113

Click here to load reader

LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

1

LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

(Kajian Tafsir Tematik)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Armenia Septiarini

NIM: 1113034000025

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1439 H/ 2018 M

Page 2: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir
Page 3: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir
Page 4: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir
Page 5: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

i

PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman pada

buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman Akademik

Program Strata 1 tahun 2015-2016 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

a. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h ha dengan garis di bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis di bawah ص

d de dengan garis di bawah ض

t te dengan garis di bawah ط

z zet dengan garis di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ´ ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

Page 6: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

ii

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w We و

h Ha ه

Apostrof ء

y Ye ي

b. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia, terdiri

dari vocal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk

vocal tunggal, ketentuan alihaksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

A Fathah

I Kasrah

U Dammah

Ada pun untuk vokal rangkap, ketentuan alihaksaranya adalah sebagai

berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ي Ai a dan i

و Au a dan u

Vokal Panjang

Ketentuan alihaksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Page 7: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

iii

TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan

Ā a dengan garis di atas ى

Ī i dengan daris di atas ى ي

Ū u dengan garis di atas ىو

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan dengan

huruf, yaitu ال, dialihaksarakan menjadi hurup /l/, baik diikuti huruf

syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-

diwân bukan ad-diwân.

Syaddah(Tasydîd)

Syaddah atau tasydîd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan

dengan sebuah tanda ( ), dalam alihaksara ini dilambangkan dengan huruf,

yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi,

hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak

setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata

.tidak ditulis ad-darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya الض رورة

Ta Marbûtah

Berkaitan dengan alihaksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata

yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/

(lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah

tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta

marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut

dialihaksarakan menja dihuruf /t/ (lihat contoh 3).

Contoh:

Page 8: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

iv

No TandaVokal Latin Keterangan

Tarīqah طريقة 1

al-Jāmi’ah al-Islāmiyyah اجلامعة اإلسالمية 2

Wahdat al-wujūd وحدة الوجود 3

Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam

alihaksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti

ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa

Indonesia, antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal, nama

tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting diperhatikan, jika nama

diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap

huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.

(Contoh: Abū Hāmid al-Ghazālī bukan Abū Hāmid Al-Ghazālī, al-Kindi

bukan Al-Kindi).

Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan

dalam alihaksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)

atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis dengan cetak

miring, maka demikian halnya dalam alihaksaranya. Demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal

dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar

katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani,

tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbānā; Nuruddin al-Raniri, tidak Nūr al-Dīn al-

Rānirī.

Page 9: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

v

ABSTRAK

Armenia Septiarini

Lalai Dalam Perspektif Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik)

Bermula dari sifat manusia yang sering lupa sehingga perlu diingatkan.

Lalai merupakan lawan kata dari kata dzikir sehingga Allah menjadikan dzikir

sebagai tanda iman sedangkan, lalai sebagai tanda munafik dan kufur. Akan tetapi

apakah sifat lalai seluruhnya merupakan sifat munafik? Padahal sifat lalai manusia

tidak terlepas dari godaan setan. Setan melihat jalan ini untuk memperdaya

manusia. Lalu, penyebutan kata lalai dalam al-Qur’an disebutkan dengan berbagai

macam dintaranya nisyān, sahwun dan ghaflah. Dari sinilah, penulis

memfokuskan diri pada kata lalai, sehingga dapat diketahui makna masing-masing

term.

Terkait jenisnya, penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian pustaka

Library Research yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi

penelaahan terhadap buku-buku dan literatur-literatur yang berhubungan dengan

masalah terkait. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

maudu’i yaitu metode penafsiran al-Qur’an yang berusaha menjelaskan ayat-ayat

al-Qur’an dengan mengacu pada satu pokok bahasan tertentu sehingga dapat

menghasilkan pemahaman yang lebih sistematis.

Setelah melakukan kajian tentang lalai dalam perspektif al-Qur’an dapat

disimpulkan beberapa hasil dari penelitian ini: penggunaan nisyān terlihat adanya

kesengajaan dari pihak yang lupa, namun pada ayat lain merupakan sifat manusia

yang memang pada dasarnya akan mengalami kelalaian, menunjuk adanya kaitan

dengan kesadaran diri. Jika, seseorang lalai terhadap suatu kewajiban yang

seharusnya dilakukannya, maka ia tidak berdosa, karena ia kehilangan kesadaran

terhadap kewajiban. Sahwun dipergunakan untuk ancaman. Ketika kata ini

digabungkan dengan redaksi berbunyi “’an shalatihim”, kata “an” yang berarti

tenang atau menyangkut, yang berarti sahwun tertuju kepada mereka yang lalai

tentang esensi makna dan tujuan shalat. Bukan redaksi “fī sholātihim”, yaitu

merupakan kecaman terhadap orang-orang yang lalai serta lupa dalam shalatnya,

yang berarti celakalah orang yang pada saat shalatnya, hatinya lalai, sehingga

menuju kepada sesutu selain shalatnya. Dengan kata lain, celakalah orang-orang

yang tidak khusu’ shalatnya. Adapun penggunaan term ghaflah dipergunakan

untuk menunjuk perbuatan yang bersifat positif atau negative.

Kata kunci: Lalai, Nisyān, Sahwun, Ghaflah

Page 10: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

vi

KATA PENGANTAR

الرمحن الرحيم هللا بسمSegala puji dan syukur penulis panjatkan ke-hadirat Allah Swt atas segala

rahmat dan kehendak-Nya, yang menyinari hamba Nya dengan cahaya al-Qur`an,

dan menjadikan al-Qur`an sebagai obat penyakit hati, petunjuk dan rahmat bagi

orang-orang mukmin, sehingga dengan taufiq-Nya penulisan skripsi yang berjudul

“Lalai dalam Perspektif Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik)” ini, alhamdulillah

dapat diselesaikan. Demikian juga, Salawat serta Salām semoga selalu

tercurahkan untuk baginda Muẖammad Saw. Sebagai karya tulis saya yang jauh

dari kata sempurna. Tentunya di dalam skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan dan kekeliruan.

Penelitian ini merupakan wujud keingintahuan penulis terhadap beberapa

objek yang kelihatannya terkesan sepele namun penting untuk dikaji, sebagai

usaha mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam terkait “Lalai dalam

Perspektif Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tematik)” penulis juga menyadari

sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan,

arahan, motivasi dan kontribusi banyak pihak. Ucapan terima kasih yang tulus dan

tak terbilang penulis haturkan kepada para dosen, keluarga, para guru kehidupan,

para sahabat dan teman-teman, sehingga penulis mampu mengatasi segala

hambatan yang menerpa. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis

mengucapkan terima kasih seluas-luasnya kepada:

1. Segenap civitas akademika Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta: Bapak Prof. Dede Rosyada, MA. Selaku Rektor UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya dan Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer,

Page 11: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

vii

MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA.

Selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur`an dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun

Binaningrum, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur`an dan Tafsir.

2. Bapak Dr. Hasani Ahmad Said, MA., selaku dosen pembimbing penulis yang

telah memberikan arahan, saran dan dukungan kepada penulis, sehingga

skripsi dapat terselesaikan. Mohon maaf yang sebesar-besarnya jika selama

proses bimbingan penulis banyak merepotkan. Semoga Bapak selalu sehat

dan diberikan kelancaran dalam segala urusannya. Amin.

3. Ibu Dr. Atiyatul Ulya, M.Ag, selaku dosen pembimbing akademik yang

telah membimbing penulis dari semester satu hingga selesai.

4. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, dan bapak Muslih, M.Ag, selaku dosen

penguji pada sidang skripsi penulis. Bimbingan, masukan serta kritikan yang

membangun sangat penulis rasakan untuk menghasilkan skripsi yang lebih

berkualitas.

5. Seluruh dosen pada Fakultas Ushuluddin khususnya di Program Studi Ilmu

al-Qur`an dan Tafsir atas segala motivasi, ilmu pengetahuan, bimbingan

wawasan dan pengalaman yang telah diberikan. Kepada seluruh staf dan

karyawan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Pimpinan dan segenap karyawan Perpustakaan Umum, Perpustakaan

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Ketiga orang tua terkasih, Bapak Subandi, Bapak Antok dan Ibu Poniyem

yang telah merangkai doa-doa indah, memotivasi, membiayai, mendidik,

mendukung, memberi semangat dan nasehat-nasehat istimewa untuk

penulis. Tak lupa juga terima kasih untuk adik satu-satunya Muna Meilani

Page 12: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

viii

yang telah memberikan senyuman semangat kepada penulis.

8. Guru-guru penulis. Baik dari TK, SD, SMP dan MA di Perguruan Diniyyah

Putri Lampung yang telah menjadi bagian terpenting dalam perjalanan

keilmuan penulis semoga diberikan kelancaran dalam segala urusannya.

9. Teman-teman seperjuangan. Kepada seluruh teman-teman Jurusan Tafsir

Hadis angkatan 2013, khususnya TH A: Salman, cunguk, capcins dan lain-

lain, maafkan tidak dapat tertuliskan seluruh nama-nama kalian seangkatan

semoga Allah memudahkan segala urusan kalian. Amin.

10. Teman-teman sejati. Kepada Sahabat-sahabat terbaikku yang selalu bersama

dari MA dan sampai saat ini: Maryati dan Rizka Faurina terima kasih telah

banyak memotivasi penulis semoga kita menjadi sahabat selamanya.

11. Teman-teman organisasai. Terima kasih kepada seluruh kawan-kawan

Himpunan Mahasiswa Lampung (HML) khususnya Tangerang Selatan dan

Paduan Suara Lamyuzard penulis ucapkan terima kasih atas persahabatan

yang telah terbina selama berada di bangku perkuliahan.

12. Teman-Teman KKN Dandelion 184: Kebersamaan dengan kalian selama

kurang lebih sebulan semoga dapat bermanfaat bagi masyarakat Desa Klebet

Kemiri dan pelajaran berharga buat kita. Good Luck buat kita.

13. Terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu

persatu atas bantuan moril, materil dan doa sehingga saya dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Jakarta, Juli 2018

Armenia Septiarini

Page 13: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

xii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................................

LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (KAJIAN TAFSIR

TEMATIK) ..............................................................................................................

PENGESAHAN PANITA UJIAN .........................................................................

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................... I

ABSTRAK ............................................................................................................. V

KATA PENGANTAR ......................................................................................... VI

DAFTAR ISI ...................................................................................................... XII

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 10

C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 10

D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 11

E. Metode Penelitian....................................................................................... 13

F. Sistematika Penulisan................................................................................. 15

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LALAI ......................................... 18

A. Pengertian Lalai dan Jenis-Jenis Kelalaian ................................................ 18

1. Pendapat Ulama dan Psikolog tentang lalai/lupa ................................... 19

2. Fakta unik lupa dan ingat: ...................................................................... 34

B. Pembagian Lalai dari segi Pelakunya ........................................................ 35

C. Faktor-faktor kelalaian ............................................................................... 39

D. Langkah-langkah Menghindari Lalai ......................................................... 43

BAB III TERM LALAI DALAM AL-QUR’AN .............................................. 51

A. Dzahlān ...................................................................................................... 51

B. Nisyān ........................................................................................................ 51

C. Ghaflah ....................................................................................................... 56

D. Sahwun ....................................................................................................... 61

BAB IV TAFSIR ATAS AYAT-AYAT TENTANG LALAI ........................ 103

A. Tema Ayat-Ayat Tentang Lalai ............................................................... 104

1. Lalai dalam mengingat Allah ............................................................. 104

Page 14: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

xiii

2. Tanda-tanda kekuasaan Allah;............................................................ 104

3. Lalai pada hari kebangkitan ................................................................ 104

4. Lalai dan ingkar janji secara sengaja .................................................. 105

5. Lalai terhadap kebenaran tanpa sengaja; ............................................ 105

6. Lalai disebabkan oleh godaan setan; .................................................. 105

7. Lalai dalam mengambil nasihat dan pelajaran dari kisah umat terdahulu

............................................................................................................ 105

8. Lalai terhadap ibadah (shalat); ........................................................... 106

9. Lalai terhadap kemewahan dunia ....................................................... 106

10.Hukum syariat .................................................................................... 106

B. Objek Nisyān, Sahwun Dan Ghaflah ....................................................... 135

1. Lalai dalam hal ibadah yaitu shalat .................................................... 135

2. Lalai terhadap kepastian hari pembalasan .......................................... 138

3. Menolak petunjuk melalui ayat-ayat Nya dan kisah-kisah umat

terdahulu ............................................................................................. 139

BAB V KESIMPULAN..................................................................................... 140

A. Kesimpulan .............................................................................................. 140

B. Saran ......................................................................................................... 142

Page 15: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam sisi keagamaan, ingatan memegang peranan penting. Dengannya,

manusia akan selalu mengingat Allah, kekuasaan-Nya, nikmat yang berlimpah

dari-Nya di dunia, dan juga akhirat ataupun hari perhitungan dimana ia

menunggu pahala dan hukuman-Nya. Dengan mengingat hal-hal semacam

inilah, maka akan tumbuh motivasi dalam diri manusia untuk selalu bertaqwa

kepada Allah swt. dan selalu mengerjakan amal saleh serta menghiasi diri

dengan akhlak-akhlak terpuji. Dengan demikian ingatan sangat berguna untuk

merealisasikan kebaikan bagi manusia, di dunia dan akhirat.1 Banyak ayat al-

Qur’an yang memerintahkan untuk selalu ingat kepada Allah swt. dan ciptaan-

Nya.2 Juga ingat akan penjelasan dan petunjuk yang dibawa para Rasul, serta

kabar gembira dan ancaman yang mereka sampaikan.3

Pada dasarnya, manusia harus diingatkan dan dijelaskan tentang perkara-

perkara agama serta dunianya agar terdorong untuk bekerja dengan keras, ulet

dan semangat yang tinggi. Hal ini untuk mencapai tujuan sebenarnya, yang

untuk tujuan itulah Allah swt. menciptakannya (mengingat manusia terkadang

mengalami kelesuan, kealpaan, dan kelalaian. Allah berfirman:

1 Terkait dengan ingatan/lupa/lalai, ada beberapa pengungkapan kata tersebut dalam al-Qur’an

diantaranya dzahlān disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak satu kali dalam Q.S. al-Hajj [22]: 2,

ghahiba dan al-Aghmāu tidak ditemukan pengulangan ayat dalam al-Qur’an, nisyān disebutkan

dalam al-Qur’an sebanyak 45 kali, ghaflah disebutkan sebanyak 31 kali dan sahwun terdapat

dalam dua surat yaitu surat al-Dzāriyāt [51] ayat 11 dan al-Mā’un [107] ayat 5. Lihat Muhammad

Fūad ‘Abd al-Bāqī, Mu’jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Qur’ān al-Karīm, (Kairo: Dār al-Hadits, t.t.),

h. 277, 794, 615, 451. 2 Salah satu ayat untuk selalu mengingat Allah swt. adalah surat al-Ahzāb [33]: 21, dan al-

A’lā [87]: 15. Lihat Muhammad Fūad ‘Abd al-Bāqī, Mu’jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Qur’ān al-

Karīm, h. 270. 3 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam al-Qur’an, Penerjemah Zaenuddin Abu Bakar

(Jakarta: Pustaka Setia, 2006), h. 164.

Page 16: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

2

“Dan tetaplah memberi peringatan karena sesungguhnya peringatan itu

bermanfaat bagi orang-orang beriman.” (Q.S. al-Dzāriyāt [51]: 55).

Lalai adalah salah satu penyakit yang paling berbahaya4 yang menimpa

individu dan umat Islam. Ia adalah penyakit yang amat membinasakan, yang

membunuh kebaikan dan penghancur semangat. Ia adalah pohon yang buruk,

yang disirami dengan air kebodohan dan membuahkan sū al-Khātimah. Lalai

merupakan penyakit yang keras, yang membuat seseorang kehilangan

tujuannya, dan menghabiskan energinya. Jika lalai mengenai seorang alim,

maka ia akan meninggalkanya dalam keadaan jahil. Jika lalai mengenai orang

kaya, niscaya ia akan meninggalkannya dalam keadaan miskin. Jika lalai

menimpa orang yang terhormat, niscaya ia akan mengubahnya menjadi orang

hina. Lalai juga dapat membinasakan tanpa kematian. Kesia-sian tanpa adanya

yang hilang. Hijabnya tampak lembut, kemudian bertambah tebal sedikit demi

sedikit sehingga hijab itu pun menjadi tebal dan membuat hati menjadi

terbalik tanpa ada kebaikan padanya.5

4 Menurut Khalid bin Abdullah al-Muslih al-Qasim, 5 penyakit hati ada lima macam salah

satunya adalah lalai, yaitu: Pertama, syirik baik kecil maupun besar dicantumkan dalam al-Qur’an

surat al-An’ām [6]: 85, 125. Kedua, menyalahi bid’ah dan sunnah Nabi dalam hal ini, al-Fuḏail bin

Iyaḏ ra. Berkata “Barangsiapa bergaul dengan pelaku bid’ah, maka Allah swt. akan menimpakan

kebutaan kepadanya”, maksudnya kebutaan hati. Ketiga mematuhi kehendak nafsu dan melakukan

dosa-dosa karena syahwat dan dosa-dosa penyebab utama kebinasaan dan kerusakan hati,

disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Jātsiyah [45]: 23. Keempat, masalah-masalah syubhat (hal

yang belum jelas) yang membutakan kebenaran dan membutakan manusia karena mampu

menghapus lezatnya iman, menumbuhkembangkan bisikan setan, membuat pelakunya tidak dapat

mengambil pelajaran dari al-Qur’an dan sunnah dalam hal ini Allah swt. berfirman dalam surat al-

‘Imrān [3]: 7. Kelima, lalai, oleh karenanya Allah swt. memperingatkan untuk tidak bergaul

dengan orang-orang lalai, termaktub dalam surat al-A’rāf [7]: 205. Kelalaian membuat hati lupa

terhadap apa-apa yang mensucikan, yang berguna, yang mensucikan dan memperbaiki dan

membersihkannya. Lihat Khalid bin Abdullah al-Muslih al-Qasim, Menuju Hati yang Bersih,

Penerjemah Redaksi Yufid (T.tp.: T.pn., 2011), h. 10-20. 5 Khalid A. Mu’thi Khalif, Nasihat Untuk Orang-orang Lalai, Penerjemah Abdul Hayyie al-

Kattani dan Arif Chasanul Muna (Depok: Gema Insani, 2006), h. 1.

Page 17: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

3

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia lalai berarti kurang hati-hati; tidak

mengindahkan, tidak ingat karena melakukan sesuatu; terlupa.6

Lalai akan menambahi kerugian.7 Lalai akan menghilangkan kenikmatan

dan menghalangi pelayanan ibadah. Lalai akan menambahi rasa dengki. Lalai

akan menambahkan penderitaan dan penyesalan.

Diceritakan seorang saleh bermimpi bertemu dengan gurunya. Lalu dia

bertanya: “Kerugian manakah yang paling besar yang pernah engkau alami?”

Sang guru menjawab: “Kerugian lupa”. Diriwayatkan bahwa seorang salih

bermimpi bertemu dengan Dzun Nun al-Misrī, lalu dia bertanya: “Apa yang

dilakukan oleh Allah swt. dengan dirimu?” Dia menjawab: “Meletakkanku

dihadapan-Nya dan berfirman kepadaku: “Wahai orang yang mengaku-aku,

wahai pendusta, Engkau mengaku cinta kepada-Ku kemudian engkau

melupakan-Ku.”8

Beberapa pendapat Ulama tentang term nisyān, sahwun dan ghaflah yang

bermakna lupa/lalai diantaranya:

Secara secara bahasa term nisyān menurut Ibnu Fāris9 yaitu ada dua

pengertian yaitu, melalaikan sesuatu dan meninggalkan sesuatu.10 Secara

6 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 887. 7 Terkait hal tersebut, dalam buku “Menuju Hati yang bersih” disebutkan bahwa kelalaian

adalah keteledoran yang menimpa hati dan membuatnya buta sehingga tidak dapat mengambil

yang baik bagi dirinya dan meninggalkan apa-apa yang membahayakan. Kelalaian itu merupakan

dasar dari segala keburukan. Allah berfirman dalam surat Yunūs ayat 92, “Dan sesungguhnya

manusia benar-benar lalai dari ayat-ayat Kami”. Lihat Khalid bin Abdullah al-Muslih al-Qasim,

Menuju Hati yang Bersih, h. 19. 8 Mustafa Mahmud, Menangkap Isyarat al-Qur’an, Penerjemah Pustaka Firdaus (Jakarta:

Pustaka Firdaus, 1994), h. 26. 9 Ibnu Faris adalah nama dari Abu al-Husain Ahmad bin Faris bin Zakariyya. Lahir pada

tahun 329 H-395 H/ 895-981 M). Termasuk salah seorang ahli bahasa dan sastra, berasal dari

Qizwain. Kemudian berpindah ke Rayyi dan wafat di sana. Diantara karyanya Maqayis al-Lughah.

Raghib al-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, Penerjemah Sonif (Jakarta: Pustaka

al-Kautsar, 2012), h. 414. 10 Abī al-Husain Ahmad bin Fāris bin Zakariyyā, Maqayis al-Lughah, (Dār al-Fikr, 1979), h.

392.

Page 18: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

4

istilah menurut Rāghib al-Asfahāni11 term nisyan yaitu manusia meninggalkan

hafalannya adakalanya lemah hatinya adakalanya dia lupa.12 Menurut Imam

al-Jurjāni13 dalam kitabnya al-Ta’rīfāt mendefinisikan term nisyān yaitu

melalaikan yang diluar sunnah.14

Sedangkan secara bahasa term ghaflah menurut Imam Ismāil bin Hammad

al-Jauhari15 di dalam kitabnya Tāj al-Lughāh wa Sahāh al-Arabiyyah

mendefinisikan term ghaflah yaitu “Melalaikan sesuatu”, dan menurut Ibnu

Fāris dalam kitab Mu’jam Maqayis al-Lughah mendefiniskan term ghaflah

yaitu “meninggalkan sesuatu karena lupa” dan terkadang lupa nya secara

sengaja.”16 Secara Istilah term ghaflah menurut Rāghib al-Asfahāni dalam

kitabnya Mufradāt Alfāz al-Qur’an mendefinisikan term ghaflah yaitu “lupa

11 Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim al-Husain bin Muhammad bin al-Mufadhal. Al-

Asfahāni adalah nisbah dari tempat asalnya yaitu kota Asfahan. Akan tetapi beliau hidup di kota

Bagdad. Tidak diketahui kapan beliau lahir. Beliau salah seorang pemikir abad pertengahan yang

berupaya memahami al-Qur’an lewat pendalaman terhadap bahasa arab. Salah satu karya beliau

yaitu Al-Mufradātu Fī Gharībi al-Qur’an yaitu kamus al-Qur’an penjelasan makna kosa kata asing

(ghārib). Melalui karyanya Mu’jām al-Mufradāt Li Alfāẕ al-Qur’an beliau berpendapat bahwa

sarana yang paling utama dalam memahami al-Qur’an adalah lewat penguasaan terhadap bahasa.

Yang pasti, melalui karya-karya yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa beliau adalah seorang

ahli sejarah dan sastra, pakar dalam ilmu balaghah (retorika) dan sya’ir. Lihat Wahyuni

Shifaturrahmah, “Pemikiran Al-Rāghib al-Asfahānī tentang Al-Qur’an, Tafsir dan Tawil“ di akses

pada 3 Desember 2017 pukul 18:09 WIB dari

https://wahyunishifaturrahmah.wordpress.com/2010/02/16/pemikiran-al-raghib-al-asfahani-

tentang-al-quran-tafsir-dan-tawil/ 12 M. Quraish Shihah dkk, Ensiklopedia al-Qur’an Kajian Kosakata, (Jakarta: Lentera Hati,

2007) h. 715-716. 13 ‘Abd al-Qāhir Abū Bakr ibn ‘Abd al-Rahman Majd al-Dīn al-Jurjāni. Lahir di negeri Jurjan,

Iran dan wafat pada tahun 471 H pendapat lain mengatakan 474 H. Dalam bidang fiqh beliau

bermazhab Asy’ari. Beliau berguru dengan Abu Husen Muhammad bin Hasan al-Farisi. Beliau

dikenal pencetus imu balaghah. Karya karya beliau diantaranya Syarh al-Fatihah (1 Jilid), Asrar

Balaghah, Dalail al-I’jaz, al-Jumal Fin Nahmi dan lain sebagainya. Julie Scott Meisami dan Paul

Strakey, Encyclopedia of Arabic Lecture, Vol. 1 (London & New York: Taylor & Francis, 1988),

h. 16. Lihat juga: M. Natsir Arsyad, Cendekiawan Muslim: Dari Khalili sampai Habibie (Jakarta

Raja Grafindo Persada, 2000), h. 74. 14 Ali bin Muhammad al-Jurjāni, Mu’jam al-Ta’rifat (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), h. 209. 15 Al-Jauhari alias Abu Nasher Ismail bin Hamad al-Jauhari al-Farabi lahir pada tahun 398 H

dan meninggal pada tahun 1007 H. Berasal dari Farab Turki, pamannya al-Farabi filsafat terkenal,

penulis kitab Mu’jam al-Arabiyah. Raghib al-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia, h.

410. 16 Abī al-Husain Ahmad bin Fāris bin Zakariyyā, Maqayis al-Lughah, h. 386 dan Syauqī Ḏaif,

Mu’jam al-Wasīṯ (Mesir, Māktabah Shurouq al-Dauliyah, 2011), h. 657.

Page 19: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

5

yang menimpa manusia dari sedikitnya menjaga dari kesadaran”. Menurut

Imam al-Baghāwi17 dalam tafsir Ma’ālim al-Tanzil term ghaflah berarti

“tercegahnya manusia dalam mengerjakan suatu perkara karena lupa”.

