Upload
sinta-nurhasanah
View
102
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
laporan
Citation preview
I. Teori DasarA. Teori Dasar
Sediaan semisolida adalah sediaan setengah padat yang dibuat untuk
pengobatan melalui kulit/ topikal. Sediaan semisolida harus mempunyai sifat
mampu melekat di permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama
sebelum sediaannya dicuci atau dihilangkan.
Secara garis besar, sediaan semisolida dibedakan atas empat kelompok
berdasarkan perbedaan system pembawanya, yaitu
1. Salep
2. Pasta
3. Krim
4. Gel
1. Salep
Menurut Farmakope Indonesia edisi III, salep adalah sediaan setengah padat
berupa massa lunak yang mudah dioleskan dan digunakan untuk pemakaian luar.
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, sediaan setengah padat ditujukan untuk
pemakaian topical pada kulit atau selaput lendir. Menurut DOM, salep adalah
sediaan semi padat dermatologis yang menunjukkan aliran dilatan yang penting.
Menurut Scoville’s, salep terkenal pada daerah dermatologi dan tebal, salep kental
dimana pada dasarnya tidak melebur pada suhu tubuh, sehingga membentuk dan
menahan lapisan pelindung pada area dimana pasta digunakan. Menurut
Formularium Nasional, salep adalah sedian berupa masa lembek, mudah
dioleskan, umumnya lembek dan mengandung obat, digunakan sebagai obat luar
untuk melindungi atau melemaskan kulit, tidak berbau tengik. Salep tidak boleh
berbau tengik. Kecuali dinyatakan lain kadar bahan obat dalam salep yang
mengandung obat keras atau narkotik adalah 10 % ( Anief, 2005).
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok. Salep tidak boleh berbau tengik. Menurut pemikiran modern salep
adalah sediaan semipadat untuk pemakaian pada kulit dengan atau tanpa
penggosokan. Oleh karena itu salep dapat terdiri dari substansi berminyak atau
terdiri dari emulsi lemak atau lilin yang mengandung air dalam proporsi relatif
tinggi (Anief, 2002).
* Fungsi salep adalah :
a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit
b. Sebagai bahan pelumas pada kulit
c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak permukaan kulit
dengan larutan berair dan rangsang kulit ( Anief, 2002).
* Persyaratan salep menurut FI ed III:
a. Pemerian, tidak boleh berbau tengik.
b. Kadar, kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat
keras atau narkotik, kadar bahan obat adalah 10 %.
c. Dasar salep, kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis
salep) digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat
bahan obat dan tujuan pemakaian salep, dapat dipilih beberapa bahan dasar
salep sebagai berikut
Dasar salep senyawa hidrokarbon: vaselin putih, vaselin kuning,
lilin putih, lilin kuning, atau campurannya.
Dasar salep senyawa hidrokarbon berfungsi sebagai
pembalut/penutup dan emollient, serta dapat memperpanjang
waktu kontak dengan kulit. Dasar salep senyawa hidrokarbon
memiliki sifat sukar dicuci, tidak mudah mongering, dan tidak
tampak berubah dalam waktu lama.
Dasar salep serap: adeps lanae. Campuran 3 bagian koleterol, 3
bagian stearil-alkohol, 8 bagian lilin putih dan 86 bagian vaselin
putih, campuran 30 bagian lilin kuning dan 70 bagian minyak
wijen.
Dasar salep serap merupakan dasar salep yang dapat bercampur
dengan air sehingga membentuk emulsi air dalam minyak. Dasar
salep serap juga dapat berbentuk emulsi air dalam minyak yang
dapat bercampur dengan sejumlah air tambahan.
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air: emulsi minyak dalam air
(M/A).
Dasar salep ini merupakan dasaer salep hidrofilik yang biasa
digunakan sebagai basis pada sediaan kosmetik. Dasar salep jenis
ini dapat diencerkan dengan air dan mudah menyerap air, sehingga
dapat digunakan pada kondisi kelainan dermatologic.
Dasar salep larut air: misalnya PEG atau campurannya.
Dasar salep ini terdiri dari konstituen larut air, sehingga dapat
dicuci dengan air dan tidak mengandung bahan tidak larut air.
d. Homogenitas, jika salep dioleskan pada sekeping kaca atau bahan
transparan lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
e. Penandaan, pada etiket harus tertera “obat luar” (Syamsuni, 2005).
