Upload
sri-win
View
2.907
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
TENAGA KERJA DAN UPAH SERTA KAITANNYA DENGAN
PENGANGGURAN
TENAGA KERJA DAN UPAH SERTA KAITANNYA DENGAN PENGANGGURAN
(Kajian Ekonomi Makro Islam)
PENDAHULUAN
”Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)-mu untukmu maka berikanlah kepada mereka
upahnya.......” (QS. Ath-Thalak,6)
Jika kita lihat sepintas potongan ayat diatas maka kita akan berpandangan bahwa jika ada
seseorang yang melakukan pekerjaan (jasa) buat kita –dalam ayat di atas disebutkan membantu
menyusui anak- maka kita berkewajiban untuk memberikan upah kepada orang yang telah
membantu kita tersebut. Hal ini tentunya menunjukan adanya hubungan timbal balik antara
pekerja dengan para pengusaha, dimana seorang pekerja melakukan sesuatu yang dimintai oleh
pengusaha sedangkan pengusaha sendiri memberikan upah bagi para pekerja.
Tetapi dalam perjalanannya, sering kali kita melihat dan mendengar akan adanya
pemerasan yang dilakukan oleh para pengusaha dalam menggunakan tenaga para pekerja,
mereka (pekerja) sering mendapatkan perlakuan yang tidak sesuai dengan apa yang telah mereka
lakukan yakni gaji yang terlalu rendah, dengan alasan-alasan seperti itulah maka disinilah peran
pemerintah untuk menyeimbangkan gejala-gejala perekonomian yang terjadi (sebagaimana yang
kita tahu bahwa pemerintah dalam ekonomi makro bertugas untuk melakukan kebijakan-
kebijakan yang ditujukan untuk mengatur dan mengawasi lajunya roda perekonomian agar tetap
berjalan dengan semestinya), salah satu bukti yang riil dalam negara kita adalah dengan adanya
kebijaksan pemerintah mengenai Upah Minimum Regional (UMR).
A. Etika kerja dan penetapan upah
Bekerja merupakan inti dari kegiatan ekonomi, tanpa adanya aktivitas kerja, maka roda
kegiatan ekonomi tidak akan pernah berjalan. Berdasarkan atas urgensi kerja bagi kegiatan
ekonomi, Islam mempunyai beberapa etika yang mengatur antara hubungan pekerja dan
pengusaha, pekerja dan pengusaha dengan lingkungan sekitar (negara), ataupun kriteria
pekerjaan yang diperbolehkan oleh syari’ah. Bekerja merupakn kewajiban bagi setiap individu
dan masyarakat, tidak ada alasan untuk bermalas-malasan dan bergantung kepada pihak lain
demi tegaknya sebuah kehidupan masyarakat. Bekerja merupakan fardlu kifayah, jika bekerja itu
dapat mendorong kegiatan ekonomi yang dapat menghadirkan barang dan jasa yang sangat
dibutuhkan masyarakat. Selain itu, terdapat beberapa nilai syari’ah ataupun konsep dasar dalam
bekerja, yaitu : kesungguhan dan kejujuran (Siddiq), keadilan, kepercayaan (Amanah) dan
keikhlasan.
Negara yang merupakan unsur terpenting dalam menjalankan roda perekonomian suatu
bangsa, mempunyai peranan untuk mengatur dan mengawasi jalannya kegiatan ekonomi
tersebut. Akan tetapi, peran yang dijalankan oleh negara tidak berhubungan dengan intervensi
atas kebebasan individu untuk memilih jenis pekerjaan yang diminati serta penetapan upah
pekerja, adapun peran negara negara tersebut adalah sebagai berikut :
a. Menyediakan lapangan pekerjaan dengan melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap
warga, serta mendorong para investor untuk melakukan investasi dalam kegiatan ekonomi demi
tercapainya kemashlahatan bersama.
b. Mengawasi jalannya kegiatan ekonomi, hubungan karyawan dengan pengusaha,
menciptakan suasana kondusif bagi proses produksi, serta menetukan tingkat upah dan waktu
pembayaran.
c. Mempunyai wewenang terhadap pihak tertentu untuk melakukan kegiatan ekonomi yang
bersifat krusial bagi kehidupan masyarakat atau pun melarang kegiatan ekonomi yang dapat
merusak tatanan sosial ekonomi masyarakat.1[1]
Menurut ibnu Taimiyah : ketika masyarakat sangat membutuhkan pertanian, tekstil
maupan kontruksi bangunan, maka negara mempunyai wewenang untuk memaksa pihak tertentu
untuk merealisasikannya. Akan tetapi, ketika adanya penolakan terhadap pekerjaan tersebut,
tentunya tetap ada konpensasi. Tidak dimungkinkan bagi mereka untuk menerima tambahan atas
kompensasi yang seharusnya mereka dapatkan, dan dimungkinkan bagi masyarakat untuk
menuntut mereka, dengan memberikan sesuatu yang bukan haknya.2[2]
Penjelasan Ibnu Taimiyah tersebut, merupakan penegasan terhadap eksistensi karyawan
berhak mendapatkan upah atas segala sesuatu yang telah dilakukan, dalam hal ini pemberian
upah kepada para karyawan atas jerih payah dan usaha yang dilakukan merupakan kewajiban
1[1] DR. Said Sa’ad Marthon, Ekonomi Islam di Tengah Krisis Ekonomi Global, Cet. I, (Jakarta: Zikrul Hakim,
2004), hal. 50
2[2] Ibnu Taimiyah, Syaikh al Islam Taqiyyudin Ahmad, al Hisbah Fi al Islam, Pent : Sa’ad Said
Marthon, (Riyadh : al Musasaah al Sa’idiyyah, nt), h. 50
dalam syari’ah. Ketentuan tersebut untuk menghapus sistem feodalisme yang mengeksploitasi
pikiran dan tenaga karyawan. Kendatipun tidak ada ketentuan yang baku terhadap jenis upah dan
mekanisme pembayarannya, tetapi proses pengupahannya tetap berdasarkan prinsip keadilan.
Penetuan kadar dan jumlah upah yang harus diberikan kepada karyawan tidak hanya berdasrkan
kekuatan pasar yang terkadang merugikan salah satu pihak. Upah yang diberikan kepada
karyawan harus mencapai “had al kifayah”(batas kecukupan), yakni mengcover kebutuhan diri
dan keluarga.proses pembayaran upah tersebut harus utuh tanpa adanya unsur penundaan yang
disengaja.
Rasulullah SAW bersabda : “berikanlah upah kepada para pekerja, sebelum kering
keringatnya” (ibnu Majah dan Thabari, jilid I)
Hubungan yang terjadi antara pengusaha dan karyawan merupakn hubungan kerja
(kontrak). Pemerintah tidak mempunyai hak untuk melakukan intervensi terhadap kesepakatan
yang ada. Pemerintah hanya memiliki wewenang untuk mengawasi dan mengatur kegiatan
ekonomi. Intervensi pemerintah dapat dilaksanakan ketika adanya tindak ekploitasi terhadap
pembeli dan konsumen. Pemerintah bisa melakukan penegasan (pemaksaan) terhadap pengusaha
dan karyawan untuk melakukan kegiatan produksi guna memenuhi kebutuhan dasar masyarakat.
Dalam kondisi tersebut, intervensi pemerintah merupakan suatu kewajiban dalam mencegah
eksploitasi maupun kriminalitas ekonomi. Dalam hal ini ibnu Taimiyah berpendapat “pemerintah
mempunyai hak intervensi dalam kegiatan ekonomi, khususnya dalam melakukan ijbar terhadap
pihak yang terkait dalam melakukan kegiatan produksi guna memenuhi kebutuhan dasar
masyarakat. Atas usaha yang telah dilakukan, pihak terkait berhak mendapatkan kompensasi.
Upah yang diberikan pemerintah harus setimpal, dan begitu juga sebaliknya. Usaha yang
dilakukan pemerintah tersebut merupakan bentuk penentuan kerja.3[3]
B. Antara upah dan permintaan tenaga kerja
Pihak pengguna tenaga kerja adalah pemakai jasa atau keahlian seorang tenaga pekerja.
Besar kecilnya permintaan akan tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat upah riil yang harus
ditaggung oleh pengguna tenaga kerja. Apabila upah riil yang harus ditanggung pengguna tenaga
kerja relatif tinggi, maka permintaan akan tenaga kerja menurun. Sebaliknya, apabila upah riil
yang harus ditanggung relatif murah, permintaan akan tenaga kerja meningkat.
3[3] DR, Sa’ad Marthon, Op.cit, hal.51
Apabila tingkat upah nominal diasumsikan konstan, pergerakan harga akan berdampak
pada tingkat upah riil yang diterima pekerja. Apabila terjadi kenaikan harga secara umum,
tingkat upah riil akan turun, demikian pula sebaliknya. Pada gambar dibawah ini
menggambarkan permintaan akan tenaga kerja dengan memperhitungkan tingkat upah riil yang
harus dibayarkan kepada tenaga kerja dengan memperhitungkan tingkat upah riil yang harus
dibayarkan kepada tenaga kerja. Permintaan tenaga kerja yang sudah memperhitungkan upah riil
dapat menghindarkan resiko terjadinya khayalan uang (money illusion)
Gambar (b) menunjukan permintaan akan uang yang didasarkan atas nilai nominal yang
dibayarkan kepada tenaga kerja. Dalam hal ini, seorang pengguna tenaga kerja dapat melakukan
kekeliruan dalam menghitung upah riil yang harus dibayarkan jika parameter yang digunakan
didasarkan pad nilai nominal upah, bukan nilai riil upah. Artinya pengguna jasa dapat terkena
resiko money illusion.4[4]
C. Antara tenaga kerja dan tingkat pengangguran
Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas bahwa semakin tinggi angka upah yang
diberikan kepada para pekerja maka semakin kecil permintaan terhadap tenaga kerja, hal ini
tentunya akan berakibat pada tingkat pengangguran yang terjadi.
Pengangguran dalam suatu negara adalah perbedaan diantara tingkat angkatan kerja
dengan pengguna tenaga kerja yang sebenarnya. Yang dimaksudkan dengan angkatan tenaga
kerja adalah jumlah tenaga kerja yang terdapat dalam suatu perekonomian pada suatu waktu
tertentu. Untuk menentukan angkatan kerja diperlukan dua informasi, yaitu (1) jumlah penduduk
yang berusia lebih dari 10 tahun, dan (2) jumlah penduduk yang berusia lebih dari 10 tahun dan
tidak ingin bekerja (contohnya adalah pelajar, Mahasiswa, ibu rumah tangga). Jumlah penduduk
dalam golongan (1) dinamakan Penduduk usia kerja, dan penduduk dalam golongan (2)
dinamakan Bukan angkatan kerja. Dengan demikian angkatan kerja dalam suatu periode
tertentu dapat dihitung dengan mengurangi jumlah penduduk dalam (1) dari jumlah penduduk
dalm (2). perbandingan diantara angkatan kerja dengan penduduk usia kerja (dinyatakan dalam
4[4] Adiwarman Karim, Ekonomi Islam : Suatu Kajian Ekonomi Makro, (Jakarta : IIIT Indonesia,
2002), hal. 218
persen) dinamakan tingkat partisipasi angkatan kerja,5[5] dengan perhitungan sebagai berikut
:
Angkatan Kerja Tingkat partisipasi angkatan kerja = ------------------- X 100 %
Pddk usia Kerja
Jumlah pengangguran = Angktn Kerja - Pengguna tenaga kerja yang sebenarnya
Jml pengangguran Tingkat pengangguran = ---------------------- X 100% Angkatan Kerja
Contoh : Dalam suatu daerah jumlah orang yang tergolong sebagai penduduk usia kerja
berjumlah 10.000.000 jiwa tetapi hanya sebanyak 7.500.000 jiwa yang tergolong sebagai
angkatan kerja. Diantara angkatan kerja tersebut sebanyak 7.000.000 orang mempunyai
pekerjaan, berapa tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat penganggurannya ?
