinggi di era globalisasi. Kesemuanya ini berkaitan dengan program bagaimana menyiapkan calon pekerja agar mempunyai kualitas tinggi, dengan ketrampilan yang memadai.
48
Saat ini setiap tahunnya terjadi kelahiran sekitar 4,5 juta bayi. Bayi-bayi ini akan berkembang dan mempunyai kebutuhan yang berbeda sesuai dengan peningkatan usianya. Pada saat ini dari 100 persen anak-anak yang masuk sekolah dasar, 50% diantaranya tidak dapat melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi setelah lulus SMP. Mereka akan putus sekolah dan menuntut pekerjaan padahal tidak mempunyai ketrampilan yang memadai. Sempitnya lapangan kerja membuat para pemuda-pemudi putus sekolah menciptakan pekerjaannya sendiri di sektor informal.
Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jadi aspek demografis mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan yang dihadapi di Indonesia pada saat ini. Daerah miskin sering ditinggalkan penduduknya untuk bermigrasi ke tempat lain dengan alasan mencari kerja. Mereka dapat berpindah secara permanen, menjadi migran ulang-alik, menjadi migran sirkuler yakni bekerja di tempat lain dan pulang ke rumahnya sekali dalam beberapa minggu atau beberapa bulan, atau menjadi migran musiman, misalnya bekerja di kota setelah musim tanam dan musim panen.
Kemiskinan berkaitan erat dengan kemampuan mengakses pelayanan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan gizi dan kalori. Dengan demikian penyakit masyarakat umumnya berkaitan dengan penyakit menular, seperti diare, penyakit lever, dan TBC. Selain itu, masyarakat juga menderita penyakit kekurangan gizi termasuk busung lapar, anemi terutama pada bayi, anak-anak, dan ibu hamil. Kematian bayi adalah konsekuensi dari penyakit yang ditimbulkan karena kemiskinan ini (kekurangan gizi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi).
Keluarga mempunyai tanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan pelayanan dasar anggotanya seperti pendidikan, kesehatan, dan lingkungan hidup. Oleh karenanya diperlukan pemberdayaan keluarga terutama melalui peningkatan akses terhadap informasi tentang permasalahan ini.
Kesimpulannya adalah bahwa pertumbuhan penduduk berkaitan dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat. Pengetahuan tentang aspek-aspek dan komponen demografi seperti fertilitas, mortalitas, morbiditas, migrasi, ketenagakerjaan, perkawinan, dan aspek keluarga dan rumah tangga akan membantu para penentu kebijakan dan perencana program untuk dapat mengembangkan program pembangunan kependudukan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang tepat sasaran.
49
Modul dalam situs ini membuka wawasan tetang bagaimana aspek-aspek demografi dapat diangkat dalam sebuah perencanaan program pembangunan di tingkat kabupaten dan kota. Masing-masing modul akan terkait dengan pemilihan indikator demografi serta data kependudukan yang tepat untuk kepentingan tersebut.
6. Central Intelligence Agency. 2010. India’s Country Profile. [4 Juni 2010]
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/in.html
India Economic Overview
India is developing into an open-market economy, yet traces of i ts past autarkic pol icies remain. Economic l iberal izat ion, including reduced controls on foreign trade and investment, began in the early 1990s and has served to accelerate the country's growth, which has averaged more than 7% per year since 1997. India's diverse economy encompasses tradi t ional vi l lage farming, modern agricul ture, handicrafts, a wide range of modern industr ies, and a mult i tude of services. Sl ight ly more than half of the work force is in agriculture, but services are the major source of economic growth, accounting for more than half of India's output, wi th only one-third of i ts labor force. India has capital ized on i ts large educated Engl ish-speaking population to become a major exporter of information tec hnology services and software workers. An industr ial slowdown early in 2008, fol lowed by the global f inancial cr isis, led annual GDP growth to s low to 6.5% in 2009, st i l l the second highest growth in the world among major economies. India escaped the brunt of the global f inancial cris is because of caut ious banking pol icies and a relat ively low dependence on exports for growth. Domestic demand, driven by purchases of consumer durables and automobi les, has re -emerged as a key driver of growth, as exports have fal len since the global cr is is started. India's f iscal def ic i t increased substant ial ly in 2008 due to fuel and fert i l izer subsidies, a debt waiver program for farmers, a job guarantee program for rural workers, and st imulus expenditures. The government ab andoned i ts def ici t target and al lowed the def ici t to reach 6.8% of GDP in FY10. Nevertheless, as shares of GDP, both government spending and taxat ion are among the lowest in the world. The government has expressed a commitment to f iscal st imulus in FY10, and to def icit reduct ion the fol lowing two years. I t has increased the pace of pr ivat izat ion of government-owned companies, part ly to offset the def ic i t . India's long term chal lenges include widespread poverty, inadequate physical and social infrastructure, l imited employment opportuni t ies, and insuff ic ient access to basic and higher education. Over the long -term, a growing populat ion and changing demographics wi l l only exacerbate social , economic, and environmental
problems.
