27
STULOS 18/1 (JANUARI 2020) 26-52 TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT POLITIS Togardo Siburian Sekolah Tinggi Teologi Bandung Abstrak: Artikel ini mengkaji konsep kenabian sebagai jalan pemikiran Injili dari tugas dan panggilan teologinya pada situasi kekinian. Selama ini dianggap teolog seminariannya mandegpada kajian doktrinalnya dalam pergumulan konteks yang sebenarnya sudah dicanangkan dalam konfesi-konfesinya sedunia, misalnya Perjanjian Lausanne. Kajiannya akan menggunakan studi literatur Injili sambil belajar dari beberapa kaum yang dianggap non-Injili. Ternyata prinsip-prinsip Injili dalam panggilan kenabian tersirat dan tersurat dalam poin-poin Lausanne dari pertama sampai ketiga. Jalan ini adalah tantangan perluasan untuk teologi dalam konteks, khususnya sebagai pintu ke dalam kajian doktrin-doktrin Injili yang teraplikasi dalam situasi real. Sekaligus juga kesempatan untuk pencarian relevansi-relevansi teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai agen ilahi di dunia. Kata Kunci: kenabian, kaum injili, Gerakan Lausanne, masyarakat politis, kontekstualisasi teologi Abstract: The article examines concept of prophetic as evangelical thought way of theological duty and vocation in the current situation. During this time the seminarian theologian is considered stagnant in his doctrinal studies in his contextual struggle, which has actually been proclaimed by his world confessions, such as the Lausanne agreement. This article used the study of evangelical literature itself while learning from some people who are considered non-evangelicals. It turns out that the evangelicals principles in the prophetic vocation are implied and explicit in Lausanne points from first to third. This is the challenge of expanding to theology in context, especially as a doorway into the study of doctrines that are applied in real situations. It is also an opportunity to search for the relevance of Evangelical theology to the problem of humanity in which the church is a divine agent in the world. Keywords: prophetic way, evangelicals, Lausanne Movement, contextualization of theology, political society

TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

STULOS 18/1 (JANUARI 2020) 26-52

TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN

MASYARAKAT POLITIS

Togardo Siburian

Sekolah Tinggi Teologi Bandung

Abstrak: Artikel ini mengkaji konsep kenabian sebagai jalan pemikiran Injili

dari tugas dan panggilan teologinya pada situasi kekinian. Selama ini

dianggap teolog seminariannya “mandeg” pada kajian doktrinalnya

dalam pergumulan konteks yang sebenarnya sudah dicanangkan

dalam konfesi-konfesinya sedunia, misalnya Perjanjian Lausanne.

Kajiannya akan menggunakan studi literatur Injili sambil belajar dari

beberapa kaum yang dianggap non-Injili. Ternyata prinsip-prinsip

Injili dalam panggilan kenabian tersirat dan tersurat dalam poin-poin

Lausanne dari pertama sampai ketiga. Jalan ini adalah tantangan

perluasan untuk teologi dalam konteks, khususnya sebagai pintu ke

dalam kajian doktrin-doktrin Injili yang teraplikasi dalam situasi real.

Sekaligus juga kesempatan untuk pencarian relevansi-relevansi

teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada

sebagai agen ilahi di dunia.

Kata Kunci: kenabian, kaum injili, Gerakan Lausanne, masyarakat politis,

kontekstualisasi teologi

Abstract: The article examines concept of prophetic as evangelical thought way

of theological duty and vocation in the current situation. During this

time the seminarian theologian is considered stagnant in his doctrinal

studies in his contextual struggle, which has actually been proclaimed

by his world confessions, such as the Lausanne agreement. This

article used the study of evangelical literature itself while learning

from some people who are considered “non-evangelicals”. It turns

out that the evangelicals principles in the prophetic vocation are

implied and explicit in Lausanne points from first to third. This is the

challenge of expanding to theology in context, especially as a

doorway into the study of doctrines that are applied in real situations.

It is also an opportunity to search for the relevance of Evangelical

theology to the problem of humanity in which the church is a divine

agent in the world.

Keywords: prophetic way, evangelicals, Lausanne Movement, contextualization

of theology, political society

Page 2: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

TEOLOGI KENABIAN INJILI 27

PENDAHULUAN

Absennya pemikiran kenabian Injili selama ini sering membuat gereja-

gereja Injili berdiam diri mengenai problem kemasyarakatan. Konon hal

itu karena merasa bahwa pelayanan masyarakat adalah tugas pemerintah,

sementara tugas gereja hanyalah hal-hal rohani. Padahal gerakan Injili

adalah gerakan keprihatinan sosial sebagai imbas dari gerakan teologis-

doktrinal dalam gerakan pemberitaan Injil yang holistik. Sebagai gerakan

teologis, kebanyakan teolog Injili, khususnya di Indonesia cukup puas

dengan hanya berkutat dalam pengulangan-pengulangan pendapat dan

rumusan Barat (masa lalu). Padahal kesadaran aksiomatis mengakui

“tidak dapat berteologi dari ruang kosong”. Kurangnya keberanian untuk

mengaplikasikan doktrin-doktrin ortodoksnya pada situasi dan kondisi

kontekstual kekinian membuat para pelajar Injili tidak bisa menelurkan

pemikiran fresh di zamannya, karena takut dicap “sesat” atau

“ekumenis”. Padahal tanpa berpemahaman ekumenisme pun, kaum Injili

harus memikirkan isu kontekstual tersebut sebagai keniscayaan studi

“teologi”.

Selama ini, peran teologis Injili menjadi mandeg dalam hal

keadilan dan kemanusiaan yang dianggap urusan duniawi, lalu berfokus

pada hal-hal doktrinal saja. Doktrin Injili mengabaikan konteks situasi

dan kondisi kekinian, tetapi hanya mengulang-ulang pendapat para

popular dari Barat masa lalu dan kurang berempati pada pergumulan

aktual gereja-gereja. Artinya, sarjana Injili tidak proaktif untuk mencari

jalan keluar dalam refleksi teologis yang segar di lapangan hidup konkret,

khususnya apa yang disebut “refleksi kenabian”. Padahal kenabian Injili

dapat dikaitkan dengan keprihatinan gereja-gereja sebagai tiang dan dasar

kebenaran, termasuk pada isu-isu ketimpangan masyarakat.

Pemahaman teologis itu harus dimulai dengan berpikir kritis dan

evaluatif dalam prinsip kenabian Kristus yang terkait pula dengan nilai-

nilai etis Kerajaan Allah. Walau fakta peristiwa berlainan dari zaman ke

zaman, namun problem kemanusiaannya tetap sama sampai masa kini.

Karena itu, di setiap zaman umat Allah mempunyai panggilan tugas

kenabian sendiri-sendiri berdasarkan pesan Allah yang kekal, pada

Page 3: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

28 STULOS: JURNAL TEOLOGI

problem-problem aktualnya.1 Keprihatinan etis Injili dimungkinkan untuk

disalurkan melalui tugas kenabian agar menjadi “suara kepada orang

yang membutuhkan.” Di sini kaum Injili harus belajar memaknai konsep

profetisnya sebagai refleksi teologis yang lebih luas tempat gereja-gereja

berada dan berbicara dari sudut nilai-nilai kekal ilahi. Memang kaum

Injili tidak menyangkali bahwa karya kenabiannya masa kini harus

menyadari dasar-dasar otoritas firman Allah sebagaimana “prophetic

ministry tries to require action as well as words”.2 Dalam hal ini adalah

usaha pengaplikasian visi ilahi pada situasi masa sekarang; tanpa harus

terjatuh ke dalam gagasan sekularisme Kristen yang sering dilakukan

oleh kaum non-Injili. Di sini peran dan suara kenabian sejalan di dalam

gereja-gereja yang memerangi ketidakadilan, membela hak-hak orang

terpinggirkan dan kaum tertindas, di dalam kebenaran dan keadilan.

Memang perlu dijernihkan juga, bahwa akhir-akhir ini pengertian

kenabian itu sendiri dipakai oleh kelompok Neo Karismatik yang

belakangan mengklaim sebagai sub-kultur gerakan Injili yang besar di

dalam sejarahnya, sejak Reformasi. Sebagai sub-kultur Injili, kaum

Karismatik memang sedang mendominasi panggung dan organisasi

gerakan Injili ini, serta memahami tugas pesan profetik secara sebatas

mistik-individual, dengan sebutan prophetic movement yang konon

bertujuan untuk “memulihkan jabatan nabi dan karunia nubuat dalam

gereja” pada masa kini (Ef. 6:4).3 Makna kenabian kaum Karismatik

bukan lagi soal peran dan suara kebenaran di masyarakat riil lagi, tetapi

menyempit pada soal-soal pesan “mistis” dalam kata-kata futuristik

untuk dipergunakan secara mental psikis dalam pengembangan potensi

manusia dengan sugesti keyakinan dan memotivasi diri untuk sukses saja.

