38
TERTIB DAN PEMBINAAN HUKUM

TERTIB DAN PEMBINAAN HUKUM - Kementerian … · Web viewData-data yang terdapat untuk tahun 1971 dan tahun 1972 menunjukkan bahwa prosentase perkara yang dapat diselesai- kan pada

Embed Size (px)

Citation preview

TERTIB DAN PEMBINAAN HUKUM

BAB XIX

TERTIB HUKUM DAN PEMBINAAN HUKUM

1. Pandahuluan

Tertib hukum dan pembinaan hukum merupakan sasaran-sasaran pembangunan, khususnya pembangunan dibidang hu-kum.

Pembinaan hukum perlu digiatkan demi berkembangnya hukum dan perundang-undangan dalam fungsinya sebagai saranasarana pembangunan. Disamping itu peningkatan tertib hukum harus secara terus-menerus diusahakan dalam lajunya arus pembangunan yang sedang kita laksanakan.

Kita mengenal tiga prinsip dalam pembinaan dan pengem-bangan hukum sebagai pencerminan dari negara Republik In-donesia yang berdasarkan hukum yaitu pengakuan dan perlin -dungan hak-hak azasi manusia, legalitas dalam arti adanya kepastian hukum dan peradilan yang bebas dan tidak memihak.

Berlandaskan ketiga prinsip diatas, pembinaan hukum dila-kukan melalui :

a. peninjauan kembali secara selektif daripada hukum yang bersifat menghambat atau tidak sesuai lagi dengan perkem -bangan keadaan, kebutuhan dan aspirasi masyarakat;

b. memperkembangkan perundang-undangan bagi penyeleng-garaan usaha-usaha pembangunan pada umumnya;

c menciptakan tata hukum yang berfungsi sebagai pengatur dan pengarah yang memberikan jaminan keamanan, keter-tiban dan kepastian dalam pembaharuan dan pembangunan.

Dalam suasana pembangunan ini peningkatan tertib hukum sebagai prasyarat lajunya pembangunan perlu dimantapkan

691

secara proporsionil. Salah satu segi dari tertib hukum adalah penegakan hukum, dimana tugas penegakan hukum ini diper-cayakan kepada alat-alat Negara Penegak Hukum.

Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan tertib hukum tadi, alat-alat Negara Penegak Hukum harus secara terus-menerus berusaha untuk meningkatkan kemampuannya menjadi alat yang effektif dalam mencari keadilan dan kebenaran. Dalam hubungan ini mutlak perlu adanya hubungan kerja dan pem- bagian tugas yang,aerasi dan dalam suasana kerjasama yang mantap antara alat-alat Negara Penegak Hukum tersebut, se- suai dengan fungsi masing-masing secara proporsionil dan se -wajarnya.

2. Kebijaksanaan Pembinaan Hukum.Salah satu bidang pembinaan hukum adalah bidang peradil-

an, dimana didalamnya terdapat tugas-tugas kepolisian, kejak- saan dan ke hakiman.

Oleh karena tugas instansi-instansi tersebut dibidang per- adilan saling berkait dan saling mengisi, maka kerja sama dan koordinasi antar instansi yang bersangkutan, secara fungsio- nil adalah syarat utama untuk menghindarkan kesimpang- siuran dibidang penegakkan hukum.

Dalam peradilan pidana yang modern, unsur-unsur yang ter- diri dari Hakim - Jaksa - Tertuduh beserta pengacaranya, merupakan tiga unsur pendukung kebenaran materiil dalam mencari keadilan.

Tertuduh mendapatkan perlindungan hak-hak azasinya, se-hingga dapat mengadakan pembelaan yang wajar.

Jaksa berkedudukan sebagai penuntut umum yang ,,mum- puni” (volwaardig) dan bertanggung jawab serta melaksanakan putusan-putusan pengadilan secara tertib.

Hakim memiliki kebebasaannya dalam memeriksa dan memutus perkara, bebas dari campur tangan masyarakat, eksekutif mau-

692

pun legislatif. Dengan kebebasan yang demikian itu, diharapkan hakim dapat mengambil keputusan berdasarkan hukum yang berlaku, tetapi juga berdasarkan keyakinannya yang seadil -adilnya dan memberikan manfaat bagi masyarakat.

Dengan demikian maka hukum dan badan-badan pengadilan akan dapat berfungsi sebagai penggerak masyarakat dalam tertib hukum.

