23
1 KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU DALAM ISLAM Oleh: Muhammad Subhan Lutfi A. Pendahuluan Bagi umat Islam, menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan baik oleh muslim laki-laki maupun muslim perempuan dan tidak pandang umur. Selagi nafas dikandung badan, menuntut ilmu adalah WAJIB HUKUMNYA. Ilmu apapun sepanjang itu membawa kemashlahatan bagi diri dan umat manusia pada umumnya. Dalam hal menuntut ilmu pengetahuan, Agama Islam telah memberikam konsep yang brilian dan luar biasa yang disebut konsep menuntut ilmu sepanjang hayat, dalam dunia barat dikenal dengan life long education. Hal ini tercermin pada hadits Rasulullah saw: اْ وُ بُ لْ ط اَ مْ لِ عْ ل اَ نِ مِ دْ هَ مْ ل ا ىَ لِ اِ دْ حَ ل ل اArtinya : Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahad Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa dalam menuntut ilmu tidak mengenal waktu, usia, dan juga

Tafsir&Hadis Tematik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tafsir&Hadis Tematik

1

KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU DALAM ISLAM

Oleh: Muhammad Subhan Lutfi

A. Pendahuluan

Bagi umat Islam, menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban yang tidak

boleh ditinggalkan baik oleh muslim laki-laki maupun muslim perempuan dan

tidak pandang umur. Selagi nafas dikandung badan, menuntut ilmu adalah WAJIB

HUKUMNYA. Ilmu apapun sepanjang itu membawa kemashlahatan bagi diri dan

umat manusia pada umumnya.

Dalam hal menuntut ilmu pengetahuan, Agama Islam telah memberikam

konsep yang brilian dan luar biasa yang disebut konsep menuntut ilmu sepanjang

hayat, dalam dunia barat dikenal dengan life long education. Hal ini tercermin

pada hadits Rasulullah saw:

ا ن� ال�عل�م� اط�ل�ب�و� د م ه� د إل�ى ال�م� الل�ح�Artinya : Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai liang lahad

Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa dalam menuntut ilmu tidak

mengenal waktu, usia, dan juga tidak mengenal perbedaan. Pria dan wanita punya

kesempatan yang sama untuk menuntut ilmu sehingga setiap orang, baik pria

maupun wanita bisa mengembangkan potensi yang diberikan Allah swt, sesuai

dengan fitrahnya. Karena itulah agama memandang bahwa ibadah tidak terbatas

pada sholat, puasa, zakat dan haji saja, tetapi menuntut ilmu juga termasuk ibadah.

Bahkan ilmu dianggap sebagai ibadah yang utama, sebab dengan ilmulah kita bisa

melaksanakan ibadah-ibadah lainnya dengan benar. Tanpa ilmu pengetahuan

maka ibadah yang dilaksanakan tidak bernilai apa-apa dalam tantaran hakikat.

Page 2: Tafsir&Hadis Tematik

2

Dengan ilmu pulalah manusia dapat meraih kesejahteraan hidup didunia

dan kebahagiaan diakhirat. Disinilah urgensi ilmu sebagai suatu yang niscaya

dimiliki oleh setiap muslim. Oleh karena itu menuntu ilmu wajib bagi setiap

individu muslimin dan muslimat tanpa adanya perbedaan.

B. Definisi Ilmu

Dalam perspektif ensiklopedi Islam, kata Ilmu berasal dari bahasa Arab

yang berarti pengetahuan, merupakan lawan kata dari jahil, ketidaktahuan atau

kebodohan.1

Sementara itu, Quraish Shihab menjelaskan bahwa ilmu secara bahasa

berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai

ciri kejelasan. Oleh karena itu lebih lanjut dia menjelaskan bahwa ilmu adalah

pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.2

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ilmu diartikan sebagai pengetahuan

atau kepandaian tentang hal yang berhubungan dengan duniawi, akhirat, lahir,

batin dan lain sebagainya.3

Pengertian lain dapat ditemukan dalam ensiklopedi al-Qur’an yang

menjelaskan kata ilmu bentuk masdar dari a’lima ya’lamu-‘ilman. Menurut Ibnu

Zakaria, pengarang buku Mu’jam Muqayyis Al-Lugah bahwa kata ‘ilm

mempunyai arti detonative “bekas sesuatu yang dengannya dapat dibedakan

1 Ensiklopedia Islam, Tim Penyusun Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoeve), h.261

2 M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, tafsir tematik atas berbagai persoalan umat, (Bandung: Mizan Pustaka, 2007), h.571

