Upload
hoangthien
View
235
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
18
BAB II
TEORI TINDAKAN SOSIAL DAN RUANG PUBLIK
Teori-teori ini sudah sejak awal digunakan menjadi perspektif, memberi arah
untuk mendudukan persoalan yang hendak diteliti. Begitu juga untuk kepentingan
melakukan analisis, teori tindakan sosial dan ruang publik dipakai menganalisa dan
mengungkap arah penelitian. Secara spesifik, kepentingan teori akan melihat
representasi GPM di ruang publik dari sisi pendekatan aktor (individu).
Teori tindakan sosial menurut Weber, digunakan menjadi pisau bedah atas
pemahaman pendeta dan awam tentang keterlibatan gereja dan politik, sekaligus
mencari tahu motif-motif di balik makna tindakan aktor berdasarkan tipe-tipe
tindakan sosial aktor. Teori ruang publik digunakan untuk menjelaskan representasi
GPM oleh aktor di ruang publik sebagai ruang terjadinya perubahan sosial-politik.
Dengan menggunakan cara kerja Weber, penting sejak awal dari pemaparan
teori, mengenal Weber dengan latar belakang, karya dan teori tindak sosial yang
hendak digunakan. Teori ruang publik, akan lebih banyak mengambil perpektif dari
teori kritis Jurgen Habermas.
2.1 Karya dan Latar Belakang Intelektual Weber
Max Weber lahir di Erfurt, Jerman, pada tanggal 21 April 1864, dari keluarga
kelas menengah. Perbedaan antara orang tuanya membawa dampak besar pada
orientasi intelektual dan perkembangan phiskologinya. Ayahnya seorang birokrat
yang menduduki posisi politik yang relatif penting. Ia jelas merupakan bagian dari
kemapanan politik dan akibatnya Weber abstain dari aktivitas dan idealisme yang
19
memerlukan pengorbanan pribadi dan ancaman posisi dalam sistem. Ayah Weber,
seorang yang menikmati dunia, dan banyak hal bertentangan dengan istrinya. Ibu
Max Weber adalah seorang penganut Calvinis yang religius, seorang perempuanan
yang berusaha menjalani dunia asketis, tidak banyak terlibat dalam urusan duniawi
yang didambakan oleh suaminya.28
Dikotomis pilihan hidup kedua orang tua cukup mengganggu rumah tangga
dan membawa dampak besar bagi Weber. Sebagai anak, Weber tidak mungkin
mendamaikan kedua orang tuanya, ia menghadapi pilihan yang sulit. Awalnya
Weber lebih dekat dengan ayahnya, namun kemudian dia lebih memilih dekat
dengan ibunya. Apapun pilihannya, dari kedua kutub yang bertentangan memiliki
dampak phisikologi yang negatif.29
Pada umur 18 tahun, Weber meninggalkan rumah dan untuk masuk belajar di
Universitas Heidelberg. Kemudian Weber meninggalkan Heidelberg untuk menjalani
wajib militer dan pada tahun 1884 kembali ke Berlin di rumah orang tuanya untuk
mengambil kuliah di Universitas Berlin. Ia menyelesaikan studinya, meraih gelar
doktor, menjadi pengacara dan mulai mengajar di Universitas Berlin. Proses ini yang
banyak mempengaruhinya sepanjang ia berada di Berlin, persoalan-persoalan
sepanjang masa—ekonomi, sejarah, dan sosiologi.30
Pada tahun 1896, ketekunannya dalam bekerja membawanya pada posisi
sebagai profesor ekonomi di Heidenlberg. Pada tahun 1897, ayahnya meninggal
disebabkan bertengkar dengannya. Setelah lama mengalami keterpurukan mental,
28 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosial: Dari Teori Sosial Klasik SampaiPerkembangan Mutakhir Teoris Sosial Postmodern, terj. Nurhadi (Bantuk : Kreasi Wacana 2016),124.
29 Ibid, 124.30 Ibid, 125.
20
tahun 1904 Weber menyampaikan kuliah umum di Amerika Serikat, dalam kurun
waktu enam setenagah tahun ia kembali dunia akdemik, pada tahun 1904-1905, ia
menerbitkan karya terkenalnya, The Protestant Ethic and tha Spirit of Capitalisim.
Dalam karya ini, ia sangat dipengaruhi oleh ibunya, Weber menghabiskan waktu
untuk mempelajari agama.31
Meskipun ia terus mengalami masalah phsikologis, tahun 1904 Weber mampu
kembali kerja dan menghasilkan beberapa karya pentingya. Weber menerbitkan
studinya tentang agama-agama dunia dalam perspektif sejarah dunia (Cina, India,
dan Yunani kuno), alhasil, lahirlah Economy and Society. Meskipun buku yang
diterbitkan kemudian diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, buku ini belum selesai
dikerjakan.32
Selain karya-karya yang dihasilakan, ada banyak aktivitas lain yang dilakukan
oleh Weber. Ia membantu untuk mendirikan Masyarakat Sosiologi Jerman pada
tahun 1910. Rumahnya menjadi pusat bagi para kaum intelektual. Termasuk sosiolog
seperti Georg Simmel, Robert Michels dan saudaranya Alfred Weber, serta filsuf
kritik sastra Georg Lukacs. Dalam kehidupan Weber dan lebih penting lagi karya-
karyanya, terdapat ketegangan pikiran terkait dengan hal-hal birokratis, sebagaimana
ditampilkan ayahnya dan religiusitas ibunya. Situasi ini sebenarnya yang mendorong
Weber melahirkan karya-karyanya.33
31 Ibid,..32 Ibid,..33 George Ritzer dan Douglas J. Goodman, Teori Sosial: Dari Teori Sosial Klasik Sampai
Perkembangan Mutakhir Teoris Sosial Postmodern...125.
