13
TROMBOSITOPENIA PADA STROKE ISKEMIK Pendahuluan Stroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan. WHO memperkirakan kejadian stroke selama tahun 2001 sebanyak 20juta orang. Di Amerika Serikat, prevalensi stroke sekitar 2,6% populasi dengan insidensi sebesar 700.000 orang setiap tahunnya dimana sekitar 70% kasus merupakan serangan stroke pertama dan 88% merupakan stroke iskemik (1) . Walaupun kebanyakan terjadi pada usia tua, sekitar 28% serangan stroke terjadi pada usia dibawah 65 tahun , bahkan 5-10% kasus stroke infark dapat terjadi pada usia dibawah 55 tahun (2,3,4) . Gejala sisa pasca stroke merupakan hal yang menjadi perhatian khusus pada kejadian stroke usia muda karena akan menghambat produktifitas. Pada usia muda, hanya 40% kasus stroke merupakan suatu iskemik. Penelitian epidemiologi di Taiwan, stroke iskemik pada usia muda yang disebabkan stenosis merupakan penyebab kedua tersering setelah diseksi (3) . Sedangkan Bevan dkk melaporkan bahwa 42% stroke iskemik usia muda disebabkan oleh emboli kardiogenik dan aterosklerosis prematur (5) . Sekitar 18% stenosis intrakranial terjadi pada sistim karotis dan 11% pada sistim vertebrobasiler. Beberapa gangguan hematologi yang terdiri dari gangguan komponen darah ataupun koagulasi dapat berkaitan dengan kejadian stroke iskemik. Lausanne Stroke Registry melaporkan 1% kejadian stroke iskemik dan 4% stroke pada usia muda disebabkan gangguan hematologi (6) . Esensial trombositemia merupakan salah satu penyebab stroke pada usia muda yang diakibatkan gangguan komponen darah. Bersama dengan polisitemia vera dan mielofibrosis, esensial trombositemia merupakan bagian dari penyakit mieloproliferatif yang prevalensinya 70 perjuta populasi (7) . Meskipun manifestasi neurologi pada esensial trombositemia hanya sekitar 26% dan

Trombositopenia Pada Stroke Iskemik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Trombositopenia Pada Stroke Iskemik

Citation preview

Page 1: Trombositopenia Pada Stroke Iskemik

TROMBOSITOPENIA PADA STROKE ISKEMIK

PendahuluanStroke merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan keganasan.

WHO memperkirakan kejadian stroke selama tahun 2001 sebanyak 20juta orang. Di Amerika Serikat, prevalensi stroke sekitar 2,6% populasi dengan insidensi sebesar 700.000 orang setiap tahunnya dimana sekitar 70% kasus merupakan serangan stroke pertama dan 88% merupakan stroke iskemik (1). Walaupun kebanyakan terjadi pada usia tua, sekitar 28% serangan stroke terjadi pada usia dibawah 65 tahun , bahkan 5-10% kasus stroke infark dapat terjadi pada usia dibawah 55 tahun (2,3,4). Gejala sisa pasca stroke merupakan hal yang menjadi perhatian khusus pada kejadian stroke usia muda karena akan menghambat produktifitas.

Pada usia muda, hanya 40% kasus stroke merupakan suatu iskemik. Penelitian epidemiologi di Taiwan, stroke iskemik pada usia muda yang disebabkan stenosis merupakan penyebab kedua tersering setelah diseksi (3). Sedangkan Bevan dkk melaporkan bahwa 42% stroke iskemik usia muda disebabkan oleh emboli kardiogenik dan aterosklerosis prematur (5). Sekitar 18% stenosis intrakranial terjadi pada sistim karotis dan 11% pada sistim vertebrobasiler.

