102
TENAGA KERJA, KESEMPATAN KERJA DAN TRANSMIGRASI

TENAGA KERJA, KESEMPATAN KERJA DAN ... · Web viewSelain itu, ditingkatkan pengawasan dan pelaksanaan tunjangan yang lebih adil sehubungan dengan kecelakaan kerja. Pembentukan dan

  • Upload
    vudung

  • View
    227

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

TENAGA KERJA, KESEMPATAN KERJA DANTRANSMIGRASI

BAB XII

TENAGA KERJA, KESEMPATAN KERJA DAN TRANSMIGRASI

A. TENAGA KERJA

1. Pendahuluan

Masalah-masalah ketenagakerjaan di Indonesia yang diper-kirakan masih tetap menonjol dalam Repelita IV adalah sebagai berikut : Pertama, adalah tingkat pertumbuhan penduduk yang relatif tinggi sehingga mengakibatkan pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi pula. Pada tahun 1961 jumlah angkatan kerja adalah 34,8 juta orang, kemudian meningkat menjadi 40,4 juta pada tahun 1971, dan pada tahun 1980 meningkat lagi menjadi 53,3 juta orang. Dengan demikian pertumbuhan angkatan kerja rata-rata per tahun pada dasawarsa 1961 - 1971 adalah 1,5 persen dan pada dasawarsa 1971 - 1980 adalah 3,1 persen. Ada-nya kelebihan tenaga kerja secara umum telah menimbulkan bu-kan hanya masalah penyediaan lapangan kerja tetapi juga masa-lah perlindungan tenaga kerja. Kedua, adanya tingkat pendi-dikan angkatan kerja yang masih rendah. Kelompok angkatan kerja yang belum tamat sekolah dasar atau tidak sekolah sama sekali pada tahun 1971 adalah 29,4 juta orang, dan tahun 1980 meningkat menjadi 34,5 juta. Bersamaan dengan itu, kelompok angkatan kerja yang berhasil menamatkan perguruan tinggi pada tahun 1980 hanya sekitar 500.000 orang atau kurang dari 1,0 persen dari seluruh angkatan kerja. Banyaknya kelompok ang-katan kerja berpendidikan rendah berkelanjutan dengan akibat tingkat produktivitas dan tingkat pendapatan yang juga ren-dah. Ketiga, adanya ketidakseimbangan dalam penyebaran pendu-duk dan tenaga kerja di antara pulau-pulau di Indonesia. Se-bagian besar tenaga kerja berada di Pulau Jawa yang merupakan bagian kecil dari seluruh wilayah Indonesia. Masalah ini mem-persulit pemanfaatan dan penyaluran tenaga kerja dalam rangka penggunaan sumber-sumber alam yang optimal, khususnya di daerah yang kekurangan tenaga kerja. Keempat, adanya tingkat pendayagunaan angkatan kerja yang masih rendah. Pada tahun 1980, angkatan kerja yang dianggap bekerja penuh, yaitu yang bekerja duapertiga atau lebih dari jam kerja normal per ming-gu, adalah 74,9 persen dari angkatan kerja. Jam kerja normal adalah 36 jam per minggu untuk sektor pertanian dan 48 jam per minggu untuk sektor non pertanian. Angkatan kerja sele-bihnya yaitu 25,1 persen bekerja kurang dari duapertiga jam kerja normal per minggu. Kelompok angkatan kerja ini sering diklasifikasikan sebagai kelompok setengah penganggur atau

XII/3

pengangguran yang tersembunyi. Kelima, keadaan pasar tenaga kerja yang belum mampu menyalurkan tenaga kerja secara efi-sien dan efektif sehingga mengakibatkan banyak tenaga kerja yang belum dimanfaatkan secara optimal. Kelebihan tenaga ker-ja pada suatu lapangan pekerjaan atau suatu daerah belum ten-tu dapat memperoleh pekerjaan di lapangan pekerjaan lain atau daerah lain. Hal ini sebagian karena kurangnya informasi me-ngenai kesempatan kerja, atau kurang sesuainya keterampilan yang tersedia, maupun karena kurang mampunya tenaga kerja untuk membiayai perpindahan. Situasi kelebihan tenaga kerja secara umum dan masih belum sempurnanya pasar tenaga kerja telah menimbulkan adanya syarat-syarat kerja dan kondisi ker-ja serta kesehatan kerja yang kurang wajar.

Dalam Repelita IV, perluasan dan pemerataan kesempatan kerja, serta peningkatan mutu dan perlindungan tenaga kerja merupakan kebijaksanaan pokok yang sifatnya menyeluruh di se-mua sektor. Dalam hubungan ini program-program pembangunan sektoral maupun regional perlu selalu mengusahakan tercipta-nya perluasan kesempatan kerja sebanyak mungkin. Dengan jalan demikian maka di samping peningkatan produksi sekaligus dapat dicapai pemerataan kegiatan pembangunan dan hasil-hasilnya. Selanjutnya perlu diambil langkah-langkah diberbagai sektor secara terkoordinasi dan terpadu untuk membina dan mengem-bangkan kemampuan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pem-bangunan.

Dalam rangka usaha menanggulangi masalah ketenagakerjaan telah dirumuskan empat bentuk kebijaksanaan. Pertama, kebi-jaksanaan umum dibidang ekonomi dan sosial. Di bidang ekono-mi, kebijaksanaan fiskal, moneter dan investasi diarahkan ke pada penciptaan iklim dan kerangka pengambilan keputusan yang mendorong perluasan lapangan kerja antara lain melaksanakan pola produksi yang padat karya. Di bidang sosial, kebijaksa-naan kependudukan bertujuan untuk mewujudkan masyarakat ke-luarga kecil, bahagia dan sejahtera, dan di bidang pendidikan kegiatannya diarahkan untuk dapat menghasilkan tenaga kerja terampil yang memadai baik dari segi jumlah maupun mutu se- suai kebutuhan kegiatan pembangunan. Kedua, kebijaksanaan sektoral yaitu kebijaksanaan diberbagai sektor di samping me-ningkatkan produksi juga diarahkan untuk dapat memperluas ke-sempatan kerja semaksimal mungkin melalui pilihan penggunaan teknologi. Ketiga, kebijaksanaan daerah yaitu dengan menye-barkan dan memanfaatkan tenaga kerja dari daerah yang kele-bihan tenaga kerja ke daerah yang kekurangan tenaga kerja an-tara lain melalui Antar Kerja Antar Daerah (AKAD). Keempat, kebijaksanaan khusus yaitu kebijaksanaan yang secara sadar

XII/4

diarahkan agar dalam waktu relatif pendek baik secara lang-sung maupun tidak langsung dapat menciptakan lapangan kerja, terutama untuk golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah seperti para petani yang tidak punya tanah, nelayan miskin dan lain-lainnya.

Sehubungan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan di atas ma-ka dalam Repelita IV lebih ditingkatkan perencanaan ketenaga-kerjaan yang terpadu dengan sasaran yang meliputi hal-hal se-bagai berikut :

Pertama, perluasan peluang lapangan kerja dalam jumlah yang memadai sehingga mampu memberi lapangan kerja kepada angkatan kerja baru yang masuk pasar kerja dan sekaligus da-pat mengurangi tingkat pengangguran yang ada. Perluasan la-pangan kerja ini dapat dicapai dengan mengusahakan agar pe-laksanaan setiap program pembangunan menghasilkan lapangan kerja produktif semaksimal mungkin.

Kedua, pembinaan dan pengembangan angkatan kerja dalam jumlah yang sesuai dengan pertambahan angkatan kerja baru di berbagai sektor dan daerah. Hal ini dicapai terutama dengan pengembangan sistem pendidikan dan latihan yang mampu mengha-silkan tenaga kerja yang berpendidikan dan terampil sesuai dengan kualifikasi dan jumlah yang dibutuhkan pembangunan.

Ketiga, pembinaan, perlindungan dan pengembangan angkatan kerja yang sudah bekerja untuk meningkatkan produktivitas me-reka dan mewujudkan stabilitas yang dinamis di perusahaan-perusahaan melalui hubungan perburuhan yang serasi antara bu-ruh dan pengusaha yang dijiwai oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Keempat, meningkatkan fungsi pasar kerja sehingga penya-luran, penyebaran dan pemanfaatan tenaga kerja dapat terlak-sana dengan lebih baik. Hal ini dicapai antara lain dengan peningkatan keterampilan tenaga kerja terutama yang berusia muda dan pengembangan serta penyempurnaan sistem informasi tenaga kerja.

Kelima, perencanaan tenaga kerja yang terpadu juga ditu-jukan untuk mengurangi laju pertumbuhannya serta meningkatkan mutu tenaga kerja melalui berbagai usaha untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia agar dapat berperan sebagai salah satu modal dasar pembangunan.

Langkah-langkah khusus yang ditempuh dalam rangka menang-gulangi masalah ketenagakerjaan dan meningkatkan pemanfaatan

XII/5

sumber daya manusia dalam Repelita IV adalah sebagaimana di-kemukakan di bawah ini.

2. Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan

a. Program Pembangunan Desa

Dalam Repelita IV sebagian besar angkatan kerja Indonesia masih tetap berada di pedesaan. Masalah pokok yang dihadapi adalah tingginya tingkat pengangguran dan rendahnya produkti-vitas yang berkelanjutan dengan rendahnya pendapatan. Keadaan ini pada umumnya dialami pada daerah-daerah pedesaan yang pa-dat penduduknya, sumber alam terbatas, kegiatan ekonomi yang mono-kultura dan rawan terhadap bencana alam. Untuk mengatasi masalah di atas, dilaksanakan berbagai kegiatan seperti pro-yek-proyek padat karya gaya baru, bantuan pembangunan daerah tingkat dua, dan proyek reboisasi dan penghijauan.

1) Proyek Padat Karya Gaya Baru

Sejak Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita IV, kegiatan Proyek Padat Karya Gaya Baru (PPKGB) menunjukkan pe-ningkatan terus menerus baik dari segi jumlah kecamatan mau-pun imbalan yang disediakan. Kecamatan yang dipilih untuk me-laksanakan PPKGB adalah kecamatan-kecamatan padat penduduk dan miskin baik di daerah perkotaan maupun pedesaan dengan mengutamakan wilayah-wilayah yang sering dilanda bencana alam dan kegiatan ekonomi yang menurun. Pada akhir Repelita I, PPKGB dilaksanakan di 83 kecamatan, meningkat menjadi 480 ke-camatan, pada akhir Repelita II dan pada akhir Repelita III meningkat lebih dari dua kali lipat, yaitu di 1.084 kecamat-an. Catatan sementara pada tahun pertama Repelita IV dikare-nakan musim hujan berkepanjangan, jumlah kecamatan yang me-laksanakan PPKGB baru mencapai 1.125 kecamatan. Keadaan ini masih lebih rendah dari rencana yang berjumlah 1.250 kecamat-an dan belum termasuk PPKGB yang dilaksanakan di Daerah Alir-an Sungai yang mencakup beberapa kecamatan (Tabel XII - 1).

Tenaga kerja yang diserap PPKGB selama 3 - 9 bulan jum-lahnya selalu meningkat setiap tahun. Pada akhir Repelita I tenaga kerja yang bekerja secara produktif setiap hari ber-jumlah 73.000 orang, meningkat menjadi 161.713 orang pada akhir Repelita II, 246.638 orang pada akhir Repelita III, dan pada tahun pertama Repelita IV angka sementara mencatat 196.803 orang (Tabel XII - 1). Besarnya imbalan jasa yang di-berikan rata-rata per hari pada akhir Repelita II adalah Rp. 350,-, pada akhir Repelita III meningkat menjadi

XII/6

TABEL XII – 1

JUMLAH KECAMATAN DAN PENGERAHAN TENAGA KERJADALAM RANGKA PROYEK PADAT KARYA GAYA BARU,

1968 - 1984/85

Tahun JumlahKecamatan

Pengerahan Tenaga Kerjaper hari (orang)

1968 6 1) 5.774

1973/74 (AkhirRepelita I) 83 73.000

1978/79 (AkhirRepelita II) 480 161.713

1982/83 1.096 266.591

1983/84 (AkhirRepelita III) 1.084 246.638 2)

1984/85 1.125 196.8033)

1) Jumlah Kabupaten/Kotamadya2) Angka diperbaiki3) Angka sementara

XII/7

Rp. 800,-, dan pada tahun pertama Repelita IV meningkat lagi menjadi Rp. 837,50.

