44
BIOLOGI TUNGAU MERAH Euritetranychus sp. (ACARI:TETRANICHYDAE) PADA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) ADI NUGROHO UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN JURUSAN HAMA DAN PENY AKIT TUMBUHAN PROGRAM STUDI ILMU HAMA DAN PENY AKIT TUMBUHAN MALANG 2008

toksin tumbuhan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

toksin pada tumbuhantoksin tumbuhan

Citation preview

Page 1: toksin tumbuhan

BIOLOGI TUNGAU MERAH Euritetranychus sp. (ACARI:TETRANICHYDAE) PADA TANAMAN JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.)

ADI NUGROHO

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN PROGRAM STUDI ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

MALANG 2008

Page 2: toksin tumbuhan

BIOLOGI TUNGAU MERAH Euritetranychus sp. (ACARI:TETRANICHYDAE) PADA TANAMAN JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.)

Oleh

Adi Nugroho 0210460001-46

SKRIPSI

Disampaikan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN PROGRAM STUDI ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

MALANG 2008

Page 3: toksin tumbuhan

Judul Skripsi :Biologi Tungau Merah Euritetranychus sp. (Acari:Tetranichydae) pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Nama : Adi Nugroho

NIM : 0210460001-46

Jurusan : Hama dan Penyakit Tumbuhan

Disetujui oleh

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Ir. Retno Dyah Puspitarini, MS Ir. Ludji Pantja Astuti, MS NIP . 131 125 349 NIP . 131 573 966

Mengetahui,

Ketua Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Dr. Ir. Syamsuddin Djauhari, MS NIP .130 936 22

Page 4: toksin tumbuhan

LEMBAR PENGESAHAN

Mengesahkan,

MAJELIS PENGUJI

Penguji I Penguji II

Prof. Dr.Ir. Tutung Hadiastono, MS. Dr.Ir. Toto Himawan, SU. 130 704 148 131 282 898 Penguji III Penguji IV Dr.Ir.Retno Dyah Puspitarini, MS. Ir.Ludji Pantja Astuti, MS. 131 125 349 131 573 966 Tanggal Lulus :……………………….

Page 5: toksin tumbuhan

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan

gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing.

Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di

perguruan tinggi manapun dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan

rujukannya dalam daftar pustaka.

Malang, Oktober 2008

Adi Nugroho

Page 6: toksin tumbuhan

Lembar Persembahan Karya ini penulis persembahkan untuk :

Ayah & Ibu Tercinta Kakak Tersayang

Page 7: toksin tumbuhan

RINGKASAN Adi Nugroho (0210460001-46) Biologi Tungau Merah Eurytetranichus sp. (Acari: Tetranichidae) pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Dibawah bimbingan Dr.Ir.Retno Dyah Puspitarini, MS dan Ir.Ludji Pantja Astuti, MS

Tanaman jarak merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi sebagai sumber bahan bakar, khususnya jarak pagar (Jatropha curcas L.). Selama ini tanaman jarak hanya ditanam sebagai pagar dan tidak diusahakan secara khusus. Salah satu kendala dalam budidaya tanaman jarak pagar adalah hama tungau. Ada beberapa tungau fitofag menyerang jarak pagar yaitu Euritetranychus sp., Tetranychus sp. (Tetranychidae) Polyphagotarsonemus sp. (Tarsonemidae), dan tungau karat Eriophyid (Eryophyidae). Penelitian tentang biologi tungau Euritetranychus sp. masih jarang diteliti dan penggunaan Ekstrak Biji Jarak Pagar (EBJP) sebagai pestisida nabati dalam mematikan tungau Euritetranychus sp. belum dikembangkan secara luas. Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk mengetahui biologi tungau Euritetranychus sp. dan mengetahui pengaruh daya racun dari EBJP terhadap biologi imago tungau Euritetranychus sp.

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang, mulai bulan Juli 2006 sampai Februari 2007. Tungau Euritetranychus sp. diperoleh dari kebun tanaman jarak di BALITTAS Karang Ploso. Percobaan dilakukan dalam cawan Petri yang di dalamnya di tempatkan busa yang direndam air. Di atas busa kemudian diletakkan kapas. Selanjutnya sepotong daun jarak diletakkan di atas kapas. Percobaan diawali dengan mempersiapkan 50 telur tungau yang diletakkan pada hari yang sama. Jika yang menetas lebih dari 20 telur, maka yang diamati biologinya sebanyak 20 larva dan larva diamati setiap 3 jam sampai menjadi imago. LC50 EBJP pada imago tungau Euritetranychus sp. ditentukan dengan analisis probit, menggunakan 6 konsentrasi EBJP yaitu 0 ml/l, 0.25 ml/l, 0.5 ml/l, 1 ml/l, 1.5 ml/l, dan 2 ml/l. Setiap konsentrasi diulang tiga kali. Studi perkembangan imago tungau Euritetranychus sp. setelah perlakuan EBJP menggunakan metode celup daun, yaitu daun jarak pagar seluas 16 cm2 yang dicelupkan dalam larutan EBJP selama 5 menit, kemudian dikeringanginkan selama 3 menit. Daun yang telah dikeringanginkan diletakkan di atas kapas pada arena penelitian. Sebanyak 40 imago tungau Euritetranychus sp. diletakkan di atas potongan daun jarak pagar itu. Setelah 3 jam, imago tungau Euritetranychus sp. dipindah ke arena penelitian dan diberi pakan daun jarak pagar yang tidak dicelup EBJP. Penghitungan jumlah imago Euritetranychus sp. yang masih hidup dilakukan sehari setelah perlakuan. Dari imago yang masih hidup tersebut diamati lama hidup, perilaku dan keperidian betina Euritetranychus sp.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa stadia Euritetranychus sp. adalah telur, larva, protonimfa, deutonimfa, dan imago. Telur tungau Euritetranychus sp. menetas 24 jam setelah telur diletakkan. Rerata stadia larva yaitu 57.40 jam, stadia nimfa 112.86 jam dan siklus hidup tungau 9.09 hari. Telur yang dihasilkan betina setiap hari adalah 1-4 butir. Rerata jumlah telur Euritetranychus sp. yang dihasilkan seekor betina adalah 17,55 butir. Lama hidup jantan lebih lama daripada betina. LC50 EBJP pada imago tungau adalah 1,10 ml/l. Akibat perlakuan EBJP tungau betina lebih cepat mati daripada jantan dan jumlah telur yang dihasilkan betina menurun. Dari 25 telur yang diletakkan oleh tungau betina yang diperlakukan EBJP yang menetas hanya 11 butir dan larva yang muncul hanya dapat bertahan hidup antara 24-48 jam.

Page 8: toksin tumbuhan

SUMMARY

Adi Nugroho (0210460001-46) Biology of Red Mite Eurytetranichus sp (Acari: Tetranichidae) on Purging Nut Tree (Jatropha curcas L.). Supervised by Dr.Ir.Retno Dyah Puspitarini, MS dan Ir.Ludji Pantja Astuti, MS

The castor potency as source of fuel, especially purging nut tree. During the time, castor is only planted as fence. The one of problem in planting the purging nut is mite fitofag. There are some pests of mites that attack the castor. They are Tetranychus sp., Euritetranychus sp. (Tetranychidae), Polyphagotarsonemus sp. (Tarsonomidae), and rust mite Eriophyid (Euryphyidae). The research about Euritetranychus sp. not yet examined for nowadays and purging nut extract (PNE) as a botanical pesticide has not been developed too. The purposes of this research were to know the biology of Euritetranychus sp. and the ability of PNE toxicity to this mite biology.

The research was held in Pest Laboratory, Plant Protection Department Agriculture Faculty, Brawijaya University, Malang, from July 2006 to February 2007. Euritetranychus sp. was obtained from the castor BALITTAS Karang Ploso. The experiment used a Petridish and placed sponge that was soaked by water inside of it, then put down a piece of cotton. This research used 50 eggs mites that laid in same day. If there were more than 20 hatching eggs, the biology observation used only 20 larvae. The larvae was observed every 3 hours until adult. LC50 PNE Euritetranychus sp. analyzed by probit analysis. The research used 0 ml/l, 0.25 ml/l, 0.5 ml/l, 1 ml/l, 1.5 ml/l, dan 2 ml/l of PNE concentration for the adult mite with 3 repeated. The study of Euritetranychus sp. growth after PNE treatment used leaf dipping method. That leaf for width 18 cm2 dipping in PNE during 5 minutes and dried for 3 minutes. Then the leaf put on a piece of cotton in arena. 40 adults Euritetranychus sp. put on leaf. After 3 hours Euritetranychus sp. moved to arena with leaf castor without PNE. Calculating of Euritetranychus sp. that lives after treatment was done one day after. From that live mite observed their life cycle, behaviour and fecundity.

The results showed that stadia Euritetranychus sp. were egg, larvae, protonimpha, deutonimpha, and adult. The eggs hatched in 24 hours after laying eggs. The average of stadia larvae was 57.40 hour, nymph was 112.86 hours and life cycle was 9.09 days. Female laid 1-4 eggs every day. The average egg of female was 17.55 eggs. Longivity male is longer than female. LC50 PNE mite was 1.10 ml/l. The effect of PNE treatment was female dead more quick than male and descends female fecundity. From 25 eggs laid by female that treatmented by PNE, the eggs hatched only 11 and larvae only stayed for 24-48 hours.

