Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KESEMBUHAN EMOSI: SALAH SATU ASPEK TANGGUNG
JAWAB MANUSIA DALAM PENGUDUSAN PROGRESIF
SKRIPSI
Diajukaa KepadaSekolah Tinggi Teologi Amanat AgungUntuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoieh Gelar Sarjana Teologi (S.Th)
Oleh:
HELENA
1010511025
1997
02S923
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI AMANAT AGUNGJAKARTA
2010
1997 SEKOLAH TINGGITEOLOGI
AMANAT AGUNG
Ketua Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agimg menyatakan bahwa skripsi yangbeijudul:
KESEMBUHAN EMOSI: SALAH SATU ASPEK TANGGUNGJAWAB MANUSIA DALAM PENGUDUSAN PROGRESIF
Dinyatakan lulus setelah diuji oleh Tim Penguji pada tanggal 8 Maret 2010.
Dosen Pembimbing/Penguji
1. Elizabeth Sriwulan, S. Th., M. K
Tanda Tangan
2. Lotnatigor Sihombing, M. Th
3. Rosyeline Tinggi, S. Th., M. A
Jakarta
André
DAFTARISI
UCAPANTERIMAKASm i
DAFTARISI iii
PENDAHULUAN 1
I. Latar Belakang Penulisan 1
IL Pokok Permasalahan 4
III. Tujuan Penulisan 7
rv. Pembatasan Penulisan 7
V. Metodologi Penulisan 8
VI. Sistematika Penulisan 8
BABIKONSEP PENGUDUSAN {SANCTIFICATION) 10
I. Definisî dan Istilah Pengudusan 11
A. Definisi Pengudusan 11
B. Istilah Alkitab untuk Pengudusan 16
II. Peran Allah dan Umat-Nya di dalam Pengudusan 20
A. Peran Allah dalam Pengudusan 20
B. Peran Umat Allah dalam Pengudusan 26
C. Kesimpulan Peran Allah dan Umat-Nya di dalam Pengudusan 32
III. Proses Pengudusan 34
A. Pengudusan Définitif 34
B. Pengudusan Progresif 41
C. Kesimpulan Proses Pengudusan Définitif dan Progresif 49
IV
rv. Sasaran Pengudusan 50
BAB II PEMAHAMAN MENGENAIKESEMBUHAN EMOSI 55
I. Pengantar kepada Konsep Kesembuhan Emosi 55
A. Pengertian Emosi 55
B. Pengertian dan Pandangan Umum Mengenai Masalah Emosional 59
1. Pengertian Masalah Emosional 59
2. Pandangan Umum Mengenai Masalah Emosional 63
C. Penyebab Masalah Emosional 65
D. Akibat dari Masalah Emosional 72
II. Konsep Kesembuhan Emosi 78
A. Pengertian Kesembuhan Emosi 78
B. Pandangan Mengenai Kesembuhan Emosi 79
C. Sarana Kesembuhan Emosi 88
BAB IIIPENTINGNYA KESEMBUHAN EMOSI SEBAGAI SALAH SATU
ASPEK TANGGUNG JAWAB MANUSIA DALAM PENGUDUSAN
PROGRESIF 94
1. Sarana dan Hambatan-hambatan di dalam Pengudusan Progresif 94
A. Sarana Pengudusan Progresif 95
B. Hambatan-hambatan terhadap Pengudusan Progresif 99
IL Tanggung Jawab Manusia dalam Kesembuhan Emosi dan Pengaruhnya
terhadap Pengudusan Progresif 107
A. Tanggung Jawab Manusia Terhadap Hambatan Pengudusan Progresif:
Membereskan Masalah Emosional 110
B. Pengaruh Kesembuhan Emosi Terhadap Pengudusan Progresif 113
1. Orang Kristen Semakin Sadar untuk Mematikan Manusia Lama 113
2. Orang Kristen Semakin Bettumbuh ke arah Manusia Baru 117
C. Kesimpulan 124
PENUTUP 127
DAFTAR PUSTAKA 133
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang Penulisan
Pengudusan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan orang
Kristen selama di dunia ini. Seorang bishop gereja Anglikan pertama di Liverpool
yang bemama J. C. Ryle, mengakui bahwa pengudusan merupakan sebuah subjek
pembahasan yang penting.* Allah telah memanggil setiap orang Kristen untuk hidup
kudus. Panggilan untuk hidup kudus didasarkan atas kenyataan bahwa Allah sendiri
