35
TRAUMA OKULI NON PERFORANS A. PENDAHULUAN Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari trauma. Bola mata terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang-tulang yang kuat. Kelopak mata dapat menutup dengan cepat untuk mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata dapat mentoleransi tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walaupun mata mempunyai system pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulber selain terdapatnya reflex memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan . (1) Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan terutama kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda terutama pria merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami

Trauma Oculi Non Perforans

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Trauma Oculi Non Perforans

Citation preview

Page 1: Trauma Oculi Non Perforans

TRAUMA OKULI NON PERFORANS

A. PENDAHULUAN

Struktur bola mata terbentuk cukup baik untuk melindungi mata dari

trauma. Bola mata terletak pada permukaan yang dikelilingi oleh tulang-

tulang yang kuat. Kelopak mata dapat menutup dengan cepat untuk

mengadakan perlindungan dari benda asing, dan mata dapat mentoleransi

tabrakan kecil tanpa kerusakan. Walaupun mata mempunyai system

pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita, kelopak, dan jaringan

lemak retrobulber selain terdapatnya reflex memejam atau mengedip, mata

masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma dapat mengakibatkan

kerusakan pada bola mata dan kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita.

Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit

sehingga mengganggu fungsi penglihatan .(1)

Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah

terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan

terutama kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda; kelompok usia ini

mengalami sebagian besar cedera mata yang parah. Dewasa muda terutama

pria merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami cedera

tembus mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki, cedera akibat

olah raga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang

paling sering menyebabkan trauma mata.(1,2)

Trauma pada mata dapat mengenai jaringan kelopak, konjungtiva,

kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. (1)

Trauma mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah

terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.

Secara garis besar trauma okular dibagi dalam 4 kategori : trauma tumpul,

trauma tembus bola mata, trauma radiasi dan trauma kimia.(1,3)

Page 2: Trauma Oculi Non Perforans

B. INSIDENS

Trauma okular, terutama yang berat dan mengakibatkan penurunan

penglihatan bahkan kehilangan penglihatan. Trauma okular adalah penyebab

kebutaan yang cukup signifikan, terutama pada golongan sosioekonomi

rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okular dialami

oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita.

Dari data WHO tahun 1998 trauma okular berakibat kebutaan

unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus

bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata.

Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika

Serikat mencapai 16 % dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan

di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93 %) dengan umur rata-rata 31

tahun.3

Pada Beaver Dam Eye Study, dilaporkan sekitar 20% orang dewasa

mengalami trauma okuli sepanjang kehidupan mereka dan mereka

mengalami trauma okuli 3 kali lebih sering dibandingkan trauma yang lain.

Pada penelitian ini, benda tajam menyebabkan trauma lebih dari setengah

pada semua trauma. Sangat mengejutkan bahwa daerah rumah lebih

memiliki kecenderungan untuk mengalami trauma pada mata dibandingkan

di area perkantoran tetapi sekitar 23% trauma okuli dihubungkan dengan

olahraga. (4)

C. ANATOMI MATA

Fungsi dari mata tergantung dari pertahanan anatomi yang

berhubungan antara palpebra, kornea, bilik mata depan, lensa, retina, otot-

otot ekstraokuler, dan saraf. Kerusakan permanen yang terjadi pada

komponen diatas dapat menyebabkan penurunan penglihatan bahkan dapat

mengakibatkan kebutaan.(3,6)

Page 3: Trauma Oculi Non Perforans

I. Palpebra

Palpebra, ada dua palpebra superior yang dengan M. levator

superior dipersarafi oleh N. okulomotorius, dan palpebra inferior oleh M.

levator inferior oleh N. okulomotorius. Gangguan pada saraf optik nervus

okulomotorius, dapat menyebabkan M. levator palpebra lumpuh,

akibatnya terjadi ptosis. Fungsi dari palpebra adalah memberikan proteksi

mekanis pada bola mata anterior, mensekresi bagian berminyak dari

lapisan film air mata, menyebarkan film air mata ke konjungtiva dan

kornea, mencegah mata kering dan memiliki puncta tempat air mata

mengalir ke sistem drainase lakrimal.