Hasil-hasil fisik yang dicapai sejak Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita IV dapat dilihat pada Tabel XII - 2. Jalan desa yang dibangun/direhabilitasi pada akhir Repe-lita I panjangnya adalah 102 km, pada akhir Repelita II me-ningkat menjadi 2.030,8 km, dan pada akhir Repelita III me-ningkat lagi menjadi 3.788,0 km. Demikian juga halnya dengan pembangunan/rehabilitasi saluran tertiair, pencetakan sawah baru, penghijauan, terasering, dan lain-lain serta pembuatan tanggul, dermaga, dan lain-lain. Pada tahun pertama Repelita IV hampir semua data kegiatan menunjukkan penurunan bila di-bandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan masih adanya kegiatan pembangunan yang sedang berjalan dan tertun-danya pelaksanaan disebabkan musim hujan yang berkepanjangan. Khusus pembangunan/rehabilitasi saluran tertiair, hasil fi-siknya cenderung menurun karena jenis proyek yang dilaksana-kan disesuaikan dengan hasrat dan keinginan serta prioritas kebutuhan masyarakat setempat.

Selain kegiatan PPKGB yang secara langsung dapat mencip-takan lapangan kerja, di kecamatan-kecamatan miskin dan padat penduduk juga terus ditingkatkan dan dikembangkan sistem tek-nologi padat karya yang telah mulai dilaksanakan pada Repeli-ta III. Pada akhir Repelita III teknologi tepat guna telah dikembangkan di 6 propinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tengga-ra Barat. Pada tahun pertama Repelita IV program tersebut di-perluas dan dikembangkan juga di propinsi-propinsi Sulawesi Selatan dan Lampung sehingga mencakup 8 propinsi. Penyebaran teknologi tepat guna dilaksanakan oleh TKS-BUTSI yang berla-tar belakang teknis dan telah ditatar mengenai berbagai macam teknologi tepat guna. Selain itu TKS-BUTSI juga diberi tugas sebagai tenaga penyuluh lapangan teknologi tepat guna/padat karya.

Dalam tahun pertama Repelita IV perluasan kesempatan ker-ja melalui PPKGB terus ditingkatkan. Peningkatan kegiatan yang dilakukan dari segi jenis proyek jumlahnya bertambah, dan kawasan yang dicakup lebih luas serta peluang lapangan kerja baik yang langsung sewaktu proyek berjalan maupun yang tidak langsung sesudah proyek selesai dilaksanakan juga me-ningkat. Kegiatan-kegiatan PPKGB tersebut meliputi pembangun-an baru/rehabilitasi jalan, pembangunan saluran pengairan dan drainage/pembuatan embung penampung air hujan di daerah yang

XII/8

TABEL XII - 2

HASIL PELAKSANAAN FISIK PROYEK PADAT KARYA GAYA BARU

1973/74 - 1984/85

1973/74 1978/79 1983/841)

No. Kegiatan Fisik satuan (Akhir Re- (Akhir Re- 1982/83 (Akhir Re- 1984/852)pelita I) pelita II) pelita III)

1. Perbaikan/pembuatan jalan desa km 102 2.030,8 3.578,0 3.788,0 2.589,7

2. Perbaikan/pembuatan saluranpengairan, tersier km 1.150 7.914,9 5.911,6 3.676,3 1.660,4

3. Pembuatan sawah baru, penghijauan,terasering dan lain-lain ha 1.470 245,0 272,0 286,1 125,5

4. Tanggul, dermaga, dan lain-lain km - - - 48,0 53,0

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

XII/9

curah hujannya relatif sangat rendah, penghijauan, terase-ring, pemanfaatan tanah yang tersedia di pedesaan dalam rang-ka peningkatan produksi, dan perbaikan lingkungan hidup di daerah perkotaan. Melalui kegiatan-kegiatan PPKGB di atas di-harapkan kesempatan kerja dapat diperluas dan sekaligus dapat diciptakan sumber tambahan pendapatan bagi masyarakat secara langsung melalui imbalan jasa yang besarnya mendekati upah minimum yang berlaku setempat.

2) Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat Dua

Dalam rangka perluasan kesempatan kerja produktif, maka pelaksanaan program Bantuan Pembangunan Daerah Tingkat Dua dalam Repelita IV akan dilanjutkan, diperluas dan disempurna-kan. Kegiatan program ini yang dikenal sebagai program Inpres Kabupaten ditujukan untuk membangun fasilitas umum yang dise-rasikan dengan potensi dan kebutuhan masing-masing daerah, misalnya pasar, terminal angkutan umum, jalan, saluran peng-airan, jembatan dan sebagainya. Kegiatan diarahkan agar me-manfaatkan bahan lokal dan tenaga kerja yang ada di sekitar-nya sebanyak mungkin, sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung meningkatkan peluang kesempatan kerja bagi ma-syarakat.

Kesempatan kerja yang dapat diciptakan dalam program In-pres Kabupaten tahun 1983/84 sedikit menurun bila dibanding-kan dengan tahun-tahun sebelumnya. Penurunan ini terjadi ka-rena meningkatnya upah pekerja dan bertambahnya peralatan yang dibutuhkan. Namun demikian, secara keseluruhan program Inpres Kabupaten telah berhasil menciptakan kesempatan kerja yang cukup besar. Pada akhir Repelita I jumlah kesempatan kerja yang telah terbuka adalah 533.737 orang dalam seratus hari kerja, pada akhir Repelita II 788.150 orang, dan pada akhir Repelita III 468.608 orang. Pada tahun pertama Repelita IV telah tercipta kesempatan kerja sekitar 503.410 orang da-lam seratus hari kerja. (Tabel.XII - 3).

3) Reboisasi dan Penghijauan

Program reboisasi dan penghijauan diarahkan untuk konser-vasi lahan agar dapat mengendalikan banjir dan erosi dimusim penghujan, serta kekeringan dimusim kemarau. Kegiatan-kegiat-an program ini adalah berupa pembuatan teras, check-dam dan hutan rakyat, atau penanaman tanaman tahunan lainnya. Program ini membutuhkan banyak tenaga kerja dalam pelaksanaannya, khususnya tenaga kerja yang keterampilannya rendah. Dengan demikian program ini berarti meningkatkan peluang kesempatan

XII/10

TABEL XII - 3

JUMLAH KESEMPATAN KERJA YANG DAPAT DICIPTAKAN

DALAM PROGRAM INPRES KABUPATEN/KOTAMADYA,

1973/74 - 1984/85,

T a h u n Jumlah Kesempatan Kerja(dalam seratus hari kerja)

1973/74(Akhir Repelita I)

533.737

1978/79(Akhir Repelita II)

788.150

1982/83 589.000

1983/84(Akhir Repelita III)

468.608

1984/85 503.410

XII/11

kerja dan sekaligus memberikan tambahan pendapatan rakyat se-tempat.

Dengan adanya penghutanan kembali dan penghijauan tanah kritis maka kesempatan kerja yang tercipta pada akhir Repelita I, sebanyak 14.449,7 dalam seratus hari kerja pada akhir Repelita II meningkat mencapai sebanyak 71.614,4 dalam sera-tus hari kerja, tetapi menurun menjadi 64.153,7 kesempatan kerja pada akhir Repelita III. Pada tahun pertama Repelita IV catatan sementara menunjukkan angka 28.866,1 kesempatan kerja dalam seratus hari kerja. Dalam tahun-tahun terakhir luas areal dan kesempatan kerja yang tercipta melalui kegiatan re-boisasi dan penghijauan menurun. Hal ini sebagai akibat adanya perubahan kebijaksanaan, yaitu pertama, kegiatan reboisasi dan penghijauan dikonsentrasikan pada hulu daerah aliran sungai dan kedua, khusus penghijauan, adanya pengalihan kegiatan, dari tanam-menanam kepada pembuatan unit-unit percontohan dan pembuatan dam pengendali (Tabel XII - 4).

b. Penempatan dan Penyebaran Tenaga Kerja

Dalam Repelita IV dikemukakan bahwa kebijaksanaan tenaga kerja diarahkan kepada penyaluran, penyebaran dan pemanfaatan tenaga kerja yang lebih baik dengan jalan pembinaan dan pe-ningkatan keterampilan terutama bagi angkatan kerja usia muda. Di samping itu juga dikembangkan dan disempurnakan informasi ketenagakerjaan. Dengan demikian pelaksanaan program penempatan dan penyebaran tenaga kerja merupakan kelanjutan dan peningkatan usaha dan kegiatan pembangunan tahun-tahun sebelumnya. Program ini mencakup pengerahan Tenaga Kerja Su-karela - BUTSI, kuliah kerja nyata, pembatasan penggunaan tenaga asing dan informasi pasar kerja dan antar kerja.

1) Tenaga Kerja Sukarela - BUTSI

Kegiatan penyebaran dan pemanfaatan sumber daya manusia, khususnya tenaga kerja muda terdidik ke daerah pedesaan mela-lui Proyek Pengerahan Tenaga Kerja Sukarela Pelopor Pembaha-ruan dan Pembangunan dilanjutkan dan disempurnakan. Pelaksa-naan proyek ini di samping bertujuan untuk membina daya krea-si, idealisme, kepribadian, disiplin dan keterampilan para pemuda, sekaligus juga untuk membantu proses pembaharuan dan pembangunan masyarakat di daerah pedesaan.

Tugas pokok para Tenaga Kerja Sukarela (TKS) adalah dalam bidang spiritual, kesehatan, gizi, keluarga berencana, pro-duksi, transmigrasi, koperasi, industri dan memanfaatkan serta

XII/12

TABEL XII - 4

JUMLAH KESEMPATAN KERJA YANG DAPAT DICIPTAKANDALAM PROGRAM REBOISASI DAN PENGHIJAUAN,

1973/74-1984/85

XII/13

membantu memelihara kelestarian sumber alam. Sebelum ditu-gaskan di pedesaan para TKS terlebih dahulu diberi informasi mengenai latar belakang desa tempat berbakti dan latihan pra tugas. Setelah satu tahun bertugas, mereka diberi latihan ke-terampilan praktis dan pengetahuan pemecahan masalah yang nyata dihadapi di pedesaan untuk menunaikan tugasnya termasuk menerapkan teknologi padat karya. Bagi mereka yang telah men-jalani masa bakti selama dua tahun, diberikan kesempatan untuk mendapatkan latihan tambahan yang intensif.

Dari Tabel XII - 5 terlihat bahwa pengerahan TKS-BUTSI dalam setiap masa Repelita selalu meningkat. Pada akhir Repe-lita I telah dikerahkan sejumlah 200 orang, meningkat menjadi 990 orang pada akhir Repelita II, dan meningkat lagi menjadi 5.670 orang pada akhir Repelita III. Pada tahun pertama Repe-lita IV untuk sementara pengerahan TKS-BUTSI ditangguhkan. Penangguhan ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada ke-giatan pembinaan dan penyaluran TKS-BUTSI yang telah menyele-saikan tugasnya menjadi pemuda terdidik yang wiraswasta.

2) Kuliah Kerja Nyata

Kegiatan yang semula berbentuk ekstra-kurikuler perguruan tinggi yang dikenal sebagai Kuliah Kerja Nyata (KKN) dalam rangka Tri Dharma Perguruan Tinggi, dilanjutkan dan diting-katkan menjadi kegiatan intra kurikuler. Sasaran kegiatan ini adalah untuk melibatkan para mahasiswa yang akan menyelesai-kan pendidikannya agar berjiwa penuh pengabdian dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap masa depan bangsa dan negara In-donesia. Melalui KKN para mahasiswa mendapatkan pengalaman dan keterampilan yang berharga, sehingga lebih matang dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh dari bangku kuliah serta mendapatkan kesempatan mengembangkan kepemimpinan dalam pelaksanaan pembangunan.

Peserta yang mengikuti KKN terdiri dari mahasiswa tingkat terakhir yang akan menyelesaikan pendidikannya. Mereka dibagi menjadi kelompok-kelompok antar disiplin ilmu pengetahuan dan ditugaskan sebagai suatu kesatuan dalam usaha meningkatkan pembangunan di pedesaan selama 3 - 6 bulan. Jumlah mahasiswa yang mengikuti KKN setiap tahun terus meningkat. Pada akhir Repelita II jumlah mahasiswa yang mengikuti KKN adalah 5.520 orang, pada akhir Repelita III meningkat hampir tiga kali yaitu 15.000 orang, dan pada tahun pertama Repelita IV me-ningkat lagi menjadi 19.150 orang.

XII/14

TABEL XII - 5

PENGERAHAN TENAGA KERJA SUKARELA - BUTSI,1968 - 1984/85

T a h u n 1968

1973/74(Akhir Repelita I)

1978/79(Akhir Repelita II)

1982/83

1983/84(Akhir Repelita III)

1984/85

Jumlah Pengerahan( orang )

30 200

990

3.325

5.670

- *)

Jumlah : 10.215

*) Pengerahan Angkatan XVI (1984/85) sementara masih ditangguhkan untuk diarahkan kepada usaha-usaha wiraswasta dan untuk menunjang pelaksanaan program-program Departemen Tenaga Kerja. Target tahun 1984/85 adalah sebanyak 6.355 orang.

