triple negative breast cancer

Embed Size (px)

DESCRIPTION

triple negative breast cancer

Citation preview

Triple-Negative Breast Cancer: Pilihan Terapi Adjuvan

AbstrakTriple-negative breast cancer (TNBC) merupakan subtipe yang dibedakan dengan assay imunohistokimia negatif yang mengekspresikan reseptor estrogen dan progesteron (ER/PR) dan human epidermal growth factor-2 (HER2) yang merupakan 15% dari kanker payudara. Pasien dengan TNBC biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih agresif dengan peningkatan resiko penyakit lebih beresiko untuk memburuk dan angka survival yang lebih rendah. Lalu, subtipe ini menunjukkan angka mortalitas yang tidak proporsional karena agresivitasnya dan kurangnya agen kemoterapi sitotoksik konvensional yang efektif. Dalam penelitian ini, kami akan mengulas tentang epidemiologi, faktor resiko, prognosis, dan fitur molekuler dan patologiklinis yang membdakan antara TNBC dari subtipe kanker payudara lainnya. sebagai tambahan, kami akan mengolah data kemoterapi sitotoksik yang digunakan untuk mengobati TNBC pada terapi neoadjuvan dan adjuvan dan mengeksplorasi perkembangan agen kemoterapi baru.

1. Triple-Negative Breast Cancer: Pilihan Terapi AdjuvanSetiap tahun ada lebih dari 1.3 juta kasus kanker payudara baru yang terdiagnosis di seluruh dunia. Selain dari banyaknya perkembangan pada pencegahan, operasi reseksi dan radioterapi adjuvan dan kemoterapi, diperkirakan 450000 wanita akan meninggal disebabkan penyakit ini setiap tahunnya. Triple-negative breast cancer (TNBC) merupakan subtipe yang dibedakan dengan assay imunohistokimia negatif yang mengekspresikan reseptor estrogen dan progesteron (ER/PR) dan human epidermal growth factor-2 (HER2) yang merupakan 15% dari kanker payudara. Pasien dengan TNBC biasanya menunjukkan gejala klinis yang lebih agresif dengan peningkatan resiko penyakit lebih beresiko untuk memburuk dan angka survival yang lebih rendah. Lalu, subtipe ini menunjukkan angka mortalitas yang tidak proporsional karena agresivitasnya dan kurangnya agen kemoterapi sitotoksik konvensional yang efektif. Dalam penelitian ini, kami akan mengulas tentang epidemiologi, faktor resiko, prognosis, dan fitur molekuler dan patologiklinis yang membdakan antara TNBC dari subtipe kanker payudara lainnya. sebagai tambahan, kami akan mengolah data kemoterapi sitotoksik yang digunakan untuk mengobati TNBC pada terapi neoadjuvan dan adjuvan dan mengeksplorasi perkembangan agen kemoterapi baru.

2. Patologiklinis dan Fitur Molekuler dari TNBCKanker payudara pada manusia merupakan kelompok penyakit heterogenus yang ditandai dengan berbagai gejala dan respon klinis terhadap terapi. Pada dekade yang lalu, penggunaan complementary DNA (cDNA) telah memperluas pengertian tentang keanekaragaman biologis dari tumor ini dalam mengidentifikasi reseptor hormon dan status HER2 untuk mengikutsertakan profil ekspresi gen berbeda yang berkorelasi dengan perkembangan penyakit dan hasil klinis.

Perou, Srlie dkk telah mengidentifikasi 5 ekspresi profil yang mungkin suatu hari dapat mengklasifikasi kanker payudara secara relevan. Keanekaragaman ini juga jelas pada subgrup tripel-negatif juga dibuktukan dengan identifikasi profil multiep molekul yang menunjukkan ekspresi rendah dari ER, PR dan HER2, termasuk juga basal-like, claudin-low, dan apokrin molekuler/ER(-) subtipe kelas A. Kelompok dengan basal-like breast cancer (BLBC) mengekspresi ER/PR/HER2 minimal dan CK 5/6, CK 14, CK 17, p-cadherin, caveolin-1, gen carbonic anhydrase IX (CA IX), p63 (termasuk dalam keluarga p53 yang mentranskirpsi faktor dan regulator stemsel myoepithelial) dan epidermal growth factor receptor (EGFR atau HER1) yang tinggi, sama dengan sel aslinya pada jaringan payudara normal. Walaupun tidak sepenuhnya identik, kanker payudara basal-like dan triple-negative mempunyai fitur molekuler yang sama sampai 70%. Menariknya tumor yang berkaitan dengan mutasi BRCA-1 menunjukkan presentasi molekuler dan klinis yang tumpang tindih dengan tumor basal-like. tumor yang berkaitan dengan BRCA-1 umumnya adalah tripel-negatif dan berkelompok bersama dengan tumor basal-like pada micrarray dengan proporsi ekspresi CK 5/6, 14, 17, p-cadherin dan EGFR yang signifikan. penelitian telah mengulas tentang presentasi histologis dati TNBC dan BLBC yang menunjukkan > 90% tumor berasal dari duktus pada payudara dan sering berkaitan dengan grade nuklear dan histologis yang lebih tinggi dan fitur fenotip yang lebih agresif.

