6
Rizky Cynthia Putri 12/330713/EK/18897 Manajemen Tindakan Pengamanan Perdagangan sebagai Instrumen Pemulihan Perdagangan Liberalisasi telah membuka perdagangan dunia menjadi kompetisi yang lebih bebas, guna mendukung terlaksananya kegiatan bisnis antar negara diperlukan suatu instrumen hukum dalam bentuk regulasi baik nasional maupun internasional seperti pengaturan dalam hukum perdagangan internasional (international trade law). Oleh karena itu dengan masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing The World Trade Organization (WTO) membawa konsekuensi bagi Indonesia, yaitu harus memetuhi seluruh hasil kepakatan dalam forum WTO. WTO mengidentifikasi tiga jenis utama dari pembatasan impor sebagai ganti rugi perdagangan: 1. Anti-dumping tindakan untuk melawan dumping (menjual dengan harga yang lebih murah secara tidak adil), dumping, merupakan unfair trade, dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri,

Tindakan Pengamanan Perdagangan Sebagai Instrumen Pemulihan Perdagangan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jhuhuhu

Citation preview

Rizky Cynthia Putri12/330713/EK/18897ManajemenTindakan Pengamanan Perdagangan sebagai Instrumen Pemulihan PerdaganganLiberalisasi telah membuka perdagangan dunia menjadi kompetisi yang lebih bebas, guna mendukung terlaksananya kegiatan bisnis antar negara diperlukan suatu instrumen hukum dalam bentuk regulasi baik nasional maupun internasional seperti pengaturan dalam hukum perdagangan internasional (international trade law). Oleh karena itu dengan masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui ratifikasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement on Establishing The World Trade Organization (WTO) membawa konsekuensi bagi Indonesia, yaitu harus memetuhi seluruh hasil kepakatan dalam forum WTO.WTO mengidentifikasi tiga jenis utama dari pembatasan impor sebagai ganti rugi perdagangan:1. Anti-dumping tindakan untuk melawan dumping (menjual dengan harga yang lebih murah secara tidak adil), dumping, merupakan unfair trade, dalam konteks hukum perdagangan internasional adalah suatu bentuk diskriminasi harga internasional yang dilakukan oleh sebuah perusahaan atau negara pengekspor, yang menjual barangnya dengan harga lebih rendah di pasar luar negeri dibandingkan di pasar dalam negeri sendiri, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atas produk ekspor tersebut. 2. Subsidi dan tindakan tindakan imbalan untuk menyeimbangkan subsidi (countervailing measures), subsidi dapat dilakukan untuk mendorong aktivitas perekonomian, namun tindakan ini tidak menyebabkan kerugian bagi industri negara anggota yang lainnya, tidak melepaskan keuntungan yang dinikmati oleh negara lain.3. Tindakan Safeguards (fair trade) tindakan darurat (emergency measures) untuk membatasi impor secara sementara demi mengamankan industri dalam negeri. Tindakan safeguards dapat diambil apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut: Terjadi lonjakan impor karena situasi tidak terduga dampak dari lonjakan ini mengkibatkan semakin ketatnya persaingan produk-produk dalam negeri dengan produk impor, sehingga apabila produk dalam negeri tidak dapat bersaing hal ini dapat merugikan industry dalam negeri Terjadi kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami oleh industry dalam negeri Adanya hubungan sebab-akibat antara lonjakan impor dengan kerugian serius atau ancaman krugian serius yang dialami oleh industri dalam negeriKebijakan ekspor impor sangat penting karena selain fungsi utamanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, kebijakan ekspor impor memiliki perngaruh besar dalam roda perekonomian dalam negeri. Pemerintah harus memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan perekonomian dalam negeri, membuat perencanaan dan mempersiapkan serta menganalisis dampak dari kebijakan yang akan dibuat. Kesiapan pelaku perekonomian dalam negeri terkait kebijakan ekspor impor harus menjadi perhatian, agar kebijakan tersebut benar-benar memberikan sinergi bagi perkembangan perekonomian dalam negeri. Pada 16 Maret 2015 Pemerintah Indonesia telah mengumumkan paket kebijakan ekonomi ekonomi guna menghalau pelemahan nilai rupiah dan mengurangi defisit neraca berjalan, salah satu yang berhubungan dengan perlindungan terhadap pengusaha yaitu, kebijakan bea masuk untuk mengurangi impor dan melindungi industri dalam negeri yang terdiri dari (1) Bea Masuk Anti Dumping Sementara (BMADS) dan Bea Masuk Tindak Pengamanan Sementara (BMTPS) (2) pemberian insentif pajak kepada perusahaan yang melakukan ekspor (3) membebaskan visa untuk 30 negara (4) penggunaan biofuel yang diharapkan bisa menghemat devisa yang dipakai untuk impor. Saat ini, pemerintah Indonesia tengah berkomitmen untuk mengurangi ekspor barang mentah hasil tambang serta minyak dan gas bumi (migas) karena dinilai hanya merugikan negara. Rendahnya kapasitas pengolahan produk tambang dan migas di dalam negeri, menyebabkan Indonesia tidak pernah menikmati nilai tambah dari ekspor tersebut. Terkait hal tersebut, pemerintah senantiasa terus melakukan upaya-upaya untuk mendorong para pelaku usaha agar terus berbenah diri dan melakukan terobosan-terobosan sehingga dapat mendongkrak nilai bahan mentah dan industry migas Indonesia ke posisi yang dapat mensejahterakan rakyat. Analisis Kasus Analisis Dampak Kerugian Tuduhan Praktek Dumping Indonesia terhadap KoreaMenurut Kamus Ekonomi, dumping adalah suatu bentuk diskriminasi harga, di mana misalnya seorang produsen menjual pada dua pasar yang berbeda atau dengan harga-harga yang berbeda, karena adanya penghalang tertentu antara pasar-pasar tersebut dan terdapat elastisitas permintaan yang berbeda antara kedua pasar tersebut.Dari presentasi yang dilakukan oleh Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan Komisis Anti Dumping Indonesia (KADI) pada tanggal 26 Maret 2015 dapat diperoleh data 1995-2014