21
2.2 Metodologi Max Weber: Individu Sebagai Aktor
Teori tentang individu telah banyak mendefinisikan aktor dalam
pengembangannya telah menjadi basis-basis baru pengetahuan sosiologi. Teori-teori
tersebut antara lain: teori pertukaran sosial, mendefinisikan aktor sebagai individu
(person) dan kelompok (group). Pertukaran terjadi dalam perkembangan struktur
ketergantungan timbal-balik.34 Teori pilihan rasional juga menggunakan metode
individu sebagai cara kerja oleh James Coleman. Ia lebih melihat kepada tingkatan
makro dan mikro yang mempengaruhi individu atau aktor.35 Begitu pula teori
interaksionisme simbolik yang dikembangkan oleh Herbert Mead. Kecenderungan
Mead melihat pengalaman masyarakat dimulai dari psikologi individu atau aktor.36
Kecendurungan penulis memilih cara kerja individu menurut Weber.
Kepentingannya untuk melihat motivasi tindakan sosial aktor (individu) dalam
pendekatan interpretasi (pemahaman) yang muncul secara kausal dari perkembangan
masyarakat secara sosio-historis. Pendekatan ini akan melihat tahapan sebab-akibat
yang membentuk tindak aktor sebagai kelompok. Definisi aktor diartikan oleh Weber
sebagai tindakan sosial (social action).
Max Weber meletakan dasar telah konsep Social Action (tindakan sosial),
kemudian dikembangkan oleh Talkot Pasons dalam fungsionalisme struktural. Ia
lebih melihat kepada tindakan individu dengan pemahaman di balik itu. Sejauh
individu bertindak dengan makna subjektif dalam pertimbangan orang lain dan
34 George Ritzer dan Barry Smart, Handbook; Teori Sosial, terj. Imam Muttaqien, dkk(Bandung: Nusa Media 2015), 517.
35 Ibid, 544.36 George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, terj.Triwibowo (Prenadamedia Group: Jakarta,
2015), 256.
22
berorientasi pada orang lain.37 Untuk memahami hal itu, Weber sangat memberi
perhatian pada metodologi atau cara kerja apa yang digunakan, tidak jarang banyak
para sosiolog terpengaruh dengan gagasan Verstehen.38
Membicarakan metodologi Weber, lebih awal adalah mempertegas posisi
sejarah dan sosiologi. Posisi sejarah dan sosiologi sebagaimana distertasi doktornya
tentang sejarah. Ia menjelaskan tetang sosiologi dan sejarah masing-masing pada
batasannya, walaupan sungguh disadari ada keterhubungan satu dengan yang lain.
Namun, Weber mampu untuk melakukan kombinasi terhadap dua pendekatan ini
sebagai sosiologi sejarah (sosio historis).39 Konsep sosiologinya berorientasi pada
pengembangan konsep yang jelas, sehingga dapat melakukan anlisis kausal terhadap
fenomena sejarah.
Elemen yang menarik bukan bertujuan hanya kepada individu, melainkan
untuk melihat norma umum, institusi, dan lingkungan umum. Verstehen
(pemahaman) digunakan sebagai alat untuk mempelajari kebudayaan dan bahasa
pada sekumpulan masyarakat tertentu.40 Dikatakan untuk memahami tindakan, ada
37 Max Weber, Economy and Society: An Outline Of Intepretative Sosiology, (Berkeley, LosAngeles, London: Universitas Of California Pres, 1968), 4.
38 Verstehen (pemahaman), istilah ini berasal dari bahasa Jerman. Konsep tersebut seringditemukan di kalangan para sejarawan Jerman pada zamannya, yang berhasil dikenal denganHermeneutika. Hermeneutika secara khusus adalah pendekatan terhadap pemahaman dan penafsirantulisan-tulisan yang dipublikasikan. Tujuannya adalah untuk memahami pemikiran pengarang ataustruktur dasar teks........... Ritzer dan Goodman, Teori Sosial: Dari Teori Sosial Klasik SampaiPerkembangan Mutakhir Teoris Sosial Postmodern...126.
39 Ritzer dan Goodman, Teori Sosial: Dari Teori Sosial Klasik Sampai PerkembanganMutakhir Teoris Sosial Postmodern....122.