kudus.^ Allah yang kudus menghendaki umat-Nya yang diciptakan menunit gambar-
Nya, hidup dalam kekudusan.^
John Murray seorang teolog Calvinis menjelaskan bahwa kemerdekaan dari
kuasa dosa yang dijamin oleh kesatuan dengan Kristus, dan kemerdekaan dari
perusakan dosa yang dijamin dengan kelahiran baru, tidak meniadakan semua dosa
dari hati dan kehidupan orang-orang percaya.'* Tikijo Hardjowono dalam jumal
Veritas, menjelaskan bahwa orang percaya yang sudah dibenarkan secara status tidak
terlepas begitu saja dari kecenderungan untuk berbuat dosa. Masih terdapat
kebiasaan, sifat, dan situasi buruk yang membuat orang-orang percaya masih harus
1. J.C. Ryle D.D, Aspects of Holiness (London: Grâce Pub., 1999), 20.2. Jeny Bridges, Mengejar Kekudusan (Bandung: Pionir Jaya, 2009), 21.3. Anthony A. Hoekema, Diselamatkan oleh Amgerah (Surabaya: Momentum, 2006), 256.
Peijanjian Lama mengemukakan bahwa Allah menyuruh Musa untuk menyampaikan kepada bangsaIsraël, "Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus" (Im. 19:2). Petrus kembalimenggemakan kata-kata Musa dalam suratnya yang pertama, "Hendaklah kamu menjadi kudus didalam selumh hidupmu sama seperti DIa yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis;Kuduslah kamu, sebab Aku kudus" (IPtr. 1:15-16).
4. John Murray, Penggenopan dan Penerapan Penebusan (Surabaya: Momentum, 2003), 177.Murray menguraikan bahwa masih ada dosa yang tinggal (band. Rm. 6:20; 7:14-25; 1 Yoh. 1:8; 2:1).Orang percaya belum sedemikian serupa dengan Kristus di dalam kesucian, ketidakbersalahan,ketidakbercatatan, dan keterpisahan dari orang-orang berdosa.
terus bergumul untuk hidup semakin serupa Kristus. Dalam konteks inîlah semua
«
orang percaya hanis melewati proses pengudusan {sanctification).^
Menurut Murray, pengudusan merupakan bagian penting kaiya keselamatan Allah
dalam aspek penerapan penebusan.® Wayne Grudem dalam bukunya Systematic Theology: An
Introduction to Biblical Doctrine, juga menyetujui bahwa pengudusan adalah bagian
dari aplikasi penebusan yang bekerja secara progresif di sepanjang kehldupan orang-
orang percaya di dunia.' Sedangkan Millard J. Erickson seorang profesor teologi,
menjelaskeui bahwa pengudusan merupakan kelanjutan dari kaiya Allah dalam
kehldupan orang-orang percaya untuk menjadikannya sungguh-sungguh kudus.®
Peran Allah sangat penting dalam proses pengudusan, namun Allah tidak
menghilangkan peran manusia di dalamnya. Menurut Erickson, pengudusan memang
pekeijaan dari Roh Kudus, namun orang-orang percaya tidaklah hanya bersikap pasif.
Orang percaya harus teguh mendorong diri sendiri imtuk bekeija dan bertumbuh.'
Menurut Hoekema pengudusan adalah'"
"Karya yang penuh anugerah dari Roh Kudus, yang melibatkan tanggung jawab klta untukberpartisipasi, yang dengannya Roh Kudus melepaskan kita dari pencemaran dosa,memperbarui natur kita menunit gambar Allah, dan memampukan kita untuk menjalankankehidupan yang diperkenan oieh Allah."
5. Tikijo Hardjowono, "Penyembuhan Luka Batin (Inner Healing): Apakah MerupakanBagian dari Pengudusan Orang Percaya?" dalam Veritas: Jttrnal Teologi dan Pelqyanan Vol 6 No 2(Okt. 2005), 209.