Dalam hubungan ini, hubungan antara polisi dan jaksa dalam bidang pemeriksaan pendahuluan perlu dimantapkan dan dite -gaskan. Jaksa sebagai penuntut umum, jelas memerlukan ban -tuan dan alat yang tangguh dan cekatan.

Polisi dengan segala kelengkapan penyidikan dan, pengu -sutannya diharapkan dapat memperlancar tugas penyelesaian dan pengajuan perkara pidana ke pengadilan yang akan dila -kukan oleh fihak Kejaksaan. Dalam pelaksanaan tugas ini se- suai dengan Undang-undang yang berlaku, jaksa bertugas un - tuk memberikan petunjuk-petunjuk, mengkoordinir dan meng-awasi alat-alat penyidik.

Hubungan fungsionil antara tugas penyidikan dan tugas pe-nuntutan dalam suatu proses penyelesaian perkara pada hake -katnya menggambarkan bahwa tugas penyidikan adalah tidak lain daripada tindak persiapan tugas penuntutan. Atau lebih jelas dapat dikatakan bahwa penuntutan yang baik tergantung pada penyidikan yang baik. Oleh karena itu hubungan kerja antara kejaksaan dan kepolisian itu haruslah dilihat dan di -arahkan untuk peningkatan prestasi kerja yang bermanfaat bagi masyarakat, guna mencari kebenaran dan keadilan me- lalui sarana hukum.

Sudah barang tentu tugas polisi yang demikian itu tidak me- ngurangi kedudukan polisi sebagai unsur pembina keamanan dan ketertiban masyarakat, yang merupakan salah satu aspek dari tugas kepolisian preventif.

693

Seterusnya dalam proses perkara di Pengadilan, Kejaksaan yang mewakili Pemerintah/Negara - merupakan salah satu unsur - dari proses pencaharian keadilan.

Untuk lebih mengeffektifkan hubungan kerja dan koordinasi fungsionil antara Polisi, Jaksa dan Hakim telah diadakan per-temuan antara para Penegak Hukum yang dikenal dengan Ci - bogo I dalam tahun 1967, Cibogo II dalam tahun 1970 dan Ci - bogo III dalam awal tahun 1973 ini.

Dalam Cibogo I tahun 1967 telah dikeluarkan Instruksi Ber- sama antara Mahkamah Agung, Departemen Kehakiman, Ke- jaksaan Agung dan Kepolisian yang mencakup :1. Memarathankan pengajuan perkara serta penyidangannya

dan jika perlu bersidang pula pada sore dan malam hari. 2. Memperbanyak tempat-tempat persidangan.3. Mengerahkan tenaga petugas-petugas Hakim, Jaksa dan

Kepolisian untuk keperluan tersebut secara maximal.4. Mengerahkan segala fasilitas yang diperlukan untuk kelan-

caran persidangan.5. Mengadakan koordinasi yang sebaik-baiknya antara Penga-

dilan, Kejaksaan dan Kepolisian.Ada dua hal yang penting yang telah dicapai oleh Instruksi

Bersama tersebut. Pertama adanya kemajuan dalam kerja sama dan saling pengertian diantara sesama Alat Negara Penegak Hukum baik di Pusat maupun di Daerah-daerah.

Kedua ialah usaha penanggulangan tunggakan perkara dan tahanan, telah memperlihatkan hasil yang menggembirakan.

Dalam Cibogo II tahun 1970 semua fihak menyadari untuk diusahakan mendapatkan kesatuan tafsiran tentang peraturan-peraturan yang berlaku sebagai landasan dan ketentuan kegiat- an bersama alat-alat Negara Penegak Hukum.

Kesemuanya itu dituangkan dalam Keputusan Bersama yang mencakup beberapa materi:

694

1. Masa1ah tahanan;2. Barang bukti;3. Penyelesaian perkara;4. Biaya penyidikan, penyidangan dan penye1esaian perkara; 5. Statistik.

Jika dalam Cibogo I telah diusahakan untuk memarathonkan penyidangan perkara, dalam Cibogo II untuk mendapatkan ke-satuan sikap tentang masalah-masalah yang dihadapi, maka dalam Cibogo III terutama telah dibahas mengenai sarana hu- kum dan sarana administrasi dalam rangka pelaksanaan penegakan hukum demi tercapainnya tertib hukum yang mantap. Disamping itu hasil Cibogo III ini telah menyediakan bahan-bahan untuk Repelita II.

