14
ISSUE NO. 10 / APRIL 2019 INDONESIAN E-MAGAZINE FOR LEGAL KNOWLEDGE BY WNI di Luar Negeri Pun Bisa Ikut Pemilu Telisik Jerat Hukum Kampanye Hitam UU Pemilu 2017: Apa Isinya? MARI MEMILIH!

Telisik Jerat Hukum Kampanye Hitam WNI di Luar Negeri Pun … · 2019. 4. 16. · 1. Undang-Undang Pemilu Pasal 280 ayat (1) huruf c dan d Undang-Undang Pemilu menyatakan bahwa pelaksana,

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    ISSUE NO. 10 / APRIL 2019

    INdONESIAN E-MAgAzINE fOR LEgAL KNOwLEdgE by

    WNI di Luar Negeri PunBisa Ikut Pemilu

    Telisik Jerat HukumKampanye Hitam

    UU Pemilu 2017: Apa Isinya?

    MARI MEMILIH!

  • 2

    IKLAN

    Please do not hesitate to contact us if you have any question at [email protected].

    Looking forward to hearing from you.

    We, Akasa Cipta Tama (ACT), was established in April 2015 as a response to the demand of highly qualified translators for business, legal, technical, and general documents; as well as interpreters and note takers for meetings, seminars, and conference. Our translators, interpreters and note

    takers have extensive experiences in their respective fields.

    With a comprehensive database of qualified human resources, ACT works to ensure the best results in every project we run. Some of our top personnel have worked for various international events and some of our clients include the Office of the President of the Republic of Indonesia,

    People’s Consultative Assembly, The United Nations, The World Bank, AusAID, USAID, and some prominent law firms in Indonesia.

  • 3

    Editorial:Penasihat:Setyawati Fitri Anggraeni, S.H., LL.M.,FCIArb., FAIADR.Pemimpin Redaksi:Imelda Napitupulu, S.H., M.H.Redaktur Pelaksana:M. Adhima Djawahir, S.H.Penulis:Dr. Hary Elias, BA Hons (Cantab), LL.M (1st Class Hons), MBA (Columbia), Juris DoctorKeshia Bucha, S.H.Wenny Novia, S.H.David Gayus El Harun Marpaung, S.H., MKn.Sechabudin, S.H.Tubagus Kudrat Kun, S.H.Febriana Dwi Hapsari, S.H.Kontributor:Konsultan Media: Fifi Juliana JelitaPenyunting Naskah: Wahyu HardjantoPenata Visual: Riesma PawestriIlustrasi: freepik.com

    daftar isi

    Majalah Actio terbit setiap empat bulan sekali,dibuat dan didistribusikan oleh

    Sanggahan:Perlu kami sampaikan bahwa telaah, opini, maupun informasi dalam Actio merupakan kontribusi pribadi dari para partners dan/atau associate yang tergabung di kantor hukum Anggraeni and Partners dan merupakan pengetahuan hukum umum. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dimaksudkan untuk memberikan pendapat hukum ataupun pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu.

    Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat dianggap sebagai indikasi ataupun petunjuk terhadap keadaan di masa yang akan datang. Telaah, opini, maupun informasi dalam Actio tidak ditawarkan sebagai pendapat hukum atau saran hukum untuk setiap hal tertentu. Tidak ada pihak pembaca yang dapat menganggap bahwa dirinya harus bertindak atau berhenti bertindak atau memilih bertindak terkait suatu masalah tertentu berdasarkan telaah, opini, maupun informasi di Actio tanpa mencari nasihat dari profesional di bidang hukum sesuai dengan fakta-fakta dan keadaan-keadaan tertentu yang dihadapinya.

    “Pembaca yang kami hormati,

    Indonesia tengah merayakan semarak pesta demokrasi yang diadakan lima tahun sekali. Tanggal 17 April 2019 akan menjadi puncak kemeriahan dan kita semua berharap agar pemilihan umum ini berlangsung lancar dan damai.