8. Central Intelligence Agency. 2010. Singapore Country Profile. [4 Juni
2010] https://www.cia.gov/library/publications/the-world-
factbook/geos/sn.html
Singapore Economic Overview
Singapore has a h ighly developed and successful free -market economy. I t enjoys a remarkably open and corruption -free environment, stable pr ices, and a per capita GDP higher than that of most developed countr ies. The economy depends heavi ly on exports, part icular ly in consu mer electronics, information technology
50
products, pharmaceuticals, and on a growing f inancial services sector. Real GDP growth averaged 6.8% between 2004 and 2008, but contracted 2.1% in 2009 as a result of the global f inancial cris is. The economy has begu n to rebound in 2010 and the government predicts growth of 3 -5% for the year. Over the longer term, the government hopes to establ ish a new growth path that focuses on rais ing product ivi ty growth, which has sunk to 1% per year in the last decade. Singapore has attracted major investments in pharmaceuticals and medical technology product ion and wi l l continue efforts to establ ish Singapore as Southeast Asia's f inancial and high-tech hub.
9. Gilpin, Robert. 1987. “International Money Matters”, dalam The Political
Economy of International Relations. Princeton: Princeton University
Press, pp. 118-170 dalam Renny Candradewi dkk. 2010. Standar Emas
menuju Sistem Bretton Woods: institutionalisasi Ekonomi Politik
Internasional.
Standar Emas menuju Sistem Bretton Wood: Institusionalisasi Ekonomi
Politik Internasional
Renny Candradewi 070810532 Ayu Mustika 070810150 Muflichah Tri Hayu W 070810513
[email protected] [email protected] [email protected]
Rizki Rahmadini 070810510 Maya Farridha 070810708 Alfiandi Imam 070710xxx
[email protected] [email protected]
Berbagai artikel yang ditulis masing-masing oleh Jeffry A Frieden (2006),
Richard Peet (2003), dan Robert Gilpin (1995) mengulas proses panjang
institusionalisasi ekonomi politik internasional dengan berbagai sudut pandang
berbeda. Melalui tulisannya dalam “The Bretton Woods System in Action”
membawa pertumbuhan ekonomi yang pesat melalui adanya integrasi nasional,
pasar yang dipicu oleh perubahan sosial dan keterlibatan Amerika sebagai leader
dalam sistem perekonomian yang demikian. Gilpin mengutarakan bahwa
pertumbuhan ekonomi yang demikian disebabkan adanya institusi moneter yang
mampu menjalankan tiga fungsi utamanya yakni liquidity, adjustment, dan
confidence (Gilpin, 1987: 118). Tulisan ini dimaksudkan untuk menjawab
pertanyaan seputar intitusionalisasi yang terjadi pada era postwar dan perbedaan
sistem ekonomi berdasarkan standar emas (Gold Standard) dan sistem Bretton
Woods secara konstruktif: adakah institusi moneter dalam ekonomi internasional,
51
motif apa yang mendasari pembentukannya, dan bagaimana sistem Bretton Wood
berbeda dengan Sistem Gold Standard.
Jeffry A Frieden, Profesor Ekonomi Universitas Harvard, menjelaskan
kondisi dan situasi ekonomi internasional pasca Perang Dunia II yang mana
perekonomian berkembang pesat dibawah tiga hal yang diusung oleh Sistem
Bretton Wood, yakni integrasi ekonomi yang terjadi secara global, pasar yang
dikelola oleh beragam perubahan sosial, dan adanya leader dalam sistem pasar
(Frieden, 2006: 279).
Pertama, keberadaan integrasi internasional yang dikelola pemerintah demi
kemajuan unsur-unsur ekonomi nasionalnya (domestik). Bentuk integrasi
ekonomi dalam skala internasional ini memicu kemajuan teknologi dan
modifikasi di dalamnya sehingga mempercepat transfer teknologi antarnegara. Ini
dicontohkan oleh perekonomian Jepang mengalami kemajuan pesat akibat
kebijakan pemerintah untuk melatih tenaga kerjanya sekaligus mengeluarkan
insentif anggaran guna mendukung riset pengembangan untuk membeli teknologi
asing yang dicontohkan dengan baik oleh maturisasi perusahaan elektronik Sony,
otomobil Toyota, dan otomotif milik Honda dengan kualitas dan harga kompetitif
sehingga kesemuanya mampu membangun cabang produksi di Amerika bersaing
dengan Ford General Motors dan Chrysler milik Amerika. (Frieden, 2006: 280).
Kedua, adanya pasar yang dikelola oleh perubahan sosial didalamnya.
Perubahan sosial tersebut terkait dengan peran pemerintah yang lebih confident
and braver untuk bertindak dalam bentuk kebijakan ekonomi antara lain subsidi,
pemotongan pajak, pinjaman murah, dan bantuan lainnya (Frieden,2006: 280).
Ketiga, keterlibatan Amerika serikat sebagai promotor kerjasama
antarnegara Barat dalam bentuk aliran investasi perusahaan multinasionalnya.
Yang menjadikannya berbeda semasa pemberlakuan emas sebagai standar nilai
tukar uang dunia adalah nilai tukar emas di dunia membatasi pemerintah untuk
mengeluarkan kebijakan moneter serupa secara leluasa dan menghilangkan peran
pemerintah untuk mengendalikan inflasi, unemployment¸dan stabilitas ekonomi
(Frieden, 2006: 283).
52
Dalam tulisannya Frieden mengusung ide adanya institusi moneter yang
pertama kali dibentuk yaitu ECSC dan IBRD (World Bank) serta GATT sebagai
fasilitator non-institusi. Berikut motif yang melatarbelakangi pembentukan
institusi moneter tersebut antara lain: peran GATT (1947-1994) dalam ekonomi
internasional adalah sebagai bukan sebagai organisasi (institusi) perdagangan,
tetapi bertindak sebagai forum yang mefasilitasi dua negara atau lebih guna
menegosiasikan peringanan tarif antarnegara sekaligus mempermudah setiap
negara untuk meningkatkan kuota ekspornya (subsidi impor dan ekspor). GATT
adalah suatu treaty yang memotivasi terbentuknya perihal di atas.
