Upload
nurul-hikmah-s
View
14
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Beberapa cerita anak dalam versi terejemahan.
Citation preview
Seruling Si Kura-Kura
Zaman dahulu kala, di sebuah pinggiran sungai, seekor kura-kura memainkan serulingnya. Saat kura-kura
memainkannya, singa, gajah, kupu-kupu, ular dan monyet menari dengan alunan musik si kura-kura.
Suatu hari, seorang pria mendengar permainan si kura-kura. “Ahh.” pikirnya. “Itu pasti musiknya kura-
kura. Ia pasti sedang merasa enakan kali ini.” Jadi pria itu pun memanggil. “Kura-kura! Tunjukkan
padaku seruling cantikmu.” Kura-kura berjalan lamat-lamat ke arah pintu dan memegang serulingnya.
Tapi saat pria itu melihat kura-kura ia menangkap leher kura-kura lalu berlari. Kura-kura meminta
pertolongan, tapi ia tak dapat berbicara. Ia pun menutup matanya, serulingnya ia pegang erat.
Saat pria tadi mencapai pondoknya, ia menaruh kura-kura di dalam kandang dan menguncinya. Lalu ia
berkata pada anaknya, “Jangan biarkan kura-kuranya keluar dari kandang ya.” Setelahnya ia pergi ke
kebun. Anak-anaknya bermain di luar rumah. Kura-kura terduduk kesakitan di dalam kandang, ia
memikirkan perkataan ayahnya. Ia pun mulai memainkan nada yang indah lewat serulingnya, dan anak-
anak tadi lalu berlari ke arah kandang. “Tadi kamu yang memainkannya, kura-kura?” tanya mereka,
dengan mata berbinar. “Ya,” kata kura-kura. Ia terus bermain, dan anak-anak itu kelihatan begitu
gembira.
Akhirnya ia berhenti. “Aku menari lebih bagus lho daripada main seruling.” kata si kura-kura. “Mau
lihat?” “Oh, silahkan!” kata anak yang laik-laki. “Aku akan menunjukkan pada kalian bagaimana caranya
menari sambil bermain seruling,” kata kura-kura. “Tapi kalian harus buka kandangnya. Soalnya nggak
ada cukup ruang di sini.” Jadi si anak laki-laki membuka kandang dan kura-kura pun mulai menari dan
memainkan serulingnya. Anak-anak itu tertawa dan bertepuk tangan, mereka tak pernah melihat hal
sekeren itu.
Lalu kura-kura berhenti. “Jangan berhenti!” isak anak itu. “Oh,” kura-kura mengerang. “Kakiku rasanya
kaku. Coba aku bisa jalan sebentar buat menghilangkannya …,” “Jangan pergi terlalu jauh ya,” Anak
yang perempuan memperingati. “Balik lagi ya.” “Jangan takut.” kata si kura-kura. “Kalian tunggu di
sini.” Kura-kura merayap menuju hutan. Saat si anak perempuan sedang tak melihat, si kura-kura berlari
di sepanjang jalan menuju rumahnya.
Tak seorang pun yang pernah menemukan kura-kura lagi. Tapi kini, jika kalian mendengarkan baik—
baik, kalian bisa mendengar suara indah dari seruling si kura-kura di dalam hutan.
Pianis Kecil
Sekali waktu ada seorang anak kecil bernama Azul. Dia suka bermain piano dan bermimpi bahwa suatu
hari nanti dia dapat menjadi seorang pianis. Tiap hari minggu, Azul pergi ke kursus piano, dan setiap
malam di rumahnya dia berlatih, sebelum pergi tidur. Permainan Azul menjadi semakin bagus sebab dia
bersungguh-sungguh. Dia mungkin lupa menggosok giginya, tapi dia takkan lupa berlatih.
Suatu hari, Vicki, guru pianonya berkata padanya, “Azul, kamu akan akan ikut pertunjukkan besok, di
depan banyak penonton. Kamu sebentar lagi akan jadi pianis! Jari-jarimu bergerak selincah seekor tupai
di atas tuts. Tapi sepertinya ada yang kurang.” “Apa itu?” Azul penasaran. Dia sangat sangat ingin
menjadi bukan hanya seorang pianis yang bagus, tapi pianis yang hebat. Vicki tersenyum. Dia berbisik di
telinga Azul. “Bermainlah dengan hatimu, bukan dengan jarimu.”
Seperti biasa, Vicki mengeluarkan kotak stikernya. Azul mengulurkan tangannya dan Vicki
menempelkannya di sana, sebuah stiker kupu-kupu yang cantik. “Baiklah, bayangkanlah kupu-kupu ini
saat kamu ingin bermain dengan hatimu,” katanya.
