25
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Definisi Trauma Okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata,kelopak mata,saraf mata dan rongga orbita,kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat.Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. (6) 2.2 Epidemiologi Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi rendah dan di negara- negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31 tahun. (7)

Trauma Oculi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Trauma Oculi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Trauma Okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan perlukaan

mata atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola

mata,kelopak mata,saraf mata dan rongga orbita,kerusakan ini akan memberikan penyulit

sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat.Trauma mata merupakan kasus

gawat darurat mata, dan dapat juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat

ringan sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata.(6)

2.2 Epidemiologi

Trauma okular adalah penyebab kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan

sosioekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami oleh

pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO tahun 1998 trauma okular

berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus

bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United

States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16 % dan

meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %)

dengan umur rata-rata 31 tahun.(7)

United States Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi epidemiologi yang

digunakan secara umum di AS. Menurut data dari USEIR, rata-rata umur orang yang terkena

trauma okuli perforans adalah 29 tahun, dan laki-laki lebih sering terkena disbanding dengan

perempuan. Menurut studi epidemiologi international, kebanyakan orang yang terkana

trauma okuli perforans adalah laki-laki umur 25 sampai 30 tahun, sering mnegkonsumsi

alcohol, trauma terjadi di rumah. Selain itu cedera akibat olah raga dan kekerasan merupakan

keadaan yang paling sering menyebabkan trauma. Pada studi yang lain, di simpulkan

bahwa olahraga dihubungkan dengan trauma pada pemakai kacamata umumnya terjadi pada

usia di bawah 18 tahun dan jatuh dihubungkan dengan trauma pada pemakai kaca mata

umumnya terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Meskipun kacamata dihubungkan dengan

trauma yang terjadi, resep kacamata dan non resep kacamata hitam telah ditemukan untuk

Page 2: Trauma Oculi

memberikan perlingdungan yang menghasilkan insidens yang rendah pada trauma serius

mata bagi penggunannya.(6,8)

2.3 Patofisiologi

Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli yaitu coup,

countercoup, equatorial, dan global reposititioning. Cuop adalah kekuatan yang disebabkan

langsung oleh trauma. Countercoup merupakan gelombang getaran yang diberikan oleh cuop,

dan diteruskan melalui okuler dan struktur orbuta. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari

bola mata cenderung mengambang dan merupah arsitektur dari okuli normal. Pada akhirnya,

bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini tidak selalu seprti yang

diharapkan.(7)

2.4 Klasifikasi

Trauma pada mata dapat digolongkan atas : (2,9,10)

1. Trauma tumpul, yang terdiri atas :

Konkusio, yaitu trauma tumpul pada mata yang masih reversibel, dapat sembuh dan

normal kembali.

Kontusio, yaitu trauma tumpul yang biasanya menyebabkan kelainan vaskuler dan

kelainan jaringan/ robekan.

Berdasarkan letak traumanya dapat menyebabkan :

- Perdarahan palpebra- Emfisema palpebra- Luka laserasi palpebra- Hiperemis konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva- Edema kornea- Hifema ( perdarahan dalam bilik mata depan )- Iridoplegia dan iridodialisa- Kelainan lensa,berupa : Subluksasi,luksasi maupun katarak traumatik.- Perdarahan badan kaca.- Kelainan retina,berupa: Edema retina,ruptur retina,( dapat menyebabkan ablasio

retina traumatik),maupun perdarahan retina.- Robekan/laserasi sklera- Glaukoma sekunder- Kelainan gerakan bola mata

Page 3: Trauma Oculi

2. Trauma tembus ( luka akibat benda tajam ), dimana strutur okular mengalami kerusakan

akibat benda asing yang menembus lapisan okular, yang terdiri atas :

Non perforasi.

Dengan perforasi, meliputi :

i. Perforasi tanpa benda asing intra okuler

ii. Perforasi dengan benda asing intra okuler,yang menurut sifat benda asingnya

terbagi atas :

a. Berdaraskan sifat fisisnya,terdiri atas :

- Benda logam.