40 Mempertegas perkembangan konsep pemahaman dalam dunia hermeneutik, Diltheymengartikan hermeneutik berkaitan dengan maknanya dari setiap fungsi bagian-bagian secararesipokal (hubungan berbalasan) itu bermakna apabila mengacu secara keseluruhan. Maknamenurutnya adalah apa yang diperoleh dari interaksi resiprokal. Makna itu bersifat historis, ia berubahdari waktu ke waktu. Makna dapat menjadi bentuk-bentuk yang berbeda, mekipun begitu merupakankohesi, keterhubungan yang terkait dalam satu konteks (Zusanmenhang). Richard E. Palmer,Hermeneutika: Teori Baru Mengenai Interpretasi, (Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta, 2015), 133-135.
23
dua hal yang perlu diperhatikan; 1). Mengidentifikasi pemahaman tindakan
sebagaimana yang dikehendaki oleh sang aktor. 2). Mengenali konteks yang
melingkupinya dan yang digunakan untuk memahaminya.41
Metode Weber menekankan aspek hubungan kausalitas—hubungan sebab-
akibat atas fenomena bidang sejarah, namun ketika bidang sejarah dan sosiologi
tidak dapat dipisahkan secara jelas, hubungan kausalitas tetap relevan bagi sosiologi.
Dimaksudkan Weber dengan kausalitas adalah satu peristiwa diikuti dengan
peristiwa lain. Penegasan terhadap konsep ini, mengandung pengertian tidak hanya
terjadi penelusuran historis, akan tetapi, perlu dilihat pentahapan dari perubahan
sosial.42
Weber juga mengembangkan tipe-tipe ideal—konsep konstruksi sosial sebagai
perangkat hermeneutik, yang berguna untuk membantu studi empik dalam
memahami aspek dunia sosial (individu historis). Ia menawarkan beberapa macam
tipe, sebagai berikut: Tipe ideal historis, terkait dengan fenomena epos sejarah. Tipe
ideal sosiologi umum, berkaitan dengan fenomena yang bersingungan dengan
beberapa periode historis dan masyarakat. Tipe ideal tindakan, merupakan tipe
tindakan murni yang didasarkan pada motivasi pelaku. Tipe ideal struktural. Ini
berkaitan dengan bentuks sebab dan akibat tindakan sosial.43
Pandangan Weber, ilmu sosiologi adalah bebas nilai. Dua hal yang dominan
dibicarakan, yaitu; 1). Nilai dan ajaran, menurutnya, seorang akademisi memiliki hak
penuh untuk mengekspresikan nilai pribadi secara bebas. Namun demikian,
penekanannya pada tempat, sebagai ruang konteks (audiance) seorang akademisi
41 Ritzer dan Goodman, Teori Sosial... Ibid, 126.42 Ibid, 128.43 Ibid, 130-131.
24
berada di kelas dan ruang publik, ruang pendidikan akan membawa akdemisi
memisahkan nilai dan ajarannya. 2). Nilai dan penelitian, bagi Weber, nilai harus
dapat dikontrol sampai pada waktu penelitian sosial dilakukan. Penelitian ilmiah
harus bergerak konstan, pada titik mana penelitian ilmiah diam dan melakukan
evaluasi, di sini pelu sekali untuk memposisikan nilai dan posisi penelitian.44 Intinya
adalah penelitian sosial mampu menempatkan pilihan gagasan untuk menetukan
posisi akhir.
Dengan dasar inilah, Weber memberikan penegasan cara kerjanya untuk
menjelaskan tindakan sosial—dalam makna subjektif individu. Ada fariasi makna
subjektif dibalik tindakan individu. Baginya, sosiologi subtantif merupakan metode
individualisme dan subyektivisme untuk melihat apa yang dilakukan oleh individu.
Kolektivitas merupakan bagian dari individu, apa yang terjadi dengan
organisasi atau struktur merupakan tindakan individu, disinilah motif subyektivitas
perlu diketahui. Weber mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang memusatkan
perhatian pada interpretasi atas tindakan sosial dan penjelasan kausal atas tindakan
tersebut.45
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memperolehpemahaman intepretatif tentang tindakan sosial, dalam rangkamendapat penjelasan kausal mengenai hubungan akibat-akibatnya.46
Individu menjadi perhatian Weber untuk melihat masyarakat, hal ini berbeda
dengan Durkheim dalam mendefinisikan sosiologi. Sosiologi Durkheim menekankan
ilmu yang mempelajari fakta social, bersifat eksternal, memaksa individu. Fakta
44 Ritzer dan Goodman, Teori Sosial....132-133.45 Ibid, 134-135.46 Max Weber, The Theory of social and Economic Organization, terj. Talcot Parsons and
A.M Handerson and Talcot Pasons, (New York: The Free Press, 1964), 88.
25
sosial harus dijelaskan dengan fakta sosial lain. Ia melihat fakta sosial sebagai yang
mengatasi individu. Dalam penelitian lebih tertarik untuk menggunakan cara kerja
Weber dalam melihat perubahan sosial masyarakat, berkaitan dengan tindakan dan
tujuan (harapan) dan pemahaman individu (aktor).