Dalam pelaksanaaan hasil - hasil pertemuan Cibogo diatas di -usahakan secara terus-menerus peradilan bebas dan tidak me-mihak, penyelenggaraan administrasi peradilan yang cepat dan tertib, pengawasaan penertiban terhadap penangkapan, pe-nahanan, penggeledahan dan penyitaan dan pemberantasan tindak pidana khusus yang langsung atau tidak langsung me-ngacaukan membahayakan pelaksanaan pembangunan dewasa ini yaitu, korupsi, penyelundupan dan G.30.S/PKI (subversi).

Peningkatan usaha pengawasan lalu-lintas orang asing di-tujukan terutama terhadap pengawasan lalu-lintas perbatasan antar pulau dengan merehabilitasi/membangun aparat dan pra-sarana imigrasi.

Usaha penerapan sistim pemasyarakatan sebagai pengganti sistim kepenjaraan ditujukan terutama untuk mewujudkan wawasan perikemanusiaan (Ketetapan MPRS No. XXVIII tahun 1966) dan dilaksanakan melalui rehabilitasi perusahaan-perusahaan dalam Lembaga-lembaga Pemasyarakatan serta berbagai usaha lainnya.

Segala usaha tersebut diatas dimaksudkan pula untuk mem-pertinggi serta meluaskan kesadaran hukum dikalangan masya -rakat.

695

3. Kegiatan Pembinaan Hukum.Kebijaksanaan pembentukan hukum ditujukan untuk melak-

sanakan perundang-undangan atas kuasa/perintah Undang- undang Dasar 1945 dan Ketetapan-ketetapan Majelis Permu-syawaratan Rakyat (Sementara). Selain itu diusahakan pula pembentukan kodifikasi hukum nasional oleh Lembaga Pem- binaan Hukum Nasional.

Dalam jangka waktu antara tahun 1966 sampai tahun 1972 telah diselesaikan sejumlah 13 (tiga belas) Undang-undang dan 9 (sembilan) Rancangan Undang-undang serta 3 (tiga) Ran- cangan Kitab Undang-undang :

a. Perundang-undangan sebagai pelaksanaan kembali pada Undang-undang Pasar 1945 secara murni dan konsekwen.(1) Undang-undang tentang Dewan Pertimbangan Agung

(W. No. 3 tahun 1967) ;(2) Undang-undang tentang Kedudukan MPRS dan DPRGR

menjelang Pemilihan Umum (UU. No. 10 tahun 1966) ;(3) Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Kekuasaan Kehakiman (UU. No. 14 tahun 1970) ; (4) RW tentang Pemerintahan.(5) RUU tentang Susunan, Kekuasaan dan Hukum Acara

Mahkamah Agung;(6) RW tentang Lingkungan Peradilan Umum.

b. Perundang-undangan sebagai pelaksanaan Ketetapan- kete- tapan MPRS.(1) Undang-undang tentang Pemilihan Umum Anggota-

anggota Badan Permusyawaratan/Perwakilan Rakyat (UU. No. 15 tahun 1969) ;

(2) Undang-undang tentang. Pernyataan tidak berlakunya berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden Republik Indonesia (UU. No. 25 tahun 1968) ;

696

(3) Undang-undang tentang Pernyataan berbagai Penetap- an Presiden dan Peraturan Presiden sebagai Undang-undang (UU. No. 5 tahun 1969) ;

(4) Undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. (UU. No. 16 tahun 1969)

(5) Undang-udang tentang Pernyataan tidak berlakunya berbagai Undang-undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (UU. No. 6 tahun 1969) ;

(6) Undang-undang tentang Penetapan berbagai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang menjadi Undang-undang (UU. No. 7 tahun 1969) ;

c. Perundang-undangan sebagai usaha peninjauan kembali secara selektif hukum yang menghambat atau yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, kebutuhan dan aspirasi masyarakat.