E.g. Emas,perak,platina,timah,seng,tembaga,besi,dll

- Benda non logam

E.g. Kaca,bahan tumbuh-tumbuhan,bahan pakaian,dll

b. Berdasarkan keaktifan ( potensi menyebabkan reaksi inflamasi ) terdiri atas :

- Benda inert,merupakan bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan

mata,kalaupun terjadi hanya reaksi ringan saja dan tidak mengganggu fungsi

mata,seperti : Emas,perak,platina,bath,kaca,porselin,dll.

- Benda reaktif yang merupakan bahan-bahan yang dapat menimbulkan reaksi

jaringan sehingga mengganggu fungsi mata,seperti : seng,timah

hitam,nikel,alumunium,besi,kuningan,tumbuh-tumbuhan,bulu ulat.

Luka akibat benda tajam dapat menyebabkan :

- Luka pada palpebra (laserasi palpebra)

- Laserasi konjungtiva

- Abrasi,perforasi,laserasi kornea

- Laserasi sklera

-Robeknya pembuluh darah,otot-otot okular,maupun serabut saraf okular.

3. Trauma fisis, yang dapat disebabkan oleh :

a.Sinar dan tenaga listrik, yang meliputi sinar ultraviolet,sinar inframerah,sinar

rontgen dan radioaktif,dan tenaga listrik.

b.Luka bakar

c.Luka akibat bahan kimia,baik yang bersifat asam maupun basa,dimana luka akibat bahan

kimia basa lebih berbahaya dibanding bahan kimia asam.

Page 4: Trauma Oculi

2.4.1 TRAUMA TUMPUL(4,5)

Trauma tumpul sendiri dapat berupa:

a) Trauma tumpul palpebra.

Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga kemungkinan

merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva, sklera, kornea dan lensa) dan

struktur mata bagian belakang (retina dan persarafan). Karena palpebra merupakan pelindung

bola mata maka saat terjadi trauma akan melakukan reefleks menutup. Hal ini akan

menyebabkan terjadinya hematoma palpebra.  Hematoma ini terjadi karena keluarnya darah

dari pembuluh darah yang rusak pada trauma tersebut.

b) Trauma tumpul lensa:

Gbr.2.4.1.1 Kelainan lensa

Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

Dislokasi lensa oleh karena ruptur di zonula zinni. Dapat sebagian (subluksasi), dapat

pula total (luksasi). Lepasnya dapat ke depan dapat pula ke belakang.(9)

Dislokasi Lensa. Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula zinn yang akan

mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.

Subluksasi Lensa. Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn sehingga lensa berpindah

tempat. Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada

zonula zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan

berkurang. Subluksasi lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis.

Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastic akan menjadi cembung,

dan maata akan menjadi lebih miopik. Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris

ke depan sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata menjadi sempit pada mata

ini mudha terjadi glaucoma sekunder.

Luksasi Lensa Anterior. Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma

maka lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak dalam bilik mata

depan ini maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik mata sehingga akan

Page 5: Trauma Oculi

timbul glaucoma kongestif akut dengan gejala-gejalanya. Pasien akan mengeluh penglihatan

menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan

blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang berat, edema korne, lensa di dalam bilik mata

depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi.

Luksasi Lensa Posterior. Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi

lensa posterior akibat putusnya zonula zinn di seluruh lingkaran ekuator lensa sehingga lensa

jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di dataran bawah polus posterior fundus okuli.

Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya akibat lensa mengganggu

kampus. Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien akan melihat

normal dengan lensa +12.0 dioptri untuk jauh, bilik mata depan dalam dan iris tremulans.

Lensa yang terlalu lama berada dalam polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat

degenerasi lensa, berupa glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakotoksik.

Katarak Trauma. Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun

posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk

katarak tercetak yang disebut cincin Vossius. Cincin Vossius merupakan cincin berpigmen

yang terletak tepat di belakang pupil yang dapat terjadi segera setelah trauma, yang

merupakan deposit pigmen iris pada dataran depan lensa sesudah suatu trauma, seperti suatu

stempel jari.

c) Trauma tumpul kornea.