    Pada edisi kali ini, ACTIO menyuguhkan beragam topik dalam kaitannya dengan pesta demokrasi antara lain “kampanye hitam” yang seringkali muncul dan diperdebatkan antar kedua kubu, peraturan perundang-undangan terkait Pemilu khususnya, tata cara penyelesaian tindak pidana pemilihan dan pemilihan umum.

    Pemilihan umum di Indonesia erat kaitannya dengan demokrasi yang terdapat pada sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Oleh karena itu pelaksanaan pemilihan umum ini diharapkan dapat memperkokoh persatuan nasional. Mari ikut meramaikan perayaan ini dengan berpartisipasi dan menggunakan hak pilih Anda dengan bijak dan cerdas, karena satu suara Anda sangat berguna bagi bagsa.

    Akhir kata, kami seluruh Tim ACTIO mengucapkan selamat membaca dan semoga siapapun yang menjadi pemenang akan membawa Indonesia Maju Bersatu dan Jaya.

    Salam Hangat,Setyawati Fitri A, S.H., LL.M., FCIArb., FAIADR.

    “Tuhan tidak mengubah nasib suatu bangsa, sebelum bangsa itu mengubah nasibnya sendiri.”- Ir. Soekarno(Pidato HUT Proklamasi 1964)

    KATA PeNgANTAR

    KUPAS PeRATURAN:Undang-Undang Pemilu 2017: Penegakan Hukum Pada Pemilihan Umum 2019

    TeLAAH: Menelisik Jerat HukumKampanye Hitam

    OPINI: Mantan Narapidana Korupsi Menjadi Calon Legislatif

    INFO: Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum

    TANYA JAWAB

    KIAT: Persyaratan PencalonanAnggota Legislatif

    3

    4

    6

    8

    10

    11

    12

  • 4

    P ada tahun 2017, Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU Pemilu”). Undang-undang tersebut mengintegrasikan peraturan perundang-undangan terkait pemilihan umum menjadi satu kesatuan, yang sebelumnya diatur berdasarkan: Undang-Undang No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (“UU PPU”); Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPR; Undang-Undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden; dan sebagian dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Sejak disahkan dan diundangkannya UU Pemilu, peraturan perundang-undangan terkait Pemilu tersebut di atas dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.1

    Beberapa poin yang menjadi sorotan pada UU Pemilu ini adalah ketentuan-ketentuan baru yang diatur pada UU Pemilu tersebut, yakni: (i) penegakkan hukum pada UU Pemilu; (ii) penyandang disabilitas pada UU Pemilu; (iii) perubahan pada tugas dan kewenangan penyelenggara Pemilu; (iv) presidential and parlementary threshold; dan (v) ketentuan mengenai kampanye dan dana kampanye. Sehubungan dengan sorotan-sorotan ketentuan pada UU Pemilu tersebut, kami memfokuskan pembahasan kali ini kepada penegakkan hukum berdasarkan UU Pemilu.

    KUPAS PERATURAN

    Penegakkan HUkUm PemiliHan UmUm Berdasarkan UU PemilUPenegakkan hukum Pemilu pada UU Pemilu ini di bagi menjadi beberapa bagian, yakni; Pertama, pelanggaran Pemilu; kedua, sengketa Pemilu; ketiga, perselisihan hasil Pemilu; dan keempat, tindak pidana Pemilu.2

    Pertama, pelanggaran Pemilu terdiri dari pelanggaran kode etik, pelanggaran administratif dan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang bukan termasuk pelanggaran Pemilu, bukan sengketa Pemilu, dan bukan tindak pidana Pemilu.

    kedua, sengketa Pemilu merupakan sengketa yang terjadi antarpeserta pemilu dan sengketa peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan KPU.3 Berdasarkan UU Pemilu, putusan Badan Pengawas Pemilihan Umum RI (Bawaslu) mengenai penyelesaian sengketa proses Pemilu merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat, kecuali putusan terhadap sengketa pemilu yang berkaitan dengan verifikasi partai politik peserta pemilu, penetapan daftar calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota, serta penetapan calon presiden dan wakil presiden. Putusan Bawaslu untuk perihal tersebut dapat diajukan banding ke PTUN.4 Ketentuan tersebut juga menjelaskan kewenangan dan keleluasaan peran dan tugas Bawaslu untuk menangani dan menyelesaikan sengketa Pemilu.