* Salep yang baik memiliki sifat – sifat sebagai berikut :
a. Stabil : baik selama distribusi, penyimpanan, maupun pemakaian. Stabilitas
terkait dengan kadaluarsa, baik secara fisik (bentuk, warna, bau, dll) maupun
secara kimia ( kadar/kandungan zat aktif yang tersisa ). Stabilitas dipengaruhi oleh
banyak factor, seperti suhu, kelembaban, cahaya, udara, dan lain sebagainya.
b. Lunak : walaupun salep pada umumnya digunakan pada daerah/wilayah
kulit yang terbatas, namun salep harus cukup lunak sehingga mudah untuk
dioleskan.
c. Mudah digunakan: supaya mudah dipakai, salep harus memiliki konsistensi
yang tidak terlalu kental atau terlalu encer. Bila terlalu kental, salep akan sulit
dioleskan, bila terlalu encer maka salep akan mudah mengalir/meleleh ke bagian
lain dari kulit.
d. Protektif : salap – salep tertentu yang diperuntukkan untuk protektif, maka
harus memiliki kemampuan melindungi kulit dari pengaruh luar misal dari
pengaruh debu, basa, asam, dan sinar matahari.
e. Memiliki basis yang sesuai : basis yang digunakan harus tidak menghambat
pelepasan obat dari basis, basis harus tidak mengiritasi, atau menyebabkan efek
samping lain yang tidak dikehendaki.
f. Homogen : kadar zat aktif dalam sediaan salep cukup kecil, sehingga
diperlukan upaya/usaha agar zat aktif tersebut dapat terdispersi/tercampur merata
dalam basis. Hal ini akan terkait dengan efek terapi yang akan terjadi setelah salep
diaplikasikan ( Saifullah, 2008 : 63, 64 ).
Suatu dasar salep yang ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
Tidak menghambat proses penyembuhan luka/penyakit pada kulit tersebut.
Di dalam sediaan secara fisik cukup halus dan kental.
Tidak merangsang kulit.
Reaksi netral, pH mendekati pH kulit yaitu sekitar 6-7.
Stabil dalam penyimpanan.
Tercampur baik dengan bahan berkhasiat.
Mudah melepaskan bahan berkhasiat pada bagian yang diobati.
Mudah dicuci dengan air.
Komponen-komponen dasar salep sesedikit mungkin macamnya.
Mudah diformulasikan/diracik
* Kualitas dasar salep meliputi:
a. Stabil, selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembaban yang ada dalam
kamar.
b. Lunak, yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi
lunak dan homogen. Sebab salep digunakan untuk kulit yang
teriritasi,inflamasi dan ekskloriasi.
c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit.
d. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika
dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh
merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas
obatnya pada daerah yang diobati.
e. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep
padat atau cair pada pengobatan (Anief, 2002).
Salep dapat digolongkan berdasarkan konsistensi, sifat farmakologi, bahan
dasarnya dan formularium nasional antara lain (Syamsuni, 2005):
1) Menurut konsistensi, salep dapat dibagi:
Unguenta : Salep yang memiliki konsistensi seperti mentega, tidak
mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan.
Krim ( cream ): Salep yang banyak mengandung air, mudah diserap kulit,
suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
Pasta : Salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat ( serbuk) berupa
suatu salep tebal karena merupakan penutup/pelindung bagian kulit yang
diolesi.
Cerata Salep berlemak yang mengandung persentase lilin ( wax) yang
tinggi sehingga konsistensinya lebih keras ( ceratum labiale ).
Gelones / spumae/ jelly : Salep yang lebih halus, umumnya cair , dan
sedikit mengandung atau tidak mengandung mukosa ; sebagai pelicin atau
basis, biasanya berupa campuran sederhana yang terdiri dari minyak dan
lemak dengan titik lebur rendah. Contoh : starch jelly ( amilum 10%
dengan air mendidih).