Sementara term sahwun secara bahasa menurut Rāghib al-Asfahāni dalam

kitabnya Mufradāt Alfāz al-Qur’an mendefinisikan term sahwun yaitu

kesalahan dari kelalaian (teledor). Secara istilah menurut Rāghib al-Asfahāni

membagi dalam dua pengertian yaitu kesalahan tanpa sengaja seperti orang

gila, dan orang yang meminum khamr dengan sengaja.18 Sedangkan menurut

Ibnu Manẕur dalam kitabnya Lisan al-Arab mendefinisikan term sahwun

secara bahasa berarti melalaikan sesuatu hatinya berpaling kepada selainnya

artinya hatinya kurang perhatian.19

Lalai merupakan lawan dari dari kata dzikir20 sehingga Allah swt.

menjadikan dzikir sebagai tanda iman, sedangkan lalai sebagai tanda munafik

dan kufur. Akan tetapi, apakah sifat lalai seluruhnya merupakan sifat

munafik? Padahal sifat lupa manusia tidak terlepas dari setan. Menurut

sebagian ayat al-Qur’an,21 setan melihat bakat manusia untuk lalai sebagai

17 Al-Husain bin Mas’ud bin Muhammad al-‘Allama Abu Muhammad al-Farra’ al-Baghawi

lahir di Bagh, Baghshur dekat Herat. Namun lebih dikenal al-Farra’. Beliau meninggal kisaran

tahun 510 M/1117 H atau 516/1122 H. Diantaranya karya beliau Masabih al-Sunnah (Perjalanan

kehidupan Nabi), al-Tahdib dan Ma’alim al-Tanzil. Oliver Leaman, ed. The Qur’an: An

Encyclopedia (Taylor & Francis Group: London & New York, 2006), h. 108. 18 Al-Raghib al-Ashfahāni, Mufradat Gharib al-Qur’an, Jilid 2 (Beirut: Dar al-Ma’rifat, t.t.),

h. 431. 19 Ibnu Manzur, Lisan al-‘Arab, (Mesir: Dār al-Hadis. t.t.), h. 2137. 20 Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi, 40 Karakteristik Mereka yang Dicintai Allah

(Berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah), Penerjemah Endang Saiful Aziz & Taufiq Nuryana

(Jakarta: Darul Haq, 2012), h. 715-724. 21 Setan menggoda manusia dari segala penjuru terdapat dalam Q.S. al-A’rāf [7]: 17, larangan

untuk mengikuti langkah-langkah setan dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 168, manusia menjadi teman

setan ketika melupakan Allah swt. termaktub dalam Q.S. al-Zukrūf [43]: 36, masuk anggota setan

terdapat dalam Q.S. Al-Mujādilah [58]:19, selanjutnya menjadi saudara setan al-Isrā’ [17]: 27.

Lihat Abu Islam Sālih bin Tāha Abdul Wāhid, Metode Setan dalam Menyesatkan Manusia

Penerjemah Ummu Abdillah, (Ttp.: T.pn., 2008), h. 2-13.

Page 20: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

6

jalan untuk mempengaruhinya.22 Bakat inilah yang kadang-kadang membuat

manusia lalai akan hal-hal penting yang bermanfaat bagi dirinya. Pun kadang-

kadang membuatnya lalai akan Allah dan mengabaikan perintah-perintah-

Nya.23 Salah satu cara setan menggoda manusia dan mendorongnya lalai akan

Allah, dan akan kebaikan dan kemanfaatan bagi dirinya pada umumnya,

adalah dengan mempengaruhi dorongan dan hawa nafsunya. Ini memang

merupakan titik kelemahan manusia. Sebab, secara alamiah manusia

cenderung untuk memenuhi dorongan-dorongannya dan merasakan kelezatan

dan kenikmatan.24 Dari aspek inilah Iblis berhasil menggoda Adam as. Iblis

menawarkan kepadanya keabadian dan kerajaan yang tidak akan binasa,

apabila ia mau makan buah pohon larangan. Ini membuat Adam lupa akan

22 Ibnu Qayyim mengatakan dalam buku Manajemen Qalbu, "Peringatan Allah swt untuk

mewaspadai setan lebih banyak daripada peringatannya untuk mewaspadai nafsu dan selayaknya

demikian. Sebab, bahaya dan kerusakan nafsu timbul karena godaan setan. Nafsu adalah

kendaraan setan, sarang kejahatannya dan tempat di mana ia ditaati." Sejak diusirnya iblis, nenek

moyang setan dari golongan jin. Ia meminta ditangguhkan kematiannya hingga hari kiamat.

Kemudian iblis menyatakan perang dengan Adam dan keturunanya, serta bertekad akan

menjerumuskan manusia untuk berbuat durhaka kepada Allah Swt. Manusia sering lalai terhadap

musuhnya yang nyata ini, yakni setan. Banyak sekali penjelasan al-Qur'an mengenai setan, bahwa

ia adalah musuh yang nyata bagi manusia. Lihat Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, Manajemen Qalbu

Penerjemah Ainul Haris Umar Arifin Thayib, (Jakarta: Dār al-Falah, 2005), h. 130. 23 Hasil dari pembangkangan terhadap perintah-perintah Ilahi dan lalai dari mengingat Tuhan

dalam kehidupannya, konsekuensinya adalah pertemanan dengan setan, termaktub dalam surat al-

Zukhrūf ayat 36. Berpaling dari mengingat Allah Swt bukan hanya merupakan sebuah kesalahan

dan dosa kecil melainkan sebuah masalah yang disebabkan oleh dosa-dosa kecil dan besar yang

dilakukan sepanjang waktu. Dengan kata lain, lalai dari mengingat Allah Swt. karena perbuatan-

perbuatan dosa yang dilakukan adalah hasil natural dari menjauhnya ia dari Tuhan dan pertemanan

dengan setan yang bertentangan dengan sifat pengasih dan rahman Tuhan. 24 Terkait hal tersebut, orang-orang yang sepenuhnya dikuasai dorongan hawa nafsu sehingga

dorongan kebaikan yang ada sama sekali tidak berkutik. Dengan demikian, orang-orang seperti ini

telah merapat dalam barisan tentara setan. Mereka tidak mampu melawan dorongan jahat tersebut.

Merekalah ini orang-orang yang celaka karena bersedia menjadi budak nafsu dan kuda tunggangan

syahwat. Kelompok ini termasuk dalam golongan yang merugi di dunia dan akhirat. Terhadap

kelompok ini Allah swt. menegaskan dalam firman-Nya dalam al-Qur’an surat al-Sajdah [32]: 13.

Apabila seorang manusia mampu mengalahkan hawa nafsunya dia seperti malaikat. Sebaliknya,

apabila dikalahkan oleh hawa nafsunya dia menjadi seperti setan. Apabila kesabarannya

dikalahkan oleh dorongan wataknya (makan, minum) maka dia menjadi seperti hewan. Qatadah

menguraikan, “Allah menciptakan malaikat memiliki akal tanpa syahwat, menciptakan hewan

memiliki syahwat tanpa akal, dan menciptakan manusia memiliki syahwat serta akal. Karena

itulah, orang yang akalnya mengalahkan syahwatnya akan bersama malaikat. Sedangkan orang

yang syahwatnya mengalahkan akalnya serupa dengan hewan. Lihat Saad Riyadh, Jiwa dalam

Bimbingan Rasulullah (Jakarta: Gema Insani, 2007), h. 135 dan Ibnul Qoyyim al-Jauziyyah, Bekal

untuk Orang-orang yang Sabar, Penerjemah Iman Firdaus (Jakarta: Qisthi Press, 2016), h. 27.

Page 21: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

7

larangan Allah dan terjerumus dalam kesalahan. Dengan cara yang sama,

setan mempengaruhi semua manusia ketika pada diri mereka dibangkitkannya

hawa nafsu mereka yang membuat mereka terjerat olehnya dan lalai akan

Allah.25

Adam tertipu dengan perkataan setan, kemudian setan membisikkan

pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya

tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan

binasa?” (Q.S. Tāhā [20]: 120).

Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk

menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu

auratnya dan setan berkata: "Tuhan kamu tidak melarangmu dan

mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi

malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)" (Q.S. al- A’rāf [7]: 20).

Mengutip penafsiran Ibnu Katsir dan al-Tabari, dikarenakan setan merasa

iri dengan Adam as. dan Hawa yang diberikan berbagai kenikmatan kecuali

memakan buah pohon khuldi sehingga menimbulkan inisiatif bagi setan atas

pelarangan memakan buah tersebut, untuk selalu menggoda keduanya.26

Tergoda dengan kehidupan kekal di surga membuat Adam as. dan Hawa

25 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam al-Qur’an, h. 168. Lihat juga Abu Islam Sālih

bin Tāha Abdul Wāhid, Metode Setan dalam Menyesatkan Manusia, h. 10-12. 26 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Tabari, Jami’ al-Bayan al-Ta’wil Ayi al-Qur’an,

Penerjemah Ahmad Affandi dkk, Jilid 10 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 883-884. Lihat juga:

Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Qurtubi al-Maliki, Lubāb al-Tafsir min

Ibnu Katsir, Penerjemah Muhammad Abdul Ghoffar, Jilid 16 (Bogor: Pustaka Imam al-Syafi’i,

2004), h. 423. h. 998.

Page 22: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

8

terpedaya bujuk rayu setan sehingga lupa perjanjian dengan Tuhannya untuk

tidak memakan buah khuldi, dengan imbalan kekal abadi selamanya.27

Tanpa kita sadari penyakit lalai menggerogoti iman kita secara perlahan,

membuat lalai akan datangnya hari kematian, sebagaimana penulis mengutip

sebuah kalimat hikmah.

“Berlalulah waktu-waktu dan hari-hari sementara dosa telah diperoleh.

Dan datanglah utusan dan kematian sementara hati kita lalai. Kenikmatanmu

di dunia adalah tipu daya dan kerugian. Dan ratapanmu di dunia merupakan

kemustahilan dan kebatilan”.28

Lalu bagaimana agar kita terhindar dari sifat lalai ini? Menurut Mustafa

Mahmud, dalam agama lupa atau “ghaflah” dalam bingkai yang lebih luas

dari pandangan psikologi modern, yakni bingkai relasi manusia dengan Allah

swt. Barangsiapa yang dekat dengan Tuhan dan ia senantiasa berdzikir

kepada-Nya, maka daya ingatannya akan selalu dalam keadaan sempurna dan

tidak ada sesuatupun yang luput dari benaknya. Hal ini disebabkan karena

berada dalam lingkaran cahaya. Sebaliknya, barangsiapa yang jauh dari

Tuhan, maka ia akan masuk dalam lingkaran kegelapan, tenggelam ke dalam

telaga kelupaan, kebimbangan dan keterasingan. Dan akhirnya menjadi

seorang yang lalai dan pelupa.29 Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan

dzikir30 sebagai terapi penyakit lalai. Artinya, jika ingin menjadi orang yang

27 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Tabari, Jami’ al-Bayan al-Ta’wil Ayi al-Qur’an, Jilid

17, h. 998-999. Lihat juga: Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakar al-Qurtubi al-

Maliki, Lubāb al- Tafsir min Ibnu Katsir, Jilid 8, h. 361. 28 Mustafa Mahmud, Menangkap Isyarat al-Qur’an, h. 27. 29 Khoirul Amru Harahap dan Reza Pahlevi Dalimunthe, Dahsyatnya Doa & Zikir, (Jakarta:

Qultum Media, 2014), h. 18-19. 30 Kata al-dzikr berasal dari bahasa Arab ذكر ـ يذكر ـ ذكرا yang berarti menyebut, menjaga,

mengerti, mengingat-ingat, mempelajari, menghafalkan, peringatan. Secara harfiah, kata al-dzikr

memiliki makna sebuah proses atau perilaku jiwa yang memungkinkan manusia untuk menghafal

Page 23: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

9

segar ingatan, hendaklah senantiasa menjaga relasi harmonis dengan sang

pencipta dan senantiasa ingat kepada-Nya.

“Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat (mu), ingatlah Allah

di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring”. (Q.S. al-

Nisā’ [04]: 103).

Sikap lalai sama sekali tidak memberikan faedah, malah membahayakan

dan membinasakan. Al-Qur’an menegaskan rusaknya kecenderungan seperti

ini dan menamakannya sebagai kelalaian.31

Penyebutan kata lalai dalam al-Qur’an disebutkan dengan berbagai macam

term. Dari sinilah, penulis memfokuskan diri pada kata lalai dengan

menggunkan term nisyān, sahwun dan ghaflah, sehingga dapat diketahui

makna masing-masing term. Dari pemaparan diatas penulis ingin mengetahui,

bagaimana makna lalai dari sudut pandang al-Qur’an dengan pendekatan

kajian tafsir tematik.32

atau menjaga pengetahuan yang diperolehnya atau bermakna menghadirkan sesuatu pada hati atau

lisan. Dalam makna sempit, al-dzikr dimaksudkan untuk menyebut nama Allah swt. secara

berulang-ulang agar selalu ingat kepada-Nya (al-Baqarah [2]: 152). Lihat juga: Ahmad Warson

Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 448. Lihat juga: Al-Rāgib al-Asfahānī,

Mu’jam Mufrodāt Li Alfāz al-Qur’ān, h. 181. Lihat Ibnu Manẕur, Lisan al-Arab (T.tp.: Dār al-

Ma’arif, t.t.), h. 1508. Muhammad Khalilurrahman al-Mahfani, Keutamaan Doa & Dzikir untuk

Hidup Bahagia dan Sejahtera (Jakarta: Wahyu Media, t.t.), h. 33. 31 Yang artinya, “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedang

mereka tentang (kehidupan akhirat adalah lalai).” Q.S. al-Rūm [30]: 7. 32 Tafsir Mauḏū’i menurut Al-Farmawi adalah tafsir yang menghimpun ayat-ayat al-Quran

yang mempunyai maksud yang sama dengan kata lain sama-sama membicarakan satu topik

masalah dan menyusunnya berdasarkan kronologi serta sebab turunnya ayat tersebut. Lihat Abd.

Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Mauḏū’i dan Cara Penerapannya, Penerjemah Rosihon Anwar

(Jakarta: Pustaka Setia, 2002), h. 43-44. Dalam buku Diskursus Munasabah al-Qur’an karya

Hasani Ahmad Said menjelaskan empat metode dan corak penafsiran, yaitu analitis, komparatif,

global dan tematik (maudhū’i). Dan salah satu corak penafsiran yaitu adab al-ijtimā’i (budaya

kemasyarakatan). Lihat juga: Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al-Qur’an (Jakarta:

Lectura Press, 2014), h. 5.

Page 24: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

10

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

Al-Qur’an merangkai begitu banyak pedoman hidup dalam segala bidang

yang tak kunjung habis untuk dikaji lebih dalam. Salah satunya adalah ayat-

ayat tentang lalai. Terdapat beberapa permasalahan yang ada dari latar

belakang diatas. Pertama, penafsiran ayat-ayat tentang lalai dalam al-Quran

yang menggunakan beberapa kosakata yaitu nisyān, sahwun dan ghaflah.

Agar penelitian dalam skripsi ini lebih terarah dan tidak meluas, maka

penulis hanya memfokuskan pada ayat-ayat tentang lalai. Karena banyak

sekali ayat yang membahas tentang lalai, maka penulis hanya menyusun tema

bahasan ayat-ayat lalai menggunakan term nisyān, sahwun dan ghaflah,

kemudian menentukan objek kajian secara singkat, lalu mengutip beberapa

pendapat para mufassirin, yaitu Tabari, Ibnu Katsir, M. Quraish Shihab,

Hamka, al-Syaukani dan lain sebagainya.

Secara lebih spesifik, rumusan masalah ini adalah: “Bagaimana penafsiran

ayat-ayat tentang lalai dalam al-Qur’an?”

C. Tujuan Penelitian

1. Mengungkapkan kemudian mendeskripsikan secara jelas pemahaman

ayat-ayat al-Qur’an tentang lalai dengan menggunakan term nisyān,

sahwun dan ghaflah dengan mengutip beberapa pendapat mufassir baik

klasik maupun kontemporer;

2. Menambah khazanah keilmuan dalam penafsiran ayat-ayat tentang lalai;

3. Untuk memenuhi syarat kelulusan program S1 Fakultas Ushuluddin

Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam

meraih gelar S. Ag. (Sarjana Agama).

Page 25: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

11

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah menelaah karya-karya tulis

seputar ayat-ayat tentang lalai baik berupa kitab, buku, skripsi ataupun tesis,

untuk kemudian penulis cari perbedaan temanya dengan karya tulis yang

sedang penulis susun. Sehingga penulis bisa menjadikan sebagai pijakan

bahwa karya tulis ini belum ada yang membuat sebelumnya. Dan memang

pantas untuk diangkat dalam bentuk karya tulis ini. Dalam mencari data-data

yang penulis butuhkan, penulis menemukan beberapa tulisan yang berkaitan

tapi tidak sama dengan kajian yang akan dibahas oleh penulis. Tulisan-tulisan

tersebut yaitu

1. Skripsi karya Muhammad Arif berjudul Makna Kata Sāhun Menurut

Mufassirin dalam skripsi tersebut dijelaskan makna sāhun (lalai) menurut

mufassir klasik (Tabāri) dan modern (Quraish Shihab);33

2. Skripsi karya Reni Kusuma Wardani yang berjudul Makna Lalai Shalat

Surat al-Mā’ūn Ayat 4-5 Menurut Quraish Shihab dan Sayyid Quṯb dalam

skripsi ini menjelaskan perbandingan makna lalai menurut Quraish Shihab

dan Sayyid Quṯb;34

3. Skripsi karya Zulaekah yang berjudul Makna Kata al-Nasy dalam Al-

Qur’an dalam skripsi ini menjelaskan makna kata al-Nasy dalam bentuk

fi’il māḏin, muḏār’i, masdar dan ism fā’il, ism maf’ūl;35

33 Muhammad Arif, “Makna Kata Sahun Menurut Mufassirin,” (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2011). 34 Reni Kusuma Wardani, “Makna Lalai Shalat Surat al-Mā’ūn Ayat 4-5 Menurut Quraish

Shihab dan Sayyid Qutb,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas

Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2015). 35 Zulaekah, “Makna Kata al-Nasy dalam Al-Qur’an,” (Skripsi S1Tafsir Fakultas Ushuluddin

dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016).

Page 26: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

12

4. Skripsi karya Muhammad Syahrul Mubarak yang berjudul Kesadaran Diri

akan Kembali kepada Allah dalam al-Qur’an dalam skripsi ini

menjelaskan pentingnya keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat;

5. Skripsi karya Bahruddin yang berjudul Lalai dari Shalat Prespektif Al-

Qur’an dalam skripsi ini membandingkan penafsiran lalai dari shalat

prespektif al-Qur’an menurut Ibnu Katsir dan Sayyid Quṯb;36

6. Buku karya Khalif A. Mu’thi Khalif yang berjudul Nasihat untuk Orang-

orang Lalai penerjemah Abdul Hayyie al-Kattani yang membahas tentang

jenis-jenis kelalaian diantaranya lalai akan hal-hal yang membinasakan,

lalai akan hal-hal yang menyelamatkan, nasihat bagi yang sering

melalaikan waktu dan umur dan sebagainya;

7. Buku karya Muhammad Utsman Najati yang berjudul Al-Qur’an &

Psikologi penerjemah Zaenuddin Abu Bakar menjelaskan ingat dan lupa

dalam al-Qur’an, definisi lupa menurut agama, dan mengatasi lupa dalam

al-Qur’an;

8. Buku karya Mustafa Mahmud yang berjudul Menangkap Isyarat al-

Qur’an penerjemah Pustaka Firdaus menjelaskan definisi lupa/lalai

menurut agama;

9. Buku karya Khalid Abdullah bin al-Muslih yang berjudul Menuju Hati

yang Bersih penerjemah Redaksi Yufid dalam buku ini dijelaskan ciri-ciri

hati yang bersih, penyakit-penyakit hati, dan kiat menuju hati yang bersih;

36 Bahruddin, “Lalai dari Shalat Prespektif Al-Qur’an,” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin,

Institut Agama Islam Negri Sunan Ampel Surabaya, 2008).

Page 27: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

13

10. Buku karya Zakiah Darajat yang berjudul Psikoterapi Islami dalam buku

ini dijelaskan tentang penyebab lupa dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya menurut ilmu Psikologi;

11. Jurnal karya Wahyudi Setiawan Al-Qur’an tentang Lupa, Tidur, Mimpi

dan Kematian menjelaskan tentang memori/ingatan menurut pendekatan

psikologi. 37

Dari beberapa penelitian yang telah disebutkan diatas belum ada

pembahasan yang menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an tentang lalai. Penulis

menggunakan tiga term lalai dalam al-Qur’an (nisyān, sahwun dan ghaflah)

sehingga dapat diketahui makna masing-masing term.

E. Metode Penelitian

1. Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan38

(Library Research). Penelitian kepustakaan dilakukan dengan melakukan

studi terhadap al-Qur’an al-Karim, kitab-kitab, buku-buku, majalah, koran

serta bahan-bahan tertulis lainnya yang ada relevansinya dengan masalah

yang dibahas.

2. Metode Pembahasan

Teknik pembahasan dalam skripsi ini adalah tematik (maudūi), yaitu

salah satu metode penafsiran al-Qur’an yang berusaha menjelaskan ayat-

ayat al-Qur’an dengan mengacu pada satu pokok bahasan tertentu

sehingga dapat menghasilkan pemahaman yang lebih sistematis. Langkah-

37 Wahyudi Setiawan. “Al-Qur’an tentang Lupa, Tidur, Mimpi dan Kematian”. Al-Murabbi,

Vol. 2, no. 2 (Januari 2016). 38 Metode pengumpulan data dengan mencari informasi lewat buku, ensiklopedi, kamus,

jurnal, dokumen, majalah dan lain sebagainya. Lihat Nursapia Harahap, “Penelitian Kepustakaan”

Iqra’, Vol. 8, No. 1 (Mei 2014), h. 68.

Page 28: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

14

langkah atau cara kerja metode Mauḏū’i dijelaskan oleh al-Farmawi

sebagai berikut:39

a. Menetapkan atau memilih tema yang akan dikaji secara mauḏū’i;

b. Melacak dan mengumpulkan ayat-ayat al-Quran yang berkaitan

dengan tema tersebut;

c. Menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologis masa

turunnya, disertai pengetahuan tentang sebab-sabab (asbab al-Nuzūl)

turunnya;

d. Menjelaskan munāsabah atau korelasi ayat-ayat tersebut di dalam

masing-masing suratnya;

e. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis,

sempurna dan utuh (outline);

f. Melengkapi penjelasan ayat dengan hadis-hadis nabi, bila dipandang

perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan

gamblang;

g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan

cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian yang serupa,

mengkompromikan antara pengertian yang ‘am dan khas, yang

muthlaq dengan muqayyad yang global dengan terperinci, yang nasikh

dan yang mansukh sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu

muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan

terhadap sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak

tepat;

39 Abd. Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Mauḏū’i dan Cara Penerapannya, h. 51 dan M.

Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan

Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1994), h. 114-115.

Page 29: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

15

Adapun pedoman yang digunakan untuk penulisan skripsi ini mengacu

pada buku Pedoman Akademik Program Strata 1 diterbitkan oleh UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta 2013/2014.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membaginya dalam empat bab, dimana

setiap babnya mempunyai spesifikasi dan penekanan mengenai topik tertentu,

yaitu:

Bab pertama adalah latar belakang masalah, identifikasi pembatasan, dan

rumusan masalah, pendekatan yang digunakan untuk menganalisa masalah,

tujuan dilakukannya penelitian, kajian pustaka untuk menunjukkan penelitian

lama yang masih berkaitan dan relevan dengan penelitian yang dilakukan

penulis, hingga sistematika penulisan.

Bab kedua merupakan pembahasan mengenai gambaran umum tentang

lalai yang meliputi pengertian lalai dan jenis-jenis kelalaian, pembagian lalai

dari segi tingkatan pelakunya, faktor-faktor penyebab kelalaian dan langkah-

langkah menghindari lalai.

Bab ketiga menjelaskan arti term lalai dalam al-Qur’an yang meliputi:

nisyān, ghaflah dan sahwun dan perbedaan ketiganya.

Bab keempat menjelaskan tema ayat-ayat tentang lalai dalam al-Qur’an

serta menentukan subjek dan objek kajian.

Bab kelima merupakan bab terakhir dari penelitian ini yang berisikan

penutup, kesimpulan dan saran-saran.

Page 30: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

18

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG LALAI

A. Pengertian Lalai dan Jenis-Jenis Kelalaian

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia Lalai memiliki beberapa arti, yaitu:

1) kurang hati-hati; tidak mengindahkan (kewajiban, pekerjaan, dsb); lengah.

2) tidak ingat karena asyik melakukan sesuatu; terlupa.

Menurut kamus Arabic English Dictionary The Hans Wehr Dictionary of

Modern Written Arabic lalai berarti kurangnya perhatian terhadap suatu

peristiwa, linglung, bingung; mengabaikan, menghilangkan, melupakan

(tertidur), kehilangan memori, pelupa 40

Sedangkan kamus Elias’ Modern Dictionary Arabic-English lalai berarti

leha, lupa yang tidak sengaja.41

Dalam Istilah psikologi lupa berkaitan daya ingat yang terlibat dalam

mengenang atau mengalami lagi pengalaman masa lalu.42

Pada umumnya psikologi menganggap bahwa peristiwa lupa adalah

merupakan segi negatif dari pada ingatan (memori), sedangkan ingat

merupakan segi positif dari ingatan seseorang.43

Sifat lupa dapat didefinisikan sebagai kelemahan alamiah pada seseorang,

baik parsial atau keseluruhan, permanen maupun tidak, untuk mengingat

40 Alias A. Elias & Ed. E. Elias, Elias’ Modern Dictionary Arabic-English (Cairo: Elias’

Modern Press, 1982), h. 322 dan 481. 41 Hans Wehr, Arabic English Dictionary The Hans Wehr Dictionary of Modern Written

Arabic, editor J M. Cowan (New York: Spoken Language Services, 1976), h. 438 dan 936. 42 James Patrick Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, Penerjemah Kartini Kartono Jakarta:

Raja Grafindo Persada, t.t.), h. 295. Frank J. Bruno & Kegan Paul, Kamus Istilah Kunci Psikologi,

Penerjemah Cecilia G Samekto dkk (Yogyakarta: Kanisius, 1989), h. 179. 43 H.M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniyah Manusia (Jakarta: Bulan

Bintang, 2015), h. 207.

Page 31: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

19

berbagai pengetahuan atau keahlian tertentu.44 Selain itu lupa dapat diartikan

ketidakmampuan seseorang mengembalikan ingatan.45

Dari pengertian dan perincian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

lalai adalah kurangnya perhatian seseorang terhadap sesuatu sehingga

menyebabkan terlupa.

1. Pendapat Ulama dan Psikolog tentang lalai/lupa

Sementara menurut para ulama dan Psikolog tentang kelalaian adalah:

Beberapa ulama serta beberapa tafsir al-Qur’an (misalkan Syāmil al-

Qur’an), mengartikan "lalai dari shalatnya" adalah tidak menghargai serta

melalaikan pelaksanaan dan waktu-waktu shalat, seperti shalat di akhir

waktu, atau terlambat shalat.

Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), Dawam Rahardjo,

Nurcholish Madjid, dan beberapa tafsir al-Qur’an (misalkan Yassarnal-

Quran), maksud "lalai" dari shalatnya dalam al-Qur’an adalah orang

tersebut menjalankan dan mengerjakan shalat, tetapi ternyata ia melalaikan

pesan-pesan, makna dan tujuan yang terkandung dalam amalan shalatnya,

di antaranya tidak mau membantu fakir miskin serta berbuat riya. Mereka

juga berpendapat, bahwa pengertian kata "lalai", tidak menekankan kepada

orang yang lupa atau tidak melaksanakan shalat karena alasan tertidur,

kesibukan kerja, dalam perjalanan, dan sebagainya. 46

44 Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah (Jakarta: Prenadamedia, 2006), h.