Jawab :
Diketahui :
Penduduk usia kerja = 10.000.000 jiwa
Angkatan kerja ` = 7.500.000 jiwa
Pengguna kerja sebenarnya = 7.000.000 jiwa
Maka,
7.500.000 jiwa Tingkat partisipasi angkatan kerja = ------------------- X 100 % 10.000.000 jiwa
= 75 %
Jumlah pengangguran = 7.500.000 – 7.000.000
= 500.000 jiwa
500.000 jiwa Tingkat pengguran = ---------------------- X 100% 7.500.000 jiwa
= 6,6 %
5[5] Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Ed. III, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2003), Cet. XIX, hal.19
Dalam prakteknya suatu negara dianggap sudah mencapai tingkat penggunaan tenaga
kerja penuh (atau kesempatan kerja penuh) apabila dalam perekonomian tingkat
penganggurannya adalah kurang dari 4 persen.6[6]
Dari penjelasan di atas maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa, semakin tinggi
upah riil yang diterima oleh pekerja maka semakin kecil permintaan pengguna kerja terhadap
tenaga kerja, hal in tentunya berakibat pada makin banyaknya angka pengangguran karena
penawaran akan pekerjaan lebih sedikit dibadingkan dengan permintaan yang diajukan oleh para
pekerja.
Menganai penatapan jumlah pekerja dan berapa upah yang harus diterima olehnya
pemerintah tidak dapat menetukan secara pasti mengenai hal tersebut, pemerintah hanya
mencangkan jumlah upah minimum yang harus diterima oleh para pekerja, adapun selain itu
pemerintah berperan juga dalam beberapa hal yang menyangkut hubungan antara pekerja dan
pengguna kerja (pengusaha)antara lain :
1. Menyediakan lapangan pekerjaan dengan melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap
warga, serta mendorong para investor untuk melakukan investasi dalam kegiatan
ekonomi demi tercapainya kemashlahatan bersama.
2. Mengawasi jalannya kegiatan ekonomi, hubungan karyawan dengan pengusaha,
menciptakan suasana kondusif bagi proses produksi, serta menetukan tingkat upah dan
waktu pembayaran.
3. Mempunyai wewenang terhadap pihak tertentu untuk melakukan kegiatan ekonomi yang
bersifat krusial bagi kehidupan masyarakat atau pun melarang kegiatan ekonomi yang
dapat merusak tatanan sosial ekonomi masyarakat.
4. DAFTAR PUSTAKA
Karim, Adiwarman, Ekonomi Islam : Suatu Kajian Ekonomi Makro, : IIIT Indonesia, Jakarta, 2002
Marthon,Said Sa’adalah, Ekonomi Islam di Tengah Krisis Ekonomi Global, Cet. I, Zikrul Hakim, Jakarta, 2004
Sadono Sukirno, Pengantar Teori Makro Ekonomi, Ed. III, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003
Taimiyah, Ibnu, dan Syaikh al Islam Taqiyyudin Ahmad, al Hisbah Fi al Islam, Pent : Sa’ad Said Marthon, al Musasaah al Sa’idiyyah, Riyadh, nt
Permintaan Tenaga Kerja
Permintaan tenaga kerja merupakan keputusan pengusaha yang berkaitan dengan kepentingan perusahaannya yakni berkaitan dengan tingkat kesempatan kerja optimal yang diinginkan oleh
perusahaan. Untuk memenuhi kesempatan kerja yang optimal ini perusahaan akan memberikan respon terhadap perubahan dalam upah, biaya modal dan input-input lainny, tingkat penjualan
perusahaan dan perkembangan teknologi.
Permintaan tenaga kerja dibedakan dalam dua kategori, yaitu:
2.1.1 Permintaan Tenaga Kerja dalam Jangka Pendek
Dalam jangka pendek, modal adalah konstan. Karena modal konstan maka dalam jangka pendek perusahaan tidak dapat meningkatkan atau menurunkan skala usaha atau melakukan pembelian
atau penjualan peralatan. Perusahaan hanya dapat meningkatkan produksi yang dihasilkan dengan cara menambah input tenaga kerja dan bahan baku.
2.1.2 Permintaan Tenaga Kerja dalam Jangka Panjang
Dalam jangka panjang, modal adalah tidak konstan. Perusahaan dapat melakukan ekspansi atau penurunan skala usaha dan peralatan, perusahaan dapat melakukan perubahan semua input selain
perubahan tenaga kerja.
Permintaan tenaga kerja di dasarkan dari permintaan produsen terhadap input tenaga kerja sebagai salah satu input dalam proses produksi. Produsen mempekerjakan seseorang dalam
rangka membantu memproduksi barang atau jasa untuk dijual kepada konsumen. Apabila permintaan konsumen terhadap barang atau jasa yang diproduksi meningkat, maka pengusaha terdorong untuk meningkatkan produksinya melalui penambahan input, termasuk input tenaga
kerja, selama manfaat dari penambahan produksi tersebut lebih tinggi dari tambahan biaya karena penambahan input. Dengan kata lain, peningkatan permintaan tenaga kerja oleh produsen,
tergantung dari peningkatan permintaan barang dan jasa oleh konsumen. Dengan demikian permintaan tenaga kerja merupakan permintaan turunan dari permintaan output (McConnell, 1995; Ruby, 2003).
Dalam kerangka makro ekonomi, permintaan output agregat, seringkali diukur berdasarkan sumber-sumber pertumbuhan ekonomi (PDB/PDRB) suatu perekonomian (Todaro, 2009;Mankiw, 2003). Karena itu, permintaan tenaga kerja agregat selain di pengaruhi oleh upah,
juga ditentukan oleh berbagai variabel sumber-sumber pertumbuhan ekonomi, seperti konsumsi masyarakat, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor, impor.
Latar Belakang
Pengangguran di Negara-negara berkembang seperti Indonesia, dalam pembangunan ekonomi di
Negara seperti ini pengangguran yang semakin bertambah jumlahnya merupakan masalah yang lebih rumit dan lebih serius daripada masalah perubahan dalam distribusi pendapatan yang
kurang menguntungkan penduduk yang berpendapatan terendah. Keadaan di Negara-negara berkembang dalam beberapa dasawarsa ini menunjukan bahwa pembangunan ekonomi yang telah tercipta tidak sanggup mengadakan kesempatan kerja yang lebih cepat daripada
pertambahan penduduk yang berlaku. Oleh karenanya, masalah pengangguran yang mereka hadapi dari tahun ke tahun semakin bertambah serius.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja. Fenomena
pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang disebabkan antara lain; perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis ekonomi atau
keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan dalam proses ekspor impor, dan lain-lain. Penelitian Biro Pusat Statistik (BPS) membedakan angkatan kerja menjadi penduduk yang
bekerja dan penduduk yang mencari pekerjaan atau dapat di sebut sebagai pengangguran terbuka. Pengertian BPS tentang angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (10 tahun ke atas)
yang bekerja atau punya pekerjaan sementara tidak bekerja dan yang mencari pekerjaaan. Sedangkan yang di maksud bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja yang kegiatannya tidak bekerja maupun mencari kerja. Mereka adalah penduduk dengan kegiatan sekolah,
menjurus rumah tangga tanpa mendapat upah dan tidak mampu melakukan kegiatan seperti pension atau cacad jasmani.
Data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) ini sangat boleh jadi masih lebih rendah daripada kenyataan riil yang ada di lapangan. Bisa saja dalam kenyataannya angka pengangguran di Indonesia masih lebih tinggi dari data dan angka resmi itu.
BAB II PEMBAHASAN
Sebelum berbicara tentang pengangguran, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa yang
disebut dengan tenaga kerja, angkatan kerja dan usia pekerja yang ditetapkan di Indonesia. Tenaga kerja yaitu penduduk dalam usia kerja yang siap melakukan pekerjaan, antara lain
mereka yang sudah bekerja, mereka yang sedang mencari pekerjaan, mereka yang bersekolah, dan mereka yang mengurus rumah tangga. Angkatan kerja adalah mereka yang mempunyai pekerjaan, baik sedang bekerja maupun yang
sementara tidak sedang bekerja karena suatu sebab (petani yang menunggu panen,karyawan yang sedang sakit,dsb).
Sedangkan yang dimaksud dengan usia pekerja adalah tingkat umur seseorang yang diharapkan dapat bekerja dan memperoleh pendapatan. Di Indonesia kisaran usia kerja adalah antara 10-64 tahun.
Kemudian yang disebut sebagai pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu,
atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.
A. JENIS PENGANGGURAN DAN PENYEBABNYA Secara garis besar, pengangguran dapat dibedakan menjadi dua golongan, menurut lama waktu
kerja dan menurut penyebabnya.
I. Jenis Pengangguran Menurut Waktu Kerja Pengangguran sering diartikan sebagai angkatan kerja yang belum bekerja atau tidak bekerja
secara optimal. Berdasarkan pengertian diatas, maka pengangguran dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu : 1. Pengangguran Terselubung (Disguissed Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak
bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu. Contoh : suatu kantor mempekerjakan 10 orang karyawan padahal pekerjaan dalam kantor itu dapat dikerjakan dengan baik walau hanya
dengan 8 orang karyawan saja,sehingga terdapat kelebihan 2 orang tenaga kerja. Orang-orang semacam ini yang disebut dengan pengangguran terselubung.
2. Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja
secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu. Contoh : seorang buruh bangunan yang telah menyelesaikan pekerjaan di suatu proyek untuk sementara
menganggur sambil menunggu proyek berikutnya. Setengah pengangguran dibagi menjadi dua kelompok :
• Setengah Penganggur Terpaksa, yaitu mereka yang bekerja dibawah jam kerja normal dan masih mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan lain. • Setengah Penganggur Sukarela, yaitu mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal tetapi
tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain, misalnya tenaga ahli yang gajinya sangat besar.
3. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh
tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal. II. Jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebab Terjadinya :
Macam-macam pengangguran berdasarkan penyebab terjadinya dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Pengangguran Konjungtur (Cycle Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi. Pada waktu kegiatan ekonomi mengalami kemunduran, perusahaan-perusahaan harus mengurangi
kegiatan memproduksinya. Dalam pelaksanaannya hal itu berarti jam kerja dikurangi, sebahagian mesin memproduksi tidak digunakan dan sebagian tenaga kerja diberhentikan. Dengan demikian
kemunduran ekonomi akan menaikkan jumlah dan tingkat pengangguran.
b. Pengangguran Struktural (Struktural Unemployment) adalah pengangguran yang diakibatkan oleh ketidakcocokan antara keterampilan (kualifikasi) tenaga kerja yang dibutuhkan dan keterampilan tenaga kerja yang tersedia.Perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi
dalam jangka panjang merupakan latar belakang ketidakcocokan itu. Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti :
Akibat permintaan berkurang
Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi Akibat kebijakan pemerintah
c. Pengangguran Friksional (Frictional Unemployment) adalah pengangguran yang muncul
akibat adanya ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja (pergantian pekerjaan atau pergeseran tenaga kerja). Pengangguran ini muncul dari kemauan tenaga kerja yang
bersangkutan. Ia menganggur untuk sementara waktu dalam rangka mencari pekerjaan yang lebih baik, menantang dan menunjang karirnya. Pengangguran ini sering disebut pengangguran sukarela.
d. Pengangguran Musiman adalah pengangguran yang muncul akibat pergantian musim misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
e. Pengangguran Teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin
f. Pengangguran Siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan
perekonomian (karena terjadi resesi). Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerat demand). Contoh : suatu saat perekonomian suatu negara
mengalami masa pertumbuhan (menaik).Di saat lain, mengalami resesi (menurun) atau bahkan depresi.Pada saat krisis ekonomi, daya beli masyarakat menurun sehingga tingkat permintaan terhadap barang dan jasa juga menurun.Turunnya permintaan masyarakat terhadap barang dan
jasa memaksa produsen untuk menurunkan kegiatan produksi.Produsen melakukan ini antara lain dengan cara mengurangi pemakaian faktor produksi, termasuk tenaga kerja.Inilah mengapa
pada saat krisis ekonomi kita menyaksikan banyaknya pegawai atau buruh terkena PHK sehingga menganggur.
Jenis Pengangguranmenurut Keynes(Ahli Ekonomi asal Inggris):
Pengangguran Yang Disengaja
Orang yang menganggur sementarawaktu karena ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
Pengangguran Yang Tidak Disengaja
Orang yang menganggur karena belum berhasil mendapatkan pekerjaan.
B. SEBAB-SEBAB TERJADINYA PENGGANGURAN
Masalah pengangguran tentulah tidak muncul begitu saja tanpa suatu sebab. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran secara global adalah sebagai berikut :
1. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
2. Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang 3. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat
pendidikan yang dibutuhkan dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
4. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang Jumlah angkatan kerja disuatu daerah mungkin saja lebih besar dari kesempatan kerja,
sedangkan di daerah lainnya dapat terjadi keadaan sebaliknya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan perpindahan tenaga kerja dari suatu daerah ke daerah lain, bahkan dari suatu negara ke negara lainnya.
5. Budaya pilih-pilih pekerjaan Pada dasarnya setiap orang ingin bekerja sesuai dengan latar belakang pendidikan. Dan lagi
ditambah dengan sifat gengsi maka tak heran kebanyakan yang ditemukan di Indonesia bukan pengangguran terselubung, melainkan pengangguran terbuka yang didominasi oleh kaum intelektual (berpendidikan tinggi).
6. Pemalas Selain budaya memilih-milih pekerjaan,budaya (negatif) lain yang menjamur di Indonesia adalah
budaya malas. Malas mencari pekerjaan sehingga jalan keluar lain yang ditempuh adalah dengan menyogok untuk mendapatkan pekerjaan. 7. Tidak mau ambil resiko
“Saya bersedia tidak digaji selama 3 bulan pertama jika diterima bekerja di kantor bapak. Dengan demikian bapak tidak akan rugi. Jika bapak tidak puas dengan hasil kerja saya selama 3
bulan tersebut, bapak bisa pecat saya.” Adakah yang berani mengambil resiko seperti itu? Kami yakin sedikit sekali. Padahal kalau dipikir-pikir itu justru menguntungkan si pencari kerja selama 3 bulan tersebut ia bisa menimba
pengalaman sebanyak-banyaknya. Meskipun akhirnya dipecat juga, toh dia sudah mendapat pengalaman kerja 3 bulan.
C. DAMPAK-DAMPAK PENGANGGURAN
Untuk mengetahui dampak pengganguran kita perlu mengelompokkan pengaruh pengganguran tersebut, yaitu: a. Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian suatu Negara
Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus.
Jika tingkat pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan. Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti
yang dijelaskan di bawah ini:
Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan
pendapatan nasional riil (nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih rendah.
Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sektor pajak berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan perekonomian menurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan
demikian, pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan
pajak menurun, dana untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun akan terus menurun.
Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan menyebabkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap
barang-barang hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha) untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak
akan terpacu.
b. Dampak pengangguran terhadap Individu yang Mengalaminya dan Masyarakat
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan
terhadap masyarakat pada umumnya:
Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian Di negara maju penganggur memperoleh tunjangan dari badan asuransi pengangguran,
oleh sebab itu mereka masih mempunyai pendapatan untuk membiayai kehidupan dan keluarganya. Tetapi, di negara berkembang tidak terdapat program asuransi pengangguran, oleh sebab itu kehidupan penganggur harus dibiayai oleh tabungan masa
lalu atau pinjaman/bantuan dari keluarga. Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan
Keterampilan dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan hanya dapat dipertahankan apabila keterampilan itu digunakan dalam praktek. Pengangguran dalam periode yang lama akan menyebabkan tingkat keterampilan pekerja menjadi semakin merosot
Pengangguran dapat meningkatkan angka kriminalitas Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial politik.
Kegiatan ekonomi yang lesu dan pengangguran yang tinggi dapat menimbulkan rasa
tidak puas masyarakat kepada pemerintah. Golongan yang memerintah semakin tidak populer di mata masyarakat. Berbagai kritikan dan tuntutan akan dilontarkan kepada
pemerintah dan adakalanya ia disertai oleh demonstrasi dan hura hara. Pengangguran dapat meningkatkan angka kemiskinan.
D. KEBIJAKAN – KEBIJAKAN PENGANGGURAN
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuh-kan cara-cara mengatasinya yang
disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sebagai berikut :
Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah : 1. Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
2. Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sector ekonomi yang kekurangan
3. Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong, dan 4. Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.
Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sbb:
1. Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri- industri baru, terutama yang bersifat padat karya
2. Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru 3. Menggalakkan pengembangan sector Informal, seperti home indiustri
4. Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sector agraris dan sector formal lainnya
5. Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.
Cara Mengatasi Pengangguran Musiman.
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara : 1. Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sector lain, dan
2. Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.
Cara mengatasi Pengangguran Siklus
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini adalah : 1. Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan 2. Meningkatkan daya beli Masyarakat.
E. Sikap Pemerintah
1. Menangani Lapangan Pekerjaan
Sikap Pemerintah pada saat bertambahnya para penganggur dan juga manusia-manusia yang tidak berpendidikan yang menjadi salah satu penyebabnya seharusnya pemerintah membuka
kursus untuk keterampilan bagi masyarakat. Salah satunya ada dengan meningkatkan peranan Balai Latihan Kerja (BLK)
2. Keterampilan yang di sediakan Seperti menjahit, bengkel, tata boga, komputer, dan keterampilan lainnya yang diperlukan oleh
hotel, perusahaan motor bahkan instansi pemerintahan daerah setempat.
3 Mutu para lulusan BLK yaitu memiliki keterampilan yang tidak kalah kualitasnya dengan lulusan perguruan tinggi.
Buktinya mantan didikan BLK sudah ada yang diminta oleh hotel-hotel ternama, perusahaan garmen, dan instansi pemerintah yang membutuhkan tenaga kerja. Contohnya, sambungnya, di
BLK Jakarta Timur. Dari 60 orang yang menempuh pelatihan kerja di sana, hampir 50 persen diminta beberapa perusahaan untuk menjadi pegawai mereka.
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan
jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan
pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya
yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan
keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka
panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.
Pengangguran juga menyebabkan banyaknya TKI yang dikirim keluar negeri untuk mengatasi pengangguran
Rekomendasi Memulihkan kondisi pengangguran di Indonesia tentulah tidak semudah membalikan telapak tangan. Karena itu diperlukan kerjasama dari seluruh elemen masyarakat dan pemerintah. Solusi
paling mudah untuk mengatasi hal ini adalah dengan menciptakan lapangan usaha sendiri dan tidak mengharap yang muluk-muluk menjadi seorang karyawan suatu perusahaan dengan gaji
yang besar. Cara lain adalah dengan menetapkan kebijakan baru yang mempersempit kesempatan para pemilik perusahaan untuk mem-PHK karyawannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ritonga,MT dkk. 2007. Ekonomi Untuk SMA kelas XI. Jakarta : PT Phibeta Aneka Gama Internet
http://organisasi.org/pengertian-pengangguran-dan-jenis-macam-pengangguran friksional-
Pengangguran adalah suatu keadaan dimana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja
ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.
Adapun rumusan masalah dalam pengangguran terdidik adalah masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas, dan Kurangnya lapangan pekerjaan yang akan berimbas pada kemapanan sosial dan eksistensi pendidikan dalam pandangan masyaraka.
Adapun batasan masalah pengangguran terdidik dan penyebab utama pengangguran terdidik
adalah kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai denagn jurusan mereka, sehingga para lulusan yang berasal dari jenjang pendidikan atas baik umum maupun kejuruan dan tinggi tersebut tidak dapat terserap ke dalam
lapangan pekerjaan yang ada. Faktanya lembaga pendidikan di Indonesia hanya menghasilkan pencari kerja, bukan pencipta kerja.
Adapun tujuan makalah ini di buat karena tingginya angka pengangguran di kalangan sarjana ini tak lepas dari rendahnya keterampilan di luar kompetensi utama mereka sebagai sarjana.
2.1 PENGERTIAN PENGANGGURAN TERDIDIK
Pengangguran Terdidik adalah seseorang yang telah lulus dari perguruan tinggi negeri atau swasta dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para penganggur
terdidik biasannya dari kelompok masyarakat menengah ke atas, yang memungkinkan adanya jaminan kelangsungan hidup meski menganggur. Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan Masalah kependidikan di negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah
mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas, dan Kurangnya lapangan pekerjaan yang akan berimbas pada kemapanan sosial dan eksistensi pendidikan dalam pandangan masyarakat.
Pada masyarakat yang tengah berkembang, pendidikan diposisikan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain, tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan
Berdasarkan penggolongan ini pengangguran dapat dibedakan kepada jenis pengangguran
berikut: 1. Pengangguran Normal atau Friksional (Frictional Unemployment) Pengangguran Normal atau Friksional adalah pengangguran yang muncul akibat adanya
ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja 2. Pengangguran Siklikal
Pengangguran Siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja. 3. Pengangguran Struktural (Struktural Unemployment)
Pengangguran stuktural adalah keadaan dimana penganggur yang sedang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja
4. Pengangguran Teknologi Pengangguran Teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin..
JENIS PENGANGGURAN BERDASARKAN CIRINYA Berdasarkan kepada ciri pengangguran yang berlaku, pengangguran dapat pula digolongkan
sebagai berikut: 1. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan.
Pengangguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
2. Pengangguran Terselubung atau Tersembunyi (Disguissed Unemployment) Pengangguran terselubung adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu, misalnya pekerjaan yang tidak sesuai dengan bakat dan kemampuan yang
dimiliki. 3. Pengangguran Musiman (Seasonal Unemployment)
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek yang meyebabkan seseorang harus menganggur 4. Setengah Menganggur (Under Unemployment)
Pengangguran setengah menganggur adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan
tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya pengangguran terdidik adalah sebagai berikut: 1. Ketidakcocokkan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja (sisi
penawaran tenaga kerja) dan kesempatan kerja yang tersedia (sisi permintaan tenaga kerja). Ketidakcocokan ini mungkin bersifat geografis, jenis pekerjaan, orientasi status, atau masalah
keahlian khusus. 2. Terbatasnya daya serap tenaga kerja di sektor formal (tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar memberi tekanan yang kuat terhadap kesempatan kerja di sektor formal yang
jumlahnya relatif kecil). 3. Belum efisiennya fungsi pasar kerja. Di samping faktor kesulitan memperoleh lapangan
kerja, arus informasi tenaga kerja yang tidak sempurna dan tidak lancar menyebabkan banyak angkatan kerja bekerja di luar bidangnya. Kemudian faktor gengsi juga menyebabkan lulusan akademi atau universitas memilih menganggur karena tidak sesuai dengan bidangnya.
4. Budaya malas juga sebagai salah satu factor penyebab tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia.
Ada berbagai cara mengatasi pengangguran, yaitu: 1. Peningkatan Mobilitas Tenaga kerja dan Moral Peningkatan mobilitas tenaga kerja dilakukan dengan memindahkan pekerja ke kesempatan kerja
yang lowong dan melatih ulang keterampilannya sehingga dapat memenuhi tuntutan kualifikasi di tempat baru. Peningkatan mobilitas modal dilakukan dengan memindahkan industry (padat
karya) ke wilayah yang mengalami masalah pengangguran parah. Cara ini baik digunakan untuk mengatasi msalah pengangguran structural. 2. Pengelolaan Permintaan Masyarakat
Pemerintah dapat mengurangi pengangguran siklikal melalui manajemen yang mengarahkan permintaan-permintaan masyarakat ke barang atau jasa yang tersedia dalam jumlah yang
melimpah. 3. Penyediaan Informasi tentang Kebutuhan Tenaga Kerja Untuk mengatasi pengangguran musiman, perlu adanya pemberian informasi yang cepat
mengenai tempat-tempat mana yang sedang memerlukan tenaga kerja. 4. Program Pendidikan dan Pelatihan Kerja
Pengangguran terutama disebabkan oleh masalah tenaga kerja yang tidak terampil dan ahli. Perusahaan lebih menyukai calon pegawai yang sudah memiliki keterampilan atau keahlian tertentu. Masalah tersebut amat relevan di Negara kita, mengingat sejumlah besar penganggur
adalah orang yang belum memiliki keterampilan atau keahlian tertentu. 5 Wiraswasta
Selama orang masih tergantung pada upaya mencari kerja di perusahaan tertentu, pengangguran akan tetap menjadi masalah pelik. Masalah menjadi agak terpecahkan apabila muncul keinginan untuk menciptakan lapangan usaha sendiri atau berwiraswasta yang berhasil.
3.1 KESIMPULAN . Ketidakcocokkan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja (sisi
penawaran tenaga kerja) dan kesempatan kerja yang tersedia (sisi permintaan tenaga kerja). Ketidakcocokan ini mungkin bersifat geografis, jenis pekerjaan, orientasi status, atau masalah keahlian khusus. Jadi pengangguran terdidik juga bisa menimpa siapa saja, bahkan anak presiden
pun bisa
A. Konsep Ketenagakerjaan
Salah satu persoalan mendasar dalam aspek ketenagakerjaan adalah pengangguran.
Pengangguran terbuka (open unemployment) adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15
tahun keatas) yang sedang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari
pekerjaan karena mesara tidak mungkin mendapatkan pekerjaan karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan (sebelumnya dikatagorikan sebagai bukan angkatan kerja), dan yang
sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikatagorikan pekerjaan
bekerja), dan pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja (jobless). Selain pengangguran
terbuka, juga dikenal istilah Setengah Pengangguran (Under Unemployment) yaitu tenaga kerja
yang tidak bekerja secara optimal yang bekrja kurang dari 35 jam selama seminggu.
Permasalahan pengangguran dan setengah pengguran ini merupakan persoalan serius karena
dapat menyebabkan tingkat pendapatan Nasional dan tingkat kemakmuran masyarakat tidak
mencapai potensi maksimal. Diilihat dari penyebabnya, pengangguran dapat dikelompokkan
menjadi beberapa bagian :
1. Pengangguran struktural yaitu : pengangguran yang terjadi karena adanya perubahan
dalam struktur perekonomian. Penduduk tidak mempunyai keahlian yang cukup untuk
memesuki sektor baru sehingga mereka menganggur. Contoh para petani kehilangan
pekerjaan karena adanya berubahan dari daerah agraris menjadi daerah industri.
2. Pengangguran siklus adalah pengangguran yang terjadi karena menurunnya kegiatan
perekonomian (misal terjadi resesi) sehingga menyebabkan berkurangnya permintaan
masyarakat (aggrerat demand).
3. Pengangguran musiman adalah pengangguran yang terjadi karena adanya pergantian
musin misalnya pergantian musim tanam ke musim panen.
4. Pengangguran friksional adalah Pengangguran yang muncul akibat adanya
ketidaksesuaian antara pemberi kerja dan pencari kerja.
5. Pengangguran teknologi adalah Pengangguran yang terjadi karena adanya penggunaan
alat-alat teknologi yang semakin modern yang menggantikan tenaga krja manusia.
Data tentang situasi ketenaga kerjaan merupakan salah satu data pokok yang dapat
mengambarkan kondisi perekonomian, sosial, bahkan tingkat kesejahteraan penduduk di suatu
wilayah dalam suatu kurun waktu tertentu. Salah satu isu penting dalam ketenagakerjaan,
disamping keadaan angkatan kerja (economically active population) dan struktur
ketenagakerjaan adalah isu pengangguran. Pengangguran dari sisi ekonomi merupakan produk
dari ketidakmampuan pasar kerja dalam menyerap angkatan kerja yang tersedia. Ketersediaan
lapangan kerja yang relatif terbatas tidak mampu menyerap ‘para pencari kerja’ yang senantiasa
bertambah setiap tahun seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Tingginya angka
pengangguran tidak hanya menimbulkan masalah-masalah di bidang ekonomi saja melainkan
juga menimbulkan berbagi masalah di bidang sosial seperti kemiskinan dan kerawanan sosial.
Untuk memenuhi kebutuhan data ketenagakerjaan, Badan Pusat Statistk (BPS)
melaksanakan pengumpulan data ketenagakerjaan melalui berbagai kegiatan sensus dan suevei
antara lain Sensus Penduduk (SP), Survei Penduduk Antar Sensus (Supas), Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) dan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Sakernas
merupakan survei yang dirancang khusus untuk mengumpulkan data ketenagakerjaan dengan
pendekatan rumah tangga.
Dalam mengumpulkan data menyajikan data ketenagakerjaan, BPS selalu menggunakan
konsep/definisi yang direkomendasikan oleh Internasional Labor Organization (ILO). Hal ini
dimaksudkan terutama agar data ketenagakerjaan yang dihasilkan dari berbagai survei di
Indonesia dapat dibandingkan secara Internasional, tanpa mengesampingkan kondisi ketenaga
kerjaan spesifik Indonesia. Menurut Konsep Labor Ferce Framework, penduduk dibagi dalam
beberapa kelompok.
Beberapa konsep/definisi yang digunakan dalam ketenagakerjaan adalah sbb:
1. Penduduk
Semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama enam
bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan untuk
menetap.
2. Usia kerja
Indonesia menggunakan batas bawah usia kerja (economically active population) 15
tahun (meskipun dalam survei dikumpulkan informasi mulai dari usia 10 tahun) dan tanpa batas
atas usia kerja.
3. Angkatan Kerja
Konsep angkatan kerja merujuk pada kegiatan utama yang dilakukan oleh penduduk usia
kerja selama periode tertentu. Angkatan Kerja adalah penduduk usia kerja yang bekerja, atau
punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja, dan pengangguran.
4. Bukan angkatan kerja
Penduduk usia kerja tidak termasuk angkatan kerja mencakup penduduk yang bersekolah,
mengurus rumah tangga atau melaksanakan kegiatan lainya.
5. Bekerja
Kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang dengan maksud memperoleh atau
membantu memperoleh pendapatan atau keuntingan paling sedikit 1(satu) jam secara tidak
terputus selama seminggu yang lalu. Kegiatan bekerja ini mencakup, baik yang sedang bekerja
maupun yang punya pekerjaan tetapi dalam seminggu yang lalu sementara tidak bekerja, misal
karena cuti, sakit dan sejenisnya.
Kriteria satu jam (the one-hour criterion) digunakan dengan pertimbangan untuk
mencakup semua jenis pekerjaan yang mungkin ada pada suatu negara, termasuk didalamnya
adalah pekerja dengan waktu singkat (short-time work), pekerja bebas, stand-by work dan
pekerja yang tak beraturah lainnya.
Kriteria satu jam juga dikaitkan dengan definisi bekerja dan pengangguran yang
digunakan, dimana pengangguran adalah situasi dari ketiadaan pekerja secra total, sehingga jika
batas minimum dari jumlah jam kerja dinaikkan maka akan mengubah definisi pengangguran
yaitu bukan lagi ketiadaan pekerjaan secara total.
Di samping itu, juga untuk memastikan bahwa pada suatu tingkat agregasi tertentu input
tenaga kerja total berkaitan langsung dengan produksi total. Hal ini diperlukan terutama ketika
dilakukan join analysis antara statistik ketenagakerjaan dan statistik produksi. Kriteria satu jam
ini bisa berarti satu jam per minggu maupun satu jam per hari.
Berdasarkan sktivitas/kegiatan ekonomi yang merujuk pada the United National System
of National Accounts (SNA), penduduk usia kerja dikatagorikan sebagai bekerja/memepunyai
pekerjaan jika yang bersangkutan bekerja (meskipun hanya bekerja satu jam dalam periode
referensi) atau mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja. Sejalan dengan the labour
force framework, definisi internasional untuk bekerja didasarkan pada periode referensi yang
pendek (satu minggu atau satu hari).
Bekerja dibedakan menjadi :
1. Bekerja dengan jam kerja normal (≥35jam)
2. Setengah pengangguran
Penduduk yang bekerja kurang dari jam kerja norma l( dalam hal ini 35 jam seminggu, tidak
termasuk yang sementara tidak bekerja) dikatagorikan sebagai setengah pengangguran.
Setengah pengangguran dibedakan menjadi dua yaitu :
Setengah pengangguran terpaksa
Mereka yang bekerja di bawah jam kerja normak (kurang dari 35 jam seminggu), dan masih
mencari pekerjaan atau masih bersedia menerima pekerjaan.
Setengah pengangguran sukarela
Mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu), tetapi tidak
mencari pekerjaan tau tidak bersedia menerima pekerjaan lain.
6. Pengangguran
Definisi untuk pengangguran adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan, bersedia
untuk bekerja, dan sedang mencari pekerjaan. Definisi ini digunakan pada pelaksanaan Sakernas
1986 sampai dengan 2000, sedangkan sejak tahun 2001 definisi pengangguran mengalami
penyesuaian/perluasan menjadi sebagai berikut ;
Pengangguran adalah mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan (sebelumnya dikatagorikan sebagai bukan angkatan kerja), yang sudak
punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja (sebelumnya dikatagorikan sebagai bekerja), dan
pada waktu yang bersamaan mereka tak bekerja (jobless). Pengangguran dengan konsep/definisi
tersebut biasanya disebut sebagai pengangguran terbuka (open unemployment).
