161

Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

  • Upload
    others

  • View
    24

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com
Page 2: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

iii

Tiupan Kesembuhan Sang Dukun ‘Sando’

Etnik Tolitoli – Kabupaten Tolitoli

M. Gullit A.W Ummu N.

FX Sri Sadewo

Penerbit

Unesa University Press

Page 3: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

iv

M. Gullit A.W, dkk

Tiupan Kesembuhan: Sang Dukun ‘Sando’ Etnik Tolitoli – Kabupaten Tolitoli

Diterbitkan Oleh UNESA UNIVERSITY PRESS Anggota IKAPI No. 060/JTI/97 Anggota APPTI No. 133/KTA/APPTI/X/2015 Kampus Unesa Ketintang Gedung C-15Surabaya Telp. 031 – 8288598; 8280009 ext. 109 Fax. 031 – 8288598 Email: [email protected]

[email protected]

Bekerja sama dengan: PUSAT HUMANIORA, KEBIJAKAN KESEHATAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Jl. Indrapura 17 Surabaya 60176 Tlp. 0313528748 Fax. 0313528749

xvii, 143 hal., Illus, 15.5 x 23 ISBN : 978-979-028-968-0

copyright © 2016, Unesa University Press

All right reserved

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip atau

memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun baik

cetak, fotoprint, microfilm, dan sebagainya, tanpa izin tertulis dari penerbit

Page 4: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

iii

SUSUNAN TIM

Buku seri ini merupakan satu dari tiga puluh buku hasil

kegiatan Riset Etnografi Kesehatan 2015 pada 30 etnik di Indonesia.

Pelaksanaan riset dilakukan oleh tim sesuai Surat Keputusan Kepala

Pusat Humaniora, Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan

Masyarakat Nomor HK.02.04/V.1/221/2015, tanggal 2 Pebruari 2015,

dengan susunan tim sebagai berikut:

Pembina : Kepala Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI

Penanggung Jawab : Kepala Pusat Humaniora, Kebijakan

Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Wakil Penanggung Jawab : Prof. Dr.dr. Lestari Handayani, M.Med (PH)

Ketua Pelaksana : dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc

Ketua Tim Teknis : drs. Setia Pranata, M.Si

Anggota Tim Teknis : Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes

Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes

drg. Made Asri Budisuari, M.Kes

dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH

drs. Kasno Dihardjo

dr. Lulut Kusumawati, Sp.PK

Sekretariat : Mardiyah, SE. MM

Dri Subianto, SE

Page 5: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

iv

Koordinator Wilayah:

1. Prof. Dr. dr. Lestari Handayani, M.Med (PH): Kab. Mesuji, Kab.

Klaten, Kab. Barito Koala

2. dr. Tri Juni Angkasawati, M.Sc: Kab. Pandeglang, Kab. Gunung

Mas, Kab. Ogan Komering Ulu Selatan

3. Dr.drg. Niniek Lely Pratiwi, M.Kes: Kab. Luwu, Kab. Timor Tengah

Selatan

4. drs. Kasno Dihardjo: Kab. Pasaman Barat, Kab. Kep. Aru

5. Dr. Gurendro Putro, SKM. M.Kes: Kab. Aceh Utara, Kab. Sorong

Selatan

6. dra. Suharmiati, M.Si. Apt: Kab. Tapanuli Tengah, Kab. Sumba

Barat

7. drs. Setia Pranata, M.Si: Kab. Bolaang Mongondow Selatan, Kab.

Sumenep, Kab. Aceh Timur

8. drg. Made Asri Budisuari, M.Kes: Kab. Mandailing Natal, Kab.

Bantaeng

9. dra. Rachmalina Soerachman, M.Sc.PH: Kab. Cianjur, Kab.

Miangas Kep.Talaud, Kab. Merauke

10. dr. Wahyu Dwi Astuti, Sp.PK, M.Kes: Kab. Sekadau, Kab. Banjar

11. Agung Dwi Laksono, SKM. M.Kes: Kab. Kayong Utara, Kab. Sabu

Raijua, Kab. Tolikara

12. drs. F.X. Sri Sadewo, M.Si: Kab. Halmahera Selatan, Kab. Toli-toli,

Kab. Muna

Page 6: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

v

KATA PENGANTAR

Penyelesaian masalah dan situasi status kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih dilandasi dengan pendekatan logika dan rasional, sehingga masalah kesehatan menjadi semakin kompleks. Disaat pendekatan rasional yang sudah mentok dalam menangani masalah kesehatan, maka dirasa perlu dan penting untuk mengangkat kearifan lokal menjadi salah satu cara untuk menyelesaikannya. Untuk itulah maka dilakukan riset etnografi sebagai salah satu alternatif mengungkap berbagai fakta kehidupan sosial masyarakat terkait kesehatan.

Dengan mempertemukan pandangan rasionalis dan kaum humanis diharapkan akan menimbulkan kreatifitas dan inovasi untuk mengembangkan cara-cara pemecahan masalah kesehatan masyarakat. simbiose ini juga dapat menimbulkan rasa memiliki (sense of belonging) dan rasa kebersamaan (sense of togetherness) dalam menyelesaikan masalah untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat di Indonesia.

Tulisan dalam Buku Seri ini merupakan bagian dari 30 buku seri hasil Riset Etnografi Kesehatan 2015 yang dilaksanakan di berbagai provinsi di Indonesia. Buku seri sangat penting guna menyingkap kembali dan menggali nilai-nilai yang sudah tertimbun agar dapat diuji dan dimanfaatkan bagi peningkatan upaya pelayanan kesehatan dengan memperhatikan kearifan lokal.

Kami mengucapkan terima kasih pada seluruh informan, partisipan dan penulis yang berkontribusi dalam penyelesaian buku seri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI yang telah memberikan kesempatan pada Pusat Humaniora untuk melaksanakan Riset Etnografi Kesehatan 2015, sehingga dapat tersusun beberapa buku seri dari hasil riset ini.

Page 7: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

vi

Surabaya, Nopember 2015

Kepala Pusat Humaniora, kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI

Drg. Agus Suprapto, MKes

Page 8: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

vii

DAFTAR ISI

SUSUNAN TIM ..................................................................... iii KATA PENGANTAR .............................................................. v DAFTAR ISI ........................................................................... vii DAFTAR TABEL..................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ............................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................ 1 1.1. Latar Belakang ....................................................... 1 1.2. Gambaran Kabupaten Toli-Toli.............................. 2 1.3. Gambaran Kecamatan Ogodeide .......................... 4 1.4 Metode Penelitian .................................................. 6

BAB 2 KEBUDAYAAN SUKU TOLI TOLI ................................ 10 2.1. Kondisi Geografis ................................................... 10 2.2 Sejarah Desa Sambujan ......................................... 12 2.3 Suku Toli-toli di Desa Sambujan ............................. 13 2.4 Perkembangan Desa ............................................... 14 2.5 Ekologi dan Kependudukan .................................... 17

2.5.1 Ekologi ............................................................ 17 2.5.2 Kependudukan ................................................ 17

2.6 Pola Pemukiman ..................................................... 18 2.7 Religi ....................................................................... 22

2.7.1 Tradisi Islam .................................................... 22 2.7.2 Kepercayaan tentang Kuntilanak .................... 25 2.7.3 Kepercayaan tentang Pokpok Tanah .............. 26

2.8 Organisasi dan Kemasyarakatan ............................ 28 2.9 Bahasa .................................................................... 35 2.10 Mata Pencaharian ................................................ 35 2.11 Sistem Peralatan dan Teknologi ........................... 38

BAB 3 POTRET KESEHATAN ................................................. 39 3.1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ........................... 39

3.1.1 Persalinan ditolong oleh Tenaga Kesehatan . 39 3.1.2 Memberi ASI Ekslusif ...................................... 40 3.1.3 Kesehatan Balita ............................................. 41 3.1.4 Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun .. 42

Page 9: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

viii

3.1.5 Melakukan Aktivitas Fisik Setiap Hari ............. 42 3.1.6 Perilak Tidak Merokok di Dalam Rumah ......... 43 3.1.7 Makan Buah dan Sayur Setiap Hari ................. 43 3.1.8 Menggunakan Air Bersih ................................. 44 3.1.9 Menggunakan Jamban Sehat .......................... 44 3.1.10 Memberantas Jentik Nyamuk ....................... 45

3.2. Kesehatan Ibu dan Anak ........................................ 46 3.2.1 Aktivitas Puskesmas dan Posyandu ................ 46 3.2.2 Pemeriksaan Ibu Hamil di Puskesmas ............. 49 3.2.3 Pola Asuh dan Pola Makan Balita dan Anak.... 51

3.3 Kesehatan Reproduksi Remaja ............................... 52 3.3.1 Menstruasi dan Pengetahuan tentang Kesehatan

Reproduksi Remaja Putri ................................ 52 3.3.2 Nilai Ideal tentang Relasi antar Jenis Kelamin

dan Perkawinan ............................................... 54 3.4 Penyakit-penyakit dalam Masyarakat ..................... 56

3.4.1 Konsepsi Sehat dan Sakit ................................ 56 3.4.2 Penyakit Menular ............................................ 57 3.4.3 Penyakit Tidak Menular .................................. 66

BAB 4 PERAN SANDO DALAM PENJAGA TRADISI KESEHATAN IBU DAN ANAK ......................................................... 68

4.1. Sando Sebagai Sumber Pengetahuan Tradisional . 68 4.2. Sando Sebagai Penolong Kelahiran Tradisional ..... 72

4.2.1. Perawatan pada Masa Kehamilan ................. 72 4.2.2 Menolong Persalinan ...................................... 76

4.3 Sando Sebagai Perawat Paska Kelahiran ................ 79 4.3.1 Perawatan Ibu Paska Melahirkan.................... 79 4.3.2 Peraweatan Bayi Paska Persalinan.................. 81

4.4 Sando Menjalankan Tradisi pada Ibu di Masa Nifas 84 4.4.1 Memandikan Ibu dengan Air Rebusan 7 Daun dan Tiup . 84 4.4.2 Dipupu atau Mengasap ................................... 85 4.4.3 Baurut 3 Hari Berturut – turut ........................ 85 4.4.4 Babedak Garaka (Jahe) .................................... 86

4.5 Sando Menjalankan Tradisi pada bayi dan anak ..... 86 4.5.1 Baurut Bayi ...................................................... 86 4.5.2 Memenek Manggulangan ............................... 87

Page 10: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

ix

4.53 Manao Buta ..................................................... 88 4.5.4 Mangulut Buak ............................................... 89 4.5.5. I Kenpi ............................................................ 92 4.5.6 Membuat Jimat Bayi ....................................... 94

4.6 Tiup-tiup Metode Pengobatan Sando .................... 95 4.6.1 Tiupan Pencegah Naiknya Darah Putih .......... 98 4.6.2 Tiup untuk Bayi Kaget ..................................... 99 4.6.3 Tiup untuk Panas atau Demam ...................... 100 4.6.4 Tiup untuk Sarampah ..................................... 102 4.6.5 Tiup Untuk Mata Tinggi .................................. 104 4.6.6 Tiup untuk Batuk anak – anak ........................ 104 4.6.7 Sakit Pusat Anak – anak .................................. 104 4.6.8 Tiup untuk pneumonia ................................... 105 4.6.9 Tiup untuk Sakit lainnya ................................. 106

4.7 Kunci Keberhasilan Tiup tiup .................................. 107 4.7.1 Kasus 1 ........................................................... 108 4.7.2 Kasus 2 ........................................................... 109

4.8 Peran Sando dalam tradisi lainnya ......................... 111 4.8.1 Tradisi Salamatan ........................................... 111 4.8.2 Tradisi Adat Solok ........................................... 118

4.9 Kerjasama Sando dengan tenaga kesehatan.......... 123

BAB 5 ANALISIS PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT TOLI-TOLI ......................................... 126

5.1 Pengaruh tradisi pengobatab arab pada tiup-tiup ........ 126 5.2 Perbandingan dan Kesamaan Baurut Perut dan Leopold ........ 128 5.3 Potensi dan Tantangan Kesehatan Ibu dan Anak ...................... 132

BAB 6 PENUTUP .................................................................. 139 6.1 KESIMPULAN .................................................................. 139 6.2 REKOMENDASI ............................................................... 142 DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 152 GLOSARIUM ........................................................................ 154 UCAPAN TERIMA KASIH ...................................................... 156

Page 11: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

x

Page 12: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. IPKM Provinsi Sulawesi Tengah Model IPKM 2007 . 2

Tabel 4.1. Pantangan selama hamil dan melahirkan .... 68

Tabel 4.2 Anjuran selama hamil dan melahirkan ........ 71

Tabel 5.1 Analisis Kebudayaan tentang perilaku kesehatan 2015 132

Page 13: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

xii

Page 14: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta wilayah Kabupaten Toli -Toli .......................... 9

Gambar 2.1 Peta Dusun II Siomang, Desa Sambujan ................ 10

Gambar 2.2 Jembatan Penghubung antara wilayah pulau

Dengan wilayah daratan ........................................ 15

Gambar 2.3 Perahu Ketinting, Moda Transportasi laut

Masyarakat Desa Sambujan ................................... 15

Gambar 2.4 Bagian Belakang rumah panggung apung di pulau pandan ...... 18

Gambar 2.5 Rumah panggung di Desa Sambujan daratan............... 19

Gambar 2.6 Denah rumah Penduduk Sambujan ...................... 22

Gambar 2.7 Bagian belakang rumah masyarakat Desa Sambujan .... 21

Gambar 2.8 Dapur yang berada di bagian luar belakang rumah. ...... 21

Gambar 2.9 Kamar mandi/WC di bagian luar belakang rumah . 22

Gambar 2.10 Masjid yang ada di Dusun I, Desa Sambujan.......... 23

Gambar 2.11 Kegiatan Peringatan Isra’ Mi’raj di masjid ............. 24

Gambar 2.12 Jimat batu karang merah dan garam Makassar

Yang digantung di depan pintu rumah ................... 27

Gambar 2.13 Prosesi Khatam ur’an yang dilanjut

berjabat tangan Dengan guru mengaji .................. 31

Gambar 2.14 Prosesi Hambur beras saat pengantin

Laki-laki datang....................................................... 31

Gambar 2.15 Prosesi Pengambilan Mahar. ................................. 32

Gambar 2.16 Prosesi Akad Nikah. ................................................ 33

Gambar 2.17 Prosesi membatalkan Wudhu ................................ 34

Gambar 2.18 Pengantin Laki-laki memasang cincin kawin. ......... 34

Gambar 2.19 Pasangan Pengantin bersanding di Sabua ............. 35

Gambar 2.20 Memanen cengkeh di kebun .................................. 36

Gambar 2.21 Aktivitas masyarakat mencari ikan di laut ............. 37

Gambar 3.1 Jamban ceplung milik salah satu

masyarakat sambujan ............................................ 45

Gambar 3.2 Ibu-ibu membawa anaknya datang ke posyandu47

Page 15: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

xiv

Gambar 3.3 PMT balita berupa bubur kacang hijau .................. 48

Gambar 3.4 Pemeriksaan Ibu KEK oleh Bidan Desa .................. 50

Gambar 3.5 Makanan Tambahan bagi ibu hamil ...................... 51

Gambar 3.6 Bayi yang terkena pneumonia ............................... 60

Gambar 4.1. Pohon Daun Balacai Merah ................................... 78

Gambar 4.2. Alat untuk bagunting rambut ................................ 91

Gambar 4.3. Prosesi Pengguntingan Rambut ............................. 91

Gambar 4.4 Hidangan pada Acara Bagunting Rambut .............. 92

Gambar 4.5 Jimat yang dipakaikan pada bagian perut ............ 94

Gambar 4.6 Salah satu lembaran dari buku kumpulan

“bacaan”Yang dibaca pada saat tiup-tiup milik sando .. 98

Gambar 4.7 Pengobatan tiup-tiup oleh Pak Ks pada Balita ...... 100

Gambar 4.8 Pak Ks sedang “Meniup” Obat berupa Air Putih ... 101

Gambar 4.9 Pengobatan Tiup-tiup anak usia 10 tahun ............ 102

Gambar 4.10 Pengobatan sarampah dengan tiup-tiup ............... 103

Gambar 4.11 Pengobatan tiup – tiup oleh Pak Ks pada anak usia 7 Bulan .... 105

Gambar 4.12 Pengobatan tiup-tiup oleh Pak Ks pada anak usia 12 Tahun ..... 107

Gambar 4.13 Salah seorang warga melihat jenazah CP ............ 111

Gambar 4.14 Ritual pemutaran ayam pada anak orang yang sakit ..... 112

Gambar 4.15 Penyembelihan Ayam untuk Salamatan ................ 113

Gambar 4.16 Peralatan dan makanan minuman yang disajikan

untuk selamatan .................................................... 114

Gambar 4.17 Prosses pengasapan alat makan dan makanan

dengan asap kemenyan ......................................... 114

Gambar 4.18 Penataan makana untk salamatan oleh sando ..... 115

Gambar 4.19 Sando menaruh uang koin pada gelas ................... 115

Gambar 4.20 Sando menuangkan air putih ke dalam gelas ........ 116

Gambar 4.21 Pembacaan do’a selamat pada makanan .............. 117

Gambar 4.22 Makanan dan minuman yang sudah siap untuk

dimakan ................................................................. 117

Gambar 4.23 Pedang peninggalan nenek moyang suku solok .... 123

Gambar 4.24 Seorang sando yang sedang mengobati seorang bayi ..... 125

Page 16: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

xv

Gambar 5.1 Perut sebelah kanan dipegang oleh Sanro,

kemudian sedikit diangkat ke atas, kemudian lanjut

melakukan gerakan yang sama pada perut sebelah kiri.

Sekilas, gerakan ini mirip dengan manuver atau

gerakan Leopold kedua, yaitu palpasi lateral ........ 130

Gambar 5.2 Gerakan memutar pada bagian perut

sebelah kanan, dilanjut melakukan gerakan

perut sebelah kiri. Sekilas, gerakan ini mirip dengan

manuver atau gerakan Leopold pertama,

yaitu palpasi fundus uteri. ..................................... 131

Gambar 5.3 Mengurut perut sebelah bawah,

dan memastikan posisi kepala bayi sudah

berada lurus dengan rongga pelvis, atau jalan lahir.

Sekilas, gerakan ini mirip dengan manuver atau

gerakan Leopold keempat, yaitu palpasi Pawlik. ... 131

Page 17: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

xvi

Page 18: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 3.1 Persalinan wilayah kerja puskesmas Ogodeide Tahun 2013 ... 39

Grafik 3.2 Status balita di wilayah kerja puskesmas Ogodeide

tahun 2013 ............................................................. 41

Grafik 3.3 Jumlah kunjungan Ibu Hamil K1 dan K4 Wilayah

kerja Puskesmas Ogodeide tahun 2013 49 ............ 49

Grafik 3.4 Persentase jumlah 10 Penyakit terbanyak di

Puskesmas Ogodeide tahun 2013 .......................... 58

Grafik 3.5 Jumlah penderita TB Paru Wilayah Kerja Puskesmas

Ogodeide tahun 2013 ............................................. 61

Page 19: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Kabupaten Tolitoli merupakan salah satu kabupaten pesisir di

Propinsi Sulawesi Tengah. Kabupaten ini berada di bagian Utara dari propinsi

tersebut, tepatnya 0,35˚-1,20˚ LU dan 120,09˚-122,09˚ BT.1 Dari Palu,

ibukota propinsi Sulawesi Tengah, kabupaten ini berjarak kurang lebih 430

km. Untuk menuju Kabupaten Tolitoli dari Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah

bisa ditempuh dengan jalur air, darat dan udara. Jalan laut ditempuh selama

kurang lebih 16 jam. Jalur tersebut saat ini jarang digunakan karena ada jalur

udara dan darat. Jalur udara hanya ada satu maskapai yang melayani

perjalanan dari Palu menuju Tolitoli atau sebaliknya, yakni Wings Air. Waktu

tempunya kurang lebih 45 menit hingga 1 jam. Jadwal terbangnya terbatas,

yaitu hari Rabu dan Jum’at. Jalur atau transportasi darat lebih banyak

digunakan masyarakatnya. Kendaraan travel berangkat setiap hari, dari pagi

hingga sore. Jumlah pengelola jasa travel juga banyak, sehingga pengguna

bisa memilih sesuai selerah. Harganya pun relatif murah. Bila tidak ada

halangan dalam perjalanan, waktu tempuhnya hanya 10 sampai dengan 12

jam.

Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Buol

berdasarkan UU No. 59 tahun 19992 dan diresmikan pada tahun 2000.

Sebagai kabupaten baru, Kabupaten Tolitoli juga memiliki masalah

kesehatan yang tidak berbeda jauh dengan kabupaten atau kota lainnya.

Dari data IPKM 2013, Kabupaten Tolitoli berada di rangking ke-9 dari 10

kabupaten/kota se-Sulawesi Tengah selain itu kabupaten ini juga menempati

urutan 450 dari total 496 kabupaten di Indonesia seperti yang terlihat pada

tabel 1.1. Berangkat dari data IPKM tahun 2013, Kabupaten Tolitoli dipilih

menjadi fokus dalam penelitian etnografi kesehatan ini.

1 Profil Kesehatan Kabupaten Tolitoli Tahun 2013

2 Wikipedia. Diakses tanggal 20 Agustus 2015 dari https://id.wikipedia.org/

wiki/Kabupaten_Tolitoli.

Page 20: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

2

Tabel1.1 IPKM Provinsi Sulawesi Tengah Model IPKM 2007

NO KODE KAB/ KOTA

SKOR RANKING 2007 RANKING 2013*

IPKM 2007

IPKM 2013*

NAS. PROV NAS. PROV KAB / KOTA

1 7201 BANGGAI KEPULAUAN

0,4434 0,5207 330 7 474 11 376

2 7202 BANGGAI 0,4775 0,6880 265 4 225 2 136

3 7203 MOROWALI 0,4950 0,6715 239 3 267 4 176

4 7204 P O S O 0,5554 0,6616 142 1 297 5 204

5 7205 DONGGALA 0,4410 0,5859 337 8 439 8 343

6 7206 TOLITOLI 0,4015 0,5730 387 9 450 9 353

7 7207 B U O L 0,3924 0,6826 392 10 244 3 154

8 7208 PARIGI MOUTONG

0,4470 0,6049 320 6 414 7 318

9 7209 TOJO UNA-UNA 0,4632 0,5261 295 5 470 10 372

10 7210 SIGI - 0,6567 - - 314 6 220

11 7271 PALU 0,5241 0,7321 193 2 98 1 63

SULAWESI TENGAH 0,4433 0,6378 24 31

INDONESIA 0,6879

Keterangan : Perhitungan skor IPKM 2013 dengan rumus 2007

Sumber : Buku IPKM Tahun 2013

Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli Tahun 2013,

angka kematian ibu di Kabupaten Tolitoli dilaporkan terdapat 10 orang dari

3.766 kelahiran hidup dengan rincian sebagai berikut: (1) 2 kasus kematian

ibu hamil, (2) 7 kasus kematian ibu bersalin dan (3) 1 kasus kematian ibu

nifas. Kematian ibu di Kabupaten Tolitoli pada tahun 2013 masih didominasi

oleh kasus eklamsia dan pendarahan.

1.2. GAMBARAN KABUPATEN TOLITOLI

Secara geografis Kabupaten Tolitoli merupakan salah satu kabupaten

yang terletak di Provinsi Sulawesi Tengah, wilayahnya memanjang dari timur

ke barat dengan luas wilayah kurang lebih 4.079,76 km². Kabupaten Tolitoli

terletak di sebelah utara garis khatulistiwa pada koordinat 0,35˚-1,20˚ LU

dan 120,09˚-122,09˚ BT3. Kabupaten Tolitoli memiliki wilayah berupa

dataran hingga pegunungan yang wilayahnya berada pada ketinggian 0-

3 Profil Kesehatan Kabupaten Tolitoli Tahun 2013

Page 21: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

3

2.500 meter dari permukaan laut.Adapun batas-batas Kabupaten Tolitoli

adalah sebagai berikut, Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Buol

dan Laut Sulawesi yang sekaligus berbatasan dengan Filipina, sebelah selatan

berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Kabupaten Parigi Moutong,

sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan batas sebelah

barat adalah Selat Makasar sekaligus berbatasan dengan malaysia.

Curah hujan pertahun di wilayah Kabupaten Tolitoli adalah 2.281

mm dengan rata-rata 257 hari pertahun. Suhu udara maksimum di

Kabupaten Tolitoli pada tahun 2013 berkisar antara 31,52˚C dan suhu

maksimum tertinggi mencapai 32,7˚C, sedangkan suhu minimumnya

mencapai 22,57˚C. Kecepatan arah angin berada dalam kisaran 6-9 knot dan

arah angin rata-rata memiliki kecepatan 110, sedangkan kelembapan

udaranya berkisar antara 82-86%.

Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Tolitoli terdiri dari 10

kecamatan. Kesepuluh itu adalah Kecamatan Dampal Utara, Kecamatan

Dampal Selatan, Kecamatan Dondo, Kecamatan Basidondo, Kecamatan,

Ogodeide, Kecamatan Lampasio, Kecamatan Baolan, Kecamatan Galang,

Kecamatan Dakompemean dan Kecamatan Tolitoli Utara. Di dalam

kesepuluh kecamatan tersebut ada 98 desa dan 6 kelurahan. Jumlah ini

tidak bertambah sejak tahun 2012 karena tidak ada pemekaran desa

maupun kelurahan.

Gambar 1.1 Peta wilayah Kabupaten Tolitoli. (BPS, 2014)

Page 22: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

4

Mayoritas desa dan dusun yang ada di Kabupaten Tolitoli masih

terpencil yang masih terbatas komunikasi dan juga akses transportasinya.

Selain itu, Kabupaten Tolitoli berdasarkan peringkat IPKM tahun 2013

merupakan kabupaten yang berada pada peringkat ke 450.Berdasarkan hal

tersebut, maka Kabupaten Tolitoli dipilih menjadi lokasi dalam penelitian ini.

Dalam hal pelayanan kesehatan Kabupaten Tolitoli memiliki 1 unit

rumah sakit milik Pemerintah Daerah Kabupaten Tolitoli, 14 Puskesmas yang

terdiri dari 7 puskesmas perawatan yakni Puskesmas Bangkir, Ogotua,

Dondo, Lampasio, Ogodeide, Laulalang dan puskesmas Kayulompa.

Kemudian 7 puskesmas lainnya adalah puskesmas non perawatan,

diantaranya adalah Puskesmas Kombo, Basidondo, Baolan, Galang,

Dungisngis, Binotoan dan Puskesmas Kota. Untuk meningkatkan pemerataan

dan keterjangkauan sarana kesehatan pada masyarakat, pemerintah juga

mendirikan 74 puskesmas Hal ini adalah bentuk upaya pemerintah daerah

setempat untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan kepada

masyarakat.

1.3. GAMBARAN KECAMATAN OGODEIDE

Fokus penelitian ini adalah terletak di Kecamatan Ogodeide. Wilayah

Kecamatan Ogodeide merupakan daerah pesisir pantai, pegunungan dan

kepulauan. Kecamatan Ogodeide terdiri dari 11 desa dengan rincian: 1 desa

kepulauan, 4 desa pegunungan dan 6 desa di pesisir pantai. Dua dari enam

desa pesisir memiliki wilayah Kepulauan, yaitu: Pulias Pulau dan Sambujan

Pulau. Sebagian besar desa di Kecamatan Ogodeide merupakan Desa

Swakarya. Dari 11 Desa tersebut, ada 32 Dusun, 17 RW dan 36 RT. Secara

keseluruhan kecamatan Ogodeide mempunyai luas daerah 412,12 km2

dengan batas-batas sebagai berikut :

1. Bagian Utara : Kec. Baolan

2. Bagian Timur : Kec. Lampasio dan Kec. Basidondo

3. Bagian Barat : Laut Sulawesi

4. Bagian Selatan : Kec. Dondo

Jumlah keseluruhan penduduk kecamatan tersebut berdasarkan

data BPS di tahun 2013 adalah 12.588 jiwa yang terdiri dari 6.375 jiwa laki-

laki dan 5.940 jiwa perempuan. Rata-rata setiap kilometer persegi (km²)

Page 23: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

5

dihuni oleh kurang lebih 30 jiwa. Dari keseluruhan desa yang ada, Desa

Pulias adalah desa dengan penduduk terpadat dengan 42 jiwa per km,²

sedangkan desa dengan penduduk paling jarang adalah Desa Batuilo dengan

5 jiwa per km². Rata-rata satu rumah tangga beranggotakan 4 orang.

Di Kecamatan Ogodeide, puskesmas induk terletak di Ibukota

Kecamatan yang terletak di Desa Bilo, Dusun Dadakan. Pustu dan poskesdes

dibangun di setiap desa guna untuk membantu pelayanan kesehatan kepada

masyarakat. Dari beberapa desa yang ada di Kecamatan Ogodeidei, desa

yang terdekat dengan Puskesmas Induk adalah Desa Muara Besar, yakni

berjarak kurang lebih 8 Km sedangkan desa yang memiliki jarak terjauh

dengan puskesmas induk adalah adalah Desa Bambalaga yakni 29 Km, selain

itu ada satu desa terletak di Pulau Kabetan. Untuk menuju puskesmas induk,

penduduk bisa menggunakan kendaraan roda dua dan roda empat, kecuali

di Desa Pagaitan, Desa Batuilo, Desa Bambalaga dan Desa Kabetan. Di ketiga

desa yang disebut pertama, puskesmas hanya bisa dicapai dengan

kendaraan roda dua.Di Desa Kabetan, orang harus menggunakan

transportasi laut. Karena kondisi transportasi dan data kesehatan dari

Puskesmas Ogodeide (2013) tentang kesehatan inilah menjadi dasar

keputusan pemilihan lokasi. Data kesehatan tersebut menyebutkan bahwa

ada 4 kasus Kematian bayi di Kecamatan Ogodeide tahun 2013 dan ada 2

kasus kematian ibu4.

Desa Sambujan merupakan desa yang dipilih menjadi lokasi dalam

penelitian kali ini. Desa Sambujan merupakan salah satu desa yang terletak

di Kecamatan Ogodeide dan berada di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan

Ogodeide. Pemilihan Desa Sambujan itu berdasarkan hasil diskusi tim

peneliti dengan Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli beserta Staf

Pusat data yang ada di Dinas Kesehatan. Diskusi juga dilakukan dengan

tenaga kesehatan yang bertugas di Puskesmas Pembantu Desa Sambujan.

Selain itu, ada beberapa alasan terkait pemilihan Desa Sambujan, yaitu:

1. Desa Sambujan memiliki luas wilayah yang cukup besar dengan jumlah

penduduk cukup besar, sehingga hasil penelitian ini menggambarkan

kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan ibu dan anak;

4 Profil Kesehatan Puskesmas Kecamatan Ogodeide Tahun 2013

Page 24: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

6

2. Desa Sambujan dipilih menjadi lokasi penelitian karena dianggap memiliki

budaya yang sangat khas. Di Desa Sambujan penduduknya terdiri dari 3

suku besar, yakni Suku Bugis, Suku Bajo dan Suku Tolitoli yang masih

memegang erat nilai-nilai tradisionalnya. Penggambaran salah suku,

yaitu Tolitoli dan berikut interaksi budaya dengan kedua etnis lainnya

akan menggambarkan pola kebudayaan kesehatan masyarakat

Kabupaten Tolitoli.

1.4. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan selama 35 hari yang dimulai pada 27 April

hingga 31 Mei 2015. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan

kualitatif dengan metode etnografi. Dalam metode etnografi, tim peneliti

melakukan wawancara dam pengamatan. Hasil Wawancara dan pengamatan

ini menurut dalam Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2005:4) menjadi data

deskriptif. Data itu berupa kata-kata tertulis atau lisan dari informan dan

perilaku yang diamati. Meskipun demikian, data tersebut juga dilakukan

triangulasi dengan membandingkan hasil penelitian sebelumnya, wawancara

tokoh dan para ahli, serta cara-cara lainnya. Hal itu untuk menguji

keabsahan dari data tersebut.

Langkah pertama yang dilakukan oleh peneliti dilapangan adalah

menjalin rapport dengan informan. Hal ini bertujuan untuk menjalin

kedekatan dan membina hubungan baik antara peneliti dengan informan

dalam penelitian. Dengan menjalin rapport peneliti bisa mengetahui latar

belakang informan yang mana nantinya hal tersebut akan memudahkan

peneliti untuk memperoleh data lapangan yang diperlukan dalam penelitian.

Jika rapport sudah terjalin dengan baik anatara peneliti dengan informan,

maka informanpun akan merasa nyaman dengan keberadaan peneliti

dilapangan, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan informan. Proses

wawancara pun berjalan mengalir seperti orang berbicara, tidak ada paksaan

dari salah satu pihak. Kedekatan yang terjalin antara peneliti dengan

informan harus tetap dibatasi sehingga masih ada sekat diantara keduanya

agar dalam penelitian tersebut tidak terjadi going native (lihat Spradley,

1997:39-40).

Langkah kedua, Setelah rapport terjalin dengan baik, peneliti

mencari data penelitian dengan memilih informan. Informan yang dipilih

Page 25: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

7

adalah orang yang mengetahui dan bisa menceritakan budaya masyarakat

lokal dengan baik tanpa harus memikirkannya terlebih dahulu, sehingga

diperoleh data sesuai dengan fokus penelitian (Spradley, 1997:69). Cara yang

dilakukan peneliti adalah mencari informan yang berpengaruh pada bidang

yang sedang menjadi fokus penelitian seperti hal nya menjalin hubungan

baik denga tokoh-tokoh masyarakat, orang yang dituakan atau kepala adat,

dukun desa, bidan desa, dan juga semua masyarakat Desa Sambujan pada

umumnya.

Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan alat bantu, seperti

recorder atau alat perekam, kamera dan juga handycam untuk

mendokumentasikan data visual atau kejadian-kejadian yang berkaitan

dengan penelitian ketika berada dilapangan.Data visual itu diperoleh melalui

pengamatan dan wawancara mendalam. Melalui observasi atau

pengamatan, tim peneliti mengamati sendiri semua kejadian atau fenomena

yang sebenarnya terjadi di lokasi penelitian kemudian mencatat hasil

pengamatan tersebut. Pengamatan itu dibantu dengan handycam dan

kamera digital.Kedua alat itu digunakan untuk mendokumentasikan data

visual atau berupa gambar yang menjadi fokus penelitian seperti, kondisi

lingkungan yang ada di lokasi penelitian dalam bentuk gambar yang

berkaitan dengan topik penelitian. Hal tersebut berguna bagi pembaca untuk

lebih memahami bagaimana situasi dan kondisi di lokasi penelitian.

Selain pengamatan, wawancara mendalam dilakukan dengan

beberapa informan yang berkaitan dengan topik penelitian seperti halnya

remaja desa, tokoh masyarakat, tokoh adat, para suami, dukun kampung,

ibu yang hamil atau ibu yang sudah memiliki bayi atau balita dan juga

petugas kesehatan yang bertugas di wilayah lokasi penelitian dalam hal ini

adalah Desa Sambujan. Informan seperti yang sudah diuraikan diatas dipilih

oleh peneliti dengan harapan bisa memberikan informasi mengenai situasi

ataupun kondisi terkait dengan penelitian. Informan berguna untuk

membantu agar penelitian berjalan tanpa hambatan. Dalam suatu

penelitian, informan yang dipilih harus mengerti dan paham atau memiliki

pengalaman mengenai apa yang akan peneliti teliti (Moleong, 2001:90).

Dalam proses penentuan informan ini, peneliti pada awalnya

mencari tahu informasi tentang kondisi sosial budaya masyarakat Desa

Sambujan kepada Kepala Desa. Setelah itu, tim peneliti kemudian mencari

Page 26: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

8

informasi mengenai orang-orang yang dapat membantu penelitian.

Berangkat dari wawancara awal dengan beberapa informan, barulah peneliti

memutuskan siapa saja yang bisa dijadikan informan kunci dalam penelitian

ini. Dalam suatu penelitian etnografi, peneliti lebih banyak bertindak sebagai

orang yang belajar kepada pendukung kebudayaan, sehingga peneliti bisa

memahami serta membuat deskripsi dalam penelitian ini.

Dalam proses melakukan wawancara dengan informan, peneliti

melakukan obrolan santai dan ringan terlebih dahulu sebelum menuju ke inti

pertanyaan penelitian. Ketika kondisi informan sudah mulai nyaman dengan

peneliti, barulah peneliti mulai mengarahkan pertanyaan penelitian kepada

informan. Dalam mengajukan pertanyaan peneliti berusaha mengkondisikan

suasana agar tetap santai dan mengalir seperti orang sedang mengobrol,

terkadang peneliti juga bercanda untuk mencairkan suasana agar tidak

terkesan kaku. Kondisi demikian membuat informan dapat bercerita apa

adanya tanpa harus menutup-nutupi sesuatu. Ketika dilapangan peneliti juga

melakukan wawancara formal kepada informan tertentu seperti halnya

tokoh masyarakat, tokoh agama dan juga petugas kesehatan yang bertugas

di wilayah desa tersebut. Dalam proses wawancara pertanyaan yang muncul

tidak terlepas dari pedoman wawancara. Pedoman wawancara dibuat

sebagai penuntun agar dalam proses wawancara tersebut tetap terfokus

pada pokok permasalahan dan jawaban-jawaban yang keluar dari informan

bisa menjawab pertanyaan penelitian.

Tim peneliti juga mengumpulkan data sekunder, seperti buku Profil

dinas kesehatan Kabupaten Tolitoli, Profil Kesehatan Puskesmas Ogodeide,

Data monografi Desa Sambujan, data dari BPS, serta literatur dan

penulusuran dari media cetak atau elektronik. Melalui data sekunder ini, tim

peneliti akan mengetahui tulisan apa saja yang sudah pernah diterbitkan,

sehingga dapat menghindarkan peneliti dari tuduhan plagiatisme. Selain itu,

dari sumber-sumber ini ada keterangan-keterangan yang berguna bagi

penelitian ini sekaligus sebagai referensi yang penting untuk lebih me-

mahami fenomena yang sedang diteliti. Selain data sekunder tersebut, tim

peneliti juga melakukan studi kepustakaan berupa buku-buku, majalah, surat

kabar atau koran, ataumedia elektronik, seperti program televisi dan

internet.

Page 27: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

9

Setelah data terkumpul, tim peneliti melakukan analisis data dengan

metode etnografi. Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah

membaca dan menyelesksi semua data yang diperoleh ketika penelitian

berlangsung baik itu berupa data observasi, wawancara dan juga fieldnote

sesuai dengan fokus penelitian yang dilakukan.

Langkah kedua adalah memberi tanda dan mencatat pokok-pokok

pikiran yang dianggap penting yang diperoleh dari wawancara, kemudian

ditelaah. Data yang sudah diseleksi tersebut kemudian disusun dan

dikelompokkan untuk memudahkan peneliti saat melakukan edentifikasi

pokok-pokok pikiran yang diperoleh selama penelitian berlangsung. Dalam

hal ini peneliti mengelompokan semua data yang telah diperoleh saat

wawancara dengan informan dan juga hasil observasi. Lalu

mengidentifikasikan sesuai dengan pokok-pokok pikiran yang ada dengan

membuat table klasifikasi informan penelitian.

Tahap berikutnya adalah membaca kepustakaan yang berkaitan

dengan topik penelitian. Dalam hal ini peneliti mendapatkan referensi dari

buku yang berhubungan dengan kebudayaan suku Tolitoli. Peneliti membuat

alur cerita dari data yang sudah dikelompokkan. Alur cerita dibuat sesuai

dengan data yang diperoleh peneliti ketika dilokasi penelitian baik itu data

berupa hasil observasi atau data yang diperoleh dari wawancara dengan

informan. Peneliti mereview kembali hasil penelitian dan juga melakukan

periksa ulang dengan informan bila data yang diperoleh masih ada

kekurangan atau kesalahan.