2.3 Definisi Tindakan Sosial (Social Action)
Weber dalam teori tindakan membedakan tindakan sosial dengan perilaku
secara umum. Tindakan yang dimaksudkan adalah semua perilaku manusia, ketika
dan sejauh bertindak itu memberikan arti subjektif disebut tindakan sosial,
sebagaimana disebutkan oleh Weber, sebagai berikut:
Tindakan sosial sejauh, berdasarkan arti subjektif yang melekatdengan bertindak individu, itu memperhitungkan perilaku oranglain dan dengan demikian berorientasi kepada arah tujuan atauharapan.47
Dalam Sosiologi Weber yang dikategorikan sebagai “tindakan” adalah ketika
atau sejauh aktor mengenakan suatu makna subjektif kepada perilakunya—terbuka
atau tertutup, pasif atau aktif. Dan tindakan itu dikategorikan sebagai “sosial” sejauh
makna subjektifnya mempertimbangkan perilaku orang lain dan memang
diorientasikan dalam rentang tindakan atau perilaku. Tindakan sosial kepada perilaku
masa lalu, masa kini atau yang diharapakan dari orang lain.48
Dari rumusan-rumusan di atas muncul beberapa dasar metodologis, antara lain
makna (meaning) dan intepretasi yang masih perlu dijelaskan jauh. Istilah “makna”
(meaning) menjadi konsepsi dasar dan utama usaha memahami tindakan sosial atau
tindakan bermakna (meaningfully action). Kata dalam bahasa Jerman untuk meaning
47 Ibid, 88.48 Guenther Roth and Wittich Claus, Economy and Society—An Outline on Intepetative
Sociology, (Univesity Of California: California, 1978), 4.
26
adalah sinn yang menujuk kepada fitur-fitur dari kondisi pikiran subjektif atau
sistem-sistem simbolik yang terkait dengan pikiran tertentu.49
Menjembatani memahami makna adalah intepretasi.50 Intepretasi merupakan
upaya hermeneutika sosial untuk memahami (to understand) makna dari tindakan
sosial seseorang atau sekelompok petindak (aktor). Tujuan intepretasi makna dari
tindakan sosial, seperti semua observasi. Weber menunjuk kepada dua jenis basis
kejelasan dan akurasi pemahaman dan kemampuan pemahaman, yakni akurasi
rasional dan empatik.51
Weber mengatakan bahwa derajat rasional tertinggi pemahaman diperoleh
dalam kasus-kasus yang melibatkan makna-makna dari proposisi-proposisi yang
terhubung secara logis. Dalam pemahaman, makna dapat dipahami atau ditangkap
secara mudah dan cepat, misalnya: 2 x 2 = 4.
Sejajar dengan penjelasan tentang akurasi pemahaman rasional, Weber
menjelaskan tentang dua jenis pemahaman atau pengetahuan terhadap makna
subjektif atau tindakan tertentu.52 Pertama, pemahaman observasional adalah
pemahaman makna sebuah tindakan melalu pengamatan langsung. Kedua,
pemahaman eksplanatori adalah pemahaman makana yang melangkah lebih dalam
dari pemahaman observasional, yakni menukik untuk menemukan dan menjelaskan
motif yang mendorong seorang aktor mengenakan makna pada tindakannya dalam
suatu momen atau situasi. Dengan begitu bagi ilmu yang bergumul dengan makna
49 Ibid, 57.50 Telah dijelaskan sebelumnya tentang Verstehen.51 Ibid, 5.52 Ibid, 8.
27
subjektif, penjelasan (eksplanasi) menuntut pemahaman makna yang mendalam dari
tindakan yang diintepretasi.
Bagi Weber, tindakan selalu melibatkan pemikiran atau tindakan yang
menimbulkan makna, harus didasari pada empat ciri pokok, sebagai berikut;
1) Rangkaian kegagalan tindakan selalu berorientasi pada masa lalu, masa
sekarang dengan makna pembelajaran kepada orang lain di masa depan.
2) Tindakan dikatakan terjadi jika aktor (individu) memberikan makna
subjektif pada tindakan mereka. Tindakan ini dapat ditemukan di dalam
tindakan ekonomi. Tindakan ini sebagai sebuah tindakan sadar dan utama
kearah tindakan ekonomi, karena bukan persoalan imperatif subyek untuk
melakukan pertimbangan ekonomi, namun keyakinan ini sangat dibutuhkan.
3) Setiap tindakan yang terjadi, sepenuhnya memiliki karakter sosial, tindakan
itu memiliki makna apabila berorientasi kepada orang lain. Makna itu
berasal dari akibat pengaruh positif atas suatu situasi peristiwa yang
terjadi secara berulang-ulang.