(1) Undang-undang tentang Pernyataan tidak berlakunya UU. No. 2 tahun 1958 tentang Persetujuan Perjanjian antara Republik Indonesia dan R.R.C. mengenai soal Dwi Kewarganegaraan (UU. No. 4 tahun 1969) ;

(2) Undang-undang tentang Penghapusan Pengadilan Land-reform (UU. No. 7 tahun 1970) ;

(3) Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU. No. 3 tahun 1971) ;

(4) Undang-undang tentang Perubahan dan Penambahan atas Ketentuan Pasal 54 KUHD (W. No. 4 tahun 1971);

(5) RUU tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Perkawinan.d. Kelanjutan dari perundang-undangan yang telah diselesai-

kan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan-ketetapan MPRS.(1) RUU tentang Hukum Acara Pidana; (2) RUU tentang Hukum Acara Perdata;

697

(3) RW tentang Bantuan Hukum;(4) RW sebagai kelanjutan Undang-undang No. 5 tahun

1969 yang berhubungan dengan bidang Kehakiman;(5) RUU tentang Peradilan Administrasi. Usaha-usaha kearah kodifikasi hukum nasional :(1) Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana; (2) Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata; (3) Rrancangan Kitab Undang-undang Hukum Dagang.

Selain dari perencanaan/pembentukan pelbagai Undang- undang tersebut diatas, telah pula dilaksanakan penyusunan dokumentasi hukum/perundang-undangan dari sebelum tahun 1945 sampai sekarang. Usaha ini meliputi inventarisasi, regis - trasi dan klasifikasi peraturan perundang-undangan.

Dalam rangka penyempurnaan prosedure penanaman modal asing maupun modal dalam negeri, telah dibentuk Team Kerja (Task Force) yang bertugas meningkatkan kelancaran penye-lesaian pemeriksaan akte-akte Perseroan Terbatas dan Angga - ran Dasar Perkumpulan.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang sede -mikian pesatnya, telah menimbulkan masalah-masalah dalam bidang hukum internasional. Dalam hubungan ini Departemen Kehakiman bersama-sama dengan Lembaga Pembinaan Hukum Nasional membentuk Panitia Hukum Internasional yang diberi tugas untuk mengumpulkan, mempelajari serta meneliti bahan-bahan dan masalah-masalah dalam bidang hukum internasional antara lain masalah landas kontinen, masalah ekstradisi dan masalah pembajakan udara.

Dalam pada itu untuk menunjang pembangunan ekonomi dan sosial secana lebih baik dalam tahun-tahun yang akan datang prioritas diberikan kepada usaha penyusunan Undang-undang Patent, Undang-undang Hak Cipta, Undang-undang Merk, Un-dang-undang Pembentukan Bank Hiphotek, Bursa, Perseroan Terbatas, Commanditer. Vennotschap (C.V.) dan Firma.

698

1698

4. Perkembangan Kejaksaan.Berbagai usaha telah ditempuh untuk lebih menyempurna-

kan organisasi dan hasil-hasil kerja Kejaksaan dalam rangka menegakkan kembali hukum yang bersandar pada kepastian serta rasa keadilan.

Proses perkembangan Kejaksaan menunjukkan bahwa sebelum tahun 1960, secara admimistratif kejaksaan masih dibawah Departemen Kehakiman, tetapi dalam melaksanakan tugasnya dikoordinasikan dalam bidang Pertahanan dan Keamanan.

Sejak tahun 1960 Kejaksaan menjadi departemen tersendiri walaupun masih dalam lingkungan bidang Pertahanan dan Ke -amanan tadi. Baru dengan dikeluarkannya Undang-undang Pokok Kejaksaan dan Kepolisian pada tahun 1961, digariskan hubumgan kerja antara Polisi, Jaksa dan Hakim.

Kemudian dalam tahun 1966, dalam rangka pemurnian pe-laksanaan UUD 1945, telah ditegaskan kembali tentang status Kejaksaan Agung sebagai lembaga penuntut umum tertinggi yang berdiri sendiri, yang berlaku sampai sekarang.

Berdasarkan perkembangan keadaan, lembaga Kejaksaan telah mengalami dua kali penyempurnaan tugas dan organisasi nya.

Dalam rangka untuk memberi dan memperkuat kewibawaan para penegak hukum, khususnya Kejaksaan dalam melaksana- kan tugasnya, oleh Pemerintah telah dilimpahkan dan diper -cayakan kepada Jaksa Agung pelbagai wewenang dalam rangka peningkatan pemberantasan tindak pidana yaitu :1. perkara penyelundupan 2. perkara korupsi.3. tindakan kepolisian terhadap amggauta MPR (S) dan DPR

(GR).4. resettlement para tahanan/tawanan G. 30. S/PKI golongan

B ke Pulau Buru.