Singkat kata, data yang terkumpul melalui observasi, wawancara,

dokumentasi dan studi pustaka disusun dalam kategori-kategori tertentu,

sehingga mendapatkan gambaran secara menyeluruh. Penelitian ini juga

menyajikan daftar klasifikasi informan pada lampiran. Dari daftar tersebut,

ada pemaknaan perubahan sosial dari sudut pandang informan yang dapat

digunakan untuk memecahkan masalah penelitian dan menuju pada suatu

kesimpulan.

Page 28: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

10

BAB 2

KEBUDAYAAN SUKU TOLITOLI

2.1. KONDISI GEOGRAFIS

Pemilihan lokasi dalam penelitian ini dilakukan secara “purposive”

atau sengaja. Penentuan lokasi selain berguna untuk memberikan gambaran

mengenai situasi dan kondisi desa kepada pembaca juga berguna untuk

memperjelas fokus penelitian. Dalam hal ini yang yang akan dijadikan

sebagai tempat penelitian adalah Desa Sambujan yang berada di wilayah

kecamatan Ogodeide.

Gambar 2.1 Peta Dusun II Siomang, Desa Sambujan. Sumber: dokumentasi peneliti

Gambar 2.1 merupakan gambar peta dusun 2, Desa Sambujan. Desa

Sambujan memiliki 2 dusun, yakni dusun 1 dan dusun 2, dusun 1 berada di

sebuah pulau yang terpisah dengan dusun 2, masyarakat setempat biasanya

menyebut dusun 1 ini dengan istilah Sambujan Pulau. Dusun 1 ini terletak di

sebuah pulau yang bernama Pulau Pandan yang memiliki arti pulau nanas.

Page 29: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

11

Dusun 2 ini bernama Siomang yang terletak di dataran tinggi. Selain nama

Siomang, masyarakat setempat juga menyebut dusun 2 ini dengan sebutan

Dusun Siomang. Keduanya berasal dari bahasa Bugis.

Secara administratif, Desa Sambujan terletak di wilayah Kecamatan

Ogodeide, Kabupaten Tolitoli yang memiliki luas wilayah 20,00 Km5. Desa

Sambujan dibatasi oleh desa lain, sebelah Utara berbatasan dengan Desa

Pulias, sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Labuan Lobo, sebelah Barat

berbatasan dengan Laut Sulawesi dan di sebelah Timur berbatasan dengan

Desa Kamalu.

Letak Desa Sambujan dari ibu kota Kecamatan Ogodeide berjarak

kurang lebih 16 km. Sedangkan jarak Desa Sambujan dari Ibu kota Kabipaten

adalah 24 km. Untuk mencapai desa ini dari ibu kota Kabupaten bisa

ditempuh dengan menggunakan ketinting bermesin 4 pk dengan menyusuri

laut kurang lebih selama 1,5 hingga 2 jam jam perjalanan, dan itu pun masih

bergantung dengan kondisi cuaca di laut. Jika hujan dan gelombang air laut

sedang besar, maka akses untuk mencapai Desa Sambujan terputus dan

menunggu gelombang air laut tenang terlebih dahulu.

Pada tahun 2013 sedikit demi sedikit akses jalan darat menuju Desa

Sambujan sudah dibuka dengan bantuan PNPM Mandiri Pedesaan. Jalan

yang ada tersebut berupa jalan tanah yang dibuat melintasi lahan

perkebunan cengkeh milik warga. Kondisi jalan ini juga masih tergantung

dengan cuaca. Ketika hujan, jalan yang berupa tanah merah ini akan menjadi

licin terkena air hujan. Selain itu, permukaan jalan yang berliku dengan

turunan dan tanjakan yang tajam membuat sulit untuk dilalui ketika sedang

hujan. Jalan ini adalah satu-satunya jalan darat yang menghubungkan Desa

Sambujan dengan wilayah Desa Sambujan sendiri yang ada di daratan yakni

wilayah dusun II dan juga dengan desa-desa yang lain termasuk akses

menuju Ibu kota Kecamatan Ogodeide. Hal tersebut dituturkan oleh salah

seorang informan yang bernama K berikut ini.

“Jalan ini baru aja tembus akhir tahun 2013 kemarin, yang bikin warga sama PNPM Mandiri Pedesaan itu. Yaa termasuk jembatan ke pulau itu. Dulu nggak ada jalan tembus ini, jadi kalau mau ke Basiang (dusun II) ya ga bisa pakai motor, harus

5 Profil Desa Sambujan Tahun 2015

Page 30: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

12

pakai ketinting kita. Sebenarnya lebih cepat pakai ketinting, tapi itu tergantung dengan gelombang air lautnya. Jalan ini juga gitu, kalau hujan, jangan sudah, licinnya minta ampun, sakit kita dibikinnya. Apalagi yang dipenurunan sama tanjakan di dekat kebun orang Basiang itu, sering jatuh orang disitu mas”.

Pada awalnya pusat pemerintahan Desa Sambujan berada di

Sambujan pulau atau di pulau Pandan dan kedua desa ini benar-benar

terpisah yang artinya belum memiliki akses selain menggunakan sarana

transportasi laut berupa perahu. Akan tetapi pada tahun 2013 program

PNPM mulai membuka akses dengan membangun sebuah jembatan yang

menghubungkan wilayah Desa Sambujan darat yakni dusun 2 dengan

wilayah Dusun Sambujan 1 yang berada di Pulau Pandan.

2.2. SEJARAH DESA SAMBUJAN

Desa Sambujan menurut asal katanya berasal dari bahasa Bajo yaitu

Hambuyen yang berarti menyambut. Menurut sejarahnya, Pulau Pandan

dihuni oleh orang-orang yang berasal dari suku Bajo, Suku Bugis dan Suku

Tolitoli. Mereka selalu menyambut semua orang yang datang dari tiga desa

didekatnya yaitu Desa Paliah atau sekarang dikenal sebagai Desa Pulias, Desa

Kabutan (sekarang: Desa Kabetan) dan Desa Palagisan yang sekarang

berganti nama menjadi Desa Labuan lobo. Desa Sambujan yang ada di Pulau

Pandan ini terletak di tengah-tengah tiga desa tadi. Oleh karena itu, pulau

tersebut menjadi tempat persinggahan.Menurut masyarakat, Pulau Pandan

ini diistilahkan pulau yang menyambut warga dari ketiga desa yang ada

disekitarnya. Mereka awalnya datang untuk untuk singgah. Lambat laut,

mereka pun mendirikan rumah di Pulau Pandan tersebut hingga terbentuk

suatu perkampungan.

Desa Sambujan adalah desa yang terletak di pesisir kepulauan yang

pada awalnya merupakan bagian dari wilayah Desa Pulias, salah satu desa di

Kecamatan Baolan. Dulunya Desa Sambujan hanya dipimpin oleh seorang

kepala jaga yang disebut dengan Kana. Kana Desa Sambujan ini berasal dari

suku Tolitoli.Kana tersebut memimpin desa hingga tahun 1981. Dalam per-

kembangannya Desa Sambujan keluar dari wilayah Desa Pulias dan berdiri

sendiri dengan pemerintahan sendiri. Ketika itu, Desa Sambujan dipimpin

oleh seorang perwakilan pemerintahan yang masa pemerintahannya hanya

Page 31: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

13

1 tahun yakni pada tahun 1982-1983. Setelah itu, seorang kepala desa

diangkat secara definitif pada tahun 1983. Masa jabatan kepala desa definitif

tersebut juga berlangsung selama 1 tahun. Kepala desa berikutnya me-

merintah selama 3 tahun yakni pada tahun 1984 hingga tahun 1987. Setelah

masa jabatan tersebut selesai, pemilihan langsung kepala desa diadakan.

Masa jabatan kepala desa terpilih pada waktu itu 8 tahun dari tahun 1987

hingga tahun 2003. Adapun susunan nama Kepala Desa Sambujan adalah

sebagai berikut:

1. Kanasebagai kepala jaga (tahun 1981-1982);

2. Saparin sebagai jabatan perwakilan pemerintah desa (tahun 1982-1983);

3. Abd Kadir sebagai kepala desa (kades) sementara (tahun 1983-1984);

4. Ahmad Palabi sebagai pelaksana tugas (plt) kades (tahun 1984-1987);

5. Ahmad Palabi (tahun 1987- 2003) dipilih sebagai kades melalui pilkades

langsung pertama kali;

6. Abd Rahman Abdullah (2003- 2005)

7. Bahtiar AW (2005- 2011)

8. Nurdin Yaher sebagai plt kades(2011-2012)

9. Arman A Palabi (2012 sampai sekarang)

2.3 SUKU TOLITOLI DI DESA SAMBUJAN

Suku Tolitoli merupakan salah satu suku asli yang ada di Provinsi

Sulawesi Tengah, tepatnya di Kabupaten Tolitoli. Di Kabupaten Tolitoli,

keberadaan suku Tolitoli sudah menyebar di beberapa kecamatan yang ada

hingga ke luar wilayah kabupaten. Salah satunya berada di Desa Sambujan

yang berada di wilayah kecamatan Ogodeide.

Berdasarkan cerita para tetua desa, keberadaan suku Tolitoli di Desa

Sambujan ini pada awalnya merupakan sekelompok masyarakat yang

melarikan diri dari gerombolanpemberontak. Gerombolan ini melakukan

kerja paksa. Mereka menyuruh masyarakat untuk bekerja seperti bertani

dan bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan perang para anggota

“gerombolan tersebut. Para pekerja yang ikut dalam kerja paksa ini berasal

dari beberapa etnis di Sulawesi, seperti Bugis, Bajo, Mandar dan Tolitoli.

Mereka bekerja tanpa digaji dan hanya diperbolehkan istirahat ketika waktu

sholat saja.Karena merasa tidak mampu, para pekerja ini melarikan diri ke

hutan-hutan kemudian singgah di sebuah pulau yang bernama Pulau

Page 32: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

14

Pandan. Pulau pandan ini menjadi pulau tempat bertemu dan menyambut

para orang-orang dari berbagai etnis yang datang oleh karena itu diberi

nama Sambujan yang berasal dari kata sambut, seperti yang dituturkan oleh

informan A:

“...Kalau sebaran suku Tolitoli sendiri mas ada yang tinggal di daerah Tambun (wilayah kota), ada juga yang di Lakuan, Binontoan itu dekat dengan Kabupaten Buol. Waktu jaman belanda itu orang Tolitoli dan suku lain sampai datang kemari itu karena pelarian, mungkin bukan karena cengkeh. Pelarian, tempat persembunyian Sambujan ini. Sambujan ini kan pulau rumput, istilahnya kan dia bersembunyi di sini, makanya dia ke Sambujan. Jadi dulu pulau ini kan bakau semua waktu jaman Belanda ini, kalau pembukanya ada disini, nanti saya punya orang tua yang jadi kades pertama itu baru jadi kampung, itu tahun 78 kalau ga salah, kalau tahun 60an itu ada gerombolan itu, tentara permesta orang Bugis itu culik-culik orang. Dulu gerombolan itu dari selatan itu pimpinannya Karung Sakar to, menyebar ke seluruh sulawesi ini. Akhirnya masyarakat menyebar to, takut semua di bawa lari kalau ga mau kerja dibunuh to, itu waktu itu labuhan lobo itu, Sambujan, istilahnya orang dari Malala lari sembunyi di sini, orang lari lah,. Iya jadi banyak orang datang ke sini di sambut, kalau bahasa bugisnya Sambut itu disambut, istilahnya persinggahannya. Dulu labuhan lobo itu namanya palagisan itu habis orangnya diambil sam gerombolan itu pada tahun 60an itu, pemberontak dia..”

2.4 PERKEMBANGAN DESA

Desa Sambujan secara administratif dibagi menjadi 2 dusun, yakni

Dusun I dan Dusun II. Dusun I terletak di sebuah pulau kecil yang terpisah

dengan Dusun II yang berada di daratan. Pada awalnya Desa Sambujan ini

masih sepi dan pusat pemerintahannya ada di Pulau Pandan. Pada awalnya

masyarakatnya bermatapencaharian sebagai nelayan. Mereka kemudian

memulai membuka lahan dan menanam cengkeh.Hasilnya dijual atau

ditukar barang kebutuhan sehari-hari dengan pedagang yang tinggal di ibu

kota kabupaten. Perekonomian masyarakat Desa Sambujan awalnya belum

bisa berkembang karena keterbatasan akses untuk menuju kota kabupaten.

Page 33: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

15

Mereka hanya tergantung dari transportasi laut. Dengan demikian, waktu itu

hanya bisa dinikmati oleh beberapa anggota masyarakat yang memiliki

perahu. Orang dari luar desa pun masih jarang untuk datang ke desa ini.

Gambar 2.2 Jembatan penghubung antara wilayah pulau dengan wilayah daratan (Sumber: dokumentasi peneliti)

Dalam beberapa dekade terakhir ini, kondisi desa mulai membaik

dengan adanya pembangunan fisik dan non fisik yang terjadi di Desa

Sambujan oleh pemerintah Kabupaten. Selain itu, pemerintah juga

mengembangkan sejumlah program-program pemberdayaan di berbagai

bidang termasuk pertanian, perikanan dan pendidikan. Program-program ini

turut mulai mengubah wajah Desa Sambujan ke arah yang lebih baik.

Gambar 2.3 Perahu ketinting, moda transportasi laut masyarakat Desa Sambujan

Sumber: dokumentasi peneliti

Page 34: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

16

Pembangunan fisik juga dilakukan oleh pemerintah daerah setempat

dengan membangun gedung sekolah dasar. Gedung itu dulu hanya

bangunan sederhana yang terbuat dari dinding kayu, namun kini telah

diperbaiki menjadi gedung berdinding tembok. Selain itu, dengan PNPM

Mandiri Perdesaan, masyarakat membangun jalan dalam desa dan juga

pembangunan dinding abrasi. PNPM Mandiri Perdesaan juga membantu

membuat penerangan desa dengan menggunakan mesin diesel yang bisa

menjangkau kebutuhan listrik seluruh masyarakat desa yang ada di pulau

pada tahun 2012. Tidak sampai disitu saja pada tahun 2013 dengan dana

tersebut masyarakat juga membuka jalan poros desa serta membangun

jembatan kayu sepanjang kurang lebih 375 meter yang menghubungkan

wilayah Desa Sambujan yang berada di pulau dengan wilayah desa yang di

daratan. Program PNPM juga digunakan untuk menyediakan fasilitas

kesehatan bagi masyarakat desa dengan membangun poskesdes.

Program pembangunan fisik, baik yang dilakukan oleh pemerintah

sendiri maupun masyarakat dengan dana PNPM ini dinilai sangat

menguntungkan. Pembangunan jalan darat memberikan alternatif

transportasi, selain laut. Mereka bisa bepergian ke luar desa dengan

kendaraan bermotor. Sementara itu, program pembukaan jalan poros desa

dan jembatan ini membantu masyarakat. Animo masyarakat ini ditunjukkan

dengan peningkatan kepemilikan kendaraan bermotor roda dua. Hal

tersebut juga membuat masyarakat manjadi lebih sering dan mudah untuk

berinteraksi dengan masyarakat lain di luar Desa Sambujan.

Setelah adanya pembukaan jalan desa membuat akses masyarakat

menuju dusun II dan juga desa tetangga menjadi terbuka dan tentunya

mobilitas masyarakat Desa Sambujan yang berada di Pulau Pandan menjadi

meningkat. Setelah jalan menuju jalan poros desa dibuka, perkembangan

fisik desa pun mulai terlihat. Sama seperti di daratan, kepemilikan kendaraan

bermotor pun meningkat di Pulau Pandan. Interaksi masyarakat desa dengan

masyarakat dari luar desa pun juga meningkat. Banyak pedagang yang

berasal dari kabupaten datang ke wilayah Pulau Pandan untuk berjualan

sayur, baju, kain atau barang-barang peralatan rumah tangga hingga alat-

alat elektronik. Ketika sedang musim panen raya, jumlah pedagang ini lebih

banyak lagi.

Page 35: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

17

2.5.EKOLOGI DAN KEPENDUDUKAN

2.5.1.Ekologi

Sebagian wilayah Desa Sambujan masih berupa bukit yang banyak

ditumbuhi pohon-pohon. Vegetasi yang ada di wilayah Desa Sambujan adalah

berupa tanaman penghasil kayu Selain itu, ada tanaman yang paling banyak

tumbuh di wilayah Desa Sambujan, yaitu tanaman cengkeh. Tanaman ini bisa di-

ambil daun, tangkai dan juga buahnya. Tanaman cengkeh merupakan salah satu

sumber mata pencaharian masyarakat Desa Sambujan.

Tanaman yang diambil diambil kayunya adalah pohon arsat dan palapi.

Dua pohon ini merupakan jenis tanaman keras.Kayuarsat biasanya

dipergunakan masyarakat Desa Sambujan untuk bahan pembuatan rumah

khususnya untuk kaki-kaki rumah. Kayu palapi digunakan untuk membuat

perahu atau ketinting. Menurut masyarakat setempat, kayu palapi lebih tahan

air dan lebih ringan berat jenisnya jika dibandingkan dengan kayu arsat. Selain

sebagai bahan perahu, kayu palapi juga digunakan untuk dinding rumah.

Untuk sayuran, masyarakat mengkonsumsi sayuran daun kelor. Daun

kelor ini biasanya diolah untuk dijadikan sayur kuah bening. Untuk buah-

buahan, masyarakat mengkonsumsi nanas, pisang, dan pepaya, serta nangka.

Mereka menanam dan memetik sendiri sudah masak, kecuali buah nangka.

Buah nangka lebih sering dijadikan sayur. Untuk dibuat sayur, buah itu dipetik

ketika belum matang.

Karena memiliki wilayah pulau, konsumsi protein hewani bervariasi,

tetapi lebih menggantungkan pada ikan. Hewan laut yang dikonsumsi antara

lain “suntung” atau sotong, cumi-cumi dan juga bermacam-macam jenis ikan

laut. Ikan laut yang sering dikonsumsi oleh masyarakat desa adalah ikan batu,

kerapu, “lai-lai” dan ikan cakalang. Pengolahannya pun bervariasi, ada yang di-

bakar, dikeringkan dan juga langsung digoreng. Masyarakat mendapatkan ikan-

ikan tersebut dengan cara memancing dan juga memasang pukat di laut.

2.5.2 Kependudukan

Data kependudukan berdasarkan data Profil Desa Sambujan tahun

2015, jumlah penduduk sebanyak 1231 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki

sebanyak 643jiwa dan perempuan sebanyak 588 jiwadengan jumlah total kepala

keluarga sebanyak 405 KK. Keseluruhan penduduk tersebut terbagi di 2 dusun

yakni dusun I dan dusun II di Basiang. Berdasarkan data profil desa tersebut

Page 36: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

18

juga menunjukkan bahwa masyarakat Desa Sambujan juga merupakan

masyarakat yang multi etnis. Selain etnis Tolitoli ada juga etnis lain yang

mendiami tanah Sambujan, suku-suku tersebut antara lain adalah suku Bajo,

Bugis, Mandar, Buol dan Mamuju. Dari sekian banyak etnis yang ada di Desa

Sambujan, baik di wilayah dusun I dan dusun II etnis bugis merupakan etnis

terbanyak. Berdasarkan data yang ada di profil desa tahun 2015 etnis bugis

berjumlah 190 kk dari 405 kk.

2.6. POLA PEMUKIMAN

Dalam pembuatan sebuah rumah di masyarakat Desa Sambujan tidak

ada aturan adat yang mengatur tentang tata letak sebuah rumah. Jenis rumah di

Desa Sambujan adalah jenis rumah panggung. Rumah panggung yang ada di

Desa Sambujan ini ada yang letaknya di darat dan ada juga yang berdiri di atas

air laut.Bahan dasar pembuatan rumah panggung ini adalah kayu. Kayu yang

digunakan dalam bangunan rumah ini adalah kayu Arsat, kayu Durian (Durio sp),

kayu Kalakala dan juga kayu Palapi kayu-kayu tersebut diperoleh dari hutan

yang ada di sekitar lingkungan desa. Kayu arsat atau kalakala biasanya

digunakan sebagai tiang penyangga rumah panggung tersebut, sedangkan kayu

palapi yang memiliki karakter lebih ringan dan lunak digunakan untuk dinding

dan juga digunakan untuk lantai, karena kayu palapi ini juga tahan terhadap air.

Gambar 2.4 Bagian belakang rumah panggung apung di Pulau Pandan

Sumber: dokumentasi peneliti

Page 37: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

19

Atap rumah masyarakat Desa Sambujan mayoritas terbuat dari seng

yang dibeli di Kabupaten Tolitoli dengan menggunakan ketinting. Atap seng

ini dipilih karena lebih praktis daripada menggunakan genting, selain itu

untuk mendapatkan genting di Desa Sambujan ini cukup sulit, karena jarang

ada orang menjual genting. Berdasarkan hasil observasi peneliti, luas

bangunan rumahdi Desa Sambujan bervariasi rata-rata berukuran 35-40

meter persegi ada juga yang lebih luas dan ada juga yang lebih kecil dari

ukuran tersebut. Selain rumah panggung yang terbuat dari kayu, ada juga

sebagian rumah yang terbuat dari beton, rumah berdinding beton yang

terbuat dari batako ini lebih banyak dijumpai di wilayah daratan yang ada di

dusun II Basiang.

Gambar 2.5 .Rumah panggung di Desa Sambujan daratan. Sumber : dokumentasi peneliti

Dalam sebuah bangunan rumah di masyarakat Sambujan terdapat

beberapa jendela dan juga ventilasi. Ventilasi dan juga jendela tersebut

berguna untuk jalan masuknya cahaya di dalam rumah dan juga sebagai

jalan keluar masuknya udara, sehingga tetap ada sirkulasi udara di dalam

rumah tersebut. Selain itu sela-sela dinding rumah yang terbuat dari kayu

juga bisa berfungsi untuk jalan keluar masuknya udara dan juga cahaya.

Selain itu dalam sebuah rumah juga terdapat beberapa fasilitas rumah

seperti dapur, kamar, ruang tamu, kamar mandi dan juga beranda atau

teras rumah, pembuangan air limbah dan pembuangan kotoran manusia.

Page 38: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

20

Tidak ada aturan khusus yang mengatur tentang tata letak fasilitas dalam

rumah yang disebutkan di atas. Kebanyakan letak ruang tamu dan teras

berada di bagian depan rumah namun bagi penduduk yang tinggal di atas

laut, biasanya juga yang memiliki beranda yang berada di belakang rumah

seperti yang terlihat pada gambar 2.3 di atas. Berikutnya di bagian tengah

biasanya terdapat kamar dan ruang keluarga sedangkan di bagian belakang

biasanya terdapat dapur dan juga kamar mandi.

Gambar 2.6 Denah Rumah Penduduk Sambujan Sumber: dokumentasi peneliti

Pada gambar 2.5 di atas dapat dilihat denah bagian-bagian rumah

pada masyarakat Desa Sambujan, dalam sebuah rumah biasanya terdapat 2

beranda atau serambi yang terletak di depan dan di belakang rumah,

terutama bagi yang rumah panggungnya berada di atas laut, beranda

belakang biasanya digunakan untuk menaruh ketinting mereka ketika

hendak bepergian menggunakan ketinting seperti yang terlihat pada gambar

2.6 di bawah ini.

Keterangan : 1. Beranda depan rumah 2. Ruang tamu 3. Ruang keluarga 4. Kamar tidur 5. Kamar tidur

6. Dapur

7. Beranda belakang

8. Kamar mandi

9. Laut

6

7

1

2

3 4

5

8

9

Page 39: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

21

Gambar 2.7.Bagian belakang rumah masyarakat Desa Sambujan, tampak

ketinting milik warga yang ada dibelakng rumah. Sumber : dokumentasi peneliti

Di bagian depan rumah,ada ruang tamu. Di bagian tengah rumah,

ada kamar tidur dan ruang keluarga. Jumlah kamarpun tiap rumah berbeda-

beda.Rata-rata dalam sebuah rumah terdapat 2 hingga 3 kamar. Dapur

biasanya diletakkan di bagian dalam belakang rumah, namun tak jarang ada

juga yang meletakkan dapurnya di luar rumah. Selain dapur di bagian

belakang rumah, ada juga kamar mandi. Walaupun tidak ada kepercayaan

tentang tata letak, tetapi hampir semua rumah yang ada di Desa Sambujan,

kamar mandi diletakkan di bagian belakang rumah.

Gambar 2.8.Dapur yang berada di bagian luar belakang rumah Sumber : dokumentasi peneliti

Page 40: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

22

Gambar 2.9.Kamar mandi/WC di bagian luar belakang rumah Sumber : dokumentasi peneliti

Proses pembuatan rumah ini biasanya dilakukan secara bergotong-

royong terutama oleh keluarga besar, namun ada pula yang menggunakan

jasa tukang dengan upah sesuai lama pengerjaan rumah tersebut. Pemilik

rumah biasanya telah menyediakan bahan-bahan yang diperlukan dalam

pembuatan rumah tersebut, seperti kayu, seng, paku dan beberapa material

yang lain. Lama pengerjaan rumah panggung ini relatif dan tergantung

dengan tingkat kesulitan dan model rumah. Biasanya satu rumah panggung

bisa diselesaikan kurang lebih satu hingga dua bulan.

“...Biasanya kita disini gotong-royong, banyak yang bantu kalau kita dirikan rumah itu. Saudara-saudara kita pasti bantu. Ada juga yang pakai tukang, tapi kalau pakai tukang kita kan harus bayar. Bahan-bahan seperti kayu, apa itu kita yang siapkan mereka tinggal kerja. Paling-paling 1 bulan selesai kalau rumah biasa kaya gini..”

2.7. RELIGI

2.7.1. Tradisi Islam

Sebagian besar masyarakat Desa Sambujan adalah pemeluk agama

Islam. Jumlah pemeluk agama Islam di Desa Sambujan adalah 1/217 orang.

Menurut Hadimuljono dan Muttalib dalam The Ecology of Sulawesi

Page 41: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

23

(J.Whitten, Anthony dkk, 1987: 83),penyebaran agama Islam pada

masyarakat Tolitoli dipengaruhi oleh kerajaan Gowa-Tallo pada tahun 1605.

Setelah itu Islam berkembang pesat di Sulawesi Tengah, khususnya di

masyarakat Tolitoli. Selain agama Islam, ada 12 orang beragama Kristen dan

dua orang beragama Budha. Mereka hidup berdampingan dengan harmonis.

Tidak ada perselisihan antar umat beragama di desa tersebut.

Gambar 2.10 Masjid yang ada di Dusun I, Desa Sambujan.

Sumber : dokumentasi peneliti

Setiap dusun terdapat satu masjid besar. Letak masing-masing

masjid tidak jauh dari permukiman warga dan fasilitas kesehatan di di desa.

tersebut letaknnya tidak jauh dengan pemukiman warga dan juga fasilitas

kesehatan yang ada di desa. Selain masjid, ada sejumlah mushala. Setiap hari

sholat diselenggarakan di mushola, kecuali sholat asar pada hari Jum’at.

Mereka melakukan sholat jum’at di masjid. Selain itu, masjid digunakan

untuk kegiatan pengajian dan juga kegiatan dalam memperingati hari besar

agama Islam.

Salah satu hari besar keagamaan yang diamati dalam penelitian ini

adalah hari besar Isra Mi’raj (lihat gambar 2.10.). Di dusun I (Sambujan

Pulau), kegiatan dilakukan pada sore hari pukul 15.00 WIT. Kegiatan

peringatan tersebut dihadiri oleh seluruh masyarakat Desa Sambujan, mulai

dari anak-anak hingga orang tua, baik laki-laki ataupun wanita. Kegiatan

Page 42: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

24

dipimpin oleh seorang imam masjid dan mengundang seorang pemuka

agama untuk berceramah. Kegiatan ini ditutup dengan acara makan kue

bersama yang di bawa oleh warga masyarakat Desa Sambujan. Pada saat itu

kepala desa atau pihak kesehatan sekaligus melakukan sosialisasi rencana

kegiatan desa ataupenyampaian informasi kesehatan, seperti pemeriksaan

kesehatan gratis.

Gambar 2.11.Kegiatan Peringatan Isra’ mi’raj di masjid Sumber : dokumentasi peneliti

Tradisi Islam ini juga berpengaruh pada upacara lingkaran

kehidupan, salah satunya upacara kematian. Dalam upacara kematian,

mereka menggunakan tradisi agama Islam, yaitu memakamkan jenazah ke

dalam tanah. Lokasi pemakaman untuk Sambujan pulau sendiri letaknya

berada di dekat Poskesdes. Selama berada di lapangan, hanya didapati 2

prosesi pemakaman. Pertama, pemakaman dari penderita TB, yaitu Hm.

Kedua, pemakaman seorang anak di desa sebelah. Dari dua prosesi

pemakaman tersebut, prosesnya sama, yaitu terdapat proses memandikan

jenazah, memakaikan kain kafan, menyolati jenazah, dan selanjutnya

jenazah akan dibawa ke pemakaman untuk dimakamkan.

Pada saat terdapat salah seorang warga yang meninggal, tetangga

yang lain akan datang berduyun-duyun untuk membantu prosesi

pemakaman. Secara umum, terdapat pembagian pekerjaan antara wanita

Page 43: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

25

dan laki-laki dalam prosesi tersebut. Yaitu peralatan yang diperlukan untuk

mandi akan disiapkan oleh ibu-ibu, begitu juga dengan kapas dan kain kafan

yang akan dikenakan jenazah. Para bapak mengurus papan kayu, peng-

ukuran lubang pemakaman, menggali lubang untuk pemakaman, dan

mengangkat jenazah saat dimandikan maupun dibawa kepemakaman.

Biasanya jenazah akan diletakkan di ruang tengah, sehingga tamu

yang datang bisa mendekat dan melihat untuk terakhir kalinya. Di dekat

jenazah akan diletakkan sebuah kotak atau toples sebagai tempat untuk

menampung uang dari para tamu yang datang. Setelah persiapan untuk

memandikan jenazah selesai, jenazah akan dibawa untuk dimandikan. Ke-

mudian jenazah akan dibawa ke ruang tengah kembali dan dipakaikan kain

putih atau kafan yang sudah disiapkan. Setelah selesai, akan dilakukan sholat

jenazah bagi yang mau menyolati, yaitu 1 orang sebagai imam dan sisanya

sebagai makmum. Barulah setelah itu jenazah diantar ke pemakaman.

Proses pemindahan jenazah tidak menggunakan keranda seperti di Jawa,

melainkan jenazah diikatkan pada selembar papan agar tidak terjatuh saat

dibawa ke pemakaman yang letaknya di atas bukit.

2.7.2. Kepercayaan tentang Kuntilanak

Di Desa Sambujan ada kepercayaan bahwa Ibu hamil bisa diganggu

oleh roh-roh halus, salah satunya adalah Kuntilanak. Menurut keterangan

dari informan lain, Kakek S, yang juga disetujui oleh Pak Ks, Kuntilanak

digambarkan sebagai seorang wanita berambut panjang yang memiliki

lubang di bagian punggungnya. Kuntilanak ini terbang dengan cara yang

sama seperti orang berenang, terlentang dengan muka melihat ke atas,

sehingga bagian punggungnya yang berlubang akan terlihat. Ia dipercaya

sebagai arwah dari Ibu yang meninggal pada saat melahirkan. Apabila Ibu

meninggal karena gangguan Kuntilanak, arwah ibu yang meninggal tersebut

dipercaya akan ikut menjadi Kuntilanak.

Kuntilanak dipercaya menyukai ibu yang sedang hamil muda dan

hamil tua. Hal ini dikarenakan bau darah dari ibu yang hamil muda dan hamil

tua lebih harum. Sehingga, ibu yang hamil muda dan hamil tua cenderung

lebih rawan diganggu oleh Kuntilanak dan bayi atau bahkan ibunya bisa

meninggal. Cara mengganggunya adalah dengan cara seperti menggaruk

Page 44: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

26

perut ibu hamil. Adapula yang percaya bahwa pendarahan pada ibu yang

melahirkan terjadi akibat garukan Kuntilanak tersebut.

Untuk menghindari gangguan Kuntilanak ini, salah satu benda yang

dianggap dapat menjaga ibu hamil adalah pelepah mayang pinang. Pelepah

mayang pinang diambil sedikit dari mayang pinang yang dipecah, kemudian

ditaruh di bawah kasur. Atau yang lebih praktis, adalah dengan

membungkusnya dengan kain warna hitam atau kuning, lalu mengikatnya di

perut ibu hamil. Dengan diikat diperut, maka penjaga atau jimat tersebut

dapat melindungi ibu hamil dari Kuntilanak kemanapun dia pergi. Pemakaian

jimat ini dilakukan sejak ibu mulai hamil hingga ibu sudah melahirkan.

Menurut Kakek S, penyebab munculnya kepercayaan terhadap

pelepah mayang pinang dapat melindungi Ibu hamil itu ada sejarahnya.

Awalnya kuntilanak merupakan mahkluk halus yang biasa duduk di bawah

pohon pinang. Tiba-tiba ada pelepah mayang pinang yang jatuh mengenai

punggungnya, sehingga berlubang. Sejak saat itulah, kuntilanak memiliki

lubang di punggung dan takut kepada pelepah mayang pinang.

Selain menggunakan pelepah mayang pinang, menurut Nenek Tl,

cara lain yang dapat digunakan untuk melindungi dari gangguan Kuntilanak

adalah dengan memasang peniti pada baju ibu hamil atau membawa besi

saat keluar rumah di malam hari, seperti misalnya pisau, hanya saja pisau

yang tumpul. Penggunaan pisau tumpul tersebut adalah untuk berjaga-jaga,

tetapi tidak melukai bila terjatuh. Cara lain, menurut Ibu As, ialah memasang

akar tanaman ariano kering pada peniti, kemudian menyematkannya di baju.

Berbeda lagi dengan Pak Ks, untuk mengusir Kuntilanak, ia membaca bacaan

khusus. Bacaan tersebut berbunyi sebagai berikut: “...Raja Talia Sitti Talia”

Bacaan tersebut kemudian dibaca sebanyak tiga kali, dan sama seperti

bacaan lainnya, dibaca setelah mengucap kalimat tobat, syahadat dan

basmallah.

2.7.3. Kepercayaan tentang Pokpok tanah

Pokpok tanah adalah salah satu jenis mahkluk yang ditakuti dapat

mengganggu keselamatan ibu hamil dan ibu melahirkan. Ia digambarkan

sebagai manusia yang memiliki ilmu tertentu sehingga untuk membutuhkan

makanan berupa organ bagian dalam manusia seperti jantung, hati dan lain

sebagainya sebagai konsekuensinya. Ibu hamil muda dan ibu melahirkan

Page 45: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

27

lagi-lagi menjadi sasaran empuk bagi mahkluk seperti ini karena darahnya

berbau harum. Oleh karena itu, keselamatan ibu hamil dan ibu melahirkan

lebih rawan daripada orang biasa. Selain itu, menurut Pak Ks, pokpok tanah

lebih banyak mengincar orang-orang yang sakit, karena daya tahan tubuhnya

lemah. Ia juga bisa saja memakan orang biasa atau yang sedang sehat

apabila benar-benar sedang kelaparan. Menurut Pak Ks, cara memakan

korban dari pokpok tanah ini hanya dengan mendatangi calon korban,

kemudian mengelus rambutnya saja. Setelah itu korban akan langsung

meninggal, padahal tampak baik-baik saja. Ciri-ciri pokpok tanah adalah

bermata merah, dan seringkali berjenis kelamin perempuan. Pokpok tanah

ini merupakan orang yang sedang belajar ilmu tertentu, atau bisa juga

karena keturunan.

Menurut keterangan Pak Ks lagi, tubuh dari pokpok tanah sangat

ringan karena ia bisa duduk-duduk di atas pelepah pisang. Selain itu, salah

satu kepercayaan lain tentang pokpok tanah ini adalah ia sering masuk ke

kamar mandi warga atau di sumur untuk mandi. Jika ada orang yang

menangkap air bekas mandi Pokpok tanah ini dari bawah kolong kamar

mandi, kemudian membasuhkan ke tubuhnya, dipercaya orang tersebut

akan bisa melihat kemanapun pergerakan pokpok tanah yang sedang mandi

tersebut, sehingga orang ini dapat berjaga diri ketika Pokpok tanah berada di

daerah sekitarnya.

Gambar 2.12 Jimat batu karang merah dan garam Makassar yang digantung di depan pintu rumah

Sumber: dokumentasi peneliti

Page 46: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

28

Cara melindungi diri dari pokpok tanah adalah dengan memasang

gantungan jimat berupa batu karang merah di atap depan rumah. Batu

merah ini merupakan batu yang diambil dari laut dan bukan sembarang batu

karena ia baru diambil saat terapung di permukaan laut. Selain itu, adapula

yang menambahkan serbuk garam Makassar pada gantungan batu

merahnya. Garam Makassar ini dipercaya dapat dijadikan obat, yaitu

pengobat penyakit-penyakit ‘kiriman’ atau penyakit yang dibuat-buat.

Selain itu, yang dipercaya sebagai pengusir Pokpok tanah adalah

daun balacai merah. Jenis daun balacai ada dua, yaitu hijau dan merah. Jika

yang hijau dipercaya dapat menghilangkan perut kembung pada bayi, daun

balacai merah dipercaya dapat mengusir Pokpok tanah . Caranya adalah

dengan menggantung beberapa helai daun balacai merah bersamaan

dengan batu merah, atau dengan menanamnya di depan rumah. Bahkan,

selain mengusir Pokpok tanah , daun ini juga dipercaya dapat mengusir

gangguan mahkluk halus lainnya.

2.8. ORGANISASI SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN

Masyarakat Desa Sambujan menganut sistem kekerabatan

berdasarkan garis keturunan laki-laki (patrilineal), dimana anak-anak yang

dilahirkan masuk dan diperhitungkan melalui garis keturunan orangtua laki-

laki. Umumnya orang yang sekerabat hidup mengelompok dalam satu

kampung yang terpusat pada satu rumah panggungbesar.

Berkaitan dengan perkawinan, ada dua golongan suku Tolitoli yang

tinggal di Sambujan, yaitu suku Tolitoli yang merupakan pendatang (seperti

misalnya tinggal di Sambujan karena diperistri orang Sambujan) dan suku

Tolitoli keturunan yang sudah tinggal sejak lama. Menurut kedua golongan

tersebut, suku Tolitoli memang memiliki adat tersendiri untuk upacara

pernikahan, namun, upacara adat yang demikian dilakukan oleh yang

memiliki darah kerajaan saja. Sedangkan bagi warga biasa, adat yang

dilakukan tidak begitu ketat dan disesuaikan dengan kondisi ekonomi

masing-masing keluarga.

Menurut keterangan Nenek Jr (sando berdarah Tolitoli), pada saat

upacara pernikahan keluarga kerajaan biasanya memakai pakaian adat yang

berwarna kuning dan menggunakan peralatan makan yang serba kuning. Di

depan tempat acara ada hiasan berupa bendera-bendera khas kerajaan yang

Page 47: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

29

ditancapkan berjejer. Selain itu, ada payung hitam dan beberapa benda lain.