Abrasi Kornea adalah keadaan dimana epitel dari kornea terlepas yang bisa

diakibatkan oleh trauma tumpul, trauma tajam dan trauma kimia dan juga benda asing

subtarsal. Abrasi kornea bisa berulang dan menyebabkan rasa sakit yang hebat, dimana abrasi

kornea merupakan suatu kegawatdaruratan pada mata yang bisa menyebabkan ulserasi dan

oedema kornea yang akan menganggu visus. Diagnosis bisa ditunjang dengan uji flourosensi

dimana akan terlihat warna hijau bila terjadi kerusakan pada epitel kornea. Penatalaksanaan

yang dapat dilakukan adalah pemberian antibiotik topikal dan midriatikum untuk merelaksasi

iris dan mengurangi rasa sakit. Pastikan juga tidak terdapat benda asing yang dapat

menganggu proses penyembuhan. Masa penyembuhan tergantung pada luasnya kerusakan,

dan juga adakah infeksi, benda asing dan mata kering yang bisa menyebabkan kegagalan

terapi. Mata kemudian di tutup dengan penutup yang membuat pasien merasa lebih nyaman.

d) Trauma fundus oculi.

Page 6: Trauma Oculi

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat mengakibatkan kelainan pada retina,

koroid, dan saraf optik. Perubahan yang terjadi dapat berupa edema retina, perdarahan retina,

ablasi retina, maupun atrofi saraf optik. Jika dijumpai penderita dengan trauma tumpul dan

penurunan tajam penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan pemberian kacamata,

sedangkan keadaan media mata jernih, maka dapat diperkirakan adanya kelainan di fundus

atau di belakang bola mata . Diagnosis banding penglihatan turun setelah sebuah cedera mata

adalah trauma retina, perdarahan corpus vitreous, dan trauma yang mengakibatkan kerusakan

pada kiasma optikus.

Fundus harus diperiksa dengan oftalmoskopi direk setelah midriasis penuh dilakukan.

Jika tidak terlihat detil struktur mata, maka hal ini menunjukkan terjadinya perdarahan

vitreous. Perdarahan vitreous terabsosrbsi dalam waktu beberapa minggu atau mungkin

diperlukan pengangkatan dengan virektomi. Daerah perdarahan retina dan daerah berwarna

putih (edema) dapat dilihat. Koroid juga bisa robek dan menyebabkan perdarahan subretina

yang kemudian diikuti oleh parut subretina.(9)

Trauma pada mata dapat menyebabkan munculnya beberapa gejala klinis yaitu :

a) Perdarahan di palpebra (echymosis, black eye) (9)

Gbr.2.4.1.2 Perdarahan di palpebra

Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

Pada perdarahan yang berat, palpebra menjadi bengkak, kebiru-biruan, karena

jaringan ikat palpebra halus. Perdarahan dapat menjalar ke bagian lain di muka, juga dapat

menyeberang ke mata yang lain menimbulkan hematoma kacamata atau menjalar ke

belakang menyebabkan eksoftalmus.

b) Emfisema palpebra (9)

Emfisema palpebra teraba sebagai pembengkakan dengan krepitasi, disebabkan

adanya udara di dalam jaringan palpebra yang longgar. Hal ini menunjukkan adanya fraktura

Page 7: Trauma Oculi

dari dinding orbita, sehingga menimbulkan hubungan langsung antara rongga orbita dengan

ruang hidung atau sinus-sinus sekeliling orbita. Sering mengenai lamina papyricea os

etmoidalis, yang merupakan dinding medial dari rongga orbita, karena dinding ini tipis.

c) Luka laserasi di palpebra (9)

Gbr.2.4.1.3 Luka laserasi di palpebra

Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

Trauma tumpul dapat pula menimbulkan luka laserasi pada palpebra. Bila luka ini

hebat dan disertai dengan edema yang hebat pula, jangan segera dijahit, tapi bersihkanlah

lukanya dan tutup dengan pembalut basah yang steril. Bila bengkaknya berkurang, baru

dijahit.

d) Kelainan gerakan mata (9)

- Kelopak mata tak dapat menutup dengan sempurna (lagoftalmus), yang dapat

disebabkan lumpuhnya N.VII

- Kelopak mata tak dapat membuka dengan sempurna (ptosis), yang mungkin

disebabkan edema atau perdarahan pada palpebra. Ptosis dapat juga terjadi akibat lumpuhnya

m.levator palpebra.