2) Menurut sifat farmakologi / terapetik dan penetrasinya, salep dapat dibagi:
Salep epidermik ( epidermic ointment, salep penutup)
Salep ini berguna untuk melindungi kulit, menghasilkan efek lokal dan untuk
meredakan rangsangan / anestesi lokal ; tidak diabsorbsi ; kadang-kadang
ditambahkan antiseptik atau astringent. Dasar salep yang baik untuk jenis salep ini
adalah senyawa hidrokarbon.
Salep endodermik
Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit, tetapi
tidak melalui kulit ; terabsorbsi sebagian dan digunakan untuk melunakkan kulit
atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah minyak lemak.
Salep diadermik
Salep yang bahan obatnya menembus ke dalam tubuh melalui kulit untuk
mencapai efek yang diinginkan. Misalnya, salep yang mengandung senyawa
merkuri iodida atau belladona.
3) Menurut dasar salepnya, salep dapat dibagi:
Dasar salep hidrofobik.
Salep yang tidak suka air atau salep yang dasar salepnya berlemak (greassy
bases): tidak dapat dicuci dengan air. Misalnya, campuran lemak-lemak , minyak
lemak, malam.
Dasar salep hidrofilik.
Salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya mempunyai dasar salep
tipe o/w.
4) Menurut Formularium Nasional (Fornas)
Dasar salep 1 (dasar salep senyawa hidrokarbon)
Dasar salep 1 umunya digunakan vaselin putih, vaselin kuning, campuran
terdiri dari 50 bagian Malam putih dan 950 bagian vaselin putih, campuran terdiri
dari 50 bagiian Malam kuning dan 950 bagian vaselin kuning atau salep dasar
lemak lainnya seperti minyak lemak nabati, lemak hewan atau campuran Parafin
cairr dan Parafin padat. Dasar salep 1 sangat lengket pada kulit dan sukar dicuci;
agar mudah dicuci dapat ditambahkan surfaktan dalam jumlah yang sesuai.
Dasar salep 2 (dasar salep serap)
Dasar salep 2 umumnya digunakan lemak bulu domba, zat utama lemak bulu
domba terutama kolesterol, campuran terdiri dari 30 bagian kolesterol, 30 bagian
stearilalkohol, 80 bagian Malam putih dan 860 bagian vaselin putih, atau salep
dasar sarap lainnya yang cocok. Dasar salep 2 mudah menyerap air.
Dasar salep 3 (dasar salep yang dapat dicuci dengan air atau dasar salep
emulsi M/A)
Dasar salep 3 dapat digunakan ca,puran yang terdiri dari 0,25 bagian Metil
paraden, 0,15 bagian Propil parapen, 10 bagian Natrium laurilsulfat, 120 bagian
Propilenglikol, 20 bagian Sterilalkohol, 20 bagian vaselin putih dan air
secukupnya hingga 1000 bagian, atau salep dasar emulsi lainnya yang cocok.
Dasar salep 3 mudah dicuci air.
Dasar salep 4 (dasar salep yang dapat larut dalam air)
Dasar salep 4 dapat digunakan campuran yang terdiri dari 25 bagian poliglikol
1500, 40 bagian poliglikol 4000 dan propilenglikol atau gliserol secukupnya
hingga 100 bagian, atau salep dasar larut lainnya yang cocok.
Zat-zat yang dapat dilarutkan dalam dasar salep, umumnya kelarutan obat
dalam minyak lemak lebih besar daripada dalam vaselin. Champora, Mentholum,
Phenolum, Thymolum dan Guayacolum lebih mudah dilarutkan dengan cara
digerus dalam mortir dengan minyak lemak. Bila dasar salep mengandung vaselin,
maka zat-zat tersebut digerus halus dan tambahkan sebagian (+ sama banyak)
Vaselin sampai homogen, baru ditambahkan sisa vaselin dan bagian dasar salep
yang lain. Champora dapat dihaluskan dengan tambahan Spiritus fortior atau eter
secukupnya sampai larut setelah itu ditambahkan dasar salep sedikit demi sedikit,
diaduk sampai spiritus fortiornya menguap. Bila zat-zat tersebut bersama-sama
dalam salep, lebih mudah dicampur dan digerus dulu biar meleleh baru
ditambahkan dasar salep sedikit demi sedikit (Syamsuni, 2005).
