Upload
bims
View
76
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
judul dari tesis adalah analisis prioritas faktor-faktor yang memperngaruhi fungsi terminal saratama dengan studi kasus terminal sarantama kota pematang siantar yang ditulis oleh Djamahaen Purba, Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utama, 2008.keyword dari tesis ini adalah efektivitas terminal, komponen terminal dan prioritas lokal krieteria.penelitian tersebut bertujuan untuk menentuka prioritas, faktor-faktor yang mempengaruhi tidak efektifnya terminal sebagai suatu sarana simpul transportasi.metoda yang digunakan adalah analytical hierarchy process.
Citation preview
ANALISIS PRIORITAS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS FUNGSI TERMINAL SARANTAMA (STUDI KASUS TERMINAL SARANTAMA KOTA PEMATANG SIANTAR)
TESIS
Oleh
DJAMAHAEN PURBA 057016006/TS
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2008
Judul Tesis : ANALISIS PRIORITAS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS FUNGSI TERMINAL SARANTAMA (STUDI KASUS TERMINAL SARANTAMA KOTA PEMATANG SIANTAR)
Nama Mahasiswa : Djamahaen Purba Nomor Pokok : 057016006 Program Studi : Teknik Sipil
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE) (Ir. Medis Sejahtera Surbakti, MT
) Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Dr. Ir. Roesyanto, MSCE) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc
)
Tanggal lulus : 06 September 2008 Telah diuji pada
Tanggal 06 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE
Anggota : 1. Ir. Medis Sejahtera Surbakti, MT
2. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE
3. Dr. Ir. A. Perwira Tarigan, M.Sc
4. Ir. Zulkarnain A. Muis, M. Eng, Sc
5. Ir. Syahrizal, MT
6. Ir. Rudi Iskandar, MT
ABSTRAK
Dalam rangka mewujudkan sistem transportasi yang efektif dan efesien pemerintah telah menyediakan banyak fasilitas yang diharapkan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya oleh masyarakat. Namun kenyataan dapat dilihat dari sekian banyak fasilitas yang ada, masih banyak yang belum dimanfaatkan dengan semestinya oleh masyarakat. Salah satunya, adalah terminal yang merupakan tempat untuk naik dan turunnya penumpang, perpindahan moda dan tempat istirahat bagi pengemudi angkutan umum. Berdasarkan pengamatan terdapat beberapa tempat yang dimanfaatkan sebagai Terminal bayangan, seperti persimpangan dekat lokasi dan menuju lokasi Terminal, pool angkutan umum dan agen atau kantor administrasi perusahaan angkutan umum. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat menentukan prioritas faktor-faktor yang mempengaruhi tidak efektifnya Terminal sebagai suatu sarana simpul transportasi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analytical Hierarchy Process dengan pengamatan dan wawancara langsung pada sasaran penelitian dan Metode Antrian sebagai evaluasi kapasitas eksisting. Subyek penelitian adalah para stakeholder yang terlibat dalam penentuan efektifitas Terminal yaitu penumpang (user), pemerintah (regulator) dan pengemudi/pengusaha (operator).
Pengamatan dan wawancara dilakukan pada Terminal, pool, persimpangan dekat Terminal dan agen/kantor administrasi perusahaan angkutan dan jumlah subyek yang digunakan berjumlah 94 orang yang terdiri dari ; 11 orang mewakili pemerintah, 53 orang dari calon penumpang dan 30 orang dari pengemudi dan pengusaha angkutan umum. Dengan wawancara, diperoleh data tentang kriteria-kriteria/faktor-faktor yang mengakomodasikan ketidak efektifan penggunaan Terminal. Dan survei data untuk evaluasi kapasitas dilakukan diluar Terminal, pada 14 lokasi tempat pemberhentian dan keberangkatan bus AKDP dengan anggapan kondisi tersebut adalah kondisi yang terjadi di Terminal Sarantama.
Berdasarkan analisa yang dilakukan, diperoleh hasil bobot otoritas untuk masing-masing komponen yang berinteraksi paling mempengaruhi dalam komponen prasarana yaitu Bus AKDP 38.00 %, AKAP 20.60 % , ANGKOT 17.20 %, ANGDES 14.60 % dan BETOR 9.00 % Sedangkan prioritas lokal kriteria yang memerlukan penanganan sekala prioritas yaitu Kriteria Fasilitas Terminal (27.10 %), Kriteria Keamanan Terminal (26.30 %), Kriteria Tingkat Pelayanan jalan (21.20 %), Kriteria Aksessibilitas (13.60 %) dan Kriteria Kenyamanan Terminal (12.43 %).
Kata Kunci : Efektifitas Terminal, Komponen Terminal, Prioritas lokal kriteria.
ABSTRACT
To create an effective and efficient transportation system, government has prepared many facilities for best utilization of public. But in reality, to see many facilities available, some of them is underutilizated duly by public. One of them is a Terminal as loading and unloading of passengers, the displacement of moda and resting area for public transport drivers. Based on the observation there is some obscure Terminal, such as crossroad near location and toward Terminal location, public transport pool and agent or arch was conducted to determine the priority of factors effecting the ineffectiveness of Terminal as transportation facility.
This research used the Analytical Hierarchy Prosess method by direct observation and interview on target of research and queuing method as evaluation of existing capacity. The subject of research was the stakeholders involved in determination of Terminal effectiveness, i.e., users (passengers), regulator and operator.
The observation and interview were conducted in Terminal, pool, cross road near the Terminal and agent/administration office of transport organization, and there were 94 subject consisting of 11 representatives of regulator, 53 users and 30 operators and managers of public transport. Through and interview, criteria/factors accommodating the ineffectiveness of use have been gained. And data survey for capacity evaluation was made outside of Terminal, in 14 locations of halt and departure of AKDP bus under assumption that the condition was a real circumtance in Terminal of Sarantama.
Based on the analysis, the result of otority volume for each component the most influential interaction in component of facility was bus AKDP 38.00 %, AKAP 20.60 %, ANGKOT 17.20 %, ANGDES and BETOR 9.00 %. Local priority needing handling are Terminal facilities criterion (27.10 %), environment security criterion (26.30 %), traffic service criterion (21.20 %), accessibility criterion (13.60 %) and environment freshness criterion (12.43 %).
Keyword : The effectiveness Terminal, Terminal components, local priority.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 8 Februari 1971, sebagai
anak pertama dari enam bersaudara keluarga Alm. Udin Purba.
Pada Tahun 1995 penulis menyelesaikan studi program S-1 Teknik Sipil pada Institut
Teknologi Medan (ITM) dan memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST).
Sejak Tahun 1995 s/d 2003 penlis bekerja di beberapa perusahaan jasa kontruksi dan
jasa konsultasi.
Pada Tahun 2004 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
Pemerintah Daerah Kabupaten Simalungun dan ditempatkan pada Dinas Pekerjaan Umum
Bina Marga.
Pada Tahun 2005 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Sekolah
Pascasarjana pada Program Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
Penulis menikah pada tahun 2004 dengan Julita Raya Br. Sitanggang dan dikaruniai 1
orang anak bernama Albertdin Yehezkiel Purba dan 1 orang putri bernama Henlini Setia
Purba.
DAFTAR ISI
Halaman :
ABSTRAK.. i
ABSTRACT ii
KATA PENGANTAR........................ iii
RIWAYAT HIDUP.................... vi
DAFTAR ISI.......... vii
DAFTAR TABEL....... xi
DAFTAR GAMBAR.......................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN. . xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 1
1.2 Perumusan masalah................. 6
1.3 Maksud dan Tujuan Pelitian................... 7
1.4 Manfaat Penelitian. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 11
2.1.1 Definisi Efektifitas. 11
2.1.2 Fasilitas Perpindahan Penumpang. 13
2.1.3 Terminal Penumpang Angkutan Umum. 14
2.1.4 Prasarana Terminal. 21
2.1.5 Kapasitas Terminal..... 25
2.1.6 Aksessibilitas. 26
2.1.7 Konfigurasi Parkir 27
2.1.8 Tingkat Pelayanan Jalan.. 28
2.1.9 Penyelenggaraan Terminal... 30
2.1.10 Penetapan Kriteria Efektifitas Terminal... 33
2.2 Analisa Keputusan.. 36
2.3 Metoda Proses Hirarki Analitik (PHA)................... 39
2.4 Teori Antrian................... 56
2.4.1 Model Antrian..................... 59
2.4.2 Pengujian Distribusi. 61
2.5 Studi Yang Pernah Dilakukan.. 62
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Pemikiran......................... 63
3.2 Hipotesis Penelitian.. 67
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian..................... 69
4.2 Penelitian Penentuan Prioritas (PHA)......................... 69
4.2.1 Metode Pengumpulan data. 70
4.2.2 Metode Pemilihan Responden... 71
4.2.3 Metode Pengolahan Data dan
Analisis Data.................. 74
4.3 Penelitian Kapasitas Ruang Parkir (Model Antrian).. 78
4.3.1 Metode Pengumpulan Data.................... 79
4.3.2 Metode Pengolahan Data... 82
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum. 92
5.1.1 Kondisi Geografis.... 92
5.1.2 Kondisi Topograpi 92
5.2 Kondisi Transportasi 93
5.2.1 Sistem Pergerakan 93
5.2.2 Simpul Transportasi................. 93
5.2.3 Route Angkutan Umum.. 94
5.2.4 Terminal Sarantama dalam SistemJaringan Transportasi Kota Pematang Siantar... 95
5.3 Analisis Kriteria Efektifitas.. . 96
5.3.1 Tingkat Pelayanan Jalan. 97
5.3.2 Aksessibilitas. 98
5.3.3 Fasilitas dan Manajemen Terminal 99
5.3.4 Keamanan Terminal 99
5.3.5 Kenyamanan Lingkungan.. 100
5.4 Penyusunan Struktur Hirarki............................. 103
5.5 Analisis Pembobotan Otoritas Komponen 104
5.6 Analisis Bobot Prioritas Kriteria.. 110
5.7 Analisis Prioritas Lokal 121
5.8 Analisis Kapasitas Ruang Parkir Terminal Untuk Bus AKDP 123
5.8.1 Analisis Data Kedatangan Kenderaan............. 123
5.8.2 Uji Kecukupan Data............ 123
5.8.3 Pengujian Distribusi............. 125