6. Murray, Penggenapan dan Penerapan Penebusan, 177. Murray menjelaskan bahwa didalam penerapan penebusan ada urutan. Urutan tersebut beijalan maju sampai menuju kepadakesempumaan di dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah (Rm. 8:21,30). Pengudusanbukanlah langkah pertama dalam penerapan penebusan. la harus didahului oleh langkah-langkah lainseperti panggilan efektif, regenerasi, pembenaran dan adopsi.
7. Wayne Gradem, Systematic Theology: An Introduction to Biblical Doctrine (Illinois:InterVasity Press, 2007), 746.
8. Millard J. Erickson, Christian Theology: Second Edition (Grand Rapids: Baker Books,1999), 980.
9. Erickson, Christian Theology, 983.10. Hoekema, Diselamatkan oleh Anugerah, 255-256.
Miuray menjelaskan bahwa "karya Allah di dalam kita tidak bisa dihalangi atau
dîhentikan karena kita bekeija, demikian pula pekeqaan kita tidak dapat ditiadakan
karena Allah berkarya."'*
Berbeda dengan pembenaran (justification), Gradem mengatakan bahwa
pengudusan mempakan sesuatu yang tenis berlangsung sepanjang kehidupan
kekristenan seseorang.'^ Walaupun pengudusan mempakan proses seumur hidup,
namun menurut Anthony A. Hoekema seorang profesor teologi sistematika di Calvin
Theological Seminary, pengudusan haruslah dipahanu sebagai bersifat définitif dan
progresif. Pengudusan dalam pengertian définitif berarti karya Roh Kudus yang
dengannya Roh Kudus menyebabkan seseorang mati terhadap dosa, dibangkitkan
bersama Kristus, dan dijadikan ciptaanbam. Sedangkan pengudusan dalam
pengertian progresif adalah karya Roh Kudus yang dengannya Roh Kudus secara
terus-menerus memperbaharui dan mentransformasi seseorang ke dalam kesempaan
dengan Kristus, memampukan seseorang untuk tems bertumbuh di dalam anugerah
dan terus menyempumakan kekudusan seseorang. Setiap orang percaya akan
memperoleh manfaat dari pengudusan définitif atas diri mereka dengan iman. Namun
mereka juga harus terus-menerus aktif di dalam pengudusan progresif mereka, secara
aktif membawa kekudusan menuju sasarannya.'^ Orang percaya memang mempakan
11. Murray, Penggenapan dan Penerapan Penebusan, 187.12. Grudem, Systematic Theology, 746. Grudem memaparkan bahwa perbedaan antara
pembenaran (Jtistification) dengan pengudusan (sanctification) yaitu: pembenaran mempakan légalstanding, sekali untuk semua waktu, dikerjakan oleh Allah sendiri, sempunia dalam kehidupan ini,hasilnya sama dalam semua orang Kristen. Sedangkan pengudusan mempakan kondisi internai,berlangsung terus-menerus sepanjang kehidupan manusia, terdapat keijasama antara Allah danmanusia, tidak sempuma dalam kehidupan di dunia, hasilnya berbeda antara satu dengan yang lain.Penjelasan lebih lanjut mengenai "peran Allah dan umat-Nya dalam pengudusan" akan diuraikan lebihlanjut dalam skripsi ini oleh penulis dalam bab 1.
13. Hoekema, Diselamatkan oleh Anugerah, 278. Penjelasan mengenai pengudusan définitifdan progresif akan dibahas lebih lanjut pada penguraian bab 1.
ciptaan baru, namun setiap orang percaya perlu menjalani suatu proses menjadi
serupa dengan Krîstus. Keserupaan dengan Kristus dalam diri orang percaya tidaklah
teijadi dengan seketîka. Perlu adanya suatu proses untuk menuju kepada keserupaan
dengan rupa Anak Allah yang suci dan kudus. Orang percaya merabutuhkan suatu
proses untuk bergumul melawan setiap yang haï yang tidak sesuai dengan kesucian
Allah.