Cara Pembuatan Salep
Salep umumnya dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan obat ke
dalam salep dasar. Ada beberapa metode pembuatan salep, yaitu;
Metode Pelelehan: zat pembawa dan zat berkhasiat dilelehkan bersama dan
diaduk sampai membentuk fasa yang homogen.
Metode Triturasi : zat yang tidak larut dicampur dengan sedikit basis yang akan
dipakai atau dengan salah satu zat pembantu, kemudian dilanjutkan dengan
penambahan sisa basis.
Ketentuan lain;
Zat yang dapat larut dalam basis salep: (Camphora, Menthol, Fenol, Thymol,
Guaiacol) mudah larut dalam minyak lemak (vaselin). Zat berkhasiat + sebagian
basis (sama banyak) dihomogenkan ditambah sisa basis.
Zat yang mudah larut dalam air dan stabil : Bila masa salep mengandung air dan
obatnya dapat larut dalam air yang tersedia, maka obatnya dilarutkan dulu dalam
air dan dicampur dengan basis salep yang dapat menyerap air.
Salep yang dibuat dengan peleburan:
- Dalam cawan porselen
Salep yang mengandung air tidak ikut dilelehkan tetapi diambil bagian lemaknya
(air ditambahkan terakhir). Bila bahan-bahan dari salep mengandung kotoran,
maka masa salep yang meleleh perlu dikolir (disaring dengan kasa) dilebihkan 10-
20%.
Cara pembuatan salep ditinjau dari khasiat utamanya dapat dibagi menjadi
beberapa bagian (Syamsuni,2005) :
• Zat padat
a. Zat padat dan larut dalam dasar salep.
1. Camphorae
Dilarutkan dalam dasar salep yang sudah dicairkan didalam pot salet
tertutup (jika tidak dilampaui daya larutnya).
Jika dalam resepnya terdapat minyak lemak (Ol. Sesame), camphorae
dilarutkan lebih dahulu dalam minyak tersebut.
Jika dalam resep terdapat salol, mentol, atau zat lain yang dapat mencair
jika dicampur (karena penurunan titik eutektik), Camphorae dicampurkan
supaya mencair, baru ditambahkan dasar salepnya.
Jika camphorae itu berupa zat tunggal, camphorae ditetesi lebih dahlu
dengan eter atau alcohol 95%, kemudian digerus dengan dasar salepnya.
2. Pellidol
Larut 3% dalam dasar salep, pellidol dilarutkan bersama-sama dengan
dasar salepnya yang dicairkan (jika dasar salep disaring, pellidol ikut
disaring tetapi jangan lupa harus ditambahkan pada penimbangannya
sebanyak 20%).
Jika pollidol yang ditambahkan melebihi daya larutnya, maka digerus
dengan dasar salep yang sudah dicairkan.
3. Lodium
Jika kelarutannya tidak dilampaui, kerjakan seperti pada camphorae
Larutkan daalam larutan pekat KI atau NaI (seperti pada Unguentum Iodii
dari Ph. Belanda V).
Ditetesi dengan etanol 95% sampai larut, baru ditambahkan dasar
salepnya.
b. Zat padat larut dalam air
1. Protargol
2. Colargol
3. Argentums nitrat (AgNO3)
Zat ini tidak boleh dilarutkan dalam air karna akan meninggalkan bekas
noda hitam pada kulit yang disebabkan oleh terbentuknya Ag2O, kecuali pada
resep obat wasir.
4. Fenol/fenol
Fenol dalam salep tdak dilarutkan karna akan menimbulkan rangsangan
atau mengiritasi kulit dan juga tidak boleh diganti dengan phenol liquidfactum
(campuran fenol dan air 77-81,5% FI ed.III).
c. Bahan obat yang larut dalam air tetapi tidak boleh dilarutkan dalam air,
yaitu:
1. Argentums nitrat
2. Fenol
3. Hydrargyri bichloridum
4. Chrysarobin
5. Pirogalol
6. Stibii et kalii tartrans
7. Oleum iocoris aselli
8. Zinc sulfat
9. Antibiotik (misalnya penisilin)
10. Chloretum auripo natrico
d. Bahan yang ditambahkan terakhir pada suatu massa salep.
1. Ichtyol
Jika ditambahkan pada massa salep yang masih panas atau digerus terlalu
lama, akan terjadi pemisahan.