Secara spesifik, pengangguranterbuka dalam Sakernas, terdiri dari :
Mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan,
Mereka yang tidak bekerja dan mempersiapkan usaha,
Mereka yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin
mendapatkan pekerjaan, dan
Mereka yang tidak bekerja dan tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja,
tetapi belum mulai bekerja.
Tingkat Pengangguran Terbuka dihitung sbb;
TPT = (UE/AK) * 100
Dimana :
TPT = Tingkat Pengangguran Terbuka
UE = Peduduk 15+ mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari
pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, yang sudah punya pekerjaan,
tetapi belum mulai bekerja.
AK = Angkatan Kerja
B. Teori-teori Ketenagakerjaan
1. Teori Klasik Adam Smith
Adam smith (1729-1790) merupakan tokoh utama dari aliran ekonomi yang kemudian dikenal
sebagai aliran klasik. Dalam hal ini teori klasik Adam Smith juga melihat bahwa alokasi sumber daya
manusia yang efektif adalah pemula pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi
modal (fisik) baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tumbuh. Dengan kata lain, alokasi
sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary
condition) bagi pertumbuhan ekonomi.
2. Teori Malthus
Sesudah Adam Smith, Thomas Robert Malthus (1766-1834) dianggap sebagai pemikir klasik
yang sangat berjasa dalam pengembangan pemikiran-pemikiran ekonomi. Thomas Robert Malthus
mengungkapkan bahwa manusia berkembang jauh lebih cepat dibandingkan dengan produksi hasil
pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia. Manusia berkembang sesuai dengan deret ukur,
sedangkan produksi makanan hanya meningkat sesuai dengan deret hitung.
Jika hal ini tidak dilakukan maka pengurangan penduduk akan diselesaikan secara alamiah antara
lain akan timbul perang, epidemi, kekurangan pangan dan sebagainya.
3. Teori Keynes
John Maynard Keynes (1883-1946) berpendapat bahwa dalam kenyataan pasar tenaga kerja tidak
bekerja sesuai dengan pandangan klasik. Dimanapun para pekerja mempunyai semacam serikat kerja
(labor union) yang akan berusaha memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah.
Kalaupun tingkat upah diturunkan tetapi kemungkinan ini dinilai keynes kecil sekali, tingkat
pendapatan masyarakat tentu akan turun. Turunnya pendapatan sebagian anggota masyarakat akan
menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan menyebabkan konsumsi
secara keseluruhan berkurang. Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunya harga-
harga.
Kalau harga-harga turun, maka kurva nilai produktivitas marjinal labor ( marginal value of
productivity of labor) yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha dalam mempekerjakan labor
akan turun. Jika penurunan harga tidak begitu besar maka kurva nilai produktivitas hanya turun
sedikit. Meskipun demikian jumlah tenaga kerja yang bertambah tetap saja lebih kecil dari jumlah
tenaga kerja yang ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun drastis, ini menyebabkan
kurva nilai produktivitas marjinal labor turun drastis pula, dan jumlah tenaga kerja yang tertampung
menjadi semakin kecil dan pengangguran menjadi semakin luas.
4. Teori Harrod-domar
Teori Harod-domar (1946) dikenal sebagai teori pertumbuhan. Menurut teori ini investasi tidak
hanya menciptakan permintaan, tapi juga memperbesar kapasitas produksi. Kapasitas produksi yang
membesar membutuhkan permintaan yang lebih besar pula agar produksi tidak menurun. Jika
kapasitas yang membesar tidak diikuti dengan permintaan yang besar, surplus akan muncul dan
disusul penurunan jumlah produksi.
5. Teori Tentang Tenaga Kerja
Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja seperti yang sudah
dibukakan dalam Latar belakang dari pemelihan judul ini adalah ketidak seimbangan akan
permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu
tingkat upah. Ketidakseimbangan tersebut penawaran yang lebih besar dari permintaan terhadap
tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga
kerja (excess demand for labor) dalam pasar tenaga kerja.
C. Kondisi Tenaga Kerja Di Indonesia
Permasalahan tenaga kerja di Indonesia semakin berat. Bagaimana tidak berat, angka
pengangguran saja sudah mencapai 38,3 juta jiwa. Dari angka itu tercatat 8,1 juta yang
menganggur total atau tidak bekerja sama sekali dan tidak memiliki penghasilan. Sementara
yang 30,2 juta, itu setengah menganggur, atau mereka yang bekerja di bawah 35 jam. Bahkan,
bila ada buruh yang dibayar UMR, meski bekerja selama 40 jam, tak cukup untuk memenuhi
standar hidupnya.
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup
memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar,
pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah
pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang
ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong
peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka
panjang.
Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan
sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama
kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal; dan dapat
menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
Masalah Ketenagakerjaan di Indonesia
1. Pengangguran dan pendidikan rendah
Masalah di atas pada akhirnya tali temali menghadirkan implikasi buruk dalam
pembangunan hukum di Indonesia. Bila ditelusuri lebih jauh keempat masalah di atas dapatlah
disimpulkan bahwa akar dari semua masalah itu adalah karena ketidakjelasan politik
ketenagakerjaan nasional. Sekalipun dasar-dasar konstitusi UUD 45 khususnya pasal 27 dan
pasal 34 telah memberikan amanat yang cukup jelas bagaimana seharusnya negara memberikan
perlindungan terhadap buruh/pekerja.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang
tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan
pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.
Fenomena pengangguran juga berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja, yang
disebabkan antara lain: perusahaan yang menutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis
ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif; peraturan yang menghambat inventasi; hambatan
dalam proses ekspor impor, dll.
Menurut data BPS angka pengangguran pada tahun 2002, sebesar 9,13 juta penganggur
terbuka, sekitar 450 ribu diantaranya adalah yang berpendidikan tinggi. Bila dilihat dari usia
penganggur sebagian besar (5.78 juta) adalah pada usia muda (15-24 tahun). Selain itu terdapat
sebanyak 2,7 juta penganggur merasa tidak mungkin mendapat pekerjaan (hopeless). Situasi
seperti ini akan sangat berbahaya dan mengancam stabilitas nasional. Masalah lainnya adalah
jumlah setengah penganggur yaitu yang bekerja kurang dari jam kerja normal 35 jam per
minggu, pada tahun 2002 berjumlah 28,87 juta orang. Sebagian dari mereka ini adalah yang
bekerja pada jabatan yang lebih rendah dari tingkat pendidikan, upah rendah, yang
mengakibatkan produktivitas rendah. Dengan demikian masalah pengangguran terbuka dan
setengah penganggur berjumlah 38 juta orang yang harus segera dituntaskan.
Keadaan Angkatan Kerja dan Keadaan Kesempatan Kerja
Masalah pengangguran dan setengah pengangguran tersebut di atas salah satunya
dipengaruhi oleh besarnya angkatan kerja. Angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2002 sebesar
100,8 juta orang. Mereka ini didominasi oleh angkatan kerja usia sekolah (15-24 tahun)
sebanyak 20,7 juta. Pada sisi lain, 45,33 juta orang hanya berpendidikan SD kebawah, ini berarti
bahwa angkatan kerja di Indonesia kualitasnya masih rendah.
Keadaan lain yang juga mempengaruhi pengangguran dan setengah pengangguran
tersebut adalah keadaan kesempatan kerja. Pada tahun 2002, jumlah orang yang bekerja adalah
sebesar 91,6 juta orang. Sekitar 44,33 persen kesempatan kerja ini berada disektor pertanian,
yang hingga saat ini tingkat produktivitasnya masih tergolong rendah. Selanjutnya 63,79 juta dari
kesempatan kerja yang tersedia tersebut berstatus informal.
Dan selama hampir 25 tahun lebih pemerintah Indonesia percaya, dengan jenis investor
ini, sampai kemudian disadarkan oleh kenyataan pahit bahwa jenis industri seperti itu adalah
jenis industri yang paling gemar melakukan relokasi. Pemindahan lokasi industri ke negara yang
menawarkan upah buruh yang lebih kecil, peraturan yang longgar, dan buruh yang melimpah.
Mereka diberikan gelar industri tanpa kaki (foot loose industries), karena kemudahan mereka
melangkah dari satu negara ke negara lainnya.
Indonesia yang mendapat era reformasi tahun 1998 secara ambisius meratifikasisemua
konvensi dasar ILO (a basic human rights conventions) yaitu; kebebasan berserikat dan
berunding, larangan kerja paksa, penghapusan diskriminasi kerja, batas minimum usia kerja
anak, larangan bekerja di tempat terburuk. Ditambah dengan kebijakan demokratisasi baru
dibidang politik, telah membuat investor tanpa kaki ini kuatir bahwa demokratisasi baru selalu
diikuti dengan diperkenalkannya
Undang-undang baru yang melindungi dan menambah kesejahteraan buruh. Bila ini yang
terjadi maka konsekuensinya akan ada peningkatan biaya tambahan (labor cost maupun
overheadcost). Bagi perusahaan yang masih bisa mentolerir kenaikan biaya operasional ini,
mereka akan mencoba terus bertahan, tetapi akan lain halnya kepada perusahaan yang
keunggulan komparatifnya hanya mengandalkan upah murah dan longgarnya peraturan, mereka
akan segera angkat kaki ke negara yang menawarkan fasilitas bisnis yang lebih buruk.
Itulah sebabnya sejak tahun 1999-2002 diperkirakan jutaan buruh telah kehilangan
pekerjaan karena perusahaannya bangkrut atau re-lokasi ke Cina, Kamboja atau Vietnam. Jenis
indusri seperti ini sudah lama hilang dari negara-negara industri maju, karena sistem
perlindungan hukum dan kuatnya serikat buruh telah membuat industri ini hengkang ke negara
lain.
Investor yang datang ke sektor ini adalah investor yang berbisnis dengan memanfaatkan
potensi sumber daya alam kita, bukan karena sumber daya manusia yang melimpah. Industri ini
juga tidak mengenal re-Iokasi (kecuali kaJau sudah habis masa eksplorasi). Karena tidak di
semua tempat ada tersedia sumber daya alam yang melimpah. Mengandalkan terus-menerus
industri ke sektor padat karya manufaktur, akanhanya membuat buruh Indonesia seperti hidup
seperti dalam ancaman bom waktu.
Rentannya hubungan kerja akibat buruknya kondisi kerja, upah rendah. PHK
semenamena dan perlindungan hukum yang tidak memadai, sebenarnya adalah sebuah awal
munculnya rasa ketidakadilan dan potensi munculnya kekerasan. Usaha keras dan pembenahan
radikal harus dilakukan untuk menambah percepatan investor baru. Saya sangat sedih mendengar
berita tentang minimnya atase perdagangan Indonesia yang mempromosikan potensi keunggulan
ekonomi kita. Indonesia dengan penduduk 210 juta Singapura, dengan penduduk 4 juta memiliki
125 atase perdagangan, Thailand dengan penduduk 60 juta punya 75 atase, Malaysia 80,
Philippine 45. Bagaimana mungkin negara lain tahu ada potensi kita bila tenaga yang
mempromosikannya hanya 25 orang.