Beberapa gangguan hematologi yang terdiri dari gangguan komponen darah ataupun koagulasi dapat berkaitan dengan kejadian stroke iskemik. Lausanne Stroke Registry melaporkan 1% kejadian stroke iskemik dan 4%  stroke pada usia muda disebabkan gangguan hematologi(6). Esensial trombositemia merupakan salah satu penyebab stroke pada usia muda yang diakibatkan gangguan komponen darah. Bersama dengan polisitemia vera dan mielofibrosis, esensial trombositemia merupakan bagian dari penyakit mieloproliferatif yang prevalensinya 70 perjuta populasi(7). Meskipun manifestasi neurologi pada esensial trombositemia hanya sekitar 26% dan sering diakibatkan oleh oklusi pembuluh serebral (8), masih banyak kontroversi dalam tatalaksananya.

Berikut akan dibahas kasus stroke pada dewasa muda dengan disertai adanya gangguan hematologi berupa esensial trombositemia.

 Ilustrasi Kasus

Seorang pria 44 tahun, menikah dan bekerja sebagai pegawai swasta datang ke IGD RSCM dengan keluhan kelemahan tubuh sisi kiri tiba-tiba dan menetap sejak 2 hari SMRS.Dua hari SMRS pasien merasa tubuh sisi kirinya lemah dan disertai mulut mencong dan bicara pelo. Saat itu os sedang berada dikantornya, os ketika akan berjalan, tiba-tiba sulit untuk melangkah dan mengangkat lengan kirinya. Kelemahan lebih dirasa berat pada tangannya terutama pada jemari dan selama 2 hari itu kelemahan tidak dirasa semakin memberat. Keluhan tidak disertai mual muntah, nyeri kepala, gangguan menelan, gangguan penglihatan, pandangan dobel, perubahan perilaku, kesemutan ataupun kejang. Demikian juga halnya dengan pusing berputar dan semutan sekitar mulut.  Keluhan ini beberapa hari sebelumnya sudah mulai dirasakan, akan tetapi kelemahan membaik dalam 2-3 jam sehingga os tidak berobat. Nyeri kepala sering dirasakan dengan intensitas yang tidak semakin berat, lokasi diseluruh kepala, berdenyut dan dengan obatan nyeri dapat mereda. Gangguan

Page 2: Trombositopenia Pada Stroke Iskemik

penglihatan tidak pernah terjadi, hanya os sering timbul kemerahan pada kulitnya dan disertai gatal. Manifestasi perdarahan tidak dijumpai, demam tidak ada, nyeri tungkai tidak ada.

Riwayat darah tinggi, kencing manis dan sakit jantung disangkal. Kebiasaan merokok disangkal. Riwayat batuk lama juga disangkal. Riwayat stroke dalam keluarga disangkal.

Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan kesadaran kompos mentis, tampak sakit sedang, TD: 130/90 mmHg, FN: 78 kali/menit, FP: 20 kali/menit, S: 37.2oC. Konjungtiva tidak pucat, sklera tak ikterik. Jantung, BJ I-II (N), murmur (-), gallop (-). Paru: vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-. Abdomen: lemas , BU (+),tidak teraba pembesaran lien dan hepar. Ekstremitas: akral hangat, bengkak (-), nyeri (-), pulsasi (+).

Pemeriksaan neurologis, GCS: E4M6V5=15, pupil bulat isokor diameter 2,5 mm, refleks cahaya langsung dan tak langsung baik. Pada funduskopi ODS papil batas tegas, cupping (+), warna jingga, aa:vv 2:3 dan tidak ditemukan perdarahan ataupun eksudat. Tanda rangsang meningeal; kaku kuduk (-), Kernig >135o, Lasegue >70o. Pada nervus kranialis didapatkan paresis nervus fasialis sinistra sentral dan hipoglosus. Motorik, kekuatan motorik ekstremitas atas 5555/2211, ekstremitas bawah 5555/4333. Refleks fisiologis: bisieps, triseps, brakhioradialis: +2/+2, KPR, APR: +2/+2, refleks patologis Babinski -/-. Sensorik: hipestesi (-). Otonom: baik. NIHSS : 5