n. Pokok Permasalahan
Pengudusan progresif merupakan suatu proses yang sangat penting dalam
kehidupan setiap orang Kristen selama di dunia. Namun pada kenyataannya, terdapat
banyak orang Kristen yang tidak bertumbuh dengan maksimal dalam menjalani
proses pengudusan. Tidak sedikit orang Kristen yang seharusnya sudah dewasa
rohani, namun masih seperti bayi-bayi rohani. Tidak sedikit juga orang Kristen yang
seringkali mengalami stagnasi dalam kehidupan kerohaniannya. Peter Scazzero
seorang pemimpin gereja besar di Amerika, mengakui bahwa ada terlalu banyak
orang di dalam gereja yang "mandek" pada tahap ketidakmatangan rohani.*'' Menurut
Scazzero, seseorang mungkin menampilkan diri sebagai orang yang matang secara
rohani, tetapi ada sesuatu yang betul-betul tidak seimbang di dalam kerohaniaimya.*^
Bagi Henry Cloud seorang ahli psikologi klinis, masalah yang dihadapi oleh
orang percaya adalah bagedmana untuk menjadi lebih serupa dengan Kristus atau
14. Peter Scazzero dan Wanen Bird, Gereja yang Sehat Secara Emosional (Batam: GospelPress, 2005), 22-23.
15. Scazzero, Gereja yang Sehat Secara Emosional, 21-22.
bagaimana untuk berupaya untuk hidup lebih "kudus."*^ Orang Kristen sering kali
dituntut imtuk hidup semakin serupa dengan Kristus dengan cara melakukan berbagai
disiplin rohani seperti doa, saat teduh, ibadah, dan kegiatan-kegiatan rohani lainnya.
Scazzero mengungkapkan bahwa banyak orang Kristen telah menerima pelatihan
yang berguna dalam area-area tertentu dalam pemuridan, seperti doa, penyelidikan
Alkitab, ibadah, cara menemukan kanmia-kaninia rohani mereka, atau mempelajari
I *7
cara untuk menjelaskan Injil kepada seseorang. Tentu setiap kegiatan rohani yang
bersifat ekstemal tersebut memang penting untuk dilakukan oleh semua orang
Kristen, namun kegiatan-kegiatan tersebut seharusnya bukanlah hal yang terutama.
Selayaknya aktivitas tersebut merupakan buah yang akan keluar dan terlihat dari
18proses pengudusan internai seseorang.
Hadi P. Sahardjo menyadari bahwa masalah-masalah beban atau tekanan
hidup, pergumulan, stres, depresi, harapan {expectation) memerlukan penanganan
secara khusus, yang "tidak cukup" hanya melalui pelayanan mimbar.'^ Yakub
Susabda juga menyatakan bahwa setiap hamba-hamba Tuhan harus mengakui bahwa
pelayanan mimbamya (khotbah), Pendalaman Alkitab (PA), katekisasi bahkan
seluruh akitivitas gerejanya "tidaklah cukup," karena temyata hampir setiap anggota
16. Henry Cloud, Perubahan-Perubahanyang Menyembuhkan (Changes that Heal):Bagaimana Memahami Masa Lcdu Anda untuk Memasuki Masa Depan yang Ubih Sehat (Malang:SAAT, 2002), 14.
17. Scazzero, Gereja yang Sehat secara Etnosional, 23.18. Lih. Larty Crabb, Dari Dalam ke Luar (Jakarta: Nafiri Gabriel, 1999), 44. Lih juga
Cloud, Peubahan-perubahanyang Mer^embuhan, 13.19. Hadi P. Sahardjo, Konseling Krisis dan Terapi Singkat: Pertolongan di Saat-saat Sulit
(Bandung: Pionir Jaya, 2008), 5.
jemaatnya masih membutuhkan bîmbingan pribadî untuk beitumbuh dî dalam
Tuhan.^®
Everett L. Worthington, Jr., seorang yang banyak mempelajari mengenai
pengampunan mengkategorîkan masalah-masalah tersebut di atas yang timbul dalam
kehidupan orang-orang percaya sebagai "masalah emosional."^' Namun banyak orang
Kristen termasuk pemimpin rohani kurang memperhatîkan masalah emosionai dalam
diri sendiri atau orang lain.^ Menurut David A. Seamands keselamatan tidak secara
langsung memberikan kesehatan emosionai. Pemahaman ini perlu untuk dimengerti
agar dapat memiliki suatu pandangan penting tentang doktrin pengudusan.^
Kedewasaan emosionai seseorang sangat berkaitan dengan kedewasaan
kerohanian seseorang. Kedewasaan secara emosionai dan rohani mempakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan. Tidak dapat dikatakan bahwa seseorang telah dewasa
secara rohani, namun masih "kanak-kanak" secara emosionai. Seseorang yang ingin
meningkatkan kehidupan rohaninya, tidak dapat mengabaikan masalah emosionai
dalam dirinya. Kedewasaan secara emosionai sangat mempengaruhi dan berkaitan
dengan kedewasaan seseorang haï rohani. Larry Crabb memberikan contoh
bahwa segala kepahitan, perasaan bersalah, kekhawatiran, kebencian, amarah,
20. Yakub B. Susabda, Pastoral Konseling: Buku Pegangan untuk Pemimpin Gereja &Konselor Kristen. Pendekatan Konseling didasarkan pada Integrasi antara Psikologi & Teologi. JilidI (Malang: Gandum Mas, 2003), 40.