Potensi investasi di banyak negara berkembang juga dapat kita temukan di web-site
khusus mereka, yang disediakan untuk menarik investor asing potensial. Di dalam situs itu bisa
ditemukan (bahkan infofmasi setiap daerah) potensi bisnis apa yang layak dikembangkan.
Indonesia sejauh yang saya ketahui tidak punya situs informasi secanggih itu. Selain itu, poIitik
nasional kita juga tidak memiIiki komitmen sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas
SDM, terbukti dengan minimnya alokasi dana APBN yang disepakati politisi dan pemerintah
untuk anggaran pendidikan. Rasio anggaran pendidikan Indonesia untuk untuk pendidikan hanya
1.6% dari PDB. Sementara itu Thailand 3,6. Singapura 2.3 dan India 3.3. Itu sebabnya banyak
sekolah SD yang tidak mempunyai guru atau hanya mempunyai 1 atau 2 orang guru yang
mengajar semua kelas 1 sampai kelas 6.
2. Minimnya perlindungan hukum dan rendahnya upah
Dalam kamus modern serikat buruh, hanya ada dua cara melindungi buruh yaitu;
Pertama, melalui undang-undang perburuhan. MeIalui undang-undang buruh akan terlindungi
secara hukum, mulai dari jaminan negara memberikan pekerjaan yang layak, melindunginya di
tempat kerja (kesehatan dan keselamatan kerja dan upah layak) sampai dengan pemberian
jaminan sosial setelah pensiun.
Kedua, melalui serikat buruh. Sekalipun undang-undang perburuhan bagus, tetapi buruh
tetap memerlukan kehadiran serikat buruh untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB ).
PKB adalah sebuah dokumen perjanjian bersama antara majikan dan buruh yang berisi hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Hanya melalui serikat buruhlah – bukan melalui LSM ataupun
partai politik – bisa berunding untuk mendapatkan hak-hak tambahan (di luar ketentuan UU)
untuk menambah kesejahteraan mereka.
3. Penurunan Pekerja Sektor Formal
Jumlah orang yang bekerja di sektor formal terus mengalami penurunan semenjak tahun
2000 dan terus turun hingga lebih dari 1 juta lapangan kerja yang hilang di tahun 2003. Kondisi
ini terutama terlihat sekali pada kelompok pekerja kasar. Di lain pihak, pekerja di sektor informal
menunjukkan gejala yang terus meningkat. Pada tahun 2003 terdapat peningkatan sekitar
400.000pekerja. Jumlah pekerja di sektor pertanian, dimana kebanyakan berada pada sektor
informal, juga kembali meningkat dari 40 persen pada tahun 1997 menjadi sekitar 46,3 persen
pada tahun 2003. Kecenderungan ini merupakan gambaran bahwa pekerjaan yang lebih
produktif, dengan sistem jaminan socials yang memadai sedang mengalami penurunan,
digantikan dengan pekerjaan yang kurang produktif dan tanpa proteksi sosial.
Penciptaan lapangan kerja yang mengecewakan saat ini amat berbeda jauh dengan
pengalaman Indonesia di masa lalu. Sebelum krisis pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh
ekspor dengan investasi tinggi merupakan sumber utama penyerapan tenaga kerja. Antara tahun
1990 hingga 1995, industri berorientasi ekspor beserta berbagai industri pendukungnya
diperkirakan telah menyediakan separuh dari total pekerjaan yang ada.
B. Solusi masalah ketenagakerjaan di Indonesia
Secara umum kita dapat mengatasi berbagai masalah ketenagakerjaan melalui berbagai upaya
praktis seperti berikut:
1. Mendorong Investasi
Mengharapkan investasi dari luar negeri kenyataannya belum menunjukkan hasil yang
berarti selama tahun 2006 lalu. Para investor asing mungkin masih menunggu adanya perbaikan
iklim investasi dan beberapa peraturan yang menyangkut aspek perburuhan. Kalau upaya
terobosan lain tidak dilakukan, khawatir masalah pengangguran ini akan bertambah terus pada
tahun-tahun mendatang.
Beberapa produk perikanan dan kelautan juga sangat potensial untuk dikembangkan
seperti udang, ikan kerapu dan rumput laut dan beberapa jenis budidaya perikanan dan kelautan
lainnya. Sektor industri manufaktur dan kerajinan, khususnya untuk industri penunjang -
supporting industries seperti komponen otomotif, elektronika, furnitur, garmen dan produk alas
kaki juga memberikan kontribusi besar dalam pertumbuhan dan penyerapan tenaga kerja. Penulis
juga mencermati banyak sekali produkproduk IT dan industri manufaktur yang sangat
dibutuhkan, baik untuk pasar domestik, maupun untuk pasar ekspor. Di samping kedua sektor
tersebut, sector jasa keuangan, persewaan, jasa konsultasi bisnis dan jasa lainnya juga memiliki
prospek baik untuk dikembangkan.
2. Memperbaiki daya saing
Daya saing ekspor Indonesia bergantung pada kebijakan perdagangan yang terus menjaga
keterbukaan, disamping menciptakan fasilitasi bagi pembentukan struktur ekspor yang sesuai
dengan ketatnya kompetisi dunia. Dalam jangka pendek, Indonesia dapat mendorong ekspor
dengan mengurangi berbagai biaya yang terkait dengan ekspor itu sendiri serta meningkatkan
akses kepada pasar internasional. Kebijakan yang dapat dipakai untuk mengontrol biaya-biaya
tersebut diantaranya i) Menjaga kestabilan dan daya saing nilai tukar ii) Memastikan peningkatan
tingkat upah yang moderat sejalan dengan peningkatan produktifitas iii) Akselerasi proses
restitusi PPn dan restitusi bea masuk impor bagi para eksportir dan iv) Meningkatkan
kemampuan fasilitas pelabuhan dan bandara dan infrastruktur jalan untuk mengurangi biaya
transportasi.
Pemerintah dapat berupaya lebih keras lagi dalam menegosiasikan akses yang lebih besar
ke pasar internasional pada pembicaraan perdagangan multilateral Putaran Doha terbaru. Karena
Indonesia telah mempunyai kebijakan rezim perdagangan yang sangat terbuka, pemerintah dapat
meminta pemotongan bea masuk dan pembebasan atas berbagai pengenaan bea masuk bukan ad-
valorem oleh negara-negara maju, dengan dampak yang kecil bagi kebijakan proteksi Indonesia
sendiri.
3. Meningkatkan Fleksibilitas tenaga kerja
Indonesia memiliki aturan ketenagakerjaan yang paling kaku serta menimbulkan biaya
paling tinggi di Asia Timur. Sebagai contoh, biaya untuk mengeluarkan pekerja sangatlah tinggi;
pesangon yang harus dibayarkan mencapai 9 bulan gaji. Tentunya kebijakan pasar tenaga kerja
harus berimbang antara penciptaan pasar tenaga kerja yang fleksibel dengan kebutuhan untuk
memberikan perlindungan dan keamanan bagi tenaga kerja.
Langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan pemerintah untuk meningkatkan fleksibilitas
tenaga kerja antara lain:
• Menyelesaikan pelaksanaan perundang-undangan tenaga kerja dan berkonsentrasi pada dua isu
utama yang mendapat perhatian para pengusaha yaitu: i) keleluasaan dalam mempekerjakan
pekerja kontrak dan ii) keleluasaan dalam melakukan outsourcing, dengan menekankan para sub-
kontraktor untuk memenuhi hak-hak pekerja mereka.
• Menciptakan peradilan tenaga kerja, sebagaimana yang diatur dalam undang-undang
perselisihan hubungan industrial. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penyelesaian
perselisihan tenaga kerja.
• Membentuk tim ahli dalam menentukan tingkat upah minimum. Pemerintah pusat dapat
menjalankan kewenangan untuk membatasi peningkatan upah minimum di daerah.
• Jika diperlukan, merevisi Undang-undang mengenai Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional
yang baru disahkan dan membentuk komisi tingkat tinggi yang bertugas mendesain sistem
kesejahteraan nasional. Sistem ini harus dapat dilaksanakan dan mendukung penciptaan lapangan
pekerjaan.
4. Peningkatan Keahlian Pekerja
Pemerintah seharusnya dapat meningkatkan kemampuan angkatan kerja. Lemahnya
kemampuan pekerja Indonesia dirasakan sebagai kendala utama bagi investor. Rendahnya
keahlian ini akan mempersempit ruang bagi kebijakan Indonesia untuk meningkatkan struktur
produksinya. Walaupun pada saat sebelum krisis pendidikan di Indonesia mencapai kemajuan
yang luar biasa, dalam segi kuantitas, kualitas pendidikan masih tertinggal dibandingkan dengan
negara-negara pesaing lainnya. Pemerintah harus lebih menekankan pencapaian tujuan di bidang
pendidikan formal dengan mereformasi sistem pendidikan, sesuai dengan prinsip dan manfaat
dari proses desentralisasi.
A.Latar Belakang
Di negara Kondisi berkembang pada umumnya memiliki tingkat pengangguran yang jauh lebih tinggi dari angka resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena ukuran sektor informal masih cukup besar sebagai salah satu lapangan nafkah bagi tenaga kerja tidak terdidik.
Sektor informal tersebut dianggap sebagai katup pengaman bagi pengangguran. Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan ditandai dengan jumlah penganggur dan setengah penganggur yang besar,
pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan pemborosan sumber daya dan potensi yang
ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka rumusan masalahnya sebagai berikut : 1. Apa definisi tenaga kerja ?
2. Bagaimana permasalahan lapangan kerja dan tenaga kerja di Indonesia? 3. Bagaimana contoh kasus terjadi di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis bertujuan melakukan suatu penelitian dan pembahasan tentang : 1. Pengertian tenaga kerja
2. Permasalahan lapangan kerja dan tenaga kerja di Indonesia 3. Menganalisa contoh kasus tenaga kerja
B. PEMBAHASAN 1. Pengertian / Definisi Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah penduduk yang siap melakukan pekerjaan, penduduk yang telah memasuki usia kerja (working age population)
o Angkatan kerja adalah penduduk yang berumur 15 sampai dengan 65 tahun yang sedang bekerja atau mencari pekerjaan o Susunan penduduk menurut umurnya dapat dikelompokkan sebagai berikut :
o a) Penduduk produktif (usia kerja): umur 15 – 65 tahun b) Penduduk nonproduktif (dibawah usia kerja): umur 14 tahun kebawah
c) Penduduk nonproduktif (diatas usia kerja : umur 65 tahun keatas
2. Permasalahan Lapangan Kerja dan Tenaga Kerja di Indonesia
Berikut ini beberapa masalah ketenagakerjaan di Indonesia :
a. Rendahnya kualitas tenaga kerja
Kualitas tenaga kerja dalam suatu negara dapat ditentukan dengan melihat tingkat pendidikan negara tersebut. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia, tingkat pendidikannya masih rendah.