212. 45 Agus Suyanto, Psikologi Umum (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 46. 46 Muhammad Arif, “Makna Kata Sahun Menurut Mufassirin,” (Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, 2011), h. 28.

Page 32: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

20

Mustafa Mahmud mengartikan lalai dengan sesuatu yang

menghilangkan kenikmatan dan manghalangi pelayanan ibadah, lalu

menambah rasa dengki, penderitaan dan penyesalan.47

Abdul Hayy Abdul ‘Al dalam bukunya Pengantar Imu Fikih

mengatakan bahwa lupa yaitu kondisi seseorang yang tidak dapat

menghadirkan sesuatu ketika dibutuhkan.48 Ini merupakan kondisi yang

menimpa seseorang sehingga tidak mengingat taklif yang dibebankan oleh

pembuat syariat kepadanya, atau menjadikannya tidak melaksanakan hal

ibadah hal ibadah yang telah di niatkannya, seperti orang berpuasa yang

makan karena lupa.

Sedangkan menurut beberapa Psikolog seperti Zakiah Darajat lupa

berhubungan dengan dua hal, yaitu berkaitan dengan waktu terjadinya

peristiwa dan perhatian terhadap peristiwa tersebut.49

Hamdani Bakran al-Dzaky pelupa/lalai merupakan salah satu indikasi

gangguan mental, sama halnya dengan penyakit ruhani yang dialami

manusia. Di mana, kedua hal tersebut berada pada unsur psikis manusia.50

Terkait dengan lupa/ingatan William stren51 melakukan percobaan

menunjukkan gambar-gambar setelahnya menceritakan dengan bebas dan

47 Mustafa Mahmud, Menangkap Isyarat al-Qur’an, h. 26. 48 Abdul Hayy Abdul Al, Pengantar Ilmu Fikih (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), h. 208. 49 Zakiah Darajat, Psikoterapi Islam (J akarta: Bulan Bintang, 2002), h. 44. 50 Hamdani Bakran al-Dzaky seorang Psikoterapi Islam, menjabarkan beberapa jenis

gangguan mental yang disebutnya dengan istilah tanda-tanda atau indikasi kejiwaan yang tidak

stabil yaitu : 1. Pemarah 2. Dendam kesumat 3. Pendengki 4. Sombong 5. Berburuk sangka 6.

Was-was 7. Pendusta 8. Serakah 9. Berputus asa 10. Pelupa/lalai 11. Pemalas 12. Kikir 13.

Hilangnya perasaan malu. Lihat: Hamdani Bakran al-Dzaky, Psikoterapi Konseling Islam:

Penerapan Metode Sufistik (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2001), h. 329-371. 51 Louis William Stern seorang psikolog dan filsuf Jerman lahir pada 29 April 1871-27 Maret

1938. Willian Stern tercatat sebagai pelopor dalam bidang psikologi kepribadian dan kecerdasan.

Dia adalah penemu konsep intelligence quotient. Ladislaus Naisaban, Para Psikolog Terkemuka

Dunia: Riwayat Hidup, Pokok Pikiran, dan Karya (Jakarta: Grasindo Gramedia Widiasarana

Indonesia, 2004), h. 193.

Page 33: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

21

menjawab pertanyaan. Hasilnya; setelah melihat gambar, menceritakan

dengan bebas meminimalisir kesalahan, daripada menjawab pertanyaan-

pertanyaan. Mengingat gambar, manusia, dan warna lebih mudah,

daripada bilangan lebih sulit. Kemudian, Ingatan perempuan lebih kuat,

meskipun demikian perempuan dalam pemberian berita lebih banyak

berdusta.

Ebbinghaus52 melakukan percobaan dengan mengingat pelajar yang

banyak, setelah beberapa waktu kemampuan mengingatnya menurun.

Hasilnya; terdapat hubungan erat antara kemampuan mengingat dengan

pengulangan, semakin banyak banyak pengulangan sedikit yang di

lupakan.

Adapun ingatan terhadap gerakan-gerakan seperti pelajaran olahraga,

menari, dan sebagai dibandingkan dengan ingatan yang non-sense syllable

(kata-kata yang tidak mengandung arti), dibuktikan oleh Harold J. Leavitt

dan Schlasberg adalah menunjukkan kurva lupa yang jauh lebih rendah

dari pada yang non-sense syllables. Hubungan ingatan dengan istirahat,

ingatan lebih lama, kemudian mengadakan istirahat.53 Kesimpulan, besar

kecilnya volume ingatan/lupa, bergantung pada intensitas pengulangan.

Berbagai eksperimen pernah dilakukan terhadap peristiwa lupa itu, di

antara hasilnya menunjukkan:

52 Herman Ebbinghaus lahir di Barmen 24 Januari 1850. Setelah membaca tulisan Fechner

“Elements of Psychophisic”, Ebbinghaus tergerak untuk mengadakan penyelidikan mengenai

proses mental yang lebih tinggi, dengan mengikuti petunjuk kuantitatif dari Fechner dan

menemukan suku kata tak berarti (nonsense syllable) lalu menggunakan diri sendiri sebagai subjek

belajar, menjelajahi proses ingatan selama tujuh tahun yang berjudul Memory: A Contribution to

Experimental Psychology. Ladislaus Naisaban, Para Psikolog Terkemuka Dunia: Riwayat Hidup,

Pokok Pikiran, dan Karya, h. 102-103. 53 H.M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek Kehidupan Rohaniyah Manusia (Jakarta: Bulan

Bintang, 1976), h. 206-211.

Page 34: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

22

a. Ada perbedaan individual antara satu orang dan lainnya tentang

mengingat, demikian pula kecepatan terjadinya lupa, terhadap apa

yang sudah terjadi.

b. Untuk mengamankan supaya jangan terjadi lupa, dicoba orang

menggunakan cara-cara tertentu, ada yang berhasil dan ada juga yang

gagal.

c. Diantara hasil eksperimen membuktikan bahwa lupa terjadi lebih cepat

pada awal, kemudian berangsur secara perlahan-lahan, akhirnya sangat

lambat.

Dari berbagai penelitian terhadap lupa, ditemukan ada yang

berhubungan dengan waktu yang terjadi suatu peristiwa, dan ada pula yang

berkaitan dengan perhatian terhadap peristiwa yang diingat tersebut.

Ada yang berpendapat bahwa orang yang banyak mempergunakan

bahan-bahan penenang, mudah terjadi padanya lupa. Di samping itu

tekanan terhadap dorongan tertentu, dapat menyebabkan terjadinya lupa.54

Diantara pakar psikologi ada yang berpendapat, bahwa lupa itu terjadi

pula karena perhatian yang berlebihan terhadap sesuatu yang diingat,

bukan karena kurang atau tidak adanya perhatian.

Bagi yang berpendapat demikian, maka lupa itu terjadi karena

bercampurnya berbagai macam kegiatan dalam waktu yang bersamaan,

karena itu anjuran supaya ada waktu istirahat sebentar, setelah selesai

54 Menurut Leavitt (1945) tingkat kemampuan mengingat banyak bergantung pada pelbagai

faktor misalnya: Pertama, berartinya bahan yang harus diingat. Kedua, adanya kemauan untuk

mengingat. Ketiga, tingkat penguasaan tugas. Keempat, lamanya waktu diberikan untuk

mengingat. Disamping itu juga dibuktikan oleh Pubols kemampuan mengingat diperbesar dengan

adanya praktek. Harold J. Leavitt dkk. Readings in Managerial Psychology (Chicago: The

University of Chicago, 1989), h. 307. Lihat juga: H.M. Arifin, Psikologi dan Beberapa Aspek

Kehidupan Rohaniyah Manusia, h. 203-204.

Page 35: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

23

mengahadapi suatu masalah atau topik bahasan, sebelum memulai dengan

topik lain, agar berbagai topik itu tidak saling mengganggu atau merusak.

Ada yang menganjurkan agar setiap selesai dari satu topik, supaya tidur

sebentar, guna memudahkan mengingatnya kembali.

Perlu diingat bahwa kesadaran yang baik dalam menghadapi suatu

masalah/objek tertentu, tidak menjadi jaminan untuk terjadinya ingatan

yang baik, sebab banyak faktor yang dapat manghalangi individu dari

mengingat sesuatu, misalnya perasaan takut, emosi, goncang, rasa malu,

adanya gangguan dan hal yang tidak disukai lebih mudah terlupa dari pada

hal yang menyenangkan.

Hal-hal yang menyenangkan dapat membangkitkan semangat hidup

dan mendorong orang untuk bekerja, sedangkan hal yang menyakitkan,

mengecewakan dan menimbulkan perasaan tertekan, dapat mengurangi

semangat bekerja.55

Riset dan teori tentang memori dapat dibagi menjadi tiga bidang utama,

yaitu:56 Pertama, karya yang menetapkan basis biokimia untuk memori,

diawali pada akhir tahun 1950-an. Teori ini menyatakan bahwa RNA57

(ribonucleic acid) berfungsi sebagai mediator kimia untuk memori. RNA

diproduksi oleh senyawa DNA (deoxyribonuleic acid) yang bertanggung

jawab atas sifat-sifat genetis. Sejumlah percobaan yang dilakukan dengan

RNA mendukung bahwa RNA memang banyak berkaitan dengan cara

55 Zakiah Darajat, Psikoterapi Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), h. 43-44. 56 Tony Buzan, Gunakan Memori Anda, Penerjemah Alexander Sindoro (Batam: Interaksara,

2006), h. 45. 57 RNA yaitu polimer rantai panjang dari nukleotida yang terdapat pada nukleus, tapi secara

umum terletak pada sitoplasma sel. Fungsi RNA sebagai perantara DNA ke protein. Fungsinya

adalah untuk mentransmisikan informasi genetik dari DNA ke protein. Suharsono. “Struktur dan

Gen”. t.t. h. 1.

Page 36: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

24

mengingat sesuatu. Kedua, stimulasi otak riset mengenai menstimulasi otak

pertama kali diawali oleh Wilder Penfield58 ketika melakukan kraniotomi

(mengangkat sebagian kecil otak) dalam usaha untuk mengurangi serangan

ayan. Dia menemukan bahwa menstimulasi berbagai daerah di korteks

menghasilkan berbagai tanggapan yang berbeda tetapi hanya stimulasi pada

lobus temporal yang menyebabkan pasien melaporkan pengalaman yang

berarti dan terintegrasi. Hal yang menarik dari riset yang dilakukan oleh

Penfield adalah fakta bahwa beberapa memori yang distimulasi secara

elektrik tidak dapat ditimbulkan ketika pasien berusaha mengingat kembali

secara normal. Selain itu, pengalaman otak yang distimulasi tampaknya

jauh lebih spesifik dan lebih akurat daripada mengingat kembali secara sadar

yang cenderung mengalami generalisasi. Penfield yakin bahwa otak

merekam segala sesuatu yang diperlihatkan secara sadar dan rekaman itu

bersifat permanen, meskipun kadang ”dilupakan‟ dalam kehidupan sehari-

hari.59

Ketiga, memori bukan proses tunggal, pada waktu penelitian mengenai

memori mengalami kemajuan, beberapa ahli teori lain mengatakan bahwa

penelitian seharusnya tidak hanya ditekankan pada aspek memori saja dan

lebih berkonsentrasi pada studi tentang melupakan. Karena pada

kenyataannya manusia tidak mampu mengingat sekian banyak hal dan

cenderung berangsur-angsur akan menjadi lupa. Gagasan ini

58 Wilder Penfield adalah salah satu ilmuwan terbesar Kanada. Lahir 26 Januari 1981-5 April

1976 di Montreal. Empat kali dinominasikan untuk Hadiah Nobel, Penfield dikenal di seluruh

dunia karena penemuannya yang merintis dan teknik bedah. Jefferson Lewis, Something Hidden:

A Biography of Wilder Penfiel (T.pn.: Formac Publishing Company, 1983), h. 59 Muhammad Noer, “Bagaimana Daya Ingat Bekerja” diakses pada tanggal 12 Desember

2017 dari http://www.muhammadnoer.com/2010/02/cara-kerja-daya-ingat/.

Page 37: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

25

memperkenalkan teori dupleks tentang mengingat dan melupakan, yang

menyatakan bahwa terdapat dua macam cara untuk menyimpan informasi,

yakni memori jangka pendek dan memori jangka panjang.

Bruno menyatakan ingatan merupakan proses mental yang melibatkan

pengkodean, penyimpanan dan pemanggilan kembali informasi dan

pengetahuan.60 Teori awal tentang memori dikenal sebagai model asosiasi

(assosiation model) yang menyatakan memori adalah hasil koneksi mental

antara ide dengan konsep. Salah satu pendukung teori ini adalah

Ebbinghaus yang melakukan penelitian tentang dasar belajar dan

kelupaan.61 Sedangkan Suharnan berpendapat bahwa ingatan merujuk pada

proses penyimpanan dan pemeliharaan sepanjang waktu.62 Dari beberapa

pendapat tersebut dapat disimpulkan daya ingat merupakan kemampuan

seseorang untuk memanggil kembali ingatan yang telah dipelajarinya.

Proses pengingatan atau memori dapat dibedakan menjadi tiga tahap:

Pertama, tahap penyandian (encoding) atau pemasukan pesan ke dalam

ingatan, misalnya: saat berkenalan memasukkan nama, sebut saja Rini.

Setelah itu mengubah (transformasi) masukan fisik (gelombang suara)

yang bersesuain dengan ucapan namanya menjadi sandi (kode) atau

representasi yang diterima oleh memori, dan menempatkanya ke dalam

memori. Kedua, tahap penyimpanan (storage) yaitu meyimpan atau

60 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h.

96.

61 Romi Anshorulloh, “Efektivitas Metode Mnemonik Dalam Meningkatkan Daya Ingat Siswa

Pada Mata Pelajaran Sejarah Di MTs Persiapan Negeri Kota Batu” (Skripsi S1 Fakultas Psikologi,

Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2008), h. 12.

62 Romi Anshorulloh, “Efektivitas Metode Mnemonik Dalam Meningkatkan Daya Ingat

Siswa,” h. 13.

Page 38: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

26

mempertahankan nama itu selama waktu diantara dua pertemuan. Ketiga,

tahap pengambilan atau pengingatan kembali (retrieval) yaitu kita bisa

mendapatkan kembali nama itu dari penyimpanan pada saat pertemuan

yang kedua.

Tiga tahap memori tidak bekerja dalam cara yang sama pada semua

situasi. Situasi pertama dikatakan memori jangka pendek (short term

memori), walaupun dalam situasi dimana kita harus mengingat informasi

hanya untuk beberapa detik, memori melibatkan ketiga tahapan

penyandian, penyimpanan dan pengambilan. Situasi yang kedua yaitu

memori jangka Panjang (long term memory), melibatkan informasi yang

dipertahankan untuk interval tersingkat beberapa menit (seperti poin-poin

yang dibuat sebelumnya dalam suatu percakapan) atau sampai seumur

hidup (sebagai kenangan masa kanak-kanak). Dalam eksperimen tentang

memori jangka Panjang, ahli Psikologi biasanya mempelajari proses

pelupaan selama interval beberapa menit, jam dan minggu tetapi sedikit

penelitian dilakukan dalam tahun atau dasawarsa. Tidak seperti situasi

dalam memori jangka pendek, interaksi penting antara penyandian dan

pengambilan terjadi pada memori jangka Panjang.63

Adapun jenis-jenis kelalaian menurut Khalid A. Mu’thi Khalif dalam

bukunya Nasihat untuk Orang-orang Lalai64 mengatakan ada lima, yaitu:

Pertama, kelalaian dari apa yang membahayakan hamba dan membuat

turunnya kemurkaan Allah, yaitu kelalaian dari hal-hal yang

63 Nety Hartanti, dkk. Islam dan Psikologi (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2003), h. 78-82. 64 Khalid A. Mu’thi Khalif, Nasihat Untuk Orang-orang Lalai, h. 8.

Page 39: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

27

membinasakan. Rasulullah saw. bersabda yang diriwayatkan oleh Ahmad

dan Tirmizi:

ن م) :معليه وسل رضي هللا عنه قال: قال رسول هللا صلى هللا أيب هريرة عنأبو ال، ق(؟ن هبأيخذ عين هؤالء الكلمات فيعمل هبن أو يعلمهن من يعمل

ق احملارم ات ) :الفقلت أان اي رسول هللا، فأخذ بيدي فعد مخس ا، ق :هريرةأ حسن إىل اس، و لن تكن أعبد الناس، وارض مبا قس م هللا لك تكن أغىن ا

ب للناس ما حتب لنفسك تكن مس تكثر ا، واللم جارك تكن مؤمن ا، وأح تمذي، أمحد، وال رواه (لقلبالضحك فإن كثرة الضحك ت يت ا

.األلباين وحسنه“Jauhilah hal-hal yang diharamkan, niscaya engkau menjadi orang

yang paling banyak ibadahnya”.65

Yang dimaksud dengan perkataan-perkataan yang mengutamakan

meninggalkan hal-hal haram daripada pengerjaan ketaatan-ketaatan, ialah

ketaatan-ketaatan yang bersifat sunnah. Jika tidak demikian, maka amal-

amal perbuatan wajib itu lebih utama daripada meninggalkan hal-hal

haram, karena amal-amal perbuatan adalah tujuan kepada dzatnya, sedang

yang diminta (dituntut) dari hal-hal haram ialah meninggalkannya. Oleh

karena itu, meninggalkan larangan-larangan tidak memerlukan niat, dan

ini berbeda dengan pengerjaan amal-amal perbuatan. Oleh karena itu pula,

65 Bagian hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, al-Tirmizi (no. 2305), dan al-Kharaithi dari

jalur Abu Thariq, dari al-Hasan al-Bashri, dari Abu Hurairah ra. Dia berkata, “Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Siapakah yang siap mengambil kalimat-kalimat ini

kemudian mengamalkannya atau mengajarkannya kepada orang yang siap mengamalkannya?’

Aku (Abu Hurairah) berkata, ‘Aku, wahai Rasulullah,’ Rasulullah pun memegang tanganku lalu

mengulang lagi sabda tersebut hingga lima kali. Setelah itu beliau bersabda, ‘Takutlah engkau

kepada hal-hal haram, niscaya engkau menjadi orang yang paling hebat ibadahnya. Ridhalah

dengan apa yang dibagikan Allah kepadamu, niscaya engkau menjadi orang yang terkaya. Berbuat

baiklah kepada tetanggamu, niscaya engkau menjadi orang mukmin. Cintailah untuk manusia apa

yang engkau cintai untuk dirimu, niscaya engkau menjadi orang muslim. Janganlah engkau banyak

tertawa, karena banyak tertawa itu mematikan hati”. Lihat Abī ‘Isā Muhammad bin Saurah al-

Tirmizī, Jāmi’ al-Tirmizī, Bab Shalat, Hadis no 2305, (Riyadh: Bait al-Afkar al-Dauliyyah, t.t.), h.

381.

Page 40: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

28

terkadang meninggalkan amal-amal perbuatan itu menyebabkan kekafiran,

misalnya meninggalkan tauhid dan rukun-rukun Islam atau sebagiannya

yang telah dijelaskan sebelumnya. Ini berbeda dengan pengerjaan hal-hal

haram yang tidak menyebabkan kekafiran dengan sendirinya.66

Keadaan orang yang lalai, yang tidak merasa lalai merupakan faktor

pertama pembawa kebinasaan, bahkan sebagai sebab kebinasaan didunia

dan diakhirat. Abu Hasan al-Zayyat berkata, “Demi Allah, saya tidak

peduli dengan banyaknya bid’ah dan kemungkaran. Namun, saya khawatir

jika hati terbiasa dengannya. Segala hal ini jika sering disaksikan akan

terasa dekat oleh jiwa dan jika terasa dekat dalam jiwa, niscaya jarang

sekali orang yang tidak terpengaruh dengannya”. Ibnu al-Jauzi

mendiagnosis penyakit ini dan berkata, “Di antara siksaan yang paling

besar adalah merasa sebagai sosok yang selamat dari neraka”. 67

Kedua, kelalaian dari apa yang menyelamatkannya dari azab Allah,

kelalaian dari hal-hal yang menyelamatkan.

Bagi seorang hamba, kelalaian adalah permulaan. Jika terus berpaling

dari Allah, maka Allah juga akan berpaling darinya. Allah swt adalah Dzat

yang tidak pernah lupa “Allah melupakan-Nya”68 yaitu Allah tidak akan

memperhatikan dan mempedulikannya.69

66 Yazid bin Abdul Qadir Jawas, “Laksanakan Perintah, Jauhi Larangan, dan Jangan Banyak

Bertanya,” diakses pada tanggal 11 November 2017, pukul 17:52 WIB dari

https://almanhaj.or.id/3489-laksanakan-perintah-jauhi-larangan-dan-jangan-banyak-bertanya.html.

Lihat juga : Khalid A. Mu’thi Khalif, Nasihat Untuk Orang-orang Lalai, h. 89. 67 Khalid A. Mu’thi Khalif, Nasihat Untuk Orang-orang Lalai, h. 21-22. 68 Q.S. al-Taubāh [9]: 67

ن ب عض ت ب عضهم م مرون ٱلمن ف قون و ٱلمن ف ق ه ب ٱلمنك ر أي

عروف ع ن ون و ي ن ي ه ٱلل ن سوا أ يد ي هم قب ضون و ي ٱلم ن ٱلمن ف ق ني م إ ف ن س قون س هم ٱلف

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama,

mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma´ruf dan mereka

Page 41: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

29

Apabila kita melakukan dosa, bersegera untuk memohon ampunan-

Nya, diikuti dengan keinginan kuat untuk meninggalkan perbuatan dosa

sehingga tidak menjadi kebiasaan, niscaya Allah akan mengampuninya.70

Di antara bentuk ibadah atau ketaatan yang seringkali dilupakan dan

tidak mendapat perhatian adalah berpikir71 dan merenung.72

Ketiga, kelalaian dari modal hamba dan bekalnya di jalan, yaitu

kelalaian dari segi usia dan waktu.

Hak ini mengilhami Ibnu Habirah73 untuk menasehati murid nya Ibnu

al-Jauzi, dengan nasihat berikut ini:

“Sebenarnya waktu adalah harta termahal yang seharusnya kamu

pelihara dengan benar-benar. Namun saya lihat, waktu bagimu adalah

sesuatu yang paling mudah untuk sirna”. 74

menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka.

Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik”. 69 Kerugian yang sangat besar jika Allah sudah tidak mau memperhatikan seseorang, tidak

peduli lagi padanya. Bahkan Allah akan memberinya kawan, yaitu setan yang akan

mengantarkannya menuju kesesatan seperti dalam firman-Nya surat al-Zukhruf [43]: 36. 70 Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Busr ra. Rasulullah saw.

bersabda, “tūbā liman wajada fī sahīfatihi istighfārān katsīrān”, (“Sungguh beruntung orang

yang nantinya mendapati buku catatan amalnya penuh dengan istighfar”). Lihat Abi Abdullah

Muhammad bin Yazīd bin Ibnu Mājah al-Qazūnī, Sunan Ibnu Mājah, Jil. 2 (Riyādh: Dār Ihya al-

Kutub al-Arabiyyah, t.t.), h. 1452. 71 Menurut Yūsuf Qardhāwī lima objek tafakkur yang terangkum dalam al-Qur’an ada lima

yaitu, Pertama, berpikir tentang alam semesta seperti dalam surat al-Imrān [3]: 191. Kedua,

berpikir tentang perubahan zaman dan silih bergantinya kaum, yang banyak menceritakan kisah-

kisah terdahulu dijadikan sebagai sumber ilham untuk mendapatkan petunjuk dan nasihat

sebagaimana disebutkan dalam surat al-A’rāf [7]: 176. Ketiga, berpikir tentang ayat-ayat tanzīliyah

(wahyu) dalam surat al-Baqarah [2]: 66. Keempat, berpikir secara total ayat yang mendorong

untuk berpikir surat Saba’ [34]: 46. Kelima, al-Qur’an, objek berpikir yang sangat luas tidak

diketahui wujudnya dan ini tidak mungkin dipikirkan seperti dalam surat Yāsin [36]: 36. Lihat

Yūsuf Qardhāwī, Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Penerjemah Abdul Hayyie al-

Kattani, Irfan Salim dan Sochimien MH (Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 42-47. 72 Khalid A. Mu’thi Khalif, Nasihat Untuk Orang-orang Lalai, h. 89. 73 Beliau seorang penulis buku yang berjudul al-Ifshāh, merupakan orang yang paling agung

dan paling zuhud dalam sejarah Islam. Tokoh yang menjabat menteri pada masa pemerintahan al-

Mustanjid dinasti Abbasiyah ini menganut akidah salaf, bermazhab Hambali, dan ahli hadis. ‘Aidh

ibn Abdullah al-Qarni, Yakinlah, Dosa Pasti Diampuni: Sepuluh Amalan Pelebur Dosa,

Penerjemah Ibnu Junaidi A. (Jakarta: Qisthi Press, t.t), h. 28. 74 Khalid A. Mu’thi Khalif, Nasihat Untuk Orang-orang Lalai, h. 160.

Page 42: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

30

Para Ulama terdahulu sangat menghargai waktu, utamanya malam dan

waktu mulia lainnya. Meskipun umur dikatakan panjang namun sejatinya

pendek, seharusnya memanfaatkannya secara optimal dengan banyak

melakukan amal-amal kesalehan yang diridhai Allah swt. Menghargai

waktu, agar bisa diisi dengan hal-hal yang bermanfaaat baik untuk diri

sendiri maupun orang lain.

Tanda waktu itu begitu berharga bagi seorang muslim karena kelak ia

akan ditanya, di mana waktu tersebut dihabiskan?

أ ال ت زول ق د م ا ع ب د ي و م ال ق ي ام ة ح ت ي ر ل ع س و ع ن ع ل م ه ف يم ا ه ف يم ا أ ف ن اه ن عم ب ه و ف يم ا ت س م ه ف يم ا أ ب ال و ع ن ج ق ه ن ف أ ف ع ل و ع ن م ال ه م ن أ ي ن اك ه س

“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia

ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di

manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana

ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya”. 75

Betapa banyak waktu yang hanya digunakan untuk bersenda gurau

hingga mereka lupa tugas utamanya. Mereka nanti akan menyesal ketika

kematian dan hari perhitungan amal telah tiba, sehigga ingin kembali di

dunia untuk dipanjangkan umurnya supaya bisa beramal sholih.76 Selain

itu juga banyak surat dalam al-Qur’an yang diberi nama-nama waktu

diantaranya surat al-Lail, al-Dhuhā, al-‘Asr dan al-Fajr.77

Beberapa tips supaya tidak membuang waktu secara percuma menuruti

bujuk rayu setan, yaitu dengan mengingat kematian “siapa yang tidak

disibukkan dengan hal-hal yang baik maka akan disibukkan dengan

75 Muhammad bin ‘Isa al-Tirmizi, Sunan al-Tirmizi, bab. al-Thib, No. 2417, (Mesir: Mustofa

al-Babi al-Halabi, 1977), h. 396. 76 Q.S. al-Mu’minūn [23]: 99-100. 77 Khalid A. Mu’thi Khalif, Nasihat Untuk Orang-orang Lalai, h. 164.