Peran ECSC (European Coal and Steel Community) tadinya untuk
meningkatkan kemampuan bisnis Eropa untuk bersaing secara internasional
utamanya untuk meningkatkan bisnis Perancis (Jean Monnet sebagai chairman)
supaya mampu bersaing dengan Amerika serikat saat itu. Hal kedua yang
melandasi pembentukan ECSC (1951) adalah keinginan untuk mengurangi
hambatan tarif antara enam negara anggotanya supaya lebih kompetitif
menghadapi peluang pasar internasional (Frieden, 2006: 287). Latar belakang
pembentukan ECSC oleh enam negara yang diketuai oleh Monnet adalah untuk
menciptakan ikatan industri yang kompetitif terhadap pasar Amerika di antara
negara2 eropa, kemudian berikutnya diikuti oleh pembentukan Euratom dan
European Economic Community hingga pada 1971 terbentuk European Union.
IBRD dimaksudkan untuk memberikan pinjaman jangka panjang atau
investasi jangka panjang membantu pembangunan infrastruktur negara-negara
seperti Jepang, Jerman dan negara Eropa sehingga lebi capable dalam persaingan
ekonomi secara global dan internasional. Peran IBRD dalam ekonomi
internasional adalah menjamin ketersediaan pinjaman jangka panjang untuk
rekonstruksi dan pembangunan instruktur dan fasilitas negara-negara Old World
(Inggris, Perancis, Jerman dan Jepang). Bantuan ekonomi ini kemudian terus
meluas meliputi bantuan keuangan untuk negara-negara berkembang dan negara
dunia baru (Frieden, 2006: ). Bersama dengan IBRD dan IMF, dibentuk sebagai
reaksi terhadap adanya ketidapastian akibat investasi jangka pendek yang bersifat
kurang menguntungkan dalam menjamin stabilitas ekonomi internasional. IMF
53
dan IBRD adalah ladang terhadap investasi jangka panjang yang bersifat lebih
reliabel daripada investasi jangka pendek.
Dua sistem moneter atau politik internasional yang digunakan awalnya
adalah emas sebagai standar mata uang internasional dan dolar sebagai nilai tetap
mata uang yang bertahan hingga tahun 1974. Sesuai dengan saran yang
dikeluarkan oleh Keynes dan White, ini menjadi semacam ekspektasi untuk
menaggulangi krisis di masa mendatang dengan mengijinkan adanya otoritas
internasional yang menjadi motorik ekonomi politik internasional dengan mata
uang internasional yang disetujui oleh anggota-anggotanya. Amerika serikat yang
muncul sebagai negara yang secara ekonomi paling kuat di antara negara
pemenang PD II lainnya mengadopsi ide Keynes dan mengimplementasikannya
dalam insitusi moneter dunia selaku leader-nya sekaligus investasi dominan
dalam setiap institusi tersebut, utamanya IBRD (World Bank) dan IMF.
Perbedaan Gold standard dan Bretton Wood System adalah, Bretton Woods
System mengijinkan negara bertindak sesuai dengan kebijakan moneter yang
diinginkan dalam rangka menciptakan perekonomian yang lebih stabil dan
kondusif. Pemerintah menjadi lebih confident dalam merencanakan dan
melakukan program kerja, bahkan melanjutkan guna mendorong laju
perekonomian. Kebijakan politik ini mencakup menaikkan dan menurunkan suku
bunga, menekan pengangguran, dan perekonomian yang relatif stabil. Akan tetapi
di sisi lain sangat berisiko mengundang inflasi sekaligus menurunkan kuota
investasi jangka panjang dan cenderung menerbitkan investasi yang bersifat
jangka pendek yang rentan menciptakan ketidakstabilan ekonomi antarnegara.
Sebagaimana dicontohkan oleh Perancis dan Italia yang melakukan kebijakan
untuk menurunkan suku bunga 1-2 % sehingga mampu menekan tingkat
pengangguran serendah mungkin, terbukti menjaga kestabilan ekonomi tetapi
mengakibatkan inflasi lebih tinggi 1-2% dari Jerman yang saat itu menaikkan
suku bunga dengan level yang sama (Frieden, 2006: 291).
Bretton Wood juga mendorong nilai tukar tetap stabil dan pasar nilai tukar
tetap terbuka untuk memicu perdaganan dan investasi jangka panjang, tetapi
sistem moneter Bretton Wood mengharuskan batasan aliran keuangan untuk
54
memperbolehkan pemerintah mengikuti kebijakan yang mereka pilih. Sistem
Bretton Wood terbukti menjaga kestabilan dan kemajuan pesat ekonomi
internasional dan mendukung pemerintahan secara nasional untuk
mengembangkan kebijakan ekonomi makro selaras dengan kondisi domestik
(Frieden, 2006: 292). Berbeda dengan Gold Standard yang cenderung membatasi
peran pemerintah untuk mengikuti kebijakan yang dipilih demi menjaga
kestabilan dan siklus jumlah mata uang yang beredar di pasar. Ketika uang banyak
beredar di masyarakat, pemerintah tidak bisa mengatur kestabilan harga dan
ekonomi melalui kebijakan devaluasi maupun revaluasi untuk menyesuaikan
dengan kondisi ekonomi domestik. Untuk pertama kalinya Bretton Wood
mengijinkan setiap pemerintahan nasional untuk mengikuti kebijakan yang dipilih
sesuai dengan kondisi ekonomi nasional masing-masing.
