70
PRESENTAN: NURAINI BINTI MOHAMED SAHID JULIANDA EPRIANTI WIDYA AGUSTINI ISKANDAR PEMBIMBING: DR. RIDHAYANI , SPA Trauma Lahir

Trauma Lahirfixed.pptx

Embed Size (px)

Citation preview

PRESENTAN:NURAINI BINTI MOHAMED SAHID

JULIANDA EPRIANTIWIDYA AGUSTINI ISKANDAR

PEMBIMBING:DR. RIDHAYANI , SPA

Trauma Lahir

Definisi Trauma Lahir

Trauma lahir merupakan trauma pada bayi sebagai akibat tekanan mekanik (seperti kompresi dan traksi) selama proses persalinan.

Epidemiologi

Trauma lahir kadang-kadang masih terjadi dengan kejadian rata-rata 6-8 kejadian per 1.000 kelahiran hidup.

Faktor resiko:1. Bayi yang lebih besar(BMK) >4500 gram2. Persalianan dengan bantuan alat (forseps atau vakum)3. persalinan sungsang 4. traksi abnormal/berlebihan selama proses persalinan.

Faktor Predisposisi

PrimigravidaDisproporsi sefalopelvikPersalinan yang berlangsung lama atau cepatOligohidramnionPresentasi abnormal (sungsang)Ekstraksi forseps atau vakum (midcavity)Versi dan ekstraksiUkuran kepala janin besar

1. Trauma Jaringan Lunak

AbrasiPetekie atau eritemaEkimosisLaserasiNekrosis lemak subkutan

Abrasi dan Laserasi

Etilogi: sayatan pisau bedah pada saat bedah sesar atau persalinan dengan menggunakan alat (seperti vacum dan cunam)

Penanganan:Pembersihan dan pengeringan kulit yang terluka, pemberian salep antibiotik . Terkadang Laserasi membutuhkan penjahitan.

Eritema, Petekiae dan Ekimosis

Manifestasi klinis : ditemukan di bawah kulit bagian tubuh yang mengalami tekanan pada waktu bayi dilahirkan.

Etiologi : Jenis persalinan presentasi muka dan persalinan dengan ekstraksi forseps atau vakum.

Tidak perlu penatalaksanaan khusus dan biasanya hilang dalam minggu pertama.

2. Trauma Tulang Tengkorak

Kaput sukseduneumHematoma SefalHematoma Subgaleal

Kaput Suksedaneum

Ditemukan biasanya pada presentasi kepala, pada bagian tersebut terjadi edema sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah disebabkan oleh tekanan bagian terbawah janin saat melawan dilatasi serviks.

Caput suksedaneum tidak memerlukan pengobatan khusus dan biasanya menghilang setelah 2-5 hari.

Gejala terjadinya Caput succedaneum

Gejala terjadinya Caput succedaneum1.    Udema di kepala2.    Terasa lembut dan lunak pada perabaan3.    Benjolan berisi serum dan kadang

bercampur dengan darah4.    Udema melampaui tulang tengkorak5.    Batas yang tidak jelas6.    Permukaan kulit pada benjolan berwarna

ungu atau kemerahan7.    Benjolan akan menghilang sekitar 2-3

minggu tanpa pengobatan

Hematoma Sefal

Definisi: pengumpulan darah di subperiosteal akibat ruptur pembuluh darah yang ada diantara tulang tengkorak dan periosteum

Pemeriksaan CT-scan hanya dilakukan bila terdapat kelainan neurologis atau terjadi fraktur tengkorak.

Penanganan hanya berupa observasi saja.Transfusi akibat hipovolemia hanya diperlukan bila terdapat akumulasi darah yang banyak.

Gejala Terjadinya CephalhematomaAdanya fluktuasi2.    Adanya benjolan, biasanya baru tampak jelas setelah 2 jam

setelah bayi lahir3.    Adanya chepal hematoma timbul di daerah tulang parietal,

Berupa benjolan timbunan kalsium dan sisa jaringan fibrosa yang masih teraba. Sebagian benjolan keras sampai umur 1-2 tahun.

4.    Kepala tampak bengkak dan berwarna merah.5.    Tampak benjolan dengan batas yang tegas dan tidak

melampaui tulang tengkorak6.    Pada perabaan terasa mula – mula keras kemudian

menjadi lunak.7.    Benjolan tampak jelas lebih kurang 6 – 8 jam setelah lahir8.    Benjolan membesar pada hari kedua atau ketiga9.    Benjolan akan menghilang dalam beberapa minggu.