2. Balsam-balsem dan minyak yang mudah menguap
Balsam merupakan campuran dammar dan minyak mudah menguap; jika
digerus terlalu lama, damarnya akan keluar.
3. Air
Ditambahkan terakhir karena berfungsi sebagai pendingin; disamping itu,
untuk mencegah permukaan mortar menjadi licin.
4. Gliserin
Harus ditambahkan ke dalam dasar salep yang dingin, karena tidak bisa
bercampur dengan bahan dasar salep yang sedang mencair dan harus ditambahkan
sedikit demi sedikit karena tidak mudah diserap oleh dasar salep.
5. Marmer album
Dimasukkan terakhir karena dibutuhkan dalam bentuk kasar, yang akan
memberikan pengaruh percobaan pada kulit.
e. Zat padat tidak larut dalam air
Umumnya dibuat serbuk halus lebih dahulu, misalnya:
1. Belerang (tidak boleh diayak)
2. Asam borat (diambil bentuk pulveratum)
3. Oxydum zincicum (diayak dengan ayakan no.100/ B40)
4. Marmer album
5. Veratrin (digerus dengan minyak, karena jika digerus tersendiri akan
menimbulkan bersin).
f. Zat Cair (Sebagai pelarut bahan obat)
1. Air
- Terjadi reaksi
- Tak terjadi reaksi
2. Spiritus/etanol/alcohol
- Jumlah sedikit
- Jumlah banyak
3. Cairan kental
Umumnya dimasukkan sedikit demi sedikit. Contohnya: gliserin, pix lithantratis,
pix liquida, balsam peruvianum, ichtyol, kreosot.
g. Bahan berupa ekstak/extraktum
Extraktum siccum/kering
Extractum liquidum
h. Bahan-bahan lain
Hydrargyrum
Naphtolum
Bentonit
B. Preformulasi
1. Vaselin album (FI IV hal.625; HOPE ed IV hal. 452)
Pemerian : masaa lunak, lengket, sifat ini tetap setelah zai=t
ini dileburkan hingga dingin tanpa diaduk,
berfluoresensi lemah, warna putih, tidak berbau,
tidak berasa.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol
(95%) P, larut dalam kloroform P dan dalam eter
P serta dalam eter minyak tanah.
Stabilitas : petrolatum stabil dengan bahan alam seperti
komponen hidrokarbon. Mudah teroksidasi
sehingga distabilkan dengan antioksidan seperti
BHA dan BHT atau tokoferol.
Inkompatibilitas : inkompatibel dengan bahan-bahan inert/ netral.
2. Propilenglikol (HOPE ed. IV hal. 521)
Pemerian : bening, tidak berwarna, kental, tidak berbau,
berasa manis seperti gliserin.
Kelarutan :bercampur dengan aseton, kloroform, etanol 95%
p, gliserin dan air, larut dalam 6 bagian eter, tidak
bercampur dengan minyak mineral atau minyak
lemak, larut dalam minyak esensial.
Titik lebur : -59oC
Titik didih : 188oC
Bobot jenis : 76,09 gram/ml
Stabilitas : stabil pada temperatur dingin jika disimpan di
wadah tertutup baik, mudah teroksidasi di
temperatur tinggi.
Inkompatibilitas : inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat
seperti kalium permanganat.
3. Adeps Lanae ( FI IV hal 57; HOPE hal. 333)
Pemerian : massa seperti lemak, lengket, berbau khas,
berwarna kuning, tidak berasa.
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air.
Stabilitas : secara bertahap akan mengalami autooksidasi
selama penyimpanan. Pemanasan berlebihan akan
menyebabkan penggelapan warna.
Inkompatibilitas : dapat berupa pirooksidan yang dapat
mempengaruhi kestabilan obat-obat tertentu.
II. Alat dan Bahan
Alat Mortar Stamper Timbangan
Analitik Cawan Porselen Kertas perkamen Pipet Tetes Sudip
Bahan Metal salisilat Vaselin album Propilenglikol Adeps lanae
III. Prosedura. Dibuat sediaan salep dengan zat aktif metil salisilat sebanyak 5 gram
menggunakan basis salep vaselin album dan propilenglikol.
Metil salisilat dimasukkan ke dalam mortir, lalu ditambahkan sedikit vaselin, gerus homogen.