Pemeriksaan laboratorium di IGD, Hb 16,3 gr/dL, Ht 48%, Leukosit 16.200/uL, Trombosit 972.000/uL, MCV 88 Fl, MCH 30 Pg, MCHC 34 g/dL. Ureum 25 mg/dl, Kreatinin 0,9 mg/dl, Gula darah sewaktu 88 mg/dl, Natrium 138 meq/L, Kalium 5,1 meq/L. Hemostasis; masa protrombin 13 detik, aktivitas protrombin 93 %,  INR 1 (Kontrol 0,88), APTT 32 detik (Kontrol 38), fibrinogen 321 mg/dl, D Dimer 289 Ug/L.Hasil laboratorium seminggu sebelumnya; LED 24, Hb 16,8 gr/dL, Ht 51%, Leukosit 14.300/uL, Eritrosit 5.740.000/uL, Trombosit 1.106.000/uL, MCV 88 Fl, MCH 29,3 Pg, MCHC 32,9 g/dL. Hitung jenis; basofil 0, eosinofil 3, batang 0, segmen 74, limfosit 21, monosit 2, Hemostasis; masa protrombin 13,7 detik, INR 1,1 detik, APTT 31 detik, fibrinogen 330 mg/dl, agregasi trombosit normal. Kimia darah; SGOT 26 U/L, SGPT 41 U/L, Gamma GT 67 U/L, fosfatase alkali 115 U/L. Serologi; ACA IgG <2 GPL U/ml, ACA IgM <2 MPL U/ml

Pemeriksaan penunjang, Elektrokardiografi didapat kesan LVH, Rontgen torak didapat kesan kardiomegali. Pasien membawa hasil MRI kepala dan MRS-MRA dengan hasil; MRI kepala, tampak lesi hipointens pada T1 dan hiperintens pada T2. MRS-MRA didapat kesan infark akut di oksipitoparietal dan temporal kanan, infark berat di M1, arteri serebri media kanan. Arteri serebri media kanan mendapat suply dari arteri karotis eksterna kanan.

Ditegakkan diagnosa awal CVD stroke iskemik dengan trombositosis.Terapi yang diberikan, IVFD NaCl 0,9%+Pentoxifiline 300mg/12jam, Aspirin

1x80mg PO, Citicholine 2x500mg IV. Pasien dirawat untuk eksplorasi lebih lanjut.Pada perawatan hari pertama belum ada perbaikan bermakna, perfusi stabil dan terapi

diberikan cilostazol 1x50mg PO dan citicholine 2x1000mg IV, direncanakan echokardiografi transtorakal dan neurosonologi. Didapatkan hasil echocardiografi; dimensi jantung tidak melebar, katup jantung normal, wall motion baik dengan EF 66,7%, trombus negatif, efusi pericard negatif. Neurosonologi; Dopler scan, pemeriksaan karotis kesan stenosis berat >90% pada karotis interna kanan, TCD didapat kesan stenosis ektrakranial karotis interna kanan.

Page 3: Trombositopenia Pada Stroke Iskemik

Perawatan hari kedua saran terapi dari hematologi Agrilin 2x0,5mg, BMP dan USG hepar. Arteriografi serebri merupakan pemeriksaan penunjang lainnya yang dilakukan pada hari keempat dan didapatkan kesan pada serebral kanan arteri vertebralis tidak tervisualisasi mulai setinggi orbita, terlihat kolateral banyak. Pemeriksaan trombosit darah 814.000 dengan hitung jenis darah saat itu; basofil 1, eosinofil 4, batang 1, segmen 71, limfosit 18, monosit 4, promielosit 1%. Seminggu perawatan pasien sudah mulai kekuatan anggota geraknya membaik dengan kekuatan motorik ekstremitas atas 5555/4+4+32, ekstremitas bawah 5555/4+4+4+4+. Jumlah trombosit 613.000 dan evaluasi arteriografi ulang didapatkan kesan trombosis di arteri serebri anterior kanan total, arteri serebri media kanan parsial, arteri karotis eksterna kanan segmen II parsial, sumbatan di arteri vertebralis kanan sudah hilang. Pada evaluasi fungsi luhur didapatkan gangguan memori visual, fungsi visiospasial dan fungsi eksekutif. Sesuai dengan VCI. DiagnosisDiagnosis Klinis          : Hemiparesis sinistra, paresis N VII sinistra dan paresis N XII                                       UMN.Diagnosis Topis           : Infark teritori arteri serebri mediaDiagnosis Etiologis     : Trombosis ec esensial trombositemiaDiagnosis Patologis     : Infark serebri PrognosisAd Vitam                    : BonamAd Functionam           : Dubia ad bonamAd Sanasionam           : Dubia ad bonam  Diskusi