3 Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indionesia, cet.3, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h.42

Page 3: Tafsir&Hadis Tematik

3

sesuatu dari yang lainnya”. Menurut Ibnu Manzur, ilmu adalah antonym dari tidak

tahu (Naqid al Jahl), sedangkan menurut al-Asfahani dan al-Anbari, ilmu adalah

mengetahui hakekat sesuatu.4

Imam Ragib al-Asfahani dalam kitabnya Mufradat al-Qur’an sebagaimana

dikutib Yusuf Qardhawi berkata, “Ilmu adalah mengetahui sesuatu dengan

hakikatnya.5

C. Perintah Menuntut Ilmu

Dalam al-Qur’an banyak ayat yang mewajibkan manusia untuk menuntut

ilmu pengetahuan baik secara tersirat maupun tersurat. Islam sebagai agama yang

paling mulia memandang ilmu sebagai cahaya dalam kehidupan, sementara

kebodohan merupakan “kematian dan kegelapan”. Seperti diketahui bahwa

kejahatan disebabkan oleh ketidakadaan cahaya yang menerangi didalam hidup

dan kehidupan. Ilmu merupakan cahaya yang menuntun hidup dan kehidupan

manusia agar selamat didunia dan diakhirat. Sehingga tampak jelas urgensi ilmu

dalam kehidupan manusia.

Ayat pertama yang turun adalah surat Al-Alaq ayat 1-5. Ayat tersebut

sekaligus sebagai ayat pertama yang mewajibkan kepada manusia untuk menuntut

ilmu melalui belajar dengan jalan membaca, baik dalam makna tekstual maupun

dalam makna majazi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam al-Qur’an:

4 Ensiklopedi al-Qur’an, Kajian Kosakata dan Tafsirnya. (Jakarta: Yayasan Bimantara, 1997), h. 150

5 Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. (Jakarta: Bimantara, 1997), h.150

Page 4: Tafsir&Hadis Tematik

4

1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,

2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,

4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam.

5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Turunnya surat al alaq 1-5 menyuruh kepada Nabi Saw untuk membaca,

walaupun ketika itu beliau belum bisa membaca dan menulis. Namun malaikat

Jibril mendesaknya sampai 3 kali agar Nabi Saw membaca, sampai akhirnya

beliau membaca dengan dibimbing Malaikat jibril.

Hal itu menunjukkan bahwa untuk dapat memahami petunjuk Allah Swt.,

yang diberikan melalui wahyuNya, maka seseorang harus dapat membaca, karena

membaca merupakan kunci ilmu pengetahuan.

Pada ayat kedua surat tersebut dijelaskan bahwa Allah Swt, menciptakan

manusia dari segumpal darah kemudian menjadikannya sebagai makjkluk yang

paling mulia. Ini menunjukkan betapa maha kuasanya Allah dengan ilmu dari asal

kejadian yang rendah mahkluk yang paling mulia.

Kemudian pada ayat ketiga Allah Swt menyuruh kembali untuk membaca,

dengan menunjukkan betapa pentingnya membaca yang hanya dapat diperoleh

dengan latihan berulang-ulang. Seperti halnya nabi saw, yang tidak dapat

Page 5: Tafsir&Hadis Tematik

5

membaca, dengan bimbingan malaikat Jibril secara berulang-ulang akhirnya

beliau dapat membaca hingga mengantarnya menjadi mahkluk yang paling mulia.6

Dengan demikian rangkaian ayat dalam surat ini menunjukkan betapa

pentingnya memiliki kemampuan membaca dan menulis serta pentingnya ilmu

pengetahuan yang dapat mengangkat derajat manusia dihadapan Allah Swt.