Page 9: toksin tumbuhan

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan

skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini

penulis menyampaikan terima yang sebesar-besarnya, kepada Dr. Ir. Retno Dyah

Puspitarini, MS., dan Ir.Ludji Pantja Astuti, MS selaku dosen pembimbing. Kedua

orang tua atas cinta, dukungan dan doanya, serta semua pihak yang telah

membantu hingga selesainya skripsi penelitian ini.

Akhirnya penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi

banyak pihak, dan memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu

pengetahuan.

Malang, Oktober 2008

Adi Nugroho

Page 10: toksin tumbuhan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang, Jawa Timur pada tanggal 13 September

1984 dari Bapak Sunardi dan Ibu Nuryati sebagai anak kedua dari dua bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Rampal Celaket II di tahun

1996, kemudian melanjutkan di SMP Shalahuddin Malang dan lulus pada tahun

1999. Di tahun yang sama penulis melanjutkan SMU Shalahuddin Malang dan

lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis diterima di Fakultas Pertanian

Universitas Brawijaya Malang melalui jalur SPMB dan masuk di Jurusan Hama

dan Penyakit Tumbuhan.

Page 11: toksin tumbuhan

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ............................................................................................ i SUMMARY ............................................................................................... ii KATA PENGANTAR ............................................................................... iii RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iv DAFTAR ISI .............................................................................................. v DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi DAFTAR TABEL ...................................................................................... vii

I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2 Tujuan Penelitian, Hipotesis dan Manfaat ..................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 4 Klasifikasi tungau Euritetranychus sp. .................................................... 4 Biologi tungau Euritetranychus sp ............................................................ 4 Arti ekonomis tungau merah dari family Tetranychidae .......................... 5 Tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) .................................................... 6 Klasifikasi tanaman jarak pagar...................................................................... 6 Ekologi dan penyebaran tanaman jarak pagar ................................................. 6 Deskripsi tanaman jarak pagar ....................................................................... 7 Potensi daya racun tanaman jarak pagar ......................................................... 8 Kandungan dan cara kerja(mode of action) racun biji jarak pagar ................... 10

III. BAHAN DAN METODE .................................................................. 11

Tempat dan Waktu ......................................................................................... 11 Alat dan Bahan .............................................................................................. 11 Metode Penelitian ......................................................................................... 11 Pengujian Ekstrak Biji jarak pagar ................................................................. 13 Analisis data .................................................................................................. 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 15 1. Hasil .......................................................................................................... 15 Biologi tungau Euritetranychus sp .............................................................. 17 Morfologi tungau Euritetranychus sp.......................................................... 18 Pengaruh Ekstrak Biji Jarak Pagar (EBJP) terhadap biologi

tungau merah Euritetranychus sp .......................................................... 19 2. Pembahasan ............................................................................................. 22

V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 26 LAMPIRAN ................................................................................................ 30

Page 12: toksin tumbuhan

DAFTAR GAMBAR

Teks

Nomor Halaman

1. Arena penelitian ............................................................................... 12

Lampiran

Nomor Halaman

1. Stadia Euritetranychus sp.............................................................. 30

Page 13: toksin tumbuhan

DAFTAR TABEL

Teks Nomor Halaman

1. Parameter Kehidupan Pradewasa Tungau Euritetranychus sp. Pada Jarak Pagar ..................................................................... 15

2. Berbagai Parameter Kehidupan Imago Tungau Euritetranychus sp. Pada Jarak Pagar ...................................................................... 16

3. Rerata dan Kisaran Lama Hidup Tungau Euritetranychus sp......... 16

4. Rerata Kematian Imago Tungau Euritetranychus Sp. Akibat Perlakuan EBJP Pada Uji Pendahuluan ................................... 19

5. Perbandingan Jumlah Imago Tungau Euritetranychus sp., Jenis Kelamin dan Jumlah Telur Setelah Perlakuan EBJP Tanpa Perlakuan EBJP ....................................................................... 20

6. Rerata Jumlah Telur Tungau Euritetranychus sp. Akibat Perlakuan dan Tanpa Perlakuan EBJP ...................................................... 21

7. Rerata Jenis Kelamin Betina Euritetranychus sp. Pada Daun Jarak Pagar yang Diperlakukan dan Tidak Diperlakukan EBJP ............... 22

Lampiran

Nomor Halaman 1. Jumlah Telur Tungau Euritetranychus sp. yang Diletakkan

Setiap Hari ............................................................................ 31

2. Perhitungan Ekstrak Biji Jarak Pagar (EBJP) Terhadap Biologi Tungau Euritetranychus sp. ........................................................ 32

3. Hasil Analisis Statistik Uji t. Persentase Jumlah Telur Tungau

Euritetranychus sp. ..................................................................... 33

4. Hasil Analisis Statistik Uji t. Persentase Jenis kelamin Betina Euritetranychus sp. ..................................................................... 33

Page 14: toksin tumbuhan

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman jarak merupakan salah satu tanaman yang mempunyai potensi

sebagai sumber bahan bakar, khususnya jarak pagar (Jatropha curcas L.). Selama

ini tanaman jarak hanya ditanam sebagai pagar dan tidak diusahakan secara

khusus. Secara agronomis, tanaman jarak pagar dapat tumbuh dengan baik pada

kondisi kering maupun pada lahan dengan kesuburan rendah. Tanaman jarak yang

ditanam di berbagai wilayah umumnya sedikit atau hampir tidak ada serangan

hama dan penyakit penting, hal ini diduga karena penanamannya tidak banyak

(Hariyadi, 2006).

Salah satu kendala dalam budidaya tanaman jarak pagar adalah hama

tungau. Ada 2 spesies hama tungau yang menyerang tanaman jarak pagar yaitu

Tetranychus sp.(Tetranychidae)(Alamsyah, 2006) dan tungau karat (Eryophyidae)

(Mahmud, 2006). Dari pengamatan di lapang, terdapat spesies tungau selain

Tetranychus sp., Polyphagotarsonemus sp.(Tarsonemidae) dan tungau karat yang

menyerang jarak pagar. Tungau itu kemudian diidentifikasi sebagai

Euritetranychus sp. dari Famili Tetranychidae (Puspitarini, 2006). Bagian

tanaman yang diserang tungau Euritetranychus sp. adalah daun. Tungau

Euritetranychus sp. menyukai tempat yang terlindung dari sinar matahari,

terutama pada daun yang biasanya banyak dijumpai di permukaan bawah daun.

Daun yang diserang tungau mengalami perubahan warna yaitu hijau kekuningan.

Tanaman jarak pagar mempunyai banyak manfaat terutama pada bagian biji,

daun, batang maupun buah. Biji jarak pagar selain digunakan sebagai bahan bakar

diesel, juga untuk menghasilkan pupuk, mengurangi encok, kelumpuhan dan

beberapa penyakit kulit (Alamsyah, 2006). Daun jarak bisa diekstraksi menjadi

bahan pakan ulat sutera dan obat-obatan herbal (Brodjonegoro, Rekksowardjojo,

Soerawidjaja, 2006). Batang jarak pagar yang mengeluarkan getah bening dapat

digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka yang sulit disembuhkan,

infeksi pada gusi, dan antipendarahan pada luka yang terpotong atau tergores

Page 15: toksin tumbuhan

(Alamsyah, 2006). Selain itu, tanaman ini mudah didapat, mudah dibudidayakan,

tahan terhadap serangan hama dan penyakit (Anonymous, 2006a). Dari beberapa

manfaat itulah berbagai penelitian mengenai tanaman jarak pagar dikembangkan,

termasuk penelitian tentang manfaat dan kandungan biji jarak pagar.

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya berasal dari

tumbuhan, karena dibuat dari bahan alami maka jenis pestisida ini bersifat mudah

terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi

manusia. Pestisida nabati bersifat ”hit and run”, yaitu apabila diaplikasikan akan

mematikan hama pada waktu itu setelah hamanya mati maka residunya akan cepat

menghilang ke alam (Kardinan, 2000).

Penelitian mengenai aplikasi bagian tanaman jarak pagar terhadap serangga

belum dikembangkan secara luas, padahal potensinya begitu besar untuk

mengendalikan serangga hama (Alamsyah, 2006). Biji jarak pagar mengandung

curcin dan minyak purgatif (37%) yang sangat beracun. Pengujian daya racun

(Ekstrak Biji Jarak Pagar) EBJP telah dilakukan pada larva Spodoptera litura F.

(Lepidoptera : Noctuidae) dengan konsentrasi 15,0 x 105 ppm dapat mematikan

50% larva serangga tersebut dan terjadi penyusutan tubuh setelah 24 jam

diperlakukan dengan EBJP (Masruroh, 2006). Cara kerja curcin menyerupai kerja

enzim proteolitik, yaitu mengacaukan sintesis protein dengan merusak membran

plasma terlebih dahulu dan merangsang akumulasi amonia (Kingsbury, 1964).

Penelitian tentang biologi tungau Euritetranychus sp. belum diteliti dan

EBJP sebagai pestisida nabati dalam mematikan tungau belum dikembangkan

secara luas. Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk mengetahui biologi tungau

dan mengetahui pengaruh daya racun dari EBJP terhadap biologi tungau

Euritetranychus sp.