Trombosit merupakan salah satu komponen darah yang berukuran 1,5-3 μm atau 1/3-1/4 ukuran eritrosit (9) dan berjumlah 350-450 x 109/L (10). Pembentukan trombosit dipengaruhi oleh hormon trombopoeitin (TPO) yang dibentuk di hati dan ginjal. TPO berfungsi dalam diferensiasi dan proliferasi megakariosit. Pada permukaan megakariosit terdapat reseptor untuk TPO yang disebut c-Mpl. Megakariosit sebagai progenitor sel akan mengalami diferensiasi menjadi trombosit setelah berikatan dengan TPO melalui reseptor ini dan trombosit yang terbentuk akan bersikulasi selama 9-12 hari. Tidak semua TPO yang berada disirkulasi berikatan dengan megakariosit, sehingga jika terjadi penurunan trombosit, free-TPO ini akan mengaktivasi megakariositopoeisis sehingga trombosit kembali normal (11). Peran trombosit dalam sistim hemostatik terutama untuk menutup robekan pembuluh darah dengan bantuan faktor koagulasi lainnya.

Pada keadaan tertentu dapat terjadi peningkatan trombosit. Trombositosis atau trombositemia ini terdiri dari primer atau esensial dan sekunder atau reaktif(11). Pada trombositemia reaktif, trombositosis terjadi karena pengaruh pembentukan sitokin seperti interleukin-6 and interleukin-11. Pelepasan sitokin tersebut dipengaruhi oleh bermacam faktor seperti inflamasi, infeksi, malignansi, trauma, perdarahan dan pasca splenektomi. Berbeda dengan trombositemia reaktif, esensial trombositemia terjadi karena produksi

Page 4: Trombositopenia Pada Stroke Iskemik

berlebihan megakariosit oleh sumsum tulang yang disertai adanya peningkatan sensitifitas terhadap TPO sehingga terjadi peningkatan trombosit.

Esensial trombositositemia (ET) oleh Epstein dan Goedel pertama kali dilaporkan pada tahun 1934 (12) dan termasuk dalam penyakit mieloproliferatif. Diagnosis ET berdasarkan peningkatan trombosit yang berlangsung terus tanpa disertai penyakit mieloproliferatif lainnya atau adanya reaktif trombositosis(7). Polycythemia Vera Study Group (PVSG) membuat kriteria diagnostik ET sebagai berikut jumlah trombosit  >600x109/L, hemoglobin â¤13 g/dL atau MCV normal (pria <36 mL/kg; wanita <32 mL/kg), adanya zat� besi pada pewarnaan sumsum tulang atau pemberian zat besi selama 1 bulan yang tidak memberikan respon baik, tidak ditemukanya kromosom Philadelphia, tidak ditemukannya kolagen fibrosis pada sumsum tulang atau hanya kurang dari 1/3 bagian tanpa disertai splenomegali dan lekoeritroblastosis, bukan karena reaktif trombositosis. Pada pemeriksaan darah tepi dapat dijumpai abnormalitas morfologi trombosit berupa Giant, bizarre-shaped, hypogranular. Seringkali dijumpai megakaryocytic hapusan darah tepi. Untuk membedakan primer dan sekunder, laju endap darah berguna  dalam diferensiasinya pada fase akut menurut Messinezy dkk. Pada sekunder trombositosis terjadi peningkatan laju endap darah, C-reactive protein (CRP), fibrinogen, aktifitas factor VIII dan antigen von Willebrand sedangkan pada primer trombositemia dalam batas normal. Trombositosis reaktif juga dapat dijumpai peningkatan IL-6. Pada 60% hasil pungsi sumsum tulang ET akan dijumpai hiperplasi, abnormalitas morfologi serta penumpukan megakariosit. Pemeriksaan sumsum tulang dapat menyingkirkan adanya myelofibrosis dan chronic myelocytic leukemia (CML).