3. EpidemiologiPenelitian epidemiologi menunjukkan bahwa wanita yang didiagnosis dengan TNBC menunjukkan fitur patologiklinis dan faktor resiko yang berbeda apabila dibandingkan dengan wanita yang didiagnosis dengan subtipe lain . TNBC kira-kira merupakan 15% dari seluruh kasus kanker payudara yang terdiagnosis; bagaimanapun pada populasi tertentu, pervalensinya mungkin lebih tinggi contohnya pada pasien orang Afrika Amerika premenopause dan orang HIspanic. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada berbagai populasi, wanita dengan TNBC rata-rata didiagnosis pada usia muda dan disertai penyakit dengan faktor resiko yang dapat dimodifikasi maupun tidak dapat dimodifikasi termasuk juga menarche pada usia muda, paritas yang banyak, menurunnya angka menyusui, BMI berlebih dan status sosioekonomi yang rendah.

4. Pola Rekurensi dan Prognosis

Penelitian yang berbasis populasi telah membuktikan bahwa angka kematian pada pasien TNBC meningkat dan identifikasi pola rekurensi pada sugbrup ini. Pasien yang didiagnosis dengan TNBC memiliki angka rekurensi yang lebih tinggi pada 3 tahun pertama setelah didiagnosis dan meninggal disebabkan oleh penyakitnya dalam 5 tahun. ketika diketahui adanya metastase, pasien TNBC dan BLBC akan mengalami waktu survival yang lebih pendek dibandingkan dengan pasien dengan subtipe lainnya. Diantara pasien TNBC, rekurensi dalam waktu 5 tahun agak jarang dan waktu survival pada tahun ke10 adalah hampir sama.

Wanita dengan TNBC sering ditemukan adanya metastasis pada visceral versus tulang ketika dibandingkan dengan hormonr receptor-positive counterparts. pada penelitian multicentre yang melibatkan >2000 pasien dengan TNBC, Lin dkk membuktikan bahwa wanita dengan TNBC lebih sering bermetastase ke paru (OR 2.27, 95%CI 1.50, 3.43; P=.0001) atau otak (OR 5.32, 95% CI 2.85, 9.91; P< .0001) sebagai tempat yang pertama sekali terkena dampak. Sebagai perbandingan, wanita tersebut mempunyai resiko yang sangat rendah untuk rekurensi metastase pada tulang (OR 0.23, 95% CI 0.16, 0.33; p< .0001). Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa metastase CNS pada wanita dengan TNBC meningkat. Pada analisis retrospektif yang dilakukan oleh satu institusi, 1138 wanita dengn TNBC stadium I-III telah diidentifikasi, 29% mengalami rekurensi dalam follow up 5 tahun mendatang. Dari pasien rekuren yang terdokumentasi, 21% bermetastase ke otak. Median survival untuk pasien yang bermetastasis ke otak adalah 25 minggu dengan rasio survival berkisar antara 6-12 bulan adalah 48% dan 25%. Hasil yang sama dapat dilihat pada penelitian lainnya dan ketika dibandingkan dengan pasien yang fenotipnya kanker payudaranya berbeda, wanita dengan TNBC mempunyai median survival yang lebih pendek setelah didiagnosis dengan keterlibatan CNS.

