Upload
abu-faiza-gustawan
View
181
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
kaidah teknis pertambangan
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemanfaatan potensi bahan mineral bukan logam dan batuan untuk
menunjang pembangunan fisik di Kabupaten Majalengka masih mengalami
konflik yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan. Banyak yang beranggapan
bahwa kegiatan eksploitasi bahan galian merupakan salah satu kegiatan yang
memberikan andil terhadap degradasi kualitas lingkungan fisik dan infrastruktur
berupa kerusakan lahan, penurunan muka air tanah, pencemaran udara maupun
suara, serta kerusakan jalan.
Kebijakan dan strategi pengelolaan dalam usaha pemanfaatan sumber daya
mineral adalah optimalisasi pemanfaatn sumber daya mineral untuk kesejahteraan
rakyat, tetapi tetap pada prinsip konservasi yang menjamin daya dukung
kelestarian dan keseimbangan lingkungan untuk kehidupan masa depan. Upaya
yang dapat dilakukan adalah mitigasi (mengecilkan dampak) terhadap lingkungan
dengan lebih memahami karakteristik proses alam tersebut. Dampak dan
perubahan lingkungan dari pengusahaan mineral tergantung pada rona lingkungan
hidup awal yaitu: fisiografi dan geologi; ruang, lahan dan tanah; flora dan fauna
serta sosial dan kesehatan masyarakat.
Dalam upaya meminimalkan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh
aktifitas penambangan mineral maka perlu dibuat AMDAL (Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan) / UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan UPL
(Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup). Disamping itu perlu perencanaan tata
ruang daerah untuk kegiatan penambangan dan hanya dapat dilakukan pada zona
layak tambang.
Zona layak tambang dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang
diperbolehkan adanya kegiatan pertambangan karena tidak mempunyai kendala
lingkungan. Adapun zona layak tambang hendaknya tidak berada pada : Daerah
Permukiman Penduduk; Lokasi Wisata; Kawasan yang memberikan perlindungan
kawasan di bawahnya (Kawasan hutan lindung, Kawasan resapan air); Kawasan
Perlindungan Setempat (Sempadan sungai; Kawasan sekitar danau/waduk;
Kawasan sekitar mata air; Kawasan Suaka Alam Dan Cagar Budaya; Kawasan
Rawan Bencana.
Pengelolaan pertambangan yang baik perlu disusun suatu Rencana Induk
Pertambangan. Rencana Induk merupakan suatu bentuk perencanaan jangka
panjang yang disusun untuk merumuskan strategi dan program pembangunan.
Pada dasarnya Rencana Induk (RENDUK) yang dikenal juga sebagai master plan,
general plan, atau comprehensive plan.
Dalam kaitannya dengan perencanaan jangka panjang bidang pertambangan di
Kabupaten Majalengka maka pengertian Rencana Induk Pertambangan adalah
sebagai berikut :
(1). Perencanaan pertambangan atau Rencana Induk Pertambangan dilakukan
untuk tercapainya keterpaduan dalam pengelolaan secara kewilayahan di
Kabupaten Majalengka serta untuk melakukan perlindungan terhadap
daerah-daerah tidak layak tambang;
(2). Perencanaan pertambangan dilakukan dengan jalan menetapkan zona
pertambangan, kawasan pertambangan dan daerah pencadangan potensi
bahan galian tambang;
(3). Penentuan zona pertambangan, kawasan pertambangan dan daerah
pencadangan potensi bahan galian tambang ditetapkan oleh Bupati;
(4). Perencanaan pertambangan disusun secara terpadu dengan perencanaan
Tata Ruang.
Sejalan dengan pelaksanaan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 4 tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, yang memberikan kewenangan kepada
Daerah Otonom untuk mengatur kegiatan pengelolaan sumber daya alam
termasuk bahan mineral.
Sumber daya alam berupa bahan galian merupakan salah satu kekayaan
negara yang apabila dimanfaatkan secara baik dan benar akan dapat menjadi
penopang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam rangka menggerakan roda
pembangunan daerah. Agar kegiatan usaha pertambangan dapat memberikan
kontribusinya secara nyata bagi daerah, maka aspek legalitas dalam bentuk
perizinan perlu mendapat perhatian secara serius. Aspek ini merupakan hal yang
paling mendasar karena legalitas adalah bukti tertulis mengenai hak dan
kewajiban di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara jelas dan
transparan.
Dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan aspek legalitas dinilai penting,
karena sebelum mendapatkan izin, hal teknis dan administratif terlebih dahulu
dinilai oleh instansi teknis, apakah badan usaha atau perorangan yang akan
melakukan penambangan memang layak dan bonafide untuk melaksanakan
kegiatan penambangan secara baik dan benar. Kompetensi dan bonafiditas pelaku
usaha pertambangan sangat menentukan terselenggaranya pengelolaan
keselamatan pertambangan dan lingkungan pertambangan.
Kegiatan pertambangan dapat berlangsung sesuai dengan kaidah-kaidah
dan ketentuan yang berlaku, memerlukan persyaratan diantaranya perusahaan
harus sadar dan taat dalam melaksanakan hak dan kewajiban serta pemerintah
selaku pembina dan pengawas melaksanakan tugasnya secara konsisten dan
berkesinambungan.
Meskipun kegiatan usaha pertambangan di Kabupaten Majalengka lebih
dominan merupakan bahan galian konstruksi dan bahan galian industri yang
teknis pelaksanaannya hanya membutuhkan teknologi dan peralatan yang
sederhana, namun kenyataannya cukup banyak kasus-kasus kecelakaan maupun
kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan ini. Dengan demikian
kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap usaha pertambangan
harus secara teratur dan berkesinambungan dilaksanakan, dalam rangka
membangun dan mengarahkan usaha pertambangan melaksanakan prinsip good
mining practise.
Agar pelaksanaan pengawasan dan pembinaan terhadap para pelaku usaha
pertambangan dapat efektif dan efisien, maka kegiatan tersebut harus dilakukan
secara sinergis bersama stakeholder (pihak yang berkepentingan) dalam
pengelolaan usaha pertambangan.
Berdasarkan uraian di atas dan sesuai dengan kedudukan dan tugas pokok
penulis, maka judul yang dipilih adalah “Rencana Kerja Peningkatan
Pengetahuan Bagi Pelaku Usaha Pertambangan melalui Kegiatan
Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Usaha Pertambangan pada
Bidang Pertambangan dan Energi Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air,
Pertambangan dan Energi Kabupaten Majalengka”.
B. Isu Aktual
Baru-baru ini, di media massa sering kita membaca pemberitaan bahwa
kegiatan penambangan mineral dan batuan menyebabkan terjadinya kerusakan
lingkungan. Pemerhati lingkungan seringkali menuding, aktifitas penambangan
merupakan salah satu penyebab kerusakan lingkungan. Aktifitas penambangan
pulalah yang dituding sebagai salah satu penyebab kerusakan jalan. Lagi-lagi kita
akan berkesimpulan yang sama apabila kita berkunjung ke suatu lokasi
penambangan. Lengkap sudah tudingan bahwa kegiatan penambangan sebagai
penyebab kerusakan lingkungan. Benarkah penambangan merusak lingkungan?
Segala kegiatan industri, termasuk industri pertambangan, dan aktifitas
manusia di dalam menyediakan prasarana dan sarana kehidupannya seperti
membangun rumah, jalan, jembatan, pasar, dan sebagainya, akan menyebabkan
dampak positif dan negatif terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.
Kegiatan pertambangan dapat berdampak pada perubahan/rusaknya
ekosistem. Ekosistem yang rusak diartikan sebagai suatu ekosistem yang tidak
dapat lagi menjalankan fungsinya secara optimal, seperti perlindungan tanah, tata
air, pengatur cuaca, dan fungsi-fungsi lainnya dalam mengatur perlindungan alam
lingkungan.
C. Dasar Teori
Kebijakan dan strategi pengelolaan dalam usaha pemanfaatan sumber daya
mineral adalah optimalisasi pemanfaatan sumber daya mineral untuk
kesejahteraan rakyat, tetapi tetap pada prinsip konservasi yang menjamin daya
dukung kelestarian dan keseimbangan lingkungan untuk kehidupan masa depan.
Upaya yang dapat dilakukan adalah mitigasi (mengecilkan dampak) terhadap
lingkungan dengan lebih memahami karakteristik proses alam tersebut.
Dampak dan perubahan lingkungan dari pengusahaan mineral tergantung
pada rona lingkungan hidup awal yaitu: iklim dan udara; fisiografi dan geologi;
ruang, lahan dan tanah; flora dan fauna serta sosial dan kesehatan masyarakat.
Dampak tersebut merupakan harga yang harus dibayar atas pemanfaatan sumber
daya mineral dalam kehidupan manusia.
Dalam upaya meminimalkan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh
aktifitas penambangan mineral maka perlu disusun dokumen AMDAL (Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan) atau UKL (Usaha Pengelolaan Lingkungan
Hidup)- UPL (Usaha Pemantauan Lingkungan Hidup). Disamping itu perlu
perencanaan tata ruang daerah untuk kegiatan penambangan.