Dengan kerangka keagamaan yang “ngeroh” berdasarkan apa yang

disebut dengan “rhema” sebagai suatu “firman atas firman” dan diklaim

1Lih. J. Philips Hyatt, Prophetic Religion: In Search for The Ideas of the

Religion on Which Jesus Built (Nashville: Abingdon Press, nd.), 176-7. 2Morton T. Kelsey, Prophetic Ministry (New York: Crossroad Pub. Co.

1982), viii. 3Lih. Bill Hammon Jebakan-Jebakan dan Prinsip Nabi (Jakarta: Metanioa,

2008), xi, 6,7. “Bill Hammon inilah yang diklaim sebagai salah satu nabi pada

zaman kita.”

Page 4: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

TEOLOGI KENABIAN INJILI 29

sebagai ‘inspirasi Roh” (berdasarkan teks Roma 10:17).4 Maka

lengkaplah pemahaman ini menyempitkan makna kenabian Alkitab

karena pemahaman “logos” Alkitab yang tidak menyeluruh, sebagai

keutamaan dalam Injili selama ini. Singkatnya, istilah ”profetik” dalam

karismatik sudah dikaburkan dengan makna kebenarannya oleh dalil

literaliasi Alkitab. Pelayanan profetik demikian tidak lagi melihat

kondisi kemanusiaan yang berkembang secara dinamis di dalam

kehidupan riil masyarakat suatu daerah, di mana gereja-gereja berada.

Untuk itu, kita dapat memahami apa yang dikatakan Peter Hicks

“pentacostals/charismatic movement … familiar throughout

evangelicalism” walau pemahaman teologis mengenai wahyu Allah

sangat berlawanan, khususnya pada tekanan tekanan isu-isu “spesific

interest on prophecy, tongues, feeling, body luminaire verstehen,

symbolic action, picture dan non verbals flerms.5 Dan dengan kerangka

pemahaman seperti itulah, kaum Karistmatik mengerti “nubuatan” dan

kenabian yang selalu dikaitkan secara ekstrim dengan kegiatan

“spektakular” keagamaan. Sedangkan “for evangelicals, call to engage

with the world necessarily means a call to engage theologicaly, to

integrate their theological understanding and beliefs with everythings

else”.6 Untuk itulah, kaum Injili harus melihat kembali isu kenabian dari

perspektif teologi yang lebih komprehensif dalam kemanusiaan yang

holistik agar dapat berguna sebagai arah-arah pemikiran doktrinal yang

lebih besar lagi dalam praktik-praktik gereja-gereja Injili.

Tulisan ini ingin melihat konsep-konsep pemikiran teologis lebih

lanjut mengenai tema kenabian yang otentik pada situasi keprihatinan

sosial yang sehat dalam masyarakat riil, sesuai dengan apa yang

diamanatkan Lausanne. Dengan demikian, diharapkan doktrin yang

teraplikasi pada konteks masyarakat lebih terbuka sehingga dapat dilihat

sebagai petunjuk bagi gereja-gereja pada masa kini, tanpa terjatuh

sosialisme teologis dan pengandalan akan pragmatisme.

4Ibid., 124-125.

5Lih. Peter Hick, Evangelicals and Truths, A Creative Proposal for a Post-

modern Age (Leicester: Apolos, 1998), 130. 6Ibid., 131.

Page 5: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

30 STULOS: JURNAL TEOLOGI

KEPRIHATINAN SOSIAL YANG TERABAIKAN

SEBAGAI KONTEKS BERTEOLOGI INJILI

Signifikansi dari Keprihatinan Sosial Injili

Khususnya, kaum Injili yang agak ketinggalan dalam arena ini, namun

kita harus mulai melihat peran dan tugas kenabian Kristen sebagai

penuntun pelayanan misional gereja-gereja di publik. Ini adalah orientasi

gagasan transformasi Kristen yang didasarkan pada natur Injil dan kuasa

Firman Allah yang dapat menerapkan dirinya sendiri dalam pelebaran

Kerajaan Allah. Ini sekaligus menghindari apa yang dialami kaum non-

Injili yang lebih dahulu menyadari pentingnya tugas dan tanggung jawab

sosial gereja-gereja, tetapi terjatuh dalam cara-cara politik dan

menjadikan gereja sebagai kendaraan arena perpolitikan praktis.

Singkatnya, gereja-gereja membonceng kendaraan politik dan berlindung

pada kekuasaan politis untuk tugas rohaninya.

Konsep keprihatinan gereja dalam konteks dunia sosial,

diasumsikan bahwa kerangka pemikiran Injili mengenai agama dan

politik dimulai dengan keberadaan gereja di tengah-tengah masyarakat.

Di sini fakta sekularitas tidak identik dengan sekularisme sebagai usaha

sekularisasi yang anti agama, tetapi suatu prinsip hidup kebersamaan di

atas semua golongan yang berbeda. Hal ini mengingat beberapa

kejatuhan dalam politisasi agama dan agamisasi politis dalam pengaruh

fundamentalis dan ekumenis. Walau ada gereja-gereja ekumenis

menyadari pentingnya tugas dan tanggung jawab sosial gereja kepada

komunitas masyarakatnya. Beberapa terjatuh dalam cara-cara politik dan

menjadikan gereja sebagai kendaraan arena perpolitikan praktis atau

gereja membonceng politik untuk tugasnya. Ini adalah suatu tindakan

inkonsistensi dalam teologi Injili dan harus dihindari. Kemungkinan

keprihatinan etis Kristen dapat disalurkan melalui pelayanan kenabian

gereja.

Dalam hal ini, secara etis, partisipasi dan peran pemikiran Injili

dalam arena politik masyarakat harus bersifat “apolitis” juga; lalu

memperhatikan himbauan John Stott mengenai “doktrin yang lebih

komplit” dalam pemahaman teologi Injili, agar rumusan doktrinalnya

Page 6: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

TEOLOGI KENABIAN INJILI 31

yang kosong dan tidak terkait dengan isu-isu sosial kemasyarakat..7

Pemikiran Injili berdiam diri karena merasa tugas sosial adalah wilayah

pemerintah. Sementara tugas gereja hanyalah yang rohaniah dan

memberitakan Injil, dalam dikotomi dualisme wilayah yang tanpa relasi

konsultasi dan diskusi adalah salah juga secara teologis, karena ada

hubungan koordinasi teologis. Secara eklesiologis salah satu fungsi

gereja di tengah-tengah dunia dan masyarakatnya adalah pelayanan

profetik. Pada skop yang paling umum, pelayanan profetik Kristen

adalah suatu jenis tugas gereja untuk berbicara dalam memperjuangkan

hak-hak orang kecil, kaum marginal dan yang tertindas karena

mengalami ketidakadilan sosial. Dari sana tugas profetik gereja-gereja

adalah untuk memperjuangkan keadilan bagi kaum tertindas pada masa

tertentu. Sebenarnya tugas ini ditinggalkan oleh Tuhan “Sang” Kepala

Gereja di dalam gereja-gereja sampai masa kini dan berdasarkan jabatan

kenabian Yesus yang masih diberlakukan setelah kebangkitan dan

kenaikan-Nya ke sorga, bahkan sampai Ia datang kembali. Jabatan Tuhan

Yesus sebagai Nabi terkait dengan jabatan Imam dan Raja pada gereja

untuk dilakukan.

Gereja-gereja sebagai Institusi Kenabian Injili

Gereja harus menangkap aspirasi dan menjadikan inspirasi pembelaannya

bagi orang yang terpinggirkan dan terendahkan. Di sinilah pentingnya

gereja-gereja yang Injili, khususnya di tengah-tengah penganiayaan

sekarang, mengingat kembali apa yang dikatakan sebagai “confessing

church” yang oleh Bloesch dimengerti bukan hanya sebatas kredo gereja

yang dogmatis-intelektual dari masa tertentu, tetapi adalah suatu

pemikiran yang selalu mengaku secara terang-terangan bahwa Yesus

Kristus adalah Tuhan dan Injil sebagai suatu yang krusial bagi budaya

dan waktu kita.”8 Gereja yang mengaku harus kembali ke akar-akar

7Saya mengulang kembali apa yang pernah diprihatinkan oleh John Stott, Isu-

isu Menghadapi Kepemimpinan Kristen, terj. (Jakarta: OMF/YKBK, 1989), 14, dst.