Rumusan Masalah

Permasalahan dari penelitian ini adalah berapa lama tiap stadia tungau

Euritetranychus sp pada tanaman jarak pagar, bagaimana biologi tungau

Euritetranychus sp dari telur hingga imago, apakah EBJP mengakibatkan

Page 16: toksin tumbuhan

kematian tungau Euritetranychus sp. dan pada tingkat konsentrasi berapa EBJP

efektif untuk mematikan tungau Euritetranychus sp.

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui biologi tungau Euritetranychus sp. pada tanaman jarak

pagar

b. Mengetahui pengaruh aplikasi EBJP terhadap tungau Euritetranychus

sp.

Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini adalah:

a. Biologi tungau Euritetranychus sp. hampir dengan spesies lainnya

yang termasuk pada famili Tetranychidae

b. Bahwa EBJP berpengaruh buruk terhadap biologi tungau

Euritetranychus sp.

Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi

mengenai beberapa aspek biologi tungau Euritetranychus sp. sebagai dasar guna

merumuskan teknologi pengendalian tungau dan dapat memberikan informasi

tentang daya racun EBJP pada tungau Euritetranychus sp. yang diharapkan

sebagai alternatif pengendalian tungau Euritetranychus sp. yang ramah

lingkungan serta dapat dijadikan dasar penelitian selanjutnya tentang EBJP .

Page 17: toksin tumbuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Tungau Euritetranychus sp

Klasifikasi tungau merah Euritetranychus sp. menurut Krantz (1978)

adalah Kingdom Animalia, Filum Arthropoda, Kelas Arachnida, Sub-Kelas Acari,

Ordo Acariformes Sub-Ordo Prostigmata, Famili Tetranychidae, Genus

Euritetranychus, dan Spesies Euritetranychus sp.

Biologi Tungau Tetranychidae

Famili Tetranychidae adalah famili terbesar dalam keberadaan tungau di

dunia. Lebih dari 1200 spesies tergolong dalam tungau laba-laba dan hanya

diketahui 70 genera yang diketahui dan masih banyak lagi yang belum diketahui,

terutama di daerah Hemispere Utara. Tubuh tungau tetranychid lunak, berukuran

sekitar 400µm, berwarna hijau, kuning, orange, merah, dan biasanya ditemukan di

antara jaringan sutera halus yang terdapat pada permukaan bagian tumbuhan yang

diserang (Zhi, 2003).

Tungau tetranychid melewati lima stadia dalam hidupnya yaitu telur, larva,

protonimfa, deutonimfa, dan dewasa. Tungau tetranychid mengalami fase istirahat

atau tidak bergerak pada jarak antara tiap-tiap fase yang dilewatinya selama masa

ganti kulit. Perkembangan dari telur sampai dewasa biasanya sampai satu minggu

atau lebih tergantung kondisi dan lingkungan disekitar tanaman (Zhi, 2003).

Tubuh betina tetranychid lebih besar dibandingkan dengan tubuh jantan, betina

dihasilkan dari telur yang dibuahi sedangkan jantan dihasilkan dari telur yang

tidak dibuahi. Imago betina Panonychus citri (McGregor)(Acari: Tetranychidae)

yang kopulasi akan menghasilkan keturunan jantan dan betina karena tidak semua

telur dapat dibuahi (Puspitarini, 2005).

Siklus hidup tungau tetranychid betina dewasa selanjutnya dibagi menjadi

3 periode yaitu praoviposisi, oviposisi, dan pascaoviposisi. Periode praoviposisi

sebelum endapan dari telur pertama biasanya pendek, tahan lama dalam beberapa

hari. Periode oviposisi seringkali berlangsung 10-40 hari, sebelum betina

Page 18: toksin tumbuhan

tetranychid berproduksi sampai 10 telur perhari, dengan maksimum rata-rata

reproduksi terjadi dalam satu pasang perhari pada peletakan telur pertama.

Periode pascaoviposisi lebih lama dari periode praoviposisi, tetapi lebih pendek

dari periode oviposisi (Krantz, 1978).

Tungau P.citri menempati kedua permukaan daun jeruk tetapi populasi

P.citri lebih banyak terdapat pada permukaan atas daun daripada permukaan

bawah daun. Reproduksi tungau betina P.citri lebih baik pada daun muda daripada

di daun tua (Puspitarini, 2005). Banyak tungau tetranychid yang berada di

permukaan daun dan mencari makan dengan cara menyisipkan alat mulutnya di

sel parenkim tanaman inang, isi yang dapat membawa tubuh tungau tinggal di

dalam sel tersebut. Tipe serangan yang disebabkan tungau tetranychid adalah

adanya spot berwarna putih kekuningan di atas sisi daun sehingga menyebabkan

penipisan khlorofil dan serangannya tidak teratur. Serangan yang lebih hebat

menyebabkan daun mengalami kekeringan, daun berguguran, sampai kematian

pada tanaman (Zhi, 2003).

Arti Ekonomis tungau merah dari famili Tetranychidae

Tungau Euritetranychus sp. bisa disebut juga tungau merah atau tungau

laba-laba. Tungau Euritetranychus sp. disebut demikian karena dapat

menghasilkan jaring-jaring sutera di sekitar tanaman inangnya. Huffaker et al.

(1969) menyatakan bahwa sekitar 1200 spesies tungau laba-laba yang telah

diketahui dan masih banyak lagi yang belum diketahui.

Serangan tetranychid dapat menyebabkan penurunan hasil produksi. Hal

ini karena tungau merusak pelindung permukaan daun, stomata, jaringan palisade,

dan jaringan bunga karang. Tungau laba-laba dapat mengeluarkan toksin pada

waktu makan bersama ekskresi ludah. Toksin yang sudah masuk ke dalam proses

metabolisme tanaman yang berakibat pada pengurangan serat, buah dan biji serta

menyebabkan penguningan, daun berguguran, dapat menyebabkan tanaman layu

dan mati (Huffaker et al., 1969).

Tungau Tetranychus urticae Koch (Acari: Tetranychidae) dan T.

cinnabarinus (Boisd.) (Acari: Tetranychidae) menyerang ketela pohon. Tungau T.

Page 19: toksin tumbuhan

urticae dan T. cinnabarinus menyerang tanaman dengan ciri bercak warna merah.

Jika serangan tungau T. urticae dan T. cinnabarinus berat maka ujung daun akan

melengkung dan meruncing. Daun menjadi kering, layu dan akhirnya tanaman

mati. Kerugian dari kerusakan ketele pohon mungkin sangat besar, khususnya di

Jawa Timur dan Jawa Tengah telah terjadi penggundulan area pertanaman

(Kalshoven, 1981).

Kerusakan akibat tungau dari famili Tetranychidae cukup besar, di

Amerika Serikat sekitar tahun 1951-1960 dilaporkan bahwa kerusakan yang

diakibatkan tungau merah pada tanaman perkebunan (strawberri sebesar 10 %,

kacang buncis 3 %, apel 7 %, jeruk 2,5 %, tanaman mint 7 % dan tanaman hips 6

%) lebih besar daripada serangan serangga lain semisal kumbang, ulat daun

ataupun serangga penghisap daun. Kehilangan karena tungau tetranychid dalam

10 tahun sebelumnya rupanya banyak berkurang sebesar 5 % dari penanaman di

dalam green house (Huffaker et al., 1969).

Tanaman Jarak Pagar ( Jatropha curcas L. )

Klasifikasi tanaman jarak pagar

Klasifikasi tanaman jarak pagar adalah Kingdom Plantae, Filum

Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Ordo Malpighiales, Famili Euphorbiaceae,

Sub-famili Acalyphoideae, Genus Jatropha, dan Spesies Jatropha curcas L.

(Alamsyah, 2006).

Ekologi dan penyebaran tanaman jarak pagar

Jarak pagar telah lama dikenal masyarakat di berbagai daerah Indonesia,

yaitu sejak diperkenalkan oleh bangsa Jepang pada tahun 1942-an, saat ini

masyarakat diperintahkan untuk melakukan penanaman jarak sebagai pagar

pekarangan. Beberapa nama daerah (nama lokal) yang diberikan kepada tanaman

jarak pagar ini yaitu Sunda : jarak kosta, jarak budeg, Jawa : jarak gundul, jarak

pager, Madura : kalekhe paghar, Bali : jarak pager, Nusatenggara : lulu mau, paku

kase, jarak pageh, Alor : kuman nema, Sulawesi : jarak kosta, jarak wolanda,

Page 20: toksin tumbuhan

bindalo, bintalo, tondo utomene, Maluku : ai huwa kamala, balacai, kadoto

(Hariyadi, 2005).

Tanaman jarak pagar adalah tanaman perdu termasuk famili dari

Euphobiaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan, tapi dari berbagai

pustaka disebutkan juga jarak pagar berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko,

kemudian menyebar ke Afrika dan Asia. Jarak pagar dapat tumbuh di daerah

tropis dengan curah hujan antara 300-1000 m, dan pada ketinggian tempat antara

0-500 m di atas permukaan laut. Jarak pagar sering juga disebut physic nut atau

purging nut yang dapat tumbuh mencapai tinggi tanaman hingga 8 m dan

diameter batang 20 cm, dengan cabang tidak beraturan (Anonymous, 2006 b).