Gbr.2.4.1.3 Ptosis

Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

- Pada trauma tumpul dapat juga terlihat gangguan gerak bola mata, karena perdarahan

di rongga orbita atau adanya kerusakan di otot-otot mata luar.

Page 8: Trauma Oculi

Dapat terjadi oleh karena :

- parese atau paralise dari m. Levator palpebra (N.III)

- Pseudoptosis, oleh karena edema palpebra

e) Hiperemia konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva (9)

Gbr.2.4.1.4 Hiperemia konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva

Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

f) Timbulnya lipatan-lipatan pada M. Descement dan M. Bowman (9)

Hal ini disebabkan menurunnya tekanan intra okuler pada waktu terjadinya trauma

yang kemudian disusul dengan naiknya tonus menjadi normal kembali. Lipatan-lipatan ini

akan hilang bila tonus normal kembali. Keluhannya visus menurun, yang menjadi baik lagi

bila tonus normal kembali.

g) Perdarahan di dalam bilik mata depan (hifema) (9,10)

Gbr.2.4.1.5 Perdarahan di dalam bilik mata depan (hifema)

Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

Hifema adalah terkumpulnya darah dalam bilik depan bola mata (camera oculi

anterior). Perdarahan bilik mata depan akibat ruda paksa ini merupakan akibat yang paling

sering dijumpai karena trauma. Perdarahan bilik depan bola mata ini terutama berasal dari

pembuluh darah corpus ciliare dan sebagian kecil dari pembuluh darah iris, sedang

penyerapan darahnya sebagian besar akan diserap melalui trabekular meshwork dan

selanjutnya ke kanal schlemm, sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris.(10)

h) Pupil midriasis (9)

Page 9: Trauma Oculi

Disebabkan iridoplegia, akibat serabut saraf yang mengatur otot sfingter pupil.

Iridoplegia ini dapat terjadi temporer 2-3 minggu, dapat juga permanen, tergantung adanya

parese atau paralise dari otot tersebut. Dalam waktu itu mata terasa silau.

i) Iridodialise/iridoreksis/robekan iris (9)

Gbr.2.4.1.6 iridodialisis

Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

Merupakan robekan pada akar iris, sehingga pupil agak ke pinggir letaknya, pada

pemeriksaan biasa terdapat warna gelap selain pada pupil, tetapi juga pada dasar iris terdapat

iridodialisa. Pada pemeriksaan oftalmoskopi terdapat warna merah pada pupil dan juga pada

tempat iridodialisa, yang merupakan refleks fundus.

j) Perdarahan badan kaca (9)

Dapat berasal dari badan siliar, koroid dan retina. Karenanya bila terdapat perdarahan

di dalam badan kaca, sebaiknya dilakukan pemeriksaan ultrasonografi, untuk mengetahui

keadaan di bagian posterior mata.

k) Kelainan retina berupa edema dan ruptur retina (9)

Edema retina biasanya di daerah polus anterior dekat makula atau di perifer. Tampak

seolah-olah retina dilapisi susu. Bila terjadi di makula, visus sentral sangat terganggu dengan

skotoma sentralis.

l) Perdarahan retina (9)

Dapat timbul bila trauma menyebabkan pecahnya pembuluh darah. Bentuk

perdarahan tergantung dari lokalisasinya. Bila terdapat di lapisan serabut saraf tampak

sebagai bulu ayam, bila letak lebih keluar tampak sebagai bercak yang berbatas tegas,

perdarahan di depan retina (preretina) mempunyai permukaan datar di bagian atas dan

cembung di bagian bawah. Darahnya dapat pula masuk ke dalam badan kaca. Penderita

mengeluh terdapat bayangan-bayangan hitam di lapangan penglihatannya, kalau banyak dan

masuk ke dalam badan kaca dapat menutupi jalannya cahaya, sehingga visus terganggu.

m) Robekan sklera (9)

Page 10: Trauma Oculi

Gbr.2.4.1.7 Robekan sklera

Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam:

Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama. Jakarta: FKUI

Kalau robekannya kecil, sekitar robekan didiatermi dan robekannya dijahit. Pada

robekan yang besar, lebih baik dilakukan enukleasi bulbi, untuk hindarkan oftalmia

simpatika. Robekan ini biasanya terletak dibagian atas.

n) Eksoftalmus (9)

Biasanya disebabkan perdarahan retrobulber, berasal dari a.optalmika beserta cabang-

cabangnya. Dengan istirahat di tempat tidur, perdarahan diserap kembali, juga diberi

koagulansia. Bila eksoftalmus disertai pulsasi dan “souffles”, berarti ada aneurisma

arteriovena antara arteri karotis interna dan sinus kavernosa.

o) Enoftalmus (9)

Disebabkan robekan besar pada kapsula tenon, yang menyelubungi bola mata di luar

sklera atau disebabkan fraktur dasar orbita. Seringkali enoftalmus tidak terlihat selama masih

terdapat edema.Pada pemeriksaan funduskopi mungkin terlihat atrofi saraf optik yang

menyebabkan visus sangat menurun. Hal ini disebabkan adanya perdarahan retrobulber,

fraktura dinding orbita bagian posterior, fraktura basis kranii. Untuk menentukannya

diperlukan foto tulang tengkorak.

1.4.3 TRAUMA TEMBUS ( LUKA AKIBAT BENDA TAJAM )

Luka akibat benda tajam dapat mengakibatkan : (9)

1. Luka pada palpebra

Page 11: Trauma Oculi

Kalau Kalau pinggiran palpebra luka dan tak dapat diperbaiki, dapat menimbulkan

koloboma palpebra akuisita. Bila besar dapat mengakibatkan kerusakan kornea oleh karena

mata tak dapat menutup dengan sempurna.

2. Luka pada orbita

Luka tajam yang mengenai orbita dapat merusak bola mata, merusak saraf optik,

menyebabkan kebutaan atau merobek otot luar mata sehingga timbul paralise dari otot dan

diplopia. Mudah terkena infeksi, menimbulkan selulitis orbita (orbital phlegmon), karena

adanya benda asing atau adanya hubungan terbuka dengan rongga-rongga di sekitar orbita.

3. Luka mengenai bola mata

Harus dihentikan : - luka dengan atau tanpa perforasi

- luka dengan atau tanpa benda asing

Kalau ada perforasi di bagian depan (kornea) : bilik mata depan dangkal, kadang-

kadang iris melekat atau menonjol pada luka perforasi di kornea, tensi intra okuler merendah,

tes fistel positif. Bila perforasinya mengenai bagian posterior (sklera) : bilik mata depan

dalam, perdarahan di dalam sklera, koroid, retina, mungkin ada ablasi retina, tensi intra

okuler rendah.

a) Luka mengenai konjungtiva (9)

Bila kecil dapat sembuh dengan spontan, biloa besar perlu dijahit,disamping

pemberian antibiotik lokal dan sistemik untuk mencegah infeksi sekunder.

b) Luka di kornea (9)

Bila tanpa perforasi : erosi atau benda asing tersangkut di kornea. Tes fluoresin (+).

Jaga jangan sampai terkena infeksi, sehingga dapat timbul ulkus serpens akut atau herpes

kornea, dengan pemberian antibiotika atau kemoterapeutika yang berspektrum luas, lokal dan

sistemik. Benda asing di kornea di angkat, setelah diberi anastesi lokal dengan pantokain 1

%. Kalau mulai ada neovaskularisasi dari limbus, berikanlah kortison lokal atau

subkonjungtiva. Tetapi jangan diberikan kortison pada luka yang baru atau bila ada herpes

kornea.