Kegiatan penambangan hanya dapat dilakukan pada zona layak tambang.
Zona layak tambang dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang
diperbolehkan adanya kegiatan pertambangan karena tidak mempunyai kendala
lingkungan seperti: Daerah Permukiman Penduduk, Lokasi Wisata, Kawasan
Hutan Lindung, Kawasan Resapan Air, Sempadan Sungai, Kawasan sekitar
Danau/Waduk, Kawasan sekitar Mata Air, Kawasan Suaka Alam, Taman
nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam, Kawasan cagar budaya dan
ilmu pengetahuan, Kawasan Rawan Bencana. Dalam menyamakan persepsi
mengenai dampak lingkungan, perlu dibuat kriteria kerusakan lingkungan bagi
kegiatan penambangan bahan mineral.
Untuk memberikan landasan hukum yang tegas dan jelas dalam rangka
mengatur pengusahaan pertambangan mineral agar lebih terarah, terpadu dan
menyeluruh serta berkelanjutan, yang bertujuan agar pengelolaan pertambangan
dilakukan secara tertib, berdayaguna dan berhasilguna serta berwawasan
lingkungan agar dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat maka perlu
disusun tata cara izin usaha pertambanga.
Prosedur izin usaha pertambangan perlu segera dibuat, mengingat aturan-
aturan (Perda No. 3 tahun 2004 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan dan
Perbup Majalengka Nomor 12 tahun 2005 tentang Tata Cara dan Syarat-Syarat
Pengajuan Izin Pertambangan) yang berlaku hingga saat ini sudah tidak sesuai
dengan tuntutan yang ada di Kabupaten Majalengka. Di samping itu dengan
diundangkannya UU No. 4 tahun 2009, maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan- Ketentuan Pokok Pertambangan sudah tidak berlaku.
Agar pemegang IUP dalam melakukan kegiatan penambangan maupun
pasca penambangan tetap menjaga keseimbangan dan ketertiban lingkungan, perlu
dilakukan usaha pembinaan dan pengawasan yang berkelanjutan. Pemegang IUP
wajib melaksanakan segala kewajibannya seperti: melaksanakan segala ketentuan
yang tertuang dalam dokumen UKL dan UPL, melakukan teknik penambangan
yang benar sesuai dengan syarat teknis, melaporkan hasil produksi bahan galian
yang diproduksi setiap bulan kepada Dinas/Instansi yang berwenang, membayar
pajak galian C sesuai dengan peraturan yang ada, bertanggung jawab atas segala
kerusakan sarana umum yang diakibatkan oleh mobilisasi kegiatan penambangan.
Di samping itu, baik IUP masih berlaku maupun habis masa berlakunya, wajib
melakukan reklamasi pada lahan bekas tambang. Reklamasi ini wajib dilakukan
pada saat kegiatan penambangan sedang dilakukan dan diharapkan akan selesai
apabila penambangan dihentikan karena deposito habis maupun izin habis.
Apabila reklamasi tidak dilaksanakan pada saat IUP habis masa berlakunya, maka
akan dituntut sesuai dengan peraturan yang berlaku.
C.1. ASPEK KELAYAKAN TEKNIS
C.1.1. Kelayakan Tata Ruang dan Peruntukkan Lahan
Dalam upaya meminimalkan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh
aktifitas penambangan mineral perlu perencanaan tata ruang daerah untuk
kegiatan penambangan. Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) hendaknya
tidak berada pada :
a) Daerah Permukiman Penduduk, yaitu suatu wilayah yang terdapat
sekelompok atau bererapa kelompok rumah untuk tempat tinggal.
b) Kawasan Hutan Lindung, yaitu kawasan hutan yang memiliki sifat
khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan
sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air,
pencegahan banjir dan erosi serta pemerliharaan kesuburan tanah.
c) Kawasan Resapan Air, yaitu kawasan yang mempunyai kemampuan
tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga merupakan tempat
pengisian air bumi (akuifer) yang berguna sebagai sumber air.