Pada palpebra juga terdapat kelenjar seperti kelenjar sebasea,

kelenjar Moll atau kelenjar keringat, kelenjar Zeis pada pangkal rambut

dan kelenjar Meibom pada tarsus. (1,2,3,7)

Gambar 4. Anatomi mata tampak depan

Page 4: Trauma Oculi Non Perforans

Gambar 5. Anatomi mata tampak depan potongan sagital

II. Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis

yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Konjungtiva

mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin

bersifat membasahi bolam mata terutama kornea.

Konjungtiva dapat dibagi dalam 3 zona geografis: palpepra, forniks

dan bulbar. Konjungtiva palpebra dimulai dari jembatan mukokutaneus

dari kelopak mata dan melindunginya pada pemukaan dalam. Konjungtiva

forniks yang merupakan peralihan dari konjungtiva bulbar dan palpebra

dan merupakan lipatan-lipatan besar. Konjungtiva bulbaris melekat

longgar ke septum orbikular ujung forniks dan melipat berkali-kali,

sehingga memungkinkan bola mata bergerak. Kecuali di limbus,

konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul Tenon dan sklera

dibawahnya. (1,2,3)

Page 5: Trauma Oculi Non Perforans

III. Sklera

Sklera adalah pembungkus fibrosa yang menjadi pelindung dari

sekitar 4/5 permukaan mata. Jaringan ini kontras dengan kornea yang

transparan, dimana sklera padat dan putih serta bersambung dengan kornea

di sebelah anterior dan durameter optikus di belakang. Insersi sklera pada

otot rektus sangat tipis yaitu skitar 0,3 mm dan bertambah 1 mm

ketebalannya di posterior. Sklera menjadi tipis dan berjalan melintang

pada lamina kribrosa, dimana akson dari sel ganglion keluar untuk

membentuk nervus opticus. Nutrisi sklera lewat pembuluh darah dipasok

oleh episklera yaitu lapisan tipis dari jaringan elastis halus yang

membungkus permukaan luar sklera anterior. (1,2)

IV. Kornea

Kornea menempati pertengahan dari rongga bola mata anterior

yang terletak diantara sklera. Kornea sendiri merupakan lapisan avaskuler

dan menjadi salah satu media refraksi (bersama dengan humor aquous

membentuk lensa positif sebesar 43 dioptri). Kornea memiliki permukaan

posterior lebih cembung daripada anterior sehingga rata mempunyai

ketebalan sekitar 11,5 mm (untuk orang dewasa). Fungsi dari kornea

adalah merefraksikan cahaya dan bersama dengan lensa memfokuskan

cahaya ke retina serta melindungi struktur mata internal.

Kornea memiliki lima lapisan yang berbeda dari anterior ke

posteror, yaitu: epitel, membrana Bowman, stroma, membrana Descman

dan endotel. Kornea mendapat suplai makan dari humor aquous,

pembuluh-pembuluh darah sekitar limbus dan air mata. Perbedaan antara

kapasitas regenerasi epitel dan endotel sangat penting. Kerusakan lapisan

epitel, misalnya karena abrasi, dengan cepat diperbaiki. Endotel, yang

rusak karena penyakit atau pembedahan misalnya, tidak dapat

beregenerasi. Hilangnya fungsi sawar dan pompa pada endotel

Page 6: Trauma Oculi Non Perforans

menyebabkan hidrasi berlebihan, distorsi bentuk reguler serat kolagen, dan

keruhnya kornea. (1,2,3)

V. Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan

hampir transparan. Tebalnya sekitar 4 mm dan diametarnya 9 mm. Lensa

terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah ekuator pada badan

siliar melalui Zonula Zinni. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau

saraf di lensa. Lensa mata mempunyai peranan pada akomodasi atau

melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di daerah makula lutea. (1,3)

VI. Uvea

Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan

uvea dibatasi oleh ruang yang potensi mudah dimasuki darah bila terjadi

perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan

uvea ini terdiri dari iris, badan siliar (terletak pada uvea anterior) dan

koroid (terletak pada uvea posteror). Pada iris didapatkan pupil yang oleh

3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata.

Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis, sedang sfingter iris dan otot

siliar dipersarafi oleh simpatis. Otot siliar yang terletak di badan siliar

mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan akomodasi. (1,2,3)

Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan

bilik mata (aquoas humor) yang dikeluarkan melalui trabekulum yang

terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.

Koroid dibentuk oleh arteriol, venula, dan anyaman kapiler

berfenestrasi yang padat. Koroid memiliki aliran darah yang banyak

sehingga berfungsi untuk memberi nutrisi lapisan luar retina bagian dalam

dan mungkin berperan dalam homeostasis temperaturnya. (3)

Page 7: Trauma Oculi Non Perforans

VII. Retina

Retina merupakan selembar tipis jaringan saraf yang semi

transparan. Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan

epitel berpigmen retina, sehingga juga bertumpuk dengan membrana

Bruch, koroid dan sklera. Di sebahagian besar tempat, retina dan epitelium

pigmen retina mudah terpisah sehingga membentuk suatu ruang subretina,

seperti yang terjadi pada ablasio retina. (1,2,3)

Gambar 6. Anatomi mata potongan sagital

Page 8: Trauma Oculi Non Perforans

VII. Otot penggerak bola mata

Terdapat enam otot pengerak bola mata dan terdapat kelenjar

lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita,

yaitu : (1,3,6)

M. rektus superior → N. (III) Okulomotorius

M. rektus inferior → N. (III) Okulomotorius

M. rektus lateralis → N. (VI) Abdusen

M. rektus medialis → N. (III) Okulomotorius

M. oblikus superior → N. (III) Okulomotorius

M. oblikus inferior → N. (IV) Trochlearis

Gambar 7. Otot-otot Bola Mata

Page 9: Trauma Oculi Non Perforans

D. PATOFISIOLOGI

Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli

yaitu coup, countercoup, equatorial, dan global repositioning. Cuop adalah

kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma. Countercoup merupakan

gelombang getaran yang diberikan oleh cuop, dan diteruskan melalui okuler

dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari bola mta

cenderung mengambang dan merupah arsitektur dari okuli normal. Pada

akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini

tidak selalu seperti yang diharapkan.(4)

Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan

permukaan luar bola mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda asing.

Meskipun demikian kebanyakan trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi

pada kornea dan pembetukan infeksi yang berasal dari terputusnya atau

perlengketan pada kornea yang mana hal ini dapat menjadi serius. Benda

asing dan aberasi di kornea menyebabkan nyeri dan iritasi yang dapat

dirasakan sewaktu mata dan kelopak mata digerakkan. Defek epitel kornea

dapat menimbulkan keruhan serupa. Fluoresens akan mewarnai membran

basal epitel yang terpajan dan dapat memperjelas kebocoran cairan akibat

luka tembus (uji Seidel positif). 2

Mekanisme trauma pada bola mata akibat benda tumpul:6

1. Dampak langsung pada bola mata: tempat kontak mendapatkan

cedera terbesar pada mata.

2. Kekuatan gelombang penekanan: ditransmisikan melalui isi

cairan ke seluruh arah dan menghantam bilik mata depan,

mendorong diafragma iris ke belakang, dan juga menghantam

koroid dan retina. Kadang-kadang gelombang penekanan sangat

besar sehingga menyebabkan cedera pada tempat yang jauh dari

tempat cedera awal yang disebut counter coup.

Page 10: Trauma Oculi Non Perforans

Dampak langung

Kekuatan gelombang penekanan

Kekuatan gelombang penekanan dipantulkan

Kekuatan gelombang penekanan balik

3. Kekuatan gelombang penekanan yang dipantulkan: setelah

mengenai dinding luar, maka gelompang penekanan menuju ke

kutub belakang dan dapat merusak fovea.