Hari itu, saat semua anak bermain di taman, Azul hanya memandangi stiker kupu-kupunya. Dia
penasaran, “Aku bisa bermain dengan jariku karena aku bisa menggerakkannya. Aku bisa menyentuh
tuts. Tapi bagaimana bisa aku bermain dengan hatiku? Aku bahkan nggak bisa melihat hatiku.” Untuk
pertama kalinya, setelah sekian lama, Azul pergi tidur tanpa bermain piano sebelumnya.
Di malam sebelum pertunjukkan, dia tak berlatih karena dia tak tahu bagaimana caranya bermain dengan
hatinya! Saat Azul bangun tidur, dia menatapi stiker kupu-kupunya. Oh tidak! Stikernya hilang! Sekarang
Azul merasa gugup. Sangat sangat gugup …. Dia coba untuk memainkan piano, tapi jarinya tidak
bergerak! Tapi bagaimanapun juga, hal itu tak menghentikan detak jam. Segera waktu pertunjukkan akan
tiba.
Sebuah piano diletakkan di tengah-tengah panggung yang bundar, dikelilingi oleh barisan penonton. Azul
berjalan ke panggung, duduk di bangku piano dan menutup matanya sejenak. Dia mengingat kata-kata
Vicki, dia pun membayangkan kupu-kupunya. Di keheningan auditorium, Azul mendengar kepakan
sayap. Seekor kupu-kupu bertengger di bahunya dan mulai bersenandung. Hatinya pun mulai
menyanyikan lagu kupu-kupu.
Harta Terbesar
Suatu hari, Peter menemukan peta harta karun. “Hore! Aku akan menemukan harta ini dan pergi
berpetualang!” serunya. Peter pun berangkat. Ia melalui jalan yang panjang dan akhirnya mencapai hutan.
Di sana ia bertemu seekor singa. “Kamu kuat dan berani,” ujar Peter pada singa. “Maukah ikut denganku
untuk berburu harta karun?” Sang singa setuju dan bergabung dengan Peter. Hutan itu sangat lebat dan
gelap. Peter takut, tapi dengan sang singa disisinya, ia bisa melewati itu.
Saat mereka akhirnya mencapai gunung, mereka bertemu dengan seekor elang. “Kamu punya penglihatan
yang bagus dan bisa memperingatkan kami jika ada bahaya.” kata Peter pada elang. “Maukah kamu
bergabung dengan kami? Kami sedang mencari harta karun!” Si elang pun setuju dan bergabung dengan
Peter dan singa. Gunung itu sangat tinggi dan curam. Singa terpeleset, tapi Peter cukup cepat
mengulurkan tangan dan menariknya ke atas. Elang, dengan penglihatannya yang tajam, memperhatikan
setiap langkah yang mereka ambil.
Segera, mereka mencapai lembah di kaki gunung dimana mereka bertemu dengan seekor domba.
“Maukah kamu bergabung dengan kami dalam pencarian harta karun?” tanya Peter pada domba. “Dan
menjaga agar kami tetap merasa hangat saat cuaca dingin?” Si domba pun setuju dan bergabung denagn
Peter, singa, dan elang. Angin dingin menyapu padang rumput. Mereka semua berimpi-impitan pada
domba, yang menjaga mereka tetap hangat dan nyaman.
Mereka berempat akhirnya mencapai padang pasir, dimana mereka bertemu dengan seekor unta. “Kamu
diberi gelar lautannya padang pasir,” kata Peter pada unta. “Maukah kamu menolong kami menyeberang
dan bergabung dengan perburuan harta kami juga?” Si unta setuju. Peter, singa, dan domba menunggangi
unta dan berangkat dengan gembira melintasi padang pasir yang luas, dengan elang yang menikmati
pemandangan dari atas. Unta mulai mencongklang dan mereka semua menyorakinya dengan gembira.
Melintasi padang pasir di atas punggung unta benar-benar menantang.
Mereka berlima akhirnya mencapai samudra, dimana mereka bertemu dengan seekor kura-kura. “Bisakah
kamu menolong kami melintasi samudra?” tanya Peter pada kura-kura. “Kami sedang berburu harta
karun.” Kura-kura setuju dan bergabung dengan Peter, singa, elang, domba, dan unta. Gelombang yang
ganas hampir menenggelamkan kelompok itu, tapi kura-kura dengan cekatan mengangkut mereka ke
seberang.
Mereka bertemu dengan burung hantu di sisi lainnya. Burung hantu bicara pada mereka dengan nada
bijak:
“Selamat, kalian telah menemukan hartanya.” “Tapi dimana?” seru mereka semua dengan terkejut.