Pada pasien ini, selain terjadi peningkatan trombosit juga didapatkan peningkatan lekosit dan hemoglobin. Hal ini tidak sesuai dengan kriteria diagnostik dari PVSG, terlebih pungsi sumsum tulang tidak dilakukan. Sehingga dengan adanya peningkatan dari komponen darah tersebut maka diagnosa banding yang paling dekat adalah polisitemia vera, dimana trombositosis, lekositosis dan peningkatan hemoglobin juga bisa terjadi. Kendati demikian pada trombositemia tidak disertai adanya eritrositosis. Pada pemeriksaan fisik pasien dengan ET akan didapat splenomegali pada 40% kasus (10) dan pada beberapa kasus juga dapat disertai adanya hepatomegali. Sedangkan pada echokardiografi dapat dijumpai gangguan katup aorta dan mitral akan tetapi tidak diketahui keterkaitannya dengan ET (10). Pada pasien ini splenomegali dan hepatomegali tidak dijumpai, tapi dijumpai kardiomegali yang pada echokardiografi didapatkan gambaran normal dan tidak ditemukan sumber emboli pada jantung yang merupakan penyebab tersering stroke iskemik pada usia muda.

Manifestasi klinis ET dapat bersifat asimptomatik maupun simptomatik, perdarahan dan trombotik merupakan komplikasi utama pada ET. Perdarahan terjadi pada keadaan ekstrem trombositosis (>2000x109/L ) (10) dan seperti halnya pada gangguan fungsi platelet dan pembuluh darah, manifestasi perdarahan bersifat superfisial dan terjadi spontan atau oleh trauma yang minimal. Selain itu lokasi perdarahan juga sering terjadi pada mukosa dan traktus digestifus. Manifestasi trombotik dapat terjadi pada 22-84% kasus dan terjadi baik pada pembuluh arteri maupun vena. Kendati 25% kasus terjadi trombosis vena dalam, trombosis arteri lebih sering terjadi pada ET (10). Hal ini disebabkan oleh perbedaan shear stress pada kedua pembuluh(9). Lokasi trombosis arteri terutama pada pembuluh serebral, perifer dan koroner. Pada 26% ET dapat terjadi manifestasi neurologis berupa oklusi pembuluh serebral, nyeri kepala, dizziness, mononeuritis multiplex, sinus vein trombosis dan

Page 5: Trombositopenia Pada Stroke Iskemik

epilepsi (8). Proses trombosis karena trombophilia arterial ini sudah mulai terjadi saat trombosit >400x 109/l (13) tapi pada literatur lain dikatakan tidak ada hubungan antara jumlah trombosit dengan trombosis(6).