4. Kekuatan gelombang penekanan balik: setelah mengenai

dinding belakang, gelombang penekanan dikembalikan lagi ke

depan, yang dapat merusak koroid dan diafragma dengan tarikan

dari belakang ke depan.

Gambar 8. Patofisiologi trauma tumpul

E. ETIOLOGI

Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah

terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.

Pada mata dapat terjadi berbagai macam bentuk trauma.

Macam-macam bentuk trauma:

Mekanik

1. Trauma tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau

bola bulu tangkis, membuka tutup botol tidak dengan alat.

Page 11: Trauma Oculi Non Perforans

2. Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan

peralatan pertukangan.

Kimia

1. Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan

pembersih lantai, kapur, lem.

2. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di

laboratorium.

Radiasi

1. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar

matahari.

2. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi.

Gejala yang ditimbulkan tergantung jenis trauma serta berat dan

ringannya trauma.

Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai

tertinggalnya benda asing di dalam mata. Benda asing yang

tertinggal dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun

contohnya logam besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan

misalnya potongan kayu. Bahan tidak beracun seperti pasir, kaca.

Bahan tidak beracun dapat pula menimbulkan infeksi jika tercemar

oleh kuman.

Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu

penurunan penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di

dalam bola mata, terlepasnya selaput jala (retina) atau sampai

terputusnya saraf penglihatan sehingga menimbulkan kebutaan

menetap.

Trauma kimia basa umumnya memperlihatkan gejala lebih berat

daripada trauma kimia asam. Mata nampak merah, bengkak, keluar

Page 12: Trauma Oculi Non Perforans

air mata berlebihan dan penderita nampak sangat kesakitan, trauma

basa akan berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan

mata/ kornea secara perlahan-lahan.

Trauma Radiasi

1. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan

menyebabkan kromatolisis sel.

2. Reaksi pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa

vasoparalisa sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel

rusak, cairan keluar dari pembuluh darah maka terjadi edema.

3. Reaksi jaringan. Reaksi jaringan ini biasanya berupa robekan

pada kornea, sklera dan sebagainya.

F. KLASIFIKASI

Trauma mata terbagi dua yaitu trauma mata tertutup bila tidak

menembus melewati struktur dinding bola mata (non-full thickness), dan

trauma terbuka bila melewati seluruh struktur dinding bola mata (full

thickness). (8)

Trauma mata tertutup terbagi menjadi kontusio dan laserasi lamellar.

Pada kontusio tidak terdapat luka ada permukaan bola mata. Trauma terjadi

karena energi yang dibawa oleh objek, misalnya energi kinetik yang dibawa

oleh benturan yang menyebabkan perubahan bentuk dari bola mata. (4,8)

Trauma mata terbuka terbagi menjadi laserasi dan ruptur bola mata.

Laserasi merupakan luka pada seluruh dinding bola mata yaitu pada tempat

yang terkena trauma, karena sebuah objek yang tajam dari luar (out-side in

mechanism). Laserasi ini terdiri dari penetrasi, perforasi dan IOFB.

Dikatakan trauma penetrasi bila terjadi luka masuk dan prolaps dari isi mata

sedangkan dikatakan trauma perforasi bila terjadi luka masuk dan luka

keluar. Sedangkan ruptur bola mata merupakan luka pada seluruh dinding

bola mata karena sebuah objek dari luar yang tumpul (blunt) namun efek

Page 13: Trauma Oculi Non Perforans

trauma dari objek tersebut bukan hanya pada lokal pada area yang

bersentuhan tetapi pada daerah lain pada bola mata. Energi yang timbul dari

objek tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler sesaat

sehingga dinding bola mata akan bergerak ke arah titik yang paling lemah

(inside-out mechanism). (4,8,9)

Gambar 7. Klasifikasi Trauma Okuli

G. GAMBARAN KLINIS

Terdapat beberapa jenis trauma okuli yang lazim ditemukan yaitu: (1,2,3,4,10)

Trauma tertutup

i. Kontusio bola mata : tidak terdapat luka pada dinding mata,

tetapi dapat terjadi kerusakan intraokular seperti ruptur

koroid atau perubahan bentuk bola mata.

ii. Laserasi lamellar : trauma yang menyebabkan kerusakan

parsial dinding mata.

