Upload
acrom10n
View
219
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tika ok
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perkembangannya, perekonomian dan perdagangan di seluruh
dunia tumbuh dengan sangat pesat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya
jasa dan produk-produk yang ditawarkan dengan kualitas yang sangat baik,
sehingga memicu persaingan dagang yang luar biasa. Pramelasari (2010) dalam
penelitiannya menjelaskan fakta tersebut tidak lepas dari inovasi yang dilakukan
serta peran teknologi yang digunakan dalam proses produksi maupun
distribusinya. Selanjutnya Pramelasari (2010) mengatakan setiap badan usaha
harus mampu mengubah atau berinovatif dari yang semula hanya bisnis yang
didasarkan pada tenaga kerja, dengan bisnis yang berdasarkan pada pengetahuan,
menjadi karakteristik badan usahanya menjadi badan usaha berbasis ilmu
pengetahuan.
Menurut Puspitasari (2011) dalam menilai kinerja suatu badan usaha dapat
dilihat dari laporan keuangannya yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan
perubahan ekuitas dan laporan arus kas. Dimana laporan keuangan memiliki
fungsi sebagai pertanggungjawaban pengelola kepada pemilik, serta memberikan
informasi untuk pengambilan keputusan ekonomi oleh investor dan kreditor
mensyaratkan sumber daya perusahaan atau badan usaha yang dimilikinya harus
diukur berdasarkan nilainya. Sedangkan dalam penelitiannya Pramelasari (2010)
mengatakan laporan keuangan sering dianggap masih kurang memadai untuk
menilai kinerja perusahaan. Ada beberapa hal yang bisa dijelaskan kepada
2
pengguna laporan keuangan untuk menilai kinerja perusahaan atau badan usaha
seperti inovasi, penemuan, pengetahuan dan ketrampilan sumber daya manusia,
relasi dengan konsumen dan sebagainya yang sering diistilahkan sebagai
Intellectual Capital (IC).
Di Indonesia sendiri, fenomena Intellectual Capital (IC) mulai
berkembang terutama dengan adanya PSAK (Pernyataan Standar Akuntasi)
Nomor 19 (Revisi 2000) tahun 2009 tentang aktiva tidak berwujud. Meskipun
tidak dinyatakan secara eksplisit sebagai Intellectual Capital (IC), namun lebih
kurang Intellectual Capital (IC) telah mendapat perhatian diIndonesia. Menurut
PSAK (Pernyataan Standar Akuntasi) Nomor 19, aktiva tidak berwujud adalah
aktiva nonmoneteryang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik
serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang
atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif (Ikatan
Akuntan Indonesia, 2009).
Menurut Pulic (1998) dalam Dewi (2011) di dalam Intellectual Capital
(IC), untuk mengukur efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil dari kemampuan
intelektual perusahaan, yaitu dengan menggunakan Value Added Intellectual
Coefficient (VAIC). Komponen-komponen dari Intellectual Capital (IC) adalah
Human Capital (HC) atau Value Added Human Capital (VAHU) yang merupakan
potensi karyawan dalam memproduksi barang dan jasa serta kemampuannya
untuk dapat berhubungan baik dengan pelanggan, Structural Capital (SC) atau
Structural Capital Value Added (STVA) adalah infrastruktur perusahaan dalam
memenuhi kebutuhan pasar dan Customer Capital (CC) atau Value Added Capital
3
Assets (VACA) yaitu orang-orang yang berhubungan dengan perusahaan, yang
menerima pelayanan yang diberikan oleh perusahaan tersebut.
Menurut Saryanti (2010) badan usaha yang memiliki tingkat kinerja
Intellectual Capital (IC) yang baik akan mengungkapkan Intellectual Capital (IC)
yang dimiliki oleh perusahaan dengan lebih baik. Semakin tinggi kinerja
Intellectual Capital (IC) perusahaan, maka semakin baik tingkat
pengungkapannya. Sedangkan, semakin rendah kinerja Intellectual Capital (IC)
perusahaan, maka pengungkapannya pun kurang baik. Dengan pengungkapan
mengenai Intellectual Capital (IC) dapat meningkatkan kepercayaan para investor
atau kreditur terhadap perusahaan. Pemanfaatan dan pengelolaan Intellectual
Capital (IC) yang baik, akan berdampak baik pula pada kinerja keuangan
perusahaan atau badan usaha. Ukuran kinerja keuangan badan usaha dalam
penelitian ini ialah menggunakan rasio profitabilitas Return On Asset (ROA),
yang mengukur efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
total aset yang dimiliki.
Abidin (2003) dalam Dewi (2011) mengatakan bahwa Intellectual
Capital (IC) sendiri masih belum dikenal secara luas di Indonesia. Hal ini
disebabkan karena perusahaan-perusahaan di Indonesia dalam membangun
bisnisnya, perusahaan-perusahaan tersebut belum memberikan perhatian lebih
kepada human capital, structural capital, maupun costumer capital. Apabila
perusahaan-perusahaan tersebut mengikuti perkembangan yang ada, yaitu
menejemen berbasis pengetahuan, maka perusahaan-perusahaan di Indonesia
dapat bersaing secara kompetitif melalui inovasi-inovasi kreatif yang dihasilkan
4
oleh Intellectual Capital (IC) yang dimiliki perusahaan. Sehingga mendorong
terciptanya produk-produk bagi konsumen khususnya untuk objek badan usaha
menengah kebawah seperti, UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) dan
koperasi.
Koperasi dapat menjadi media bagi peningkatan kegiatan ekonomi (dalam
hal ini adalah anggota koperasi), maka koperasi sendiri harus berhasil dalam
bidang manajemen. Oleh karena itulah era ini, disebut sebagai era Intellectual
Capital (IC) yang mana nilai aset suatu perusahaan tidak lagi ditentukan oleh
seberapa besar nilai investasinya pada aset-aset wujud semata, tetapi lebih kepada
tak berwujud, sumber daya manusia yang ada dalam organisasi yang bersangkutan
(Ulrich, 1998 dalam Gemina, 2013).
Pada penelitian Sudiarditha (2013) menjelaskan pengembangan koperasi
yang efektif dan optimal akan berdampak pada kemajuan dan keberhasilan suatu
koperasi dalam mencapai tujuannya, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan
anggotanya secara khusus dan masyarakat secara umum. Keberhasilan suatu
koperasi juga tidak terlepas dari peran serta anggota-anggotanya. Bagi koperasi,
anggota adalah aset atau kekayaan sumber daya manusia yang sangat penting.
Partisipasi anggota dalam berkoperasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain citra koperasi, tingkat pendapatan anggota, motivasi anggota dalam
berkoperasi, pengetahuan anggota tentang koperasi, dan kualitas pelayanan
koperasi.
Lebih lanjut lagi Sudiarditha (2013) mengatakan faktor utama adalah citra
koperasi. Citra koperasi di mata masyarakat luas dinilai memburuk, hal ini
5
diakibatkan masih banyaknya cerita tidak sedap mengenai pengelolaan koperasi
yang masih jauh dari profesionalsme. Masyarakat luas menilai bahwa para
pengurus dan pengelola dalam koperasi sibuk menyusun strategi untuk
mendapatkan keuntungannya masing-masing dan nyawa koperasi selama ini
hanya bergantung dari dana bantuan yang diberikan oleh pemerintah semata,
pandangan yang seperti inilah yang membuat hilangnya kepercayaan masyarakat
kepada koperasi yang akhirnya membuat citra koperasi menjadi semakin terpuruk.
Citra koperasi yang semakin terpuruk dapat mengakibatkan rendahnya
kepercayaan masyarakat termasuk para anggotanya sendiri untuk terlibat dalam
kegiatan koperasi.
Sedangkan ada beberapa koperasi yang telah sukses di Indonesia dan
bahkan telah masuk dalam skala internasional, salah satunya berdasarkan
penelitian Yuniastuti (2012) yang meneliti pada Koperasi Simpan Pinjam Jasa
Pekalongan (Kospin Jasa Pekalongan). Kospin Jasa saat ini telah memiliki 75
cabang kantor konvensional dan 17 cabang kantor syariah. Koperasi ini terus
berkembang untuk bisa mengejar masuk peringkat 300 Global Cooperative, atau
koperasi 300 besar dunia. Aset koperasi yang didirikan atas kolaborasi tiga etnis
ini, China, Arab, dan Jawa, diperkirakan lebih dari Rp2,4 triliun sehingga menjadi
salah satu koperasi paling diandalkan masuk 300 besar dunia di luar induk
koperasi lain Indonesia dengan menggunakan Intellectual Capital (IC) sebagai
dasar koperasi tersebut dalam meningkatkan nilai badan usahanya. Berdasarkan
fenomena diatas, maka dilakukan penelitian pada Koperasi Serba Usaha (KSU)
yang ada di kota Tarakan.
6
Menurut Saryanti (2010) di Indonesia banyak penelitian serupa yang
mengkaji mengenai Intellectual Capital (IC) dan pengaruhnya terhadap kinerja
perusahaan maupun yang lainnya. Penelitian Saryanti (2010) dengan judul
pengaruh Intellectual Capital (IC) terhadap kinerja keuangan perusahaan
perbankan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009. Penelitian
Puspitasari (2011) dengan judul pengaruh Intellectual Capital (IC) terhadap
bussinnes performance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Penelitian Dewi (2011) dengan judul pengaruh Intellectual
Capital (IC) terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang terdapat di
BEI (Bursa Efek Indonesia) tahun 2007-2009. Penelitian Pramelasari (2010)
dengan judul pengaruh Intellectual Capital (IC) terhadap nilai pasar dan kinerja
keuangan perusahaan.Penelitian Adeline (2012) dengan judul pengaruh
Intellectual Capital (IC) terhadap pengendalian anggaran dan kinerja organisasi
(studi empiris pada perusahaan manufaktur di Jawa tengah).
