23
Realitas Sosial dalam Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta REALITAS SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA KOMEDI 5 BABAK ATAS NAMA CINTA KARYA AGUS R. SARJONO: KAJIAN REALISME SOSIALIS GEORG LUKACS Nike Shinta Noviyanti, Drs. Moh. Najid, M. Hum. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya [email protected] Abstrak Naskah drama komedi 5 Babak Atas Nama Cinta Karya Agus R. Sarjono berisi tentang sindiran terhadap permasalahan yang sedang terjadi di Indonesia yang dituliskan dengan nuansa humor. Oleh karena itu, peneliti memilih judul “Realitas Sosial dalam Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta Karya Agus R. Sarjono: Kajian Realisme Sosialis Georg Lukacs” dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan realitas sosial dalam naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono, realitas sosial masyarakat Indonesia yang berkait erat dengan naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono, serta hubungan realitas sosial yang ada dalam naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono dengan realitas sosial masyarakat Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode dialektik. Hasil penelitian ini yakni mengungkapkan bahwa realitas sosial dalam naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono adalah mengenai paham/aliran tertentu yang dianut, krisis, tindak kekerasan, demokrasi, kepemimpinan, KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), serta politik dan ekonomi. Sifat dan paham/aliran tertentu yang dianut yaitu egois, selfis, hedonis, narcistis, fasis, marxis, komunis, bengis, sadis, ceriwis, komunisme, kapitalisme, fasisme, nepotisme, militerisme, premanisme, takacuhisme, pesimisme, apatisme, gombalisme, dan perpecahanisme. Krisis yang terjadi antara lain krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis moral, krisis hukum, dan krisis akal sehat. Tindak kekerasan dilakukan oleh Demonstran, Perempuan, dan Ciung Wanara. Demokrasi disuarakan oleh para Demonstran untuk kepentingan negaranya. Pemimpin dalam naskah drama diceritakan sebagai orang yang otoriter. KKN menjadi masalah besar di dalam penceritaan drama. Politik dan ekonomi yang terjadi dalam drama semakin membuat negara para tokoh bobrok. Realitas sosial masyarakat Indonesia yang berkait erat dengan naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono adalah peristiwa pada tahun 1998. Realitas sosial masyarakat Indonesia sama dengan realitas sosial yang terdapat dalam naskah drama yaitu tentang paham/aliran tertentu yang dianut masyarakat Indonesia, krisis yang melanda masyarakat Indonesia, tindak kekerasan yang terjadi pada masyarakat Indonesia, demokrasi di Indonesia, kepemimpinan di Indonesia, KKN yang terjadi di Indonesia, serta politik dan ekonomi masyarakat Indonesia. Hubungan realitas sosial yang ada dalam naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono dengan realitas sosial masyarakat Indonesia yaitu antara drama dan kejadian pada tahun 1998 saling berhubungan. Realitas sosial dalam drama merupakan gambaran dari realitas sosial masyarakat Indonesia yang terjadi di kehidupan nyata. 1

Template Ejournal Unesa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Template Ejournal Unesa

Citation preview

Page 1: Template Ejournal Unesa

Realitas Sosial dalam Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta

REALITAS SOSIAL DALAM NASKAH DRAMA KOMEDI 5 BABAK ATAS NAMA CINTA KARYA AGUS R. SARJONO: KAJIAN REALISME SOSIALIS GEORG LUKACS

Nike Shinta Noviyanti, Drs. Moh. Najid, M. Hum. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

AbstrakNaskah drama komedi 5 Babak Atas Nama Cinta Karya Agus R. Sarjono berisi tentang sindiran terhadap permasalahan yang sedang terjadi di Indonesia yang dituliskan dengan nuansa humor. Oleh karena itu, peneliti memilih judul “Realitas Sosial dalam Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta Karya Agus R. Sarjono: Kajian Realisme Sosialis Georg Lukacs” dalam penelitian ini. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan realitas sosial dalam naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono, realitas sosial masyarakat Indonesia yang berkait erat dengan naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono, serta hubungan realitas sosial yang ada dalam naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono dengan realitas sosial masyarakat Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode dialektik. Hasil penelitian ini yakni mengungkapkan bahwa realitas sosial dalam naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono adalah mengenai paham/aliran tertentu yang dianut, krisis, tindak kekerasan, demokrasi, kepemimpinan, KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), serta politik dan ekonomi. Sifat dan paham/aliran tertentu yang dianut yaitu egois, selfis, hedonis, narcistis, fasis, marxis, komunis, bengis, sadis, ceriwis, komunisme, kapitalisme, fasisme, nepotisme, militerisme, premanisme, takacuhisme, pesimisme, apatisme, gombalisme, dan perpecahanisme. Krisis yang terjadi antara lain krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis moral, krisis hukum, dan krisis akal sehat. Tindak kekerasan dilakukan oleh Demonstran, Perempuan, dan Ciung Wanara. Demokrasi disuarakan oleh para Demonstran untuk kepentingan negaranya. Pemimpin dalam naskah drama diceritakan sebagai orang yang otoriter. KKN menjadi masalah besar di dalam penceritaan drama. Politik dan ekonomi yang terjadi dalam drama semakin membuat negara para tokoh bobrok. Realitas sosial masyarakat Indonesia yang berkait erat dengan naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono adalah peristiwa pada tahun 1998. Realitas sosial masyarakat Indonesia sama dengan realitas sosial yang terdapat dalam naskah drama yaitu tentang paham/aliran tertentu yang dianut masyarakat Indonesia, krisis yang melanda masyarakat Indonesia, tindak kekerasan yang terjadi pada masyarakat Indonesia, demokrasi di Indonesia, kepemimpinan di Indonesia, KKN yang terjadi di Indonesia, serta politik dan ekonomi masyarakat Indonesia. Hubungan realitas sosial yang ada dalam naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono dengan realitas sosial masyarakat Indonesia yaitu antara drama dan kejadian pada tahun 1998 saling berhubungan. Realitas sosial dalam drama merupakan gambaran dari realitas sosial masyarakat Indonesia yang terjadi di kehidupan nyata.Kata Kunci: realitas sosial, drama, masyarakat Indonesia.

AbstractScript of 5 rounds comedy drama Atas Nama Cinta by Agus R. Sarjono contains allusions to the problems that were happening in Indonesia, which is written with shades of humor. Therefore, the researcher chose the title “Social Reality in 5 Rounds Script Comedy Drama Atas Nama Cinta By Agus R. Sarjono: Socialist Realism Assessment of Georg Lukacs” in this study. The purpose of this study is to describe the social realities in 5 rounds script comedy drama Atas Nama Cinta by Agus R. Sarjono, the social realities of Indonesian people that are closely related to 5 rounds script comedy drama Atas Nama Cinta by Agus R. Sarjono, and the relationship between social realities in 5 rounds script comedy drama Atas Nama Cinta by Agus R. Sarjono with social realities of Indonesian people. This study uses a dialectical method. The results of this study revealed that the social realities in 5 rounds script comedy drama Atas Nama Cinta by Agus R. Sarjono are about view/ adopted certain drift, crisis, violence, democracy, leadership, KKN (corruption, collusion, and nepotism), as well as political and economic. The character and view/ embraced certain drift are egoistic, selfish, hedonic, narcistic, fascist, marxist, communist, cruel, sadistic, nosy, communism, capitalism, fascism, nepotism, militarism, thuggery, indifferentism, pessimism, apathy, nonsensism, and disunitism. The crises are economic crisis, faith crisis, morality crisis, legal crisis, and common sense crisis. The violence committed by Demonstrationists, Woman, and Ciung Wanara. Democracy is voiced by the demonstrationist for the sake of their country. The leader in the script of drama is told as an authoritarian. KKN become a major problem in the content of drama. Politics and economy that happened in drama increasingly make the state of the character in drama become degenerate. Indonesian social realities that closely related to the 5 rounds script comedy drama Atas

1

Page 2: Template Ejournal Unesa

Jurnal Ilmiah. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2014, 0 - 216

Nama Cinta by Agus R. Sarjono are incidents in the 1998. Indonesian social realities appropiate with the social realities contained in drama script which talked about view/ spesific drift that adopted by Indonesian people, the crisis that hit the Indonesian people, democracy in Indonesia, leadership in Indonesia, KKN that happened in Indonesia, and Indonesian political and economy. The relationship of social realities that exist in the 5 rounds script comedy drama Atas Nama Cinta by Agus R. Sarjono with the social realities of Indonesian people is between drama and incidents in 1998 are related. Social realities in the drama are representation of social realities of Indonesian people that happened in real life.Keywords: social realities, drama, Indonesian people.

PENDAHULUAN

Naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono berisi sindiran terhadap permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi di Indonesia, namun dibalut dengan nuansa humor yang khas sehingga menjadikannya unik dan menarik. Selain itu, naskah drama ini berisi sentilan-sentilan untuk para politisi dan pemimpin negara. Hal-hal yang dituliskan oleh pengarang merupakangambaran dari kejadian bersejarah yang terjadi di Indonesia. Kejadian tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap bangsa Indonesia.

Penelitan ini membahas realitas sosial yang ada pada naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta dengan menggunakan kajian realisme sosialis Georg Lukacs. Setelah dikaji, peneliti akan memberikan pembuktian berdasarkan fakta yang benar-benar terjadi di masyarakat. Oleh karena itu, peneliti menggunakan pedekatan mimetik.

Peneliti menggunakan teori realisme sosialis Georg Lukacs karena akan membahas tentang realitas sosial yang terjadi di dalam naskah drama dan realitas sosial masyarakat Indonesia pada masa ditulisnya naskah drama itu dengan bukti-bukti surat kabar atau dokumen sejarah yang lain. Kedua fakta tersebut kemudian dibandingkan dan mencari sejauh mana penulis menyajikan realitas sosial masyarakat Indonesia ke dalam karya sastra. Oleh karena itu, peneliti memilih judul “Realitas Sosial dalam Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta Karya Agus R. Sarjono: Kajian Realisme Sosialis Georg Lukacs” dalam penelitian ini.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan realitas sosial dalam naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono, realitas sosial masyarakat Indonesia yang berkait erat dengan naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono, serta hubungan realitas sosial yang ada dalam naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono dengan realitas sosial masyarakat Indonesia.