XII/15

GRAFIK XII - 1

PENGERAHAN TENAGA KERJA SUKARELA - BUTSI,1968 - 1984/85 (orang)

XII/16

3) Informasi Tenaga Kerja dan Antar Kerja

Dalam Repelita IV sistem informasi ketenagakerjaan perlu dikembangkan dan disempurnakan. Informasi pasar kerja menca-kup informasi lowongan dan pencari kerja, serta faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya jumlah lowongan dan pencari kerja tersebut. Penyebarluasan informasi ketenagakerjaan me-lalui bursa kesempatan kerja mempercepat usaha pengisian lo-wongan dan penempatan pencari kerja. Informasi tersebut dise-barluaskan pada waktu yang tepat melalui media massa seperti radio, surat kabar harian dan bulletin berkala dengan secara terperinci menyebutkan jumlah lowongan atau permintaan tenaga kerja menurut jenis jabatan, jenis pekerjaan, lokasi, keteram-pilan yang dibutuhkan, imbalan jasa yang akan diberikan di wilayah tertentu.

Perkembangan informasi ketenagakerjaan sejak sebelum Re-pelita sampai pada tahun pertama Repelita IV dapat dilihat pada Tabel XII-6. Pada akhir Repelita I dari 91.935 tenaga kerja yang mendaftarkan untuk disalurkan, 35.029 orang dian-taranya berhasil ditempatkan. Pada akhir Repelita II jumlah pendaftar meningkat, yaitu dari 221.525 orang pencari kerja yang mendaftar, 29.923 orang diantaranya berhasil ditempat-kan. Akhir Repelita III pendaftar berjumlah 871.223 orang, dan 84.836 orang diantaranya berhasil ditempatkan. Pada tahun pertama Repelita IV dari 1.102.365 orang yang mendaftarkan untuk disalurkan, 73.188 orang berhasil ditempatkan. Dari jumlah tersebut 430.857 orang tergolong “penghapusan” dise-babkan di antara pencari kerja tersebut mungkin telah menda-patkan pekerjaan atas usaha sendiri.

Melalui informasi pasar kerja, dapat diperoleh gambaran tentang lowongan permintaan tenaga kerja yang dibutuhkan me-nurut jabatan dan tingkat pendidikan. Informasi pasar kerja dimanfaatkan sebagai bahan penyuluhan bimbingan jabatan di lembaga-lembaga pendidikan dan latihan dalam rangka penyajian prospek jabatan yang perlu diketahui oleh calon pencari ker-ja. Informasi pasar kerja juga dimanfaatkan dalam penyusunan kamus jabatan guna melengkapi jenis-jenis jabatan dan isi ke-ahlian atau keterampilan yang dicakup oleh jenis jabatan ter-sebut.

Kegiatan penyaluran, penyebaran dan pemanfaatan tenaga kerja melalui Antar Kerja Antar Daerah (AKAD), Antar Kerja Lokal (AKL), dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN) dikaitkan dengan pemberian dan peningkatan keterampilan serta latihan

XII/17

TABEL XII - 6

JUMLAH PENDAFTARAN, PERMINTAAN DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA MELALUI DEPARTEMEN TENAGA KERJA,

1968 - 1984/85( orang )

1973/74 1978/79 1983/84Jenis Kegiatan 1968 (Akhir Re- (Akhir Re- 1982/83 (Akhir Re- 1984/85

pelita I) pelita II) pelita III)

Pendaftaran 94.667 91.935 221.525 986.818 871.223 1.102.365

Permintaan 22.652 40.629 36.305 233.669 123.317 106.640

Penempatan 13.039 35.029 29.923 84.417 84.836 73.188

Penghapusan 46.205 48.732 138.972 529.480 332.278 430.857

Sisa Pendaftaran 35.423 8.174 52.630 372.921 454.109 598.320

XII/18

mengenai disiplin kerja secara terpadu di balai-balai latihan kejuruan yang ada. Bagi tenaga kerja yang dikirim ke luar ne-geri terlebih dahulu diseleksi baik kemampuan teknis opera-sional maupun mental psikologis. Hal ini dimaksudkan agar di satu pihak tidak mengganggu tenaga terlatih bagi kebutuhan pembangunan di dalam negeri dan di lain pihak sesuai dengan lapangan kerja yang dibutuhkan di luar negeri.

Perkembangan mengenai tenaga kerja yang disalurkan dalam rangka AKAD, AKL dan AKAN dapat dilihat pada Tabel XII-7. Se-jak Repelita I sampai pada tahun pertama Repelita IV kegiatan ini menunjukkan peningkatan terus menerus, khususnya pada te-naga kerja yang disalurkan ke luar negeri. Sebagian besar te-naga kerja dalam rangka AKAN dimanfaatkan untuk mengisi ke-sempatan kerja di Timur Tengah, dan sebagian lagi di Malay-sia, Singapura serta beberapa negara Eropa. Pada akhir Repe-lita I penyaluran tenaga kerja melalui AKAN adalah 1.362 orang, pada akhir Repelita II adalah 10.365 orang, pada akhir Repelita III meningkat menjadi 30.790 orang, dan pada tahun pertama Repelita IV meningkat lagi menjadi 44.553 orang. Se-luruh tenaga kerja yang disalurkan melalui mekanisme AKAD, AKL dan AKAN pada tahun pertama Repelita IV sebanyak 66.884 orang, dan jumlah ini lebih kecil bila dibandingkan tahun se-belumnya yaitu 135.209 orang, karena terpengaruh oleh dampak perekonomian dunia yang mengalami kelesuan.

4) Penggunaan Tenaga Asing

Dalam rangka perluasan kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia, sebagai tindak lanjut Keppres No. 23 Tahun 1974, dilaksanakan pembatasan bagi warga negara asing pendatang yang bekerja di sini. Ada tiga bentuk pembatasan bagi warga negara asing pendatang. Pertama, jabatan yang tertutup dan hanya terbuka bagi warga negara Indonesia, khususnya jabatan-jabatan yang tidak membutuhkan keterampilan atau keahlian tinggi. Kedua, jabatan yang diijinkan untuk waktu tertentu, terbatas pada jabatan yang belum dapat diisi oleh tenaga ker-ja Indonesia, karena belum tersedianya tenaga ahli atau yang berketerampilan tinggi. Ketiga, jabatan yang terbuka untuk sementara waktu, yaitu jenis-jenis jabatan yang umumnya ber-kaitan dengan kepercayaan penanam modal, misalnya manajer ke-uangan dan jenis jabatan lainnya. Selain itu, juga telah di-tentukan jumlah tertinggi jenis jabatan yang dapat diisi te-naga kerja warga negara asing pendatang. Melalui koordinasi antar instansi teknis yang berwenang telah dilaksanakan peng-amatan yang lebih intensif mengenai kewajiban perusahaan me-

XII/19

TABEL XII - 7

JUMLAH TENAGA KERJA YANG DISALURKAN DALAM

RANGKA AKAD, AKAN, DAN AKL,1)

1968 - 1984/85

(orang)

1973/74 1978/79 1983/84Jenis Penyaluran 1968 (Akhir Re-

pelita I )(Akhir Re-pelita I I )

1982/83 (Akhir Re-pelita I I I )

1984/85

A K A D 1.024 6.654 11.776 31.758 19.583 10.978

A K A N - 1.362 10.365 21.152 30.790 44.553

A K L - 35.029 29.923 84.417 84.836 11.353

Jumlah : 1.024 43.045 52.064 137.327 135.209 66.884

Keterangan: AKAD = Antar Kerja Antar Daerah . AKAN = Antar Kerja Antar Negara

AKL = Antar Kerja Lokal

XII/20

latih tenaga kerja Indonesia yang pada waktunya menggantikan tenaga kerja asing.

Pada Tabel XII-8 dan Tabel XII-9 terlihat data perkem-bangan pelaksanaan pembatasan penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang menurut lapangan usaha. Sebelum Kep-pres No. 23 Tahun 1974 diterbitkan, jumlah keseluruhan jenis jabatan yang dibatasi pada akhir Repelita I adalah 717 jenis yang dicakup oleh 6 lapangan usaha. Sesudah Keppres No. 23 Tahun 1974 tersebut diterbitkan maka semakin jelas jenis ja-batan yang dapat dipangku oleh warga negara asing. Jenis ja-batan yang dibatasi bagi tenaga kerja asing terus meningkat dari Repelita ke Repelita berikutnya. Jumlah keseluruhan je-nis jabatan yang dibatasi pada akhir Repelita II adalah 1.870 yang dicakup oleh 12 lapangan usaha, dan meningkat menjadi 4.294 di 23 lapangan usaha pada akhir Repelita III. Keadaan tahun pertama Repelita IV mencatat 4.328 jenis jabatan yang dibatasi dalam 24 lapangan usaha. Dengan demikian jumlah ke-seluruhan jenis jabatan yang dibatasi sampai pada tahun per-tama Repelita IV secara kumulatif telah meningkat enam kali lebih dibandingkan dengan keadaan akhir Repelita I. Hal ini berarti melalui sarana pembatasan warga negara asing penda-tang telah diperluas peluang kesempatan kerja bagi tenaga kerja Indonesia khususnya untuk jenis jabatan yang tertutup dari 402 pada akhir Repelita I menjadi 1.608 pada tahun per-tama Repelita IV.

c. Latihan dan Keterampilan Tenaga Kerja

Peningkatan produktivitas melalui peningkatan latihan dan keterampilan serta kewiraswastaan merupakan salah satu faktor penting yang turut mempengaruhi peningkatan pertumbuhan eko-nomi. Dalam rangka pembinaan sumber daya manusia, peningkatan latihan dalam Repelita IV akan lebih diarahkan untuk memper-siapkan tenaga kerja baru usia muda yang akan masuk dalam du-nia kerja. Di samping itu, juga akan ditingkatkan keterampilan dan prestasi tenaga kerja yang sudah bekerja dalam rangka pe-nyesuaian dengan kemajuan teknologi.

Peningkatan latihan juga diarahkan untuk menumbuhkan eti-ka kerja dan meningkatkan motivasi, kreativitas, kemauan ker-ja agar dapat mulai berusaha secara mandiri serta membentuk tenaga kerja yang disiplin dan efisien. Sejalan dengan itu ditanamkan sikap mental yang positif terhadap setiap jenis pekerjaan baik yang “halus” maupun yang “kasar”, yang memen-tingkan hasil karya berdasarkan keahlian atau keterampilan.

X11/21

TABEL XII - 8

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAAN TENAGA KERJAWARGA NEGARA ASING PENDATANG MENURUT LAPANGAN USAHA,

1973/74 - 1984/85

TahunJumlah

Lapangan Usaha

Jumlah Je- nis Jabatan yang Ter-

tutup

Jumlah jenis Jabatan yang Diijinkan un-

tuk Waktu Tertentu

Jumlah Je- nis Jabatan yang terbuka untuk semen-tara waktu

Jumlah keseluruhan

Jenis Jabatan Yang dibatasi

1973/74 (Akhir Re-pelita I)

6 402 252 63 717

1978/79(Akhir Re-pelita II)

12 513 939 418 1.870

1982/83 23 1.384 2.105 233 3.722

1983/84(Akhir Re-pelita II I)

23 1.595 2.526 173 4.294

1984/85 24 1.608 2.542 178 4.328

XII/22

GRAFIK XII – 2

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA WARGA NEGARA ASING PENDATANG MENURUT LAPANGAN USAHA,

1968 - 1984/85

XII/23

(Lanjutan grafik XII – 2)

XII/24

(Lanjutan grafik XII – 2)

XII/25

TABEL XII – 9

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBATASAN PENGGUNAANTENAGA KERJA WARGA NEGARA ASING PENDATANG MENURUT LAPANGAN USAHA,

KEADAAN TAHUN 1984/85

XII/26

Usaha latihan juga ditujukan untuk mendukung program pemba-ngunan desa, pembangunan industri kecil dan usaha mandiri yang terbuka dalam proses pembangunan, penggantian tenaga kerja warga negara asing pendatang dengan tenaga kerja Indo-nesia, serta pengiriman tenaga kerja ke luar negeri.

1) Latihan Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang seyogianya perlu dilatih jumlahnya cu-kup besar, antara lain untuk memenuhi kebutuhan pembangunan di sektor-sektor jasa dan usaha sejenis, industri pengolahan, pertanian, bangunan, pertambangan dan pengangkutan. Kegiatan latihan diarahkan untuk menghasilkan tenaga-tenaga kepemim-pinan dan ketatalaksanaan, produksi dan sejenis, usaha pen-jualan, usaha pertanian, administrasi dan usaha kantor, dan usaha jasa. Latihan yang diberikan diutamakan kepada kelompok tenaga kerja usia muda dan wanita yang belum terampil dan ku-rang pengalaman. Latihan dilaksanakan di balai-balai latihan kerja pemerintah, swasta dan di perusahaan-perusahaan.

Peningkatan peranan Balai Latihan Kerja (BLK) pemerintah akan dilakukan melalui peningkatan fasilitas latihan dan per-luasan fungsinya yang sesuai dengan tuntutan pembangunan tiap daerah yang bersangkutan. Daya tampung fasilitas latihan di BLK-BLK diperbesar dengan menambah dan memperluas bengkel-bengkel kerja praktek dan ruang teori latihan. Demikian pula peralatan latihan yang sudah tua diganti dengan yang baru. Untuk beberapa BLK yang memenuhi syarat diterapkan sistem mo-dul keterampilan kerja. Lulusan BLK ditelusuri dan dianalisa untuk dijadikan umpan balik peningkatan mutu dan keserasian sesuai dengan kebutuhan pembangunan.

