Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 8
TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
TERHADAP PRAKTIK PEMBULATAN HARGA JUAL BBM
(Studi Kasus SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
Vivi Lutfiyatul Amalia
NIM : 21414007
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
ii
iii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar
Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan
dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : Vivi Lutfiyatul Amalia
NIM : 21414007
Judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-
UNDANG NO.8 TAHUN 1999 TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP
PRAKTIK PEMBULATAN HARGA JUAL BBM
(STUDI KASUS SPBU 44.507.06 PASAR SAPI
SALATIGA)
dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan
dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan
digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 21 Agustus 2018
Pembimbing
Evi Ariyani, SH M.H.
NIP. 197311172000032002
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Vivi Lutfiyatul Amalia
NIM : 21414007
Jurusan : Hukum Ekonomi Syari‟ah
Fakultas : Syari‟ah
Judul Skripsi : TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG
NO.8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN TERHADAP PRAKTIK PEMBULATAN
HARGA JUAL BBM (STUDI KASUS SPBU 44.507.06
PASAR SAPI SALATIGA)
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri,
bukan jiplakan dari karya tulis orang. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 21 Agustus 2018
Yang menyatakan
Vivi Lutfiyatul Amalia
NIM: 21414007
v
KEMENTERIAN AGAMA RI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
Jl. Nakula Sadewa No. 09 Telp (0298) 323706, 323433 Salatiga
Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail: [email protected]
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul
TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN
1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRAKTIK
PEMBULATAN HARGA JUAL BBM (Studi Kasus Spbu 44.507.06 Pasar
Sapi Salatiga)
Oleh:
Vivi Lutfiyatul Amalia
NIM: 21414007
Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin tanggal 03
September 2018 dan telah dinyatakan LULUS, sehingga dapat diterima sebagai
salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum (SH).
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang : Dr. H. Muh Irfan Helmy, Lc, MA
Sekertaris Sidang : Drs. Machfudz, M.Ag
Penguji I : Heni Satar Murhaida, SH., M.Si
Penguji II : Lutfiana Zahriani, SH., MH
Salatiga, 03 September 2018
Dekan Fakultas Syariah
Dr. Siti Zumrotun, M.Ag
NIP. 19670115 199803 2 002
vi
MOTTO
“Nations fall when judges are injust, because there is nothing which the multitude think worth defending:.
Sidney Smith
(Sir Alfred Denning, “The road to justice”. Hal 32)
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Muhammad Hofari dan Ibu Siti Yatmiatun,
S.Pd.AUD sebagai motivator terbesar dalam hidupku yang tak mengenal
lelah dan mendoakan aku serta menyayangiku, terima kasih atas semua
pengorbanan, keringat dan kesabaran mengantarkanku sampai kini.
2. Adikku Muhammad Fahri al-Athif yang telah memberikan doa dan semangat
tiada henti.
3. Almamaterku Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
4. Farid Wibisono atas doa, motivasi, bantuan, dan dukungan semangatnya,
sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
5. Rasan-rasan Squad, Intan, Dianita, Erza, Pupung, Umah, Wulan, Esa, karena
telah menghibur disela-sela pembuatan skripsi.
6. Teman seperjuanganku Hukum Ekonomi Syari‟ah angkatan 2014 yang selalu
memberikan warna dalam menempuh pemndidikan di IAIN Salatiga.
viii
Kata Pengantar
Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan kepada kehadirat Allah SWT,
karena berkat rahmat – Nya penulisan skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai
dengan yang di harapkan. Penulis juga bersyukur atas rizki dan kesehatan yang
telah diberikan oleh – Nya, sehingga penulis dapat menyusun penulisan skripsi
ini.
Shalawat dan salam penulis sanjungkan kepada Nabi, kekasih, spirit
perubahan Rasulullah SAW beserta segenap keluarga dan para sahabat –
sahabatnya, syafa‟at beliau sangat penulis nantikan di hari pembalasan.
Penulisan Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H), Fakultas Syari‟ah, Jurusan Hukum
Ekonomi Syari‟ah yang berjudul : “Tinjauan Hukum Islam dan Undang-Undang
No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap Praktik Pembulatan
Harga Jual BBM (Studi Kasus Spbu 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga)”. Penulis
mengakui bahwa dalam menyusun penulisan skripsi ini tidak dapat diselesaikan
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Karena itulah penulis mengucapkan
penghargaan yang setinggi – tingginya, ungkapan terima kasih kadang tak bisa
mewakili kata – kata, namun perlu kiranya penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd, selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M. A, selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN
Salatiga.
ix
3. Ibu Evi Ariyani, SH, M. H, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi
Syari‟ah IAIN Salatiga sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu
memberikan saran pengarahan dan masukan berkaitan dengan penulisan
skripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai dengan yang
diharapkan.
4. Ibu Evi Ariyani, SH, M. H, selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang selalu
memberikan saran pengarahan dan masukan berkaitan dengan penulisan
skripsi sehingga dapat selesai dengan maksimal sesuai dengan yang
diharapkan.
5. Bapak Prof. Dr. H Muh Zuhri, M. A. Selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang sejak awal kuliah telah banyak memberikan bimbingan
serta motivasi hingga saat ini.
6. Ibu Luthfiana Zahriani, M. H, selaku Kepala Lab. Fakultas Syari‟ah IAIN
Salatiga yang memberikan pemahaman, arahan dalam penulisan sekripsi,
sehingga penulisan sekripsi ini bisa saya selesaikan.
7. Bapak dan Ibu Dosen selaku staf pengajar dan seluruh staf administrasi
Fakultas Syari‟ah yang tidak bisa penulis sebut satu persatu yang selalu
memeberikan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan sekripsi ini
tanpa halangan apapun.
8. Dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun
memberikan kontribusi hebat dalam penyusunan skripsi ini.
x
Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan
yang lebih dari yang mereka berikan kepada penulis, agar pula senantiasa
mendapatkan maghfiroh, dan dilingkupi rahmat dan cita-Nya, Amiin.
Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa penulisan sekripsi ini maaih jauh dari
sempurna, baik dari segi metodologi, penggunaan bahasa, isi, maupun analisisnya,
sehingga kritik dan saran yang konstruktif, sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan penulisan sekripsi ini, sehingga mudah dipahami.
Akhirnya penulis berharap semoga sekripsi ini bermanfaat khususnya bagi
penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Salatiga, 21 Agustus 2018
Penulis.
VIVI LUTFIYATUL AMALIA
NIM. 21414007
xi
ABSTRAK
Amalia, Vivi Lutfiyatul. 2018. TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG-
UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
TERHADAP PRAKTIK PEMBULATAN HARGA JUAL BBM (STUDI KASUS
SPBU 44.507.06 PASAR SAPI SALATIGA). Skripsi. Fakultas Syariah Program
Studi Hukum Ekonomi Syariah . Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Pembimbing: Evi Ariyani, SH., MH.
Kata Kunci: Pembulatan Harga, Hukum Islam, Perlindungan Konsumen
Penelitian ini dilatar belakangi oleh konsumen yang melakukan pengisian
bensin full tank dan mesin pengisian menunjukkan harga Rp. 24.756 maka pihak
SPBU melakukan pembulatan harga menjadi Rp. 25.000. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui praktik pembulatan harga BBM yang dilaksanakan oleh SPBU
44.507.06 Pasar Sapi Salatiga, untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam dari
praktik pembulatan harga jual BBM di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga dan
untuk mengetahui tinjauan Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen terhadap praktik pembulatan harga jual BBM di SPBU
44.507.06 Pasar Sapi Salatiga.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan
metode pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data
menggunakan analisis induktif dan menggunakan pendekatan yuridis untuk
memperoleh kesimpulan dan anailisis menurut Hukum Islam dan Undang-
Undang.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, penulis menyimpulkan bahwa
pembulatan harga adalah praktik pembulatan harga yang dilakukan oleh operator
yang terjadi apabila konsumen membeli BBM full tank dengan uang cash dan
mesin pengisian menunjukkan harga Rp. 14.350 maka pihak SPBU menyuruh
konsumen untuk membayar Rp. 15.000 dengan alasan tidak tersedianya uang
receh. Hasil analisis menjelaskan bahwa menurut Hukum Islam apabila konsumen
merelakan apabila dibulatkan maka jual beli tersebut sah karena sesungguhnya
dasar dari jual beli adalah saling rela dalam al-Quran surat an-Nisa ayat 29.
Apabila konsumen tidak merelakan terjadi pembulatan maka jual beli tidak sah
karena dalam sistem pembulatan mengandung unsur riba dalam surat al-Imran
ayat 130 dan unsur paksaan. Hasil analisis Undang-Undang No. 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dalam praktik pembulatan harga bagi konsumen
yang menyepakati maka sah antara keduanya, untuk konsumen yang tidak
menyepakati maka tidak dapat dianggap sah oleh hukum karena tidak sesuai
dengan asas keadilan dan tidak memenuhi syarat subjektif perjanjian pasal 1320
KUHPerdata yaitu kesepakatan.
xii
DAFTAR ISI
COVER ................................................................................................................... i
NOTA PEMBIMBING ........................................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................. iv
PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................................... v
MOTTO ............................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
ABSTRAK ........................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4
D. Kegunaan Penelitian .................................................................................... 4
E. Penegasan Istilah ........................................................................................ 5
F. Metode Penelitian ........................................................................................ 5
G. Tinjauan Pustaka ......................................................................................... 9
H. Sistematika Penulisan ................................................................................ 12
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli Menurut Hukum Islam ...................... 14
1. Pengertian Jual Beli.............................................................................. 14
2. Dasar Hukum Jual Beli ........................................................................ 15
3. Rukun dan Syarat Jual Beli .................................................................. 16
4. Jenis-jenis Jual Beli yang Dilarang ...................................................... 23
B. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata .......................................................................................... 27
xiii
1. Pengertian Perjanjian Jual Beli .......................................................... 27
2. Syarat-syarat yang Diperlukan untuk Sahnya Perjanjian Jual Beli ..... 27
3. Asas-asas Perjanjian Jual Beli ............................................................. 30
C. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ................................. 34
1. Pengertian Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang No. 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen .................................... 34
2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen dalam Undang-Undang No.
8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ................................. 35
3. Hak dan Kewajiban Konsumen dalam Undang-Undang No. 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen .............................................. 37
4. Hak dan Kewajiban pelaku Usaha dalam Undang-Undang No. 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen .............................................. 39
5. Sengketa Konsumen dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen .................................................................... 41
6. Ketentuan-ketentuan Mengenai Sanksi dalam Undang-Undang No. 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ..................................... 44
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Gambaran umum SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga ........................... 46
1. Lokasi SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga ...................................... 46
2. Sejarah SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga ..................................... 46
3. Produk SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga .................................... 47
4. Struktur Organisasi SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga .................. 47
B. Mekanisme Pembulatan Harga Jual BBM di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi
Salatiga ...................................................................................................... 50
C. Hasil Wawancara dengan Pelaku Usaha di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi
Salatiga ...................................................................................................... 51
D. Hasil Wawancara dengan Konsumen di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi
Salatiga ...................................................................................................... 54
BAB IV ANALISIS DATA
A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Pembulatan Harga Jual BBM
(Studi Kasus SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga) ................................. 57
xiv
B. Analisis Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen Terhadap Praktik Pembulatan Harga Jual BBM (Studi Kasus
SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga) ........................................................ 61
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................... 68
B. Saran ........................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 71
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia mempunyai kodrat yang tidak bisa hidup sendiri, harus
hidup bersama dalam suatu masyarakat yang terorganisasi untuk mencapai
tujuan bersama. Agar tujuan mereka tersebut tercapai sebagaimana
mestinya dan dalam usahanya tidak selalu berbentur kepentingan, maka
diperlukanlah suatu norma yang mengaturnya. (Asyhadie, 2011:1)
Manusia sebagai makhluk sosial juga mempunyai kodrat dalam
hidup bermasyarakat, disadari atau tidak bahwa manusia selalu
berhubungan satu sama lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia melakukan berbagai upaya.
Salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan manusia yaitu dengan
melakukan transaksi jual beli.
Dalam jual beli menurut Hukum Islam, ada rukun dan syarat yang
harus dipenuhi agar sah dalam pelaksanaannya. Diantaranya adalah
kerelaan atau saling ridha antara penjual dengan pembeli. Jual beli
dianggap tidak sah hukumnya apabila salah satu dari penjual atau pembeli
merasa terpaksa.
Allah SWT berfirman dalam Q.S an-Nisa ayat 29 yang berbunyi:
2
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (Q.S
an-Nisa:29)
Ayat diatas menjelaskan bahwa kita tidak boleh mencari harta
dengan cara yang bathil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka („an taradin).
BBM menjadi kebutuhan primer di era modern ini, kebutuhan
BBM saat ini dipenuhi oleh pemerintah melalui salah satu BUMN yaitu
Pertamina. Pertamina adalah salah satu produsen yang mempunyai hak
untuk memproduksi BBM, dan dalam pendistribusiannya dilakukan oleh
SPBU.
Dari pengamatan sementara penyusun, bahwa ketika seorang
konsumen membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan nominal genap
atau sudah ditentukan oleh konsumen maka tidak ada masalah, masalah
muncul apabila konsumen melakukan pengisian full tank. Pihak SPBU
akan melakukan pembulatan harga dalam transaksi jual beli Bahan Bakar
Minyak (BBM). Apabila konsumen melakukan pengisian bensin penuh
3
atau full tank dan mesin pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM)
menunjukkan harga Rp. 14.345,- atau Rp. 24.756,- maka pihak SPBU
melakukan pembulatan harga yang semula Rp. 14.345,- menjadi Rp.
15.000,- dan Rp. 24.756,- menjadi Rp. 25.000,-. Pembulatan harga jual ini
terjadi apabila kita melakukan transaksi tunai, dan apabila kita melakukan
pembayaran menggunakan kartu kredit atau debet maka jumlah
pembayaran akan sesuai dengan harga yang tertera pada mesin pengisian
Bahan Bakar Minyak (BBM). Selain itu dalam praktik jual beli tersebut
pihak SPBU sebagai pelaku usaha atau penjual dan konsumen tidak ada
kata sepakat atau saling rela, padahal salah satu rukun jual beli yang harus
dipenuhi yaitu saling rela.
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan
Konsumen BAB IV Pasal 8 huruf (c) menyatakan bahwa praktik
pembulatan harga tersebut “tidak sesuai dengan ukuran, takaran,
timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya”.
Berdasarkan permasalahan tersebut penulis ingin melakukan
penelitian dengan judul TINJAUAN HUKUM ISLAM DAN UNDANG
UNDANG NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN TERHADAP PRAKTIK PEMBULATAN HARGA
JUAL BBM (Studi Kasus SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga).
4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktik pembulatan harga jual BBM di SPBU 44.507.06
Pasar Sapi Salatiga?
2. Bagaimana tinjauan Hukum Islam terhadap praktik pembulatan harga
jual BBM di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga?
3. Bagaimana tinjauan Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen terhadap praktik pembulatan harga jual BBM
di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui praktek pembulatan harga jual BBM di SPBU
44.507.06 Pasar Sapi Salatiga.
2. Untuk mengetahui tinjauan Hukum Islam terhadap pembulatan harga
jual BBM di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga.
3. Untuk mengetahui tinjauan Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen terhadap praktik pembulatan harga jual BBM
di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga.
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
1. Secara teoritis
a. Penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya wacana keilmuan
mengenai hukum muamalah terutama dibidang jual beli.
b. Menambah bahan pustaka bagi Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga.
5
c. Bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
2. Secara Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi SPBU Suruh
dalam melayani konsumen dan memperhatikan hak-hak konsumen.
b. Dapat memberi masukan dan pertimbangan bagi konsumen
mengenai praktik pembulatan harga jual BBM di SPBU Suruh.
E. Penegasan Istilah
Untuk melanjutkan studi atau penelitian ada beberapa hal yang perlu
untuk ditegaskan atau dipersempit maknanya agar pembaca dan penulis
mempunyai pemikiran sama ketika membaca penelitian ini:
1. Hukum Islam adalah seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah
dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui
dan siyakini mengikat untuk semua yang beragama Islam, berdasarkan
al-Qur‟an, hadis dan pendapat para ulama fiqh mengenai praktek jual-
beli.
2. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.
3. Pembulatan harga jual BBM adalah proses membulatkan nilai jual
suatu barang yang ditawarkan kepada pembeli berupa BBM (Bahan
Bakar Minyak) yang terdiri dari premium, pertamax, solar dex dan
pertalite.
6
F. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian dan pendekatan
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Yaitu menekankan
analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada
analisis terhadap dinamika hubungan antarfenomena yang diamati
dengan menggunakan logika ilmiah. (Azwar, 1998:5)
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis yaitu
menggunakan pendekatan hukum islam dan perundang-undangan,
karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi
fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.
2. Lokasi penelitian
Lokasi penelitian ini berlokasi di SPBU (Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Umum) 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga.
3. Data dan sumber data
a. Data dan sumber data primer
Data primer, atau data tangan pertama adalah data yang
diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat
pengukuran atau alat pengambilan data langsung pada subyek
sebagai sumber informasi yang dicari. (Azwar, 1998:91) Dalam hal
ini, penulis ingin memperoleh data berupa praktek pembulatan
harga jual BBM di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga melalui
pimpinan atau karyawan SPBU, dan konsumen di SPBU.
7
b. Data dan sumber data sekunder
Data sekunder, atau data tangan kedua adalah data yang
diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti
dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data
dokumentasi atau data laporan yang tersedia. (Azwar, 1998:91)
Data sekunder juga dapat berupa buku, jurnal, artikel atau majalah
yang dalam hal ini mengkaji tentang hukum ekonomi islam.
4. Prosedur pengumpulan data
a. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data dengan
mengamati, mendengar, mencatat yang menjadi sumber data.
Observasi dilakukan tanpa adanya campur tangan sama sekali dari
pihak peneliti. Objek observasi adalah fenomena-fenomena yang
dibiarkan terjadi secara alamiah. (Azwar, 1998:19) Metode ini
penulis gunakan untuk memperoleh data di SPBU 44.507.06 Pasar
Sapi Salatiga.
b. Wawancara
Wawancara adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk
menggali data secara lisan. (Sujarweni, 2014: 74) Wawancara ini
dilakukan dengan acuan catatan-catatan mengenai pokok masalah
yang akan ditayangkan. Sasaran wawancara adalah pimpinan,
pengawas, karyawan dan konsumen di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi
8
Salatiga untuk mendapatkan info mengenai kondisi riil praktek
pembulatan harga tersebut.
c. Dokumentasi
Metode ini merupakan tekhnik pengumpulan data yang
dilakukan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen penting yang
diperoleh dari sumber terpercaya seperti profil SPBU, struktur
pengelola SPBU, buku-buku, jurnal dan karya-karya ilmiah yang
berkaitan dengan topik pembahasan penelitian.
5. Analisis data
Pada penelitian ini penulis menggunakan analisis induktif,
yaitu menganalisis data khusus tentang mekanisme pembulatan
harga jual dalam transaksi jual beli Bahan Bakar Umum (BBM) di
SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga yang telah dianalisis dengan
Hukum Islam dan Undang Undang No. 8 tentang Perlindungan
Konsumen untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan.
6. Pengecekan keabsahan data
Dalam menguji keabsahan data, peneiti menggunakan teknik
trianggulasi yaitu teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data
yang telah ada. Dengan menggunakan trianggulasi sebenarnya peneliti
telah mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data (Saebani,
2008:189). Untuk menguji keabsahan data peneliti menggunakan
trianggulasi teknik, diamana peniliti menggunkan teknik wawancara
9
secara mendalam, obsservasi partisipatif dan juga memaparkan
dokumentasi. Tujuan penggunuan trianggulasi bukan hanya untuk
menguji kebenaran pokok masalah namun teknik ini juga dapat
digunakan untuk pehamaman peneliti mengenai fenomena atau pokok
masalah yang diteliti.
G. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengetahui validasi
penelitian yang telah dibuat. Penelitian terdahulu dapat menjadi satu
pijakan penulis agar penelitiannya berbeda dengan yang terdahulu.
Adapun penelitian yang telah dilakukan adalah:
1. Skripsi yang ditulis oleh Silvia Khaulia Maharani, Fakultas Syariah
UIN Sunan Ampel Surabaya dengan judul ANALISIS HUKUM
ISLAM TERHADAP PEMBULATAN TIMBANGAN PADA
JASA PENGIRIMAN BARANG DI PT.TIKI JALUR NUGRAHA
EKAKURIR (JNE) JALAN KARIMUN JAWA SURABAYA.
Dalam skripsi tersebut disimpulkan bahwa menurut hukum Islam
dalam pelaksanaan pembulatan yang terjadi pada PT.TIKI Jalur
Nugraha Ekakurir (JNE) jalan Karimun Jawa Surabaya
bertentangan dengan akad ijarah karena dalam pemaparan datanya
terdapat penyimpangan pada saat berlangsungnya transaksi karena
pihak JNE tidak memberitahukan berat asli dari barang yang akan
dikirim, tetapi pada saat menimbang pihak JNE langsung
menentukan tarif tanpa memberitahukan berat asli barangnya.
10
Adapun perbedaan skripsi ini dengan penyusun adalah, objek
penelitian dalam skripsi ini adalah pembulatan timbangan,
sedangkan objek penelitian dalam skripsi penyusun adalah
pembulatan harga. Skripsi ini hanya menggunakan Hukum Islam
untuk menganalisis masalah, sedangkan penyusun menggunakan
Hukum Islam dan Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
2. Skripsi yang ditulis oleh Ihya Ulummuddin, Fakultas Syariah UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan judul PENERAPAN KONSEP
AN TARADIN (SUKA SAMA SUKA) TERHADAP PRAKTIK
PEMBULATAN HARGA DI SPBU KOTA YOGYAKARTA
SPBU MUNGGUR, TERBAN DAN LEMPUYANGAN
(TINJAUAN HUKUM ISLAM). Dalam skripsi tersebut
disimpulkan bahwa. Pertama, terdapat penyimpangan terkait
dengan pembulatan harga yang dilakukan operator, karena
konsumen dirugikan. Kerugan yang dialami oleh konsumen jika
dianalisis maka hal tersebut menjadi riba atau tambahan. Artinya
uang kecil yang dibulatkan dan tidak dikembalikan ke konsumen
yang menjadi haknya itu merupakan keuntungan tambahan bagi
pelaku usaha dan kerugian bagi konsumen. Kedua, dianalisis dari
metode sadd az zariyah yaitu tergantung tujuan. Apabila tujuannya
baik maka diperbolehkan. Dalam hal tersebut tentunya didalamnya
terdapat konsep „an taradin atau unsur kerelaan dapat terpenuhi
11
yaitu konsumen merelakan uang kembalian pembelian BBM
dengan upaya preventif atau pencegahan terhadap sesuatu yang
akan menimbulkan kemadharatan bagi konsumen maupun pelaku
usaha. Apabila tujuannya buruk maka dilarang. Dalam hal tersebut
tentunya adanya unsur paksaan atau menyimpang yang merugikan
salah satu pihak.