699

5. Perkara koneksitas.Dalam pada itu, dalam rangka pelaksanaan Repelita I, antara

tahun 1969 hingga tahun 1972 berbagai usaha telah dilakukan untuk merehabilitir/membanggun sarana-sarana yang memung-kinkan peningkatan effektifitas kerja dibidang kejaksaan. Da- lam hubungan ini telah dilaksanakan perluasan kantor Kejak- saan Agung, pembangunan 20 kantor Kejaksaan Tinggi, pem-bangunan 26 buah Kejaksaan Negeri dan penyediaan beberapa buah kendaraan untuk pusat dan daerah-daerah..

Data-data yang terdapat untuk tahun 1971 dan tahun 1972 menunjukkan bahwa prosentase perkara yang dapat diselesai- kan pada tingkat Kejaksaan (untuk diajukan ke Pengadilan, dilimpahkan, dikesampingkan atau dikirim ke instansi lain) terhadap jumlah keseluruhan perkara yang masuk adalah cukup tinggi yang dapat diselesaikan yakni 84% lebih (Tabel XIX - 1).

Disamping perkara-perkara pidana biasa, dalam tahun 1971 terdapat 377 perkara korupsi, 197 buah diantaranya telah dapat diselesaikan. Disamping perkara korupsi terdapat pula 7.962 perkara ekonomi dan 204 perkara subversi dan masing-masing telah dapat diselesaikan 3090 untuk perkara ekonomi dan 105 untuk perkara subversi.

Sementara itu dalam tahun 1972 dari seluruh perkara yang ada terdapat antara lain 366 perkara korupsi dan telah dapat di -selesaikan 229 perkara, dan untuk perkara ekonomi sejumlah 8097 perkara, dan telah dapat diselesaikan 2818 perkara sedang untuk perkara subversi yang sejumlah 147 perkara telah dapat diselesaikan 93 perkara.

Usaha untuk meningkatkan kecepatan proses penyelesaian perkara pada tingkat Kejaksaan adalah merupakan salah satu sasaran pembangunan dibidang pembmaan tertib- hukum

5. Penyelenggaraan peradillan.Salah satu sasaran pembinaan tertib hukum adalah dapat

terselenggaranya peradilan yang cepat tertib sehingga penye-

700

TABEL XIX - 1.JUMLAH PENYELESAIAN PERKARA

PADA KEJAKSAAN1971 dan 1972.

Jumlah perkara yang ada Jumlah perkara yang diselesaikan

Tahun Pidanabiasa

Pidanaringan

Ekonomi,Subversi,Korupsi T o t a 1dan lain-

Pidanabiasa

Pidanaringan

Ekonomi,Subversi,

Korupsidan lain-

lain

T o t a I

Prosentasi perkarayang diselesaikan

terhadap jumlahseluruh perkara (%)

lain

1971 91.944 157.542 8.823 258.309 63.062 151.651 3.629 218.333 84,52

1972 102.650 162.085 9.050 273.785 73.118 154.405 3.352 230.875 84,47

701

lesaian perkara tidak berlarut-larut. Oleh karena itu, maka perkembangan prosentase jumlah perkara yang diputuskan (diselesaikan) terhadap jumlah perkara yang ada (tunggakan perkara maupun perkara yang baru masuk) dalam jangka waktu tahun 1969 - 1972 dapat sekedarnya menggambarkan peningkatan effisiensi kerja dibidang penyelenggaraan per- adilan.

Seperti tampak pada Tabel XIX - 2, maka secara selatif ef -fisiensi kerja badan-badan peradilan antara tahun 1969 hingga tahun 1972 terus bertambah maju. Jumlah perkara yang dapat diputuskan oleh Mahkamah Agung misalnya, dalam jangka waktu 1969 hingga tahun 1972 berada disekitar 60% dari se- luruh jumlah perkara, sementara Pengadilan Tinggi dalam jangka waktu yang sama dapat menyelesaikan sekitar 13%, sedangkan Pengadilan Negeri berhasil memutuskan hampir 69% dari perkara-perkara yang ada.

Perkembangan prosentase penyelesaian perkara dari tahun ketahun antara 1969 hingga 1972 dapat diukuti pada Tabel XIX - 2.