Caput succedaneum Cephalhematoma

Muncul waktu lahir, mengecil

setelah lahir.

Muncul waktu lahir atau setelah

lahir, dapat membesar sesudah

lahir.

Lunak, tidak berfluktuasi. Teraba fluktuasi.

Melewati batas sutura, teraba

moulase.

Batas tidak melampaui sutura.

Bisa hilang dalam beberapa jam

atau 2-4 hari

Hilang lama (beberapa minggu

atau bulan).

Berisi cairan getah bening Berisi darah

3. Trauma Wajah

Perdarahan Subkonjungtiva

Perdarahan Subkonjungtiva

Manifestasi Klinik: darah tampak pada konjungtiva bulbi

Penatalaksaan khusus tidak diperlukan karena darah yang tampak pada konjungtiva bulbi biasanya diserap lagi setelah 1-2 minggu tanpa pengobatan khusus.

4.Trauma pada Saraf Perifer

Trauma Pleksus Brakialis (Brachial Palsy) • Umumnya terjadi pada bayi besar akibat tarikan yang kuat

pada daerah leher saat melahirkan bayi sehingga terjadi kerusakan pada pleksus brakialis.

• Biasanya ditemukan pada persalinan letak sungsang bila dilakukan traksi yang kuat saat melahirkan kepala bayi⁴.

• Pada persalinan letak kepala, kelainan ini dapat terjadi pada kasus distonia bahu akibat tarikan yang agak kuat ke belakang untuk melahirkan bahu depan⁶’⁷

• Insidens: 0,5-2,0 per 1000 kelahiran hidup.

Trauma pada Saraf Perifer (Brachial Palsy)

– Paralisis Erb (Erb’s Palsy)– Paralisis Klumpke (Klumpke’s Palsy)– Paralisis pleksus total (total plexus injury)– Paralisis pleksus parsial (bilateral brachial plexus

injury)

Paralisis Erb

• Paralisis Erbkelumpuhan bagian-bagian tubuh yang disarafi oleh cabang-cabang C5 dan C6 dari pleksus brakialis⁴

• Paling sering terjadi (90%) dan berhubungan dengan terbatasnya gerakan bahu.

• Anggota gerak yang terkena akan berada dalam posisi adduksi, pronasi, dan rotasi internal.

• Refleks Moro, biseps, dan radialis pada sisi yang terkena akan menghilang. Refleks menggenggam biasanya masih ada⁴.

• Pada 5% disertai paresis nervus frenikus ipsilateral⁴ ’⁶’⁷

Kelemahan pada lengan kanan, anak tersebut tidak mampu untuk mengangkat tangan kanan keatas untuk

mencapai objek. Tangan yang terlibat seperti “waiter’s tip

position”

Bayi ini mengalami trauma pleksus brakialis , lengan rotasi

ke arah tubuh dan bayi tersebut tidak dapat

menggerakan lengan dengan baik.

Penatalaksanan

Penatalaksanaan: dilakukan antara lain dengan jalan imobilisasi pada posisi tertentu selama 1 – 2 minggu yang kemudian diikuti program latihan. Pada trauma ini imobilisasi dilakukan dengan cara fiksasi lengan yang sakit dalam posisi yang berlawanan dengan posisi karakteristik kelumpuhan Erb. Lengan yang sakit difiksasi dalam posisi abduksi 90°disertai eksorotasi pada sendi bahu, fleksi 90°.

Paralisis Klumpke (Klumpke’s Palsy)

Paralisis Klumpke (C7-8, Th1) jarang terjadi (1%) dan mengakibatkan kelemahan pada otot-otot intrinsik tangan sehingga bayi kehilangan refleks menggenggam dan memfleksi pergelangan tangan. Bila serabut simpatis servikal pada spina torakal pertama terlibat, maka akan dijumpai sindrom Horner (ptosis ipsilateral dan miosis)⁴.

Penatalaksanaan trauma lahir klumpke berupa imbolisasi dengan memasang bidang pada telapak tangan sendiri tangan yang sakit pada posisi netral yang selanjutnya diusahakan program latihan.

Paralisis pleksus total (total plexus injury)

• Insidens (10%), melibatkan semua nervus brakialis C5-T1. Bayi baru lahir mengalami lengan flaksid dengan tidak adanya refleks atau paralisis pada seluruh lengan.

Paralisis pleksus parsial (bilateral brachial plexus injury)

• Insidens (10-20%), sering terjadi pada persalinan letak lintang.