SafeguardsDumpingSubsidiTotal

DUNIA29546273555277

Indonesia dituduh3818118237

Indonesia meneuduh261100136

Salah satu kasus yang terkait dengan dituduhnya Indonesia karena melakukan praktek dumping adalah perdagangan bilateral Indonesia-Korea pernah mengalami keretakan pada tahun 2003, dengan adanya tuduhan dari Korea bahwa Indonesia telah melakukan praktek dumping pada produk kertas yang diekspor ke Korea. Tuduhan ini jelas merugian Indonesia, sebab dengan begitu pemerintah Korea menetapkan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) sebesar 2,8 % hingga 8,22% sebagai bentuk proteksi Korea terhadap industri dalam negeri. Selain itu, berdasarkan laporan worldtradelaw, Korean Trade Commission (KTC) mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003 KTC menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel dengan ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah Kiat diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004 gagal mencapai kesepakatan.Walaupun sengketa ini dimenangkan oleh Indonesia, namun tuduhan ini memiliki dampak yang begitu luas bagi kegiatan produksi industri dalam negeri khususnya kertas. Adapun dampak kerugian (injury) yang ditimbulkan dari sengketa ini adalah sebagai berikut: Kerugian Material (material injury) - kerugiaan ini merupakan bentuk kerugiaan nyata dan langsung yang harus dirasakan oleh industri dalam negeri karena semakin terbatasnya akses untuk masuk, pemerintah Korea telah menetapkan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) 2,8 persen hingga 8,22 persen terhitung 7 November 2003. Hal ini menyebabkan Indonesia harus kehilangan posisi tawar yang menarik, ketika produk-produk yang ditawarkan menjadi mahal berdampak produk-produk kertas yang telah diproduksi menjadi sulit untuk diperjual-belikan di pasar Korea. Ancaman Kerugian Material (Threat of Material Injury) - dengan adanya kebijakan sementara tersebut mengharuskan industri dalam negeri mengurangi output produksinya, kondisi ini dapat menyebabkan melemahnya aktivitas produksi dalam negeri Indonesia, karena indutri dalam negeri Indonesia harus kehilangan market share yang telah dimiliki. Terhalangnya Perkembangan Industri (Material Retardation of the Establismenht of Such an industry) - dengan melemah dan lesunya aktivitas produksi tentu memiliki memiliki dampak eksternalitas negatif pada perkembangan industri dalam negeri, karena semakin lemahnya dorongan untuk perkembangan industry dalam negeri.