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti akan melakukan pengujian
kembali dengan menggunakan variabel yang telah diteliti sebelumnya, yaitu
variable independen Intellectual Capital (IC) yang terdiri dari Value Added
Human Capital (VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) dan Value
Added Capital Assets (VACA). Sedangkan variabel dependennya adalah kinerja
keuangan yang diukur dari rasio profitabilitas Return On Asset (ROA). Dengan
mengkaji variabel yang sama belum tentu akan menghasilkan keputusan yang
sama pula. Hal ini disebabkan oleh perbedaan objek penelitian yang digunakan.
7
Penelitian ini mengambil judul “Pengaruh Intellectual Capital (IC) Terhadap
Kinerja Keuangan (Studi PadaKoperasi Serba Usaha di Kota Tarakan)”.
1.2 Perumusan Masalah
Menurut Widiyaningrum (2004) Intellectual Capital (IC) memang masih
baru dan belum banyak ditanggapi oleh para pelaku bisnis global, padahal adanya
gap antara nilai buku dengan nilai pasar saham (perbedaan ini mencolok untuk
perusahaan yang berbasis pengetahuan), menunjukkan adanya missing value
berupa Intellectual Capital (IC). Kondisi demikian mengisyaratkan pentingnya
dilakukan penilaian terhadap jenis aktiva tak berwujud tersebut. Namun demikian
sampai saat ini belum ada peraturan khusus yang mengatur mengenai pegukuran
dan pelaporan dari Intellectual Capital (IC). Sistem akuntansi konvensional tidak
mengizinkan perusahaan untuk mengkapitalisasi aktiva tak berwujud dan
melaporkannya seperti aset lain. Selanjutnya Widiyaningrum (2004) mengatakan
dengan demikian laporan keuangan tidak lagi memadai untuk dilakukan penilaian
terhadap kinerja dan nilai potensial perusahaan. Indikator pengukuran
profitabilitas dan kinerja perusahaan seperti ROl dan ROE jadi mengambang,
karena denominatornya tidak mencakup nilai dari aktiva tak berwujud.
Akan tetapi, beberapa penelitian terdahulu menunjukkan
hasil yang berbeda tentang pengaruh Intellectual Capital (IC)
terhadap nilai pasar dan kinerja perusahaan. Secara teoritis,
Intellectual Capital (IC) seharusnya berpengaruh terhadap kinerja
perusahaan, seperti penelitian Saryanti (2010) dengan variabel VAHU, STVA,
VACA menunjukan hasil variabel VAHU, STVA, secara parsial berpengaruh
8
negatif terhadap ROA sedangkan VACA berpengaruh positif terhadap ROA.
Sedangkan Penelitian Pramelasari (2010) menunjukan hasil bahwa VAHU dan
VACA berpengaruh positif terhadap ROA.
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat disusun pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Apakah Value Added Human Capital (VAHU) berpengaruh terhadap Return
On Asset (ROA)?
2. Apakah Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh terhadap Return
On Asset (ROA)?
3. Apakah Value Added Capital Assets (VACA) berpengaruh terhadap Return On
Asset (ROA)?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh Value Added Human Capital (VAHU) terhadap
Return On Asset (ROA).
2. Untuk mengetahui pengaruh Structural Capital Value Added (STVA) terhadap
Return On Asset (ROA).
3. Untuk mengetahui pengaruh Value Added Capital Assets (VACA) terhadap
Return On Asset (ROA).
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:
1. Kegunaan Teoritis
9
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pemikiran serta
literature perpustakaan dan peneliti selanjutnya guna sebagai acuan serta
pengembangan teori mengenai pentingnya pengelolaan Intellectual Capital
(IC), karena dapat dijadikan nilai tambah dan keunggulan kompetitif bagi
koperasi atau perusahaan.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai keunggulan
kompetitif dan nilai tambah yang dihasilkan dari Intellectual Capital (IC)
yang dimiliki serta pengaruhnya terhadap profitabilitas dan dapat
diterapkan dikehidupan nyata.
b. Bagi Koperasi
Bagi Koperasi Serba Usaha di kota Tarakan, hasil penelitian
bermanfaat sebagai sumber informasi mengenai pentingnya pengelolaan
Intellectual Capital (IC), karena dapat dijadikan nilai tambah dan
keunggulan kompetitif bagi koperasi guna memperoleh profitabilitas yang
maksimal.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam penyusunan dan pembahasan penelitian ini,
maka penulis membaginya atas beberapa bab:
BAB I merupakan bagian pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub bab, yang
meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, serta sistematika penulisan skripsi.
10
BAB II berisi kajian pustaka yang terdiri dari beberapa sub bab, yang meliputi
tentang landasan teori, definisi Intellectual Capital (IC), komponen Intellectual
Capital (IC), definisi kinerja keuangan, definisi koperasi, penelitian terdahulu,
kerangka pemikiran dan hipotesis.
BAB III berisi metode penelitian tentang uraian meliputi desain penelitian,
definisi operasional variabel, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode
pengumpulan data dan metode analisis untuk mencapai tujuan penelitian.
BAB IV berisi tentang deskripsi objek penelitian dan statistik deskriptif variabel
penelitian.
BAB V menjelaskan analisis data tentang interprestasi terhadap hasil pengujian
hipotesis serta pembahasan.
BAB VI menguraikan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang
diberikan berkaitan dengan penelitian serta keterbatasan penelitian.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Stakeholder
Freeman (1984) dalam penelitiannya mengatakan stakeholder pertama
kali di perkenalkan oleh Standford Research Institute (RSI) pada Tahun 1963.
Selanjutnya Freeman (1984) mendefinisikan bahwa stakeholder merupakan
kelompok individu yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh proses
pencapaian tujuan suatu organisasi. Menurut teori ini, manajemen sebuah
organisasi diharapkan melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh para
stakeholder mereka dan kemudian melaporkan kembali aktivitas-aktivitas
tersebut kepada para stakeholder. Kelompok stakeholder inilah yang menjadi
bahan pertimbangan utama bagi manajemen perusahaan dalam mengungkapkan
dan atau tidak mengungkapkan suatu informasi di dalam laporan. Kelompok-
kelompok stakeholder tersebut meliputi pemegang saham, pelanggan, pemasok,
kreditor, pemerintah, dan masyarakat (Ulum, 2008 dalam Pramelasari, 2010).
Tujuan utama dari stakeholder theory adalah untuk membantu
manajemen perusahaan dalam meningkatkan penciptaan nilai sebagai dampak
dari aktivitas-aktivitas yang mereka lakukan dan meminimalkan kerugian yang
mungkin muncul bagi stakeholder mereka (Deegan, 2004, dalam Pramelasari,
2010). Dalam upaya penciptaan nilai bagi perusahaan, manajemen perusahaan
12
harus dapat mengelola seluruh sumber daya yang dimiliki perusahaan, baik
karyawan, aset fisik maupun infrastruktur perusahaan.
2.1.2 Intellectual Capital (IC)
Menurut Stewart (1997) dalam Suryanti (2010), Intellectual Capital (IC)
dapat dipandang sebagai pengetahuan dalam pembentukan kekayaan intelektual
dan pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan.
Intellectual Capital (IC) mencakup semua pengetahuan karyawan, organisasi
dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai tambah dan menyebabkan
keunggulan kompetitif berkelanjutan. Pulic (2000) dalam pramelasari (2010)
Intellectual Capital (IC) merupakan sumber daya yang unik sehingga tidak
semua perusahaan dapatmenirunya. Hal inilah yang menjadikan Intellectual
Capital (IC) sebagai sumber daya kunci bagi perusahaan untuk menciptakan
Value Added (VA) perusahaan dan nantinya akan tercapai keunggulan
kompetitif perusahaan. Definisi dari masing-masing komponen Intellectual
Capital (IC) yaitu:
a. Human Capital (HC) adalah keahlian dan kompetensi yang dimiliki
karyawan dalam memproduksi barang dan jasa serta kemampuannya untuk
dapat berhubungan baik dengan pelanggan. Termasuk dalam human capital
yaitu pendidikan, pengalaman, keterampilan, kreatifitas dan attitude.
b. Structural Capital (SC) adalah infrastruktur yang dimiliki oleh suatu
perusahaan dalam memenuhi kebutuhan pasar. Termasuk dalam structural
capital yaitu sistem teknologi, sistem operasional perusahaan, paten, merk
dagang dan kursus pelatihan.
13
c. Customer Capital (CC) adalah orang-orang yang berhubungan dengan
perusahaan, yang menerima pelayanan yang diberikan oleh perusahaan
tersebut.
Menurut Suwarjono (2003) dalam Saryanti (2010), menyatakan bahwa
metode pengukuran Intellectual Capital (IC) dibagi menjadi dua kelompok
yaitu: pengukuran nonmoneter dan pengukuran moneter salah satu metode
pengukuran Intellectual Capital (IC) dengan penilaian nonmoneter yaitu
Balanced Scorecard (BS) oleh Kaplan dan Norton, sedangkan metode
pengukuran Intellectual Capital (IC) dengan penilaian moneter, salah satunya
yaitu model Pulic yang dikenal dengan sebutan Value Added Intellectual
Coefficient (VAIC). Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) digunakan
karena dianggap sebagai indikator yang cocok untuk mengukur Intellectual
Capital (IC) di riset empiris.
Menurut Pulic (1998) dalam Pramelasari (2010), Value Added Intellectual
Coefficient (VAIC) digunakan untuk menyajikan informasi tentang Value
Creation Efficiency dari aset berwujud dan aset tak berwujud yang dimiliki oleh
perusahaan. Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) merupakan alat untuk
mengukur kinerja Intellectual Capital (IC) perusahaan. Model ini relatif mudah
dan sangat mungkin untuk dilakukan karena dikonstruksikan dari akun-akun
dalam laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi). Perhitungannya dimulai
dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan Value Added (VA). Value
Added (VA) adalah indikator paling obyektif untuk menilai keberhasilan bisnis
14
dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai. Value
Added (VA) didapat dari selisih antara output dan input.