Beliau mensinyalir adanya apa yang disebut “hikmat gadungan” dalam

kepemimpinan Injili di abad 20 lalu. 8Donald G. Bloesch, The Church, Sacraments, Worship, Ministry and

Mission (Downers Grove: InterVarsity Press, 2002), 266.

Page 7: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

32 STULOS: JURNAL TEOLOGI

pengakuannya yang otentik dan original harus berdasarkan prinsip-

prinsip profetik yang Injili.

Selanjutnya, ortodoksi (rasuli dan universal) bukanlah sekedar

pengakuan lokal atau denominasionalisme yang sempit dan

menyombongkan golongan sendiri dalam eksklusivisme fundamentalistik

yang merobek hakikat Gereja sebagai Tubuh Kristus dalam tugas-tugas:

pemberitaan firman, ibadah, dan persekutuannya. Konfesi iman yang

demikian adalah bukti mendasar bahwa adanya disiplin doktrinal dan

proklamasi Firman. Namun secara ideal “proklamasi gereja bukanlah

berdasarkan pada konfesi iman, karena beritanya akan terjatuh sebatas

ekspresi iman dan isi gereja.9 Jadi, “gereja yang mengaku” adalah

kehidupan yang mengaku, sedangkan pengakuan iman hanyalah salah

satu bukti, di mana konfesi sebagai hasil dari kepanitiaan beberapa orang.

Selanjutnya pada masa kini, gereja harus melihat konfesi yang

benar yang secara khusus adalah produk “prophets crying in the

wilderness rather than church councils preoccupied with survival on the

church as a social institution.”10 Konfesi kontemporer harus bernilai

kekekalan, karena kalau tidak akan menjadi denominasionalisme lagi.

Karena itu “a confession of faith may well involve critique of both

society and religion. It will seek not only to hear the word of God in the

Scripture but also to discern the hand of God in the tomes. It will proceed

from the Word to the world, refusing to drive its agenda from the world

but rather endeavoring to apply God’s agenda to the world.”11 Karena itu

kita dapat mengerti maksud Stanley Grenz dalam “basic for theology is

not the church its self, but the specifically Christian experience-

facilitating interpretative frame work”. Sejalan dengan itu, maka

pandangan Reformed mengenai “the church is basic in theology”

dimengerti sebagai “ … the community in which faith is present. Leads to

the reflection on faith that is called theology”12. Saya kira ini harus

9Ibid.

10Ibid., 268.

11Ibid.

12Diskursus ini ditemukan dalam bahasan “the integrative motive if

Evangelical Theology” dari Stenlay Grenz dalam Renewing The Center: Evangelical

Theology In a Post-theological Era (Grand Rapids: Baker Academic, 2000), 214.

Page 8: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

TEOLOGI KENABIAN INJILI 33

mendapat perhatian gereja-gereja Injili di Indonesia yang sering senang

“kekristenan rasa keju”. Anugerah Tuhan dan belas kasihan Tuhan tetap

sama dalam hal apapun dan di manapun. Prinsip-prinsip Injili yang digali

dari prinsip Alkitab pun tetap sama bagi gereja manapun, tidak boleh

dikhianati.

Secara keseluruhan, inilah yang disebut sekarang dalam gagasan

misional bagi Gereja Profetik era ini. Kenabian Injili di sini dapat

dikaitkan dengan misional tetapi konsep gereja misional selalu

mengandung spirit kenabian juga. Saya melihat pentingnya kaum Injili

melampaui gagasan misionernya yang ekspansif dengan mengembalikan

kembali prinsip misional gereja-gereja lokalnya yang telah menghilang

selama ini.13 John Driver melihat “misi profetik” yang muncul karena

gagalnya orang-orang dalam peningkatan aktivitas misi untuk memahami

pembaharuan radikal gereja dan hanya menunjukkan ketidakmampuan

untuk penyebaran Injil yang otentik. Akibatnya, berbagai komunitas

Kristen yang radikal tersebut hanya bertumbuh ke dalam dan hanya

melayani dirinya sendiri. Selanjutnya, hal itu terkait dengan misi holistik

dalam ajaran Syalom untuk “visi kenabian tentang misi”.14 Misi kenabian

masa kini terkait dengan prinsip “eklesiologi misional” pada gereja-

gereja yang mencakup banyak bidang kehidupan kontemporer. Bukan

lagi sekedar misi penambahan kuantitas agama, tetapi misi peradaban

dunia. Jadi, sifat misional gereja harus diperhitungkan sebagai hal yang

penting selain sifat misioner dari gerakan Injili sekarang.

Perlunya Kehati-hatian dalam Keprihatian Sosial Injili

Keprihatinan sosial yang dimaksud adalah perhatian dalam misi

pekabaran Injil dalam gerakan Injili. Manifesto Manila dalam Lausanne

Pada halaman yang sama ditekankan juga, “focus of the communal nature of

theology opens the way for introducing community as theology‘s integrative

motive”. 13

Bagi pembaca yang ingin mendalami pokok ini dapat melihat tulisan saya,

“Gereja Misional di Tengah Pergumulan Manusia: Tinjauan Eklesiologis” dalam

Jurnal Teologi Stulos Vol. 16 No. 1 (Januari 2018): 17 dst. (khususnya Sub Judul

“Ketimpangan Misi Injili Selama Ini”. 14

John Driver, Gambaran Gereja dalam Misi, terj. Peter S. Wong (Bandung:

Penerbit STT Bandung, 2010), 226.

Page 9: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

34 STULOS: JURNAL TEOLOGI

2 dikenal secara definitif yang disebut “misi holistik” (whole gospel,

whole church, whole world) dan panggilan misinya terbaru dalam

Lausanne 3 lebih gamblang lagi ditunjukkan bagimana kaum Injili sangat

prihatin pada isu-isu sosial dalam konteks peradaban manusia di dunia.15

Artinya, keprihatinan sosial kemanusiaan dan kemanusiaan bukanlah

melulu tentang keprihatinan kaum Ekumenis, bahkan tanpa menjadi

pemeluk ekumenisme pun kaum Injili sudah mengerjakan dan

memikirkannya dalam misi sedunianya sekarang ini. Hanya gemanya

tidak begitu sampai ke bawah, khususnya para pelajar dan guru Injili di

seminari yang secara tidak sadar terlihat bersikap tertutup dalam

kebodohan fundamentalisme lama. Sehingga kaum Injili sekarang hanya

mengetahui dirinya sebagai gerakan pemberitaan Injil semata-mata.

Konteks kenabian akan hal-hal pergumulan hidup riil adalah

keprihatinan Injil. Ini adalah suatu keprihatinan radikal juga di dalam

tujuan kemesianikan berita Injil yang berdampak pada hal-hal sosial

kemanusiaan-Nya. Untuk itu kaum Injili harus dapat meneladani berita

kenabian mesianik Kristus sebagai contoh atau pola dasar, misalnya

dalam Lukas 4: 18:18-19,

“Roh Tuhan ada pada-Ku ,oleh sebab Ia telah mengurapi Aku,

untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin;

dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan

kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-

orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas,

untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.”

Jelas kenabian Kristus mengandung keprihatinan sosial dalam

konteks tahun Yobel yang rohani dalam masyarakat non emansipatif.

Perhatian kenabian Kristus yang dinubuatkan Nabi Yesaya adalah suatu

perhatian kepada orang miskin, komunitas tersingkir, dan pembelaan

nyata bagi orang yang berdosa, para perempuan, orang sakit yang

15

Saya sebagai dosen di bidang ini selama bertahun-tahunpun sangat kecewa

dengan dosen Injili yang hanya menyangkali bahwa tugas satu-satunya hanyalah

penginjilan, tidak ada yang lain. Para pembaca diharapkan dapat menggoogling

gerakan misi Lausanne dari sejak semula sampai terakhir, karena tidak ada tempat

riil

Page 10: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

TEOLOGI KENABIAN INJILI 35

menjadi korban masyarakat. Di sinilah kaum Injili dapat memetik

pelajaran dari Brueggemann dalam argumen menarik tentang konsep

profetik, “Jesus of Nazareth, a prophet, and more than a prophet we

argue, practiced in the most radical form the mains elements of prophetic

ministry and imagination.”16 Jadi, bukan soal ketertindasan dosa semata,

walapun itu utama dan penting dalam pemikiran Injili. Di sinilah

pentingnya akomodasi teologis dalam pemikiran kenabian Injili yang

tidak kompromi namun dapat bekerja sama dalam menghadapi peradaban

secara adil.