Page 43: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

31

dengan kebatilan”.78 Selanjutnya menggunakan kesempatan dengan

sebaik-baiknya. Selalu berusaha membekali diri dengan dengan hal-hal

yang bermanfaat. Selalu waspada jangan sampai melakukan hal-hal yang

kurang berguna dan meninggalkan hal-hal yang sebenarnya penting.79

Keempat, kelalaian dari tujuan diciptakannya manusia, yaitu kelalaian

dari misi-misi agung.

Allah swt. menciptakan manusia dan menjadikan mereka sebagai

makhluk yang paling mulia. Penghargaan dan kemuliaan ini muncul

karena ada tugas dan misi agung yang diemban oleh manusia. Allah

berfirman dalam Surat al-Ahzāb [33] ayat 72 sebagai berikut

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit,

bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul

amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah

amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan

amat bodoh”.

Selain itu Allah juga menunjuk manusia sebagai khalifah pemakmur

bumi,80 tidak sepatutnya manusia melupakan apalagi sampai melalaikan

tugas tersebut.

Tujuan penciptaan manusia dijelaskan oleh Allah dengan tujuan

beribadah kepada-Nya, sebagaimana dicantumkan dalam surat:

78 Lihat Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Madarijus Salikin, Penerjemah Kathur Suhardi, Jil. 3,

(Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1998), h. 340. Nasehat seorang sufi kepada al-Syafi’i. Makna

“waktu” disitu lebih khusus, yaitu sesuatu yang secara kebetulan mendatangkan kebenaran bagi

mereka, bukan apa yang mereka pilih sendiri. Artinya, mereka menerima apa yang datang dari sisi

Allah swt. tanpa memilih dan menentukannya 79 Khalid A. Mu’thi Khalif, Nasihat Untuk Orang-orang Lalai, h. 205. 80 Allah berfiman, “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, sesungguhnya

Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi” (Q.S. al-Baqarah [2]: 30).

Page 44: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

32

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya

mereka menyembah-Ku”. (Q.S. al-Dzāriyat [51]: 56).

Ayat di atas jelas menyebutkan tujuan diciptakan manusia adalah

untuk beribadah, hanya menyembah Allah semata. Ibnu Abbas berkata:

Semua penyebutan ibadah dalam al-Quran maknanya adalah tauhid.

Artinya, jika dalam al-Quran terdapat perintah untuk beribadah kepada

Allah, maksudnya adalah tauhidkan Allah atau sembahlah (beribadahlah)

hanya kepada Allah. Karena itu, makna ayat ini adalah: Tidaklah Aku

ciptakan Jin dan Manusia kecuali agar mereka beribadah hanya kepadaKu.

Ibadah adalah penghambaan. Segala macam perbuatan atau ucapan yang

dicintai dan diridhai oleh Allah adalah ibadah. Termasuk juga amalan hati

seperti cinta kepada Allah, tunduk; menghinakan dan merendahkan diri,

takut, berharap, tawakkal, semuanya adalah ibadah.81

Sebenarnya dunia adalah sekedar jalan menuju akhirat. Namun,

terkadang manusia menganggap dunia sebagai terminal terakhir kehidupan

ini. Terkadang mereka lupa, bahwa perjalanan masih panjang, yakni

kehidupan setelah di akhirat.82

Kelima, kelalaian dari kondisi Islam dan dakwah kepada Islam.

Seorang muslim harus selalu waspada dari ancaman-ancaman eksternal

yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam. Allah swt. Berfirman:

81 Imam al-Qurtūbi, Al-Jami’ li Ahkām al-Qur’an, Penerjemah Muhyiddin Mas Rida dkk

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 193. 82 Terkait hal tersebut, banyak dari sebagian manusia yang terkecoh dengan kehidupan dunia.

Banyak terbujuk rayuan setan hingga menggadaikan agama demi tercapai tujuan duniawinya.

Dunia adalah tempat persinggahan sementara. Seperti hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmizi,

Ibnu Mājah dan Ahmad melalui Ibnu Mas’ud ra. Berkata, “Apa perluku dengan dunia.

Keberadaanku di dunia ini seperti seorang musafir yang berteduh di bawah pohon kemudian ia

pergi meninggalkan pohon tersebut”. Lihat Khalid A. Mu’thi Khalif, Nasihat Untuk Orang-orang

Lalai, h. 220.

Page 45: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

33

..

..

“..Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjatamu

dan harta bendamu, lalu mereka menyerbu kamu dengan sekaligus..”83

Al-Qur’an menganggap bahwa lalai terhadap tanggung jawab dan

tidak peduli terhadap konflik yang sedang terjadi sebagai kelalaian yang

nyata. Hal ini sangat logis karena kelalaian tersebut memberi kesempatan

kepada kaum kafir untuk melancarkan serangan bersama-sama kepada

umat islam dengan berbagai macam cara sekaligus. Firman Allah swt,

“Mailatan wahidah”, (sekaligus: bersama-sama) menunjukkan bahwa

kaum kafir selalu bersatu untuk mengahancurkan Islam.

Kewajiban dakwah (amar ma'ruf nahi mungkar)84 bukan hanya

tanggung jawab alim ulama, tetapi yang dituju oleh Allah swt. di dalam al-

Qur’an adalah secara umum mutlak kepada setiap umat Muhammad saw.85

83 Penggalan ayat al-Qur’an surat al-Nisā [4]: 102. 84 Dalil menyuruh untuk amar ma’ruf nahi mungkar tercantum dalam al-Quran pada surat al-

Imrān [3]: 104, 110, al-Nisa’ [4]: 114, al-Mā’idah [5]: 78-79, al-A’rāf [7]: 165, al-Anfāl [8]: 25

dan sebagainya.

ن كم من ك ر ا ف ل ي غ ي ه 85 ر ي ر ض ي هللا ع ن ه ؛ ق ال : س ع ت ر سو ل هللا ص ل ى هللا ع ل ي ه و س لم ي قو ل : »م ن ر أ ى م ع ن أ يب س ع ي د ال خد ي م ان ت ط ع ف ب ق ل ب ه ، و ذ ل ك أ ض ع ف ا إل ت ط ع ف ب ل س ان ه ، ف إ ن ل م ي س .«ب ي د ه ، ف إ ن ل ي س

Dari Abu Sa’îd al-Khudri ra, ia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. Bersabda:

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya

dengan tangannya (kekuasaannya); jika ia tidak mampu, maka dengan lidahnya

(menasihatinya); dan jika ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya (merasa tidak senang

dan tidak setuju), dan demikian itu adalah selemah-lemah iman”. (HR. Muslim, Tirmizi

dll).

Hadits di atas menunjukkan kewajiban mengingkari kemungkaran sesuai dengan

kemampuan. Pengingkaran terhadap kemungkaran hukumnya wajib, karena orang yang hatinya

tidak mengingkari kemungkaran, menunjukkan iman telah hilang dari hatinya. Lihat Ibnu Rajab,

Panduan Ilmu dan Hikmah Syarah Lengkap al-Arba’in al-Nawawiyyah, Penerjemah Fadhli Bahri

(Jakarta: Darul Falah, t.t.), h. 245.

Page 46: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

34

Adapun cara berdakwah menggunakan metode yang dicontohkan oleh

Rasulullah86 saw. disampaikan dengan cara yang hikmah, mau’idzah

hasanah, dan mendebat dengan cara yang terbaik.

2. Fakta unik lupa dan ingat:

Pertama, diskursus al-Qur’an, yang pada mulanya diucapkan dan

digunakan sebagai diskursus lisan (oral), kini menjadi sebuah teks.

Dengan kata lain, al-Quran turun dengan format audio (dihafal dan dicatat

agar tidak lupa).87 Pencatatan wahyu ditulis oleh beberapa sahabat yang

telah ditetapkan sebagai sekretaris pencatat wahyu. Pada saat pertama

alqur’an turun, bangsa Arab pada umumnya masih dalam keadaan tuna

aksara, hanya belasan orang yang memunyai kepandaian tulis baca,

sehingga dianjurkan untuk menghafal dan dibaca terutama pada waktu

melaksanakan shalat.88

Kedua, wahyu pertama permulaan surat al-‘Alaq, yang terjemahannya,

”Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan! Menciptakan

manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan, Tuhanmu Maha Pemurah.

Yang mengajar menulis dengan kalam. Mengajar manusia apa yang tidak

diketahuinya.” Bagi bangsa Arab, dalam kondisi lalai seperti itu, kehadiran

ayat-ayat al-Qur’an ini adalah seperti sebuah bom, dan bagi kaum

muslimin, wahyu permulaan ini mengisyaratkan tentang kewajiban

membaca dan menulis yang merupakan suatu hal yang dominasi tempat

86 Sebagaimana metode dakwah Rasul yang mengacu pada anjuran Allah yaitu “Serulah

(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka

dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang

tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”

(Q.S. al-Nahl [16]: 25). 87 Susmihara & Rahmat, Sejarah Islam Klasik (Jakarta: Penerbit Ombak, 2013), h. 65. 88 Susmihara & Rahmat, Sejarah Islam Klasik , h. 69.

Page 47: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

35

tertua dalam literasi hokum islam. “Keanehan” yang mungkin dapat

ditemukan, adalah tentang Nabi yang ummi (Q.S. al-A’rāf [7]: 157-158),

di mana di dalamnya terkandung fatwa pertama yang ditujukan kepada

umatnya, yang menegaskan agar umatnya tidak boleh menjadi orang

bodoh, dan hal itu hanya dapat dilakukan dengan belajar membaca dan

menulis.

Ketiga, seni membaca dan menulis terlihat dari kebijakan Rasulullah

saw. terhadap tawanan perang, dimana bagi tawanan perang yang miskin

tetapi enggan masuk islam dan tidak kuat membayar tebusan, masing-

masing diwajibkan untuk mengajari sepuluh anak muda Madinah

membaca dan menulis.89

B. Pembagian Lalai dari segi Pelakunya

Di dalam al-Qur’an lalai/lupa disebutkan menjadi 2 diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Lupa yang disengaja, seperti halnya kesengajaan manusia yang melupakan

ayat-ayat Allah swt. seperti dalam beberapa surat yaitu Q.S. Yāsīn [36]:

78, Q.S. al-Māidah [5]: 13-14. Surat al-A’rāf [7]: 51, yang menyebutkan

bahwa manusia yang melupakan pertemuan dengan hari kiamat, dan Allah

akan melupakan mereka dan diberinya siksa sebagai suatu

pengkhianatan, al-Ihānah90.

89 Susmihara & Rahmat, Sejarah Islam Klasik , h. 306-307.

90 Secara bahasa berarti “menghinakannya”. Berarti penghinaan luar biasa yang ditimpakan

kepada pendurhaka sebagai balasan terhadap perbuatannya. Lihat juga: Ahmad Warson al-

Munawwir, Kamus Munawwir, h. 1520.

Page 48: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

36

2. Lupa yang benar-benar tidak disengaja91, seperti halnya do’a nabi dalam

surat al-Baqarah [2]: 28.

Term lupa juga banyak disebutkan oleh hadis-hadis Rasulullah saw.

terutama dalam rangka menunjukan bahwa sifat ini merupakan bagian dari

tabiat dasar manusia.

Hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ي ست و اي، عن ي الد د الل ب بن ف ض الة : حدثن ا ه ش ام بن أيب ع حدثن ا مع اذ ذ ا نود ى إ : قال: رسول هللا بن أ يب ك ث ي، عن أيب س ل م ة ، عن أيب هر ير ة ،

أل ذ ان أ د ب ر الشي ط ان ل ه ضر اط ح ت م ع األ ي ال ب ذ ان ض ى األ ذ ان ف إ ذ ا ق س ه ق ب ل ي طر ب و يب أ لت ث اى أ ق ب ل ف إ ذ ا ث و ب هب ا أ د ب ر ف إ ذ ا قض ني ال م ر ء و ن ف س

ا. ل م ا ل ي ك ا اذ كر ك ذ ر ى ك م ي ظ ل الرجل ر ح ت ذ ك ي ن ي قول اذ كر ك ذ إ ن ي د ر أ د س ج ل ي ح دكم ك م ص لى ف ص لى ف إ ذ ا ل ي د س ت ني و هو ج ال د س ج

“Apabila adzan dikumandangkan, maka setan berpaling sambil

kentut hingga dia tidak mendengar adzan tersebut. Apabila adzan

selesai dikumandangkan, maka ia pun kembali. Apabila

dikumandangkan iqomah, setan pun berpaling lagi. Apabila iqamah

selesai dikumandangkan, setan pun kembali, ia akan melintas di

antara seseorang dan nafsunya. Dia berkata, “Ingatlah demikian,

ingatlah demikian untuk sesuatu yang sebelumnya dia tidak

mengingatnya, hingga laki-laki tersebut senantiasa tidak mengetahui

berapa rakaat dia shalat. Apabila salah seorang dari kalian tidak

mengetahui berapa rakaat dia shalat, hendaklah dia bersujud dua kali

dalam keadaan duduk.” 92

Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah memberi maaf

kepada umatku terhadap hal-hal (kesalahan) yang mereka lakukan karena

tidak sengaja, terlupa, maupun terpaksa.” (H.R. Ibnu Majah).93

91 M. Quraish Shihab dkk, Ensiklopedia al-Qur’an Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati,

2007), h. 715-716. Pembahasan lebih lanjut akan dijelaskan pada bab III. 92 Abī ‘Abdullah Muhammad bin Ismā’il bin Ibrāhīm al-Ju’fi al-Bukhārī, Shahīh Bukhāri,

hadis no 1231 (Maktabah al-Rusyd, 2006), h. 166. Lihat juga: Imām Abī al-Husain Muslim bin al-

Hajjāj al-Qusyairī an-Naisābūrī, Shahīh Muslim, hadis no 389 (Beirut: Dār al-Kutūb al-

‘Alamiyyah), h. 291. 93 Abi Abdullah Muhammad bin Yazīd bin Ibnu Mājah al-Qazūnī, Sunan Ibnu Mājah, Bab

Thālaq, hadis no 2043 dan 2045, (Riyādh: Bait al-Afkār, t.t.), h. 221.

Page 49: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

37

Al-Qur’an menyebutkan lupa dalam berbagai ayat. Lupa menggunakan

term nisyān mempunyai pengertian berbeda, yang secara garis besarnya

sebagai berikut:

1. Lupa yang menimpa pikiran mengenai berbagai peristiwa, nama-nama

orang dan berbagai informasi yang pernah diperoleh seseorang

sebelumnya. Lupa seperti ini adalah hal biasa (normal) yang menimpa

seseorang akibat bertumpuknya berbagai informasi. Para psikolog

menyimpulkan bahwa jenis lupa ini akibat interferensi94 informasi.

Interferensi ada dua yakni, interferensi retroaktif95 dan interferensi

proaktif96. Al-Qur’an mengisyaratkan jenis lupa ini dalam firman Allah

swt:

..

“Kami akan membacakan (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) maka

kamu tidak akan lupa”. (Q.S. al-A’lā [87]: 6).

2. Lupa mengandung arti lalai (as-sahw). Misalnya, orang lupa sesuatu

disuatu tempat, atau seseorang ingin berbicara tentang berbagai hal, tetapi

yang dibicarakan hanya sebagian karena terlupa. Contohnya kisah al-

Qur’an tentang murid Musa. as:

94 Interferensi yaitu gangguan atau campur tangan. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa,

Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 542. 95 Interferensi retroaktif terjadi bila ingatan kita tentang materi-materi yang telah kita pelajari

menjadi lemah karena kita mempelajari materi-materi baru. Lihat juga: Frank J. Bruno & Kegan

Paul, Kamus Istilah Psikologi, Penerjemah Cecilia G. Samekto dkk (Yogyakarta: Kanisius, 1989),

h. 198. 96 Interferensi proaktif timbul akibat terpengaruhnya ingatan kita tentang materi yang baru

dipelajari, oleh kebiasaan, aktivitas dan informasi yang sudah terlebih dahulu dipelajari. Sebab,

banyaknya informasi dan aktivitas yang sudah ada sebelumnya, menyebabkan kita sulit untuk

mengingat materi yang baru dipelajari. Lihat juga: Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam al-

Qur’an, h. 266 dan Mario Purjono, “Teori-teori Kelupaan”, Buletin Psikologi, Volume 16, no. 2

(t.t.): h. 90-91.

Page 50: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

38

Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat

berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan

tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk

menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke

laut dengan cara yang aneh sekali" (Q.S. al-Kahf [18]: 63).

Jenis lupa ini bisa di interpretasikan sebagai akibat hambatan (interferensi)

proaktif.

3. Lupa dengan arti hilangnya perhatian terhadap sesuatu hal. Misalnya

firman Allah swt:

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan

sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang

munkar dan melarang berbuat yang ma´ruf dan mereka

menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka

Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu

adalah orang-orang yang fasik”. (Q.S. al-Taubah [9]: 67).

Yang dimaksud “mereka telah lupa kepada Allah” adalah bahwa

mereka meninggalkan ketaatan kepada-Nya, karena hilangnya perhatian

mereka untuk mematuhi perintah-perintah-Nya. Sedang pengertian “maka

Allah melupakan mereka ialah bahwa Allah menjauhkan karunia-Nya dari

mereka, dan meninggalkan mereka.97

97 Terkait hal tersebut Allah berfiman dalam surat al-Zukhruf [43]: 36 yaitu barang siapa yang

berpaling dari mengingat Allah swt. perintah-perintah, hukum-hukum al-Qur’an dan tidak beramal

dengannya, maka setan akan menjadi teman baginya. Imam Ali as. sehubungan dengan tafsir ayat

ini berkata, “Barang siapa yang terkontaminasi dengan dosa maka ia akan berpaling dari Tuhan.

Dan barang siapa yang tidak mematuhi orang yang diperintahkan Allah untuk dipatuhi maka akan

setan akan ditentukan baginya yang akan senantiasa menyertainya.

Page 51: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

39

“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu,

maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya

kemauan yang kuat”. (Q.S. Ṭāhā [20]: 115)

Artinya bahwa hati Adam telah “lemah untuk melaksanakan perjanjian

dengan Allah, karena Adam telah lupa pada larangan Allah swt. lalu setan

menggodanya dan menjerumuskan dalam kesalahan.98

Kesimpulanya, lalai yaitu ketika lupa karena kurangnya kesadaran

yang menyebabkan seseorang berada dalam kondisi lalai.

C. Faktor-faktor kelalaian

Sikap lalai merupakan suatu perlakuan yang salah terhadap segenap

potensi dan energi yang ada. Tentunya, sikap seperti itu sama sekali tidak

memberikan manfaat bagi pelakunya, akan tetapi membahayakan dan

membinasakan.99 Al-Qur’an al-Karim menegaskan bahwa rusaknya

kecenderungan seperti ini dinamakan sebagai sikap kelalaian.100 Terkadang

pengalaman kehidupan yang telah tersimpan dengan baik di dalam memori

terkadang mengalami kegagalan dalam memunculkan kembali rekaman masa

98 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam al-Qur’an, h. 166-167. 99 Termasuk dalam tujuh perkara yang membinasakan yaitu hadis dari Abu Hurairah ra. Dari

Nabi saw. bersabda: “Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan!” yaitu “Syirik

kepada Alah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan sebab yang

dibenarkan oleh (syariat), memakan harta riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dari

medan pertempuran, dan menuduh zina wanita beriman yang menjaga kehormatannya”. (H.R.

Bukhari dan Muslim). Lihat juga: Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-

Mughirah al-Bukhari al-Ju’fi, Sahih Bukhāri, Bab al-Syirkah, Hadis no 2766, (Riyadh: Bait al-

Afkar al-Dauliyyah, t.t.), h. 677. Dan Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin

Kausyaz al-Qusyairi al-Naisaburi, Sahih Muslim, Bab Iman, Hadis no 89/164, (Riyadh: Bait al-

Afkar al-Dauliyyah, t.t.), h. 66. 100 M. Quraish Shihab dkk, Ensiklopedia al-Qur’an, h. 9.

Page 52: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

40

lalu itu dengan baik, hal ini disebabkan banyak faktor.101 Diantaranya sebagai

berikut:

Kelupaan terjadi karena faktor Fisiologis (disfungsi memori), yaitu proses

kimiawi, proses penuaan, atau proses degenerasi sel otak dan saraf.

Macamnya:

1. Amnesia retrogad: lupa pada informasi-informasi yang telah lalu.

Misalnya lupa pada nama sendiri, orang-orang terdekat dan alamat rumah.

2. Amnesia anterograde: lupa pada informasi yang baru saja masuk.

Misalnya lupa bahwa tadi baru saja makan.

3. Penyakit Alzheimer: lupa karena kerusakan sel otak secara progresif akibat

kekuarangan neurotransmitter asetilkolin.

4. Sindrom Korsakoff: lupa karena minum alkohol dalam jangka waktu lama

sehingga kekurangan vitamin B1.102

Selain faktor fisiologis beberapa faktor lain yang mempengaruhi yaitu:

Pertama, mencintai dunia secara berlebihan, al-Qur’an memandang salah

satu faktor penyebab manusia lalai adalah cinta dunia dan menaruh perhatian

secara ekstrem pada dunia. Al-Qur’an menyatakan dalam surat Yūnus [10]:

7.103

Kedua, dominasi setan, salah satu faktor yang menyebabkan manusia lalai

adalah dominasi setan atas manusia. Salah satu perbuatan yang dilakukan

101 Wahyudi Setiawan. “Al-Qur’an tentang Lupa, Tidur, Mimpi dan Kematian”. al-Murabbi,

Vol. 2, no. 2 (Januari 2016), h. 255. 102 Husamah, A to Z Kamus Psikologi Super Lengkap (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2015). h.

229. 103 Imam Baqir menyampaikan kepada Jabir, “Wahai Jabir! Tidak sepantasnya bagi orang

beriman bersandar dan sibuk dengan urusan dunia. Ketahuilah anak-anak (dan orang-orang yang

bergantung pada) dunia adalah orang-orang lalai”. Lihat juga HM. Abd. Salam al-Bugisi,

“Menjaga Setan (Lalai) dan Solusinya,” artikel diakses pada 22 November 2017, pukul 01:49 WIB

dari http://kajiankhazanah.blogspot.co.id/2017/09/lalai-dan-solusinya.html

Page 53: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

41

setan adalah membuat manusia lupa akan Tuhan dan menjadikannya lalai

terdapat dalam al-Qur’an surat al-Mujādilah [58]: 19.

Ketiga, menuruti hawa nafsu, Allah swt. terkait dengan orang-orang lalai

dan mengikuti hawa nafsu, tercantum dalam al-Qur’an surat al-Kahf [18]: 28.

Keempat, panjang angan-angan,104 faktor lainnya yang membuat manusia

lalai adalah panjang angan-angan, karena panjang angan-angan yang membuat

pikiran dan hati manusia sibuk memikirkan bagaimana mencapai angan-angan

tersebut sehingga ia lalai memikirkan yang lain.105

Selain beberapa faktor diatas, kelalaian bisa terjadi karena perilaku yang

tidak sadar akibat dari faktor-faktor sebelumnya. Misalnya, banyak dosa,

terbiasa melakukan kemaksiatan, rusaknya lingkungan dan berteman dengan

orang-orang lalai. Semua hal ini bisa membuat seseorang lalai, yang dapat

mengantarkannya menjadi tidak merasakan lalai yang terjadi pada agama dan

dunianya.

Ada kesengajaan dari pelaku, yakni sengaja lalai dan memilih untuk lalai

dengan sadar. Hal ini ia lakukan karena berdzikir dan terjaga itu asing bagi

kebiasaan jiwanya yang sakit serta berkuasanya hawa nafsu yang buta. Seperti

104 Dengan kata lain tulul ‘amal yaitu harapan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan

kehidupan di dunia, seperti angan-angan untuk menjadi orang yang terkenal, angan-angan supaya

menjadi orang yang kaya atau khayalan yang lain yang berkisar tentang dunia yang menyebabkan

tidak sempat untuk memikirkan azab Allah swt. 105 Imam Ali as. dalam hal ini bersabda, “Ketauhilah sesungguhnya angan-angan akan

membuat hati lalai. Menampakkan janji-janji (yang benar) itu sebagai dusta dan memperbanyak

lalai.”

Hadis serupa yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, Rasulullah saw. bersabda kepada Abdullah

bin Umar: “Jika kamu sedang berada pada pagi hari, janganlah kamu berbicara kepada dirimu

sendiri tentang petang hari nanti. Jika kamu sedang berada pada petang hari, janganlah kamu

berbicara pada dirimu sendiri tentang pagi hari. Jadikan hidupmu sebagai modal untuk

menghadapi kematianmu, dan jadikan sehatmu sebagai modal untuk menghadapi sakitmu.

Sesungguhnya kamu, wahai Abdullah, besok sudah tidak tahu siapa namamu.”

Page 54: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

42

orang yang mabuk yang tak ingin sadar dari mabuknya, ia tak memikirkan

apapun.

Kelalaian bisa pula terjadi karena direncanakan pihak lain, yang

ditunjukkan untuk mengamankan ketundukannya kepada pihak lain itu atau

untuk mendapatkan sesuatu yang tidak mungkin didapatkan jika pihak yang

lalai itu tersadar. Ini adalah yang dinamakan dengan proses pelalaian.

Contohnya, seperti tindakan setan yang melalaikan manusia sehingga manusia

berjalan di belakang setan itu bagai kucing buta. Juga seperti tindakan musuh-

musuh Islam yang sengaja membuat kaum muslimin lalai terhadap kondisi

kekiniannya serta masa lalunya untuk menjamin ketundukan kaum muslimin

terhadapnya dan mengambil kekayaannya.106

Adapun ciri-ciri manusia yang memiliki sifat lalai,107 adalah sebagai

berikut:

a. Orang yang tidak mengetahui kondisi hatinya, apakah sakit atau sehat,

adalah orang lalai;

b. Orang yang tidak hati-hati terhadap tipu daya setan adalah orang lalai;

c. Orang yang tidak mengetahui jalan keselamatan adalah orang lalai;

d. Orang yang menyia-nyiakan usianya secara tidak berguna adalah orang

lalai;

e. Orang yang tidak mau mencapai hal-hal yang tinggi dan senang perkara

yang rendah adalah orang lalai;

f. Orang yang tidak memperhatikan rencana musuh terhadap umatnya

adalah orang lalai;

106 Khalid A. Mu’thi Khalif, Nasihat Untuk Orang-orang Lalai, h. 3. 107 Khalid A. Mu’thi Khalif, Nasihat Untuk Orang-orang Lalai. h. 5.