5.8.4 Penghitungan Kapasitas Terminal (eksisting).............. 127
5.9 Pengujian Hipotesis.............. 133
5.10 Hasil Diskusi Studi Yang Pernah Dilakukan 133
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan................................... 135
6.2 Saran............................. 136
DAFTAR PUSTAKA.......................... 137
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1.1 Penentuan Lokasi Terminal Tipe A.. 8
1.2 Hasil Notulen Rapat Optimalisasi Terminal Sarantama Dan Wawancara Tak Terstruktur 9
1.3 Daftar Perusahaan Angkutan Yang Melakukan Penyimpangan Trayek.......................... 10
2.1 Komponen Fasilitas Aktifitas Terminal 23
2.2 Kapasitas Jalan Raya 29
2.3 Sekala Penilaian Perbandingan Berpasangan... 46
2.4 Nilai Indeks Random 53
5.1 Jumlah Perusahaan Angkutan di Kota Pematang Siantar.................... 95
5.2 Tingkat Pelayanan Jalan Sekitar Terminal dan Persimpangan... 97
5.3 Penilaian Fasilitas Utama dan Pendukung Terminal Sarantama. 101
5.4 Data Tindak Kriminal di Terminal Sarantama. 102
5.5 Matriks Otoritas Komponen Perbandingan Berpasangan 104
5.6 Bobot Otoritas Komponen Pemerintah (responden pertama)...................... 107
5.7 Rekapitulasi Bobot Otoritas Komponen Pemerintah............................... 108
5.8 Rekapitulasi Bobot Otoritas Komponen User. 108
5.9 Rekapitulasi Bobot Otoritas Komponen Operator.. 109
5.10 Bobot Rata-rata Prioritas Kriteria Komponen 110
5.11 Matriks Kriteria Perbandingan Berpasangan (responden pertama) 111
5.12 Bobot Prioritas Kriteria (responden pertama).... 114
5.13 Bobot Prioritas Kriteria Komponen User 115
5.14 Bobot Prioritas Kriteria Komponen Pemerintah. 116
5.15 Bobot Prioritas Kriteria Komponen Operator. 117
5.16 Bobot Rata-rata Prioritas Kriteria 118
5.17 Bobot Prioritas Lokal Kriteria. 121
5.18 Uji Kecukupan Data Kedatangan Kenderaan. 124
5.19 Uji Kecukupan Data Keberangkatan Kenderaan 125
5.20 Pengujian Distribusi Poisson Bus AKDP H-1 126
5.21 Pengujian Distribusi Poisson Bus AKDP H-2.... 127
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1 Bagan Alir Proses Terminal Penumpang Umum 24
2.2 Konfugurasi Parkir Antrian Bus. 28
2.3 Struktur Hirarki AHP. 43
2.4 Model Antrian Dengan Satu Fasilitas Pelayanan... 58
2.5 Model Antrian Dengan Banyak Fasilitas.. 59
2.6 Model M/M/1/1.. 59
3.1 Kerangka Pemikiran Analisis Prioritas Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Terminal Sarantama 67
4.1 Bagan Alir Penelitian Penentuan Prioritas. 91
5.1 Hirarki Kriteria Penilaian Efektifitas Terminal Sarantama 103
5.2 Diagram Bobot Prioritas Lokal Kriteria 122
5.3 Grafik Distribution Poisson Bus AKDP-H1 126
5.4 Grafik Distribution Poisson Bus AKDP-H2 101 127
5.5 Parkir Algoritma Hitungan Kapasitas Kebutuhan Ruang 129
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
I. Analisis Prioritas Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Fungsi Terminal Sarantama (Running Expert Choice). 140
II. Analisis Data Masing-masing Komponen dan Kriteria (Running Expert Choice).. 144
III. Gambar Peta dan Kondisi Eksisting..... 183
IV. Analisis Kondisi Eksisting...... 193
V. Analisis Antrian... 197
VI. Format Kuesioner. 209
VII. Daftar Perusahaan Angkutan... 215
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Pematang Siantar sebagai salah satu kota di Propinsi Sumatera Utara yang memiliki luas
79.91 Km2 yang terdiri dari 6 kecamatan dan 43 kelurahan dengan jumlah penduduk 246.277 jiwa
(kota Pematang Siantar dalam angka, Tahun 2007), sedang berbenah diri diberbagai sektor kehidupan
guna mencapai visi Kota Pematang siantar yaitu Sebagai Kota Perdagangan dan Jasa Yang Maju,
Indah, Nyaman dan Beradap. Artinya Kota Pematang Siantar diharapkan dimasa mendatang semakin
memiliki peranan penting dalam perdagangan dan jasa. Dalam RTRW Propinsi Sumatera Utara Kota
Pematang Siantar memiliki fungsi sebagai kota perdagangan dan jasa yang melayani wilayah tengah
Propinsi Sumatera Utara menjadikan perkembangan dan pertumbuhan kota semakin besar.
Sesuai hal tersebut diatas dari sudut pandang transport dimana arus distribusi orang, barang,
dan jasa dari suatu lokasi ke lokasi lain, kemudian berhenti pada konsumen akhir, hanya
dimungkinkan terjadi dengan baik bila didukung sarana dan prasarana transportasi yang baik.
Terminal sebagai prasarana transportasi jalan dalam menjalankan fungsinya sebagai tempat
keperluan menaikkan dan menurunkan orang atau barang, tempat beristirahat bagi awak bus dan
kenderaan sebelum memulai lagi perjalanan, serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan
kenderaan umum, yang merupakan wujud simpul jaringan transportasi (UU No. 14 Tahun 1992
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) harus dapat bekerja secara optimal dan efesien, sehingga
dapat mendukung mobilitas penduduk, ketertiban lalu lintas, disamping itu Terminal juga berfungsi
sebagai sarana penunjang bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor restribusi.
Untuk memenuhi tugas tersebut maka Terminal Sarantama harus efektif agar dapat memenuhi tuntutan
pelayanan yang sebaik-baiknya, yang mana pelayanan ini menyangkut pandangan pihak-pihak yang
terkait yaitu pihak pengelola Terminal dalam hal ini pemerintah (regulator) dan pihak pengguna jasa
layanan (operator dan User).
Terminal Sarantama ditetapkan sebagai Terminal penumpang tipe A di yang berada di
Kelurahan Tanjung Pinggir, Kecamatan Martoba (pusat kegiatan sekunder), Kota Pematang Siantar,
Propinsi Sumatera Utara merupakan salah satu simpul jaringan transportasi jalan sesuai dengan
keputusan Dirjen Perhubungan Darat Nomor : 1361/AJ.106/DRJD/2003, yang mana pembangunan
Terminal Sarantama sebagai prasarana simpul transportasi tipe-A tentunya telah mengikuti ketentuan
persyaratan yang ada. Dari hasil survey pendahuluan yang dilakukan, Terminal Sarantama sudah
memenuhi persyaratan penempatan lokasi seperti pada Tabel 1.1, yang artinya penempatan lokasi
Terminal Sarantama telah mengikuti rencana tata ruang Kota Pematang Siantar dan memperhatikan
rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi
jalan.
Ditinjau dari tipenya Terminal penumpang tipe A, berfungsi melayani angkutan umum untuk
antar kota antar propinsi (AKAP), dan atau angkutan lintas negara, angkutan antar kota dalam
propinsi (AKDP), angkutan kota (ANGKOT), angkutan pedesaan (ANGDES), dengan frekwensi 50
100 kenderaan/jam.
Keberadaan Terminal Sarantana saat ini tidak berfungsi efektif, tidak efektifnya fungsi
Terminal Sarantama dapat dilihat dari rendahnya pemanfaatan Terminal tersebut dimana sebagian
besar penumpang atau calon penumpang angkutan kota antar propinsi (AKAP), angkutan kota dalam
propinsi (AKDP), angkutan pedesaan (ANGDES) dan angkutan kota (ANGKOT) telah memanfaatkan
lokasi-lokasi pool, kantor-kantor perusahaan angkutan/agen, pinggir jalan dan persimpangan jalan
menuju lokasi Terminal sebagai tempat kedatangan dan melanjutkan perjalanan penumpang dan yang
lebih buruk lagi sebagian besar lokasi pool-pool dan kantor-kantor/agen tersebut berada disepanjang
jalan pusat kota yang tentunya semua itu berdampak negatif terhadap lalu-lintas, keindahan dan
kenyamanan kota Pematang Siantar sendiri, kondisi eksisting pada Gbr. 1.1 s/d 1.10 pada lampiran III.
Berdasarkan hasil wawancara tak struktur dengan pihak pengelola yang dalam hal ini Dinas
Perhubungan Kota Pematang Siantar yang diwakili kasie. Terminal menyebutkan telah berbagai upaya
telah dilakukan, yang antara lain :
1. Menggelar rapat dengan instansi terkait, organda dan pagayuban awak angkutan setempat,
Tabel 1.2.
2. Menentukan route perjalanan/trayek angkutan umum, Tabel 1.3.
3. Melakukan tindakan terhadap perusahaan angkutan umum yang melakukan penyimpangan
trayek, Tabel 1.4.
Abubakar (1996), ada 2 (dua) faktor yang mempengaruhi kinerja Terminal yaitu faktor
eksternal dan faktor internal :
1. Faktor internal, seperti : jumlah bus dalam pelayanan Terminal, kapasitas tampung bis di
Terminal, parkir didalam Terminal, waktu tunggu kenderaan dalam Terminal, sirkulasi arus
lalu lintas dalam Terminal, lamanya kenderaan yang antri pada saat memasuki dan keluar
Terminal, headway kedatangan dan keberangkatan angkutan umum yang tidak menentu,
sistem informasi mengenai jadwal kedatangan dan keberangkatan bus yang sulit didapat,
pengaturan sirkulasi lalu lintas keluar masuk Terminal, perpindahan penumpang didalam
Terminal dan waktu tunggu kenderaan serta fasilitas pendukung didalam Terminal.
2. Faktor eksternal, seperti : aksess keluar masuk menuju lokasi Terminal, kondisi arus lalu lintas
di sekitar Terminal, struktur wilayah untuk mencapai efektifitas/ efesiensi dalam pelayanan
terhadap elemen perkotaan dan biaya.
Abubakar (1992), komponen prasarana transportasi yang seharusnya ada pada sebuah
Terminal adalah disesuaikan dengan fungsi Terminal yang ingin dicanangkan. Karena pada dasarnya
komponen prasarana yang disediakan dalam seluruh Terminal dimaksudkan untuk mengantisipasi
ataupun melayani mekanisme pergerakan yang ada. Jika ditinjau dari sistem Terminal maka akan
ditemui pada sistem tersebut sekumpulan komponen pengguna jasa layanan yang saling berinteraksi
satu dengan lainnya. Antara komponen prasarana yang ada dan aktifitas dalam Terminal yang
berpengaruh terhadap keamanan dan kenyamanan pengguna jasa layanan dalam pemanfaatan
Terminal. Komponen-komponen tersebut antara lain :
1. Moda angkutan umum (bus, angkot, taksi dan moda angkutan lain).
2. Penumpang dan calon penumpang.
3. Kenderaan pribaadi dan para pejalan kaki.
Berdasarkan uraian diatas, faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi tidak
efektif-nya fungsi Terminal Sarantama sebagai Terminal tipe A bagi komponen pengguna jasa
layanan, sebagai berikut :
1. Fasilitas dan manajemen : jumlah bus, kapasitas, penataan parkir dan sirkulasi, sistem
informasi, komponen prasarana yang mendukung.
2. Aksessibilitas, kemudahan pergerakan angkutan dan penumpang menuju lokasi dan pada saat
di dalam Terminal.
