7
Konteks Batu Hijau adalah tambang terbuka di Indonesia dengan komoditas utama berupa tembaga dan emas dengan sejumlah kecil perak. Terletak di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, tambang ini pertama kali ditemukan di tahun 1990 dan mulai berproduksi di akhir tahun 1999. Hingga tahun 2015, tambang ini telah memproduksi 7,3 miliar pon tembaga dan 7,1 juta ons emas dengan 5,4 miliar pon tembaga dan 5,6 juta ons emas cadangan terbukti. 1 Batu HIjau adalah penghasil tembaga terbesar kedua di Indonesia. Dioperasikan oleh PT Newmont Nusa Tenggara (“PTNNT”) melalui Kontrak Karya Generasi ke-4. PTNNT sendiri dimiliki oleh: - Newmont Mining Corporation 31,5% - Sumitomo 2 24,5% - PT Multi Daerah Bersaing 24% - PT Pukuafu Indah 17,8% - PT Indonesia Masbaga Investama 2,2% Tambang Batu HIjau kini tengah melalui proses renegosiasi kontrak dengan poin-poin meliputi perubahan tarif royalti, wilayah pertambangan, divestasi dan kewajiban pembangunan fasilitas smelter. Tambang ini berkontribusi hingga 12% pendapatan ekonomi provinsi (termasuk tiga penyumbang terbesar). Dengan adanya mekanisme Dana Bagi Hasil, tambang ini menyokong lebih dari 50% Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sumbawa Barat. 3 Tambang ini juga mempekerjakan lebih dari 4000 karyawan, yang mana lebih dari 90% diantaranya merupakan pekerja lokal. 4 1 Laporan Tahunan Newmont, 2015 2 Bersama dengan perusahaan Jepang lainnya 3 Badan Pusat Statistik, 2016 4 https://www.ptnnt.co.id/workforce-reductions-1.aspx Ringkasan Eksekutif Batu Hijau adalah penghasil tembaga terbesar kedua di Indonesia, dioperasikan oleh Newmont Nusa Tenggara melalui KK Generasi ke-4. Ditemukan di tahun 1990. Mulai berproduksi di akhir tahun 1999. Hingga tahun 2015, Batu Hijau telah memproduksi 7,3 miliar pon tembaga dan 7,1 juta ons emas. Di akhir tahun 2015, cadangan terbukti dan terkira mencapai 5,4 miliar pon tembaga dan 5,5 juta ons emas. Produksi menurun pada 2012- 2014 karena pengembangan fase 6 dan penghentian operasi sementara di tahun 2014 akibat larangan eskpor. Bahkan dengan ini dan jatuhnya harga tembaga, tambang Batu Hijau memiliki IRR setelah pajak yang relatif tinggi, yakni 17%. Tambang Batu Hijau, Indonesia Laporan Naratif

Tambang Batu Hijau, Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tambang Batu Hijau, Indonesia

Konteks

Batu Hijau adalah tambang terbuka di Indonesia dengan komoditas

utama berupa tembaga dan emas dengan sejumlah kecil perak.

Terletak di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat,

tambang ini pertama kali ditemukan di tahun 1990 dan mulai

berproduksi di akhir tahun 1999. Hingga tahun 2015, tambang ini telah

memproduksi 7,3 miliar pon tembaga dan 7,1 juta ons emas dengan

5,4 miliar pon tembaga dan 5,6 juta ons emas cadangan terbukti. 1

Batu HIjau adalah penghasil tembaga terbesar kedua di Indonesia.

Dioperasikan oleh PT Newmont Nusa Tenggara (“PTNNT”) melalui

Kontrak Karya Generasi ke-4. PTNNT sendiri dimiliki oleh:

- Newmont Mining Corporation 31,5%

- Sumitomo2 24,5%

- PT Multi Daerah Bersaing 24%

- PT Pukuafu Indah 17,8%

- PT Indonesia Masbaga Investama 2,2%

Tambang Batu HIjau kini tengah melalui proses renegosiasi kontrak

dengan poin-poin meliputi perubahan tarif royalti, wilayah

pertambangan, divestasi dan kewajiban pembangunan fasilitas

smelter.

Tambang ini berkontribusi hingga 12% pendapatan ekonomi provinsi

(termasuk tiga penyumbang terbesar). Dengan adanya mekanisme

Dana Bagi Hasil, tambang ini menyokong lebih dari 50% Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Sumbawa Barat.3

Tambang ini juga mempekerjakan lebih dari 4000 karyawan, yang

mana lebih dari 90% diantaranya merupakan pekerja lokal. 4

1 Laporan Tahunan Newmont, 2015 2 Bersama dengan perusahaan Jepang lainnya 3 Badan Pusat Statistik, 2016 4 https://www.ptnnt.co.id/workforce-reductions-1.aspx

Ringkasan Eksekutif

Batu Hijau adalah penghasil

tembaga terbesar kedua di

Indonesia, dioperasikan oleh

Newmont Nusa Tenggara

melalui KK Generasi ke-4.