Page 55: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

43

D. Langkah-langkah Menghindari Lalai

Setelah mengetahui beberapa faktor yang menyebabkan kelalaian, kita

harus tahu langkah-langkah apa saja ditinjau dari pakar psikologi dan pakar

agama agar terhindar dari sifat ini.

Zakiah Darajat dalam bukunya Psikoterapi Islami menganjurkan beberapa

cara untuk menanggulangi masalah lupa108, diantaranya: Pertama, istirahat

dan tidak berusaha mengingat sesuatu yang dirasakan perlu diingat itu,

misalnya meninggalkan saja objek tersebut dalam waktu tertentu. Kedua,

menimbulkan ingatan dengan cara mendatangi tempat terjadinya peristiwa,

misalnya membawa saksi ke tempat terjadinya kejahatan, agar dapat

merangsang ingatannya kepada peristiwa kejadian yang telah terjadi itu.

Ketiga, memusatkan perhatian pada titik tertentu di kaca untuk menimbulkan

kembali pengalamannya di masa lalu/ boleh jadi gambaran yang terbayang

olehnya tidak jelas, samar-samar dan sebagainya, namun dapat mengarah

kepada bagian dari pengalaman yang terjadi dulu, di mana bagian-bagian

tertentu dari pegalaman tersebut telah terlupakan.

Psikoterapis Islami, menangani masalah lupa dan lalai dari sudut pandang

yang lebih luas. Dan manusia dipandang sebagai keseluruhan dan tidak

terpusat pada ingatan, hafalan atau kesadaran saja, akan tetapi mereka

memandangnya dari aspek kejiwaan manusia dalam keadaan lalai dan jaga.

Psikologi Islami berpendapat bahwa lalai merupakan tempat masuknya lupa

ke dalam kebenaran dan ia menjadi sumber bagi sifat keakuan, kejahatan dan

kesesatan hati. Apabila manusia lama terlena oleh lalai, maka datanglah

108 Zakiah Darajat, Psikoterapi Islami, h. 45.

Page 56: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

44

kemunafikan, dusta, kebatilan dan setan. Akibat lalai adalah khianat dan

tunduk hawa nafsu.

Firman Allah swt. dalam surat al-Mujādilah [58]: 19

“Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa

mengingat Allah; mereka Itulah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa

sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi.” Q.S. al-

Mujādilah [58]: 19.

Cara yang terbaik untuk mengobati lupa dan lalai itu adalah tobat109

kepada Allah swt.

Orang yang dekat dengan Tuhannya akan senantiasa ingat kepada-Nya.

Kemampuan ingatannya senantiasa sempurna, selalu hadir dan tetap siap. Ia

tidak melupakan sesuatu dan dalam perasaannya tidak pernah ada sesuatu

yang hilang karena ia senantiasa berada didalam lingkaran cahaya Ilahi,

sedangkan orang jauh dari Tuhannya, ia dimasukkan ke dalam lingkaran gelap

dan dibuat-Nya menjadi pelupa.110 Mengenai hal itu Allah telah menegaskan

di dalam firman-Nya:

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah,

lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka

itulah orang-orang yang fasik”. (Q.S. al-Ḥasyr [59]: 19).

109 Menurut Ibnu Manẕur tobat memiliki arti kembali, kembali pada Allah swt. atau pulang

dengan mendapatkan, ampunan dari-Nya. Menurut Imam al-Kalbi tobat yaitu istighfar dengan

mulut, penyesalan dengan hati, meninggalkan dosa dengan anggota badan, serta bertekad tidak

kembali berbuat dosa. Imam Ghazali menjelaskan bahwa tobat yaitu perilaku meninggalkan

seketika perbuatan dosa, meninggalkannya untuk masa yang akan datang, menggantinya dengan

menjalankan amal saleh. Adapun menurut Ibnu Qayyim al-Jauziah tobat yakni meninggalkan

sesuatu yang dibenci Allah swt. baik lahir maupun batin. Ibnu Manẕur Lisan al-Arab, h. 454. Lihat

juga: Mohammad Abdul Kholiq Hasan, The Power of Tobat (Solo: Tiga Serangkai, 2009), h. 4-5. 110 Mustafa Mahmud, Menangkap Isyarat al-Qur’an, h. 48.

Page 57: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

45

Mereka itu adalah orang-orang yang berjungkir balik di dalam kesesatan,

kelupaan, kebingungan dan kelengahan, karena manusia itu adalah makhluk

yang sering lupa dan lalai, maka Rasulullah saw. telah memerintahkan

umatnya untuk selalu membaca dan mempelajari al-Qur’an agar ia tidak

terpisah dari golongan orang yang membawa dan membaca al-Qur’an.

Untuk mengatasi lupa yang timbul akibat lalai hati kepada Allah, hanya

dapat dilakukan dengan mengingat Allah (zikrullah111) secara terus-menerus,

ingat kepada nikmat dan karunia-Nya, ingat kepada tanda-tanda kekuasaan-

Nya dan ingat kepada alam akhirat dan hari perhitungan.112 Tentang

pentingnya ingat kepada Allah dalam mengatasi lupa, al-Qur’an menyebutkan

dengan jelas firman Allah swt:

“kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". Dan ingatlah kepada

Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku

akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari

pada ini" (Q.S. al-Kahf [18]: 24).

Bahkan al-Qur’an memuji orang-orang beriman yang selalu ingat kepada

Allah, dengan memberi mereka sebutan sebagai orang-orang yang berakal (ulul

al-bāb), merekalah yang berpikir dan mengingat113 sebagaimana firman-Nya:

111 Kata al-dzikr dengan beberapa bentuknya menurut Munawwir bermakna menyebut,

menjaga, mengerti, mengingat-ingat, mempelajari, menghafalkan, peringatan. Secara harfiah, kata

al-dzikr memiliki makna sebuah proses atau perilaku jiwa yang memungkinkan manusia untuk

menghafal atau menjaga pengetahuan yang diperolehnya atau bermakna menghadirkan sesuatu

pada hati atau lisan. Dalam makna sempit, al-dzikr dimaksudkan untuk menyebut nama Allah swt.

secara berulang-ulang agar selalu ingat kepada-Nya (al-Baqarah [2]: 152). Lihat Ahmad Warson

Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 448. Lihat juga: Al-Rāgib al-Asfahānī,

Mu‘jam Mufrodāt li Alfāz al-Qur’ān, (Beirut: Dār al-Maktab, 1998), h. 181. 112 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam al-Qur’an, h. 169. 113 Dalam buku Yūsuf Qardhāwī yang berjudul Berbicara tentang Akal dan Ilmu

Pengetahuan, Imam al-Gazālī berkata, “Setiap orang yang berpikir adalah ber tadzakkur dan tiap

orang yang ber tadzakkur itu berpikir. Manfaat bertadzakkur adalah mengulang kembali

Page 58: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

46

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih

bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang

yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil /berdiri

atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan

tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami,

tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau,

maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S. al-‘Imrān [3]: 190-

191).

Oleh karena itu mengingat Allah merupakan cara untuk mengatasi lupa dan

lalai, Allah swt. memerintahkan kita untuk banyak mengingat-Nya, siang dan

malam, serta pagi dan sore:

“Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama)

Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya

diwaktu pagi dan petang”. (Q.S. al-Aḥzāb [33]: 41-42).

Dengan senantiasa ingat kepada Allah swt, maka Dia akan selalu hadir di

dalam hati manusia, dan tidak pernah melupakan sekejap pun. Pengulangan

dalam mengingat Allah swt. akan membentuk suatu kebiasaan pada diri

seseorang untuk mengingat dan mensucikan-Nya. Dan kebiasaan itu kemudian

akan terefleksi dalam tingkah lakunya, karena Allah senantiasa hadir dalam

hatinya. Keadaan seperti inilah yang ingin dicapai oleh para sufi, melalui

latihan dan riyadah rohani yang mereka lakukan berulang-ulang.114

pengetahuan yang telah didapatkan di dalam hati dan mengingat kembali apa yang dilupakan dan

dilalaikan sehingga teringat kuat dalam hati dan tidak terhapus. Di samping itu, manfaat berpikir

adalah memperbanyak ilmu pengetahuan dan mencari pengetahuan yang belum dikuasai. Inilah

perbedaan antara tadzakkur dan tafakur” Lihat Yūsuf Qardhāwī, Berbicara tentang Akal dan Ilmu

Pengetahuan, h. 71-72. 114 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam al-Qur’an, h. 170.

Page 59: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

47

Dengan munculnya lupa dalam memori kita sebenarnya ada hikmah yang

bisa ditangkap dalam kehidupan ini. Lupa sebagai pengingat kita untuk

senantiasa tawaḍū’ dan bersikap santun dalam kehidupan bahwa kita adalah

makhluk yang lemah, yang senatiasa membutuhkan pertolongan Tuhan untuk

melaksanakan segala aktivitas kehidupan kita.115

Dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi jenis lupa nisyān dan sahwun

bisa dilakukan dengan cara mengingat berbagai informasi yang terlupakan itu

secara berulang-ulang. Yakni dengan mempelajari dan mengingatnya berkali-

kali. Dan ini merupakan cara yang telah dicapai oleh penelitian para psikolog

modern.116 Imam Ibnu Qoyim menjelaskan: "Sesuai dengan kadar kelalaian

seorang hamba dari berdzikir sejauh itu pula dirinya semakin jauh dari Allah

azza wa jalla".117 Dzikir juga memiliki beberapa faedah, diantaranya:

1. Mampu mengusir setan dari rumah;

2. Menjaga manusia dari godaan setan;

3. Menghilangkan kesusahan dan kesedihan dari hati;

4. Mendatangkan ketentraman, diselimuti rahmat dan dikelilingi para

malaikat;

5. Mendapatkan naungan Allah swt. di hari akhir;

6. Dzikir adalah bibit tanaman surga;

7. Menghidupkan hati;

8. Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang-orang berdzikir;

115 Wahyudi Setiawan. “Al-Qur’an tentang Lupa, Tidur, Mimpi dan Kematian”. Al-Murabbi,

Vol. 2, No. 2. (Januari 2016): h. 256. 116 Muhammad Usman Najati, Al-Qur’an & Psikologi, h. 169-170. 117 Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Meningkatkan Dzikir & Amal Shalih, Penerjemah Hawin

Murtadlo (T.tp.: al-Qowam, t.t.), h. 95.

Page 60: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

48

9. Dzikir menjadikan doa dikabulkan.118

Bahwa siapa pun orangnya yang ingin selamat dari sifat lalai ini maka

hendaknya menjauhi faktor-faktor yang tadi penulis sebutkan, kemudian

perbanyak dzikir kepada Allah swt.

118 Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Meningkatkan Dzikir & Amal Shalih, h. 69.

Page 61: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

51

BAB III

TERM LALAI DALAM AL-QUR’AN

Ada beberapa pengungkapan kata lupa/lalai di dalam al-Qur’an diantaranya

Dzahlān, Nisyān, Ghaflah dan Sahwun sebagai berikut:

A. Dzahlān

Dalam Mu’jam al-Mufahras Li Alfāz al-Qur’an al-Karim

term dzahlān dan kata-kata yang seasal dengan kata tersebut disebutkan dalam

al-Qur’an sebanyak satu kali119 yaitu dalam surat al-Ḥajj [22]: 2 sebagai

berikut:

“(Ingatlah) pada hari (ketika) kamu melihat kegoncangan itu, lalailah

semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan

gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat

manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak

mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat kerasnya.”120

B. Nisyān

Term nisyān berasal dari bahasa Arab نسيا ـ ينسي Secara bahasa, nisyān . نسي

artinya ‘lupa’ (tidak ingat).121 Dalam Lisan al-Arab, Ibnu Manẕur

menyebutkan bahwa ي ا ي atau ن س artinya banyak lupa atau pelupa.122 Menurut ن س

kamus al-Muhīth الن س و ة dan lafaz ،و ة، والن س و ان الن س اء والن س ketiga term tersebut

merupakan jama’ dari lafaz ر اة ال nisbahnya adalah ن سوي. Lafaz الن سوة yakni artinya

meninggalkan perbuatan atau berarti seteguk air susu. و ة النس (lupa) itu adalah

antonim dari lafaz حفظة (menjaga), hanya kepadanya ia melupakan. Lafaz النسي artinya sesuatu yang ia lupakan.123

119 Muhammad Fūad ‘Abd al-Bāqī, Mu’jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Qur’ān al-Karīm, h. 277. 120 Surat al-Hajj (haji) surat ke-22 terdiri dari 78 ayat, termasuk dalam surat Madaniyyah.

Ayat ini berkisah tentang seorang ibu yang biasanya memperhatikan anaknya, namun karena

kesibukan akan guncangan sampai tidak memperhatikan lagi anaknya. Mereka tidak sadar, hatinya

kosong dan penuh rasa kaget. Pada hari itu masing-masing sibuk dengan dirinya. 121 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 1416. 122 Ibnu Manẕur, Lisan al-Arab, h. 4416. 123 Muhammad bin Ya’qūb al-Fairūzābādī, Kamus al-Muhīth, h. 1338.

Page 62: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

52

Kata nisyān juga berarti ت رك شيء meninggalkan124 dan إ غ ف ال شيء

melalaikan.125 Menurut al-Asfahani, nisyān artinya ‘tertinggalnya manusia

mengingat sesuatu diamanatkan kepadanya’ baik karena lemah hatinya

maupun karena lalai, غفلة atau disengaja sehingga hilang ingatan di hatinya.126

Di dalam Mu’jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Qur’ān al-Karīm

kata nasiya dan kata-kata yang seasal dengan kata tersebut disebutkan dalam

al-Qur’an sebanyak 45 kali.127 Term nisyān terdapat empat puluh lima surat

dalam al-Qur’an yaitu surat Q.S. al-Kahf [18]: 57, Q.S. Tāhā [20]: 88, 115,

Q.S. Yāsīn [36]: 36: 78, dan Q.S. al-Zumar [39]: 8, Q.S. al -A’lā [87]: 6).

Berbentuk واس ن dalam Q.S. al-Māidah [5]: 13, 14, Q.S. al-An’ām [6]: 44,

Q.S. al-A’rāf [7]: 51, 65, Q.S. al-Taubah [9]: 67, Q.S. al-Furqān [25]: 18, Q.S.

Sād [38]: 26, Q.S. al-Hasyr [59]: 19. Berbentuk ن س وه Q.S. al-A’rāf [7]: 53, Q.S.

al-Mujādilah [58]: 6. Berbentuk يا س ن dalam Q.S. al-Kahf [18]: 61. Berbentuk

ت ي س ن dalam Q.S. al-Kahf [18]: 24, 63, 73. Berbentuk م ت ي س ن dalam Q.S. al-Sajdah

[32]: 14, Q.S. al-Jātsiyah [45]: 34. Berbentuk اه ت ي س ن ف dalam Q.S. Tāhā [20]: 126.

Berbentuk ان ي س ن dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 286. Berbentuk م اك ن ي س ن dalam Q.S. al-

Sajdah [32]: 14. Berbentuk م ه ي س ن ف dalam Q.S. al-Taubah [9]: 67. Berbentuk س ن ت

dalam Q.S. al-Qasas [28]: 77. Berbentuk ت ن س ي dalam Q.S. al-A’lā [87]: 6.

Berbentuk او س ن ت dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 237. Berbentuk ن و س ن ت dalam Q.S. al-

Baqarah [2]: 44, Q.S. al-An’am [6]: 41. Berbentuk م اك س ن ن dalam Q.S. al-

Jāthiyah [45]: 34. Berbentuk م اه س ن ن dalam Q.S. al-A’rāf [7]: 51. يس ن ي dalam Q.S.

Tāhā [20]: 52. Berbentuk يس ن ت dalam Q.S. Tāhā [20]: 126. Berbentuk م وك س ن أ

dalam Q.S. al-Mu’minūn {23]: 110. Berbentuk يه ان س ن أ dalam Q.S. al-Kahf [18]:

اه س ن أ ف .63 dalam Q.S. Yūsuf [12]: 42. Berbentuk م اه س ن أ dalam Q.S. al-Mujādilah

124 Meninggalkan disini bermaksud meninggalkan karena kesibukan sehingga menyebabkan

kelalaian atau meninggalkan dengan sengaja. 125 Lihat juga: Abī al-Husain Ahmad bin Fāris bin Zakariyyā, Maqayis al-Lughah, h. 421. 126 M. Quraish Shihab dkk, Ensiklopedia al-Qur’an Kajian Kosakata, h. 715-716. 127 Muhammad Fūad ‘Abd al-Bāqī, Mu’jam al-Mufahras Li alfāẕ al-Qur’ān al-Karīm, h. 794.

Page 63: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

53

[58]: 19, al-Hasyr [59]: 19. Berbentuk ن ن س ه ا dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 106.

Berbentuk ك ن ي س ن ي dalam Q.S. al-An’am [6]: 68. Berbentuk اي س ن dan اي س ن م dalam

Q.S. Maryam [19]: 23. Berbentuk اي نس dalam Q.S. Maryam [19]: 64.

Menurut al-Asfahāni, al-nisyān النسيان artinya ‘tertinggalnya manusia

mengingat sesuatu diamanatkan kepadanya’ baik karena lemah hatinya

maupun karena lupa, ghaflah غفلة atau disengaja sehingga hilang ingatan di

hatinya128 terdapat dalam Q.S. Tāhā [20]: 115, Q.S. al-Sajdah [32]: 14, Q.S.

al-Kahf [18]: 63, 73, Q.S. al-Mā’idah [5]: 14, Q.S. al-Zumar [39]: 8, Q.S. al-

A’lā [87]: 6.

Al-Asfahāni menyebutkan bahwa kelupaan manusia, sepanjang tidak

disengaja atau karena khilaf, tidak dikenakan sanksi, namun apabila disengaja

maka balasan akan diberikan. Nisyān merupakan suatu keadaan yang berada di

luar kesanggupan manusia.

Hadis Hasan129 riwayat Ibnu Mājah dan al-Baihaqi yang menyatakan,

“inna allaha tajāwaẕa lī ‘an ummatī al-khatā wa al-nisyāna wa māstukrihū

‘alaihi” (“Sesungguhnya Allah swt. memaafkan umatku karena aku (apa yang

mereka lakukan tanpa ada kesengajaan, lupa dan apa yang mereka dipaksa

untuk melakukannya”).130 Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang

melakukan suatu larangan Allah atau meninggalkan sesuatu dari dari perintah

Allah tanpa ada kesengajaan untuk melakukan larangan Allah atau

meninggalkan perintah-Nya maka orang seperti ini tidak dicela di dunia dan

tidak diazab di akhirat. Demikian pula orang yang melakukan hal-hal tadi

karena lupa atau karena dipaksa. Ini dimaafkan oleh Allah sebagai nikmat dan

karunia-Nya.131

128 M. Quraish Shihab dkk, Ensiklopedia al-Qur’an Kajian Kosakata, h. 715. 129 Al-Tirmizi menta’rifkan hadis hasan yaitu “hadis yang pada sanadnya tidak terdapat orang

yang tertuduh dusta, tidak terdapat kejanggalan pada matannya dan hadis itu diriwayatkan tidak

dari satu jurusan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan maknanya. Hukum hadis hasan dapat

diterima. Perbedaan hadis hasan dengan hadis sahih pada tingkat ke-ḏabiṯ-an rawi, yakni pada

hadis hasan lebih rendah dibandingkan dengan hadis sahih. Lihat Mahmūd Tahan, Taisīr Musṯalah

al-Hadīs (Jeddah: T.pn., 1985), h. 45. Lihat juga: Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2012), h. 266-269. 130 Abi Abdullah Muhammad bin Yazīd bin Ibnu Mājah al-Qazūnī, Sunan Ibnu Mājah, Bab

Thālaq, hadis no 2043 dan 2045, (Riyādh: Bait al-Afkār, t.t.), h. 221. 131 Muslim Abu Ishaq al-Atsari, “Tiga perkara yang Tidak Dicatat sebagai Dosa”, artikel

diakses pada 20 November 2017, pukul 22.35 WIB dari

https:/assalafiyahkebumen.wordpress.com/2011/01/24/tiga-perkara-yang-tidak-dicatat-sebagai-

dosa/

Page 64: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

54

Penggunaan term nisyān mempunyai beberapa makna disesuaikan dengan

konteks, objek ayat tersebut ditujukan sebagai mana berikut:

Nasiya yang digunakan untuk menggambarkan kesengajaan manusia

melupakan ayat-ayat Allah dan melupakan segala sesuatu yang dikerjakan

kedua tangannya terdapat Q.S. Tāhā [20]: 88, 115, Q.S. Yāsin [36]: 78 sebagai

berikut;

“Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, Maka

ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang

kuat”. Q.S. Tāhā [20]: 88, 115

“Maha suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya,

baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun

dari apa yang tidak mereka ketahui”. Q.S. Yāsin [36]: 78.

Kelupaan yang di sengaja manusia melupakan pertemuan dengan hari

kiamat, Allah akan melupakan mereka dan diberinya siksa sebagai suatu

penghinaan, al-ihānah اإلهانة yang kekal disebutkan pada surat Q.S. al-A’raf

[7]: 51, Q.S. al-Taubah [9]: 67, dan Q.S. al-Jatsiyah [45]: 34.

Nasyān yang berarti ‘tidak berguna lagi dilupakan’ sehingga wajar

dilupakan, seperti kegelisahan Maryam ketika melahirkan Isa as tercantum

dalam al-Qur’an surat Maryam ayat 23.132

Nasiya menjelaskan lupa yang benar-benar tidak disengaja. Seperti doa

Nabi di dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 286 yang berbunyi, “rabbanā lā

tuākhidznā in nasīnā au akhṯa’nā” (“ya Tuhan kami, janganlah Engkau

132 Sebagaimana terdapat didalam Q.S. Maryam [19]: 23

“Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma,

dia berkata: "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak

berarti, lagi dilupakan".

Page 65: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

55

hukum kami, jika kami lupa atau kami bersalah”). Dan merupakan

kebijaksaan Allah untuk menghukum umat ini kecuali ada unsur kesengajaan

untuk bermaksiat dan menyelisihi perintah.

Nasiya di dalam konteks mengingatkan manusia agar apabila mereka

memerintahkan atau mengajak berbuat baik kepada orang lain, hendaklah

memulai dari diri sendiri seperti dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 44.

Nasiya untuk mengingatkan manusia agar tidak tergoda oleh setan

sehingga melupakan larangan-larangan-Nya, yang terdapat pada Q.S. al-

An’ām [6]: 68. Bentuk kata kerja وال تنس yang artinya “jangan melupakan’

digunakan dalam konteks mengingatkan manusia agar menjalani hidup dan

kehidupan ini secara seimbang, diantara kehidupan duniawi dan ukhrawi,

kebutuhan material dan spiritual 133 disebutkan dalam Q.S. al-Qasas [28]: 77.

Adapun jumlah pengulangan kata an-nisyān dalam al-Qur’an yaitu

sebanyak 45 kali134, yang terdiri dari: Pertama, bentuk fi’il mādi

mujārrad diulang diungkapkan hingga 26 kali. Kedua, bentuk fi’il

mūdari’ yang terdiri dari mabni fa’il dan mabni majhul dengan huruf

mudara’ah ya’, ta’, nun, dan hamzah berjumlah enam belas kali. Ketiga,

bentuk masdar diulang sebanyak dua kali. Keempat, dalam bentuk ism maf’ul

hanya satu kali.

Dari banyak pengulangan kata al-nisyān dalam al-Qur’an apabila dilihat

dari segi macam-macam maknanya dapat diklasifikasi menjadi dua bagian135,

yaitu:

133 M. Quraish Shihab dkk, Ensiklopedia al-Qur’an Kajian Kosakata, h. 715-716. 134 Muhammad Fūad ‘Abd al-Bāqī, Mu’jam al-Mufahras Lil alfāẕ al-Qur’ān al-Karīm, h. 794. 135 Mail Qomar, “Lupa dalam al-Qur’an Kajian Ma’anil Qur’an,” artikel diakses tanggal 21

September 2017, pukul 23:15 WIB dari http://mailqomar.blogspot.co.id/2015/12/lupa-dalam-al-

quran-kajian-maanil-quran.html

Page 66: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

56

Pertama, bermakna al-tark (meninggalkan) misalnya didalam al-Qur’an

surat Tāhā ayat 115 dan al-Taubah [9]: 67.

Kedua, bermakna al-ladzi la yuhfadz (sesuatu yang tidak dijaga atau

diingat)136 misalnya dalam al-Qur’an surat al-A’lā ayat 6, kata tansa dalam

ayat tersebut bermakna (tidak ingat).

Dua macam makna nasiya dari ayat tersebut apabila ditilik dari segi siyaq

al-kalamnya akan tampak perbedaan yang mencolok, yaitu pada ayat yang

pertama kata nasiya terlihat adanya kesengajaan dari pihak yang lupa,

sedangkan yang ayat yang kedua merupakan sifat manusia yang memang pada

dasarnya pasti akan mengalami kelupaan.

Nisyān yang artinya lupa, menunjuk adanya kaitan dengan kesadaran diri.

Untuk itu, apabila manusia lupa terhadap suatu hal, disebabkan karena

kehilangan kesadaran terhadap hal tersebut.137 Maka dalam kehidupan agama,

jika seseorang lupa sesuatu kewajiban yang seharusnya dilakukannya, maka ia

tidak berdosa, karena ia kehilangan kesadaran terhadap kewajiban itu. Tetapi

hal ini berbeda dengan seseorang yang sengaja lupa terhadap suatu kewajiban.

C. Ghaflah

Term ghaflah berasal dari bahasa Arab غ ف ل ي غ فل غفوال. 138 Secara bahasa,

ghaflah berarti ‘lupa karena ingatan dan kecerdasan seseorang kurang baik’.139

Dalam Lisan al-Arab, Ibnu Manẕur menyebutkan bahwa ل ة artinya غ ف

meninggalkan sesuatu dan melupakannya.140

136 Muhammad bin Ya’qūb al-Fairūzābādī, Al-Muhīth, h. 1338. 137 Mujiono, “Manusia Berkualitas Menurut al-Qur’an”, Hermeneutik, Vol. 7, no. 2

(Desember: 2013): h. 359. 138 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 1012. 139 M. Quraish Shihab dkk, Ensiklopedi al-Qur’an Kajian Kosakata, h. 240. 140 Ibnu Manẕur, Lisan al-Arab, h. 4416.