3. Tingkat pelayanan jalan, kondisi jalan didalam dan sekitar Terminal.
4. Keamanan lingkungan, kondisi lingkungan terhadap tindak kriminalitas.
5. Kenyamanan lingkungan, kondisi terhadap polusi suara, udara dan kebersihan lingkungan
didalam lingkungan Terminal.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, efektifitas Terminal Sarantama
sebagai Terminal tipe A dapat ditinjau dari faktor-faktor yang mempengaruhi komponen pengguna
jasa layanan dalam tinjauan ini adalah angkutan umum penumpang yang masuk kedalam Terminal,
maka timbul pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Angkutan umum penumpang (ANGKOT, BETOR, ANGDES, AKDP dan AKAP) mana yang
berpengaruh terhadap efektifitas Terminal Sarantama sebagai Terminal tipe A.
2. Faktor-faktor (Tingkat pelayanan jalan, Aksessibilitas, Keamanan lingkungan, Kenyamanan
lingkungan, Fasilitas dan manajemen) mana yang sangat mempengaruhi angkutan umum
penumpang terhadap efektifitas Terminal Sarantama sebagai Terminal tipe A.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang diajukan , maka maksud dari penelitian ini melakukan
analisis prioritas faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas fungsi Terminal Sarantama.
Tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah :
1. Menganalisis angkutan umum penumpang yang berpengaruh menurut penilaian stakeholder
(operator, user dan regulator) terhadap tinjauan efektifitas Terminal Sarantama sebagai
Terminal tipe A.
2. Menganalisis faktor-faktor yang sangat mempengaruhi efektifitas fungsi Terminal Sarantama
sebagai Terminal tipe A menurut penilaian stakeholder dan kondisi eksisting sebagai prioritas
penanganan.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi atau bahan masukan bagi para
pengambil keputusan dalam upaya meningkatkan efektifitas fungsi Terminal Sarantama atau
Terminal penumpang angkutan umum lainnya berdasarkan prioritas penanganan dalam pencapaian
dan sasaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Definisi Efektifitas
Sri Haryani (2007), pada dasarnya pengertian efektifitas yang umum menunjukkan pada taraf
tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efesien, meskipun sebenarnya
ada perbedaan diantara keduanya. Efektifitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan
efesiensi lebih melihat pada bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan
antara input dan outputnya.
Istilah efektif (effective) dan efesien (efficient) merupakan dua istilah yang saling berkaitan
dan patut dihayati dalam upaya untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Tentang arti dari efektif
maupun efesien terdapat beberapa pendapat. Menurut Chester dalam Imam Subarkah (2007),
menjelaskan bahwa arti efektif dan efesien adalah sebagai berikut :
When a specific desired end is attained we shall say that the action is effective. When the unsought consequences of the action are more important than the attainment of the desired end and are dissatisfactory, effective action, we shall say, it is inefficient. When the unsought consequences are unimportant or trivial, the action is efficient. Accordingly, we shall say that an action is effective if it specific objective aim. It is efficient if it satisfies the motives of the aim, whatever it is effective or not.
Jadi dapat dikatakan bahwa sebuah kegiatan tersebut adalah efektif apabila tujuan kegiatan itu
akhirnya dapat dicapai. Tetapi bila akibat-akibat yang tidak dicari dari kegiatan mempunyai nilai
yang lebih penting dibandingkan dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan,
meskipun efektif kegiatan tersebut dapat dikatakan tidak efesien. Sebaliknya bila akibat yang tidak
dicari-cari dari kegiatan itu mempunyai nilai tidak penting atau remeh, maka kegiatan tersebut
efesien. Sehubungan dengan itu, kita dapat mengatakan sesuatu efektif bila mencapai tujuan tertentu.
Dikatakan efesien bila hal itu memuaskan sebagai pendorong mencapai tujuan, terlepas apakah
efektif atau tidak.
Menurut Peter Drucker dalam Menuju SDM Berdaya (Kisdarto, 2002 : h.139), menyatakan
doing the right things is more important than doing the things right. Selanjutnya dijelaskan bahwa
: effectiveness is to do the right things : while efficiency is to do the things right (efektifitas adalah
melakukan hal yang benar : sedangkan efesiensi adalah melakukan hal secara benar). Atau juga
effectiveness means how far we achieve the goal and efficiency means how do we mix various
resources properly (efektifitas berarti sejauh mana kita mencapai sasaran dan efesiensi berarti
bagaimana kita mencampur sumber daya secara cermat).
Efesien tetapi tidak efektif berarti dalam memanfaatkan sumberdaya (input) baik, tetapi tidak
mencapai sasaran. Sebaliknya, efektif tidak efesien berarti dalam mencapai sasaran menggunakan
sumber daya berlebihan atau lazim dikatakan ekonomi biaya tinggi. Tetapi yang paling parah adalah
tidak efesien dan juga tidak efektif, artinya adanya pemborosan sumber daya atau penghamburan-
hamburan sumber daya tanpa mencapai sasaran. Efesiensi harus selalu bersifat kuantitatif dan dapat
diukur (mearsurable), sedangkan efektif mengandung pula pengertian kualitatif.
Efektif lebih mengarah ke pencapaian sasaran. Efesien dalam menggunakan masukan (input)
akan menghasilkan produktifitas yang tinggi, yang merupakan tujuan dari setiap organisasi apapun
bidang kegiatannya. Hal yang paling rawan adalah apabila efesiensi selalu diartikan sebagai
penghematan, karena bisa mengganggu operasi, sehingga pada gilirannya akan mempengaruhi hasil
akhir, karena sasarannya tidak tercapai dan produktifitasnya akan juga tidak setinggi yang
diharapkan.
Efektif dikaitkan dengan kepemimpinan (leadership) yang menentukan hal-hal yang harus
dilakukan (what are the things to be accomplished), sedangkan efesien dikaitkan dengan manajemen,
yang mengukur bagaimana sesuatu dapat dilakukan sebaik-baiknya (how can certain things be best
accomplished).
2.1.2 Fasilitas Perpindahan Penumpang
Fasilitas perpindahan penumpang angkutan umum dapat didefinisikan suatu tempat dimana
terdapat fasilitas bagi penumpang agar dapat naik ke atau turun dari angkutan umum. Fasilitas
perpindahan penumpang merupakan bagian dari sistem penyediaan angkutan umum, sehingga
eksistensi dan pengoperasian fasilitas perpindahan numpang harus pula ditujukan untuk mempercepat
proses transper, memberikan informasi yang diperlukan, tidak mengganggu aktifitas disekitar
kawasan.
2.1.3 Terminal Penumpang Angkutan Umum
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 2002, Terminal angkutan penumpang merupakan
salah satu bagian dari sistem transportasi, tempat kenderaan umum mengambil dan menurunkan
penumpang dari satu moda ke moda transportasi yang lainnya, juga merupakan prasarana angkutan
penumpang dan menjadi unsur ruang yang mempunyai peran penting bagi efesiensi kepentingan
wilayah.
Ditinjau dari sistem jaringan Transportasi jalan secara keseluruhan, Terminal angkutan umum
merupakan simpul utama dalam jaringan dimana sekumpulan lintasan rute secara keseluruhan
bertemu, dengan demikian Terminal angkutan umum merupakan komponen utama dari jaringan
transportasi jalan yang mempunyai peran dan fungsi yang cukup signifikan. Karena kelancaran yang
ada pada Terminal disamping akan mempengaruhi efesiensi dan efektifitas sistem angkutan umum
secara keseluruhan. Untuk itu diperlukan pelayanan yang baik yang dapat berfungsi secara efektif
dan efesien dalam mengantisipasi kebutuhan pergerakan di dalam Terminal. Dan untuk
mengoptimalkan fungsinya, maka kapasitas Terminal harus cukup memadai, Terminal harus dapat
menghasilkan mobilitas yang tinggi melalui penyediaan fasilitas-fasilitas yang memadai.
A. Fungsi Terminal
Terminal adalah titik simpul berbagai moda angkutan, sebagai titik perpindahan penumpang
dari moda satu kemoda yang lain atau dari berbagai moda ke suatu moda, juga suati titik tujuan atau
titik akhir orang setelah turun melanjutkan berjalan kaki ke tempat kerja, rumah atau pasar, dengan
kata lain Terminal adalah suatu titik henti.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, dalam buku Menuju lalu-lintas dan Angkutan jalan
yang tertib (edisi yang disempurnakan) pada BAB IX tentang transportasi jalan halaman 93,
menyatakan fungsi Terminal transportasi jalan dapat ditinjau dari 3 unsur, adalah sebagai berikut :
1. Fungsi Terminal bagi Penumpang (user), adalah untuk kenyamanan menunggu, kenyamanan
perpindahan dari suatu moda atau kenderaan ke moda atau kenderaan lain, tempat fasilitas-
fasilitas informasi dan fasilitas parkir kenderaan pribadi.
2. Fungsi Terminal bagi pengusaha dan pengemudi (operator), adalah untuk pengaturan operasi
bus, penyediaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awak bus dan sebagai fasilitas pangkalan.
3. Fungsi Terminal bagi pemerintah (regulator), adalah dari segi perencanaan dan manajemen
lalu-lintas untuk menata lalu-lintas dan angkutan serta menghindari dari kemacetan, sumber
pemungutan restribusi dan sebagai pengendali kenderaan angkutan umum.
B. Jenis Terminal
Sesuai dengan Pasal 41 Bab VI Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, tentang
Prasarana dan Lalu Lintas Jalan dan Pasal 2 Bab II Keputusan Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, mengklasifikasikan Terminal
menjadi tiga tipe yaitu :
1. Terminal penumpang tipe A, adalah Terminal penumpang yang berfungsi melayani kenderaan
umum untuk angkutan antar kota antar propinsi (AKAP) dan angkutan lintas batas negara,
angkutan antar kota dalam propinsi (AKDP), angkutan kota (ANGKOT) dan angkutan
pedesaan (ANGDES ).
2. Terminal penumpang tipe B, adalah Terminal penumpang yang berfungsi melayani kenderaan
umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi (AKDP), angkutan kota (ANGKOT) dan
angkutan pedesaan (ANGDES).
3. Terminal penumpang tipe C, adalah Terminal penumpang yang berfungsi melayani kenderaan
umum untuk angkutan pedesaan (ANGDES).
Klasifikasi Terminal ini yang biasanya mendasari kriteria suatu perencanaan karena dengan
fungsi pelayanan yang berbeda tentu akan menuntut fasilitas yang berbeda pula. Namun konsep
perencanaan diantara ketiganya tidak akan berbeda sebagai fasilitas yang melayani perpindahan
pergerakan penumpang pemakai jasa layanan angkutan.
Dalam suatu kota dibutuhkan adanya Terminal type A atau sebuah Terminal type B dan
beberapa Terminal type C, dimana jumlah dan sebarannya tergantung pada jumlah penumpang yang
dilayani dan bentuk kota. Biasanya Terminal type C terletak dipinggir kota yang merupakan titik
pertemuan antara angkutan kota dan angkutan pedesaan sehingga banyaknya Terminal lokal
tergantung banyaknya titik pertemuan antara angkutan kota dan angkutan pedesaan.
C. Keriteria Pembangunan
Dalam pembangunan sebuah Terminal penumpang berbagai hal harus dipertimbangkan agar
tercapai tujuan dan sasaran. Menurut Abubakar (1996), pembangunan sebuah Terminal
mempertimbangkan 4 faktor yaitu :
1. Terminal harus dapat menjamin kelancaran arus angkutan baik penumpang maupun barang.
2. Terminal hendaknya sesuai dengan rencana tata ruang.
3. Lokasi Terminal hendaknya dapat menjalin penggunaan dan operasi kegiatan Terminal yang
efesien dan efektif.