Hal ini menyebabkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadaprendahnya kualitas hasil produksi barang dan jasa.
b. Jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerja
Meningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh perluasan lapangan kerja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian. Angkatan kerja yang tidak tertampung dalam lapangan kerja akan menyebabkan pengangguran. Padahal harapan pemerintah, semakin
banyaknya jumlah angkatan kerja bisa menjadi pendorong pembangunan ekonomi.
c. Persebaran tenaga kerja yang tidak merata
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berada di Pulau Jawa. Sementara di daerah lain masih kekurangan tenaga kerja, terutama untuk sektor pertanian, perkebunan, dan kehutanan.Dengan
demikian di Pulau Jawa banyak terjadi pengangguran, sementara di daerah lain masih banyak sumber daya alam yang belum dikelola secara maksimal.
d. Pengangguran
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia banyak mengakibatkan industri di Indonesia mengalami
gulung tikar. Akibatnya, banyak pula tenaga kerja yang berhenti bekerja. Selain itu, banyaknya perusahaan yang gulung tikar mengakibatkan semakin sempitnya lapangan kerja yang ada. Di sisi lain jumlah angkatan kerja terus meningkat. Dengan demikian pengangguran akan semakin
banyak.
e. Problem Gaji / UMR
Salah satu problem yang langsung menyentuh kaum buruh adalah rendahnya atau tidak sesuainya pendapatan (gaji) yang diperoleh dengan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya beserta tanggungannya. Faktor ini , yakni kebutuhan hidup semakin meningkat, sementara gaji yang diterima relatif tetap, menjadi salah satu pendorong gerak protes kaum
buruh. Adapun dalam sistem ekonomi Kapitalis, rendahnya gaji buruh justru menjadi penarik bagi para investor asing. Termasuk pemerintah, untuk kepentingan peningkatan pendapatan pemerintah (bukan rakyat), justru memelihara kondisi seperti ini. Kondisi ini menyebabkan
pihak pemerintah lebih sering memihak ‘sang investor’ , dibanding dengan buruh (yang merupakan rakyatnya sendiri) ketika terjadi krisis perburuhan. Rendahnya gaji juga berhubungan
dengan rendahnya kualitas SDM. Persoalannya bagaimana, SDM bisa meningkat kalau biaya pendidikan mahal? Solusi terhadap problem UMR dan UMD ini tentu saja harus terus diupayakan dan diharapkan mampu membangun kondisi seideal mungkin.
3. Contoh Kasus:
SRAGEN, KOMPAS.com – Kondisi Erwiana Sulistiyaningsih (21), pasca penganiayaan yang dialaminya saat bekerja di Hongkong, sudah mulai membaik. Erwiana mengalami penganiayaan
oleh majikannya bernama Law Wantung. Erwiana mendapat perlakuan tidak manusiawi oleh majikanya tersebut saat melakukan kesalahan. Dari keterangan Erwiana, Law tidak segan segan memukul bagian muka dan bagian tubuh lainnya. Luka paling parah adalah dibagian pergelangan
tangan dan kaki serta wajah yang lebam dan membengkak. Erwiana menceritakan bahwa dirinya juga diancam akan dibunuh oleh majikannya, apabila melaporkan dan menceritakan perihal
kekerasan yang dialaminya. “Sebelum ke dipulangkan, saya diancam akan dibunuh dan dia akan melacak keberadaan keluarga saya di Indonesia,” kata Erwiana pada Kompas.com akhir pekan lalu. Sementara itu, perjalanan Erwiana pulang ke Indonesia pun tak luput dari kisah yang
memiriskan. Dengan luka luka di bagian pergelangan kaki dan tangan, Erwiana dipaksa untuk menutupinya dengan kain. Saat itulah, salah satu rekan Erwiana yang juga TKI, Riyanti, curiga
terhadap kondisi Erwiana yang tampak memprihatinkan dengan kondisi wajah lebam. Riyanti mengaku Erwiana hanya mengaku terkena penyakit kulit. “Saat di bandara dirinya tidak mau mengaku, dan bilang kalau kena penyakit kulit. Lalu setelah saya desak, akhirnya dia derita
kalau disiksa majikannya. Dia juga diancam dibunuh kalau mau lapor ke polisi,” kata Riyanti kepada wartawan. Pihak keluarga pun menyesalkan perlakukan majikan Erwiana, dan menuntut
pelaku ditangkap dan diproses secara hukum. “Kita mendesak pemerintah segera menangani kasus ini segera dan mendesak pemerintah Hongkong untuk menangkap pelaku dan memenuhi segala hak termasuk gaji Erwiana, yang sempat tertunda,” kata Karsiwen, dari Jaringan Buruh
Migran Indonesia mewakili keluarga.
Melihat persoalan ketenagakerjaan yang demikian kompleks di atas, tentu saja juga membutuhkan pemecahan yang komprehensip dan sistemis. Sebab, persoalan tenaga kerja,
bukan lagi merupakan persoalan individu, yang bisa diselesaikan dengan pendekatan individual. Akan tetapi, persoalan tenaga kerja di atas merupakan persoalan sosial, yang akhirnya membutuhkan penyelesaian yang mendasar dan menyeluruh. Jadi, problem utamanya adalah
sistem Kapitalisme yang saat ini diterapkan. Dalam hal ini syariat Islam sebagai aturan yang berasal dari Allah, akan mampu menyelesaikan persoalan ini. Mengingat syariat Islam adalah
aturan yang menyeluruh yang secara praktis akan menyelesaikan berbagai persoalan manusia. Sudah saatnya kita mengganti sistem Kapitalisme yang telah membuat buruh dan manusia lainnya menderita, dan menggantinya dengan syariat Islam.
C.KESIMPULAN DAN SARAN
1.Kesimpulan Berdasarkan uraian dalam pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
a) Tenaga kerja (manpower) adalah penduduk dalam usia kerja (berusia 15-65 tahun) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Sebelum tahun 2000, Indonesia menggunakan patokan seluruh penduduk berusia 10 tahun ke atas (lihat hasil Sensus Penduduk 1971, 1980 dan
1990). Namun sejak Sensus Penduduk 2000 dan sesuai dengan ketentuan internasional, tenaga kerja adalah penduduk yang berusia 15-65 tahun.
b) Pengangguran adalah seseorang yang tidak atau sedang mencari pekerjaan. Kebanyakan pemgangguran terjadi karena kurangnya kualitas keterampilan yang dimiliki oleh penduduk sehingga mereka tidak dapat bekerja.
c) Faktor yang mempengaruhi kualitas penduduk diantaranya: 1. Tingkat pendidikan penduduk
Pendidikan merupakan modal dasar dalam mengembangkan kemampuan intelektual seseorang.Melalui pendidikan seseorang akan mampu meningkatkan kemampuan kognitif,efektif,dan psikomotoriknya.
2. Tingkat kesehatan penduduk
Kesehatan merupakan harta yang tak ternilai dan merupakan modal berharga bagi seseorang untuk memulai aktifitasnya.
3. Tingkat kesejahteraan penduduk
Pencapain kesejahteraan merupakan arah cita-cita setiap manusia yang ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan pangan,sandang,dan papan.Masyarakat yang telah sejahtrera merupakan cita-cita pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
2. Saran
Untuk teciptanya tenaga kerja yang berkualitas pemerintah supaya lebih memperhatikan masyarakat,misalkan:
1) Lebih mengoptimalkan perogram Belajar 9 tahun karena kebanyakan pengangguran terjadi disebabkan pendidikannya rendah/hanya lulus sampai SD. 2) Memberikan bantuan kepada anak yang tidak mampu misalkan memberikan beasiswa.
3) memberikan sarana dan prasarana pendidikan misalkan gedung sekolah,perpustakaan,laboratorium
MASALAH TENAGA KERJA DAN PENGANGGURAN
Pengangguran dan Kesempatan Kerja merupakan dua hal yang tidak dibahas secara
insentif pada masa krisis sekaran ini. Padahal, masalah ini sangat penting karena menyangkut
hampir semua warga masyarakat, dan mempunyai dampak sosial-ekonomi yang krusial jika tidak
dipecahkan secara krusial. Persoalan yang paling mendasar dalam ekonomi ini menjadi tanggung
jawab pemerintah, terutama pemerintah daerah.
Kondisi Pengangguran
Pada bulan April 1999 pemerintah mengumumkan bahwa tingkat pengangguran terbuka
mencapai 5 juta orang. Pada massa sebelum krisis, khususnya tahun 1996, tingkat penggaguran
terbuka mencapai tidak kurang dari 4,9 persen atau sekitar 4,4 juta orang. Hampir seluruh sektor
dan kegiatan ekonomi mengalami kontraksi, kecuali sektor pertanian, yang secara langsung
menyebabkan pengangguran.
Yang paling parah adalah sektor bangunan, di mana pada tahun 1998 silam tumbuh
sekitar -30 persen (negatif). Sektor keuangan juga tidak kalah tingkat kontraksinya terutama
karena banyak bank mengalami kebangkrutan akibat krisis utang luar negeri, dan banyak
memberi kredit pada sektor yang spekulatif. Belum lagi angka pengangguran dari angkatan kerja
baru, yang tidak bisa memasuki pekerjaan karena kondisi krisis dan stagnasi berbagai kegiatan
ekonomi. Jumlah angkatan kerja baru tersebut setiap tahun diperkirakan mencapai 2,7 orang.
Kebijakan dan Program
Karena itu, masalah pengangguran ini bersifat krusial, yang terasa bagi masyarakat dan
pemerintah sampai heirarki yang paling bawah (kecamatan dan desa). Kebijakan untuk
mengatasi pengangguran harus bersifat utama, yang secara pararel dilaksanakan sejalan dengan
proses pemulihan itu sendiri. Pada tingkat pusat, kebijakan jaring pengaman sosial perlu
mencakup program untuk memerangi pengangguran ini. Artinya, sektor – sektor ekonomi rakyat
dapat dibangun kembali dengan bersandarkan pada pengeluaran pemerintah pusat maupun
daerah.
Di negara industri pada awal pertumbuhannya, upaya memerangi pengangguran juga
dimotori oleh pemerintah dengan cara membangun jaringan jalan yang panjang, bendungan dan
kegiatan produktif lainnya yang berdampak luas terhadap penyerapan tenaga kerja. Pemerintah
daerah dapat mengambil inisiatif untuk program – program ini dengan sumber dana dari pajak
daerah, sumbangan pusat, atau inisiatif baru menjual obligasi daerah. Pada tingkat desa, usaha –
usaha yang sama dapat dilakukan melalui kelembagaan lokal. Di Bali dikenal Subak,
memperkuat Kelembagaan Nagari di Sumatra Barata tau menhidupkan lumbung desa di Jawa,
yang basisnya pertanian. Lembaga – lembaga tersebut mulai berguguran setelah modernisasi
ekonomi yang tidak ramah menghilangkan peranannya bagi perekonomian desa. Alasan
klasiknya adalah inefisiensi. Faktor mendasar dari upaya pemecahan persoalan pengangguran
dan penciptaan kesempatan kerja juga terletak pada kelemahan kelembagaan pada tingkat
Pemerintah Daerah.
Analisis
Berdasarkan resume atau kesimpulan di atas maka kelompok kami memberikan análisis
sebagai berikut : bahwa masalah tenaga kerja dan pengangguran di Indonesia dari tahun ke tahun
semakin bertambah, hal ini dapat terlihat dari jumlah angka pengangguran pada bulan april 1999
yang mencapai tidak kurang dari 13 juta orang.sedangkan sebelum pada masa crisis pada tahun
1996 angka pengangguran mencapai 4,4 juta orang. Yang paling parah terjadi pada sektor
bangunan di mana pada tahun 1998 tumbuh sekitar – 30 persen. Sektor keuangan juga tidak
kalah parahnya terutama karena banyak bank mengalami kebangkrutan akibat krisis utang luar
negeri dan banyak memberi kredit pada sektor yang spekulatif. Jadi penambahan angka
pengangguran diakibatkan dari dua aspek, yaitu: angkatan kerja baru yang tidak bisa bekerja dan
pekerja yang terlampar dari pekerjaanya akibat crisis dan kebangkrutan dunia usaha.