Adapun perbedaan skripsi ini dengan penyusun adalah, skripsi ini
menggunakan metode sadd az zariyah sebagai pisau analisisnya.
Sedangkan penyusun menggunakan Hukum Islam dan Undang
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3. Skripsi yang ditulis oleh Rosita Amalina, Fakultas Syariah IAIN
Walisongo Semarang dengan judul TINJAUAN HUKUM ISLAM
TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI PREMIUM DI SPBU
NGALIAN KOTA SEMARANG. Dalam skripsi tersebut
disimpulkan bahwa praktik jual beli premium di SPBU Ngalian
dangat bergantung pada sumber daya manusianya (petugas). Secara
kualitas, mesin dispenser yang digunakan telah memenuhi standar
yang ditentukan oleh Badan Metrologi. Praktik penyimpangan yang
rentan bertentangan dengan syariat Islam lebih cenderung
mengarah pada praktik kerja dari petugas. Praktik jual beli
premium di SPBU Ngalian Kota Semarang meskipun tidak seluruh
karyawan melakukannya, terkandung aspek penipuan dan
pemaksaan pembulatan dalam pembayaran. Menurut hukum Islam,
12
praktik jual beli premium di SPBU Ngalian berpeluang
memunculkan ketidaksesuaian praktik jual beli dengan hukum
Islam. Kemudahan pembayaran melalui pembulatan tidak dapat
disebut kemaslahatan karena terkandung aspek pelanggaran syariat.
Dalam konteks kebutuhan, praktik jual beli premium di SPBU
Ngalian Kota Semarang tidak sesuai dengan kaidah “Menolak
kerusakan lebih diutamakan dari pada menarik maslahah, dan
apabila berlawanan antara yang mafsadah dan maslahah, maka
yang didahulukan adalah menolak mafsadahnya”.
Adapun perbedaan skripsi ini dengan penyusun adalah, skripsi ini
hanya menggunakan Hukum Islam untuk menganalisis masalah.
Sedangkan penyusun menggunakan Hukum Islam dan Undang
Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman isi penelitian ini, maka sistematika
pembahasannya dibagi menjadi lima bab, yang berisi hal-hal pokok yang
dapat dijadikan pijakan dalam memahami pembahasan ini. Adapun
perinciannya sebagai berikut yaitu:
BAB I: Pendahuluan yang berisi uraian tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
penegasan istilah, metode penelitian yang berisi tentang
pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, data dan
sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data,
13
pengecekan keabsahan data, tinjauan pustaka dan sistematika
penelitian.
BAB II: Landasan teori dalam bab ini berisi mengenai Tinjauan umum
mengenai jual beli menurut Hukum Islam. Tinjauan umum
mengenai jual beli dalam KUH Perdata. Tinjauan umum
mengenai perlindungan konsumen menurut Undang Undang No.
8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
BAB III: Paparan data dan hasil penelitian dalam bab ini berisi mengenai
gambaran umum SPBU S44.507.06 Pasar Sapi Salatiga,
mekanisme pembulatan harga jual pada transaksi jual beli bahan
bakar minyak (BBM) di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga,
hasil wawancara dengan pelaku usaha di SPBU 44.507.06 Pasar
Sapi Salatiga, hasil wawancara dengan konsumen SPBU
44.507.06 Pasar Sapi Salatiga.
BAB IV: Pembahasan dalam bab ini berisi mengenai analisis Hukum
Islam dan analisis Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen terhadap pembulatan harga jual pada
transaksi jual beli Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU
44.507.06 Pasar Sapi Salatiga.
BAB V: Penutup berisi tentang kesimpulan sebagai jawaban permasalahan
dan juga tentang saran-saran, selain itu dalam bab terakhir ini
akan dilengkapi dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran
yang dianggap perlu.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli Menurut Hukum Islam
1. Pengertian jual beli
Lafadz al-bai‟ dalam bahasa Arab menunjukkan makna jual dan
beli. Lafal al-bai‟ juga dapat diartikan membeli, yang termasuk makna
kebalikan. Tapi jika diucapkan kata al-bai‟, maka makna yang
langsung bisa ditangkap ialah orang yang mengeluarkan barang
dagangan atau penjual. Menurut Syekh Abdurrahman as-Sa‟di et al,
jual beli merupakan isim mashdar yang mengandung dua makna
memiliki dan membeli. (Mardani, 2013:82)
Para fuqaha menggunakan istilah al-bai‟ kepada makna
mengeluarkan atau memindahkan sesuatu dari kepemilikannya dengan
harga tertentu, dan istilah asy-syara kepada makna memasukkan
kepemilikan tersebut dengan jalan menerima pemindahan kepemilikan
tersebut. Pemaknaan lafadz asy-syara kepada makna mengeluarkan
sesuatu berdasarkan pada hikayat tentang Nabi Yusuf AS., tatkala
saudara-saudaranya itu menjualnya. Hal ini sebagaimana tertera dalam
firman Allah SWT. (Hidayat, 2015:10)
Artinya: “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang
murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa
tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.” (Q.S Yusuf:20)
15
Adapun pengertian jual beli menurut istilah, akan dikemukakan
oleh para ulama sebagaimana berikut: (Huda, 2011: 52)
a. Pengertian jual beli menurut Sayyid Sabiq dalam buku Fiqh as-
Sunnah juz 3, adalah:
“Pertukaran benda dengan benda lain dengan jalan
saling meridhai atau memindahkan hak milik disertai
penggantinya dengan cara yang dibolehkan.”
b. Pengertian jual beli menurut Taqiyyudin, adalah:
“Saling menukar harta (barang) oleh dua orang untuk
dikelola (ditashrafkan) dengan cara ijab dan qabul
sesuai dengan syara‟.”
c. Pengertian jual beli menurut Wahbah az-Zuhaili, adalah:
“Saling tukar menukar harta dengan cara tertentu.”
Dari definisi-definisi di atas dapat dipahami inti jual beli adalah
suatu perjanjian tukar-menukar benda (barang) yang mempunyai nilai,
atas dasar kerelaan (kesepakatan) antara dua belah pihak sesuai
dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan oleh syara‟. (Huda,
2011:52)
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20
nomor 2. Bai‟ adalah jual beli antara benda dengan benda, atau
pertukaran benda dengan uang.
2. Dasar hukum jual beli
Pada dasarnya transaksi jual beli hukumnya mubah (boleh). Hal ini
didasarkan kepada al-Quran, hadits dan ijma‟ ulama. Salah satu ayat
16
al-Quran yang menjadi dasar hukum jual beli adalah surat al-Baqarah
ayat 275, yang berbunyi:
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.”(Q.S al-Baqarah:275)
Adapun landasan jual beli yang berasal dari hadits Rasulullah
SAW diantaranya adalah:
ا منا ا لبيع عن تر ا ض
Artinya: “Jual beli itu didasarkan kepada suka sama suka.”
(HR. Abu Dawud No. 2999, Tirmidzi No. 1169, Ibnu Majah
No. 2176 dari Abu Sa‟id al-Khudriy Ra)
Sedangkan para ulama telah sepakat mengenai kebolehan akad jual
beli. Ijma‟ ini memberikan hikmah bahwa kebutuhan manusia
berhubungan dengan sesuatu yang ada dalam kepemilikan orang lain,
dan kepemilikan sesuatu tidak akan diberikan dengan begitu saja,
namun harus ada kompensasi sebagai imbal baliknya. Sehingga
dengan disyariatkannya jual beli tersebut merupakan salah satu cara
untuk merealisasikan keinginan dan kebutuhan manusia, karena pada
dasarnya, manusia tidak akan dapat hidup sendiri tanpa berhubungan
dan bantuan orang lain.(Huda, 2011:54)
17
3. Rukun dan syarat jual beli
Arkan adalah bentuk jama‟ dari rukn. Rukun sesuatu berarti sisinya
yang paling kuat, sedangkan arkan berarti hal-hal yang harus ada untuk
terwujudnya satu akad dari sisi luar (Aziz, 2010: 28).
Para ulama berbeda pendapat tentang rukun jual beli ini. Menurut
Hanafiyah, rukun jual beli hanya satu, yaitu ijab (ungkapan membeli
dari pembeli) dan qabul. Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam
jual beli hanyalah kerelaan kedua belah pihak untuk melakukan
transaksi jual beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan
unsur hati yang sulit diindra sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan
indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang
melakukan transaksi jual beli, boleh tergambar dalam ijab dan qabul
atau cara saling memberikan barang dan harga barang (ta‟athi).
Sementara menurut Malikiyah, rukun jual beli ada tiga, yaitu 1)
aqidain (dua orang yang berakad, yaitu penjual dan pembeli); 2)
ma‟qud „alaih (barang yang diperjualbelikan dan nilai tukar pengganti
barang); dan 3) shighat (ijab dan qabul). Ulama Syafi‟iyah juga
berpendapat sama degan Malikiyah di atas.(Hidayat, 2015:17).
Menurut jumhur ulama, jual beli yang menjadi kebiasaan, misalnya
jual beli sesuatu yang menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan
ijab dan kabul. Menurut fatwa ulama Syafi‟iyah, jual beli barang-
barang yang kecil pun harus ijab kabul, tetapi menurut imam Nawawi
dan ulama muta‟akhirin Syafi‟iyah, boleh jual beli barang-barang yang
18
kecil dengan tidak ijab kabul seperti membeli sebungkus
rokok.(Mardani, 2013:89)
Rukun jual beli menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah pasal
56, 57 dan 58, yaitu:
1. Pihak-pihak;
2. Obyek; dan
3. Kesepakatan.
Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian jual-beli terdiri atas
penjual, pembeli, dan pihak lain yang terlibat dalam perjanjian
tersebut.
Obyek jual beli terdiri atas benda yang berwujud maupun yang
tidak berwujud, yang bergerak maupun yang tidak bergerak, dan yang
terdaftar maupun yang tidak terdaftar.
Dalam jual beli juga terdapat beberapa syarat yang mempengaruhi
sah tidaknya akad tersebut. Diantaranya adalah syarat yang
diperuntukkan bagi dua orang yang melaksanakan akad dan syarat
yang diperuntukkan untuk barang yang akan dibeli. Jika salah satu
darinya tidak ada, maka akad jual beli tersebut dianggap tidak sah.(Al-
Fauzan, 2005:366)
Dibawah ini merupakan beberapa hal yang berkaitan dengan syarat
jual beli menurut para ulama
19
a. Syarat yang berhubungan dengan dua orang yang berakad
(„aqadain), yaitu penjual dan pembeli.(Hidayat, 2015:18)
1) Mumayyiz, balig dan berakal. Maka tidak sah akadnya orang
gila, orang yang mabuk, begitu jga akadnya anak kecil, kecuali
terdapat ijin dari walinya sebagaimana pendapat jumhur
ulama. Hanafiyah hanya mensyaratkan berakal dan mumayyiz,
tidak mensyaratkan balig.