Tulisan Richard Peet dalam “Bretton-Woods: Emergence of a Global
Economic Regime” serupa dengan tulisan Frieden yang mengutarakan bahwa
institusi moneter dalam ekonomi politik internasional pasca Perang Dunia II
adalah IMF, IBRD, ITO, dan GATT. Kesemuanya dibentuk berdasarkan
keinginan untuk menciptakan suatu tatanan yang sanggup menghindari terjadinya
perang dan perekonomian dinilai sebagai bentuk tatanan yang paling ideal dengan
paham kapitalis tersebut dan ekonomi paling dekat koneksinya dengan politik.
Oleh karena itu, Bretton Wood mengintegrasikan prinsip-prinsip ekonomi ke
dalam politik untuk mewujudkan cita-cita perdamaian dunia dibawah suatu
institusi internasional sekaligus ekonomi yang terpusat pada satu direksi yakni
hegemon.
1. Institusi moneter dalam Ekonomi Politik Internasional
Pasca Perang Dunia II, dimana keadaan dunia internasional masih belum
aman, Amerika dan Inggris memutuskan untuk membicarakan tentang rencana
ekonomi demi mencapai keamanan perdamaian dunia dan kesejahteraan dengan
cara mengadakan kerjasama ekonomi internasional. Mereka bertemu di Bretton
Woods, New Hampshire pada tanggal 1-22 Juli 1944. Beberapa kerjasama dibuat
berdasarkan pasar dunia dimana modal dan benda dapat berpindah secara bebas
yang diatur oleh institusi global. Ada tiga institusi pengatur yaitu IMF,
55
International Bank for Reconstruction and Development atau IBRD, yang
sekarang dikenal dengan nama World Bank atau Bank Dunia dan International
Trade Organization (ITO), yang sekarang berubah menjadi the General
Agreement on Tarrifs and Trade (GATT) dan kemudian mengalami perubahan
lagi menjadi WTO.
2. Motif Institusi Moneter dalam Ekonomi Politik Internasional
Dalam konferensi Bretton Woods, AS dan Inggris sepakat untuk
menghasilkan suatu kesepakatan bersama, meskipun di dalam konferensi tersebut
tidak jarang AS dan Inggris saling mempunyai pendapat yang berbeda, dan juga
hasil dari Bretton Woods ini yang sebenarnya cenderung didominasi oleh
kepentingan AS. Sehingga dapat dikatakan bahwa di dalam Bretton Woods ini AS
muncul sebagai kekuatan hegemon (Peet, 2003: 53). Hobsbawm (1994) juga
menganggap bahwa ekonomi dunia yang terpusat pada AS ini akan mendominasi
seperempat abad nantinya. Cohen (1991) mengungkapkan bahwa rezim Bretton
Woods menyerupai suatu tatanan moneter hegemon yang terpusat pada dollar.
Sehingga dalam hal ini, kemampuan institusi-institusi Bretton Woods yang
semakin besar dalam mengatur perekonomian dunia mencerminkan perluasan dari
kekuatan ekonomi politik AS (Peet, 2003: 53).
Dalam prakteknya, Bretton Woods dan institusi-institusi yang dihasilkan
bertujuan untuk mencegah perang. Bretton Woods dicirikan oleh adanya
hubungan ketidaksamaan, terutama dalam hal ekonomi, di mana negara
berkembang bergantung pada negara maju. Namun, dalam Bretton Woods ini
negara-negara akan memasuki masa pasar bebas dengan tidak adanya otonomi
dari pemerintah. Bretton Woods akan mendorong pasar kapitalis menjadi lebih
agresif untuk berkembang secara global di luar batas dunia industri sekalipun.
Pengaruh Keynes tentang peran pemerintah yang diperlukan dalam mengatur
perekonomian pada saat itu hanya menjadi sekedar kompleksitas ekonomi-politik
(Peet, 2003: 33).
3. Perbedaan Sistem Gold Standard dan Bretton Wood
Pada saat itu, bursa moneter internasional didasarkan pada standar emas.
Aturannya sangat sederhana, setiap mata uang nasional didukung oleh banyaknya
56
emas yang dimiliki oleh bank sentral negara tersebut. Uang tersebut bebas
berkonversi menjadi emas dan diizinkan untuk melewati perbatasan Negara.
Menurut Spero (1985), konferensi di Bretton Woods memungkinkan 3 hal.
Pertama, yaitu kekuasaan terpusat pada sekelompok negara, khususnya di
Amerika Utara dan Eropa Barat, di mana mereka dapat membuat keputusan
terhadap seluruh sistem dunia. Kedua, kondisi pembuatan Bretton Woods
memungkinkan negara-negara berkekuatan besar untuk “share” kepentingan
bersama, terutama tentang kapitalisme, khususnya terhadap liberalisme klasik, di
mana nantinya negara-negara ini akan mendasarkan perekonomiannya terhadap
mekanisme pasar. Kondisi ketiga yaitu adanya kecenderungan AS untuk menjadi
pemimpin.