4) Tindakan sosial itu identik dengan beberapa individu (kelompok). Tindakan
itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada orang lain
sebagai sebuah resultan dari kesatuan sebuah kelompok. Artinya, tindakan
individu sangat dipengaruhi oleh ruang kelompok yang terbatas.53 Bukan
berarti tindakan sosial itu sangat dipengaruhi oleh kelompok, tetapi tindakan
aktor individu sebagai tindakan kausalitas terhadap orang lain menjadi
tindakan berorientasi nilai. Sementara perilaku mengikuti orang lain
53 Max Weber, Economy and Society: An Outline Of Intepretative Sosiology, (Berkeley, LosAngles, London: Universitas Of California Pres, 1968), 22-23.
28
merupakan tindakan palsu atau imitasi sebagai tindakan sosial. Disinilah
letak transisi yang membedakan kedua tindakan dalam kelompok.
Seseorang dapat melakukan tindakan rasional yang berorientasi tujuan
(zweckrational). Tindakan rasional mereka mungkin berorientasi pada nilai rasional
(wertrational). Aktor sangat ditentukan, bertindak dari motivasi emosional atau
afektif. Dalam tindakan aktor, tertanam habitus dari perilaku mereka yang
melibatkan tindakan tradisional.
Menurut Weber, tipe tindakan sosial aktor (individu) dibedakan menjadi
empat, berdasarkan orientasi tindakan, sebagai berikut:
1. Tindakan Instrumental Rasional (Zweckrational)
Tindakan instrumental rasional ditentukan berdasarkan harapan terhadap
perilaku orang lain atau melibatkan pluralitas sarana sebagai syarat untuk mencapai
tujuan. Dengan cara ini tindakan menjadi sangat instrumental.54 Tindakan
zweckrational adalah membandingkan tingkat rasionalitas yang ditunjukan oleh
individu-individu. Bagaimana seseorang mempertimbangkan cara apa yang
digunakan sebagai syarat atau kriteria untuk mencapai satu tujuan ekonomi atau
materi.
Dicontohkan dengan tindakan seorang insinyur yang sedang membangun
jembatan atau seorang jenderal yang ingin meraih kemenangan perang. Dalam kedua
kasus ini tindakan zweckrational dibedakan oleh fakta bahwa aktor tersebut
memahami tujuannya dengan jelas dan menggabungkan sarana dengan maksud untuk
mencapainya.
54 Ibid, 23.
29
2. Tindakan Value-Rational (Wertratonal)
Tindakan itu rasional dikaitkan dengan kesadaran akan nilai tertentu. Tindakan
ini terjadi ketika individu menggunakan rasional, yaitu cara mencapai tujuan berbasis
nilai etika, estetika, agama atau bentuk perilaku lain yang terlepas dari prospek
keberhasilan.55
3. Tindakan Afektif (especially emotional)
Tindakan ini ditentukan oleh kondisi emosi aktor. Tindakan semacam itu
adalah antitesis rasionalitas, karena aktor yang bersangkutan tidak dapat tenang,
dengan menghilangkan penilaian hubungan antara tujuan akhir dan sarana atau
instrumen yang seharusnya digunakan untuk mencapai tujuan ini.56
4. Tindakan Tradisional
Tindakan tradisional terjadi ketika tujuan dan sarana tindakan ditetapkan oleh
adat dan tradisi.57 Apa yang penting dari tindakan tradisional adalah bahwa tujuan
akhir diambil begitu saja dan tampaknya wajar bagi aktor yang bersangkutan karena
mereka tidak dapat memahami kemungkinan tujuan alternatif. Ini adalah tindakan
yang dipandu oleh adat istiadat dan kepercayaan jangka panjang yang menjadi
kebiasaan.
55 Ibid,.56 Ibid,.57 Ibid,.
30
Perlu untuk membicarakan konsep relasi sosial sebagai istilah yang sering
digunakan oleh kebanyakan aktor sejauh menjadi isi yang bermakna tindakan. Relasi
sosial menujuk kepada perilaku dari pluralitas para aktor sejauh tindakan masing-
masing saling mempertimbangkan satu dengan yang lain dan diorientasikan dalam
relasi tersebut. Dengan begitu, relasi sosial terdiri dari pobabilitas yang
memungkinkan adanya rangkaian tindakan sosial penuh makna, Probabilitas
tindakan-tindakan ini berkaitan dengan kekuasaan (power), secara khusus dominasi
(domination).58
Weber mendefinisikan kekuasaan sebagai kemungkinan di mana seorang aktor
dalam satu relasi sosial akan berada pada posisi melaksanakan kehendaknya sendiri
walupun akan mendapatkan perlawanan (resistensi), tanpa memperdulikan basis
pada mana kemungkinan tadi berasal. Bagi Weber, dominasi merupakan sebuah
kasus khusus dari kekuasaan. Weber merumuskan dominasi menujuk pada kondisi di
mana perintah dengan isi khusus akang ditaati oleh orang-orang dalam kelompok
atau relasi sosial tertentu. Jadi dominasi adalah suatu kondisi probabilitas di mana
58 Ibid, 53.
Gambar 1. Tipe Orientasi Tindakan Sosial Weber
31
seseorang yang bertindak dalam kuasa memberikan perintah kepada anggota
kelompok sosial dan mentaatinya.