21. Everett L. Worthington, Jr., Ketika Seorang Berkata: Tolonglah Sqya! (Bandimg:Yayasan Kalam Hidup, 1982), 59. Penjelasan mengenai konsep "masalah emosionai" akan dijelaskanpenulis pada bab dua.
22. Lih. Sca2zero, Gereja yang Sehat Secara Emosionai, 19-20.23. David A. Seamands, Kesembuhan Kasih Karunia (Bandung: Yayasan Kalam Hidup,
1997), 16.
mengasihani diri sendiri, îri hati, dan hawa nafsu akan merusak kehidupan rohani
seseorang.^^
Pemaparan di atas memperlihatkan bahwa masalah emosional sangat
berpengaruh di dalam pengudusan progresif, sehlngga orang percaya harus
bertanggung jawab imtuk mengatasi masalah emosional yang dialami. Dalam skripsi
ini, penulis akan mencoba berusaha menjelaskan tanggung jawab manusia dalam
kesembuhan emosi dan pengaruhnya terhadap pengudusan progresif.
m. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari skripsi ini adalah:
1. Memaparkan konsep pengudusan yang sesuai dengan ajaran Alkitab.
2. Menguraikan pemahaman mengenai kesembuhan emosi dalam diri seseorang.
3. Mencoba menjelaskan tanggung jawab manusia dalam kesembuhan emosi dan
pengaruhnya terhadap pengudusan progresif.
IV. Pembatasan Penulisan
Dalam skripsi ini, penulis akan terlebih dahulu memaparkan pemahaman
tentang pengudusan yang sesuai dengan Alkitab, konsep mengenai kesembuhan
emosi dalam diri seseorang, dan terakhir penulis akan mencoba menjelaskan
tanggung jawab manusia dalam kesembuhan emosi dan pengaruhnya terhadap
pengudusan progresif. Skripsi ini tidak membahas mengenai cara-cara atau metode-
metode kesembuhan emosi secara détail. Penulis juga membatasi pembahasan dengan
24. Lany Crabb, Prinsip Dasar Konseling Alkitabiah: Menjawab Kebutuhan akan KonselingMelalui Gereja Lokal (Jakaita: Pekabaran Injil Immanuel, 1998), 13.
8
hanya memaparkan masalah emosional sebagai salah satu hambatan dari pengudusan
progresif?^
V. Metodologi Penulisan
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah studi literatur, baik melalui
buku, artikel, jumal, kamus teologi, ensikiopedi, maupim informasi intemet. Sumber
literatur tersebut digunakan untuk pemaparan mengenai konsep pengudusan,
pemahaman mengenai kesembuhan emosi, dan tanggung jawab manusia dalam
kesembuhan emosi dan pengaruhnya terhadap pengudusan progresif.
yi. Sistematika Penulisan
Penulis akan memulai skripsi ini dengan pendahuluan dan diakhiri oleh
penutup. Penulis membagi pembahasan skripsi dalam tiga bagian besar. Fada bagian
pertama, penulis akan memberikan gambaran umum atau konsep dasar mengenai
pengudusan {sanctification). Penulis akan membahas mengenai definisi dan istilah
pengudusan, peran Allah dan umat-Nya dalam proses pengudusan, proses
pengudusan yang définitif dan progresif, serta sasaran pengudusan.