    1. UU Pemilu, Pasal 571; 2. UU Pemilu, buku keempat dan kelima; 3. UU Pemilu, Pasal 466; 4. UU Pemilu, Pasal 469 ayat (1) dan (2).

    Undang-Undang Pemilu 2017: Penegakan Hukum Pada

    PemiliHan umum 2019

  • 5

    ketiga, perselisihan Pemilu merupakan perselisihan antara KPU dan peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional untuk calon anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden secara nasional meliputi perselisihan penetapan perolehan suara serta hasil perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta Pemilu. Permohonan penyelesaian perselisihan diajukan oleh peserta pemilu kepada Mahkamah Konstitusi paling lama 3x24 jam (tiga kali dua puluh empat jam) sejak diumumkan penetapan perolehan suara oleh KPU.5 Baik untuk perselisihan pemilu legislatif maupun presiden dan wakil presiden, KPU wajib menindaklanjuti putusan dari Mahkamah Konstitusi.6

    keempat, tindak pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan terhadap Pemilu. Laporan dugaan tindak pidana Pemilu diteruskan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam setelah berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam gakkumdu.7

    Pada UU PPU sebelumnya, tidak disebutkan secara rinci lembaga pengawas yang dapat meneruskan laporan tindak pidana Pemilu tersebut, tetapi pada UU Pemilu ini dijelaskan bahwa lembaga pengawas yang paling bawah yang dapat meneruskan laporan tindak pidana Pemilu adalah Panitia Pengawas Tingkat Kecamatan (Panwaslu Kecamatan) sampai dengan Bawaslu.

    Lebih lanjut mengenai tindak pidana Pemilu, UU tersebut memberikan keleluasaan kepada penyidik, karena penyampaian hasil penyidikan yang diserta berkas perkara kepada penuntut umum paling lama 14 (empat belas) hari sejak diterimanya laporan dan dapat dilakukan dengan tanpa kehadiran tersangka.8 Selanjutnya penuntut umum melimpahkan berkas perkara kepada pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari sejak menerima berkas perkara dan dapat dilakukan tanpa kehadiran tersangka.9

    Putusan pengadilan negeri dapat dilakukan banding kepada Pengadilan Tinggi, dan putusan banding tersebut adalah bersifat final serta tidak dapat dilakukan upaya hukum lain.10 UU Pemilu ini, merupakan kemajuan dari UU terkait sebelumnya, karena di sana tidak diatur secara jelas mengenai ketentuan tindak pidana terkait dengan Pemilu.

    Apabila dibuat secara skema tindak pidana Pemilu, adalah sebagai berikut:11

    Berdasarkan penjelasan di atas, sasaran dari pengaturan Pemilu dapat dikatakan suatu upaya untuk mewujudkan sasaran dari diundangkannya UU Pemilu ini, yakni mewujudkan Pemilu yang demokratis dan adil, kredibel dan akuntabel, serta efektif dan efisien. TKK

    KUPAS PERATURAN

    kepolisian negara ri

    kejaksaan agung ri

    Pengadilan negeri

    Menerima Laporan dugaan Tindak Pidana

    Melakukan Penyelidikan dan Penyidikan

    Menyampaikan berkas perkara kepada PN

    Memeriksa, mengadili dan memutus perkara

    Memeriksa, mengadili, dan memutus

    Putusan final dan tidak dapat dilakukan upaya hukum.

    Pengadilan Tinggi

    5. UU Pemilu, Pasal 475; 6. UU Pemilu, Pasal 475 ayat (4); 7. UU Pemilu, Pasal 476; 8. UU Pemilu, Pasal 480 ayat (1); 9. UU Pemilu, Pasal 480 ayat (4); 10. UU Pemilu, Pasal 482 ayat (5); 11. UU Pemilu, Pasal 476-482.

    Bawaslu

  • 6

    TELAAH

    meneliSik JeRaT Hukum kamPanYe HiTam

    Menjelang penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) presiden, para peserta pemilu semakin gencar melakukan kampanye baik secara terang-terangan maupun terselubung. Tujuannya sudah pasti, menjadi pemenang, dengan ataupun tanpa menjatuhkan lawan politiknya.