Tanaman jarak pagar mudah beradaptasi terhadap lingkungan

tumbuhnya, menghendaki lingkungan tumbuh yang optimal bagi

pertumbuhannya, yaitu pada ketinggian 0 – 2000 m di atas permukaan laut, suhu

berkisar antara 18◦–30◦C. Pada daerah dengan suhu rendah (<18◦C) jarak pagar

mengalami hambatan pertumbuhan, sedangkan pada suhu tinggi (>35◦C)

menyebabkan gugur daun dan bunga, buah kering sehingga produksi menurun.

Jarak pagar dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tetapi memiliki drainase

baik, tidak tergenang, dan pH tanah 5.0 – 6.5 (Hariyadi, 2005).

Deskripsi tanaman jarak pagar

Daun

Daun jarak pagar berwarna hijau kekuningan berukuran 6 x 15 cm dengan

tepi berlekuk. Daun jarak pagar mengandung flavanoid, apigenin, vitexin, dan

isovitexin. Daun jarak pagar juga mengandung dimer dari triterpene alkohol

(C63H117O9) dan dua flavanoid glikosida (Alamsyah, 2006). Daun bisa diekstraksi

menjadi bahan pakan ulat sutera dan obat-obatan herbal (Brodjonegoro,

Rekksowardjojo, Soerawidjaja., 2006).

Batang

Batang jarak pagar mengandung b-sitosterol dan b-D-glukosida,

marmesin, propacin, curculathrine A dan B, diterpenoid jatropol, jatropholone A

Page 21: toksin tumbuhan

dan B, coumarin tomentin, dan coumarino jatrophin. Batang jarak pagar

mengeluarkan getah bening dan tidak menggumpal. Getah jarak pagar dapat

digunakan untuk mempercepat penyembuhan luka yang sulit disembuhkan,

infeksi pada gusi, dan anti pendarahan pada luka yang terpotong atau tergores

(Alamsyah, 2006). Kulit batang bisa juga diekstraksi menjadi tanin atau sekadar

dijadikan bahan bakar lokal untuk kemudian menghasilkan pupuk (Brodjonegoro,

Rekksowardjojo, Soerawidjaja, 2006).

Buah dan biji

Buah jarak pagar berbentuk kapsul dan berukuran kecil dengan diameter

2,5 – 4 cm. Buah yang belum masak berwarna hijau, sedangkan jika sudah masak

buah berwarna hitam dengan ukuran 2 cm. Daging biji berwarna putih dan

mengandung minyak (Kingsbury, 1964).

Biji jarak pagar rata-rata berukuran 18 x 11 x 9 mm, berat 0,62 gram, dan

terdiri atas 58,1 % biji inti berupa daging (kernel) dan 41,9 % kulit. Kulit hanya

mengandung 0,8 % ekstrak eter. Kadar minyak trigliserida dalam inti biji sama

dengan 55% atau 33% dari berat total biji. Asam lemak penyusun minyak jarak

pagar terdiri atas 22,7% asam jenuh dan 77,3% asam tak jenuh. Kadar asam lemak

minyak terdiri dari 17,0% asam palmiat, 5,6 % asam stearat, 37,1 % asam oleat,

dan 40,2 % asam linoleat (Stegar dan van Loon, 1941 dalam Brodjonegoro,

Rekksowardjojo, Soerawidjaja, 2006).

Sedangkan bungkil ekstraksi bisa menghasilkan pupuk dan sebagai bahan

dasar pembangkitan biogas yang produk akhirnya berupa biogas pengganti

minyak tanah, serta detoksifikasi yang hasil akhirnya berupa pakan ternak.

Sementara itu, kulit biji jarak pagar bisa menghasilkan bahan bakar lokal dan

pupuk (Brodjonegoro, Rekksowardjojo, Soerawidjaja, 2006).

Potensi daya racun tanaman jarak pagar

Insektisida nabati merupakan senyawa beracun yang berasal dari tumbuh-

tumbuhan yang digunakan untuk mematikan serangga hama. Berdasarkan sejarah,

Page 22: toksin tumbuhan

bahan-bahan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sudah digunakan untuk

mengendalikan serangga hama sebelum ditemukan pestisida sintesis. Bagian

tumbuhan (bunga, daun, akar, ataupun buah ) yang akan digunakan sebagai

insektisida, umumnya dihancurkan atau diekstraksi terlebih dahulu, kemudian

diaplikasikan (Sastroutomo, 1992).

Penelitian mengenai aplikasi tanaman jarak pagar terhadap serangga

belum dikembangkan secara luas, padahal potensinya begitu besar untuk

mengendalikan serangga hama. Tanaman jarak pagar dikenal sebagai pengganti

bahan bakar diesel, sebagai obat tradisional, pengendali erosi dan perbaikan tanah.

Penelitian tentang tanaman ini begitu luas mulai dari daun, buah (biji dan daging

buah), getah sampai cangkang biji (Alamsyah, 2006).

Biji tanaman jarak pagar menunjukkan aktifitas antimoluska melawan

inang cacing hati. Minyak jarak pagar dan minyak ekstraknya telah berhasil

digunakan untuk mematikan keong mas (Pomocea sp.) dan keong vektor dari

Schistosoma manusia. Ekstrak metana dari minyak kasar tersebut akan lebih aktif

dengan LD50 sebesar 0,004 % untuk Biomphalaria glabrata dan 0,00025 % untuk

Oncomelania hipensis. Penggunaan minyak jarak pagar untuk pengendalian hama

pengganggu kapas dianggap sebagai sebagai alternatif dari penggunaan bahan

kimia yang berbahaya (Alamsyah, 2006).

Biji jarak pagar berpengaruh juga pada organ intestinal atau organ bagian

dalam mamalia. Pada tahun 1854, di Birmingham, Inggris lebih dari 30 anak

keracunan biji jarak pagar. Secara umum, memakan 3-5 biji jarak pagar akan

menyebabkan kembung berat, iritasi usus halus, nyeri dada, muntah dan kadang-

kadang diare. Pada kasus yang berat, penderita keracunan dapat mengalami

dehidrasi klinis (Alamsyah, 2006). Perlu diketahui, biji jarak pada tanaman jarak

pagar mengandung 3H-12O tetradecanolphorbol-13-asetan yang berpengaruh

pada kulit manusia. Pada tikus (sebagai hewan mamalia), pemberian biji jarak

terjadi iritasi pada kulit dan dilaporkan terjadi tumor kulit sebesar 36 % dalam 30

minggu (Horiuchi et al., 1987). Stirpe et al., (1976) menyatakan pada konsentrasi

LD50 9,11 mg/tikus dapat menyebabkan kematian sekitar 48 jam setelah

pemberian biji jarak pagar.

Page 23: toksin tumbuhan

Kandungan dan Cara kerja (Mode of Action) racun biji jarak pagar

Biji jarak pagar mengandung senyawa utama yang beracun yaitu curcin

dan minyak purgatif. Curcin yang biasa disebut phytotoksin atau toxalbumin,

ditemukan di dalam biji dan sebagian dalam buah dan sari buah. Curcin

mengandung molekul protein yang kompleks sehingga menjadi racun yang tinggi.

Phytotoksin mempunyai panas yang tidak stabil, dan dapat mengidentifikasi

reaksi kimia yang terjadi sebagai antibodi (Kingsbury, 1964). Molekul kimia yang

menyebabkan sebagai racun yang akut adalah Tetramethylpyrazine (TMPZ):CAS:

1124-11-4 MW:136, 22 Molekular formula: C8-14-12-N2. Cara kerja curcin pada

mamalia (tikus) mulai terlihat pada 12 jam setelah perlakuan, dengan gejala awal

berupa diare, muntah-muntah dan depresi. Pada 48 jam setelah perlakuan, curcin

dapat mengakibatkan kematian (Adam, 1974).

Biji jarak pagar juga mengandung minyak purgatif, kandungan minyak

purgatif terdapat pada bagian kulit biji adalah 25-30 %, sedangkan pada bagian

inti biji (kernel) kandungannya lebih tinggi yaitu 50-60 %. Oleh karena itu,

minyak purgatif sangat beracun dan dianjurkan tidak dikonsumsi. Minyak

purgatif, terkandung 40 % penghasil minyak tetapi kebanyakan pada jenis jarak

kepyar (Riccinus communis) (Jourbert et al., 1984).

Cara kerja curcin menyerupai kerja enzim proteolitik, yaitu mengacaukan

sintesa protein dengan merusak membran plasma terlebih dahulu kemudian

merangsang akumulasi amonia. Oleh karena itu apabila terjadi akumulasi suatu

senyawa atau hambatan maka sirkuit transmisi listrik akan terhambat (Kingsbury,

1964). Pengaruh langsung dengan adanya akumulasi ini terhadap mamalia adalah

adanya gangguan sistem syaraf pusat, sistem kardiovaskular, dandisertai dehidrasi

(Aplin, 1976).

Gejala awal pada larva S. Litura yang diberi Ekstrak Biji Jarak Pagar yaitu

gerak tubuh sangat aktif karena perilaku berhenti makan (stop feeding), muntah-

muntah atau cenderung mengeluarkan cairan tubuh melalui oral, gerak tubuh pasif

setelah beberapa saat kemudian (diam), dan akhirnya mengalami kematian

(Masruroh, 2006).