Seperti yang disampaikan oleh Nenek Jr, sebagai berikut:

“...Payung hitam ditaruh di situ (di depan) dengan bambu kuning di muka tangga, diikat dengan kain kuning. Ditaruhkan juga anu orang bilang tu kelapa anu tu, bulan itu. kelapa kecil... yang kecil-kecil. Ada artinya semua tu, dibikin bendera-bendera...” Namun demikian, Nenek Jr tidak mengetahui apa makna masing-

masing benda tersebut. Salah satu sebabnya, ia tidak menggunakan adat

tersebut saat dilaksanakan upacara pernikahan dulu. Upacaranya sama

seperti kebanyakan warga yang lain. Hanya saja, menurutnya, payung hitam

yang ditaruh di depan rumah beserta bambu kuning dan kain kuning sebagai

pengikatnya berfungsi sebagai penangkal cuaca buruk. Apabila saat upacara

pernikahan warga Tolitoli, berdarah kerajaan tidak memasang payung hitam,

maka selama upacara ada hujan dan angin besar atau lainnya yang

mengganggu. Hal itu juga diutarakan oleh tetangga dari Nenek Jr.

Bagi warga Toli-toli di Desa Sambujan, upacara pernikahan diadakan

dengan “adat sini”. Setelah ditelusuri pada sejumlah warga Toli-toli, istilah

adat sinisebenarnya lebih mengarah pada adat Bugis, meskipun tidak

lengkap. Hal ini menunjukkan pengaruh budaya Bugis terjadi di Desa

Sambujan. Salah satu sebabnya karena letaknya di pesisir. Masyarakat

pesisir di Kab. Tolitoli lebih banyak dihuni oleh orang Bugis dan Bajo.

Meskipun demikian, tidak ada kewajiban menggunakan adat tersebut. Hal

itu tergantung dari masing-masing keluarga dan induk bothing (perias

pengantin).Sebelum upacara pernikahan, keluarga calon pengantin

bersepakat adat mana yang akan digunakan. “...tidak masalah juga kalau

mau pakai adat Jawa...” Setelah itu, pihak keluarga calon pengantin

perempuan meminta induk bothing mengurusnya.

Secara umum, tahap pernikahan terbagi menjadi dua, yaitu tahap

“sebelum” dan tahap “saat” pernikahan. Kedua tahap tersebut akan

dijelaskan sebagai berikut:

a. Tahap “sebelum”pernikahan

Tahap diawali dengan lamaran atau diistilahkan “naik.” Hal itu bisa

terjadi 2 hingga 3 kali “naik”. Naik yang pertama adalah proses di mana

Page 48: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

30

kedua keluarga berunding untuk mencapai kesepakatan jumlah “uang naik

atas”. Awalnya, pihak laki-laki datang ke pihak perempuan untuk melamar

tanpa membawa apa-apa. Mereka hanya melamar dan berunding saja.

Untuk bisa melangsungkan sebuah pernikahan, pihak laki-laki harus

membayar sejumlah uang naik atas,yaitu sejumlah uang yang diberikan

sebagai biaya pernikahan. Besarannya relatif. Hal itu bergantung dari kelas

sosial dan jenjang pendidikan calon pengantin perempuan, serta tingkat

ekonomi pihak laki-laki. Di Desa Sambujan, uang “naik” rata-rata sebesar 15

juta rupiah. Salah satu dasar penentuannya adalah jenjang pendidikan hanya

lulus SD.

Saat terjadi kasus hamil di luar nikah, memang tidak ada sanksi

berupa hukum adat dan sebagainya. Hal itu berakibat pada harga uang naik

atas menjadi lebih murah. Uang naik hanya sebesar sekitar 5 hingga 7 juta

rupiah saja. Apabila jumlah uang naik atas sudah disepakati oleh kedua belah

pihak, akan ditentukanlah waktu untuk “naik” yang kedua.

Tahap“naik” yang kedua adalah saat pihak laki-laki akan datang

kembali ke rumah pihak perempuan dengan membawa uang naik atas yang

bisa berupa uang dan keperluan dapur. Jumlahnya tergantung yang sudah

disepakati. Apabila pada saat “naik” kedua kali sudah bisa dilunasi, maka

kedua keluarga akan lanjut berunding tentang tanggal pernikahan. Namun,

apabila uang naik atas masih belum bisa dilunasi, akan dilanjutkan lagi pada

tahap“naik” yang ketiga kalinya.

b. Tahap ‘saat’ pernikahan

Jarak antara “naik” yang terakhir kali dengan hari pernikahan

biasanya tidak terlalu lama. Pada tahap“saat” pernikahan inilah puncak dari

upacara pernikahan. Adapun rinciannya sebagai berikut:

1) Khatam Qur’an

Sebelum hari pernikahan, keluarga menyelenggarakan acara khatam

qur’an. Di dalam acara itu, pengantin perempuan membaca beberapa surat

dari Al-Qur’an. Acara tersebut diadakan di rumah pihak perempuan,

tepatnya di kamar. Pada saat tersebut pengantin perempuan memakai haji.

Pakaian haji adalah pakaian yang biasa dipakai perempuan sepulang dari

menunaikan ibadah haji. Setelah membaca ayat Al-Qur’an, pengantin

Page 49: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

31

perempuan melakukan jabat tangan dengan guru mengajinyi. Guru itu

adalah imam masjid Sambujan.

Gambar 2.13. Prosesi Khatam ur’an yang dilanjutkan berjabat tangan dengan Guru Mengaji

Sumber: dokumentasi informan

2) Hambur beras

Pada saat hari pernikahan, ibu rias pengantin (induk bothing)

menunggu di muka rumah pengantin perempuan. Rombongan calon

pengantin laki-laki datang ke rumah tersebut. Di depan pintu, induk bothing

menghamburkan beras secukupnya kepada calon pengantin laki-laki.

Menurut informan, prosesi hambur beras berfungsi untuk menolak bala. Hal

itu dilakukan oleh orang Tolitoli dan Bugis.

Gambar 2.14. Prosesi Hambur Beras saat Pengantin Laki-laki Datang Sumber: dokumentasi informan

Page 50: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

32

3) Memberikan mohar

Setelah prosesi hambur beras, calon pengantin laki-laki masuk ke

dalam rumah. Di dalam rumah, calon pengantin berikut rombongan

menyerahkan mohar atau mahar, yaitu seserahan dari pihak laki-laki ke

wanita. Mohar tersebut ditaruh di dalam sarung yang dikalungkan pada

leher dari perwakilan pihak calon pengantin laki-laki. Perwakilan dari pihak

calon pengantin perempuan akan mengambil mohar tersebut dengan

menukar sarung. Sarung yang berisi mahar digantikan dengan sarung biasa

dan dikalungkan kembali ke leher perwakilan pihak calon pengantin laki-laki,

sebagaimana diceriterakan Ibu Sg:

“..Oh... ada sarung...? oh ini... ini kan, ini pamannya ini ali efendi ini dia ini bawa mohar, mohar disimpan di sa.. sarungnya di giniin (dikalungkan), ditaruh mohar di dalam, didalam sarung dibungkus-bungkus begitu, kemudian ini bu hajjah, ini tantenya umi, dia pigi ambil...”

Gambar 2.15. Prosesi Pengambilan Mohar Sumber: dokumentasi informan

4) Akad nikah

Setelah penyerahan mahar, prosesi berikutnya adalah akad nikah.

Proses ini berisi pembacaan akad nikah atau ijab qobul. Pihak yang terlibat

dalam proses ini adalah imam dan pengantin laki-laki, sedangkan pengantin

perempuan akan menunggu di kamar. Ayah calon pengantin perempuan

Page 51: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

33

menyerahkan kewenangan pada imam. Kalau tidak, maka hal itu dilakukan

sendiri oleh ayah calon pengantin perempuan. Pada kondisi terakhir ini,

imam hanya sebagai saksi. Iman membacakan ijab qobul dan kemudian

dijawab oleh pihak calon penganti laki-laki. Imam kemudian menyatakan

apakah ijab kabul ini sah atau tidak pada para hadirin. Apabila saha, maka

sah pula pernikahan tersebut. Apabila tidak sah, maka diulang kembali akad

nikah tersebut. Apabila telah sah, maka calon pengantin laki-laki telah resmi

dan sah sebagai suami, begitu pula dengan calon pengantin perempuan

resmi sebagai isteri. Oleh karena itu, langkah berikutnya adalah

penjemputan pengantin perempuan oleh pengantin laki-laki. Pengantin laki-

laki mendatangi kamar pengantin perempuan dan menjemputnya.

Gambar 2.16. Prosesi Akad Nikah

Sumber : dokumentasi informan

5) Membatalkan wudhu

Sebelum diadakan prosesi sebelum akad nikah, calon pengantin

perempuan berwudhu terlebih dahulu. Setelah prosesi akad nikah selesai,

maka ada prosesi membatalkan wudhu. Pengantin laki-laki mendatangi

pengantin perempuan dan memegang sedikit bagian tubuhnya. Bagian

tubuh yang dipegang terserah pengantin laki-laki Tidak ada ketentuan

khusus. Pengantin laki-laki bisa memegang lengan, kening,dan lain

sebagainya. Prosesi ini dilakukan di dalam kamar pengantin. Prosesi

pembatalan wudhu tersebut merupakan lambang bahwa pengantin laki-laki

sudah sah sebagai suami perempuan, dan diperbolehkan memegang

istrinya.

Page 52: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

34

Gambar 2.17.Prosesi Membatalkan Wudhu Sumber :dokumentasi informan

6) Memasangkan cincin pernikahan

Setelah diadakan prosesi membatalkan wudhu, pengantin laki-laki

mengenakan cincin kawin di jari manis tangan pengantin perempuan.

Dengan pemasangan cincin kawin ini, semua prosesi pernikahan sudah

selesai dan keduanya dianggap benar-benar sah sebagai suami istri. Setelah

itu, pasangan pengantin tersebut keluar kamar dan melakukan jabat tangan

atau sungkem kepada kedua orang tua dan keluarganya di sabua, atau

pelaminan ala adat setempat. Tamupun berdatangan untuk menyalami

pengantin yang duduk di Sabua.

Gambar 2.18. Pengantin laki-laki memasang cincin kawin

Page 53: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

35

Gambar 2.19. Pasangan Pengantin bersanding di Sabua Sumber: dokumentasi informan

2.9. BAHASA

Bahasa merupakan alat utnuk melakukan komunikasi dengan

sesama manusia di dalam suatu masyarakat. Untuk berkomunikasi dengan

sesama etnis mereka menggunakan bahasa Tolitoli, akan tetapi ketika

bermasyarakat mereka lebih sering menggunakan bahasa Indonesia karena

di Desa Sambujan ini terdapat beberapa etnis lain yang tinggal

berdampingan, bahkan sebagian sudah banyak yang melakukan perkawinan

antar etnis. Bahasa asli Tolitoli pun di Sambujan hanya dipakai oleh golongan

tua saja, remaja dan anak-anak sudah tidak memahami dan menggunakan

bahasa tersebut ketika berkomunikasi dengan sesamanya.

2.10. MATA PENCAHARIAN

Sistem mata pencaharian hidup di Desa Sambujan adalah petani

cengkeh. Sebagian besar penduduk Sambujan memiliki lahan perkebunan

Page 54: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

36

cengkeh sendiri. Cengkeh yang di tanam oleh masyarakat Desa Sambujan

adalah jenis cengkeh zanzibar. Tanaman cengkeh milik masyarakat Desa

Sambujan ini mengalami panen besar satu kali dalam satu tahun. Setelah

panen pertama, tanaman cengkeh juga masih bisa dipanen beberapa kali.

Hasil panen berikutnya tidak besar. Rata-rata dalam sehari petani mampu

mengambil 10 liter cengkeh atau kurang lebih 4 hingga 5 kilogram dalam

sekali petik.

Petani cengkeh biasanya pergi ke ladang cengkeh setiap pagi.

Mereka membawa karung untuk menaruh bunga cengkeh yang telah dipetik.

Aktivitas memetik cengkeh ini dalam istilah lokal disebut dengan “bapetek”.

Untuk melakukan bapetek, penduduk menggunakan alat berupa tangga yang

terbuat dari satu batang bambu yang diberi anak tangga. Jumlah anak

tangga dalam setiap tangga ini bermacam-macam. Rata-rata tinggi tangga

bambu tersebut kurang lebih 15 hingga 17 meter seperti yang terlihat pada

gambar 2.14.

Gambar 2.20. Memanen Cengkeh di Kebun Sumber : dokumentasi peneliti

Sepulang dari bapetek, bunga cengkeh yang dipetik dipilah-pilah

oleh anggota keluarga yang lain, seperti: anak, istri dan juga kerabat dekat

yang lain.Aktivitas ini disebut “bacudek”.Bacudek merupakan aktivitas

memilah bunga cengkeh dengan pangkal bunga. Setelah itu, cengkeh

Page 55: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

37

dikeringkan. Ada pula yang menjual dalam keadaan basah. Harganya tentu

lebih murah dari cengkeh kering. Harga cengkeh kering kering berkisar

antara 114.000 rupiah per kilogramnya dan kemudian turun pada harga

112.000 rupiah per kilogramnya. Cengkeh-cengkeh tersebut dijual ke

pengepul cengkeh di ibu kota Kabupaten Tolitoli. Uang hasil penjualan

cengkeh biasanya digunakan untuk membeli kebutuhan rumah tangga

seperti beras, gula, sabun, minyak tanah dan rokok. Selain itu, uang juga

digunakan untuk membeli barang-barang kebutuhan sekunder, seperti

peralatan elektronik dan juga peralatan rumah tangga yang lain, bahkan

membeli kendaraan bermotor. Hal itu dilakukanpada waktu panen raya.

Cengkeh yang dipanen tidak dijual semua. Sebagian lain disimpan.

Simpanan cengkeh akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang

mendadak.Hal tersebut merupakan salah satu cara masyarakat untuk

menabung. Selain menabung dalam bentuk cengkeh kering, ada juga

sebagian dari masyarakat yang menabung atau menyisihkan uang hasil

penjualan cengkehnya di bank atau di simpan di dalam rumah.

Gambar 2.21 Aktivitas masyarakat mencari ikan dilaut Sumber : dokumentasi peneliti

Selain bertani cengkeh, masyarakat Desa Sambujan memiliki

pekerjaan lain yaitu mencari ikan di laut. Cara mencari ikan di laut bisa

dilakukan dengan cara menjaring, memasang jala atau pukat, memancing

atau dengan menggunakan bahan peledak atau bom ikan. Aktivitas

menangkap ikan dengan menggunakan bom ikan ini sekarang sudah jarang

dilakukan, karena berbahaya dan sudah memakan korban. Aktivitas mencari

Page 56: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

38

ikan yang paling sering dilakukan adalah dengan cara memancing atau

menombak yang dalam istilah lokal masyarakat Sambujan disebut dengan

“balobek”. Pekerjaan mencari ikan dilaut ini dilakukan masyarakat setelah

masa panen cengkeh berakhir.

2.11. SISTEM PERALATAN DAN TEKNOLOGI

Teknologi yang digunakan oleh masyarakat Desa Sambujan ini sudah

bisa dikatakan cukup modern. Hal ini bisa dilihat dari sudah adanya

kepemilikan televisi, telepon genggam, sepeda motor, peralatan

pertukangan seperti gergaji mesin, genset dan beberapa peralatan

elektronik lainnya. Barang-barang tersebut bukan hal yang sulit untuk

diperoleh dan masyarakat menganggap sudah biasa dalam artian sudah

bukan barang mewah lagi. Walaupun alat komunikasi sudah ada di Desa

Sambujan akan tetapi ketersediaan sinyal belum begitu baik dan hanya bisa

ditemukan pada titik-titik tertentu di desa. Selain itu ketersediaan listrik

juga masih terbatas, karena sumber listriknya masih menggunakan genset

yang berasal dari bantuan PNPM Mandiri Pedesaan pada tahun 2012. Listrik

genset ini biasanya mulai dinyalakan pada pukul 18.00 WITA atau pukul 6

sore hingga pukul 23.00 WITA.

Bagi warga yang menggunakan listrik genset ini, warga dikenakan

biaya pengganti pembelian solar yang dibayar setiap bulan. Jumlah besaran

uangnya tiap rumah berbeda tergantung dari kepemilikan peralatan

elektronik seperti televisi. Sumber listrik lain yang ada di Desa Sambujan

adalah dengan menggunakan tenaga surya yang diperoleh dari bantuan

pemerintah. Pada saat siang hari listrik tidak digunakan. Pada malam hari,

ketika genset desa sudah padam, keluarga baru menyalakan lampu dengan

tenaga surya.

Page 57: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

39

BAB 3

POTRET KESEHATAN

3.1 PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)

3.1.1. Persalinan ditolong oleh Tenaga Kesehatan

Bila mencermati data Puskesmas Ogodeide (2013, lihat Grafik 3.1.),

maka sebagian besar dibantu tenaga kesehatan, hanya sekitar 17,65%

persalinan masih dibantu oleh Dukun. Dari sejumlah pengamatan di

lapangan, dua pola persalinan merupakan dua kutub yang berlawanan. Ada

pola ketiga yang selalu dicatat sebagai persalinan dengan tenaga kesehatan,

yaitu persalinan kombinasi antara Sandodan tenaga kesehatan.

Grafik 3.1 persalinan wilayah kerja Puskesmas Ogodeide Tahun 2013

Sumber: Profil Puskesmas Ogodeide 2013

Pola kombinasi ini hanya terjadi bila Sando merupakan bidan

kampung yang terlatih dan mau diajak bermitra. Sando yang tidak pernah

terlatih tidak bersedia bekerja sama. Hal itu yang diutarakan oleh salah satu

bidan desa di Puskesmas Ogodeide:

“Kalau soal kerjasamanya sih dengan dukun itu, saya selama bertugas di sana, kurang lebih satu tahun. Saya belum pernah kerjasama dengan Sando di sana.Awalnya sih kan saya datangi si

Persalinan

ditolong NakesDitolong dukun

204

168

36

Sumber : KIA Puskesmas Ogodeide 2013

Page 58: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

40

Sando, saya dekati. Saya bilang saya yang bertugas di sini. Ya, maksudnya dia welcome. Tapi pada saat nanti ada yang melahirkan begitu, Sando menghindar dari saya. Bila ibu hamil sudah merasa sakit-sakit, suaminya panggil Sando. Ndak panggil lagi saya. Sando juga ndak suruh panggil saya. Dia ndak mau....”

Selain itu, meskipun terdapat sebuah Poskesdes, pertolongan

persalinan masih banyak dilakukan di rumah. Para ibu merasa nyaman

melahirkan di rumah.

“... iya, kan itu istilahnya tidak tahan itu dari melahirkan, mau bapindah-pindah rumah... Kan kalau di rumah to, ndak kesana kemari lagi. Kalau di sana to, datang saja, pulang lagi ke rumah... (tertawa) jadi... lebih baik anu... panggil bidan ke rumah... kayak orang di kota juga begitu kebanyakan....”

3.1.2. Memberi ASI Ekslusif

Menurut Prasetyawati (2012), cara pemberian makanan pada bayi yang

baik dan benar adalah menyusui bayi secara eksklusif sejak lahir sampai dengan

umur 6 bulan. Ibu bisa meneruskan menyusui hingga anak berusia 24 bulan

dengan memberikan makanan tambahan pendamping ASI. Tradisi menyusui ini

juga dilakukan pada ibu-ibu Tolitoli. Mereka mengaku menyusui hingga anak

berusia 2 tahun (24 bulan). Kenyataannya, ibu-ibu jarang memberikan ASI

ekslusif. Alasannya, air susu tidak keluar pada waktu bayi lahir. Untuk mengganti

ASI, ibu memberikan air kopi atau susu formula. Pemberian air kopi akan di-

hentikan dan diganti dengan ASI.

Menarik untuk dicatat adalah pemberian air kopi pengganti ASI. Di

masyarakat Tolitoli, ada keyakinan bahwa mencegah terjadinya mata tinggi

pada bayi. Seperti yang diungkap oleh Ibu As, “... di sini, biasa kalau... kopi cair,

tidak mata tinggi tu anak-anak, tidak kejang-kejang begitu, tidak mau dia..”

Sebagian dari mereka juga mengetahui bahwa air susu pertama

mengandung colostrum. Colostrum baik untuk bayi. Namun demikian, ada pula

ibu yang membuang air susu pertama harus dibuang dahulu sebelum diberikan

kepada bayinya. Hal itu dianggap syarat ketika menyusui, seperti yang dikatakan

oleh Nenek K, “...Kalau tetek (menyusui) pertama itu, buang dulu. Kalau tetek

pertama buang, baru tetek dia (bayinya). Buang sedikit mi.”

Page 59: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

41

Pemberian makanan tambahan bagi bayi sebelum usia 6 bulan juga

kerap kali diberikan, meski hanya sedikit. Alasannya adalah sebagai

pengganti ASI karena ibu tidak bisa meneteki. Hal itu dilakukan bila ibu

bekerja, seperti dilakukan Ibu As, “..separuh ada yang dikasih makan 4

bulan, 5 bulan. Tapi sedikit saja untuk membantu air tetek kalau kita kerja

itu..” Hal itu diamini oleh ibu Ch, “...kalau Rr (anak Ibu Ch), biasa kalau kerja

itu saya berikan susu formula..”

3.1.3. Menimbang Bayi dan Balita

Menimbang bayi dan balita dilakukan sebagai suatu langkah untuk

mengetahui status gizi. Dari status gizi, kader posyandu dan tenaga

kesehatan menyarankan apa yang harus dilakukan oleh orangtua.

Kenyataannya tidak semua ibu sadar untuk menimbang bayi dan balita. Oleh

karena itu, strategi yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Ogodeide dan

kader posyandu, termasuk di Desa Sambujan adalah men-“jemput

bola.”Sekali dalam satu bulan, para kader di Desa Sambujan mendatangi

keluarga yang memiliki bayi dan balita. Atas seijin kedua orangtua, bayi dan

balita dibawa dan ditimbang. Hasilnya, 75,43% bayi ditimbang (lihat grafik 1),

sisanya tidak ditimbang dengan berbagai alasan.

Grafik 3.2 Status Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ogodeide Tahun 2013

Sumber: Profil Puskesmas Ogodeide Tahun 2013

Cukup membanggakan bagi masyarakat Ogodeide, termasuk Desa

Sambujan, sebagian besar bayi dan balita berstatus gizi baik. Hal itu terbukti

Page 60: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

42

dengan kenaikan berat badan bayi. Namun demikian, 16 bayi/balita perlu

mendapat perhatian, dan khususnya 2 (dua) bayi mengalami gizi buruk.

Pemberian makanan tambahan dari puskesesmas telah diberikan untuk

menangani masalah ini.

3.1.4. Mencuci Tangan dengan Air Bersih dan Sabun

Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu perilaku hidup bersih

dan sehat. Tindakan ini efektif untuk mencegah penyakit diare dan ISPA. Kedua

penyakit ini penyebab utama kematian anak-anak (Pusdatin Kemenkes,

2014).Berdasarkan hasil pengamatan, anak-anak seringkali tidak mencuci

tangannya saat akan memakan sesuatu. Hal ini terlihat pada saat mereka

memakan makanan ringan atau jajanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu,

padahal baru saja bermain kelereng atau permainan lainnya. Permainan-

permaian ini tidak jarang mengharuskan mereka kontak dengan tanah.

Menurut beberapa anak saat diwawancarai secara bersamaan, cuci

tangan dengan bersabun dilakukan ketika akan makan atau setelah aktivitas

BAB. Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan harus dilakukan agar

tangan tidak berkuman dan tidak kotor. Seperti yang dikatakan oleh Rt, sebagai

berikut, “... mau makan, babikin kue.. dicuci tangannya pakai sabun.. Supaya

ndak berkuman. Iya.. supaya juga tidak kotor..”Mereka juga mengaku kadang-

kadang tidak melakukannya. Mencuci tangan hanya pada saat mau makan saja.

“ ...kadang iya, kadang tidak.. tapi kalau mau makan tetap basabun, bacuci

tangan...”Ketika ditanya alasan tidak mencuci tangan, Ra mengaku sudah

kebiasaan dan juga lupa. “.. enggak, ya begitu sudah.., biasa kalau lupa tidak

(mencuci tangan dengan sabun)...”

3.1.5. Melakukan Aktivitas Fisik Setiap Hari

Sebagian besar warga Desa Sambujan, termasuk orang Toli-toli,

bermata pencaharian nelayan, dan berganti menjadi petani cengkeh saat musim

panen cengkeh tiba. Di kedua pekerjaan itu, peran laki-laki sangat tinggi.

Pekerjaan memanen cengkeh memiliki porsi aktivitas fisik cukup besar karena

harus pergi ke kebun, memanjat, memikul dan seterusnya dalam waktu

tertentu. Sementara itu, kaum perempuan lebih pada tugas domestik, mulai

membersihkan rumah, memasak, hingga merawat anak. Secara sini, Pak

Wdh mengatakan:

Page 61: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

43

“... perempuan cuma keluyuran ke sana kemari, mana kamu lihat. Tidak bekerja karena mata pencaharian untuk perempuan tidak ada, to. Pagi-pagi ibu memasak, tunggu suami pulang dari kebun, layani suami.”

Namun demikian, kegiatan tersebut akan berubah ketika musim

panen cengkeh tiba. Biasanya, para ibu akan berperan sebagai pencudik

cengkeh dan juga penjemur cengkeh saat musim panen cengkeh tiba.

Mereka juga masih harus bertanggungjawab mengurus rumah.

3.1.6. Perilaku Tidak Merokok di Dalam Rumah

Perilaku sehat berikutnya adalah perilaku tidak merokok. Merokok

disinyalir berakibat pada berbagai penyakit. Harapan yang besar adalah

berhenti merokok, atau setidak-tidaknya tidak merokok di dalam rumah.

Tujuannya adalah mengurangi resiko pada anggota keluarga sebagai perokok

pasif di satu pihak. Di pihak lain, perilaku itu tidak tersossialisasi pada anak-

anak` Berdasarkan hasil pengamatan, hampir seluruh laki-laki yang ada di

Sambujan adalah perokok. Kegiatan merokok tersebut pun tak jarang

dilakukan di dalam rumah dan ketika sedang bersama anak istrinya.

Menurut Pak Wdh, kebiasaan merokok dipengaruhi oleh pekerjaan.

Pekerjaan warga sebagai nelayan menuntut untuk pergi ke laut pada malam

hari. Untuk mengatasi kebosanan selama menunggu ikan dan sekaligus dan

juga untuk menghangatkan badan, mereka merokok. Hal itu dibenarkan oleh

Pak As. Pak As sudah mulai merokok sejak sekitar umur 15 tahun pada saat

mulai bekerja. Alasannya, “..kepengen mencoba begitu, sampai sekarang

kalau udah ada rokok diisap itu... ah... rasa...aih..” Sehari, Pak As bisa

menghabiskan 2 pak rokok. Ia juga pernah mencoba berhenti. Dua bulan

lamanya tidak merokok, tetapi tidak berhasil.“Ada 2 bulan saya berhenti

merokok.. tidak juga (tidak stress). Cuma itu, mulut itu bakunyah-kunyah

(makan) terus. Saya pikir, mi, ah lebih besar ongkosku tidak merokok saya ni.

Daripada saya, anu.. dengan merokok.”

3.1.7. Makan Buah dan Sayur Setiap Hari

Menurut Soekirman (2010), setiap manusia membutuhkan asupan

gizi seimbang untuk perkembangan tubuhnya. Hal itu dikenal dalam slogan

Page 62: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

44

4 sehat, 5 sempurna sejak tahun 1955 (Depkes, 2014). Kenyataannya, di

Kec. Ogodeide tidak ada kasus gizi buruk. Ada beberapa sebab. Pertama,

tidak ada perbedaan pola makan antara orang dewasa dan anak-anak.

Makanan yang dikonsumsi adalah nasi dengan lauk ikan. Untuk sayur,

mereka hanya mengkonsumsi saat ada pedagang sayur yang datang dari

kota, begitu pula dengan buah. Salah seorang anak yang sempat

diwawancarai mengaku bahwa tidak makan buah selama berbulan-bulan

pun sudah biasa. “...Jarang, jarang makan buah kami. kalau pergi Palu

lagi, aa.. makan strawberry lagi (tertawa)...”

3.1.8. Menggunakan Air Bersih

Wilayah dusun I Sambujan adalah sebuah pulau kecil yang sulit

untuk mendapat air bersih. Kebutuhan ini sulit dipenuhi dari menggali

sumur. Dahulu, masyarakat pernah menggali sumur dan berhasil

mendapatkan air bersih. Hal itu tidak bertahan lama karena sumur tersebut

terkubur oleh longsoran bukit. Sebagai solusinya, kini penduduk mengambil

air dari pulau utama, atau dari pulau di sebelah, yaitu Desa Pulias. Selain itu,

kurang lebih sepuluh tahun terakhir, air bersih dari sebuah koala (sungai) di

pulau utama dialirkan pada pipa-pipa yang dibangun dengan dana

pemerintah.

Ketika musim kemarau, sumur-sumur baik di dusun I maupun dusun

II, mengalam kekeringan. Kesulitan terbesar pada Dusun Sambujan Pulau

karena karena ada kerusakan di jalur perpipaan yang mengalirkan dari

sumber air di atas bukit ke bak penampung.Satu-satunya cara adalah

mendapat air bersih di Desa Pulias. Masyarakat harus menggunakan perahu

kelotok yang diisi dengan drum dan jirigen. Drum dan jrigen tersebut diisi

dari air sumur Desa Pulias. Air itu digunakan kebutuhan masak dan air

minum selama beberapa hari.Mereka merebus air tersebut untuk diminum.

Untuk mencuci dan mandi, masyarakat mengambil air di sumber yang tidak

terlalu jauh, yaitu di daerah Lok Nongi. Di sumber itu, airnya tidak begitu

banyak dan sedikit berbau.

3.1.9. Menggunakan Jamban Sehat

Jamban menjadi perhatian yang penting dalam PHBS. Jamban

merupakan pembuangan kotoran manusia. Pembuangan kotoran yang

Page 63: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

45

sembarang menjadi media pembiakan bakteri, atau kuman penyakit. Pada

gilirannya, melalui udara atau vektor lain, penyakit terpapar pada makanan

dan minuman. Kedua hal ini dikonsumsi oleh manusia. Akibatnya, terjadi

penyakat di mana-mana. Hal seperti ini yang dipikirkan oleh masyarakat

Sambujan takkala membangun jamban di lingkungannya. Hampir seluruh

rumah di Sambujan memiliki jamban. Jambannya berbentuk jamban

ceplungtanpa kloset leher angsa seperti pada gambar

Gambar 3.1. Jamban ceplung milik salah satu masyarakat Sambujan Sumber : dokumentasi peneliti

3.1.10 Memberantas Jentik Nyamuk

Memberantas jentik nyamuk adalah salah satu kegiatan yang

dilakukan untuk mencegah terjadinya wabah penyakit demam berdarah,

atau penyakit semacamnya yang dibawa oleh vektor nyamuk. Melalui

pengamatan selama di lapangan, program pemberantasan jentik nyamuk

bertepatan tidak dilakukan. Hal ini dapat dipahami, seperti ibu mantik

misalnya, belum ada tugas khusus yang diberikan oleh kader tertentu.

Sebab, penggunaan bak penampungan air memang jarang sekali terisi air

terisi terus-terusan, seringkali air sudah habis terlebih dahulu dikarenakan

adanya kerusakan pipa air seperti tersebut pada pembahasan sebelumnya.

Page 64: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

46

Sedangkan untuk sampah, biasanya langsung dibuang ke laut atau dibakar.

Dan memang, berdasarkan data, kasus penyakit yang disebabkan oleh

nyamuk jarang terjadi.

3.2. KESEHATAN IBU DAN ANAK

3.2.1. AKTIVITAS PUSKESMAS DAN POSYANDU

Sebagaimana telah disebutkan, ada 22 posyandu di bawah naungan

Puskesmas Ogodeide. Setiap bulan posyandu Puskesmas Induk Kecamatan

Ogodeide tercatat membawahi 22 buah posyandu yang tersebar di wilayah

Ogodeide. Pelaksanaan posyandu di seluruh kecamatan Ogodeide

dilaksanakan mulai tanggal 5 hingga tanggal 18 setiap bulannya. Di Desa

Sambujan sendiri terdapat 2 buah posyandu, dan pelaksanaannya diadakan

di Pustu (darat) dan Poskesdes (pulau). Posyandu yang berada di pustu

diadakan setiap bulan pada tanggal 7. Sedangkan kegiatan posyandu di

poskesdes tidak menentu tanggal pelaksanaannya. Menurut bidan desa,

posyandu di pulau tersebut menunggu kegiatan posyandu yang berada di

daerah darat selesai terlebih dahulu. Karena pelaksanaan yang sewaktu-

waktu, bidan desa bekerjasama dengan kader posyandu untuk

mengumumkan pelaksanaan ke seluruh peserta posyandu beberapa hari

sebelumnya dan pada hari-H.

Salah satu metode yang ditempuh adalah dengan memberikan

pengumuman kegiatan posyandu melalui speaker masjid. Pengumuman

tersebut dapat menyebar dari ujung ke ujung pulau karena memang

pemukiman di pulau tersebut terbilang kecil dan speaker terdiri dari dua

buah, satu di masjid dan satunya diujung pulau yang lain. Tak jarang, ibu

kader posyandu masih berkeliling untuk mencari balita yang belum dibawa

ke posyandu. Hal ini sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh bidan

desa, “... yang datang posyandu biasa (tidak banyak, tidak pula sedikit).

Orangnya malas-malas (membawa anak ke posyandu). Kadang, ibu kader

disuruh pergi mencari yang tidak datang..”

Page 65: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

47

Gambar 3.2 Ibu-ibu membawa anaknya datang ke Posyandu Sumber: dokumentasi peneliti

Menurut keterangan dari bidan desa, masih ditemukan ibu yang

tidak membawa anaknya ke posyandu karena berbagai macam alasan,

seperti: anaknya baru saja tidur, ibu sedang mengambil air atau sedang

memetik cengkeh pada musim panen cengkeh. Beberapa balita akhirnya ada

yang diantar oleh saudara, nenek atau kakaknya jika mamak-nya tidak bisa

mengantar. Berdasarkan hasil observasi juga ditemui bahwa masih terdapat

balita ataupun bayi yang dibawa oleh kader posyandu dengan dibekali nama

lengkap, umur dan identitas lain yang diperlukan pada secarik kertas saja,

tanpa diantar orangtua.

Pada kegiatan posyandu tersebut, biasanya tenaga kesehatan yang

melayani terdiri dari bidan desa, dan empat orang tenaga kesehatan dari

puskesmas induk yang terdiri dari bidan koordinator dan tiga orang perawat.

Dalam kegiatan posyandu tersebut dilakukan kegiatan timbang badan balita,

pengukuran tinggi badan, pengukuran lingkar kepala, pemberian vaksin dan

imunisasi pada balita.

Setelah melakukan timbang badan, pengukuran tinggi dan lingkar

kepala, para balita mendapatkan PMT (Pemberian Makanan Tambahan).

PMT tersebut berupa kacang hijau yang sebelumnya sudah diolah di salah

satu rumah ibu kader. Bubur kacang hijau itu dibuat dari bahan kacang hijau,

air, santan, dan gula merah. Cara memasaknya adalah sebagai berikut:

Page 66: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

48

1. Kacang hijau direbus hingga matang/ lembek dalam air mendidih,

kemudian diangkat

2. Santan kelapa didihkan dan ditambahi dengan gula merah

3. Kacang hijau yang sudah lembek dimasukkan ke dalam rebusan santan,

diaduk agar bercampur

4. Ditunggu hingga mendidih, kemudian diangkat dan ditunggu hingga

dingin

Gambar 3.3. PMT Balita berupa Bubur Kacang Hijau Sumber: dokumentasi peneliti

Agar tidak bosan, terkadang pemberian PMT berupa kacang hijau

diganti dengan biskuit. PMT tersebut diadakan dengan anggaran dana dari

puskesmas. Menurut bidan desa, dana dari puskesmas tersebut sudah cukup

untuk pengadaan PMT. PMT berupa bubur kacang hijau juga dianggap sudah

cukup untuk dijadikan sebagai PMT karena menurutnya, gizi balita di dusun

tersebut sudah bagus, sering mengkonsumsi ikan. Namun, jika memang

anggaran PMT tidak mencukupi, maka bidan desa atau ibu kader akan

menambahkan uang secara sukarela. “Alhamdulillah sih cukup.. tapi kalau

ndak cukup ya... ditambahin. Kalau bukan aku yang nambahin ya bu

kadernya... Gak papa kok, amal dikit..” (Bidan Desa Sambujan).

Meskipun masih ada ibu yang kurang sadar, posyandu di Sambujan

Pulau ini tergolong lancar apabila dilihat dari data jumlah bayi yang

ditimbang dan cakupan imunisasinya. Hal ini menunjukkan bahwa

masyarakat mulai sadar akan pentingnya kegiatan posyandu seperti

penimbangan, pemberian vaksin, imunisasi dan lain sebagainya. Salah

Page 67: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

49

satunya adalah Ibu Ln, yang mengaku bahwa anaknya yang pada saat ini baru

berusia 1 tahun 4 bulan telah mengikuti kegiatan posyandu secara rutin, dan

pada saat pengambilan data ini, ia hanya tinggal satu kali suntik lagi. Ibu Ln juga

menyadari ada efek samping sementara akibat diberi imunisasi. Anak Ibu Ln

sedang demam dan berak-berak. Menurutnya, hal itu akibat imunisasi dua hari

yang lalu di posyandu, begitu pula Ibu St.. Meski demikian, Ibu St mengaku akan

tetap membawa anaknya untuk mendapatkan suntikan selanjutnya.

3.2.2. Pemeriksaan Ibu Hamil di Puskesmas

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh profil Puskesmas Ogodeide

tahun 2013 diperoleh informasi bahwa target ibu hamil berdasarkan hasil

proyeksi adalah sejumlah 194 orang, sedangkan jumlah riil ibu hamil adalah

sebesar 213 orang. Sedangkan untuk jumlah kunjungan tersebut dapat dilihat

pada diagram dalam grafik 4.1. .

Grafik 3.3Jumlah Kunjungan Ibu Hamil K1 dan K4 Wilayah Kerja Puskesmas

Ogodeide Tahun 2013

Sumber: Profil Puskesmas Ogodeide Tahun 2013

Dengan jumlah sedemikian, pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh ibu

hamil dalam bentuk kunjungan pertama kehamilan (K-1) adalah sejumlah 209

atau sebesar 107 %, sedangkan untuk kunjungan trimester keempat (K-4)

adalah sebesar 186 kunjungan, atau 96 % (Puskesmas Ogodeide, 2013). Besaran

cakupan tersebut menunjukkan bahwa kepercayaan ibu hamil untuk

memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan cukup tinggi. Hal ini sekaligus

Target BumilJumlah Ibu Hamil K1 K4

194

213 209

186

Page 68: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

50

menunjukkan bahwa pola memeriksakan kandungan pada bidan kampung

sudah berkurang.

Hanya saja, berdasarkan data sekunder yang didapat data dari

Poskesdes Sambujan, terlihat bahwa masih ada ibu hamil yang tidak

memeriksakan kandungannya sesuai jadwal K1 dan K4. Selain itu, meskipun

mereka sadar bahwa memeriksakan kandungan adalah sesuatu yang penting,

tak jarang ada pula ibu hamil yang tidak memeriksakan kandungan dikarenakan

malas. Salah satunya adalah yang terjadi pada Ibu Ik:

“... Periksa biasa di Poskesdes, cuma jarang periksa, berapa bulan

baru pigi (pergi)lagi. Sebenarnya tiap bulan kan, rutin... Tapi saya

tidak. Males pigi-pigi, kayak pusing saya rasa kalau pigi. Percuma

juga, nggak tahan minum obat... mual-mual.”