Bila ada perforasi : bila luka kecil, lepaskan konjungtiva di limbus yang berdekatan,

kemudian di tarik supaya menutupi luka kornea tersebut (flap konjungtiva). Bila luka di

kornea luas, maka luka itu harus dijahit. Kemudian ditutup dengan flap konjungtiva. Jika luka

di kornea itu disertai dengan prolaps iris, iris yang keluar harus dipotong dan sisanya di

reposisi, robekan di kornea dijahit dan ditutup denganh flap konjungtiva. Kalau luka telah

berlangsung beberapa jam, sebaiknya bilik mata depan dibilas terlebih dahulu dengan larutan

Page 12: Trauma Oculi

penisilin 10.000 U/cc, sebelum kornea dijahit. Sesudah selesai seluruhnya, berikan antibiotika

dengan spektrum luas lokal dan sistemik, juga subkonjungtiva. (9)

c) Luka di sklera (9)

Luka yang mengenai sklera berbahaya karena dapat mengakibatkan perdarahan badan

kaca, keluarnya isi bola mata, infeksi dari bagian dalam bola mata, ablasi retina. Luka kecil,

tanpa infeksi sekunder pada waktu terkena trauma, dibersihkan, tutup dengan konjungtiva,

beri antibiotik lokal dan sistemik, mata ditutup. Luka dapat sembuh. Luka yang besar, sering

disertai dengan perdarahan badan kaca, prolaps badan kaca, koroid atau badan siliar,

mungkin terdapat di dalam luka tersebut. Bila masih ada kemungkinan, bahwa mata itu masih

dapat melihat, maka luka dibersihkan, jaringan yang keluar dipotong, luka sklera dijahit,

konjungtiva dijahit, beri atropin, kedua mata ditutup. Sekitar luka didiatermi. Bila luka cukup

besar dan diragukan bahwa mata tersebut masih dapat melihat, maka sebaiknya di enukleasi,

untuk menghindarkan timbulnya optalmia simpatika pada mata yang sehat.

d) Luka pada corpus siliar (9)

Luka disini mempunyai prognosis yang buruk, karena kemungkinan besar dapat

menimbulkan endoftalmitis, panoftalmitis yang dapat berakhir dengan ptisis bulbi pada mata

yang terkena trauma, sedang pada mata yang sehat dapat timbul oftalmia simpatika. Karena

itu bila lukanya besar, disertai prolaps dari isi bola mata, sehingga mata mungkin tak dapat

melihat lagi, sebaiknya di enukleasi bulbi, supaya mata yang sehat tetap baik.

Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam bola mata ,

maka akan terlihat tanda-tanda bola mata tembus, seperti ;

- Mata merah, nyeri, fotofobia, blepharospasme dan lakrimasi

- Tajam penglihatan yang menurun akibat tedapatnya kekeruhan media refrakta secara

langsung atau tidak langsung akibat ruma tembus tersebut

- Tekanan bola mata rendah akibat keluarnya cairan bola mata

- Bilik mata dangkal akibat perforasi kornea

- Bentuk dan letak pupil berubah.

- Terlihatnya rupture pada kornea atau sclera

- Adanya hifema pada bilik mata depan

- Terdapat jaringan yang di prolaps seperti cairan mata, irirs lensa, badan kaca atau

retina.

Page 13: Trauma Oculi

Gambar 4. Lokasi-lokasi cedera pada mata.

Ket: A) Tampak dari depan.

B) Tampak dari samping

Sumber: Wijana N. 1993. Trauma. Dalam: Ilmu Penyakit Mata, Edisi Pertama.

Jakarta: FKUI

2.5. Diagnosis

Diagnosis trauma okuli dapat di tegakkan berdasarkan anamnesis, pemerksaan fisis

dan pemeriksaan penunjang jika tersedia. Pada anamnesis informasi yang di peroleh dapat

berupa mekanisme dan onset terjadinya trauma., bahan penyebab truma dan pekrjaan untuk

mengetahui objek penyebabnya. Anamnesis harus mencakup perkiraan ketajaman

penglihatan sebelum dan segera sesudah cedera. Harus di catat apakah gangguan penglihatan

bersifat prograsif lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing

intraokuler apabila terdapat riwayat me-malu, mengasah atau kedakan. Cedera pada anak

dengan riwayat yang tidak sesuai dengan cedera yang diderita, harus di curigai akan adanya

penganiayaan anak. Riwayat kejadian harus diarah secara khusus pada detail terjadinya

trauma, riwayat pembedahan okuler sebelumnya, riwayat penyakit, pengobatan sebelumnnya

dan elergi.(3)