5. PIlihan Terapeutik5.1. KemoterapiBanyak penelitian telah meneliti kemoterapi tradisional untuk pengobatan pasien dengan TNBC dan telah terbukti bahwa agen kemoterapi tersebut bermanfaat untuk terapi adjuvan dan neoadjuvan. Meta-analysis yang dilakukan oleh Early Breast Cancer Trialists' Collaborative Group (EBCTCG) merupakan salah satu yang pertama untuk mengulas efikasi polychemotherapy (CMF X6 45%; FAC atau FEC X6 31%, lainnya 24%) pada era prepaclitaxel. Setelah 10 tahun follow-up wanita yang diobati dengan polikemoterapi menunjukkan resiko rekuren berkurang secara signifikan (usia T) dibandingkan dengan cyclophosphamide, doxorubicin dan 5-fluorouracil (CAF) dosis rendah menunjukkan pengurangan resiko rekurensi sebanyak 55% ( CI 37-68%). wanita dengan ER positif mengalami 26% penurunan resiko rekurensi (CI -4-48%). Selanjutnya, kemajuan yang absolut pada disease-free survival (DFS) (22.8% versus 7% P< .001) dan survival secara keseluruhan (16.7% versus 4.0% P< .001) terjadi pada subgrup ER-negatif, yang selanjutnya dapat bermanfaat dalam menggunakan regimen multidrug kemoterapi pada subgrup ini.

Ketika dianalisis secara individual, taxane bukan hanya bermanfaat untuk terapi adjuvan akan tetapi juga bermanfaat untuk observasi pasien ER negatif yang mengalami kemajuan setelah menggunakan regimen yang disertai taxane pada CALGB 9344 dan 9741. Analisis dari kedua penelitian yang telah disebutkan sebelumnya menunjukkan tren terhadap menurunnya resiko rekurensi terhadap wanita dengan ER negatif (9344: 28% versus 9%; 9741: 32% versus 19%). Penelitian pada subgrup HER2(-) menunjukkan bahwa wanita dengan ER dan HER2 negatif mengalami kemajuan yang signifikan pada DFS dengan penambahan paclitaxel pada terapi (P= .002) dimana pada individu ER+ HER2(-) tidak mengalami manfaat yang sama (P= .71). Oleh karena itu, mengikutsertakan taxanes dalam terapi adjuvan untuk pasien TNBC adalah dianjurkan. Menariknya, wanita dengan kanker payudara HER2+ mengalami kemajuan dalam DFS ketika ditambah paclitaxel dalam terapi, tidak bergantung pada status reseptor hormon, Akan tetapi, perbandingan antara wanita dengan ER/PR (-) HER (-) dan ER/PR (-) HER (+) masih tidak jelas karena penelitian dilakukan secara retrospektif dan penggunaan terapi anti-HER2.

Beberapa penelitian telah menunjukkan dampak positif dari kemoterapi neoadjuvan untuk mengobati pasien dengan TNBC . diantara 1118 pasien yang diobati dengan kemoterapi neoadjuvan, (>80% diobati dengan regimen anthracycline-based; 53% diobati dengan penambahan taxane), pasien dengan TNBC mempunyai pahtologic complete response (pCR) yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan pasien non-TNBC (22% versus 11%; P= .034). Selain progression-free survival (PFS) dan overall survival (OS) yang lebih buruk pada pasien TNBC, individu yang menerima pCR mempunyai rasio survival yang sama dengan pasien non-TNBC yang menerima pCR. Analisis retrospektif pasien yang diobati dengan anthracycline dan anthracycline/taxane preoperatif (91% dan 58%), 317 pasien merupakan pasien dengan TNBC, menunjukkan hasil yang sama dengan pCR pada subgrup ini, 22.4%. Pasien dengan reseptor hormon negatif mendapatkan rasio pCR yang lebih tinggi secara signifikan (24% versus 8% P> .001) dibandingkan dengan pasien dengan reseptor hormon positif. Sama dengan percobaan yang dilakukan oleh Liedtke, pasien yang menerima pCR juga mengalami kemajuan PFS dan OS. Respons objektif terhadap kemoterapi neoadjuvan (Tx12 per minggu diikuti oleh fluorouracil, doxorubicin, cyclophophamide (FAC) x4) dievaluasi hubungannya dengan subtipe kanker payudara molekuler, Rouzier et al. Identifikasi rasio tertinggi pCR diantara subrup BLBC (45%; CI 24-68%) dan erbB2+ (45% CI 23-68%). 30 kanker payudara luminal, hanya 2 yang menerima pCR komplit (7% CI 1-22%). Carey et al. menunjukkan hasil yang sama ketika pasien diobati dengan 4 siklus neoadjuvan AC. Pasien yang diberi pCR komplit tanpa melihat subtipe molekulernya mengalami kemajuan dalam hal disease-free survival. Selain dari regimen neoadjuvan yang bervariasi pada penelitian ini, subgrup TNBC/BLBC lebih banyak menerima pCR, ini membuktikan strategi terapi ini berguna untuk subgrup ini.