Gejala sisa:• Deformitas tulang yang progresif, atrofi otot, kontraktur

sendi, terganggunya pertumbuhan anggota gerak, dan kelemahan bahu.

Pemeriksaan penunjang:• Radiologi daerah bahu dan lengan atas untuk

menyingkirkan trauma tulang, paresis nervus frenikus• Elektromiografi (EMG) dan konduksi saraf• CT scan mielografi intratekal memperlihatkan disrupsi

preganglion, pseudomengokel, dan avulsi akar saraf parsial.

• MRI mengetahui adanya meningokel dan membedakan antara akar saraf yang utuh dengan pseudomeningokel (kemungkinan avulsi komplit).

Trauma Pleksus Brakialis (Brachial Palsy)

Terapi

Penanganan BedahRehabilitasi pasca Trauma Pleksus Brachialis

Terapi OkupasiTerapi RekreasiOrtesa pada pasca TraumaPleksus Bracialis

5. Trauma Nervus Kranialis dan Medula Spinalis

Terjadi akibat: hiperekstensi, traksi, dan peregangan yang berlebihan bersamaan dengan rotasi.

Ada 3 jenis: Trauma N. Kranialis Paralisis Nervus Laringeal Kerusakan Medula Spinalis

Trauma N. Kranialis

• Kompresi karena persalinan dengan alat bantuan (forseps).

• Kompresi terjadi saat kepala janin melewati os sakrum⁸.

• Trauma N. VII sentral– Muka asimetris saat menangis, mulut tertarik ke sisi yang

normal, kerutan lebih dalam di sisi yang normal, sedangkan gerakan dahi dan kelopak mata tidak dipengaruhi.

– Sisi yang paralisis licin dan tampak membengkak,lipatan nasolabial menghilang, dan sudut mulut turun.

• Trauma N. VII perifer– wajah asimetris saat menangis, kadang-kadang terdapat bekas

penggunaan forseps. Paralisis mengenai dahi, mata, atau mulut⁸.

Trauma N. VII sentralWajah asimetris,

ketidakmampuan untuk menutup mata, lipatan nasolabial menghilang,

kegagalan menggerakan mulut pada sisi yang

paralisis.

Trauma N. KranialisGejala klinis: bervariasi, perjalanan

penyakitnya bifasik.Misalnya: awalnya bayi mengalami gangguan

pernapasan dengan takipnea dan AGD menunjukkan hipoventilasi (hipoksemia, hiperkapnia, asidosis). Dalam beberapa hari berikutnya, bayi membaik dengan pemberian oksigen dan kadang-kadang diperlukan alat bantu napas. Diafragma yang letaknya tinggi mungkin tidak tampak pada awal perjalanan penyakit. Sekitar 80% kasus umunya mengenai sisi sebelah kanan dan hanya 10% yang bilateral⁸.

Trauma N. Kranialis

Penanganan:• Menutup mata yang terbuka dengan

pelindung mata dan pemberian air mata sintetik (metilselulose) setiap 4 jam⁴.

• Konsultasi dengan spesialis saraf dan bedah harus dilakukan bila tidak ada perbaikan dalam 7-10 hari⁴’⁸.

Prognosis

• Sebagian besar mengalami penyembuhan pada minggu pertama, tetapi untuk penyembuhan sempurna memerlukan waktu beberapa bulan.

• Paralisis karena trauma biasanya akan sembuh atau membaik, sedangkan paralisis yang menetap biasanya disebabkan oleh tidak adanya persarafan⁸.

• Mortalitas pada lesi unilateral sekitar 10-15%. Sebagian besar pasien akan mengalami penyembuhan pada 6-12 bulan pertama.

• Prognosis lesi bilateral lebih buruk. Mortalitas mencapai 50%, dan kadang-kadang diperlukan bantuan ventilator untuk waktu yang lama.

Trauma N. Kranialis

Diagnosis banding: sindrom Möbius, tidak adanya otot wajah secara kongenital, tidak adanya otot orbikularis

oris unilateral, dan pendarahan intrakranial⁸.

Diagnosis ditegakkan:• USG atau Fluoroskopi rongga toraks

peningkatan diafragma dengan gerakan paradoks pada sisi yang terkena pada saat bernapas⁸.

Paralisis Nervus Laringeal

• Gangguan pada nervus laringeal dapat mempengaruhi proses menelan dan bernapas.