Selain ibu Ik, adapula informan lain yang tidak memeriksakan

kehamilannya, yaitu ibu Rn. Pada saat persalinan kedua, Ibu Rn mengaku tidak

pernah memeriksakan kandungannya baik ke Sando maupun ke bidan desa.

Namun saat ditanya mengapa ia tidak memeriksakan kandungan keduanya

secara rutin, ia hanya menjawab tidak tahu kenapa, padahal sebenarnya sudah

tahu bahwa itu penting. Sedangkan untuk kehamilannya yang pertama dan

ketiga, ia memeriksakan kandungan secara rutin kepada bidan nakesh,

termasuk mendapat suntik tetanus (TT).

Gambar 3.4 Pemeriksaan Ibu KEK oleh Bidan Desa

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Page 69: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

51

Pemeriksaan ibu hamil oleh bidan desa biasa dilakukan pada saat

posyandu. Namun selain itu dapat juga dilakukan secara sendiri-sendiri (ibu

datang pada bidan untuk periksa kehamilan di luar jadwal posyandu). Dalam

kegiatan posyandu, dilaksanakan pemeriksaan ibu hamil berupa pengukuran

LILA (lingkar lengan atas), tensi, timbang berat badan, pemeriksaan posisi

janin, suntik tetanus (TT) serta konsultasi jika ditemukan permasalahan,

seperti ketika ada seorang ibu yang mengalami KEK (Kekurangan Energi

Kronis). Jika ditemukan ibu hamil berisiko, maka pengawasan terhadap ibu

tersebut akan ditingkatkan lagi.

Gambar 3.5 Makanan Tambahan bagi Ibu Hamil Sumber: dokumentasi peneliti

Setelah pemeriksaan selesai, ibu hamil diberikan makanan tambahan

ibu hamil berupa biskuit, masing-masing sebanyak tiga bungkus dan

penambah darah (Fe). Namun, khusus ibu hamil yang mengalami KEK

diberikan biskuit yang lebih banyak, yaitu 6 bungkus biskuit yang harus

dihabiskan dalam waktu seminggu dan juga diberikan susu khusus untuk ibu

hamil sebanyak 1 kardus.

3.2.3. Pola Asuh dan Pola Makan Balita dan Anak

Sebagian besar balita dan anak diasuh oleh ibunya karena mereka

tidak bekerja dan hanya sebagai ibu rumah tangga. Anak kecil biasa diasuh

oleh kakaknya pula, namun hanya jika sang ibu sedang melakukan pekerjaan

rumah yang harus meninggalkan anak, seperti mencuci dan mengambil air di

Pulau Pulias. Anak juga tidak terlepas dari asuhan kakek dan neneknya.

Page 70: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

52

Keterlibatan nenek dan kakek itu disebabkan tempat tinggal mereka tidak

jauh dari tempat tinggal balita.

Untuk pola makan, balita dan anak cenderung mengikuti pola makan

orangtua. Tidak ada pembedaan jenis makanan bagi balita dan anak, lauk

pauk, sayur dan lain sebagainya sama seperti yang dimakan oleh orang

dewasa. Namun untuk frekuensi makan dan porsi makan, biasanya orangtua

mengikuti keinginan si anak. Mereka tidak bisa memaksakan anak untuk

makan sekian kali sehari dengan porsi makan sekian banyak. Jika ketika

disuap anak mau makan banyak, maka ia akan diberikan makanan yang

banyak. Namun jika ia tidak mau makan, maka ia tidak akan dipaksa untuk

makan dalam jumlah yang banyak pula. Sedangkan untuk jenis makanan

yang dikonsumsi, seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya,

bahwa makanan pokoknya berupa nasi, dan lauk tersering untuk dikonsumsi

adalah ikan.

Selain pola asuh dan pola makan, temuan lain adalah jenis penyakit

yang paling sering ditemui. Penyakit itu adalah ISPA (infeksi saluran

pernafasan atas). Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh salah satu

informan yang menyampaikan bahwa jenis penyakit yang sering didapat

oleh anaknya adalah demam, pilek, keluar ingus, dan sebagainya. Salah

satunya adalah seperti yang sering dialami oleh anak dari Ibu Ln yang

mengaku bahwa anaknya sering sakit panas, baingus (pilek), dan sesak nafas.

Biasanya, apabila anak terkena penyakit ini, keluarga terlebih dahulu

mencarikan obat ke apotek atau warung-warung biasa. Baru kemudian bila

sakitnya tak kunjung sembuh, anak akan diperiksakan ke bidan, dokter di

rumah sakit, atau fasilitas kesehatan lain.

3.3 KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

3.3.1. Menstruasi dan Pengetahuan tentang Kesehatan Reproduksi Remaja Putri

Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Sambujan hanyalah sebuah

sekolah dasar (SD). Sekolah itu terletak di pulau. Sementara itu, SMP ada di

desa sebelah dan menurut salah satu informan, letaknya lebih jauh daripada

jarak ke Tolitoli (ibukota kabupaten). Oleh karena itu, sebagian besar anak

Sambujan memilih pergi ke Tolitoli untuk meneruskan ke jenjang SMP. Hal

Page 71: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

53

yang sama dilakukan ketika hendak melanjutkan ke jenjang SMA. Sekolah

SMA yang ada berlokasi di ibukota kecamatan Ogodeide. Jaraknya lebih jauh

dari SMP yang ada di Desa, membutuhkan waktu kurang lebih 2 jam dengan

kendaraan darat.

Hal itu bisa patut diduga menjadi salah satu akibat angka putus

sekolah di Desa Sambujan, begitu pula di desa-desa lain dalam satu

kecamatan. Menurut salah satu staff BKKBN Kecamatan Ogodeide, angka

putus sekolah remaja laki-laki usia 7 hingga 15 tahun di kecamatan ini

termasuk tertinggi se-kabupaten Tolitoli. Di Desa Sambujan, sebagaimana

yang diamati selama di lapangan, rata-rata remaja berpendidikan hanya

sampai pada tingkat sekolah dasar (SD). Mereka bersekolah pada usia 7

tahun karena PAUD maupun TK tidak ada di desa tersebut. Mereka baru

belajar membaca dan menulis mulai dari kelas 1 SD. Mereka pun mengakhiri

masa belajarnya setelah tamat SD.

Untuk remaja peremuan, mereka tidak jarang dinikahkan hanya

beberapa tahun setelah tamat SD. Setelah menikah, mereka meninggalkan

desa untuk mengikuti suaminya. Oleh karena itu, remaja perempuan agak

susah ditemukan di desa ini. Salah satunya dialami oleh Ibu At yang mengaku

menikah di usia 15 tahun, dan dinikahi oleh suaminya yang pada saat itu

berusia 25 tahun. Hal itu berbeda dengan remaja laki-laki. Remaja laki-laki

lebih lambat usia menikahnya dibandingkan perempuan, yaitu sekitar 20-30

tahun. Hal ini menurut Pak Sa, kemungkinan dikarenakan mereka (laki-laki)

harus pergi ke laut, sehingga anggapan orang kurang positif, seperti adanya

kekhawatiran nantinya anak istrinya akan diberi makan apa.

Tentang pengetahuan menstruasi, ada dua orang remaja perempuan

yang berhasil diwawancarai adalah It (14 tahun) dan Kel (12 tahun). Mereka

mengaku sudah mengalami menstruasi. It mendapatkan menstruasi

pertamanya pada usia 14 tahun, dan Kel mendapat menstruasi pertamanya

pada usia 12 tahun. Mereka mengaku bahwa di desa ini terdapat kebiasaan

bahwa pada saat anak perempuan mendapat menstruasi pertamanya, darah

kotor yang keluar harus disapukan (diusapkan) ke wajah. Seperti kata It,

”Kalau pendarahan tu kita.. anu tu.. darah kotor, itu disapu ke muka..

(memperagakan gerakan mengusap muka).”

Hal ini menurut orang tua mereka, dilakukan karena dianggap dapat

mencegah jerawat di wajah pada saat sedang menstruasi. Informasi tentang

Page 72: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

54

anjuran tersebut juga diperkuat oleh informan lain, Tr (14 tahun). Ia

mengaku bahwa pada saat mendapat menstruasi pertama ia dianjurkan

untuk mengusap darah kotor ke bagian wajah dengan niat tertentu agar

wajah menjadi bersih dan tidak timbul jerawat. Meski dianjurkan, pada

kenyataannya Tr tidak melakukan hal tersebut dengan alasan tidak ingat.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa apabila tidak melakukan ritual ini pun

tidak masalah.

Pada saat menstruasi, biasanya mereka membeli pembalut pabrikan

di kios-kios sekitar rumahnya. Mereka lebih suka menyebut pembalut

dengan sebutan softex. Mereka mengaku bahwa selama mentruasi, mereka

jarang mengganti pembalut. Untuk menutupi kebocoran darah menstruasi

dari pembalut (tembus), mereka memakai sarung. Dengan sarung, berkas

darah menstruasi tidak terlihat oleh orang lain. “..Pas (pada saat)... kita

kalau nggak mau ganti banyak barang (pembalut), kita pakai sarung. Supaya

halangan kita tidak tembus..”

Tentang kesehatan reproduksi, It dan Kel mengaku bahwa mereka

tidak mendapatkan pengetahuan tentang menstruasi pada saat berada di

bangku sekolah (SD). Hal ini berkebalikan dengan informasi yang diberikan

oleh Pak Sa, salah seorang guru di SDN Sambujan I. Menurutnya, pada saat

kelas 6 SD murid-muridnya sudah dikenalkan pada sistem reproduksi

manusia, meskipun hanya pengenalan atau masih permukaan saja.

Pernyataan Pak Sa tersebut didukung oleh Tr, seorang remaja yang pernah

bersekolah di SDN I Sambujan. Sedangkan bagi anak usia 7-11 tahun atau

usia anak yang duduk di bangku kelas 1-5 SD, berdasarkan hasil wawancara

berkelompok, mereka mengaku bahwa mereka belum pernah mendapatkan

pelajaran tentang kesehatan reproduksi, menstruasi, maupun informasi

tentang HIV/AIDS baik dari sekolah maupun dari orangtuanya.

3.3.2. Nilai Ideal tentang Relasi antar Jenis Kelamin dan Perkawinan

Salah satu tempat untuk berinteraksi bagi para remaja biasanya

adalah di depan SDN Sambujan I, dimana di sana terdapat sebuah tanah

kosong yang digunakan sebagai lapangan bermain bulutangkis. Biasanya

pada sore hari, tempat ini ramai oleh tidak hanya anak muda saja, namun

juga beberapa orang dewasa. Hanya saja, remaja perempuan terlihat tidak

Page 73: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

55

ikut bermain bulutangkis. Hal ini menurut salah seorang informan, It dan Kel,

terjadi lantaran adanya larangan dari orangtua mereka untuk bermain

bulutangkis. Dipercaya oleh orangtua It dan Kel, bahwa jika perempuan ikut

bermain bulutangkis atau permainan lain yang terdapat gerakan meloncat,

totok (payudara)-nya dapat menjadi besar. Seperti yang dikatakan oleh

keduanya sebagai berikut, “Ehee (tertawa malu-malu)...ndak bisa loncat-

loncat, bikin besar.. (sambil masih tertawa malu-malu dan menunjuk arah

dadanya).” Namun berbeda dengan It dan Kel, Tr (14 th), mengaku bahwa ia

tidak dilarang untuk bermain bulutangkis. Ketika sekolah dulu (ket: pada saat

dibangku SD), ia dan teman-temannya justru disuruh membawa raket untuk

bermain bulutangkis.

Remaja putri di dusun I Sambujan dilarang keluar pada malam hari.

Larangan ini menurut It dan Kel, diberlakukan oleh para orangtua karena

pada saat malam hari banyak remaja putra yang minum minuman keras.

Pernyataan tersebut dibenarkan oleh bidan desa serta seorang perawat yang

ditempatkan di Pustu Dusun II Sambujan. Menurut keduanya, para pemuda

umur belasan sudah banyak yang minum minuman keras. Selama mabuk

dan tidak membuat ulah, para pemuda tidak diberi sanksi oleh masyarakat.

Merek minuman keras yang diminum adalah cap tikus. Kalau tidak

cap tikus, mereka membuat sendiri dengan dicampur obat batuk komix.

Kebiasaan minum telah dilakukan oleh para pemuda dari sejak dulu. Salah

satu alasannya menurut Pak As:

“Ya mungkin gara-gara pergaulanlah, terlalu bebas begitu. Sehingga... karena itu pergaulan kan juga kalau berpengaruh sama kita. Saya sudah rasakan juga. Kita bergabung dengan orang-orang pemabuk, ya... sedikit banyaknya kita jadi ikut... Karena kita, yang kita temui tiap hari itu-itu... Akhirnya sedikit-sedikit kita mau mencoba. Ini rupanya... akhirnya lama-lama ketagihan.”

Tentang hubungan pertemanan antara lawan jenis, It dan Kel

mengaku bahwa tidak ada yang ber-‘pacaran’. Namun, adapula informan

yang mengatakan bahwa sebelum menikah, mereka sempat berpacaran

dengan laki-laki yang kini menjadi suaminya. Para remaja perempuan sudah

banyak yang menikah di usia belasan. Salah satunya adalah seorang

Page 74: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

56

informan yang menikah di usia 17 tahun, yaitu Ibu Nm. Menurut Nenek dari

Ibu Nm, tidak ada aturan mutlak usia ideal untuk menikah di Sambujan.

Sebab, usia pernikahan hanya tergantung pada datangnya jodoh saja.

Sehingga, apabila jodoh dari anak perempuan datang di usia 15 tahun, ia pun

akan dinikahkan. Namun jika ada yang ingin menikah di usia 20 tahun pun

tidak apa-apa, asal tidak di usia 30-40 tahun, karena saat usia 50 tahun

sudah menopause.

3.4. Penyakit-Penyakit dalam Masyarakat

3.4.1. Konsepsi Sehat dan Sakit

Setiap masyarakat memiliki pandangan atau konsepsi tentang sehat

dan sakit sendiri begitu juga dengan masyarakat Desa Sambujan. Masyarakat

Sambujan menganggap bahwa sakit adalah ketika seseorang mengalami

sakit seperti demam, diare atau sakit kepala berat. Menurut pandangan

masyarakat Desa Sambujan, seseorang dikatakan sakit berat apabila

mengidap penyakit yang mengeluarkan darah dalam jumlah besar atau tidak

bisa melakukan aktifitas fisik sehari-hari dan hanya terbaring di tempat tidur.

Penyebab penyakit bagi masyarakat Sambujan digolongkan menjadi

dua, yaitu medis dan gaib. Penyakit medis yaitu penyakit yang disebabkan

karena gangguan fungsi organ tubuh atau juga bisa disebabkan karena virus,

bakteri atau sejenisnya. Penyakit medis juga bisa berupa luka. Sementara

itu, penyakit magis adalah penyakit yang disebabkan karena adanya

gangguan roh jahat atau makhluk halus. Penyakit yang disebabkan karena

adanya gangguan roh halus ini biasa disebut dengan keteguran. Keteguran

sendiri berasal dari kata tegur yang artinya disapa oleh makhluk halus atau

roh jahat. Datangnya keteguran ini biasanya saat masyarakat sedang

beraktifitas diluar rumah atau bekerja kemudian di tengah perjalanan tanpa

disadari ada makhluk halus yang menyapa, kemudian ketika sampai dirumah

tiba-tiba orang tersebut sakit kepala berat atau bisa saja demam dan

biasanya tidak bisa disembuhkan dengan obat medis.

Masyarakat mempercayai keberadaan roh tertentu. Roh tersebut

memiliki sifat pengganggu kehidupan manusia. Roh penggangu dipercaya

bisa mendatangkan penyakit bagi umat manusia. Roh itu juga sering

mengganggu ibu hamil. Roh-roh yang dikenal di Desa Sambujan adalah

Page 75: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

57

kuntilanak dan juga popok tanah. Keduanya dipercaya bisa mengganggu

manusia, membuat anak-anak dan orang dewasa sakit.

Selain penyebab penyakit, masyarakat Desa Sambujan juga

menghitung derajat kesakitan dan tindakan yang dilakukan. Sakit ringan itu

seperti: flu, batuk dan gatal-gatal. Bila terkena sakit ringan, mereka cukup

membeli obat di warung atau membiarkan saja karena akan sembuh dengan

sendirinya. Mereka pergi ke fasilitas kesehatan bila sakit berat. Bila tidak bisa

disembuhkan, maka mereka menduga bahwa penyakit disebabkan oleh gaib.

3.4.2. Penyakit Menular

a. Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran nafas mulai hidung

hingga alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura).

Salah satu penyebab ISPA adalah faktor risiko polusi udara seperti asap

rokok, asap pembakaran di rumah tangga, gas buang sarana transportasi dan

industri, kebakaran hutan dan lain-lain. Penyakit ini merupakan penyakit

yang sering terjadi pada anak-anak, serta merupakan salah satu penyebab

utama kunjungan pasien di Puskesmas yaitu sekitar 40%-60% dan rumah

sakit sekitar 15%-30% (Kemenkes RI, 2012).

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari profil dinas

kesehatan Kabupaten Tolitoli tahun 2013, didapatkan informasi bahwa

angka kejadian ISPA di kabupaten ini menempati ranking tertinggi pada

daftar 10 penyakit terbanyak, yaitu sejumlah 29.248 kasus. Sedangkan untuk

wilayah kecamatan Ogodeide, urutan 10 penyakit terbesar dapat dilihat

pada grafik 3.3.

Page 76: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

58

Grafik 3.4 Persentase Jumlah 10 Penyakit Terbanyak di Puskesmas Ogodeide Tahun 2013 Sumber: Profil Puskesmas Ogodeide tahun 2013

Dari grafik 3.3 terlihat bahwa kasus ISPA masih menempati urutan

teratas pada daftar 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Ogodeide pada

tahun 2013. Begitu pula di Desa Sambujan, ranking tertinggi pada 10

penyakit terbanyak masih dipegang oleh angka kejadian ISPA. Berdasarkan

data yang diperoleh dari daftar kunjungan berobat di Poskesdes (dusun I)

Sambujan diperoleh pula data bahwa sepanjang tahun 2014 didapatkan

sejumlah 48 kejadian ISPA, namun jumlah angka kejadian tersebut masih

menempati urutan kedua yaitu setelah angka kejadian hipotensi.

Untuk tahun 2015, hingga awal bulan Mei ini didapatkan kejadian

ISPA sejumlah 44 kejadian, beda tipis dengan kejadian hipotensi yang

menempati urutan kedua dengan jumlah 40 kejadian. Menurut bidan desa,

kejadian ISPA di dusun I Sambujan tergolong tinggi dikarenakan kondisi

lingkungan berupa udara yang kurang bersih, asap rokok, dan asap hasil

pembakaran. Seperti yang dikatakan oleh bidan desa, sebagai berikut:

“...ISPA, kan ya... menghirup udara-udara yang kotor apa segala macam itu, tinggal... asap rokok, a ini kan. Sembarang asap obat nyamuk, bakar-bakar di desa... he-ehm, kayu bakar apa itu kan... Masih lumayan (banyak) ISPA. Masih ada ISPA...” Hal ini juga sesuai dengan hasil observasi tim peneliti yang

menemukan bahwa kebersihan di sekitar rumah kurang terjaga, banyak

warga yang menggunakan tungku berbahan bakar kayu untuk memasak

0

20

40

60

80

100

Page 77: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

59

tanpa saluran udara yang memadai, penggunaan obat nyamuk bakar, dan

juga banyaknya lelaki yang merokok, termasuk pada saat di dalam rumah

bersama anak-anaknya.

Berdasarkan kacamata beberapa informan sendiri, penyakit ISPA

cenderung merujuk pada baingus atau pilek dan batuk serta demam.

Penyakit ini merupakan penyakit yang dianggap biasa bagi mereka, dan

menurut masyarakat disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu.

Pengobatan yang diberikan saat terserang ISPA adalah pengobatan sendiri

dengan membeli obat di warung, seperti mixagriph dan paramex. Hal ini

sesuai dengan yang diucapkan oleh ibu Sg, “... sering (terkena batuk dan

pilek). Penyakit, jahatnya itu penyakit hari-hari. Kalau macam cuaca tidak

bagus begini, sedikit... panas, sedikit ada hujan. Iya... (penyebabnya itu).”

b. Pneumonia

Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru

(alveoli). Gejala pada balita ditandai dengan batuk atau kesukaran bernapas

seperti cepat napas, tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK),

atau gambaran radiologi foto thorax/dada yang menunjukkan infiltrat paru

akut. Penyakit ini merupakan pembunuh utama pada balita di dunia, lebih

banyak dibandingkan dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak

(Kemenkes RI, 2012).

Berdasarkan data dari profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli

didapatkan informasi bahwa jumlah kasus pneumonia masih masuk dalam

daftar 10 penyakit terbanyak pada instalansi rawat jalan dan rawat inap RSU

Mokopido (RSU Kabupaten Tolitoli), namun tidak terdapat dalam daftar 10

penyakit terbanyak di Puskesmas Kabupaten Tolitoli. Untuk wilayah

Puskesmas Ogodeide, berdasarkan profil Puskesmas Ogodeide tahun 2013

didapatkan informasi bahwa meskipun kasus ISPA banyak, namun hanya

ditemukan 1 kasus pneumonia.

Page 78: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

60

Gambar 3.6 Bayi yang terkena Pneumonia Sumber : dokumentasi peneliti

Di Desa Sambujan sendiri, terdapat 1 kasus pneumonia yang

ditemukan pada seorang bayi berusia 4 bulan. Namun, bayi tersebut

sebenarnya berasal dari luar Sambujan, yang kemudian diasuh oleh salah

satu keluarga yang tidak memiliki anak. Berdasarkan keterangan informan,

Ibu Mr, didapatkan informasi bahwa bayi tersebut adalah bayi kembar yang

orangtuanya sudah meninggal. Salah seorang bayi kembar tersebut

kemudian diambil oleh Ibu Mr, yang merupakan saudara dari orangtua bayi,

untuk dirawat.

Bayi tersebut tampak terdeteksi memiliki gejala pneumonia pada

saat posyandu yang diadakan tanggal 4 Mei 2015. Meskipun belum diperiksa

lebih lanjut di laboratorium, namun cara bernafasnya sudah terlihat susah

dengan kondisi mulut terbuka dan dada masuk ke dalam (seperti berlubang).

Namun, meski terlihat bahwa pernapasan bayi sudah berat dan terlihat

seperti berlubang ketika bernafas, orangtua asuh bayi enggan untuk

membawanya ke rumah sakit dikarenakan biaya. Bayi ini kemudian hanya

dicarikan pengobatan dengan tiup-tiup.

Page 79: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

61

c. Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu jenis penyakit menular yang

menjadi masalah kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh kuman TB,

yaitu Mycobacterium Tuberculosis (Kemenkes RI, 2011). Salah satu kunci

keberhasilan dari pengobatan TB adalah kepatuhan dari penderita

(adherence), oleh karena itu perlu peran aktif dari tenaga kesehatan maupun

keluarga sehingga keberhasilan terapinya dapat dicapai. Salah satu strategi

yang dianjurkan untuk menanggulangi TB pada saat ini adalah strategi DOTS,

yang mana salah satu komponennya adalah pengobatan dengan panduan

OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan

Obat (PMO) (Depkes RI, 2015).

Berdasarkan data yang diperoleh dari profil Dinas Kesehatan

Kabupaten Tolitoli, didapatkan informasi bahwa CNR (case notification rate)

BTA+TB Paru pada tahun 2013 mencapai 167.32 kasus, sementara CNR

seluruh kasus TB Paru Kabupaten Tolitoli mencapai 189.39 kasus. CNR

adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien TB semua tipe yang

ditemukan dan tercatat diantara 100.000 penduduk pada saat periode

tertentu di suatu wilayah tertentu (Dinkes Kabupaten Tolitoli, 2013).

Sedangkan di wilayah Puskesmas Ogodeide, kasus TB Paru pada

tahun 2013 dapat dilihat pada grafik 3.4 berikut.

Grafik 3.5. Jumlah Penderita TB Paru Wilayah Kerja Puskesmas Ogodeide Tahun 2013

Klinis 92

Suspek 8

Sumber : P2 TB Puskesmas Ogodeide Tahun 2013

Page 80: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

62

Berdasarkan data dari profil puskesmas diperoleh informasi bahwa

selama tahun 2013 terdapat 8 kasus positif TB dari sejumlah 92 kasus yang

diperiksa di laboratorium. Untuk desa Sambujan wilayah dusun I, terdapat 1

orang yang diketahui suspek TB sejak kurang lebih 4 tahun lalu.

Penderita bernama Hm, berusia 28 tahun. Pada saat observasi,

penderita TB Paru beristirahat di kamarnya. Menurut masyarakat sekitar

Hm, penyakit tersebut menyerang Hm dikarenakan keturunan, yaitu dari

ayah Hm yang sedang berada di Tarakan. Selain itu, Hm juga dulunya sering

kerja malam sehingga menyebabkan long, mengkonsumsi obat-obatan,

minum-minuman dan kurang tidur. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Sg,

sebagai berikut:

“Tapi kalau ini anu, anaknya ini memang pengaruh minuman. Umur belum sesuai to, sudah minum dia. Akhirnya itu paru-paru di dalam itu hangus. Bawah umur masih usia anak-anak sekali. Itu minum-minuman itu, eh, panas itu kalau macam ter-anu itu, cap tikus itu. A mak, bukan gampang itu.”

Berdasarkan informasi dari bidan desa, Hm sempat meminum obat

TB, namun tidak dituntaskan. Saat ia merasa dirinya sehat, ia berhenti

meminum obat dan kembali bekerja. Menurut Pak Sg, salah seorang

keluarga Hm, Hm tidak dibawa berobat lebih lanjut dikarenakan alasan

ekonomi yang kurang. Selanjutnya, saat penyakitnya kambuh, ia hanya

mengkonsumsi obat dari Tiens dan Paramex. Saat dirasa obat tersebut tidak

mempan, ibunya meminta bidan desa agar dibawakan obat TB untuknya.

Namun sebelum obat datang, keluarga Hm akhirnya memutuskan untuk

membawa Hm ke rumah sakit di kota karena dirasa sudah semakin parah.

Sayangnya, pasien meninggal setelah meminta untuk keluar dari rumah sakit

di hari yang sama.

Dahulu, menurut informasi yang diperoleh dari tenaga kesehatan

maupun salah seorang masyarakat setempat, di Desa Sambujan sempat

terjadi wabah TB. Hal ini sesuai dengan informasi yang disampaikan oleh

informan, Pak Sn, salah seorang guru di SDN I Sambujan, sebagai berikut:

“...dulu ada banyak penyakit TB, sebelum ada tenaga kesehatan. Yang kena

TB pasti mati, belum ada yang selamat...”

Page 81: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

63

Dahulu, menurut keterangan salah seorang warga, penyakit ini

disebut juga dengan penyakit long oleh warga. Menurut Pak Sn,

kemungkinan penyakit long ini dikarenakan pekerjaan warga yang

mengharuskan mereka turun ke laut ketika malam hari. Pada saat itu,

kunjungan oleh tenaga kesehatan masih jarang atau masih belum rutin

dilakukan, minimal tiga bulan sekali. Penyakit ini akhirnya diketahui sebagai

penyakit TB saat ada salah satu warga yang memeriksakan diri ke kota. Sejak

saat itu, akhirnya warga mengenal penyakit long ini sebagai penyakit TB.

Angka TB yang tinggi kemudian dapat dikendalikan, bahkan sudah hampir

tidak ada di Sambujan. Salah satunya adalah karena sudah ditangani oleh

Tim P2TB Puskesmas Ogodeide.

Menurut persepsi masyarakat sendiri, long dipersepsikan sebagai

penyakit yang diakibatkan oleh kebiasaan mandi malam atau kedinginan.

Darisanalah kemudian muncul larangan untuk mandi malam agar tidak

terkena long. Seperti yang diungkapkan oleh Pak Wdh, sebagai berikut:

“... itu kan, kalau orang bilang long itu kan, kalau saya dengar orang-orang di sini kan, jangan sering mandi malam itu, dingin, bisa keluar darah di hidung. Itu namanya penyakit long. Kalau datang penyakitnya... tidak bisa kerja berat betul.. biasa orang bilang kan, jangan sekali-sekali mandi malam, nak. Kena long kau itu.”

Menurut Pak Sg dan Bu Sg, penyakit long dan TB merupakan

penyakit yang serupa, tapi tak sama. Kedua penyakit itu adalah penyakit

yang bersaudara. Penyakit long disebabkan oleh hawa dingin. Salah satu

sebabnya, ketika melaut di malam hari, nelayan membuka baju karena

merasa panas, sehingga dingin tanpa terasa merasuk.

Perbedaan antara TB dan long menurut keduanya lagi, adalah bahwa

penyakit TB bisa menyerang perempuan maupun laki-laki, sedangkan long

kebanyakan menyerang kaum lelaki saja dikarenakan kaum lelaki sering

turun ke laut di malam hari dan perempuan lebih banyak di rumah.

Disebutkan pula bahwa ciri-ciri TB adalah batuk terus menerus, sesak nafas

atau bahosa, kurus, dan ada yang muntah darah dan adapula yang tidak.

Sedangkan untuk pengobatan baik long maupun TB adalah melalui

pengobatan dokter.

Page 82: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

64

e. Sarampah (Campak)dan Puru Api (Cacar)

Secara umum terdapat bias pada penamaan antara campak dan

cacar oleh masyarakat Sambujan, sebab, masyarakat setempat tidak familiar

dengan sebutan campak. Baik campak maupun cacar dianggap sebagai jenis

cacar dengan sebutan yang berbeda, yaitu sarampah untuk jenis cacar yang

bercaknya bisa menghilang (masuk ke dalam tubuh), dan puru api sebagai

cacar yang gelembungnya mengandung nanah. Namun demikian,

berdasarkan ciri-ciri yang disebutkan, dapat diketahui bahwa sebutan

sarampah diperuntukkan bagi campak, sedangkan puru api diperuntukkan

bagi cacar.

Campak adalah meruapakan penyakit yang ditandai dengan adanya

ruam kulit (skin rash) yang sifatnya maculo-papular dengan demam, disertai

conjungtivitis dan/atau batuk-pilek (Kemenkes RI, 2011). Campak atau yang

disebut dengan sarampah merupakan salah satu penyakit langganan yang

hampir setiap tahunnya masih ditemukan di Kabupaten Tolitoli. Menurut

data sekunder yang diperoleh dari profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tolitoli,

diperoleh informasi bahwa hingga akhir tahun 2013 terdapat sejumlah 48

kasus campak, turun sebesar 43 kasus jika dibandingkan dengan jumlah

kasus pada tahun 2012. Wilayah puskesmas yang menjadi wilayah dengan

jumlah kasus campak tertinggi di tahun 2013 adalah wilayah Puskesmas

Kota, yaitu sebanyak 20 kasus. Sedangkan di wilayah kerja Puskesmas

Ogodeide sendiri hanya terdapat 2 kasus (Dinkes Kabupaten Tolitoli, 2012).

Namun, menurut keterangan dari tenaga kesehatan, Pak Rn, di Desa

Sambujan, khususnya di Sambujan Pulau, sempat pernah terjadi KLB

(Kejadian Luar Biasa) campak. Hal yang sama juga disampaikan oleh

informan lain, Pak Sn, yang merupakan salah satu guru di SDN Sambujan I.

Menurut Pak Sa, pada jaman dahulu cara pengobatan untuk penyakit ini

adalah dengan menggunakan sagu yang dibalutkan di badan, ditaburi

dengan bedak, atau dengan meminum air kelapa. Menurutnya, mungkin

pembalutan badan dengan sagu, penaburan bedak atau meminum air kelapa

dipercaya dapat mempercepat kesembuhan oleh orang dahulu.

Menurutnya, pada saat itu, ada banyak korban cacar, bahkan hingga

meninggal.

Kejadian KLB campak ini menurut Pak Rn, selaku tenaga perawat di

desa, terjadi karena banyak orang yang tidak mendapat imunisasi campak,

Page 83: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

65

sehingga ketika ada penderita campak dari luar yang masuk ke desa, warga

langsung tertular. Sedangkan korban bisa sampai meninggal dikarenakan

pada waktu itu petugas baru datang ke pulau minimal 3 bulan sekali.

Menurut keterangan warga lain, Ibu Sg, ciri-ciri cacar, adalah demam

tinggi, kemudian muncul bercak-bercak merah. Menurutnya, cacar sendiri

diklasifikasikan ke dalam dua jenis, yaitu sarampah dan puru api. Sarampah

adalah cacar berupa bercak-bercak merah di seluruh tubuh, sedangkan puru

api adalah cacar yang bernanah dengan besar seperti biji jagung.

“..he.. ciri-ciri cacar.. demam tinggi dulu, panas. Panas tinggi, kemudian keluar bercak-bercak merah di badan. Iya, cacar... satu badan itu bu. Itu bu, sarampah tu. Ya.. orang di sini... A... kalau itu yang sudah, keluar-keluar nanah itu Cuma kaya anu biji-biji jagung sudah, itu, orang bilang di sini puru api.. ndak tau saya (klasifikasi cacar), mungkin semua sebutannya saja, cacar. Kalau cacar air, dia berair...”

Menurut masyarakat desa setempat, penderta cacar ini memiliki

pantangan. Pertama, tidak boleh terkena angin. Bila terkena, bercak-bercak

itu dipercaya masuk ke dalam kulit dan bisa menyebabkan kematian. Kedua,

tidak boleh makan rica atau cabai. Rica dianggap rica bersifat panas,

sehingga luka bisa terasa sakit. Ketiga, tidak boleh makan gula merah. Bila

mengkonsumsi rasa sakitnya menjadi mamucu, yaitu terasa ada yang tiba-

tiba menggigit dan menyebabkan kesakitan. Pengobatan, menurut

keterangan Ibu Sg lagi, adalah dengan bantuan dukun kampung melalui tiup-

tiup. Seperti yang diungkapkannya sebagai berikut:

“Kalau pengobatan kita di sini, kalau kakek itu yang disana.. suaminya nenek, hh.. kalau-kalau bisa tidak mau keluar atau sudah habis keluar baru bilang dia tiupkan air kelapa. baru dia suruh minum. keluar ulang, muncul ulang nanti di permukaan. eh.. baru pantangannya itu banyak, dia bilang, jangan makan rica dulu, jangan makan gula merah. ndak tau apa semua, dia punya pantangan itu sebelum sembuh.”

Page 84: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

66

3.4.3. PENYAKIT TIDAK MENULAR

a. Hipotensi

Jumlah kejadian hipotensi di Kabupaten Tolitoli selama tahun 2013

adalah sejumlah 3.452 kasus, dan dengan jumlah kasus tersebut, ia berhasil

menduduki ranking ke 8 dalam daftar 10 penyakit terbanyak. Di Puskesmas

Ogodeide, tidak didapatkan informasi tentang hipotensi karena penyakit itu

tidak termasuk 10 besar. Namun demikian, untuk angka kejadian hipotensi

di Sambujan Pulau sendiri berdasarkan data kunjungan Poskesdes tahun

2014 dan 2015 didapatkan informasi bahwa angka kejadiannya cukup tinggi,

dimana ia berkejar-kejaran dengan angka kejadian ISPA untuk menduduki

ranking pertama dalam daftar 10 penyakit terbanyak. Data tersebut

didukung oleh pernyataan bidan desa, sebagai berikut:

“Hipotensi... itu lumayan banyak juga itu, karena kurang tidur. Kalau pemetikan itu banyak sekali tuh, diagnosa itu, karena tidur. Sampai tengah malam itu dia itu kan petik ini, dia ambil dari pohon dia petik ulang di rumah lagi. Jadi kayak.. harus dipisahkan dengan... tangkainya itu yang kecil-kecil. Heehm... kurang tidur, kurang istirahat...”

Menurut bidan desa, angka hipotensi yang tinggi karena warga biasa

begadang, sehingga kurang tidur. Angka hipotensi tinggi ini terjadi terutama

pada saat musim panen cengkeh tiba. Ketika musim panen cengkeh,

biasanya para lelaki pergi ke kebun pada siang hari hingga siang hari untuk

memetik cengkeh. Kemudian setelah pulang, biasanya pada sore hari hingga

malam hari mereka dan juga istri serta anaknya bacudik cengkeh hasil

petikan, yaitu memisahkan cengkeh dari tangkainya. Kegiatan bacudik

cengkeh ini biasa dilakukan hingga cengkeh yang dipetik habis, sehingga

apabila hasil panen banyak, mereka biasa terbangun hingga larut malam. Hal

ini sesuai dengan yang disampaikan oleh salah seorang warga, Ibu Sg, yaitu

adalah sebagai berikut, “.. biasa kurang tidur kita itu bu, capek, kurang

tidur... kurang nafsu makan. Jadinya kurang darah.”

Berdasarkan pandangan warga, hipotensi merupakan penyakit yang

ditandai dengan adanya rasa berkunang-kunang. Penyakit ini pun dianggap

biasa dan gampang diobatinya. Seperti yang disampaikan oleh Pak Sg,

sebagai berikut, “Kalau kurang darah gampang saja, orangkan kalau

Page 85: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

67

perasaan bakunang-kunang, ditensi, katanya cuma sekian darahnya, dia beli

susu kaleng putih, sudah, minum satu, ndak pake gula... iya (nggak pake

gula), pakai air. he? ini.. pak mantri (yang menyuruh).”

b. Gangguan Jiwa

Kasus gangguan jiwa di Sambujan hanya ditemukan pada seorang

lelaki yang masih berusia dua puluh tahunan, yaitu K. Menurut beberapa

informan, gangguan jiwa tersebut terjadi akibat ia terlalu dini mengkonsumsi

minum-minuman keras dan obat-obatan. Usaha pengobatan bagi K sudah

diberikan dengan mencari pengobatan di Tarakan, namun K masih tak

kunjung sembuh sehingga di bawa pulang, dan untuk saat ini hanya dirawat

di rumah saja.

Page 86: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

68

BAB 4

PERAN SANDO DALAM PENJAGA TRADISI KESEHATAN IBU DAN ANAK

4.1. SANDO SEBAGAI SUMBER PENGETAHUAN TRADISIONAL

Setiap masyarakat memandang kehamilan dan kelahiran sebagai

satu tahapan dari lingkaran kehidupan manusia (life cycle). Oleh budayanya,

setiap tahapan itu dinilai mengandung resiko. Oleh karena itu, masyarakat

kemudian mengadakan upacara (rites of passages) agar individu tersebut

dapat melampui tahapan tersebut. Selain itu, mereka mempunyai pantangan

dan keharusan selama masa transisi tersebut. Pantangan adalah tindakan

atau apapun yang dilarang dilakukan selama masa tersebut. Hal itu berbeda

dengan keharusan, yaitu tindakan yang harus dilakukan. Di Sambujan,

pengetahuan tentang hal-hal tersebut lebih banyak diketahui oleh Sando.

Meskipun dalam penerapan, hal-hal tersebut sering dilanggar oleh

masyarakat setempat.

Hal tersebut yang terjadi pada masyarakat desa Sambujan. Menurut

Sando, ia juga tidak memberikan banyak pantangan atau larangan tertentu

terhadap suatu makanan bagi ibu hamil. Menurutnya, dilarang, ibu hamil

sudah biasa tetap melanggar dan itu dibiarkannya. Meskipun demikian,

menurut Sando, setiap pantangan itu memliki alasan mengapa tidak boleh

dilakukang. Demikian pula, setiap anjuran juga mempunyai alasan mengapa

hal tersebut dilakukan.