Nilai output (OUT) adalah revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa
yang dihasilkan perusahaan untuk dijual, sedangkan input (IN) meliputi seluruh
beban yang digunakan perusahaan untuk memproduksi barang atau jasa dalam
rangka menghasilkan revenue. Namun, yang perlu diingat adalah bahwa beban
karyawan tidak termasuk dalam input (IN). Beban karyawan tidak termasuk
dalam input (IN) karena karyawan berperan penting dalam proses penciptaan
nilai. Proses Value Creation dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital
(HC), Capital Employed (CE), dan Structural Capital (SC). (Pulic, 1998 dalam
Pramelasari, 2010)
1. Value Added Human Capital (VAHU)
Value Added Human Capital (VAHU) menunjukan berapa banyak VA
dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan
antara VA dengan HC mengindikasikan kemampuan HC untuk menciptakan
nilai di dalam perusahaan. Selain itu, perusahaan harus dapat mengelola sumber
daya yang berkualitas dengan maksimal sehingga dapat menciptakan Value
Added dan keunggulan kompetitif perusahaan yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
2. Structural Capital Value Added (STVA)
Structural Capital Value Added (STVA) menunjukkan kontribusi
structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC
yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi
15
bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. SC bukanlah ukuran yang
independen sebagaimana HC dalam proses penciptaan nilai. Artinya, semakin
besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi
SC dalam hal tersebut. Lebih lanjut Pulic menyatakan bahwa SC adalah VA
dikurangi HC.
3. Value Added of Capital Employed (VACA)
Value Added of Capital Employed (VACA) adalah indikator untuk VA
yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic (1998) dalam
Pramelasari (2010) mengasumsikan bahwa jika 1 unit dari Capital Employed
(CE) menghasilkan return yang lebih besar daripada perusahaan yang lain, maka
berarti perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan CEnya. VACA
merupakan bentuk dari kemampuan perusahaan dalam mengelola sumber
dayanya yang berupa capital asset. Dengan pengelolaan capital asset yang baik,
diyakini peusahaan dapat meningkatkan nilai pasar dan kinerja perusahaannya.
2.1.3 Kinerja Keuangan
Menurut Prawirosentono (1997) dalam Saryanti (2010), kinerja adalah
hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing,
dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Menurut Nawawi
(2005: 236) kinerja adalah usaha mengidentifikasi, mengukur (menilai) dan
mengelola (manajemen) pekerjaan yang dilaksanakan oleh para pekerja di
lingkungan suatu organisasi. Menurut Sunyoto (2012: 18) kinerja adalah sesuatu
16
hasil yang dicapai seseorang dalam melaksanakan menyelesaikan pekerjaan
yang dibebankan kepadanya.
Kinerja keuangan perusahan merupakan penentuan ukuran-ukuran tertentu
yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba.
Menurut Elanvita (2008) dalam Dewi (2011) prestasi perusahaan yang
ditunjukkan oleh laporan keuangannya sebagai suatu tampilan keadaan
perusahaan selama periode tertentu disebut dengan kinerja keuangan
perusahaan. Sedangkan Pranata (2007) dalam Dewi (2011) menyatakan bahwa
kinerja keuangan merupakan salah satu faktor yang menunjukkan efektifitas dan
efisien suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Tujuan perusahaan
akan sulit tercapai bila perusahaan tersebut tidak bekerja secara efisien,
sehingga perusahaan tidak mampu baik langsung maupun tidak langsung
bersaing dengan perusahaan sejenis (Wiyoto dalam Dewi, 2008).
Ukuran kinerja yang umum digunakan yaitu ukuran kinerja keuangan.
Kinerja keuangan perusahaan ditunjukkan oleh laporan keuangannya. Kinerja
perusahaan dapat diukur dari laporan keuangan yang dikeluarkan secara
periodik yang memberikan suatu gambaran tentang posisi keuangan. Untuk
mengukur kinerja keuangan perusahaan digunakan rasio-rasio keuangan yang
terdapat dalam rasio profitabilitas (Purnomo, 1998 dalam Saryanti, 2010).
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dengan seluruh modal yang
bekerja di dalamnya untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (Riyanto,
2001 :36). Dari pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan profitabilitas
adalah suatu ukuran yang digunakan untuk mengukur efisiensi perusahaan
17
dalam menghasilkan keuntungan selama periode waktu tertentu. Jika sebuah
perusahaan memiliki profitabilitas rendah menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut tidak mampu mengelola sumber daya yang dimilikinya dengan baik,
sehingga tidak mampu menghasilkan laba tinggi. Sebaliknya, perusahaan
berhasil meningkatkan profitabilitasnya dapat dikatakan bahwa perusahaan
tersebut mampu mengelola sumber daya yang dimilikinya secara efektif dan
efisien sehingga mampu menghasilkan laba yang tinggi.
Dalam penelitian ini digunakan rasio keuangan yang mencerminkan
efisiensi perusahaan terhadap total aktiva yaitu Return On Asset (ROA). Return
On Asset (ROA) digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dengan menggunakan total aset yang dimiliki perusahaan.
Semakin tinggi nilai ROA, semakin efisien perusahaan dalam menggunakan
asetnya, baik aset fisik maupun aset nonfisik (intellectual capital) akan
menghasilkan laba bagi perusahaan.
2.1.4 Koperasi
Menurut UU No. 25 Tahun 1992. Koperasi adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-seorang atau badan hukum. Koperasi dengan melandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi
rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Dan menurut UU No. 17 Tahun
2012, koperasi adalah badan hukum yang didirikan oleh orang perseorangan
atau badan hukum koperasi, untuk dengan pemisah kekayaan para anggotanya
sebagai modal menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan
bersama dibidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip
18
koperasi. Menurut Yuniastuti (2012) koperasi adalah organisasi bisnis yang
dimiliki dan dioperasikan oleh orang-seorang demi kepentingan bersama.
Koperasi melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat
yang berdasarkan asas kekeluargaan. Jadi koperasi adalah badan usaha yang
terbentuk secara sukarela oleh individu atau orang-orang yang mempunyai
persamaan kepentingan, dan mengurus kepentingan para anggotanya serta
menciptakan keuntungan timbal balik bagi koperasi maupun anggota koperasi
itu sendiri. Menurut Widiyanti (2007:11), koperasi dibedakan menjadi:
a. Koperasi konsumsi
Koperasi yang bergerak di bidang konsumsi yang hanya mengurus serta
menyediakan barang-barang kebutuhan sehari-hari.
b. Koperasi kredit atau simpan pinjam
Koperasi yang menawarkan jasa penyimpanan uang, menyediakan dan
mengusahakan pinjaman.
2.2 Penelitian Terdahulu
Menurut penelitian Saryanti (2010) dari STIE AUB Surakarta dengan
judul pengaruh Intellectual Capital terhadap kinerja keuangan perusahaan
perbankan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009, dengan alat
analisis regresi berganda. Hasil uji t HCEatau Human Capital Efficiency, dan SCE
atau Structural Capital Efficiency berpengaruh negatif dan tidak signifikan
kecuali CEE atau Capital Employed Efficiency berpengaruh positif dan signifikan
terhadap ROA atau Return on Asset. Hasil uji F diketahui bahwavariabel HCE
atau Human Capital Efficiency, SCE atau Structural Capital Efficiency, dan CEE
19
atau Capital Employed Efficiency berpengaruh signifikan secara bersama-sama
atau simultan terhadap ROA atau Return on Asset.
Menurut penelitian Puspitasari (2011) dari Universitas Diponegoro
Semarang dengan judul pengaruh Intellectual Capital terhadap bussinnes
performance pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI), dengan alat analisis regresi linear. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
Intellectual Capital (IC) berpengaruh positif signifikan terhadap market valuation,
profitabilitas, dan produktivitas perusahaan. Ukuran perusahaan sebagai variabel
kontrol tidak mempunyai pengaruh terhadap market valuation dan profitabilitas,
tetapi bepengaruh negatif signifikan terhadap produktivitas perusahaan.
Menurut penelitian Dewi (2011) dari Universitas Diponegoro Semarang
dengan judul pengaruh Intellectual Capital terhadap kinerja keuangan perusahaan
manufaktur yang terdapat di BEI tahun 2007-2009, dengan alat analisis regresi
linear sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Intellectual Capital (IC)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas, produktivitas,
pertumbuhan, dan market valuation perusahaan. Secara keseluruhan, penelitian ini
menemukan bahwa human capital (VAHU) memberikan kontribusi yang paling
banyak terhadap penciptaan nilai tambah bagi perusahaan.
Menurut penelitian Pramelasari (2010) dari Universitas Diponegoro
Semarang, dengan judul pengaruh Intellectual Capital terhadap nilai pasar dan
kinerja keuangan perusahaan, dengan alat analisis regresi berganda. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Intellectual Capital (IC) berupa Value Added
Intellectual Coefficient (VAIC) tidak berpengaruh terhadap nilai pasar (MtBV),
20
dan kinerja keuangan perusahaan (ROA, ROE, EP dan GR).VACA dan VAHU
yang berpengaruh signifikan positif terhadap nilai pasar perusahaan (MtBV), dan
kinerja keuangan perusahaan (ROAdan ROE). RD hanya berpengaruh terhadap
ROA.
Menurut penelitian Adeline (2012) dari Universitas Diponegoro
Semarang, dengan judul pengaruh Intellectual Capital terhadap pengendalian
anggaran dan kinerja organisasi (studi empiris pada perusahaan manufaktur di
Jawa tengah), dengan alat analisis yang digunakan adalah Partial Least Square
(PLS). Hasil penelitian ini menyatakan bahwa intellectual dari Human Capital
(HC) berpengaruh positif terhadap pengendalian anggaran dan kinerjaorganisasi.