Tulisan Robert Gilpin (1987) tidak jauh berbeda dengan dua tulisan
sebelumnya, Frieden dan Peet. Perbedaan mendasarnya hanya terletak pada
rasionalisasi terbentuknya institusi moneter dan pandangan yang terletak pada
perbedaan antara standar emas dan sistem Bretton Wood. Robert Gilpin tidak
secara eksplisit menunjuk adanya suatu institusi moneter dalam tulisannya,
sebaliknya Gilpin hanya mengungkapkan bagaimana institusi moneter itu
menjalankan peran ekonomi sekaligus leadership semestinya melalui liquidity,
adjustment, dan confidence. Sebaliknya ia menegaskan kronologi mengapa para
ahli melihat perekonomian domestik dan internasional secara terpisah, sehingga
muncul standar emas sebagai alat tukar perdagangan internasional.
1. Institusi moneter dalam Ekonomi Politik Internasional
Berbeda dengan Frieden, Robert Gilpin seorang realis, mengutarakan pada
awalnya para ahli ekonomi melihat bahwa sistem moneter internasional secara
ekonomi dan politik bersifat netral (Gilpin, 1987:118). Dengan kata lain, sistem
moneter dan sistem ekonomi politik tidak saling mempengaruhi satu sama lain.
Namun para ahli ekonomi tidak memperhitungkan bahwa norma-norma dan
konvensi-konvensi yang berhubungan dengan pengaturan sistem moneter pada era
moderen juga mempengaruhi kekuatan suatu negara dan kesejahteraan negara.
Artinya, ketika norma-norma dan konvensi itu disetujui dan diterapkan pada
sistem dunia, maka akan terjadi perubahan yang signifikan terjadi dalam hal
57
pendistribusian kekuasaan dan kesejahteraan negara. Dalam hal ini,
pendistribusian yang dialami oleh negara akan berbeda satu sama lain. Dengan
kata lain, rezim moneter menekankan harga dan keuntungan yang berbeda dalam
masing-masing negara.
Dewasa ini, fungsi sistem moneter menjadi menjadi fokus yang penting
dalam ekonomi internasional. Sistem moneter memfasilitasi pertumbuhan
perdagangan dunia, investasi luar negeri dan interdependensi global (Gilpin,
1987:118). Selain itu, efisiensi dan stabilitas dalam sistem moneter internasional
menjadi faktor yang penting dalam ekonomi politik internasional. Dengan kata
lain, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, sistem moneter internasional
menjadi faktor yang penting dan krusial dalam dinamika ekonomi politik
internasional dan tidak bisa menjadi suatu hal yang dipandang sebelah mata lagi.
2. Motif Institusi Moneter dalam Ekonomi Politik Internasional
Motif institusi moneter menurut Gilpin adalah sudah sewajarnya menurut
pada kepentingan nasional negara. Selaras dengan pemikiran realisme dimana
perekonomian merupakan subordinat dari sistem politik dan proses politik yang
ada maka setiap rezim moneter mesti berdasarkan pada tatanan politik tertentu.
Karena sifat alamiah sistem moneter internasional mempengaruhi kepentingan
nasional negara, maka negara mencoa untuk mempengaruhinya dan membuatnya
melayani setiap kepentingan itu (Gilpin, 2006:119). Misalnya pada abad ke 19,
Inggris berusaha untuk memonopoli sistem tersbut sehingga sesuai dengan
kepentingannya. Sehingga sistem moneter pada saat itu mencerminkan
kepentingan ekonomi dan politik Inggris. Kemudian kekuatan Inggris menurun
seiring dengan kejatuhan sistem moneter pada tahun 1930an. Barangkali sistem
moneter bisa politisasi menurut Gilpin, akan tetapi aliran barang dan uang dan
emas masih suatu hal yang apolitik karena uang hanya bisa didapatkan melalui
kegiatan mikroekonomi seperti jual beli dalam perdagangan. Oleh karena itu, sulit
bagi pemerintah untuks secara langsung mengaturnya karena saat itu kegiatan
mikroekonomi masih sangat kental dalam perdagangan sebelum era Depresi
Hebat. Sebaliknya munculnya filosofi ekonomi menjelaskan bahwa sebenarnya
perekonomian bisa dimasuki unsur politik pada setiap kebijakan yang melibatkan
58
pemerintahan, kebijakan demikian kemudian populer dengan sebutan
makroekonomi. Makroekonomi adalah bentuk intervensi pemerintah kemudian
untuk mengatur berapa banyak uang yang beredar di masyarakat melalui
kebijakan keuangan ketat atau longgar dan pajak.
3. Perbedaan Sistem Gold Standard dan Sistem Bretton Wood
Perubahan nilai tukar dalam sistem moneter internasional telah menjadi suatu
isu penting dalam studi Ekonomi Politik Internasional. Karena dalam
kenyataannya perubahan sistem nilai tukar tidak cuma dipandang sebagai suatu
permasalahan ekonomi, tetapi juga menjadi sangat politis karena berkaitan erat
dengan kepentingan masing-masing negara. Pertengahan 1870an menjadi periode
awal dari penggunaan sistem nilai tukar tetap dalam sistem moneter internasional.
Sistem moneter internasional yang pertama kali berhubungan langsung dengan
hegemoni internasional adalah kemunculan sistem standar emas klasik (the
classical gold standard) yang dipraktekkan oleh Inggris berlangsung dari tahun
1870 hingga tahun 1914 (Gilpin 1987: 124).