• Terjadi sebagai akibat posisi janin intrauterin yang mengalami rotasi kepala dan fleksi lateral. Selama proses kelahiran, pergerakan kepala yang sama dapat mencederai nervus laringeal.

Paralisis Nervus Laringeal

• Trauma lahir ini merupakan penyebab paralisis pita suara pada 10% kasus. Pada paralisis nervus laringeal unilateral suara bayi terdengar serak dan stidor respirasi. Proses menelan dapat terpengaruh bila cabang superior terkena.

• Paralisis bilateral mungkin disebabkan oleh trauma pada kedua nervus laringeal, atau lebih sering karena trauma SSP seperti hipoksia atau pendarahan yang mengenai batang otak. Pasien dengan paralisis bilateral akan mengalami gangguan napas berat atau asfiksia³.

Paralisis Nervus Laringeal

Penegakkan diagnosis: Pemeriksaan laringoskopi direk untuk

membedakan paralisis pita suara dari penyebab lain gangguan napas dan stidor pada bayi baru lahir (gangguan kardiovaskular, malformasi SSP, atau tumor mediastinal³).

Paralisis akan sembuh dalam 4-6 minggu meskipun penyembuhan dapat terjadi dalam 6-12 bulan pada kasus yang berat.

Terapi bersifat simptomatik. Saat kondisi bayi mengalami perbaikan, pemberian minum melalui sonde lambung dan trakeotomi³.

Kerusakan Medula Spinalis

• Terjadi akibat traksi atau rotasi yang berlebihan. Traksi kadang-kadang dialakukan pada persalinan sungsang, sedangkan torsi terutama pada persalinan letak verteks.

• Perubahan neuropatologi yang utama meliputi lesi akut berupa pendarahan epidural/intraspinal, dan edema.

• Pendarahan biasanya disebabkan oleh adanya peregangan,laserasi, dan disrupsi. Kadang-kadang dijumpai durameter yang robek dan sangat jarang dijumpai fraktur/ dislokasi vertebra⁸.

Kerusakan Medula Spinalis

Manifestasi klinik: lahir mati atau kematian neonatal dini karena gangguan

pernapasan yang berat, terutama pada kasus dengan trauma batang otak bagian bawah.

Kegagalan respirasi yang berat kadang-kadang tersamar dengan penggunaan alat bantu napas. Bayi-bayi yang tertolong akan mengalami kelemahan dan hipotoni. Penyebab pasti dari kelemahan ini tidak diketahui, seringkali dipikirkan suatu kelainan neuromuskular atau ensefalopati hipoksia/iskemi yang sementara. Bayi-bayi ini selanjutnya akan mengalami spastisitas sehingga seringkali dianggap palsi serebral⁴’⁸.

Diagnosis ditegakkan : MRI atau CT mielografi Pemberian metilprednisolon dianjurkan. Terapi suportif sangat penting⁸.

6. Perdarahan Intrakranial

Disebabkan olehA. Trauma Kelahiran1. Partus biasa : Pemutaran/ penarikan kepala yang

berlebihan Disproporsi antara kepala anak dan jalan

lahir 3. sehingga terjadi molase2. Partus buatan (ekstraksi vakum, cunam)3. Partus presipitatus

B. Bukan trauma KelahiranFaktor Dasar : prematuritasFaktor pencetus : hipoksia, iskemia otak

akibat syok, infeksi intrauterin, asfiksia, kejang, kelainan jantung bawaan, hipotermi

Insidensi

13,1 % kematian perinatal oleh pendarahan intrakranial.

Angka kematian pendarahan intrakranial pada bayi preamtur 5x lebih tinggi daripada bayi cukup bulan

Laki-laki : Perempuan = 1,9 : 1 (Banerjee)

Manifestasi kninik

Fontanel tegang dan menonjol

Iritasi korteks serebri berupa kejang

Pupil melebar, refleks cahaya lambat sampai negatif

ApneaCephalic cry

(menangis merintih)

Snake like flicking of the tongue

Tonus otot lemah atau spastik

Gangguan kesadaranTidak mau minumNadi lambat atau

cepatKadang-kadang ada

hipotermi yang menetap

Berdasarkan perjalanan klinik, Perdarahan Intrrakranial Neonatus dapat dibedakan 2 sindrom:

1. Saltatory SyndromeGejala klinik dapat berlangsung berjam-

jam/berhari-hari yang kemudian berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh sempurna tetapi biasanya dengan gejala sisa.