Kajian teoretik pada penelitian ini yaitu: (1) penelitian terdahulu yang relevan; (2) realisme sosialis Georg Lukacs; (3) sastra, sastrawan, dan masyarakat; dan (4)

naskah drama sebagai karya sastra. Penelitian terdahulu yang relevan menggunakan penelitian Rodliyah (2005) yang berjudul “Realitas Sosial dalam Novel Kenanga Karya Oka Rusmini”, Dody Kristanto (2009) yang berjudul “Konflik Sosial Tokoh Sobrat dalam Naskah Drama Sobrat Karya Arthur S. Nalan”, Bambang Purnomo (2009) yang berjudul “Realitas Sosial dalam Novel Toenggoel Karya Eer Asura (Kajian Realisme Sosialis)”, Isnan Asrori (2010) yang berjudul “Pengaruh Ideologi Kekuasaan Tokoh Roso dalam Naskah Drama Panembahan Reso Karya Rendra (Teori Hegemoni Antonio Gramsci dan Teori Kekuasaan Nicolo Machiavelli)”, M. Syahrun Hanafy (2012) yang berjudul “Realitas Sosial dalam Novel Kembang Turi Karya Budi Sardjono”, Lintang Caesareno A. (2012) yang berjudul “Refleksi Sistem Perkawinan Tionghoa dalam Novel Takdir Karya Soe Lie Pit dan Keras Hati Karya K. S. Tio”, dan Mahrus Suyuti (2013) yang berjudul “Kritik Sosial dalam Naskah Drama Nyonya-Nyonya Karya Wisran Hadi pada Antologi 5 Naskah Drama: Pemenang Sayembara Dewan Kesenian Jakarta 2003”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah penelitian sebelumnya tidak membahas tentang realitas sosial dalam komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono dengan teori realisme sosialis Georg Lukacs.

Teori realisme sosialis Georg Lukacs berkait erat dengan teori Marxisme. Teori Karl Marx merupkakan teori yang menjadi dasar dalam pendapat Lukacs. Lukacs (2010: 24) dalam bukunya yang berjudul Dialektika Marxis menjelaskan bahwa ketika suatu situasi historis telah muncul, tempat di mana sebuah kelas harus memahami masyarakat jika ia ingin menyatakan dirinya; ketika fakta bahwa kelas memahami dirinya berarti bahwa kelas tersebut memahami masyarakat sebagai suatu keseluruhan dan, konsekuensinya, ketika kelas mampu menjadi subjek sekaligus objek pengetahuan; pendek kata, ketika kondisi-kondisi sudah terpenuhi, barulah kesatuan teori dan praktik, yaitu pra-kondisi bagi fungsi revolusioner dari teori, menjadi mungkin.

Lukacs menjelaskan korelasi antara kehidupan sosial dengan pikiran manusia. “Manusia yang telah

Page 3: Template Ejournal Unesa

Realitas Sosial dalam Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta

dihancurkan kehidupan sosial itu, yang terfragmentasi dan terbelah menjadi berbagai sistem parsial, dapat dipadukan lagi menjadi satu keseluruhan di dalam pikiran (Lukacs, 2010: 256)”.

Sama dengan novel, naskah drama juga merupakan karya sastra fiksi. Karya sastra tersebut terkadang ditulis dengan cerita fiksi, namun merefleksikan sejarah yang terjadi.

Lukacs dalam buku karangan Karyanto (1997: 37) menempatkan sastrawan sebagai pribadi yang terus mengalami perkembangan bersama lingkungan sosialnya yang terus mengalami perubahan. Karya realis lahir dari sebuah pemahaman yang utuh tentang kondisi sosial dan kondisi individual yang saling berkaitan. Karya sastra tidak hanya dibentuk oleh kesadaran sosial dan budaya akan tetapi juga memiliki daya untuk membentuk kesadaran baru atas realitas sosial dan budaya (Lukacs dalam Karyanto.

Lukacs (dalam Kleden, 2004: 9) menjelaskan bahwa fungsi sebuah karya sastra dapat berperan sebagai refleksi atau pantulan kembali dari situasi masyarkatnya (Wiederspiegelung), baik dengan menjadi semacam salinan atau kopi (Abbild) suatu struktur sosial, maupun dengan menjadi tiruan atau mimesis (Nachahmung) masyarakatnya.

Wahyudi dalam buku karangan Indarti (2006:44) menjelaskan bahwa yang disebut dengan drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara verbal adanya dialogue atau cakapan di antara tokoh-tokoh yang ada. Wahyudi dalam buku karangan Indarti (2006:45) juga menjelaskan bahwa agar tema dalam sebuah drama dapat lebih dipahami dan lebih hidup ketika dipentaskan, sejumlah penulis drama biasanya memanfaatkan berbagai sarana dramatik, yaitu dengan monolog, solilokui, dan sampingan.

Indarti (2006:47) memberi penjelasan bahwa berdasarkan pola sajiannya, bentuk drama yaitu tragedi, komedi, tragikomedi, melodrama, dan farce. Satoto dalam buku karangan Indarti (2006:49) menyebutkan bahwa unsur-unsur lakon ialah: (1) tema dan amanat; (2) alur (plot); (3) penokohan (karakterisasi atau perwatakan); dan (4) latar (setting).

METODEPenelitian ini menggunakan metode dialektik. Faruk (2010:166-167) menjelaskan bahwa metode dialektik merupakan metode yang bersumber pada metode lingkaran-hermeneutik yang ada dalam hermeneutika. Pendekatan yang digunakan adalah mimetik.

Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu buku komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono. Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu buku Dialektika Marxis: Sejarah dan Kesadaran Kelas karya

Georg Lukacs, diterjemahkan dari History and Class Consciousness: Studies In Marxist Dialectics.

Data dalam penelitian ini yaitu dialog-dialog tokoh yang merupakan realitas sosial dalam drama. Dialog-dialog tokoh itu berupa kata, frasa, kalimat, dan paragraf.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode baca dan catat. Peneliti membaca dengan cermat karya sastra yang diteliti. Setelah metode baca, peneliti mencatat data yang ditemukan melalui metode baca. Instrumen pengumpulan data yaitu pedoman baca dan catat.

Analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif dan teknik content analysis. Supratno (2010: 76) menjelaskan bahwa teknik analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan makna data sehingga menimbulkan kejelasan dan mudah dipahami oleh pembaca.

Isntrumen analisis data pada penelitian ini menggunakan tabel klasifikasi yang digunakan untuk

mengelompokkan data yang akan ditafsirkan. Berdasarkan metode hermeneutika, prosedur analisis data pada penelitian ini yaitu mengidentifikasi data yang berarti menentukan atau menetapkan identitas data, klasifikasi data yaitu mengelompokkan data, memasukkan data yang telah dikelompokkan ke dalam tabel/tabulasi data, menafsirkan data yang merupakan inti dari proses analisis data, menyimpulkan hasil tafsiran, dan triangulasi data.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil penelitian dan pembahasan pada artikel ini yaitu mengenai tiga sub topik yang merujuk pada tujuan penelitian. Ketiga sub topik tersebut yakni realitas sosial dalam naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono, realitas sosial masyarakat Indonesia yang berkait erat dengan naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono, serta hubungan realitas sosial yang ada dalam naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono dengan realitas sosial masyarakat Indonesia. Berikut pembahasannya

Realitas Sosial dalam Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta Karya Agus R. SarjonoLukacs (2010: 24) mengemukakan pandangan Marx yang jelas-jelas mendefinisikan kondisi-kondisi tentang hubungan antara teori dan praktik menjadi mungkin. “Tidaklah cukup jika pikiran harus berusaha merealisasikan dirinya; kenyataan juga harus berjuang menuju pikiran.” Atau, sebagaimana yang dia ungkapkan dalam sebuah karya awalnya: “Maka, akan disadarilah bahwa dunia sudah lama mengambil bentuk sebuah

3

Page 4: Template Ejournal Unesa

Jurnal Ilmiah. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2014, 0 - 216

mimpi yang hanya perlu dikuasai secara sadar agar dapat dikuasai dalam realitas”.

Mengacu pada pendapat Marx yang diungkapkan oleh Lukacs tersebut, karya sastra merupakan dunia ide dari pengarang untuk menciptakan realitas dalam karyanya. Ada berbagai macam realitas sosial yang terdapat dalam naskah drama komedi ini. Realitas-realitas sosial tersebut yakni mengenai sifat dan paham/aliran tertentu yang dianut, krisis, tindak kekerasan, demokrasi, kepemimpinan, KKN, serta politik dan ekonomi.

Beberapa tokoh terlibat saling tuduh mengenai paham/aliran yang dianut lawannya. Tuduhan yang pertama dilontarkan oleh Demonstran kepada Lelaki dan Perempuan. Tuduhannya seperti berikut ini.

Demonstran:Kamu ini gimana sih? Egois! Selfis, hedonis, narcistis, . . . (Sarjono, 2004: 11).

Kutipan tersebut memperlihatkan beberapa sifat yang dituduhkan oleh Demonstran kepada Lelaki dan Perempuan. Sifat-sifat tersebut diantaranya yakni egois, selfis, hedonis, dan narcistis.

Perempuan tidak terima dengan tuduhan yang dilontarkan Demonstran kepada dirinya dan Lelaki. Dia membalas tuduhan tersebut dengan berbagai tuduhan juga. Berikut dialognya.

Perempuan:Huh usil. Dasar fasis, marxis, komunis, bengis, sadis, ceriwis. . . . (Sarjono, 2004: 11).