2) Tidak terlarang membelanjakan harta, baik terlarang itu hak
darinya atau yang lainnya. Jika terlarang ketika melakukan
akad, maka akadnya tidak sah menurut Syafi‟iyah. Sedangkan
menurut jumhur ulama, akadnya tetap sah jika terdapat izin
dari yang melarangnya, jika tidak ada izin, maka tidak sah
akadnya.
3) Tidak dalam keadaan terpaksa ketika melakukan akad. Karena
adanya kerelaan dari kedua belah pihak merupakan salah satu
rukun jual beli. Jika terdapat paksaan, maka akadnya
dipandang tidak sah atau batal menurut jumhur ulama.
Sedangkan menurut Hanafiyah, sah akadnya ketika dalam
keadaan terpaksa jika diizinkan, tetapi bila tidak diizinkan,
maka tidak sah akadnya.
b. Syarat yang berkaitan dengan objek akad
Menurut Sayyid Sabiq, objek akad jual harus mempunyai
kriteria sebagai berikut: (Sabiq, Tth:129)
20
1) Benda tersebut suci dan halal (tidak boleh menjual barang yang
diharamkan, seperti miras, bangkai, bai dan patung).
2) Benda tersebut dapat dimanfaatkan (tidak boleh melakukan jual
beli ular dan anjing kecuali yang sudah terlatih yang digunakan
untuk berburu)
3) Benda tersebut milik yang melakukan akad jual beli (dilarang
menjual barang yang bukan miliknya walaupun itu milik
istrinya sendiri). Dalam ilmu fiqh hal ini disebut ba‟i al-fudhuli.
4) Benda tersebut dapat diserahkan. (tidak boleh menjual barang
yang tidak dapat diserahkan, seperti menjual ikan yang masih
ada di air).
5) Benda tersebut diketahui bentuknya atau keberadaannya atau
spesifikasinya dan harganya juga sudah jelas.
6) Benda tersebut sudah diterima oleh pembeli.
Syarat-syarat di atas pada prinsipnya sama dengan isi dari
Pasal 76 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Menurut pasal
tersebul, syarat objek yang diperjualbelikan adalah:
a. Barang yang dijualbelikan harus sudah ada.
b. Barang yang dijualbelikan harus dapat diserahkan.
c. Barang yang dijualbelikan harus berupa barang yang memiliki
nilai/harga tertentu.
d. Barang yang dijualbelikan harus halal.
21
e. Barang yang dijualbelikan harus diketahui oleh pembeli.
f. Kekhususan barang yang dijualbelikan harus diketahui.
g. Penunjukkan dianggap memenuhi syarat kekhususan barang
yang dijualbelikan jika barang itu ada di tempat jual beli.
h. Sifat barang yang dapat diketahui secara langsung oleh pembeli
tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut.
i. Barang yang dijual harus ditentukan secara pasti pada waktu
akad.
c. Syarat yang berkaitan dengan shighat (ijab dan qabul)
Definisi ijab menurut para fuqaha (ulama ahli fiqih) adalah
“suatu kata-kata yang pertama kali keluar dari salah satu kedua
belah pihak (dua orang yang berakad) yang menunjukkan
keridhaannya, baik dari pihak penjual atau pembeli”. Sedangkan
definisi qabul menurut para fuqaha (ulama ahli fiqih) ialah “suatu
ungkapan kedua yang keluar dari salah satu pihak yang
menunjukkan keridhaannya dan menyetujuinya, baik ungkapan itu
keluar dari penjual atau pembeli”.(Hidayat, 2015:21)
Adapun yang berhubungan dengan syarat-syarat ijab dan qabul
adalah sebagai berikut:
1) Ijab qabul diungkapkan dengan kata-kata yang menunjukkan
jual beli yang telah lazim diketahui masyarakat. Seperti
penjual berkata “Aku jual bolpoin ini kepadamu seharga Rp.
20.000,-. Kemudian pembeli menjawab “Saya beli bolpoin ini
22
seharga Rp. 20.000,-“. Apabila antara ijab dan qabul tidak
sesuai maka jual beli tidak sah. Zhahiriyah berpendapat tidak
sahnya akad jual beli kecuali menggunakan kata-kata yang
khusus seperti kata-kata “saya jual” atau “saya dagangkan”
(al-bai‟ atau tijarah). Malikiyah berpendapat sahnya jual beli
dengan sesuatu yang menunjukkan keridhaan kedua belah
pihak baik melalui ucapan atau isyarat.
2) Ijab qabul dilakukan dalam satu majelis. Maksudnya kedua
belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan
membicarakan topik yang sama, atau antara ijab dan qabul
tidak terpisah oleh sesuatu yang menunjukkan berpalingnya
akad menurut kebiasaan.
3) Terdapat kesepakatan berkenaan dengan barang, baik jenis,
macamnya, sifatnya, takaran, begitu juga harganya barang
yang diperjualbelikan, baik kontan atau tidaknya.
Namun seiring dengan perkembangan zaman modern,
perwujudan ijab dan qabul tidak lagi diungkapkan melalui
ucapan, tetapi dilakukan dengan sikap pembeli mengambil
barang, kemudian menyerahkan uangnya kepada kasir
sebagaimana yang lazim disaksikan di pasar swalayan. Dalam
fiqh Islam, praktik semacam ini disebut dengan ba‟i al-mu‟athah
yaitu masing-masing kedua belah pihak (penjual dan pembeli)
memberikan sesuatu yang menunjukkan adanya saling tukar
23
menukar yang dilakukan tanpa ijab qabul melalui ucapan, tapi
melalui tindakan.
Selain sahnya jual beli dengan mu‟athah, juga sahnya hukum
akad jual beli dengan tulisan atau utusan. Pendapat ini
dikemukakan oleh Syafi‟iyah dan Hanbaliyah. Begitu juga sah
akad jual beli dengan isyarat orang yang isu dan yang lainnya,
walaupun dia mampu menggunakan tulisan sebagaimana
dikemukakan Hanafiyyah, karena isyarat dan tulisan bisa
dijadikan hujah. Sedangkan isyaratnya orang yang bisa bicara
tidak diterima (tidak sah) menurut jumhur ulama, berbeda dengan
Malikiyah yang mengatakan hal tersebut sah.(Hidayat, 2015:24)
4. Jenis-jenis jual beli yang dilarang
Rasulullah SAW melarang sejumlah jual beli, karena di dalamnya
terdapat gharar yang membuat manusia memakan harta orang lain
secara batil, dan di dalamnya terdapat unsur penipuan yang
menimbulkan dengki, konflik, dan permusuhan di antara kaum
muslimin. Di antara jenis-jenis jual beli yang dilarang adalah sebagai
berikut:
a. Dilarang jual beli barang yang diharamkan
Jual beli ini dilarang karena zat atau barang yang
diperjualbelikan hukumnya haram. Barang yang haram terdapat
dalam firman Allah SWT Q.S an-Nahl ayat 115 yang berbunyi:
24
Artinya: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan
atasmu (memakan) bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah;
tetapi Barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan
tidak Menganiaya dan tidak pula melampaui batas,
Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (Q.S an-Nahl:115)
Firman Allah yang lain yaitu terdapat dalam Q.S al-Maidah ayat 3
Artinya: “diharamkan bagimu (memakan) bangkai,
darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul,
yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak
panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus
25
asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah
kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.
pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku,
dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka
barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja
berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (Q.S al-Maidah:3)
b. Larangan gharar dalam jual beli
Orang muslim tidak boleh menjual sesuatu yang di dalamnya
terdapat ketidakjelasan (gharar). Jadi, ia tidak boleh menjual ikan
di air, hewan yang masih berada di perut induknya, buah-buahan
yang belum masak, barang yang tidak diketahui ukurannya.
c. Larangan jual beli yang mengandung maysir (perjudian)
Yang dimaksud dengan maysir atau perjudian adalah suatu
permainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung
beban pihak lain akibat permainan tersebut. Suatu kegiatan atau
perbuatan dianggap sebagai maysir ketika terjadinya zero same
game, yaitu keadaan yang menempatkan salah satu pihak atau
beberapa pihak harus menanggung beban pihak lainnya dari
kegiatan atau permainan yang dilakukannya. (Mardani, 2013:103)
Larangan maysir ditegaskan dalam Surat al-Maidah ayat 90:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
26
Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
(Q.S al-Maidah:90)
d. Larangan jual beli karena mengandung riba
Jual beli yang mengandung riba dinamakan bai‟ al-„inah.
Menurut Imam Nawawi dalam Tahdzib al-Asma‟ wa al-Lughah
berkata: “Dinamakan „inah karena akad jual beli ini dapat
mendatangkan „ain, yaitu keuntungan dinar dan dirham ”.
Kemudian ada juga ulama yang berpendapat bahwa jual beli ini
disebut „inah karena pembeli barang dengan kredit menerima uang
kontan sebagai ganti dari barang tersebut. Hal yang demikian itu
haram, bila pihak pembeli memberikan syarat agar pihak penjual
harus membelinya kembali dari pihak pembeli pertama dengan
harga yang sudah ditentukan. Oleh karena itu, bila antara pihak
penjual dan pembeli tidak ada ikatan syarat. (Hidayat, 2015:116)
e. Larangan jual beli oleh orang kota untuk orang desa
Maksud dari larangan jual beli oleh orang kota untuk orang
desa yaitu sekelompok orang yang menghadang atau mencegat
pedagang yang membawa barang di pinggir kota (di luar daerah
pasar). Mereka sengaja membeli barang dagangannya sebelum
mereka mengetahui harga di pasar. Mereka mengatakan kepada
pedagang bahwa harga sedang jatuh, pasar sedang sepi. Tindakan
mereka itu mengakibatkan pedagang tertipu. Sementara mereka
sendiri membeli barang dgangannya dengan harga yang di bawah
27
standar. Tindakan mereka seperti itu dilarang karena dapat
mengakibatkan kemudaratan (kerugian) kepada pihak pedagang.
(Hidayat, 2015:131)
B. Tinjauan Umum Tentang Jual Beli Menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata
Jual beli termasuk dalam kelompok perjanjian bernama atau kontrak
nominaat. Istilah kontrak nominaat merupakan terjemahan dari nominaat
contract. Definisi kontrak nominaat menurut Pasal 1319 KUH Perdata
adalah semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun
yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan
umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu. (Salim, 2014:47)
1. Pengertian perjanjian jual beli
Definisi jual beli menurut KUH Perdata Pasal 1457 adalah suatu
persetujuan, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaaan, dan pihak lain untuk membayar harga
yang telah dijanjikan.
Menurut Salim H.S., pengertian perjanjian jual beli adalah suatu
perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli. Di dalam
perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek
jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli
berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek
tersebut. (Salim, 2014:49)
2. Syarat-syarat yang diperlukan untuk sahnya perjanjian jual beli
28
Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya
perjanjian, yaitu:
(1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
(2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
(3) Suatu hal tertentu;
(4) Suatu sebab yang halal
Keempat hal itu, dikemukakan berikut ini: (Salim, 2014:33)
a. Kesepakatan
Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya
kesepakatan atau konsensus pada pihak. Kesepakatan ini diatur
dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Yang dimaksud dengan
kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu
orang atau lebih dengan pihak lainnya. Yang sesuai itu adalah
pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat atau
diketahui orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian
pernyataan kehendak, yaitu dengan:
1) Bahasa yang sempurna dan tertulis;
2) Bahasa yang sempurna secara lisan;
3) Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak
lawan. Karena dalam kenyataannya seringkali seseorang
menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi
dimengerti oleh pihak lawannya;
29
4) Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak
lawan.
