Upload
zidamansyah
View
79
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tehnik menetukan jenis kelamin
Citation preview
Metode menentukan jenis kelamin anak
Dr. Zulfikar Idamansyah, SpOG HP 085377226333
RSIA GRAHA MANDIRI, PALEMBANG
� Bila mempunyai anak sepasang, laki-laki dan perempuan è sempurna
� Anak Laki-laki èsimbol kepeimpinan keluarga
� Anak Perempuan èmengurus orang tua kelak
� è Menentukan jenis kelamin dengan berbagai metode-metode
Teori � Sperma laki-laki mengandung unsur
spermatozoa X dan Y, � spermatozoon X menentukan unsur
perempuan sedangkan Y adalah unsur laki-laki.
� Berdasarkan sifat-sifat physiologi dari spermatozoa diatas, para ahli gynetika membuat teori dalam memilih untuk melahirkan bayi laki-laki atau perempuan.
MITOS
� "Sssst, kalau kepengin anak laki-laki, waktu berhubungan minta saja suamimu pakai sepatu boot. Lalu posisi saat berhubungan harus miring ke kanan. Pasti deh nanti anaknya 'jagoan'!"
MITOS
� Jenis kelamin anak pertama tergantung pada siapa yang jatuh cinta lebih dulu.
� Bila si ayah yang duluan jatuh cinta pada ibu maka pasangan tersebut akan dikaruniai anak laki-laki.
� Begitu juga sebaliknya.
� Kondisi ibu yang sedang mengandung pun dipercayai merupakan cerminan jenis kelamin janinnya.
� Bila wajah ibu terlihat pucat tetapi rajin berdandan kemudian bentuk perutnya mirip telur dan condong ke bawah diyakini janinnya berjenis kelamin perempuan.
� Namun, bila wajah ibu terlihat kusam, malas berdandan, penuh jerawat, penampilannya cuek, dan bentuk perut menonjol ke atas maka bayinya laki-laki.
� Tak cuma kita di Indonesia saja yang mengenal mitos-mitos seperti itu.
� Masyarakat Jepang pun punya kepercayaan-kepercayaan serupa.
� Mereka misalnya percaya bahwa jenis kelamin anak yang bakal lahir bisa diramal dari bulu kuduk anak sebelumnya.
� Jika bulu kuduknya menyebar, maka anak berikutnya pasti laki-laki.
� Namun bila bulu kuduk anak sebelumnya menyatu, maka anak berikutnya perempuan.
� Umpamanya, untuk mendapatkan anak perempuan, ibu harus banyak makan makanan yang manis-manis.
� Hal ini tentu berlawanan dengan anjuran dokter, karena makanan manis bisa memicu timbulnya penyakit, seperti diabetes dan hipertensi.
Teori Akihito
� intinya teori ini berdasarkan pada penghitungan masa ovulasi (pengeluaran sel telur) istri.
� Seperti diketahui, laki-laki dalam hal ini sel sperma ada yang memiliki kromosom seks jenis X dan Y. Sedangkan wanita punya 2 kromosom seks yang sama yaitu X dan X.
� Bila dalam berhubungan intim, sperma X membuahi sel telur maka terjadilah pertemuan kromosom X dengan X, sehingga yang didapat adalah bayi perempuan (XX).
� Sebaliknya bila sperma Y yang membuahi sel telur, maka kromosom Y akan bertemu kromosom X sehingga akan mendapat bayi laki-laki (XY).
� Jadi intinya, anak laki-laki bisa diperoleh jika sperma Y lebih dulu membuahi sel telur.
� Sedangkan untuk mendapatkan anak perempuan maka sperma X yang harus lebih dulu membuahi sel telur.
� Hasil penelitian juga menunjukkan masing-masing kromosom memiliki karakter sendiri-sendiri.