Fada bagian Jxdua, penulis akan memaparkan pemahaman mengenai
kesembuhan emosi. Terdapat dua pokok pembahasan dalam bab ini. Fertama, penulis
akan terlebih dahulu membahas beberapa hal sebagai pengantar kepada penjelasan
mengenai konsep kesembuhan emosi. Fenulis akan memulai dengan penjelasan
mengenai pengertian emosi. Fenulis juga akan memaparkan konsep mengenai
25. Penulis percaya bahwa banyak haï yang dapat menjadi hambatan dalam pengudusanprogresif. Namun penulis membatasi pembahasan mengenai hambatan pengudusan progresif hanyapada masalah emosional.
masalah emosional yaitu pengertian dan pandangan umum mengenai masalah
emosional. Setelah itu, penulis akan menyajikan penguraian mengenai penyebab dan
akibat dari masalah emosional. Pada pembahasan kedua, penulis akan memaparkan
konsep mengenai kesembuhan emosi. Bebeiapa hal yang dibahas antara lain adalah
pengertian, pandangan, dan sarana kesembuhan emosi.
Pada bagian ketiga, penulis membahas mengenai pentingnya kesembuhan
emosi sebagai salah satu aspek tanggung jawab manusia dalam pengudusan progresif.
Penulis akan memulai dengan pembahasan mengenai sarana dan hambatan-hambatan
dalam pengudusan progresif dalam diri orang percaya. Setelah itu, penulis akan
memaparkan tanggung jawab manusia dalam mengatasi salah satu hambatan
pengudusan progresif yaitu masalah emosional. Penulis juga akan menjelaskan
pengaruh kesembuhan emosi terhadap pengudusan progresif orang percaya. Terakhir,
penulis akan menutup pembahasan bagian ketiga ini dengan kesimpulan.
PENUTUP
Pengudusan adalah salah satu rangkaian karya keselamatan Allah dalam diri
orang percaya. Pengudusan merupakan karya yang umk dari Allah, karena selain
peran aktif Allah yang mengeijakan pengudusan, manusia juga diajak terlibat dan
bertanggung jawab dalam proses pengudusan yang dijalani. Proses pengudusan yang
dikerjakan oleh Allah bersifat définitif dan progresif. Pengudusan définitif teijadi
sekali untuk selamanya, dimana Allah berkarya sehingga orang percaya mati terhadap
dosa, dibangkitkan bersama Kristus, dan dijadikan sebagai ciptaan baru. Sedangkan
pengudusan progresif merupakan karya Roh Kudus di sepanjang hidup orang
percaya, supaya bertumbuh dalam kemenangan atas dosa dan semakin serupa dengan
Kristus. Setiap orang percaya harus beijuang dan setia dalam menjalani proses
pengudusan selama di dunia ini. Tujuan proses pengudusan orang percaya adalah
penyempumaan umat Allah supaya semakin serupa dengan Allah yang kudus dan
suci. Selain itu, tujuan final dari karya pengudusan Allah dalam diri orang percaya
adalah kemuliaan Kristus.
Selama hidup di dunia ini, orang percaya haruslah semakin bertumbuh dalam
proses pengudusan. Terdapat berbagai sarana yang dapat menolong seorang Knsten
untuk semakin bertumbuh di dalam Tuhan. Tuhan dapat memakai sarana yang diluar
kendali prakarsa orang percaya, yaitu seperti penderitaan dan kesusahan yang
dialami. Selain itu, terdapat sarana yang diharapkan agar orang percaya juga ikut
memprakarsai, yaitu penelaahan dan penerapan firman Tuhan, disiplin berdoa,
persekutuan dalam komunitas, dan sakramen-sakramen. Walaupun terdapat berbagai
sarana yang ada, namun orang percaya tentimya harus tetap bersandar kepada Allah.
Proses pengudusan dalam hidup orang percaya tidaklah mudah untuk dijalani.
Seseorang mungkin dapat mengalami hambatan dalam menjalani proses tersebut.
Salah satu faktor yang sering menjadi penghambat dalam proses pengudusan adalah
masalah emosional. Masalah emosional merupakan suatu masalah yang berkaitan erat
dengan pola-pola dan perasaan masa lalu yang buruk dalam kehidupan seseorang
yang belum terselesaikan, sehingga menjadi masalah pada masa kini.
Masalah emosional dapat dialami oleh semua orang, termasuk orang Kristen.