Pada sistem standar emas klasik ini, setiap negara menjadikan emas sebagai
mata uangnya dan sistem nilai tukar yang dipakai adalah sistem kurs tetap (fixed
exchange rate). Karena semua negara menggunakan emas sebagai mata uangnya,
maka cadangan internasional yang harus dimiliki setiap bank sentral juga harus
berupa emas. Dalam hal ini pemerintah Inggris menetapkan nilai poundsterling
dengan emas. Karena perkembangan industri dan perdagangan dunia yang
berkembang pada abad 19 serta diperkuat dengan ditemukannya tambang emas di
Amerika dan Afrika, maka sistem standar emas dipakai oleh banyak negara
hingga era Perang Dunia I.
Dengan adanya pengaturan dalam standar emas, kurs semua mata uang
menjadi baku. Prinsip pokok sistem moneter dengan standar emas klasik adalah
bahwa bank sentral setiap negara menjual dan membeli emas berdasarkan harga
yang telah ditetapkan. Sementara dalam perdagangan internasional, transaksi-
transaksi yang dilakukan harus mengacu pada mata uang Inggris (Poundsterling)
konskuensinya bank-bank sentral seluruh dunia dalam menentukan kurs atau nilai
tukar standar emas harus mengacu pada kebijakan Bank of England. Persoalan
59
kedua muncul ketika bank sentral mesti mendapatkan emas terbatas dari kegiatan
jual beli di sisi lain emas begitu banyak masuk dengan bebas dari pengusaha yang
melakukan kegiatan di sektor pertambangan.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dalam sistem standar emas: sistem di
mana uang dalam negeri dijamin penuh dengan emas. Artinya setiap satuan uang
tersebut (misalnya, satu rupiah) selalu bisa ditukar dengan emas murni seberat
gram tertentu di Bank Sentral.
Setelah Perang Dunia Dua sruktur finansial yang muncul adalah sistem
Bretton Woods. Pertemuan para wakil dari 44 negara yang berlangsung pada
bulan Juli 1944 di Bretton Woods, New Hemisphere, Amerika Serikat merupakan
momen kelahiran sistem Bretton Woods yang kemudian ditandai dengan
pembentukan IMF-International Monetary Fund (Dana Moneter Internasional)
sebagai lembaga keuangan internasional yang dirancang untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi dunia pasca Perang Dunia (Gilpin, 1987: 132). Salah satu
misi dari terbentuknya lembaga ini adalah menjamin terciptanya full employment
dan stabilisasi harga, sekaligus memungkinkan semua negara mencapai
keseimbangan eksternal tanpa melakukan pembatasan perdagangan.
Sistem Bretton Woods adalah suatu sistem yang mensyaratkan kurs mata
uang dipatok dalam emas atau dollar Amerika Serikat. Dalam sistem ini bank-
bank pemerintah tiap negara selain AS diwajibkan untuk menjaga nilai kurs mata
uang mereka dan dolar. Untuk itu mereka melakukan intervensi terhadap pasar
mata uang asing. Bila mata uang satu negara terlalu tinggi terhadap dolar, maka
bank pemerintahnya harus menjual mata uangnya dengan dolar agar menjaga nilai
tukarnya. Sebaliknya, bila mata uangnya terlalu rendah, mereka harus membeli
mata uang mereka sendiri agar menaikkan kembali nilainya.
Dalam sebuah sistem memiliki fase-fase yang membuat sistem itu dinamis
dan berkembang. Begitu juga dengan sistem moneter internasional. Pada awalnya,
pada periode premodern, logam mulia atau uang koin, terutama emas dan perak,
menjadi dasar dari sistem moneter internasional (Gilpin, 1987:119). Mata uang
lokal dan internasional cenderung terpisah sangat jauh antara satu dengan yang
60
lain. Dengan kata lain, mata uang lokal tidak mempunyai pengaruh apa-apa
terhadap mata uang internasional, begitu juga sebaliknya. Jika nilai mata uang
lokal menurun maka hal tersebut tidak akan membuat mata uang internasional ikut
menurun. Hal ini dikarenakan tidak ada patokan yang pasti dan yang membuat
keduanya saling berhubungan. Selain itu, perdagangan internasional tidak
mengglobal seperti sekarang. Hanya wilayah negara-negara tertentu saja yang ikut
berpartisipasi dalam perdagangan internasional. Dengan kata lain, tidak ada
paraturan yang mengikat negara-negara untuk menggunakan mata uang
internasional tersebut untuk digunakan dalam transaksi lokal.
Sifat dasar dan peran dari mata uang internasional mulai berubah pada abad
ke-16 dan abad ke-17 dengan ditemukannya emas dan perak di daratan Amerika
dan ekspansi dari perdagangan internasional (Gilpin, 1987:121). Pemisahan antara
uang lokal dan uang internasional runtuh sebagai konsekuensi munculnya
gelombang arus yang hebat menuju Eropa terhadap logam mulia Dunia Baru,
pertumbuhan moneterisasi terhadap ekonomi nasional, dan meningkatnya
interdependensi ekonomi. Pada masa ini juga muncul teori yang memberikan
kontribusi yang besar dan menjadi yang pertama pada ilmu ekonomi dan dasar
daru perkembangan ekonomi liberal. Yaitu, teori price-specie flow yang
dicetuskan oleh David Hume. Dalam teorinya, Hume mencoba untuk merespon
terhadap obesesi negara-negara merkantilis untuk menimbun koin melalui
keuntungan perdagangan atau ekspor dan ketakutan negara-negara tersebut bahwa
kerugian perdagangan akan mengakibatkan hilangnya koin (Gilpin, 1987:121).