Jalan Akomodasi Teologis dalam Pemikiran Injili

Di sini sikap toleransi Injili adalah penting dalam kerangka pemikiran

akomodatifnya pada pergumulan kekinian manusia. Akomodasi teologis

dalam kaitan ini adalah sarana yang dipakai Allah dalam inspirasi dan

inkarnasi.17 Calvin memaknainya sebagai “accomodating himself to our

ability.”18 Pola ini dapat dipakai sebagai cara berteologi kekinian oleh

kaum Injili sebagai bentuk mengadaptasikan keunikan diri demi

mentransformasikan masyarakat pada situasi kelemahan rohani dunia ini.

Dengan pola ini, tentunya bukan dimaksudkan untuk mengartikan ‘Injil

sudah tidak relevan bagi setiap lokal dan waktu zaman sekarang’. Di sini

McGrath seakan melihat konsekuensi pernyataannya bahwa Injil relevan

16

Walter Brueggemann, The Prophetic Imagination (Minneapolis: Fortress

Press, 1987), 110. 17

Saya pernah membahasnya dalam artikel “Hak[i]kat [Teologi} Teologi

Akomodatif: Suatu Tinjauan Komprehensif” dalam Jurnal Teologi Stulos Vol. 4

No. 1 (Juni 2006): 135-53. 18

Alister McGrath, Evangelicalisme and The Future of Christianity,

(Downers Grove: InterVarsity Press, 1996), 131. Bahkan menurutnya pemikiran

Injili sekarang lebih dikuasai konteks Amerika Utara dan bahkan orang Eropa

daratan, sehingga bagi orang Eropa “evangelicalism” sekarang distereotipkan

sebagai “made in America” (113). Dari sana kita menilai, kalau di Eropa saja sudah

tidak terasa pentingnya gerakan Injili bagi kekristenannya. Apalagi di Asia yang

melihatnya sebagai “rasa keju” itu tidak terasa dan dapat dihidupi selain dinikmati.

Di sini gereja masa depan tetap memerlukan evanglikalisme dalam identitas Kristen

yang solid dan harus terkontekstualisasikan pada pergumulan praksis orang Kristen,

termasuk di dalam kekhususan kenabian gereja.

Page 11: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

36 STULOS: JURNAL TEOLOGI

pada suatu tempat berarti tidak relevan di tempat lain.19 Namun dalam

tulisan ini maksudnya bukan seperti itu; pesan Injil pasti relevan

sepanjang masa karena kekal, tetapi kaum Injli harus mencari relevansi-

relevansi teologisnya bagi gereja di dunia bukan agar efektif, tetapi

sebagai suatu keniscayaan konteks berteologi yang benar. Tetapi hal ini

lebih menunjukkan bahwa relevansi Injil harus dicari pada konteks

segarnya, agar Injil dapat dinikmati dan dimengerti secara normal pada

konteks pengertian dan pengalaman orang berbeda Tentu kebanyakan

seminarian Injili belum dapat menerima hal ini sebagai suatu yang absah

dalam pelayana Injili, khususnya karena perbudakan doktrin westernnya

sehingga menganggap “tabu” panggilan berteologi kontekstual secara

doktrin yang teraplikasi pada konteks riil.

Khususnya mantan-mantan pelajar seminari Injili, selama ini yang

hanya cukup puas dengan label-label teologis yang dibakukan lalu

mempertentangkan, misalnya teologi Reformed versus teologi Asia.

Padahal keduanya bisa berjalan bersama, sebagai prinsip kerangka

berteologi dan skop kontekstual berteologi. Rupanya ciri khas dari

fundamentalisme masih menjadi sandungan yang besar bagi gerakan

teologi doktrinal, sehingga secara salah kaprah menganggap “kekinian”

konteks sebagai hal yang sesat karena dianggap liberal secara doktrinal.

Jadi, bukan berarti harus mengikuti agenda dunia tetapi menjawab

tantangan zaman tempat kekristenan berada sebagai agen transformasi.

Teolog Injili sering menyangkali keniscayaan konteks dalam pemikiran

apapun termasuk teologi dengan postulat “teologi tidak keluar dari ruang

kosong” atau “tidak dapat berteologi di dalam ruang kosong”. Studi

berteologi Injili yang menyangkal konteks adalah mengkhianati maksud

teologi itu sendiri.

Sikap akomodasi Injili dapat dimaknai prosesnya dari yang kuat

kepada yang dirasa lemah, setara dengan prinsip toleransi: keras dalam

hal intrinsik dan lunak pada hal ekstrinsik, sehingga dapat mencari

relevansi yang sesuai sebagai titik temu atau pintu masuk pada dunia

sosial yang berbeda lalu membangun jembatan seagai usaha berteologi.

Dasar teologis yang demikian adalah prinsip inkarnasi Kristus, (Yesus

19

Ibid., 92-93.

Page 12: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

TEOLOGI KENABIAN INJILI 37

Kristus lahir mati dan bangkit, naik ke surga), prinsip inspirasi Alkitab

(organik memakai kata-kata manusia yang terbatas namun ineransi):

prinsip providensi Allah (belas kasihan Allah bagi kelemahan umat-Nya

tanpa membahayakan kekekalan-Nya), dan prinsip etika (garam, terang,

ragi, dan saksi Kristus di dunia tanpa mengkompromikan pesan

keselamatan Injil yang mutlak).

Dalam hal ini kaum Injili dapat saja menghindari pendekatan: 1)

Oposisi dan berkonflik dengan pemikiran dunia non-Kristen, 2) Korelasi

yang mengadaptasi, bahkan mengadopsi pemikiran sekularisme sejalan,

3) Koordinasi yang merelasikan dan mengakomodasi pada kelemahan

pihak lain sambil tetap dalam prinsip-prinsipnya solidnya, 4) Kooperasi

menuju transformasi masyarakat, sebagai puncak peran Injil di dunia.

Keempat pendekatan ini dapat dinamis dan simultan dalam menghadapi

pergumulan masyarakat secara dinamis dan kritis.

Posisi akomodasi yang paling banyak diperdebatkan dan dituduh

sebagai pendekatan kompromi dan sinkritis oleh kaum Injili, mungkin

dikarenakan kekuranglengkapan pengertian. Kaum Injili harus

menyadari ada tanggung jawab teologisnya sebagai “penyambung lidah

Kebenaran” kepada masyarakat luas berdasarkan rumusan teologis yang

akomodatif pada kehidupan sekitar yang dianggapnya lebih lemah secara

iman. Khususnya bagi teologi Injili yang telah dianggap agak ketinggalan

dalam kontekstualisasi arena ini, dapat dipakai sebagai tuntunan

pelayanan dalam masyarakat. Jadi, ada titik masuk untuk melampaui

mandat kultural Injili menuju mandat peradaban masa kini, khususnya

arena masyarakat agama-agama yang tidak sopan. Biasanya

implementasi doktrinal dilakukan melalui kerangka studi etika sosial, di

mana isu-isu politis keagamaan dan politis akan disorot dan dipikirkan,

secara teologis dan bukan secara politis.

Bagi saya “akomodasi” sebagai pendekatan orang Kristen tidak

harus dimaknai kompromi sepanjang sikap yang diajarkan Francis

Schaeffer, “to stand for truth as truth. There is one word for this namely,

accommodation.”20 Pendekatan Injili dengan akomodasi teologis sangat

20

Francis A. Schaffer, The Great Evangelical Disaster (Wheaton: Crossway

Book/L’Abri Fellowship,1984/1993), 307, 367 dan seterusnya.

Page 13: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

38 STULOS: JURNAL TEOLOGI

penting dalam masyarakat, tentunya tanpa harus mengkompromikan

natur gereja yang rohani dalam iman keselamatan dalam Kristus.

Khususnya terkait ide-ide kemanusiaan global dari era ini, Webber

menilai bangkitnya apa yang disebutnya sebagai Younger Evangelicals

yang pendekatannya berkarakter keprihatinan aksi sosial yang berbasis

pada local Church, dan berfokus kepada “cities issues” seperti: The

poor, The homeless, the abused” dengan tujuannya adalah: rebuilding the

cities and city communities, dan “creating alternative communities”21.

Secara paradigma pikir, kelompok gerakan yang terbaru ini bergerak

dalam era pascamodern dan meninggalkan pendekatan-pendekatan era

lalu seperti “traditional evangelicals” (sehabis perang dunia kedua) dan

pragmatic evangelicals (akhir abad 20 M). Ini memang situasi Injili

Amerika, tetapi fenomenanya sampai kepada Injili Asia juga.

Teolog Injili tetap mengingat pesan ini, “perhaps the mist

distinctive feature of the movement is its accommodationism – that is,

it’s the traditional Christian doctrines should be restate or reinterpretation

in order to render them harmonious with spirit of the age.22 Hal harmonis

di sini tidak selalu harus mengadaptasi dan mencampur spirit zaman pada

kepercayaannya, tetapi mengakomodasi kebenaranya kepada dunia dan

tidak terlibat dalam mengkorelasikan kebenaranya dengan dunia dalam

pencampuran pragmatis. Dan tidak juga melawan dan bermusuhan

terhadap dunia dan masyarakat seperti kaum Fundamentalis yang

menyangkali pelayanan Gereja sebagai garam dan terang ilahi di dunia.