Memberikan ruang yang cukup bagi peresapan air hujan pada daerah
resapan air tanah untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah
dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya
maupun kawasan yang bersangkutan. Kawasan resapan air dicirikan
dengan curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah
meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan
air hujan secara besar-besaran.
d) Sempadan sungai, yaitu kawasan sepanjang kiri kanan sungai,
termasuk sungai buatan/ kanal/saluran/irigasi primer yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan melestarikan
fungsi sungai. Melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat
mengganggu dan merusak kwalitas air sungai, kondisi fisik pinggir
dan dasar sungai, serta mengamankan aliran sungai. Sekurang-
kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri
kanan anak sungai yang berada di luar permukiman.
e) Kawasan sekitar danau/waduk, yaitu kawasan tertentu di sekeliling
danau/waduk yang mem-punyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi danau/ waduk.
f) Kawasan sekitar mata air, yaitu kawasan di sekitar mata air yang
mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian
fungsi mata air. Melindungi danau/waduk dari kegiatan budidaya
yang dapat merusak kwalitas air, dan kondisi fisik kawasan
sekitarnya. Sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter
disekeliling mata air, kecuali untuk kepentingan umum.
g) Suaka Alam, yaitu kawasan yang memiliki ekosistem khas yang
berupa habitat alami yang memberikan perlindungan bagi
pengembangan flora dan fauna yang khas dan beranekaragam.
h) Taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam, yaitu
kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang
dimanfaatkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan,
parawisata, rekreasi dan pendidikan.
i) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan, yaitu kawasan
pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi
tumbuhan dan atau satwa alami atau buatan, jenis asli dan atau
bukan asli, pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan,
kebudayaan, pariwisata dan rekreasi.
j) Kawasan Rawan Bencana adalah kawasan yang sering atau
berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Melindungi manusia dan
kegiatannya dari bencana yang disebabkan oleh alam maupun secara
tidak langsung oleh perbuatan manusia. Daerah yang didefinisikan
sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana alam seperti letusan
gunung berapi, gempa bumi, longsor dan lainnya.
Di samping itu peruntukkan lahan perlu diperhatikan. Lahan yang akan
digunakan sebagai wilayah izin usaha pertambangan merupakan bukan lahan
produktif atau lahan pasca pertambangan hendaknya lebih produktif atau sama
dengan lahan awal sebelum penambangan.
B. Kelayakan Teknis Penambangan
Aturan pertama dari eksploitasi tambang adalah memilih suatu metode
penambangan yang paling sesuai dengan karakteristik unik (alam, geologi,
lingkungan dan sebagainya) dari endapan mineral yang ditambang. Dalam
menentukan pemilihan suatu penambangan maka perlu diketahui terlebih dahulu
letak endapan dibandingkan dengan tanah penutupnya.
System penambangan dapat digolongkan dalam 3 (tiga) macam cara/ metode
penambangan, yaitu :
a. Tambang terbuka (surface mining).
b. Tambang bawah air (under water mining).
c. Tambang bawah tanah (underground mining).
Untuk saat ini tambang yang ada adalah tambang terbuka dan
tambang bawah air, sehingga pedoman tambang bawah tanah tidak
dibahas.
4.1.2.1 Tambang Terbuka
Metoda penambangan ini pada prinsipnya dilakukan berdasarkan
“permukaan”, secara garis besar dapat dibagi menjadi :
4.1.2.2 Open Pit
Operasi penambangan dengan metoda open pit dilakukan dengan
melaksanakan beberapa tahap pekerjaan antara lain : pemecahan batuan
dengan pemboran dan peledakan diikuti operasi penanganan material
penggalian, pemuatan dan pengangkutan.
Pada ‘open pit mining’ tanah penutup (over burden) dikupas dan
ditransportasikan ke suatu daerah penambangan yang tidak ada endapan
mineral berharga di bawahnya.
4.1.2.3 Open Cut Mining
Operasi penambangan dengan metoda ‘open cut mining’
hamper sama dengan ‘open pit mining’, namun pada ‘open cut
mining’ tanah penutup (over burden) tidak dibuang pada
daerah pembuangan, akan tetapi langsung diangkut ke daerah
yang berbatasan dengan daerah yang telah ditambang.
4.1.2.4 Alluvial Placer Mining
Secara geologi suatu endapan ‘placer’ adalah suatu
konsentrasi mekanik dari mineral berat, yang dapat menjadi
suatu endapan bijih jika menguntungkan dari segi nilainya.
Pada umumnya endapan ini adalah emas, intan, timah
(cassiterite). Placer disebut alluvial, sebab endapan ini
dikategorikan sebagai residual ditinjau dari segi lokasi.
4.1.2.5. Strip Mining
Penambangan yang berlapis mendatar biasanya lapisan
batubara, adapun operasi penambangannya terlabih dahulu
dengan cara mengupas tanah penutupnya (over burden),
kemudian diambil batubaranya lapis demi lapis, sehingga
akhirnya akan membentuk cekungan yang luas, kalau terisi air
hujan maka akan membentuk seperti danau buatan/waduk.
4.1.2.6. Quary Mining
Kuari hampir sama dengan open pit, tetapi jenjangnya adalah
pendek dan hampir vertical. Meskipun ‘quary’ selama ini
diterapkan untuk bahan galian non logam, namun lebih disukai
terutama untuk batu gamping.