Page 67: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

57

Ibnu Faris seorang ulama ahli bahasa mengatakan: "Huruf ain, faa, dan

lam adalah satu asal yang shahih yang maknanya menunjukan telah

meninggalkan sesuatu karena lupa bahkan adakalanya meninggalkan dengan

sengaja.141

Sedangkan al-Fayumi mengatakan: "ghaflah adalah hilangnya sesuatu dari

fikiran seseorang serta tidak mengingatnya, terkadang kalimat ghaflah juga di

gunakan bagi siapa yang meninggalkan sesuatu karena menyepelekan atau

karena menolaknya142 sebagaimana hal itu tergambar dalam firman Allah swt:

“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka,

sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari padanya)”.

(Q.S. al-Anbiyā [17]: 1).

Adapun al-Raghib al-Ashfahāni memberi pengertian dengan mengatakan

bahwa ghaflah adalah lupa yang seseorang tersebut lupa dikarenakan

sedikitnya daya ingatannya.143 Sedangkan al-Jurjani memberikan pengertian

dengan mengatakan: "ghaflah adalah memonitornya hati dari apa yang

disukainya".144

Menurut kamus al-Muhīth ه ن ع ل ف غ artinya meninggalkannya atau

melupakannya seperti lafaz ا غ ف ل ه artinya melalaikan atau mengabaikannya.

Sedangkan lafaz ل ف غ artinya adalah صا ر غا ف ال yang menyebabkan lupa. Dan

penamaan: lafaz ل ة، والغ ف ل artinya pergerakan dengan kata lain kelalaian atau الغ ف

141 Abī al-Husain Ahmad bin Fāris bin Zakariyyā, Maqayis al-Lughah, h. 107. 142 Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad al-Syaukani, Fathul Qadir (Al-Jami’ baina

al-Riwayah wa al-Dirayah min ilm al-Tafsir, Penerjemah Amir Hamzah Fachruddin, Jilid 1

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2011), h. 262. 143 Al-Raghib al-Ashfahāni, Mufradat Gharib al-Qur’an, Jilid 2 (Beirut: Dar al-Ma’rifat, tth.),

h. 156. 144 Ali bin Muhammad al-Jurjāni, Mu’jamu al-Ta’rifat (Beirut: Dar al-Fikr, 1992), h. 209.

Page 68: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

58

kelengahan.145 Sedangkan lafaz التغافل، والت غ فل bermaksud lupa artinya pura-pura

lupa. Sedangkan lafaz التغف ي ل adalah cukup bagi kamu teman yang membawamu

kepada kelalaian karena tidak ada faedahnya sedikitpun, seperti

membanggakan diri tidak ada pikirannya sama sekali, dan penamaan lafaz

tersebut diibaratkan ص بور juga seperti onta yang bodoh. Dan lafaz ل artinya الغف

orang yang tidak diharapkan kebaikannya, dan tidak ditakuti kejahatannya.146

Kata aghfala al-syai’a wa ahmalahu adalah satu makna (hal ini ia jika

melalaikan sesuatu dan melupakannya karena tidak mengingatnya). Kata

ghafala ‘anisyi-sya’i ghaflatan bermakna melupakannya karena kurang

mengingatnya dan kurang sadar serta dalam keadaan lalai. Aghfalasyi sya’i

bermakna membiarkannya tersia-siakan tanpa terlupakan. Taghāfala

bermakna sengaja melupakan atau pura-pura lupa. Kata istaghfalahu

bermakna menilainya lalai dan kelalaianya terlihat. Mughaffal adalah orang

yang tidak mempunyai kecerdasan. Dengan demikian, ghaflah adalah kata

yang dibawahnya termasuk semua hal yang tidak mencapai tingkat

kesempurnaan karena sibuk atau menyibukkan diri dengan apa yang lebih

rendah dari itu.147 Pendapat lain mengatakan غ ف ل ع ن meninggalkan sesuatu baik

disengaja maupun tidak.148

Al-Qur’an membicarakan fenomena ini dalam banyak tempat. Seperti

dalam firman Allah swt. sebagai berikut:

145 Barangkali ini adalah aspek orang-orang kafir untuk mendatangkan perbuatan dari perkara

kelengahan yang yang telah diceritakan di dalam kitab Syarh al-Mauhūb menurut ulama-ulama

kalam berasarkan kelembutan hati nabi Muhammad, yang tertera di dalam al-Qur’an:

ود الذين كفروا لو تغفلون

Artinya: “Orang-orang kafir ingin kamu lemah”. 146 Muhammad bin Ya’qūb al-Fairūzābādī, Al-Muhīth, h. 1039. 147 Khalid A. Mu’thi Khalif, Nasihat untuk Orang-orang Lalai, h. 2. 148 Lihat juga: Abī al-Husain Ahmad bin Fāris bin Zakariyyā, Maqayis al-Lughah, h. 386 dan

Syauqī Ḏaif, Mu’jam al-Wasīṯ, h. 657.

Page 69: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

59

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang

menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap

keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka

(karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu

mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati

Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu

melewati batas”. (Q.S. al-Kahf [18]: 28).

Penyebutan kata ghafil غافل baik dalam bentuk tunggal maupun didalam

bentuk jamak, disebutkan sebanyak 31149 kali, yaitu:

1. Dalam bentuk tunggal dan didahului oleh huruf jar (kata depan) bi, disebut

sebanyak sembilan kali antara lain di Q.S. al-Baqarah [2]: 74, 85, 140 dan

144.

2. Dalam bentuk tunggal, tetapi tidak didahului kata depan bi, disebut satu

kali yaitu di dalam Q.S. Ibrāhīm [14]: 42.

3. Dalam bentuk jamak mudzakkar sālim (dengan tambahan huruf waw dan

nun) ghāfilūn غافلون disebut sembilan kali, diantaranya dalam Q.S. al-

An’ām [6]: 131.

4. Dalam bentuk jamak mudzakkar sālim (dengan tambahan huruf ya’ dan

nun) ghāfilīn لنيغاف delapan kali, antara lain dalam Q.S. al-An’ām [6]: 156

dan Q.S. al-Mu’minūn [23]: 17.

5. Dalam bentuk jamak mu’annats sālim (dengan tambahan huruf alif dan

ta’) ghāfilāt غافالت kata itu disebut satu kali, yaitu dalam Q.S. al-Nūr [24]:

23.

149 Muhammad Fūad ‘Abd al-Bāqī, Mu’jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Qur’ān al-Karīm, h. 615.

Page 70: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

60

Kata lain yang seasal dengan kata ghāfil غافل adalah ghaflah غفلة yang

disebut lima kali, yaitu dalam Q.S. Maryam [19]: 39, Q.S. al-Anbiyā [21]: 1,

97 Q.S. al-Qasas [28]: 15 serta Q.S. Qāf [50]: 22. Dalam bentuk aghfala أغفل

kata itu disebut didalam Q.S. al-Kahf [18]: 28 dan dengan bentuk taghfuluna

.disebut didalam Q.S. al-Nisā’ [4]: 102 تغفلون

Kata ghāfil غافل yang disebut dalam bentuk jamak, yaitu ghāfilū, ghāfilīn

dan ghāfilat berkaitan dengan sifat manusia. Kata ghāfil disini mengacu dua

pengertian yaitu di dalam Q.S. al-A’rāf [7]: 136 dan 146 dijelaskan bahwa

orang yang sombong berpaling dan tidak mau memperhatikan tanda-tanda

kebesaran Allah swt. tanpa alasan yang benar. Mereka tidak mengakui

kebenaran tanda-tanda itu dan lengah di dalam mengambil i’tibar darinya.

Adapun Q.S. al-A’rāf [7]: 156 dan 172 dijelaskan bahwa tujuan penurunan

kitab suci al-Qur’an dan penegasan ke maha Esaan Allah swt. antara lain,

untuk menutup kemungkinan timbulnya protes dari orang-orang zalim pada

hari kiamat kelak dengan mengatakan bahwa kitab suci itu hanya diturunkan

kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani dan bahwa mereka tidak sempat atau

lalai di dalam membaca dan memperhatikan isinya. Kelalaian disini adalah

sesuatu yang bersifat negatif. Inilah pengertian pertama dari kata ghafil.

Dari banyak pengulangan kata ghāfil dalam al-Qur’an apabila dilihat dari

segi macam-macam maknanya dapat diklasifikasi menjadi dua, yaitu:

Pertama, kata ghāfil غافل mengandung bantahan terdapat pada sembilan

ayat pertama yang disebutkan didalam bentuk tunggal, baik didahului oleh

kata depan bi maupun tidak.

Page 71: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

61

Kedua, ghāfilīn غافلني didalam Q.S. al-Mu’minūn [21]: 17, ayat-ayat diawali

dengan berbagai macam peristiwa dan keadaan, seperti sifat hati yang dimiliki

oleh manusia, perbuatan dan ucapan mereka yang melampui batas, atau

balasan pahala atas perbuatan baik yang mereka lakukan, serta tanda-tanda

kekuasaan Allah. Di dalam Q.S. Ibrāhīm [14]: 42, Allah memperingatkan

manusia jangan sekali-kali menyangka bahwa Allah swt. lalai di dalam

mengawasi perbuatan orang yang zalim.

Akan tetapi, kata ghafilat yang terdapat di dalam Q.S. al-Nūr [24]: 23

mengandung arti positif, yaitu wanita beriman yang telah bersuami yang lalai

(tidak menduga atau terlintas di dalam benak mereka keinginan untuk berbuat

keji/hina). Di dalam ayat tersirat peringatan supaya seluruh wanita beriman

yang sudah bersuami itu menjaga pergaulan mereka sehari-hari dan menjauhi

tindakan-tindakan yang mungkin menimbulkan fitnah.150

D. Sahwun

Term sahwun berasal و ا هو س ه yang berarti lupa atau melupakan.151 س ه ا ي س

Menurut M. Quraish Shihab, “lalai” yakni seseorang yang hatinya menuju

kepada yang lain, sehingga pada akhirnya ia melalaikan tujuan pokoknya152.

Menurut kamus Al-Muhith سهوا berarti melengahkannya atau

melupakanya,153 hatinya berpaling kepada selainnya artinya hatinya kurang

150 M. Quraish Shihab dkk, Ensiklopedia al-Qur’an, h. 240-241. 151 Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, h. 674. 152 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), h. 550. 153 Para Ulama bahasa menyamakan makna term sahwān dan nisyān, sedangkan Imam Shihāb

al-Khofazi mengatakan bahwa kedua term tersebut mempunyai perbedaan lafaz sahwān artinya

mudah sekali lalainya, sedangkan lafaz nisyān artinya lenyap/lupa semua atau tidak ingat sama

sekali.

Page 72: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

62

perhatian, سهوة adalah sekali saja lupanya.154 Term ini hanya ditemukan dua

kali155 dalam al-Qur’an keduanya digunakan dalam konteks celaan.

Di dalam Mu’jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Qur’ān al-Karīm dituliskan

bahwa term sahwun terdapat dalam dua surat yaitu surat al-Dzāriyāt [51] ayat

11 dan al-Mā’un [107] ayat 5, yaitu:

Allah swt. berfirman di dalam surat al-Dzāriyāt [51] ayat 11

“Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, (yaitu) orang-orang

yang terbenam dalam kebodohan lagi lalai”. (Q.S. al-Dzāriyāt [51]:10-

11)

“Maka celakalah orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang

lalai dari shalatnya” (Q.S. al-Mā’un [107]: 4-5).

Kata س اهون dapat diartikan orang-orang yang meninggalkan shalat, dapat

diartikan dengan orang-orang yang bershalat yang tidak memahami dan

memiliki apa rahasia ucapan dan perbuatan yang mereka lakukan.156 Pelaku

dari perbuatan ini diancam dengan akan di masukkan ke dalam neraka wail.157

Adapun perbedaan antara term dzahlān, nisyān, ghaflah dan sahwun

sebagai berikut:158

Dzahlān, bermakna lupa dikarenakan adanya kesibukan atau terlalu repot.

154 Muhammad bin Ya’qūb al-Fairūzābādī, Kamus al-Muhīth, h. 1297-1298. Lihat juga: Ibnu

Manẕur, Lisan al-Arab, h. 2137 dan Abī al-Husain Ahmad bin Fāris bin Zakariyyā, Maqayis al-

Lughah, h. 107. 155 Muhammad Fūad ‘Abd al-Bāqī, Mu’jam al-Mufahras Li Alfāẕ al-Qur’an al-Karīm, h. 451. 156 Sayyid Quṯb, Tafsir Fi Dzilalil Qur’an: Dibawah Naungan al-Qur’an, Jilid 24 (Jakarta:

Bina Insani Press, 2004), h. 264. 157 Menurut Ibnu Manẕur dalam kitabnya Lisan al-Arab, wail diartikan dengan siksa, datang

kejelekan, musibah, bencana, h. 737. Al-Wail juga diartikan lembah neraka jahanam. Lihat Nadim

Mar’asyari, Mu’jam Mufradat al-Qur’an, (Beirut: Dār al-Fikr, t.t.), h. 573. 158 Hasan bin Abdullah al-‘Askarī, Al-Furuq al-Lughawiyyah, (Madinah: Dār al-‘Ilmiwa al-

Tsaqāfah, 1997), h. 90. Lihat juga: Abī al-Husain Ahmad bin Fāris bin Zakariyyā, Maqayis al-

Lughah, h. 107.

Page 73: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

63

Nisyān (lupa) bermakna secara umum, pelakunya disebut insan (manusia).

Waktu lupa nisyān, tidak pada pekerjaan yang sedang berlangsung, dan

teringat setelah pekerjaan berlalu.

Sahwun (lupa) juga berarti untuk perkara umum, tetapi perkara itu tidak

mungkin untuk dikatakan, perkara yang dimaksud merupakan perkara umum

jikalau dikatakan akan mempermalukan pelakunya. Perbedaan lainnya, yakni

sahwun (lupa) yang manusiawi karena kodrat manusia bersifat pelupa.

Kemudian, lupa saat melakukan sesuatu pada saat yang bersamaan.

Contohnya: Apabila seseorang lupa pada salah satu rukun shalat maka di

anjurkan sujud sahwi.

Ghaflah lupa yang bersifat umum pantas untuk diungkapkan sedangkan

sahwun lupa yang bersifat umum tetapi tidak pantas untuk di ungkapkan,

tetapi setelah melakukan perbaikan pantas untuk diungkapkan. Contoh: setelah

melakukan sujud sahwi, ketika lupa pada salah salah satu rukun shalat.

Page 74: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

103

BAB IV

TAFSIR ATAS AYAT-AYAT TENTANG LALAI

Penulis menyusun tema bahasan ayat-ayat tentang lalai yang menggunakan

term nisyān, sahwun dan ghaflah. Ayat-ayat ini akan dideskripsikan secara global

baik dari segi munāsabah159 ayat yang berbicara tentang masalah sejenis ataupun

dari segi al-nuzūl -nya160. Kemudian, menentukan objek kajian yang akan

dideskripsikan secara singkat, karena pengetahuan terhadap konteks umum ayat

merupakan petunjuk yang penafsirannya memberikan penjelasan-penjelasan lebih

lanjut untuk mengantarkan kepada pemahaman terhadap ayat tersebut.

Selanjutnya, dalam melihat penafsiran tentang ayat-ayat lalai dengan

menggunakan term nisyān, sahwun dan ghaflah penulis mengutip beberapa

pendapat para mufassirin, yaitu Tabari, Ibnu Katsir, M. Quraish Shihab, Hamka,

al-Syaukani dan lain sebagainya. Sehingga akan terlihat perbedaan dari pendapat

mereka dalam memahami makna nisyān, sahwun dan ghaflah di dalam al-Qur’an.

159 Secara etimologi munāsabah berasal dari akar kata نسب ـ ينسب ـ نسبة artinya adanya

keterikatan antara keduanya, yakni sifat yang berdekatan dengan hukum. Yang dimaksud

munāsabah al-Qur’an ialah sisi-sisi korelasi antara satu kalimat dengan kalimat lain dalam satu

ayat, antara satu ayat dengan ayat-ayat lain, atau satu surat dengan surat lain. Manfaat tentang

munasabah ini untuk memahami keserasian antar makna, mukjizat al-Qur’an secara balaghah,

kejelasan keterangannya, keteraturan susunan kalimatnya, dan keindahan gaya bahasanya. Ilmu

munāsabah bisa berperan menggantikan ilmu asbāb al-nuzūl, apabila seseorang tidak mengetahui

sebab turunnya suatu ayat, tetapi mengetahui korelasi ayat dengan ayat lainnya. Lihat Ibnu

Manẕur, Lisan al-Arab, h. 755. Lihat juga: Manna al-Qathan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an,

Penerjemah Aunur Rafiq el-Mazni dan Abduh Zulfikar Akaha (Jakarta: Pustaka al-Kutsar, 2013),

h. 119. Lihat juga: Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah al-Qur’an, h. 55 dan Abu Anwar,

“Keharmonisan Sistematika Al-Qur’an: Kajian terhadap Munasabah dalam al-Quran,” Al-Fikra,

Vol. 7 no. 1 (Januari-Juni 2008): h. 20-21. 160 Secara etimologi asbāb al-nuzūl berasal dari kata asbab jamak dari sababa yang artinya

sebab-sebab, dan nuzul artinya turun. Yang dimaksud di sini yaitu ayat al-Qur’an. Jadi, asbāb al-

nuzūl adalah sesuatu yang karenanya al-Qur’an diturunkan, sebagai penjelas terhadap apa yang

terjadi, baik berupa peristiwa maupun pertanyaan. Mengenai hal ini, pemahaman asbab al-Nuzul

menjadi penting untuk memahami makna ayat al-Qur’an. Asbab al-nuzūl sebagai penjelas, berupa

peristiwa atau pertanyaan. Sebab turunnya ayat berkisar ada dua hal: Pertama, jika terjadi suatu

peristiwa, maka turunlah ayat mengenai peristiwa tersebut. Kedua, adanya sebab, Rasulullah saw.

ditanya tentang suatu hukum. Lihat Manna al-Qathan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an, h. 94-95

dan Ridhoul Wahidi, “Asbāb al-nuzūl sebagai Cabang Ulumul Qur’an,” Syahadah, Vol. 3, no. 1

(April 2015): h. 54.

Page 75: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

104

A. Tema Ayat-Ayat Tentang Lalai

Kode term A= nisyān, B= sahwun dan C= Ghaflah.

Kode untuk orang-orang yang lalai dalam hal:

1. Lalai dalam mengingat Allah;

Setelah menyusun tema ayat-ayat tentang lalai dalam mengingat

Allah swt. dapat diketahui bahwa dari 28 ayat tersebut yang kaitannya

dalam bentuk peringatan melalui ayat-ayat-Nya baik Qauliyah maupun

kauniyyah ditemukan sebanyak 18 ayat, penegasan bahwa Allah terbebas

dari sifat lalai sebanyak 5 ayat, ancaman bagi orang-orang yang menolak

terdapat 2 ayat yaitu Q.S. al-Imrān [3]: 99, Q.S. al-Baqarah [2]: 44, pelaku

termasuk dalam golongan setan ditemukan sebanyak 2 ayat Q.S.

Mujādilah [58]: 19, Q.S. al-Kāhf [18]: 24 dan balasannya berupa neraka

sebanyak 1 ayat Q.S. al-Baqarah [2]: 74.

2. Tanda-tanda kekuasaan Allah;

Dari penyusunan tema ayat-ayat tentang lalai sebelumnya dapat

diketahui bahwa ayat-ayat tentang lalai dalam mengingat Allah swt.

terulang sebanyak 18 ayat dalam bentuk peringatan, ancaman maupun

balasan melalui ayat-ayat-Nya lebih banyak dibanding ayat-ayat tentang

lalai pada tanda-tanda kekuasaan Allah swt. yang terulang sebanyak 2 ayat

yaitu berupa peringatan Q.S. al-A’rāf [7]: 136 dan celaan dalam Q.S al-

Baqarah [2]: 74.

3. Lalai pada hari kebangkitan;

Sebanyak 20 ayat-ayat tentang lalai pada hari kebangkitan, dalam

bentuk pembalasan terulang sebanyak 8 ayat yaitu Q.S. al-A’rāf [7]: 51,

Page 76: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

105

Q.S. Tāha [20]: 126, Q.S. Hud [11]: 123, Q.S. al-Jātsiyah [45]: 34, Q.S. al-

An’am [6]: 132, Q.S. al-Dzāriyat [51]: 11, Q.S. Ibrāhim [14]: 42, Q.S. Qāf

[50]: 22, balasan dan celaan terulang sebanyak 5 ayat yaitu Q.S. al-Sajdah

[32]: 14, Q.S. Tāha [20]: 126, Q.S. al-Baqarah [2]: 140, Q.S al-An’ām [6]:

6 dan Yunūs {10]: 29, peringatan pada Q.S. al-Mujādilah [58]: 6, Q.S. al-

An’ām [60]: 131, ancaman terulang sebanyak 2 ayat pada Q.S. Sād [38]:

26, Q.S. Maryam [19]: 39, penyesalan sebanyak 2 ayat dalam Q.S. al-

A’rāf [7]: 53, Q.S al-Anbiyā [21]: 97 dan 1 ayat berupa bantahan bagi

pendurhaka terhadap hari kebangkitan Q.S. Yāsin [36]: 78.

4. Lalai dan ingkar janji secara sengaja;

Orang-orang yang lalai dan ingkar janji secara sengaja dilaknat

oleh Allah swt. serta mendapat ancaman dari-Nya terdapat dalam Q.S. al-

Māidah [5]: 13 dan 14.

5. Lalai terhadap kebenaran tanpa sengaja;

Permohonan agar tidak mendapat sanksi sebab (terlupa) terulang

sebanyak 3 kali dalam Q.S. al-Baqarah [2]: 286, Q.S. al-Kāhf [18]: 73 dan

Q.S. al-A’lā [87]: 6.

6. Lalai disebabkan oleh godaan setan;

Peringatan bagi orang-orang yang lalai selain disebabkan oleh

setan juga dikarenakan kurangnya perhatian terhadap sesuatu, terdapat

dalam Q.S. al-Kāhf [18]: 61, Q.S. al-Kāhf [18]: 63, Q.S. Tāha [20]: 115

dan Q.S. al-Qasas [28]: 15.

7. Lalai dalam mengambil nasihat dan pelajaran dari kisah umat

terdahulu;

Page 77: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

106

Terulang sebanyak 7 ayat tentang lalai pada kisah-kisah umat

terdahulu, terdapat dalam Q.S. al-Ahqāf [45]: 5, Q.S. Yāsin [36]: 6, Q.S.

Yūnus [10]: 9, Q.S. al-Qasas [28]: 77, Q.S. Maryam [19]: 23 berupa

peringatan agar mengambil nasihat serta pelajaran, serta 1 ayat ancaman

bagi orang-orang yang menolak mengambil pelajaran kisah-kisah dalam

al-Qur’an surat al-A’rāf [7]: 165.

8. Lalai terhadap ibadah (shalat);

Dapat diketahui terdapat 2 ayat kaitannya dalam konteks ibadah

yaitu Q.S. al- Mā’ūn [107]: 5 yang berupa ancaman, dan peringatan pada

Q.S. al-Nisā [4]: 102.

9. Lalai terhadap kemewahan dunia;

Peringatan bagi orang-orang yang lalai akibat mencintai dunia

dengan berlebihan sehingga sulit menerima kebenaran yaitu terdapat

dalam Q.S. al-Nahl [16]: 108, Q.S. al-Kāhf [18]: 28, Q.S. al-Rūm [30]: 7

10. Hukum syariat.

Peringatan orang-orang yang lalai memberikan setengah mahar

atau penuh bagi wanita yang dicerai sebelum bercampur. dalam Q.S. al-

Baqarah [2]: 237, ancaman bagi orang-orang lalai yang menuduh wanita

mukminah161 melakukan zina dalam Q.S. al -Nūr [24]: 23. Ketentuan

Allah melupakan dan menghapus ayat-ayat yang di kehendaki. (Q.S. al-

Baqarah [2]: 106.

161 Abdurahman Za’id bin Aslam mengatakan: “Hukumnya haram menuduh wanita mukmin

baik-baik berbuat zina dan Allah melaknatnya. Kisah Aisyah contoh dalam masalah ini.” Lihat

Ibnu Katsir, jil. 6, h. 30

Page 78: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

107

Dalam beberapa ayat-ayat tentang lalai dalam al-Qur’an menggunakan

term nisyān, sahwun dan ghaflah menunjukan subjek yang berbeda-beda,

sebagaimana dalam tabel di bawah ini:

No Ayat Kode Tema Sub Tema Subjek

1

“Dan siapakah yang lebih

zalim dari pada orang yang

telah diperingatkan dengan

ayat-ayat Tuhannya lalu Dia

berpaling dari padanya dan

melupakan apa yang telah

dikerjakan oleh kedua

tangannya? Sesungguhnya

Kami telah meletakkan

tutupan di atas hati mereka,

(sehingga mereka tidak)

memahaminya, dan (kami

letakkan pula) sumbatan di

telinga mereka; dan

Kendatipun kamu menyeru

mereka kepada petunjuk,

niscaya mereka tidak akan

mendapat petunjuk selama-

lamanya. Q.S. al-Kahf [18]:

57

A 1

Lalai

dalam

mengingat

Allah swt.

Peringatan bagi

orang-bagi yang

lalai melalui ayat-

ayat-Nya namun

mereka tidak

mendengarkan

serta

memperhatikan

sehingga tuli

(maknawi) akan

petunjuk-Nya.

(Q.S. al-Kahf

[18]: 57, Q.S. al-

A’rāf [7]: 179)

Mukmin

dan Kafir

Page 79: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

108

“Dan Sesungguhnya Kami

jadikan untuk (isi neraka

Jahannam) kebanyakan dari

jin dan manusia, mereka

mempunyai hati, tetapi tidak

dipergunakannya untuk

memahami (ayat-ayat Allah)

dan mereka mempunyai mata

(tetapi) tidak

dipergunakannya untuk

melihat (tanda-tanda

kekuasaan Allah), dan

mereka mempunyai telinga

(tetapi) tidak

dipergunakannya untuk

mendengar (ayat-ayat Allah).

mereka itu sebagai binatang

ternak, bahkan mereka lebih

sesat lagi. mereka Itulah

orang-orang yang lalai. Q.S.

al-A’rāf [7]: 179.

2

“Maka tatkala mereka

melupakan peringatan yang

telah diberikan kepada

mereka, Kamipun

membukakan semua pintu-

pintu kesenangan untuk

mereka; sehingga apabila

mereka bergembira dengan

apa yang telah diberikan

kepada mereka, Kami siksa

mereka dengan sekonyong-

A 1

Peringatan bagi

orang-orang yang

lalai akan diuji

dengan

kesenangan

sehingga mereka

bergembira lalu di

siksa tiba-tiba.