Prinsip-prinsip teologis Injili bukan yang tata cara hurufiah, tetapi

pengajaran rohani dan etis untuk warga gereja. Pengajaran bersifat kekal

berdasarkan refleksi atas standar Allah yang absolut, di mana Firman

Allah harus diaplikasikan sebagai prinsip kehidupan etis dan rohani dari

pada legalisme formal per kosa-katanya. Kita sadar bahwa “kosa kata

alkitabiah tidak normatif bagi teologi”23 Kristen atau pemikiran gereja.

21

Robbert E. Webber, The Younger Evangelicals: Facing The Challenges If

The New World (Downers Groove: InterVarsity, 2002), 235-236. 22

Alister McGrath, Passion for Truth Intellectual Coherence of

Evangelicalism (Downers Groove: InterVarsity, 1996), 122. 23

Ini peringatan John Frame, Doktrin Pengetahuan Akan Allah 2, terj.

(Malang: Literatur SAAT, 2004), 209.

Page 14: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

TEOLOGI KENABIAN INJILI 39

Dengan demikian, kita tidak diwajibkan menulis dan berbicara teologis

dalam bahasa Gerika atau Ibrani. Ini yang sejak pertama diingatkan agar

pembicaraan teologis, singkatnya bukan hanya biblical tetapi juga

Scriptural. Di sinilah dasar reformatoris Sola Scriptura bagi kaum Injili

dimengerti sebagai pemahaman ajaran Alkitab secara komprehensif, dari

Kejadian sampai Wahyu.

PANGGILAN KENABIAN INJILI

UNTUK KONTEKSTUALISASI PADA ISU INI

Dalam membicarakan isu ini kita akan meluaskan pengertian Injili yang

dipelajari dari mana-mana sepanjang dapat diterima jalan pikir Injili.

Teologi kontekstual pada isu-isu profetik adalah sesuatu yang tidak jahat

di dalam Injili. Maknanya adalah teologi doktrinal yang teraplikasikan

dalam situasi dan kondisi kekinian Injili, khususnya yang diarahkan para

isu-isu kemanusiaan di dalam dunia, di mana gereja berada. Ini adalah

promosi solidaritas rohani kepada masyarakat yang lebih luas, khususnya

tugas diakonia gereja dalam keprihatinan sosialnya. Gereja melayani

sebagai agen kontrol sosial dalam refleksi keprihatinan Injili mengenai

situasi rill yang dihadapinya dalam masyarakat.

Panggilan Teologis Kenabian Injili dalam Masyarakat Profetis

Kaum Injili menilai dalam jabatan “nabi” dari “karunia-karunia

kenabian” masa kini seharusnya disertai mujizat dan tanda-tanda.

Walaupun tanda-tanda karuniawi kegerejaan itu sudah berhenti sebagai

penyertaan spektakular pada pemberitaan gereja mula-mula, yaitu zaman

Rasul-rasul. Walaupun karunia nubuatan dan kerasulan sudah habis

namun Allah masih terus dan dapat melakukan banyak mujizat sampai

saat ini. Allah tidak terbatas oleh karunia-karunia dan jabatan-jabatan

tersebut.

Secara obyektif Allah berbicara dan bertindak sekarang ini melalui

Alkitab yang adalah Firman Allah. Jadi, fungsi kenabian (prophetic) yang

masih ada pada masa kini, bukan nabi (prophet) dan nubuat

(prophecy)nya. Dan fungsi dan tugasnya kenabian itu sendiri ditaruh

Page 15: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

40 STULOS: JURNAL TEOLOGI

dalam dan disalurkan melalui gereja-gereja berdasarkan tugas dan jabatan

Kristus sebagai Nabi yang benar yang adalah Kepala Gereja, di dunia.

Dari sana, dapat ditarik pemikiran bahwa yang diutamakan sebagai suara

kebenaran Allah di dalam kehidupan yang berdampak pada pembelaan

orang lemah yang mengalami penindasan di tengah-tengah masyarakat.

Untuk itu, kaum Injili menggumuli hal ini dari perspektif etis dan bukan

politis, karena tugas gereja adalah suara kenabian bersifat moral dan

bernilai rohani bukan untuk kekuasaan. Jadi, suara kenabian berdasarkan

firman Allah yang ada dalam Alkitab dan dalam pemberitaan gereja.

Tugas itu diberikan dan diteruskan dari jabatan Kristus sebagai Nabi,

berbarengan sebagai Raja dan Imam.

Di sini masyarakat profetis diartikan sebagai golongan yang

tertindas, terpinggirkan dan teraniaya, juga terabaikan, tidak tergantung

SARAnya. Situasi pada orang demikian adalah masyarakat profetis seperti

yang digambarkan dalam berita Nabi-nabi klasik Perjanjian Lama bahkan

dalam pelayanan Yesus dalam Perjanjian Baru. Arah-arah jeritan sosialnya

dari bawah ke atas, dari rakyat yang terabaikan oleh orang kaya dan elite

namun suaranya sangat diperhatikan Allah. Masyarakat minoritas yang

berjuang dalam problem kesetaraan golongan dalam beribadah memerlukan

pertolongan ilahi dalam pembelaan kenabian. Kalau arah prosesnya

terbalik, dari atas ke bawah maka akan disebut keimamatan, di mana

kekuatan besar menekan kaum yang sudah terjepit dengan memakai

“fatwa” sekelompok elite agama, yaitu para “imam-imam”. Jadi, berbeda

arah penanggulangan problem di masyarakat antara kenabian dan

keimaman; topdowntop versus buttomupdown. Keimaman

menyangkut komunitas gereja secara khusus dan tugas kenabian bagi

masyarakat yang lebih luas.

Panggilan kenabian disadari sebagai tugas teologis gereja dalam

ortodoksi dan ortopraksi. Apakah ini berarti gereja, khususnya yang arus

utama terlalu terfokus pada sosial selama ini? Apakah hasilnya isu-isu

sosial itu didalami? Apakah ini masalah bagi gereja? Ini adalah

pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh Stachhouse pada gereja-

gereja arus utama; dan beliau meragukan hal tersebut, apalagi dari

Page 16: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

TEOLOGI KENABIAN INJILI 41

perspektif Injili sehingga tidak terjatuh pada “sosialist confusion,”24 tanpa

harus terjatuh pada sosialisme apalagi komunisme yang sangat

berlawanan dengan nilai-nilai rohani, karena reduksinya semata-mata

hanya benda dan dunia ini. Perjuangan etis Kristen bukan berdasarkan

hanya perjuangan manusia semata-mata, tetapi perintah Allah dalam

nilai-nilai alkitabiah. Kasih Allah akan seluruh dunia dan berkat Allah

harus mengalir dari gereja-Nya juga. Kebajikan dan kemurahan yang

menuju pada kedamaian dan kesejahteraan manusia pada porsinya. Ini

adalah nilai-nilai kekekalan yang tidak ada pada sosialisme dan

kapitalisme. Namun tanpa harus terperosok dalam ekstensialisme dan

sekularisme teologis. Panggilan teologi Injili menghadapi dua titik

ekstrim antara materialisme dan dualisme; pragmatisme dan

eksistensalisme pada masa kini. Alkitab adalah dasar bagi teologi yang

realisme berdasarkan inkarnasi Kristus dan pemeliharaan Allah akan

dunia ini dari hari ke sehari, di mana alatnya adalah gereja-Nya. Di sini

langkahnya adalah etis bukan politis, moral kerajaan bukan sosial

kerajaan.

Untuk itu perisiwa dan pergumulan manusia di depan mata gereja

adalah pengalaman mendasar dan penghayatan makna untuk kenabian

dalam beberapa poin teoritis: 1) Sebagai tanda-tanda peristiwa kenabian

pada pergumulan manusia, 2) Tanda kenabian gereja sebagai tanda

peringatan Allah, 3) Tanda-tanda penghukuman Allah, 4) Tanda

kenabian gereja sebagai tanda pemeliharaan, 5) Kajian kenabian gereja

sebagai tanda pengharapan ilahi, 6) Kajian kenabian gereja pada

pembelaan keadilan dan kebenaran sosial, 7) Panggilan kenabian Injili

dalam pembelaan dari tanda-tanda kenabian dalam fenomena penutupan

gereja masa ini.