    Kampanye seharusnya sarana bagi peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“Undang-Undang Pemilu”). Akan tetapi, tidak jarang peserta pemilu justru secara sadar atau tidak, melakukan kampanye hitam (black campaign) untuk meraih kemenangan. Ironisnya, beberapa kampanye hitam justru dilakukan oleh simpatisan politik peserta pemilu garis keras yang tidak memperoleh manfaat nyata atas menang atau tidaknya peserta pemilu. Padahal, jerat hukum senantiasa mengintai pelaku kampanye hitam.

    a. amBigUiTas PengerTian

    Peraturan perundang-undangan tidak secara spesifik mendefinisikan pengertian tentang kampanye hitam. Adapun definisi yang diberikan oleh Undang-Undang Pemilu hanya terbatas pada definisi kampanye. Merujuk pada Undang-Undang Pemilu, kampanye didefinisikan sebagai kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu. Sementara itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kampanye hitam sebagai kampanye dengan cara menjelek-jelekkan lawan politik.

    Pengertian kampanye hitam dalam KBBI tersebut di atas masih ambigu karena ruang lingkup tindakan menjelek-jelekan lawan politik memiliki arti yang sangat luas. Pertama, tindakan menjelek-jelekan dilakukan berdasarkan atas fakta yang sahih, atau lebih dikenal dengan kampanye negatif (negative campaign). Kedua, tindakan menjelek-jelekan dilakukan berdasarkan atas kepalsuan, bentuk kedua inilah yang lebih umum dikenal sebagai kampanye hitam.

    B. konsekUensi dan sanksi

    Jerat hukum terhadap pelaku kampanye hitam tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“Undang-Undang iTe”), dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

    Perbedaan mendasar dari ketiga undang-undang tersebut terletak pada penekanan pihak yang diatur. Pihak yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu adalah pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu, sedangkan pada Undang-Undang ITe dan KUHP orang perseorangan tanpa melihat kedudukan atau peran orang tersebut sebelum, pada saat, atau setelah penyelenggaraan pemilu.

  • 7

    TELAAH

    1. Undang-Undang Pemilu Pasal 280 ayat (1) huruf c dan d Undang-

    Undang Pemilu menyatakan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang (i) menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain, dan (ii) menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat. Pelanggaran atas peraturan tersebut di-ancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah). Oleh karena itu, kampanye hitam dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Pemilu apabila didalamnya terdapat penghinaan terhadap SARA, peng-hasutan, dan tindakan mengadu domba.

    2. Undang-Undang iTe Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang ITe

    menyatakan bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Pelanggaran atas ketentuan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Oleh karena itu, kampanye hitam dapat dikenakan sanksi pidana menurut Undang-Undang ITe apabila kampanye hitam menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA.

    3. kUHP Kampanye hitam dalam KUHP dapat

    dikualifikasikan sebagai penghinaan sebagaimana diatur dalam Pasal 310 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah). Karenanya, kampanye hitam dapat dikenakan sanksi pidana menurut KUHP apabila berisi tuduhan yang tidak benar dan ditujukan untuk diketahui oleh umum.

    C. kasUs kamPanye HiTam

    Salah satu kasus kampanye hitam yang paling banyak menyita perhatian publik adalah kasus 3 (tiga) orang ibu-ibu di Karawang yang menyebarkan isu melalui video yang beredar melalui media sosial, apabila salah salah satu pasangan calon presiden terpilih, maka akan terjadi pelarangan adzan dan legalisasi pernikahan sesama jenis. Sampai saat ini, belum diketahui status dan motif ketiga ibu-ibu tersebut apakah anggota tim kampanye atau hanya simpatisan salah satu pasangan calon.