Page 24: toksin tumbuhan

III. BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Hama dan Penyakit

Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini

dilakukan pada bulan Juli 2006 sampai Februari 2007.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas piala (volume : 50

ml dan 250 ml), gelas ukur (volume : 10 ml dan 100 ml) sebagai alat pengukur

saat pengenceran, blender, toples plastik, kertas pembersih, kertas Whatmann,

evaporator, sentrifuse, corong, kain kassa, cawan Petri, spon, kapas, kuas halus,

mikroskop, kaca pembesar, plastik, mikrometer, mistar, dan kamera digital.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun jarak yang bebas

dari serangan hama dan patogen, Imago tungau Euritetranychus sp., 100 g biji

jarak pagar, 500 ml ethil eter dan aquades steril.

Metode Penelitian

Perbanyakan Tungau

Tungau diperoleh dari kebun tanaman jarak di Balai Penelitian Tembakau

dan Tanaman Serat (BALITTAS) Karang Ploso. Untuk keperluan perbanyakan

massal, tungau dipindah ke tanaman jarak yang berumur 1-2 bulan dengan

menggunakan kuas halus. Sebelum dipindah ke tanaman jarak tersebut, setiap

daun pada tanaman jarak dibersihkan dari serangga atau tungau yang menempel

dengan kain basah. Tungau hasil perbanyakan kemudian digunakan untuk

keperluan penelitian.

Arena Penelitian

Percobaan dilakukan dalam cawan Petri yang di dalamnya di tempatkan

busa yang direndam air. Di atas busa kemudian diletakkan kapas. Kapas

Page 25: toksin tumbuhan

diusahakan selalu terendam air agar tungau tidak dapat keluar dari arena

percobaan. Selanjutnya sepotong daun jarak berbentuk persegi panjang (p : 2 cm

dan l : 3 cm) diletakkan di atas kapas.

Gambar 1. Arena Penelitian

Studi Biologi Tungau Euritetranychus sp.

Percobaan diawali dengan mempersiapkan 50 telur tungau Euritetranychus

sp. yang diletakkan pada hari yang sama. Telur diamati setiap hari sampai

menetas. Jika yang menetas lebih dari 20 telur, maka yang diamati adalah 20 telur.

Telur diamati setiap tiga jam sampai terbentuk imago.

Keperidian tungau betina diamati dengan menempatkan seekor tungau

betina pada sepotong daun jarak pagar di arena percobaan. Hal yang sama

dilakukan terhadap 19 betina lain yang muncul pada hari yang sama. Banyaknya

telur yang diletakkan setiap hari dihitung dan dicatat. Setelah dihitung kemudian

telur disingkirkan dengan menggunakan jarum bertangkai. Pengamatan ini

dilakukan sampai tungau betina mati dan saat kematian tungau betina dicatat.

Daun jarak diganti ketika daun tidak segar lagi.

Pembuatan Ekstrak Biji Jarak Pagar

Pembuatan ekstrak biji jarak pagar dilakukan dengan Metode Wang Shu-

tong, Xiao-yan, Liu Jun-ling, dan Ke-qiang (2001), yaitu biji jarak pagar yang

didapat dari lapang dibersihkan dari kotoran. Biji jarak pagar dikupas dari

Page 26: toksin tumbuhan

kulitnya dan dihancurkan sampai halus berbentuk seperti serbuk. Kemudian

diambil 100 g serbuk dan ditambahkan pelarut ethil eter 99,9 % sebanyak 500 ml,

yang dilanjutkan dengan pengocokan selama 24 jam pada suhu 30oC. Ekstrak

disaring dan disentrifus pada 4500 rpm selama 10 menit. Supernatan yang didapat

di evaporasi di bawah suhu 50oC. Selanjutnya dari larutan yang didapat, diambil

20 g dan ditambahkan dengan 10 ml ethil eter 50 %. Larutan dengan konsentrasi

50% digunakan sebagai larutan induk.

Pengujian Ekstrak Biji Jarak Pagar

Penentuan LC50

LC50 adalah konsentrasi yang dibutuhkan oleh pestisida untuk mematikan

50% dari serangga yang diujikan (Busvine, 1971). Penentuan LC50 dilakukan

untuk mengetahui kisaran konsentrasi EBJP yang mampu mematikan imago

tungau Euritetranychus sp. Pada penelitian ini digunakan 6 konsentrasi EBJP

yaitu 0 ml/l, 0.25 ml/l, 0.5 ml/l, 1 ml/l, 1.5 ml/l, dan 2 ml/l. Setiap perlakuan

diulang tiga kali menggunakan 40 ekor imago tungau Euritetranychus sp. Pakan

tungau Euritetranychus sp adalah daun jarak pagar seluas 16 cm2 yang dicelupkan

dalam larutan EBJP selama 5 menit (Leaf Dipping Method), kemudian

dikeringanginkan selama 3 menit (Busvine, 1971). Daun yang telah

dikeringanginkan diletakkan di atas kapas pada arena penelitian. Sebanyak 40

imago tungau Euritetranychus sp. diletakkan di atas potongan daun jarak pagar

itu. Setelah 3 jam, imago tungau Euritetranychus sp. dipindah ke arena penelitian

dan diberi pakan daun jarak pagar yang tidak dicelup EBJP .

Setelah dilakukan uji pendahuluan, maka dilakukan penghitungan dengan

Probit Analisis Hsin Chi. Berdasarkan hasil analisis probit (Tabel Lampiran 2)

LC50 dari pengujian EBJP pada imago Euritetranychus sp. adalah 1,10 ml/l.

Studi Perkembangan imago tungau Euritetranychus sp. setelah perlakuan EBJP

Nilai LC50 sebesar 1.10 ml/l kemudian digunakan untuk mengetahui

pengaruh EBJP terhadap perkembangan imago Euritetranychus sp. yaitu perilaku

tungau Euritetranychus sp., lama hidup, dan keperidian betina Euritetranychus sp.

Page 27: toksin tumbuhan

Daun jarak pagar sebagai pakan imago Euritetranychus sp. seluas 16 cm2

dicelupkan EBJP dengan konsentrasi 1.10 ml/l selama 5 menit, kemudian

diletakkan di arena penelitian. Potongan daun jarak pagar di keringanginkan

selama 3 menit. Setelah itu potongan daun jarak pagar diletakkan di arena

penelitian. Sebanyak 40 imago Euritetranychus sp. tidak dibedakan jenis kelamin

disiapkan sebelum diletakkan di atas potongan daun jarak pagar. Imago

Euritetranychus sp. diletakkan di atas potongan jarak pagar pada masing-masing

arena penelitian. Setelah 3 jam, imago tungau Euritetranychus sp. yang masih

hidup dipindah ke arena penelitian lainnya dengan daun jarak pagar yang tidak

dicelup EBJP . Penghitungan jumlah imago Euritetranychus sp. yang masih hidup

dilakukan sehari setelah perlakuan. Jumlah imago Euritetranychus sp. yang masih

hidup dibedakan jantan dan betina. Pengamatan meliputi lama hidup, perilaku

setelah perlakuan EBJP dan keperidian betina Euritetranychus sp. Pengamatan

dibandingkan dengan tungau Euritetranychus sp. pada penelitian biologi yang

telah dilakukan sebelumnya.

Analisis Data

Prosentase tungau Euritetranychus sp. akibat aplikasi EBJP dianalisis

dengan analisis probit. Apabila terdapat kematian pada kontrol tidak lebih dari 5

%, maka proporsi kematian dikoreksi menggunakan rumus Abbot (1925 dalam

Finney, 1971) yaitu:

%100- xx

yxP =

yang P adalah proporsi kematian terkoreksi (%), x adalah proporsi yang hidup

dalam kontrol (%), y adalah proporsi yang hidup dalam perlakuan (%).

Page 28: toksin tumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil

Biologi tungau Euritetranychus sp.

Stadia Euritetranychus sp. adalah telur, larva, protonimfa, deutonimfa, dan

imago.

Parameter kehidupan pradewasa tungau Euritetranychus sp. pada jarak

pagar disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter Kehidupan Pradewasa Tungau Euritetranychus sp. pada Jarak Pagar

Parameter

Rerata (jam)

Lama stadia

Telur 24.00

Larva 57.40

Protokrisalis 26.25

Protonimfa 21.75

Deutokrisalis 18.94

Deutonimfa 26.12

Teliokrisalis 19.80

Perkembangan

Pradewasa 194.26

Pada Tabel 1 terlihat telur tungau Euritetranychus sp. menetas 24 jam

setelah telur diletakkan. Rerata stadia larva Euritetranychus sp. yaitu lebih lama

dibandingkan stadia telur. Rerata nimfa Euritetranychus sp. adalah protokrisalis,

protonimfa, deutokrisalis, deutonimfa, dan teliokrisalis yaitu 112,86 jam. Siklus

hidup tungau Euritetranychus sp. sedikit lebih lama sehari bila dibandingkan

pradewasa tungau.

Page 29: toksin tumbuhan

Oviposisi pada tungau Euritetranychus sp. didahului oleh masa pra-oviposisi

sekitar 24 jam. Berikut ini disajikan parameter kehidupan imago tungau

Euritetranychus sp. pada Tabel 2.