4.1.2.7. Teknik Penambangan di Sungai
Pengertian sungai merupakan system pengaliran air mulai
dari mata air sampai dengan muara, dibatasi kanan-kiri dan
sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan atau tempat-
tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai
dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan-kirinya
sepanjang pengairannya oleh garis sempadan. Di sekitar
sungai terdapat Daerah Manfaat Sungai yaitu merupakan
mata air, palung sungai dan daerah sempadan yang telah
dibebaskan, serta Daerah Pemanfaatan Sungai yaitu
merupakan dataran banjir, daerah retensi, bantaran atau
daerah sempadan yang tidak dibebaskan.
Prinsip penambangan di alur sungai adalah tidak semata-mata
melakukan penambangan dalam pengertian untuk
mendapatkan keuntungan dari penjualan bahan galian, namun
diusahakan dalam rangka pengamanan fungsi sungai dan
merupakan alternative terakhir.
Upaya memperkecil dampak Negatif harus dilakukan kajian
awal baik dari segi teknis, lingkungan maupun sosial
masyarakat sehingga diharapkan pelaksanaannya dapat
memperkecil dampak negative yang ditimbulkan akibat
kegiatan penambangan tersebut. Objek Fungsi Sungai
meliputi aliran sungai, morfologi sungai, palung sungai,
bantaran dasar dan tebing, lapisan perisai sungai, lahan kiri-
kanan yang dapat mempengaruhi morfologi sungai, serta
bangunan-bangunan pengairan dan bangunan-bangunan
umum.
4.1.2.7.1 Pengamanan Sungai, yaitu melindungi,
mengamankan dan melestarikan fungsi sungai berikut
bangunan-bangunan pengairan dan bangunan-bangunan
umum.
4.1.2.7.2 Garis Sempadan
Merupakan garis batas luar sungai
Merupakan garis bats luar pengamanan sungai
4.1.2.7.3 Daerah Sempadan, yaitu kawasan sepanjang kiri-
kanan sungai termasuk sungai buatan yang mempunyai
manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian sungai.
4.1.2.7.4 Morfologi Sungai, yaitu hal yang berhubungan
dengan bentuk, sifat dan perilaku sungai
4.1.2.7.5 Bantaran
Adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai
sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam.
Adalah lahan pada kedua sisi sepanjang palung sungai yang
terendam air pada debit aliran yang melebihi kapasitas
tampung palung sungai.
4.1.2.7.6 Tanggul, yaitu bangunan pengendali sungai yang
dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk
melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpahan air
sungai.
4.1.2.7.7 Tepi Sungai , yaitu batas luar palung sungai.
4.1.2.7.8 Klasifikasi Usaha Tambang di Alur Sungai
Pertambangan Besar, yakni dengan produksi lebih dari
100 M3 per hari, yang dilakukan dengan atau tanpa mesin.
Ijinnya diterbitkan oleh Gubernur
Usaha Tambang Sedang, yakni produksi rata-rata 20 – 100
M3 perhari yang dilakukan tanpa mesin.
Usaha Pertambangan Rakyat, yakni produksi kurang dari
20 meter kubik per hari yang dilakukan tanpa mesin.
4.1.2.7.9 Syarat Penambangan
Tidak menimbulkan perubahan perilaku yang berbahaya
Tidak menimbulkan degradasi ataupun agradasi
Tidak melampaui ketebalan minimal lapisan perisai sungai
4.1.2.7.10 Lokasi Tambang
Ditetapkan pada daerah agradasi, sediment tikungan dalam,
daerah rencana sudetan dan kantong-kantong pasir/lahan.
4.1.2.7.11 Bangunan Pengaman Sungai
Untuk pengamanan sungai terhadap penambangan bahan
galian golongan C di sungai dapat disyaratkan dibangun
bangunan pengamanan sungai seperti bangunan pengontrol
dasar sungai, krip atau pengaman tebing.
4.1.2.7.12 Posisi Tambang
Jika posisi tambang yang pasti terhadap bangunan sungai
ditentukan oleh macam bangunan, jenis material & ketebalan
lapisan perisai dasar sungai. Penentuan secara umum sebagai
berikut:
Lokasi penambangan yang berada disebelah hulu bangunan
sungai sekurang-kurangnya berjarak 500 m dari bangunan
sungai yang bersangkutan.
Lokasi penambangan yang berada disebelah hilir bangunan
sungai sekurang-kurangnya berjarak 1000 m dari bangunan
sungai yang bersangkutan