Kecenderungan meningkatnya kemampuan penyelesaian perkara-perkara oleh badan-badan peradilan tersebut ternyata le- bih berarti lagi, apabila dilihat bahwa jumlah perkara-baru yang masuk setiap tahunnya meningkat pula (Tabel XIX - 3). Dalam masa 1969 hingga 1972 terdapat kenaikan 31% perkara - baru pada Mahkamah Agung, 42% kenaikan jumlah perkara- baru pada Pengadilan Tinggi (dalam jangka waktu antara 1969 hingga 1971), serta kenaikan 99% perkara-perkara baru pada Pengadilan Negeri dalam jangka waktu antara tahun 1969 hing- ga tahun 1971.

Dalam rangka penyempurnaan organisasi Pengadilan, sejak tahun 1970 telah dihapuskan Pengadilan Negeri Klas III, se -hingga hanya terdapat Pengadilan Negeri klas I dan klas II. Begitu pula untuk dapat terselenggaranya peradilan secara tepat, cepat dan teratur dalam masa antara tahun 1969 hingga 1972 telah diadakan penambahan 500 orang Sarjana Hukum sebagai calon hakim dan telah pula disebarkan berbagai daerah.

702

TABEL XIX - 2.

JUMLAH PERKARA DAN PENYELESAIANNYAPADA BADAN-BADAN PERADILAN

Badan Peradilan/Tahun

Jumlah seluruhPerkara yang

ada

Jumlah perkarayang dapat di-

selesaikan(diputuskan)

Prosentase jumlahperkara yang dise-lesaikan terhadap

jumlah seluruhperkara

(%)

1. Mahkamah Agung

1969 2.026 1.278 63

1970 2.024 1.344 66

1971 2.433 1.378 57

1972 2.677 1.695 63

2. Pengadilan Tinggt

1969 16.434 1.782 11

1970 10.575 2.284 22

1971 12.122 3.177 26

1972 10.227 1.408 14

3. Pengadilan Negerl1969 95.470 60.992 64

1970 124.944 86.803 70

1971 162.323 120.735 74

1972 **) 150.659 99.855 67Keterangan:*) Keadaan sampai dengan Juni 1972

**) Keadaan sampai dengan September 1972.

703

TABEL XIX - 3.

PERTAMBAHAN PERKARA-BARU PADA BADAN-BADAN PERADILAN.

Tingkat PengadilanTahun

MahkamahAgung

PengadilanTinggi

PengadilanNegeri

1969 1.242 2.389 61.871

1970 1.276 2.946 84.539

1971 1.754 3.387 123.326

1972 1.622 1.282 *) 103.747 **)

Keterangan:

*) Keadaan sampai dengan Juni 1972. **) Keadaan sampai dengan September 1972.

Disamping itu Pengadilan Negeri diperluas secara bertahap yaitu dengan diadakan pembentukan Pengadilan-pengadilan Negeri baru dengan dasar jumlah perkara yang ada didaerah tersebut. Pada tahun 1970 telah dibentuk 3 Pengadilan Negeri masing-masing di Wonogiri Ruteng dan Batang. Dengan demi- kian sampai tahun 1972 telah ada 332 Pengadilan Negeri, yaitu Pengadilan Negeri klas I sejumlah 45 buah dan Pengadilan Ne - geri klas II sejumlah 287 buah serta Pengadilan Tinggi 14 buah. Sejak tahun 1969 hingga tahun 1972 telah dilaksanakan reha-bilitasi/pembangunan prasarana fisik yaitu:a. Rehabilitasi/Perluasan gedung-gedung kantor:

1). Mahkamah Agung;

2). Lembaga Pembinaan Hukum Nasional;

3). Tiga Kantor Pengadilan Tinggi di Medan, Ujung Pan- dang dan Ambon;

4). Rehabilitasi/Pembangunan 48 buah Pengadilan Negeri.