4. Lokasi Terminal hendaknya tidak mengakibatkan gangguan pada kelancaran arus kenderaan
umum, dan keamanan lalu lintas kota serta lingkungan hidup sekitarnya.
D. Fasilitas Terminal Penumpang
Biasanya didalam Terminal terdapat fasilitas-fasilitas yang disediakan bagi penumpang dan
penghantar atau penjemput, kenderaan dan pengemudi, dan pengelola. Sesuai dengan Pasal 2 Bab II
Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan,
fasilitas Terminal terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang, adalah sebagai berikut :
I. Fasilitas Utama, fasilitas utama merupakan suatu fasilitas yang mutlak dimiliki dalam suatu
Terminal, yang antara lain :
1) Areal keberangkatan, yaitu pelataran yang disediakan bagi kenderaan angkutan
penumpang umum untuk menaikkan penumpang (loading) dan untuk memulai
perjalanan.
2) Areal kedatangan, atau pelataran yang disediakan bagi kenderaan angkutan penumpang
umum untuk menurunkan penumpang (unloading) yang dapat pula merupakan akhir
dari perjalanan.
3) Areal menunggu, yaitu pelataran yang disediakan bagi kenderaan angkutan penumpang
umum untuk beristirahat dan siap untuk menuju jalur pemberangkatan.
4) Areal lintas, yaitu pelataran yang disediakan bagi kenderaan angkutan penumpang
umum untuk beristirahat sementara dan untuk menaikkan atau menurunkan penumpang.
5) Areal tunggu, yaitu pelataran tempat menunggu yang disediakan bagi orang yang akan
melakukan perjalanan dengan kenderaan angkutan penumpang umum.
6) Bangunan kantor Terminal, yaitu suatu bangunan yang biasanya di gabung dengan
menara pengawas yang berfungsi sebagai tempat untuk memantau pergerakan
kenderaan dan penumpang dari atas menara.
7) Pos pemeriksaan KPS (Kartu Pengawasan Setempat), yaitu pos yang biasanya
berlokasi di pintu masuk dari Terminal yang berfungsi memeriksa terhadap masing-
masing angkutan umum yang memasuki Terminal.
8) Loket penjualan tiket, yaitu suatu ruangan yang dipergunakan oleh masing-masing
perusahaan untuk keperluan penjualan tiket bus yang melayani perjalanan dari
Terminal yang bersangkutan.
9) Rambu-rambu lalu-lintas dan petunjuk informasi yang berupa petunjuk jurusan, tarif
dan jadwal perjalanan, hal ini harus tersedia karena sangat penting untuk memberikan
informasi bagi penumpang baik yang akan meninggalkan maupun baru tiba di
Terminal yang bersangkutan sehingga tidak tersesat dan terkesan semrawut.
II. Fasilitas Penunjang, selain fasilitas utama dalam sistem Terminal terdapat pula fasilitas
penunjang sebagai fasilitas pelengkap, yang antara lain :
1) Ruang informasi dan pengaduan, yaitu untuk memberikan informasi kepada para
penumpang maupun pengaduan apabila terjadi sesuatu terhadap penumpang, misalkan
kehilangan barang, banyaknya calo, para awak angkutan umum menaikkan tariff
angkutan diatas tarif yang berlaku .
2) Ruang pengobatan, tempat memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan.
3) Ruang penitipan barang
4) Ruang istirahat sopir
5) Docking kenderaan umum
6) Musholla.
7) Kamar mandi atau WC (water closed).
8) Kios atau kantin.
9) Telepon umum.
10) Taman dan lain-lain.
2.1.4 Prasarana Terminal
Komponen prasarana transportasi yang seharusnya ada pada sebuah Terminal adalah
disesuaikan dengan fungsi Terminal yang ingin dicanangkan. Karena pada dasarnya komponen
prasarana yang disediakan dalam seluruh Terminal dimaksudkan untuk mengantisipasi ataupun
melayani mekanisme pergerakan yang akan timbul.
Mekanisme pergerakan yang mungkin timbul dari sebuah Terminal dapat dijadikan sebuah
dasar dari suatu mekanisme pergerakan yang paling lengkap yang mungkin ada dalam sebuah
Terminal. Dengan demikian, prasarana yang harus disediakan mampu mengantisipasi
pelayanan ataupun pergerakan seperti pada Tabel 2.1.
Jika ditinjau dari sistem Terminal, maka akan ditemui pada sistem tersebut sekumpulan
komponen yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Antara komponen prasarana yang ada dan
aktifitas dalam Terminal sangat berpengaruh terhadap keamanan dan kenyamanan pengguna jasa
layanan dalam pemanfaatan Terminal. Komponen-komponen tersebut antara lain :
1. Moda angkutan umum (bus, angkot).
2. Penumpang.
3. Calon penumpang yang diatur (kiss & ride).
4. Calon penumpang yang membawa kenderaan sendiri dan memarkir kenderaannya (park
& ride).
5. Pejalan kaki.
Prasarana bangunan yang tersedia pada suatu Terminal pada dasarnya diperuntukkan agar
fungsi dan mekanisme pergerakan yang ada pada suatu Terminal berjalan secara efektif dan efesien.
Mengacu pada komponen-komponen ataupun entitas yang terdapat dalam suatu Terminal dan juga
mengacu pada interaksi yang terjadi antara masing-masing komponen tersebut..
Melalui bagan alir proses pergerakan dalam Terminal maka akan terlihat kegiatan-kegiatan
yang dialami oleh penumpang, barang dan kenderaan atau satuan lalu-lintas pada saat diproses
melalui fasilitas Terminal. Gambaran proses tersebut dapat dilihat pada Gbr.2.1 yang memperlihatkan
Terminal angkutan kota konvensional yang berguna untuk menerangkan karakteristi Terminal, juga
merupakan alat yang sangat membantu mengevaluasi permasalan operasional.
2.1.5 Kapasitas Terminal
Pada dasarnya terdapat dua konsep dari kapasitas Terminal, dimana pengertiam dari kapasitas
Terminal adalah suatu ukuran dari volume yang melalui Terminal atau sebagian dari Terminal.
Konsep pertama dari kapasitas Terminal yaitu kemungkinan arus lalu-lintas maksimum yang melalui
Terminal akan dapat terjadi apabila selalu terdapat suatu satuan lalu-lintas yang menunggu untuk
memasuki tempat pelayanan segera setelah tempat tersebut tersedia. Kondisi ini jarang dicapai dalam
waktu yang panjang disebabkan karena arus lalu-lintas biasanya mempunyai puncak. Secara praktis
tertahannya jumlah arus yang besar akan mengakibatkan kelambatan-kelambatan yang sangat
mengganggu lalu-lintas didalam dan diluar Terminal. Konsep kedua dari kapasitas Terminal yaitu
volume maksimum yang masih dapat ditampung dengan waktu menunggu atau kelambatan yang
masih dapat diterima.
Pengukuran secara praktis terhadap kapasitas Terminal memperlihatkan bahwa ada batasan-
batasan untuk kelambatan yang masih dapaat diterima. Oleh karena itu selagi headway time lebih
lama dari waktu pelayanan, seluruh satuan lalu-lintas akan dapat dilayani. Tetapi bila headway time
lebih pendek dari waktu pelayanan, suatu antrian akan terbentuk.
Kapasitas Terminal juga sangat tergantung kepada luas areal dan jumlah lajur-lajur pelayanan-
nya, lajur-lajur tersebut terdiri dari :
1. Lajur kedatangan dimana diperlukan tempat untuk menurunkan penumpang dan bagasi.
2. Lajur tempat parkir kenderaan untuk istirahat dalam hal ini bisa dilakukan perawatan,
membersihkan kabin dan persiapan.
3. Lajur pelayanan, yaitu tempat kenderaan menaikkan penumpang dan bagasi.
4. Lajur tunggu, yaitu tempat kenderaan menunggu atau antri sebelum memasuki jalur
pelayanan.
5. Lajur keberangkatan, yaitu tempat kenderaan siap diberangkatkan setelah terlebih dahulu
dilakukan pengecekan administratif baik fisik maupun dokumen terhadap kenderaan
penumpang oleh petugas.
Kapasitas Terminal adalah besarnya volume atau tingkat kedatangan rata-rata kenderaan
persatuan waktu semua lajur bis di dalam Terminal. Adapun harga kapasitas diperoleh dengan cara
menjumlahkan volume/tingkat kedatangan () semua lajur bis yang ada didalam Terminal.
2.1.6 Aksessibilitas
Jalan masuk dan keluar kenderaan di Terminal harus lancar dan dapat bergerak dengan
mudah. Jalan masuk dan keluar calon penumpang kenderaan umum harus terpisah dengan jalan
keluar masuk kenderaan pribadi. Kenderaan didalam Terminal harus dapat bergerak tanpa halangan
yang tidak perlu. Sistem sirkulasi kenderaan didalam Terminal ditentukan berdasarkan :
1. Jumlah arah perjalanan.
2. Frekwensi perjalanan.
3. Waktu yang diperlukan untuk turun atau naik penumpang.
Sistem sirkulasi ini juga harus ditata dengan memisahkan bus dalam kota dengan jalur bus
antar kota, sistem parkir kenderaan didalam Terminal harus ditata sedemikian rupa sehingga rasa
aman, lancar dan tertib dapat dicapai.
2.1.7 Konfigurasi Parkir
Konfigurasi parkir bus selama didalam antrian dibuat dengan tujuan memberikan kebebasan
samping kiri, kanan, depan dan belakang, sehingga dapat memberikan ;
1. Kebebasan koridor yang aman bagi pejalan kaki atau penumpang yang akan mempergunakan
layanan angkutan bus menurut SK. SNI S-03-1990-F, Standar Spesifikasi Trotoar Departemen
Pekerjaan Umum.
2. Kebebasan berjalan untuk mendahului.
3. Kebebasan berpapasan tanpa harus bersinggungan.
4. Kebebasan sirkulasi udara akibat gas buangan kenderaan.
Konfigurasi parkir bus tersebut adalah seperti terlihat pada Gbr. 2.2 dibawah. Dari ukuran
areal Terminal dan konfigurasi parkir maka akan dapat diketahui jumlah bus yang parkir di-areal
antrian.
Gambar 2.2 Konfigurasi Parkir Antrian Bus
2.1.8 Tingkat Pelayanan Jalan
Konsep tingkat pelayanan jalan didasarkan pada kualitas yang menjabarkan kondisi
operasioanal ruas jalan pada suatu arus lalu lintas. Banyak bagian dari kapasitas praktis yang
0.5 m
0.5 m
9 m
0.5 m
4.0 m 1,5 m
0.75 m 0.75m
2.50 m
K
O
R
I
D
Dimana :
SRP (satuan ruang parkir) = 40 m2.
tergantung pada tingkat pencegahan yang dapat diterima dalam hal kemacetan, keamanan dan
kebebasan melakukan maneuver.