Pada dasarnya, cara yang paling banyak dilakukan oleh para
pihak, yaitu dengan bahasa yang sempurna secara lisan dan secara
tertulis. Tujuan pembuatan perjanjian secara tertulis adalah agar
memberikan kepastian hukum bagi para pihak dan sebagai alat
bukti yang sempurna, di kala timbul sengketa di kemudian hari.
b. Kecakapan bertindak
Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk
melakukan perbuatan hukum. perbuatan hukum adalah perbuatan
yang akan menimbulkan akibat hukum. orang-orang yang akan
mengadakan perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan
mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum,
sebagaimana yang ditentukan oleh undang-undang. Orang yang
cakap dan berwenang untuk melakukan perbuatan hukum adalah
orang yang sudah dewasa. Ukuran kedewasaan adalah telah
berumur 21 tahun atau sudah kawin. Orang yang tidak berwenang
untuk melakukan perbuatan hukum:
1) Anak di bawah umur (minderjarigheid),
2) Orang yang ditaruh di bawah pengampuan, dan
3) Istri (Pasal 1330 KUH Perdata). Akan tetapi dalam
perkembangannya istri dapat melakukan perbuatan hukum,
30
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 31 UU Nomor 1 Tahun
1974 j.o SEMA No. 3 Tahun 1963.
c. Adanya objek perjanjian
Di dalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi
objek perjanjian adalah prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah
apa yang menjadi kewajiban debitur dan apa yang menjadi hak
kreditur. Prestasi ini terdiri dari perbuatan positif dan negatif.
Prestasi terdiri atas:
1) Memberikan sesuatu,
2) Berbuat sesuatu, dan
3) Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata)
d. Adanya causa yang halal
Dalam Pasal 1320 KUH Perdata tidak dijelaskan pengertian
orzaak (causa yang halal). Di dalam Pasal 1337 KUH Perdata
hanya disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah
terlarang apabila bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan,
dan ketertiban umum. Hoge Raad sejak tahun 1927 mengartikan
orzaak sebagai sesuatu yang menjadi tujuan para pihak.
3. Asas-asas perjanjian jual beli
a. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi “Semua
31
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”.
Menurut Salim H.S., asas kebebasan berkontrak adalah suatu
asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1) Membuat atau tidak membuat perjanjian,
2) Mengadakan perjanjian dengan siapapun,
3) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya,
dan
4) Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Kebebasan berkontrak merupakan salah satu asas yang sangat
penting, sebab merupakan perwujudan dari kehendak bebas,
pancaran dari hak manusia. (Setiawan, 2016:45)
b. Asas konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat
(1) KUH Perdata. Dalam Pasal itu ditentukan bahwa salah satu
syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah
pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan
bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal,
tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak.
Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan
pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak. (Salim, 2014:10)
32
Selain dari itu, asas konsensualisme menekankan suatu janji
lahir pada detik terjadinya konsensus (kesepakatan atau
persetujuan antara kedua belah pihak) mengenai hal-hal pokok dari
apa yang menjadi objek perjanjian. Apabila perjanjian dibuat
dalam bentuk tertulis maka bukti tercapainya konsensus adalah saat
ditandatanganinya perjanjian itu oleh pihak-pihak yang
bersangkutan. Namun demikian, tidak semua perikatan tunduk
dengan asas ini, karena terhadapnya ada pengecualian yakni
terhadap perjanjian formal (hibah, perdamaian, dan lain-lain) serta
perjanjian riil (pinjam pakai, pinjam-meminjam, dan lain-lain).
(Setiawan, 2016:46)
c. Asas kepastian hukum
Asas kepastian hukum merupakan asas bahwa hakim atau pihak
ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para
pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak
boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat
oleh para pihak. (Salim, 2014:10)
Asas kepastian hukum dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat
(1) KUH Perdata yang berbunyi “Perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang”.
d. Asas itikad baik
Menurut Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata definisi dari asas
itikad baik adalah perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad
33
baik. Asas itikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak
kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak
berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan
baik dari para pihak.
Asas itikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu itikad baik
nisbi dan itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, orang
memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek.
Pada itikad baik mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan
keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan
(penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif.
(Salim, 2014:11)
e. Asas kepribadian
Asas ini diatur dalam Pasal 1315 jo. Pasal 1340 KUH Perdata.
Bunyi Pasal 1315 KUH Perdata “Pada umumnya tak seorang dapat
mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkan suatu
janji selain dari pada untuk dirinya sendiri”. Sedangkan menurut
Pasal 1320 KUH Perdata “Persetujuan-persetujuan hanya berlaku
antara pihak-pihak yang membuatnya.... ”
Karena suatu perjanjian itu hanya berlaku bagi yang
mengadakan perjanjian itu sendiri, maka pernyataan tersebut dapat
dikatakan menganut asas kepribadian dalam suatu perjanjian.
(Setiawan, 2016:47)
34
Tidak semua perjanjian takluk dengan asas ini, ada ketentuan
pengecualian dalam Pasal 1317 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa “Lagi pun diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya
suatu janji guna kepentingan seorang pihak ke tiga, apabila suatu
penetapan janji, yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri,
atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain,
memuat suatu janji yang seperti itu”. (Salim, 2014:12)
C. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen dalam Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Sudah merupakan kodratnya bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri,
harus hidup bersama dalam suatu masyarakat yang terorganisasi untuk
mencapai tujuan bersama. Agar tujuan mereka tersebut teercapai
sebagaimana mestinya, dan dalam usahanya tidak selalu berbentur
kepentingan, maka diperlukanlah suatu norma yang mengaturnya. Norma
atau kaidah sosial adalah suatu pedoman atau peraturan hidup yang
menentukan bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam masyarakat
agar tidak merugikan orang lain.(Asyhadie, 2014:1)
1. Pengertian perlindungan konsumen dalam Undang-Undang No. 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Pengertian perlindungan konsumen terdapat pada Pasal 1 Ayat 1
Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
yaitu, segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen.
35
Dari pengertian perlindungan konsumen diatas, pada prinsipnya
ada dua pihak yang terkait dalam perlindungan konsumen itu, yaitu
konsumen sendiri dan pelaku usaha.
2. Asas dan tujuan perlindungan konsumen dalam Undang-Undang No. 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen diselenggarakan bersama berdasarkan
lima asas yang sesuai dengan pembangunan nasional, yaitu: (Asyhadie,
2014:192)
a. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamantkan bahwa segala
upaya dlam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen
dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b. Asas keadilan maksudnya agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
kewajibannya secara adil.
c. Asas keseimbangan maksudnya perlindungan konsumen
memberikan kesimbangan antara konsumen, pelaku usaha dan
pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
d. Asas keselamatan dan keamanan konsumen, yaitu untuk
memberikan jaminan keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan dan pemakaian, serta pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
36
e. Asas kepastian hukum maksudnya agar pelaku usaha dan kosumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Sedangkan tujuan dari perlindungan konsumen menurut Undang-
Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 3,
adalah:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang atau jasa;
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi;
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
37
3. Hak dan kewajiban konsumen dalam Undang-Undang No. 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen
Menurut Pasal 1 Ayat 2 Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, yang dimaksudkan dengan konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Dengan demikian, konsumen bisa orang-perorangan atau
sekelompok masyarakat maupun makhluk hidup lain yang
membutuhkan barang dan/atau jasa untuk dikonsumsi oleh yang
bersangkutan, atau dengan kata lain barang/jasa tersebut barang
tersebut tidak untuk diperdagangkan. (Asyhadie, 2014:194)
Masing-masing konsumen mempunyai hak dan kewajiban. Hak
konsumen sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 4 Undang-Undang
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa;
38
d. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak didiskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangan
lainnya.
Sedangkan kewajiban konsumen sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 5 Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen adalah sebagai berikut:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan
dan keselamatan;
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
39
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
4. Hak dan kewajiban pelaku usaha dalam Undang-Undang No. 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen
Definisi pelaku usaha dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen Pasal 1 Ayat 3 adalah, setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun sama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Sementara itu hak pelaku usaha atau pelaku bisnis dalam kaitannya
dengan perlindungan konsumen dimuat dalam Pasal 7 Undang-Undang
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen adalah sebagai
berikut:
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad baik;
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
40
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan;
e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan
lainnya.
Kewajiban pelaku usaha ditentukan dalam Pasal 7 Undang-Undang
No. 8 tahun 1999 Perlindungan Konsumen yaitu sebagai berikut:
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barangn dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau diperdagangkan;
f. Memberi kompensasai, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
41
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian;
h. Menerima pembayaran sesuai kesepakatan;
i. Mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan atau tindakan
konsumen yang tidak beritikad baik;
j. Melakukan pembelaan.
5. Sengketa konsumen dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
Dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen memang tidak ada dijumpai tentang definisi atau pengertian
dari sengketa konsumen. Namun, dalam beberapa pasal ditentukan
adanya larangan bagi pelaku usaha yang apabila dilakukan dapat
merugikan konsumen. Larangan yang dilakukan pelaku usaha inilah
yang bisa menjadi sengketa konsumen. (Asyhadie, 2014:198)
Larangan bagi pelaku usaha tersebut ditentukan mulai Pasal 8
sampai sampai Pasal 17 Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen sebagai berikut:
Pasal 8
(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang:
a. Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundag-undangan;
42
b. Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan
jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam
label atau etiket barang tersebut;
c. Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dann jumlah
dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d. Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, setiket atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e. Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses
pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
f. Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa
tersebut;
g. Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal,
sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam
label;
i. Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto,
komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan,
43
nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk
penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
j. Tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat
atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan
pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau
tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat
(2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta
wajib menariknya dari peredaran.
Pasal 9
(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, memproduksikan,
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar,
dan/atau seolah-olah:
a. Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan
harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode
tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
44
c. Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau
meiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu,
keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d. Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang
mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f. Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang
dan/atau jasa lain;
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak
berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan
tampak keterangan yang lengkap;
k. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum
pasti.
(2) Barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang untuk diperdagangkan.
(3) Pelaku ushaa yang melakukan pelanggarang terhadap ayat (1)
dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan
barang dan/atau jasa tersebut.
6. Ketentuan-ketentuan mengenai sanksi dalam Undang-Undang No. 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
45
Konsumen yang merasa dirugikan karena mongkonsumsi barang
dan/atau jasa yang diedarkan dan diperdagangkan oleh pelaku usaha,
selain dapat mengajukan tuntutan secara perdata juga dapat
mengajukan tuntutan secara pidaha. Hal tersebut dikarenakan di dalam
Pasal 61 Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, telah menjalaskan bahwa penuntutan pidana dapat
dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Berkaitan dengan sanksi pidana maka seorang pelaku usaha dapat
dikenakan pidana berupa penjara maupun pidana denda. Pelaku usaha
dapat dikenakan sanksi berupa ppidana penjara selama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua
milyar rupiah), ketika mereka melanggar ketentuan Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c, huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 Undang-Undangn Perlindungan
Konsumen. Dan pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal
16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). (Dewi, 2015:125)
46
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga
1. Lokasi SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga
SPBU adalah kependekan dari “Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum”. SPBU 44.507.06 terletak di dekat Pasar Sapi kota Salatiga
tepatnya di Jalan Veteran. Di SPBU Pertamina ini tidak hanya untuk
pengisian bensin, tetapi sudah menjadi rest area karena sudah ada
fasilitas berupa musholla, toilet, atm dan tempat parkir yang luas
dikarenakan luas SPBU Pertamina ini berkisar seluas 4.300 m2.