704

b. Pembangunan gedung-gedung kantor :1). 10 buah Pengadilan Tingg di Semarang, Surabaya, Ban-

da Aceh, Padang, Palembang, Banjarmasin, Menado, Denpasar, Bandung dan DKI Jakarta (masih dalam proses pembangunannya)

2). Pembangunan 41 buah kantor Pengadilan Negeri;3). Departemen Kehakiman blok A dan blok B beserta per-

lengkapannya;4). Disamping itu, juga telah melanjutkan/menyelesaikan

pembangunan 27 buah kantor Pengadilan Negeri yang telah dimulai dibangun sebelum REPELITA I.

c. Pembangunan rumah dinas:1). Ketua, Wakil Ketua Mahkamah Agung, para Hakim

Agung dan Staf Mahkamah Agung.2). Ketua Pengadilan Tinggi 7 buah di Bandung, Semarang,

Denpasar, Jakarta, Banjarmasin, Menado, Surabaya.3). 14 buah rumah dinas untuk Ketua Pengadilan Negeri.

d. Pembelian kendaraan baik untuk pusat maupun untuk Pe- ngadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri.

e. Pembelian buku-buku perpustakaan.Dalam rangka peningkatan penyelenggaraan peradilan, telah

dapat ditingkatkan penyebaran perundang-undangan dan yu-risprudensi Indonesia kepada semua hakim diseluruh Indonesia, mengadakan tugas-tugas hakim untuk menyelesaikan perkara-perkara yang belum terselesaikan di Pengadilan-pengadilan Tinggi, dan mengadakan rapat kerja dengan para Ketua Peng-adilan-pengadilan Tinggi seluruh Indonesia untuk pembahasan-pembahasan teknis operasionil.

Selanjutnya dalam kegiatan Law Report telah dilaksanakan kegiatan pengumpulan yurisprudensi secara sistimatis dan, kon -tinue dalam buku-buku yurisprudensi dan statistik perkara.

705

310383-(45).

6. Keimigrasian.Selanjutnya dalam rangka meningkatkan tugas pengawasan

dibidang imigrasi antara tahun 1969 hingga tahun 1972 telah dilaksanakan peraakan prasarana phisik yaitua. Melanjutkan pembangunan sampai selesai kantor Dit. Jen.

Imigrasi yang telah dimulai sebelum Repelita I, beserta pembelian perlengkapan kantornya.

b. Pembangunan 14 buah kantor/ruang tahanan Imigrasi c. Rehabilitasi 2 buah Kantor Imigrasi. d. Perumahan Dinas pada 21 daerah. e. Pembelian kendaraan untuk Pusat dan Daerah.

Dalam rangka menyesuaikan diri dengan pembangunan re- gional khususnya peningkatan pelabuhan udara dan laut, telah diusahakan modernisasi tahap demi tahap alat komunikasi, perlengkapan registrasi dan statistik orang asing guna pening- katan pengawasan Imigrasi orang asing dan kerja sama ke- imigrasian.

7. Bantuan Hukum.Pada tahun 1964 oleh para pembela telah dibentuk PERA-

DIN dan dalam kongresnya yang ke II di Jakarta telah di - bentuk Lembaga Bantuan Hukum (L.B.H). Tugas L.B.H. ada- lah melakukan pembelaan secara gratis dalam Mahmilda, .Mahmilub dan juga dalam Pengadilan Negeri bagi orang yang tidak mampu. Dalam hubungan ini disadari cukup penting- nya peranan pembela dalam proses peradilan. Walaupun ke- giatan usaha ini terutama harus datang dari masyarakat, namun telah dipertimbangkan ikhtiar khusus pemberian ban- tuan hukum sebagai realisasi azas negara hukum.

706

8. Pemasyarakatan/Reklasering.

Dalam rangka usaha pengetrapan sistim pemasyarakatan sebagai pengganti dari pada kepenjaraan telah diusahakan pem -binaan nara pidana khususnya masalah integrasi dengan masyarakat, sehingga setelah habis pidananya benar-benar para nara pidana itu dapat hidup dalam masyarakat. Dalam pem-binaannya nara pidana didudukkan sebagai subyek yang harus turut serta membina dirinya sendiri dan petugas lembaga pe -masyarakatan hanya tut wuri handayani. Dalam melaksanakan pembinaan, Direktur Lembaga Pemasyarakatan adalah pelak- sana dan penanggung jawab. Pembinaan nara pidana dilakukan dengan penempatan para nara pidana di lembaga terbuka khususnya dalam pertanian dan mengadakan kesempatan-ke-sempatan penyesuaian berupa pemberian cuti. Hal ini hanya dapat dilakukan dilingkungan keluarga yang bertempat tinggal setempat dengan Lembaga. Cuti diberikan paling Iama 2 X 24 jam dengan mendapat izin dari keluarganya dan pamong praja tempat tinggal keluarganya. Juga diadakan pemberian pele- pasan dengan perjanjian. Untuk mengintensifkan kegiatan-kegiatan dalam pembimbingan kemasyarakatan dan peng- entasan anak, terutama kebutuhan akan bimbingan sebagai akibat makin banyaknya cuti menjelang pembebasan yang di -berikan kepada para nara pidana, maka dalam tahun 1970 telah dibentuk Kantor. Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (Bispa) di Jakarta, Bandung, Surabaya, Malang dan Yogyakarta, serta Lembaga Penampungan anak pidana/anak didik di Plantungan (Semarang). Pembentukan kantor-kantor dan Lembaga-lembaga Penampungan yang serupa terus diusahakan terutama di Jawa, dan dalam tahun- tahun yang akan datang di luar Jawa.