Tabel 4.1. Pantangan selama Hamil dan Melahirkan

No Pengetahuan Lokal

Bentuk/Sifat Penjelasan Lokal

Akibat Waktu

A. Makanan

1. Ikan Cangkalang

Warna kulit ikan biru

Mengganggu bayi yang dikandung

Bayi berwarna biru (baungu). Baungu

Selama kehamilan

Page 87: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

69

menyebabkan sakit dan kematian

2. Nangka Kotor dan Bergetah

Mengganggu bayi yang dikandung

Kulit bayi kotor dan bergetah

3. Jantung pisang

Tertutup oleh kulit berwarna merah

Seperti kondisi Bayi dalam kandungan

Susah melahirkan

B. Minuman

1. Es Dingin Bayi Menjadi Besar

Susah melahirkan

Selama kehamilan Dingin. Bisa

Mengkerutkan

Jalan lahir berkerut

C. Perilaku

1. Keluar rumah malam hari

Malam hari kuntilanak dan popok setan berkeliaran

Mengambil nyawa bayi

Ibu hamil meninggal pada saat melahirkan

Selama kehamilan

2. Membunuh/ melukai hewan (suami)

Berpengaruh pada bayi yang dikandung

Membunuh atau melukai bayi

Bayi meninggal atau cacat.

3. Menjaga tutur kata

Tutur kata adalah niat

Terjadi pada bayi yang dikandung

Kondisi bayi sama dengan yang diucapkan

4. Mencuci piring tidak bersih

Tindakan membersihkan

Membersihkan kandungan

Kulit bayi tidak bersih

5. Duduk di depan pintu

Menghalangi. Pintu dianalogikan pd mulut rahim & vagina

Menghambat bayi yang keluar dari kandungan

Susah melahirkan

Kehamilan 5 bulan ke atas

Page 88: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

70

6. Menjahit (Bajahit)

Mengikat satu bagian dengan bagian lain

Mengikat mulut rahim & vagina

Kehamilan 8 s/d 9 bulan 7. Mengikat

(Baikat)

Ketika diketahui hamil, Sando dan orangtua/mertua memberikan

beberapa hal yang dilarang selama kehamilan. Di dalam kearifan lokalnya,

apa yang dilakukan selama masa kehamilan, baik oleh calon ibu atau ayah,

akan berakibat pada bayinya. Oleh karena itu, selama kehamilan harus

berpantang. Contohnya adalah tidak boleh minum es karena akan

mengkerutkan jalan bayi (mulut rahim dan liang vagina). Larangan lain

adalah tidak boleh bajahit dan baikat. Tindakan itu seperti menjahit mulut

rahim dan vagina. Kapan tidak boleh dilakukan pun diberitahukan oleh Sando

(lihat tabel 4.1). Kalau baikat atau bajahit, tindakannya adalah “...dilepas

cepat-cepat, agar melahirkan juga cepat. Yang penting mengingat apa yang

diikat. Kalau masih muda perut tidak apa-apa...” Larangan lain yang penting

adalah keluar pada waktu malam hari. Ibu hamil bisa mengalami kateguran.

“... biasa keteguran, kan banyak di sini... Banyak juga yang meninggal karena kuntilanak, kan suka orang hamil. Ada yang meninggal, kalau ada orang hamil dia (kuntilanak) masuk, mencari orang hamilnya, memang mau merusak, biasa mengganggu..”

Keyakinan terhadap larangan ini semakin kuat karena pengalaman dalam

keseharian, seperti dikatakan Ibu As.

“... sering terjadi, ada temanku, tombak mata kepiting bapaknya (suaminya) pada waktu hamil muda istrinya, eh terjadi betul itu waktu melahirkan, mata anaknya seperti melihat ke atas kayak mata kepiting ditombak, melotot begitu..apa itu namanya, mata tinggi.. Dilarang betul oleh dukun bebunuh hewan..”

Selain pantangan, Sando juga menyampaikan anjuran apa yang harus

dilakukan oleh calon ibu atau ayahnya. Hal itu penting disampaikan agar bayi

dan ibu selamat dan sehat pada saat melahirkan kelak. Ada beberapa

anjuran yang lazim juga di daerah lain, seperti meminum air kelapa dan

minyak kelapa. Ada pula yang khas dalam masyarakat Tolitoli (lihat tabel

4.2.)

Page 89: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

71

Tabel 4.2. Anjuran selama Hamil dan Melahirkan

No Pengetahuan Lokal

Bentuk/Sifat Penjelasan Lokal

Akibat Waktu

A. Minuman

1. Air Kelapa Air bersih Membersihkan bayi

Bayi bersih saat dilahirkan

Kehamilan 8 s/d 9 bulan

2. Minyak kampong (kelapa)

Sifat licin Minyak melicinkan jalan lahir. Diminum 1 sendok/hari

Memudahkan kelahiran

Kehamilan 9 bulan

B. Perilaku

1. Memakai jimat ariano

Batang Ariano diyakini mengusir roh jahat.

Mengusir kuntilanak dan popok tanah

Terhindar dari kateguran. Ibu dan bayi selamat

Selama kehamilan

2. Loncat pintu pakai sarung

Melewati pintu dengan cepat

Dengan niat, terjadi pada saat melahirkan

Mempercepat kelahiran

Pagi hari selama kehamilan

3. Membalik sarung dari bawah ke atas secara cepat

Melakukan gerak dengan cepat

Bersamaan dengan keluar pintu selama kehamilan

4. Menyembur air di pagi hari

Mempercepat air keluar

Harapan dodomi (ari-ari) keluar cepat.

Pagi hari selama kehamilan

Anjuran baik makanan/minuman atau perilaku ini dibangun atas

dasar analogi. Selain menjelaskan dengan analogi itu, Sando tetap juga

Page 90: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

72

mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan dengan niat. Ada beberapa

anjuran seperti tabel 4.2. Adapun alasan antara lain sebagaimana

disampaikan Ibu As.

“..pokoknya kita (kamu) kalau pagi, pakai sarung saja to, baru sarung dikasih cepat begini (melompat), keluar dari pintu, baca niat: Bagaimanapun cepatnya saya keluar, begitu cepatnya anak-anak..” (loncat pintu di pagi hari) “... kalau keluar dari pintu pakai sarung, langsung dibalik ke atas satu kali sarung itu (memperagakan gerakan mengangkat sarung dari bawah ke atas dengan cepat) baca niat: begitu cepatnya saya babalik sarung, begitu cepatnya anakku dengan dodomi (plasenta)-nya..” (membuka sarung di pagi hari)

“... kalau bangun tidur ambil air, kau simpan di mulutmu, baru, dia bilang langsung sembur satu kali di jendela, baru bilang: bagaimana cepatnya air keluar, begitu cepatnya keluar anakku dengan dodomi (plasenta)-nya..” (sembur air di pagi hari)

4.2. SANDO SEBAGAI PENOLONG KELAHIRAN TRADISIONAL

4.2.1. Perawatan pada Masa Kehamilan

Suku Tolitoli di Sambujan masih melakukan dua buah tradisi pada

saat kehamilan, yaitu tradisi mogellut dan baurut perut. Meskipun demikian,

tradisi ini tidak mutlak diadakan oleh setiap ibu yang sedang hamil. Hal ini

tergantung pada kondisi ekonomi masing-masing keluarga. Apabila keluarga

merasa mampu, tradisi tersebut akan dilakukan, dan apabila tidak

melakukan pun tidak apa-apa. Selain itu, menurut Nenek Jr, Sando di desa

sebelah, diadakannya tradisi ini oleh sebuah keluarga tergantung pada

riwayat tradisi keluarga itu sendiri. Apabila dahulu orang tua dari yang

sedang mengandung mengadakan tradisi ini, maka ibu yang sedang

mengandungpun akan mengadakan tradisi yang sama, begitu sebaliknya.

a. Tradisi Mogellut (Pegang Perut)

Tradisi Mogellut atau Saula adalah tradisi yang diadakan pada saat

kandungan memasuki usia tujuh bulan ke atas (7, 8 atau 9 bulan). Namun,

kebanyakan orang memilih untuk mengadakannya pada usia kandungan 7

Page 91: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

73

bulan. Ada pula yang mengenalnya sebagai tradisi pegang perut atau bangun

perut. Perbedaan bahasa tersebut disebabkan oleh bahasa keseharian

informan yang tak lagi menggunakan bahasa Tolitoli, atau dikarenakan

informan hanya mengerti artinya saja, namun tidak tahu nama sebutan

untuk tradisi tersebut. Sedangkan untuk tradisi tiga bulanan atau tradisi di

bawah usia kandungan 7 bulan tidak ada.

Menurut salah seorang informan, tradisi ini lebih baik diadakan di

pagi hari, seperti berdasarkan anjuran orangtuanya. Kebanyakan,

diadakannya pada pukul tujuh pagi, tapi bisa pula diadakan pukul sembilan.

Pihak yang datang atau diundang dalam tradisi ini adalah keluarga dan

tetangga terdekat (satu kampung), namun jika dirasa berkecukupan, bisa

pula mengundang tetangga-tetangga jauh (beda kampung). Orang yang

datang, biasanya memberikan amplop sejumlah uang, kemudian memegang

minyak kampung yang akan dioleskan ke perut ibu hamil.

Tidak ada kue atau makanan khusus yang harus dibuat dalam tradisi

ini, dan kue boleh dibuat sendiri ataupun beli yang sudah jadi. Menurut

informan, biasanya tradisi ini hanya dilakukan pada kehamilan anak yang

pertama, karena biasanya proses persalinan pada kali pertama dirasa sulit,

sehingga perlu diadakan sebagai salah satu syarat untuk mempermudah

persalinan. Sedangkan kehamilan yang kedua dan seterusnya boleh tidak

dilakukan. Namun, bila ada rejeki lebih, boleh juga dilakukan. Dengan kata

lain, pengadaan acara tersebut tergantung pada kemampuan ekonomi

masing-masing keluarga.

Disebutkan pula oleh informan lain, Ibu Rn, bahwa pada saat

mengadakan acara ini, ia selaku ibu hamil diminta untuk berbaring di atas 7

lapis sarung yang sudah ditaruh di atas kasur. Setelah itu akan datang 7

orang untuk mengambil minyak kampung (minyak kelapa) kemudian

memegang perut ibu hamil dan mengoleskan minyak, serta menggoyang-

goyang perut ibu hamil sebentar. Tujuh orang ini merupakan orang yang

dituakan, seperti mamak, tante, nenek, dan sebagainya. Setelah itu sarung

diikat, ditarik, dan dibawa turun ke tanah atau lantai dengan cepat dengan

mengucapkan niat sebagai syarat: “..bagaimana saya batarik sarung itu,

begitu pula cepatnya lahirnya anak...”

Artinya, penarikan sarung yang dilakukan dengan cepat disertai niat

itu merupakan sebuah do’a atau permintaan agar nantinya bayi dapat cepat

Page 92: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

74

keluar pada saat melahirkan. Runtutan proses ini sesuai dengan yang

disampaikan oleh informan, Ibu Rn, yaitu sebagai berikut:

“... kalau kita kan orang hamil, disuruh baring. Baring di kamar... Tapi sarungnya disusun dulu tujuh. Tujuh dulu disusun, sarung batik. Disusun, baru kita tidur di atasnya. Baru datang tujuh.. tujuh orang tua. Biasa orangtua dari kita, mamak kah, tante, atau apa... Datang, dia bapegang. Bapegang, batarik juga sarung... Dia goyang-goyang dulu itu perut, baru ditarik, dibawa turun... turun ke tanah...”

Adapula informan yang mengatakan bahwa pada saat melaksanakan

tradisi ini, setelah perut dipegang dan digoyang oleh tujuh orang, akan ada

orang pintar yang memukulkan bunga kelapa ke atas perut ibu hamil, yang

mana dari sana akan dapat dilihat apakah nantinya yang lahir adalah anak

laki-laki atau perempuan. Setelah selesai, bunga kelapa akan digantung di

depan rumah hingga sang ibu melahirkan. Seperti yang dikatakan oleh

informan, Ibu Ik, sebagai berikut:

“... kalau biasa orang pintar, dia tentukan sudah.. o.. laki-laki.. o..perempuan.. kan biasa bajatuh-jatuh, kalau jatuh laki-laki, kalau tidak jatuh perempuan...Kemudian bunga digantung di depan rumah sampai melahirkan, habis itu dibuang...”

Menurut informan yang lain, pada acara mogelut ini ada pula yang

memakai tradisi babarasanji. Babarasanji adalah tradisi berupa pembacaan

ayat Al-Qur’an oleh tujuh orang yang dianggap mahir ber-babarasanji.

Babarasanji biasa disebut juga sebagai tradisi berjanjen atau berjanji di

daerah Jawa. Jika mogelut dilakukan pada pagi hari, berbeda dengan

babarasanji. Biasanya, babarasanji dilakukan pada siang hari setelah

mogelut selesai.

Perbedaan urutan pelaksanaan antara informan yang satu dengan

yang lainnya kemungkinan dikarenakan sudah memudarnya tradisi ini.

Urutan acara dilakukan sesuai dengan yang biasa dilakukan oleh orang yang

memimpin acara saja. Jika yang memimpin Sando, maka kemungkinan akan

disesuaikan dengan budaya Sando atau seperti yang biasa dilakukan oleh

Sando. Apabila yang memimpin adalah pihak keluarga yang dituakan, seperti

nenek, maka urutan akan disesuaikan dengan kebiasaan yang dilakukan oleh

nenek tersebut.

Page 93: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

75

b. Tradisi Baurut Perut (Pijat Perut)

Tradisi pijat perut ibu hamil disebut juga dengan baurut. Di

Sambujan sendiri, ibu hamil biasa meminta baurut kepada Sando. Tradisi

baurut tersebut biasa dilakukan ibu hamil saat usia kandungannya sudah

mencapai 7 bulan ke atas.

“7 bulan, biasa 8 bulan, sampek 9 bulan itu, tapi tidak tiap hari. Nanti kita, biasa kan kalau kita kerja keras to, agak kesakitan sudah dirasa itu biasa itu, kesana lagi... kalau sudah 8 bulan. dibilang kan o tak anu terjepit di sini, bayi kan, biasa sakit di sini, biasa dia kaseh anu lagi.. kayak dikaseh baik begitu dia perutnya (diputar), he-ehm.. dibetulkan itu bayi tempatnya di dalam kan.”

Jika usia kandungan masih muda, 5 bulan misalnya, Sando tidak mau

memegang (memijat kandungan ibu hamil). Jika baurut dilakukan pada usia

kandungan tersebut, dikhawatirkan bayinya akan menjadi cacat. Sedangkan

menurut informan lain, jika baurut dilakukan pada usia muda, janin di dalam

kandungan bisa menjadi lembek, hingga akhirnya menghilang. Baurut

dilakukan oleh ibu hamil karena dipercaya dapat mengembalikan posisi bayi

yang melintang, atau tidak pada tempat yang seharusnya, dan juga agar

badan ibu hamil terasa enak kembali.

Cara mengurut seperti yang disampaikan oleh Tante X, salah satu

Sanro yang biasa mengurut perut, adalah pertama-tama meminta ibu untuk

berbaring dengan posisi kaki ditekuk ke atas. Bagian perut ibu yang akan

diurut kemudian dioleh minyak kampung (minyak kelapa). Ia kemudian akan

melakukan gerakan mengangkat sedikit bagian perut kanan dan kiri,

bergantian. Selanjutnya perut akan dibuat gerakan seperti memutar perut

bergantian kiri dan kanan, dan posisi bayi dijaga agar tetap berpelaka

(tengkurap) dengan posisi kepala bayi berada di bagian bawah. Posisi bayi

akan dibenarkan dengan mengangkat sedikit bagian bawah perut tersebut

agar supaya bayi ketika lahir bisa langsung keluar. Kemudian terakhir,

gerakan memutar perut kiri-kanan akan diulang kembali satu kali.

c. Tiup-Tiup Keselamatan Ibu Hamil

Pada saat ibu masih hamil, tidak terdapat banyak pengobatan tiup-

tiup yang diberikan. Adapun pemberian tiup-tiup hanya ketika perut ibu

Page 94: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

76

terasa tidak enak. Namun, di dalam masyarakat Sambujan terdapat suatu

kepercayaan bahwa ibu hamil rentan terhadap gangguan roh-roh halus.

Dalam hal inilah kemudian Sando berfungsi sebagai penjaga ibu hamil dalam

hal gangguan-gangguan tersebut, baik membuatkan jimat, maupun

‘mengusir’ apabila ibu diganggu.

4.2.2 Menolong Persalinan

a. Belajar Membantu Kelahiran dari Sando Pendahulu

Sando yang merupakan sebutan bagi bidan kampung masih memiliki

peran yang cukup besar dalam sebuah prosesi kelahiran di Sambujan, baik

itu dalam menolong persalinan ibu hamil secara langsung, bekerjasama

dengan bidan, maupun berupa perawatan ibu melahirkan beserta bayinya

pasca proses persalinan. Perawatan ibu melahirkan yang diberikan oleh

Sando biasanya adalah berupa urut selama 3 hari berturut-turut,

memandikan ibu dengan air rebusan 7 daun yang ditiup, mempersiapkan

prosesi dipupu atau diasap, dan membuatkan bedak dingin untuk dibalurkan

pada ibu. Sedangkan perawatan pada bayi yang diberikan adalah berupa

memandikan bayi hingga tali pusat bayi lepas. Sando yang merupakan bidan

kampung ini pun bisa melakukan tiup-tiup, namun hanya pada saat ibu yang

ditanganinya sulit melahirkan dan saat bayi yang dilahirkannya mengalami

masalah, seperti pendarahan tali pusat.

Tak ketinggalan, peran Sando yang lain adalah sebagai pemimpin

atau sebagai pengatur dalam acara yang berhubungan dengan tradisi ibu

hamil dan upacara untuk anak, seperti misalnya saat diadakannya tradisi

mogelut (pegang perut), monggulangan (naik ayun), turun tanah, i kenpi

atau sunat pada perempuan dan terkadang berperan pula pada saat acara

bagunting rambut meskipun untuk tradisi yang terkahir ini biasanya yang

lebih berperan adalah tokoh agama.

Di dusun I Sambujan (Sambujan pulau) sudah pernah terdapat dua

Sando sebelum Sando yang sekarang. Namun, sejak Sando kedua meninggal,

di dusun ini tidak lagi ada Sando hingga kemudian 2 tahun yang lalu tepatnya

tahun 2013 Sando yang sekarang pindah ke dusun ini. Menurut keterangan

dari Sandoyang sekarang, yaitu Nenek Mt, ia baru mulai membantu

persalinan di Sambujan semenjak pindah ke dusun ini.

Page 95: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

77

Pada awalnya, Nenek Mt sebenarnya bukanlah Sando. Pada waktu

itu, Nenek Mt menolong persalinan seorang ibu hamil untuk pertama kali

karena ada pihak keluarga yang datang meminta pertolongan kepadanya

untuk membantu persalinan. Karena ada seseorang yang meminta bantuan,

dan karena pada waktu itu akses transportasi masih belum baik serta belum

ada tenaga kesehatan yang menetap, maka akhirnya Nenek Mt membantu

persalinan ibu hamil tersebut. Selanjutnya, ketika ada orang yang meminta

bantuan kepadanya untuk membantu persalinan, Nenek Mt akan bersedia

membantu, dan hal ini masih dilakukannya hingga sekarang.

Nenek Mt mengaku tidak pernah belajar tentang bagaimana

membantu proses persalinan. Kenyataannya, ia pernah tinggal dengan

kakaknya di Labuan Lobo, yaitu Nenek Jr (ket: desa lain di Kecamatan

Ogodeide). Kakak dari Sando ini, ternyata juga merupakan seorang Sando,

begitu pula dengan seorang kakaknya yang lain. Namun, berbeda dengan

Nenek Mt, dua orang kakaknya merupakan bidan kampung terlatih yang

sudah pernah mendapatkan pelatihan.

b. Tradisi Untuk Ibu Melahirkan

Proses pengeluaran dodomi atau plasenta bayi oleh Sando adalah

hanya dengan cara ditunggu saja. Selanjutnya, tali pusat akan dipotong

menggunakan gunting oleh Sando. Hal ini berbeda dengan jaman dahulu,

menurut Ibu Slk maupun Nenek Jr, Sando desa sebelah, alat yang digunakan

untuk memotong tali pusat dari dodomi pada jaman dahulu adalah sembilu,

yaitu bambu yang diruncingkan.

Selanjutnya, dodomi yang selesai keluar akan dirawat oleh Sando

dengan cara dicuci, kemudian ditaruh di suatu wadah, bisa berupa kaleng

atau wadah lain. Wadah berisi dodomi itu kemudian akan ditanam di depan

rumah atau di kebun, dan diatasnya akan ditaruh kelapa yang muncul

tunasnya. Penaruhan tunas kelapa tersebut berfungsi sebagai penanda

bahwa di bawah tanah yang di tempati tunas kelapa tersebut merupakan

tempat penanaman dodomi bayi. Tunas kelapa ini biasa dibiarkan tumbuh

hingga dewasa, namun tidak terdapat larangan untuk menebangnya. Di atas

tunas kelapa tersebut juga diberikan semacam peneduh dan juga sebuah

pelita atau semacam lampu minyak. Terdapat pula kepercayaan bahwa

dodomi merupakan kakak dari bayi yang dilahirkan tersebut, karena sebelum

terbentuk janin, plasenta terbentuk lebih dahulu.

Page 96: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

78

c. “Papalomo:” Tiup Memperlancar Proses Kelahiran

Ada kalanya Sando akan dimintai bantuan apabila proses melahirkan

dari ibu hamil dirasa sulit. Pak Ks sendiri juga memiliki do’a khusus untuk

ditiupkan pada Ibu yang proses melahirkannya dirasa sulit. Kondisi sulit pada

saat melahirkan ini dalam bahasa Bugis disebut sebagai Papalomo. Tata cara

melalukan pengobatan tiup-tiup adalah dengan membaca bacaan yang

bersumber dari buku kumpulan bacaan tiup-tiup milik Pak Ks, sebagai

berikut: “... runtu kenuku Allah pepalomona lataAllah Lailahaillallah.”

Kemudian perut ibu harus disapu atau diusap oleh Sando, dan

usapan tidak bisa dilakukan dengan media air ataupun diminum. Berbeda

dengan tiup-tiup untuk memperlancar kelahiran yang sulit, untuk

pencegahan terjadinya kesulitan saat melahirkan dapat digunakan obat

kampung berupa air yang sudah ditiup-tiup. Seperti misalnya yang diminum

Ibu Rn saat menjelang melahirkan. Ia mengaku diberikan air minum yang

sudah dido’akan oleh orang yang dianggap ‘tahu’, yaitu Neneknya sendiri.

Air putih yang sudah ditiup-tiup tersebut kemudian masih diminumnya

setelah selesai melahirkan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.

Untuk menghilangkan rasa sakit setelah melahirkan, bersumber dari

kumpulan ‘bacaan’ tiup-tiup Pak Ks, ia memiliki bacaan tersendiri, yaitu

sebagai berikut: ”...Puntiana raja kuning, raja itam, raja puti.”Bacaan

tersebut seperti biasa, dibaca setelah mengucapkan kalimat tobat, syahadat

dan basmallah. Kemudian dapat ditiupkan secara langsung, atau melalui

media air.

Gambar 4.1 Pohon Daun Balacai Merah

Sumber : dokumentasi peneliti

Page 97: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

79

d. Pemberian Makanan untuk Ibu Bersalin

Biasanya, ibu yang baru selesai melahirkan diberikan minuman dari

bahan madu dan telur ayam kampung oleh Sando ataupun keluarga yang

melahirkan. Minuman ini dibuat dengan mencampurkan setengah cangkir

madu dan satu butir telur ayam kampung. Campuran bahan tersebut

dipercaya dapat memulihkan tenaga ibu yang baru saja melahirkan. Seperti

kata Ibu As, sebagai berikut: “...biasa dikasih minum anu juga, madu, dengan

telur. Waktu habis melahirkan, baru-baru habis melahirkan begitu.”

Sedangkan pada saat bersalin tersebut menurut Nenek Jr, ia terbiasa

memberikan anjuran agar ibu tetap diberikan makan, agar ia kuat untuk

mengejan.

4.3. SANDO SEBAGAI PERAWAT PASKA KELAHIRAN

4.3.1. Perawatan Ibu Paska Melahirkan

a. Tradisi Mogondo (Mengikat Perut)

Tradisi mogondo adalah tradisi mengikat perut dengan

menggunakan seutas tali dari kain setelah melahirkan. Tradisi ini sudah biasa

dilakukan tidak hanya oleh keturunan Tolitoli, namun juga keturunan suku

lain. Kain yang dipotong panjang menyerupai tali atau ikat pinggang tersebut

diikat tepat setelah ibu melahirkan, hal ini dilakukan dengan alasan agar ibu

yang telah melahirkan nafasnya tidak terasa los-los, atau seperti susah

bernafas. Hal ini salah satunya sesuai dengan yang disampaikan ibu Rn,

sebagai berikut: “Waktu melahirkan perut diikat... biar supaya itu anu, kan

kalau kita tidak diikat perutnya tu los-los pernafasan”

b. Tradisi Baurut (Pijat) Perut Ibu setelah Melahirkan

Tradisi baurut bagi ibu yang sudah melahirkan juga banyak dilakukan

oleh wanita Tolitoli. Tidak ada ketentuan khusus mengenai waktu

pelaksanaan pijat tersebut, namun biasanya salah satu Sando, Nenek Jr,

memijat ibu mulai 3 hari berturut-turut di mulai beberapa 1-3 jam setelah

melahirkan.

Salah satu alasan ibu untuk melakukan baurut setelah melahirkan

adalah untuk mengembalikan bentuk dan stamina tubuh. Seperti yang

disampaikan Ibu Rn, sebagai berikut: “... biar, kan biasa tidak mau godek

(besar)...” Urut ini kemudian bisa dilakukan kembali setelah masa nifas

Page 98: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

80

selesai, seperti salah satu informan, Ik dan Ibu Rn, yang baru melakukan

baurut setelah 44 hari melahirkan.

Selain itu, Sando juga memakai metode memasukkan air panas di

dalam botol, kemudian dipake untuk mengurut bagian perut ibu dengan cara

digiling-giling, agar urat terasa senang. Seperti yang disampaikan oleh Nenek

Jr, sebagai berikut: “supaya kan urat itu anu semua, jadi senang, pokoknya

kalau sudah digi.. di anu tu, dibikin begini he dalam botol he. hik, langsung

senang itu urat itu makin hidup senang.”

c. Pantangan dan Anjuran setelah Melahirkan

Setelah melahirkan, tidak ada begitu banyak pantangan yang

diberikan kepada ibu hamil. Menurut informan, adapun pantangan yang

diberikan pada saat dia sudah melahirkan adalah tidak boleh mengkonsumsi

ikan cakalang. Pantangan tersebut diberikan kepada ibu yang telah

melahirkan dikarenakan ikan cakalang dipercaya dapat menyebabkan bayi

menjadi baungu (biru-biru) seperti dicubit-cubit apabila ibu mengkonsumsi

ikan cakalang, sedangkan untuk anjuran, biasanya ibu yang sudah

melahirkan mengkonsumsi beberapa minuman, yaitu diantaranya:

1) Sarraba

Sarraba adalah minuman yang terbuat dari campuran gula merah,

jahe dan air. Cara membuatnya adalah dengan menumbuk jahe, kemudian

tumbukan jahe tersebut ditambah gula merah yang sudah dilelehkan dan

kemudian direbus dengan tambahan air. Jika ibu menyukai, rebusan jahe

dan gula merah tersebut dapat ditambahi dengan susu putih. Menurut salah

satu informan, ibu yang melahirkan mengkonsumsi minuman ini agar rasa

sakitnya setelah melahirkan dapat berkurang. Selain itu, menurut informan

lain, Ibu Ln, tujuan mengkonsumsi Sarraba adalah untuk memperlancar

keluarnya darah kotor. Sedangkan menurut Ibu As, Sarraba dianjurkan untuk

diminum agar rasa sakit berkurang. Seperti yang disampaikan sebagai

berikut:

” anu, e.. itu dalam perut kan kita sakit biasa kan, agak mengurang sakitnya. he-eh.. dicampur susu dia. susu putih .. saya tidak (hanya setelah melahirkan), sampai 44 an hari saya minum terus.”

Page 99: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

81

2) Air yang ditiup-tiup

Air yang di-tiup-tiup merupakan air putih biasa yang dibacakan do’a

oleh orang yang ‘tahu’, bisa orang yang dituakan dalam keluarga ibu

melahirkan, atau bisa pula oleh Sando. Seperti misalnya perawatan yang

diperoleh Ibu Rn, yang mengaku meminum air yang sudah ditiup baik

sebelum, saat, maupun setelah melahirkan. Seperti yang disampaikannya,

sebagai berikut “... setelah melahirkan dikasih minum... supaya kuat, supaya

tidak loyo. Kan biasa... air putih ditiup, nggak tau baca-baca apa.”

4.3.2. Perawatan Bayi Paska Persalinan

a. Mengikat Tali Pusat Bayi

Apabila persalinan bayi ditolong oleh Sando, setelah pemotongan

tali pusat, tali pusat tersebut akan diikat. Menurut Nenek Jr, pengikatan tali

pusat tersebut dilakukannya dengan terlebih dahulu membalutnya dengan

pembalut kecil (semacam pantyliner), kemudian diikat dengan benang.

Penggunaan benang sebagai alat ikat menurut keterangannya, dilakukan

karena ia kehabisan alat penjepit tali pusat. Namun, menurutnya lagi,

pengikatan dengan benang tersebut sudah dirasakan sudah cukup kuat.

b. Memandikan Bayi

Menurut beberapa informan, bayi yang baru lahir biasa dimandikan

oleh Sando sejak pertama kali keluar hingga tali pusat bayi lepas atau

jatuhtali pusat. Apabila pusat bayi lepas, barulah bayi akan dimandikan

sendiri oleh orangtua, atau mungkin keluarga lain seperti mamak atau

mamak mertua. Hal ini dilakukan karena menurut keterangan yang didapat

dari informan, Ibu Rn, selama tali pusat bayi belum lepas, maka bayi masih

menjad i tanggung jawab dari Sando tersebut.

Selain itu menurutnya, biasanya memang orangtua dan keluarga

masih takut untuk memandikan bayi pada saat usia bayi masih sedikit,

apalagi jika ia adalah anak pertama. Seperti misalnya Ibu Rn, yang mengaku

jika tak ada Sando yang memandikan pun ia sudah berani memandikan bayi

tersebut sendiri apabila ia adalah anak kedua atau anak ketiga, hal ini

dikarenakan ia sudah terbiasa dari pengalaman memandikan anak

pertamanya.

Berdasarkan observasi, proses memandikan bayi dilakukan di dalam

kamar, dimulai dengan menyiapkan alat mandi berupa baki besar, baskom

Page 100: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

82

berisi air hangat, dan sabun. Sando akan memposisikan diri duduk

berselonjor dengan dua kaki berada di atas baki. Barulah kemudian Sando

akan menempatkan bayi di antara sela-sela kakinya (betis). Setelahnya, tali

pusat bayi terlebih dahulu diperiksa, dan bayi akan dimandikan dengan cara

dibasuh air hangat dari baskom sedikit demi sedikit. Beberapa kali juga

terlihat Sando memberikan pijatan di bagian kening dan hidung bayi. Air

yang sudah selesai dipakai memandikan bayi kemudian harus dibuang,

karena dipercaya apabila tidak dibuang akan membuat bayi baingus (pilek).

Seperti yang disampaikan oleh Nenek Jr, sebagai berikut: “Ini, anu ni, air

ndak lama di anu, sisa air mandinya langsung dibuang supaya tidak baingus

anak-anak. iya, ada semua anunya itu.”

c. Pembedongan Bayi

Perawatan bayi yang lain adalah dengan di-bedong. Yaitu tubuh bayi

yang sudah dipakaikan baju dibalut lagi dengan kain hingga hanya bagian

wajah saja yang terlihat. Tujuan dari pembedongan bayi dengan kain itu

adalah agar tubuh bayi menjadi bagus posturnya, sebab bayi yang baru lahir

dianggap masih memiliki tulang yang lunak. Seperti yang disampaikan oleh

salah satu informan, Ibu Rn, sebagai berikut: “Biasa kalau nggak dibedong

kepalanya panjang, kan dibedong kan biar rapih...”

Selain itu, fungsi dari bedong adalah agar tangan bayi tidak kemana-

mana, sehingga apabila ia memiliki kuku yang panjang, kuku tersebut tidak

melukai kulitnya sendiri. Namun, pada saat observasi, terdapat seorang bayi

baru berumur dua hari yang tidak dibedong, hal ini menurut Sando,

dikarenakan nenek dari bayi yang melarang. Menurut neneknya, bayi

tersebut sudah tersiksa di kandungan (semacam diikat), sehingga tidak perlu

disiksa lagi dengan dibedong setelahnya. Setelah semua proses selesai, air

yang berada di dalam baskom bekas memandikan bayi kemudian dibuang.

Hal ini karena dipercaya bahwa apabila air tersebut tidak dibuang, nantinya

anak bisa menjadi baingus, atau pilek.

d. Pengeringan Tali Pusat

Proses memandikan berjalan tidak begitu lama, setelah selesai

dibasuh ia akan ditempatkan kembali di atas baju atau bedong yang sudah

disiapkan sebelumnya. Kemudian tubuh bayi dibaluri minyak telon agar

Page 101: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

83

terasa hangat. Minyak telon dipilih karena memang hangatnya pas

diperuntukkan bagi bayi, tidak bisa diganti dengan minyak kayu putih

misalnya, karena minyak kayu putih lebih panas daripada minyak telon. Tali

pusat bayi dibubuhi bedak tabur merk Viva. Berdasarkan informasi Sando,

bedak yang paling bagus digunakan adalah bedak Viva nomor 5, hal ini

dikarenakan menurutnya, bedak nomor tersebut akan lebih tajam jika dipakai

untuk mengeringkan tali pusat bayi.

Menurutnya lagi, pada bagian tali pusat pada saat ini seharusnya tidak

diberi obat apa-apa, sehingga keringnya lama. Sedangkan pada jaman dahulu,

obat yang dipakai untuk mengeringkan tali pusat bayi ini adalah sabut kelapa

yang dibakar hingga menjadi abu. Lalu abu tersebutlah yang digunakan untuk

ditabur di atas tali pusat bayi.

e. Daun Balacai, Daun Pencegah Kembung

Setelah tali pusat selesai ditaburi bedak, ada satu obat lagi yang biasa

digunakan oleh Sando, yaitu daun balacai. Daun ini dikenal juga sebagai daun

jarak. Berdasarkan observasi, daun yang ditempel di sekitar tali pusat bayi

adalah sebanyak dua lembar. Daun tersebut dipercaya dapat mencegah

kembung pada perut bayi apabila dipakai dengan cara ditempel begitu saja di

sekitar tali pusat bayi, setelah diberi minyak dan dipanggang sebentar di atas

tungku.

f. Pemberian Makanan pada Bayi yang Baru Lahir

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa ibu yang memiliki

anak, didapatkan informasi bahwa di Sambujan terdapat tradisi memberikan

air kopi kepada bayi yang baru dilahirkan apabila ASI dari ibu belum keluar. Hal

ini sesuai dengan informasi yang diberikan oleh Ibu As dan Ib Ch. Menurut

mereka, anak yang baru lahir biasa diberikan air kopi yang ditaruh di kapas

kemudian diteteskan pada bayi, atau ditaruh diujung sendok untuk disuapkan.

Namun, air kopi harus selalu yang baru dibuat, sehingga apabila air kopi pada

pagi hari tidak habis, maka air kopi tersebut tidak boleh diberikan lagi pada

waktu yang selanjutnya. Hal ini dilakukan apabila ASI tidak segera keluar

setelah bayi dilahirkan. Air kopi tersebut menurut Ibu As, biasa diberikan

hingga tiga kali sehari sampai ASI ibu keluar. Setelah ASI keluar, maka

Page 102: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

84

pemberian air kopi dihentikan. Air kopi dipercaya oleh masyarakat setempat

dapat mencegah mata tinggi pada bayi.

“Rn dan Rk (anak pertama dan kedua) dikasih air kopi, tapi Rr (anak ketiga) tidak, biasa air teh... supaya tidak kejang-kejang. Biasa kalau demam tinggi, biasa itu... matanya, mata tinggi tu. Kalau dikasih kopi katanya tidak begitu dia matanya, tidak mata tinggi...” (Ibu Ch, 40 tahun).

Selain itu, Ibu As mengatakan bahwa pemberian air kopi dilakukan

agar nantinya bayi mau menetek pada ibunya saat ASI keluar. Ibu As tidak

memberikan susu formula pada saat ASI belum keluar dikarenakan

menurutnya, apabila bayi sudah diberikan susu formula, nantinya anak tidak

mau menetek pada ibunya.

Berbeda dengan Ibu As, Ibu Rn, yang mengaku terbiasa menyusui

anaknya dengan ASI dari awal kelahiran bahkan hingga anak berusia 2 tahun.

Pada kehamilan ketiganya, ASI-nya bahkan sudah keluar tiga puluh menit

setelah melahirkan. Adapula yang menggantikan ASI dengan susu formula

selama ASI-nya belum keluar, seperti informan lain, Ibu Ln, ia mengaku

memberikan air susu ibu hingga anaknya berusia 2 tahun, namun pada saat

bayi baru lahir, bayinya diberikan susu formula selama satu hari.

4. 4. Sando Menjalankan Tradisi pada Ibu di Masa Nifas

4.4.1. Memandikan IBu dengan Air Rebusan 7 Daun dan Tiup

Prosesbaurut pada hari kedua pasca melahirkandimulai setelah ibu

dimandikan terlebih dahulu. Ibu biasanya dimandikan dengan menggunakan

air rebusan 7 macam daun, namun pada saat observasi hanya ditemukan 4

macam daun yang direbus, yaitu daun balacai¸ daun belimbing, daun langit

bajo dan daun tanggulangi. Daun-daunan tersebut dipilih karena menurut

informan daun-daunnya berbau wangi. Manfaat dari mandi dengan air

rebusan daun-daunan ini sendiri menurut Sando, adalah untuk menghilangkan

bau yang tidak sedap setelah melahirkan karena adanya darah kotor.

Informasi tambahan dari informan lain, daun yang digunakan untuk direbus

sebagai air mandi adalah daun pisang, serta daun pandan.

Page 103: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

85

4.4.2. Dipupu atau Mengasap

Dipupu adalah seperti proses pengasapan. Prosesi ini akan dilakukan

setelah ibu dimandikan. Di dalam tungku akan dibuat bara api, kemudian ibu

yang sudah melahirkan akan memposisikan kaki terbuka di atas tungku agar

asap yang keluar dapat masuk dari bawah. Bara diatas tungku yang dibakar

dari kulit langsat, kulit bawang, bawang merah, bawang putih, sabut kelapa,

dan yang terakhir dimasukkan adalah daun tanggulangi. Bahan-bahan ini

dipilih karena dianggap berbau wangi apabila dibakar-bakar.

Proses tersebut hanya dilakukan beberapa saat saja, asalkan sudah

mulai terasa panasnya hingga bagian atas, maka ibu akan berhenti dipupu.

Tujuan dari dipupu adalah untuk menghilangkan bau tidak sedap sehabis

melahirkan. Dan apabila ada, komposisi bahan yang dibakar bisa

ditambahkan sarang madu. Sarang madu tersebut menurut Nenek Jr,

berkhasiat agar badannya bisa segera kembali enak.

4.4.3. Baurut 3 Hari Berturut-turut

Ibu yang baru melahirkan akan mendapat pijat atau urut selama 3

hari berturut-turut, yaitu satu kali pada pagi hari. Namun, apabila kebetulan

ada orang yang meninggal, ibu dan bayi dilarang dimandikan terlebih dahulu

sebelum pemakaman selesai. Hal ini dikarenakan adanya kekhawatiran

terhadap gangguan dari roh-roh halus pada bayi ataupun ibu.