Kesempatan Kenabian Etis Kaum Injili

Kenabian etis bukanlah kenabian politis di dalam visi kenabian Injili di

dunia ini. Bagaimanapun kaum Injili harus mulai bertanggung jawab dan

tantangannya di Indonesia dapat melihat ulasan Tony Campolo di

24

Max L. Stackhouse, et. al, Christian Global Ethics in Global Era

(Nashville: Abingdon Press, 1995), 12 dan seterusnya.

Page 17: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

42 STULOS: JURNAL TEOLOGI

Amerika, demikian “the task of prophet is …nurture and nourish and

evoke a vision of an alternative to the dominant system. The prophet

must generate hope for something that lies beyond the present order”.25

Kemudian dilanjutkan secara tegas “We need a vision of an alternatives

future vision of possibilities that will make our blood run hot and give us

the courage to revolt against the way things are”.26 Walau kelihatannya

sangat bersifat politis, namun ini bukan untuk politik saja tetapi untuk

keimanan.

Terlepas dari mereka memiliki prinsip universal panggilan nabi di

masyarakat sekarang, prophets have never got on well with organized

religion… in ancient Israel, they picked on priest who pretend to be

official spokesmen for god an accused them being phonies. Jesus had less

than harmonious relation with priests and scribes of his day… since His

time prophetic voices have kept up their barrage of attacks on officialy

ordained servents who dress in clerical garp”…the religious profesionals

are generally condemn for being more interested in holding on to their

jobs than they are speaking the truth”.27 Ada pertentangan dengan status

quo agama yang dipimpin oleh para imam dengan para pembicara dari

Allah secara khusus untuk masalah kemanusiaan. Seorang melihatnya

dalam kenabian dan keimaman”.28 Lebih lanjut Campolo melihat

kemunculan “radicals church of the prophets” dengan kriteria

“…Christianity much need the creative tension created by prophetic

countercultural church… the prophet of God would probably be happiest

in fellowshipth them and would resonate most to their message”.29

Gereja yang tertindas dan teraniaya serta termaginalkan dalam

masyarakatnya sendiri dibandingkan superchurches yang secara eksklusif

mengejar aktualisasi diri dalam potensi human dan kedap dari urusan

dunia dan hanya menikmati keselamatan sekarang dan nanti. Di sini para

pembicaranya melakukan “offers great sermon about Jesus being

25

Tony Campolo, Wake up America: Answering God’s Radical Call While

Living in The Real World (New York; Harper SanFransisco, 1991), 19. 26

Ibid. 27

Ibid., 95. 28

Ibid. 29

Ibid., 99.

Page 18: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

TEOLOGI KENABIAN INJILI 43

personal Savior, but they are not about to spell out the sociometric

implications of what it means to established His Kingdom here on

earth.30 Artinya, hanya arah vertikal dan mengabaikan isu-isu horizontal.

Penerapannya berbeda pada etika Kristen berdasarkan pemahaman

bahwa ada dua kerajaan di atas bumi ini (gereja dan negara) dengan

otoritas masing-masing dari Allah. Gereja merelasikan secara selayaknya

di sepanjang zaman berdasarkan relasi koordinasi di dalam warga negara

sebagai titik koordinatnya dalam sifat konsutaltif antar pemimpin

lembaga, pemimpin umat, pemimpin pemerintahan, baik di daerah dan

pusat, dalam hal ini pejabat pemerintahan pusat dan dalam peranan aktif

mempengaruhi sebagai terang dunia di dalam peran dan tugas dalam

kenabian gereja di masyarakat, serta bagaimana orang Kristen menilainya

secara etis. Belajar dari non-Injili seperti Boenhoffer yang berkata,

“Etika tidak bisa dilepaskan dari realitas hidup, sebab itu kemajuan yang

kontinu dalam pembelajaran untuk mengatasi realitas merupakan suatu

unsur yang harus ada dalam tindakan etikal”.31 Maka keadilan etis dalam

kenabian Injili harus memahami mispat sebagai penghakiman menuntut

hak yang bermakna pembelaan dan tsedaqah (kebenaran) sebagai

keadilan yang membebaskan dan penghukuman yang membela hak-hak

orang, khususnya orang miskin dan tidak berdaya”.32 Etika sosial Injili

didasarkan pada pengajaran garam dan terang dalam perbuatan baik,

diasumsikan bahwa Yesus bukan hanya tertarik pada sikap batin dan

keadaan hati manusia, tetapi juga pengajaran-Nya bersifat “sosial” dan

“politis”, kalau tidak maka akan mengacaukan hal-hal moral bagi misi

gereja dalam dunia termasuk kesaksian moral politiknya”.33

Berpolitik aktif dan praktis dalam pemilu secara umum dan bagi

yang ingin terlibat lebih jauh dan khusus dalam partai politik sebagai

saluran karya-Nya lewat politik praktis. Memang dalam etika Kristen

30

Ibid., 116. Khotbahnya, “High on Happiness, Let’s Get Going, How You

Can’t Gave The Power to Cope, Eco Power and Eagle Power, - that soaring spirit

can be yours, 119-120. 31

Stassen Glenn H. & David P Gushee, Etika Kerajaan: Mengikut Yesus

dalam Konteks Masa Kini, terj. (Surabaya: Momentum), 2008), 500. 32

Ibid., 147, 148. 33

Ibid., 623.

Page 19: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

44 STULOS: JURNAL TEOLOGI

yang Injili menyadari, “politic is separate from religion, lets keep it that

way as reformational ethics.34 Karena kekacauan agama dapat

menyebabkan “politik”35, karena keduanya terpisah secara hakikat

kesucian. Di sini etika Kristen mengenai sosial politik harus mengambil

refleksi kritis mengenai kebutuhan-kebutuhan politis; namun Gereja

belum berhasil menyediakannya kendati dunia menantikannya.36 Tujuan

etika Kristen adalah tentang keadilan dari versi Alkitab, terjemahan

(KJV) tsedaqah sebagai “righteousness” (kebenaran) dan mispat sebagai

judgement (hukuman). Kata tsedaqah berarti keadilan yang

membebaskan dan memulihkan komunitas dan mispat berarti

penghakiman membela hak-hak, khususnya orang miskin dan orang-

orang tidak berdaya. Dalam situasi inilah kita dapat menerima bahwa

ajaran-ajaran ucapan bahagia seharusnya diinterpretasikan “ajaran-ajaran

profetik”, “keadilan bukan hikmat”37 saja.

Kenabian Injili melalui gereja bersifat etis-moral atas masalah

kebenaran dan keadian di dalam sosial, khususnya masyarakat kecil.

Perannya aktif dan partisipasi dalam transformatif bersifat nilai-nilai

profetis Kerajaan Allah. Khusus dalam fenomena penutupan (paksa)

rumah ibadah di dalam kondisi transisi era reformasi. Fenomena biasanya

adalah suatu yang nampak secara pengertian panca indera. Namun

fenomenologi melihatnya jauh melampaui kebendaan peristiwa sampai

pada kesadaran dari pengalaman tersebut yang menghasilkan makna

murni yang sebenarnya, sebagai pembentuk fenomena itu sendiri. Di

sinilah pentingnya melihat fenomena penyatuan gereja sebagai rumah

ibadah dikaji untuk melihat beberapa makna yang hakiki sebagai awalnya

menuju makna murni, biasanya dilakukan dengan mengurung dua

persoalan fenomenalnya.

34

Disini kita belajar sedikit dari William W. Miller, Protestant Ethics and

Politics (Phildelphia: Westminster, nd.), 26. 35

Ibid. 36

Richard Mouw, Politics and Biblical Dream (Grand Rapids: Baker Books,

1983), 13. 37

Stassen, Etika Kerajaan, 148, 149.

Page 20: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

TEOLOGI KENABIAN INJILI 45

Tantangan Rohani pada Situasi Kenabian yang Injili

Tentunya, semua harus berada dalam kontrol pengaruh moral Kristen

yang rohani, bukan hanya pengaruh kekuasaan politis dan kedudukan

dalam struktur agama. Aksi sosial Kristen harus memahami tugasnya

bukan sekedar provokasi yang hanya spontan dan ‘kaget-kagetan’ untuk

kepentingan sesaat, tetapi keprihatinan jangka panjang berdasarkan suara

keadilan Allah; berdasarkan pandangan dunia Kristen dan hati Yesus

yang mulia. Tentunya harus dipahami dalam konteks pewartaan

Kerajaan Allah yang seimbang antara Injil keselamatan dan keprihatinan

sosial, seperti yang ditegaskan dalam Perjanjian Lausanne 1974, dalam

point 5 ditegaskan tentang hubungan keprihatinan sosial Kristen dengan

penginjilan (evangelism) di dalam pekabaran Injil sedunia (world

evangelization). Sampai sekarang, kaum Injili seakan masih mengklaim

“Amanat Agung” sebagai “tanda keempat” dari kesejatian gereja-gereja

yang kelak berkonsekuensi pada tugas gereja dalam pemberitaan

keselamatan. Sementara yang non-Injili agak mengabaikannya, bahkan

mensekularisasikan Injil menjadi berita “sosial” belaka, bahkan terjatuh

ke dalam politisasi Injil. Tidak harus menjadi sekularis ala social gospel

dulu baru dapat melakukan karya kenabian sekarang.