    Terlepas dari status para pelaku, jerat hukum sudah menanti. Menurut Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, para pelaku tersebut bisa dijerat dengan beberapa pasal seperti Undang-Undang Pemilu hingga Undang-Undang ITE Pasal 28 ayat 2 dengan ancaman pidana hingga 6 (enam) tahun penjara.

    d. Urgensi PengaTUran

    Mengingat kampanye hitam berkaitan erat dengan penyelenggaraan pemilu, pengaturan kampanye hitam perlu secara khusus diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Pengaturan secara khusus setidak-nya memilki 3 (tiga) tujuan. Pertama, mencegah masyarakat, peserta, penyelenggara, dan tim kampanye untuk melakukan tindakan kampanye hitam. Kedua, memberikan pengertian serta kejelasan bagi masyarakat bahwa tindakan kampanye hitam merupakan tindakan pidana yang secara tegas dilarang oleh undang-undang. Ketiga, memberikan kemudahan bagi penegak hukum dalam menerapkan ketentuan hukum yang paling sesuai, mengingat Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang ITe, dan KUHP menjatuhkan sanksi yang berbeda terhadap tindakan kampanye hitam. SCN

  • 8

    OPINI

    Di Indonesia aturan mengenai pelarangan mantan narapidana korupsi yang men-daftar sebagai calon legislatif tertuang dalam Pasal 4 ayat 3 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (“kPU”) nomor 20 tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota yang diundangkan tertanggal 3 Juli 2018 serta Pasal 60 huruf j Peraturan KPU nomor 26 tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU nomor 14 tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) (“Peraturan kPU”).

    Namun, kedua aturan dari KPU tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 240 ayat 1 huruf g Undang-Undang Republik Indonesia nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU Pemilu”), yang menyatakan bahwa seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih dapat mencalonkan diri selama KPU secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada

    publik bahwa yang bersangkutan pernah berstatus sebagai narapidana. Tindak pidana korupsi masuk ke dalam kategori kejahatan luar biasa. Oleh karena itu, KPU berencana memberikan aturan yang tegas. Namun di sisi lain, aturan tersebut bertentangan baik oleh sebagian orang maupun dengan Undang-Undang serta peraturan terkait lainnya.

    Salah satu hal yang menarik untuk dibahas menjelang pemilu yang akan diselenggarakan pada tahun ini adalah mengenai larangan bagi mantan terpidana kasus korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif, bersamaan dengan mantan narapidana bandar narkoba dan kasus kejahatan seksual terhadap anak yang diatur dalam Peraturan KPU. Larangan bagi mantan terpidana kasus korupsi, terutama menimbulkan reaksi keras dari sebagian golongan yang berpendapat bahwa larangan tersebut membatasi hak berpolitik yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia dan bertentangan dengan UU No. 7 tahun 2017 (“UU Pemilu).

    manTan naRaPidana kORuPSi menJadi CalOn legiSlaTiF

  • 9

    OPINI

    Lebih lanjut, pasal-pasal mengenai larangan dalam Peraturan KPU tersebut oleh beberapa orang diajukan uji materiil ke Mahkamah Agung dengan perkara No. 46 P/HUM/2018 dan No.30 P/HUM/2018. Mahkamah Agung mengabulkan permohonan uji materiil tersebut dengan me-nyatakan bahwa Pasal 4 ayat 3 dan Pasal 60 ayat (1) huruf j Peraturan KPU tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan tidak berlaku umum sepanjang frasa “mantan terpidana korupsi”.

    Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa larangan bagi mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dianggap bertentangan dengan Pasal 240 ayat 1 huruf g dan Pasal 182 huruf g UU Pemilu yang menyatakan bahwa mantan narapidana yang telah menjalani hukuman lima tahun atau lebih, dapat mendaftar sebagai calon legislatif, asalkan KPU selaku penyelenggara pemilu terlebih dahulu mengumumkan kasus hukum yang pernah menjeratnya kepada publik dalam hal ini kasus korupsi. Dengan demikian, mantan terpidana korupsi tetap dapat mencalonkan diri sebagai anggota legislatif DPR/DPRD maupun DPD pada pemilu yang akan datang setelah mengumumkan hal tersebut kepada masyarakat.