Tabel 2. Berbagai Parameter Kehidupan Imago Tungau Euritetranychus sp. pada Jarak Pagar

Parameter

Rerata

Lama masa praoviposisi (hari) 1.10

Lama masa pascaoviposisi (hari) 0.80

Lama masa oviposisi (hari) 14.65

Lama hidup imago betina (hari) 16.55

Keperidian (butir/betina) 17.55

Nisbah kelamin (jantan : betina) 1 : 3.2

Masa praoviposisi tungau betina Euritetranychus sp. sedikit lebih lama

dibandingkan masa pascaoviposisi. Telur yang dihasilkan betina Euritetranychus

sp. yaitu 1-4 telur setiap hari. Rerata jumlah telur Euritetranychus sp. yang

dihasilkan seekor betina Euritetranychus sp. adalah 17,55 butir.

Jumlah tungau betina Euritetranychus sp. tiga kali lipat lebih banyak

daripada tungau jantan.

Lama hidup tungau Euritetranychus sp. relatif singkat. Lama hidup tungau

Euritetranychus sp. disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rerata dan Kisaran Lama Hidup Tungau Euritetranychus sp.

Tungau Euritetranychus sp.

x ± SE

Kisaran (hari)

Jantan 20.5 ± 0.5 18-22

Betina 16.6 ± 0.6 8-24

Page 30: toksin tumbuhan

Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa lama hidup tungau betina

Euritetranychus sp. lebih lama dibandingkan dengan tungau jantan.

Morfologi tungau Euritetranychus sp.

Telur Euritetranychus sp. berbentuk bulat. Telur diletakkan secara

berkelompok dan sebagian besar diletakkan diantara tulang daun. Telur-telur

Euritetranychus sp. tersebut juga dilapisi oleh jaring-jaring halus. Telur tungau

Euritetranychus sp. transparan. Telur Euritetranychus sp. yang semula transparan,

selanjutnya berubah menjadi lebih kusam jika telur akan menetas. Telur

Euritetranychus sp. menetas maksimal 3 hari, jika melebihi waktu tersebut telur

akan mengkerut dan tidak menetas. Telur Euritetrayichus sp. tidak akan menetas

bila diamati setiap 3 jam sekali. Hal ini karena adanya cahaya lampu yang terus-

menerus di laboratorium. Faktor cahaya lampu merupakan faktor penting dalam

pengamatan telur tungau Euritetranychus sp. di laboratorium.

Larva Euritetranychus sp. berwarna bening atau tidak berwarna. Pada sisi

lateral tubuh larva Euritetranychus sp. terdapat bercak berwarna hitam. Gerakan

larva Euritetranychus sp. lamban. Larva Euritetranychus sp. mempunyai tiga

pasang tungkai. Terdiri dari dua pasang tungkai pada anterior dan satu pasang

tungkai pada posterior. Seta pada larva Euritetranychus sp. belum tampak jelas.

Larva Euritetranychus sp. mengalami stadia istirahat pertama yang disebut

protokrisalis. Ciri dari stadia ini yaitu dua pasang tungkai merapat dan diarahkan

ke anterior, sedangkan satu pasang tungkai diarahkan ke arah posterior merapat

tubuh. Tubuh tungau Euritetranychus sp. pada saat stadia ini terdapat bercak di

sisi kiri dan sisi kanan tubuh tungau. Tubuh tungau Euritetranychus sp. tetap

bening walau agak kusam. Pada stadia protokrisalis kebanyakan tungau

Euritetranychus sp. berada di ujung tulang daun dan tertutup jaring-jaring sutera.

Protonimfa Euritetranychus sp. muncul setelah stadia istirahat pertama.

Tubuh protonimfa Euritetranychus sp. berwarna kehitam-hitaman. Protonimfa

Euritetranychus sp. mempunyai tambahan satu pasang tungkai di bagian posterior.

Tubuh tungau Euritetranychus sp. lebih besar dari larva Euritetranychus sp.,

Page 31: toksin tumbuhan

dengan bercak yang kelihatan menyeluruh di sisi tubuh tungau Euritetranychus

sp. Seta mulai tampak pada bagian idiosoma.

Protonimfa Euritetranychus sp. mengalami stadia istirahat kedua atau

deutokrisalis. Tubuh tungau Euritetranychus sp. berwarna kehitam-hitaman

mengkilat. Dua pasang tungkai tungau Euritetranychus sp. mengarah ke anterior

dan sejajar tubuh, sedangkan dua pasang tungkai belakang juga merapat dan

diarahkan ke posterior dan sejajar tubuh. Jaring-jaring sutera mulai tampak jelas

mengelilingi tubuhnya.

Setelah mengalami stadia istirahat kedua, stadia Euritetranychus sp.

berikutnya adalah detonimfa. Setelah muncul dari pergantian kulit deutonimfa

tidak bergerak. Deutonimfa Euritetranychus sp. mempunyai ukuran yang lebih

besar daripada protonimfa. Tubuh deutonimfa Euritetranychus sp. kusam dan

ditumbuhi sedikit seta. Pada sisi lateral deutonimfa Euritetranychus sp. terdapat

bercak yang tidak menyeluruh. Tungkai bagian anterior dan posterior lebih

panjang dari tungkai protonimfa Euritetranychus sp. Pada stadia deutonimfa

Euritetranychus sp. jaring-jaring sutera sudah tidak dijumpai lagi. Deutonimfa

Euritetranychus sp. baru bergerak 30 menit setelah muncul dari pergantian kulit.

Tubuh jantan Euritetranychus sp. lebih ramping daripada betina.

Stadia Euritetranychus sp. berikutnya setelah deutonimfa adalah stadia

istirahat ketiga atau teliokrisalis. Tubuh tungau Euritetranychus sp. berwarna

kehitam-hitaman mengkilat. Dua pasang tungkai depan merapat mengarah ke

anterior dan sejajar tubuh, sedangkan dua pasang tungkai belakang juga merapat

dan diarahkan ke posterior. Jaring-jaring sutera yang berada pada stadia ini tidak

sepadat stadia istirahat lainnya. Pada tubuh Euritetranychus sp. terlihat

pembungkus berwarna bening.

Imago betina Euritetranychus sp. praoviposisi dan imago betina oviposisi

dapat dibedakan dari warna tubuhnya. Tubuh imago betina Euritetranychus sp.

praoviposisi berwarna merah kusam. Setelah telur pertama diletakkan tungau

betina Euritetranychus sp., warna tubuh tungau betina Euritetranychus sp.

menjadi merah cerah. Sepasang tungkai depan berukuran lebih panjang

dibandingkan tiga pasang tungkai lainnya. Pada masa ini biasanya tungau betina

Page 32: toksin tumbuhan

Euritetranychus sp. berada di bawah tulang daun dengan membentuk jaring-

jaring sutera di sekitar tubuhnya.

Tubuh imago jantan Euritetranychus sp. lebih ramping daripada betina

Euritetranychus sp. Seta tidak sejelas imago betina Euritetranychus sp. Bagian

posterior idiosoma ramping. Tungkai-tungkainya tampak lebih panjang dari

tubuhnya.

Pengaruh Ekstrak Biji Jarak Pagar (EBJP) terhadap biologi tungau merah Euritetranychus sp.

Uji Pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan sebagai dasar untuk mendapatkan nilai LC50

EBJP yang diujikan pada imago tungau Euritetranychus sp. dengan menggunakan

6 konsentrasi EBJP yaitu 0 ml/l, 0.25 ml/l, 0.5 ml/l, 1 ml/l, 1.5 ml/l, dan 2 ml/l.

Dari hasil uji ini diketahui bahwa hubungan antara tingkatan konsentrasi EBJP

berbanding lurus dengan jumlah kematian tungau Euritetranychus sp. seperti

disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rerata Kematian Imago Tungau Euritetranychus sp. akibat Perlakuan

EBJP Pada Uji Pendahuluan

Konsentrasi EBJP (ml/l)

Kematian (%)

0 0

0,25 18,88

0,5 23,33

1 40,00

1,5 70,00

2 76,67

Peningkatan konsentrasi EBJP dari 0,25 ml/l menjadi 2 ml/l atau 8 kali

mengakibatkan peningkatan kematian tungau Euritetranychus sp. menjadi 4,2

kali. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat konsentrasi yang

Page 33: toksin tumbuhan

digunakan, maka semakin besar pula kematian imago Euritetranychus sp.

Berdasarkan hasil analisis probit (Tabel lampiran 2) LC50 dari pengujian EBJP

pada imago tungau Euritetranychus sp. adalah 1,10 ml/l dengan persamaan garis

regresi yaitu y=3,52 + 4,66x. LC50 EBJP 1,10 ml/l berarti bahwa pada konsentrasi

1,10 ml/l EBJP dapat mematikan 50 % jumlah tungau yang diujikan.