Pembahasan ini sengaja ditegaskan untuk mempraktiskan peran

dalam tugas kenabian gereja dan memang harus ditimbang juga prinsip

“Gospel had to be more than evangelism”.38 Pendapat frasial ini

bukannya tidak beralasan di dalam gerakan kaum Injili, khususnya

Perjanjian Lausanne yang melihat evangelism adalah bagian kecil dari

(world) evangelization.39 Keduanya tidak identik dalam pengertiannya,

seperti anggapan beberapa Injili ekstrim yang kurang mendalami secara

komprehensif. Dalam judul pendahuluannya yang bertopik menyentak

38

John Perkins, With Justice for Allah (Ventura: Regal Books, 1984), 22-23 39

Lih. ICWE (International Conference of World Evangelization) di

Lausanne yang menghasilkan LCWE (Lausanne Covenant of World Evangelization)

yang pertama dengan Kepala surat perjanjian pertamanya yang di dalamnya

mencakup “evangelism” dengan definisi dan hubungan-hubungannya dengan gereja

bekerja sama keprihatinan social, dll. Khusus terkait dengan poin 5 tentang

evangelism dan social responsibility, keduanya dimaknai berbeda namun tidak

terpisah dalam world evangelization).

Page 21: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

46 STULOS: JURNAL TEOLOGI

Injili, “evangelism is not enough,” sebenarnya ini normal dari perspektif

dasar kata “Injili” yang bukan hanya bermakna “memberitakan Injil”,

tetapi “berdasarkan Injil”, “mempercayai Injil”, “mempertahankan/

membela Injil”, dan “menghidupi Injil. Ini yang membedakan golongan-

golongan Injili utama dengan Injili Karismatik sekarang yang hampir

menguasai gerakan Injili di Indonesia bahkan dunia.40 Dan ini memang

seharusnyalah demikian karena ada banyak Injil gerejawi tereduksi

menjadi evangelism saja, sebagai satu-satunya tugas gereja sehingga

menghapuskan pentingnya tugas gereja yang lain, seperti penyembahan,

persekutuan, pembinaan juga tugas kenabian masa kini yang terlupakan.

Tidak ada alasan naif kaum Injili menganggap ini teologi liberal dan

tidak perlu harus menjadi liberal dan sekular dulu baru bisa mengerjakan

berita keadilan bagi dunia. Ini adalah tugas misi yang total dalam

evangelisasi sedunia seperti rumusan LCWE, Lausanne 1 lalu Lausanne 2

dengan misi holistiknya (dengan salah satu terma kritis), “whole world”

selain whole church dan whole gospel) serta terkomitmenkan kembali

dalam Lausanne 3 (di Capetown 2000), yang di dalamnya terlihat

perjuangan kenabiannya lebih jelas dan lebih rinci untuk diperjuangkan

dalam “call to action”nya.41

Pendekatan itu dianggap lebih konsisten dengan Alkitab dan

ortodoks karena: (1) mengaitkan dengan Yesus Kristus khususnya

inkarnasi Ilahi-Nya, (2) menghargai gereja sebagai pelebaran kehadiran

Kristus dalam ruang dan waktu, di mana gereja adalah fokus aktivitas

Allah di dunia, (3) menolak privatisasi moralisme sempit dalam satu sisi

dan agama eksklusif orang miskin di pihak lain….42 Menurut Webber

jalan moderat sebagai keseimbangan untuk hidup dalam kondisi sosial

40

Dulu saya pernah melihat situasi ini dalam artikel “Gerakan Pentakosta

Gelombang Ketiga” dalam Jurnal Teologi Stulos Vol. 6 No. 2, Sep 2007, yang

mengikat mereka sebagai kaum Injili juga adalah: Children of Revival” sehingga

banyak konferensi Injili dikuasai oleh kaum Karismatik. 41

Ternyata Lausanne 3 dalam Capetown Commitment (2000) telah dikenal

dan diakui baik oleh non-Injili, bahwa kaum Injili punya kepedulian sosial untuk

berteologi misional. Lihat Memberitakan Injil di Tengah Masyarakat Majemuk, Tiga

dokumen kontemporer Gerejawi (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), 105-194. 42

Robbert E. Webber, The Moral Majority: Right or Wrong (Westchester:

Corner Stone Books, 1981), 18.

Page 22: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

TEOLOGI KENABIAN INJILI 47

politik Kristen di masyarakat dengan menolak sistem ekonomi dan politik

khusus dengan mencari cara-cara untuk menengahi nilai-nilai ke dalam

keteraturan sosial yang terjatuh di dalam jantung etika sosial Kristen.43

Selanjutnya, dalam etika deskriptif harus dikerjakan dalam kekristenan,

bukan saja etika preskriptif “apa yang harus dikerjakan bersama dalam

isi-isu dunia agama.”

Di sini perjalanan pemikiran dapat menuju metaetika khusus dalam

pandangan dunia Kristen, di mana pencarian etis yang komprehensif di

lapangan masyarakat pluralistik, sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan

secara khusus dalam studi etika keagamaan.44 Ini terkait dengan etika

teologis yang lebih komprehensif bukan sekedar utilitarianisme yang

kegunaan dan hasil sesaat saja serta mengindari relativisme etis. Oleh

karena itu, mengapa kita harus takut terkotori oleh ide kemanusiaan dunia

dalam “etika global” dalam menangani isu-isu intoleransi dan konflik

agama yang dapat menjadi sumber kehancuran peradaban manusia

sekarang? Kita tahu prinsip golden rule agama-agama yang berbeda dan

dipakai sebagai sistem etika tambahan di dalam masyarakat yang

pluralistik, namun bukan etika pribadi

Kenabian Injili untuk Pembelaan Kemanusiaan

Kaum intelektualitas Injili dapat belajar dari orang non-Injili ketika

menghadapi peringatan, “the church must beware of relying too heavily

upon politic and economic means deal with social evil. Our calling an our

mission go broader and deeper than the political process ever could”.

Selanjutnya dikatakan juga “the church needs to be active in both fronts,

in the political arena and in the larger society, striving for social

righteousness in all aspects of its mission. We are to be leavening agents

that permit all of lives with the presence and promise of Gods reign”45

Ini adalah kesempatan kenabian gereja sebagai tugas gereja melalui

43

Ibid., 19-20. 44

Sebagai bahan pembelajaran lih. dan bdk., Denis Lardner Cormody, How

To Live Well: Ethics in The World Religions (Belmont: Wadsworth Pub Co., 1988),

2-3. 45

Bruland and Mott, A Passion for Jesus: A Passion for Justice (Valey

Forge: Judson Press, 1983), 92.

Page 23: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

48 STULOS: JURNAL TEOLOGI

nubuatan dan proklamasi berdasarkan firman Allah yang tertulis sebagai

perkataan kebenaran. Berdasarkan kenabian alkitabiah, tugas kenabian

Kristen masa kini dapat berbentuk: suara, drama, dan aksi suara kenabian

yang berisi proklamasi firman Allah pada masa kini.

Pada tahap tertentu memang dapat diterima bahwa “law needs the

church” karena anggapan dasar kita adalah “morality can’t be taught to a

society without religion”.46 Tentu hal itu dimengerti sepanjang wacana

pluralisme agama ditegakkan dengan adil dalam kerangka agama sipil

dan demokratis. Sehingga ekses diskriminasi SARA dapat terhindari

dengan cara mempublikasi nilai-nilai keagamaan yang luhur dan positif

dari agama-agama dalam ruang publik. Ini prinsip agama publik yang

tidak asing lagi bagi gereja dalam kenabiannya, sebagai cara hidup

Kerajaan Allah yang berdasarkan nilai-nilai rohani dan moral kerajaan

Allah di dalam masyarakat. Kaum Injili mengenalnya dalam prinsip

“gereja sebagai agen transformasi sosial di masyarakat berdasarkan

prinsip garam dan terang dan akomodasi teologis yang bermotif inkarnasi

Kristus. Prinsip hidup melayani dalam masyarakat dengan kebaikan

Kristen yang tidak membeda-bedakan. Jadi, tindakan profetik yang

sangat relevan pada berita masa kini dalam menghadirkan firman Allah

dalam bentuk peristiwa, tindakan, dan aksi dalam keberadaannya secara

keseluruhan, sehingga lebih gamblang terpahami beritanya. Panggilan

Kristen kita adalah bukanlah “kristendom” lagi dalam arti keagamaan

Kristen geo-politis seperti di Eropa masa lalu yang penuh dengan

superiorisme agama. Sikap mengucilkan orang lain dengan alasan

menjaga kemurnian teologis, “sama seperti pembersihan etnis dan

diskriminasi rasial yang menyimpang”47 Itu adalah penyimpangan

maksud Kristen pada masyarakat plural masa kini.