Berdasarkan kutipan tersebut terlihat Perempuan menuduh Demonstran dengan sebutan fasis, marxis, komunis, bengis, sadis, dan ceriwis.

Kutipan lain menunjukkan bahwa Demonstran menjelaskan kepada para penonton mengenai paham-paham tertentu yang dianggap sebagai ancaman. Berikut kutipannya.

Demonstran:Ancaman komunisme, kapitalisme, fasisme, nepotisme, militerisme, premanisme . . . (Sarjono, 2004: 22).

Keenam paham tersebut dianggap ancaman oleh Demonstran. “Komunisme adalah paham atau ideologi (dalam bidang politik) yang menganut ajaran Karl Marx dan Fredrich Engels, yang hendak menghapuskan hak milik perseorangan dan menggantikannya dengan hak milik bersama yang dikontrol oleh negara (Sugono, 2008: 722)”. Paham komunisme ini dianggap suatu ancaman karena hak milik perseorangan akan digantikan menjadi hak milik bersama yang akan menjadikan semua warna negara merasakan sama rasa dan sama rata.

Selain Demonstran, Rombongan Baju Putih juga melakukan upaya untuk menasihati orang lain. Rombongan Baju Putih menyuarakan semangat keagamaan. Dia menasihati Rombongan Baju Putih lain untuk tidak menjadi sekuler, melainkan tetap agamis.

Ada beberapa krisis yang tercantum dalam daftar Demonstran. Krisis-krisis tersebut antara lain terlihat pada kutipan berikut.

Demonstran: Enggak ada urusan-urusan! Ini keadaan gawat. Krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis moral, krisis hukum, krisis akal sehat, krisis . . . (Sarjono, 2004: 12).

Ada lima krisis yang disebutkan Demonstran, yaitu krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis moral, krisis hukum, dan krisis akal sehat. Sebenarnya masih ada jenis krisis lain yang akan dia sebutkan, tetapi belum selesai mengucapkan kata-kata, ucapannya ditimpali oleh Lelaki dan Perempuan yang tidak terima dengan perlakuan Demonstran.

Salah satu tindakan kekerasan dilakukan oleh Demonstran. Demonstran melakukan tindakan kekerasan berupa kata-kata yang mengandung umpatan-umpatan. Berikut kutipannya.

Demonstran:Diancuk, bajul buntung, kehed! Ini masalah besaaar! Masalah negara! Masalah kehidupan bersama! Bukan kehidupan egois kalian berdua dengan cinta kasih brengsekmu itu! (Sarjono, 2004: 12)

Kata-kata yang dilontarkan Demonstran merupakan kata-kata kasar berupa umpatan-umpatan yang dilontarkan kepada Lelaki dan Perempuan. Kata-kata umpatan yang kasar yaitu diancuk, bajul buntung, kehed! Kata-kata tersebut menandakan kemarahan Demonstran yang memuncak.

Ada tindak kekerasan lain yang tidak terlihat secara langsung, melainkan tercermin dalam perkataan Perempuan. Berikut kutipannya.

Perempuan:Bang, orang ini aneh ya? Masak diperbaiki sama dengan dilawan. Pantesan sering pada tawuran, orang hobinya berantem dan lawan-lawanan. Bayangkan Bang, kalau saja hubungan cinta kita yang membara mengalami krisis, Abang mau memperbaiki atau mau melawan saya? (Sarjono, 2004: 15)

Kutipan tersebut memperlihatkan tindak kekerasan yang terjadi di negara Perempuan. Tindak kekerasan itu berupa tawuran, berantem, dan lawan-lawanan.

Tokoh yang getol menyuarakan demokrasi yakni Demonstran. Dia ingin selalu menyuarakan demokrasi dimana pun berada. Dia tidak ingin bertindak sewenang-wenang karena menjunjung tinggi demokrasi. Hal itu terbukti pada kutipan berikut.

Demonstran:Jangan dong. Kita harus demokratis. Kita tidak bisa sewenang-wenang. Ingat, harus demokratis! (Sarjono, 2004: 16)

Page 5: Template Ejournal Unesa

Realitas Sosial dalam Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta

Berdasarkan pernyataan Demonstran tersebut terlihat dia benar-benar menerapkan demokrasi dengan baik.

Di lain sisi, Demonstran yang diingatkan membantah argumen Demonstran yang mengingatkan. Dia membantah dengan cara berikut ini.

Demonstran:Kalau demokratis itu sama dengan mengurusi orang-orang dogol ini, repot betul dong (Sarjono, 2004: 16).

Pernyataan Demonstran tersebut menunjukkan bahwa dia tidak sependapat dengan Demonstran yang mengingatkannya.

Para pemimpin cenderung menggunakan eksistensinya untuk menjalankan kepemimpinan yang otoriter, padahal menurut pendapat Lukacs (2010: 53) bukan kesadaran manusia yang menentukan eksistensi mereka, tetapi sebaliknya, eksistensi sosiallah yang menentukan kesadaran mereka.

Kepemimpinan yang terdapat dalam drama yakni kepemimpinan tirani mayoritas yang ditujukan untuk Lelaki dan Perempuan oleh Demonstran. Kendati Demonstran bukan pemimpin, tapi dia sudah berhasil untuk memimpin kemenangan politiknya. Hal itu terlihat pada kutipan berikut.

Lelaki:Betul!! Ini tirani mayoritas terhadap . . . (Sarjono, 2004: 18).

Lelaki berusaha untuk menyuarakan pendapatnya terkait dengan kepimpinan yang dirasa tidak adil.

Kepemimpinan pada masa kemerdekaan pun turut diungkap oleh Lelaki. Kepemimpinan ketika itu dianggapnya sama dengan kepemimpinan di negaranya.

Lelaki:Seperti dulu. Persis proklamasi negara, yang penting urusan besar: Merdeka! Hal-hal yang menyangkut pemindahan kekuasaan dan lain-lain yang remeh-temeh dan ditel-ditel akan diurus dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Tapi tidak ada beresnya itu urusan sampai sekarang. Malah urusan remeh-remeh itu yang sekarang jadi masalah dan mulai dianggap bes . . . (Sarjono, 2004: 21).

Lelaki mengungkapkan tentang ketidakberesan hal-hal yang dianggap kecil oleh pemimpin.

Pembahasan tentang penguasa yang bertindak sewenang-wenang kepada rakyat diungkapkan juga oleh Satria Baju Putih. Berikut kutipannya.

Satria Baju Putih:Sebagai rakyat kami punya banyak stok kesabaran. Dan kalianlah para raja dan penguasa yang sering mengurasnya secara besar-besaran. Kami kira selama ini kalian kuras kesabaran kami untuk persediaan kalian, tidak tahunya kalian sendiri tidak punya stok kesabaran. Lalu ke mana semua hasil

menguras kesabaran kami itu kalian simpan? (Sarjono, 2004: 64-65)

Berdasarkan kutipan tersebut terlihat Satria Baju Putih memberontak kepada raja dan penguasa. Dia memberontak karena para raja dan penguasa sering membuat rakyat merasa kesal dengan kepemimpinannya.

Dalam drama ini, KKN turut mewarnai panggung sandiwara. Sebab, menurut Lukacs (2010: 39) ketika pengetahuan ilmiah diterapkan pada masyarakat, ia berubah menjadi senjata ideologis kelas borjuis. Karena bagi kelas borjuis, memahami sistem produksinya sendiri berdasarkan kategori-kategori yang valid selama-lamanya adalah soal hidup dan mati: mereka harus memikirkan kapitalisme sebagai sesuatu yang ditetapkan akan bertahan selama-lamanya oleh hukum-hukum abadi dari alam dan rasio.

Salah satu bukti tentang KKN ini terlihat dari perkataan Demonstran.

Demonstran:Penonton budiman, maafkan sedikit gangguan tadi. Sampai di mana kita tadi? Oh iya, sebagaimana penonton ketahui, masalah besar menghadang di depan mata kita. Korupsi, kolusi, manipulasi, intimidasi . . . (Sarjono, 2004: 22).

Kutipan tersebut memperlihatkan adanya korupsi, kolusi, manipulasi, dan intimidasi.

Perihal korupsi ini, oknum-oknum yang terlibat di dalamnya seringkali mendapat julukan sebagai “tikus”. Ketika sedang menentukan lakon yang akan dipentaskan, Demonstran menyinggung hal ini dengan rekannya.

Demonstran:Kenapa harus internasional? Bukankah yang penting bisa membakar semangat dan mengeraskan jiwa. Itu dia yang kita butuhkan. Tidak peduli dari mana dia berasal. Seperti kata Ketua Deng, kita tidak peduli apakah kucing itu berwarna hitam atau putih, yang penting, bisa menangkap tikus (Sarjono, 2004: 25).

Demonstran menganalogikan kucing sebagai KPK dan tikus sebagai oknum yang korupsi.

Realitas sosial dalam drama yang terakhir adalah mengenai politik dan ekonomi. Politik yang dimaksud pada pembahasan ini yakni politik untuk menghasilkan uang. Jadi, pembahasannya dikaitkan dengan ekonomi. Seperti yang diungkapkan Lukacs (2010:34-35) bahwa Marx menciptakan suatu lingkungan pergaulan intelektual di mana bentuk-bentuk ekonomi kapitalis itu bisa eksis dalam bentuk termurninya dengan menetapkan suatu masyarakat ‘yang bersesuaian satu banding satu dengan teori’, artinya masyarakat kapitalis akan selalu terdiri dari para kapitalis dan kaum proletariat.

Demonstran mengungkapkan tabiat para penguasa yang memiliki kekuasaan besar. Berikut kutipannya.