Ditemukan di tahun 1990.

Mulai berproduksi di akhir

tahun 1999. Hingga tahun

2015, Batu Hijau telah

memproduksi 7,3 miliar pon

tembaga dan 7,1 juta ons

emas. Di akhir tahun 2015,

cadangan terbukti dan

terkira mencapai 5,4 miliar

pon tembaga dan 5,5 juta

ons emas.

Produksi menurun pada 2012-

2014 karena pengembangan

fase 6 dan penghentian

operasi sementara di tahun

2014 akibat larangan eskpor.

Bahkan dengan ini dan

jatuhnya harga tembaga,

tambang Batu Hijau memiliki

IRR setelah pajak yang relatif

tinggi, yakni 17%.

Tambang Batu Hijau, Indonesia

Laporan Naratif

Page 2: Tambang Batu Hijau, Indonesia

Asumsi

Kami secara terpisah menyusun model untuk produksi tembaga dan emas, penjualan,

dan pendapatan dan melakukan rekonstruksi produksi, harga realisasi dan biaya

tambang dengan menggunakan informasi publik yang tersedia, utamanya berasal dari

laporan Nusa Tenggara Partnership V.O.F-entitas bersama Newmont dan Sumitomo

yang memiliki saham di Batu Hijau.

Kami mencatat bahwa Batu Hijau memasuki fase pengembangan baru di tahun 2011.

Meski proses ini telah selesai di tahun 2014, PTNNT melakukan penghentian sementara

operasi pada Juni 2014 akibat larangan ekspor mineral mentah. Operasi penambangan

kembali dimulai pada September 2014 setelah PTNNT mendapatkan izin ekspor

konsentrat dari pemerintah Indonesia. Hal ini berdampak pada rendahnya produksi Batu

Hijau pada tahun 2011 hingga 2014, yang mana dapat dilihat di gambar 4.

Karena tidak adanya perkiraan produksi untuk sisa umur tambang, kami mengasumsikan

produksi terus berjalan dengan tingkat produksi yang sama dengan tahun 2015 hingga

tahun 2026 dan berhenti ketika total produksi dari tahun 2016 ke depan sesuai dengan

angka cadangan terbukti dan terkira (proven and probable reserves) di tahun 2015.

Dengan demikian total umur tambang mencapai 28 tahun (17 tahun sampai saat ini

dan 11 tahun yang tersisa). Pengguna dapat mengganti asumsi perkiraan ini pada

dashboard model. Juga terdapat kemungkinan produksi akan berlanjut lebih lama jika

pada masa yang akan datang sumber daya mineral dikonversi menjadi cadangan.

Tabel 1. Asumsi Parameter Ekonomi

Parameter Ekonomi

Umur tambang (LOM) 28 tahun (tambang berhenti operasi di tahun 2026)

Profil produksi (LOM)

12,7 miliar pon tembaga dengan 5,4 miliar pon cadangan

tersisa (2015). Produksi yang akan datang diasumsikan

konstan pada angka 494 juta pon per tahun.

12,6 juta ons emas dengan 5,6 juta ons cadangan tersisa

(2015). Produksi yang akan datang diasumsikan konstan

pada angka 500 ribu ons per tahun.

Perkiraan harga

$2,50 per pon harga tembaga konstam (IMF WEO Copper)

$1.476 per ons harga emas (dihitung dari rasio harga emas

dan tembaga pada Desember 2016 yang diamati pada

Oktober 2016)

Biaya

$87 juta biaya eksplorasi

$2,48 miliar biaya pengembangan

$1,59 miliar sustaining capital

$286 juta biaya pasca tambang

$10,58 miliar biaya operasi selama umur tambang

$15,02 miliar total biaya (Laporan Tahunan Newmont)

Page 3: Tambang Batu Hijau, Indonesia

Rezim fiskal secara garis besar diatur dalam kontrak karya, namun perubahan terjadi di

tahun 2014 sebgai dampak dari renegosiasi kontrak. Perusahaan menyepakati kenaikan

tarif royalti. Selain itu, pemerintah Indonesia juga mengeluarkan kebijakan ekspor baru

di tahun 2014 untuk mendukung kebijakan hilirisasi. Melalui kebijakan ini, perusahaan

dilarang melakukan ekspor mineral mentah. Perusahaan juga harus mendapatkan izin

ekspor dari pemerintah serta membayar bea ekspor yang tarifnya tergantung pada

kemajuan pembangunan smelter untuk dapat melakukan ekspor konsentrat.