Dalam revisi United Stated Higway Capacity Manual (1965), menggunakan definisi tunggal
untuk kapasitas masing-masing tipe jalan raya yang mirip dengan definisi kapasitas yang mungkin
(vossible capacity). Beberapa volume pelayanan menggantikan pengertian tentang kapasitas praktis
dan menunjukkan suatu kelompok kondisi yang diinginkan yang dikenal sebagai tingkat pelayanan
(LOS). Dengan demikian volume pelayanan didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat
ditampung pada tingkat pelayanan tertentu, seperti pada Tabel 2.2.
dimana ;
1. Tingkat pelayanan A, adalah suatu kondisi arus bebas dengan kecepatan tinggi dan
volume lalu lintas rendah. Pengemudi dapat memilih kecepatan yang diinginan tanpa
hambatan.
2. Tingkat pelayanan B, Dalam zone arus satabil, dengan kecepatan operasional mulai
terbatas oleh kenderaan lain. Pengemudi masih tetap mempunyai kebebasan memilih
kecepatan dan jalur.
3. Tingkat pelayanan C, kondisi aliran tetap stabil tetapi kecepatan dan gerakan manuver
dibatasi oleh volume yang lebih tinggi. Kebanyakan pengemudi terbatas pada
kebebasan memilih kecepatan, pindah jalur dan mendahului.
4. Tingkat pelayanan D, kondisi mendekati aliran tidak stabil, kecepatan cukup
memuaskan walaupun banyak dipengaruhi kecepatan kenderaan di depannya. Volume
lalu lintas berfluktuasi.
5. Tingkat pelayanan E, kondisi aliran tidak stabil dengan volume pada kapasitas terjadi
berhenti berkali-kali.
6. Tingkat pelayanan F, kondisi aliran dipaksakan (forced flow), kecepatan rendah,
volume dibawah kapasitas. Dalam keadaan extrim kecepatan dan volume dapat turun
secara mendadak menjadi nol. Kondisi ini biasanya sebagai hasil dari antrian.
2.1.9 Penyelenggaraan Terminal
Menurut Direktorat Jenderal Perhubungan Darat 1995, penyelenggaraan Terminal penumpang
meliputi kegiatan pengelolaan, pemeliharaan dan penertiban Terminal.
A. Pengelolaan Terminal penumpang yang harus dilakukan meliputi kegiatan perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan pengoperasian Terminal.
a. Kegiatan perencanaan Terminal meliputi :
1. Penataan pelataran Terminal menurut rute atau jurusan.
2. Penataan fasilitas penumpang.
3. Penataan fasilitas penunjang Terminal.
4. Penataan arus lalulintas di daerah pengawasan Terminal.
5. Penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan.
6. Penyusunan jadwal perjalanan berdasarkan kartu pengawasan.
7. Pengaturan jadwal petugas Terminal.
8. Evaluasi sistem pengoperasian Terminal.
b. Kegiatan pelaksanaan pengoperasian Terminal penumpang meliputi ;
1. Pengaturan tempat tunggu dan arus kenderaan di dalam Terminal.
2. Pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kenderaan menurut jadwal yang
telah ditetapkan.
3. Pemungutan jasa pelayanan Terminal penumpang.
4. Pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan kenderaan umum
kepada penumpang.
5. Pengaturan arus lalu-lintas didaerah pengawasan Terminal.
c. Kegiatan pengawasan pengoperasian terminal penumpang meliputi :
1. Pemantauan pelaksanaan tarif.
2. Pemeriksaan kartu pengawasan dan jadwal perjalanan.
3. Pemeriksaan kenderaan yang tidak memenuhi kelayakan melakukan perjalanan.
4. Pemeriksaan batas kapasitas muatan yang diijinkan.
5. Pemeriksaan pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan.
6. Pencatatan dan pelaporan pelanggaran yang terjadi.
7. Pemeriksaan kewajiban pengusaha angkutan sesuai dengan peraturan
perundang undangan yang berlaku.
8. Pemantauan pemanfaatan Terminal serta fasilitas sesuai dengan peruntukannya.
9. Pencatatan jumlah kenderaan dan penumpang datang dan berangkat.
B. Terminal penumpang harus senantiasa dipelihara sebaik-baiknya untuk menjamin agar
Terminal tetap bersih, teratur, tertib, rapi serta berfungsi sebagaimana mestinya. Pemeliharaan
Terminal meliputi :
1. Menjaga kebersiahan bangunan serta perbaikannya.
2. Menjaga kebersihan pelataran terminal, perawatan tanda-tanda dan perkerasan
pelataran.
3. Merawat saluran-saluran air yang ada.
4. Merawat instalasi listrik dan lampu-lampu penerangan.
5. Menjaga dan merawat peralatan komonikasi.
6. Menyediakan dan merawat sistem hidrant atau alat pemadam kebakaran
lainnya yang siap pakai.
C. Kegiatan penertiban Terminal meliputi ;
1. Penertiban calon penumpang yang keluar dan atau masuk daerah kewenangan
Terminal.
2. Penertiban penggunaan fasilitas penunjang sesuai peruntukkannya.
3. Penertiban Terminal dari gangguan pedagang asongan, pengemis, calo dan lain
sebagainya.
4. Penertiban Terminal dari gangguan keamanan.
2.1.10 Penetapan Kriteria Efektifitas Terminal
Pada dasarnya efektifitas merupakan pencerminan hubungan antara fasilitas yang telah
disediakan dan manfaat yang dicapai dari penyediaan fasilitas tersebut. Krishmono (1998) dalam
Renward (2006) menjelaskan dalam kondisi yang ideal dan optimum dimana keluaran akhir dari
penyediaan fasilitas dari suatu lokasi pelayanan umum mempunyai arah tujuan kedalam suatu sistem
sehingga efektifitas berdasarkan tujuan dalam sistem pelayanan umum dapat dianalisa dengan
kerangka yang jelas, terstruktur dan sistematis. Pengertian ini bermakna bahwa konsep efektifitas
pelayanan umum dapat dilakukan berdasarkan pada tujuan penyediaan fasilitas pada lokasi pelayanan
umum tersebut. Berdasarkan tinjauan efektifitas fungsi Terminal melalui penyediaan fasilitas bagi
angkutan umum dilandasi oleh :
1. Pandangan berbagai elemen komponen tentang efektifitas Terminal.
2. Kriteria atau faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas Terminal, Faktor internal Terminal
dan external Terminal.
3. Metoda yang tepat untuk menetapkan efektifitas fungsi Terminal sebagai tolok ukur
pernyataan keberhasilan Terminal dalam mencapai tujuannya.
Efektifitas dikaitkan dengan pencapaian tujuan dan sasaran dimana tujuan adalah keadaan atau
kondisi yang ingin dicapai. Efektifitas menyatakan tingkat keberhasilan dalam usaha mencapai tujuan.
Hal ini menyangkut pengertian yang luas karena pencapaian tujuan melibatkan seluruh komponen.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penilaian efektifitas dari penyediaan
fasilitas dalam hal ini Terminal Sarantama sebagai Terminal angkutan penumpang jalan ditinjau
berdasarkan fungsi kepentingan pengguna jasa layanan (user dan operator), dan juga kepentingan
penyelenggara (regulator). Dan mengacu pada kriteria penyediaan fasilitas yang ditinjau dari fungsi
kepentingan pengguna dan konsep umum Terminal dalam pelayanan maksimal, maka disimpulkan
penilaian efektifitas fungsi Terminal Sarantama dapat ditinjau dari kriteria-kriteria, yang antara lain :
1. Tingkat pelayanan jalan, kriteria penilaian berdasarkan kondisi fhisik eksisting di
dalam dan sekitar Terminal yang menyangkut geometrik dan permukaan jalan pada
ruas jalan dan persimpangan, kondisi arus lalu lintas disekitar Terminal.
2. Aksessibilitas, kriteria penilaian yang berdasarkan suatu kemudahan sirkulasi
angkutan umum untuk masuk dan keluar di dalam dan sekitar Terminal, kemudahan
dalam sirkulasi yang aman dan nyaman bagi penumpang untuk mendapatkan transit
atau pertukaran bus sesuai dengan tujuan perjalanan didalam lokasi Terminal.
3. Fasilitas dan manajemen Terminal, kriteria penilaian ini berdasarkan ketersediaan
dan pengaturan fasilitas yang aman dan nyaman untuk naik dan turun bagi penumpang
sesuai dengan lajur menurut tujuan bus, tiketing, tempat menunggu, restoran dan
pertokoan, telepon umum, tempat sholat, toilet, p3k dan sebagainya.
4. Kenyamanan lingkungan, kriteria penilaian berdasarkan kondisi didalam dan sekitar
Terminal yang menyangkut kenyamanan lingkungan yang diakibatkan dari limbah
buangan kenderaan dan penumpang (oli bekas, sampah), kebisingan dan getaran,
kualitas udara yang mengganggu lingkungan sekitar (asap kenderaan, toilet dan kamar
mandi dan dapur rumah makan), penempatan rumah makan khas daerah dan kondisi
drainase yang bersih dan lancar.
5. Keamanan lingkungan, kriteria penilaian berdasarkan situasi lingkungan didalam
Terminal yang aman dari tindak kriminal (pencopet, penodongan, pembunuhan,
pemerkosaan dan lain sebagainya).
2.2 Analisa Keputusan
Para pengambil keputusan umumnya selalu berhadapan dengan penyelesian masalah
pengambilan keputusan. Ketika membuat suatu keputusan, ada suatu proses yang terjadi pada otak
manusia yang akan menentukan kualitas keputusan yang dibuat (Permadi, 1992). Ketika keputusan
yang akan dibuat sederhana seperti memilih warna celana, manusia dapat dengan mudah membuat
keputusan. Namun ketika keputusan yang akan diambil bersifat kompleks dengan risiko yang besar
keputusan sering memerlukan alat bantu dalam bentuk analisis yang bersifat ilmiah, logis, dan
terstruktur/konsisten. Dari alasan diatas , maka salah satu cabang analisa keputusan yang sesuai
dengan masalah tersebut adalah Multi-Criteria Decision Making.
Multi-criteria decision making (MCDM) merupakan teknik pengambilan keputusan dari
beberapa pilihan alternatif yang ada. Didalam MCDM ini mengandung unsur attribut, obyektif, dan
tujuan.
1. Attribute menerangkan, memberi ciri kepada suatu obyek. Misalnya tinggi, panjang dan
sebagainya.
2. Obyektif menyatakan arah perbaikan atau kesukaan terhadap attribute, misalnya
memaksimalkan umur, meminimalkan harga, dan sebagainya. Obyektif dapat pula berasal dari
attribute yang menjadi suatu obyek jika attribute tersebut diberi arah tertentu.
3. Tujuan ditentukan terlebih dahulu. Misalnya suatu proyek mempunyai obyektif
memaksimumkan profit, maka proyek tersebut mempunyai tujuan mencapai profit 10
juta/bulan.