5

Page 6: Template Ejournal Unesa

Jurnal Ilmiah. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2014, 0 - 216

Demonstran:Itu dia. Itu akibat terlalu banyak melototin politik sama ekonomi dan buta sama budaya! Itulah sebabnya semua kerusakan ini. Itulah sebabnya, walaupun dikasi kekuasaan setinggi gunung dan duit segerobak, tetap saja sampainya cuma ke perut dan sekitarnya, orang budayanya cuma sampai dengkul. Bangsa-bangsa di dunia ini maju bukan karena kekuasaan dan duit alias ekonomi, tapi karena ketangguhan budayanya. Itulah sebabnya, mereka cepat tegap berdiri walau berkali-kali jatuh dihantam krisis. Katanya kita mau membangun jiwa? Bagaimana bisa bangun jiwanya kalau budaya dengkul yang terus dipelihara! Dibangun-bangunkan juga, paling pol cuma dua tiga jengkal dari dengkul yang bangun. Itulah sebabnya. . . (Sarjono, 2004: 27-28).

Kutipan tersebut memperlihatkan analisis Demonstran terhadap politik yang di negaranya.

Berbicara tentang budaya, salah satu Demonstran mengaku sebagai aktivis dan pekerja politik yang berbudaya. Berikut kutipannya.

Demonstran:Jangan aku dong. Nih, kawan kita si sutradara. Dia punya kelompok sandiwara. Aku kan aktivis dan pekerja politik yang berbudaya, bukan aktivis dan pekerja budaya yang berpolitik (Sarjono, 2004: 30).

Berdasarkan pernyataan Demonnstran tersebut, terlihat dia mengaku dirinya sebagai aktivis dan pekerja politik yang berbudaya. Hal itu dapat ditafsirkan bahwa dia merupakan aktivis dan pekerja partai politik, tetapi dia masih peduli dengan kebudayaan.

Demonstran yang lain ikut menambahkan argumen dengan membolak-balikkan kata-kata namun sarat makna. Berikut kutipannya.

Demonstran:Alah ditukar-tukar, kuno. Mirip membudayakan uang dan menguangkan budaya, menggerakkan uang dan menguangkan gerakan, atau mempolitikkan uang dan menguangkan politik (Sarjono, 2004: 30).

Ada beberapa fakta yang diungkapkan oleh Demonstran, di antaranya yaitu membudayakan uang, menguangkan budaya, menggerakkan uang, menguangkan gerakan, mempolitikkan uang, dan menguangkan politik.

Berbicara tentang aktivis politik, Prabu Barma Wijaya Kusumah turut menyinggung tentang politikus yang sering main akal-akalan. Perkataannya terlihat pada kutipan berikut.

Prabu Barma Wijaya Kusumah:

Wah kamu kayak politikus! Main akal-akalan! (Sarjono, 2004: 52)

Perkataan Prabu Barma Wijaya Kusumah tersebut menunjukkan bahwa para politikus sering main akal-akalan terutama yang menjadi korban adalah rakyat.

Realitas Sosial Masyarakat Indonesia yang Berkait Erat dengan Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta Karya Agus R. SarjonoMenurut Lukacs (2010: 29), empirisis picik tentu akan mengingkari pendapat bahwa fakta hanya bisa menjadi fakta di dalam kerangka sebuah sistem—yang akan berbeda-beda menurut pengetahuan yang diinginkan. Mereka yakin bahwa setiap kepingan data dari kehidupan ekonomi, setiap statistik, setiap peristiwa mentah, sudah membentuk suatu fakta penting. Dengan keyakinan seperti ini, empirisis picik melupakan bahwa bagaimana pun sederhananya suatu pembeberan ‘fakta’, betapa pun sedikitnya komentar atas fakta tersebut, tetapi itu semua sudah mengimplikasikan sebuah ‘interpretasi’. Di tahap ini pun, fakta-fakta sudah dimengerti dengan sebuah teori, sebuah metode; fakta-fakta tersebut telah diceraikan dari konteks hidupnya dan dipasangkan ke dalam sebuah teori.

Berdasarkan pendapat Lukacs tersebut, peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia nyata akan membentuk sebuah teori. Teori tersebut tentu saja berada dalam pemikiran manusia. Pada pembahasan kali ini, akan diungkap kejadian-kejadian nyata yang merupakan realitas sosial masyarakat Indonesia pada masa drama dituliskan, yaitu peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 1998.

Aspek yang dibahas hampir sama dengan pembahasan sebelumnya, yaitu antara lain mengenai paham/aliran tertentu yang dianut masyarakat Indonesia, krisis yang melanda masyarakat Indonesia, tindak kekerasan yang terjadi pada masyarakat Indonesia, demokrasi di Indonesia, kepemimpinan di Indonesia, KKN yang terjadi di Indonesia, serta politik dan ekonomi masyarakat Indonesia. Penjelasan dari realitas sosial masyarakat Indonesia tersebut sebagai berikut.

Paham/aliran tertentu yang dianut masyarakat Indonesia yakni paham keagamaan, egoisme, dan komunisme. Beritanya yaitu mengenai perkembangan teknologi yang sudah mulai merambah dunia keagamaan.

Jawa Pos:Sekjen Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) menjelaskan bahwa sarana dakwah umat Islam semakin beragam. Dakwah bil hal (perbuatan) dapat dilakukan dengan berbagai teknologi, salah satunya dengan menggunakan kaset dan CD untuk berdakwah, tetapi perlu adanya badan sesnsor agar tidak terjadi penyalahgunaan terhadap kemajuan teknologi ini (“Perkembangan Teknologi Sudah

Page 7: Template Ejournal Unesa

Realitas Sosial dalam Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta

Merambah Dunia Keagamaan” Kompas, 2 Januari 1998: 11).

Kutipan berita tersebut memperlihatkan adanya paham keagamaan yang mulai merambah dunia teknologi. Paham keagamaan ini mengharuskan umat muslim untuk berdakwah.

Paham yang selanjutnya yakni paham egoisme. Pada tahun 1998, paham ini marak dianut oleh berbagai pihak. Sikap egoistik menjamur di berbagai pihak yang, terutama pihak yang memiliki kekuasaan di Indonesia. Hal itu terliaht pada kutipan berita Kompas berikut ini.

Kompas:Wakil Presiden Try Sutrisno menyatakan, dalam situasi sulit seperti sekarang ini, semua pihak agar lebih memantapkan kebersamaan dan keterpaduan serta membuang jauh-jauh sikap egoistik, yang hanya mementingkan diri sendiri atau kelompok (“Wapres Try Sutrisno: Dalam Situasi Sulit Sekarang, Buang Sikap Egoistik” Kompas, 15 Januari 1998: 14).

Wakil Presiden Try Sutrisno menghimbau kepada semua pihak untuk tidak menerapkan paham egoisme dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pemberitaan selanjutnya, disebutkan bahwa para tapol yang masih mendekam di penjara sangat banyak tapol tersebut terlibat dalam kasus Tanjung Priok, Lampung, peledakan BCA, kasus Timtim dan lainnya. Khusus untuk kasus G 30 S PKI disebutkan sulit untuk dibebaskan. Berikut kutipan beritanya.

Jawa Pos:Muladi, dalam keterangan persnya, juga menjelaskan cukup rinci. Tapol-tapol lain kini sedang dikaji untuk kemungkinan bisa dibebaskan. Tetapi, yang mempunyai harapan besar bisa dibebaskan, kata mantan rektor Undip ini, adalah mereka yang menjadi pejuang HAM. Tetapi, tapol-tapol yang masuk kategori terlibat G 30 S PKI atau leninisme/marxisme sulit untuk bisa dibebaskan. Termasuk tapol-tapol yang ingin mengubah Pancasila dan UUD’ 45, mereka itu akan sulit dipertimbangkan mendapatkan pembebasan (“Menunggu Berkah Reformasi bagi Tapol” Jawa Pos, 27 Mei 1998: 3).

Kutipan tersebut memperlihatkan bahwa tapol G 30 S PKI sulit untuk dibebaskan. Berdasarkan fakta tersebut, tapol G 30 S PKI dianggap menjadi ancaman yang besar untuk bangsa Indonesia.

Krisis yang paling fenomenal yaitu krisis ekonomi yang memicu krisis kepercayaan. Krisis yang terjadi disiasat dengan cara menggabungkan beberapa bank dan meminta bantuan Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF). Penggabungan (merger) bank-bank dilakukan untuk menyiasati isu yang beredar di masyarakat. Ini adalah salah satu usaha yang dilakukan pemerintah agar bank-bank semakin kuat. Berikut kutipan beritanya.

Kompas:Ketua Umum Kadin Indonesia, Aburizal Bakrie, dan pengamat perbankan Dicky Iskandar di Nata di Jakarta, Rabu dan Kamis (1/1)menyatakan bahwa merger atau penggabungan bank-bank pemerintah diharapkan dapat mengatasi berbagai isu yang mempengaruhi pasar uang. Merger diharapkan menghasilkan bank yang lebih baik, lebih kuat dari segi aset dan modal. Lebih efisien, dan tangguh bersaing dengan bank-bank negara lain. Namun demikian, harus ada mekanisme yang dapat mencegah terjadinya lagi kredit-kredit bermasalah (“Merger Bank BUMN Bisa Atasi Isu” Kompas, 2 Januari 1998: 1).

Isu yang beredar mengenai keuangan di Indonesia dapat diatasi dengan cara penggabungan bank-bank yang akan melahirkan bank baru yang lebih tangguh, efisien, memiliki daya saing tinggi, dan bermodal kuat. Pemerintah hendak menciptakan opini publik dengan adanya penggabungan bank tersebut.

Pemberitaan di Kompas menunjukkan usaha yang tepat dilakukan oleh pemerintah. Hal itu berbeda dengan pemberitaan di Jawa Pos. Berita yang dimuat di Jawa Pos pada edisi yang sama, memperlihatkan kelemahan dari usaha penggabungan bank ini. Menurut kabar berita yang beredar, dengan adanya penggabungan bank BUMN, bank swasta semakin terpojok.