    Sebagai informasi tambahan, pada pemilu tahun ini terdapat 49 (empat puluh sembilan) calon legislatif yang berstatus mantan narapidana korupsi. Berdasarkan UU Pemilu tidak diatur lebih lanjut mengenai tata cara pengumuman yang dimaksud dalam Pasal 240 ayat 1 huruf g dan Pasal 182 huruf g. Namun, dalam praktiknya, tahun ini KPU selaku penyelenggara pemilu telah mengumumkan dalam website KPU daftar nama-nama calon legislatif yang berstatus mantan narapidana korupsi tersebut dan telah disebarluaskan oleh media elektronik lainnya. Mengingat masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang masih belum dijangkau oleh jaringan internet, maka KPU berencana akan mengumumkan calon legislatif yang berstatus mantan narapidana korupsi di setiap Tempat Pemilihan Umum (TPU) pada saat pemilu berlangsung.

    Keputusan hakim yang mengabulkan permohonan uji materiil dalam perkara-perkara tersebut diatas menurut penulis sudah tepat karena hak memilih dan hak dipilih sebagai anggota legislatif merupakan

    hak dasar di bidang politik yang dijamin oleh Konstitusi, yaitu Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Hak politik juga diatur dalam Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang menyatakan “Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan”.

    Hak politik seseorang hanya dapat dicabut dengan melalui putusan Hakim sebagai pidana tambahan yang memperoleh kekuatan hukum tetap sesuai ketentuan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jadi, sepanjang seseorang mantan narapidana korupsi hak politiknya belum dicabut oleh putusan Hakim maka ia berhak mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dengan tetap memenuhi ketentuan dalam UU Pemilu. Sementara di sisi lain, pengumuman KPU terkait calon anggota legislatif yang pernah menjadi terpidana korupsi juga sebagai alat pengingat sekaligus penyeleksi yang berguna bagi para pemilih untuk memutuskan apa mereka mau diwakili oleh calon anggota legislatif yang memiliki rekam jejak terpidana korupsi. dgM

  • 10

    INfO

    P eraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum (“PeRMA 1/2018”) adalah produk per-aturan dari Mahkamah Agung guna meng-antisipasi penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum di Peradilan Umum yang akan di selenggarakan di tahun 2019 ini. Sebagaimana amanat dari UU No. 1 tahun 2015 jo. UU No. 10 tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No.1 tahun 2014 tentang Pemilihan gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU serta perubahan-perubahan nya (“UU Pemilihan”) dan UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (“UU Pemilu”).

    Tindak Pidana Pemilihan secara lengkap diatur dalam Pasal 177-198 UU Pemilihan. Selain itu, Tindak Pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan/atau kejahatan sebagaimana diatur secara lengkap dalam UU Pemilu Pasal 488-554. Tindak pidana pemilihan dan pemilu timbul karena adanya laporan dugaan tindak pidana pemilihan dan pemilu yang diteruskan oleh

    Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, Panwas Kabupaten/Kota serta Panwaslu Kecamatan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu 1 x 24 jam.

    Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Tinggi dalam memeriksa, mengadili, dan memutuskan tindak pidana pemilihan dan tindak pidana pemilu dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak berkas diterima Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi. Permohonan banding Pengadilan Negeri diberi batas waktu 3 hari sejak putusan dibacakan/diterima oleh pihak yang tidak hadir. Putusan Pengadilan Tinggi merupakan putusan terakhir dan mengikat serta tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun1.

    Dengan jangka waktu yang singkat, maka diperlu kan Majelis Hakim Khusus yang diangkat Ketua Mahkamah Agung dari hakim karir di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dan tidak diperkenankan untuk mengadili perkara lain kecuali perkara tindak pidana pemilihan dan/atau pemilihan umum2. fdH

    1. Pasal 3 ayat (8); 2. Pasal 4 Perma 1/2018

    PeRaTuRan maHkamaH agung nOmOR 1 TaHun 2018 TenTang

    TaTa CaRa PenYeleSaian Tindak Pidana PemiliHan

    dan PemiliHan umum

  • 11

    TANyA JAwAb

    Q: apa syarat yang diperlukan Pemilih Warga negara indonesia (Wni) untuk dapat menggunakan hak suaranya?