Kemudian dimasukkan propilenglikol ke dalamnya, gerus homogen.
Setelah itu, sisa vaselin album ditambahkan ke dalamnya, gerus homogen.
Sediaan dimasukkan ke dalam pot salep, lalu dilakukan evaluasi sediaan meliputi organoleptis, homogenitas, dan stabilitas.
b. Dibuat sediaan salep dengan zat aktif metil salisilat sebanyak 5 gram menggunakan basis salep vaselin album dan adeps lanae.
Metil salisilat dimasukkan ke dalam mortir, lalu ditambahkan sedikit
vaselin, gerus homogen.
Kemudian dimasukkan adeps lanae ke dalamnya, gerus homogen.
Setelah itu, sisa vaselin album ditambahkan ke dalamnya, gerus homogen.
Sediaan dimasukkan ke dalam pot salep, lalu dilakukan evaluasi sediaan meliputi organoleptis, homogenitas, dan stabilitas
Hasil Pengamatan dan Perhitungan1. Data Perhitungan
1. Perhitungan Bahan
a. Metil salisilat 10% dalam 50
gram
x 50 = 5 gram
b. Vaselin album + propilenglikol
10%
Propilenglikol:
x 50 = 5 gram
Vaselin album:
50-(5+5) = 40 gram
c. Vaselin album+adepa lanae 5%
Adeps lanae:
x 50 = 2,5 gram
Vaselin album:
50-(5+2,5) = 42,5 gram
2. Data Pengamatana. Salep vaselin album dan propilenglikol
Organoleptis : - warna putih, bau khasHomogenitas: +++ (sangat homogen)Stabilitas : stabil, tidak terjadi pemisahan
b. Salep vaselin album dan adeps lanaeOrganoleptis : - warna putih kekuningan, bau khasHomogenitas: +++ (sangat homogen)Stabilitas : stabil, tidak terjadi pemisahan
PembahasanDalam praktikum kali ini, dilakukan pembuatan sediaan semisolid yang
digunakan untuk pemakaian topikal. Sediaan semisolid merupakan sediaan setengah padat yang dibuat untuk pengobatan melalui kulit. Sediaan semisolid harus mempunyai sifat mampu melekat pada permukaan tempat pemakaian dalam waktu yang cukup lama sebelum sediaan ini dicuci atau dihilangkan. Bentuk sediaan semisolid yang dibuat dalam praktikum kali ini adalah: salep, krim dan gel.
1. Salep
Sediaan salep pada dasarnya merupakan sediaan setengah padat yang
digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit/ selaput lendir.
Bahan yang diperlukan untuk pembuatan sediaan salep ini adalah metil
salisilat sebagai zat aktif, vaselin album, propilenglikol, dan adeps lanae sebagai
bahan dasar salep. Metil salisilat adalah cairan berbau khas yang diperoleh dari
daun dan akar tumbuhan akar wangi (Gaultheria procumbens), merupakan
turunan dari asam salisilat yang termasuk kedalam obat golongan NSAID.
Kelarutan dari metil salisilat adalah sukar larut dalam air; larut dalam etanol, dan
larut dalam asam asetat glacial. Zat ini juga dibuat sintetik. Khasiat analgetik pada
metil salisilat yang digunakan pada pemakaian lokal sama dengan senyawa
salisilat lainnya. Metil salisilat diresorpsi baik oleh kulit dan banyak digunakan
dalam obat gosok/ salep dan krem (3-10%) untuk nyeri otot, sendi, dan lain-lain.