Jawa Pos:Penggabungan (merger) Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Exim, dan Bapindo yang diumumkan pemerintah Rabu lalu, merupakan langkah yang sangat tepat dan cukup mendasar. “Tetapi, dengan kebijakan itu, bank-bank swasta menjadi semakin terpojok,” kata pengamat ekonomi Drs. Kwik Kian Gie kepada Jawa Pos di Jakarta, kemarin (“Bank Swasta Kini Terpojok” Jawa Pos, 2 Januari 1998: 1).

Pada pemberitaan tersebut, pengamat ekonomi Drs. Kwik Kian Gie turut memberikan pendapatnya mengenai penggabungan bank BUMN ini.

Dampak krisis yang terjadi di Indonesia kian bertambah. Para pengusaha dari negara lain dilarang bekerja sama dengan Indonesia karena kondisi ekonomi di Indonesia dinilai sedang kacau. Berikut kutipannya.

Kompas:Setelah peristiwa kerusuhan medio Mei itu, para pengusaha di negara-negara itu dilarang oleh pihak bank untuk membuka L/C (letter of credit) dengan Indonesia. Bank-bank di luar negeri menyampaikan peringatan kepada pengusaha agar hati-hati berhubungan dagang dengan Indonesia. Alasan mereka tidak mau membuka L/C sebab pembuatan barang,

7

Page 8: Template Ejournal Unesa

Jurnal Ilmiah. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2014, 0 - 216

transportasi, dan penanganan lainnya dikhawatirkan tidak selesai pada waktunya akibat situasi di Indonesia dinilai kacau (“Pihak Asing Batalkan Pesanan Produk Indonesia” Kompas, 1 Juli 1998: 1).

Kutipan tersebut memperlihatkan krisis kepercayaan oleh pihak luar negeri terhadap Indonesia. Mereka mengkhawatirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang terjadi apabila bekerja sama dengan Indonesia.

Pada tahun 1998, tindak kekerasan marak terjadi di Indonesia. Tindak kekerasan yang terjadi berupa bentrokan, demo mahasiswa, serta kasus penculikan dan penembakan aktivis.

Kasus kekerasan yang pertama yaitu tentang bentrokan yang terjadi di Stadion Benteng Tangerang. Bentrokan itu terjadi antara penonton dengan petugas keamanan.

Jawa Pos:Petugas keamanan menembakkan peluru hampa dan gas air mata di Stadion Benteng Tangerang membuat penonton sepak bola panik dan tiarap. Kerusuhan itu akibat bentrok penonton dengan petugas keamanan (“Polisi Menembak, Suporter Persebaya Tiarap” Jawa Pos, 4 Mei 1998: 1).

Bentrokan tersebut merupakan tindak kekerasan yang menyebabkan banyak orang luka-luka.

Tindakan anarkis juga dilakukan oleh para demonstran. Hal ini membuat para petugas keamanaan bertindak tegas. Berita tentang kekerasan dan tindakan tegas petugas itu sebagai berikut.

Kompas:Menhankam/Pangab Jenderal TNI Wiranto mengemukakan, ABRI akan menindak tegas aksi mahasiswa yang dilakukan hingga keluar kampus. Pertimbangannya, aksi-aksi seperti itu dipandang mengarah ke kegiatan yang bersifat anarkis, destruktif, mengganggu ketertiban umum, serta meresahkan dan menyengsarakan masyarakat (“Instruksi Pangab: Tindak Tegas Mahasiswa Di Luar Kampus” Kompas, 5 Mei 1998: 3).

Kutipan tersebut memperlihatkan tindakan tegas petugas dalam menyikapi aksi mahasiswa yang dilakukan di luar kampus.

Pemberitaan yang dimuat di Jawa Pos memuat berita mengenai kasus yang terjadi di Universitas Trisakti. Pelaku kasus itu akan segera diumumkan. Berikut kutipannya.

Jawa Pos:Hasil kerja tim kecil tentang peristiwa Trisakti, Pangab mengatakan bahwa hal itu akan segera dikemukakan (“Hasil Tim Trisakti Akan Segera Diumumkan” Jawa Pos, 24 Mei 1998: 3).

Pada pemberitaan tersebut Pangab tidak menyebutkan kapan akan diumumkan hasil dari kerja tim kecil untuk menyelidiki peristiwa Trisakti.

Demokrasi yang benar menjadi cita-cita semua bangsa Indonesia. Hal itu terlihat pada peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 1998. HAM dan demokrasi pada tahun 1998 diperkirakan makin suram. Berikut kutipannya.

Jawa Pos:Proyeksi keadaan hak asasi manusia pada kurun tahun 1998 ini diperkirakan makin suram. Aktivitas kekuasaan yang melanggar HAM bukan makin surut, tapi bertambah besar. Pernyataan itu disampaikan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia) pada catatan akhir tahun 1997 dan refleksi pada tahun 1998 tentang HAM dan demokrasi yang dibacakan oleh ketua YLBHI Bambang Widjojanto, SH di Jakarta Rabu lalu (“HAM-Demokrasi Diprediksi Suram” Jawa Pos, 2 Januari 1998: 1).

Pihak YLBHI sudah mampu meramalkan kondisi HAM dan demokrasi yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu 1998. Lebih lanjut lagi, menurut Bambang penyebab suramnya HAM dan demokrasi ini adalah ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola dan memperjuangkan secara sungguh-sungguh kemajuan HAM yang universal.

Tuntutan diadakannya reformasi akhirnya terjawab oleh pemerintah. Pada tanggal 21 Mei 1998, harian Jawa Pos memberitakan mengenai anggota komite reformasi yang diusulkan oleh presiden. Berikut kutipannya.

Jawa Pos:Hari ini pemerintah mengumumkan susunan awal anggota komite reformasi. Komite yang diusulkan presiden setelah bertemu dengan sembilan tokoh agama dan cendekiawan di Bina Graha beberapa waktu lalu itu akan bertugas menyusun RUU pemilu dan RUU lain untuk disahkan di DPR (“Dibentuk Lewat Keppres: Anggota Komite Reformasi Diumumkan Hari Ini” Jawa Pos, 21 Mei 1998: 1).

Presiden tidak punya pilihan kecuali menjawab tuntutan rakyat untuk mewujudkan reformasi.

Wujud adanya reformasi itu diawali dengan pemilihan umum yang akan dilakukan dengan cara sistem distrik. Harian Kompas memberitakan tentang hal ini pada tanggal 5 Mei 1998. Kutipan beritanya sebagai berikut.

Kompas:Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar Harmoko mengemukakan, Golkar menanggapi positif tuntutan reformasi yang dilancarkan mahasiswa akhir-akhir ini. Sebab itu, Golkar antara lain akan mengajukan sistem

Page 9: Template Ejournal Unesa

Realitas Sosial dalam Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta

distrik dalam pemilihan umum 2002. Golkar juga dapat menyetujui langkah untuk menambah jumlah organisasi peserta pemilu (OPP) (“Pelaksanaan Pemilu Sistem Distrik: Golkar dan PPP Setuju, PDI Belum Siap” Kompas, 5 Mei 1998: 3).

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah mulai merealisasikan reformasi untuk mengganti pemimpin Indonesia.

Mengenai kepemimpinan di Indonesia, banyak pihak yang menuntut Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatannya. Sebagaimana yang termuat di harian Kompas bahwa pimpinan DPR mengharapkan Presiden Soeharto mundur. Berikut kutipannya.

Kompas:Demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR baik Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Demikian ditegaskan Ketua DPR/MPR Harmoko, Senin (18/5) di Gedung DPR/ MPR Jakarta, usai mengetuai Rapat Pimpinan DPR (“Pimpinan DPR: Sebaiknya Pak Harto Mundur” Kompas, 19 Mei 1998: 1).

Pernyataan yang diungkapkan oleh pimpinan DPR tersebut merupakan hasil rapat pimpinan DPR. Pemberitaan tentang keputusan DPR diperkuat oleh pemberitaan di Jawa Pos pada hari yang sama dengan pemberitaan di Kompas. Pemberitaan di Jawa Pos menyebutkan bahwa pimpinan DPR terpaksa menuruti permintaan para demonstran. Berikut kutipannya.

Jawa Pos:Setelah mendapat tekanan mahasiswa dan sejumlah tokoh selama delapan jam, pimpinan DPR akhirnya menyerah. Pimpinan dewan dengan juru bicara Ketua DPR/MPR RI H. Harmoko kemarin mengambil keputusan untuk meminta Presiden Soeharto mengundurkan diri (“Pimpinan DPR Minta Pak Harto Mundur: ABRI Anggap Pernyataan Individual” Jawa Pos, 19 Mei 1998: 1).

Kutipan tersebut memperlihatkan keputusan yang diambil oleh DPR adalah keputusan yang terpaksa setelah DPR terdesak.

Pada tanggal 22 Mei 1998, terdapat berita mengenai Presiden Soeharto yang resmi dihantikan oleh B.J. Habibie. Berikut kutipan berita dari harian Kompas.

Kompas:Habibie jadi Presiden RI setelah pagi harinya Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan itu di Istana Merdeka. Habibie mengucapkan sumpah untuk jadi presiden yang baru dari negeri berpenduduk keempat terbanyak di dunia ini (“BJ Habibie Minta Dukungan Rakyat” Kompas, 22 Mei 1998: 5).

B.J. Habibie yang semula menjadi wakil presiden kini dilantik menjadi presiden menggantikan Soeharto. Harian

Jawa Pos juga mengabarkan berita yang sama yakni tentang diangkatnya B.J. Habibie sebagai presiden baru. Berikut kutipannya.

Jawa Pos:Gerakan reformasi yang dimotori oleh mahasiswa telah membuahkan hasil. Setelah Presiden Soeharto menyatakan berhenti, kini tampillah B.J. Habibie sebagai presiden. Proses peralihan kepemimpinan nasional itu berlangsung kemarin siang di Istana Merdeka, Jakarta, dalam upacara yang sederhana (“Habibie Kebanjiran Deadline: Setelah Disumpah Menjadi Presiden Ketiga RI” Jawa Pos, 22 Mei 1998: 1).