Perkembangan imago tungau Euritetranychus sp. setelah perlakuan EBJP

Pengujian pengaruh EBJP terhadap lama hidup imago dan keperidian

Euritetranychus sp. dilakukan terhadap 120 imago dengan menggunakan

konsentrasi EBJP 1,10 ml/l. Setelah 3 jam, dari 120 imago yang diperlakukan

dengan EBJP terdapat 59 ekor imago yang masih hidup. Hari berikutnya, jumlah

imago berkurang 9 ekor dan menjadi 50 ekor. Dari jumlah imago tersebut diamati

jumlah imago tungau Euritetranychus sp. yang masih hidup, jenis kelamin, dan

jumlah telur yang diletakkan. Pengamatan dilakukan sampai semua tungau yang

diperlakukan EBJP mati. Perbandingan jumlah tungau Euritetranychus sp. akibat

perlakuan EBJP dan tanpa perlakuan EBJP disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Jumlah Imago Tungau Euritetranychus sp., Jenis Kelamin dan Jumlah Telur Setelah Perlakuan EBJP dan Tanpa Perlakuan EBJP

Hari ke... setelah perlakuan

Jumlah imago Jenis kelamin Jumlah telur

Tanpa EBJP

EBJP

EBJP Tanpa EBJP

EBJP Tanpa EBJP

♂ ♀ ♀

1 50 50

50 30

50 17

50 5

50 1

50 0

30 20 20

20

20

20

20

20

15 36

2 20 10 7 32

3 11 6 3 31

4 4 1 0 29

5 1 0 0 13

6 0 0 0 20

Page 34: toksin tumbuhan

Dari Tabel 5 terlihat bahwa EBJP berpengaruh buruk pada kehidupan

tungau, hal ini terlihat pada imago yang hanya dapat bertahan hidup pada hari ke-

5, sedangkan jumlah imago tanpa perlakuan EBJP sampai hari ke-6 adalah tetap.

Pengaruh EBJP juga tampak pada tungau betina yang lebih cepat mati daripada

tungau jantan. Kemampuan betina Euritetranychus sp. untuk meletakkan telur

dipengaruhi EBJP yaitu bahwa betina hanya dapat meletakkan sampai hari ke-3,

sedangkan imago tanpa perlakuan EBJP dapat bertelur sampai hari ke-6.

Dari analisis uji t (Tabel Lampiran 3) perlakuan EBJP berpengaruh terhadap

jumlah telur yang diletakkan oleh tungau Euritetranychus sp. Pengaruh EBJP

terhadap rerata jumlah telur yang dihasilkan tungau Euritetranychus sp. disajikan

pada Tabel 6.

Tabel 6. Rerata Jumlah Telur Tungau Euritetranychus sp. Akibat Perlakuan EBJP dan Tanpa Perlakuan EBJP

Rerata jumlah telur Euritetranychus sp.

tanpa EBJP

Rerata jumlah telur Euritetranychus sp.

dengan EBJP

t

db

P

26.83a

4.17b

-9.32

5

0.0001

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang bersesuaian menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji t 5%

Dari Tabel 6 terlihat bahwa rerata jumlah telur Euritetranychus sp. tanpa

perlakuan EBJP lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan EBJP . Jumlah telur

Euritetranychus sp. tanpa perlakuan EBJP enam kali lipat lebih tinggi bila

dibandingkan yang diperlakukan EBJP .

EBJP tidak hanya berpengaruh terhadap jumlah telur yang dihasilkan betina,

tetapi juga terhadap fertilitas telur. Dari 25 telur yang diletakkan tungau betina

yang diperlakukan EBJP yang menetas hanya 11 butir dan larva yang muncul

hanya dapat bertahan hidup antara 24-48 jam, sedangkan lama stadia larva tanpa

perlakuan EBJP adalah 57.40 jam (Tabel 1).

Dari analisis uji t (Tabel Lampiran 3) perlakuan EBJP berpengaruh nyata

terhadap jumlah imago betina Euritetranychus sp. Dari 20 imago betina (Tabel 5)

Page 35: toksin tumbuhan

yang diperlakukan EBJP terjadi penurunan jumlah imago sampai hari ke-4. Pada

hari ke-5 imago Euritetranychus sp. tidak ada yang hidup. Sedangkan jumlah

imago tanpa perlakuan EBJP sampai hari ke-6 adalah tetap. Rerata jumlah imago

betina Euritetranychus sp. yang diperlakukan dan tidak diperlakukan EBJP

disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rerata Imago Betina Euritetranychus sp. Pada Daun Jarak Pagar yang Diperlakukan dan Tidak Diperlakukan EBJP

Rerata jumlah imago betina Euritetranychus

sp. tanpa EBJP

Rerata jumlah imago betina Euritetranychus

sp. dengan EBJP

t

db

P

20a

6.17b

-4.31

5

0.003

Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris yang bersesuaian menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji t 5%

Dari Tabel 7 terlihat bahwa perlakuan EBJP berpengaruh nyata terhadap

jumlah imago betina Euritetranychus sp. yang mati. Jumlah imago betina yang

betina Euritetranychus sp. pada perlakuan EBJP tiga kali lipat lebih banyak

dibandingkan tanpa perlakuan EBJP .

EBJP tidak hanya berpengaruh terhadap jumlah imago betina, tetapi juga

terhadap posisi kematian tungau. Posisi tubuh imago tungau Euritetranychus sp.

yang mati akibat perlakuan EBJP adalah miring sedangkan posisi imago tungau

yang mati tanpa perlakuan adalah sama dengan posisi tungau ketika masih hidup.

Tubuh tungau yang mati akibat perlakuan EBJP mengeriput, serta di sekitar tubuh

tungau berair. Tubuh tungau akibat perlakuan EBJP tidak berada pada tulang daun

melainkan di tengah daun tetapi sebagian besar tungau berada di kapas, sedangkan

tungau Euritetranychus sp yang tidak diperlakuan EBJP kebanyakan mati di daun.

2. Pembahasan

Tungau Euritetranychus sp. membutuhkan waktu 33 hari (sekitar 4-5

minggu) untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Secara umum siklus hidup tungau

Page 36: toksin tumbuhan

tetranychid membutuhkan waktu sekitar 10 sampai 40 hari, seperti yang

dilaporkan Zhi (2003).

Stadia tungau Euritetranychus sp. sama dengan tungau dari tetranychid

lainnya. Secara umum tungau tetranychid memulai stadia dari telur, larva,

protonimfa, deutonimfa dan imago. Tungau Euritetranychus sp. mengalami 3

stadia istirahat di tiap-tiap stadia setelah stadia larva dan sebelum imago. Ciri dari

stadia ini sama dengan tetranychid P. citri yang diteliti Puspitarini (2005). Hal ini

menunjukkan bahwa stadia tungau yang berasal dari famili yang sama cenderung

sama pula stadia perkembangannya.

Posisi tubuh tungau yang mati dan morfologi tungau Euritetranychus sp.

setelah perlakuan EBJP berbeda dengan tanpa perlakuan EBJP . Perbedaan ini

diduga karena racun EBJP telah masuk ke tubuh tungau yang diperlakukan

dengan EBJP sehingga mengganggu kerja sistem syaraf maupun metabolisme

tubuh yang tampak dari posisi tubuh yang mati akibat perlakuan EBJP berbeda

dengan tanpa perlakuan EBJP . Tungau yang mati akibat perlakuan EBJP terlihat

basah, mengeriput dan lunak. Masruroh (2006) menyatakan bahwa imago

Spodoptera litura F.(Lepidoptera:Noctuidae)akibat perlakuan EBJP menunjukkan

gejala tubuh yang basah, lunak dan tubuh menyusut dari ukuran normal.

Produktivitas telur yang dihasilkan imago betina Euritetranychus sp.

setelah perlakuan EBJP menurun. Pada Tabel 6 rerata telur imago betina

Euritetranychus sp. setelah perlakuan EBJP lebih rendah daripada rerata telur

betina tanpa perlakuan EBJP . Hal ini menunjukkan bahwa EBJP berpengaruh

buruk terhadap keperidian tungau betina Euritetranychus sp.

Penetasan telur Euritetranychus sp. terganggu akibat perlakuan EBJP . Dari

jumlah yang menetas, larva hanya bertahan lebih singkat bila dibandingkan tanpa

perlakuan EBJP . Hal tersebut, diduga karena salah satu kandungan dari racun

EBJP yaitu curcin telah masuk ke dalam tubuh tungau sehingga pengaruh EBJP

mengganggu aktivitas makan, stadia pergantian kulit dan kematian. Joubert et

al.,(1984) menyatakan bahwa curcin mengandung protein yang sangat beracun

dan menghambat sintesis protein dari sel yang diserang, sehingga mengacaukan

proses metabolisme maupun fisiologis didalamnya, termasuk pergantian kulit.

Page 37: toksin tumbuhan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Tungau Euritetranychus sp. mempunyai beberapa stadia yaitu telur, larva,

nimfa, protonimfa, deutonimfa, dan dewasa. Tungau Euritetranychus sp.

membutuhkan 33 hari untuk satu kali siklus hidup. Imago betina tungau

Euritetranychus sp. dapat bertelur antara 8 sampai 29 telur.

2. Pada LC50 1,10 ml/l, racun Ekstrak Biji Jarak Pagar (EBJP) berpengaruh

buruk terhadap keperidian tungau betina, mempengaruhi morfologis, dan

kelangsungan hidup tungau Euritetranychus sp.