(Q.S. al-An’ām

[6]: 44)

Orang

Mukmin

dan Zalim

Page 80: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

109

konyong, Maka ketika itu

mereka terdiam berputus

asa.” Q.S. al-An’ām [6]: 44.

3

“Dan janganlah kamu seperti

orang-orang yang lupa

kepada Allah, lalu Allah

menjadikan mereka lupa

kepada mereka sendiri.

mereka Itulah orang-orang

yang fasik.” Q.S. al-Hasyr

[59]: 19

“Allah berfirman:

"Demikianlah, telah datang

kepadamu ayat-ayat Kami,

Maka kamu melupakannya,

dan begitu (pula) pada hari

ini kamupun dilupakan".

Q.S. Tāha [20]: 12

A 1

Perilaku lalai

dalam mengingat

Allah sehingga

menyebabkan

lalai menyiapkan

bekal di akhirat

(Q.S. al-Hasyr

[59]: 19, Q.S.

Tāha [20]: 126)

Orang

Fasik

4

“Kemudian Samiri

mengeluarkan untuk mereka

(dari lobang itu) anak lembu

yang bertubuh dan bersuara,

Maka mereka berkata:

"Inilah Tuhanmu dan Tuhan

Musa, tetapi Musa telah

lupa". Q.S. Tāha [20]: 88

A 1

Nabi Musa lalai

akan tipu daya

Samiri (yang

menyamakan

Allah dengan

patung anak

lembu dengan

Tuhannya. (Q.S.

Tāha [20]: 88)

Kisah Nabi

Musa dan

Samiri.

5 A 1

Perilaku lalai

dalam mengingat

Orang

Kafir

Page 81: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

110

“Mereka (yang disembah itu)

menjawab: "Maha suci

Engkau, tidaklah patut bagi

Kami mengambil selain

Engkau (untuk jadi)

pelindung[1059], akan tetapi

Engkau telah memberi

mereka dan bapak-bapak

mereka kenikmatan hidup,

sampai mereka lupa

mengingati (Engkau); dan

mereka adalah kaum yang

binasa". Q.S. al-Furqān [25]:

18.

Allah yaitu tidak

mengamalkan al-

Qur’an, tidak

bersyukur atas

kebaikan-Nya.

(Q.S. al-Furqān

[25]: 18)

6

“Kecuali (dengan menyebut):

"Insya Allah"[879]. dan

ingatlah kepada Tuhanmu jika

kamu lupa dan Katakanlah:

"Mudah-mudahan Tuhanku

akan memberiku petunjuk

kepada yang lebih dekat

kebenarannya dari pada ini".

Q.S. al-Kāhf [18]: 24

A 1

Apabila lalai

mengucapkan

(Insya allah),

diberi

pengecualian saat

mengingatnya.

(Q.S. al-Kāhf

[18]: 24)

Orang

Mukmin

7

“Musa menjawab:

"Pengetahuan tentang itu ada

di sisi Tuhanku, di dalam

sebuah kitab[926], Tuhan

Kami tidak akan salah dan

A 1

Penegasan Allah

bahwa tidak lalai

terhadap sesuatu

pun, inilah

perbedaan Allah

dengan

sebaliknya. (Q.S.

Tāhā [20]: 52)

Kisah

Musa,

Harun dan

Fir’aun

Page 82: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

111

tidak (pula) lupa; Q.S. Tāhā

[20]: 52

8

“Lalu kamu menjadikan

mereka buah ejekan,

sehingga (kesibukan) kamu

mengejek mereka,

menjadikan kamu lupa

mengingat Aku, dan adalah

kamu selalu mentertawakan

mereka”. Q.S. al-Mu’minūn

[23]: 110

A 1

Perilaku lalai

akan ayat-ayat

Allah sebab sibuk

mencela orang-

orang mukmin

beribadah (Q.S.

al-Mu’minūn

[23]: 110)

Orang

Kafir

9

“Dan Yusuf berkata kepada

orang yang diketahuinya

akan selamat diantara

mereka berdua:

"Terangkanlah keadaanku

kepada tuanmu." Maka

syaitan menjadikan Dia lupa

menerangkan (keadaan

Yusuf) kepada tuannya. karena itu tetaplah Dia

(Yusuf) dalam penjara

beberapa tahun lamanya.”

Q.S. Yūsuf [12]: 42.

A 1

Perilaku Yusuf

as. lalai akan

selalu mengingat

Tuhan, sehingga

meminta

pertolongan

sesama makhluk

(setan) oleh

karenanya Yusuf

lebih lama tinggal

di penjara. (Q.S.

Yūsuf [12]: 42)

Kisah Nabi

Yusuf as.

ketika

dalam

penjara

10

“Syaitan telah menguasai

mereka lalu menjadikan

A 1

Perilaku lalai

mengingat Allah

menyebabkan

mereka masuk

dalam golongan

setan. (Q.S. al-

Mujādilah [58]:

Orang

Musyrik

Page 83: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

112

mereka lupa mengingat

Allah; mereka Itulah

golongan syaitan. ketahuilah,

bahwa Sesungguhnya

golongan syaitan Itulah

golongan yang merugi. Q.S.

al-Mujādilah [58]: 19

19)

11

“Dan apabila kamu melihat

orang-orang memperolok-

olokkan ayat-ayat Kami,

Maka tinggalkanlah mereka

sehingga mereka

membicarakan pembicaraan

yang lain. dan jika syaitan

menjadikan kamu lupa (akan

larangan ini), Maka

janganlah kamu duduk

bersama orang-orang yang

zalim itu sesudah teringat

(akan larangan itu).” Q.S. al-

An’ām [6]:68

A 1

Larangan

berteman/bergaul

dengan orang-

orang yang suka

berdebat

memperolok-olok

Allah, dalam hal

ini Nabi lalai

duduk bersama

orang-orang

zalim. (Q.S. al-

An’ām [6]: 68)

Muhamma

d

12

“Dan tidaklah Kami (Jibril)

turun, kecuali dengan

perintah Tuhanmu.

kepunyaan-Nya-lah apa-apa

yang ada di hadapan kita,

apa-apa yang ada di belakang

A 1

Penegasan bahwa

Allah tidak lalai

dengan segala

miliknya baik

dunia maupun

akhirat. (Q.S.

Maryam [19]: 64)

Orang

Mukmin

dan Kafir

Page 84: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

113

kita dan apa-apa yang ada di

antara keduanya, dan

tidaklah Tuhanmu lupa.”

Q.S. Maryam [19]: 64

13

“Orang-orang munafik laki-

laki dan perempuan.

sebagian dengan sebagian

yang lain adalah sama,

mereka menyuruh membuat

yang Munkar dan melarang

berbuat yang ma'ruf dan

mereka menggenggamkan

tangannya. mereka telah lupa

kepada Allah, Maka Allah

melupakan mereka.

Sesungguhnya orang-orang

munafik itu adalah orang-

orang yang fasik. Q.S. al-

Taubah [9]: 67

“Mengapa kamu suruh orang lain

(mengerjakan) kebaktian, sedang

kamu melupakan diri (kewajiban)

mu sendiri, Padahal kamu

membaca Al kitab (Taurat)? Maka

tidaklah kamu berpikir?” Q.S. al-

Baqarah [2]: 44

A 1

Peringatan bagi

orang-orang

munafik sebab

menyuruh amar

ma’ruf nahi

mungkar namun

mereka sendiri

ingkar. (Q.S. al-

Taubah [9]: 67,

Q.S. al-Baqarah

[2]: 44)

Orang

Munafik

dan Bani

Israil

14

C 1

Peringatan bagi

orang-orang yang

menyombongkan

Orang

Mukmin

dan Kafir

Page 85: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

114

“Aku akan memalingkan

orang-orang yang

menyombongkan dirinya di

muka bumi tanpa alasan yang

benar dari tanda-tanda

kekuasaan-Ku. mereka jika

melihat tiap-tiap

ayat(Ku)[569], mereka tidak

beriman kepadanya. dan jika

mereka melihat jalan yang

membawa kepada petunjuk,

mereka tidak mau

menempuhnya, tetapi jika

mereka melihat jalan

kesesatan, mereka terus

memenempuhnya. yang

demikian itu adalah karena

mereka mendustakan ayat-

ayat Kami dan mereka selalu

lalai dari padanya. Q.S. al-

A’rāf [7]: 146

diri tidak

mengindahkan

(tidak

mengamalkan)

ayat-ayat Allah.

(Q.S. al-A’rāf [7]:

146)

15

“Kemudian saya akan

mendatangi mereka dari

muka dan dari belakang

mereka, dari kanan dan dari

kiri mereka. dan Engkau

tidak akan mendapati

kebanyakan mereka

bersyukur (taat). Q.S. al-

A’rāf [7]: 172

C1

Peringatan bagi

orang-orang yang

lalai mengenai

keesaan-Nya

melalui bukti-

bukti yang

terdapat di alam

raya (kauniyyah)

(Q.S. al-A’rāf [7]:

172, Q.S. al-

Mu’minūn: 17,

Q.S. Yūnus [10]:

7)

Orang

Mukmin

dan Kafir

Page 86: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

115

16

“Katakanlah: "Hai ahli Kitab,

mengapa kamu menghalang-

halangi dari jalan Allah

orang-orang yang telah

beriman, kamu

menghendakinya menjadi

bengkok, Padahal kamu

menyaksikan?". Allah sekali-

kali tidak lalai dari apa yang

kamu kerjakan. Q.S. al-Imrān

[3]: 99

C 1

Ancaman Allah

bagi orang-orang

yang lalai sebab

menolak

kebenaran ayat-

ayat Allah. (Q.S.

al-Imrān [3]: 99)

Yahudi

Nasrani

17

"Sungguh Kami (sering)

melihatmukamu menengadah

ke langit. Maka sungguh

Kami akan memalingkan

kamu ke kiblat yang kamu

sukai. Palingkanlah mukamu

ke arah Masjidil Haram. dan

dimana saja kamu berada,

Palingkanlah mukamu ke

arahnya. dan Sesungguhnya

orang-orang (Yahudi dan

Nasrani) yang diberi Al kitab

(Taurat dan Injil) memang

mengetahui, bahwa berpaling

ke Masjidil Haram itu adalah

C 1

Ancaman Allah

bagi orang-orang

yang menolak

pemindahan

kiblat ke Masjidil

Haram karena

kedengkian dan

kekufuran

walaupun

mengetahui

kebenaran dan

kemuliaannya.

Q.S. al-Baqarah

[2]: 144)

Yahudi

Page 87: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

116

benar dari Tuhannya; dan

Allah sekali-kali tidak lengah

dari apa yang mereka

kerjakan. Q.S. al-Baqarah

[2]: 144

18

“Dan dari mana saja kamu

keluar (datang), Maka

Palingkanlah wajahmu ke

arah Masjidil haram,

Sesungguhnya ketentuan itu

benar-benar sesuatu yang

hak dari Tuhanmu. dan Allah

sekali-kali tidak lengah dari

apa yang kamu kerjakan.

Q.S. al-Baqarah [2]: 149

C 1

Perintah

menghadap kiblat

ke (Masjidil-

haram) untuk

mematahkan

hujah kaum

Musyrikin Arab

menghadap ke

Baitul Maqdis.

(Q.S. al-Baqarah

[2]: 149)

Orang

Musyrik

19

“Kami turunkan Al-Quran

itu) agar kamu (tidak)

mengatakan: "Bahwa kitab

itu hanya diturunkan kepada

dua golongan saja sebelum

Kami, dan Sesungguhnya

Kami tidak memperhatikan

apa yang mereka baca. Q.S.

al-An’ām [6]: 156

C 1

Penegasan bagi

orang-orang lalai

bahwa al-Qur’an

diturunkan untuk

seluruh umat

dengan bahasa

Arab (agar mudah

dimengerti) (Q.S

al-An’ām [6]:

156)

Mukmin,

Yahudi dan

Nasrani

20

“Kami menceritakan

kepadamu kisah yang paling

C 1

Peringatan bagi

orang-orang lalai

bahwa al-Qur’an

diturunkan berupa

wahyu dari Allah

yang sempurna

dari segala segi.

Orang

Mukmin

Page 88: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

117

baik dengan mewahyukan Al

Quran ini kepadamu, dan

Sesungguhnya kamu

sebelum (kami mewahyukan)

nya adalah Termasuk orang-

orang yang belum

mengetahui. Q.S. Yūsuf [12]:

3

(Q.S. Yūsuf [12]:

3)

21

“Dan sebutlah (nama)

Tuhannmu dalam hatimu

dengan merendahkan diri

dan rasa takut, dan dengan

tidak mengeraskan suara, di

waktu pagi dan petang, dan

janganlah kamu Termasuk

orang-orang yang lalai. Q.S.

al-A’rāf [7]: 205

C 1

Etika

mendengarkan

pembacaan al-

Qur’an dan

berdzikir dengan

tidak

mengeraskan

suara.162 (Q.S. al-

A’rāf [7]: 205)

Orang

Mukmin

22

“Kemudian Kami

menghukum mereka, Maka

Kami tenggelamkan mereka

di laut disebabkan mereka

mendustakan ayat-ayat Kami

dan mereka adalah orang-

orang yang melalaikan ayat-

ayat Kami itu. Q.S. al-A’rāf

[7]: 136

C 1

Balasan Allah

kepada Fir’aun

dan pengikutnya

dikarenakan

mendustakan

ayat-ayat Nya

dengan

menenggelamkan

mereka di laut

Merah. (Q.S. al-

A’rāf [7]: 136)

Kisah

Fir’aun dan

pengikutny

a

22 C 2 Celaan bagi Bani Israil

162 Pada waktu itu orang Musyrik jika mendengar al-Qur’an dibcakan akan mencaci Allah dan

mencaci yang membacanya. Lalu turun perintah Allah kepada Rasulullah untuk tidak mengeraskan

bacaan sehinga didengar oleh musyrikin dan tidak merendahkannya sehingga tidak terdenger oleh

sahabat. Kesimpulannya pertengahan (jahr dan sirr). Ibnu Katsir, Lubāt al-Tafsir. jil. 3, h. 518.

Page 89: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

118

“Kemudian setelah itu hatimu

menjadi keras seperti batu,

bahkan lebih keras lagi.

Padahal diantara batu-batu

itu sungguh ada yang

mengalir sungai-sungai dari

padanya dan diantaranya

sungguh ada yang terbelah

lalu keluarlah mata air dari

padanya dan diantaranya

sungguh ada yang meluncur

jatuh, karena takut kepada

Allah. dan Allah sekali-

sekali tidak lengah dari apa

yang kamu kerjakan. Q.S. al-

Baqarah [2]: 74

orang-orang lalai

melalui tanda-

tanda kebesaran-

Nya,

perumpamaan

hatinya keras

bagai batu. (Q.S.

al-Baqarah [2]:

74)

dan orang

Mukmin

23

“Dan Katakanlah: "Segala puji

bagi Allah, Dia akan

memperlihatkan kepadamu tanda-

tanda kebesaran-Nya, Maka kamu

akan mengetahuinya. dan

Tuhanmu tiada lalai dari apa yang

kamu kerjakan". Q.S. al-Naml

[27]: 93

C 2

Lalai

terhadap

tanda-

tanda

kekuasaan

Allah swt.

Peringatan bagi

orang-orang lalai

tentang tanda-

tanda kekuasaan

Allah. (Q.S. al-

Naml [27]: 93)

Orang

Mukmin

dan Kafir

24

A 3

C 3

Lalai pada

hari

kebangkit

an

Pembalasan bagi

orang-orang lalai

yang tidak mau

beramal dan

Orang

Mukmin

dan Kafir

Page 90: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

119

“(yaitu) orang-orang yang

menjadikan agama mereka

sebagai main-main dan senda

gurau, dan kehidupan dunia

telah menipu mereka." Maka

pada hari (kiamat) ini, Kami

melupakan mereka

sebagaimana mereka

melupakan Pertemuan

mereka dengan hari ini, dan

(sebagaimana) mereka selalu

mengingkari ayat-ayat kami.

Q.S. al-A’rāf [7]: 51

“Allah berfirman:

"Demikianlah, telah datang

kepadamu ayat-ayat Kami,

Maka kamu melupakannya,

dan begitu (pula) pada hari

ini kamupun dilupakan".

Q.S. Tāha [20]: 126

mendustakan hari

kiamat. (Q.S. al-

A’rāf [7]: 51,

Q.S. Tāha [20]:

126, Q.S. Hud

[11]: 123)

25

“Hai Daud, Sesungguhnya

Kami menjadikan kamu

khalifah (penguasa) di muka

bumi, Maka berilah

keputusan (perkara) di antara

manusia dengan adil dan

janganlah kamu mengikuti

hawa nafsu, karena ia akan

A 3

C 3

Ancaman yang

keras dan pedih

bagi orang-orang

yang lalai pada

hari perhitungan.

(Q.S. Sād [38]:

26, (Q.S. Maryam

[19]: 39)

Orang

Mukmin

dan Kafir

Page 91: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

120

menyesatkan kamu dari jalan

Allah. Sesungguhnya orang-

orang yang sesat darin jalan

Allah akan mendapat azab

yang berat, karena mereka

melupakan hari perhitungan.

Q.S. Sād [38]: 26

26

“Tiadalah mereka menunggu-

nunggu kecuali

(terlaksananya kebenaran) Al

Quran itu. pada hari

datangnya kebenaran

pemberitaan Al Quran itu,

berkatalah orang-orang yang

melupakannya sebelum itu:

"Sesungguhnya telah datang

Rasul-rasul Tuhan Kami

membawa yang hak, Maka

Adakah bagi Kami pemberi

syafa'at yang akan memberi

syafa'at bagi Kami, atau

dapatkah Kami dikembalikan

(ke dunia) sehingga Kami

dapat beramal yang lain dari

yang pernah Kami

amalkan?". sungguh mereka

telah merugikan diri mereka

sendiri dan telah lenyaplah

dari mereka tuhan-tuhan

yang mereka ada-adakan.

Q.S. al-A’rāf [7]: 53

A 3

Penyesalan

orang-orang lalai

terdahulu

(penduduk

Madinah)

menolak

kebenaran

pemberitaan al-

Qur’an tentang

hari perhitungan.

(Q.S. al-A’rāf [7]:

53)

Orang

Kafir

Page 92: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

121

27

“Pada hari ketika mereka

dibangkitkan Allah

semuanya, lalu diberitakan-

Nya kepada mereka apa yang

telah mereka kerjakan. Allah

mengumpulkan (mencatat)

amal perbuatan itu, Padahal

mereka telah melupakannya.

dan Allah Maha

menyaksikan segala sesuatu.

Q.S. al-Mujādilah [58]: 6

A 3

C 3

Peringatan bagi

orang-orang yang

lalai pada catatan

amal perbuatan

yang telah di

lakukan. (Q.S. al-

Mujādilah [58]: 6,

Q.S. al-An’ām

[60]: 131)

Orang

Mukmin

dan Kafir

28

“Maka rasailah olehmu (siksa

ini) disebabkan kamu

melupakan akan Pertemuan

dengan harimu ini.

Sesungguhnya Kami telah

melupakan kamu (pula) dan

rasakanlah siksa yang kekal,

disebabkan apa yang selalu

kamu kerjakan. Q.S. al-

Sajdah [32]: 14

A 3

C 3

Balasan terhadap

orang-orang lalai

pada hari

pembalasan (Q.S.

al-Sajdah [32]:

14, Q.S. Tāha

[20]: 126, Q.S. al-

Baqarah [2]: 140)

Orang

Musyrik,

orang yang

melampui

batas,

Yahudi

29

(Tidak), tetapi hanya Dialah

yang kamu seru, Maka Dia

menghilangkan bahaya yang

karenanya kamu berdoa

kepadanya, jika Dia

menghendaki, dan kamu

A 3

C 3

Celaan dan

balasan bagi

orang-orang yang

menyekutukan

Allah dengan

selain-Nya. (Q.S.

al-An’ām [6]: 41,

Q.S. Yūnus [10]:

29)

Orang

Musyrik

Page 93: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

122

tinggalkan sembahan-

sembahan yang kamu

sekutukan (dengan Allah).

Q.S. al-An’ām [6]: 41

30

“Dan dikatakan (kepada mereka):

"Pada hari ini Kami melupakan

kamu sebagaimana kamu telah

melupakan Pertemuan (dengan)

harimu ini dan tempat kembalimu

ialah neraka dan kamu sekali-kali

tidak memperoleh penolong"..S.

al-Jātsiyah [45]: 34

“Dan masing-masing orang

memperoleh derajat-derajat

(seimbang) dengan apa yang

dikerjakannya. dan Tuhanmu

tidak lengah dari apa yang

mereka kerjakan. Q.S. al-

An’am [6]: 132

A 3

C 3

Pembalasan bagi

orang-orang yang

lalai pada hari

pertemuan

dengan

Tuhannya, yaitu

Neraka. (Q.S. al-

Jātsiyah [45]: 34,

Q.S. al-An’am

[6]: 132)

Orang

Mukmin

dan Kafir

31

“yaitu) orang-orang yang

terbenam dalam kebodohan

yang lalai. Q.S al-Dzāriyat

[51]: 11

B 3

Ancaman

terhadap orang-

orang lalai yang

mendustakan hari

berbangkit. (Q.S

al-Dzāriyat [51]:

11)

Orang

Kafir

32

“Dan janganlah sekali-kali

C 3

Peringatan bagi

orang-orang lalai

akan kepastian

Allah

memberikan azab.

(Q.S. Ibrāhim

[14]: 42, Q.S. Qāf

Orang

Mukmin

dan Kafir

Page 94: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

123

kamu (Muhammad) mengira,

bahwa Allah lalai dari apa

yang diperbuat oleh orang-

orang yang zalim.

Sesungguhnya Allah

memberi tangguh kepada

mereka sampai hari yang

pada waktu itu mata

(mereka) terbelalak. Q.S.

Ibrāhim [14]: 42

“Sesungguhnya kamu berada

dalam Keadaan lalai dari

(hal) ini, Maka Kami

singkapkan daripadamu tutup

(yang menutupi) matamu,

Maka penglihatanmu pada

hari itu Amat tajam. Q.S. Qāf

[50]: 22

[50]: 22)

33

“Dan telah dekatlah

kedatangan janji yang benar

(hari berbangkit), Maka tiba-

tiba terbelalaklah mata

orang-orang yang kafir.

(mereka berkata): "Aduhai,

celakalah Kami,

Sesungguhnya Kami adalah

dalam kelalaian tentang ini,

bahkan Kami adalah orang-

orang yang zalim". Q.S. al-

Anbiyā [21]: 97

C 3

Penyesalan

orang-orang yang

lalai pada hari

kiamat serta

mengakui

kezalimannya

(Q.S. al-Anbiyā

[21]: 97)

Orang

Kafir

34 A 3 Bantahan bagi

orang-orang yang

Orang

Musyrik

Page 95: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

124

“Dan ia membuat

perumpamaan bagi kami;

dan Dia lupa kepada

kejadiannya; ia berkata:

"Siapakah yang dapat

menghidupkan tulang

belulang, yang telah hancur

luluh?" Q.S. Yāsin [36]: 78

lalai terhadap hari

kebangkitan.

(Q.S. Yāsin [36]:

78)

35

“(tetapi) karena mereka

melanggar janjinya, Kami

kutuki mereka, dan Kami

jadikan hati mereka keras

membatu. mereka suka

merobah Perkataan (Allah)

dari tempat-tempatnya, dan

mereka (sengaja) melupakan

sebagian dari apa yang

mereka telah diperingatkan

dengannya, dan kamu

(Muhammad) Senantiasa

akan melihat kekhianatan

dari mereka kecuali sedikit

diantara mereka (yang tidak

berkhianat), Maka

maafkanlah mereka dan

biarkan mereka,

Sesungguhnya Allah

menyukai orang-orang yang

A 4

Lalai dan

ingkar

janji

secara

sengaja

Allah melaknat

orang-orang yang

lalai dan ingkar

janji, secara

sengaja untuk

mengikuti

Rasulullah (Q.S.

al-Māidah [5]:

13)

Bani Israil

Page 96: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

125

berbuat baik. Q.S. al-Māidah

[5]: 13

36

“Dan diantara orang-orang

yang mengatakan:

"Sesungguhnya Kami ini

orang-orang Nasrani", ada

yang telah Kami ambil

Perjanjian mereka, tetapi

mereka (sengaja) melupakan

sebagian dari apa yang

mereka telah diberi

peringatan dengannya; Maka

Kami timbulkan di antara

mereka permusuhan dan

kebencian sampai hari

kiamat. dan kelak Allah akan

memberitakan kepada

mereka apa yang mereka

kerjakan. Q.S. al-Māidah [5]:

14

A 4

Ancaman bagi

orang-orang yang

lalai dan ingkar

janji dengan

sengaja, sehingga

Allah timbulkan

kebencian dan

permusuhan

hingga kiamat.

(Q.S. al-Māidah

[5]: 14)

Nasrani

37

A 5

Lalai

terhadap

kebenaran

tanpa

sengaja

Permohonan tidak

mendapat sanksi

sebab

meninggalkan

kebenaran tanpa

sengaja (terlupa)

(Q.S. al-Baqarah

[2]: 286)

Orang

Mukmin

Page 97: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

126

“Allah tidak membebani

seseorang melainkan sesuai

dengan kesanggupannya. ia

mendapat pahala (dari

kebajikan) yang

diusahakannya dan ia

mendapat siksa (dari

kejahatan) yang

dikerjakannya. (mereka

berdoa): "Ya Tuhan Kami,

janganlah Engkau hukum

Kami jika Kami lupa atau

Kami tersalah. Ya Tuhan

Kami, janganlah Engkau

bebankan kepada Kami

beban yang berat

sebagaimana Engkau

bebankan kepada orang-

orang sebelum kami. Ya

Tuhan Kami, janganlah

Engkau pikulkan kepada

Kami apa yang tak sanggup

Kami memikulnya. beri

ma'aflah kami; ampunilah

kami; dan rahmatilah kami.

Engkaulah penolong Kami,

Maka tolonglah Kami

terhadap kaum yang kafir."

Q.S. al-Baqarah [2]: 286

38

“Musa berkata: "Janganlah

kamu menghukum aku

karena kelupaanku dan

janganlah kamu membebani

aku dengan sesuatu kesulitan

dalam urusanku". Q.S. al-

Kāhf [18]: 73

A 5

Permintaan Musa

kepada orang

alim (Khidir) agar

tidak

menghukumnya

sebab lupa

dengan janjinya

untuk menuruti

serta tanpa

bantahan. (Q.S.

Nabi Musa

as.