Untuk itu perlu adanya pandangan yang tepat mengenai masalah emosional, sehingga
seseorang juga mendapat penanganan yang tepat. Namun terkadang, pembahasan
mengenai masalah emosional kurang diperhatikan atau tidak dianggap penting.
Sebagian orang Knsten menganggap bahwa masalah emosional tidak akan dialami
oleh orang yang sudah menerima Kristus sebagai Juruselamat. Di sisi lain, sebagian
orang Knsten menganggap bahwa masalah emosional dianggap perlu ditekan,
disangkali, dan diabaikan. Terdapat juga orang Kristen yang memandang dengan cara»
yang sempit mengenai masalah emosional dengan langsung menghubungkan masalah
emosional dengan ikatan roh jahat, dosa, atau kutukan.
Masalah emosional dapat disebabkan oleh suatu perlakukan yang tidak wajar
atau kejadian-kejadian traumatis pada masa lalu. Citra diri seseorang dibentuk dari
masa lalunya di dalam konteks keluarga, teman sebaya, atau lingkungan sekitar.
Konteks yang paling berpengaruh adalah pengasuhan dalam keluarga. Pengasuhan
yang salah dapat diakibatkan dari ucapan maupun perbuatan yang tidak wajar.
129
Pengasuhan yang salah pada masa lalu akan meninggalkan luka hati pada masa kini.
Jika bekas luka hati tersebut tidak diselesaikan, maka akan menyebabkan masalah
emosional dalam diri seseorang.
Masalah emosional yang belum diselesaikan akan mendatangkan berbagai
penganih buruk dalam kehidupan seseorang. Pertama, masalah emosional akan
berpengaruh secara mendalam terhadap konsep diri seseorang. Beberapa contoh
konsep diri akibat dari pengaruh masalah emosional adalah perasaan rendah diri,
perfeksionis, supersensitif, orang yang diliputi ketakutan-ketakutan, rasa bersalah
yang berlebihan, cemburu atau iri hati, dan depresi. Kedua, dampak buruk lain dari
masalah emosional adalah terulang kembali pola yang tidak sehat dari generasi ke
generasi dalam sebuah keluarga, baik disadari atau tidak disadari. Ketiga, masalah
emosional juga menyebabkan peralihan kebutuhan seseorang, misalnya
ketergantungan alkohol, obat bius, dll. Keempat, masalah emosional juga
berpengaruh terhadap kondsi fisik seseorang, misalnya gangguan pencemaan, migran,
tekanan darah tinggi, dll. Semua akibat buruk dari masalah emosional akan
mempengaruhi hubungan seseorang dengan diri sendiri, sesama, dan Tuhan.
Pada akhimya, masalah emosional dapat menjadi salah satu penghalang atau
penghambat bagi seseorang untuk semakin bertumbuh di dalam Tuhan. Banyak orang
Kristen yang mengalami "stagnasi" atau "tidak berbuah" dalam kehidupan
kerohaniaimya. Seseorang yang selalu melakukan kegiatan-kegiatan rohani tidak
menjamin bahwa seseorang akan semakin bertumbuh dalam kehidupan rohaninya.
Masalah emosional juga berakibat pada relasi seseorang yang buruk dengan din
sendiri, sesama, dan Tuhan.
Kesembuhan emosi sangatlah dibutuhkan bagi setiap orang yang mengalami
masalah emosional. Kesembuhan emosi berkaitan dengan pengenalan diri yang tepat
dan kemampuan untuk mengelola permasalahan yang dialami dengan baik sehingga
terbebas dari terulangnya pola-pola yang memsak pada masa lalu, dan seseorang
dapat menjalani hidup dengan lebih maksimal dan efektif. Naraun terdapat pandangan
dan sikap yang keliru dari kalangan Kristen mengenai kesembuhan emosi. Pertama
adaîah orang Kristen yang menjadikan mujizat sebagai pelarian untuk bertanggung
jawab atas masalah kesembuhan emosi yang dialami; dan yang kedua adalah
kesembuhan emosi dapat diperoieh dengan melakukan kegiatan-kegiatan rohani.
Pandangan dan sikap yang keliru terhadap kesembuhan emosi dapat mengakibatkan
dampak yang lebih buruk dalam kehidupan seseorang. Contohnya adalah seseorang
dapat menjadi kebal secara emosional, hidup dalam kepura-puraan, dan bahkan dapat
menjadi lebih menderita atau ftustasi dengan masalahnya. Usaha untuk memperoleh
kesembuhan emosi diperlukan keberanian untuk melihat akar permasalahan yang
dialami dengan menyelidiki pengaruh masa lalu terhadap kehidupan masa kini.