Setelah resmi menjadi presiden, Habibie kebanjiran deadlie oleh para pendukung reformasi.

Para penguasa menggunakan kekuasaannya untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya. Kasus tentang KKN yang pertama yakni mengenai kolusi di BRI.

Jawa Pos:Lelang tender pembangunan gedung Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Amuntai (ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Utara) senilai Rp 3,8 miliar ditengarai penuh rekayasa dan kolusi antara pihak panitia lelang (dari BRI) dan sejumlah oknum yang mengatasnamakan Gapensi dan Kadin Kalsel (“Ada Kolusi di Balik Tender Gedung BRI: Harusnya Pengumuman Tender di Media yang Beredar di Banjar” Jawa Pos, 2 Januari 1998: 5).

Pemberitaan mengenai kolusi tender BRI tersebut menunjukkan bahwa para penguasa yang memiliki kedudukan penting dapat saling bekerja sama untuk menghasilkan keuntungan untuk pihaknya sendiri.

Kabar yang mengejutkan datang pada tanggal 30 Mei 1998 di harian Jawa Pos. Kabar ini juga menyangkut Soeharto yang terbukti telah melakukan praktik KKN. Berikut kutipan beritanya.

Jawa Pos:Gerakan Oposisi Keluarga Besar IPB (Institut Pertanian Bogor) mengusulkan agar keluarga Soeharto dan mantan anggota Kabinet Pembanguanan VII menyerahkan 50 persen aset tak bergeraknya untuk negara selama pemeriksaan kekayaannya belum berlangsung (“Soeharto Diminta Serahkan 50 Persen Kekayaannya” Jawa Pos, 30 Mei 1998: 1).

Kutipan berita tersebut menunjukkan bahwa Soeharto dan para jajarnnya pada masa Orde Baru diminta untuk menyerahkan 50 persen asetnya selama pemeriksaan belum berlangsung.

9

Page 10: Template Ejournal Unesa

Jurnal Ilmiah. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2014, 0 - 216

Pada hari yang sama, berita datang dari Bambang Trihatmodjo yang mengundurkan diri sebagai Presiden Direktur PT Bimantara Citra. Hal itu menimbulkan kecurigaan oleh berbagai kalangan. Berikut kutipan beritanya.

Kompas:Bambang Trihatmodjo secara resmi mengundurkan diri sebagai Presiden Direktur PT Bimantara Citra. Ikut mundur, Indra Rukmana dari posisi Presiden Komisaris. Pihak Bimantara juga mempersilakan masyarakat dan pers menyelidiki asal usul kekayaan yang dimiliki perusahaan ini. Bimantara tidak akan menutup diri, karena perusahaan itu adalah perusahaan publik (“Peter Gontha: Silakan Periksa Kekayaan Bimantara” Kompas, 30 Mei 1998: 1).

Kutipan berita itu menunjukkan bahwa mundurnya Bambang dan Indra menjadi tanda tanya semua kalangan. Pihak Bimantara sebagai perusahaan milik publik, tidak menuntup diri dengan keadaan yang sedang terjadi.

Realitas sosial yang berikutnya mengenai politik yang sangat gencar di Indonesia. Politik ini dikaikan dengan ekonomi masyarakat Indonesia. Kebanyakan yang terjadi adalah praktik politik dilakukan karena untuk mengejar kekuasaan untuk memperoleh keuntungan dari segi ekonomi.

Praktik politik yang dilakukan oleh mahasiswa bukan untuk mengejar kekuasaan dan ekonomi, melainkan untuk menghapus praktik politik yang tidak sehat di kalangan penguasa negara. Keputusan itu diambil oleh Presiden Soeharto melalui perundingan politik antara mahasiswa dan pemerintah. Perundingan politik ini memunculkan adanya tawaran dan tuntutan.

Kompas:Dalam perundingan politik, papar Soetjipto, memang akan selalu terjadi yang demikian. Satu pihak menuntut, pihak yang dituntut menawar. Akan terjadi tarik ulur dan maju mundur dalam mengartikulasikan tuntutan reformasi. “Itulah yang sekarang terjadi antara pemerintah dan masyarakat yang menuntut reformasi. Dalam hal ini, khususnya para mahasiswa,” sebutnya (“Tak Bisa Hanya Berantung DPR” Kompas, 4 Mei 1998: 7).

Kutipan berita tersebut menunjukkan adanya praktik politik yang mengarah ke kekuasaan dan ekonomi dalam upaya mahasiswa untuk menuntut reformasi.

Praktik politik juga terjadi di kalangan ABRI. Harian Kompas dan Jawa Pos pada tanggal 24 Mei 1998 mengabarkan tentang pergantian Johny Lumintang. Kutipan beritanya seperti berikut.

Kompas:Sabtu (23/5) siang, di Ruang Mandala, Markas Komando Cadangan Strategis TNI AD (Kostrad), Jakarta, pada upacara serah terima

jabatan Panglima Kostrad (Pangkostrad) dari Mayjen TNI Johny J Lumintang kepada Mayjen TNI Djamari Chaniago, Panglima Kodam III/Siliwangi. Hadir dalam acara itu Wakil KSAD Letjen TNI Soegiono, para asisten KSAD, Panglima Divisi Infanteri I Kostrad Mayjen TNI Adam Damiri, dan sejumlah pejabat teras Mabes TNI AD. Mayjen TNI Johny Lumintang, Asisten Operasi Kepala Staf Umum (Asops Kasum) ABRI, Jumat (22/5) malam, atau 17 jam sebelumnya, menerima jabatan Pangkostrad dari KSAD. Hari itu, Letjen TNI Prabowo Subianto, yang diangkat menjadi Komandan Sekolah Staf Komando (Dansesko) ABRI, menyerahkan jabatan Pangkostrad kepada KSAD (“Jaga Kekompakan TNI AD *Johny Lumintang Pangkostrad 17 Jam” Kompas, 24 Mei 1998: 1).

Kutipan tersebut menunjukkan jabatan Mayjen TNI Johny J Lumintang sebagai Pangkostrad hanya berlaku selama 17 jam. Serah terima jabatan tersebut merupakan praktik politik yang dilakukan di kalangan ABRI.

Hubungan Realitas Sosial yang Ada dalam Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta Karya Agus R. Sarjono dengan Realitas Sosial Masyarakat IndonesiaAntara realitas sosial dalam naskah drama dengan realitas sosial masyarakat Indonesia pada tahun 1998 sangat erat hubungannya. Realitas sosial dalam naskah drama merupakan cerminan realitas sosial masyarakat Indonesia pada saat itu. Hal ini sejalan dengan pendapat Lukacs (2010: 35) yang menyebutkan bahwa idealisme takluk pada delusi yang mencampuradukkan reproduksi intelektual atas realitas dengan struktur aktual realitas itu sendiri. Karena “di dalam pikiran, realitas muncul sebagai proses sintesis, bukan sebagai titik tolak, melainkan sebagai hasil. Meskipun begitu, ia adalah titik tolak yang sebenarnya karena itu merupakan titik tolak bagi persepsi dan ide-ide”.

Pada pembahasan kali ini, akan membahas tentang hubungan antara kedua realitas sosial yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya. Pembahasan mengenai kedua hubungan realitas sosial tersebut yakni sebegai berikut.

Dalam drama, terdapat realitas sosial mengenai sifat

dan paham/aliran tertentu, diantaranya yaitu egois, selfis,

hedonis, narcistis, fasis, marxis, komunis, bengis, sadis,

ceriwis, komunisme, kapitalisme, fasisme, nepotisme,

militerisme, premanisme, takacuhisme, pesimisme,

apatisme, gombalisme, perpecahanisme. Beberapa sifat

dan paham tersebut merupakan ancaman terhadap

nasionalisme. Selain itu, terdapat juga sifat agamis yang

juga terdapat pada drama.

Page 11: Template Ejournal Unesa

Realitas Sosial dalam Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta

Realitas sosial yang terjadi pada masyarakat Indonesia tidak jauh berbeda dengan realitas yang terjadi dalam drama. Masyarakat Indonesia pada tahun 1998 juga memiliki realitas sosial yang mirip dengan drama, yaitu masyarakat Indonesia memiliki sifat dan paham tertentu yang diyakini benar. Namun tidak semua sifat dan paham yang terdapat pada drama juga terdapat pada kehidupan nyata masyarakat Indonesia. Sifat dan paham yang terdapat pada realitas masyarat Indonesia yakni sifat agamis, egois, serta komunis. Kedua realitas tersebut memiliki hubungan yang erat.

Selanjutnya hubungan antara pendapat Perempuan dengan keadaan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Perempuan menyebut Demonstran sebagai orang penganut komunisme yang memiliki sifat marxis dan komunis. Dalam drama, penganut komunisme merupakan orang yang dianggap sebagai golongan kiri dan dianggap sebagai orang yang buruk perangainya. Apabila dihubungkan dengan kejadian masyarakat Indonesia pada tahun 1998, terdapat hubungan antara kedua realitas sosial tersebut.

Banyak jenis krisis yang terjadi di dalam realitas sosial drama. Krisis-krisis tersebut antara lain krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis moral, krisis hukum, dan krisis akal sehat. Sebenarnya masih ada jenis krisis lain yang akan disebutkan oleh Demonstran, tetapi karena perkataannya dipotong oleh Lelaki dan Perempuan, jadi hanya krisis-krisis itu yang terungkapkan. Keadaan tersebut juga dialami masyarakat Indonesia pada tahun 1998. Masyarakat Indonesia mengalami krisis politik, krisis ekonomi, krisis hukum, krisis moral, dan krisis kepercayaan.