Jumlah tenaga kerja yang telah dilatih diberbagai BLK dari masa ke masa terus meningkat, sebagaimana terlihat pada Tabel XII-l0. Sebelum Repelita, yaitu tahun 1968 tenaga kerja yang dilatih hanya berjumlah 1.302 orang, dan pada akhir Re-pelita I meningkat lebih dari sepuluh kali lipat, yaitu 13.226 orang. Lima tahun kemudian, yaitu akhir Repelita II yang dilatih 23.782 orang dan pada akhir Repelita III menjadi 78.960 orang. Pada tahun pertama Repelita IV jumlah yang dilatih meningkat yaitu sebesar 111.582 orang, dan ini berarti kenaikan sekitar 86 kali dibandingkan dengan keadaan tahun 1968 atau sekitar 8 kali lebih besar dibandingkan dengan keadaan akhir Repelita I. Sekitar duapertiga latihan diarahkan ke daerah pedesaan melalui Mobile Training Unit (MTU).

XII/27

TABEL XII - 10

JUMLAH TENAGA KERJA YANG TELAH DILATIH DI BERBAGAIBALAI LATIHAN KERJA,1968 - 1984/85

1973/74 1978/79 1983/841)No. Jenis Balai Latihan 1968 (Akhir Re- (Akhir Re- 1982/83 (Akhir Re- 1984/85

pelita I) pelita II) pelita III)

1. Industri 821 7.855 10.634 17.454 20.423 24.269

2. Pertanian 481 1.551 3.876 3.084 504 3.541

3. Manajemen - 1.105 2.890 4.188 7.773 9.267

4. Mobile Training Unit (MTU) - 2.715 6.382 54.600 50.260 74.505

Jumlah 1.302 13.226 23.782 79.326 78.960 111.582

1) Angka diperbaiki

XII/28

GRAFIK XII – 3JUMLAH TENAGA KERJA YANG TELAH DILATIH DI BERBAGAI

BALAI LATIHAN KERJA1968 - 1984/85

XII/29

2) Latihan Swasta

Latihan swasta baik di dalam maupun di luar perusahaan sebagai bagian dari sistem latihan nasional diikutsertakan dalam penyelenggaraan latihan keterampilan. Peningkatan peran serta masyarakat dilaksanakan melalui pungutan biaya latihan yang wajar bagi peserta latihan yang mampu. Bagi golongan yang kurang mampu pembayarannya diperingan. Pembinaan terha-dap lembaga latihan swasta, baik mengenai kurikulum, fasili-tas, pengolahan maupun instrukturnya yang telah dirintis da-lam tahun-tahun sebelumnya terus dimantapkan. Di samping itu juga sedang dirintis sistem latihan permagangan dan latihan dalam pekerjaan di perusahaan. Dalam hubungan ini, sedang di-kaji sistem insentif bagi perusahaan agar terdorong menye-lenggarakan latihan keterampilan baik untuk mengisi kebutuhan intern perusahaan, maupun untuk masyarakat luas pada umumnya.

Dengan telah dilaksanakannya pembakuan kursus swasta di bidang-bidang otomotif/diesel, pesawat penerima/radio/televi-si dan administrasi perkantoran, maka sebagai tindak lanjut para pengelola latihan/kursus swasta ditatar dalam bidang me-todologi dan teknik administrasi. Penataran ini bertujuan agar kursus-kursus swasta mampu menyusun lembaran kerja (job sheet) yang merupakan unsur penting dalam pengelolaan latih-an. Pada awal tahun Repelita IV sebanyak 500 orang pengelola latihan swasta diberikan bimbingan metodologi dan teknik/ administrasi latihan. Selain itu juga dilakukan penataran terhadap 500 orang instruktur berbagai latihan swasta.

d. Hubungan dan Perlindungan Tenaga Kerja

Dalam Repelita IV sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam GBHN, dikemukakan bahwa pembinaan hubungan perburuhan perlu diarahkan kepada terciptanya kerjasama yang serasi an-tara buruh dan pengusaha yang dijiwai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Artinya, masing-masing pihak saling meng-hormati, saling membutuhkan, saling mengerti peranan serta hak dan melaksanakan kewajiban masing-masing dalam keseluruh-an proses produksi, serta dalam usaha meningkatkan partisipa-si masyarakat dalam pembangunan. Perusahaan juga berkewajiban bersama-sama dengan serikat buruh, mengusahakan agar karyawan memiliki kesadaran dalam turut bertanggung jawab atas kelan-caran, kemajuan dan kelangsungan hidup perusahaan. Dalam pada itu Pemerintah mengusahakan terciptanya dan tetap terbinanya hubungan yang serasi antara pengusaha dan buruh yang akan mendorong tercapainya efisiensi serta kedamaian dan ketenangan

1984/85

XII/30

kerja di perusahaan. Di samping itu juga sekaligus dapat di-penuhi kebutuhan kesejahteraan hidup buruh dan karyawan dalam perusahaan yang bersangkutan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan perusahaan.

Dengan semakin meluas dan berkembangnya kegiatan pemba-ngunan, masalah-masalah hubungan ketenagakerjaan dan kesejah-teraan buruh dan karyawan diperkirakan akan meningkat pula. Dalam hubungan ini, kebijaksanaan dan langkah-langkah yang ditempuh selama ini akan terus dilanjutkan, disempurnakan dan ditingkatkan. Usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dilaksanakan melalui asuransi ketenagakerjaan, kegiatan produktif yang diperuntukkan bagi buruh dan keluarganya, ser-ta pembentukan koperasi di perusahaan-perusahaan. Di bidang perlindungan tenaga kerja digalakkan usaha-usaha yang menca-kup hak-hak buruh, perlindungan norma umum dan norma-norma yang menyangkut fisik tenaga kerja melalui peningkatan gizi dan higiene, pengawasan kesehatan dan keselamatan kerja, pengaturan/penetapan upah minimum serta perluasan Perjanji-an/Kesepakatan Kerja Bersama (PKB/ KKB). Usaha pembinaan hu-bungan perburuhan yang serasi dilaksanakan melalui pembinaan lembaga-lembaga ketenagakerjaan seperti organisasi buruh, lembaga bi-partite di tingkat perusahaan, lembaga tri-partite di tingkat wilayah/nasional dan lembaga-lembaga lainnya.

1) Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Salah satu hal yang penting dalam perbaikan dan pening-katan kesejahteraan tenaga kerja adalah pengawasan yang efek-tif agar norma-norma keselamatan dan kesehatan kerja dilaksa-nakan secara wajar. Untuk itu ditingkatkan pengawasan dan pe-nyuluhan norma-norma perlindungan, khususnya yang menyangkut hak dan kewajiban buruh dan pengusaha. Sasaran pengawasan se-cara khusus ditujukan kepada sarana hubungan perburuhan Pan-casila seperti Perjanjian/Kesepakatan Kerja Bersama (PKB/ KKB), Peraturan Perusahaan (PP), pengupahan, asuransi sosial tenaga kerja, dan lain-lain. Selain itu, ditingkatkan peng-awasan dan pelaksanaan tunjangan yang lebih adil sehubungan dengan kecelakaan kerja. Pembentukan dan pembinaan Dewan Ke-selamatan dan Kesehatan Kerja di tingkat daerah dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja di perusahaan-per-usahaan diintensifkan, khususnya di perusahaan-perusahaan yang banyak menyerap tenaga kerja serta melaksanakan kegiat-an-kegiatan yang banyak mengandung resiko bahaya dan kecela-kaan.

Tindak lanjut dari usaha keselamatan dan kesehatan kerja

XII/31

adalah dilaksanakannya “penegakan hukum” oleh petugas-petugas Pengawas Perburuhan di tempat-tempat kerja. Kegiatan peng-awasan mencakup pengawasan terhadap keracunan, pengaruh ra-diasi, dan penggunaan bahan kimia. Pada tahun pertama Repeli-ta IV diterapkan pengawasan terpadu yang tahun-tahun sebelum-nya dilaksanakan terpisah, yaitu pengawasan perburuhan di sa-tu pihak dan pengawasan keselamatan kerja di lain pihak. Usa-ha perlindungan tenaga kerja anak dan wanita dilaksanakan me-lalui penyediaan Wisma-wisma dan Tempat Penitipan Anak (TPA) oleh perusahaan, peningkatan gizi anak, dan menggalakkan pro-gram bekerja sambil belajar (KEJAR) di perusahaan-perusahaan bagi tenaga kerja yang masih buta aksara.

Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (hyperkes) di perusahaan-perusahaan, pada tahun pertama Repelita IV, telah dikirim lagi dokter hyperkes untuk mengikuti pendidikan pasca sarjana, yaitu masing-masing 6 orang di Universitas Indonesia dan 5 orang di Universitas Gadjah Mada. Selain itu diadakan pula orientasi bagi guru guru SLTA dengan maksud memberi bekal kepada mereka mengenai keselamatan kerja sehingga secara dini para siswa diperkenal-kan dengan masalah keselamatan kerja. Untuk maksud ini, di Yogyakarta telah diadakan latihan bagi 31 orang guru STM. Ke-giatan lain adalah penataran hyperkes bagi 126 dokter per-usahaan, 113 para medis, 119 manajer, 17 pengawas keselamatan kerja, dan 21 asisten kesehatan lingkungan. Juga telah diada-kan ujian toksikologi syaraf dan perilaku terhadap 446 orang, pengujian dampak lingkungan dan beban kerja terhadap denyut nadi dilaksanakan di 12 perusahaan yang mencakup 553 orang pekerja, dan pengujian penyakit akibat kerja terhadap 4.298 pekerja di 94 perusahaan.

Pada tahun pertama Repelita IV dilaksanakan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap 14.566 perusahaan, 1.613 pesawat uap dan 25 buah pesawat lift. Kecelakaan kerja tercatat sebanyak 820 kasus yang melibatkan 911 orang peker-ja. Kebakaran yang terjadi sebanyak 96 kasus dengan 7 orang meninggal, 14 orang luka berat, dan 25 orang luka ringan. Ke-jadian-kejadian di atas bila dibandingkan dengan kejadian-ke-jadian tahun yang lalu menunjukkan penurunan. Hal ini dimung-kinkan karena adanya peningkatan usaha pengawasan dan pembi-naan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja antara lain melalui Panitia-panitia Pembina Keselamatan Kerja di perusa-haan-perusahaan. Sampai dengan tahun pertama Repelita IV se-cara kumulatif telah terbentuk 2.520 buah Panitia Pembina Ke-selamatan Kerja di 2.520 perusahaan, dan 26 Dewan Keselamatan Kerja Wilayah sebagai badan pembantu penasihat pemerintah.

XII/32

2) Pengaturan Pengupahan

Dalam rangka meningkatkan kelancaran, efisiensi dan ke-langsungan hidup perusahaan, pengusaha perlu menjamin pembe-rian imbalan yang layak secara kemanusiaan dan sesuai dengan sumbangan jasa yang dihasilkan oleh buruh. Sejalan dengan itu, upah mempunyai kedudukan yang central dan strategis. Di satu pihak upah merupakan salah satu sarana pemerataan penda-patan yang mempengaruhi kesejahteraan buruh secara langsung, di lain pihak upah juga mempengaruhi biaya produksi, produk-tivitas tenaga kerja, dan tingkat harga yang pada gilirannya berakibat pada pertumbuhan produksi, perluasan dan pemerataan kesempatan kerja. Upah juga mempengaruhi kesejahteraan buruh secara tidak langsung dan selama ini merupakan salah satu sumber dari sebagian besar keresahan dan perselisihan ketena-gakerjaan. Dengan demikian maka dalam Repelita IV masalah upah ditangani dengan lebih terpadu secara lintas sektoral, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan buruh beserta keluarga-nya.

Sasaran utama kebijaksanaan upah adalah pada sektor-sek-tor yang memberi imbalan upah masih di bawah tingkat kelaya-kan. Pengaturan pengupahan ditujukan untuk mempersempit ke-senjangan upah dalam jabatan yang sama, baik antar wilayah maupun antar sektor, serta juga antara upah tertinggi dan upah terendah dalam satu sektor atau perusahaan. Untuk mene-kan atau mengurangi pergeseran pekerja dari pedesaan ke per-kotaan juga diusahakan agar tingkat upah pekerja di pedesaan cukup menarik dan perbedaannya tidak menyolok dibandingkan dengan tingkat upah di perkotaan.