Page 14: Trauma Oculi Non Perforans

Trauma terbuka

i. Ruptur bola mata: kerusakan seluruh ketebalan dinding

mata akibat benda tumpul.

ii. Laserasi: kerusakan seluruh ketebalan dinding mata akibat

benda tajam. Trauma laserasi dapat diklasifikasikan lagi

menjadi:

1. Benda asing intraokular: terdapat benda asing yang

tertinggal dalam bola mata.

2. Penetrasi bola mata: trauma laserasi tunggal yang

disebabkan benda tajam.

3. Perforasi bola mata: ditandai oleh adanya luka

masuk dan luka keluar yang disebabkan oleh benda

yang sama.

Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang terdepan

sampai yang terdalam. Trauma tumpul okular bisa mengenai:

1)   Palpebra

Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator apaneurosis

dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen. Bisa terjadi hematom

palpebral akibat pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit

kelopak mata akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.

2)   Saluran Lakrimalis

Dapat merusak sistem pengaliran air mata dari pungtum lakrimalis

sampai ke rongga hidung. Hal ini dapat menyebabkan kekurangan air

mata.

Page 15: Trauma Oculi Non Perforans

3)   Konjungtiva

Dapat terjadi edema dan kemotik konjungtiva. Bisa terjadi hematom

subkonjungtiva apabila ruptur pembuluh darah seperti arteri

konjungtiva dan episklera.

4)   Kornea

Edema kornea dapat terjadi akibat trauma tumpul keras, malah bisa

terjadi ruptur membran Descement. Erosi kornea dapat terjadi apabila

terkelupasnya epitel kornea diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel

kornea.

5)   Uvea

Bisa terjadi iridoplegia (kelumpuhan otot sfingter pupil) sehingga pupil

midriasis. Hal ini dapat mengganggu proses akomodasi untk melihat

jarak dekat. Bisa terjadi iridodialisis (robekan pada pangkal iris),

sehingga pupil agak ke pinggir letaknya, pada pemeriksaan terdapat

warna gelap selain pada pupil, juga pada dasar iris tempat iridodialisis.

6)   Bilik Mata Depan

Hifema adalah terkumpulnya darah dalam bilik depan bola mata

(camera oculi anterior). Perdarahan bilik mata depan akibat ruda paksa

ini merupakan akibat yang paling sering dijumpai karena trauma.

Perdarahan bilik depan bola mata ini terutama berasal dari pembuluh

darah korpus siliaris dan sebagian kecil dari pembuluh darah iris,

sedang penyerapan darahnya sebagian besar akan diserap melalui

trabekular Meshwork dan selanjutnya ke kanal Schlemm, sisanya akan

diabsorbsi melalui permukaan iris.

Page 16: Trauma Oculi Non Perforans

Hifema dapat diklasifikasi menjadi:

Hifema tingkat I : perdarahan mengisi ¼ bagian bilik depan

mata

Hifema tingkat II : perdarahan mengisi ½ bagian bilik depan

mata

Hifema tingkat III : perdarahan mengisi ¾ bagian bilik depan

mata

Hifema tingkat IV : perdarahan mengisi penuh bilik depan mata

7)   Lensa

Dapat terjadi dislokasi lensa jika terputusnya zonula Zinn secara

komplit. Apabila zonula Zinn terputus hanya secara parsial, maka

dapat terjadi subluksasi lensa. Pada trauma tumpul lensa yang sudah

lama, dapat juga terjadi katarak akibat trauma tersebut. Selain itu juga,

dapt terbentuk juga cincin Vossius segera setelah trauma akibat deposit

iris pada bagian depan lensa.

8)   Retina dan Koroid

Dapat terjadi edema retina dan koroid yang menyebabkan peglihatan

yang sangat menurun. Ablasi retina dapat terjadi jika terlepasnya retina

dari koroid. Selain itu, bisa terjadi ruptur pada koroid.