Quraish Shihab dalam tafsir al-Misbah menjelaskan bahwa kata “iqra”

pada ayat diatas, terambil dari kata kerja “qara’a” yang pada mulanya berarti

menghimpun. Lebih lanjut Quraish Shihab mengatakan bahwa apabila anda

merangkai huruf atau kata kemudian anda mengucapkan rangkaian tersebut, maka

anda telah menghimpunnya yakni membacanya. Dengan demikian realisasi

perintah tersebut tidak mengharuskan adanya teks tertulis sebagai objek bacaan,

tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain.7

Beraneka ragam pendapat ahli tafsir tentang objek bacaan yang dimaksud.

Ada yang berpendapat wahyu-wahyu al-Qur’an, sehingga perintah itu dalam arti

bacalah wahyu-wahyu al-Qur’an ketika dia turun nanti. Ada juga yang

berpendapat objeknya adalah “isma Rabbika” sambil menilai huruf “ba” yang

menyertai kata isim adalah sisipan sehingga ia berarti bacalah nama Tuhanmu

atau berdzikirlah. Tapi menurut Quraish Shihab, jika demikian mengapa Nabi saw

menjawab “saya tidak dapat membaca”. Seandainya yang dimaksud adalah

perintah berdzikir tentu beliau tidak menjawab demikian karena jauh sebelum

dating wahyu beliau telah senantiasa melakukannya.8

6 M.Quraish Shihab, 0p.cit. h.4257 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. (Jakarta:

Lentera Hati, 2002), volume 15, h.3928 Ibid, h.392

Page 6: Tafsir&Hadis Tematik

6

Huruf “ba” pada kata “bismi” ada juga yang memahaminya sebagai

penyertaan atau mulaabasah, sehingga dengan demikian ayat tersebut berarti

“bacalah disertai dengan nama tuhanmu”. Disini dapat kita pahami bahwa

apapun yang kita kerjakan hendaknya dimulai dengan menyebut nama Tuhan.

Demikian halnya belajar dalam konteks menuntut ilmu.9

Wahyu pertama sebagai dasar utama yang mewajibkan menuntut ilmu

tersebut tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena al-Qur’an menghendaki

umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut “bismi rabbika”, dalam arti

bermanfaat bagi kemanusiaan. Iqra, berarti bacalah, telitilah, dalamilah,

ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah maupun diri

sendiri, yang tertulis maupun tidak tertulis.10 Jadi objek perintah iqra’ mencakup

segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.

Selanjutnya menurut Quraish Shihab, dari wahyu pertama al-Qur’an

diperoleh isyarat bahwa ada dua cara memperoleh dan pengembangan ilmu, yaitu

Allah mengajar dengan pena yang telah diketahui manusia lain, dan mengajar

manusia (tanpa pena) yang belum diketahuinya. Cara pertama adalah allah

mengajar manusia dengan perantaraan atau usaha dari manusia itu sendiri, dan

mengajar manusia tanpa perantaraan dan tanpa usaha dari manusia. Walaupun

berbeda, tetapi keduanya berasal dari satu sumber yaitu Allah SWT.11

Dalam pandangan al-Qur’an, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan

manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi

9 Ibid10 M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, tafsir tematik atas berbagai persoalan umat,

op.cit, h.57011 ibid

Page 7: Tafsir&Hadis Tematik

7

kekhalifahan. Ini tercemin dari kisah kejadian manusia pertama yang dijelaskan

al-Qur’an pada surah al-Baqarah ayat 31 dan 32:

Artinya: (31) Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-

benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu

berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang

benar orang-orang yang benar!". (32) Mereka menjawab: "Maha suci Engkau,

tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada

kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."