Banyak penelitian mendukung penggunaan agen sitotoksik sebagai pengobatan untuk pasien TNBC; walaupun tidak ada regimen yang dapat dibuktikan satu regimen lebih baik dari lainnya. Contohnya, ulasan retrospektif MA5 trial, (adjuvan cyclophosphamide/epirubicin/fluorouracil (CEF) versus CMF) menunjukkan hubungan antara OS dengan fenotip molekuler. Pasien dengan BLBC yang menerima CMF menunjukkan rasio OS 5 tahun lebih lama dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan regimen anthracycline-based (71% versus 51%). Pada ulasan retrospektif lainnya, Colleoni et al. menunjukkan pasien TNBC yang diobat dengan CMF (3 maupun 6 siklus) mendapat manfaat yang besar dari kemoterapi dalam penurunan relative risk (HR 0.46, CI 0.29-0.73, P= .009) ketika dibandingkan antara individual dengan reseptor hormon - dan atau HER2 positif. Ulasan literatur tidak dapat menjelaskan apakah respon terhadap kemoterapi dalam subgrup ini adalah hasil dari efikasi regimen yang spesifik atau peningkatan kemosensitivitas individual dari TNBC.

Baru-baru ini, penelitian preklinik menguji aktivitas agen platinum pada pengobatan TN dan BRCA 1 yang berkatian dengan kanker payudara telah menunjukkan peningkatan sensitivitas terhadap agen tersebut. Tumor yang berkaitan dengan BRCA-1 adalah defisit gen yang mengkode protein DNA, stabilitas genomik dan perbaikan DNA. Pada model preklinis dari kanker payudara dengan defisiensi BRCA-1 terdapat peningkatan suseptibilitas terhadap agen yang merusak DNA, terutama yang dapat merusak double strand seperti cisplatin dan carboplatin. Byrski et al. mengobati 10 wanita dengan kanker payudara terkait BRCA 1, (9dengan TNBC) dengan pemberian single-agent cisplatin preoperatif (75mg/m2 setiap 3 minggu x 4). 1 pasien mendapatkan pCR selama percobaan dan tidak menyelesaikan 4 siklus kemoterapinya. Karena jumlah pasien yang sedikit dan follow-up yang terbatas pada percobaan ini, sulit untuk menyimpulkan penurunan resiko rekurensi dan survival. Akan tetapi, data tersebut menyatakan aktivitas agen platinum pada subgrup ini dan menjanjikan penelitian lebih lanjut dengan penelitian prospektif seperti dibawah ini.

TNBC memiliki kesamaan dengan kanker payudara terkait mutasi BRCA seperti klinis, molekuler, dan fitur patologis bahkan fungsi BRCA yang terganggu dan ketidakstabilan genomik tingkat tinggi dan juga perbaikan kerusakan DNA. selanjutnya, banyak penelitian telah dilakukan untuk mempelajari efikasi garam platinum pada subgrup ini. Silver dkk melakukan uji coba efikasi neoadjuvan cisplatin pada populasi TNBC tidak disertai mutasi BRCA. 18 dari 28 pasien memberikan respon terhadap terapi yang menunjukkan respon parsial atau komplit setelah remisi. 2 dari 6 pasien yang mendapatkan pCR merupakan carrier mutasi BRCA 1. Hubungan ekspresi BRCA1 mRNA dan promotor metilasi BRCA 1 diukur dengan respon terapi. Ekspresi BRCA dan promotor metilasi BRCA yang rendah berbanding terbalik dengan ekspresi BRCA yang berhubungan dengan respon terapi cisplatin dimana subgrup TNBC menunjukkan fenotip "BRCA-like" yang membuat mereka sensitif terhadap cisplatin.