Realitas sosial dalam drama memperlihatkan tindak kekerasan yang dilakukan oleh beberapa tokoh. Pada tahun 1998, di Indonesia juga terdapat peristiwa tindak kekerasan yang dilakukan oleh beberapa pihak. Hal itu membuktikan adanya kesamaan antara realitas sosial yang terdapat dalam drama dengan realitas yang terjadi pada masyarakat Indonesia.

Demokrasi yang disuarakan oleh Demonstran di dalam naskah drama juga disuarakan oleh demonstran di dunia nyata. Hal itu dijumpai dalam peristiwa yang terjadi pada tahun 1998. Demonstran rajin menyuarakan demokrasi. Semua hal dihubungkan dengan demokrasi. Sama dengan demonstran tahun 1998, mereka menyuarakan reformasi untuk mewujudkan demokrasi.

Praktik demokrasi yang terdapat dalam drama dipraktikkan oleh beberapa demonstran, tetapi beberapa demonstran juga sulit mempraktikkannya. Begitu juga dengan masyarakat Indonesia, ada beberapa kalangan yang giat menyuarakan demokrasi dan ada beberapa kalangan yang memang sengaja menghambat jalannya sistem demokrasi di Indonesia. Berita itu dimuat di Jawa

Pos edisi 2 Januari 1998. Dalam pemberitaan tersebut disebutkan adanya sikap universalian dan sikap komunitarian. Sikap universalian merupakan sikap yang mendukung ditegakkannya HAM dan demokrasi, sedangkan sikap komunitarian merupakan sikap orang-orang yang tidak memperjuangkan HAM dan demokrasi.

Dalam drama, Lelaki, Demonstran, dan Satria Baju Putih sangat antusias untuk memberontak kekuasaan para pemimpin di negaranya. Mereka tampak tidak suka dan mengkritik kepemimpinan di negaranya. Begitu juga dengan peristiwa yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Pada tahun tersebut terjadi pemberontakan para demonstran untuk menuntut turunnya Presiden Soeharto dari jabatannya.

Lelaki mengungkapkan tindakan-tindakan yang dilakukan pemimpin di negaranya. Para pemimpin di negaranya adalah pemimpin yang otoriter. Tindakan Lelaki tersebut serupa dengan pimpinan DPR yang mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Berdasarkan tindakan tersebut, terlihat pimpinan DPR menyadari bahwa Presiden Soeharto adalah pemimpin yang otoriter dan diharap segera mundur dari jabatannya.

Dalam drama, Demonstran dan Sutradara membicarakan tentang KKN yang terjadi di negaranya dan perihal kucing yang menangkap tikus. Sama dengan peristiwa yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998. Pada tahun tersebut banyak terjadi KKN yang dilakukan oleh keluarga Soeharto.

Para Demonstran membicarakan tentang kucing yang bisa menangkap tikus. Pada tahun 1998 yang berperan menjadi kucing untuk menangkap para tikus yakni pemerintah yang akan meninjau kembali proyek Pertamina, Presiden Habibie yang akan mengoreksi penyimpangan pada masa Orde Baru, serta gabungan LSM yang akan meminta transparansi mundurnya Soeharto di tengah krisis.

Demonstran, Prabu Barma Wijaya Kusumah, dan Ciung Wanara memberikan opininya tentang politik yang terjadi di negaranya. Politik tersebut bukan menjadi sarana untuk memajukan negaranya, melainkan justru membuat negaranya semakin bobrok karena politik yang disalahkan dan hanya untuk mengejar keuntungan berupa ekonomi. Politik yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 juga demikian. Banyak pihak yang melakukan praktik politik untuk mengejar uang dan jabatan.

PENUTUP

SimpulanBerdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya,

simpulan penelitian yaitu realitas sosial dalam naskah

drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R.

11

Page 12: Template Ejournal Unesa

Jurnal Ilmiah. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2014, 0 - 216

Sarjono adalah mengenai paham/aliran tertentu yang

dianut, krisis, tindak kekerasan, demokrasi,

kepemimpinan, KKN, serta politik dan ekonomi. Sifat

dan paham/aliran tertentu yang dianut yaitu egois, selfis,

hedonis, narcistis, fasis, marxis, komunis, bengis, sadis,

ceriwis, komunisme, kapitalisme, fasisme, nepotisme,

militerisme, premanisme, takacuhisme, pesimisme,

apatisme, gombalisme, dan perpecahanisme. Krisis yang

terjadi antara lain krisis ekonomi, krisis kepercayaan,

krisis moral, krisis hukum, dan krisis akal sehat. Tindak

kekerasan dilakukan oleh Demonstran, Perempuan, dan

Ciung Wanara. Demokrasi disuarakan oleh para

Demonstran untuk kepentingan negaranya. Pemimpin

dalam naskah drama diceritakan sebagai orang yang

otoriter. KKN menjadi masalah besar di dalam

penceritaan drama. Politik dan ekonomi yang terjadi

dalam drama semakin membuat negara para tokoh

bobrok.

Realitas sosial masyarakat Indonesia yang berkait erat

dengan naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta

karya Agus R. Sarjono adalah peristiwa pada tahun 1998.

Realitas sosial masyarakat Indonesia sama dengan

realitas sosial yang terdapat dalam naskah drama yaitu

tentang paham/aliran tertentu yang dianut masyarakat

Indonesia, krisis yang melanda masyarakat Indonesia,

tindak kekerasan yang terjadi pada masyarakat Indonesia,

demokrasi di Indonesia, kepemimpinan di Indonesia,

KKN yang terjadi di Indonesia, serta politik dan ekonomi

masyarakat Indonesia.

Hubungan realitas sosial yang ada dalam naskah drama komedi 5 babak Atas Nama Cinta karya Agus R. Sarjono dengan realitas sosial masyarakat Indonesia yaitu antara drama dan kejadian pada tahun 1998 saling berhubungan. Realitas sosial dalam drama merupakan gambaran dari realitas sosial masyarakat Indonesia yang terjadi di kehidupan nyata.

SaranHasil penelitian ini masih banyak kekurangan. Kekurangan penelitian ini terletak pada rujukan realitas sosial masyarakat Indonesia yang kurang lengkap antara media cetak Kompas dan Jawa Pos. Oleh karenanya, peneliti menyarankan kepada pembaca untuk membaca literatur yang lebih mendalam lagi tentang realitas sosial agar hal yang belum terpecahkan dalam penelitian ini bisa diperoleh oleh pembaca dari literatur lain serta mengamati peristiwa tahun 1998 untuk menemukan perbandingan yang jelas antara realitas sosial dalam naskah drama dengan realitas sosial masyarakat Indonesia.

DAFTAR RUJUKAN

Asrori, Isnan. 2010. “Pengaruh Ideologi Kekuasaan Tokoh Roso dalam Naskah Drama Panembahan Reso Karya Rendra (Teori Hegemoni Antonio Gramsci dan Teori Kekuasaan Nicolo Machiavelli)”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Program Sarjana Universitas Negeri Surabaya.

Caesareno A., Lintang. 2012. “Refleksi Sistem Perkawinan Tionghoa dalam Novel Takdir Karya Soe Lie Pit dan Keras Hati Karya K. S. Tio”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Program Sarjana Universitas Airlangga.

Dewojati, Cahyaningrum. 2010. Drama: Sejarah, Teori, dan Penerapannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Eagleton, Terry. 2010. Teori Sastra. Yogyakarta: Jalasutra.

Endraswara, Suwardi. 2011. Metode Pembelajaran Drama. Yogyakarta: Caps.

Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme-Genetik Sampai Post Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Faruk. 2012. Metode Penelitian Sastra: Sebuah Penjelajahan Awal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hanafy, M. Syahrun. 2012. “Realitas Sosial dalam Novel Kembang Turi Karya Budi Sardjono”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Program Sarjana Universitas Negeri Surabaya.

Indarti, Titik. 2006. Memahami Drama sebagai Teks Sastra dan Pertunjukan. Surabaya: Unesa University Press.

Jawa Pos. 2 Januari 1998a. “Ada Kolusi di Balik Tender Gedung BRI: Harusnya Pengumuman Tender di Media yang Beredar di Banjar”, hal. 5.

Jawa Pos. 2 Januari 1998b. “Bank Swasta Kini Terpojok”, hal. 1.

Jawa Pos. 2 Januari 1998c. “Burdah Setelah Al Busyiri Bermimpi Bertemu Rasulullah”, hal. 11.

Jawa Pos. 2 Januari 1998d. “HAM-Demokrasi Diprediksi Suram”, hal. 1.

Jawa Pos. 2 Januari 1998e. “Perkembangan Ini Sangat Menggembirakan”, hal. 11.

Jawa Pos. 2 Januari 1998f. “Perkembangan Teknologi Sudah Merambah Dunia Keagamaan”, hal. 11.

Jawa Pos. 15 Januari 1998. “Resep IMF Malah Memperburuk Krisis Indonesia”, hal. 1.

Jawa Pos. 4 Mei 1998a. “Formulasi Pemerintah-Mahasiswa Belum Pas: Tolak Referendum Karena Ingin UUD 1945 Jadi Dokumen Keramat”, hal. 1.

Jawa Pos. 4 Mei 1998b. “Hari Ini IMF Putuskan Nasib Indonesia”, hal. 1.

Jawa Pos. 4 Mei 1998c. “Polisi Menembak, Suporter Persebaya Tiarap”, hal. 1.

Jawa Pos. 4 Mei 1998d. “Reformasi Damai Bila Elit Berinisiatif: DPR Anggap Tuntutan Pergantian Pemimpin Nasional Tak Realistis”, hal. 1.

Page 13: Template Ejournal Unesa

Realitas Sosial dalam Naskah Drama Komedi 5 Babak Atas Nama Cinta

Jawa Pos. 5 Mei 1998a. “Pak Harto: Ini Keputusan Sulit”, hal. 1.

Jawa Pos. 5 Mei 1998b. “Pangab: Mahasiswa Anarkis Akan Ditindak”, hal. 1.