Pijat inilah yang biasanya dicari oleh para ibu yang baru melahirkan

sehingga mereka sudah terbiasa untuk mencari Sando pada saat melahirkan.

Sebab, apabila melahirkan di fasilitas kesehatan ataupun dengan bidan,

mereka tidak akan mendapatkan urut. Adapun ibu yang melahirkan di bidan

desa atau fasilitas kesehatan, biasanya mereka masih tetap memakai jasa

Sando untuk merawat mereka setelahnya.

Proses pengurutan dimulai dari mengurut bagian perut ibu

menggunakan ramuan minyak yang dibuat oleh Sando secara pelan-pelan

dengan posisi berbaring. Kemudian setelah mengurut perut, jari jemari

Sando berpindah mengurut bagian kaki, tepatnya betis terlebih dahulu baru

kemudian paha. Selanjutnya adalah mengurut bagian lengan, dan terakhir

adalah bagian pundak serta punggung dengan posisi ibu diminta duduk

terlebih dahulu. Proses pengurutan tersebut berjalan kurang lebih hingga 20

menit.

Page 104: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

86

4.4.4. Babedak Goraka (Jahe)

Selain perawatan berupa mandi air rebusan daun, dipupu, dan

diurut, perawatan lain yang dijalani ibu adalah babedakgoraka atau

berbedak jahe yang dibuat khusus oleh Sando. Bedak dingin itu terbuat dari

campuran goraka (jahe), tepung beras, bawang putih, temulawak dan rica

jawa (cabai). Kemudian campuran itu dibentuk bulat-bulat dan dimasukkan

ke dalam botol air mineral. Setiap akan digunakan, barulah buliran bedak itu

dicampur dengan sedikit air dan dibalurkan ke leher, lengan, atau bagian

tubuh lain. Tujuan dari pembaluran bedak tersebut adalah agar tubuh ibu

menjadi basuar (berkeringat). Semakin hebat ibu basuar, maka ibu akan

dianggap semakin sehat. Sementara itu, menurut Ibu Hy, fungsi dari

dipakainya goraka adalah untuk mencegah naiknya darah putih ke atas

kepala yang bisa menyebabkan mata menjadi rusak dan bahkan bisa

menyebabkan gila.

“Supaya kata mbak kita itu, biar kata baru satu anak, tapi belum berair mata tak ini. Itu kebanyakan orang tu.. he-ehm, rusak mata. kan itu orang bilang darah putih itu kata naik ke atas sini tak itu, harus dibedak pake itu. Supaya, supaya orang itu baru satu anak sudah pakai kacamata. Matanya berair apa, soalnya waktu habis melahirkan tidak dia jamin dirinya. begitu itu katanya..”

4. 5. Sando Menjalankan Tradisi pada bayi dan anak

4.5.1. Baurut Bayi

Tradisi baurut bayi biasanya dilakukan setelah bayi berumur 2 hari

atau lebih di Sando. Hal ini menurut informan, dilakukan agar kondisi bayi

menjadi baik, seperti misalnya untuk mengembalikan bentuk kaki bayi.

Seperti yang diucapkan oleh Ibu As, “... biasa bayi seperti terbuka begitu kan,

dia (Sando) kasih baik, kan masih kayak lembek begitu kan, begitu kan, anak-

anak...”

Waktu untuk memijat bayi tersebut diakui oleh informan lain yang

juga pernah memijatkan bayinya, Ibu Rn, tergantung kepada orangtua, tidak

ada waktu khusus atau keharusan untuk memijat pada waktu tertentu.

Alasan Ibu Rn untuk memijat bayinya adalah agar bayinya tidak menangis

terus-terusan, seperti yang dikatakannya sebagai berikut:

Page 105: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

87

“...kan biasa tu anak kalau mau merayap, duduk, kejang-kejang badannya tu, keras... menangis-menangis terus, langsung diurut. Tidak enak tidur (pergi diurutkan lagi)...”

4.5.2. Memenek Monggulangan

Tradisi memenek monggulangan disebut juga sebagai penrek tojang

dalam bahasa bugis atau naik buik, yang artinya adalah naik ayun. Kata

tersebut berasal dari kata memenek yang berarti menaikkan, dan

monggulangan yang berarti berayun. Tradisi ini merupakan sebuah ritual

yang dilakukan setelah tali pusat bayi terlepas. Biasanya dilakukan pada hari

ke 5, 7 atau 9 (hari ganjil), tergantung pada keputusan yang diambil oleh

keluarga bayi. Seperti yang dikatakan oleh salah satu informan, Ibu Rn,

sebagai berikut: “...jatuh pusat kan dia lima hari. Lima hari jatuh pusat, pas 7

harinya naik ayun..”

Jika tali pusat belum lepas, maka tradisi naik ayun ini belum dapat

dilakukan. Waktu pelaksanaan dari naik ayun adalah pada pagi hari, biasanya

pada pukul tujuh pagi dan diadakan di rumah. Menurut beberapa informan,

tradisi ini dilakukan untuk keselamatan dari bayi yang baru dilahirkan. Salah

seorang informan juga menambahkan bahwa apabila naik ayun tidak

dilakukan, badan dari bayi tersebut bisa busuk-busuk, semacam berkudis.

Dengan diadakan tradisi naik ayun, maka apabila anak terserang kudis, kudis

tersebut akan cepat hilang. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Rn, “...kalau naik

ayun tidak dilakukan katanya badan bisa busuk-busuk (kudis), kalau dibikin

semua, Insya’Allah tidak. Kalau dia berkudis to, cepet ilang...”

Biasanya acara diadakan tergantung pada kemampuan ekonomi

masing-masing keluarga. Jika ekonominya lebih dari cukup, bisa

mengundang banyak orang. Namun, bila ekonominya biasa saja, acara dapat

diadakan secara sederhana dengan mengundang keluarga dan tetangga

terdekat saja. Di desa Sambujan sendiri, acara monggulangan akan menjadi

lebih ramai jika bayi lahir pada bulan Safar karena animo masyarakat

menjadi lebih tinggi. Sedangkan jika bayi yang terlahir di luar bulan Safar

perayaannya lebih sederhana karena yang datang hanya keluarga terdekat

saja.

Proses monggulangan sendiri intinya adalah menggendong bayi

bergantian, memutari sebuah ayunan beberapa kali. Prosesi ini dipimpin

Page 106: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

88

oleh Sando atau orang tua yang dianggap ‘tahu’. Ayunan tersebut dibuat dari

kain sarung atau semacamnya, yang kemudian dikaitkan pada sebuah pegas

atau peer di langit-langit rumah. Bayi akan digendong bergantian oleh 7

orang saudara yang dituakan selama 5 atau 7 kali mengelilingi ayunan. Pada

saat putaran terakhir, bayi akan digendong oleh Sando untuk kemudian

ditaruh di dalam ayunan. Menurut Nenek Jr, Sando keturunan Tolitoli di desa

sebelah, banyaknya putaran pada ayunan berarti banyaknya hari jatuh pusat

setelah kelahiran. Namun salah satu informan lain mengungkapkan pula

bahwa kebanyakan jumlah putaran yang dilakukan adalah sebanyak 7 kali.

Makna dari 7 kali putaran tersebut adalah sama dengan banyaknya jumlah

jamaah haji ketika memutari ka’bah.

Dalam tradisi ini dibuat pula beberapa macam kue dan makanan,

yang macam kuenya tidak ditentukan. Biasanya kue dan makanan bisa

berupa soko beberapa warna, ikan kering, ubi, ikan dimasak kuah kuning,

dan lain sebagainya. Kue dan makanan tersebut kemudian ditaruh dibawah

ayunan, untuk kemudian dicampur dan disuapkan kepada orang tua bayi

oleh Sando. Sedangkan pada bayi, hanya ditempel ke mulut saja. Kue dan

makanan tersebut tidak memiliki ketentuan harus dibuat oleh orang

tertentu, sehingga bisa dibeli atau dibuat sendiri.

Menurut keterangan dari salah satu informan, Ibu Rn, terdapat

perbedaan antara perayaan naik ayun dari orang Tolitoli dengan orang Bajo,

yaitu terletak pada penempatan makanannya. Seperti keterangan yang

disampaikan oleh Ibu Rn, yaitu, “...orang Tolitoli makan di bawah ayunan,

kalo orang Bajo digantung ketupatnya. Tolitoli gak ada ketupat, cuma nasi,

olahan sagu, dikasih makan...”

4.5.3. Manao Buta

Manao butako berasal dari kata manao yang berarti turun dan buta

yang berarti tanah, sehingga manao buta berarti turun tanah. Tradisi turun

tanah biasanya dilakukan setelah bayi berumur lima bulan. Selain untuk bayi,

turun tanah juga diberlakukan bagi si ibu setelah melahirkan. Tidak ada

upacara khusus untuk tradisi turun tanah tersebut. Tradisinyapun berbeda-

beda, ada yang ibu dan bayi dimandikan oleh Sando, adapula yang hanya

keluar rumah begitu saja. Adapun satu kesamaannya adalah bahwa dalam

tiap-tiap pelaksanaan tradisi ini akan dibacakan do’a khusus untuk turun

Page 107: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

89

tanah sebagai do’a selamat, yang tujuannya adalah agar ibu dan bayi akan

mendapatkan keselamatan apabila pergi keluar rumah. Setelah dibacakan

do’a, barulah bayi akan diajak untuk berkunjung ke rumah saudaranya,

seperti misalnya ke rumah Tante dari si bayi.

4.5.4. Mongulut Buok

Mongulut buok berasal dari kata mongulut yang berarti menggunting

dan buok yang berarti rambut, sehingga diartikan mongulut buok diartikan

sebagai menggunting rambut. Tradisi iniadalah sebutan lain untuk tradisi

aqiqah, tradisi yang berasal dari ajaran agama Islam. Yaitu semacam tradisi

yang diadakan sebagai tanda rasa syukur atas lahirnya bayi dengan selamat.

Berbeda dengan monggulangan yang harus dilaksanakan segera setelah tali

pusat bayi terlepas, tradisi mongulut buok dilaksanakan tanpa ketentuan

waktu, sehingga bisa dilaksanakan setelah empat bulan, delapan bulan, satu

tahun, dan seterusnya, tergantung dari kesiapan ekonomi keluarga. Tradisi

ini diwajibkan untuk diadakan bagi orang tua yang sudah memiliki kelebihan

rejeki.

Dalam tradisi ini, bayi atau anak akan dipotongkan hewan, 1

kambing untuk perempuan, dan 2 kambing untuk laki-laki. Namun boleh juga

disembelihkan sapi, semampu kondisi ekonomi orangtuanya. Beberapa helai

rambut bayi akan dipotong atau digunting oleh orang yang dianggap tahu

cara menggunting dan juga baca’an atau do’a selamat. Tidak ada ketentuan

tentang siapa yang harus menggunting dan membacakan do’a, asalkan ia

tahu baca do’a, maka ia yang akan dimintai tolong untuk memimpin prosesi

mongulut buok,seperti misalnya imam masjid, bilal, dan sebagainya,

sehingga tidak boleh sembarangan orang. Seperti kata salah satu informan,

Ibu Rn, sebagai berkut: “... kalau orangnya nggak tahu bacaannya, harus

ditarik ulang. Tidak bisa sembarangan...”

Selain itu, menurut Ibu Rn, dalam acara ini juga ada sajian beberapa

makanan yang dicampur-campur untuk kemudian disuapkan kepada

orangtua bayi oleh Sando yang diundang. Dan biasanya akan diadakan pula

babarasanji. Namun hal ini tidak selalu dilakukan. Berdasarkan pengamatan

pada acara mongulut buok yang diadakan oleh warga keturunan suku

Selayar, prosesi kegiatan mongulut buok secara umum tidak jauh berbeda

dengan hasil wawancarawarga yang lain. Hanya saja, di dalam acara

Page 108: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

90

mongulut buok tersebut tidak terdapat babarasanji, sedangkan menurut

hasil wawancara dengan beberapa informan, biasanya terdapat babarasanji.

Acara ini diadakan dengan menggunakan 3 bagian rumah, yang

pertama adalah ruang tamu sebagai tempat berkumpulnya bapak-bapak

yang dituakan, kamar sebagai tempat untuk menggunting rambut anak, dan

halaman depan sebagai tempat didirikannya tenda untuk menikmati

hidangan dan hiburan berupa elektune. Secara umum, berdasarkan hasil

observasi, susunan acara mongulut buok dapat diringkas sebagai berikut:

1. Pembukaan

Acara ini dibuka pada pukul 09.00 WITA oleh seorang pembawa

acara. Pembawa acara mula-mula mengucapkan salam, kemudian

menyampaikan tujuan diadakan acara tersebut serta membacakan susunan

acara.

2. Pembacaan ayat Al Qur’an

Setelah dibuka oleh pembawa acara, salah seorang bapak yang

memang khusus diundang diminta untuk membacakan ayat Al Qur’an. Bapak

tersebut membaca dengan tehnik kiro’ah atau seni membaca ayat Al Qur’an.

3. Pembacaan nama (ditutup dengan do’a)

Setelah pembacaan ayat Al Qur’an selesai, pembawa acara

mempersilahkan seorang uztads untuk melakukan prosesi pembacaan nama.

Pada saat pembacaan nama, disebutkan oleh ustadzs tersebut bahwa

nantinya, setelah diucapkan nama lengkap anak yang hendak diaqiqahi, para

tamu hendaknya menjawab dengan ‘barakallah’, apabila yang diaqiqah

hanya satu orang, atau ‘barakallahumma’, apabila yang di aqiqah dua orang.

Kedua kalimat tersebut berasal dari bahasa arab, makna dari ‘barakallah’

adalah semoga diberkahi (orang yang dibacakan namanya), sedangkan

makna dari ‘barakallahumma’ adalah semoga Allah memberikan keberkahan

kepada dua-duanya.

Untuk acara ini sendiri, yang diaqiqah ada dua orang, sehingga para

tamu menjawab dengan ‘barakallahumma’ setelah dua nama anak

disebutkan oleh uztadz. Setelah itu, sebagai penutup pembacaan nama,

ustadz akan membacakan do’a.

4. Pengguntingan Rambut

Setelah pembacaan nama, acara selanjutnya adalah acara inti, yaitu

bagunting rambut. Acara ini diadakan di dalam sebuah kamar, dimana di

Page 109: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

91

dalamnya hanya ada kedua orangtua anak dan sang anak. Anak dari pemilik

acara ini berusia sekitar 6 bulan, dipangku oleh ibunya dengan posisi

didudukkan di atas tempat tidur. Ayahnya berdiri di samping tempat tidur,

nantinya bertugas untuk menyiapkan peralatan di dekat penggunting

rambut serta memberikan amplop berisi uang kepada penggunting rambut.

Alat yang dipakai dalam ritual menggunting adalah sebuah gunting yang

ditaruh di atas piring kecil, dan mangkuk yang berisi air. Peralatan tersebut

disiapkan di atas nampan, para penggunting rambut datang satu persatu

secara bergantian.

Gambar 4.2 Alat untuk Bagunting Rambut Sumber: dokumentasi peneliti

Gambar 4.3 Prosesi Pengguntingan Rambut Sumber: dokumentasi peneliti

Total dari penggunting rambut ada 7 orang, yang kesemuanya

merupakan para teteu (kakek) dari si bayi. Rambut si bayi digunting dengan

Page 110: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

92

cara mula-mula rambut diusap oleh teteu sambil dibacakan do’a. Kemudian

teteu akan mengambil sejumput rambut bayi, lalu mengguntingnya. Tidak

ada ukuran seberapa banyak rambut yang harus digunting, sedikit saja pun

tidak apa-apa. Setelahnya, potongan rambut akan ditaruh di dalam mangkuk

yang berisi air dan teteu akan membaca do’a lagi. Baru setelah selesai, ayah

bayi akan menjabat tangani teteu sembari menyelipkan amplop. Begitu

seterusnya hingga 7 kali.

5. Penutupan

Setelah acara bagunting rambut selesai, pembawa acara akan

menutup acara tersebut dan mempersilahkan para tamu untuk menikmati

hidangan yang sudah disediakan.

Gambar 4.4. Hidangan pada Acara Bagunting Rambut Sumber: dokumentasi peneliti

Macam makanan yang disediakan tidak ditentukan, tergantung dari

kemampuan dan keputusan yang sudah ditentukan oleh pihak keluarga.

Namun, biasanya terdapat masakan olahan dari daging kambing, karena

pada saat acara aqiqah dipotongkan kambing.

4.5.5. I Kenpi

Salah satu tradisi yang dilakukan oleh warga Sambujan terhadap

anak perempuan adalah i kenpi atau sunat pada anak perempuan. Adapula

yang menyebutnya sebagai diilang, atau dikatèk dalam bahasa Bugis. Jika

sunat pada anak laki-laki dilakukan ketika anak sudah usia anak-anak (sekitar

Page 111: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

93

9-15 tahun), berbeda dengan pada anak perempuan. Meskipun tidak ada

ketentuan khusus, namun I kenpi biasa dilakukan pada saat anak perempuan

yang masih bayi atau diusahakan pada saat dia masih kecil. Hal ini dilakukan

agar anak tersebut tidak malu apabila i kenpi dilakukan pada saat dia sudah

dewasa. I kenpi dilakukan oleh masyarakat karena diyakini sebagai salah satu

syarat bagi anak perempuan untuk masuk Islam, dan apabila tidak dilakukan,

berarti anak tersebut tidak beragama Islam, seperti yang dikatakan oleh

Nenek Mt, sebagai berikut: ”...em? Kan masuk Islam. Memang syarat kita

perempuan masuk Islam. Memang ada diilang kalau kita tu, namanya

diilang. Pakai pisau juga...”

I kenpi biasa dilakukan oleh seorang Sando, namun pada Sando

tertentu yang sudah biasa melakukannya dan bukan kepada bidan. Hal ini

dikarenakan bidan tidak tahu cara untuk melakukan i kenpi. Seperti yang

dikatakan oleh Nenek Mt, sebagai berikut: “Jadi kalau ada orang anu tu..

kenapa tidak ke bidan, tidak bisa itu bidan. Sekarang tetap disunat,

dukunnya dicari kemana-mana, ke kampung biasa ada yang tahu, pergi ke

sana.”

Di Sambujan sendiri ada seorang Sandro (keturunan Bugis) yang bisa

melakukan i kenpi, yaitu Tante X. Biasanya, apabila Tante X tidak ada di

Sambujan, Sando i kenpi akan dicari hingga ke desa lain. Warga Sambujan

sendiri sering meminta bantuan kepada Tante X untuk menyunat anak

perempuannya, dan mengikuti tata cara yang dilakukan oleh Tante X, yaitu

sunat ala Bugis. Syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan i kenpi versi

Tante X adalah adanya sebuah loyang yang berisi pisang, kelapa hidup, gula

merah, minyak kelapa 1 botol, beras dua atau tiga liter, kain putih sepanjang

1 meter yang dilipat, dan pisau.

Guna kain putih adalah sebagai alas tempat anak didukkan di atas

bantal. Setelah anak didudukkan di atas bantal, barulah ia akan disunat

menggunakan pisau. Pisau itu sendiri tidak ada ketentuannya, Tante X

seringkali menggunakan pisau sembarang. Cara menyunatnyapun tidak

sampai membuang bagian tertentu, melainkan hanya hingga yang penting

berdarah sedikit. Darah itu kemudian disyarat pada pintu. Selain itu, anak-

anak akan dicerak, begitu pula dengan Sandro itu sendiri. Cerak adalah

mengoleskan sedikit darah yang diambil dari ayam. Tujuan dari cerak adalah

agar tidak ada kejadian yang tidak diinginkan. Seperti yang dikatakan oleh

Page 112: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

94

Tante X, “..,iya... supaya kita tidak berasa to, sama kita... biasa e... kalau

orang melahirkan, syaratnya melahirkan itu dicerak supaya kita tidak anu to,

katarak to. “

Perayaan i kenpi sendiri berbeda antara satu keluarga dengan

keluarga yang lainnya. Jika ada yang menginginkan dipestakan karena

keadaan ekonominya cukup bagus, maka i kenpi akan dibuatkan pesta,

namun jika tidak diadakan pesta pun tidak apa-apa.

4.5.6. Membuat Jimat Bayi

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan, tidak ada

tradisi untuk mengharuskan bayi memakai suatu alat perlindungan seperti

jimat atau penangkal setan dari tertentu. Namun, beberapa informan

mengaku tetap memberikan anaknya semacam jimat sebagai alat penangkal

dari gangguan setan. Hanya saja, penangkal tersebut bermacam-macam

bentuk dan bahannya. Seperti misalnya Ibu Ln, ia memberikan sebuah jimat

yang dibelinya dari pasar saja. Jimat tersebut terdiri dari cangkang hewan

laut, buah sopa, kain hitam yang berisi sesuatu, namun tidak diketahui apa

isinya. Jimat tersebut memiliki sebuah benang panjang yang berfungsi

sebagai pengikat. Ia mengaku bahwa jimat tersebut sudah diikatkan pada

bagian perut putranya sejak ia masih bayi dan terus dipakai hingga saat ini

(umur 1 tahun lebih), termasuk pada saat mandi.

Gambar 4.5. Jimat yang Dipakaikan pada Bagian Perut Sumber: dokumentasi peneliti

Page 113: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

95

4.6. TIUP-TIUP METODE PENGOBATAN SANDO

Di Desa Sambujan selain terdapat Sando yang memiliki kemampuan

untuk menolong persalinan, juga terdapat Sando atau dukun kampung yang

dipercaya memiliki ilmu atau kemampuan supranatural untuk melakukan

tiup-tiup sebagai salah satu alternatif penyembuhan. Penyebab terjadinya

suatu penyakit di masyarakat dipercaya berasal dari dua hal, yaitu karena

magis dan penyebab medis seperti sariawan, demam, sarampak atau cacar,

dan lain sebagainya. Penyakit yang disebabkan oleh hal magis biasanya

adalah berupa gangguan roh-roh halus atau yang biasa disebut sebagai

keteguran dan ada pula yang disebut sebagai penyakit ‘kiriman’. Keteguran

adalah istilah untuk menyebut kerasukan roh-roh halus. Menurut Pak As,

orang-orang yang lemah fisiknya biasanya gampang untuk dirasuki. “.. Di sini

tu ada 2 faktor anu, penyakit kita di sini. Yang datang... memang karena kita

yang kurang menjaga kesehatan to. Yang kedua ini, yang didatangkan ini.

Yang dikirim-kirim lewat angin misalnya.”

Pada penyembuhan penyakit magis yang berupa keteguran ataupun

penyakit kiriman seperti inilah biasanya Sando berperan. Tak jarang saat

terjadi kesulitan melahirkan, Sando yang bidan kampung dan Sando yang

ahli tiup-tiup akan bekerja sama. Biasanya Nenek Mt, Sando yang menangani

persalinan atau bidan kampung terlebih dahulu akan melakukan pengobatan

dengan tiup-tiup sebisanya. Jika sudah merasa tidak mampu, ia akan

memanggil suaminya, yang kebetulan juga merupakan Sando yang ahli tiup-

tiup. Dan bahkan, apabila masih tidak mempan, Sando ahli tiup-tiup lain

akan dipanggil bergantian untuk meniup sang ibu. Barulahsaat kelahiran

tidak juga terjadi, dan tidak mampu lagi ditangani setelah ditiup, ibu akan

dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai, seperti ke rumah sakit di

kota.

Tiup-tiup merupakan salah satu metode penyembuhan yang sering

digunakan oleh masyarakat Desa Sambujan. Metode ini telah menjadi tradisi

turun-temurun. Dahulu ketika masih terisolir karena tidak terdapat moda

transportasi darat, sehingga orang mengandalkan metode ini untuk

penyembuhan bila sakit. Pada waktu itu menuju fasilitas kesehatan yang

terdekat, yaitu di kota, orang hanya mengandalkan perahu. Meskipun kini

telah ada moda transportasi darat orang masih tetap mengandalkan metode

tersebut. Penggunaan metode ini tetap dilakukan, meskipun telah ada

Page 114: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

96

tenaga kesehatan. Orang yang menggunakan pun bervarian mulai dari

orang-orang yang bersahaja hingga mereka yang berpendidikan tinggi.

Metode ini dilakukan oleh seorang dukun kampung yang dalam

bahasa Tolitoli disebut Sando. Caranya, seorang Sando membacakan doa-

doa tertentu. Doa-doa itu terkait dengan penyakit pasien. Setelah membaca,

dukun meniupkan pada bagian tubuh yang sakit. Dukun juga menggunakan

media air untuk pengobatan dengan metode ini. Caranya, setelah berdoa,

Sando meniup air. Air itu bisa berupa air putih atau minyak kelapa yang biasa

disebut sebagai ‘’minyak kampung’’. Air putih dan minyak kampung yang

sudah ditiup ini menjadi obat kampung. Untuk memakainya, air atau minyak

itu diusapkan ke bagian tubuh yang sakit. Proses penyembuhan melalui tiup-

tiup ini dilakukan di rumah Sando, bisa pula di rumah orang yang sakit.

Untuk keperluan itu, anggota keluarga yang sakit menjemput Sando ke

rumahnya.

Dulu, di Desa Sambujan sendiri, ada beberapa orang yang dipercaya

dapat menyembuhkan penyakit tertentu melalui tiupan. Lebih dari itu,

dukun-dukun tersebut berbeda satu sama lainnya. Mereka memiliki

spesialisasi penyakit yang diobati. Ada dukun yang hanya mengobati

penyakit dalam. Dukun yang lain sangat ahli mengobati patah tulang. Ada

pula dukun hanya menyembuhkan khusus penyakit yang “tidak terlihat.”

Penyakit yang tidak terlihat itu adalah penyakit yang disebabkan oleh

keteguran dan “kiriman”. Seiring dengan waktu, jumlah Sando mulai

berkurang. Kini, hanya ada 4 orang yang dikenal bisa melakukan tiup-tiup di

Desa Sambujan dan keempatnya berada di Pulau Sambujan.

Salah satu Sando yang sering dimintai pertolongan adalah Pak Ks.

Pak Ks biasa melakukan proses penyembuhan di rumahnya. Ia juga mau

dipanggil ke rumah orang yang sakit tersebut. Ritual penyembuhan

dilakukan di ruang terbuka. Artinya, ritual itu dapat disaksikan oleh orang

lain. Penyembuhan bisa dilakukan di ruang tamu. Hal itu dimaksudkan untuk

menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, terutama bila pasien yang diobati

adalah perempuan. Bila pasiennya perempuan, Pak Ks juga mengaku tidak

melakukan pengobatan dengan menyentuh tubuhnya. Ia baru menyentuh

bila perempuan tersebut atau suaminya (jika sudah bersuami) menyetujui

dan ikhlas. Setelahnya, hanya bagian tubuh yang sakit saja yang ia sentuh.

Page 115: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

97

Sando biasanya tahu kapan waktu terbaik untuk mengobati penyakit.

Pak Ks misalnya, salah satu Sando setempat, mengatakan bahwa waktu terbaik

dalam pengobatan adalah pada saat matahari belum tinggi. Menurutnya, hal itu

terkait dengan pergerakan bisa atau racun sebagai penyebab penyakit. Bisa atau

racun bergerak mengikuti pergerakan matahari. Semakin tinggi posisi matahari,

semakin tinggi pula sifat bisa tersebut, sehingga sulit untuk disembuhkan. Oleh

karenanya, Pak Ks lebih memilih untuk melakukan pengobatan pada pagi atau

sore hari setelah matahari tenggelam. Namun syarat waktu pengobatan ini tidak

berlaku apabila jenis kasusnya mendesak, seperti misalnya pada saat ibu susah

melahirkan, ada yang terluka atau terjatuh dan lain sebagainya. Pada saat

kondisi tersebut, pengobatan secara tiup-tiup harus segera dilakukan.

Adanya kepercayaan terhadap penyakit yang disebabkan oleh

keteguran dan penyakit ‘kiriman’ inilah yang membuat Sando ahli tiup-tiup

tetap dicari pada saat ada yang sakit. Hal ini dikarenakan penyakit yang

disebabkan oleh kedua hal tersebut tidak dapat disembuhkan secara medis.

“...disembuhin lewat dukun juga, karena kalau di medis, nggak bisa dapet, nggak bisa ketemu, paling dia bilang, ah... ini orang nggak apa-apa. Karena yang tidak masuk diakal kan. Kebanyakan terjadi seperti itu. Ada yang berkirim paku misalnya, ada yang kasih masuk paku di badan, jarum... hmm... itu kalau di sini masih berlaku juga seperti itu...”

Sando ahli tiup-tiup dalam mendapatkan ilmunya terbagi menjadi dua,

yaitu dari keturunan, dan dari belajar. Salah seorang Sando di dukun sebelah

mengaku bahwa ia mendapatkan ilmu turunan dari ayahnya, dan ayahnya

mendapatkan ilmu dari kakeknya. Sedangkan salah seorang Sando di Sambujan

mendapatkan ilmu dari belajar dengan berguru dari satu tempat ke tempat yang

lain. Menurutnya, ilmu untuk melakukan tiup-tiup dapat dipelajari oleh

siapapun, asalkan ia benar-benar berniat. Dari hasil belajar tersebut, Sando ini

membuat catatan kumpulan bacaan atau do’a tersendiri.

Bacaan atau do’a yang dibaca oleh Sando merupakan bacaan khusus

yang beberapa berbahasa Indonesia, dan adapula yang berbahasa daerah

seperti Bugis serta Dondo. Pada bacaan tersebut juga diselipi sentuhan Islami

seperti menyebut nama Allah, kalimat sholawat, nama Nabi atau unsur Islam

lain.

Page 116: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

98

Gambar 4.6 Salah satu lembaran dari buku kumpulan ‘bacaan’

yang dibaca pada saat tiup-tiup milik Sando Sumber: dokumentasi peneliti

Bacaan tersebut menurutnya, harus dibaca dengan tehnik tertentu

agar dapat bekerja. Tehnik yang dimaksud adalah berupa adanya ritual

seperti membaca kalimat tobat atau istighfar, syahadat, dan ucapan

bismillahirrahmanirrahim sebagai ucapan pembuka. Menurutnya, tanpa

mengucapkan rangkaian tersebut, rapalan bacaan atau do’a tidak akan

bermakna sehingga tidak akan bisa mempan.

Setelah membaca kalimat tobat, syahadat, dan basmallah, langkah

selanjutnya adalah merapalkan do’a khusus, barulah kemudian ia akan

meniup bagian yang sakit sambil memegangnya dengan ujung ibu jari.

Proses ritual bisa berbeda-beda untuk penyakit yang berbeda.

4.6.1. Tiupan Pencegah Naiknya Darah Putih

Terdapat kepercayaan bahwa setelah melahirkan, jika tidak dirawat

dengan baik, darah putih bisa naik dan menyebabkan ibu menjadi gila. Salah

satu metode perawatan yang diungkapkan pada bab sebelumnya adalah

melalui prosesi mandi air rebusan 7 daun yang sudah ditiup-tiup dan juga

melalui prosesi dipupu.Namun, apabila sudah terlihat gejala naiknya darah

putih, maka ibu akan ditiup-tiupsebagai alternatif penyembuhan.

Page 117: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

99

Naiknya darah putih menurut Pak Ks dapat dilihat melalui dua

tanda, yaitu yang pertama merasa kesakitan apabila ditusuk dengan jari

di bagian kaki yang menandakan bahwa darah putih masih di bawah, dan

penglihatan mulai kabur yang menandakan bahwa darah putih sudah naik

hingga ke atas. Menurutnya lagi, darah putih ibu rawan naik ke atas pada

saat melahirkan anak nomor genap, semisal anak ke-2, ke-4 atau ke-6.

Bacaan yang dibacakan untuk mencegah maupun menyembuhkan

naiknya darah putih ini adalah sebagai berikut: “Waji suak wati waddi

ruallah muammad diha sula asual Allah luro alana.” Bacaan tersebut

dibaca setelah membaca kalimat tobat, syahadat dan basmallah.

4.6.2. Tiup untuk Bayi ‘Kaget’

Salah satu penyakit yang sering diderita oleh bayi adalah bayi

‘kaget’.Penyebabnya bisa bermacam-macam, seperti karena bunyi-

bunyian yang terlalu keras, gerakan mendadak, dan lain sebagainya. Ciri -

ciri bayi yang mengalami ‘kaget’ adalah ubun-ubun bayi agak masuk ke

dalam, sehingga terbentuk semacam cekungan di ubun-ubunnya. Dengan

adanya semacam cekungan tersebut, dipercaya bahwa ubun-ubun bayi

tersebut menghilang atau pergi, yang menandakan bahwa rohnya sedang

berjalan-jalan meninggalkan jasadnya.

Apabila terdapat bayi dengan gejala ini, maka ubun-ubun bayi

harus dipanggil ulang dengan diadakan penyembuhan melalui tiupan.

Semakin cepat bayi diobati dengan ditiup, maka akan semakin cepat pula

penyembuhannya karena masih mudah untuk dipanggil ulang, dan

apabila setelah sekian lama baru dibawa ke Sando, maka akan semakin

susah pula untuk dipanggil sehingga penyembuhannya semakin lama.

Bahkan, apabila dibiarkan, dipercaya anak atau bayi bisa meninggal

karenanya.

Hal ini dianggap sama dengan meninggalnya orang yang sedang

tertidur tanpa penyakit. Dipercaya bahwa orang yang tertidur tanpa

penyakit disebabkan oleh rohnya keluar dari tubuh dan sudah terlanjur

jauh sehingga tidak bisa pulang. Ubun-ubun dari orang dewasa yang

mengalami ini menurut Pak Ks juga sama cekungnya dengan bayi, namun

tidak terlihat karena sudah dewasa.

Page 118: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

100

4.6.3. Tiup untuk Panas atau Demam

Salah satu pengamatan pengobatan pada anak-anak yang diperoleh

pada saat observasi adalah pengobatan penyakit panas. Proses peniupan

dilakukan melalui dua tahap, yaitu meniup sembari memegang bagian dahi

anak dengan ujung ibu jari, dan juga peniupan pada media air untuk

kemudian diminumkan kepada anak yang sakit.

Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan tim terhadap pengobatan

oleh Pak Ks terhadap Rr. Pada malam hari tanggal 22 Mei 2014, setelah

maghrib, Pak Kd menjemput Pak Ks untuk dimintai tolong mengobati

anaknya. Anaknya yang bernama Rr memang sedari pagi sudah tidak enak

badan, suhu tubuhnya tinggi. Sebelum memanggil Pak Ks, anak kedua Pak Kd

sempat dimintai tolong untuk meminta obat kepada bidan desa berupa obat

penurun panas, namun sakit Rr belum sembuh juga sehingga pada malam

harinya dipanggillah Pak Ks.

Pak Ks kemudian mencoba mengobati Rr. Ibu dari Rr diminta duduk

memangku Rr di depan Pak Ks. Pak Ks memulai melakukan pengobatan

dengan cara mendekatkan jemari tangan kanannya pada dahi Rr, namun

tidak menyentuh, dan dengan posisi seperti akan mengambil sesuatu. Pak Ks

kemudian membacakan do’a tertentu, setelahnya menarik tangannya dan

melakukan gerakan membuang, begitu seterusnya selama kurang lebih 3 kali

gerakan. Barulah kemudian Pak Ks mendekatkan kepala ke bagian ubun-

ubun Rr, dengan posisi tangan kanan menggenggam di atas ubun-ubun

tersebut, kemudian meniupnya secara pelan-pelan.

Gambar 4.7 Pengobatan tiup-tiup oleh Pak Ks pada balita Sumber: dokumentasi peneliti

Page 119: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

101

Selain ritual itu masih ada satu ritual lagi, yaitu tiup-tiup pada media

air. Setelah diambilkan air putih matang sebanyak satu gelas, air tersebut

diletakkan di lantai, kemudian Pak Ks membacakan do’a yang kemudian

ditiupkan secara perlahan pada air dalam gelas tersebut. Namun jarak

peniupan cukup jauh, tidak kontak langsung dengan Pak Ks dari dekat.

Setelahnya, air diminumkan kepada Rr sedikit. Tidak perlu langsung habis

secara sekaligus, namun bisa diminumkan lagi pada waktu yang lain. Setelah

itu, pengobatan ini dianggap selesai, dan akan dilakukan lagi apabila sakit

anak tersebut belum sembuh juga.

Gambar 4.8. Pak Ks sedang ‘meniup’ obat berupa air putih Sumber: dokumentasi peneliti

Selain itu, pengobatan terhadap demam atau panas ini dilakukan

pula pada saat Pak Ks dipanggil kembali oleh Pak Kd untuk mengobati Rr

yang panasnya belum kunjung sembuh juga. Namun, selain mengobati Rr,

Pak Ks juga dimintai tolong untuk mengobati Rt, anak kedua Pak Kd yang

pada saat itu sakit demam. Sakit demam Rt dialami hanya pada malam hari

saja, sedangkan pada pagi atau siang hari suhunya turun atau normal

kembali.

Pengobatan dilakukan dengan pertama-tama Rt diminta untuk

duduk di depan Pak Ks. Selanjutnya seperti pengobatan yang sebelumnya,

Pak Ks mendekatkan tangan kanannya pada Rt dengan posisi jemari seperti

akan mengambil sesuatu. Pak Ks kemudian membacakan do’a tertentu, dan

setelah selesai Pak Ks menghembuskan nafas seperti gerakan meniup ke

Page 120: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

102

arah Rt sembari menarik tangannya dan melakukan gerakan seperti

membuang. Gerakan itu dilakukan berulang sebanyak 3 kali. Setelahnya,

berbeda dengan pengobatan untuk Rr, tidak ada obat berupa minuman yang

ditiup ataupun obat lainnya yang diberikan kepada Rt.

Gambar 4.9. Pengobatan tiup-tiup anak usia 10 tahun Sumber: dokumentasi peneliti

4.6.4. Tiup untuk Sarampah

Sarampah adalah sebutan untuk penyakit cacar, namun tidak ada

spesifikasi untuk cacar jenis apa. Penyakit ini merupakan jenis yang paling

sering menjangkiti anak-anak dan cepat penularannya. Bahkan, berdasarkan

informasi Pak Ks, pada tahun 2014 lalu banyak sekali anak-anak yang terkena

sarampah. Sedangkan menurut informasi dari beberapa informan lain, salah

satunya adalah Pak Rn, seorang tenaga perawat yang bertugas di Sambujan,

di Sambujan Pulau ini bahkan sempat terjadi kejadian luar biasa (KLB)

campak.

Menurut Pak Ks, penyakit ini menyerang pada musim tertentu, yaitu

pada musim barat di bulan Desember. Jika jenis penyakit ini yang datang

menyerang, cara pengobatan dilakukan dengan memberikan tiupan pada air

kelapa muda. Bacaan yang dibacakan bersumber dari buku kumpulan

‘bacaan’ saat tiup-tiup, yaitu sebagai berikut: “..Waddi-waddi maanikam

sitaallah wapaallah Allahuakbar.”

Selanjutnya, air kelapa muda tersebut diberikan sebanyak setengah

gelas pada orang yang sakit karena dipercaya mampu membuang bisa dari

Page 121: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

103

penyakit cacar sehingga akan cepat sembuh. Meskipun demikian, apabila

tidak ada air kelapa muda, media air putih biasa pun menurutnya dapat pula

digunakan. Proses pengobatan dengan ditiup ini kemudian dilakukan hingga

yang terjangkit sembuh.

Salah satu kasus sarampah yang ditangani oleh Pak Ks dan sempat

diamati oleh tim adalah sarampah yang dialami oleh Rr, anak dari Pak Kd.