Page 98: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

127

al-Kāhf [18]: 73)

39

“Kami akan membacakan (Al

Quran) kepadamu

(Muhammad) Maka kamu

tidak akan lupa. Q.S. al-A’la

[87]: 6

A 5

Pemberitahuan

dan janji Allah

bagi Nabi bahwa

beliau terbebas

dari lupa dan lalai

kecuali Allah

menghendaki.

(Q.S. al-A’la

[87]: 6)

Nabi

Muhamma

d saw.

40

“Maka tatkala mereka sampai

ke Pertemuan dua buah laut

itu, mereka lalai akan

ikannya, lalu ikan itu

melompat mengambil

jalannya ke laut itu. Q.S. al-

Kāhf [18]: 61

“Dan Sesungguhnya telah

Kami perintahkan kepada

Adam dahulu, Maka ia lupa

(akan perintah itu), dan tidak

Kami dapati padanya

kemauan yang kuat. Q.S.

Tāha [20]: 115

A 6

Perilaku

lalai

disebabka

n setan

Perilaku lalai

disebabkan setan

dan kurangnya

perhatian. (Q.S.

al-Kāhf [18]: 61,

Q.S. al-Kāhf [18]:

63, Q.S. Tāha

[20]: 115)

Kisah Nabi

Musa

bertemu

Khidir as.

dan kisah

Nabi Adam

as.

41

A 6

Penyesalan Nabi

Musa as.

membunuh

pengikut Fir’aun

secara tidak

sengaja sebab

terpedaya setan. (

Q.S. al-Qasas

[28]: 15)

Kisah Nabi

Musa as.

Page 99: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

128

“Dan Musa masuk ke kota

(Memphis) ketika

penduduknya sedang lengah,

Maka didapatinya di dalam

kota itu dua orang laki-laki

yang ber- kelahi; yang

seorang dari golongannya

(Bani Israil) dan seorang

(lagi) dari musuhnya (kaum

Fir'aun). Maka orang yang

dari golongannya meminta

pertolongan kepadanya,

untuk mengalahkan orang

yang dari musuhnya lalu

Musa meninjunya, dan

matilah musuhnya itu. Musa

berkata: "Ini adalah

perbuatan syaitan[1116]

Sesungguhnya syaitan itu

adalah musuh yang

menyesatkan lagi nyata

(permusuhannya). Q.S. al-

Qasas [28]: 15

42

“Dan carilah pada apa yang

telah dianugerahkan Allah

kepadamu (kebahagiaan)

negeri akhirat, dan janganlah

kamu melupakan

bahagianmu dari

(kenikmatan) duniawi dan

berbuat baiklah (kepada

A 7

Lalai

dalam

mengambi

l nasihat

dan

pelajaran

dari kisah

umat

terdahulu

Peringatan bagi

orang-orang yang

lalai untuk

mengambil

pelajaran dari

kisah Qarun

untuk tujuan

hidup yang hakiki

sebab rizki

(makanan,

pakaian dll)

terdapat hak bagi

(allah, diri,

keluarga dll).

(Q.S. al-Qasas

[28]: 77)

Qarun

Page 100: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

129

orang lain) sebagaimana

Allah telah berbuat baik,

kepadamu, dan janganlah

kamu berbuat kerusakan di

(muka) bumi. Sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-

orang yang berbuat

kerusakan. Q.S. al-Qasas

[28]: 77

43

“Maka pada hari ini Kami

selamatkan badanmu supaya

kamu dapat menjadi

pelajaran bagi orang-orang

yang datang sesudahmu dan

Sesungguhnya kebanyakan

dari manusia lengah dari

tanda-tanda kekuasaan kami.

Q.S. Yunūs [10]: 92

A 7

Peringatan bagi

orang-orang yang

lalai untuk

mengambil

pelajaran dari

kisah Firaun

merupakan bukti

kuasa Allah (Q.S.

Yunūs [10]: 92)

Bani Israil

44

“Agar kamu memberi

peringatan kepada kaum

yang bapak-bapak mereka

belum pernah diberi

peringatan, karena itu

mereka lalai. Q.S. Yāsin

[36]: 6

A 7

Peringatan bagi

orang-orang yang

lalai terhadap

fungsi al-Quran

diturunkan

sebagai

peringatan (Q.S.

Yāsin [36]: 6).

Bangsa

Arab/Kaum

Qurais

(Muhamad)

45

“Dan siapakah yang lebih

A 7

Peringatan bagi

penyembah

berhala sebab

patung yang

disembah tidak

mampu

Orang

Kafir dan

Musyrik

Page 101: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

130

sesat daripada orang yang

menyembah sembahan-

sembahan selain Allah yang

tiada dapat memperkenankan

(doa) nya sampai hari kiamat

dan mereka lalai dari

(memperhatikan) doa

mereka? Q.S. al-Ahqāf [46]:

5

memberikan apa-

apa di hari kiamat

kelak. (Q.S. al-

Ahqāf [46]: 5)

46

“Dan sesungguhnya Kami

telah membinasakan umat-

umat sebelum kamu, ketika

mereka berbuat kezaliman,

Padahal Rasul-rasul mereka

telah datang kepada mereka

dengan membawa

keterangan-keterangan yang

nyata, tetapi mereka sekali-

kali tidak hendak beriman.

Demikianlah Kami memberi

pembalasan kepada orang-

orang yang berbuat dosa.

Q.S. Yusuf [12]: 13

C 7

Peringatan bagi

saudara-saudara

Yusuf agar tidak

lalai menjaga

Yusuf dari

binatang buas.

(Q.S. Yusuf [12]:

13)

Kisah Nabi

Yusuf dan

saudaranya

47

“Maka rasa sakit akan

melahirkan anak memaksa ia

(bersandar) pada pangkal

pohon kurma, Dia berkata:

"Aduhai, Alangkah baiknya

aku mati sebelum ini, dan

A 7

Ketakutan

Maryam di

lupakan sebagai

ahli ibadah sebab

mengandung Isa

tanpa suami.

(Q.S. Maryam

[19]: 23)

Kisah

Maryam

Page 102: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

131

aku menjadi barang yang

tidak berarti, lagi dilupakan".

Q.S. Maryam [19]: 23

48

“Maka tatkala mereka

melupakan apa yang

diperingatkan kepada

mereka, Kami selamatkan

orang-orang yang melarang

dari perbuatan jahat dan

Kami timpakan kepada

orang-orang yang zalim

siksaan yang keras,

disebabkan mereka selalu

berbuat fasik. Q.S. al-A’rāf

[7]:165

A 7

Ancaman bagi

orang-orang yang

lalai serta berbuat

fasik, menolak

(nasihat) dan

melanggar

larangan itu

dengan sengaja.

(Q.S. al-A’rāf

[7]:165)

Orang

Fasik (Bani

Israil)

49

“(yaitu) orang-orang yang

lalai dari shalatnya, Q.S. al-

Mā’un [107]: 5

C 8

Lalai

dalam

ibadah

(shalat)

Ancaman

terhadap orang-

orang yang lalai

terhadap esensi

dan tujuan shalat.

(Q.S. al-Mā’un

[107]: 5)

Orang

mukmin

50

C 8

Peringatan bagi

orang-orang yang

lalai dalam

keadaan shalat

saat peperangan,

sampai

meletakkan

senjata sebab

musuh bisa

menyerang secara

tiba-tiba. (Q.S. al-

Orang

Mukmin

dan Kafir

Page 103: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

132

“Dan apabila kamu berada di

tengah-tengah mereka

(sahabatmu) lalu kamu

hendak mendirikan shalat

bersama-sama mereka, Maka

hendaklah segolongan dari

mereka berdiri (shalat)

besertamu dan menyandang

senjata, kemudian apabila

mereka (yang shalat

besertamu) sujud (telah

menyempurnakan serakaat).

Maka hendaklah mereka

pindah dari belakangmu

(untuk menghadapi musuh)

dan hendaklah datang

golongan yang kedua yang

belum bersembahyang, lalu

bersembahyanglah mereka

denganmu, dan hendaklah

mereka bersiap siaga dan

menyandang senjata. orang-

orang kafir ingin supaya

kamu lengah terhadap

senjatamu dan harta

bendamu, lalu mereka

menyerbu kamu dengan

sekaligus. dan tidak ada dosa

atasmu meletakkan senjata-

senjatamu, jika kamu

mendapat sesuatu kesusahan

karena hujan atau karena

Nisā’ [4]: 102)

Page 104: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

133

kamu memang sakit; dan

siap siagalah kamu.

Sesungguhnya Allah telah

menyediakan azab yang

menghinakan bagi orang-

orang kafir itu. Q.S. al-Nisā’

[4]: 102

51

“Mereka Itulah orang-orang

yang hati, pendengaran dan

penglihatannya telah dikunci

mati oleh Allah, dan mereka

Itulah orang-orang yang

lalai. Q.S. al-Nahl [16]: 108

“Dan bersabarlah kamu

bersama-sama dengan orang-

orang yang menyeru

Tuhannya di pagi dan senja

hari dengan mengharap

keridhaan-Nya; dan

janganlah kedua matamu

berpaling dari mereka

(karena) mengharapkan

perhiasan dunia ini; dan

janganlah kamu mengikuti

orang yang hatinya telah

Kami lalaikan dari

mengingati Kami, serta

menuruti hawa nafsunya dan

C 9

Lalai

terhadap

kehidupan

dunia

Peringatan bagi

orang-orang yang

lalai akibat terlalu

mencintai dunia

menyebabkan

mereka tidak

dapat menerima

kebenaran. (Q.S.

al-Nahl [16]: 108,

Q.S. al-Kāhf [18]:

28, Q.S. al-Rūm

[30]: 7)

Orang

Mukmin

dan Kafir

Page 105: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

134

adalah keadaannya itu

melewati batas. Q.S. al-Kāhf

[18]: 28

52

“Jika kamu menceraikan

isteri-isterimu sebelum kamu

bercampur dengan mereka,

Padahal Sesungguhnya kamu

sudah menentukan

maharnya, Maka bayarlah

seperdua dari mahar yang

telah kamu tentukan itu,

kecuali jika isteri-isterimu itu

mema'afkan atau dima'afkan

oleh orang yang memegang

ikatan nikah dan pema'afan

kamu itu lebih dekat kepada

takwa. dan janganlah kamu

melupakan keutamaan di

antara kamu. Sesungguhnya

Allah Maha melihat segala

apa yang kamu kerjakan.

Q.S. al-Baqarah [2]: 237

A 10

Hukum

Syariat

Peringatan orang-

orang yang lalai

memberikan

setengah mahar

atau penuh bagi

wanita yang

dicerai sebelum

bercampur. (Q.S.

al-Baqarah [2]:

237)

Para suami

53

“Ayat mana saja[81] yang

Kami nasakhkan, atau Kami

jadikan (manusia) lupa

A 10

Ketentuan Allah

melupakan dan

menghapus (ayat)

apa yang di

kehendaki. (Q.S.

al-Baqarah [2]:

106)

Muhamma

d

Page 106: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

135

kepadanya, Kami datangkan

yang lebih baik daripadanya

atau yang sebanding

dengannya. tidakkah kamu

mengetahui bahwa

Sesungguhnya Allah Maha

Kuasa atas segala sesuatu?

Q.S. al-Baqarah [2]: 106

54

“Sesungguhnya orang-orang

yang menuduh wanita yang

baik-baik, yang lengah lagi

beriman (berbuat zina),

mereka kena la'nat di dunia

dan akhirat, dan bagi mereka

azab yang besar. Q.S. al -Nūr

[24]: 23

C 10

Ancaman bagi

orang-orang lalai

yang menuduh

wanita

mukminah163

melakukan zina.

(Q.S. al -Nūr

[24]: 23)

Orang

Mukmin

dan Kafir

B. Objek Nisyān, Sahwun Dan Ghaflah

Secara garis besar ayat-ayat tentang lalai dalam al-Qur’an menggunakan

term nisyān, sahwun dan ghaflah menunjukan ada tiga objek yaitu lalai dalam

ibadah shalat, mengingkari hari pembalasan dan menolak petunjuk melalui

ayat-ayat Nya dan kisah-kisah umat terdahulu, sebagaimana dijelaskan berikut

ini:

1. Lalai dalam hal ibadah yaitu shalat

163 Abdurahman Za’id bin Aslam mengatakan: “Hukumnya haram menuduh wanita mukmin

baik-baik berbuat zina dan Allah melaknatnya. Aisyah contoh dalam masalah ini.” Lihat Ibnu

Katsir, jil. 6, h. 30

Page 107: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

136

Term yang dipergunakan dalam al-Quran ketika menjelaskan tentang

shalat adalah sāhūn yang diterjemahkan dengan lalai. Salah satu ayat yang

menjelaskan terkait ini adalah Q.S. al-Mā’un [107]: 4:

“(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.”164

Konteks “Celaka bagi orang shalat” maksudnya mereka tidak

mendapatkan nilai apapun atas salat harian yang mereka lakukan, seperti

ketepatan waktu saat melaksanakan salat, syarat-syarat dan ritus-ritusnya.165

Berlaku juga bagi orang-orang yang tidak mengerjakan salat, menunda shalat

sampai membiarkan waktunya berlalu dengan kesia-siaan dalam aktivitas

tertentu, bisnis dan kesenangan duniawi hal ini senada dengan Q.S. al-Kāhf

[18]: 28. Atau, mereka yang salat untuk menunjukan kesalehan kepada orang

lain, tetapi tidak mengerjakan salat ketika sendirian.166 Karena itu shalat, tidak

164 Q.S. al-Mā’ūn [104]: 5 165 Allamah Kamal Faqih Imani, Tafsir Nurul Qur’an: Sebuah Tafsir Sederhana Menuju

Cahaya al-Quran, Penerjemah Rahadian M.S. Isfahan, Jilid. XX (Iran: Perpustakaan Amirul

Mukminin), h. 353-354. 166 Terkait dalam hal kualitas shalat, Ibnul Qayyim al-Jauziyah mengklasifikasi orang yang

shalat kedalam lima kelas. Kelima kelas tersebut antara lain: Pertama, mu’aqqab artinya disiksa.

Hal ini jelas yang dimaksud dalam Q.S. al-Mā’ūn [104]: 4-6. Jelas ini shalatnya orang-orang

munafik. Orang yang seperti ini merupakan orang yang tidak sempurna waktu shalatnya, kurang

sempurna waktu wudhunya, serta tidak sempurna pula batas-batas dan rukun-rukunnya. Orang

dalam tingkatan ini disebut-sebut akan disiksa di akhir hayat dan merupakan tingkatan terendah

dalam shalat. Kedua, muhasab berarti dihisab, maksudnya adalah shalatnya diperhitungkan oleh

Allah. Orang ini mampu menjaga waktu shalat, wudu, syarat-syarat dan rukun-rukun shalat, tetapi

masih terbatas pada aspek ẕahiriyahnya saja. Sedangkan aspek ruhiyah (kekhusyuan) kurang

diperhatikan sehingga ketika shalat dijalankan, pikirannya dipenuhi oleh lamunan-lamunan tak

berarti. Ketiga, mukaffar ‘anhu artinya diampuni (dihapus) dosa dan kesalahan. Yang menempati

tingkatan ini adalah mereka yang mampu menjaga shalat dan segala ruang lingkupnya, kemudian

ia bersungguh-sungguh untuk melawan intervensi setan. Ia berusaha menghalau lamunan dan

pikiran yang terlintas. Kempat, mutsabun tingkatan mutsabun atau yang diberi pahala memiliki

ciri-ciri seperti tingkatan mukaffar ‘anhu. Lebihnya adalah ia benar-benar iqamah (mendirikan

shalat). Ia hanyut dan tenggelam dalam shalat dan penghambaan kepada Allah swt. Kelima,

muqarrab min Rabbihi yang terakhir adalah tingkatan yang paling hebat. Bisa dibilang ini hanya

para shalat Nabi dan Rasulullah saw. Mereka yang menempati tingkatan ini adalah orang yang

ketika shalat, hatinya langsung tertuju kepada Allah swt. Ia benar-benar merasakan kehadiran

Allah swt. sehingga ia merasa melihat Allah (ihsan). Tingkatan ini adalah muqarrab min rabbihi

(di dekatkan dari Allah swt). Orang yang berada di tingkatan ini bukan hanya menadapat pahala

Page 108: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

137

akan bisa menumbuhkan berbagai pengaruhnya di dalam jiwa orang-orang

yang shalat tetapi lalai dalam fungsinya. Sehingga mereka enggan menolong

dengan sesuatu yang berguna. Enggan untuk memberikan bantuan, kebaikan

dan kebajikan karena memberi bantuan merupakan batu ujian untuk menguji

kebenaran ibadah yang diterima di sisi Allah swt.167

Menurut penafsiran Tabari ada dua pendapat: pertama, sebagian mereka

berpendapat bahwa orang-orang yang menunda (mengakhiri) waktu shalat,

sehingga mereka shalat setelah waktu tersebut habis (berakhir). Kedua adalah

bahwasanya mereka itu lalai, lengah terhadap shalat. Tabari berpendapat

bahwa pendapat yang lebih utama dari makna sāhūn adalah orang-orang yang

lalai, lengah terhadap waktu shalat, dan sibuk mengerjakan yang lain,

sehingga waktu shalatnya habis.168

Sebelum kata “sāhūn” diawali dengan kata “an” yang berarti tenang atau

menyangkut. Kalau ayat ini menggunakan redaksi “fī sholātihim”, maka ia

merupakan kecaman terhadap orang-orang yang lalai serta lupa dalam

shalatnya, dan ketika itu ia berarti celakalah orang yang pada saat shalatnya,

hatinya lalai, sehingga menuju kepada sesutu selain shalatnya. Dengan kata

lain, celakalah orang-orang yang tidak khusu’ shalatnya. Untung ayat ini tidak

berbunyi demikian, karena alangkah banyaknya di antara kita yang demikian

dan ampunan tetapi ia pun dekat dengan Allah swt. karena shalat ia jadikan sebagai penyejuk mata

dan penentram jiwa. Lihat https://alqiyamah.wordpress.com/2012/09/26/lima-tingkatan-manusia-dalam-shalat/ Al-Wabil Al-Thayyib, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, hal 25-29.

167 Sayyid Qutb, Tafsir Fi Dzhilalil Qur’an, Jilid 13, h. 629. Lihat juga: Imam Jalaludin al-

Mahally al-Suyūti, Tafsir Jalalain, Penerjemah Bahrun Abu Bakar (Bandung: Sinar Baru

Algensindo, t.t.), h. 1388. 168 Ibnu Jarir al-Tabari, Jami’ al-Bayan an Ta’wil Ayi al-Qur’an, h. 980-981.

Page 109: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

138

itu halnya. Syukur bahwa ayat tersebut berbunyi “’an shalatihim” sehingga

tertuju kepada mereka yang lalai tentang esensi makna dan tujuan shalat.169

Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwan kata sahwun tidak hanya di

tafsirkan sebagai orang-orang yang lalai dengan esensi dan tujuan shalat,

tetapi kelalaian ini menunjukan bahwa keadaan mereka tidak berbeda dengan

yang mengingkari agama dan hari pembalasan, buktinya sikap riya dan

keengganan mereka membantu orang-orang yang butuh.170

2. Lalai terhadap kepastian hari pembalasan

Penyesalan orang-orang lalai yang menolak kepastian hari kebangkitan

bisa di cermati dalam Q.S. al-Anbiyā : 97,

“Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit),

Maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (mereka

berkata): "Aduhai, celakalah Kami, Sesungguhnya Kami adalah dalam

kelalaian tentang ini, bahkan Kami adalah orang-orang yang zalim".

Pada ayat ini ditegaskan Allah swt. dekatnya kedatangan janji yang benar

yaitu, berbangkit dan berhisab. Kelalaian dalam dalam ayat ini menggunakan

kata ghaflah. Akibat kelalaian ini mereka mengakui kezaliman terhadap

dirinya sendiri disebabkan mendustakan para Rasul.171 Sebagaimana

dijelaskan dalam ayat sesudahnya (al-Dzāriyat ayat 11), yang artinya “mereka

bertanya: "Bilakah hari pembalasan itu?” Pertanyaan tersebut diucapkan tidak

169 M. Quraish Shihab. Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan dan Aturan dalam Memahami Ayat-

ayat al-Qur’an (Jakarta: Lentera, 2013), h. 80. 170 M. Quraish Shihab. Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Cet. V, h.

647. 171 bnu Katsir, Lubāb al-Tafsir min Ibnu Katsir, Juz 17, h. 484. Tafsir Kemenag

Page 110: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

139

lain semata-mata hanya untuk mendustakan, mengingkari, meragukan, dan

menganggap mustahil172.

3. Menolak petunjuk melalui ayat-ayat Nya dan kisah-kisah umat

terdahulu

Pada ayat ini Allah menerangkan 4 macam nasihat dan petunjuk yang

ditujukan kepada Qarun oleh kaumnya.

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan

bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada

orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan

janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya

Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

Barang siapa mengamalkan nasihat dan petunjuk akan memperoleh

kesejahteraan di dunia dan di akhirat. Nasihat dan petunjuk tersebut adalah

pertama, orang yang di anugerahi kekayaan dan nikmat yang banyak

hendaknya memanfaatkan di jalan Allah, patuh dan taat pada perintahnya.

Kedua, janganlah meninggalkan kesenangan duniawi baik makanan,

minuman, pakaian sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran agama.173

Ketiga, seseorang harus berbuat baik sebagaimana Allah swt. berbuat baik

kepadanya. Keempat, larangan berbuat kerusakan di atas bumi, berbuat jahat

172 Ibnu Katsir, Lubāb al-Tafsir min Ibnu Katsir, Juz 26, h. 531. 173 Hal tersebut senada dengan hadis Nabi yang artinya “ Kerjakanlah (urusan) duniamu

seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya. Dan laksanakanlah amalan akhiratmu seakan-akan

kamu akan mati besok.” (H.R. Ibnu Asakir).

Page 111: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

140

sesama makhluk karena Allah swt. tidak akan memberikan ridho kepada

mereka.174

Pada ayat lain disebutkan kisah-kisah umat terdahulu untuk dijadikan

pelajaran agar tidak mengikuti jejaknya dalam Q.S. Yunūs [10]: 92 yaitu

tentang kisah Fira’un yang ditenggelamkan di laut Merah, Allah menjaga

tubuh Fira’un tetap utuh walaupun tertelan lautan untuk menjadi pelajaran dan

sebagai tanda-tanda kekuasaan-Nya.

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari bahasan tentang makna lalai dalam al-Qur’an (kajian tafsir tematik)

yang sederhana ini, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Kata lalai menggunakan term nisyān berasal dari bahasa Arab نسيا ـ ينسي نسي

berarti melupakan atau melalaikan. Menurut al-Asfahani, nisyān artinya

tertinggalnya manusia mengingat sesuatu diamanatkan kepadanya baik karena

lemah hatinya maupun karena lalai atau disengaja. Sedangkan, sahwun

mulanya berasal dari berasal و ا س ه ا هو س ه .yang berarti lupa atau melupakan ي س

Menurut M. Quraish Shihab, sahwun yakni seseorang yang hatinya menuju

kepada yang lain, sehingga pada akhirnya ia melalaikan tujuan pokoknya.

174 Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz XX, h. 128. Ibnu Katsir, Lubāb al-Tafsir min Ibnu Katsir, Juz

20, h. 300. Ahmad Mustofa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, h. 169-170.

Page 112: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

141

Sementara ghaflah berasal dari bahasa Arab . غ ف ل ي غ فل غفوال Ibnu Faris seorang

ulama ahli bahasa mengatakan: "Huruf ain, faa, dan lam adalah satu asal yang

shahih yang maknanya menunjukan telah meninggalkan sesuatu karena lalai

bahkan adakalanya meninggalkan dengan sengaja.

Penggunaan nisyān terlihat adanya kesengajaan dari pihak yang lupa,

namun pada ayat lain merupakan sifat manusia yang memang pada dasarnya

akan mengalami kelalaian, menunjuk adanya kaitan dengan kesadaran diri.

Maka dalam kehidupan agama, jika seseorang lalai terhadap suatu kewajiban

yang seharusnya dilakukannya, maka ia tidak berdosa, karena ia kehilangan

kesadaran terhadap kewajiban itu. Tetapi hal ini berbeda dengan seseorang

yang sengaja lalai terhadap suatu kewajiban.

Sedangkan penggunaan term sahwun dipergunakan untuk ancaman.

Ketika kata ini digabungkan dengan redaksi berbunyi “’an shalatihim”, kata

“an” yang berarti tenang atau menyangkut, yang berarti sahwun tertuju kepada

mereka yang lalai tentang esensi makna dan tujuan shalat. Bukan redaksi “fī

sholātihim”, yaitu merupakan kecaman terhadap orang-orang yang lalai serta

lupa dalam shalatnya, yang berarti celakalah orang yang pada saat shalatnya,

hatinya lalai, sehingga menuju kepada sesutu selain shalatnya. Dengan kata

lain, celakalah orang-orang yang tidak khusu’ shalatnya.

Adapun penggunaan term ghaflah dipergunakan untuk menunjuk

perbuatan yang bersifat positif atau negative. Contoh pada Q.S. al-Nūr [24]:

23 mengandung arti positif, yaitu wanita beriman yang telah bersuami yang

lalai (tidak menduga atau terlintas di dalam benak mereka keinginan untuk

berbuat keji/hina). Di dalam ayat tersirat peringatan supaya seluruh wanita

Page 113: LALAI DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Kajian Tafsir Tematik)repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40601/1/ARMENIA... · (Kajian Tafsir Tematik) ... al-Qur`an dan Tafsir

142

beriman yang sudah bersuami menjaga pergaulan mereka sehari-hari dan

menjauhi tindakan-tindakan yang mungkin menimbulkan fitnah. Sedangkan

pada Q.S. al-A’rāf [7]: 156 dan 172 menunjuk pada kelalaian yang bersifat

negative, dijelaskan bahwa tujuan penurunan kitab suci al-Qur’an dan

penegasan ke maha Esaan Allah swt. antara lain, untuk menutup kemungkinan

timbulnya protes dari orang-orang zalim pada hari kiamat kelak dengan

mengatakan bahwa kitab suci itu hanya diturunkan kepada orang-orang

Yahudi dan Nasrani dan bahwa mereka tidak sempat atau lalai di dalam

membaca dan memperhatikan isinya.

B. Saran

Diharapkan dengan adanya kajian ini, semoga memperjelas makna nisyān,

sahwun dan ghaflah. Penelitian ini tentu bukanlah penelitian yang sempurna

dan tanpa kekurangan. Jika penulis benar, itulah yang penulis kehendaki. Jika

ternyata tidak demikian, penulis mohon ampun dan petunjuk kepada Allah swt

atas kesalahan dan dosa penulis. Cukuplah kiranya bagi penulis jika penulis

telah mengerahkan segala kemampuan untuk meletakkan satu bata bagi

mereka untuk menyempurnakan bangunan ini.