Pada pasien ini terjadi manifestasi neurologis berupa oklusi pada arteri serebri media kanan yang ditandai dengan kelemahan anggota gerak kiri dan pada pemeriksaan laboratorium terdapat trombositosis. Sesuai dengan penjelasan diatas, adanya peningkatan trombosit akan memicu terbentuknya trombus. Selain karena adanya kerusakan endotel pembuluh darah, pembentukan trombus juga dapat dipengaruhi oleh kecepatan aliran darah dan komposisi komponen darah (9). Pasien ini juga pernah mengalami kelemahan sebelumnya yang sembuh sendiri, kejadian transient iskemik attack ini menunjukan terjadinya trombus yang bersifat labil. Pada pemeriksaan penunjang neurosonologi maupun arteriografi jelas tervisualisasi adanya oklusi arteri. Pembentukan trombus dipengaruhi oleh keadaan dinding pembuluh, fungsi trombosit, kecepatan alirah darah dan komposisi komponen darah (14). Dinding pembuluh yang terdiri dari sel endotel berperan penting dalam mencegah terjadinya trombus karena merupakan barier antara trombosit dan jaringan ikat subendotel yang bersifat trombogenik. Didalam lapisan endotel terjadi keseimbangan antara faktor prokoagulan dan antikoagulan. Saat terjadi kerusakan endotel maka akan terjadi aktivasi dan agregsi trombosit. Saat jaringan subendotel terpapar maka kofaktor esensial adhesi â faktor von Willebrand-�� yang berada pada jaringan kolagen akan berikatan dengan GPIb dan GPIIb/IIIa yang berada pada permukaan trombosit. Proses adhesi ini akan dilanjutkan dengan agregasi yang diawali dengan degranulisasi dense dan alfa granul. Kedua komponen ini merupakan organel sel trombosit. Dense granul akan melepaskan ADP sedangkan platelet faktor 4 dan beta tromboglobulin akan dilepaskan oleh alfa granul. Bersamaan dengan proses degranulisasi ini juga terbentuk tromboksan A2, trombin dan P-selektin yang akan memperkuat stimulus aktivasi dan agregasi trombosit. Selanjutnya trombin yang terbentuk dari kaskade koagulasi akan menstimulasi fibrinogen menjadi fibrin guna stabilisasi trombus. Proses agregasi ini akan dihambat oleh faktor antikoagulan endotel yang sehat dan antitrombin III (14).

Penalaksanaan ET berdasarkan adanya manifestasi trombotik atau perdarahan yang terjadi. Secara garis besar tatalaksana ET dilakukan dengan pemberian antiplatelet dan platelet inhibitor. Preparat yang digunakan antara lain hidroksiurea (Hydrea®), interferon alfa atau anegrilide (Agrylin®). Hidroksiurea bekerja dengan menghambat sintesis RNA dan merupakan terapi lini pertama pada penyakit mieloproliferatif. Dosis 20-30 mg/kg/hari PO yang diberikan tiap 6 jam selama 2-6 minggu (12). Pada beberapa penelitian, preparat ini dapat mencegah kejadian trombotik pada 24% kasus.  Anagrelide atau imidazoquinazolin merupakan suatu selektif trombositopenik yang bekerja cepat dan merupakan suatu inhibitor nonsitotoksik yang bekerja menghambat pematangan megakariosit. Kerja preparat ini pada fase postmitotik megakariosit sehingga akan memperlambat pematangan platelet. Preparat ini dapat menurunkan trombosit hingga < 600.000/mm3 akan tetapi tidak ada peneltian randomisasi akan kegunaan preparat ini dalam mencegah resiko terjadinya proses trombotik. Kendati demikian preparat ini digunakan pada intoleransi hidroksiurea atau pada penggunaan jangka panjang pada pasien muda. Dosis awal yang direkomendasikan 0,5 mg setiap 6 jam atau 1 mg setiap 12 jam. Dosis pemeliharaan adalah 0,5mg tiap 12jam hingga 1 mg per 6jam. Total dosis sehari tidak lebih dari 10mg atau 2,5mg pada dosis tunggal. Dosis dapat dinaikan tiap minggu dan tidak melebihi 0,5 mg sehari. Penurunan jumlah platelet terjadi pada hari