Saran

Saran untuk penelitian ini adalah :

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh jenis pelarut

terhadap toksisitas EBJP

2. Perlu dilakukan pembanding dengan pestisida dengan EBJP untuk

mengetahui keefektifan pestisida di dalam pengendalian tungau

Euritetranychus sp. di lapang serta pengaruhnya terhadap lingkungan

Page 38: toksin tumbuhan

DAFTAR PUSTAKA

Adam, S.E.I. 1974. Toxic Effects of Jatropha curcas in mice. Toxicology, 2(1):

67-76. Diunduh di http://www.inchem.org

Alamsyah, A.N.2006. Biodisel Jarak Pagar: Bahan Bakar Alternatif yang ramah lingkungan. Agromedia Pustaka. Jakarta. hal 24-48

Anonymous, 2006a. Membuat Minyak Bio-Disel Dari Jarak Pagar. Diunduh di http://www.batan.go.id/mediakita/current/mediakita.

Anonymous, 2006b. Wikipedia: Jarak Pohon. Diunduh di http://id.wikipedia.org

Aplin, T.E.H. 1976. Poisonous garden plants and other plants harmful to man in Australia. Western Australia Department of Agriculture. Bulletin 3964. Diunduh di http://www.intox.org

Brodjonegoro,T.P .,RekksowardjojoI.K.,SoerawidjajaT.H..2006. Jarak Pagar, Sang Primadona . Diunduh di http:// www.pikiran-rakyat.com

Busvine, RJ. 1971. A Critical Review of The Techniques for Testing Insecticidies. 2nd ED. Commonwealth Bureaux. England. pp: 72-84

Finney, D.J. 1971. Probit Analysis. Cambridge University Press. Cambridge London. pp 156-572

Hariyadi, 2005. Budidaya Tanaman Jarak (Jatropha curcas ) sebagai Sumber Bahan Alternatif Biofuel. Diunduh di http:// www.ristek.go.id

Huffaker C.B, Vrie M van de, McMurthy.1969. The ecology of Tetranychid mites and their natural control. Ann Rev Entomol 14:125-174

Horiuchi T, H.Fujiki, M.Hirota, M.Suttajit, M.Suganuma, A.Yosshioka, V .Wongchai, E.Hekker, T.Sugimura. 1987. Presence of tumors promoters in the seed oil of Jatropha curcas L. from Thailand. Japanese Journal of Cancer Research, 78(3):223-236. Diunduh di http://www.inchem.org

Joubert, P ..J. , Brown,J.J.M. , Hay dan P .D.B.Sebata.1984. Acute poisoning with Jatropha curcas (Purging nut tree) in children. South African. Medical Journal, 65 :729-730. Diunduh di http://www.inchem.org

Page 39: toksin tumbuhan

Kalshoven, L.G.E. 1981. The pest of crops in Indonesia. Revised and translated by F.A.van der Laan. PT Ikhtiar Baru-van Hoeve. Jakarta. pp: 28-39

Kardinan,A. 2000. Pestisida Nabati : Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya.

Depok. Jakarta. 80 hal

Kingsbury, J.M. 1964 Poisonus plants of the United States and Canada. Diunduh di http://www.inchem.org

Krantz, G.W. 1978. A Manual of Acarology. 2nd Edition. Oregon State University Bookstores, Corvallis.

Mahmud, Z.2006. Bubur California Untuk Pengendalian Tungau Pada Tanaman jarak pagar. Diunduh di http:// www.batan.go.id/mediakita/current/ mediakita.

Masruroh, K. 2006. Uji Daya Racun Ekstrak Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) pada ulat grayak Spodoptera Litura F. (Lepidoptera : Noctuidae). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang

Puspitarini, R.D. 2005. Biologi dan Ekologi Tungau Merah Jeruk Panonychus citri (McGregor)(Acari:Tetranychidae). Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Puspitarini, R.D. 2006. Identifikasi Tungau Pada Tanaman Jarak Pagar. Kerjasama dengan Balai Penelitian Tanaman Serat. (Tidak dipublikasikan)

Sastroutomo, SS. 1992. Pestisida: Dasar-dasar dan Dampak Penggunaannya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. hal:27-44

Shu-tong,W.W.Xiao-Yan, Sun Ling dan C, Ke-Qiang. 2001. Screening of Chiness

Herbs for the Fungi Toxicity AgainST Phytopthora infestans.In Journal ofAgriculture. University of Herbei. China. April 2001, 86 ; 155-156

Stirpe,F.A, B.Pession, E.Lorenzi, P .Strocchi, L.Montanaro, dan S.Sterpi. 1976. Studies on the proteins from the Seeds of Crotontiglium and of Jatropha curcas. Toxic Properties and Inhibition of Protein Synthesis in vitro. Biochemistry Journal 156(1):1-6. Diunduh di http://www.inchem.org

Page 40: toksin tumbuhan

Zhi, Q.Z. 2003. Mites of Greenhouse : Identification, biology, and control. CABI Publishing, British Library, London, UK. pp: 47-56

Page 41: toksin tumbuhan

A B C

D E F

G H I J K Gambar lampiran 1. Stadia Euritetranychus sp. (a: telur, b:larva, c:protokrisalis,

d:protonimfa, e:deutokrisalis, f:deutonimfa, g:teliokrisalis, h:imago jantan, i:imago betina, j:tungau yang mati secara normal, k:tungau yang mati setelah perlakuan EBJP)

Page 42: toksin tumbuhan

Tabel Lampiran 1. Jumlah Telur Tungau Euritetranychus sp. yang diletakkan setiap hari Umur imago betina Euritetranychus sp. (hari) Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Jumlah

1 3 0 1 1 0 1 4 1 2 2 2 1 1 1 3 0 1 x 24 2 4 2 1 1 1 2 1 0 1 0 1 0 3 2 1 2 2 2 1 0 1 1 x 29 3 3 0 2 2 0 1 1 0 1 1 0 1 1 3 2 1 0 1 0 0 1 0 x 21 4 4 3 4 3 2 2 0 1 0 1 0 1 x 21 5 2 0 1 1 2 2 0 0 1 2 0 1 3 x 15 6 0 1 2 2 1 0 1 0 1 0 1 2 1 3 1 2 0 0 2 2 1 0 1 x 24 7 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 3 3 2 1 0 0 2 1 0 1 x 20 8 1 0 2 2 0 0 0 0 2 0 1 2 3 2 4 1 0 1 0 0 x 21 9 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 3 1 1 2 1 0 0 1 0 2 0 1 0 21

10 2 2 1 1 2 2 1 0 1 1 0 0 0 1 x 14 11 2 2 4 2 0 1 0 1 0 x 12 12 4 1 2 2 1 2 0 0 x 12 13 1 5 4 2 0 1 1 1 0 1 0 x 16 14 1 1 1 1 0 0 0 2 0 1 0 1 x 8 15 1 3 2 2 1 1 0 1 1 1 0 1 5 2 0 0 1 0 0 x 22 16 1 2 1 1 0 1 0 1 0 1 1 0 4 1 0 3 0 1 0 1 x 19 17 1 4 0 1 0 0 1 0 2 0 2 1 1 x 13 18 0 3 0 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 x 10 19 3 1 1 2 0 1 0 0 0 2 0 1 4 0 0 x 15 20 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 2 0 0 0 0 0 0 14

Jumlah 36 32 31 29 13 20 14 10 15 14 11 17 32 20 16 11 4 7 6 4 5 2 2 0 351 Keterangan : x: mati

Page 43: toksin tumbuhan

Tabel Lampiran 2. Perhitungan Ekstrak Biji Jarak Pagar (EBJP) terhadap biologi tungau Euritetranychus sp.

Konsentrasi (ml/L) Log konsentrasi Jumlah tungau % Kematian Probit Probit Harapan Nilai batas pada selang kepercayaan 95 %

Bawah Atas 0 0 120 0 0 0 0 0

0,25 0,097 120 18,33 4,096 4,998 3,552 4,385 0,5 0,176 120 23,33 4,271 5,277 4,026 4,649 1 0,301 120 40 4,746 5,717 4,691 5,147

1,5 0,397 120 70 5,524 6,057 5,086 5,655 2 0,477 120 76,67 6 6,336 5,358 6,121

Persamaan garis regresi : y = 3,512 + 4,66x Derajad bebas : 3 Nilai Chi square : 0,416 LC50 = 1,10

Page 44: toksin tumbuhan

Tabel lampiran 3. Hasil Analisis Statistik Uji t Persentase Jumlah Telur Tungau Euritetranychus sp.

EBJP Kontrol

Mean 4.167 26.833 Variance 35.767 74.167 Observations 6 6 Pearson Correlation 0.722 Hypothesized Mean Difference 0 df 5 t Stat -9.322 P(T<=t) one-tail 0.0001 t Critical one-tail 2.015 P(T<=t) two-tail 0.00023 t Critical two-tail 2.57 Tabel lampiran 4. Hasil Analisis Statistik Uji t Persentase Jenis kelamin Betina

Euritetranychus sp.

EBJP Kontrol Mean 6.167 20 Variance 61.767 0 Observations 6 6 Pearson Correlation #N/A Hypothesized Mean Difference 0 df 5 t Stat -4.311 P(T<=t) one-tail 0.003 t Critical one-tail 2.015 P(T<=t) two-tail 0.0076 t Critical two-tail 2.57