Kami menyusun model tambang Batu Hijau dari perspektif PTNNT tanpa

mempertimbangkan pengaturan pembiayaan yang kompleks antara sejumlah

pemegang saham. Karenanya, kami menyusun model tambang ini seolah hanya

memiliki satu pemilik yang menyediakan seluruh investasi yang dibutuhkan dalam bentuk

ekuitas. Kami bermaksud memperluas model ini dengan memasukkan aspek

pembiayaan, mengingat hal ini dapat mempengaruhi penerimaan negara yang ditaksir

oleh model akibat pengurangan biaya pendanaan.

Tabel 2. Asumsi Rezim Fiskal

Rezim Fiskal

Tarif royalti

1,7% royalti tembaga (hingga 2014); 4% royalti tembaga

(2015 dst.)

1 hingga 2% royalti emas, tergantung harga (hingga 2014);

3,75% royalti emas (2015 dst.)

Royalti tambahan untuk

ekspor tembaga Tarif royalti dua kali lipat untuk ekspor tembaga

Bea ekspor 0 hingga 7,5%, tergantung kemajuan pembangunan smelter

(diberlakukan mulai 2014)

Pajak pendapatan 35%

Pemotongan pajak dividen 15% untuk WP dalam negeri dan 10% untuk WP luar negeri,

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) diberlakukan

Penyusutan aset 25% saldo menurun (declining balance)

Temuan

Model ini menunjukkan kesesuaian antara harga acuan tembaga dan emas5 dengan

harga aktual, harga realisasi yang dilaporkan – gap hanya 1,1% dan 0,6% untuk

tembaga dan emas untuk penjualan aktual hingga saat ini. Akan tetapi, gap cukup

fluktuatif dari tahun ke tahun, karenanya membutuhkan diskusi dan analisa lebih lanjut.

(Gambar 1)

5 London Metals Exchange (LME) untuk tembaga dan World Gold Council untuk emas.

Page 4: Tambang Batu Hijau, Indonesia

Model ini juga menghasilkan nilai pendapatan yang konsisten dengan pendapatan

aktual yang dilaporkan (Gambar 2). Akan tetapi, rekonsiliasi lebih lanjut diperlukan untuk

menyelesaikan diskrepansi dan memastikan diskrepansi tersebut tidak berasal dari

kesalahan interpretasi volume penjualan atau harga realisasi. Namun keseluruhan

diskrepansi antara pendapatan aktual yang dilaporkan dan pendapatan model hanya

0,4% yang mengindikasikan bahwa model secara akurat menyusun kembali

pendapatan yang dilaporkan.

Bahkan dengan jatuhnya harga tembaga baru-baru ini, tambang Batu Hijau cukup ini

menguntungkan dengan internal Rate of Return (IRR) sebelum fiskal mencapai 22,1%

dan 17,1% setelah fiskal.

Keuntungan (cashflow bersih sebelum pajak selama umur tambang) yang dihasilkan

dari tambang Batu Hijau dibagi antara pemerintah dan perusahaan dengan proporsi

48% untuk pemerintah dan 52% untuk perusahaan. Pemerintah mendapatkan 12,4 miliar

dolar cashflow bersih hingga penutupan tambang di tahun 2026, sementara

perusahaan mendapatkan 13,5 miliar dolar cashflow bersih setelah pajak. Modal dan

biaya operasi selama umur tambang mencapai 15,2 miliar dolar ditambah dengan 2,3

miliar dolar biaya pengolahan dan transportasi. Biaya pengolahan dan transportasi

sendiri rata-rata mencapai 5,4% dari pendapatan kotor selama umur tambang dan

menunjukkan fluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun relatif lebih stabil dalam beberapa

tahun terakhir. (Gambar 3)

Isu menarik di sini adalah adanya kerugian akibat hedging yang dilaporkan oleh

Newmont terkait tambang Batu Hijau sebesar 931 juta dolar dalam kurun waktu 2004

hingga 2006. Kami tidak memiliki informasi entitas Newmont mana yang menderita

kerugian tersebut. Namun jika kami menempatkan kerugian ini sebagai biaya PTNNT

(dilakukan melalui parameter pada dashboard di model), hal ini akan berdampak pada

penurunan IRR setelah fiskal PTNNT dari 17,1% menjadi 16,1% juga bagian penerimaan

negara, jika kerugian akibat hedging bersifat tax-deductible di Indonesia.6 Pemerintah