Kriteria merupakan ukuran, aturan-aturan ataupun standar-standar yang memandu suatu
pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan dilakukan melalui pememilihan atau
memformulasikan atribut-atribut, obyektif-obyektif, maupun tujuan-tujuan yang berbeda, maka
atribut, obyektif maupun tujuan dianggap sebagai kriteria. Kriteria dibangun dari kebutuhan-
kebutuhan dasar manusia serta nilai-nilai yang diinginkannya. Ada dua macam kategori dari Multi-
criteria decision making (MCDM), yaitu :
1. Multi Objective Decision Making (MODM)
2. Multiple Attribute Decision Making (MADM)
Multi Objective Decision Making (MODM) menyangkut masalah perancangan (design),
dimana teknik-teknik matematik optimasi digunakan, untuk jumlah alternatif yang sangat besar
(sampai dengan tak berhingga) dan untuk menjawab pertanyaan apa (what) dan berapa banyak (how
much).
Multi Attribute Decision Making (MADM), menyangkut masalah pemilihan, dimana analisa
matematis tidak terlalu banyak dibutuhkan atau dapat dugunakan untuk pemilihan hanya terhadap
sejumlah kecil alternatif saja. Ada beberapa metode yang sering digunakan dalam teknik MADM,
seperti Metode Preference Organization Methods for Enrichment Evaluation (PROMETHE) yang
menawarkan cara yang fleksibel dan sederhana kepada pembuat keputusan untuk menganalisis
masalah-masalah Multi-criteria, Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menawarkan teknik
pemecahan untuk masalah yang kompleks dan Multi-criteria.
Menurut Bourgeois (2005), AHP umumnya digunakan dengan tujuan untuk menyusun
prioritas yang bersifat kompleks atau multi kriteria. Secara umum, dengan menggunakan AHP,
prioritas yang akan dihasilkan akan bersifat konsisten dengan teori, logis, transparan, dan partisipatif.
Dengan tuntutan yang semakin tinggi keterkaitan dengan transparansi dan partisipasi, AHP akan
sangat cocok digunakan untuk penyusunan prioritas kebijakan publik yang menuntut transparansi dan
partisipasi.
2.3 Metoda Proses Hirarki Analitik (PHA)
Adalah salah satu teknik pengambilan keputusan/optimasi multivariate yang digunakan dalam
analisis pengambilan keputusan. Pada hakekatnya PHA merupakan suatu model pengambilan
keputusan yang komprehensif dengan memperhitungkan hal-hal yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Dalam model pengambilan keputusan dengan PHA pada dasarnya berusaha menutupi
semua kekurangan dari model-model sebelumnya. PHA juga memungkinkan ke struktur suatu sistem
dan lingkungan kedalam komponen saling berinteraksi dan kemudian menyatukan mereka dengan
mengukur dan mengatur dampak dari komponen kesalahan sistem (Saaty, 1993).
Perangakat utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya
adalah persepsi manusia. Jadi perbedaan yang mencolok dalam model PHA dengan model lainnya
yaitu terletak pada jenis inputnya. Terdapat 4 aksioma-aksioma yang terkandung dalam model PHA.
1. Resiprocal Comparison, pengambilan keputusan harus dapat memuat perbandingan dan
menyatakan preferensinya. Preferensi tersebut harus memenuhi syarat resiprokal yaitu apabila
A lebih disukai daripada B dengan sekala (X), maka B lebih disukai dari pada A dengan
sekala (1/X).
2. Homogenity, artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam sekala terbatas atau
dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lainnya. Kalau aksioma ini
tidak terpenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus
dibentuk cluster (kelompok elemen) yang baru.
3. Independence, persepsi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi
oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh objek keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa
pola ketergantungan dala PHA adalah searah, maksudnya perbandingan antara elemen-elemen
dalam satu tingkat dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen dala satu tingkat
dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen pada tingkat diatasnya.
4. Expectation, untuk tujuan pengambilan keputusan. Struktur hirarki diasumsikan lengkap.
Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambilan keputusan tidak memakai seluruh kritria
atau objektif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak
lengkap.
Selanjutnya Saaty (1993), menyatakan bahwa proses hirarki analitik (PHA) menyediakan
kerangka yang memungkinkan untuk membuat suatu keputusan efektif atas isu kompleks dengan
menyederhanakan dan mempercepat proses pendukung keputusan. Pada dasarnya PHA adalah suatu
metode dalam merinci suatu situasi yang kompleks, yang terstruktur kedalam komponen-
komponennya. Analisis dalam AHP menggunakan pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan
hasil modifikasi dari metode berdasarkan ilmu pengetahuan (scientific method). Hal ini menekankan
akan proses sitematis terhadap pemecahan masalah. Suatu masalah dan peluang akan ditampilkan
kedalam kontek sistem. Mempelajari suatu masalah dan memfokuskan suatu solusi merupakan suatu
aktifitas pengaturan sistem yang saling berhubungan. Artinya dengan menggunakan pendekatan PHA
kita dapat memecahkan suatu masalah dalam pengambilan keputusan.
A. Prinsip Kerja PHA
Prinsip kerja PHA adalah menyederhankan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur,
stratejik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat
kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentan arti penting variabel tersebut
secara relatif dibandingkan dengan variabel lain. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP ada
beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain :
1. Dekomposisi
2.
, setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan yang akan dipecahkan,
maka dilakukan dekomposisi, yaitu : memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya.
Jika menginginkan hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai
tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan.
Comparative Judgement
3.
, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif diantara
dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan diatasnya.
Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-
elemen yang disajikan dalam bentuk matriks Pairwise Comparison.
Synthesis of Priority, yaitu melakukan sintesis prioritas dari setiap matriks pairwise
comparison "vektor eigen" (ciri) nya untuk mendapatkan prioritas lokal. Matriks pairwise
comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu untuk melakukan prioritas global
harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal.
4. Logical Consistency
B. Prosedur PHA
, yang dapat memiliki dua makna, yaitu 1) obyek-obyek yang serupa
dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan relevansinya dan 2) tingkat hubungan
antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode PHA meliputi :
1. dentifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi persoalan dan menentukan solusi yang
diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan
berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep
yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi.
2. Menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi, persoalan yang akan diselesaikan,
diuraiakan menjadi unsur-unsur, kemudian disusun
3. Penentuan prioritas
Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggam-barkan kontribusi relatif
atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat
diatasnya. Teknik perbandingan pasangan yang digunakan dalam PHA berdasarkan
judgement atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai key person. Mereka
dapat terdiri 1) pengambil keputusan 2) para pakar 3) orang yang terlibat, memahami dan
merasakan permasalahan yang dihadapi. Matriks pendapat individu formulasinya dapat
disajikan sebagai berikut :
Gambar 2.3 Struktur Hirarki AHP
Dalam hal ini C1, C2, ., Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam hirarki.
Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks n x n.
Nilai ai-j merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang mencerminkan nilai
kepentingan Ci terhadap Cj.
4. Konsistensi logis
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsistensi sesuai
dengan suatu kriteria yang logis. Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan
secara berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal. Hubungan
tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut (Saaty, 1993) :
Hubungan kardinal : ai-j.aj-k = ai-k
Hubungan ordinal : Ai > Aj, Aj > Ak maka Ai > Ak
Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut :
Matriks Pendapat Individu
a. Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya bila anggur lebih enak empat kali
dari mangga dan mangga lebih enak dua kali dari pisang maka anggur lebih enak
delapan kali dari pisang.
b. Dengan melihat preferensi transitif, misalnya anggur lebih enak dari mangga dan
mangga lebih enak dari pisang maka anggur lebih enak dari pisang.
Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut,
sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini terjadi karena ketidakkonsistenan dalam
preferensi seseorang.
Perhitungan konsistensi logis dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Mengalikan matriks dengan prioritas bersesuaian.
2. Menjumlahkan hasil perkalian per baris.
3. Hasil penjumlahan tiap baris dibagi prioritas bersangkutan dan hasilnya dijumlahkan.
4. Hasil C dibagi jumlah elemen, akan didapat maks.
5. Indeks konsistensi (CI)
6. Rasio konsistensi (CR), dimana RI adalah indeks random konsistensi. Jika rasio konsistensi
0.1, hasil perhitungan dapat dibenarkan.
C. Formulasi Matematis
Formulasi matematis multikriteria dengan model AHP dilakukan dengan menggunakan
matrik. Suatu subsistem operasi yang diasumsikan terdapat n elemen operasi yaitu elemen-elemen
operasi C1, C2,, Cn, yang akan dinilai secara perbandingan berpasangan. Nilai dari perbandingan
berpasangan antara Ci dengan Cj direpresentasikan dalam matriks bujur sangkar :
A = [ a (i, j) ], (i, j = 1, 2, ....., n)
Nilai setiap elemen a (i, j) mempunyai hubungan :
1. Jika a (i, j) = a, maka a (i, j) = 1/a.
2. Jika Ci mempunyai tingkat kepentingan yang sama dengan Cj, maka a (i, j) = a (j, i) = 1.
3. Untuk hal khusus, a (i, j) = 1 untuk semua i.
Dengan demikian matriks A merupakan matriks resiprokal yang mempunyai bentuk sebagai
berikut :
Setelah memindahkan hasil perbandingan berpasangan (Ci, Cj) ke dalam elemen a (i, j) pada
matriks A, masalah berikutnya adalah menentukan bobot C1, C2, ., Cn menjadi suatu nilai W1,
W2, , Wn yang mencerminkan hasil dari judgement yang telah diberikan.
Kondisi ini dapat dipecahkan dengan tahapan sebagai berikut :
Tahap 1 :
Asumsikan bahwa judgement merupakan hasil dari pengukuran. Hubungan antara bobot Wi dengan
judgement a (i, j) adalah :
Wi/Wj = a (i, j), (i, j = 1, 2, , n) ..(1)
Sehingga diperoleh :
Tahap 2 :
Untuk mengetahui bagaimana cara memberikan toleransi terhadap revisi, perhatikan baris ke-i
pada matriks A, nilai tiap elemen dari baris tersebut adadalah :
a (i, 1), a (i, 2), ., a (i, j), ., a(i,n)
Pada kondisi ideal nilai-nilai tersebut sama dengan perbandingan antara :
W1/W2, Wi/W2, ., Wi/j, ., Wi/Wn
Jika dikalikan elemen pertama pada baris tersebut W1, elemen kedua dengan W2 dan
seterusnya, maka diperoleh elemen baris yang identik, yaitu :
W1, W2, ., Wn
dimana, pada kasus umum yang bersifat judgemental akan diperoleh elemen baris yang nilai-
nilainya terletak disekitar Wi. Dengan demikian cukup beralasan jika dikemukakan bahwa nilai Wi
merupakan rata-rata dari nilai tersebut, sehingga :
Dalam teori matriks, persamaan tersebut menunjukkan bahwa W adalah vektor dari A dengan
nilai eigen n, dengan demikian vektor eigen merepresentasikan bobot atau prioritas dari elemen yang
bersangkutan. Jika ditulis secara lengkap, persamaan tersebut mempunyai bentuk sebagai berikut :
Tahap 3
Estimasi yang baik dari a (i, j) akan menghasilkan nilai ideal Wi/Wj. Tetapi jika a (i, j)
menyimpang maka persamaan (1) akan dapat dipenuhi jika nilai n juga berubah. Jika L1, L2, ., Ln
adalah nilai-nilai eigen dari matriks a dan jika a (i, j) = 1 untuk semua i, maka :
Oleh sebab itu setelah persamaan (2) terpenuhi maka semua nilai eigen akan sama dengan nol
kecuali satu yang bernilai n. Dalam matriks resiprokal yang konsisten, n adalah nilai eigen
maksimum dari A. Adanya sedikit perubahan pada a (i, j) masih menjamin nilai eigen terbesar.
maks mendekati n dan nilai eigen lainnya mendekati nol. Dengan demikian maka bobot dari C1, C2,
C3, ., Cn dapat diperoleh dengan cara menentukan vektor eigen W yang memenuhi persamaan :
A W = (maks) W
D. Pengujian Konsistensi Matriks Perbandingan
Dalam matriks perbandingan berpasangan, semua nilai dari elemennya diperoleh secara
judgemental, kecuali elemen diagonal dan resiprokalnya. Dalam masalah pengambilan keputusan
n
Li = n
sangatlah perlu mengetahui seberapa jauh konsistensi kita dalam memberikan judgement. Haruslah
dihindari suatu keputusan yang dihasilkan judgement yang terlalu bias atau random. Dilain pihak
konsistensi sangat sempurna sangat sulitdiperoleh.