Sehubungan dengan hal tersebut telah dilakukan reha- bilitasi perusahaan yang ada didalam Lembaga, penyediaan inventaris dalam kantor Lembaga, dan selanjutnya merehabi-litasi Lembaga-lembaga Pemasyarakatan termasuk tempat- tempat pendidikan, ibadah dan disamping itu pula telah diba-

707

ngun beberapa rumah untuk direktur-direktur Lembaga Pe -masyarakatan. Untuk itu sejak tahun 1969 hingga tahun 1972 telah dilakukan usaha-usaha :a. Rehabilitasi 27 buah Perusahaan-perusahaan yang ada di - dalam Lembaga Pemasyarakatan.

b. Rehabilitasi 43 buah Lembaga-lembaga Pemasyarakatan. c. Pembangunan kembali 2 buah Lembaga Pemasyarakatan

karena telah hancur akibat revolusi Physik.d. Melanjutkan pembangunan yang telah dimulai sebelum Repelita I sebuah LPM di Palembang.

e. Pembangunan 4 buah Kantor Wilayah Pemasyarakatan. f. Pembangunan 3 buah Kantor Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA).

g. Telah diadakan pembelian kendaraan untuk pusat dan daerah.

9. Pendidikan dan Latihan Insiitusrionil (dibiulang pembinaan hukum).

Kegiatan-kegiatan pendidikan dan latihan institusionil yang dilaksanakan oleh Kejaksaan Agung dan Departemen Keha- kiman selama tahun 1969 sampai tahun 1972 adalah sebagai berikut :Kejaksaan Agung.

Dalam rangka peningkatan kemampuan para pelaksana hu- kum telah diadakan berbagai macam pendidikan/up-grading dalam tahun 1969 s/d awal 1973 dengan hasil-hasil :1. Pembentukan Jaksa seluruh Indonesia 1003 orang2. Pendidikan Karier 11 101 orang3. Pendidikan Karier I 129 orang4. Pendidikan Pembantu Jaksa 567 orang5. Pendidikan Keahlian 53 orang

1853 orang

*) Terdiri dari Karyawan Bea Cukai, Dep. Dalam Negeri, DKI Jaya, PLN, Dep. Tenaga Kerja dan Kodya Surabaya.

Disamping ini telah diadakan rehabilitasi sekedarnya ter- hadap gedung PUSDIKLAT dan pengadaan peralatan untuk pendidikan/up-grading tersebut.

Departemen Kehakiman. Telah mengadakan :

a. pendidikan hukum bagi mereka yang bertugas dalam pem-binaan/perencanaan dan penyelenggaraan hukum guna me-ningkatkan pengetahuan mengenai hukum internasional dalam teori dan praktek di Jakarta.

b. latihan pengembangan ketata-laksanaan untuk personil bi -dang O & M, keuangan dan personalia di Jakarta.

c. pendidikan dan latihan para hakim di Jakarta, dan parapanitera pengadilan di Surabaya, Medan, Ujung Pandang,Padang dan Banjarmasin.

d. pendidikan khusus Imigrasi di Jakarta.e. pembukaan kembali Akademi Ilmu Pemasyarakatan seba-

gai pusat pembinaan kader, dengan mengadakan perluasan perbaikan perlengkapan, perpustakaan, alat-alat peraga Akademi tersebut.

f. up-grading direktur-direktur pemasyarakatan Daerah, pe -masyarakatan di Jakarta, dan untuk pemimpin-pamimpin Lembaga Pemasyarakatan diadakan di Bandung, Malang, Medan dan Ujung Pandang.

709

708