Intellectual dari komponen Customer Capital (CC) berpengaruh positif terhadap
pengendalian anggaran dan kinerja organisasi. Begitu pula dengan intellectual
dari komponen Structural Capital (SC) yang juga berpengaruh positif terhadap
pengendalian anggaran dan kinerja organisasi.
21
Tabel 2.1Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Variabel Metode Hasil1 Saryanti
(2010)Variabel Independen: CEE, HCE, SCEVariabel Dependen: ROA
Analisis Regresi Berganda
a. HCE dan SCE berpengaruh negatif terhadap ROA
b. CEE berpengaruh positif terhadap ROA
c. HCE, SCE dan CEE berpengaruh positif secara simultan terhadap ROA
2 Puspitasari (2011)
Variabel Independen: Intellectual Capital (IC)Variabel Dependen: Market Valuation, profitabilitas, dan produktivitas perusahaanVariable Kontrol: Ukuran Perusahaan
Analisis Regresi Linear
a. Intellectual Capital (IC) berpengaruh positif terhadap Market Valuation, profitabilitas, dan produktivitas perusahaan.
b. Ukuran perusahaan tidak mempunyai pengaruh terhadap Market Valuationdan profitabilitas, tetapi berpengaruh negatif signifikan terhadap produktivitas perusahaan.
3 Dewi (2011)
Variable Independen: Intellectual Capital (IC)Variable Independen: Market Valuation, profitabilitas, produktivitas, dan pertumbuhan perusahaan.
Analisis Regresi Linear
Intellectual Capital (IC) berpengaruh positif terhadap Market Valuation, profitabilitas, produktivitas, dan pertumbuhan perusahaan.
Lanjutan…
4 Pramelasari (2010)
Variabel Independen: VAIC, VACA, VAHU dan RD
Analisis Regresi Berganda
a. VAIC tidak berpengaruh terhadap MtBV, ROA, ROE dan GR
b. VACA dan VAHU
22
Variable Independen: MtBV, ROA, ROE dan GR
berpengaruh positif terhadap MtBV, ROA dan ROE
c. RD berpengaruh terhadap ROA
5 Adeline (2012)
Variabel Independen: HCE, SCE, CEEVariable Independen: pengendalian anggaran dan kinerja organisasi
Partial Least Square (PLS)
a. HCE berpengaruh positif terhadap pengendalian anggaran dan kinerja organisasi
b. SCE berpengaruh positif terhadap pengendalian anggaran dan kinerja organisasi
c. CEE berpengaruh positif terhadap pengendalian anggaran dan kinerja organisasi
6 Penelitian Sekarang (2014)
Variabel Independen: VAHU, STVA dan VACAVariabel Dependen: ROA
Analisis Regresi Berganda
Sumber: Olahan Peneliti 2014
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan penelitian Adeline (2012) dapat disimpulkan bahwa
Intellectual Capital (IC) yang terdiri dari variabel Value Added Human Capital
(VAHU), Structural Capital Value Added (STVA) dan Value Added Capital
Assets (VACA) cukup berpengaruh positif terhadap kinerja.
Penulis akan mencoba mengkaji variabel yang sama namun dengan objek
yang berbeda untuk mengetahui apakah bidang usaha koperasi Intellectual
Capital (IC) memiliki pengaruh positif terhadap ROA koperasi. Manajemen harus
tepat dalam mengelola potensi atau Intellectual Capital (IC) yang dimiliki oleh
koperasi. Pihak manajemen akan selalu dihadapkan pada keputusan yang akan
23
mengakibatkan tinggi rendahnya tingkat profitabilitas yang dicapai atas
pengelolaan Intellectual Capital (IC) yang dimiliki. Hal ini perlu diperhatikan
oleh para manajer, khususnya manajer keuangan karena dari adanya rasio
profitabilitas Return On Asset (ROA) dapat diketahui tingkat kemampuan para
manajer tersebut. Oleh sebab itu, pengelolaan elemen-elemen Intellectual Capital
(IC) yang terdiri dari VAHU, STVA dan VACA merupakan hal penting yang
harus diperhatikan oleh pihak manajemen. Jumlah VAHU yang besar
mengakibatkan tingginya tingkat profitabilitas. Jumlah STVA yang sangat kecil
akan berdampak pada rendahnya profitabilitas. Serta tinggi rendahnya nilai
VACA juga akan berdampak pada profitabilitas. Secara sederhana kerangka
pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Penelitian
X1(+)
X2(+)
X3 (+)
2.4 Hipotesis
VAHU
ROA
VACA
STVA
24
2.4.1 Pengaruh Value Added Human Capital (VAHU) terhadap Return on
Asset (ROA)
Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Puspitasari (2011) dari
Universitas Diponegoro Semarang dengan judul pengaruh Intellectual Capital
(IC) terhadap bussinnes performance pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukan Intellectual Capital (IC)
berpengaruh positif terhadap Market Valuation, profitabilitas, dan produktivitas
perusahaan. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011)
dari Universitas Diponegoro Semarang dengan judul pengaruh Intellectual
Capital (IC) terhadap kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang terdapat di
BEI tahun 2007-2009, menunjukkan bahwa Intellectual Capital (IC)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas, produktivitas,
pertumbuhan, dan market valuation perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh
Adeline (2010) dari Universitas Diponegoro Semarang, dengan judul pengaruh
Intellectual Capital (IC) terhadap pengendalian anggaran dan kinerja organisasi
(studi empiris pada perusahaan manufaktur di Jawa tengah), menunjukan
Intellectual Capital (IC) yang terdiri dari variabel Value Added Human Capital
(VAHU) berpengaruh positif terhadap kinerja.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H1: Value Added Human Capital (VAHU) berpengaruh positif terhadap Return
on Asset (ROA).
25
2.4.2 Pengaruh Structural Capital Value Added (STVA) terhadap Return on
Asset (ROA)
Menurut penelitian Saryanti (2010) dari STIE AUB Surakarta dengan
judul pengaruh Intellectual Capital (IC) terhadap kinerja keuangan perusahaan
perbankan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009.
Menunjukan bahwa Structural Capital Value Added (STVA) atau CEE (Capital
Employed Efficiency) berpengaruh positif terhadap Return on Asset (ROA).
Begitu juga penelitian Adeline (2010) dari Universitas Diponegoro Semarang,
dengan judul pengaruh Intellectual Capital (IC) terhadap pengendalian
anggaran dan kinerja organisasi (studi empiris pada perusahaan manufaktur di
Jawa tengah), menyatakan SCE atau Structural Capital Value Added (STVA)
berpengaruh positif terhadap pengendalian anggaran dan kinerja organisasi.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H2: Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh positif terhadap
Return on Asset (ROA).
2.4.3 Pengaruh Value Added Capital Assets (VACA) terhadap Return on
Asset (ROA)
Menurut Pramelasari (2010)dari Universitas Diponegoro Semarang,
dengan judul pengaruh Intellectual Capital (IC) terhadap nilai pasar dan kinerja
keuangan perusahaan, menyatakan bahwa VACA dan VAHU yang berpengaruh
signifikan positif terhadap nilai pasar perusahaan (MtBV), dan kinerja keuangan
perusahaan (ROAdan ROE). RD hanya berpengaruh terhadap ROA. Begitu juga
26
penelitian Saryanti (2010) dari STIE AUB Surakarta dengan judul pengaruh
Intellectual Capital (IC) terhadap kinerja keuangan perusahaan perbankan yang
terdapat di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2009, menunjukan VAHU, STVA
dan VACA berpengaruh positif secara simultan terhadap ROA. Selain itu juga
penelitian Adeline (2010) dari Universitas Diponegoro Semarang yang
mendukung penelitian sebelumnya, dengan judul pengaruh Intellectual Capital
(IC) terhadap pengendalian anggaran dan kinerja organisasi (studi empiris pada
perusahaan manufaktur di Jawa tengah), menyatakan bahwa Value Added
Capital Assets (VACA) berpengaruh positif terhadap Return on Asset (ROA).
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut:
H3: Value Added Capital Assets (VACA) berpengaruh positif terhadap Return
on Asset (ROA).
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Menurut Sugiyono (2011: 3) Metode penelitian pada dasarnya merupakan
cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan kegunaan dan tujuan tertentu. Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode
kuantitatif adalah metode penelitian dengan memperoleh data yang berbentuk
angka atau data kualitatif yang diangkakan.
3.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional adalah definisi-definisi yang akan digunakan di dalam
penelitian ini dengan maksud untuk memberikan arah dan batasan dalam
penyelesaian masalah.
1. Variabel Independen (X)
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Intellectual Capital (IC).
Menurut Stewart (1997) dalam Saryanti (2010), Intellectual Capital (IC) dapat
dipandang sebagai pengetahuan dalam pembentukan kekayaan intelektual dan
pengalaman yang dapat digunakan untuk menciptakan kekayaan. Di dalam
Intellectual Capital (IC), untuk mengukur efisiensi dari nilai tambah sebagai
hasil dari kemampuan intelektual koperasi yaitu dengan menggunakan Value
Added Intellectual Coefficient (VAIC). Menurut Pulic (1998) dalam Saryanti
(2010), nilai tambah atau Value Added (VA) adalah perbedaan antara total
pendapatan (OUT) dan beban usaha (IN). Rumus untuk menghitung VA atau
Value Added yaitu:
28
VA = OUT – IN
Keterangan:
OUT = Total Pendapatan
IN = Beban Usaha,Kecuali Gaji dan TunjanganKaryawan
VA = Selisih antara output dan input
Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) memiliki 3 komponen, di
mana ketiga komponen inilah yang akan menjadi variabel-variabel independen
dari Intellectual Capital (IC) itu sendiri yang terdiri dari:
a. Variabel X1 yaitu Human Capital (HC) atau Value Added Human Capital
(VAHU) menunjukan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang
dikeluarkan untuk tenaga kerja koperasi serba usaha di kota Tarakan.