Konsistensi dapat dijelaskan dari prinsip transitif preperensi. Prinsip transitif tersebut sulit
dijumpai pada proses judgemental, sehingga perlu ditentukan sampai sejauh seberapa jauh
penyimpangan yang terjadi dapat diterima.
Penyimpangan dapat terjadi karena adanya pembobotan yang tidak konsisten
sehingga bobot a (i, j) menyimpang dari bobot ideal. Besarnya penyimpangan ini dapat dilihat dari
besarnya penyimpangan nilai eigen maksimum, yang diperoleh dari persamaan diatas dari nilai eigen
ideal n, besarnya penyimpangan dinyatakan dengan Indeks Konsistensi (CI) sebagai berikut :
Jika judgement numerik diberikan secara random dari skala 1/9, 1/8, 1/7, ., ., 1, 7, 8, 9
untuk membentuk matriks dengan sembarang ordo, maka akan diperoleh konsistensi rata-rata seperti
Tabel 2.9.
Ratio konsistensi (CR) didefinisikan sebagai perbandingan antara Indeks Consistensi (CI)
dengan Indeks Random (RI).
Menurut Saaty (1993), hasil pengambilan keputusan yang dapat diterima adalah yang
mempunyai Rasio Consistensi (CR) lebih kecil atau sama dengan 10 %.
E. Alternatif Metode Pembobotan.
Saaty (1993), Proses Hirarki Analitik (PHA) adalah suatu metode pengambilan keputusan
dalam lingkungan yang kompleks. Dasar dari metode ini adalah penyelesaian dari suatu matriks n x
n, A = (ai-j) pada masing-masing level dari hirarki keputusan. Matriks A ini mempunyai bentuk aij =
1/ai-j, ai-j > 0, teori dasar yang dikembangkan bahwa ai-j adalah aproksimasi untuk bobot relatif
(Wi/Wj) dari n kriteria yang dipertimbangkan, nilai yang diberikan unutuk ai-j berada pada interval
1/9 s/d 9.
Untuk mengistemasi eigen vektor pada PHA, Saaty mengemukakan beberapa metode, yang
antara lain :
1. Crudest, yaitu dengan menjumlahkan elemen pada tiap baris dan normalisasikan dengan cara
membagi jumlah tersebut dengan jumlah seluruh hasil penjumlahan pada tiap baris tersebut.
Unsur pertama dari vektor merupakan prioritas dari elemen operasi pertama, unsur kedua dari
vektor merupakan prioritas dari elemen operasi kedua, dan seterusnya.
2. Better, dengan mengambil jumlah tiap kolom dan bentuk kebalikan dari jumlah tersebut.
Untuk menormalisasikan sedemikian rupa sehingga angka tersebut inity, maka bagi tiap harga
kebalikan tersebut dengan jumlah seluruh harga kebalikan tersebut.
3. Good, Bagi elemen-elemen tiap kolom dengan jumlah setiap elemen yang bersangkutan
(normalisasi kolom) dan kemudian jumlahkan seluruh elemen pada setiap baris matriks yang
dihasilkan dan bagi tiap jumlah ini dengan jumlah seluruh elemen. Proses ini merupakan
proses merata-ratakan kolom yang dinormalisasi.
4. Geometrik Mean, Kalikan seluruh elemen dari baris matriks kemudian memangkatkan hasil
perkalian tersebut dengan satu perbanyaknya kolom dari matrks.
F. Program Expert Choice
Expert choice adalah salah satu perangkat lunak (software) yang memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap proses pengambilan keputusan. Expert choice membantu pembuat keputusan
dalam menyelesaikan masalah-masalah yang kompleks yang melibatkan banyak kriteria dan beberapa
arah tindakan, expert choice membantu dalam menyelesaikan masalah menunjukkan keterampilan
dari pembuat keputusan, bukan komputer (Expert choice, 1992).
Ilmuan perilaku telah meluangkan waktu bertahun-tahun mempelajari pemikiran manusia dan
bagaimana manusia membuat keputusan. Mereka telah menemukan bahwa manusia dipengaruhi
oleh pengalaman yang lalu dan ini mengakibatkan mereka memiliki beberapa bias. Naluri dasar,
selera dan faktor-faktor lingkungan juga berperan penting dalam bagaimana kita menganalisa data
dan membuat keputusan.
Expert choice didasarkan pada Analytic Hierarchy Process (AHP), sebuah metodologi untuk
pengambilan keputusan. AHP memberikan kepada pengguna untuk membangun kerangka keputusan
dari masalah rutin dan masalah non rutin kedalam sebuah hirarki, yang digunakan untuk
mengorganisir seluruh faktor-faktor yang relevan untuk menyelesaikan masalah dalam cara yang
logis dan sistematis, dari tujuan hingga kriteria hingga sub kriteria kemudian turun ke alternatif-
alternatif tindakan. Pengguna harus mendefinisikan masalah dan memasukkan seluruh masalah yang
relevan ke dalam hirarki.
Pembuat keputusan kemudian memberikan penilaian pada elemen-elemen hirarki secara
berpasangan mengenai kepentingan relatifnya, setelah pemb-uat keputusan menyortir elemen-elemen
ke-dalam tingkat hirarki yang diguguskan ke dalam entitas yang sama atau homogen. Expert choice
menanya pemakai berapa pentingkah, atau lebih diinginkan, X dibandingkan dengan Y dalam hal
beberapa sifat. Penilaian dilakukan dengan mengguna- kan sekala verbal AHP 1 hingga 9.
Expert choice menentukan apakah perbandingan logis dan konsisten, jika tidak dilakukan
perbandingan kembali. Akhirnya, seluruh perbandingan berpasangan disintesis untuk mengurutkan
alternatif keseluruhan. Hasilnya adalah serangkaian prioritas untuk alternatif-alternatif yang
merupakan bilangan skala rasio.
2.4 Teori Antrian
Teori antrian merupakan cabang yang terus berkembang dari teori probalitas. Teori ini
berhubungan dengan antrian yang terjadi dengan menarik kesimpulan dari berbagai karakteristik
melalui penghitungan matematis dan berusaha untuk mendapatkan rumus yang secara langsung akan
memberikan keterangan serta jenis yang didapatkan dari simulasi.
Formulasi teori antrian dapat memberikan berbagai informasi yang berguna untuk merencana
dan menganalisis performasi berbagai sistem termasuk sistem pelayanan transportasi, sebagai contoh
jumlah rata2 dari satuan kenderaan yang berada didalam antrian dan jumlah rata2 dalam sistem
(antrian dan pelayanan) untuk menentukan cukup tidaknya area tempat menunggu bagi konsumen.
Distribusi dari waktu menunggu dan waktu menunggu rata2 ini penting untuk memperkirakan cukup
tidaknya sistem pelayanan terhadap kenderaan.
Untuk menilai prestasi dari semua antrian, empat karakteristik antrian yang harus ditentukan
(Edward K.Morlok, 1995), yaitu :
1. Distribusi kedatangan atau distribusi headway time dari kedatangan lalu-lintas yang mungkin
saja merata atau dapat mengikuti pola kedatangan poisson atau pola-pola lainnya.
2. Distribusi keberangkatan atau distribusi waktu pelayanan.
3. Jumlah saluran untuk pelayanan atau stasiun.
4. Disiplin antrian menentukan urutan satuan kenderaan yang akan dilayani.
Adapun syarat-syarat terjadinya proses antrian adalah jika laju kedatangan konsumen yang
membutuhkan pelayanan lebih besar dari kapasitas pelayanan yang dimiliki. Dilain hal masalah-
masalah akan timbul akibat dari :
1. Permintaan terlalu besar sehingga mengakibatkan terjadinya antrian panjang dalam menunggu
giliran untuk dilayani fasilitas.
2. Namun sebaliknya bila permintaan kecil maka akan mengakibatkan pelayanan tidak ekonomis
karena fasilitas pelayanan yang sering mengganggur.
Menurut jumlah fasilitas pelayanan, model antrian dapat dibagi menjadi :
a. Model antrian dengan 1(satu) fasilitas pelayanan
b. Model antrian dengan 2(dua) fasilitas pelayanan
2.4.1 Model Antrian
Model : M/M/S/1/1
Gambar 2.4
Gambar 2.5
Gambar 2.6 merupakan sistem multi-channel-single phase yang mempunyai antrian tunggal
dengan melalui beberapa fasilitas pelayanan. Model ini dua atau lebih dapat dilayani pada waktu
bersamaan oleh fasilitas-fasilitas pelayanan yang berlainan.
Gambar 2.6 Model M/M/1/1
2.4.2 Pengujian Distribusi
Untuk memilih model antrian yang sesuai dengan dalam penyelesaian masalah antrian
diperlukan pengujian pola distribusi kedatangan dan keberangkatan (pelayanan) dari sistem antrian.
Tahap pertama yang dilakukan adalah mencari data kedatangan maupun waktu pelayanan, dimana hal
ini akan menyangkut suatu distribusi probalitas dari data sample yang diteliti. Untuk mengujinya
dilakukan dengan cara membandingkan bentuk distribusi yang sudah dikenal seperti distribusi
Poisson, Erlang, Exponensial dan sebagainya. Pengujian-pengujian ssemacam ini bisa disebut sebagai
pengujian statistik. Pengujian statistik ini tidak lain untuk mendapatkan keabsahan dan suatu alat
bantu didalam pengambilan suatu keputusan.
Pada umumnya untuk menguji hipotesa, bahwa sekumpulan data tertentu berasal dari suatu
distribusi khusus, biasanya digunakan metode pengujian Chi Square Good Of Fit Test.
Dengan metode ini akan dapat diketahui nilai-nilai parameter dari distribusi khusus yang dimaksud.
2.5 Study Yang Pernah Dilakukan
Analisis Prioritas Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Fungsi Terminal Amplas
yang berada di Kota Medan, Tesis Magister Teknik Arsitektur, USU, (Renward Parapat, 2004).