Sampai dengan tahun pertama Repelita IV perkembangan pe-netapan upah minimum secara kumulatif adalah telah ditetap-kannya 17 upah minimum regional, 55 upah minimum sektor re-gional dan 311 upah minimum sub sektor regional. Dari 17 pe-netapan upah minimum regional yang terendah Rp 450,-/hari di D.I. Yogyakarta dan tertinggi Rp 1.600,-/hari di daerah Irian Jaya. Upah minimum sektor regional yang terendah terdapat pa-da sektor angkutan di D.I. Yogyakarta sebesar Rp 450,-/hari, dan yang tertinggi pada sektor konstruksi/bangunan di Kali-mantan Selatan sebesar Rp 3.000,-/hari untuk upah tukang ke-pala. Untuk upah sub sektor regional yang terendah terdapat pada sub sektor industri rokok di Jawa Tengah sebesar Rp 450,-/hari dan tertinggi pada sub sektor penebangan kayu di Sumatera Selatan sebesar Rp 3.000,-/hari. Penetapan ting-kat upah ini menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

XII/33

3) Jaminan Sosial

Jaminan sosial merupakan faktor penting di bidang perbu-ruhan guna meningkatkan kesejahteraan buruh. Salah satu kebi-jaksanaan dalam jaminan sosial adalah dilaksanakannya asuran-si kecelakaan kerja dan tabungan hari tua yang dikaitkan de-ngan tunjangan kematian. Sejalan dengan kebijaksanaan terse-but kepada badan-badan swasta yang melaksanakan asuransi te-naga kerja diberikan bimbingan agar pada gilirannya juga da-pat meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja.

Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK) yang cakupannya se-lama ini terbatas pada perusahaan yang buruhnya berjumlah 100 orang atau lebih, atau dengan pengeluaran upah Rp 5 juta se-bulan atau lebih, dalam Repelita IV diperluas jangkauannya sehingga memberikan perlindungan bagi buruh di perusahaan-perusahaan yang lebih kecil. Di samping itu materi yang dica-kup juga dikembangkan secara bertahap sehingga meliputi asuransi sakit, pensiun, dan jaminan pesangon selain dari asuransi kecelakaan kerja dan tabungan hari tua yang telah ada. Dana yang terhimpun selain dikelola untuk memenuhi ke-wajiban pembayaran bagi tenaga kerja, juga diarahkan pada bidang-bidang yang langsung bermanfaat bagi tenaga kerja, se-perti pembangunan perumahan, poliklinik, koperasi dan pembe-lian saham perusahaan tanpa meninggalkan prinsip keamanan dana.

Semenjak ASTEK diselenggarakan dalam tahun 1978 sampai dengan bulan Maret 1985, secara kumulatif jumlah investasi ASTEK yang terhimpun telah mencapai Rp 179,045 milyar, dengan jumlah peserta sebanyak 12.582 perusahaan dan jumlah pekerja 2.294.832 orang. Penerimaan iuran ASTEK sampai dengan bulan Maret 1985 berjumlah Rp 3.707.700.000,- sedangkan jaminan yang telah diberikan berjumlah Rp 748.965.304,30 untuk seba-nyak 2.447 kasus yang telah diselesaikan.

Pada Tabel XII-11 disajikan perkembangan jumlah kasus dan pembayaran jaminan dari masa ke masa. Semenjak tahun 1979 sampai dengan tahun 1984, dari seluruh kejadian pada asuransi kecelakaan kerja, tabungan hari tua, dan asuransi kematian secara keseluruhan telah tercatat sebanyak 15.747 kasus de-ngan dana jaminan sebesar Rp 3.962.775.000,-. Perkembangan seluruh kejadian baik dalam kasus maupun dana jaminan selalu menunjukkan peningkatan kecuali keadaan tahun 1984 karena da-ta yang masuk baru sampai dengan bulan September.

Usaha peningkatan kesejahteraan tenaga kerja di luar

XII/34

TABEL XII - 11KASUS DAN PEMBAYARAN JAMINAN,

1979 - 1984( dalam ribuan rupiah )

XII/35

ASTEK dan pengupahan adalah kegiatan usaha produktif bagi pe-kerja dan keluarga pada waktu senggang. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain dilaksanakan di sektor pertanian/perke-bunan berupa berternak domba, ayam dan babi. Di sektor infor-mal/tradisional, khususnya di daerah miskin dan padat pendu-duk, diselenggarakan budi daya tambak udang, ikan air deras dan bandeng. Usaha-usaha tersebut banyak manfaatnya bagi pe-kerja yang bersangkutan yaitu di samping menambah penghasilan mereka secara kualitatif juga memperluas peluang kesempatan kerja bagi pekerja dan keluarganya.

4) Perjanjian Perburuhan

Unsur penting di dalam menciptakan kerjasama yang serasi antara buruh dan pengusaha adalah adanya kebutuhan saling menghormati, saling mengerti peranan Serta hak dan kewajiban masing-masing dalam proses produksi dan hubungan kerja. Hal ini erat kaitannya dengan adanya syarat-syarat kerja yang wa-jar dan dituangkan dalam bentuk perjanjian/kesepakatan kerja bersama (PKB/KKB), perjanjian kerja (PK) dan peraturan peru-sahaan (PP). Untuk memperlancar perluasan dan penyempurnaan PKB/KKB oleh buruh dan pengusaha, disusun pola dasar PKB/KKB baik menurut sektor, maupun menurut tingkat kemampuan perusa-haan. PKB/KKB sekurang-kurangnya memuat aspek-aspek utama da-lam hubungan kerja seperti upah, lembur, jam kerja, dan lain-lain. Dengan demikian kasus-kasus salah pengertian dan perselisihan dapat dikurangi dan dihindari.

Sebagai alat penting bagi hubungan perburuhan, PKB/KKB terus diperluas ke semua sektor dengan sasaran utama perusa-haan-perusahaan yang banyak menyerap tenaga kerja, penghasil devisa, perusahaan-perusahaan yang telah memiliki Serikat Bu-ruh Lapangan Pekerjaan (SBLP), khususnya yang sudah mempunyai Peraturan Perusahaan. Pada Tabel XII-12 disajikan perkemba-ngan jumlah PKB/KKB dan jumlah perusahaan yang dicakup sejak Repelita I sampai dengan tahun pertama Repelita IV. Dari ta-bel tersebut terlihat bahwa baik PKB/KKB maupun jumlah peru-sahaan yang dicakup selalu meningkat. Apabila pada akhir Re-pelita I jumlah PKB/KKB dan perusahaan yang dicakup masing-masing adalah 13 buah dan 20 buah, maka keadaan tahun pertama Repelita IV menjadi 3.996 buah dan 5.673 buah. Hal ini ber-arti kenaikan sebesar 307 kali dalam hal PKB/KKB dan 284 kali dalam hal perusahaan yang dicakup.

Perusahaan-perusahaan yang belum mempunyai basis SBLP di-dorong untuk menerbitkan Peraturan Perusahaan (PP) di mana PP adalah merupakan usaha pra PKB/KKB. Secara kumulatif jumlah

XII/36

TABEL XII – 12

PERJANJIAN KERJA BERSAMA ( PKB ),1973/74 - 1984/85

T a h u n Jumlah PKB Jumlah Perusahaanyang dicakup

1973/74(Akhir Repelita I)

13 20

1978/79(Akhir Repelita II)

696 1.900

1982/83 2.972 4.671

1983/84(Akhir Repelita III)

3.369 5.649

1984/85 3.996 5.673

XII/37

PP yang telah disyahkan pada tahun pertama Repelita IV adalah sebanyak 13.272 buah. Dalam penyusunan/pembuatan PP yang ter-paksa diperpanjang masa berlakunya, diusahakan adanya pening-katan isinya, baik jenis maupun bobotnya.

Usaha peningkatan hubungan dan perlindungan tenaga kerja di sektor informal, khususnya sektor tradisional antara pemi-lik dan petani/nelayan penggarap terus diperluas dengan men-dorong mereka untuk membuat Perjanjian Kerja (PK) tertulis. PK tertulis ini mencakup beberapa aspek seperti masa berlaku-nya PK, bagi hasil, uang muka, sumber pembiayaan, dan tata cara mengakhiri PK sebelum habis masa berlakunya.

5) Lembaga Ketenagakerjaan

Upaya meningkatkan fungsi lembaga-lembaga ketenagakerja-an, baik di pusat maupun di daerah, diselenggarakan melalui peningkatan penyuluhan bagi pimpinan lembaga-lembaga ketena-gakerjaan. Hal ini dimaksudkan agar supaya pimpinan lembaga tersebut dapat lebih mampu dan berfungsi dalam menampung, me-nanggapi, melayani, menyalurkan dan menyelesaikan masalah-ma-salah ketenagakerjaan yang dilandasi hubungan perburuhan Pan-casila. Penyuluhan kepada buruh/pekerja dan pengusaha diarah-kan agar peserta hubungan kerja lebih memahami masalah-masa-lah pembangunan pada umumnya dan perusahaan pada khususnya. Selain itu juga diharapkan untuk dapat menumbuhkan citra sa-ling menghormati, saling membutuhkan, saling mengerti peranan serta hak dan melaksanakan kewajiban masing-masing dalam ke-seluruhan proses produksi.

Dalam rangka memasyarakatkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dan hubungan perburuhan yang serasi di kalangan buruh dan pengusaha, baik di sektor formal maupun informal dan tradisional, maka telah disempurnakan dan di-tingkatkan sistem pendidikan perburuhan yang dilaksanakan se-lama ini dengan mengikutsertakan pengusaha.

Pada tahun pertama Repelita IV telah dilaksanakan pena-taran P4 dan hubungan perburuhan sebanyak 262 kali dengan jumlah peserta 14.993 orang. Karena masih banyak pihak peker-ja yang membutuhkan penataran, maka di samping usaha dari pe-merintah, para pengusaha didorong pula untuk melaksanakan pe-nataran bagi para pekerjanya. Pelaksanaan penataran dipriori-taskan kepada perusahaan yang rawan di mana sering terjadi perselisihan, pemogokan dan aksi-aksi lain.

XII/38

Sejak berdirinya Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) tahun 1973 sampai dengan tahun pertama Repelita IV, pertum-buhan dan perkembangan basis Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan (SBLP) telah mencapai 10.435 basis (Tabel XII - 13). Dalam rangka pembinaan kualitas basis SBLP maka iuran bagi serikat sekerja lebih digalakkan pelaksanaannya.

Kerjasama antara Pemerintah dengan FBSI, APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) yang dahulu bernama PUSPI (Perhimpunan Urusan Sosial Ekonomi Pengusaha seluruh Indonesia) terus di-tingkatkan. APINDO dewasa ini mempunyai perangkat Dewan Pim-pinan Daerah (DPD) sebanyak 26 buah dan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) sebanyak 27 buah.

Kegiatan Badan Kerja Sama (BKS) Tripartite yang berfungsi sebagai wadah konsultasi, komunikasi, dan musyawarah antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah dalam usaha mencegah dan memecahkan masalah-masalah yang timbul terus dikembangkan. Demikian pula wadah antara Pengusaha dan Buruh berupa lembaga Bipartite di perusahaan-perusahaan juga semakin menunjukkan kemajuan. Sampai dengan tahun pertama Repelita IV telah ter-bentuk BKS Tripatite satu buah di tingkat nasional, 25 buah di tingkat Dati I, dan 121 buah di tingkat Dati II. Sedangkan BKS Bipartite hingga kini secara kumulatif jumlahnya mencapai 1.895 buah. Pembentukan Lembaga-lembaga ini sangat besar man-faatnya untuk mengatasi tumbuh dan berkembangnya penyelesaian perburuhan.

Lembaga Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat dan Daerah (P4P dan P4D) yang berfungsi memberikan pelayanan ke-pada masyarakat di bidang penyelesaian perselisihan dan pemu-tusan hubungan ketenagakerjaan dengan cepat, tepat, murah, konsisten dan adil telah meningkatkan frekuensi persidangan. Selain itu dilaksanakan pembentukan panitia angket dan sidang keliling. Pada tahun pertama Repelita IV jumlah perselisihan menurut Undang-undang nomor 22 tahun 1957 yang disampaikan kepada P4P/P4D berjumlah 108 kasus. Melihat pada jumlah kasus tersebut, maka terdapat penurunan sebesar 3,7 persen bila di-bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.

Pemogokan yang terjadi pada tahun pertama Repelita IV se-banyak 59 kali yang melibatkan 7.917 pekerja dan menghilang-kan 79.080 jam kerja. Hal ini berarti suatu penurunan bila dibandingkan dengan tahun yang lalu di mana jumlah pemogokan adalah 75 kali yang melibatkan 21.405 pekerja dan menghilang-kan 262.116 jam kerja. Penurunan jumlah pemogokan ini terjadi

XII/39

TABEL XII - 13

PERKEMBANGAN ORGANISASI FEDERASI BURUH SELURUH INDONESIADAN SERIKAT BURUH LAPANGAN PEKERJAAN,

1973/74 - 1984/85

1973/74 1978/79 1983/84Struktur Organisasi (Akhir Re- (Akhir Re- 1982/83 (Akhir Re- 1984/85

pelita I ) pelita II ) pelita I I I )

FBSI 1)

Dewan Pimpinan Cabang (DPC)

187 187 272 274 274

SBLP 2)

Pimpinan Daerah (PD) 82 134 195 221 223

Pimpinan Cabang (PC)167 227 479 5793) 583

Basis 7.233 8.351 10.088 10.220 10.435

1) Federasi Buruh Seluruh Indonesia2) Serikat Buruh Lapangan Pekerjaan3) Angka diperbaiki

XII/40

antara lain berkat adanya kesadaran para pekerja dan pengusa-ha setelah mengikuti Penataran P4 dengan memusyawarahkan per-selisihan yang timbul dan mulai tumbuhnya suasana kekeluarga-an, gotong-royong dan saling pengertian dalam perusahaan.