Pada anamnesis perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau

saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi

secara tiba-tiba. Harus dicurigai adanya benda asing apabila ada riwayat pemakaian palu,

pahat, ataupun ledakan, dan harus dipertimbangkan untuk melakukan pencitraan. Pemakaian

palu dan pahat dapat melepaskan serpihan-serpihan logam yang akan menembus bola mata,

Page 14: Trauma Oculi

dan hanya meninggalkan petunjuk perdarahan subkonjungtiva yang mengindikasikan adanya

penetrasi sklera dan benda asing yang tertingal. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur

merupakan gambaran umum trauma, namun gejala ringan dapat menyamarkan benda asing

intraokular yang berpotensi membutakan. (4)

Pemeriksaan struktur eksternal mata termasuk didalamnya palpasi, inspeksi dengan

penlight, pemeriksaan kelopak mata, pewarnaan dengan fluoresensi, dan anestesi topikal.

Palpasi rima orbita harus dilakukan bila dicurigai terjadi cedera tumpul atau fraktur. Penlight

digunakan untuk memeriksa mata akan adanya tanda-tanda perforasi, seperti dangkalnya

kamera anterior atau prolaps uvea. Hifema dapat timbul tanpa perforasi dan, pada

kenyataanya, sering ada pada trauma tumpul. Pemeriksaan kelopak mata (retraksi dan eversi

kelopak mata atas dan bawah) akan membantu inspeksi benda asing atau luka bakar kimiawi.

Apabila pasien merasakan adanya benda asing atau bila ada riwayat trauma tumpul dan

trauma tajam, dapat dilakukan pemeriksaan dengan fluoresensi, dengan memberi pewarnaan

pada kornea untuk mengidentifikasi adanya defek epitel kornea.(4)

Bagian anterior mata harus diperiksa dengan memakai lup atau slit lamp yang

bertujuan untuk mengetahui lokasi luka atau celah tembus. Pemeriksaan oftalmoskopi direk

dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan tonometri

untuk mengatahui tekanan intraokular, dimana trauma yang menyebabkan rupture bola mata

dapat menyebabkan tekanan intraokular yang menurun. (10)

Pemeriksaan fisik dilakukan secara hati-hati dan manipulasi sedapat mungkin

diminimalisir. Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencatatan ketajaman

penglihatan. Apabila gangguan penglihatannya parah, maka periksa proyeksi cahaya,

diskriminasi dua titik, dan adanya defek pupil eferan. Periksa motilitas mata dan sensasi kulit

perorbita dan lakukan palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita. Pada

pemeriksaan kornea dan konjungtiva bila luka tidak menyebabkan rupture bola mata, maka

dilakukan eversi kelopak mata untuk mengetahui lokasi benda tersebut sejelas-jelasnya.

Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran bentuk dan reaksi terhadap

cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata yang lain untuk memastikan apakah

terdapat defek pupil di mata yang cedera. Bila dalam inspeksi terlihat rupture bola mata atau

adanya kecenderungan rupture bola mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi. Mata

dilindungi dengan pelindung tanpa bebat, kemudian dirujuk ke spesialis mata. Dokumentasi

foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan medikolegal pada semua kasus trauma eksternal.(4,8)

Page 15: Trauma Oculi

Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam cedera di segmen

anterior bola mata. Tes fluoresisn dapat digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera

kelihatan dengan jelas. Pemeriksaan tonometri perlu dilakukan untuk mnegetahui tekanan

bola mata. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek penting untuk

dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila benda asing yang masuk

cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari

mata. Tes ini dilakukan dengan cara memberi anestesi pada mata yang akan di periksa,

kemusian diuji pada strip fluorescein steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter

kobalt biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila ada

pengeluaran cairan mata.(4)

CT-Scan merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengetahui benda asing intraokular.