2. Sejarah SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga
SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga berdiri di bawah naungan PT.
Arson Jaya Abadi. SPBU ini mulai beroperasi pada tanggal 19 April
2004, pada awal beroperasi SPBU ini mempunyai 26 karyawan dan 3
pompa pengisian bensin.
SPBU Pertamina 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga menggunakan
estetika warna dasar merah dan garis putih yang merupakan warna
standar SPBU Pertamina di seluruh Indonesia. Dari segi pencahayaan,
lay-out, kebersihan, SPBU Pertamina sudah melakukan banyak
perubahan dan akan terus berbenah untuk menjadi SPBU yang lebih
baik dan untuk menjaga kepuasan dan kenyamanan pelanggan.
Standar operasional pelsyanan SPBU Pertamina ini adalah PASTI
PAS. Dan kelas SPBU Pertamina ini adalah PASTI PAS GOOD. Ada
47
lima elemen standar operasional yang harus dicapai oleh setiap SPBU
Pertaminan untuk memenuhi standar PASTI PAS:
a. Staf yang terlatih dan termotivasi dengan baik (Well trained and
motivated staff).
b. Jaminan kualitas dan kuantitas (Quality and Quantity Assurance)
c. Fasilitas dan peralatan terpelihara dengan baik (Well maintained
equipment and facility)
d. Format fisik yang konsisten (Consistent physical format, aligned
with overall retail strategy)
e. Penawaran produk komprehensif (Comprehensive product
offering)
3. Produk SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga
Produk BBM (Bahan Bakar Minyak) yang dijual di SPBU
Pertamina ini yaitu BBM, BBM Pertalite, BBM Pertamax dan BBM
jenis Solar. SPBU Pertamina ini juga menjual gas elpiji.
4. Struktur Organisasi SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga
Struktur organisasi yang berada di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi
Salatiga adalah sebagai berikut:
Direktur utama : Yudiarso
Manager : Hariyanto
Supervisor : Totok Surahmanto
Administrasi : Ana Istiana
Operator : Andika Arif W
48
Ari Pritono
Edy Sudanto
Eko Hariyadi
Harjanto
Haeri Triana
Mamik Edi Susanto
Rustamaji Wibowo
Sapto Nugroho
Sartono
Priyanto
Widodo
Bagas Dharma
Amir Kiki Indra Irawan
Ahmad Baihaqi
Faried Musafad
Tenaga Kebersihan : Susilo Mujliyantoro
Struktur tersebut disusun berdasarkan kebutuhan perusahaan,
terdiri dari:
a. Direktur Utama
Tugas dan wewenang direktur utama adalah:
1) Melakukan pengecekan laporan penjualan BBM.
2) Mengontrol pekerjaan manajer.
49
3) Memutuskan kebijakan penting yang kaitannya dengan
perusahaan.
b. Manajer
Tugas dan wewenang manajer adalah:
1) Melakukan perencanaan penebusan BBM.
2) Menyusun planning kedatangan BBM.
3) Bertanggung jawab penuh akan jalannya kegiatan operasional.
4) Melaksanakan pembinaan karir karyawan (mutasi, demosi,
promosi).
5) Melakukan recruitmen karyawan.
c. Supervisor
Tugas dan wewenang supervisor adalah:
1) Menerima bongkar muat BBM dari depot Pertamina.
2) Membantu manager melakukan pengawasan di lapangan.
3) Memotivasi karyawan.
4) Mengatur jadwal kerja karyawan.
5) Melakukan penilaian motivasi kerja karyawan untuk
selanjutnya dilaporkan kepada manajer.
d. Administrasi
Tugas dan wewenang administrasi adalah:
1) Melaksanakan administrasi perusahaan yang menyangkut
kepegawaian, penjualan, dan perusahaan.
50
2) Membuat laporan gaji karyawan untuk diserahkan kepada
manajer.
3) Membuat laporan laba rugi perusahaan.
4) Mengarsipkan data perusahaan.
e. Operator
Tugas dan wewenang operator adalah:
1) Menjalankan SOP (Standar Operasional Prosedur) Pertamina
Way dengan baik.
2) Melakukan transaksi langsung dengan konsumen.
3) Melakukan rekapitulasi penjualan BBM untuk dilaporkan
kepada supervisor.
4) Melayani konsumen dengan baik dan sepenuh hati.
f. Tenaga Kebersihan
Tugas dan wewenang tenaga kebersihan:
1) Membersihkan area SPBU.
2) Merawat peralatan dan fasilitas yang ada di SPBU.
B. Mekanisme Pembulatan Harga Jual BBM di SPBU 44.507.06 Pasar
Sapi Salatiga
Pembulatan harga jual adalah proses membulatkan nilai jual suatu
barang yang ditawarkan kepada konsumen, berupa BBM yang terdiri dari
Pertalite, Pertamax dan Solar.
Proses pembayaran di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga tidak
semuanya dilakukan dengan jumlah pembayaran yang sesuai dengan
51
jumlah uang yang tertera di mesin pengisian. Hal ini terjadi apabila
pengisian bensin penuh atau full tank, banyak konsumen yang tidak dapat
membayar jumlah harga dengan uang pas karena tidak adanya nominal
satuan uang yang sesuai dengan jumlah harga yang tertera di mesin
pengisian. Seperti satuan 25 rupiah, 50 rupiah dan lainnya. Pihak SPBU
akan langsung membulatkan harga yang semula tertera di mesin pengisian
Rp. 14.350 menjadi Rp. 15.000. Hal ini dilakukan oleh operator dengan
menyebutkan pembulatan harga dan konsumen segera membayarnya.
Sedangkan apabila konsumen melakukan transaksi dengan kartu debet
atau kredit maka jumlah harga yang dibayar akan sama dengan harga yang
tertera pada mesin pengisian BBM.
Pembulatan harga jual dinilai tidak sesuai apabila terjadi di SPBU
dengan sertifikat PASTI PAS, dikarenakan untuk mendapatkan sertifikat
SPBU PASTI PAS harus melalui audit yang sangat teliti dimulai dari
persyaratan yang harus terpenuhi diantaranya takaran, pelayanan, fasilitas
baik kualitas maupun kuantitas.
C. Hasil Wawancara dengan Pelaku Usaha di SPBU 44.507.06 Pasar
Sapi Salatiga
Wawancara yang penulis lakukan beberapa waktu lalu di SPBU
44.507.06 Pasar Sapi Salatiga dengan responden Bapak Totok selaku
supervisor, beliau menyatakan bahwa:
“Pihak SPBU tidak membenarkan atau melegalkan adanya praktik
pembulatan harga di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga yang
dilakukan oleh operator. Tidak memungkinkan untuk kami
mengawasi satu persatu operator yang sedang melakukan transaksi
52
dikarenakan jumlah operator yang banyak. Pihak SPBU juga sudah
menyediakan uang pecahan dengan nominal Rp. 500, Rp. 200 dan
Rp. 100. Tetapi sekarang pada prakteknya sangat sulit ditemukan
uang pecahan Rp. 100 dan Rp. 200. Dalam SOP yang dijalankan
oleh SPBU, pembulatan harga yang dilakukan oleh operator tidak
diperbolehkan. Dan untuk alokasi uang kembalian yang telah
dibulatkan tersebut tidak diserahkan kepada pihak manajemen
SPBU, karena operator hanya menyetorkan uang yang sesuai
dengan pengeluaran mesin pengisian BBM. Apabila konsumen
meminta uang kembalian yang sudah menjadi haknya, maka akan
kami akan berusaha untuk mencari uang pecahan yang pada saat
itu tidak tersedia. Mengenai konsumen yang ingin melapor apabila
ia merasa dirugikan, maka dapat melaporkan langsung kepada
pengawas SPBU. Adapun sanksi yang akan diterima oleh SPBU
apabila operator melakukan pelanggaran lainnya yang merugikan
kosumen maka sanksi pertama adalah peringatan lisan, apabila
dengan peringatan pertama pelanggaran masih dilakukan maka
akan mendapat sanksi yang kedua yaitu skorsing atau peliburan
paksa, dan sanksi yang terakhir yaitu pemberhentian kerja operator
oleh pihak SPBU.” (Wawancara, Totok, 4 Juli 2018)
Dari hasil wawancara diatas, sebenarnya pihak manajemen SPBU
tidak membenarkan praktek pembulatan harga dan menganjurkan operator
untuk mengkonfirmasi terlebih dahulu kepada konsumen apabila terjadi
pembulatan harga. Namun pada praktiknya ada beberapa operator yang
tidak mempraktekkan hal tersebut meskipun sudah disampaikan oleh pihak
manajemen SPBU.
Berikut ini adalah SOP (Standar Operasional Prosedur) pelayanan
SPBU menurut SOP (Standar Operasional Prosedur) Pertamina Way yaitu
sebagai berikut:
1. Memandu kendaraan konsumen hingga berhenti di pulai pompa.
2. Memberikan 3S (Senyum, Salam dan Sapa) dengan ramah.
3. Menyampaikan potensi bahaya dan larangan secara sopan tapi tegas.
53
4. Membuka tutup tangki dan meletakkan di tempat yang aman dan tidak
melecetkan kendaraan konsumen.
5. Menunjukkan angka “Nol” kepada konsumen sebelum pengisian dan
meletakkan nozzle ke tangki kendaraan konsumen dengan hati-hati dan
mulai melakukan pengisian.
6. Mengisi BBM sambil berinteraksi dengan konsumen dengan
menawarkan produk atau layanan yang ada di SPBU.
7. Selesai pengisian dengan menunjukkan angka liter atau uang akhir
display dispenser dan menutup tangki mobil sampai tertutup rapat.
8. Menghitung dan konfirmasi uang yang diterima di hadapan konsumen.
9. Memberikan bukti pembayaran dan jumlah kembalian yang pas sesuai
dengan jumlah pembelian
10. Ucapkan terima kasih dan selamat jalan kepada pelanggan dengan
tersenyum.
Wawancara selanjutnya yaitu dengan operator SPBU 44.507.06
Pasar Sapi Salatiga. Ada beberapa alasan operator SPBU melakukan
pembulatan harga diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Kurang tersedianya uang pecahan Rp. 200 dan Rp. 100. Pecahan Rp.
500 juga tersedia tetapi dengan jumlah yang sedikit, itupun hasil dari
menukar uang dengan sopir angkot yang kebetulan mengisi BBM.
Maka dengan terpaksa operator melakukan pembulatan harga
meskipun tahu tindakan tersebut tidak dibenarkan oleh SOP SPBU.
(Wawancara)
54
2) Uang yang dibulatkan jumlahnya sedikit, tidak mencapai Rp. 1000 dan
dinilai tidak akan memberatkan konsumen.
3) Memudahkan kinerja operator. Karena apabila uang pecahan tidak
tersedia dan operator harus mencarikan uang pecahan untuk
kembalian, maka konsumen yang lain akan komplain karena
banyaknya antrian kendaraan yang akan membeli BBM.