B. TRANSMIGRASI

1. Pendahuluan

Pelaksanaan pembangunan di bidang transmigrasi terutama ditujukan untuk membantu memecahkan masalah-masalah yang di-akibatkan penyebaran penduduk yang kurang merata. Secara langsung kegiatan transmigrasi membantu mengatasi masalah ke-tidak seimbangan kepadatan penduduk dan tenaga kerja diantara pulau-pulau di Indonesia sehingga transmigrasi sekaligus mem-perluas landasan bagi usaha-usaha pembangunan umumnya, baik di daerah asal maupun di daerah penerima.

Menurut sensus penduduk tahun 1980, jumlah penduduk Indo-nesia yang tinggal di Jawa ada sekitar 61,9% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia, sisanya sekitar 38,1% tinggal di luar Jawa. Luas daratan di Jawa hanya sekitar 7% dari daratan seluruh Indonesia. Apabila dilihat dari segi kepadatan pendu-duk, maka kepadatan penduduk di Jawa sudah mencapai sekitar 690 jiwa per Km2. Di luar Jawa kepadatan penduduk relatif rendah, yaitu Sumatera sekitar 59 jiwa per Km2, Kalimantan sekitar 12 jiwa per Km2, Sulawesi sekitar 55 jiwa per Km2, Maluku sekitar 19 jiwa per Km2 dan Irian Jaya sekitar 3 jiwa per Km2.

Di samping untuk memperbaiki masalah penyebaran penduduk, transmigrasi juga ditujukan untuk memperluas landasan yang kuat bagi usaha-usaha pembangunan di sektor lainnya terutama di sektor yang memberikan perluasan kesempatan kerja yang be-sar. Salah satu sektor yang penting adalah sektor pertanian. Pelaksanaan transmigrasi di samping ditujukan untuk memper-luas areal pertanian produktif baru, juga untuk lebih mening-katkan produksi dari berbagai komoditi pertanian. Secara langsung usaha ini dikaitkan dengan pemindahan penduduk dan tenaga kerja dari daerah-daerah yang relatif padat penduduk-nya ke daerah-daerah yang masih jarang penduduknya, termasuk dari daerah kawasan hutan yang seharusnya berfungsi sebagai hutan lindung, hutan margasatwa dan cagar alam, sehingga di-harapkan potensi manusia dan potensi alam akan lebih berim-bang. Dengan demikian usaha transmigrasi sekaligus ditujukan

XII/41

untuk menata kembali pemukiman agar serasi dengan sumber alam dan lingkungan yang tersedia. Di samping itu pula, pelaksana-an transmigrasi merupakan bagian dari usaha penataan penguasa-an dan pemilikan tanah baik di daerah asal maupun daerah pe-nerima.

Usaha pembangunan transmigrasi disektor industri terutama ditujukan untuk lebih menjamin ketersediaan tenaga kerja dan bahan baku. Hal ini akan membuka kesempatan yang lebih besar dan luas bagi usaha-usaha pengolahan hasil pertanian di daerah transmigrasi. Sedangkan di sektor perdagangan kegiatan di bi-dang transmigrasi memberi kesempatan luas bagi usaha-usaha penyaluran hasil produksi baik dari daerah transmigrasi ke pasaran lokalnya, pasaran nasional ataupun internasional. Di lain pihak, usaha pembangunan di daerah transmigrasi memberi peluang bagi usaha penyaluran barang dan jasa yang dibutuhkan bagi pembangunan daerah transmigrasi itu sendiri.

Usaha pembangunan di daerah transmigrasi ditujukan untuk meningkatkan pembangunan di berbagai sektor di daerah-daerah yang jarang penduduknya sehingga pembangunan akan menyebar ke seluruh daerah dan pembangunan akan lebih berimbang antara daerah satu dan daerah lainnya. Hal ini membantu mempercepat proses pembauran bangsa serta menunjang usaha-usaha memperko-koh pertahanan dan keamanan nasional.

Pelaksanaan transmigrasi sejak Repelita I, II, III dan tahun pertama Repelita IV, pada umumnya sudah memberikan sum-bangan yang positif bagi usaha-usaha pembangunan, baik daerah pengirim maupun daerah penerima. Hasil-hasil yang sudah dica-pai tersebut masih perlu ditingkatkan baik jumlah transmigran yang dipindahkan dan ditempatkan maupun mutu pelaksanaannya. Pelaksanaan transmigrasi diharapkan akan memberikan hasil serta dampak yang lebih bermanfaat bagi pembangunan pada umumnya serta landasan yang kuat bagi kelanjutan pembangunan di masa-masa mendatang. Dalam hal ini perlu terus diusahakan terciptanya sistem pengelolaan yang semakin baik dan terpadu, serta keserasian antar kegiatan dari berbagai sektor di ting-kat pusat maupun daerah dalam pelaksanaan transmigrasi.

2. Kebijaksanaan Transmigrasi

Dalam Repelita IV, sasaran pembangunan di bidang transmi-grasi adalah mengusahakan pemindahan dan penempatan sekitar 750.000 kepala keluarga transmigran dari Jawa, Madura dan Bali ke daerah-daerah penerima yaitu Sumatera, Kalimantan, Su-lawesi, Maluku dan Irian Jaya. Selain peningkatan jumlah

XII/42

transmigran yang cukup besar, juga mutu pelaksanaan transmi-grasi dalam Repelita IV akan ditingkatkan pula, baik pelaksa-naan di daerah asal maupun pelaksanaan di daerah penerima.

Kebijaksanaan di daerah penerima, terutama ditujukan ke-pada tersedianya prasarana, sarana dan fasilitas-fasilitas yang memadai sebagai landasan bagi tumbuhnya masyarakat baru seperti jalan penghubung, jalan poros, jalan desa, jalan per-tanian, saluran drainase dan jalur hijau, lahan usaha dan perumahan, fasilitas air bersih dan jamban keluarga. Dalam rangka kegiatan pelayanan sosial ekonomi masyarakat transmi-grasi dibangun pula sarana dan fasilitas fisik berupa bangun-an sekolah, bangunan koperasi/KUD, balai pengobatan, balai pertemuan/balai desa, rumah ibadah, kantor pos dan rumah pe-tugas beserta perlengkapannya. Semua fasilitas-fasilitas yang dibangun tidak saja diperuntukkan bagi para transmigran, te-tapi juga untuk dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya.

Pembangunan prasarana, sarana dan fasilitas-fasilitas tersebut adalah untuk mewujudkan pusat-pusat pembangunan baru di daerah-daerah sehingga dengan demikian diharapkan akan da-pat menjamin peningkatan taraf hidup transmigran dan masyara-kat setempat. Dalam hal ini pemilihan lokasi yang sebaik-baik-nya, penyiapan lahan dan pembangunan fasilitas pemukiman yang memenuhi syarat pemukiman yang layak serta pembinaan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat transmigran merupakan kegiatan yang sangat menentukan. Untuk ini maka perlu dipersiapkan terlebih dahulu perencanaan yang matang dan terarah yang me-liputi pola pemukiman, pola pengembangan usaha pertanian dan pola pengembangan usaha sosial dan budaya sebelum pelaksanaan fisik di daerah pemukiman. Perencanaan ini dilandasi dengan keterangan yang lebih terperinci yang diperoleh dari studi-studi atau penelitian dari lokasi-lokasi yang direncanakan. Studi atau penelitian tersebut dimaksudkan sebagai bahan ma-sukan dan pertimbangan bagi pemilihan lokasi yang sebaik-baik-nya. Perencanaan meliputi 2 tahap yaitu perencanaan makro dan mikro. Dalam perencanaan makro disusun perencanaan lokasi untuk jangka panjang, menengah atau 5 tahun dan jangka pendek atau satu tahun. Perencanaan mikro merencanakan penerimaan untuk masing-masing lokasi. Dalam hubungan ini maka di sam-ping pertimbangan teknis juga masalah yang tidak kurang pen-tingnya adalah penyelesaian status tanah masing-masing calon lokasi transmigrasi.

Setelah tahap pemilihan lokasi selesai, maka tahap selan-jutnya adalah pembuatan rencana terperinci mengenai pengem-

XII/43

bangan daerah transmigrasi yang meliputi pola tata ruang, po-la pengembangan produksi, pola pengolahan dan pemasaran pro-duksi, pola pengembangan sosial budaya dan sebagainya.

Kegiatan berikutnya adalah pelaksanaan fisik di lapangan dan kegiatan-kegiatan ini meliputi pembuatan jaringan-jaring-an jalan yang terdiri dari jalan penghubung, jalan poros, ja-lan desa dan jalan pertanian, pembuatan jembatan-jembatan, pembukaan lahan baik lahan pekarangan, lahan usaha I maupun lahan untuk fasilitas umum, pengukuran dan pengkaplingan, pembangunan rumah transmigran serta sarana air bersih yang dapat berupa sumur gali, bendungan pengendali atau penyediaan gentong/drum untuk menampung air. Selain itu dibangun pula fasilitas umum untuk berkembangnya suatu desa yaitu balai de-sa, kantor unit transmigrasi, rumah ibadah, gudang unit, balai pengobatan, gedung-gedung sekolah dan lain-lain.

Bagi setiap kepala keluarga transmigran disediakan lahan seluas 2,0 Ha yang terdiri dari 0,25 Ha lahan pekarangan, 1,0 Ha lahan usaha I dan sisanya lahan usaha II. Lahan pekarangan dan lahan usaha I akan dibuka oleh pemerintah, sedangkan la-han usaha II dalam bentuk lahan yang sudah dikapling harus dibuka sendiri oleh transmigran. Lahan seluas 2,0 Ha ini di-dasarkan atas perkiraan kemampuan satu keluarga transmigran/ petani untuk menggarapnya menjadi lahan pertanian dan diper-kirakan jika hal ini dapat dilakukan akan memungkinkan untuk berkembang secara wajar.

Sejalan dengan kebijaksanaan diatas, maka pelaksanaan transmigrasi juga ditujukan untuk turut memecahkan masalah penduduk di daerah penerima yang hidupnya masih berpindah-pindah dan terpencar-pencar. Dalam hal ini, rancangan penem-patan disuatu daerah pemukiman didasarkan pada asas “tripar-tial” yaitu penempatan bagi transmigran umum dan penduduk se-tempat yang ingin berpartisipasi langsung dalam pembangunan di daerah transmigrasi, serta transmigran swakarsa yang pin-dah atas biaya sendiri. Penduduk setempat yang diberi priori-tas adalah petani yang tidak memiliki tanah, penduduk yang hidup terpencar-pencar dan berpindah-pindah, masyarakat ter-asing dan penduduk yang bertempat tinggal serta menggarap daerah kawasan hutan. Hal ini dimaksudkan sebagai salah satu usaha pengintegrasian penduduk setempat dengan transmigran. Untuk ini maka dalam Repelita IV, usaha penyuluhan dan pembi-naan yang tepat lebih ditingkatkan, sehingga penduduk di dae-rah pemukiman transmigrasi setelah sekitar lima tahun didalam pembinaan dan penyuluhan akan dapat melanjutkan pembangunan secara mandiri.

XII/44

Pembinaan yang diberikan antara lain berupa pemberian bantuan pangan untuk jangka waktu 12 sampai 18 bulan yang di-berikan sejak transmigran berada di daerah pemukiman transmi-grasi, yang dimaksudkan agar para transmigran dapat mulai mengerjakan lahannya, baik lahan pekarangan maupun lahan usa-ha I untuk produksi tanaman pertanian. Dalam waktu 12 sampai 18 bulan ini diperkirakan lahan pertanian transmigran sudah mulai dapat menghasilkan sehingga untuk selanjutnya bantuan pangan tidak diperlukan lagi. Untuk mempercepat dan mening-katkan produksi hasil pertaniannya, para transmigran selain mendapatkan bantuan pangan juga mendapatkan paket bantuan sa-rana produksi pertanian (saprotan) selama 3 tahun berturut-turut yang terdiri dari bibit, pupuk, pestisida dan rodenti-sida. Selain itu juga disediakan paket peralatan pertanian dan non pertanian seperti cangkul, parang, kampak, tajak, se-kop, linggis, alat-alat dapur dan alat-alat pertukangan.