Selanjutnya menurut al-Qur’an, manusia memiliki potensi untuk meraih

ilmu dan megembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu bertebaran ayat yang

memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal

tersebut. Salah satunya adalah ayat yang memerintahkan kepada manusia dengan

cara belajar atau bertanya kepada yang ahli ilmu sebagaimana tercermin dalam

surat Yunus ayat 43:

Artinya: Dan di antara mereka ada orang yang melihat kepadamu, Apakah

dapat kamu memberi petunjuk kepada orang-orang yang buta, walaupun mereka

tidak dapat memperhatikan. (Q.S.Yunus: 43)

Page 8: Tafsir&Hadis Tematik

8

Berkali-kali pula al-Qur’an menjelaskan betapa tinggi dan kedudukan

orang-orang yang berilmu pengetahuan. Salah satunya tercermin dalam al-Qur’an

surat al-Mujadillah ayat 11:

Artinya: Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:

"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan

memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka

berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di

antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan

Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.al-Mujadilah: 11)

Menurut Quraish Shihab, ilmu yang dimaksud pada ayat 11 surat al-

Mujadillah bukan saja ilmu agama, tetapi ilmu apapun yang bermanfaat. Pada sisi

lain juga menunjukkan bahwa ilmu haruslah menghasilkan kassyah yakni rasa

takut dan kagum kepada Allah, yang pada gilirannya mendorong yang berilmu

mengamalkan ilmunya serta memanfaatkannya untuk kepentingan makhluk.12

Pada ayat yang lain Allah mulai memberikan identitas yang wajib

menuntut ilmu sertai ilmu apa saja yang harus dituntut, hal ini tercermin dalam

firman Allah swt:

12 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta, Lentera Hati, 2002, Volume 14, h.80

Page 9: Tafsir&Hadis Tematik

9

Artinya, Tidak sepatutnya bagi mukmin itu pergi semuanya (ke medan

perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa

orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk

memberikan peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali

kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS. At-Taubah:122)

Menyiapkan diri untuk memusatkan perhatian dalam mendalami ilmu

agama dan maksud tersebut adalah termasuk kedalam perbuatan yang tergolong

mendapatkan kedudukan tinggi dihadapan Allah swt, dan tidak kalah derajatnya

dari orang-orang yang berjihad dengan harta dan dirinya dalam rangka

meninggikan kalimat Allah, bahkan upaya tersebut kedudukannya lebih tinggi

dari mereka yag keadaannya tidak sedang berhadapan dengan musuh.13

Sementara itu, Quraish Shihab menjelaskan bahwa ayat ini menggaris

bawahi pentingnya memperdalam ilmu dan memperluas informasi yang benar. Ia

tidak kurang penting dari upaya mempertahankan wilayah. Bahkan pertahanan

wilayah berkaitan erat dengan kemampuan informasi serta kehandalan ilmu

pengetahuan atau sumber daya manusia. Sementara ulama menggarisbawahi

persamaan redaksi anjuran/perintah menyangkut kedua hal tersebut. Ketika

berbicara tentang perang, redaksi ayat 120 surat yang sama dimulai dengan

13 Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat al-Tarbawi), Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008, h. 159

Page 10: Tafsir&Hadis Tematik

10

menggunakan istilah maa kaama. Dengan juga ayat ini yang berbicara tentang

pentingnya memperdalam ilmu dan penyebaran informasi.14

Berdasarkan keterangan ini maka ilmu yang paling wajib dipelajari adalah

ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan hukum-hukum agama ( fiqh), walaupun

sebenarnya kata tafaqqahu tersebut makna umumnya adalah memperdalam ilmu

agama, termasuk fiqh, ilmu kalam, ilmu tafsir, tasawuf dan sebagainya ilmu yang

dapat menjadi maslahat bagi dirinya dan umat secara umum. Rasulullah saw.

Dalam hal ini juga menekankan kewajiban pada aspek pencarian ilmunya, tidak

pada objek ilmu itu sendiri. Oleh karena itu selama ilmu itu bermanfaat bagi

kemaslahatan umat terutama individu muslim untuk dunia dan akhiratnya maka

menuntut ilmu itu wajib baginya dalam konteks fardu’Ain. Sebagaimana hadis

Rasulullah saw:

ة� ال�عل�م �ط�ل�ب� ري�ض� لم� ك�ل ع�ل�ى ف� م�س�

Artinya : Menuntut ilmu wajib atas setiap individu muslim (HR. Ibnu

Abdilbar)

Menuntut ilmu itu adakalanya wajib 'ain dan adakalnya wajib kifayah.