Menurutnya, jika suatu negara menghasilkan koin dalam pembayaran untuk
kelebihan ekspor melebihi impor, maka konsekuensi yang akan terjadi adalah
meningkatnya cadangan uang yang akan mengakibatkan harga ekspor dan
domestik akan naik. Hal ini akan membuat negara-negara lain akan berbalik tidak
membeli barang tersebut. Sehingga membuat kemampuan warga negara itu
sendiri dalam hal impor akan meningkat. Kemudian, ekspor negara akan turun dan
impor akan naik. Teori ini memberikan kontribusi berupa pemaparan mengenai
equilibrium sederhana
61
Meskipun teori tersebut memberikan kontribusi untuk mengkarakteristikkan
hubungan sistem moneter internasional menuju abad ke-20, namun sifat dasar
sistem moneter ber-revolusi pada sistem dunia modern berdasarkan kepada
sejumlah perkembangan ekonomi politik itu sendiri (Gilpin, 1987:121). Dengan
kata lain, sistem moneter berubah menjadi modern bukan karena teori tersebut,
tetapi karena adanya perubahan signifikan dalam ekonomi politik. Bisa dari
hubungan antara kedua bidang tersebut atau bisa jadi mengglobalnya ekonomi
politik tersebut.
Revolusi tersebut mempengaruhi perubahan moneter secara signifikan.
Revolusi ini, atau sering disebut dengan revolusi keuangan, terjadi pada abad ke-
18 dan ke-19. Dimana ketika pemerintahan negara-negara mulai mengeluarkan
uang kertas, munculnya perbankan moderen, dan perkembangbiakan alat kredit
milik negara dan swasta (Gilpin, 1987:122). Untuk pertama kalinya dalam sejarah,
pemerintahan mengatur persediaan uang dan mengatur aktivitas ekonomi melalui
proses pembuatan uang. Perubahan ini menimbulkan perselisihan yang serius
antara otonomi ekonomi domestik dan tatanan moneter internasional. Karena
mulai muncul hubungan yang mengikat antara keduanya, jika ekonomi domestik
membuat uang terlalu banyak makan akan menimbulkan inflasi yang dapat
membuat ekonomi internasional menjadi tidak stabil.
Konflik tersebut dipecahkan dengan perumusan standar emas internasional
(Gilpin, 1987:128). Sistem ini memberikan wewenang untuk bank sentral untuk
membeli dan menjual emas dengan harga yang tetap. Kemudian warga-warga
negara bisa mengekspor dan mengimpor emas dengan bebas. Sistem ini
memberikan solusi dan penyesuaian terhadap kebutuhan bangsa dalam suatu
negara untuk mempunyai kekayaan yang riil sebanyak-banyaknya namun tidak
membuat guncang sistem ekonomi internasional.
Perang Dunia I memberi konsekuensi terhadap sistem moneter internasional
adalah terjadinya nasionalisasi sistem moneter dunia (Gilpin, 1987:128). Standar
emas mulai jatuh dan digantikan oleh penyusunan floating rate. Hal ini seiring
sejalan dengan berakhirnya kepemimpinan ekonomi Inggris dan jatuhnya
interdependensi ekonomi. Sehingga pengendalian sistem ekonomi menjadi
62
otonomi negara kembali dan menjadi wewenang nasional kembali. Hal ini
menimbulkan kekacauan ekonomi dan inflasi yang sangat hebat. Kemudian
diadakan Konferesi Genoa yang membua standar pertukaran emas sebagai solusi
masalah tersebut. Bagaimanapun, sistem ini hanya bertahan beberapa tahun saja,
jatuhnya sistem ini menjadi salah satu faktor yang penting yang mempercepat
terjadinya Great Depression pada tahun 1930an.
Atas dasar trauma terjadinya Perang Dunia dan Great Depression, negara-
negara demokrasi Barat menyusun dua perangkat prioritas ekonomi paska-perang
(Gilpin, 1987:131). Pertama adalah mencapai pertumbuhan ekonomi dan full
employment. Yang kedua adalah penciptaan tatanan ekonomi dunia yang stabil
yang akan mencegah kembalinya nasionalisme ekonomi yang bersifat merusak
pada tahun 1930an.
Konferensi Bretton Wood pada tahun 1944 menjadi usaha untuk membuat
tatanan ekonomi dunia yang stabil. Sistem Bretton Wood mempunyai beberapa
ciri kunci (Gilpin, 1987:131). Sistem ini memimpikan dunia ketika pemerintahan
suatu negara sangat bebas untuk mengejar sasaran ekonomi nasional, namun
tatanan moneter berdasarkan pada fixed exchange rates. Selain itu, dibentuknya
IMF untuk mengawasi pelaksanaan sistem moneter dan menyediakan pinjaman
jangka menengah kepada negara yang kesulitan. Sistem ini juga mengijinkan
suatu bangsa untuk mengubah exchange rate dengan persetujuan internasional.