Hubungan antara VA dengan HC mengindikasikan kemampuan HC untuk
menciptakan nilai di dalam koperasi. Menurut Pulic (1998) dalam Saryanti
(2010), Human Capital (HC) mengacu pada nilai kolektif dari Intellectual
Capital (IC) perusahaan yaitu kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan
yang diukur dengan Human Capital Efficiency (HCE) yang merupakan
indikator efisiensi nilai tambah (Value Added/VA) modal manusia. Rumus
untuk menghitung VAHU
VAHU =
Keterangan :
VAHU = Value Added Human Capital : rasio dari VA terhadap CE.
HC = Gaji dan Tunjangan Karyawan Koperasi Serba Usaha
VA = Value Added (nilai tambah)
VAHC
29
b. Variabel X2 yaitu Structural Capital (SC) atau Structural Capital Value
Added (STVA) menunjukkan kontribusi Structural Capital (SC) dalam
penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana
keberhasilan SC dalam penciptaan nilai. Menurut Pulic (1998) dalam
Saryanti (2010), Structural Capital (SC) didefinisikan sebagai Competitive
Intelligence, formula, sistem informasi, hak paten, kebijakan, proses, dan
sebagainya. Hasil dari produk atau sistem koperasi serba usaha di kota
Tarakan yang telah diciptakan dari waktu ke waktu yang diukur dengan
Structural Capital Efficiency (SCE) yang merupakan indikator efisiensi nilai
tambah (Value Added/VA) modal struktural. Rumus untuk menghitung
STVA yaitu:
STVA =
Keterangan :
STVA = Structural Capital Value Added : rasio dari SC terhadap VA
SC = Structural Capital (VA – HC)
VA = Value Added (VA)
c. Variabel X3 yaitu Capital Eployed (CE) atau Value Added Capital Assets
(VACA) adalah indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari
Physical Capital. Pulic (1998) dalam Saryanti (2010) mengasumsikan
bahwa jika 1 unit dari CE (Capital Employed) menghasilkan return yang
lebih besar daripada perusahaan yang lain, maka berarti perusahaan tersebut
lebih baik dalam memanfaatkan CE-nya. Menurut Pulic (1998) dalam
Saryanti (2010), Capital Eployed (CE) didefinisikan sebagai total modal
SCVA
30
yang dimanfaatkan dalam aset tetap dan lancar suatu perusahaan diukur
dengan Capital Efficiency Employed (CEE) yang merupakan indikator
efisiensi nilai tambah (Value Added/VA) modal yang digunakan. Rumus
untuk menghitung VACA yaitu:
VACA =
Keterangan:
VACA = Value Added Capital Employed : rasio dari VA terhadap CE
CE = Capital Employed : dana yang tersedia (ekuitas, laba bersih)
VA = Value Added
2. Variabel Dependen (Y) yaitu Kinerja Keuangan
Menurut Prawirosentono (1997) dalam Saryanti (2010), kinerja adalah
hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing,
dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Profitabilitas di
dalam penelitian ini diukur dari rasio Return On Asset (ROA). Return On Asset
(ROA) digunakan untuk mengukur sejauh mana kemampuan koperasi serba
usaha di kota Tarakan dalam menghasilkan laba (sisa hasil usaha) dengan
menggunakan total aset yang dimilikinya. Rumus untuk mengukur ROA yaitu:
ROA = X 100%
Keterangan:
ROA = Return On Asset
Total PendapatanTotal Asset
VACE
31
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Menurut Arikunto (2005:83-99), populasi adalah keseluruhan subjek
penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Koperasi Serba Usaha
yang terdaftar di Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi kota Tarakan
(Disperindagkop) tahun 2004-2013. Penelitian ini menggunakan data laporan
keuangan koperasi yang terbaru yang dapat memberikan gambaran terkini
mengenai perkembangan koperasi. Laporan keuangan yang digunakan adalah
laporan keuangan tahunan. Laporan keuangan tersebut terdiri dari laporan rugi
laba dan neraca tahun 2004-2013.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti atau
diselidiki (Arikunto, 2005:95-99). Sampel yang digunakan adalah koperasi yang
dipilih berdasarkan kriteria tertentu yang memenuhi ketentuan dari penelitian.
Oleh karena itu metode yang digunakan pengambilan sampel penelitian ini
adalah metode non probability dengan teknik purposive sampling. Kriteria
tersebut yaitu koperasi serba usaha yang telah menerbitkan laporan keuangan
selama 10 tahun berturut-turut dari tahun 2004-2013 yang telah dilaporkan ke
Disperindagkop Tarakan. Berdasarkan kriteria tersebut, maka diperoleh jumlah
sampel dari 6 KSU untuk tahun 2004-2013 yang selanjutnya akan digunakan
dalam penelitian adalah sebanyak 60 sampel.
32
3.4 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data sekunder
yaitu data yang terdaftar di Dinas terkait (Disperindagkop). Data-data dalam
penelitian ini adalah data dari masing-masing komponen variabel, gambaran
umum mengenai koperasi serba usaha, kegiatan usaha koperasi, struktur
organisasi, laporan keuangan serta data tentang jumlah anggota masing-masing
koperasi yang ada di kota Tarakan.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data di dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode dokumentasi. Menurut Arikunto (2005:244) Dokumentasi
adalah penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan
dalam rekaman, baik gambar, suara, tulisan, atau lain-lain. Metode ini dilakukan
dengan cara mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,
transkip, buku maupun agenda yang terdapat di Disperindagkop untuk
memperoleh Informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang akan
diteliti.
3.6 Statistik Deskriptif
Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan
deskripsi atas variabel-variabel penelitian secara statistik.
Statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
nilai rata-rata (mean), maksimum, minimum, dan standar deviasi.
33
3.7 Metode Analisis
3.7.1 Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Menurut Ghozali (2009: 151), uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam modelregresi antara variabel bebas (independen)
dengan variabel terikat (dependen) mempunyai distribusi normal.
Pengujian normalitas salah satunya dapat dilakukan dengan uji statistik
yaitu uji statistik non-parametrik kolmogorov-smirnov (K-S). Uji K-S
dilakukan apabila nilai asymp, sig> Sig (0.05), maka residual berdistribusi
Normal.
2. Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas dilakukan untuk menguji apakah dalam
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen
(Ghozali, 2009: 95). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling
berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Maksud dari
ortogonal disini adalah variabel independen yang nilai korelasi antar
sesama variabel independen sama dengan nol.
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam
model regresi diantaranya adalah dengan melihat dari nilai tolerance dan
Variance Inflation Factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap
variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen
lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap varibel independen menjadi
34
variabel dependen dan diregresikan terhadap variabel independen lainnya.
Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang
tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance
yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/tolerance).
Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya
multikolinearitas adalah nilai tolerance ≤ 0.10 atau sama dengan nilai VIF
≥ 10. Walaupun nilai multikolonieritas dapat dideteksi dengan tolerance
dan VIF, namun kita masih tetap tidak dapat mengetahui variabel-variabel
independen mana sajakah yang saling berkolerasi.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan
ke pengamatan lain. Jika varians dari satu pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas, dan jika varians berbeda
maka disebut heteroskedastisitas. Pada suatu model regresi yang baik
adalah berkondisi homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Konsekuensinya adanya heteroskedastisitas dalam model regresi adalah
penaksir (estimator) yang diperoleh tidak efisien, baik dalam sampel kecil
maupun sampel besar. Salah satu cara untuk mendiagnosa adanya
heteroskedastisitas dalam suatu model regresi adalah dengan melihat
grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan
residualnya (SRESID) (Ghozali, 2009:125). Adapun dasar analisis dengan
melihat grafik plot adalah sebagai berikut:
35
a. Jika terdapat pola tertentu seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur, maka menunjukkan telah terjadi
heteroskedastisitas.
b. Jika tidak ada pola yang jelas seperti titik-titik menyebar diatas dan di
bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidakterjadi heteroskedastisitas.
4. Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2009: 106-107), uji autokorelasi bertujuan
menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan
penganggu pada periode t dengan kesalahan penganggu pada periode t-1
(sebelumnya). Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya
autokorelasi yaitu dengan mendeteksi autokorelasi dengan uji Durbin-
watson (DW). Uji Durbin-watson hanya digunakan untuk autokorelasi
tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya
intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di
antara variabel independen Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0: tidak ada autokorelasi (r sama dengan 0)
Ha: ada autokorelasi (r tidak sama dengan 0)
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi:
1. Bila nilai DW terletak antara batas atas atau upper bound (du) dan (4 -
du), maka koefisien autokorelasi sama dengan nol, berarti tidak ada
autokorelasi.
36
2. Bila nilai DW lebih rendah daripada batas bawah atau lower bound
(dl), maka koefisien autokorelasi lebih besar daripada nol, berarti ada
autokorelasi positif.
3. Bila nilai DW lebih besar daripada (4 - dl), maka koefisien
autokorelasi lebih kecil daripada nol, berarti ada autokorelasi negatif.
4. Bila nilai DW terletak di antara batas atas (du) dan batas bawah (dl)
ada DW terletak antara (4 - du) dan (4 - dl), maka hasilnya tidak dapat
disimpulkan.