Dalam usaha untuk mendayagunakan sarana produksi dan per-alatan yang diberikan agar dapat digunakan dengan sebaik-baiknya, maka dilaksanakan berbagai bentuk penyuluhan seperti pembuatan petak percontohan, latihan dan pendidikan serta bimbingan dan petunjuk langsung mengenai cara dan teknik per-tanian yang baik pada lahan petani transmigran. Selain itu juga dilakukan monitoring secara terus menerus terhadap per-kembangan usaha pertanian transmigran sehingga bilamana perlu dapat segera diberikan bantuan.

Usaha pembinaan lain yang diberikan adalah berupa penye-diaan sarana dan prasarana pendidikan bagi anak-anak transmi-gran, penyediaan sarana kesehatan, penyuluhan tentang program keluarga berencana dan lain-lain yang dimaksudkan agar masya-rakat transmigran dapat hidup lebih baik dibandingkan pada waktu masih di daerah asalnya serta anak-anak/generasi ber-ikutnya dapat berkembang tidak hanya sebagai petani, tetapi juga pada bidang-bidang lainnya terutama untuk mengembangkan daerah transmigrasi tersebut sebagai pusat pertumbuhan ekono-mi baru. Untuk mengembangkan kehidupan ekonomi di daerah transmigrasi didirikan koperasi-koperasi dan kelembagaan desa lainnya yang diharapkan mampu berkembang sebagai sarana untuk pemasaran hasil pertanian dan hasil produksi lainnya dan untuk menyediakan kebutuhan hidup para transmigran. Hal ini dimak-sudkan agar perkembangan ekonomi di daerah transmigrasi dapat lebih terkendali.

Di bidang kepemudaan dan peranan wanita dilakukan bimbing-an/penyuluhan agar dapat tumbuh kader-kader pemuda-pemuda

XII/45

transmigran yang berwawasan luas serta mampu untuk mengembang-kan daerahnya dan juga wanita-wanita transmigran yang dapat mengembangkan diri dalam usaha meningkatkan produksi pertani-an serta hasil industri rumah tangga.

Pembinaan daerah transmigrasi seperti sudah diuraikan, dilakukan selama paling lama lima tahun berturut-turut sejak para transmigran datang di lokasi-lokasi pemukiman transmi-grasi. Setelah masa pembinaan tersebut dan para transmigran sudah dapat hidup secara wajar dan daerah transmigrasi dini-lai sudah memenuhi kriteria-kriteria tertentu, maka pembangun-an selanjutnya akan dilaksanakan dibawah koordinasi pemerintah daerah setempat.

Di daerah asal kebijaksanaan yang ditempuh meliputi pemi-lihan kecamatan dan desa-desa yang menjadi sasaran program transmigrasi yaitu daerah yang memberikan manfaat dan penga-ruh yang semaksimal mungkin dalam rangka mengurangi kepadatan penduduk. Dalam hubungan ini diutamakan kecamatan-kecamatan atau desa-desa yang padat penduduknya, relatif miskin, meng-hadapi masalah kelestarian sumber alam, daerah-daerah kritis, terkena bencana alam dan proyek-proyek pembangunan. Dengan demikian diharapkan akan dapat dilaksanakan usaha-usaha reha-bilitasi daerah sehingga daerah-daerah asal transmigrasi yang sebelumnya menghadapi masalah tekanan penduduk dapat ditata kembali sesuai dengan fungsi yang seharusnya.

Pelaksanaan transmigrasi di daerah asal juga dimaksudkan untuk menarik minat masyarakat untuk turut dalam program transmigrasi. Bagi masyarakat yang berminat akan dapat dite-rima setelah melalui prosedur-prosedur yang berlaku. Ketentu-an-ketentuan untuk menjadi transmigran antara lain adalah : (a) berpenghasilan rendah; (b) relatif muda; (c) petani atau mempunyai keterampilan khusus; (d) sudah berkeluarga dan (e) sehat jasmani dan rokhani.

Ketentuan-ketentuan tersebut di atas dimaksudkan agar pa-ra calon yang berminat dapat berhasil di daerah transmigrasi yang merupakan daerah baru dan relatif sulit. Bagi mereka yang terpilih akan diberikan pelayanan mulai dari daerah asal sampai lokasi transmigrasi berupa pengangkutan, sarana tran-sito, penyediaan makanan dan obat-obatan selama dalam perja-lanan dan lain-lain. Untuk sarana angkutan telah diadakan pe-ningkatan dengan menggunakan pesawat udara yang dimaksudkan untuk memungkinkan pemindahan transmigran dalam jumlah yang besar secara cepat, sehat dan aman.

XII/46

Di samping kebijaksanaan-kebijaksanaan di atas, maka da-lam Repelita IV lebih didorong perkembangan sosial ekonomi daerah pedesaan di luar Jawa melalui pelaksanaan transmigrasi sisipan. Transmigrasi sisipan ini dimaksudkan selain untuk menambah penduduk di desa setempat atau desa transmigrasi sekaligus juga menambah tenaga kerja untuk mengolah secara optimum sumber-sumber daya yang tersedia, terutama sekali la-han pertanian. Dengan demikian maka di samping fungsi sumber-sumber daya alam dapat dilestarikan serta terpelihara juga usaha peningkatan taraf hidup masyarakat dapat dilaksanakan secara efisien.

3. Pelaksanaan Kegiatan Transmigrasi

Secara keseluruhan jumlah transmigran yang berhasil di-pindahkan dan ditempatkan terus meningkat dari Repelita ke Repelita. Pada Tabel XII-14 dan Tabel XII-15 dan Tabel XII-16 terlihat bahwa selama Repelita I, II dan III masing-masing sudah berhasil dipindahkan dan ditempatkan sejumlah 39.436 kepala keluarga, 62.364 kepala keluarga dan 535.474 kepala keluarga. Pencapaian sasaran Repelita III sejumlah 535.474 kepala keluarga tersebut terdiri dari 365.977 kepala keluarga berasal dari transmigrasi umum dan 169.497 kepala keluarga berasal dari transmigrasi swakarsa. Pada tahun terakhir Re-pelita III dari sasaran yang dipindahkan dan ditempatkan sejumlah 125.000 kepala keluarga realisasinya baru sejumlah 76.298 kepala keluarga yang terdiri dari 61.431 kepala keluar-ga transmigran umum dan 14.867 kepala keluarga transmigran swakarsa. Begitu pula realisasi tahun pertama Repelita IV dari sasaran 125.000 kepala keluarga, baru mencapai 101.888 kepala keluarga yang terdiri dari 51.558 kepala keluarga transmigran umum dan 50.330 transmigran swakarsa. Belum ter-capainya sasaran tahun 1983/84 dan tahun 1984/85 antara lain disebabkan karena dalam waktu dua tahun terakhir ini di sam-ping pencapaian sasaran kuantitas juga dilaksanakan usaha me-ningkatkan mutu pelaksanaan secara lebih berarti.

Jumlah transmigran swakarsa dari tahun ke tahun terus me-ningkat. Pada Tabel XII-16 dapat dilihat bahwa sebelum Repe-lita I transmigran swakarsa berjumlah 1.382 kepala keluarga dan dalam Repelita II dan Repelita III jumlah transmigran swa-karsa meningkat masing-masing sejumlah 7.281 kepala keluarga dan 169.497 kepala keluarga.

Berdasarkan pengalaman selama Repelita III yang lalu di lahan-lahan yang sudah dibuka dan sudah ditempati transmigran

XII/47

TABEL XII – 14

JUMLAH TRANSMIGRAN YANG DIPINDAHKAN 1986 – 1984/85

(dalam KK)

No. Daerah Asal 1968Repelita I

1969/70-1973/74Repelita II

1974/75-1978/79Repelita III

1978/79-1983/84 1983/84 1984/85**)

1. DKI Jakarta Raya - 750 2.405 4.412 1.625 5822. Jawa Barat 543 4.941 7.230 60.003 11.518 7.4693. Jaya Tengah 502 10.966 20.148 96.099 13.180 11.1604. DI Yogyakarta 309 5.260 5.150 19.998 2.147 2.216

5. Jawa Timur 487 12.044 15.390 93:314 13.285 12.022

6. B a l i 150 5.100 3.060 14.735 1.615 1.020

7. Nusa Tenggara Barat - 300 1.700 12.718 1.274 400

8. APPDT *) - 75 - 22.284 5.234 3.620

9. Pemukiman Kembali - - - 42.414 11.553 8.477

10. Realokasi - - - - 4.592

Jumlah : 1.991 39.436 55.083 365.977 61.431 51.558

* ) Alokasi Pemukiman bagi Penduduk Daerah Transmigrasi **) Angka sementara

XII/48

TABEL XII - 15

JUMLAH TRANSMIGRAN YANG DITEMPATKAN,1968 - 1984/85(dalam KK)

No. Daerah Tujuan 1968 Repelita I Repelita II Repelita III 1983/84 1984/85#)

1969/70-1973/74 1974/75-1978/79 1979/80-1983/84

1. DI Aceh - - 800 10.771 1.472 1.8242. Sumatera Utara 210 200 500 8.066 3.869 8003. Sumatera Barat 405 450 3.950 7.603 04. Riau 194 500 662 37.522 5.992 5.3475. Jambi 2 2.450 10.362 16.682 1.836 5.5126. Sumatera Selatan 234 6.254 6.598 91.340 7.118 3.4267. Bengkulu - 1.300 3.600 12.187 1.565 2.8748. Lampung 255 11.397 4.500 42.876 10.408 6.6029. Kalimantan Barat 169 952 2.100 15.141 2.027 5.39710. Kalimantan Tengah 39 1.253 700 28.221 3.540 6.11311. Kalimantan Selatan 2 1.490 4.300 15.374 3.938 2.02312. Kalimantan Timor - 1.775 3.311 11.878 2.016 1.88313. Sulawesi Utara 98 1.060 950 4.154 253 30014. Sulawesi Tengah - 3.452 5.700 15.740 1.849 2.78815. Sulawesi Selatan 320 4.441 3.300 3.607 0 25016. Sulawesi Tenggara - 2.012 3.250 19.225 4.648 2.39217. Maluku - 350 200 7.635 2.857 83318. Irian Jaya 63 100 300 16.616 7.042 3.14019. Nusa Tenggara Barat - - 1.289 1.001 5420. Timor Timur - - - 50 0 0

XII/49

TABEL XII – 16

JUMLAH TRANSMIGRAN UMUM DAN TRANSMIGRAN SWAKARSA,1968 - 1984/85(dalam KK)

No. J e n i s 1968 Repelita I Repelita II Repelita III 1983/84 1984/85*)

1969/70-1973/74 1974/75-1978/79 1979/80-1983/84

1. Transmigran Umum 1.991 39.436 55.083 365.977 61.431 51.558

2. Transmigran

Swakarsa 1.382 - 7.281 169.497 14.867 50.330

Jumlah : 3.373 39.436 62.364 535.474 76.298 101.888

*) Angka sementara

XII/50

terdapat lokasi-lokasi yang kurang memenuhi syarat sebagai pemukiman. Bagi lokasi-lokasi yang dari segi teknis dapat di-mungkinkan sebagai daerah pemukiman tetapi memerlukan perbaik-an atau rehabilitasi maka lokasi-lokasi tersebut tetap diper-tahankan sebagai daerah pemukiman. Namun untuk meningkatkan pendapatan transmigran daerah tersebut perlu segera direhabi-litasi. Kegiatan rehabilitasi meliputi antara lain perbaikan cara bercocok tanam, pemberian benih yang sesuai dengan keada-an setempat, perbaikan drainase, pengapuran dan lain-lain. Bagi daerah-daerah yang dari segi teknis tidak memenuhi per-syaratan pemukiman antara lain lahan mengandung pasir kwarsa, bergambut tebal, lokasi sering kebanjiran dan lain-lain, maka lokasi-lokasi pemukiman tersebut dipindahkan dan diganti de-ngan lokasi lainnya yang memenuhi persyaratan pemukiman.

Pada Tabel XII-17 dapat dilihat bahwa pembangunan prasa-rana jalan dan jembatan di daerah transmigrasi juga meningkat dari Repelita I, II dan III masing-masing sepanjang. 3.587 km, 5.452 km dan 25.581 km. Dalam tahun 1984/85 panjang jalan yang dibangun mencapai 7.937 km, sedikit lebih kecil bila diban-dingkan dengan panjang jalan yang dibangun pada tahun 1983/84 yaitu sepanjang 8.997 km. Hal ini disebabkan karena pada ta-hun 1984/85 di samping pembangunan jalan dan jembatan baru, juga dilaksanakan kegiatan rehabilitasi jalan-jalan pemukiman transmigrasi yang sudah ada tetapi kurang berfungsi.

Begitu pula mengenai pembukaan lahan transmigrasi yang terdiri dari lahan pekarangan dan lahan usaha I meningkat terus dari Repelita I, II dan III masing-masing sebesar 11.567 Ha, 20.738,5 Ha dan 86.713,5 Ha untuk lahan pekarangan dan 34.701 Ha, 62.215,5 Ha, dan 361.983 Ha untuk lahan usaha I (Tabel XII-18) atau peningkatan masing-masing sebesar 79% dan 441%.