9)   Saraf (II) Optik

Dapat terjadinya avulsi papil saraf optik, yaitu terlepasnya saraf optik

dari pangkal bola mata. Selain itu juga, bisa terjadi kompresi pada

saraf optik yang menyebabkan optik neuropati traumatik yang sangat

mengganggu penglihat walaupun tidak didapatkan kelainan nyata pada

retina.

H. DIAGNOSIS

Page 17: Trauma Oculi Non Perforans

Diagnosis trauma okuli dapat di tegakkan berdasarkan anamnesis,

pemerksaan fisis dan pemeriksaan penunjang jika tersedia.

Anamnesis

Pada anamnesis informasi yang di peroleh dapat berupa mekanisme

dan onset terjadinya trauma, bahan penyebab trauma dan pekerjaan untuk

mengetahui objek penyebabnya. Anamnesis harus mencakup perkiraan

ketajaman penglihatan sebelum dan segera sesudah cedera. Harus di catat

apakah gagnguan penglihatan bersifat progresif lambat atau berawitan

mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing intraokuler apabila terdapat

riwayat terjadi ledakan atau mengasah. Riwayat kejadian harus diarah secara

khusus pada detail terjadinya trauma, riwayat pembedahan okuler

sebelumnya, riwayat penyakit, pengobatan sebelumnnya dan alergi.(2)

Anamnesis pada trauma okuli:

I. Riwayat trauma

a) Bagaimana trauma terjadi

b) Waktu terjadinya trauma

c) Penggunaan pelindung mata

d) Riwayat penatalaksanaan trauma sebelumnya

II. Riwayat penyakit mata sebelumnya

a) Riwayat penglihatan kabur

b) Riwayat penyakit mata

c) Pengobatan mata

d) Riwayat operasi sebelumnya

III. Riwayat medis

Page 18: Trauma Oculi Non Perforans

a) Diagnosis

b) Pengobatan

c) Alergi obat

d) Faktor resiko HIV dan hepatitis

e) Pemberian vaksin anti tetanus

Pemeriksaan Fisik

Sebisa mungkin dilakukan pemeriksaan oftalmik lengkap termasuk

pemeriksaan visus, reaksi pupil, lapangan pandang, pergerakan otot-otot

ekstraokular, tekanan intraokular, pemeriksaan slit lamp, funduskopi dan

lain-lain.

Setiap laserasi kelopak mata yang letaknya di kantus medialis

hendaknya dipertimbangkan kemungkinan terlibatnya sistem lakrimasi

sehingga terbukti tidak. Pemeriksaan tulang-tulang orbita terhadap

kemungkinan terjadinya fraktur harus dilakukan. Ruptur bola mata adalah

segera ditentukan pada pemeriksaan fisis. Namun, biasanya ini tersembunyi.

Pemeriksaan mata yang mengalami trauma harus diperiksa dengan

sistematis dan hati-hati agar penatalaksanaan dapat dilakukan dengan segera

dan mengurangi trauma yang lebih lanjut.

Pemeriksaan slit lamp juga dapat dilakukan untuk melihat kedalam

cedera di segmen anterior bola mata. Tes fluoresen dapat digunakan untuk

mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan dengan jelas. Pemeriksaan

tonometri perlu dilakukan untuk mengetahui tekanan bola mata.

Pemeriksaan fundus yang didilatasikan dengan oftalmoskop indirek penting

untuk dilakukan untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila

benda asing yang masuk cukup dalam, dapat dilakukan tes seidel untuk

mengetahui adanya cairan yang keluar dari mata. Tes ini dilakukan dengan

cara memberi anestesi pada mata yang akan di periksa, kemusian diuji pada

strip fluoresen steril. Penguji menggunakan slit lamp dengan filter kobalt

Page 19: Trauma Oculi Non Perforans

biru, sehingga akan terlihat perubahan warna strip akibat perubahan pH bila

ada pengeluaran cairan mata.