3.7.2 Analisis Regresi Berganda
Untuk menunjukkan hubungan antara variabel terikat (Y) dengan variabel
bebas (X). Dari penjelasan Algifari (2000: 65), persamaan regresi berganda
adalah sebagai berikut:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3+e
Keterangan :
Y = ROA
a = Konstanta
X1 = VAHU (Value Added Human Capital)
X2 = STVA (Structural Capital Value Added)
X3 = VACA (Value Added Capital Assets)
b1, b2, b3= Koefisien Regresi Dari Tiap Variabel
e = standar error
3.7.3 Uji Koefisien
Persamaan regresi yang diperoleh dalam suatu proses perhitungan tidak
selalu baik untuk mengestimasi nilai variabel terikat (dependen), sehingga
37
diperlukan perhitungan koefisien determinasi. Koefisien determinasi merupakan
persentase pengaruh semua variabel bebas terhadap nilai veriabel
terikat.Besarnya koefisien determinasi adalah 0 sampai dengan 1. Semakin
mendekati 0, maka semakin kecil pula pengaruh semua variabel independen
terhadap nilai variabel dependen. Sedangkan semakin mendekati 1, maka dapat
dikatakan semakin kuat model tersebut dalam menerangkan variasi variabel
independen terhadap variabel dependen. Angka dari Adjusted R2 diperoleh dari
hasil output SPSS yang bisa dilihat pada tabel model summary kolom Adjusted
square (Ghozali, 2009: 87).
3.7.4 Uji Hipotesis
3.7.4.1 Uji t atau Uji Parsial
Menurut Ghozali (2009: 88-89), uji t digunakan untuk menentukan
apakah variabel independen (X) berpengaruh secara parsial atau sendiri-
sendiri terhadap variabel dependen (Y). Rumus yang digunakan adalah:
ttabel = α/2 dan df (n-k)
Keterangan :
α = Signifikansi
n = Jumlah Sampel
k = Jumlah Variabel Independen
Pengujian ini dilakukan berdasarkan perbandingan nilai thitung masing-
masing koefisien regresi dengan nilai ttabel (nilai kritis) sesuai dengan tingkat
signifikansi yang digunakan.Dimana thitung diperoleh dari hasil output SPSS
sedangkan ttabel diperoleh dari tabel t statistik.
38
1. Jika thitung> ttabel, maka menolak hipotesis nol (H0) dan menerima hipotesis
alternatif (Ha), yang artinya variabel VAHU, STVA dan VACA secara
parsial berpengaruh positif terhadap nilai variabel profitabilitas ROA.
2. Jika thitung< ttabel, maka menerima hipotesis nol (H0), artinya variabel
VAHU, STVA dan VACA tersebut secara parsial tidak berpengaruh
positif atau berpengaruh negatif terhadap nilai variabel profitabilitas ROA.
Menurut Suliyanto (2009) agar suatu hipotesis bisa diuji secara
statistik harus dirumuskan menjadi hipotesis Nol (H0) dan Hipotesis
Alternatif (Ha). Hipotesis yang diajukan sebagai berikut:
a. Hipotesis 1
Ho : Tidak terdapat pengaruh positif VAHU terhadap ROA.
Ha : Terdapat pengaruh positif VAHU terhadap ROA.
Kriteria pengujian
Ho diterima jika :
thitung< ttabel
sig. > 0.05
Ha diterima jika :
thitung> ttabel
sig. < 0.05 dan arah koefisien positif
b. Hipotesis 2
Ho : Tidak terdapat pengaruh positif STVA terhadap ROA.
Ha : Terdapat pengaruh positif STVA terhadap ROA
Kriteria pengujian
39
Ho diterima jika :
thitung< ttabel
sig. > 0,05
Ha diterima jika :
thitung> ttabel
sig. < 0,05 dan arah koefisien positif
c. Hipotesis 3
Ho : Tidak terdapat pengaruh positif VACA terhadap ROA.
Ha : Terdapat pengaruh positif VACA terhadap ROA.
Kriteria pengujian
Ho tidak dapat ditolak jika :
thitung> ttabel
sig. < 0,05
Ha diterima jika :
thitung<ttabel
sig. > 0,05 dan arah koefisien positif
40
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Koperasi Serba Usaha Kota Tarakan
4.1.1 Gambaran Umum Koperasi Serba Usaha Kota Tarakan
Koperasi syariah BMT Al-Fath didirikan pada tanggal 30 April 2001.
ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) cabang Tarakan merupakan
pelopor pendirian koperasi syariah sebagai sebuah lembaga keuangan syariah di
kota Tarakan. Belum terdapatnya lembaga sejenis menjadikan sebuah peluang
bagi pengembangan bisnis di kota Tarakan. Selain itu adanya harapan bagi umat
islam yang ada di kota Tarakan untuk dapat bertransaksi pada lembaga keuangan
yang berbasis syariah.
Dengan SK Menteri Kehakiman RI nomor: C-135.HT.03.01.Th.1996
pada tanggal 18 Juni 2001 dengan modal awal Rp. 100.000.000,-. Karyawan
sebanyak 5 orang, BMT Al-Fath mulai beroperasi.Pada saat pendirian masih
berbentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) dengan menggunakan badan
hukum yayasan yaitu di bawah naungan yayasan pembaharuan beralamat di
jalan KH.Agus Salim RT. 05 No. 21 kelurahan Selumit Tarakan Kalimantan
Timur. BMT Al-Fath ditahap awal melakukan penetrasi pembiayaan pada
pedagang-pedagang kecil di pasar-pasar induk yang ada di kota Tarakan,
meliputi pasar Tenguyun, pasar Gusher dan pasar Beringin.
Pada tanggal 10 September 2001, BMT Al-Fath Tarakan masuk menjadi
anggota Inkopsyah (Induk Koperasi Syariah) PNM Jakarta dengan menyetor
uang simpanan pokok Rp 2.000.000,- dan mengikuti Rapat Anggota Tahunan
41
(RAT) di Jakarta. Inkopsyah PNM merupakan lembaga yang memberikan
pembiayaan dan pengembangan IT bagi bisnis mikro syariah di Indonesia. Pada
tanggal 17 Januari 2002 badan hukum BMT Al-Fath dilengkapi dengan badan
hukum koperasi serba usaha syariah dengan izin usaha No.
14/BH/DPPK/I/2002. Dengan berubahnya badan hukum dari KSM menjadi
koperasi serba usaha syariah, operasional BMT Al-Fath menjadi lebih solid
terutama memperoleh akses permodalan. Beberapa lembaga keuangan yang
menjadi mitra dan membantu dalam akses permodalan selain dari Pemerintah
melalui Dinas Peridustrian Perdagangan dan Koperasi, antara lain: bank
Muamalat cabang Samarinda, bank Kaltim syariah Samarinda dan bank
Tabungan Negara syariah Balikpapan.
Koperasi Serba Usaha Eka Sari beralamat di Jl. Jend.Sudirman No. 03
Kecamatan Tarakan Barat. Dan berbadan hukum dengan Nomor
24/PAD/DPPK/VII/2004 pada tanggal 15 juli 2004. Primer Koperasi Serba
Usaha Angkatan Darat Batalyon Infanteri 613/RJA didirikan pada tanggal 28
Januari 1979 dengan badan hukum Nomor 494/BH/PAD/KWK,17/II/1979 pada
tanggal 24 Februari 1979 dan mengalami perubahan badan hukum Nomor
46/BH/PAD/DPPKUM/VIII/2011 pada tanggal 12 Agustus 2011. Koperasi
Serba Usaha Srikandi didirikan pada tanggal 02 November 2000. Dengan badan
hukum pada tanggal 07 November 2000 dengan Nomor
164/BH/KDK.17.3/XI/2000 dan mengalami perubahan hukum pada tanggal 04
Maret dengan Nomor 04/PAD/DPPK/III/2002. Koperasi Serba Usaha Srikandi
42
ini beralamat di Jl. Mulawarman/ Jl. Rukun Rt. 29 No. 17 Kelurahan Karang
Anyar Pantai. Tarakan Barat.
Koperasi Serba Usaha Tunas Mekar berdiri pada tahun 2004 dan
beralamat di Jl. Imam Bonjol Rt. 22 Gang 4, Pamusian Kecamatan Tarakan
Tengah. Pada pada tanggal 17 Mei 2004 dengan badan hukum Nomor
55/BH/DPPK/V/2004. Koperasi Serba Usaha Cahaya Baru beralamat di Jl.
Cahaya Baru Rt. 04 No. 17 Kr. Harapan Tarakan Barat. Dengan badan hukum
Nomor 08 A/PAD/DPPK/VII/2002.
4.1.2 Visi Misi Dan Tujuan Koperasi
Visi Koperasi BMT Al-Fath Tarakan adalah membantu dan
memberdayakan pengusaha mikro dengan kualitas pelayanan yang cepat, aman
dan sesuai syariah.
Sedangkan misi koperasi BMT Al-Fath Tarakan adalah:
a. Membangun dan memberdayakan ekonomi rakyat.
b. Mensejahterakan anggota, manajemen, karyawan dan stakeholder lainnya
yang menjadi keluarga besar BMT Al-Fath Tarakan.
c. Berperan serta dalam merubah sistem ekonomi ribawi menjadi system
ekonomi syariah.
Koperasi Serba Usaha Kota Tarakan yang lain memiliki visi dan misi yang
sama yakni visi Koperasi Serba Usaha Kota Tarakan adalah Mewujudkan
anggota koperasi yang sejahtera dan mandiri dan misi Koperasi Serba Usaha
Kota Tarakan adalah meningkatkan peran serta anggota dalam ekonomi
43
kerakyatan, menciptakan lapangan kerja bagi anggota dan masyarakat sekitar,
serta meningkatkan pemerataan pendapatan dan hasil-hasil pembangunan
4.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Analisis Deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi
atas variabel-variabel penelitian. Statistik deskriptif yang digunakan dalam
penelitian ini adalah nilai rata-rata (mean), maksimum, minimum, dan standar
deviasi. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan program SPSS diperoleh
hasil statistik deskriptif yang ditampilkan pada tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1Hasil Olahan Data Deskriptif SPSS
Sumber : Olahan Peneliti 2014
Berdasarkan tabel 4.1 tersebut menunjukkan bahwa nilai Return On
Asset (ROA) memiliki nilai terendah sebesar 1,92 dengan nilai tertinggi
sebesar 190,88 dan rata-rata (mean) sebesar 41,743 sedangkan standar deviasinya
sebesar 48,802. Tingginya nilai standar deviasi dibandingkan dengan nilai rata-
rata (mean) ROA mengindikasikan hasil yang kurang baik, hal tersebut
dikarenakan standar deviasi adalah pencerminan penyimpangan yang sangat
tinggi.