Indonesia akan kehilangan sekitar 388 juta dolar pajak pendapatan jika kerugian akibat

hedging bersifat tax-deductible. Kami tidak mengetahui dengan pasti praktik

bagaimana kerugian ini diperhitungkan, atau apakah kerugian ini menjadi faktor

pengurang pajak pendapatan Indonesia, namun hal ini mengilustrasikan dampak

material yang mungkin terjadi akibat transaksi tersebut. Menyadari resiko ini, banyak

negara telah merevisi aturan fiskal mereka untuk tidak mengizinkan pengurangan

kerugian akibat hedging terhadap keuntungan pertambangan.

Perubahan tarif royalti yang mulai diberlakukan di tahun 2015 akan meningkatkan

penerimaan royalti negara dibandingkan dengan tarif sebelumnya terlepas dari umur

tambang yang lebih pendek. Hingga tahun 2015, pemerintah mendapatkan 455 juta

dolar royalti dengan perkiraan royalti ke depan mencapai 1,2 miliar dolar. Kami melihat

adanya gap penerimaan negara pada tahun 2012-2014 sebagai dampak dari

penurunan produksi akibat pengembangan fase ke-6 dan penghentian sementara

6 PWC, 2015

Page 5: Tambang Batu Hijau, Indonesia

ekspor konsentrat sebelum perusahaan mendapatkan izin ekspor dari pemerintah pada

September 2014.

Grafik

Gambar 1. Perbedaan (%) antara Harga Aktual dan Harga Acuan

Gambar 2. Rekonsiliasi Pendapatan (Model) dengan Pendapatan Aktual yang

Dilaporkan Perusahaan

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Actual realized prices versus benchmark

Copper actual realized price versus LME

Gold actual realized price versus World Gold Council

-6%

-4%

-2%

0%

2%

4%

6%

8%

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

USD

mn

RECONCILIATION OF MODEL TO ACTUAL REVENUES

Total copper plus gold revenue per financial statements pre hedging & refining

Total production revenue per model

Percentage difference (right)

Rata-rata gap tembaga: 1.1% Rata-rata gap emas: -0.6%

Page 6: Tambang Batu Hijau, Indonesia

Gambar 3. Biaya Pengolahan dan Transportasi

Gambar 4. Profil Penerimaan Negara

0%

5%

10%

15%

20%

25%

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

Ref

inin

g an

d t

ran

spo

rtat

ion

co

st a

s% o

f C

op

per

rev

enu

es

TREATMENT AND REFINING CHARGES

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1,000

19

99

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

20

11

20

12

20

13

20

14

20

15

20

16

20

17

20

18

20

19

20

20

20

21

20

22

20

23

20

24

20

25

20

26

Annual Government revenue (total $12,383 mn)

Total royalty paid Tax payable

Total mining company dividend withholding tax Export duty paid

Page 7: Tambang Batu Hijau, Indonesia

Analisis Gap Informasi

Perkiraan produksi untuk sisa umur tambang, idealnya dengan skenario

alternatif. Asumsi produksi konstan tahunan bersifat artifisial dan mungkin

melebih-lebihkan NPV dibandingkan dengan situasi dimana total produksi

yang sama diproduksi dalam periode yang lebih lama.

Hasil perhitungan model dibandingkan dengan pendapatan actual yang

dilaporkan perusahaan.

Dasar biaya pengolahan dan transportasi dan penjelasan dibalik fluktuasi

biaya tersebut, khususnya pada tahun-tahun awal operasi tambang Batu

Hijau.

Informasi terkait proporsi ekspor. Kami mengasumikan persentase ekspor

yang konstan untuk sisa umur tambang. Hal ini akan berdampak pada

royalti tambahan dan/atau bea ekspor.

Kejelasan terkait aturan fiskal juga diperlukan. Sebagai contoh,

pemberlakuan royalti tambahan untuk ekspor dan apakah tarif tersebut

berubah mengikuti renegosiasi kontrak. Juga dengan adanya kebijakan

ekspor yang baru, perlu dipastikan apakah royalti tambahan untuk ekspor

tembaga tetap berlaku bersama dengan bea ekspor, atau hanya salah

satu. Laporan rekonsiliasi EITI (yang akan keluar di tahun 2017) berpotensi

memperjelas situasi ini.

Rekonsiliasi dengan EITI atau sumber publik lainnya terkait informasi

penerimaan negara. Kolaborasi dengan pemerintah Indonesia mungkin

diperlukan dalam hal ini.