Bapak Priyanto sebagai salah satu operator di SPBU 44.507.06
dalam wawancara juga menyatakan bahwa:
“Selama saya bekerja di SPBU ini dari tahun 2004 sampai
sekarang, belum ada konsumen yang komplain pada saat saya
melakukan pembulatan harga. Seandainya kami meminta harga
sesuai dengan yang tertera di mesin pengisian bensin yang tidak
genap, maka akan menyulitkan konsumen dalam membayar dan
menyulitkan kami dalam memberi uang kembalian. Kemudian
kami memutuskan untuk melakukan pembulatan harga. Harapan
kami adalah adanya kerelaan dan pemahaman dari konsumen ”
(Wawancara, Priyanto, 4 Juli 2018)
D. Hasil Wawancara dengan Konsumen di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi
Salatiga
Konsumen dalam menanggapi praktek pembulatan harga jual di
SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga memberikan pendapat yang berbeda-
beda, sebagian besar konsumen merelakan pembulatan dan hanya sedikit
konsumen yang tidak merelakan uang pembulatan tersebut.
Bagi konsumen yang merelakan praktik pembulatan harga jual
BBM di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga menyatakan bahwa:
1. Praktik pembulatan harga yang dilakukan oleh operator SPBU
44.507.06 Pasar Sapi Salatiga merupakan hal yang wajar karena
55
mempercepat waktu antrian. Maka akan memudahkan operator dan
konsumen agar tidak terjadi penumpukan antrian kendaraan konsumen
dan mempercepat waktu transaksi.
2. Konsumen merasa tidak dirugikan karena jumlah nominal uang yang
dibulatkan tidak mencapai Rp. 1000.
3. Pelayanan dan fasilitas SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga sudah
cukup baik, bagi konsumen praktik pembulatan harga bukan
merupakan kendala untuk tidak melakukan pengisian di SPBU
44.507.06 Pasar Sapi Salatiga.
Konsumen yang tidak merelakan uang pembulatan harga jual BBM
berpendapat bahwa:
1. Pembulatan harga yang dilakukan oleh operator SPBU 44.507.06 Pasar
Sapi Salatiga merugikan konsumen karena uang kembalian tersebut
adalah hak konsumen yang harus dikembalikan dan merupakan
kelebihan bagi operator.
2. Operator SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga tidak pernah
mengkonfirmasi tentang selisih harga yang tertera di mesin pengisian
dengan harga yang harus dibayarkan, serta operator tidak pernah
mengkonfirmasi tentang kerelaan konsumen terhadap praktik
pembulatan tersebut.
56
3. Uang pembulatan merupakan kerugian bagi konsumen karena operator
tidak pernah menjelaskan alokasi dana pembulatan tersebut, apakah
untuk donasi atau untuk kepentingan operator atau perusahaan.
Bapak Hadi sebagai salah satu konsumen SPBU 44.507.06 Pasar
Sapi Salatiga yang melakukan pembelian full tank dalam wawancara
menyatakan bahwa:
“Saya membeli full tank dan di mesin menunjukkan harga Rp.
14.350 dan operator menyuruh saya untuk membayar Rp. 15.000.
Harganya dibulatkan sampai lebih dari Rp. 500, masa SPBU tidak
punya uang receh lima ratus, pembulatan harganya terlalu banyak.”
(Wawancara, Hadi, 5 Juli 2018)
57
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktik Pembulatan Harga Jual
BBM (Studi Kasus SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga)
Jual beli adalah salah satu sarana manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dalam Hukum Islam jual beli mempunyai rukun dan
syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh
syara‟. Apabila syarat dan rukun tidak terpenuhi maka jual beli tersebut
menjadi tidak sah atau fasid.
Di samping syarat-syarat dan rukun jual beli yang ditentukan, para
ulama fiqh juga mengemukakan beberapa syarat lain, yaitu berkaitan
dengan syarat sah jual beli. Para ulama fiqh menyatakan bahwa jual beli
baru dianggap sah apabila jual beli itu terhidar dari cacat, seperti kriteria
barang yang diperjualbelikan itu diketahui, baik jenis, kualitas, maupun
kuantitasnya, jumlah harga jelas, jual beli itu tidak mengandung unsur
paksaan, unsur tipuan, mudharat, serta adanya syarat-syarat lain yang
membuat jual beli itu rusak.
Nilai-nilai Islami yang dapat dijadikan dasar dalam menjalankan
kegiatan ekonomi adalah saling jujur, yaitu keadaan dimana semua pihak
baik pelaku usaha maupun konsumen mengetahui informasi terhadap
barang tersebut, baik kualitas, jumlah dan takaran barang, dan harga
barang.
58
Pada dasarnya semua kegiatan mu‟amalah diperbolehkan dalam
Hukum Islam kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Praktik
pembulatan harga jual BBM yang dilakukan oleh SPBU 44.507.06 Pasar
Sapi Salatiga boleh dilakukan, apabila tidak ada yang merasa dirugikan
atau dizholimi antara pihak-pihak yang berakad maupun orang lain.
Allah SWT berfirman dalam Q.S an-Nisa ayat 29 yang berbunyi:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.”
Dalam ketentuan ayat diatas menjelaskan bahwa sesungguhnya
dasar dari jual beli adalah saling rela diantara kedua belah pihak. Dalam
ayat tersebut juga menjelaskan bahwa kegiatan jual beli merupakan salah
satu usaha untuk mencukupi kebutuhan hidup yang sangat dianjurkan,
tetapi dengan cara-cara yang dibenarkan oleh agama.
Para ulama sepakat landasan untuk terwujudnya suatu akad adalah
timbulnya sikap yang menunjukkan kerelaan atau persetujuan kedua belah
pihak untuk merealisasikan kewajiban di antara mereka. Hal tersebut
59
menunjukkan bahwa akad harus menggunakan lafal yang menunjukkan
kerelaan dari masing-masing pihak untuk melakukan transaksi jual beli.
Dalam praktiknya, beberapa konsumen SPBU berpendapat bahwa
mereka setuju atau merelakan pembulatan harga yang dilakukan oleh
operator SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga. Menurut beberapa
konsumen praktik pembulatan harga merupakan hal yang wajar, karena
untuk mempermudah kinerja operator dan mempercepat antrian
kendaraan, sehingga antrian kendaraan tidak menumpuk dan konsumen
bisa lebih cepat untuk melanjutkan perjalanannya. Alasan lain yaitu karena
nominal uang yang dibulatkan tergolong sedikit dan dirasa tidak terlalu
merugikan konsumen.
Praktik pembulatan harga yang terjadi di SPBU 44.507.06 Pasar
Sapi Salatiga dapat diperbolehkan oleh Hukum Islam ketika unsur
kerelaan atau „an taradin terpenuhi antara konsumen dan operator SPBU.
Konsumen merelakan uang kembalian pembelian BBM tersebut hanya
untuk menghindari kesulitan yang dialami oleh operator SPBU, karena
pada saat ini uang receh Rp. 100, Rp. 200 dan Rp. 500 terkadang susah
ditemukan. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh pihak operator yaitu
kurang tersedianya uang perak dengan nominal kecil.
Cara yang digunakan oleh para pihak untuk menunjukkan kerelaan
diantara mereka adalah operator SPBU menunjukkan harga yang telah
dibulatkan dan konsumen langsung membayarkan sejumlah uang yang
ditawarkan oleh operator.
60
Dalam praktik pembulatan harga ada beberapa konsumen yang
tidak setuju atau tidak rela, tetapi mereka tidak komplain secara langsung
kepada pihak SPBU. Konsumen menyatakan bahwa pembulatan harga
yang dilakukan oleh operator SPBU dapat merugikan konsumen, berarti
ada unsur ketidakrelaan di salah satu pihak. Apabila salah satu pihak tidak
saling rela maka jual beli antara konsumen dan operator SPBU tersebut
tidak sah.
Menurut beberapa konsumen yang tidak setuju, praktik pembulatan
harga merupakan kelebilan atau tambahan keuntungan bagi operator.
Menurut penulis, keuntungan lebih tersebut mengandung unsur
ketidakadilan, karena takaran atau timbangan tidak sesuai dengan nominal
uang yang dibayarkan, hal ini telah dijelaskan dalam al-Quran surat al-
An‟am ayat 152:
61
Artinya: “Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali
dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.
dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami
tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar
kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah
kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan
penuhilah janji Allah. yang demikian itu diperintahkan Allah
kepadamu agar kamu ingat.”
Praktik pembulatan harga oleh operator SPBU juga mengandung
unsur paksaan, karena tidak tersedianya uang pecahan kecil untuk uang
kembalian, maka operator dengan terpaksa secara sepihak harus
membulatkan harganya, tanpa mengkonfirmasi kepada konsumen terlebih
dahulu, jual beli dalam hal tersebut adalah tidak sah.
B. Analisis Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen Terhadap Praktik Pembulatan Harga Jual BBM (Studi
Kasus SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga)
Jual beli menurut pasal 1457 Burgerlijk Wetboek adalah, suatu
perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
telah dijanjikan.
Perjanjian dapat dianggap sah oleh hukum apabila memenuhi
beberapa syarat tertentu. Dalam pasal 1320 KUHPerdata untuk sahnya
suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu atau adanya obyek;
4. Suatu sebab yang halal.
62
Dalam pasal 1320 KUHPerdata di atas, nomor 1 dan 2 merupakan
syarat subyektif, dan apabila syarat subyektif tidak terpenuhi maka
perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak. Sedangkan nomor 3 dan
4 merupakan syarat obyektif, apabila syarat obyektif tidak terpenuhi maka
perjanjian batal demi hukum.
Dalam jual beli tentunya sebelum terjadi transaksi, kedua belah
pihak sepakat terlebih dahulu mengenai jumlah barang dan jumlah harga
yang harus dibayarkan oleh konsumen. Pada praktik pembulatan harga di
SPBU operator menentukan jumlah harga yang harus dibayarkan oleh
konsumen tanpa mengkonfirmasi terlebih dahulu ketika terjadi pembulatan
harga, dengan alasan tidak tersedianya uang pecahan dengan nominal
selisih harga yang dibulatkan.
Bagi beberapa konsumen yang setuju atau rela terhadap praktik
pembulatan harga, transaksi jual beli antara operator dan konsumen SPBU
tersebut adalah sah hukumnya, karena syarat perjanjian yang terdapat pada
pasal 1320 KUHPerdata yaitu kesepakatan sudah terpenuhi diantara
keduanya. Sedangkan bagi konsumen yang tidak setuju atau tidak rela,
praktik pembulatan harga oleh operator SPBU dapat digolongkan sebagai
paksaan sebab konsumen tidak dinyatakan keikhlasan maupun
persetujuannya atas pembulatan yang dilakukan operator sehingga uang
tersebut diberikan secara tidak sukarela melainkan dilakukan sepihak oleh
operator, sehingga secara tidak langsung ada paksaan.
63
Pembulatan harga yang dilakukan oleh operator SPBU juga
melanggar SOP (Standar Operasional Prosedur) Pertamina Way, yaitu
memberikan bukti pembayaran dan jumlah kembalian yang pas sesuai
dengan jumlah pembelian, menghitung dan mengkonfirmasi uang yang
diterima di hadapan konsumen. Sebenarnya pihak manajemen SPBU
sudah melakukan brifing kepada operator setiap pergantian shift untuk
melaksanakan SOP dengan baik dan benar, tetapi pihak manajemen tidak
bisa selalu mengawasi setiap operator. Pihak manajemen SPBU
menyatakan bahwa kalau masih ada operator yang melakukan hal-hal yang
merugikan konsumen maka akan memberikan sanksi pertama berupa
teguran lisan atau peringatan, sanksi kedua apabila peringatan pertama
pelanggaran masih dilakukan adalah skorsing atau peliburan paksa, dan
sanksi yang terakhir yaitu pemberhentian kerja operator oleh pihak
manajemen SPBU.