2. Catastrophic Syndrome. Gejala klinik makin lama makin berat,

berlangsung beberapa menit sampai berjam-jam dan akhirnya meninggal.

Klasifikasi

Berdasarkan lokasinya1. Perdarahan subduralEtilogi: tekanan mekanik pada tengkorak

yang dapat menimbulkan robekan falks serebri atau tentorium serebeli, sehingga menimbulkan pendarahan, misalnya pada persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dengan janin dipaksakan untuk lahir pervaginam.

2. Perdarahan Periventrikuler-Intraventrikular

Etiologi : Hipoksia, biasa terjadi pada bayi prematur

3. Perdarahan SubaraknoidalEtiologi : Anoksia atau hipoksia pada saat

lahir

Diagnosis

anamnesis: riwayat kehamilan, persalinan, prematuritas,keadaan bayi sesudah lahir dan gejala-gejala yang mencurigakan.

pemeriksaan fisik: adanya tanda-tanda PI, gejala-gejala : nerologik, fraktur tulang kepala dan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial.

pemeriksaan laboratorium: likuor dan darah.pemeriksaan penunjang: CT Scan USG dan

foto kepala.

Penatalaksanaan PI

Perlu diobservasi secara cermat:1. suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya

dan reaksi pupil, aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung (bradikardi/takikardi), denyut nadi dan diuresis.

2. Diuresis kurang dari 1 ml/kgBB/jam berarti perfusi ke ginjal berkurang, diuresis lebih dari 1 ml/kgBB/jam menunjukkan fungsi ginjal baik

3. Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau penderita dalam koma diberikan 02

4. Bayi letak dalam posisi miring untuk mencegah aspirasi serta penyumbatan larings oleh lidah dan kepala agak ditinggikan untuk mengurangi tekanan vena serebral.

5. Pemberian vitamin K serta transfusi darah dapat dipertimbangkan.

6. Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang adekuat berupa larutan glukosa (5–10%) dan NaCl 0,9% 4:1 atau glukosa 5–10%dan Nabik 1,5% 4:1.

7. Pemberian obat-obatan :- valium/luminal bila ada kejang-

kejang.Dosis valium 0,3–0,5 mg/kgBB, tunggu 15 menit, kalau belum berhenti diulangi dosis yang sama; kalau berhenti diberikan luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan umum seterusnya.

-kortikosteroid berupa deksametason 0,5–1 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai efek baik terhadap hipoksia dan edema otak

antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila ada manipulasi yang berlebihan.

Fungsi lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengeluarkan darah, mencegah terjadinya obstruksi aliran likuor dan mengurangi efek iritasi pada permukaan korteks.

Cont…

.8. Tindakan bedah darurat :

Bila perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative Burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat

Cont…

Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik. Pada perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran likuor, dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan.

7. Trauma Tulang

Sering terjadi setelah persalinan sungsang dan/atau distosia bahu pada bayi makrosomia

1. Fraktur klavikula2. Fraktur Tulang panjang3. Pergeseran Epifisis4. Fraktur Tengkorak

Fraktur Klavikula

Paling sering mengalami fraktur pada neonatus

Berhubungan erat dengan berat lahir, persalinan midforseps dan distosia bahu.

Diagnosis

Pemeriksaan FisikGerakan tangan kanan-kiri asimetris, refleks moro asimetris, Krepitasi, perabaan tulang yang ireguler dan spasme otot sternokleidomastoideus

RadiologiMemastikan adanya fraktur klavikula

Penatalaksanaan

Imobilisasi dalam posisi abduksi 60⁰ dan fleksi 90 ⁰ dari siku yang terkena, biasanya sembuh dalam 70-10 hari

Pergerakan harus dibatasi untuk mengurangi rasa sakit

Fraktur Tulang Panjang

Fraktur humerusFraktur femur

Tanda awal : pembengkakan dan nyeri pada pergerakan pasif

Etiologi Manifestasi klinis

kesalahan teknik dalam melahirkan lengan pada presentasi kepala atau pada sungsang dengan lengan menjungkit ke atas

Diagonosis pasti : Radiologi

Sisi yang terkena tidak dapat digerakkan

Refleks moro sisi humerus yang fraktur menghilang

Penatalaksanaan :Imobilasi lengan selama 2-4 minggu (prognosis sangat baik)