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
VAHU 60 1.32 508.01 42.441 97.015
STVA 60 0.24 1.00 0.8011 0.20263
VACA 60 1.02 82.86 5.0527 11.608
ROA 60 1.92 190.88 41.743 48.802
Valid N (listwise) 60
44
Value Added Human Capital (VAHU) memiliki nilai terendah sebesar
1,32 dengan nilai tertinggi sebesar 508,01 dan rata-rata (mean) sebesar 42,44
sedangkan standar deviasinya sebesar 97,015. Hal tersebut menunjukkan bahwa
data yang digunakan dalam variabel VAHU mempunyai sebaran besar karena
standar deviasi lebih besar dari nilai rata ratanya (mean), sehingga simpangan data
pada variabel VAHU ini dapat dikatakan kurang baik.
Structural Capital Value Added (STVA) memiliki nilai terendah sebesar
0,24 dengan nilai tertinggi sebesar 1,00 dan rata-rata (mean) sebesar 0,8011.
Sedangkan standar deviasinya sebesar 0,20263. Hal tersebut menunjukkan bahwa
data yang digunakan dalam variabel STVA mempunyai sebaran kecil karena
standar deviasi lebih kecil dari nilai rata ratanya (mean), sehingga penyebaran
data merata maka simpangan data pada variabel STVA ini dapat dikatakan baik.
Value Added Capital Assets (VACA) memiliki nilai terendah sebesar 1,02
dengan nilai tertinggi sebesar 82,86 dan rata-rata (mean) sebesar 5,0527
sedangkan standar deviasinya sebesar 11,608. Hal tersebut menunjukkan bahwa
data yang digunakan dalam variabel VACA mempunyai sebaran besar karena
standar deviasi lebih besar dari nilai rata ratanya (mean), sehingga simpangan data
pada variabel VACA ini dapat dikatakan kurang baik.
45
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis statistik regresi linier
berganda, yang sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik untuk
menguji kelayakan regresi yang dihasilkan. Berdasarkan
pehitungan komputer dengan program SPSS (Statistical Product
and Service Solutions) for windows realase 16 diperoleh hasil
sebagai berikut:
Tabel 5.1Hasil Analisis Data Dari Program SPSS
Uraian NilaiNilai Tolerance
VAHU 0,848 STVA 0,839 VACA 0,970
Nilai Variance Inflation Factor (VIF) VAHU 1.179 STVA 1.192 VACA 1.031
Kolmogorov-Smirnov Test Asymp. Sig. (2-tailed) 0.470Durbin WatsonTest 2.040Konstanta -18.062
VAHU -0.172 STVA 87.594 VACA -0.605
RSquare 0.209Adjusted R Square 0.195T hitung
VAHU -2.591
46
STVA 2.735 VACA -1.163
Sumber: Olahan Peneliti 2014
5.1.1 Hasil Uji Asumsi Klasik
5.1.1.1 Hasil Uji Normalitas
Dari hasil perhitungan program SPSS pada tabel 5.1,
hasil uji kolmogorov-smirnov z menunjukkan bahwa nilai
asymp.sig adalah sebesar 0,470. Nilai ini jauh lebih besar di
atas probabilitas 5% (0,470 > 0,05), sehingga dapat
disimpulkan residual berdistribusi normal, serta berdasarkan
hasil uji diketahui bahwa model tidak terkena masalah
normalitas.
5.1.1.2 Hasil Uji Multikolinearitas
Berdasarkan hasil perhitungan program SPSS pada tabel 5.1, diperoleh
nilai tolerance menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki
nilai tolerance ≤ 0,10, yaitu VAHU sebesar 0,848, STVA sebesar 0,839 serta
VACA sebesar 0,970. Hal ini menunjukkan tidak ada korelasi antar variabel
independen yang nilainya lebih dari 80%.
Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga
menunjukkan hal yang sama, yaitu tidak ada satu variabel independen yang
memiliki nilai VIF ≥ 10, yaitu VAHU sebesar 1,179, STVA sebesar 1,192
serta VACA sebesar 1,031. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
multikolonieritas antar variabel independen dalam model regresi.
47
5.1.1.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Gambar 5.1
Uji Heteroskedastisitas
Dari gambar 5.1 di atas dapat diketahui bahwa titik-titik tidak
membentuk pola yang jelas dan titik-titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas dalam model regresi.
5.1.1.4 Hasil Uji Autokorelasi
48
Berdasarkan tabel 5.1, yang merupakan ringkasan hasil output SPSS,
diperoleh hasil uji Durbin-Watson menunjukkan bahwa nilai DW 2,040, nilai
ini akan kita bandingkan dengan nilai tabel signifikansi 5% (α= 0,05), jumlah
sampel 60 (n= 60) dan jumlah variabel independen sebanyak 3 (K= 3) maka
diperolehnilai du= 1,689. Nilai DW 2,040 lebih besar dari batas atas (du)
yakni 1,689 dan kurang dari (4-du) 4-1,689= 2,311 sehingga menjadi 1,689
<2,040 < 2,311 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi
dalam model regresi.
5.1.2 Hasil Analisis Regresi Berganda
Berdasarkan hasil analisis data dari tabel 5.1, diperoleh persamaan
regresi sebagai berikut:
Y = -18.062 - 0,172 X1 + 87,594 X2 - 0,605 X3 + e
Adapun Interpretasi dari persamaan tersebut adalah:
a. Konstanta sebesar -18,062 menyatakan bahwa, jika variabel bebas yaitu
VAHU, STVA, dan VACA dianggap konstan atau nol, maka tingkat
profitabilitas ROA turun sebesar 18,062 %.
b. Koefisien regresi VAHU sebesar -0,172 menyatakan bahwa, apabila
VAHU meningkat sebesar 1 kali dan variabel STVA serta VACA
dianggap tetap atau nol, maka tingkat profitabilitas ROA akan turun
sebesar 0,172 %.
c. Koefisien regresi STVA sebesar 87,594 menyatakan bahwa, apabila
STVA meningkat sebesar 1 kali dan variabel VAHU serta VACA
49
dianggap tetap atau nol, maka tingkat profitabilitas ROA akan bertambah
sebesar 87,594%.
d. Koefisien regresi VACA sebesar -0,605 menyatakan bahwa,
apabilaVACA meningkat sebesar 1 kali dan variabel VAHU serta STVA
dianggap tetap atau nol, maka profitabilitas ROA akan turun sebesar
0,605%.
5.1.3 Hasil Uji Koefisien
Dari hasil analisis dapat diketahui Adjusted R square adalah koefesien
determinasi. Dari tabel 5.1, diperoleh hasil Adjusted R square senilai 0,195.
Artinya 19,5% variasi yang terjadi terhadap tinggi rendahnya profitabilitas ROA
disebabkan oleh variasi Intellectual Capital (IC) yaitu VAHU, STVA serta
VACA dan sisanya 80,5 % disebabkan oleh variabel diluar penelitian ini.
5.1.4 Hasil Uji Hipotesis
5.1.4.1 Hasil Uji t atau Uji Parsial
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen. Pengambilan keputusan dilakukan
dengan membandingkan nilai t hitung masing-masing koefisien regresi dengan
nilai t tabel pada taraf signifikan 5%. Signifikansi pengaruh dari masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen adalah sebagai
berikut:
a. Pengaruh Value Added Human Capital (VAHU) terhadap Return On Asset
(ROA)
50
Berdasarkan hasil uji statistik t dari tabel 5.1, diperoleh tingkat
signifikansi Value Added Human Capital (VAHU) sebesar 0,012 serta t
hitung = -2,591 dan t tabel = 2,002 yang diperoleh dari tabel dengan
membandingkan α/2 (df). Di mana (df) n-k = 60-3 = 57 dengan taraf
kepercayaan 95 % (α/2 = 0,05/2 = 0,025), maka t hitung < t tabel (2,591
<2,002), sehingga dapat disimpulkan menerima hipotesis alternatif (Ha)
dan menolak hipotesis nol (H0), artinya variabel Value Added Human
Capital (VAHU) secara parsial berpengaruh negatif terhadap nilai Return
On Asset (ROA). Apabila tingkat Value Added Human Capital (VAHU)
mengalami peningkatan, maka Return On Asset (ROA) akan mengalami
penurunan.
b. Pengaruh Structural Capital Value Added (STVA) terhadap Return On
Asset (ROA)
Berdasarkan hasil uji statistik t dari tabel 5.1, diperoleh tingkat
signifikansi Structural Capital Value Added (STVA) sebesar 0,008 serta t
hitung = 2,735 dan t tabel = 2,002 yang diperoleh dari tabel dengan
membandingkan α/2 (df). Di mana (df) n-k = 60 - 3= 57 dengan taraf
kepercayaan 95 % (α/2 = 0,05/2 = 0,025), maka t hitung > t tabel
(2,735>2,002), sehingga dapat disimpulkan menerima hipotesis alternatif
(Ha) dan menolak hipotesis nol (H0), artinya variabel Structural Capital
Value Added (STVA) secara parsial berpengaruh positif terhadap
perubahan nilai Return On Asset (ROA). Jika tingkat Structural Capital
Value Added (STVA) dalam memenuhi kebutuhan pasar tidak mengalami
51
keterlambatan dalam artian hasil produksi koperasi dalam memenuhi
kebutuhan pasar berjalan secara maksimal dan menunjukkan
perkembangan perputarannya disetiap periode, maka nilai Return On Asset
(ROA) yang diperolehpun akan semakin tinggi.
c. Pengaruh Value Added Capital Assets (VACA) terhadap Return On Asset
(ROA)
Berdasarkan hasil uji statistik t dari tabel 5.1, diperoleh tingkat
signifikansi Value Added Capital Assets (VACA) sebesar 0,250 serta t
hitung = -1,163 dan t tabel = 2,002 yang diperoleh dari tabel dengan
membandingkan α/2 (df). Di mana (df) n-k = 60-3 = 57 dengan taraf
kepercayaan 95 % (α/2 = 0,05/2 = 0,025), maka t hitung < t tabel
(1,163<2,002), sehingga dapat disimpulkan menerima hipotesis nol (H0)
dan menolak hipotesis alternatif (Ha), artinya variabel Value Added
Capital Assets (VACA) secara parsial tidak berpengaruh terhadap
perubahan nilai Return On Asset (ROA). Apabila tingkat Value Added
Capital Assets (VACA) mengalami peningkatan, maka Return On Asset
(ROA) tidak mengalami peningkatan.