    A: Pemilih WNI dapat menggunakan hak suaranya apabila telah terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap di Luar Negeri (“DPT LN”), Daftar Pemilih Tambahan di Luar Negeri (“DPTb LN”), atau sebagai Daftar Pemilih Khusus Luar Negeri (“DPKLN”). DPKLN merupakan daftar Pemilih WNI yang memegang Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Paspor, atau Surat Perjalanan Laksana Paspor namun tidak terdaftar dalam DPT atau DPTb1,

    1. Pasal 98 ayat (1) Peraturan KPU No. 3/2019 jo. Pasal 1 angka 45 Peraturan KPU No. 3/2019; 2. Pasal 96 ayat (3) Peraturan KPU No. 3/2019; 3. Pasal 110 Peraturan KPU No. 3/2019; 4. Pasal 141 ayat (1) jo. Pasal 141 ayat (2) Peraturan KPU No. 3/2019; 5. Pasal 167 ayat (1) Peraturan KPU No. 3/2019; 6. Pasal 168 ayat (1) Peraturan KPU No. 3/2019; 7. Pasal 168 ayat (2) jo. Pasal 168 ayat (3) Peraturan KPU No. 3/2019; 8. Pasal 101 ayat (1) Peraturan KPU No. 3/2019; 9. Pasal 96 Peraturan KPU No. 3/2019

    Q: apabila sudah tercantum dalam dPT ln/ dPTb ln/ dPkln, bagaimana mekanisme penggunaan hak suaranya?

    A: Pemilih WNI dapat menggunakan salah satu dari 3 (tiga) opsi berikut:2• Pemungutan Suara di Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (“TPSLN”) yang dapat diakses pada Kedutaan Besar Republik Indonesia (“KBRI”) di negara setempat;3• Pemungutan Suara melalui Kotak Suara Keliling (“KSK”) yang disiapkan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (“KPPSLN”) di tempat yang mudah dijangkau Pemilih WNI4; dan• Pemungutan Suara melalui Pos, (hanya diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang berada di wilayah yang sulit untuk mengakses TPSLN atau KSK)5, di mana KPPSLN mengirimkan surat suara melalui Pos kepada Pemilih WNI paling lambat 30 (tiga puluh) Hari sebelum Hari dan tanggal Pemungutan Suara6. Surat suara tersebut dapat dikirim kembali melalui pos atau disampaikan secara langsung kepada Panitia Pemilihan Luar Negeri (“PPLN”) paling lambat pada hari dan tanggal penghitungan suara di negara setempat7.

    Q: Bagaimana mekanisme Pemilih Wni yang sedang berlibur di luar negeri?

    A: Pemilih WNI dapat mendaftarkan diri ke KPPSLN di TPSLN atau KSK dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Paspor atau Surat Perjalanan Laksana Paspor, untuk selanjutnya Pemilih WNI didaftarkan pada DPK LN8.

    Q: apakah Pemilih Wni juga dapat meng gunakan hak suaranya untuk memilih anggota legislatif sesuai domisili asalnya di kartu Tanda Penduduk?

    A: Berdasarkan ketentuan Pasal 96 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum (“Peraturan KPU No. 3/2019”), pemungutan suara di Luar Negeri dilaksanakan untuk memilih (i) Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden; dan (ii) Calon anggota DPR Daerah Pemilihan (“Dapil”) Daerah Khusus Ibukota Jakarta II9. Dengan demikian, terlepas dari domisili asal yang tercantum dalam Kartu Tanda Penduduk, Pemilih WNI akan memilih Calon Anggota DPR di Dapil Daerah Khusus Ibukota Jakarta II. KbA

    2019

    PEMILU

    PaRTiSiPaSi Wni diluaR negeRi dalam Pemilu

  • 12

    KIAT

    PeRSYaRaTan PenCalOnananggOTa legiSlaTiF

    Pemilihan presiden bukan satu-satunya pemilihan umum yang akan dilakukan masyarakat Indonesia tahun ini. Pemilihan legislatif sebagai wakil rakyat juga tidak kalah penting karena akan menentukan arah perjalanan bangsa ini hingga lima tahun ke depan.