“Bersama-sama kalian telah melewati hutan, mendaki gunung, menghadapi lembah, dan menyebrangi
samudra. Kalian tak akan pernah bisa melewatinya tanpa satu sama lain.” Mereka semua berpandangan
satu sama lain dan tersadar bahwa si burung hantu benar—mereka telah menemukan persahabatan!
Mereka memang telah menemukan harta karunnya.
Rosa Pergi ke Kota
Di tengah-tengah sebuah kota besar, ada sebuah kebun binatang kecil, di dalamnya hidup seekor bayi
gajah. Namanya Rosa. Penjaga kebun binatang sangat menyukai Rosa dan menjaganya setiap ada
kesempatan. Banyak pengunjung datang untuk melihat Rosa dan menyaksikan pesonanya saat ia melahap
sesisir pisang dalam sekali makan. Rosa dirawat dengan baik, tapi ia merindukan koloninya yang lain.
Suatu hari, setelah memberi makan Rosa, penjaganya lupa mengunci pintu kandang. Segera Rosa keluar
dari kandang! Pertama, ia mendatangi penjual es-krim keliling yang berdiri di tepi jalan. Penjual es-krim
itu melihat Rosa lalu ia kabur. Gajah kecil yang penasaran itu pun menancapkan belalainya ke kotak es-
krim. Rasanya dingin, manis, dan lezat saat ia menelannya.
Rosa melanjutkan perjalanannya, matanya mencari-cari seseorang. Akhirnya, di dalam sebuah toko, ia
mendengar suara kawanan gajah di layar TV. “Teman-teman!” pikirnya, dan ia lalu bergerak masuk ke
dalam toko. Setiap orang di dalam toko lari keluar, meninggalkannya sendiri. Rosa mencoba untuk bicara
pada gajah-gajah di layar TV, tapi mereka tidak menjawab. Bingung dan kecewa, ia pun keluar.
Kembali ke jalanan, ia melihat seorang penjual kelapa, sedang menjual kelapa. “Wow, aku telah
menemukan bola! Saatnya main!” Ia menjerit dan menendang kelapa tinggi-tinggi ke udara. Bola itu
melayang ke seberang jalan dan mendarat tepat di samping seorang bocah yang sedang bermain di taman.
Rosa berlari ke seberang jalan, bermaksud untuk mengambil bola-kelapanya.Mobil-mobil mendecit, bus-
bus mengklakson, dan para pengemudi mulai berteriak satu sama lain. Rosa telah menciptakan
kemacetan! Polisi lalu-lintas mulai mengambil kendali. Kebun binatang segera diberitahu.
Mengabaikan huru-hara di sekelilingnya, Rosa dengan santai berjalan ke arah taman. Ia berhenti di depan
bocah tadi, yang sedang tersenyum padanya. Bocah itu terkekeh-kekeh dan menepuk Rosa. Rosa
berteriak dengan kegembiraannya telah menemukan teman baru. Sekarang, penjaga kebun binatang telah
mencapai taman. Melihat Rosa di ruang terbuka, ia mengerti bahwa Rosa tak akan bahagia berada di
kandang.
Kebun binatang lalu mengirimnya ke hutan lindung, jauh dari perkotaan, dimana ada banyak gajah yang
menjelajah dengan bebas. Sekarang, dibanding menonton Rosa di balik penghalang kandang yang sempit,
pengunjung masih bisa melihatnya di antara pepohonan, masih menelan sesisir pisang.
Sumur Pertama
Zaman dahulu kala ada sebuah kerajaan kecil yang mengelilingi sebuah danau. Di suatu musim kemarau
yang sangat panas, tak ada hujan dan danau itu pun mengering. Penduduk mulai cemas dan menghadap
ke Raja. “Sudah lama tak turun hujan. Ladang kami tandus!” kata para petani. “Tak ada ikan utnuk
ditangkap. Bagaimana bisa kita hidup?” tanya para nelayan. “Selamatkan kami dari bencana, wahai Raja
kami yang baik,” desak para wanita, dengan anak mereka yang menangis karena kehausan.
Raja lalu mengirim empat jendralnya ke seluruh penjuru untuk mencari air. Jendral pertama pergi ke
timur, kearah matahari terbit; yang kedua pergi ke selatan, kearah yang berdebu dan panas; yang ketiga
pergi kearah matahari terbenam; dan yang keempat pergi mengikuti bintang utara.
Mereka mencari siang dan malam, malam dan siang; mereka mencari kemana saja, tapi sia-sia. Tiga
jendral itu kembali, denagn tangan kosong. Tapi jendral yang pergi kearah utara bermaksud takkan
melalaikan tugas dari Raja. Akhirnya, ia sampai di sebuah desa pegunungan yang dingin.