Adapun kebijakan dan program yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi
pengangguran harus dilaksanakan sejalan dengan proses pemilihan itu sendiri. Adapun kebijakan
dan program pemerintah adalah:
1. Kebijakan jaring pengaman sosial perlu untuk mengatasi pengangguran ini. Jadi sector-
sektor ekonomi rakyat dapat di bangun kembali dengan bersandar pada APBN dan APBD
untuk dapat menghidupkan denyut nadi ekonomi rakyat agar partisipasi ekonomi dapat
lebih luas.
2. Membangun jaringan jalan yang panjang, bendungan, dan kegiatan produktif lainnya
yang berdampak kepada penyerapan tenaga kerja pola ini dapat ditiru pemerintah untuk
pembangunan infrastruktur produksi di pedesaan, baik untuk jaringan irigasi kecil, pasar-
pasar tradisional, jalan-jalan pedesaan.
3. dan Pengembangan Kesempatan Kerja
Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja dilaksanakan dengan: Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang berkaitan dengan rekrutmen, outsourcing, pengupahan, PHK, serta memperbaiki aturan main yang mengakibatkan perlindungan yang berlebihan. Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja serta Program Perluasan
A.Latar Belakang
Perekonomian Indonesia sejak krisis ekonomi pada pertengahan 1997 membuat
kondisi ketenaga kerjaan Indonesia ikut memburuk. Sejak itu,pertumbuhan
ekonomi Indonesia juga tidak pernah mencapai 7 hingga 8 persen. Padahal,
masalah pengangguran 7[1]erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Jika
pertumbuhan ekonomi ada, otomatis penyerapan tenaga kerja juga ada. Setiap
pertumbuhan ekonomi satu persen, tenaga kerja yang bisa terserap bisa mencapai
400 ribu orang. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 3-4 persen, tentunya
hanya akan menyerap 1,6 juta tenaga kerja, sementara pencari kerja mencapai rata-
rata 2,5 juta pertahun. Sehingga, setiap tahun pasti ada sisa pencari kerja yang
tidak memperoleh pekerjaan dan menimbulkan jumlah pengangguran di Indonesia
bertambah.
Bayangkan, pada 1997, jumlah pengangguran terbuka 8[2]mencapai 4,18
juta. Selanjutnya, pada 1999 (6,30juta), 2000 (5,81 juta), 2001(8,005 juta),
2002(9,13 juta) dan 2003(11,35 juta). Sementara itu, data pekerja dan
pengangguran menunjukkan, pada 2001: usia kerja (144,033 juta), angkatan kerja
(98,812 juta). Penduduk yang kerja (90,807 juta), penganggur terbuka (8,005 juta),
setengah penganggur terpaksa (6,010 juta), setengah penganggur sukarela
9[3](24,422 juta).
Pada 2002: usia kerja(148,730 juta), angkatan kerja(100,779 juta), penduduk yang kerja(91,647 juta), penganggur terbuka (9,132 juta), setengah
penganggur terpaksa (10[4]28,869 juta), setengah penganggur sukarela tidak
diketahui jumlah pastinya. Hingga tahun 2002 saja telah banyak pengangguran, apalagi di tahun 2003 hingga 2007 pasti jumlah penggangguran semakin
bertambah dan mengakibatkan kacaunya stabilitas perkembangan ekonomi Indonesia
B. Rumusan Masalah
Seperti yang telah diuraikan pada latar belakang, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian definisi pengangguran
2. Apa yang menjadi masalah pengangguran di Indonesia
3. Bagaimana keadaan pengangguran di Indonesia
4. Bagaimana keadaan angkatan kerja dan kesempatan kerja11[5]
5. Pengangguran mengakibatkan kemiskinan
6. Apa janji realisasi Industri untuk menyerap tenaga kerja dan mengurangi
pengangguran. 7. Sajian data pengangguran di indonesia
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis membuat makalah yang berjudul ”Masalah Pengangguran di Indonesia” adalah sebagai berikut:
1. Mengetahu Definisi Pengangguran
2. Mengetahui apa yang menjadi masalah pengangguran di Indonesia.
3. Mengetahui keadaan pengangguran di Indonesia
4. Mengetahui keadaan angkatan kerja dan kesempatan kerja
5. Mengetahui akibat yang ditimbulkan dari pengangguran. 6. Mengetahui dampak pengangguran di Indonesia terhadap pertumbuhan asean
7. Merealisasikan Industri untuk menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran
8. Mengetahui data – data tentang pengangguran.
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam penyusunan makalah ini, perlu sekali pengumpulan data serta
sejumlah informasi aktual yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas. Sehubungan dengan masalah tersebut dalam penyusunan makalah ini,penulis
menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yang pertama browsing di Internet, kedua dengan membaca media cetak dan dengan pengetahuan yang
penulis miliki.
Arti Definisi Dan Pengertian Pengangguran
Pengangguran atau Tuna karya adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak.
- Rumus Menghitung Tingkat Pengangguran Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dar prosentase membagi
jumlah pengangguran dengan jumlah angkaran kerja.
Kerja Tingkat Pengangguran = Jml Yang Nganggur / Jml Angkatan x 100%
Jenis & macam pengangguran
Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
2, Setengah Menganggur (Under Unemployment) adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
3, Pengangguran Terbuka (Open Unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan.Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.
4, Pengangguran sukarela (Voluntary Unemployment) adalah pengangguran yang menganggur untuk sementara waktu karna ingin mencari pekerjaan lain yang lebih baik.
5, Pengangguran duka lara (Involantary Unemployment)adalah pengengguran yang menganggur karena
sudah berusaha mencari pekerjaan namun belum berhasil mendapatkan kerja.
Penyebab Pengangguran
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran,produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "Pengangguran Terselubung" di mana
pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak
orang.
Terjadinya Pengangguran · Pengangguran friksional
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran
pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
Pengangguran konjungtural Pengangguran konjungtoral adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
Pengangguran struktural Pengangguran struktural adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti:
1. Akibat permintaan berkurang
2. Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
3. Akibat kebijakan pemerintah
Pengangguran musiman Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, pedagang durian yang menanti musim durian.
Pengangguran siklikal Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
Pengangguran teknologi Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.
Pengangguran siklus Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian karena terjadi resesi. Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerate demand).
Kebijakan-Kebijakan Pengangguran
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuh-kan cara-cara mengatasinya yang disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sebagai berikut.
(*) Cara Mengatasi Pengangguran Friksional Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara sebagai berikut.
Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat padat karya.
Deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru.
Menggalakkan pengembangan sektor informal, seperti home industry.
Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sektor agraris dan sektor formal lainnya.
Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan swasta.
(*) Cara Mengatasi Pengangguran Konjungtural
Meningkatkan daya beli masyarakat sehingga pasar menjadi ramai dan akan menambah jumlah permintaan
Mengatur bunga bank agar tidak terlalu tinggi sehingga investor lebih suka menginvestasikan uangnya
(*) Cara Mengatasi Pengangguran Struktural Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja.
Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang kelebihan ke tempat dan sektor ekonomi yang kekurangan.
Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong,
Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.
(*) Cara Mengatasi Pengangguran Musiman Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara sebagai berikut. Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sektor lain, dan Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim tertentu.
(*) Cara Mengatasi Pengangguran Teknologi Mempersiapkan masyarakat untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi dg cara memasukkan materi kurikulum pelatihan teknologi di sekolah.
Pengenalan teknologi sejak dini Pelatihan tenaga pendidik untuk penguasaan teknologi (*) Cara Mengatasi Pengangguran Siklus Untuk mengatasi pengangguran jenis ini antara lain dapat digunakan cara-cara sebagai berikut.
Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa
Meningkatkan daya beli masyarakat.
Dampak pengangguran
Tingkat pengangguran yang tinggi dapat membawa berbagai dampak pada proses pembangunan ekonomi. Agar tidak terus berlanjut, pemerintah harus mengatasi masalah pengangguran, karena masalah pengangguran adalah masalah yang sangat vital dan sensitif bagi kestabilan e konomi dan keamanan suatu negara. Pengangguran dapat membawa dampak yang sangat berbahaya jika tidak segera diatasi. Pengangguran berdampak dalam bidang ekonomi, sosial, maupun secara individual pada pelaku pengangguran itu sendiri. Diantara dampak pengangguran tersebut antara lain: a. Penurunan permintaan agregat b. Penurunan permintaan agregat c. Penurunan tingkat upah d. Penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat e. Penurunan tingkat investasi
f. Penurunan penerimaan pajak g. Munculnya sector informal h. Menimbulkan masalah social Upaya mengatasi pengangguran Dampak dari pengangguran akan terus meluas jika tidak segera diatasi. Berikut ini beberapa upaya untuk mengatasi pengangguran:
a. Memperluas kesempatan kerja
perluasan kesempatan kerja dapat dilakukan dengan cara-cara berikut ini: 1. meningkatkan kegiatan produksi 2. meningkatkan kegiatan ekspor impor 3. meningkatkan investasi 4. meningkatkan proyek pekerjaan umum 5. mendorong kegiatan wirausaha 6. meningkatkan program padat karya
b. Menurunkan jumlah angkatan kerja
pengangguran antara lain disebabkan oleh pertumbuhan angkatan kerja yang terlalu cepat. Untuk mengurangi pertumbuhan angkatan kerja tersebut dilakukan dengan program keluarga berencana (KB) dan menetapkan batas usia minimal pernikahan.
c. Peningkatan kualitas tenaga kerja
kualitas tenaga kerja dapat ditingkatkan dengan tingkat kesehatan dan pendidikan yang lebih baik. Untuk memperbaiki kesehatan masyarakat dapat dilakukan dengan cara memberi subsidi kesehatan, layanan kesehatan masyarakat, membangun rumah sakit, pengadaan dokter dan obat, perbaikan lingkungan, serta menjamin keselamatan kerja. Sementara itu tingkat pendidikan dan keahlian masyarakat dapat ditingkatkan dengan cara program pendidikan dasar, memperbaiki gedung sekolah, pengadaan kursus dan balai latihan kerja, seminar, dan magang. Pengertian Inflasi
- Arti Definisi Dan Pengertian Inflasi Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus
(kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator. nflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu 1. inflasi ringan, 2. sedang 3. berat 4. hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara
10%—30% setahun; inflasi berat antara 30%—100% setahun; dan inflasi hiperinflasi atau inflasi tak
terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.
Penyebab Terjadinya Inflasi
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar)desakan (tekanan) produksi atau distribusi (kurangnya produksi) dan juga termasuk kurangnya distribusi.
Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegeng oleh Pemerintah seperti fiskal, kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan produksi terjadi akibat adanya kelangkaan produksi atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabri k, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu Kenaikan harga, misalnya bahan baku kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang
Penggolongan Inflasi
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu 1. inflasi yang berasal dari dalam negeri 2. inflasi yang berasal dari luar negeri.
Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga . Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga
orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).
Mengukur Inflasi
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya: Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen. Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI). Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu. Indeks harga barang-barang modal Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
Dampak Terjadinya Inflasi
Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negative tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.
bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.