Weber membedakan dua jenis dominasi, yaitu; pertama, dominasi karena
kekuasaan ekonomi adalah dominasi karena monopoli, sumber-sumber daya
ekonomi. Kedua, dominasi karena kepemilikan otoritas formal, seperti berlangsung
dalam lingkungan birokrasi negara atau pemerintahan dan ketentaraan. Kedua jenis
dominasi ini dalam praktiknya sulit dibedakan dengan tegas, karena keduanya saling
terkait dan mempengaruhi. Walaupun demikian, Weber dalam mengembangkan
konsep sosiologinya berkonsentrasi pada dominasi kepemilikan otoritas formal. Hal
yang perlu menjadi perhatian adalah bahawa perintah-perintah dari atasan diranggapi
dengan komitmen positif dan ditaati secara sukarela. Karena perintah-perintah itu
diterima sebagai kebenaran norma.
Weber mengatakan dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, sebagai
berikut:
1. Orientasi tindakan aktor sangat penting untuk sebagai kriteria untuk untuk
melakukan definisi. Orientasi tindakan aktor sangat beragam. Sifat orientasi
tindakan dalam relasi sosial dalam kemunculannya: konflik, daya tarik
seksual, persahabatan, sistem kelas, persaingan, ekonomi, dll. Ini semua
mengarah pada pada definisi relasi aktor dalam perkumpulan.
2. Walau demikian, relevansi makna tindakan sosial dalam hubungan relasi
sosial dapat dijelaskan. Ada makna yang bersifat eksklusif dari setiap
orientasi tindakan sosial, sepeti: gereja, negara, asosiasi, dan ritual
perkawinan.
32
3. Makna subjektif tidak harus sama untuk semua pihak yang saling berientasi
dalam hubungan relasi sosial. Persahabatan, cinta kesetiaan, patriotisme
selalu berhubungan dengan orang lain sebagai bentuk timbal balik. Di lain
pihak, masing-masing mengartikan makna yang berbeda dari setiap makna
tindakan dan relasi sosial.
4. Relasi sosial dapat menjadi karakter hubungan sementara. Jika
kemungkinan hubungan itu berulang, maka ada makna subjektif sebagai
konsekuwensi tindakan yang diharapakan. Hubungan semacam ini dinilai
memiliki hubungan probabilitas berdasarkan sikap subjek individu.
5. Makna subjektif relasi sosial bisa berubah, ketika hubungan politik
berdasarkan solidaritas berkembang menjadi konflik kepentingan sebagai
sebuah perubahan baru. Ada kemungkinan terjadi perubahan makna
subjektif atau tetap konstan.
6. Konten makna tetap stabil apabila dalam relasi sosial mengharapakan
ketaatan oleh semua pihak sebagai mitra.
7. Makna relasi sosial dapat disepakati bersama. Bahwa semua pihak
bersepakat untuk melakukan kesepakatan ke arah masa depan. Semua pihak
mempertimbangkan itu sebagai tindakan rasional dari sebuah perjanjian.
Tindakan rasional sebagai sebuah fakta, memberikan derajat subjektif dalam
arti kesetiaan, tetapi sebagian juga menjadikan itu sebagai motivasi rasional
untuk melakukan kewajiban yang harus dipatuhi.59
59 Ibid, 26-28.
33
Weber mengemukakan pendapatnya bahwa ada tiga tipe ideal otoritas kredibel
dalam sejarah, yakni otoritas tradisional, otoritas kharismatik, dan otoritas rasional-
legal.60 Tipe-tipe ini bertolak dari pendasaran validitas atau legitimasi
otoritas/dominasi.
Weber mendefinisikan ketiga otoritas legitimasi, sebagai berikut; Pertama,
Otoritas tradisional: didasarkan pada keyakinan-keyakinan akan kekudusan dari
tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang telah berakar dalam kehidupan masyarakat.
Tipe dominasi ini oleh kepala-kepala suku, para patriark dan aristokrat feodal.
Kedua, otoritas kharismatik: didasarkan pada pemujaan akan heroisme atau daya
tarik personal seorang tokoh heroik serta pola-pola normatif atau tatanan yang
diwahyukan atau ditahbiskan oleh tokoh itu. Sebagai contoh: pemimpin revolusioner,
nabi-nabi dan pahlawan menjalankan otoritas atau dominasi tipe ini. Ketiga, otoritas
rasional-legal: didasarkan pada aturan-aturan yang dibuat secara sengaja dan
diberikan kepada pemegang jabatan resmi dalam suatu komunitas atau organisasi.
Para birokrat dan para pejabat pemerintah memiliki otoritas rasional-legal ini.
Otoritas rasional-legal merupakan tipe utama dalam budaya masyarakat
modern yang berorientasi tindakan rasional—masyarakat berbudaya rasional.
Tindakan sosial masyarakat modern dibangun atas dasar otoritas rasional-legal.