Ilmu yang wajib kifayah hukum mempelajarinya, ialah ilmu-ilmu yang hanya

menjadi pelengkap, misalnya ilmu tafsir, ilmu hadist dan sebagainya. Sedangkan

Ilmu yang wajib 'ain dipelajari oleh mukallaf yaitu untuk meluruskan 'aqidah yang

wajib dipercayai oleh seluruh muslimin, yang berhubungan dengan pelaksanaan

14 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta, Lentera Hati, 2002, Volume 5, h. 751

Page 11: Tafsir&Hadis Tematik

11

pekerjaan-pekerjaan yang difardhukan atasnya, seperti shalat, puasa, zakat dan

haji. 15

Oleh karena itu, ilmu-ilmu seperti ilmu tafsir, ilmu hadist, ilmu bahasa

'arab, ilmu sains seperti perobatan, kejurusasteraan, ilmu perundangan dan

sebagainya adalah termasuk dalam ilmu yang tidak diwajibkan untuk dituntuti

tetapi tidaklah dikatakan tidak perlu karena ia adalah dari pada ilmu fardhu

kifayah. Begitu juga dengan ilmu berkaitan tarekat ia adalah sunat dipelajari tetapi

perlu difahami bahwa yangg paling utama ialah mempelajari ilmu fardhu 'ain

terlebih dahulu. Tidak mempelajari ilmu fardhu 'ain adalah suatu dosa kerana ia

adalah perkara yg wajib bagi kita untuk dilaksanakan dan mempelajari ilmu

selainnya tidaklah menjadi dosa jika tidak dituntuti.

D. Objek Ilmu dan Cara Memperoleh

Menurut pandangan al-Qur’an, ilmu terdiri dari dua macam. Pertama,

ilmu yang diperolah tanpa upaya manusia, dinamai ‘ilm laduni seperti yang

diinformasikan antara lain oleh surat al-Qur’an surat al-Kahfi ayat 65:

Artinya: Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-

hamba kami, yang telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang

telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi kami.

15 Ibid, h.749

Page 12: Tafsir&Hadis Tematik

12

Kedua, Ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, dinamai ‘ ilm kasbi,

Ayat-ayat ‘ilm Kasbi jauh lebih banyak daripada yang berbicara tentang ‘ilm

ladduni.16

Pembagian ini disebabkan dalam pandangan al-Qur’an terdapat hal-hal

yang “ada” tetapi tidak dapat diketahui malalui upaya manusia sendiri. Ada wujud

yang tidak Nampak, sebagai mana ditegaskan bekali-kali oleh al-Qur’an antara

lain dalam firman-Nya:

Artinya: Maka aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan

apa yang tidak kamu lihat. (Al-Haqqah: 38-39)

Artinya: dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.

(QS.An Nahl:8)

Dari ayat diatas jelaslah bahwa objek ilmu meliputi atas alam materi dan

nonmateri. Sains mutakhir mengarahkan pandangan kepada alam materi, dan

sebagian mereka tidak mengakui adanya realitas yang tidak dapat dibuktikan

dialam materi.

Sedangkan menurut pandangan ilmuan muslim objek ilmu mencakup alam

materi dan non materi. Karena itu, sebagian ilmuan muslim khususnya kaum sufi

melalui ayat-ayat al-Qur’an memperkenalkan ilmu untuk menggambarkan

keseluruhan realitas wujud ilahi melalui lima hal yaitu: alam nasut (alam materi),

16 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, tafsir temutik atas berbagai persoalan umat,op.cit. h. 573

Page 13: Tafsir&Hadis Tematik

13

alam malakut (alam kejiwaan), alam jabarut (alam ruh), alam lahut (sifat-sifat

ilahi), dan alam hahut (wujud zat ilahi).17

Untuk meraih pengetahuan tentang kelima hal tersebut diatas, memerlukan

cara dan sarana yang digunakan. Hal ini dapat dilihat pada firman Allah swt:

Artinya: dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan

tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan

dan hati, agar kamu bersyukur.(QS. An Nahl: 78)

Ayat ini mengisyaratkan penggunaan empat sarana yaitu: pendengaran,

penglihatan, akal serta hati. Trial and error (coba-coba), pengamatan dan

perecobaan dan tes-tes kemungkinan merupakan cara-cara yang digunakan ilmuan

untuk meraih pengetahuan.