Percobaan BALI-1 adalah 173 pasien TNBC metastase yang dipilih secara acak untuk mendapatkan cisplatin atau cisplatin dikombinasikan dengan cetuximab. analisis akhir dari percobaan menunjukkan kemajuan yang signifikan pada PFS di pasien yang mendapat terapi kombinasi, 1.5 versus 3.7 bulan (HR 0.675 CI 0.470-0.969, P- .032). Selain karena rasio respons secara keseluruhan berlipat ganda (10.3% versus 20%), percobaan ini gagal untuk menemukan primary endpoint yang lebih besar dari 20% respons diantara pasien yang mendapatkan cisplatin dan cetuximab. Ini memperjelas perlunya penelitian lebih lanjut untuk menguji efikasi dari agen tunggal platinum untuk mengobati TNBC dan juga sebagai target terapi seperti cetuximab pada populasi yang dipilih secara acak.

Banyak percobaan yang sedang dilakukan baik adjuvan maupun neoadjuvan dengan setting prospektif untuk mempelajari efikasi polikemoterapi termasuk juga kombinasi dengan agen kemoterapi yang lebih baru dan target terapi terbaru. (i)CALGB 40603 adalah randomisasi fase II dimana pasien diikutkan pada 1 dari 4 arms dimana: Arm 1: paclitaxel 1 minggu sekali x 12 diikuti oleh cc AC x 4, Arm 2: Arm 1 + bevacizumab setiap 2 minggu sekali, Arm 3: Arm 1 + carboplatin, dan Arm 4: Arm I + bevacizumab seperti pada Arm II + carboplatin seperti pada Arm III (NCT00861705). (ii)Percobaan fase III adalah mengikutkan pasien pada docetaxel/anthracycline (epirubicin versus doxorubicin)/cyclophosphamide versus docetaxel dan cyclophosphamide untuk mengevaluasi manfaat tambahan dari regimen preoperative yang mengandung anthracycline di TNBC (NCT00912444). (iii) Randomisasi fase III adalah penelitian standar adjuvan kemoterapi saja atau diikuti dengan 1 tahun metronomic capecitabine (650mg/m2 BID) yang melewati primary endpoint dari DFS. (NCT01112826) Capecitabine belum banyak dipelajari terutama pada populasi triple-negative. sebagai tambahan, data yang sekarang ada adalah berdasarkan analisis subgrup yang menunjukkan bahwa terapi dengan capecitabine menghasilkan aktivitas yang terbatas apabila dibandingkan dengan kemoterapi standar pada terapi adjuvan dan hasil yang buruk pada pasien non-TNBC yang bermetastase. (iv) Penelitian fase II dari ixabepilone pada terapi neoadjuvan menunjukkan hasil yang menjanjikan; pada analisis subgrup , pasien dengan TNBC menunjukkan rasio pCR 19% (CI 9-34%). Akan tetapi, percobaan Fase II neoadjuvan terbaru mengacak pasien untuk AC dan diikuti oleh ixabepilone versus AC dilanjutkan dengan paclitaxel tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna pada rasio pCR diantara kedua regimen, 34% versus 41%. Dari ide ini, percobaan Fase III pada 2 terapi adjuvan (PACS08 (NCT00630032) dan TITAN (NVT00789581)) dilakukan dengan membandingkan ixabelipone secara langsung dengan taxane yang sering digunakan telah dihapus oleh Briston-Myers Squivv.

6. Terapi Target6.1. Agen AntiangiogenikAgen yang menargetkan angiogenesis menarik sebagai terapi TNBC karena VEGF dan VEGF-2 yang tinggi telah dibuktikan pada wanita dengan TNBC sebagai alat prediksi prognosis yang potensial dan juga kemungkinan sebagai target intervensi terapeutik. Bevacizumab, monoclonal antibody terhadap VEGF disetujui oleh FDA sebagai terapi beberapa tumor padat dan mempercepat terapi first-line MBC dikombinasikan dengan paclitaxel. Pada saat ini persetujuan bevacizumab dan paclitaxel sebagai garis pertama terapi sedang didiskusikan.

Bevacizumab telah diteliti pada 3 randomisasi Fase III dikombinasikan dengan kemoterapi untuk terapi lini pertama untuk kanker payudara yang bermetastase. E2100 randomisasi > 700 wanita yang menerima paclitaxel mingguan dengan atau tidak dengan bevacizumab. Wanita yang diberika bevacizumab menunjukkan rasio respon yang lebih tinggi (36.9% versus 21.2%, P . 001) dan kemajuan pada PFS (11.8 versus 5.9 bulan, P .001). Analisis wanita dengan ER/PR (-), mayoritas dengan HER2 negatif (>90%) menunjukkan PFS yang lebih lama dibandingkan dengan pasien yang hormon reseptor positif.