Setelah menyelidiki akar permasalahan yang dihadapi, seseorang jugaharus
memasuki tahap pengampunan.
Kesembuhan emosi dapat diperoieh melalui berbagai sarana, misalnya, buku
yang membahas mengenai kesembuhan emosi, mengikuti berbagai seminar yang
berkaitan dengan topik tersebut, pertolongan dari pasangan hidup, teman, atau
komimitas di gereja. Namun terdapat juga beberapa jenis permasalahan yang tidak
bisa diselesaikan sendiri sehingga memerlukan pertolongan khusus melalui konseling.
131
Konseling Kristen merupakan salah satu sarana yang sangat efektif dalam membantu
proses pemulihan masalah emosional.
Kesembuhan emosi sangatlah penting dialami oleh orang Kristen, sebab
kehidupan emosi seseorang akan berpengaruh juga terhadap kehidupan kerohanian
seseorang. Untuk itu, sangat penting bagi setiap orang percaya untuk bertanggung
jawab membereskan masalah emosional yang dialami supaya mengalami kesembuhan
emosi. Salah satu tanggung jawab manusia dalam proses pengudusan terlihat dengan
keberanian dan usahanya membereskan masalah emosional yang menghalanginya
untuk semakin bertumbuh ke arah keserupaan dengan Kristus. Namun, perlu diingat
bahwa kesembuhan emosi juga mempakan bagian dari karya Allah yang berkuasa
dan mampu untuk menyembuhkan serta memulihkan segala permasalahan manusia,
termasuk masalah emosional.
Kesembuhan emosi yang diperoleh orang percaya dapat mempengaruhi
kehidupan pengudusan progresifiiya yaitu, pertama, orang Kristen dapat semakin
sadar untuk mematikan manusia lama. Kesembuhan emosi membawa seseorang
untuk menyadari akan keberadaan dirinya sehingga terus-menerus mematikan
manusia lama dan perbuatan-perbuatan dosa. Kesembuhan emosi berkaitan dengan
kesadaran dan pengenalan diri yang mendalam. Kesadaran diri ini meliputi
pengenalan mengenai kelemahan-kelemahan, ketidaksempumaan atau keberdosaan
duinya. Kesadaran ini akan membawa seseorang untuk mengakui kebutuhan
pengampunan dari Allah. Pengenalan dan pemahaman diri yang baik juga membawa
seseorang untuk lebih mengenai area-area kerentanan diri sehingga menolong
seseorang untuk tidak jatuh pada dosa yang sama. Kedua, orang Kristen semakin
132
bertiimbuh menuju manusia bani. Salah satu ukuran tingkat kedewasaan seseorang
adalah kualitas hubimgan dengan diri sendiri, Tuhan, dan sesama. Penyelesaian
masalah emosional dapat menolong seseorang untuk mempunyai hubungan yang
lebih baik dengan Tuhan, dapat mempunyai cara pandang yang benar terhadap diri
sendiri, dan dapat menyesuaikan diri dengan baik dengan sesama. Proses kesembuhan
emosi juga membawa seseorang untuk melakukan pengampunan. Dengan kata lain,
kesembuhan emosi juga merupakan sarana untuk membimbing orang Knsten
melakukan proses pengampunan sehingga kehidupan kerohaniannya tidak terhambat,
melainkan semakin bertumbuh. Semua itu menolong seseorang untuk dapat melayam
dan menjadi saksi yang baik sebagai seorang Kristen.
Walaupun pembahasan ini difokuskan kepada tanggung jawab manusia dalam
kesembuhan emosi dan pengaruhnya terhadap pengudusan progresif, namim hal-hal
yang berkaitan dengan emosi seharusnya tidak dianggap sebagai satu-satunya kunci
atau cara untuk pertumbuhan atau kedewasaan rohani seseorang. Kesembuhan emosi
memang bukan kunci satu-satunya dalam pertumbuhan pengudusan seseorang,
namun kesembuhan emosi dapat menolong seseorang untuk semakm bertumbuh
dalam kerohaniannya.