Diketahui bahwa setelah 2 hari dari pengobatan Rr, panasnya tidak juga

turun dan bahkan muncul bercak-bercak merah pada bagian leher Rr dan

juga ditangannya. Oleh Pak Ks, diketahui bahwa Rr terkena sarampah atau

cacar, namun jenis cacar yang dialami oleh Rr bukanlah jenis cacar yang

mematikan.

Cara pengobatan yang diberikan oleh Pak Ks tidak jauh berbeda

dengan pengobatan pertama, yakni dengan membaca do’a sembari

mendekatkan tangan kanannya dengan posisi seperti hendak mengambil

sesuatu. Setelah membaca do’a kemudian Pak Ks menarik tangannya lalu

melakukan gerakan seperti membuang sesuatu. Gerakan dan bacaan

tersebut kemudian diulang lagi hingga tiga kali. Barulah setelahnya Pak Ks

membacakan do’a lewat media air, yang mana air tersebut diminumkan

kepada Rr.

Gambar 4.10. Pengobatan Sarampah dengan tiup-tiup

Sumber: dokumentasi peneliti

Page 122: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

104

Informasi lain menyebutkan bahwa pada jaman dahulu, pengobatan

sarampah dilakukan dengan cara yang sama oleh dukun yang berbeda, yaitu

melalui air kelapa muda yang sudah diberikan tiupan. Melalui pengobatan

ini, cacar yang bercak merahnya sudah masuk ke dalam tubuh sehingga

membahayakanpun bisa timbul kembali untuk diobati. Begitu pula dengan

cacar yang besarnya sebesar jagung dan berisi nanah, atau disebut juga

sebagai puru api oleh masyarakat setempat. Sedangkan menurut informan

lain, Pak St, cara lain yang digunakan untuk mengobati penyakit ini pada

jaman dahulu adalah dengan cara membalut tubuh dengan sagu.

4.6.5. Tiup untuk Mata Tinggi

Jenis penyakit yang juga sering menyerang bayi adalah mata tinggi

atau biasa dikenal sebagai step di daerah lain. Jika terserang mata tinggi ini,

bayi akan mengalami kejang-kejang, panas tinggi, dan mata membelalak ke

atas. Sebagai pencegahnya, dipercaya bahwa bayi yang diminumi air kopi

dapat terhindar dari mata tinggi. Sedangkan salah satu penyebabnya,

dipercaya bahwa ikan cakalang yang dimakan ibulah yang membuat bayi

terkena mata tinggi, sehingga ibu dilarang untuk memakan ikan cakalang.

Namun, apabila sudah terlanjur terkena mata tinggi, Pak Ks juga

memiliki bacaan penawarnya, yaitu sebagai berikut: “..Raja bumbung sitti

bumbung.” Setelah membaca kalimat tobat, istighfar dan basmallah,

ditiuplah air yang sudah disediakan sebagai media, kemudian air diusap di

mata bayi.

4.6.6. Tiup untuk Batuk anak-anak

Apabila anak mengalami batuk secara terus-menerus, bacaan yang

dibacakan oleh Pak Ks bersumber dari buku kumpulan ‘bacaan’ miliknya

adalah sebagai berikut: “...Raja nunu batuk nunu ikuita bisa radidi anak-

anakmu.” Menurut Pak Ks, dengan membacakan bacaan ini, batuk yang bisa

bertahan hingga 100 hari bila tidak diobati akan reda hanya dalam waktu 2

hingga 10 hari.

4.6.7. Sakit Pusat Anak-anak

Apabila anak mengalami sakit pada tali pusatnya, bacaan yang

dibacakan oleh Pak Ks bersumber dari buku kumpulan ‘bacaan’ miliknya

Page 123: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

105

adalah sebagai berikut: “...Tali Allah tali Muhammad, Tali Allah bura Allah”.

Bacaan tersebut dibaca setelah membaca kalimat tobat, syahadat dan

basmallah, kemudian ditiup ke pusat anak-anak yang sakit.

4.6.8. Tiup untuk Pneumonia

Salah satu praktek tiup-tiup yang sempat diamati oleh tim adalah

tiup-tiup untuk pengobatan bayi bernama Rk, seorang bayi berusia 7 bulan

yang diasuh oleh pasangan Ibu Mr dan Bapak Cnd. Bayi tersebut merupakan

satu-satunya bayi yang terdeteksi memiliki gejala pneumonia pada saat

posyandu. Berdasarkan informasi yang diperoleh, ia bukan berasal dari

Sambujan Pulau, melainkan dibawa dari Santigi. Sehingga tidak diketahui

penyebab terjadinya pneumonia.

Pada saat diperiksa, cara bernafas Rk sudah terlihat susah dengan

kondisi mulut terbuka atau menggunakan pernafasan mulut, dan dada

masuk ke dalam (seperti berlubang) saat mengambil nafas.Bayi ini kemudian

dibacakan do’a oleh Pak Ks, dan ditiup-tiup pada bagian kepalanya, dan

prosesnya tidak jauh berbeda dengan tiup-tiup pada kasus lain. Pak Ks

sendiri sebelumnya berkata bahwa kondisi anak sudah cukup parah dan

memerlukan pengobatan medis. Bagian yang diperhatikan oleh Pak Ks selain

cara bernafas adalah ubun-ubun. Menurut Pak Ks, ubun-ubun bayi sudah

masuk membentuk cekungan yang cukup dalam. Seperti yang dikatakan oleh

Pak Ks pada saat wawancara, semakin dalam cekungan pada ubun-ubun

bayi, berarti akan semakin susah untuk disembuhkan.

Gambar 4.11 Pengobatan tiup-tiup oleh Pak Ks pada anak usia 7 bulan (Sumber: dokumentasi peneliti)

Page 124: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

106

4.6.9. Tiup untuk Sakit lainnya

Selain itu, ada beberapa penyakit lain yang bisa disembuhkan

apabila diderita anak-anak. Beberapa penyakit lain yang memiliki ‘bacaan’

untuk disembuhkan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tawar sakit perut: “Kabba tali Allah kumbihi kuncilah nuru Nabi bur bura-

bura Allah.”

2. Kudis: “Air babi sitti raani.” Bacaan tersebut ditiupkan pada minyak yang

habis dipakai untuk menggoreng bawang merah dan kunyit.

3. Penahan darah: “Nabi balu alkuraan”. Bacaan tersebut dibacakan untuk

mencegah keluarnya darah secara terus menerus, sehingga berguna

apabila anak terjatuh dan mengeluarkan darah.

4. Sakit pada gusi: Khusus untuk sakit pada gusi ini, tim sempat melakukan

pengamatan pada saat dilakukan pengobatan. Anak perempuan yang

diobati itu adalah Kel, memiliki keluhan sakit pada gusinya. Pada pukul

17.00 WITA, Kel datang menemui Pak Ks untuk berobat. Pak Ks kemudian

mengobati Kel di ruang tengah rumahnya. Kel diminta duduk di

depannya, kemudian Pak Ks membacakan bacaan tertentu kepada Kel

sembari mendekatkan tangan kanannya ke bagian kepala Kel, namun

tidak sampai menyentuhnya.

Setelah selesai membaca terlihat Pak Ks meniup dari jauh Kel,

dengan gerakan hanya seperti membuang nafas dari mulut saja. Lalu

beberapa kali terlihat tangan Pak Ks ditarik, kemudian melakukan gerakan

membuang lalu didekatkan lagi dan mengucapkan kembali bacaan yang

sama. Hanya saja, bacaan tersebut tidak dapat didengar karena Pak Ks hanya

terlihat seperti berbisik. Setelah sebanyak 3 kali melakukan gerakan yang

sama, kemudian pengobatan dinyatakan telah selesai. Tidak ada air putih

atau media apapun selain cara tersebut. Menurut Kel sendiri, sakit pada

gusinya sudah mulai membaik setelah ditiup sehari sebelumnya.

Page 125: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

107

Gambar 4.12 Pengobatan tiup-tiup oleh Pak Ks pada anak usia 12 tahun Sumber: dokumentasi peneliti

4.7. KUNCI KEBERHASILAN TIUP-TIUP

Salah satu kunci keberhasilan dari pengobatan yang dilakukan

oleh Sando menurut Pak Ks adalah satu, yaitu kepercayaan. Pasien yang

datang untuk berobat ke Sando harus percaya terlebih dahulu bahwa

obat yang akan diberikan oleh Sando akan dapat bekerja untuk menjadi

penawar sakitnya. Apabila ada keraguan sedikit saja bahwa obat tersebut

tidak akan mempan, maka obat tersebut akan benar-benar tidak

mempan. Maka, dalam metode penyembuhan tiup-tiup ini, pasien harus

percaya terlebih dahulu. Selain itu, Sando pun juga harus percaya bahwa

ia bisa mengobati penyakit pasien.

Mengenai kepercayaan terhadap tiup-tiup, apabila yang menjadi

pasien adalah orang dewasa atau yang sudah mengerti, maka yang

diwajibkan untuk percaya obat yang didapat bisa menjadi penyembuh

adalah dirinya sendiri. Namun, apabila yang menjadi pasien adalah anak

yang baru lahir, bayi atau anak yang masih belum mengerti, maka ia tidak

diwajibkan untuk percaya. Hal ini dikarenakan anak kecil, terutama bayi

dianggap sebagai ‘anak wali’, yaitu anak yang belum memiliki dosa.

Dengan datangnya orangtua untuk mengobatkan anaknya kepada

Sando¸kemudian menyerahkan proses penyembuhan kepada Sando,

maka di saat itu pulalah Sando sudah seperti orangtua bagi bayi atau

anak tersebut.

Page 126: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

108

4.7.1. Kasus 1: Bayi Ibu Nn

Salah satu kasus yang berisiko dengan adanya pengobatan secara

tiup-tiup ini adalah kasus bayi dari Ibu Nn. Ibu Nn adalah salah seorang ibu

yang persalinan anak keduanya ditolong oleh Sando setempat. Menurut

keterangan Ibu Nn, ia melahirkan dengan pertolongan Sando dikarenakan

pada saat akan melahirkan bidan desa sedang tidak ada di tempat, sehingga

daripada tidak ada yang membantu persalinan, keluarga pada akhirnya

memanggilkan Sando tersebut. Meskipun sebenarnya pada saat akan

meninggalkan desa, bidan desa sempat berpesan untuk menghubunginya

melalui telepon genggamapabila ibu Nn akan melahirkan dan bidan desa

bersedia kembali ke pulau kapan saja.

Pada akhirnya, ibu dan bayi dapat melalui proses persalinan tersebut

dengan selamat. Namun, permasalahan terjadi pada keesokan harinya. Bayi

Ibu Nn tampak baik-baik saja, bahkan tidak menangis rewel, sehingga tidak

ada yang curiga bahwa terjadi sesuatu yang beresiko pada bayi tersebut.

Pada saat bayi akan diganti bajunya oleh Ibu Nn sendiri, Ibu Nn terkejut

karena melihat gurita bayinya sudah berlumuran darah. Ternyata, tali pusat

bayi tersebutlah yang menjadi pusat keluarnya darah. Ia tidak tahu sejak

kapan tali pusat tersebut berdarah, namun jika dilihat dari banyaknya darah

yang membasahi gurita, kemungkinan darah tersebut sudah keluar sejak

semalaman.

Darah yang keluar tersebut memancar lewat dua jalur, satu jalur

pada sebuah lubang yang seperti bekas bentuk kuku, dan satunya lewat

ujung tali pusat. Menurut keterangan Ibu Nn, cara mengikat tali pusat

tersebut adalah menggunakan sebuah benang. Tali pusat dipotong melebihi

panjang telunjuk dan kemudian diikat sebanyak tiga kali. Menurut

keterangan bidan desa yang kemudian datang melihat, cara mengikat tali

pusat dari Sando tersebut memang tidak kuat.

Setelah mengetahui tali pusat bayi berdarah, pihak keluarga

kemudian memanggil kembali Sando. Sando kemudian berusaha menangani

bayi, hanya saja darah masih terus memancar keluar. Beberapa Sando,

termasuk suami dari Sando pun datang bergantian untuk diminta

memberikan tiupan pada tali pusat bayi. Namun, usaha tersebut tak kunjung

berhasil pula.

Page 127: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

109

Ibu Nn tidak mengetahui secara pasti jumlah dan siapa saja yang

datang untuk memberikan tiupan serta berapa lama proses tersebut

dilakukan karena selain ada banyak orang berdatangan, ia pun sibuk

mengganti sarung penahan darah bayinya. Hanya saja, menurut

keterangannya, proses itu cukup lama terjadi sampai kemudian ada saudara

yang datang dan berinisiatif untuk membawa anaknya ke rumah sakit serta

ia pun sudah menyiapkan ketinting untuk pergi ke kota. Pada saat itulah

akhirnya bayi Ibu Nn dibawa ke rumah sakit. Tali pusat bayi dari Ibu Nn

masih memancarkan darah pada saat perjalanan, padahal waktu tempuh ke

kota bisa sampai 1 jam lebih tergantung kondisi ombak dan kecepatan

mesin. Kondisi bayi dari Ibu Nn sudah terlihat lemas saat di perjalanan

tersebut.

Untungnya, bayi masih belum terlambat di tangani oleh medis.

Sesampainya di rumah sakit, tali pusat bayi dibuka dan diganti dengan

menggunakan jepit sehingga darahnya berhenti. Beberapa hari kemudian,

bayi Ibu Nn sudah terlihat sehat, meskipun ia baru bisa keluar sepuluh hari

kemudian dikarenakan permasalahan administrasi.

Kasus bayi dari Ibu Nn ini menunjukkan bahwa ada kalanya

meskipun pengobatan secara tiup-tiup dianggap bisa menyembuhkan,

namun penanganan secara medis pun harus tidak boleh kalah diberikan.

Penanganan oleh medis yang terlambat diberikan untuk kasus bayi ibu Nn ini

beresiko menimbulkan kematian kepada bayi. Oleh karenanya, penting pula

untuk mengenali gejala sakit dan membedakan antara sakit mana yang harus

mendapat penanganan medis secara cepat, dan mana yang bisa ditunda.

4.7.2. Kasus 2: Kematian Anak di Desa Sebelah

Kasus lain yang berisiko, bahkan berakhir pada kematian adalah

kasus pada Cp, seorang anak berusia sekitar 10 tahun di Desa Labuan Lobo.

Tim memang sempat sengaja keluar dari Desa Sambujan untuk mencari

informasi dan membandingkan tradisi melahirkan dan pengobatan di desa

tersebut selama dua hari satu malam. Pada saat itulah, secara tidak sengaja

ada kasus kematian anak yang sakit tanpa sempat mendapatkan

penanganan medis.

Nenek Jr dan Kakek Nr memang dikenal sebagai sepasang suami istri

yang bisa memberikan pertolongan persalinan dan pengobatan tiup-tiup di

Page 128: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

110

Desa Labuan Lobo. Pasien tiup-tiup terkadang ada yang di bawa kerumah

Kakek dan Nenek untuk diobati, namun adapula yang diobati di rumah

mereka sendiri. Pada saat menginap, tim sempat mengamati kegiatan

pengobatan tiup-tiup pada seorang bayi di rumah Kakek dan Nenek pada

pagi hari. Pada saat melakukan tiup-tiup pada seorang bayi itulah kemudian

datang seorang warga yang memberikan kabar bahwa anak yang kemarin

ditangani oleh Kakek Nr barus saja meninggal.

Menurut informasi dari Kakek Nr sehari sebelumnya, anak kecil yang

bernama Cp tersebut sedang sakit bengkak-bengkak pada badannya dan

sedang mengalami panas tinggi. Kakek Nr sempat dipanggil hingga sebanyak

tiga kali, namun pada saat Kakek datang, gejala sakit Cp menghilang dan ia

terlihat baik-baik saja, bisa makan, duduk seperti biasa dan lain sebagainya.

Namun, ketika ditinggal oleh Kakek Nr, sakit Cp kambuh lagi.

Hal ini menyebabkan Kakek Nr tidak bisa mengetahui jenis penyakit

Cp. Oleh karenanya, ia sempat ‘melepas’ Cp untuk ditangani oleh Sando lain

yang berasal dari Tampo, dan dukun tersebut tak lain adalah pamannya

sendiri. Paman dari Kakek Nr sudah datang dan memberikan obat berupa

kuning mentah yang sudah ditiup-tiup agar kemudian digunakan dengan

cara diparut lalu dioles pada Cp. Namun, ternyata kuning mentah itu tidak

digunakan dan pihak keluarga masih memanggil kembali Kakek Nr sehari

sebelumnya. Hal yang sama pun terjadi, penyakit Cp tetap tidak mau

‘menunjukkan dirinya’ kepada Kakek Nr. Dan pagi itu, pihak keluarga kembali

datang untuk memanggil Kakek Nr, serta memanggil paman Kakek Nr,

namun sayangnya, sebelum kedua Sando tersebut datang, Cp sudah

menghembuskan nafas terakhirnya sekitar pukul 06.30 WITA. Menurut

Kakek Nr, pihak keluarga juga sudah sempat diminta untuk membawa Cp ke

fasilitas kesehatan, namun ternyata Cp tidak juga dibawa ke fasilitas

kesehatan dan terus memanggil Kakek Nr untuk mengobatinya.

Page 129: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

111

Gambar 4.13 Salah seorang warga melihat jenazah Cp

Sumber: dokumentasi peneliti

Pada kasus ini terlihat bahwa kerjasama antara Sando, tenaga

kesehatan dan keluarga anak yang sakit penting adanya. Berdasarkan hasil

percakapan terhadap pasangan Sando dan Sando tersebut, terlihat bahwa

keduanya bersifat terbuka terhadap pengobatan secara medis. Sando

memiliki ranah pengobatan tersendiri yang mana ranah pengobatan

tersebut merupakan ranah yang penyakitnya tidak bisa diobati secara medis,

seperti misalnya karena keteguran atau karena sakit yang ‘didatangkan’.

Keterbukaan pihak keluarga juga memiliki pengaruh dalam proses

pengobatan anak. Apabila keluarga dapat diajak bekerja sama dan bersifat

terbuka untuk bersedia mengobati anak baik secara tiup-tiup ataupun medis,

maka kejadian seperti ini kemungkinan besar dapat diminimalkan.

4.8. PERAN SANDO DALAM TRADISI LAINYA

4.8.1. TRADISI SALAMATAN

SALAH SATU RITUAL PENGOBATAN YANG BIASA DILAKUKAN DI DESA

SAMBUJAN ADALAH KEBIASAAN SALAMATAN. KEBIASAAN

SALAMATAN INI MENURUT NENEK MT, SANDO SETEMPAT,

MERUPAKAN ADAT PENGOBATAN YANG BERASAL DARI TOLITOLI,

SEHINGGA YANG BIASA MENGADAKAN ADAT INI ADALAH YANG

MEMILIKI DARAH SUKU TOLITOLI, SEPERTI KELUARGA NENEK MT.

Page 130: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

112

KEBIASAAN SALAMATAN INI BARU AKAN DILAKUKAN APABILA ADA

YANG ‘MEMINTA’ UNTUK DILAKUKAN KEBIASAAN SALAMATAN

TERSEBUT, SEHINGGA WAKTUNYA TIDAK TERTENTU.

Seperti misalnya yang dilakukan untuk mengobati anak Pak St, dan

juga untuk mengobati Pak Sy. Kasus anak Pak St dan kasus Pak Sy adalah dua

kasus berbeda. Pengadaan kebiasaan salamatan untuk anak Pak St,

dilakukan karena menurutnya, anak yang disalamati tersebut sering sakit-

sakitan, sehingga adat ini dilakukan agar anaknya tidak sakit-sakitan lagi.

Sedangkan pengadaan pengobatan untuk Pak Sy dilakukan untuk memenuhi

niatan Pak Sy pada saat sakit.

Gambar 4.14 Ritual pemutaran ayam pada anak orang yang sakit Sumber: dokumentasi peneliti

Pada saat sakit, Pak Sy mengucapkan niatan bahwasanya apabila ia

sembuh, ia akan melakukan salamatan, sehingga dilaksanakanlah ritual ini untuk

memenuhi niatannya agar penyakit tersebut tidak kembali mengganggunya

maupun keluarganya.Sama seperti ritual sebelumnya, mula-mula ayam dibaca-

bacakan do’a oleh Nenek Mt, kemudian diasap-asapi dengan asap kemenyan.

Selanjutnya, sayap ayam dibuka dan dilewatkan di atas kepala Pak Sy. Selain di

atas kepala Pak Sy, ayam dengan sayap terbuka tersebut juga diputar

dilewatkan di atas kepala kedua anak serta istri dari Pak Sy.

Page 131: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

113

Gambar 4.15 Penyembelihan Ayam untuk Salamatan

Sumber: dokumentasi peneliti

Barulah kemudian ayam akan dibaca-bacakan do’a oleh Kakek Nr

dan disembelih. Ayam yang dipakai adalah ayam khusus, dengan syarat

ayam tersebut belum pernah dipakai untuk ritual lain, dan merupakan ayam

betina apabila dipakai untuk menyelamati perempuan, serta ayam jantan

apabila dipakai untuk menyelamati laki-laki. Menurut Kakek Nr, ayam yang

dipakai ritual seperti ini pada jaman dahulu merupakan ayam hutan, namun

karena ayam hutan pada jaman sekarang susah dicari, maka dipakailah ayam

yang menyerupai ayam hutan, salah satunya adalah ayam yang berwarna

kemerah-merahan tersebut.

Setelah disembelih, ayam tersebut kemudian dimasak oleh Nenek

Mt, dengan syarat, berapapun jumlah ayam yang disembelih, macam

masakan yang dibuat dari ayam ersebut hanya 1, yaitu ayam kuah kuning.

Namun, ketika ditanya alasannya, Nenek Mt hanya berkata bahwa sudah

tradisi dari dulu seperti itu, tidak ada maksud dan alasan tertentu. Saat ayam

dimasak, sembari menunggu matangnya masakan ayam, Nenek Mt mulai

menata makanan lain beserta peralatan makannya.

Page 132: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

114

Gambar 4.16 Peralatan dan makanan-minuman yang disiapkan untuk

selamatan Sumber: dokumentasi peneliti

Jenis makanan yang disediakan antara lain soko dua warna; merah

dan putih, telur dimasak dadar, pisang goreng dan nasi putih biasa. Cara

menata makanan dan alat makan memang tidak boleh sembarangan.

Namun Nenek tidak bisa menyebutkan alasannya, hanya saja menurutnya

tata cara tersebut sudah tradisi sejak jaman dahulu, sehingga ia mengikuti

tata cara tersebut. Langkah pertama adalah dengan mengasapi perlatan

makan dan makanan dengan asap kemenyan sembari dibaca-baca do’a

selamat.

Gambar 4.17 Proses pengasapan alat makan dan makanan dengan asap kemenyan

Sumber: dokumentasi peneliti

Page 133: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

115

Gambar 4.18 Penataan makanan untuk salamatan oleh Sando

Sumber: dokumentasi peneliti

Selanjutnya soko ditata pada piring yang sudah disiapkan, yaitu 3 piring

kecil untuk soko putih, 3 piring kecil untuk soko merah, dan 2 piring besar untuk

masing-masing soko putih dan merah. Soko tersebut ditata dengan bentuk

setengah bola, kemudian pada puncak soko besar diberi 1 butir telur rebus,

sedangkan pada soko kecil diberikan telur dadar, dan terakhir ditaruh ke dalam

2 nampan. Selanjutnya jika masakan ayam kuah kuning sudah matang, masakan

tersebut dituangkan pada 4 buah mangkok yang terbagi pada 2 nampan, dan

diletakkan berselang seling dengan soko.

Setelah selesai menata makanan, kemudian Nenek menaruh masing-

masing dua uang koin pada dua buah gelas yang diletakkan dekat dengan

nampan makanan. Menurut Nenek, uang koin tersebut merupakan koin khusus

yang selalu digunakan pada ritual salamatan seperti ini.

Gambar 4.19. Sando menaruh uang koin pada gelas

Sumber: dokumentasi peneliti

Page 134: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

116

Selanjutnya Nenek menuangkan air putih pada gelas tersebut, serta

pada dua buah mangkok kecil yang disediakan untuk cuci tangan. Sedangkan

untuk fungsinya, Nenek tidak bisa menyebutkan secara spesifik satu persatu,

namun disebutkan bahwa sama seperti dengan rangkaian penataan

makanan dan juga makanan yang disediakan lainnya, fungsi koin dan air

putih tersebut adalah sebagai obat.

Gambar 4.20. Sando menuangkan air putih ke dalam gelas

Sumber: dokumentasi peneliti

Selain itu, terdapat satu nampan lagi yang disiapkan. Nampan

tersebut berisi tiga buah cangkir kopi dan sepiring pisang sepatu yang

digoreng. Cangkir kopi ditata secara khusus, yaitu sebuah cangkir kopi tanpa

gula diapit oleh dua buah cangkir kopi yang diberi gula. Tidak ada alasan

khusus yang dikemukakan oleh Nenek, hal tersebut sudah tradisi dari dahulu,

hanya saja, mungkin satu cangkir kopi tersebut dibuat tanpa gula untuk

berjaga-jaga apabila peminum kopi ada yang tidak menyukai gula.

Setelah makanan dan minuman selesai ditata, Nenek Mt memanggil

Kakek Nr. Kakek Nr kemudian duduk diantara makanan dan membakar

kemenyan, kemudian membacakan do’a. Rangkaian do’a yang dibaca menurut

Kakek adalah do’a selamat, namun macam do’a yang dibacakan oleh Kakek

tidak diketahui karena Kakek membaca tanpa suara. Do’a tersebut kemudian

diaminkan oleh Nenek Mt yang duduk di belakang Kakek Nr.

Page 135: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

117

Gambar 4.21 Pembacaan do’a selamat pada makanan

Sumber: dokumentasi peneliti

Gambar 4.22 Makanan dan minuman yang sudah siap untuk dimakan bersama

Sumber: Dokumentasi Peneliti

Setelah selesai dibacakan do’a, Kakek dan Nenek kemudian

mempersilahkan makanan tersebut untuk dimakan oleh keluarga yang

mengadakan selamatan, yaitu Pak Sy, dan juga kepada orang-orang yang

berada di rumah tersebut. Tidak ada peraturan khusus dalam hal memakan

makanan, semua jenis makanan boleh dimakan, termasuk kopi yang sudah

disiapkan. Hanya saja air putih yang sudah diberi koin di dalamnya

Page 136: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

118

diperuntukkan untuk diminum oleh Pak Sy dan juga Kakek Nr. Sedangkan

untuk ketentuan yang memakan dan meminum hidangan pun tidak ada

syarat tertentu, keluarga yang mengadakan salamatan bisa mengundang

orang banyak jika memang berniat untuk mengadakan untuk orang banyak,

namun juga boleh mengadakan terbatas hanya keluarga saja tanpa

mengundang orang lain.

4.8.2. TRADISI ADAT SOLOK

Sambujan Pulau didiami oleh banyak suku pendatang, dan bahkan

hanya sedikit suku asli Tolitoli-nya. Salah satu suku yang mendiami Sambujan

adalah Suku Solok. Bagi Suku Solok, ada satu lagi adat yang biasa dibuat

apabila ibu mengalami kesulitan saat melahirkan atau apabila anak

mendapatkan penyakit yang tidak kunjung sembuh, yaitu biasa disebut

sebagai adat solok. Adat ini akan dilakukan bagi yang memiliki keturunan

Solok saja. Namun, karena tali pernikahan antar suku bebas dilakukan, pada

akhirnya adat ini akan dilakukan pula oleh anak cucu suku Tolitoli maupun

suku lain yang memiliki darah campuran Solok, meskipun hanya sedikit.

Salah satu keturunan Solok yang memiliki peranan penting di

Sambujan adalah Pak Nw. Menurut Pak Nw, saat ini keturunan Solok yang

mendiami Sambujan ada sekitar 20-an orang. Pak Nw merupakan ketua adat

solok, disebut demikian karena ia memiliki sebuah pedang peninggalan dari

nenek moyang Suku Solok, yang digunakan ketika mengadakan adat Solok.

Sehingga, pada akhirnya ialah yang pada saat ini menjadi pemimpin saat

prosesi adat solok diadakan.

Pak Nw akan mengadakan adat solok apabila ‘diminta’. ‘Diminta’ di

sini maksudnya adalah apabila ada pihak yang memintanya untuk menolong

seseorang saat sakit yang disebabkan oleh ‘diminta untuk melakukan adat’,

yaitu penyakit yang tidak kunjung sembuh apabila diobati dengan medis

saja. Tanda-tanda bahwa suatu penyakit adalah penyakit yang disebabkan

oleh ‘minta adat’ adalah apabila Pak Nw datang memeriksa dan mendo’akan

serta meminta pertolongan Kakek Seribu, si sakit akan segera sembuh.

Permohonan pertolongan kepada Kakek Seribu tersebut dikarenakan Suku

Solok di Sambujan percaya bahwa mereka merupakan keturunan dari Kakek

Seribu, salah satu dari lima bersaudara yang merupakan garis keturunan

pertama suku Solok. Seperti yang dijelaskan oleh Pak Nw, sebagai berikut:

Page 137: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

119

“..ya sakit-sakit kadang-kadang, memang banyak juga gejalanya itu, kalau memang adat. kadang-kadang dia berobat, ke rumah sakit barobat, ndak sembuh juga. kalau anak-anak itu.. dia, bodo', menangis terus, gila. kalau dibawa sudah ke rumah sakit dibelikan obat segala macam carikan dukun ndak mau, kadang-kadang sudah ada itu bahwa jangan-jangan adat yang dia minta to. dia datang sama saya,bilang tolong dulu Pak nw, diliat dulu adek, barangkali adat minta to. Saya minta sama Datuk, kalau memang datuk yang minta tolong sembuhkan saya ini cucu, setelah makannya, kita bakaseh makan to untuk sembuh, kadang juga itu anak nggak dia baku .. lagi langsung.. sehat dia. langsung sehat. ha, sudah..orangtua ya bebikin, diberikan kesehatan sudah dia.”

Apabila anak anak tidak kunjung sembuh setelah diperiksa dan

dido’akan, maka adat ini tidak perlu dilakukan. Seperti yang dijelaskan oleh

Pak Nw, sebagai berikut:

“Setelah sembuh, kadang-kadang juga bahwa mengatakan bahwa tolong Pak dibawa, barang kali ada to, kalo memang saya anukan itu adek tidak mau sembuh, sakit-sakit, jangan bikin, berarti bukan dia to. bukan dia.. kecuali ki..kita minta pertolongan sama saya punya Datuk, dia berikan sembuh, berarti dia. dimintakan pertolongan dulu sama dia, kalau memang kita yang ini anukan cucu ini, tolong berikan kesehatan, sembuhkanlah dia.”

Pengadaan adat solok tidak harus dilakukan setelah sakitnya

sembuh, melainkan boleh pula pada saat anak tersebut masih sakit.

Sebenarnya tidak ada keharusan untuk melakukan adat ini bagi Suku Solok

yang sakit, namun ia menjadi sebuah keharusan untuk diadakan apabila si

sakit atau orangtua si sakit sempat berniat untuk mengadakan adat ini jika

setelah berdo’a si sakit benar-benar sembuh. Jika ia sudah berniat namun

tidak tidak melakukan adat, dikhawatirkan penyakitnya akan datang

kembali.

Pak Nw juga biasa dipanggil untuk menolong saat ada ibu keturunan

Solok yang mengalami kesulitan melahirkan. Menurut Pak Nw, saat ia

dipanggil untuk memeriksa ibu yang mengalami kesulitan saat melahirkan, ia

akan meminta ijin kepada suami ibu tersebut untuk mengusap perut ibu.

Page 138: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

120

Pada saat mengusap perut Ibu itu, Pak Nw akan meminta bantuan kepada

Kakek Seribu. Setelah memohon pertolongan tersebut, menurut Pak Nw,

biasanya ibu hamil yang mengalami kesulitan melahirkan akan menjadi lebih

mudah prosesnya. Jika proses persalinan sudah berhasil, serta ibu dan bayi

tersebut selamat, barulah akan diadakan prosesi adat solo. Hal ini sesuai

dengan penjelasan yang disampaikan oleh Pak Nw, sebagai berikut:

“Biasa kalau saya, kebetulan memang dia itu anu, saya minta permisi sama suami, tolong berikan saya kesempatan untuk sapu perutnya dia to, kan dia kemenakan saya to. Termasuk anak sendiri to, cuma dia kasih saya... a sudah, a dia su.. begitu melahirkan ya sudah, babikin dia. Biasa juga babikin untuk dia, dia kasih juga anaknya, jadi dua dia bikin. Kita buat dua gambar (buaya).”

Adat solok terkadang disebut pula sebagai adat buaya oleh orang

lain. Hal ini dikarenakan nantinya, makanan yang dibuatkan untuk ritual adat

dibentuk menyerupai buaya. Buaya yang digambarkan adalah buaya yang

kakinya berjari lima. Hal ini dikarenakan Suku Solok percaya bahwa mereka

memiliki keturunan kembar buaya. Buaya ada dua jenis, yaitu yang kakinya

berjari lima dan yang berjari empat. Buaya yang kakinya berjari lima

dipercaya sebagai buaya baik, yaitu buaya yang merupakan kembaran

manusia, sehingga ketika bertemu dengan manusia ia tidak akan

memakannya. Bahkan, ia dapat dimintai pertolongan. Seperti yang

dijelaskan oleh Pak Nw, sebagai berikut:

“Kan buaya kan ada dua macam, ada yang 4 jari, ada yang 5 jari. jadi kalau kita itu kalau buaya yang lima jari merajalela kita ndak pernah dia sentuh, kecuali buaya yang 4 jari, itu yang kita khawatirkan. kalau buaya 5 jari ndak takut kita. bisa saja berkawan dengan kita. sebab itu kita punya keturunan, saya punya nenek.”

Makanan yang dibentuk menyerupai buaya tersebut biasa dibuat

oleh istri Pak Nw, atau terkadang juga oleh saudaranya yang datang dari

Tarakan. Makanan ini mulzi disiapkan sehari sebelum adat solok dilakukan,

bahkan seringkali istri Pak Nw tidak tidur semalaman. Hal ini dikarenakan

adat ini harus diadakan pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WITA, sehingga

Page 139: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

121

makanan harus siap kurang lebih pukul 05.00 WITA. Ketentuan pengadaan

adat pun berbeda antara anak-anak dengan orang dewasa, yaitu pada bulan

3,5,7 untuk anak-anak, dan 7,9,11 untuk orang dewasa. Ketentuan ini

merupakan ketentuan yang sudah turun temurun dilakukan, sehingga ia pun

hanya mengikuti ketentuan tersebut. Boleh dilanggar, asalkan dalam

keadaan terdesak, atau salah perhitungan, namun lebih baik jika tidak

dilanggar.

Ukuran buaya yang dibuat tidak ada ketentuan, tergantung pada niat

yang membuat adat. Jika sekaligus untuk acara makan-makan, maka

dibuatlah yang besar. Jika hanya untuk obat, maka walaupun hanya kecil

sekalipun tak apa, asal berbentuk buaya. Aturan lainnya dalam mengadakan

adat ini adalah tidak bisa mengundang orang. Namun, biasanya orang-orang

akan berdatang dengan sendirinya jika sudah mendengar akan diadakannya

adat solok. Mereka turut memakan makanan berbentuk buaya tersebut.

Setelah selesai, sisa-sisa makanan dengan daun sebagai alasnya akan

dihanyutkan ke laut.

Jenis makanan yang harus dibuat antara laki-laki dan perempuan

sama saja, hanya berbeda warna. Ada empat soko yang dibuat berbeda

warna untuk disusun sebagai badan buaya. Yaitu soko hitam untuk bagian

kepala, disusul soko kuning, soko merah, soko putih dan terakhir soko hitam

di bagian ekor untuk laki-laki. Sedangkan untuk perempuan, urutan

warnanya berbeda, yaitu soko kuning untuk kepala, selanjutnya soko hitam,

soko merah, soko putihdan terakhir soko kuning untuk bagian ekornya.

Untuk membentuk sisik buaya dipakailah kue cucur yang jumlahnya puluhan.

Sedangkan untuk kakinya dibuat dari dodor. Dodor adalah makanan yang

dibuat dari beras pulud (ketan) yang dimasak dengan gula merah sehingga

warnanya menjadi merah. Kesemuanya disusun menyerupai buaya di atas

selembar daun pisang. Berikut penjelasan tentang penyusunan makanan

menurut Pak Nw:

“kue cucur yang banyak dibikin, puluhan, dodor. Cucur dibikin dia punya sisik (dibadan atau di atas soko), beras pulud dulu diatur, digambar seperti buaya, baru matanya itu dibuat telur dibikin matanya, kemudian dikasih bunder-bunder 3, dibikin dia punya tungku diatasnya atau di kepala dari dodor. tangan telunjuknya itu dodor juga.”

Page 140: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

122

Selain itu, adapula makanan lain berupa ayam panggang dan daun

sirih. Untuk ayam panggang, ayam yang merupakan ayam khusus, yaitu

ayam berbulu merah. Selain ayam panggang ini, juga terdapat 1 ayam lagi

yang akan dipelihara, dimana kaki ayam tersebut diikat oleh dua buah kain

berwarna merah dan kuning. Tidak ada alasan tertentu mengenai mengapa

penataan dan warna soko-nya harus demikian, hanya saja sama seperti

waktu pelaksanaan, menurut Pak Nw, tatacara tersebut sudah turun

temurun dibuat sedemikian rupa oleh orang terdahulu Suku Solok.

Setelah makanan berbentuk buaya siap, barulah pedang yang

dirawat Pak Nw akan digunakan. Fungsi dari pedang tersebut adalah untuk

memotong makanan yang sudah dibentuk menyerupai buaya setelah diputar

sebanyak 3 kali, kemudian nasi berwarna hitam dengan telurnya akan

diambil dengan ujung pedang. Selanjutnya, makanan yang berada di ujung

pedang akan dimakan oleh orang yang dibikinkan adat. Buaya tidak bisa

dipotong dengan alat lain karena sejak dahulu sudah dilakukan demikian.

Oleh karenanya, setiap ada yang mau mengadakan adat solok ini pasti akan

memanggil Pak Nw.

Fungsi lain dari pedang ini menurut Pak Nw adalah membantu

menghindarkan dari bencana. Salah satunya adalah pada saat terjadi

kebakaran beberapa tahun sebelumnya. Saat terjadi kebakaran, pedang

tersebut berada di dalam rumah. Pak Nw yang tadinya berada di luar rumah

kemudian masuk ke dalam dan mengambil pedang tersebut. Kemudian ia

meminta bantuan kepada Kakek Seribu agar rumahnya tidak ikut terbakar.

Setelah itu, ia seperti mendengar bisikan yang memintanya agar tetap

tinggal di dalam rumah beserta pedangnya, padahal api sudah semakin

mendekat ke rumah tersebut. Pada akhirnya, menurut keterangan Pak Nw,

rumah Pak Nw memang selamat, hanya sedikit saja yang terbakar pada

tepiannya, padahal beberapa rumah di sebelahnya sudah habis dilalap api.

Page 141: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

123

Gambar 4.23 Pedang Peninggalan Nenek Moyang Suku Solok Sumber: dokumentasi peneliti

Pedang ini sebenarnya memiliki dua teman, yaitu sebuah tombak

dan sebuah keris serta ketiganya berjumlah 5 pasang, namun dua senjata

lain beserta 4 pasangan lain ini sudah tidak diketahui keberadaanya. Di

pegangan pedang terdapat dua pita kain berwarna kuning dan merah, dua

pita berwarna sama nantinya akan ditali pada ayam yang disediakan untuk

disembelih pula. Pedang ini pada saat ini disarungkan pada sarung kayu,

sedangkan menurut informasi Pak Nw, dulunya ia disarungkan pada sarung

perak, namun sayangnya sarung tersebut dirampok dan hanya tertinggal

pedangnya saja.