Manfaat dari bevacizumab untuk pasien dengan triple-negatif MBC direplikasi di AVADO, penelitian dengan placebo-controlled mengevaluasi penambahan bevacizumab (pada 2 dosis: 7.5mg/kg atau 15 mg/kg) ke docetaxel. PFS mengalami kemajuan yang bermakna pada pasien yang telah diberi docetaxel dan ditambah dengan bevacizumad dibandingkan dengan wanita yang hanya diberi terapi docetaxel saja. Median PFS untuk monoterapi docetaxel dibandingkan dengan bevacizumab dan kelompok bevacizumab adalah 8.0 versus 8.7 (HR 0.79 P= .03) dan 8.8 (HR 0.72 P= .001) bulan. analisis subgrup ER/PR/HER2(-) menunjukkan nilai PFS konsisten dengan penelitian populasi sebagai satu kesatuan (bevacizumab: HR 0.83; bevacizumab: HR 0.68).

Percobaan bevacizumab fase III pada pasien randomisasi garis pertama yang menerima pengobatan placebo atau placebo yang dikombinasikan dengan beberapa agen kemoterapi (anthracyclines, taxanes dan capecitabine). Berdasarkan investigasi, penambahan bevacizumab ke capecitabine atau anthracycline/taxane akan menghasilkan PFS yang memanjang secara bermakna dibandingkan dengan placebo (8.6 versus 5.7 bulan HR 0.69 P= .0002 dan 9.2 versus 8.0 nulan HR 0.65 P= .0001, resp). Analisis lebih lanjut dari subgrup ER/PR/HER2-negative menunjukkan kemajuan yang tidak signifkan dalam median PFS pada capecitabine (4.2 versus 6.1 bulan, HR 0.72, CI 0.4901.06) dan anthracycline/taxane cohots (8.2 versus 14.5 bulan, HR 0.78, CI 0.52-1.15).

Walaupun ketiga percobaan gagal menunjukkan manfaat OS dengan penambahan bevacizumab pada pasien metastasis, kemajuan dalam respon dan PFS didapatkan pada semua subtipe. Pasien dengan TNBC mengalami kemajuan RR dan PFS pada penambahan bevacizumab.

Baru-baru ini diadakan percobaan fase II/III untuk menguji efikasi bevacizumad pada terapi neoadjuvan/adjuvan. Tiga percobaan fase II sedang dilakukan untuk melihat manfaat bevacizumab dengan agen platinum pada pasien TNBC dengan terapi neoadjuvan. Seperti yang telah didiskusikan sebelumnya, CALGB 40603 adalah percobaan yanng membandingkan T mingguan ditambah dengan dd AC dengan penambahan bevacizumab atau carboplatin sendiri atau kombinasi. (NCT00861705) Percobaan single-arm NEAT, percobban open-label dari docetaxel/carboplatin yang dikombinasikan dengan bevacizumab diberikan setiap 3 minggu untuk 6 siklus sebelum dioperasi. (NCT01208480) Pada percobaan yang sama di University of Tennessee Cancer Institute, pasien diberikan neoadjuvan nanoparticle albumin bound (nab-) paclitaxel (hari 1, 8, 15), carboplatin (hari 1) dan bevacizumab (hari 1, 15) selama 28 hari siklus x 4 siklus diikuti oleh ddACx4 sebagai tambahan ke bevacizumab yang diberikan setiap 2 minggu sebanyak 16 dosis (NCT00777673).

Pada terapi adjuvan, percobaan BEATRICE mengacak pasien TNBC untuk dikelompokkan menjadi kemoterapi standar adjuvan (anthracycline taxane atau taxane saja) atau kemoterapi dajuvan dikombinasikan dengan bevacizumab x 1 tahun untuk melihat DFS primer (NCT00528567).