Page 6: Trombositopenia Pada Stroke Iskemik

kelima dan mencapai normal pada hari 12-14. Efek samping yang sering terjadi berupa sefalgia, palpitasi, diare hingga noniskemik kardiomiopati yang jarang terjadi, akan tetapi keluhan ini akan hilang dengan titrasi dosis. Interferon alfa yang diberikan subkutan 21-35 juta  unit tiap minggu selama 4-6 minggu dapat mengurangi jumlah trombosit. Dosis pemeliharaan 3 juta unit seminggu 3 kali diberikan jika sudah terjadi remisi komplet (<450.000/uL) atau parsial (<600.000/ul) (12). Selain platelet inhibitor seperti yang disebut diatas, aspirin merupakan antiplatelet yang digunakan jika didapat oklusi vaskular. Tatalaksan ET dilakukan berdasarkan faktor resikonya, pada pasien trombosit <1,500x109/L, usia muda dan  asimptomatik pemberian terapi tidak diberikan, jika terjadi oklusi mikrovaskular seperti eritromelalgia atau transient iskemik attack maka pemberian aspirin 100-300mg/hari dapat diberikan (15). Sedangkan pada pasien usia >60 tahun, trombosit >1,500x109/L dan disertai kejadian trombosis merupakan keadaan resiko tinggi pada ET sehingga disarankan pemberian hidroksiurea dengan aspirin (15). Akan tetapi hidroksiurea dapat memicu terjadinya leukemogenik (16).

Pada pasien ini tatalaksana stroke dilakukan dengan prinsip terapi reperfusi dan neuroproteksi. Berbeda pada miokard infark dimana trombus berasal dari plak atrosklerotik, pada stroke emboli trombus berasal dari proksimal arteri ekstrakranial atau jantung. Trombolisis intraarteri pada beberapa guideline dikatakan bermanfaat pada kasus dengan oklusi arteri serebri media (level 1) akan tetapi rekomendasi efektifitas pemberiannya < 6jam (Grade B)(17), penatalaksanaan awal pada pasien ini menggunakan aspirin dan pentoksifilin. Sebagai antiplatelet aspirin banyak direkomendasikan pemberiannya hingga hari kedua (grade A). Pemberian neuroprotektif masih merupakan kontroversi, akan tetapi A.Lise dkk mengatakan citicholine 2000mg perhari memberikan  keluaran yang baik dibandingkan pada pemberian dosis 1000mg perhari (18). Pada pasien ini digunakan cilostazol pada hari kedua perawatan, sebagai selektif inhibitor phosphodiesterase 3, preparat ini akan menghambat inhibisi tombosit dengan komplikasi perdarahan lebih rendah dibandingkan preparat antiplatelet lainnya. Penggunaan cilostazol lebih banyak pada kejadian klaudikasio intermiten, bahkan pada kejadian restenosis pada bidang kardiologi cukup terbukti efektifitasnya. Pada stenosis intrakranial, suatu penelitian multisenter didapatkan efektitasnya mencegah restenosis pada penggunaan 6 bulan dengan dosis 200mg (19).

Penatalaksanaan ET menurut Italian Society of Hematology, pemberian inhibitor platelet diberikan pada pasien > 60 tahun disertai kejadian trombosis atau perdarahan dan dengan jumlah trombosit > 1500x103/L (grade A). Sedangkan pada pasien 40-60 tahun dengan resiko kardiovaskular (rokok, hipertensi,hiperkolesterol dan diabetes) serta trombosit  > 1000x103/L perlu diberikan platelet inhibotor (grade D) (20). Target terapi trombosit  400x103/L (grade D).

 Prognosis; ad vitam bonam karena keadaan klinis saat perawatan relatif stabil dengan faktor penyulit minimal. Ad functionam dubia ad bonam, NIHSS merupakan prediktor kuat keadaan paska stroke dan NIHSS<6 akan memberikan keluaran klinis yang baik (21). Ad Sanasionam dubia ad bonam, seperti halnya dengan penyakit mieloproliferatif lainnya, kejadian konversi lekemia akut dapat terjadi pada <10% kasus dan 5% kasus dapat menjadi MF. Pengendalian trombosit diharapkan dapat mencegah trombosis dengan pemilihan preparat yang tidak leukemogenik, akan tetapi perubahan bentuk ET menjadi acute

Page 7: Trombositopenia Pada Stroke Iskemik

myeloblastic leukemia (AML), myelofibrosis/AMM atau myelodysplastic syndrome (MDS) menunjukan adanya progresifitas dengan prognosis yang buruk.