� Sperma Y berbentuk bundar, ukurannya lebih kecil atau sekitar sepertiga kromosom X, bersinar terang, jalannya lebih cepat, dan usianya lebih pendek serta kurang tahan dalam suasana asam.
� Sedangkan sperma X ukurannya lebih besar, berjalan lamban, bentuknya lebih panjang, dan dapat bertahan hidup lebih lama serta lebih tahan suasana asam.
� Dari data itu bisa disimpulkan jika ingin memperoleh anak laki-laki maka hubungan intim harus dilakukan bertepatan atau segera setelah terjadi ovulasi (saat keluarnya sel telur dari indung telur atau masa subur).
� Dengan begitu, sperma Y yang masuk ke dalam rahim dapat langsung membuahi sel telur.
� Sedangkan untuk mendapatkan anak perempuan, hubungan intim sebaiknya dilakukan sebelum ovulasi terjadi.
� Misalnya, ovulasi diperkirakan terjadi pada tanggal 10. Oleh karena itu, hubungan intim sebaiknya dilakukan 3 hari sebelumnya, sehingga pada saat ovulasi terjadi tinggal sperma X yang masih hidup dan membuahi sel telur.
� Metode ini memang tidak praktis karena pasangan harus tahu saat tepat berlangsungnya ovulasi. Padahal untuk mengetahui hal itu seorang wanita harus mengukur suhu basal tubuhnya selama 3 bulan berturut-turut.
� Proses pengukurannya pun tidak boleh salah, yakni dengan meletakkan termometer khusus di mulut setiap pagi sebelum turun dari tempat tidur.
� Ada beberapa syarat lain, seperti suhu ruang harus normal dan wanita tidak dalam keadaan sakit.
� Lalu, hasil pengukuran itu dicatat dalam sebuah tabel. Bila suatu hari, suhu tubuh menunjukkan peningkatan dibanding suhu basal, berarti saat itulah ovulasi sedang terjadi.
� Sayangnya, bagi wanita yang siklus haidnya tidak teratur, hal ini tentu sulit dilakukan.
� Keakuratan metode ini juga rendah karena biar bagaimana pun kita tidak tahu apakah sperma X atau Y yang berhasil membuahi sel telur.
Inseminasi Buatan
� Hasil yang lebih akurat ketimbang metode Akihito.
� "Jaminan keberhasilan metode ini adalah 85% untuk bayi perempuan dan 80% untuk bayi laki-laki,"
� Proses inseminasi ini diawali dengan menampung sperma di dalam gelas hasil dari masturbasi atau coitus interuptus.
� Kemudian, sperma disaring dengan dua lapis media khusus yang kekentalannya berbeda untuk memisahkan sperma dengan semennya, serta sperma X dari sperma Y.
� Pemisahan dapat dilakukan karena berat molekul keduanya berbeda. Sperma X akan lebih cepat mencapai lapisan bawah dibanding sperma Y.
� Sedangkan dengan melihat teknik berenang keduanya, mana yang lebih dulu bergerak ke atas, itulah sperma Y.
� Kemudian sperma yang sudah dipisahkan akan disuntikkan ke dalam rahim saat istri sedang melalui masa subur.
MENDAPATKAN ANAK LAKI-LAKI
� Membilas Vagina dengan Air + Soda
� Istri Orgasme Lebih Dulu � Posisi Knee-Chest � Penetrasi Dalam � "Puasa" Sementara
MEMPEROLEH ANAK PEREMPUAN
� Membasuh Vagina dengan Air + Cuka
� Hindari Orgasme � Posisi Muka Bertemu Muka � Penetrasi Pendek � Seks Teratur
Kesimpulan
� Semua metode penentuan jenis kelamin anak tidak dapat dijamin 100% keakuratannya.
� Semua kembali kepada kekuasaan Allah, sang pencipta manusia.
� Laki atau perempuan sama saja � Yang penting kualitas dari anak
yang dibesarkan kelak, bukan kuantitas