    Dalam rangka menyaring anggota legislatif, KPU telah menerbitkan Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 yang telah diubah dengan Peraturan KPU No. 31 Tahun 2018 (“Peraturan kPU 20/2018”). Peraturan ini menetapkan tata cara serta syarat-syarat yang wajib dipenuhi oleh seseorang untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten. Penetapan syarat-syarat dalam peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 diharapkan dapat menghasilkan sekumpulan calon anggota legislatif terbaik untuk kemudian dipilih masyarakat menjadi wakil mereka.

    Berikut ketentuan persyaratan yang wajib dipenuhi oleh calon anggota legislatif pada Pemilu tahun 2019:a. Warga Negara Indonesiab. telah berumur 21 (dua puluh satu) tahun atau

    lebih terhitung sejak penetapan DCTc. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha esad. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan

    Republik Indonesiae. dapat berbicara, membaca, dan/atau menulis

    dalam bahasa Indonesia

    f. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat

    g. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika

    h. tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap kecuali mengumumkan secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana

    i. bukan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak

    j. sehat jasmani, rohani, dan bebas penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif

    k. terdaftar sebagai pemilih l. bersedia bekerja penuh waktum. mengundurkan diri sebagai:

    1) gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota atau wakil wali kota

    2) kepala desa3) perangkat desa yang mencakup unsur

    staf yang membantu Kepala Desa dalam penyusunan kebijakan dan koordinasi yang diwadahi dalam Sekretariat Desa,

  • 13

    KIAT

    dan unsur pendukung tugas Kepala Desa dalam pelaksanaan kebijakan yang diwadahi dalam bentuk pelaksana teknis dan unsur kewilayahan

    4) aparatur Sipil Negara5) anggota Tentara Nasional Indonesia6) anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia7) direksi, komisaris, dewan pengawas dan/atau

    karyawan pada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Desa, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara

    8) mengundurkan diri sebagai Penyelenggara Pemilu, Panitia Pemilu, atau Panitia Pengawas

    n. bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

    o. bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan pengawas dan/atau karyawan pada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Desa, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara

    p. menjadi anggota partai politikq. dicalonkan hanya di 1 (satu) lembaga perwakilanr. dicalonkan hanya oleh 1 (satu) partai politiks. dicalonkan hanya di 1 (satu) dapil; dant. mengundurkan diri sebagai anggota DPR,

    DPRD Provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota bagi calon anggota DPR, DPRD Provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota yang dicalonkan oleh Partai Politik yang berbeda dengan Partai Politik yang diwakili pada Pemilu Terakhir.

    Melalui persyaratan yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa persyaratan yang ditetapkan dalam Peraturan KPU umumnya dapat dikategorisasikan menjadi beberapa bagian pengaturan mulai dari tentang pengaturan mengenai pribadi calon anggota legislatif seperti usia, jenjang pendididikan, domisili serta pengamalan Pancasila; pengaturan mengenai kewajiban pengunduran diri dari posisi atau profesi tertentu untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan; pengaturan mengenai calon anggota legislatif yang pernah dipidana serta ketentuan mengenai pencalonan calon anggota legislatif oleh partai politik.

    Pengaturan mengenai persyaratan calon anggota legislatif diharapkan dapat menghasilkan calon wakil rakyat yang kompeten dan berintegritas. Partai politik juga memegang peranan penting dalam memastikan kualitas calon anggota legislatif yang diajukan, terutama sehubungan dengan revisi atas Peraturan KPU 20/2018 melalui Peraturan KPU 31/2018 yang intinya masih membolehkan mantan terpidana korupsi untuk mencalonkan diri, selama ia mengumumkan hal tersebut secara jujur dan terbuka kepada publik. Namun demikian, rakyat Indonesia memegang peranan penting untuk memastikan bahwa anggota legislatif terpilih adalah mereka yang benar-benar memiliki kemampuan dan aspirasi untuk mewakili rakyat. Utamakan peran edukasi politik untuk memastikan rakyat memiliki bahan dan pertimbangan yang memadai untuk menjatuhkan pilihan politiknya. wNA

  • 14