Fraktur humerus

etiologi Diagnosis Pasti

Kesalahan teknik dalam menolong persalinan sungsang

Manifestasi klinis Pembengkakan pada

pahaNyeri bila dilakukan

gerakan pasif apada tungkai

Radiologi

Penatalaksanaan :Traksi pada kedua

tungkai, walaupun fraktur hanya terjadi unilateral sampai terbentuk kalus (8-10 hari). Penyembuhan sempurna dapat terjadi pada 3-4 minggu setelah pengobatan

Konsultasi dengan dokter orthopedik

Fraktur Femur

Pergeseran epifisisDiagnosisManifestasi klinis : Pembengkakan pada daerah bahuKrepitasiNyeri ketika bahu digerakkanTerjadi kelemahan pada sisi epifisis yang bergeser

Radiologi Pergeseran epifisis humerus proksimal Tidak terlihat pada pemeriksaan radiologi karena epifisis humerus proksimal tidak mengalami osifikasi pada saat lahir. Kalus terbentuk dalam 8-10 hari dan terlihat dengan pemeriksaan radiologik.

Penatalaksanaan

Imobilisasi lengan selama 8-10 hari

Fraktur epifisis distal cenderung akan menimbulkan deformitas residual yang

signifikan jika dibandingkan dengan fraktur hukerus proksimal.

Fraktur Tengkorak

Etiologi :- tekanan tulang tengkorak janin pada

promontorium, atau simfisis ibu pada persalinan dengan disproporsi

sefalopelvik - Kesalahan teknik pada ekstraksi forseps

Manifestasi Klinik

Pada fraktur linier, secara klinis biasanya disertai adanya hematoma sefal didaerah tersebut. Umumnya tingkah laku bayi terlihat normal saja kecuali bila fraktur linier ini disertai perdarahan ke arah subdural atau subarachnoid.

Fraktur depresi secara klini jelas terlihat teraba adanya lekukan pada atap tulang tengkorak bayi.

Penatalaksanaanlinier tanpa komplikasi tidak memerlukan

tindakan khusus, tetapi pemeriksaan ulang radiologik perlu memerlukan 4 – 6 minggu kemudian untuk meyakinkan telah terjadinya penutupan fraktur linier tersebut

Fraktur depresi yang kecil tanpa komplikasi atau tanpa gejala neurologik biasanya akan sembuh sendiri tanpa tindakan, tetapi memerlukan observasi yang terliti.

Pada lekukan yang tidak terlalu lebar tanpa gejala neurologik, beberapa cara sederhana dapat dilakukan untuk mengangkat lekukan tersebut, seperti teknik penekanan pinggir fraktur atau dengan pemakaian pompa susu ibu sebagai alat vakum pada lekukan tersebut.

Cont….

Cont…

Pada fraktur depresi yang besar, apalagi jika disertai adanya trauma intrakranial dan gejala kelainan neurologik, perlu dilakukan intervensi bedah syaraf untuk mengangkat lekukan tulang guna mencegah kerusakan korteks serebri akibat penekanan lekukan tulang.

8. Perlukaan Intraabdominal

Secara relatif jarang terjadiKadang-kadang dapat terabaikan sebagai

penyebab kematian pada neonatus.Perdarahan merupakan komplikasi akut yang

paling serius dan hati meupakan organ yang paling sering terkena.

Manifestasi Klinik Radiologi

Perdarahan secara perlahan tetapi pasien pada akhirnya akan mengalami kolaps sirkulasi

SyokPucatAnemisDistensi abdomenPermukaan kulit rongga

abdomen dapat berwarna kebiruan

Radiologi tidak dapat menegakkan diagnosis tetapi dapat memberikan petunjuk adanya cairan bebas dalam rongga peritoneum

Perdarahan Intraperitoneal

Organ yang paling sering menimbulkan perdarahan : Ruptur

hepar, limpa dan perdarahan adrenal

Manifestasi Klinis PresdisposisiSebelum ruptur : lesi

yang sering terjadi hematoma subkapsular, yang meningkat 4-5 cm

Gejala syok dapat terjadi belakangan

Laserasi jarang terjadi (akibat tarikan abnormal pada ligamen intaperitoneal atau akibat tekana berlebihan pada tulang iga

Bayi dengan hepatomegali

PrematuritasPascamaturitasGangguan koagulasiAsfiksia (usaha

resusitasi yang terlalu bersemangat)

Ruptur Hepar dan limpa

Penatalaksanaan

Pengenalan diniStabilisasi bayi : transfusi darahEvaluasi adanya defek koagulasi ParasintesisKoagulopati yang menetap dapat ditangani

dengan pemberian fresh frozen plasma dan transfusi trombosit