Kemudian menurut Quraish Shihab, disamping mata, telinga dan pikiran

sebagai sarana meraih pengetahuan, kesucian hati juga termasuk sarana yang

sangat berpengaruh. Hal ini karena ilmu pengetahuan yang baik hanya dapat

diterima dengan hati yang suci.18

Dalam perspektif islam makna belajar atau menuntut ilmu bukan hanya

sekedar upaya perubahan perilaku, tetapi juga harus memperkuat akhlak sesuai

dengan nilai-nilai ajaran islam. Memperkuat akhlak artinya mencari atau

mencapai ilmu yang sebenarnya dan mencapai akhlak yang sempurna.19

17 Ibid,h.57418 Ibid,h.57619 Tohirin, “Psikologi Pembelajaran Pendidikan Islam”. (Jakarta: PT.Raja Grafindo

Persada, 2006),h.57

Page 14: Tafsir&Hadis Tematik

14

Oleh karena itu, hendaklah sebagai seorang muslim memiliki sifat yang

baik yakni taqwa kepada Allah swt, sehingga Allah akan memberikan petunjuk

dan hidayahnya dan menjadikannya sebagai ahli ilmu yang memiliki keutamaan

baik disisi manusia maupun Allah SWT

E. Kesimpulan

Bahwa dalam menuntut ilmu tidak mengenal waktu, usia, dan juga tidak

mengenal perbedaan. Pria dan wanita punya kesempatan yang sama untuk

menuntut ilmu sehingga setiap orang, baik pria maupun wanita bisa

mengembangkan potensi yang diberikan Allah swt, sesuai dengan fitrahnya.

Karena itulah agama memandang bahwa ibadah tidak terbatas pada sholat, puasa,

zakat dan haji saja, tetapi menuntut ilmu juga termasuk ibadah. Bahkan ilmu

dianggap sebagai ibadah yang utama, sebab dengan ilmulah kita bisa

melaksanakan ibadah-ibadah lainnya dengan benar. Tanpa ilmu pengetahuan

maka ibadah yang dilaksanakan tidak bernilai apa-apa.

Menuntut ilmu itu adakalanya wajib 'ain dan adakalnya wajib kifayah.

Ilmu yang wajib kifayah hukum mempelajarinya, ialah ilmu-ilmu yang hanya

menjadi pelengkap, misalnya ilmu tafsir, ilmu hadist dan sebagainya. Sedangkan

Ilmu yang wajib 'ain dipelajari oleh mukallaf yaitu untuk meluruskan 'aqidah yang

Page 15: Tafsir&Hadis Tematik

15

wajib dipercayai oleh seluruh muslimin, yang berhubungan dengan pelaksanaan

pekerjaan-pekerjaan yang difardhukan atasnya, seperti shalat, puasa, zakat dan

haji. 

DAFTAR PUSTAKA

Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayat al-Tarbawi), Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008.

Ensiklopedia Islam, Tim Penyusun Ensiklopedia Islam, Jakarta, Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1996.

Ensiklopedi al-Qur’an, Kajian Kosakata dan Tafsirnya. Jakarta, Yayasan Bimantara, 1997.

M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, tafsir tematik atas berbagai persoalan umat, Bandung, Mizan Pustaka, 2007.

Yusuf Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara Tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta, Bimantara, 1997.

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an. Jakarta, Lentera Hati, 2002.

, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta, Lentera Hati, 2002, Volume 14.

Tafsir Al-Mishbah, Pesan, kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta, Lentera Hati, 2002, Volume 5.

Pusat Bahasa Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indionesia,Jakarta, Balai Pustaka, 2007.

Page 16: Tafsir&Hadis Tematik

16

Tohirin, “Psikologi Pembelajaran Pendidikan Islam”. Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada, 2006.