Molekul kecil multitarget tyrosine kinase inhibitors (TKIs) seperti sunitinib dan sorafenib yang menginhibisi banyak target pada jaras antiangiogenesis telah dievaluasi untuk pengobatan MBC. Sejauh ini agen ini hanya menunjukkan aktivitas single-agent dan tidak menunjukkan adanya kemajuan pada PFS di percobaan fase III (SUN1064: sunitinib + docetaxel versus docetaxel; SUN1099: sunitinib + capecitabine bersus capecitabine). Penelitian Fase I/II dalam setting neoadjuvanuntuk menlihat manfaat dari kemoterapi platinum/taxane-based dikombinasikan dengan antiangiogenik TKIs (NCT00887575;NCT01194869).

6.2. Inhibitor Poly(ADP-ribose) Polymerase (PARP)PARP adalah enzim nuklir yang mengenali kerusakan DNA dan memfasilitasi sengle-strand DNA untuk diperbaiki dengan base excision reapir (BER). dengan deteksi adanya kerusakan pada serat DNA, PARP1, PARP mengkatalisasi seintesis dan transfer ADP-ribose polymer untuk digunakan target protein menggunakan substrat NAD+. PARP merekrut enzim lainnya dan memfasilitasi perbaikan DNA dan kelangsungan hidup sel. Gen BRCA1 dan BRCA2 mengkode protein untuk integritas DNA dan stabilitas genomik. Protein BRCA 1 dan BRCA 2 penting untuk pembagian sel, kontrol eror DNA, perbaikan DNA dan apoptosis. Pada pasien yang tidak mempunyai BRCA (mutasi herediter), inhibisi PARP menginduksi sintesis kematian dimana kerusakan DNA tidak dapat diperbaiki dan menyebabkan kematian sel pada sel tumor homozigot tapi tidak pada jaringan normal heterzigot dimana didapatkan 1 alel BRCA yang berfungsi.

Pada tahun 2005, Farmer dkk menunjukkan bahwa sel dengan defisiensi BRCA sangat sensitif terhadap inhibisi PARP. Inhibitor single-agent PARP menyebabkan kerusakan pada perbaikan single-strand break (SSB) sehingga menyebabkan double-strand breaks (DSBs) untuk bereplikasi. Pada sel BRCA wild-type, DSBs diperbaiki dengan rekombinasi homolog, tapi pada sel BRCA yang bermutasi jaras kompensasinya rusak sehingga menyebabkan penyusunan ulang yang kompleks, kehilangan mekanisme perbaikan dan kematian sel.

Seperti didiskusikan sebelumnya, model tumor preklinis BRCA yang berkaitan dengan kanker payudara menunjukkan kenaikan sensitivitas terhadap terapi yang yang menginduksi kerusakan DNA seperti alkilator dan radiasi. Banyak penelitian tentan metastasis yang menggabungkan inhibitor PARP dan platinum dan temozolomide. Percobaan ini menunjukkan aktivitas yang menjanjikan pada beberapa tumor padat. Tutt et al melakukan penelitian fase II dengan 1 agen yaitu olaparib pada wanita dengan kanker payudara terkait BRCA. Pasien diberikan 1 dari 2 dosis olaparib. Setelah analisis interim, pasien dengan dosis rendah cohort yang belum menunjukkan hasil ditawarkan untuk meningkatkan dosisnya. Hasil dari percobaan menunjukkan respon yang signifikan dengan rasio 41% (CI 25-59%) diantara cohrt yang mendapat dosis 400mg BID dan 22% (CI 11-41%) diantara cohort yang hanya mendapatkan 100mg BID dengan toksisitas yang terkendali. Perpanjangan PFS yang signifikan ditunjukkan pada kedua cohort (dosis maksimal cohort 5.7 bulan (CI 4.6-7.4), dosis rendah cohort 3.8 bulan (CI 4.6-7.4). penemuan ini menunjukkan bahwa cara ini dapat menginduksi kematian pada sel rekombinasi homolog repair-defisien pada sel secara umum dan sel defisien BRCA.