Menurut hasil analisis :
1. User sebagai komponen pengguna jasa layanan lebih berpengaruh dalam pembobotan struktur
keputusan (61.90 %), komponen regulator sebagai penyelenggara (21.94 %), komponen user
sebagai penyedia jasa angkutan (16.90 %).
1. Kriteria keamanan lingkungan sebagai prioritas penilaian dalam struktur keputusan (30.96 %),
tingkat pelayanan jalan (24.079 %), aksessibilitas (19.14 %), fasilitas Terminal (17.73
%) dan kenyamanan lingkungan (14.09 %).
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Pemikiran
Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan sebelumnya pada dasarnya efektifitas
merupakan pencerminan hubungan antara fasilitas yang disediakan dan manfaat yang dicapai dari
penyediaan fasilitas tersebut. Pengertian ini bermakna bahwa efektifitas suatu pelayanan umum
dilakukan berdasarkan pada tujuan penyediaan fasilitas pada lokasi pelayanan. Untuk pencapaian
tujuan perlu dilakukan evaluasi terhadap permasalahan dan diperlukan sistem penanganan dalam
pencapaian mutu pelayanan pada suatu peyelenggaraan kegiatan tersebut. Dalam hal ini perlu
dipertimbangkan sistem penanganan sehubungan dengan faktor-faktor yang berpengaruh tidak
efektifnya suatu penyelenggaraan kegiatan Terminal Sarantama.
Menurut Demming (1950) dalam Wulandari (1995), penggendalian mutu merupakan
rangkaian kegiatan yang berkesinambungan melalui lingkaran plan-do-check-action yang
menghasilkan peningkatan aktifitas yang berkesinambungan. Siklus pengendalian terdiri dari empat
langkah, yaitu :
1. Perencanaan (plan) yang meliputi penentuan tujuan dan target, dan penetapan metode untuk
pencapaian tujuan.
2. Pelaksanaan (do) yang meliputi penyertaan pendidikan dan pelatihan, dan pekerjaan.
3. Pemeriksaan (check) akibat pelaksanaan.
4. Pengambilan tindakan (action) yang tepat.
Pengendalian mutu disini merupakan penyambungan seluruh langkah menjadi sebuah
prosedur yang berkelanjutan sehingga melalui perbaikan yang berkesinambungan dapat dihasilkan
suatu produk yang memenuhi kebutuhan harapan penggunan jasa layanan.
Menurut Ishikawa (1987) dalam Maulana (2000) cara menemukan permasalahan atau
penyimpangan dalam penyelenggaraan suatu kegiatan untuk pencapaian mutu.
1. Berdasarkan penyebab, identifikasi permasalahan dengan cara membandingkan seluruh kondisi
yang ada dengan standar yang ditetapkan. Penyebab yang memberikan pengaruh cukup besar
mendapat prioritas untuk ditangani terlebih dahulu. Pemeriksaan bertujuan memastikan apakah
semua fasktor penyebab tersebut dibawah standar yang ditentukan.
2. Identifikasi berdasarkan akibat yang dilakukan dengan mengamati berbagai akibat yang
ditimbulkan dari penyelenggaraan. Akibat yang tidak sesuai dengan standar merupakan adanya
ketidak sesuaian dengan metode yang telah ditetapkan dalam pelaksanaannya. Akibat ketidak
sesuaian tersebut biasanya menyangkut dana yang terbatas.
Penggabungan kedua cara diatas dapat memberikan gambaran yang menyeluruh dan dapat
memberikan informasi secara lengkap. Selain itu tinjauan antara penyebab dan akibat dapat
mempermudah penyusunan langkah perbaikan yang tepat.
Sesuai penjelasan landasan teori dan penjelasan diatas dimana efektif dikaitkan dengan
kepemimpinan (leadership) yang menentukan hal-hal yang harus dilakukan, maka dperlukan suatu
metode pendukung yaitu analisa keputusan yang merupakan suatu metode yang digunakan oleh
pengambil keputusan untuk mengevaluasi semua kriteria yang ada.
Saaty (1993) dalam dunia kita yang kompleks, kita terpaksa menanggulangi lebih banyak
masalah dibandingkan dengan kesanggupan kita untuk menanganinya. Untuk menangani persoalan
sosial, ekonomi dan politik yang tak terstruktur, kita perlu menyusunan tingkat prioritas, menyepakati
bahwa dalam jangka pendek, sasaran yang satu lebih penting dari yang lain, dan melakukan
pertimbangan (tradeoffs) demi kepentingan bersama yang besar.
Berdasarkan latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan serta tinjauan pustaka, maka
kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini adalah mencari prioritas penanganan dari berbagai
faktor yang mempengaruhi tidak efektifnya fungsi Terminal Sarantama. Analisis terhadap hal
tersebut dilakukan dengan menggunakan Proses Hirarki Analitik (PHA) dengan menyusun sebuah
struktur hirarki, dan mengananalisis kapasitas kondisi eksisting dengan metode antrian.
Penyusunan hirarki melalui PHA ini digunakan untuk memodelkan suatu sistem yang terdiri
dari elemen-elemen yang kompleks. PHA ini menstruktur faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
suatu masalah dalam bentuk hirarki dengan memakai pertimbangan-pertimbangan untuk
menghasilkan bobot relatifnya dengan mengkuantitafkan pendapat para ahli atau orang yang
mengetahui secara mendalam dan merasakan permasalahan yang terjadi. Pendapat dibandingkan
secara berpasangan dengan sekala ukur yang dapat membedakan pendapat serta memiliki keteraturan.
Tingkat keakuratan pendapat ditentukan oleh tingkat konsistensi dan kesesuaian.
Dari struktur hirarki diatas sasaran merupakan variabel dependent, komponen dan kriteria
sebagai variabel Independent yang mempengaruhi sasaran. Pembatasan tiap-tiap elemen secara
hirarki menyatakan bahwa setiap elemen yang berada setingkat diatasnya berfungsi sebagai kriteria
untuk menaksir pengaruh relatif tiap elemen-elemen ditingkat bawah. Setelah dilakukan
pertimbangan terhadap semua elemen dan dihitung prioritas untuk hirarki sebagai suatu keseluruhan
(holistik).
3.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran pada gambar diatas maka hipotesis dari
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Angkutan AKDP sebagai komponen dalam sisitem Terminal yang saling berinteraksi satu
dengan lainnya sangat berpengaruh pada elemen komponen dalam pencapaian sasaran.
2. Fasilitas dan manajemen Terminal sebagaai prioritas penanganan untuk pencapaian sasaran.
Dari uraian tersebut diatas
3.3 BAGAN ALIR PENELITIAN
Kerangka pemecahan masalah sangat berguna agar dapat melihat secara jelas langkah-
langkah yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan. karena dengan adanya kerangka tersebut maka
dapat diketahui arah penelitian dan parameter-parameter apa yang akan digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Bagan alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2.
3.3 METODE PENGUMPULAN DATA
Identifikasi permasalahan dilakukan dengan pengumpulan data untuk memperoleh gambaran
yang lebih baik terhadap penyebab permasalahan, maka diperlukan informasi yang sesuai dengan
maksud dan tujuan penelitian. Dalama pengumpulan data diarahkan untuk mendapatkan data primer
dan data sekunder baik yang bersifat kualititatif maupun kuantitatif.
A. Data primer mencakup :
1. hasil tinjauan lapangan terhadap kondisi existing Terminal Sarantama, lokasi lokasi
pool, kantor-kantor administrasi perusahaan angkutan umum, kondisi jalan, kondisi
lalu lintas dan persimpangan menuju lokasi Terminal.
2. hasil penggalian pendapat atau informasi para responden yaitu dengan melakukan
wawancara langsung tak terstruktur dengan (tanpa kuesioner) dan terstruktur (dengan
kuesioner) kepada para pengambil keputusan/kebijakan dilingkungan pemerintahan
kota Pematang Siantar, para pengguna jasa angkutan umum dan para penyedia jasa
angkutan umum.
Dalam melakukan wawancara langsung untuk mendapatkan data melalui alat kuesioner
memerlukan waktu dan situasi yang tepat maka untuk responden komponen operator dan user
wawancara langsung umumnya dilakukan ditempat kediaman masing-masing yang umumnya
berdomisili diwilayah kota Pematang Siantar dan kabupaten Simalungun, yang sebelumnya dengan
melakukan pendekatan dan pendataan oleh team survey. Umumnya untuk para responden adalah
masyarakat Kota Pematang Siantar-Simalungun dengan pertimbangan masyarakat pengguna jasa
layanan sebagai subyek yang mengetahui permasalahan, merasakan permasalahan dan peduli tentang
Terminal Sarantama.
B. Data sekunder mencakup :
Data atau informasi yang diperoleh dari dinas dan instansi terkait, rujukan yang berupa hasil
studi atau penelitian sebelumnya, dan dari tinjauan pustaka yang relevan dengan penelitian ini.
melakukan pengamatan lapangan, review hasil dokumen rapat, review studi yang sama di
Terminal Amplas dan permasalahan didaerah lain, dan tinjauan pustaka.
3.3 METODE PEMILIHAN RESPONDEN
Pemilihan responden dalam AHP dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling dengan
pertimbangan bahwa responden adalah pelaku yang mempunyai "sense" tentang Terminal Sarantama
dan permasalahannya, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah
tersebut.
Khusus untuk pemilihan responden user dan operator sebagai pengguna jasa layanan jumlahnya
ditentukan, yang artinya jumlah responden yang terpilih dapat mewakili keseluruhan pengguna jasa
layanan yang lain yang dalam hal ini melihat dan merasakan akibat dari suatu permasalahan yang
terjadi. Adapun penentuan jumlah responden yang terpilih tersebut dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan Pearmain dan Swanson (1990) dalam renward (2006), menyatakan bahwa
jumlah sampel minimum yang dapat digunakan untuk survey stated preference adalah 30 buah dan
dianjurkan jumlah sampel yang diambil 75 100 sampel agar hasilnya tepat.
A. Untuk kebutuhan analisis prioritas yang mempengaruhi penilaian kriteria-kriteria dari masing-
masing komponen yang dalam hal ini sebagai subyeknya adalah komponen regulator, diwakili oleh :
1. Dinas Perhubungan Kota Pematang Siantar berjulah 4 orang : Kepala Dinas
Perhubungan, Kasubdis Lalu-lintas dan Angkutan, Kasie. Angkutan dan Kasie.
Terminal.
2. BAPEDA Kota Pematang Siantar berjumlah 3 orang : Kepala BAPEDA, Seketaris
BAPEDA dan Kasie Bidang Perhubungan.
3. Dinas Perhubungan Propinsi Sumatera Utara berjumlah 4 orang : Kepala Dinas
Perhubungan, Kasubdis Lalu-lintas dan Angkutan, Kasie Angkutan dan Kasie
Terminal.
B. Untuk kebutuhan analisis prioritas penilaian banyak kriteria dari faktor-faktor yang
mempengaruhi efektifitas fungsi Terminal Sarantama yang dalam hal ini sebagai subyeknya adalah
komponen regulator, operator dan user, yang diwakili oleh :
1. Dinas perh