4.9. KERJASAMA SANDO DENGAN TENAGA KESEHATAN

Pola kerjasama antara Sando dan bidan desa di Sambujan terlihat

masih kurang baik dikarenakan Sando belum bermitra dengan bidan. Pola

pemilihan pertolongan persalinan sebagian cenderung lebih memilih Sando

terlebih dahulu ketimbang bidan desa. Sehingga, untuk proses persalinan

dibantu oleh Sando tanpa pengawasan bidan desa, barulah kemudian bidan

desa dipanggil untuk diminta memberikan ‘’suntikan’’. Menurut keterangan

Page 142: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

124

bidan desa, ia sempat mendekati Sando tersebut di awal kedatangannya di

desa agar bisa lebih mudah mengajak Sando untuk bekerja sama, namun

pada kenyataannya, terdapat dua persalinan dari tiga persalinan ibu yang

tidak melibatkan bidan desa selama 2014-2015, atau 1,5 tahun terakhir.

Kerjasama antara Sando ahli tiup-tiup dengan bidan desa di

Sambujan terbilang cukup baik. Hal ini terbukti dengan pemberian saran dari

Sando kepada keluarga orang yang sakit atau orang yang bersangkutan

untuk memeriksakan diri kepada bidan desa apabila tiupan-nya dirasa tidak

mempan. Selain itu, Sando juga tidak membatasi bahwa pemberian obat

harus berasal darinya dan membolehkan pasien untuk mengkonsumsi obat

lain yang berasal dari bidan desa. Dan yang paling penting, sudah ada

pembagian antara mana pengobatan yang bisa sembuh melalui Sando, dan

mana yang ranah tenaga kesehatan.

Kerjasama antara Sando dan bidan desa ini juga terlihat pada saat

proses pengobatan tiup-tiup terhadap Rk, bayi yang terkena pneumonia.

Pada saat pengobatan tersebut, selain Pak Ks juga hadir bidan desa. Darisana

terlihat kerjasama antara bidan desa dan Sando dalam hal advokasi, yaitu

membujuk keluarga bayi untuk segera membawanya periksa ke rumah sakit

atau fasilitas kesehatan yang lebih memadai. Dari perbincangan yang terjadi,

dapat disimpulkan bahwa alasan keluarga tidak membawa bayi ke fasilitas

kesehatan adalah faktor ekonomi. Untuk itu, bidan desa memberikan

alternatif solusi berupa pengurusan jaminan kesehatan dari ibu atau ayah

kandungnya, karena bayi tersebut memang hanya merupakan bayi yang

diasuh oleh Ibu Mr dan Pak Cnd dikarenakan pasangan ini belum mempunyai

anak serta ibu si bayi meninggal saat melahirkan. Dalam perbincangan

tersebut tidak ada paksaan, hanya anjuran saja, sehingga keputusan terakhir

tetap berada pada keluarga bayi. Sayangnya, pada akhirnya, keesokan

harinya bayi tersebut masih dibawa untuk berobat ke Sando lain di Santigi,

tempat asal dari keluarga Ibu Mr, dan semenjak itu pula tim tidak

mengetahui kelanjutan perawatan bayi dikarenakan keluarga tersebut

belum kembali ke Sambujan hingga waktu kepulangan tim sudah tiba.

Seperti yang telah di uraikan pada bab 2 sebelumnya, pengertian

Sando adalah sebutan bagi seseorang yang memiliki kemampuan spiritual

dalam melakukan pengobatan penyakit yang tergolong penyakit magis.

Penyakit magis yang dimaksud dalam buku ini adalah penyakit yang datang

Page 143: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

125

atau muncul akibat gangguan makhluk halus atau roh jahat atau bahkan

karena melanggar sebuah pantangan. Proses sosialisasi untuk menjadi

seorang sando di Desa Sambujan ada beberapa macam, yang pertama

adalah karena keturunan dari seorang sando. Namun ada juga seorang

Sando yang memperoleh ilmunya dengan cara belajar ke orang yang pernah

menjadi seorang Sando walaupun dirinya bukanlah atau bahkan tidak

memiliki ketrunan dari seorang sando. Hal ini berarti setiap orang bisa

menjadi seorang sando dengan belajar kepada seorang sando.

Gambar 4.24 Seorang sando yang sedang mengobati seorang bayi. Sumber : dokumentasi peneliti

Dalam bahasa Tolitoli, istilah Sando memang diperuntukkan baik

bagi bidan kampung maupun dukun kampung. Istilah bidan kampung

diperuntukkan bagi dukun yang menolong persalinan, sedangkan dukun

kampung adalah dukun yang memberikan pengobatan dengan metode tiup-

tiup.

Page 144: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

126

BAB 5

ANALAISIS PERILAKU KESEHATAN MASYARAKAT

TOLITOLI

5.1. PENGARUH TRADISI PENGOBATAN ARAB PADA TIUP-TIUP

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, tampaknya tata cara

pengobatan dengan metode tiup-tiup memiliki kemiripan dengan salah satu

cara pengobatan pada agama Islma, yaitu Thibbun Nabawi atau pengobatan

cara Nabi. Yaitu tata cara pengobatan yang diyakini sebagai kumpulan tata

cara pengobatan yang biasa dilakukan oleh Nabi Muhammad yang

bersumber dari hadits-hadits Nabi. Isinya sendiri merupakan kebiasaan Nabi

dalam mencegah penyakit, mengobati rasa sakit, dan menjaga kesehatan

secara umum, atau, intinya adalah tentang anjuran hidup sehat serta

berobat ketika sakit (Soenarwo, 2009).

Untuk cara pengobatan ala Thibbun Nabawi sendiri, metode

pengobatannya ada banyak, seperti misalnya melalui terapi hijamah atau

bekam, ruqyah, penggunaan madu, jintan hitam, minyak zaitun, kurma,

hingga air zam-zam sebagai obat. Namun, dari kesemua metode tersebut,

terdapat satu unsur yang paling penting dan tidak boleh ketinggalan, yakni

unsur do’a. Do’a merupakan permohonan kepada Tuhan untuk meminta

sesuatu, seperti meminta agar tetap diberi kesehatan dan kesembuhan dari

sakit (Al-Firdaus, 2011). Dalam hal ini, do’a juga dijadikan sekaligus sebagai

obat karena dipercaya dapat menolak, mengatasi, mencegah kedatangan,

menghilangkan dan meringankan penyakit yang sudah menimpa (Al Jauziyah

dalam Al Firdaus, 2011).

Pada unsur inilah terdapat kesamaan antara pengobatan dengan

metode tiup-tiup ala Sando dengan pengobatan ala Sando. Dalam bukunya,

secara lebih lanjut Al Firdaus menuliskan tentang tata cara dan bacaan yang

dibacakan untuk menyembuhkan bermacam-macam penyakit. Tata cara

pengobatan yang ditulis oleh Al-Firdaus dalam bukunya adalah tata cara

pengobatan yang bersumber dari hadits-hadits Nabi, dan cara mengobatinya

bermacam-macam, ada yang mulai membaca dalam hati saja hingga

membaca do’a kemudian ditiupkan pada media air atau bisa juga langsung

Page 145: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

127

pada bagian yang sakit. Hal ini sama dengan metode pengobatan melalui

Sando dengan tiup-tiup. Perbedaannya terbesarnya adalah, bacaan yang

dibaca untuk metode tiup-tiup berbahasa campuran, yaitu ada yang

berbahasa daerah (bahasa Dondo dan Bugis), dan adapula yang berbahasa

Indonesia. Sedangkan bacaan yang dibaca melalui metode pengobatan Nabi

merupakan do’a-do’a yang diucapkan oleh Nabi saat mengobati orang sakit.

Namun, intinya adalah sama, yaitu meminta kesembuhan kepada Tuhan.

Disampaikan oleh Pak Ks sebagai salah seorang Sando di Sambujan, bahwa

sembuh atau tidaknya pasien tergantung kepada Tuhan, sedangkan ia hanya

perantara saja.

Disampaikan kembali oleh Al-Firdaus dalam buku yang ditulisnya,

bahwa antara do’a yang diucap lantaran kebiasaan dengan do’a yang diucap

dengan penuh keyakinan akan memberikan dampak yang berbeda. Do’a

yang diucap dengan penuh keyakinan, kesabaran, dan serta ketulusanlah

yang merupakan do’a sebagai obat, penyembuh bagi penyakit yang diderita

(Al-Firdaus, 2011). Hal ini mirip seperti yang diucap oleh Pak Ks, bahwa inti

atau kunci kesembuhan pada metode pengobatan yang diberikannya adalah

‘yakin’. Unsur keyakinan di sini menjadi salah satu unsur yang paling penting,

baik dari pihak pengobat atau Sando, maupun pihak yang ingin disembuhkan

atau pasien. Keyakinan tersebut ditujukan untuk kesembuhan pasien, bahwa

Tuhan akan benar-benar menyembuhkan penyakitnya, salah satunya

lantaran pengobatan yang dilakukan oleh Sando terhadapnya tersebut.

Penelitian terhadap efek pembacaan do’a saat melakukan

pengobatanpun sudah dilakukan oleh salah seorang pakar kesehatan di

bidang rematik, yaitu Dr. Dhiyak Al-Haj Husen, dimana ia melakukan

penelitian dengan membedakan dampak terapi laser untuk mengobati

rematik antara yang saat dilaser disertai do’a dengan yang tidak. Do’a yang

dibaca adalah salah satu do’a yang dianjurkan oleh Nabi yang kemudian

dibaca sebanyak 7 kali pada setiap titik akupuntur yang dilaser. Hasilnya

adalah terapi laser yang disertai pembacaan do’a memiliki efek yang lebih

cepat dalam kesembuhan pasien-pasiennya, yaitu semenjak pertama kali

terapi dan terus meningkat kesembuhannya bahkan hingga 6 bulan

setelahnya. Sedangkan pasien terapi yang tidak disertai do’a hanya

mengalami perubahan sedikit sekali, bahkan kambuh lagi pada dua bulan

berikutnya (Al-Firdaus, 2011).

Page 146: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

128

Beberapa jenis penyakit yang memiliki kemiripan dalam pengobatan

antara metode tiup-tiup dan yang dianjurkan oleh Nabi dalam buku karya Al-

Firdaus antara adalah sawan atau keteguran, stip atau mata tinggi (akibat

panas terlalu tinggi), dan penyakit kaget. Metode penyembuhannya yaitu

dengan membacakan do’a pada media air sebanyak tujuh kali, kemudian

diusap pada mata anak apabila anak terkena stip atau mata tinggi. Pada cara

pengobatan yang tersebut di atas terlihat bahwa air juga digunakan sebagai

media pengobatan pada jaman Nabi. Begitu pula dengan penggunaan

minyak sebagai media. Hal ini terlihat pada tata cara pengobatan untuk

berbagai penyakit dengan do’a Nurun Nubuwah, yaitu do’a yang dipercaya

dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Do’a ini juga sekaligus dapat

dibacakan pada media air untuk diminumkan kepada ibu yang mengalami

kesulitan saat melahirkan agar bayi cepat lahir setelah meminumnya (Al

Firdaus, 2011). Adanya kemiripan dalam tata cara tersebut nampaknya

menunjukkan bahwa metode pengobatan dengan tiup-tiup ini merupakan

metode pengobatan yang dibawa oleh pengaruh Islam pada saat jaman

dahulu. Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat hampir 100% agama

penduduk Tolitoli adalah Islam.

5.2. PERBANDINGAN DAN KESAMAAN BAURUT PERUT DAN LEOPOLD Tradisi pijat perut ibu hamil disebut juga dengan baurut perut. Di

Sambujan sendiri, ibu hamil biasa meminta baurut kepada Sando. Tradisi

baurut tersebut biasa dilakukan ibu hamil saat usia kandungannya sudah

mencapai 7 bulan ke atas. Seperti yang dijelaskan oleh Ibu As, sebagai

berikut:

“7 bulan, biasa 8 bulan, sampek 9 bulan itu, tapi tidak tiap hari.

Nanti kita, biasa kan kalau kita kerja keras to, agak kesakitan

sudah dirasa itu biasa itu, kesana lagi... kalau sudah 8 bulan.

Dibilang kan o tak anu terjepit di sini, bayi kan, biasa sakit di

sini, biasa dia kaseh anu lagi.. kayak dikaseh baik begitu dia

perutnya (diputar), he-ehm.. dibetulkan itu bayi tempatnya di

dalam kan.”

Jika usia kandungan masih muda, 5 bulan misalnya, Sando tidak mau

memegang (memijat kandungan ibu hamil). Jika baurut dilakukan pada usia

Page 147: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

129

kandungan tersebut, dikhawatirkan bayinya akan mengalami hal-hal yang tidak

diinginkan seperti menjadi cacat. Sedangkan menurut informan lain, jika baurut

dilakukan pada usia muda, janin di dalam kandungan bisa menjadi lembek,

hingga akhirnya menghilang. Baurut dilakukan oleh ibu hamil karena dipercaya

dapat mengembalikan posisi bayi yang melintang, atau tidak pada tempat yang

seharusnya, dan juga agar badan ibu hamil terasa enak kembali.

Biaya baurut perut pada saat ini berkisar antara lima belas ribu rupiah,

berbeda dengan jaman dahulu yang tidak ada bayarannya. Biasanya, dengan

dimintanya seorang bidan kampung untuk mengurut perut ibu hamil, ini

sekaligus berarti bahwa bidan kampung tersebut ‘dipesan’ untuk menjaga ibu

hamil hingga melahirkan. Tak jarang, uang untuk bayaran baurut perut sudah

‘sepaket’ dengan biaya melahirkan, dan dibayarkan setelah ibu selesai

melahirkan. Biaya ini pun sudah termasuk dengan biaya perawatan ibu dan bayi

setelah melahirkan hingga tali pusat bayi lepas. Menurut Nenek Jr, biaya

menolong persalinan berkisar antara 300 hingga 500 ribu rupiah, tergantung

kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Murahnya biaya pertolongan

persalinan ini tak jarang juga menjadi sebab masih dicarinya Sando untuk

menolong persalinan.

Pijat perut pada ibu hamil pada saat ini masih menjadi pro-kontra,

namun demikian pijat ini sudah membudaya pada sebagian besar masyarakat

Indonesia. Pijat ibu hamil sendiri sempat diulas pada salah satu hasil riset

ethnografi kesehatan tahun 2014 lalu, yaitu pada etnik Jawa di Kabupaten

Cirebon, yang mana pijat ibu hamil di daerah tersebut biasa disebut sebagai

“oyog”. Tujuan antara baurut perut dengan oyog pun tak jauh berbeda, yakni

untuk membetulkan posisi bayi yang berada di dalam perut ibu.

Sebagian tenaga kesehatan biasanya tidak menganjurkan ibu hamil

untuk melakukan pijat ini, salah satunya karena adanya rasa takut janin justru

akan terganggu apabila ada gerakan pijat yang salah atau membahayakan.

Namun, pada hasil riset di Kabupaten Cirebon tersebut kemudian terdapat

temuan bahwa gerakan oyog yang dilakukan oleh bidan kampung menyerupai

gerakan Leopolda. Sehingga, meskipun masih membutuhkan penelitian lebih

lanjut, namun inti dari riset tentang oyog adalah bahwa diduga gerakan pada

oyog sebenarnya tidak membahayakan janin. Gerakan Leopold adalah

merupakan gerakan palpasi abdomen yang dapat dilakukan secara keseluruhan

pada bulan-bulan terakhir kehamilan serta selama dan antara kontraksi saat

Page 148: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

130

persalinan oleh tenaga kesehatan seperti bidan atau dokter spesialis (Yuhandini,

dkk, 2014). Sedangkan tujuan dari gerakan Leopold adalah untuk mengetahui

letak dan presentasi janin (Kusmiyati, dkk, 2008). Maka, jika secara gerakan

antara Leopold dengan oyog mirip, namun keduanya berbeda secara tujuan.

Di Sambujan sendiri, pijat perut biasa dilakukan oleh para ibu hamil,

dengan meminta dipijat pada Nenek Mt dan Tante X. Tante X bukanlah

keturunan Tolitoli, melainkan keturunan Bugis. Cara mengurut seperti yang

disampaikan oleh Tante X adalah pertama-tama meminta ibu untuk berbaring

dengan posisi kaki ditekuk ke atas. Bagian perut ibu yang akan diurut kemudian

diolesi minyak kampung (minyak kelapa). Ia kemudian akan melakukan gerakan

mengangkat sedikit bagian perut kanan dan kiri, bergantian.

Selanjutnya akan dibuat gerakan seperti memutar pada perut,

bergantian kiri dan kanan, dan posisi bayi dijaga agar tetap berpelaka

(tengkurap) dengan posisi kepala bayi berada di bagian bawah. Posisi bayi akan

dibenarkan dengan mengangkat sedikit bagian bawah perut tersebut agar

supaya bayi ketika lahir bisa langsung keluar. Kemudian terakhir, gerakan

memutar perut kiri-kanan akan diulang kembali satu kali. Waktu yang

dibutuhkan untuk melakukan baurut perut berkisar antara 10-15 menit saja.

Gambar 5.1.

Perut sebelah kanan dipegang oleh Sanro, kemudian sedikit diangkat ke atas, kemudian lanjut melakukan gerakan yang sama pada perut sebelah kiri. Sekilas, gerakan ini mirip dengan manuver atau gerakan Leopold kedua, yaitu palpasi lateral.

Page 149: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

131

Gambar 5.2.

Gerakan memutar pada bagian perut sebelah kanan, dilanjut

melakukan gerakan perut sebelah kiri. Sekilas, gerakan ini mirip

dengan manuver atau gerakan Leopold pertama, yaitu palpasi

fundus uteri.

Gambar 5.3.

gra

Berbeda dengan oyog, meskipun secara sekilas terdapat gerakan

baurut perut yang mirip dengan manuver atau gerakan Leopold, namun

gerakan tersebut urutannya acak, yaitu gerakan Leopold kedua pada gerakan

Page 150: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

132

baurut perut pertama, gerakan Leopold pertama pada gerakan baurut perut

kedua, dan gerakan Leopold keempat pada gerakan baurut perut ketiga.

Sedangkan gerakan Leopold ketiga tidak ada pada gerakan baurut perut.

Selain urutan yang acak, secara lebih detail pun gerakannya berbeda. Jika

pada gerakan Leopold dilakukan dengan gerakan meraba atau menekan

perut ibu, pada baurut perut terdapat gerakan menaikkan atau mengangkat

perut, serta sedikit memutar perut. Selain itu, tujuan untuk melakukan

masing-masing gerakan antara Leopold dan baurut perut pun jelas berbeda.

Namun demikian, untuk menentukan berbahaya atau tidaknya masing-

masing gerakan pada baurut perut, masih diperlukan penelitian lebih lanjut.

5.3. POTENSI DAN TANTANGAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

Menurut Kalangie (1994), terdapat 4 faktor yang dapat

menyebabkan meningkat atau menurunnya kesehatan individu atau

masyarakat, salah satunya adalah faktor perilaku manusia yang

mempengaruhi situasi kesehatan ibu dan anak di Desa Sambujan, yaitu

dipengaruhi oleh perilaku sadar dan tidak sadar yang membentuk perilaku

menguntungkan, merugikan, potensi dan kendala.

Tabel 5.1. Analisis Kebudayan Tentang Perilaku Kesehatan 2015

Kategori Disadari Tidak Sadari

Menguntungk

an / Potensi

Anak dan Balita

Rutin mengikuti

posyandu.

Sadar akan pentingnya mengikuti posyandu.

Sadar untuk membawa anak periksa ke fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan apabila sakit.

Remaja

Larangan remaja putri keluar malam karena banyak remaja laki-laki yang sering minum-minuman keras.

Larangan sering makan

Anak dan Balita

Peran ibu dalam pola asuh anak dan balita cukup besar.

Ibu:

Kehamilan

Pergeseran pola pemeriksaan kehamilan oleh Sando menjadi oleh bidan desa.

Persalinan

Cukup baiknya trust ibu terhadap yankes desa.

Page 151: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

133

mie instant, dianggap bisa menyebabkan kurus, dan menyebabkan penyakit bahkan meninggal.

Sudah adanya remaja yang ingin melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan belum ingin menikah setelah lulus dari SD.

Ibu:

Hamil

Ibu hamil sadar akan pentingnya tetap beraktivitas pada saat hamil agar persalinan lancar.

Ibu hamil sudah mulai rutin melakukan kunjungan pada tenaga kesehatan.

Sudah adanya pergeseran pola pencarian pertolongan persalinan yang semula oleh Sando saja, menjadi kombinasi Sando dengan Bidan Desa.

Persalinan

Adanya persiapan khusus dari segi finansial untuk biaya persalinan.

Nifas

Adanya tradisi perawatan ibu setelah melahirkan, yaitu mandi dengan air

Page 152: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

134

rebusan 7 daun yang sudah ditiup, dipupu atau diasap, diurut 3 hari berturut-turut dan babedakan goraka (berbedak jahe)

Menyusui

Sebagian ibu menyadari bahwa air susu yang keluar pertama kali dengan warna kekuningan baik untuk bayi.

Ibu mengkonsumsi sayur-sayuran dan kacang-kacangan pada masa menyusui agar ASI banyak.

Anak biasa disusui hingga usia 2 tahun.

Neonatus dan Bayi

Bayi dimandikan ketika matahari sudah terang (bukan pada pagi hari)

Air bekas memandikan bayi harus dibuang segera.

Bayi dipakaikan bedong

Pemberian daun balacai yang sudah diasa-asap di atas tungku dan ditaruh di sekitar pusat bayi, namun tidak boleh terkena pusat bayi saat bayi kembung.

Diadakan upacara meminta keselamatan, yaitu memenek monggulangan (naik

Page 153: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

135

ayun), manao buta (turun tanah), pemberian jimat pada anak untuk mengusir gangguan roh halus, dan bagunting rambut.

Pengobatan tiup-tiup

Merugikan /

Kendala

Anak dan Balita

Frekuensi dan menu makanan mengikuti keinginan anak.

Pola pencarian pengobatan dengan beli obat warung.

Jenis makanan pada anak dan balita sama seperti orang dewasa.

Remaja

Memakai sarung yang diikat dipinggang bila tidak ingin sering mengganti pembalut.

Anggapan bermain bulutangkis atau meloncat dapat memperbesar payudara, sehingga sebagian remaja putri tidak mau bermain bulutangkis.

Remaja putra banyak yang sudah minum minuman keras sejak usia dini.

Pola makan yang kurang bervariasi.

Ibu:

Anak dan Balita

Baru memeriksakan ke fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan bila sakit anak tidak kunjung sembuh.

Remaja

Banyaknya remaja yang berpendidikan hanya sampai sekolah dasar.

Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi disampaikan hanya melalui bangku sekolah, yaitu kelas 6 SD.

Adanya anggapan jodoh bisa datang kapan saja, sehingga diperbolehkan menikah di usia kurang dari 20 tahun.

Ibu: Kehamilan

Kehamilan dianggap biasa oleh masyarakat, akan menjadi lebih diperhatikan apabila ibu sedang sakit saja.

Persalinan

Page 154: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

136

Kehamilan

Beberapa Bumil malas untuk periksa kehamilan, kunjungan K1-K4 tidak sesuai jadwal, bahkan ada yang tidak periksa sama sekali, walaupun sudah tahu.

Menyusui

Sebagian ibu memberikan makanan tambahan berupa bubur sebelum bayi berusia 6 bulan.

Pemberian air kopi pada anak karena dianggap mencegah mata tinggi, termasuk pada saat ASI ibu belum keluar.

Neonatus dan Bayi

Tali pusat bayi diikat dengan menggunakan benang.

Tali pusat bayi dirawat dengan diberi bedak merk Viva agar cepat kering

Persalinan di rumah sendiri, baik dengan bantuan Sando, bidan desa, atau kombinasi keduanya.

Anggapan bahwa bidan hanya dibutuhkan untuk memberikan ‘suntikan’, sehingga seringkali bidan desa dipanggil setelah persalinan selesai.

Adanya kesan tabu untuk memberi tahu orang lain pada saat ibu akan melahirkan karena ibu ingin melahirkan tanpa banyak diketahui orang lain.

Apabila proses persalinan ditangani oleh Sando, saat terjadi kesulitan ibu akan diberikan pengobatan tradisional terlebih dahulu berupa tiup-tiup.

Neonatus dan Bayi

Pola pencarian pengobatan untuk anak adalah terlebih dahulu mengusahakan pengobatan sendiri, baru apabila tidak kunjung sembuh ke pengobatan medis.

Berdasarkan tabel 5.1. dapat disimpulkan bahwa kendala yang

dihadapi salah satunya adalah pola pemeriksaan kesehatan yang cenderung

baru diperiksakan apabila sakitnya tidak kunjung sembuh bagi anak-anak,

bayi dan balita. Begitu pula bagi ibu yang mengalami kelahiran sulit. Metode

Page 155: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

137

pengobatan yang sering dicari terlebih dahulu adalah pengobatan sendiri

baik dengan membeli obat di warung atau dengan pengobatan tradisional

dengan tiup-tiup dari Sando.

Selanjutnya, pemilihan pertolongan persalinan seringkali masih

cenderung memilih kepada Sando. Hal ini salah satunya karena adanya

anggapan bahwa bidan hanya bertugas untuk memberikan suntikan saja.

Beberapa faktor lain juga menjadi penyebab pemilihan pencarian

pertolongan persalinan kepada Sando, seperti adanya fasilitas urut ibu

setelah melahirkan dan paket perawatan ibu dan bayi lainnya.

Di dalam kaidah safe motherhood tercantum bahwa salah satu pilar

safe motherhood adalah persalinan bersih, aman dan ditolong oleh tenaga

kesehatan yang terampil (Prasetyawati, 2012). Sedangkan Ibu hamil

seringkali lebih memilih untuk melahirkan di rumah sendiri daripada di

fasilitas kesehatan. Sehingga lebih berisiko pada kebersihan dan keamanan

persalinan.

Selain itu, pendidikan remaja yang seringkali hanya sampai di bangku

SD menjadi kendala dalam hal pendidikan kesehatan reproduksi. Kemudian

adanya anggapan bahwa jodoh bisa datang kapan saja, berdampak pada

tidak adanya patokan usia untuk menikah, termasuk di usia belasan. Hal ini

menjadi tantangan tersendiri, karena pada akhirnya berdampak pula pada

banyaknya angka pernikahan dini.

Namun demikian, terdapat pula perilaku yang dapat menjadi potensi

untuk meningkatkan kesehatan ibu dan anak seperti yang dijabarkan di

Tabel 4.2, yaitu antara lain adalah besarnya porsi peran ibu terhadap

pengasuhan anak, adanya pergeseran pola pemeriksaan kehamilan kepada

tenaga kesehatan, dan cukup baiknya trust terhadap pelayanan kesehatan.

Besarnya peran ibu terhadap pengasuhan anak berpotensi membawa

pengaruh positif terhadap tumbuh kembang anak. Kontrol tumbuh kembang

anak yang dipegang secara langsung oleh ibu bisa menjadi salah satu sumber

penanaman perilaku kesehatan anak sebagai bekal berperilaku kesehatan di

masa selanjutnya (remaja, dewasa, tua). Sedangkan pergeseran pola

pemeriksaan ibu hamil ke tenaga kesehatan dan cukup tingginya trust

terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak di Poskesdes dapat berpotensi

untuk meningkatkan kunjungan K1-K4 atau pemanfaatan fasilitas kesehatan

tersebut.

Page 156: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

138

Page 157: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

139

BAB 6

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Desa Sambujan, salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ogodeide,

Kabupaten Tolitoli sedikit banyak telah menggambarkan wilayah Sulawesi yang

terdiri dari daratan di pulau utama dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Desa

Sambujan sendiri merupakan sebuah desa yang masyarakatnya terdiri dari

beberapa suku, tidak hanya dari suku Tolitoli saja, melainkan terdapat pula suku

Bajo dan Bugis. Bahkan, bisa dibilang bahwa suku Tolitoli merupakan suku

minoritas di Desa Sambujan.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) untuk beberapa indikator

memang terdapat hambatan. Untuk perilaku mencuci tangan dengan sabun,

kebanyakan hanya dilakukan untuk sebelum makan dan setelah buang air saja.

Sedangkan untuk waktu yang lain seperti sebelum menyusui hanya dilakukan

sebagian saja. Begitupula dengan pemberian ASI Eklusif. Berdasarkan

pengamatan, meskipun anak diberikan ASI hingga umur 2 tahun, namun

kebanyakan sudah diberikan pengganti ASI apabila ASI belum keluar setelah

melahirkan. Salah satu pengganti ASI tersebut adalah air kopi, hal ini juga

dipengaruhi adanya kepercayaan bahwa air kopi dapat mencegah ‘mata tinggi’

pada anak.

Untuk aktivitas fisik, bagi kaum lelaki berdasarkan pengamatan dirasa

sudah cukup dengan adanya pekerjaan berkebun di kebun cengkeh. Sedangkan

bagi para ibu, intensitas aktivitas fisik hanya berkisar pada pekerjaan rumah

tangga saja, sehingga bisa jadi masih kurang. Namun, rutinita aktivitas tersebut

berubah ketika musim panen cengkeh tiba. Sedangkan perilaku tidak merokok

di dalam rumah masih menjadi masalah yang cukup serius mengingat angka

kejadian ISPA yang cukup tinggi, bahkan hampir selalu menempati 10 penyakit

terbanyak.

Perilaku makan buah dan sayur setiap hari juga menjadi masalah,

mengingat dua jenis bahan makanan ini hanya akan datang ketika dibawakan

oleh pedagang sayur dari kota. Padahal, pedagang tersebut tidak datang setiap

hari. Sehingga, seringkali makanan yang dimakan hanya nasi berlauk ikan saja.

Page 158: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

140

Sedangkan perilaku persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan memang sudah

cukup tinggi di Ogodeide, namun bidan kampungpun masih sering digunakan.

Untuk air bersih, sebenarnya sudah cukup bagus karena sumbernya dari

koala. Namun, terkadang saluran tersebut terganggu sehingga warga harus

mengambil ari ke pulau lain terlebih dahulu. Untuk penimbangan bayi dan balita

sudah cukup baik, meskipun terkadang kaderlah yang membawa anak untuk

ditimbang di Posyandu, atau dengan sistem jemput bola.

Untuk penyakit menular, kejadian tertinggi adalah ISPA. Kemungkinan

disebabkan oleh perilaku merokok di dalam rumah yang cukup tinggi,

penggunaan tungku sebagai alat memasak, asap obat nyamuk, serta udara yang

tidak bersih dan cuaca yang berubah-ubah. Namun kasus ISPA tidak sampai

menyebabkan pneumonia, meskipun ada 1 bayi yang terdeteksi pneumonia,

namun ia berasal dari desa lain. Sedangkan untuk tuberkulosis, terdapat 1

penderita yang positif terkena TB, dan meninggal pada saat tim berada di

lapangan. Penderita tersebut kemungkinan besar tidak tertolong karena putus

meminum obat, sehingga kuman menjadi resisten. PM terakhir adalah

sarampah atau campak dan puru api atau cacar. Penyakit ini masih sering terjadi

dan datang hampir setiap tahun, terutama di saat musim barat. Untuk

pengobatannya, biasa diobati dengan tiup-tiup terlebih dahulu.

Sedangkan untuk penyakit tidak menular (PTM), terdapat hipotensi

yang angkanya lebih tinggi daripada hipertensi. Hipotensi terutama terjadi pada

saat musim panen cengkeh. Hal ini kemungkinan terjadi karena warga kurang

istirahat, dimana siang hari harus bapetik cengke, dan sore hingga malam

bacudik cengkeh. Terakhir, terdapat 1 orang yang mengalami gangguan jiwa.

Menurut masyarakat, penyebabnya adalah konsumsi minuman keras serta

obat-obatan saat usianya masih muda.

Selanjutnya, sebagian suku Tolitoli di Sambujan masih melaksanakan

beberapa tradisi yang berkaitan dengan kesehatan ibu dan anak. Tradisi

tersebut seperti misalnya tradisi mogellut dan baurut perut bagi ibu hamil,

tradisi perawatan ibu pasca melahirkan seperti mogondo dan baurut, serta

perawatan saat nifas seperti urut, mandi dengan air rebusan 7 daun yang sudah

ditiup, dipupu atau diasap, dan babedakan goraka. Adapun tradisi untuk bayi

dan anak antara lain adalah baurut bayi (pijat bayi), memenek monggulanagan

(naik ayun) ,manao buta (turun tanah), mongulut buok (menggunting rambut), i

kenpi (sunat pada perempuan), dan pemakaian jimat. Selain itu, pada masing-

Page 159: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

141

masing tahapan mulai dari kehamilan hingga melahirka, serta pada perawatan

bayi, masih ada pantangan dan anjuran yang dipegang oleh ibu. Namun

demikian, pelaksanaan tradisi di atas sudah mulai mengalami pergeseran karena

ada pula yang tidak melaksanakana tradisi tersebut. Hal ini salah satunya

dikarenakan faktor ekonomi, sehingga ketika tingkat ekonomi menengah

kebawah terkadang tidak melaksanakan tradisi tersebut lagi, atau hanya

melaksanakan seadanya.

Bagi suku Tolitoli, Sando masih memiliki peranan yang cukup besar

dalam menjaga kesehatan ibu dan anak. Sando sendiri merupakan sebutan bagi

bidan kampung yang menolong persalinan secara tradisional dan dukun

kampung ahli tiup-tiup.Sando yang merupakan bidan kampung memiliki

peranan penting, karena pola pencarian pertolongan pada persalinan di Desa

Sambujan dapat dibagi menjadi 3, yaitu murni dengan bantuan Sando, murni

dengan bantuan bidan, dan kombinasi atau kerjasama antara bidan dengan

Sando.

Persalinan tersebut seringkali masih dilakukan di rumah, baik yang

persalinannya dibantu oleh Sando¸ maupun yang dibantu melalui kerjasama

Sando dengan bidan desa. Alasannya adalah karena meskipun ada Poskesdes di

desa tersebut, namun akan merasa repot apabila ibu yang sudah mau

melahirkan harus berpindah dari rumah ke Poskesdes, dan begitupun

sebaliknya. Selain itu, Sando sudah memiliki tempat tersendiri bagi para ibu

hamil, hal ini dikarenakan ada tradisi saat kehamilan hingga pasca melahirkan

yang tidak bisa diberikan oleh bidan desa. Bahkan, seringkali bidan hanya

dipanggil untuk memberikan ‘suntikan’ saja pada saat persalinan.

Adapun tradisi tersebut adalah tradisi baurut ibu hamil, perawatan ibu

melahirkan dan nifas, serta perawatan bayi, termasuk baurut bayi. Tradisi ini

masih kuat dan masih terus dilakukan pada saat ini. Perawatan Sando dalam

hal-hal tersebut masih banyak dicari oleh ibu pada saat hamil hingga setelah

melahirkan karena dipercaya dapat cepat mengembalikan stamina ibu saat

hamil maupun setelah melahirkan, serta menjaga bayi agar tidak merasa lelah

yang dianggap sebagai penyebab bayi sering menangis.

Sedangkan peran Sando ahli tiup-tiup adalah untuk mengobati penyakit,

terutama yang disebabkan oleh keteguran dan penyakit kiriman. Namun

demikian, seringpula Sando ikut turut mengobati penyakit medis, serta

memberikan pertolongan pertama pada saat ibu mengalami kesulitan dalam

Page 160: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

142

proses persalinan. Sando yang bidan kampung pun seringkali juga memberikan

pertolongan pertama dengan metode tiup-tiup saat ibu mengalami kesulitan

dengan proses persalinannya. Barulah apabila Sando yang bidan desa tidak

mampu menangani, akan dipanggillah Sando ahli tiup-tiup. Terus-menerus

bergantian hingga ditemukan kecocokan. Barulah apabila tetap tidak berhasil,

ibu baru dirujuk ke fasilitas kesehatan. Termasuk untuk pengobatan bayi dan

anak.

Metode pengobatan dengan tiup-tiup masih sering dicari oleh

masyarakat. Hal ini dikarenakan pola pengobatan pertama yang sering

digunakan oleh masyarakat adalah dengan cara mengusahakan pengobatan

sendiri, baik dengan membeli obat di warung, maupun dengan pengobatan

tradisional tiup-tiup Sando. Barulah orang yang sakit akan dibawa ke fasilitas

kesehatan 2 atau bahkan 3 sampai 4 hari kemudian, ketika sakitnya tak kunjung

sembuh. Macam penyakit bayi dan anak yang biasa disembuhkanpun bervariasi,

mulai penyakit yang disebut bayi kaget hingga penyakit seperti sakit perut.

Cara melakukan metode tiup-tiup adalah dengan membacakan do’a

tertentu setelah membaca kalimat syahadat, kalimat tobat, dan basmallah

terlebih dahulu. Barulah setelah itu, Sando akan meniupkan do’a tersebut

dengan cara seperti membuang nafas biasa ke arah bagian yang sakit, atau ke

arah media tertentu seperti air putih. Jika diperlukan, do’a juga bisa ditiup ke

media lain seperti misalnya minyak kampung yang digunakan untuk baurut.

6.2 REKOMENDASI

Kunci keberhasilan pengobatan tradisional dengan metode tiup-tiup

adalah keyakinan. Hal ini memang positif mengingat keyakinan dikatakan

sebagai separuh modal kesembuhan (Soenarwo, 2009). Namun, tampaknya hal

tersebut perlu diimbangi dengan pengobatan medis pula, dikarenan sumber

datangnya penyakit dikenal ada dua, yaitu magis dan medis. Terlambatnya

rujukan ke fasilitas kesehatan atau tenaga kesehatan pada penyakit yang

disebabkan oleh penyebab medis dapat menyebabkan keterlambatan

pengenalan dini terhadap penyebab penyakit. Bahkan, keterlambatan pada

pertolongan secara medis dapat berisiko hingga ke arah kematian.

Sehingga, dalam hal ini dirasa perlu adanya pembagian penyakit antara

yang disebabkan oleh magis dan yang disebabkan oleh medis. Untuk itu,

pembagian ranah pengobatan antara Sando dengan tenaga kesehatan perlu

Page 161: Tiupan Kesembuhan - media.oiipdf.com

143

untuk lebih diperjelas, dimana Sando dan tenaga kesehatan diharapkan untuk

bisa bekerja sama dalam hal pembagian ranah pengobatan, misalnya Sando

lebih berperan pada pengobatan penyakit magis, sedangkan tenaga kesehatan

lebih berperan aktif dalam melaksanakan tugasnya untuk pengobatan penyakit

secara medis.

Selain itu, sebagai tindak lanjut atas adanya bidan kampung non

terlatihyang memberikan pertolongan persalinan kepada ibu melahirkan.

Rasanya perlu dilakukan revitalisasi terhadap program pelatihan bidan kampung

tersebut. Begitupula terhadap pembagian tugas antara bidan desa-bidan

kampung. Hendaknya positioning bidan kampung bukan berada di bawah bidan

desa, melainkan berperan sebagai mitra. Pengawasan terhadap kerjasama

antara bidan desa dan bidan kampung tersebut perlu diperkuat. Apabila

diperlukan, punishment berupa denda, atau hukuman pidana perlu diberikan

terhadap bidan kampung yang tidak bisa diajak kerjasama. Sedangkan bagi

bidan kampung yang mau diajak kerjasama dan kinerjanya baik, dapat diberikan

reward untuk mempertahankan kinerjanya dan bisa menjadi inspirator bagi

bidan yang lainnya.