X-Ray dapat dilakukan apabila CT-Scan tidak memungkinkan. MRI tidak direkomendasikan

untuk pemeriksaan benda asing jenis metal, karena medan magnet yang diproduksi saat

pemeriksaan dilakukan dapat menyebabkan benda asing menjadi proyektil berkecepatan

tinggi dan menyebabkan kerusakan okular. Ultrasound biomikroskop juga bermanfaat dalam

menentukan lokasi dari benda asing intraokular. Electroretinography (ERG) berguna untuk

mengetahui ada tidaknya degenarasi pada retina dan sering digunakan pada pasien yang tidak

berkomunikasi dengan pemeriksa.(4,8)

2.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma ataupun

jenis trauma itu sendiri.

2.6.1 Penatalaksanaan Segera Trauma Mata

Apabila jelas tampak ruptur bola mata,maka manipulasi lebih lanjut lebih lanjut untuk

dihindari sampai pasien tersebut mendapat anastesia umum.Sebelum pembedahan jangan

diberi obat sikloplegik atau antibiotika topikal karena kemungkinan toksisitas pada jaringan

intraokuler yang terpajan.Berikan antibiotika parenteral spektrum luas dan pakaian pelindung

Fox ( atau sepertiga bagian bawah corong kertas ) pada mata.Analgetik,antiemetik,dan

antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan,dengan restriksi makan dan minum.Induksi

anestesi umum jangan menggunakan obat-obatan penghambat depolarisasi

neomuskular,karena dapat meningkatkan secara transien di dalam bola mata sehingga

Page 16: Trauma Oculi

meningkatkan kecenderungan herniasi isi intra okuler.Anak juga lebih baik diperiksa awal

dengan bantuan anestetik umum yang bekerja singkat.

2.6.2 Pengobatan Trauma Tembus Bola Mata

Trauma dapat mengakibatkan robekan pada konjungtiva saja.Bila robekan pada

konjungtiva ini tidak melebihi 1 cm,maka tidak perlu dilakukan penjahitan.Bila robekan

konjungtiva lebih dari 1 cm diperlukan tindakan penjahitan untuk mencegah terjadinya

granuloma.Pada setiap robekan konjungtiva perlu diperhatikan terdapatnya robekan sclera

bersama-sama dengan robekan konjungtiva tersebut.

Pada pasien dengan luka tembus bola mata maka kepadanya diberikan antibiotika sistemik

atau intravena dan pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan.Pasien juga diberi

antitetanus profilaksis,analgetik,dan kalau perlu penenang.Sebelum dirujuk,mata tidak boleh

diberi salep,karena salep dapat masuk ke dalam mata.Pasien tidak boleh diberikan steroid

local,dan beban yang diberikan pada mata tidak menekan bola mata.Pada penutupan luka

segmen anterior,harus digunakan teknik-teknik bedah mikro.Laserasi kornea diperbaiki

dengan jahitan nilon10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air.Iris atau korpus

siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan <24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola

mata dengan viskoelastik atau dengan memasukkan suatu spatula sikiodialisis melalui insisi

tusuk di limbus dan menyapu jaringan keluar dari luka. Apabila hal ini tidak dapat

dilakukan,apabila jaringan telah terpajanlebih dari 24 jam,atau apabila jaringan tersebut

mengalami iskemia dan kerusakan berat,maka jaringan yang prolaps harus dieksisi setinggi

bibir luka.Setiap jaringan yang dipotong harus dikirim ke laboratorium patologik untuk

diperiksa.Dilakukan pembiakan untuk memeriksa kemungkinan infeksi bakteri atau

jamur.Sisa-sisa lensa dan darah dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau

virektomi atau peralatan virektomi.Reformasi kamera anterior selama tindakan perbaikan

dapat dicapai dengan cairan intraokuler fisiologis,udara atau viskoelastik.

Luka sclera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interupted yang tidak dapat diserap.Otot-otot

rektus dapat secara sementara dilepaskan dan insersinya agar tindakan lebih mudah

dilakukan.Luka keluar di bagian posterior sclera, pada cidera tembus ganda dapat sembuh

sendiri,dan biasanya tidak dilakukan usaha penetupan.Bedah vitreoretinal,bila ada luka

kornea yang besar,dapat dilakukan melalui keratoprostesis Landers Foulks temporer sebelum

melakukan penanaman kornea.Enukleasi dan Eviserasi primer hanya boleh dipikirkan bila

bola mata mengalami kerusakan total.