Ketika ia duduk di kaki gunung, seorang wanita tua menghampirinya dan duduk di sampingnya, jendral
itu menunjuk ke arah cakrawala sambil berkata, “Aku berasal dari sebuah kerajaan yang indah, dimana
setahun ini belum turun hujan. Bisa kamu menolongku utnuk menemukan air?”
Wanita itu mengisyaratkan agar jendral itu mengikutinya naik ke gunung dan masuk ke sebuah gua.
“Kami juga tak punya air di negeri kami,” kata wanita itu. Lalu, ia menunjuk tetesain air beku di gua dan
melanjutkan: “Kami menyebutnya es. Ambillah beberapa, dan kerajaanmu tak akan kehausan lagi.”
Jendral itu memecahkan sebongkah besar es, lalu mengisinya ke dalam kereta kuda dan buru-buru pulang.
Sesampainya ia di istana, bongkahan besar es telah meleleh menjadi genangan air. Tak seorang pun di
istana itu yang pernah melihat es, jadi setiap orang pun menatapnya denagn penasaran. “Ini pasti bibitnya
air!” seru seorang menteri tiba-tiba. Raja lalu memerintahkan agar ‘benih air’ itu segera ditaburkan.
Saat para petani menggali lubang, genangan air itu semakin berkurang karena matahari. Mereka cepat-
cepat menempatkan benih itu ke dalam lubang, sebelum bisa mereka tutup, genangannya telah hilang
sama sekali. Para petani itu pun cemas dan bingung. Mereka lalu menggali lebih jauh ke dalam tanah,
sepanjang malam, untuk mencari benih ajaib.
Saat pagi datang, Raja menemukan para petaninya tertidur di sekeliling sebuah lubang. Penasaran, ia pun
mengintip ke dalam dan berteriak takjub: “Bangunlah, pria-pria hebat—benih airnya mulai tumbuh! Ada
air di dalam lubang!” Dan begitulah bagaimana sumur pertama tercipta.
Bisikan Pohon Palem
Mori adalah seorang gadis kecil dengan mata cokelat yang besar. Ia tinggal dengan keluarganya di dalam
hutan pohon kelapa lebat yang indah, di samping danau biru yang kecil. Setiap pagi, ia menyeimbangkan
sebuah keranjang besar yang kosong di atas kepalanya selama berjalan ke danau. Ibunya mengikutinya
sambil membawa cucian kotor dan ayahnya membawa jaring ikan yang besar. Ibunya mencuci pakaian
di atas batu ketika ayahnya pergi menjaring ikan. Ayahnya menyeret jaring itu ke pantai, lalu
mengumpulkan ikan di keranjang besar. Kadang-kadang kura-kura juga tersangkut di jaring, tapi Mori
akan segera melepaskannya. Pada suatu pagi yang cerah ketika memancing dengan ayahnya, Mori
berkata: “Kalau kita ambil banyak ikan, nanti nggak ada yang tersisa!” Ibunya tertawa lalu mengantarnya
ke sekolah.
Di bawah bayang-bayang pepohonan, ibu Mori jatuh tertidur. Ia memimpikan danau tanpa ikan, ketika
dedaunan pohon palem berbisik: “Lautan dan daratan selalu merawat keluargamu, jadi kamu juga harus
merawat mereka sebagai balasnya.” Ibu Mori lalu terbangun dengan air mata, ia tak tahu bagaimana cara
membesarkan Mori tanpa menjual cukup ikan. Sepanjang siang ia terduduk, saat nyiur melambai dan ia
memikirkan tentang mimpinya.
Malamnya Mori mendengar kedua orangtuanya berbisik-bisik ketika lampu minyak makin redup di
malam itu. Esok paginya, ayahnya memberikan keranjang yang ukurannya lebih kecil. “Bagaimana
caranya kita bawa semua ikan di keranjang kecil ini, Yah?” tanya Mori.
“Kita hanya akan mengambil ikan semuat keranjang ini,” balas ayahnya. Mori bingung. Saat ia pulang
dari sekolah, ia senang menemukan ibunya sedang membuat sabun dan minyak dari kelapa. Dengan cepat
Mori memanjat pohon dan mengambil lebih banyak kelapa, tapi ibunya memperingatkan: “Jangan
dipetik, Nak; kita hanya boleh pakai yang diberi pohonnya saja.” Ayahnya menambahkan: “Kita hanya
boleh mengambil yang sudah jatuh. Lihat, kita bahkan bisa buat sabun dengan bunga melati di
dalamnya!”
Sejak hari itu hingga kini, keluarga itu membuat sapu dari pohon palem dan menganyam keset kaki dari
serabut kelapa. Mereka hanya membawa beberapa sabun, minyak, dan ikan ke pasar. Saat Mori beranjak
dewasa, ia suka mengukir bentuk kura-kura mungil di tempurung kelapa dan selalu mengenakan satu di
lehernya.