Luas lahan yang berhasil dilakukan pengkaplingan pada Repelita I, II dan III masing-masing sebesar 46.268 Ha, 82.954 Ha dan 361.784,5 Ha (Tabel XII-19).

Kegiatan pembangunan rumah transmigran dan fasilitas umum lainnya disajikan pada Tabel XII-20. Dalam Repelita III telah berhasil dibangun 367.343 buah rumah transmigran dan jamban keluarga, 116.232 buah saran air bersih, 646 buah balai pengobatan, 1.207 buah rumah ibadah, 4.756 buah rumah petugas dan 1.144 buah gudang. Walaupun jumlah yang telah berhasil dibangun cukup besar, tetapi untuk tahun-tahun yang akan da-tang diharapkan dapat ditingkatkan lagi baik jumlah maupun kualitasnya.

XII/51

TABEL XII - 17

PEMBANGUNAN PRASARANA JALAN DI PEMUKIMAN TRANSMIGRASI,1969/70 - 1984/85

(dalam KK)

Tahun Panjang Jalan Yang dibangun dalam Tahun Yang Bersangkutan

Repelita I(1969/70 - 1973/74)

Repelita II (1974/75 - 1978/79)

Repelita III (1979/80 - 1983/84)

1983/84

1984/85*)

*) Angka sementara

3.587

5.452

25.581

8.997

7.937

XII/52

TABEL XII - 18

PEMBUKAAN LAHAN UNTUK TRANSMIGRASI,1969/70 - 1984/85

Jumlah KK Lahan Pekarangan Lahan Usaha I

Yang Ditampung (Ha) (Ha)

Repelita I 39.436 11.567 34.701 (1969/70 - 1,973/74)

Tahun

XII/53

Repelita II (1974/75 - 1978/79)

62.364 20.738,5

62.215,5

Repelita III 344.797 86.713,5 361.983 (1979/80 - 1983/84)

1983/84 60.345 15.600 51.027

1984/85*) 92.870 23.217,5 55.305

*) Angka sementara

TABEL XII - 19

PELAKSANAAN PERKAPLINGAN UNTUK TRANSMIGRAN,1969/70 -1984/85

(dalam Ha)

Tahun Lahan Pekarangan Lahan Usaha Jumlah

Repelita I 11.567 34.701 46.268(1969/70 - 1973/74)

Repelita II 20.738,5 62.215,5 82.954(1974/75 - 1978/79)

Repelita III 86.374,25 275.410,25 361.784,50(1979/80 - 1983/84)

1983/84 7.795,25 22.252,00 30.047,25

1984/85*) 2.200,00 8.800,00 11.000,00

*) Angka sementara

XII/54

TABEL XII – 20PEMBUATAN BANGUNAN DI DAERAH PEMUKIMAN TRANSMIGRASI

1969/70 - 1984/85(dalam unit)

No. Jenis Bangunan Repelita I Repelita II Repelita III 1983/84 1984/85*)

1969/70-1973/74 1974/75-1978/79 1978/79-1983/84

1. Rumah Transmigran danJamban 39.436 62.364 367.343 62.114 29.744

2. Sarana Air Bersih *) 9.859 15.591 116.232 20.500 5.299

3. Balai Pengobatan 40 138 646 35 30

4. Rumah Ibadah 79 205 1.207 62 53

5. Rumah Petugas 394 624 4.756 248 182

6. Gudang (Pangan danSaprodi) 79 124 1.144 35 133

*) Angka sementara

XII/55

Sesuai dengan jumlah transmigran yang berhasil dipindah-kan dan ditempatkan maka jumlah yang dibina setiap tahunnya terus meningkat. Pada tahun 1973/74 jumlah yang dibina 45.655 kepala keluarga dan tahun 1978/79 sejumlah 90.295 kepala keluarga. Dalam tahun 1982/83 jumlah yang dibina sejumlah 311.452 kepala keluarga, yang berarti selama 4 tahun yaitu dari tahun 1978/79 sampai dengan tahun 1982/83 jumlah trans-migran yang dibina setiap tahun meningkat sekitar 55.000 ke-pala keluarga. Pada tahun 1983/84 yang dibina mencapai sejum-lah 372.883 kepala keluarga yang berarti meningkat sebesar 19,7% dibandingkan tahun 1982/83, dan pada tahun 1984/85 jum-lah yang dibina sebesar 390.861 kepala keluarga atau mening-kat sebesar 4,8% bila dibandingkan dengan tahun 1983/84. (Ta-bel XII-21). Dengan meningkatnya jumlah yang dibina maka ke-giatan untuk lebih meningkatkan taraf hidup para transmigran di bidang ekonomi seperti peningkatan produksi pertanian, ko- perasi dan pemasaran hasil dan di bidang lainnya seperti pen-didikan, kesehatan, organisasi desa, generasi muda dan peranan wanita juga ditingkatkan. Tujuan pembinaan transmigran dalam waktu sekitar 5 (lima) tahun setelah transmigran datang ke lokasi pemukiman adalah agar mereka mampu mandiri dan berkem-bang secara berkelanjutan.

Jumlah transmigran yang dilatih dan dididik selama 1974/75-1984/85 menunjukkan peningkatan dari Repelita ke Re-pelita. Selama Repelita II jumlah transmigran yang dilatih dan dididik adalah 8.900 orang dan jumlah ini meningkat men-jadi 37.429 orang selama Repelita III. Jumlah transmigran yang mendapat pendidikan dan latihan dalam tahun pertama Re-pelita IV adalah 8.020 orang, hampir sama dengan yang dididik dan dilatih selama lima tahun dalam Repelita II.

Peningkatan jumlah yang dilatih menyangkut keterampilan yang bersifat pertanian maupun non-pertanian, di daerah asal maupun di daerah penerima. Jumlah transmigran yang dilatih disajikan pada Tabel XII-22.

Perkembangan produktivitas pada beberapa jenis tanam- an pertanian di daerah transmigrasi dapat dilihat pada Ta- bel XII-23. Produksi padi sawah tahun 1978/79 rata-rata se-kitar 2,12 ton/ha dan tahun 1982/83 menurun menjadi sekitar 1,90 ton/ha. Pada tahun 1983/84 menurun lagi menjadi sekitar 1,76 ton/ha. Untuk padi ladang pada tahun 1978/79 produksi rata-rata sekitar 1,0 ton/ha, pada tahun 1982/83 meningkat mencapai sekitar 1,15 ton/ha dan pada tahun 1983/84 menurun menjadi 1,10 ton/ha, tetapi pada tahun 1984/85 kembali me-ningkat mencapai sekitar 1,54 ton/ha. Bagi jenis palawija,

XII/56

TABEL XII - 21

JUMLAH TRANSMIGRAN YANG DIBINA,1973/74 - 1984/85

(dalam KK)

Tahun Transmigran Transmigran Jumlah Yang DibinaLama Baru

1973/74 24.342 21.313 45.655(Akhir Repelita I)

1978/79 75.874 14.421 90.295(Akhir Repelita II)

1982/83 191.099 120.353 311.452

1983/84 311.452 61.431 372.883(Akhir Repelita III)

1984/85 *) 369.310 21.551 390.861

*) Angka sementara

XII/57

TABEL XII - 22

JUMLAH TRANSMIGRAN YANG DILATIH DAN DIDIDIK MENURUTDAERAH DAN JENIS KETERAMPILAN,

1974/75 - 1984/85(orang)

XII/58

TABEL XII - 23PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS PADA BEBERAPA JENIS

TANAMAN PERTANIAN DI DAERAH TRANSMIGRASI,1973/74 - 1984/85

XII/59

khususnya singkong produksi rata-rata mencapai sekitar 4,50 ton/ha pada tahun 1973/74, 7,80 ton/ha pada tahun 1978/79, 5,88 ton/ha pada tahun 1982/83, 7,09 ton/ha pada tahun 1983/84 dan sekitar 16,36 ton/ha pada tahun 1984/85. Naik turunnya produksi tanaman pertanian di daerah transmigrasi selain di-pengaruhi keadaan iklim yang berubah juga karena serangan hama penyakit yang relatif cukup berat di daerah yang baru dibuka.

Pada Tabel XII-24 dapat dilihat perkembangan tanaman ke-ras di daerah transmigrasi. Pada akhir Repelita II pemberian paket untuk tanaman keras adalah 20 batang per Ha kelapa, 40 batang per Ha cengkeh dan 120 batang per Ha kopi. Pada akhir Repelita III, komoditi kelapa mengalami peningkatan dari 20 batang per Ha menjadi 40 batang per Ha, sedangkan untuk komo-diti lainnya tidak mengalami perubahan. Pada tahun 1984/85 pemberian paket untuk tanaman keras tidak mengalami pening-katan dibandingkan pada akhir Repelita III.

Pengembangan tanaman perkebunan ini dimaksudkan untuk memberikan tambahan penghasilan bagi transmigran di samping menunjang peningkatan produksi pertanian yang berorientasi ekspor.

Perkembangan populasi ternak besar dan sedang (sapi, ker-bau dan kambing) serta unggas dapat dilihat pada Tabel XII-25. Populasi ternak besar dan sedang adalah 10 ekor untuk setiap 1.000 kepala keluarga pada tahun 1973/74, telah meningkat menjadi 210 ekor pada tahun 1978/79. Pada tahun 1982/83 jum-lah meningkat lagi menjadi 453 ekor untuk setiap 1.000 kepala keluarga tetapi pada tahun 1983/84 dan tahun 1984/85 menurun masing-masing 214 ekor dan 138 ekor. Di bidang perunggasan pada tahun 1973/74 ada sejumlah 3.150 ekor untuk setiap 1.000 kepala keluarga, meningkat menjadi 4.890 ekor pada tahun 1978/79 dan tahun 1982/83 menjadi 6.644 ekor. Pada tahun 1983/84 jumlah ini menurun menjadi 3.679 ekor dan pada tahun 1984/85 meningkat kembali mencapai 13.949 ekor untuk setiap 1.000 kepala keluarga. Perkembangan jumlah populasi ternak besar dan sedang serta populasi unggas di samping pertumbuhan jumlah ternak yang memang kurang bila dibandingkan dengan pertambahan jumlah keluarga transmigran juga dipengaruhi oleh iklim.

4. Peningkatan Kegiatan Koordinasi

Dalam rangka meningkatkan penyelenggaraan transmigrasi, maka kegiatan lintas sektoral untuk mendukung pelaksanaan

XII/60

TABEL XII - 24

PERKEMBANGAN TANAMAN KERAS DAERAH TRANSMIGRASI,

1978/79 - 1984/85

(batang/ha)

1978/79 1983/84No. Jenis Tanaman (Akhir- 1982/83 (Akhir Re- 1984/85*)

pelita II) pelita III)

1. Kelapa 20 40 40 40

2. Cengkeh 40 40 40 40

3. Kopi 120 - 120 120

*) Angka sementara

XII/61

TABEL XII - 25

PERKEMBANGAN POPULASI TERNAK DAERAH TRANSMIGRASIUNTUK SETIAP 1000 KK,

1973/74 - 1984/85

(ekor)

1973/74 1978/79 1983/84No. Jenis Ternak (Akhir

Re-(Akhir Re- 1982/83 (Akhir

Re-1984/85*)

pelita I) Pelita II) pelita III

1. Ternak Besar danSedang (Sapi, Kerbau,dan Kambing) 10 210 453 214 138

2. Ternak Unggas(Ayam dan Itik) 3.150 4.890 6.644 3.679 13.949

*) Angka sementara

XII/62

transmigrasi tersebut perlu dikoordinasikan secara lebih ter-padu. Untuk itu maka melalui Keppres 59 Tahun 1984, diperte-gas bahwa penyelenggaraan transmigrasi merupakan tugas dan tanggung jawab Menteri Transmigrasi yang pelaksanaannya dila-kukan secara terpadu dan terkoordinasi dengan Departemen dan Lembaga Pemerintah lainnya yang lingkup tugas dan fungsinya berkaitan dengan penyelenggaraan transmigrasi. Penyelenggara-an transmigrasi di wilayah propinsi Daerah Tingkat I, dikoor-dinasikan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, yang dibantu oleh para Kepala Kantor Wilayah Departemen yang tugas dan fungsinya berkaitan dengan penyelenggaraan transmigrasi di wilayah propinsi Daerah Tingkat I.

Sebagai pelaksana harian di tingkat Pusat dibentuk Team Teknik yang diketuai oleh pejabat eselon I Departemen Trans-migrasi, yang beranggotakan para pejabat eselon II di bidang teknis dari Departemen dan Lembaga Pemerintah lainnya yang lingkup tugas dan fungsinya berkaitan dengan penyelenggaraan transmigrasi. Sedangkan pelaksana harian di daerah ditunjuk Ketua Bappeda membantu Gubernur Kepala Daerah.

XII/63