Prinsip profetik tidak sama dengan prinsip keimaman. Operasi

profetis berasal dari bawah ke atas dengan pergumulan yang ada,

sedangkan prinsip keimaman dan klerikal beroperasi dari atas ke bawah.

46

Ibid. 47

Ini pernyataan yang menarik dari seorang Injili seperti Os Guiness,

Panggilan Allah: Menemukan dan Menggenapi Tujuan Utama dalam Hidup Anda

(Bandung: Pionir Jaya, 2011), 154.

Page 24: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

TEOLOGI KENABIAN INJILI 49

Kedua hal ini sangat tidak produktif dalam masyarakat sipil yang

demokratis, karena telah dipakai oleh sentiment pemimpin agama untuk

menggerakkan massa tertentu berdasarkan kepentingan agama yang

berbeda. Di era reformasi modern ini, orang beragama pada dasarnya, di

tingkat masyarakat bawah dapat mengatur diri sendiri. Arus bawah

masyarakat plural harus dapat bersaksi bagi agamanya masing-masing

tanpa harus memperbandingkan ajaran-ajarannya secara tidak adil dan

tidak sopan. Kelak agama-agama yang ada akan berbanding dengan

sendirinya di dalam masyarakat berdasarkan penghayatan dan

pengamalan agamanya di dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat

sopan hanya berani berharap bahwa pendidikan kemanusiaan yang

meningkat demi kelanjutan peradaban berkembang, sehingga dapat

melihat perbedaannya secara natural dan wajar.

Di sini prinsip kenabian Kerajaan Allah harus dapat bergerak pada

situasi dan kondisi moral etis yang saling menghargai harkat

kemanusiaan. Ini membutuhkan pemikiran terbuka dari kaum Injili untuk

mengesampingkan rasa superioritas tertentu, di masyarakat plural.

Suara kenabian Injili melalui gereja-gereja sekarang terdiri dari:

berita peringatan, pembelaan, penghiburan, dan pengharapan bagi

masyarakat tertindas. Di dalam pemberitaannya mengandung

kemungkinan penganiayaan atas nama Allah. Orientasi kenabian Injili

bukanlah hanya soal masa depan, tetapi yang terutama adalah bagi masa

kini sebagai berita peringatan, penghiburan, bahkan penghukuman.

Gereja harus didorong untuk terus melanjutkan berita kenabian ini

sebagai wakil Kristus di dunia. Panggilan dan tugasnya pada pergumulan

keadilan sosial dalam mispat dan tsedaqah, seperti para nabi klasik PL.

Kaum Injili dapat belajar lagi bahwa secara alamiah, awalnya masyarakat

dalam “koinonia” melibatkan dua unsur: persahabatan dan keadilan.

Kaum Injili harus menghindari persaingan agama sebagai suatu yang

tidak produktif dan anti masyarakat sipil sejati. Di sini yang terpenting

adalah persaudaraan dan kebenaran demi kebahagiaan bersama.

Page 25: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

50 STULOS: JURNAL TEOLOGI

KESIMPULAN

Kajian teologi Injili bersifat doktrinal namun harus kontekstual yang

tetap berlandaskan wahyu alkitabiah dan iman yang partikular dalam

Kristus serta menghargai tradisi historis Gereja. Sejalan dengan itu yang

patut diingat adalah perhatian pada konteks hidup manusia kekinian,

khususnya problem manusia di dunia. Setiap buku-buku teologi Injili

Barat pun keluar dari pergumulan masing-masing dan spesifik dalam

pergumulan kontemporernya. Teologi injili Indonesia harus keluar dari

perbudakan intelektualnya, terutama para dosennya yang hanya bangga

dengan hal-hal Barat, sehingga terlupa untuk membuat teologinya

sendiri, dalam situasi politik, ekonomi, agama, budaya, dan sosialnya

sendiri. Konteks itu adalah berkat bagi kita sebagai bahan baku dalam

pemikiran Injili.

Secara khusus dalam konteks kenabiannya masa kini, panggilan

dan tugas peringatannya dalam pemberitaan kebenaran, serta pembelaan

orang yang tertindas. Ini termasuk bagi gereja-gereja yang menderita itu

sendiri. Namun berita kenabian ilahi akan menyatakan keadilannya juga

dengan menghukum kejahatan kelak. Teologi Injili menghadapi

tantangan dan kesempatan untuk memikirkan perannya dalam membela

orang-orang yang tertindas dan minoritas sambil mengusahakan

kedamaian bagi semua orang, apapun golongannya.

Kurangnya pemahaman internal warga gereja mengenai “peristiwa

kenabian” pada masa kini membuat kepekaan berteologinya mandeg

secara negatif. Teolog Injili, khususnya para Seminarian harus melihat

kesempatan berpikir-lanjut, di mana Allah sedang berbicara melalui

kejadian-kejadian tersebut sehingga kita dapat belajar untuk menemukan

secara positif hakikat kebaikan Allah yang alkitabiah. Sehingga masalah

ketidakadilan yang semakin marak dalam apa yang disebut fenomena

penganiayaan, dibandingkan dengan era sebelumnya. Namun demikian di

tengah-tengah penganiayaan selalu ada pengharapan bagi umat. Ini

adalah tanda anugerah Allah dan kesetiaan-Nya.

Page 26: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

TEOLOGI KENABIAN INJILI 51

DAFTAR PUSTAKA

Bloesch, Donald G. The Church, Sacraments, Worship, Ministry and

Mission. Downers Grove: InterVarsity Press, 2002.

Brueggemann, Walter. The Prophetic Imagination. Minneapolis: Fortress

Press, 1987.

Campolo, Tony. Wake up America: Answering God’s Radical Call While

Living in the Real world. New York; Harper San Fransisco, 1991.

Cormody, Denis Lardner. How To Live Well: Ethics in The World Religions.

Belmont: Wadsworth Pub Co., 1988.

Driver, John. Gambaran Gereja dalam Misi. Terjemahan Bandung: Penerbit

STT Bandung, 2010.

Grenz, Stanley. Renewing The Center: Evangelical Theology In a Post-

Theological Era. Grand Rapids: Baker Academic, 2000.

Kelsey, Morton T. Prophetic Ministry. New York: Crossroad Pub. Co.,

1982.

Hammon, Bill. Jebakan-Jebakan dan Prinsip Nabi. Terjemahan Jakarta:

Metanioa, 2008.

Hick, Peter. Evangelicals and Truths, A Creative Proposal for a Postmodern

Age, Leicester: Apolos, 1998.

Hyatt, J. Philips Prophetic Religion: In Search for The Ideas of the Religion

on Which Jesus Built. Nashville: Abingdon Press, nd.

McGrath, Alister. Passion for Truth Intellectual Coherence of

Evangelcalism. Downers Grove: InterVarsity Press, 1996.

Mouw, Richard. Politics and Biblical Dream. Grand Rapids: Baker Book,

1983.

Schaffer, Francis A. The Great Evangelical Disaster. Wheaton: Crossway

Book/L’Abri Fellowship,1993.

Siburian, Togardo. “Gereja Misional di Tengah Pergumulan Manusia:

Tinjauan Eklesiologis” Jurnal Teologi Stulos, Vol. 16 No.1 (Januari

2018).

Sider, Ron. Skandal Hati Nurani Kristen. Terjemahan Jakarta: Perkantas,

2007.

Page 27: TEOLOGI KENABIAN INJILI UNTUK PERGUMULAN MASYARAKAT …103.10.171.90/download/stulos/stulos-v18-no01/05... · teologi Injili pada problem kemanusiaan, di mana gereja berada sebagai

52 STULOS: JURNAL TEOLOGI

Stassen Glenn H & David P. Gushee. Etika Kerajaan: Mengikut Yesus

dalam Konteks Masa Kini. Terjemahan Surabaya: Momentum, 2008.

Stackhouse, Max L. Et.al. Christian Global Ethics in Global Era. Nashville:

Abingdon Press, 1995.

Webber, Robbert E. The Younger Evangelicals: Facing The Challenges If

The New World. Downers Groove: InterVarsity, 2002.