5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil uji Analisis Regresi Linear Berganda dengan
menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service
Solutions) secara statistik dari ketiga hipotesis yang diajukan dua yang tidak
52
terdukung dan satu yang didukung. Berikut ini pembahasan hasil pengujian
hipotesis-hipotesis penelitian.
1. Hubungan Value Added Human Capital (VAHU) dan Return On Asset
(ROA)
Berdasarkan hasil uji t terhadap hipotesis 1 yang menyatakan bahwa
Value Added Human Capital (VAHU) berpengaruh positif terhadap Return
On Asset (ROA) tidak dapat diterima (tidak didukung). Sehingga dapat
dijelaskan bahwa perubahan terhadap Value Added Human Capital (VAHU)
berpengaruh negatif terhadap nilai Return On Asset (ROA) pada Koperasi
Serba Usaha Kota Tarakan. Hal ini ditunjukkan dengan koperasi yang
menganggarkan beban karyawan tinggi berharap akan mendapatkan Value
Added (VA) yang tinggi dari karyawannya. Akan tetapi, penelitian ini tidak
dapat membuktikan hubungan antara VAHU dengan kinerja keuangan
koperasi (ROA). Anggaran beban gaji karyawan koperasi yang tinggi jika
tidak diimbangi dengan pelatihan dan training justru akan menurunkan
produktivitas karyawan koperasi. Hal ini berarti bahwa karyawan tidak
dapat menciptakan Value Added (VA) bagi koperasi. Karyawan yang tidak
produktif dan beban karyawan yang tinggi akan menurunkan laba bersih
sehingga akan menurunkan kinerja keuangan koperasi (ROA). Hasil uji ini
tidak sesuai dengan teori yang telah ada sebelumnya yaitu yang menyatakan
bahwa VAHU berpengaruh positif terhadap ROA. Hasil penelitian ini sesuai
dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saryanti (2010).
53
2. Hubungan Structural Capital Value Added (STVA) dan Return On Asset
(ROA)
Berdasarkan hasil uji t terhadap hipotesis 2 yang menyatakan bahwa
Structural Capital Value Added (STVA) berpengaruh positif pada
profitabilitas Return On Asset (ROA) dapat diterima (didukung). Sehingga
dapat dijelaskan perubahan terhadap Structural Capital Value Added
(STVA) akan mempengaruhi nilai Return On Asset (ROA). Hal ini
menunjukkan bahwa Koperasi Serba Usaha Kota Tarakan dalam penelitian
ini telah berhasil mengelola structural capitalnya seperti meningkatkan
sistem operasional koperasi, menjaga budaya koperasi dan mengolah
kekayaan intelektual secara efektif. Jika hal tersebut diabaikan maka
menghilangkan ciri khas badan usaha tersebut yang menjadi nilai tambah
koperasi, sehingga berkurangnya nilai tambah akan mempengaruhi
pendapatan dan profit koperasi yaitu Return On Asset (ROA). Hasil uji ini
sesuai dengan teori yang telah ada sebelumnya yaitu yang menyatakan
bahwa STVA berpengaruh positif terhadap ROA. Hasil penelitian ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Adeline (2012).
3. Hubungan Value Added Capital Assets (VACA) dan Return On Asset
(ROA)
Berdasarkan hasil uji t terhadap hipotesis 1 yang menyatakan bahwa
Value Added Capital Assets (VACA) berpengaruh positif terhadap ROA tidak
dapat diterima (tidak terdukung). Sehingga dapat dijelaskan bahwa
perubahan terhadap Value Added Capital Assets (VACA) tidak akan
54
mempengaruhi nilai Return On Asset (ROA). Hal ini menjelaskan bahwa
kemampuan Koperasi Serba Usaha Kota Tarakan dalam mengelola sumber
dayanya tidak cukup baik hal ini diyakini dengan tidak meningkatnya nilai
pasar atau kinerja koperasi. Hasil uji ini tidak sesuai dengan teori yang telah
ada sebelumnya yaitu yang menyatakan bahwa VACA berpengaruh positif
terhadap ROA. Hasil penelitian ini sesuai dengan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Saryanti (2010).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: .
1. Berdasarkan hasil uji statistik secara parsial VAHU berpengaruh negatif
terhadap kinerja keuangan (ROA).
2. Berdasarkan hasil uji statistik secara parsial STVA berpengaruh positif
terhadap kinerja keuangan (ROA).
3. Berdasarkan hasil uji statistik secara parsial VACA tidak berpengaruh
terhadap (ROA).
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan serta kesimpulan di atas, maka
saran yang dapat peneliti sampaikan adalah sebagai berikut:
1. Bagi Koperasi Serba Usaha kota Tarakan
55
a. Kinerja ketiga variabel Intellectual Capital (IC) koperasi yaitu VAHU,
STVA, serta VACA harus lebih dioptimalkan.
b. Manajemen harus lebih efektif dalam menetapkan kebijakan serta
ketepatan dalam mengelola aset yang dimiliki koperasi.
c. Kebijakan kesepakatan simpan pinjam guna mempercepat pengembalian
dana pinjaman serta bagi hasil yang diperoleh perlu diperhatikan guna
lebih memaksimalkan perputaran piutang dan laba yang diperoleh
koperasi.
d. Manajemen harus mampu membaca situasi terkait tingkat perputaran
persediaannya, karena koperasi selama ini hanya bergerak dalam bentuk
pembiayaan saja. Tidak menutup kemungkinan, apabila jenis usaha mini
market lebih dioptimalkan, justru akan lebih meningkatkan profitabilitas
atau kinerja keuangan koperasi.
2. Bagi peneliti selanjutnya
Diperlukan penelitian sejenis untuk mengembangkan penelitian ini lebih
lanjut dengan memberikan penambahan jumlah objek serta mengungkap
faktor-faktor lain yang diduga mampu mempengaruhi tingkat kinerja
keuangan yaitu profitabilitas (ROA). Karena dari ketiga variabel VAHU,
STVA serta VACA hanya STVA yang berpengaruh positif, dan VAHU dan
VACA tidak berpengaruh positif.
56
DAFTAR PUSTAKA
Adeline, Amanda, Friscia. 2012. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Pengendalian Anggaran dan Kinerja Organisasi (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufacture di Jawa Tengah). Skripsi Universitas Diponegoro Semarang
Algifari. 2000. Analisis Regresi, Teori, Kasus dan Solusi. BPFE: Yogyakarta
Arikunto, Suharsimi. 2005. Manajemen penelitian. Jakarta : PT. RinekaCipta
Dewi, Citra, Puspita. 2011. Pengaruh Intellectual Capital terhadap kinerja keuangan perusahaan manufacture yang terdapat di BEI tahun 2007-2009. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang
Gemina, Dwi. 2013. Keunggulan Bersaing Koperasi Berkaitan Dengan Penerapan Intellectual Capital, Manajemen Keanggotaan, Dan Partisipasi Anggota. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Fakultas Ekonomi Universitas Djuanda Bogor
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. BPUD: Semarang
Husnan, Suad. 1998. Manajemen Keuangan Teori Dan Penerapan. BPFE: Yogyakarta
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat : Jakarta.
Nawawi, H. Hadari. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Gadja Mada University Press
57
Pramelasari, Yosi, Metta. 2010. Pengaruh Intellectual Capital terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang
Puspitasari, Maritza, Ellanyindra. 2011. Pengaruh Intellectual Capital terhadap bussinnes performance pada perusahaan manufacture yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPFE: Yogyakarta
Sudiarditha, Sudiarditha, Dr. I Ketut R. 2013.Pengaruh Pengetahuan Anggota Tentang Koperasi danKualitas Pelayanan Terhadap Partisipasi Anggota Pada Koperasi Serba Usaha (KSU) Warga Sejahtera, Kelurahan Cipinang, Jakarta Timur. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis
Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta Bandung: Bandung
Sundjaja, Ridwan, S dan Barlian, Inge. 2002. Manajemen Keuangan. PT Prenhallindo: Jakarta
Sunyonto, Danang. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: CAPS.
Suryanti, Endang. 2010. Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan Yang Terdapat Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2009. Skripsi. STIE AUB Surakarta
Widiyaningrum, Ambar. 2004. Modal Intelektual. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia. Departemen Akuntansi FEUI
Widiyanti, Ninik. 2007. Manajemen Koperasi. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya
W, Yuniastuti. 2012. Peluang dan Tantangan Pengelolaan Keuangan MikroMenuju Indonesia Sejahtera. Kospin Jasa. Institut Pertanian Bogor