Bila dalam inspeksi terlihat ruptur bola mata atau adanya

kecenderungan ruptur bola mata, maka tidak dilakukan pemeriksaan lagi.

Mata dilindungi dengan pelindung tanpa bebat, kemudian dirujuk ke

spesialis mata. Dokumentasi foto bermanfaat untuk tujuan-tujuan

medikolegal pada semua kasus trauma eksternal.(2,6,10)

Pemeriksaan Penunjang

1. Foto polos orbita dapat berguna untuk mengevaluasi tulang orbita,

sinus paranasal dan mengidentifikasi benda asing radioopak. Proyeksi

waters menampilkan gambaran yang paling baik dari dasar orbita dan

mendeteksi air-fluid level pada sinus maksila. Proyeksi anteroposterior

untuk melihat dinding medial orbita, dan proyeksi lateral untuk

visualisasi atap orbita, sinus maksila dan frontal, zygoma dan sella

tursika.

2. CT Scan untuk evaluasi struktur intraokuler dan periorbita, deteksi

adanya benda asing intraokuler metalik dan menentukan terdapatnya

atau derajat kerusakan periokuler, keikutsertaan trauma intrakranial

misalnya perdarahan subdural.

3. USG orbita pada keadaan media refraksi keruh untuk mendapatkan

informasi tentang status dari struktur intraokuler, lokalisasi dari benda

asing intraokuler, deteksi benda asing non metalik, deteksi perdarahan

koroid, ruptur sklera posterior, ablasio retina, dan perdarahan

subretina.

I. PENATALAKSANAAN

Page 20: Trauma Oculi Non Perforans

Penatalaksanaan trauma okuli mesti cepat dan tepat karena apabila

perbaikan primer tidak terjadi dalam 24 jam maka dapat terjadi edema yang

menghambat penutupan jaringan dan mengakibatkan akan terbentuk

sikatriks. (2)

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya

trauma ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat tujuan

utama dalam mengatasi kasus trauma okular non perforans adalah:

Memperbaiki penglihatan.

Mencegah terjadinya infeksi.

Mempertahankan arsitektur mata.

Mencegah sekuele jangka panjang.

Penanganan yang dapat dilakukan pada trauma okular non perforans

berdasarkan lokasi terjadinya trauma adalah:

1)   Palpebra

Apabila terjadi hematom palpebra, Penanganan pertama dapat

diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan.

Selanjutnya untuk memudahkan absorpsi darah dapat dilakukan

kompres hangat.

2)   Saluran Lakrimalis

Jika terjadi kerusakan pada saluran lakrimalis, dapat dilakukan

pembedahan pada saluran tersebut

.

3)   Konjungtiva

Page 21: Trauma Oculi Non Perforans

Pada edem konjungtiva dapat diberikan dekongestan untuk mencegah

pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva. Pada edem

konjungtiva yang berat dapat dilakukan insisi sehingga cairan

konjungtiva kemotik keluar melalui insisi tersebut.

4)   Kornea

Edema kornea dapat terjadi akibat trauma tumpul keras. Pengobatan

yang diberikan adalah larutan hipertonik seperti NaCl 5%, glukosa

40% atau larutan albumin. Bila terjadi peninggian tekanan bola mata

maka dapat diberikan asetozolamida. Dapat diberikan lensa kontak

lembek untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam

penglihatan.

Jika tejadi erosi kornea, pertama-tama dapat diberikan anestesi topikal

untuk memeriksa visus dan menghilangkan rasa sakit. Anestesi topikal

diberikan dengan hati-hati karena dapat menambah kerusakan epitel.

Epitel yang terkelupas atau terlipat sebaiknya dilepas atau dikupas.

Untuk mencegah terjadinya infeksi dapat diberikan antibiotika tetes

mata spektrum luas seperti neosporin, kloramfenikol dan sufasetamid.

Akibat rangsangan yang mengakibatkan spasme siliar maka dapat

diberikan sikloplegik aksi-pendek seperti tropikamida. Untuk

mengurangi rangsangan cahaya dan membuat rasa nyaman pada

pasien, maka bisa diberikan penutup mata pada pasien minimal 24 jam.