Peneliti menyimpulkan bahwa inhibisi PARP dapat menambah ekfikasi pada gejala klinis, histologis dan molekuler pada tumor yang berkaitan dengan BRCA-1 dan TNBC. Pada penelitian fase II yang dilakukan oleh O'Shaughnessy dkk yang secara acak membagi pasien untuk diterapi dengan carboplatin dan gemcitabine saja atau dikombinasi dengan iniparib ( inhibitor PARP intravenous). Data dari penelitian ini menunjukkan kemajuan yang signifikan pada manfaat klinis (CBR=CR + respon parsial + stable disease (SD) 6 months; 56 versus 34%, = . 0 1), median PFS (5.9 versus 3.6 months HR 0.59, = . 0 1), and median OS (12.3 versus 7.7 months HR = 0.57, = . 0 1) pada individu yang diobati dengan iniparib dan kemoterapi dibandingkan dengan kemoterapi saja. Penelitian ini dilanjutkan dngan randomisasi fase III untuk mengevaluasi iniparib yang dikombinasikan dengan carboplatin dan gemcitabine versus kemoterapi saja. Sama dengan hasil pada percobaan fase II, kombinasi iniparib dan kemoterapi pada lini ke 2 dan 3 menunjukkan peningkatan pada OS dan PFS. Data dari percobaan ini masih belum dipublikasi karena kegunaan agen ini dan inhibitor PARP lainnya masih belum jelas.

Percobaan yang menggunakan inhibitor PARP saja ataupun dikombinasi dengan agen sitotoksik sedang dikembangkan untuk terapi neoadjuvan/adjuvan berkaitan dengan BRCA dan TNBC. (NCT00813956; NCT01204125) penelitian fase II adjuvan yang mengacak pasien dengan membandingkan pasien setelah kemoterapi neoadjuvan nonplatinum-based dan operasi untuk akhirnya diberikan cisplatin saja atau dikombinasi dengan PF-01367338. (NCT01074970).

6.3. Inhibitor EGFREGFR diekspresikan dalam 60% TNBC. Garis sel TNBC menunjukkan penurunan yang senergis pada proliferasi ketikr EGFR TKIs digabungkan in vitro dengan docetaxel atau carboplatin. Sebaliknya, sebagai singe-agent, erlotinib (TKI yang menargetkan EGFR) dan cetiximab (monoclonal antibodi EGFR) menunjukkan aktivitas minimal single-agent. Secara klinis, inhibitor EGFR telah banyak diteliti pada pasien metastasis. TBCRC 001, Fase II randomized trial menguji cetuximab diikuti oleh carboplatin versus cetixumab/carboplatin pada pasien TNBC yang belum perna diobati. Respon terhadap single-agent tidak bagus. Pasien yang diberikan cetuximab bersamaan dengan carboplatin menunjukkan rasio respon sebanyak 18% dan 27% manfaat klinis (respon parsial atau SD 6 bulan). Akan tetapi banyak pasien yang mengalami kemajuan pesat dengan mean PFS 2 bulan. Percobaan fase II yang kedua membandingkan pasien yang diberikan kemoterapi dengan irinotecan/carboplatin saja (hari 1,8) versus kombinasi cetiximab dan kemoterapi. Diantara pasien dengan TNBC, data dari percobaan tersebut dapat menunjukkan kemajuan pada kelompok yang diobat dingan cetuximab dan kemoterapi. Akan tetapi tidak ada kemajuan pada PFS atau OS pada subgrup manapun dan kenaikan resiko toksisitas pada kedua kelompok. Pada percobaan BALI-1, tidak didapatkan hasil yang ditargetkan akan tetapi menunjukkan aktivitas yang baik pada kombinasi dengan cisplatin pada pasien TNBC.Penelitian fase II sekarang melakukan uji efikasi cetuximab yang dikombinasikan dengan kemoterapi preoperatif dengan menggunakan ixabepilone (NCT01097642) dan docetaxel (NCT00600249). Penelitian terapi neoadjuvan melihat rasio pCR dari erlotinib yang dikombinasikan dengan kemoterapi. Komponen kedua dari percobaan ini melibatkan penambahan dosis pemeliharaan erlotinib x 1 tahun setelah pasien selesai menjalankan regimen adjuvan. (NCT00491816).

7. KesimpulanKemoterapi standar tetap menjadi pndasi terapi untuk pasien dengan TNBC sebelum operasi dan terapi adjuvan. Perkembangan terapi target dan biologis seperti agen antiangiogenik, inhibitor EGFR dan inhibitor PARP menunjukkan titik terang. Percobaan yang dilakukan banyak meneliti tentang regimen kemoterapi sendiri atau dikombinasikan dengan target agen baru pada terapi neoadjuvan dan adjuvan yang diharapkan akan memberikan informasi tentang tata laksana pada pasien dengan resiko tinggi kedepannya. Pasien yang cocok secara klinis hendaknya dikonsultasikan untuk mengikuti penelitian yang sedang berjalan.