Artinya tindakan manusia dalam konsteks interrelasi dan interaksi sosial individu
didasarkan pada aturan-aturan yang dibuat secara sengaja, rasional, konsisten dan
besifat formal dalam suatu komunitas atau oraganisasi. Aturan-aturan merupakan
kode resmi yang mencakupi setiap orang dalam komunitas atau oraganisasi tertentu.
60 Ibid, 215.
34
Ini berkembang menuju dan dalam konteks organisasi rasional. Prinsip karakteristik
kerja staf administratif birokrasi adalah, sebagai berikut:
(1)Mereka bebas dan tunduk hanya pada otoritas hanya ataskewajiban resmi mereka; (2) Mereka adalah pribadi diaturdalam hirarki kantor yang jelas; (3) Setiap kantor memilikilingkup kompetensi yang jelas dalam pengertian hukum; (4)Kantor diisi oleh hubungan kontrak bebas. Dengan demikian,pada prinsipnya ada pilihan bebas; 5) Calon dipilih berdasarkankualifikasi teknis; (6) digaji oleh perbaikan gaji uang; (7) Kantordiperlakukan sebagai satu-satunya, atau paling tidak pekerjaanutama dari kedudukan; (8) Ini merupakan sebuah karir Adasistem promosi sesuai dengan senioritas atau pencapaian, ataukeduanya promosi bergantung pada penilaian superior; (9)Pejabat bekerja sepenuhnya terpisah dari kepemilikan saranaadministrasi dan tanpa penilaian posisinya; 10) Dia tunduk padadisiplin dan kontrol yang ketat dan sistematis dalammenjalankan kantor.
Weber juga mengungkapkan bahwa dominasi birokrasi mempunyai
konsekuwensi sosial, yakni (1) kecenderungan peningkatan perluasan basis
rekrutmen berdasarkan teknik, (2) kecenderungan pertumbuhan plutokrasi,61 (2)
dominasi spirit impersonal formalistik.
Weber menunjukkan bahwa birokrasi dan kapitalisme berjalan bergandengan
tangan. Kultur rasionalisasi dan spirit birokrasi ini berkembang menjadi fenomena
birokratis masyarakat, yang menimbulkan kekhawatiran tentang fenomena penjara
waktu: birokrasi (dan kapitalisme) menjadi penjara besi bagi masyarakat—sistem
dan struktur birokrasi mengalami proses kekakuan, menjadi kaku atau keras dan
tidak bisa diubah.
61 Sistem pemerintahan berdasarkan suatu kekuasaan atas dasar kekayaan yang dimiliki. Ploutos yangberarti kekayaan dan Kratos yang berarti kekuasaan.
35
Menghadapi proses dan konsekuwensi sosial osifikasi (kekakuan) ini, Weber
menujuk pada peran kepemimpinan kharismatik untuk menghidupkan kemabali
energi dan dinamika birokrasi.
Weber juga menunjukkan bahwa proses kemuduran kharisma bisa terjadi di
dalam struktur kelembagaan permanen, ketika kharisma memasuki rutinitas
mengikuti dinamika kehidupan sehari-hari yang telah terinternalisasi, di mana
kharisma mulai mengalami proses strukturasi atau institusionalisasi. Tercangkok di
dalam sistem kerja mekanik birokrasi, sehingga kharisma menjadi sekedar opname
mekanik dari struktur atau institusi.
2.4 Ruang Publik
Dalam konteks perubahan sosial, tawaran pendekatan atau cara kerja
berdasarakan teori sosiologi klasik seperti Karl Marx merupakan antipati yang
menciptakan kesenjangan antar kelas sosial. Artinya, akan melahirkan proses
dominasi tiada henti. Melahirkan fobia sosial, mewariskan kecemasan-kecemasan
antar relasi dan memperuncing permusuhan antar kelas sosial.
Jurgen Habermas menawarkan pendekatan lain dalam ketegangan filsafat dan
ilmu pengetahuan sosiologi. Teori kritis Habermas lahir sebagai kritik tehadap
kebekuan ilmu pengetahuan terhadap satu kutub permasalahan empiris, yaitu
idiologi. Kritik tersebut membidik bentuk-bentuk penindasan idiologis, yang
melanggengkan konfigurasi masyarakat dalam hal emansipasi, melanggengkan status
quo satu kelas masyarakat tertentu.
36
Kedalaman teori ini akan banyak dipengaruhi oleh karya Habermas tentang
“The Struktural Transformation of the Public Sphere: An Inguiry into a Catagory of
Bourgeois Society” sebagai acuan menelisik konsep ruang publik. Gagasan-gagasan
ini dibangun atas pergolakan sosial abad dunia Barat: Inggris, Perancis, dan Jerman
di penghujung abad 18 dan 19.
Dalam pengantar awal, Habermas membedakn istilah publik dan ruang publik
dalam penggunaan oprasional istilah berdasarkan kemiripan makna antar kedua kata.