Pada percobaan kali ini digunakan basis salep vaselin album,
propilenglikol 10%, dan adeps lanae 5%. Vaselin album yang merupakan dasar
salep hidrokarbon dengan kemampuan menyerap air sebanyak 5% dan dapat
digunakan sebagai emollient yang dapat bertahan pada kulit dalam waktu yang
lama. (Ansel, 2005). Dimana mekanisme kerjanya adalah memperpanjang waktu
kontak dengan kulit . Maka dari itu pada sediaan salep ini digunakan vaselin
album agar zat aktif yang ada pada salep bekerja/berefek lebih lama dalam
mengobati. Propilenglikol merupakan basis salep larut air yang terdiri dari
konstituen larut air sehingga dapat dicuci dengan air. Propilenglikol banyak
digunakan untuk basis salep dengan zat aktif yang memiliki kelarutan dalam air
cukup tinggi. Adeps lanae atau lemak bulu domba/lanolin merupakan basis salep
serap yang umum digunakan dalam pembuatan salep. Adeps lanae merupakan
basis salep absorpsi dengan kandungan air sebanyak 25%, basis salep ini juga
dapat digunakan sebagai emolient dan dapat juga digunakan untuk pencampuran
larutan berair ke dalam larutan berlemak, dimana larutan berair mula-mula dapat
diabsorpsi ke dalam dasar salep absorpsi, kemudian campuran ini dengan mudah
dicampurkan ke dalam dasar salep berlemak (Ansel, 2005), sehingga dengan
kombinasi dasar basis salep dengan jenis yang berbeda akan menghasilkan suatu
sediaan salep yang baik.
Pada percobaan kali ini digunakan metode triturasi untuk membuat
sediaan salep, karena metode yang paling efisien digunakan, yaitu metode
triturasi, ini disebabkan karena pada metode fusion dibutuhkan waktu yang cukup
lama sampai seluruh basis salep benar-benar meleleh sempurna, sedangkan pada
metode triturasi, hal itu tidak dibutuhkan.
Pada percobaan pembuatan sediaan salep dengan bahan aktif metil salisilat
dan basis salep vaselin album dan propilenglikol diperoleh data evaluasi
organoleptis warna putih, berbau khas, dengan homogenitas yang sangat baik dan
stabil tanpa adanya pemisahan. Sedangkan pada percobaan pembuatan sediaan
salep dengan bahan aktif metil salisilat dan basis salep vaselin album dan adeps
lanae diperoleh data evaluasi organoleptis warna putih kekuningan, berbau khas,
dengan homogenitas yang sangat baik dan stabil tanpa adanya pemisahan. Hal ini
terjadi karena seluruh basis yang dipakai dalam pembuatan salep sesuai dan cocok
dengan zat aktif yang digunakan.
Evaluasi sediaan salep meliputi organoleptis (warna dan bau),
homogenitas, dan stabilitas. Dilakukan uji homogenitas karena agar sediaan salep
yang diperoleh menunjukkan hasil yang baik dengan homogenitas yang tinggi. Uji
homogenitas perlu dilakukan supaya salep yang akan digunakan dapat diabsorpsi
secara menyeluruh oleh bagian-bagian kulit. Dilakukan uji stabilitas dikarenakan
agar dapat diketahui kualitas salep yang digunakan baik atau tidak dengan melihat
stabilitasnya pada penyimpanan yang lama.
Kesimpulan
Salep yang stabil adalah formula kedua yang mengandung metil salisilat, vaselin album, dan adeps lanae 5%.
Daftar PustakaAnief, Moh., (2002), Ilmu Meracik Obat, UGM Press, Yogyakarta,
Ansel, Howard C., (1985), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press,
Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1978. Formularium Nasional Edisi
II. Jakarta : Departemen kesehatan Indonesia.
Ditjen POM, (1995), Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta.
Kadis, Sukati dkk. 2005. Meracik Obat Lanjutan I. Ujung Padang : Lembaga
penerbitan Universitas Hasanudin
Martin, Alfred. (1993). Farmasi Fisika II. Universitas Indonesia : Jakarta
Parrot, Eugene L. (1971). Pharmaceutical Technology. Burgess Publishing
Company : Lowa
Rowe. R.C., S. Heckey., P. J and Quinn ME. (2009). Hanbook of Pharmaceutical
Exicipients, Sixth Edition. Pharmaceutical Press and Americana Pharmacist
Association. London.
Saifullah, T.N, dan Rina Kuswahyuning, (2008), Teknologi dan Formulasi
Sediaan Semipadat, Pustaka Laboratotium Teknologi Farmasi UGM,
Yogyakarta.
Syamsuni, (2005), Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi, EGC Penerbit Buku
Kedokteran, Jakarta.
Sweetman, S.C. (2002). Martindale The Complete Drug Reference 33thEdition.
Pharmaceutical Press. London.
Tjay, Tan Hoan , et all, (2000), Obat – Obat Penting, Elex Media Computindo,
Jakarta.