Sumber : Residen Neurologi Fakultas Kedokteran Indonesia

Daftar Pustaka 1. Heart disease and stroke statistics-2005 update. Available on www.americanheart.org2. You Roger X.  Risk Factors for Stroke Due to Cerebral Infarction in Young

Adults. Stroke.1997;28:1913-19183. Lee Tsong-Hai et al. Etiologic study of young ischemic stroke in Taiwan. Stroke 2002;

33: 1950-55.4. Bo Kristensen et al. Epidemiology and Etiology of Ischemic Stroke in Young Adults

Aged 18 to 44 Years in Northern  Sweden. Stroke. 1997;28:1702-1709.5.  Bevan H, K Sharma and W Bradley. Stroke in young adults. Stroke 1990;21: 382-3866.  Hart RG, Kanter MC. Hematologic disorders and ischemic stroke. A selective

review. Stroke. 1990 Aug;21(8):1111- 21.7. Oertel Maryann D. Anagrelide, a selective thrombocytopenic agent. Am J Health Syst

Pharm 1998; 55:1979-86.8.  Kesler A. Neurological complications of essential thrombocytosis (ET). Acta Neurol

Scand. 2000 Nov;102(5):299-  302.9. Parise,Leslie V et al. Platelet morphology, biochemistry, and function. In Beutler, Ernest

et al. Williams Hematology. 6th ed.  New York. McGraw-Hill. 2001. p: 1357-97.10. Schafer,Andrew I. Trombocytosis and essential thrombocythemia. In Beutler, Ernest et

al. Williams Hematology. 6th ed. New York. McGraw-Hill. 2001. p: 1541-4911. Andrew I. Schafer, M.D. Thrombocytosis. N Engl J Med 2004;350:1211-9.12. Levine, Shirley P. Trombocytosis. In Lee, G Richard. Wintrobeâs clinical� �

hematology  10th ed.Philadelphia. Lippincot  Williams & Wilkins 1999. p:1648-16555.13.  Michiels JJ, Berneman ZN, Schroyens W, Van Vliet HH. Pathophysiology and treatment

of platelet-mediated microvascular  disturbances, major thrombosis and  bleeding complications in essential thrombocythaemia and  

       polycythaemia vera. Platelets. 2004 Mar;15(2):67-84.14. Hillman.Robert S MD, Ault. Kenneth A MD. Hematology in clinical practice. A guide to

diagnosis and  management. 2nd ed.  New York. Mc Graw-Hill 1998. p 409- 417.15. Barbui T. What is the standard treatment in essential thrombocythemia. Int J Hematol. 2002;76 Suppl 12:311-317.

16.  Barbui T, Finazzi G. Treatment indications and choice of a platelet-lowering agent in essential thrombocythemia. CurrHematol Rep. 2003 May;2(3):248-56.

17. Adams HP Jr,MD et al. Guidelines for the early management of patient with ischemic stroke. A scientific  statement from the  stroke council of the American stroke association. Stroke 2003;34:1056-83.

Page 8: Trombositopenia Pada Stroke Iskemik

18. Lise A. Labiche and James C. Grotta. Clinical Trials For Cytoprotection In Stroke. NeuroRx_: The Journal of the American Society for Experimental NeuroTherapeutics 2004; 1: 46â70.��

19. Kwon Sun U.MD. Cilostazol Prevents the Progression of the Symptomatic Intracranial Arterial Stenosis. The Multicenter  Double- Blind Placebo-Controlled Trial of Cilostazol in Symptomatic Intracranial Arterial  

       Stenosis. Stroke. 2005;36:782- 786.20. Barbui T et al. Practice guidelines for the therapy of essential thrombocythemia. A

statement from the Italian Society of  Hematology, the Italian Society of Experimental Hematology and the Italian Group for Bone  

       Marrow Transplantation.  Haematologica 2004;89:215-232.21.  Duncan, Pamela W et al. Management of Adult Stroke Rehabilitation Care. A Clinical

Practice Guideline.  Stroke. 2005;36:e100- e143.