Namun, sistem ini mengalami kejatuhan seiring dengan outflows dolar yang
mengakibatkan kekurangan dana kronis yang dialami oleh Amerika. Krisispun
terjadi dan sistem Bretton Woods jatuh. Sistem juga memberikan kontribusi yang
nyata. Dengan munculnya hegemoni Amerika sebagai pengontrol sistem moneter
dunia dengan dolar sebagai acuan nilai tukar utama, dimana 1 ons emas seharga
$35.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem moneter menjadi faktor yang
penting dalam dinamika ekonomi politik internasional. Sebagai sistem, moneter
internasional inipun mengalami dinamika dan juga tahapan-tahapan yang cukup
signifikan. Hal ini dikarenakan antara sistem moneter dan ekonomi politik
internasional saling mempengaruhi dinamika satu sama lain.
63
OPINI
Perihal intervensi pemerintah dalam kegiatan ekonomi: ide dari intervensi politik
di pasar sudah terdapat pada ekonomi politik klasik. Pemerintah boleh campur
tangan dalam kasus kegagalan pasar, untuk menyediakan barang kolektif publik.
Namun pada dasarnya para ahli ekonomi liberal tidak mempercayai bahwa ada
hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan perkembangan politik, dalam
pandangan mereka ekonomi berjalan maju, sedangkan politik berjalan mundur
(Gilpin 1987: 30). Dari pemikiran Smith berubah menjadi pemikiran Keynes yang
menganggap perlu adanya campur tangan pemerintah serta perhitungan tentang
perbandingan konsumsi serta hasil produksi. Pemikiran Keynes pula yang dipakai
Amerika Serikat utuk menanggulangi krisis ekonomi yang terjadi, terlihat pada
adanya program New Deal dan pembentukan the US Employment Act of
1946.(Collins 1981) Hal tersebut menunjukkan bahwa pemikiran Keynes mulai
dipakai dan menyebar luas di pemerintahan. Pada saat itu juga Amerika Serkat
menyadari bahwa perlu adanya negara yang bertanggung jawab dan berusaha
untuk mengembalikan keadaan dengan bekerja sama untuk mengatur sistem
ekonomi internasional. Intervensi dari pemerintah berupa pengaturan terhadap
perekonomian domestik dan mengkombinasikannya dengan sistem ekonomi
internasional. Terdapat pula institusi internasional yang berperan dalam
menstabilkan system yang berlaku agar setiap negara mampu berperan sesuai
posisinya dalam ekonomi pasar global dalam mengatasi dan mengurangi
hambatan ekonomi melalui treaty dalam GATT (sekarang WTO).
Bretton Woods merupakan hasil reaksi dari suatu negara yang berupa
proteksionisme. Menurut Adam Smith, hasil yang diinginkan suatu negara bukan
didasarkan pada kehilangan yang dialami negara lain, namun keuntungan negara
ketika mereka berhasil melakukan perdagangan dengan negara lain dalam pasar
dunia yang bebas. Kami setuju manakala Bretton Woods merupakan bentuk upaya
perdamaian negara-negara dalam situasi yang masih tegang pasca Perang Dunia
II. Perdamaian yang ingin dicapai didukung dengan adanya faktor lain seperti
ketergantungan dan keinginan tentang adanya pemerataan ekonomi serta militer di
setiap negara. Ketdiaksamaan akan tingkat ekonomi dan politik suatu negara
64
dalam perdagangan internasional menjadi instrumen dari kekuatan nasional.
(Hirschman1945). Ketergantungan yang terjadi antara Utara dan Selatan
memperlihatkan bahwa pemahaman liberal klasik hanya dimiliki oleh negara-
negara yang maju saja seperti Amerika Serikat dan Inggris. Bretton Woods terjadi
karena adanya ketidaksamaan ekonomi terutama dalam hal pengembangannya.
Bretton Woods juga menunjukkan adanya “nafsu” dari kaum kapitalis untuk
melakukan ekspansi secara global terhadap negara yang industrinya masih dalam
tahap berkembang. Bretton Woods sangat memegang prinsip liberalisasi ekonomi
modern dengan mengandalkan pada insitusi moneter yang berperan sebagai
katalisator pertumbuhan ekonomi sekaligus mengurangi hambatan-hambatan
proteksi negara terhadap kegiatan impor negara lain.
Keududukan Amerika serikat dalam Bretton Woods sebenarnya menolak
sebagai pemimpin dalam perekonomian. Namun pada kenyataannya Amerika
memiliki hampi sebagian besar investasi jangka panjang dalam berbaga institusi
moneter seperti IMF dan IBRD. Hal ini tidak lain adalah sebagai upaya untuk
mem-politisasi perekonomian internasional secara makro sehingga perekonomian
internasional tersebut selalu berada pada arah melayani kepentingan nasional
Amerika serikat. Dengan demikian, tidak dapat dipungkiri, sesuai dengan
pernyataan Gilpin sebelumnya bahwa perekonomian hanyalah sebagai subordinate
kepentingan nasional suatu negara dan merupakan power yang esensial untuk
menentukan posisi negara secara struktural dalam perekonomian internasional.
SUMBER
Frieden, Jeffrey A. 2006. “The Bretton-Wood System in Action”, dalam Global
Capitalism: Its Fall and Rise in the Twentieth Century. New York: W.W.
Norton & Co. Inc., pp. 278-300
Peet, Richard. 2003. “Bretton-Woods: Emergence of a Global Economic
Regime”, dalam Unholy Trinity: The IMF, World Bank and WTO. London: Zed
Books, pp. 27-55
65
Gilpin, Robert. 1987. “International Money Matters”, dalam The Political
Economy of International Relations. Princeton: Princeton University Press, pp.
118-170