Perlindungan Konsumen menurut Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 pasal 1 adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Dengan adanya
perlindungan hukum maka akan meminimalisir adanya kejahatan-
kejahatan pelaku usaha terhadap konsumen, karena tujuan perlindungan
konsumen sebagaimana yang tercantum pada pasal 3 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen yang diantaranya a) meningkatkan kesadaran,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; b)
mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
64
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; c)
meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d) menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi; e)
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha; f) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang
menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Pembulatan harga di SPBU tidak sesuai dengan asas perlindungan
konsumen yaitu asas keadilan. Asas keadilan maksudnya agar partisipasi
rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan
kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
kewajibannya secara adil.
Mengenai hak-hak yang harus didapatkan oleh konsumen, pihak
SPBU atau dalam transaksi langsung dengan konsumen yaitu operator
tidak dapat memenuhi hak konsumen dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999 pasal 4 (b) hak untuk memilih
barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; (g)
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
didiskriminatif h) hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
65
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Untuk memenuhi hak-hak konsumen, maka pelaku usaha
mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan. Sedangkan dalam praktik
pembulatan harga jual BBM di SPBU, operator SPBU tidak menjalankan
kewajibannya sbagai pelaku usaha sebagaimana Pasal 7 Undang-Undang
No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menjadi
kewajiban pelaku usaha diantaranya c) memperlakukakn atau melayani
konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; g) memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa
yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Praktik pembulatan harga jual BBM di SPBU 44.507.06 Pasar Sapi
Salatiga ditinjau dari Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dalam kasus ini jumlah harga atau uang
kembalian yang dibulatkan cenderung sedikit, akan tetapi tindakan ini
dapat dikategorikan sebagai tindakan yang membuat konsumen merasa
tidak nyaman karena mau tidak mau konsumen harus menyetujui
pernyataan operator SPBU yang melakukan pembulatan harga. Kurang
tersedianya uang receh tidak bisa dijadikan alasan oleh operator SPBU
untuk melakukan pembulatan harga, karena sudah menjadi kewajiban
pelaku usaha dalam hal ini pihak SPBU harus selalu menyediakan uang
receh untuk uang kembalian kepada konsumen.
66
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, kerelaan atau
keikhlasan seseorang menjadi dasar suatu kontrak atau perjanjian dapat
terjadi, yang dimaksud dengan keikhlasan adalah tidak boleh ada suatu
sebab tertentu dalam menjalani suatu hak. Selaras dengan tujuan dari
adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini adalah untuk
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab
dalam berusaha.
Atas dilanggarnya hak-hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha
yang tidak dijalankan dalam praktik pembulatan harga jual BBM di SPBU
44.507.06 tersebut di dalam pasal 45 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, dimana setiap konsumen yang merasa dirugikan sedangkan
pelaku usaha tidak bersedia bertanggung jawab atas kesalahan yang
dilakukan, konsumen dapat menggugat pelaku usaha melalui peradilan
yang berada di lingkungan peradilan umum. Penyelesaian sengketa dapat
ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan
para pihak. Di dalam pasal 46 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
disebutkan juga bahwa gugatan dapat dilakukan oleh seorang konsumen
atau ahli warisnya atau bisa juga sekelompok konsumen yang mempunyai
kepentingan yang sama.
Gugatan yang diajukan oleh masyarakat atau sekelompok orang
yang mempunyai kepentingan yang sama, yang disebut gugatan
perwakilan atau gugatan kelompok, yang di dalam sistem hukum Anglo
67
Saks dikenal dengan class action. Gugatan kelompok dapat diajkan oleh
pihak yang berkepentingan langsung selaku salah seorang anggota
kelompok yang dirugikan, yang mewakili kelompok yang sama-sama
dirugikan. Tetapi gugatan kelompok dapat diajukan juga oleh pihak yang
secara langsung dirugikan seperti misalnya Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI). (Mertokusumo, 2006:71)
Pengaduan konsumen juga dapat ditempuh dengan cara, melakukan
gugatan melalui Badan Perlindungan Konsumen Nasional, Lembaga
Konsumen Swadaya Masyarakat dan Badan Penyelesaian Konsumen
dimana ini di luar pengadilan atau juga dapat melakukan gugatan melalui
pengadilan umum.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari seluruh pembahasan dan analisis yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembulatan harga jual di SPBU adalah praktik pembulatan harga yang
dilakukan oleh operator. Terjadi apabila konsumen membeli BBM full
tank dengan uang cash dan mesin pengisian menunjukkan harga Rp.
14.350 maka pihak SPBU menyuruh konsumen untuk membayar Rp.
15.000 dengan alasan tidak tersedianya uang receh.
2. Analisis Hukum Islam dalam praktek pembulatan harga jual BBM di
SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga terhadap konsumen yang
merelakan uang kembalian dibulatkan adalah jual beli sah, karena
memenuhi syarat suka sama suka atau „an taradin yang dimuat dalam
al-Quran surat an-Nisa ayat 29. Sedangkan Analisis Hukum Islam
dalam praktek pembulatan harga jual BBM di SPBU 44.507.06 Pasar
Sapi Salatiga terhadap konsumen yang tidak merelakan uang
kembaliannya, maka transaksi jual beli tidak sah. Dikarenakan dalam
sistem pembulatan harga mengandung unsur paksaan oleh pelaku „an
taradin yang merupakan dasar dari jual beli tidak dapat terpenuhi,
pembulatan harga jual juga mengandung unsur ketidak adilan karena
takaran atau timbangan tidak sesuai denga jumlah harga yang
dibayarkan.
69
3. Analisis Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen terhadap konsumen yang menyepakati pembulatan harga
adalah sah antara keduanya, karena konsumen tidak merasa hak-hak
konsumen dalam pasal 4 Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tersebut
dilanggar oleh pelaku usaha atau operator SPBU. Sedangkan Analisis
Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
dalam praktik pembulatan harga jual BBM terhadap konsumen yang
tidak menyepakati pembulatan harga tidak dianggap sah oleh hukum
karena tidak sesuai dengan asas perlindungan konsumen yaitu asas
keadilan, dan tidak memenuhi syarat subyektif perjanjian pada
KUHPerdata pasal 1320 yaitu kesepakatan.
B. Saran
1. Bagi pihak manajemen SPBU untuk memberikan sanksi-sanksi yang
tegas kepada operator yang masih melakukan praktik pembulatan
harga.
2. Bagi pelaku usaha agar memenuhi hak-hak konsumen dan
melaksanakan kewajiban sebagai pelaku usaha sebagaimanaya yang
tercantum dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
3. Bagi pelaku usaha khususnya operator SPBU 44.507.06 Pasar Sapi
Salatiga sebaiknya ketika melakukan pembulatan harga jual
mengkonfirmasi terlebih dahulu kepada konsumen, agar unsur
kerelaan atau an taradin dapat terpenuhi.
70
4. Bagi konsumen agar menjadi konsumen yang cerdas serta aktif
memperhatikan hak-hak dan kewajibannya yang tercantum dalam
Undang-Undang Konsumen No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, dan apabila saat transaksi terjadi pembulatan harga dan
tidak merelakan uang kembaliannya dibulatkan maka seharusnya
meminta kembali uang kembalian yang pas dan tidak langsung
membayarnya.
5. Bagi konsumen SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga apabila ingin
melakukan transaksi jual beli BBM sebaiknya membeli dengan
nominal uang yang pas, tidak membeli dengan full tank agar tidak
dirugikan.
6. Bagi konsumen yang merasa masih dirugikan oleh pelaku usaha dan
pelaku usaha tidak bersedia bertanggung jawab agar mengajukan
gugatan class action dengan konsumen lain yang berkepentingan sama
ke pengadilan umum.
71
DAFTAR PUSTAKA
Asyhadie, Zaeni. 2005. Hukum Bisnis Prinsip dan Pelaksanaannya di Insonesia.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Aziz, Abdul. 2010. Fiqh Muamalah Sistem Transaksi dalam Islam. Jakarta:
AMZAH
Azwar, Saifuddin. 2011, Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Departemen Agama Republik Indonesia. 1989. Al-qur‟an dan Terjemahnya.
Semarang: Toha Putra.
Dewi, Eli Wuria. 2015. Hukum Perlindungan Konsumen. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Hidayat, Enang. 2015. Fiqih Jual Beli. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Huda, Qomarul. 2011. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Teras.
Mardani. 2013. Hukum Perikatan Syariah di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Mertokusumo, Sudikno. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta.
Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Power Point Refresh SPBU Pasti Pas Reborn.
Sabiq, Sayyid. Penerjemah Kamaluddin A. Marzuki. 1987. Fikih Sunnah.
Bandung: PT Alma‟arif
Saebani, Beni Ahmad. 2008. Metode Penelitian. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Salim H.S. 2014. Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak. Jakarta:
Sinar Grafika.
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. 2008. Pedoman Penulisan Skripsi
dan Tugas Akhir. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Setiawan, I Ketut Oka. 2016. Hukum Perikatan. Jakarta: Sinar Grafika
Subekti. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
72
Subekti, dan R. Tjitrosudibio. 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Sujarweni, V. Wiratna. 2014. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: PT. Pustaka
Baru.
Syahputra, Aditya Maulana. 2018. Perlindungan Konsumen Atas Hak Uang
Kembalian dalam Perjanjian Jual Beli pada Supermarket di Yogyakarta.
Skripsi tidak diterbitkan di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
73
Lampiran 1:
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK PELAKU USAHA
1. Sejak kapan anda bekerja di SPBU?
2. Apa jabatan anda?
3. Apa yang anda ketahui tentang sistem pembayaran di SPBU? Bagaimana
peraturannya di SPBU?
4. Bagaimana ketika konsumen membeli BBM dengan full tengki yang
nominalnya jarang sekali genap?
5. Apakah ketika terjadi pembayaran yang tidak genap, antara karyawan dan
konsumen melakukan akad saling merelakan?
6. Bagaimana sistem pembulatan harga yang berlaku di SPBU ini? Apakah
terjadi karena alasan sedikitnya ketersediaan uang receh?
7. Ada berapa karyawan di SPBU?
8. Ada berapa konsumen rata rata setiap harinya?
9. Apa saja kendala dalam pekerjaan anda?
74
Lampiran 2:
DAFTAR PERTANYAAN UNTUK KONSUMEN
1. Apakah anda mengetahui adanya pembulatan harga ketika anda membeli
BBM dengan full tank?
2. Apakah anda pernah mendapatkan informasi tentang pembulatan harga?
3. Apakah ketika terjadi pembayaran atas pembulatan harga antara anda dan
operator SPBU melakukan akad saling merelakan?
4. Sepengetahuan anda bagaimana sistem pembulatan harga yang
diberlakukan di SPBU ini?
5. Apabila anda setuju terhadap praktik pembulatan harga, apa alasannya?
6. Apakah anda merasa dirugikan dengan adanya pembulatan harga uang
kembalian?
7. Apakah ada kendala ketika anda membeli BBM di SPBU ini?
75
Lampiran 3:
Foto Wawancara dengan Supervisor SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga
Foto Wawancara dengan Operator SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga
76
Foto Wawancara dengan Konsumen SPBU 44.507.06 Pasar Sapi Salatiga
77