Jawa Pos. 19 Mei 1998a. “Pimpinan DPR Minta Pak Harto Mundur: ABRI Anggap Pernyataan Individual”, hal. 1.

Jawa Pos. 19 Mei 1998b. “Ribuan Mahasiswa “Duduki” DPR 9 Jam”, hal. 1.

Jawa Pos. 19 Mei 1998c. “Rohaniawan Susun Doa Reformasi”, hal. 9.

Jawa Pos. 20 Mei1998a. “Demo Dukung Reformasi dari Negeri Jiran “Presiden Tak Punya Pilihan, Dengarkan Rakyat”, hal. 2.

Jawa Pos. 20 Mei1998b. “DPR Sepakat Mundur Secara Konstitusional: Harmoko Janji Desak Presiden Mundur Secepatnya”, hal. 1.

Jawa Pos. 21 Mei 1998a. “Dibentuk Lewat Keppres: Anggota Komite Reformasi Diumumkan Hari Ini”, hal. 1.

Jawa Pos. 21 Mei 1998b. “Harmoko Men-Deadline Pak Harto Jumat: FKP Usul Gelar Sidang Istimewa”, hal. 1.

Jawa Pos. 22 Mei 1998a. “Cak Nur Ingin Pemerintahan Bebas KKN”, hal. 2.

Jawa Pos. 22 Mei 1998b. “Habibie Kebanjiran Deadline: Setelah Disumpah Menjadi Presiden Ketiga RI”, hal. 1.

Jawa Pos. 24 Mei 1998a. “DPR Boleh Kosong, Reformasi Terus”, hal. 3.

Jawa Pos. 24 Mei 1998b. “Hasil Tim Trisakti Akan Segera Diumumkan”, hal. 3.

Jawa Pos. 24 Mei 1998c. “Jhoni Jabat Pangkostrad Hanya 16 Jam: Gantikan Prabowo, Lalu Diganti Djamari”, hal. 1.

Jawa Pos. 24 Mei 1998d. “Usul Pembebasan Tapol Sudah Sampai di Presiden”, hal. 8.

Jawa Pos. 27 Mei 1998a. “Dibahas, Masalah Kekayaan Soeharto: Amien Rais Usul Dibentuk Tim Pengusut”, hal. 1.

Jawa Pos. 27 Mei 1998b. “Eksekutif Asia Inginkan Keluarga Soeharto Diadili: Juga Disoroti Dwifungsi ABRI, Pemilu, dan Masa Depan Golkar”, hal. 2.

Jawa Pos. 27 Mei 1998c. “Menunggu Berkah Reformasi bagi Tapol”, hal. 3.

Jawa Pos. 27 Mei 1998d. “Pertamina Sudah Dirikan Divisi Baru”, hal. 2.

Jawa Pos. 30 Mei 1998a. “Bambang Tri Lengser dari Bimantara: Masih Kuasai 38, 17 Saham, Dodemo Saat RUPS”, hal. 1.

Jawa Pos. 30 Mei 1998b. “Soeharto Diminta Serahkan 50 Persen Kekayaannya”, hal. 1.

Jawa Pos. 1 Juli 1998a. “Inflasi Diramalkan Mencapai 120 Persen”, hal. 1.

Jawa Pos. 1 Juli 1998b. “Tak Segan akui Kebijakannya yang Salah”, hal. 1.

Jawa Pos. 1 Juli 1998c. “Try Disuruh Soeharto Ingatkan Habibie: Konflik di Golkar Semakin Runcing”, hal. 1.

Jawa Pos. 1 September 1998. “Juga Dituduh Tilep Dana Haji”, hal. 1.

Karim, Abdul dkk. 2014. Buku Panduan Skripsi Fakultas Bahasa dan Seni. Surabaya: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Negeri Surabaya Fakultas Bahasa dan Seni.

Karyanto, Ibe. 1997. Realisme Sosialis Georg Lukacs. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kleden, Ignas. 2004. Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.

Kristanto, Dody. 2009. “Konflik Sosial Tokoh Sobrat dalam Naskah Drama Sobrat Karya Arthur S. Nalan”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Program Sarjana Universitas Negeri Surabaya.

Kompas. 2 Januari 1998. “Merger Bank BUMN Bisa Atasi Isu”, hal.1.

Kompas. 15 Januari 1998a. “Camdessus Yakin RI Lakukan Reformasi”, hal. 1.

Kompas. 15 Januari 1998b. “Dalam Situasi Sulit Sekarang, Buang Sikap Egoistik”, hal. 14.

Kompas. 4 Mei 1998a. “Reformasi dan Bandar”, hal. 3.Kompas. 4 Mei 1998b. “Reformasi Perlu Tindakan,

Bukan Janji *Lukman Sutrisno: Harus dari Atas”, hal. 3.

Kompas. 5 Mei 1998a. “Instruksi Pangab: Tindak Tegas Mahasiswa Di Luar Kampus”, hal. 3.

Kompas. 5 Mei 1998b. “Pelaksanaan Pemilu Sistem Distrik: Golkar dan PPP Setuju, PDI Belum Siap”, hal. 3.

Kompas. 19 Mei 1998a. “Pimpinan DPR: Sebaiknya Pak Harto Mundur”, hal. 1.

Kompas. 19 Mei 1998b. “Ribuan Mahasiswa ke DPR: Mendesak, Diadakannya Sidang Istimewa MPR”, hal. 1.

Kompas. 20 Mei 1998a. “Pak Harto: Saya Ini Kapok Jadi Presiden”, hal. 1.

Kompas. 20 Mei 1998b. “Dunia Tanggapi Pernyataan Presiden Soeharto”, hal. 7.

Kompas. 21 Mei 1998. “F-KP dan F-PDI Minta Sidang Istimewa MPR”, hal. 8.

Kompas. 22 Mei 1998a. “BJ Habibie Minta Dukungan Rakyat”, hal 5.

Kompas. 22 Mei 1998b. “Presiden Tetap Harus Beri Pertanggungjawaban”, hal. 5.

Kompas. 24 Mei 1998a. “Diungkap Besok, Kasus Penembakan Di Trisakti”, hal. 1.

Kompas. 24 Mei 1998b. “Jaga Kekompakan TNI AD *Johny Lumintang Pangkostrad 17 Jam”, hal. 1.

Kompas. 24 Mei 1998c. “Tidak Etis Mengatasnamakan Agama dalam Berpolitik”, hal. 12.

Kompas. 27 Mei 1998a. “Gubernur Lemhannas Letjen TNI Agum Gumelar: Di Masa Datang Jangan Ada Lagi Sandiwara Politik”, hal. 1.

Kompas. 27 Mei 1998b. “Habibie Minta Bukti Soal Kabar Kekayaannya * HMI dan Pemuda Muhammadiyah Tuntut Kekayaan Diumumkan”, hal. 3.

Kompas. 27 Mei 1998c. “Pertamina Mendata Perusahaan Berbau Kolusi”, hal. 8.

13

Page 14: Template Ejournal Unesa

Jurnal Ilmiah. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2014, 0 - 216

Kompas. 30 Mei 1998. “Peter Gontha: Silakan Periksa Kekayaan Bimantara”, hal. 1.

Kompas. 1 Juli 1998a. “Disambut Dingin, Rencana Ubah Organisasi Mahasiswa”, hal. 1.

Kompas. 1 Juli 1998b. “Inflasi Semester I 1998, 46,55 Persen”, hal. 2.

Kompas. 1 Juli 1998c. “Pihak Asing Batalkan Pesanan Produk Indonesia”, hal. 1.

Kompas. 1 Juli 1998d. “Try Sutrisno Soal Pembatalan Rapat Golkar: Dewan Pembina Ingin Tegakkan Prosedur”, hal. 1.

Kuntowijoyo. 1995. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Lukacs, Georg. 2010. Dialektika Marxis: Sejarah dan Kesadaran Kelas. Terjemahan Inyiak Ridwan Muzir. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Lukacs, Georg. TT. The Theory of The Novel. London: Merlin Press.

Nurgiyantoro, Burhan. 2012. Teori Pengkajian Fiksi. Purnomo, Bambang. 2009. “Realitas Sosial dalam Novel

Toenggoel Karya Eer Asura (Kajian Realisme Sosialis)”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Program Sarjana Universitas Negeri Surabaya.

Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rodliyah. 2005. “Realitas Sosial dalam Novel Kenanga Karya Oka Rusmini”. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Program Sarjana Universitas Negeri Surabaya.

Ryan, Michael. 2007. Teori Sastra: Sebuah Pengantar Praktis. Yogyakarta: Jalasutra.

Sanit, Arbi. 1998. “Partisipasi di Masa Krisis Kepercayaan”. Dalam Jawa Pos, 15 Januari. Jakarta.

Supratno, Haris. 2010. Sosiologi Seni (Wayang Sasak Lakon Dewi Rengganis dalam Konteks Perubahan Masyarakat Di Lombok). Surabaya: Unesa University Press.

Sarjono, Agus R. 2001.Sastra dalam Empat Orba. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Sarjono, Agus R. 2004. Atas Nama Cinta. Yogyakarta: Hikayat Publishing.

Sugono, Dendy dkk. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Suyuti, Mahrus. 2013. “Kritik Sosial dalam Naskah Drama “Nyonya-Nyonya” Karya Wisran Hadi pada Antologi 5 Naskah Drama: Pemenang Sayembara Dewan Kesenian Jakarta 2003”.Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: Program Sarjana Universitas Airlangga.

Syachrudin, Eki. 1998. “Mahasiswa Mencari "Common Denominator”. Dalam Kompas, 4 Mei. Jakarta.

TN. 1998. “Asal Usul Demokrasi”. Dalam Kompas, 24 Mei. Jakarta.

Wijaya, Hendrawan Adi. TT. Kamus Inggris-Indonesia Indonesia-Inggris. Surakarta: Pustaka Mandiri.