Istilah ini secara sosio-sejarah dalam dunia insdusti maju berakar sebagai tahap-tahap
perubahan negara dan kesejahteraan sosial. Kedua diksi ini merupakan warisan
bahasa yang sulit diungkapkan dalam kerancuan makna.62
Habermas berupaya meletakan istilah-istilah ini sebaik mungkin. Dalam peran
dan tindakan seperti itu kesadaran tehadap satu konteks yang disebut ruang publik
perlu dibangun. Dalam warisan Yunani kuno sampai Romawi kuno, ruang “sphare”,
ruang publik dimengerti sebagai konsep polis yang terbuka bagi warga negara yang
merdeka. Konsep ruang publik ingin mendorong partisipasi warganegara untuk
mengubah praktik sosio-politik. Oposisi kata ini yaitu, Oikos adalah ruang individu
yang hidup sendiri-sendiri.63 Kehidupan publik yaitu, bios politikos, berlangsung
seperti pasar.
Dalam konteks ini untuk mendudukan tepat pada konteksnya, ruang publik
roma bermacam-macam, seperti pengadilan, satadion, orang asing yang dipanggil
oleh mejelis rakyat. Habermas, menyatakan bahwa konsep ini diketahui dalam tatan
62 Jurgen Habermas, The Struktural Transformation of the Public Sphere: An Inguiry into aCatagory of Bourgeois Society, Terj, Thomas Burger, (Firts MIT Press: Cambridge, 1991), 1.
63 Ibid, 3.
37
politisnya, dibangun berdasarakan tatanan ekonomi perbudakan patrimonial. Warga
negara dibebaskan dari kerja produktif sebagai otonomi privat, hadir sebagai kepala
rumah tangga yang jadi tempat partisipasi publik.64 Ruang privat diletakan pada
rumah tangga. Berarti kekayaan, kekuasaan dan kontrol terhadap tenaga kerja,
kepemilikan budak, dianggap sebagai kepala rumah tangga dan di akui oleh polis,
yang didasarkan pada status sebagai penguasa.
Menurut Habermas, dua istliah publikus dan privatus, merupakan dinamika
kelompok kelas dalam kondisi seistem dominasi feodal yang didasarkan pada
otoritas rakyat jelata dan ninggrat. Walaupun begitu, dengan pertimbangan
pengorganisasian ekonomi dan kerja sosial berlangsung di dalam rumah tangga.
Tetapi bahwa proses produksi dalam posisi sebagai feodal tidak dapat di samakan
dengan otoritas privat. Keduanya memiliki kedaulatan tinggi-rendah namun sulit
diberi batas yang jelas.65
Publikus dan privat pada di kemudian pada konteks Jerman mengalami
pergeseran makna. Makna privat yang khusus dikenakan juga pada feodal dengan
hak khusus. Istitilah ini lebih menujuk pada sipil yang dapat memberi perintah. Kata
“ketuanan” dan “publikus” dianggap sinonim dan “kepublikan” (publicare)
diartikan sebagai memerlukan seorang tuan. Bahkan makna kata itu ambigu,
diartikan sebagai komunal, dapat diakses oleh semua tanpa hak khusus.66
Habermas menyatakan, secara sosiologis kalau diacu pada kriteria lembaga,
ruang bublik dalam pengertian dapat dibedakan dari ruang privat belum dapat
64 Ibid,.65 Ibid, 5.66 Ibid, 6.
38
dibuktikan sampai pada abad pertenagahan. Ia mencontohkan ketuanan raja inggris
yang menikmati “kepublikan”, ini disebabkan ketuanan yang direpresentasikan.
Konsep representasi/perwakilan dalam pengertian seperti ini telah menjadi turunan,
bahkan dijamin dalam konstitusi, yang menyatakan representasi/perwakilan dapat
dilakukan hanya dalam urusan-urusan publik ataiu sebaliknya untuk urusan privat
tidak bisa diwakilkan.67
Tegasnya, representasi/perwakilan merupakan kepura-puraan dalam membuat
sesuatu, yang tidak nampak menjadi nampak melalui kehadiran publik. Kata-kata
seperti kesepurnaan, ketinggian, keagungan, kejayaan, kehormatan dan kemuliaan
berusaha mencirikan kekhasan dari satu mahkluk yang sanggup mewakili atau
merepresentasi ini. Representasi juga menujuk pada pementasan publisitas dari
kekuasaan feodal kerajaan dan gereja, yakni para uskup, kesatria, bangsawan dan
para penguasa kota yang di undang kaisar untuk berkumpul, sebagai perkumpulan
delegasi, maka bukan ini yang dimaksudkan. Tetapi selama mereka berasal dari di
dalam wilayah negeri itu sendiri, inilah yang dimaksudkan representasi.68
Kendurungan mendominasi di akhir abad ke-18, kekuasaan feodalisme gereja,
para penguasa dan kaum bangsawan yang menjadi representasi publik tepecah.
Status gereja pun berubah menjadi urusan privat pada masa reformasi, otoritas yang
diwakilkan agama menjadi urusan privat. Kaum bangsawan, elemen prerogatif
politik, birokrat, milter, parlemen, dan peradilan menjadi urusan publik.69
67 Ibid, 7.68 Ibid,.69 Ibid, 11-12.