5)   Uvea

Bila didapatkan iridoplegia (kelumpuhan otot sfingter pupil), pasien

dinasihatkan untuk istirahat dan nutrisi yang cukup untuk mencegah

terjadinya kelelahan sfingter. Bila terjadi iridodialisis (robekan pada

Page 22: Trauma Oculi Non Perforans

pangkal iris), dapat dilakukan pembedahan dengan melakukan reposisi

pangkal iris yang terlepas.

6)   Bilik Mata Depan

Apabila hifema terjadi, penanganan awal pada pasien adalah dengan

merawat pasien dengan berbaring dan ditinggikan 30 derajat pada

kepala, diberi koagulasi dan mata ditutup. Pada pasien yang gelisah

dapat diberikan obat penenang. Bila terjadi glaukoma dapat diberikan

Asetazolamida.

Parasentesis atau pengeluaran darah dari bilik mata depan dilakukan

pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea,

glaukoma skunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau setelah 5

hari tidak terlihat tanda-tanda hifema berkurang.

7)   Lensa

Apabila terjadi dislokasi dan subluksasi, dapat dilakukan pembedahan

untuk mnegurangkan terjadinya peningkatan tekanan intraokular

sebelum direposisi kembali lensanya. Jika terjadinya katarak akibat

trauma, dapat dilakukan operasi ekstraksi katarak.

8)   Retina dan Koroid

Dapat terjadi edema retina dan koroid yang menyebabkan peglihatan

yang sangat menurun. Penanganan yang dapat dilakukan adalah

dengan menyuruh pasien istirahat. Penglihatan akan normal kembali

setelah beberapa waktu, akan tetapi dapat juga penglihatan berkurang

akibat tertimbunnya daerah makula oleh sel pigmen epitel. Jika terjadi

ablasio retina, dapat dilakukan pembedahan

Page 23: Trauma Oculi Non Perforans

9)   Saraf (II) Optik

Apabila terganggunya saraf optik, penderita dapat dirawat dengan

kortikosteroid dan perlu dirujuk untuk menilai kelainan fungsi retina

dan saraf optiknya akibatkan ruptur atau avulsi nervus optikus yang

biasanya disertai kerusakan mata berat.

Page 24: Trauma Oculi Non Perforans

H. PROGNOSIS.(1,3)

Mata sembuh dengan baik setelah trauma minor dan jarang terjadi

sekuele jangka panjang dan jarang dikaitkan dengan kerusakan penglihatan

berat dan mungkin membutuhkan pembedahan ekstensif.

Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang tidak

dapat diterapi jika terjadi lubang retina pada fovea. Penglihatan juga dapat

terganggu jika koroid pada makula rusak. Dalam jangka panjang dapat

timbul glaukoma sekunder pada mata beberapa tahun setelah cedera awal

jika jalinan trabekula mengalami kerusakan dan bisa saja terjadi katarak

akibat trauma. Trauma orbita berat juga dapat menyebabkan masalah

kosmetik dan okulomotor.

Page 25: Trauma Oculi Non Perforans

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Trauma Mata. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. pg. 259-76

2. Lang GK. Ocular Trauma. In: Ophtalmology. 2nd Edition. Stuttgart - New

York: Thieme; 2006. pg 507-35

3. Khurana AK. Ocular Injuries. In: Comprehensive Ophthalmology. 4th

Edition. India: New Age International (P) Ltd; 2007. pg 401-16

4. James B, Chew C, Bron A. Trauma. In: Lecture Notes on Ophthalmology.

9th Edition. Oxford: Blackwell Publishing; 2003. pg 186-96

5. Trauma. Available at http://www.cehjournal.org/files/eshc/eysurhc_ch11.pdf. [ cited on ] Dec 26th 2012.

6. Primary Care Ocular Trauma Management. Available at

http://www.pacificu.edu/optometry/ce/list/documents/PrimaryCareOcular

TraumaManagement.pdf [ cited on ] Dec 26th 2012.