Tafsir Albaqarah Ayat 62-63 Dan Uluriyyah, Rububiyyah

Embed Size (px)

Citation preview

Artikel Quran :

http://www.alsofwah.or.id/index.php?pilih=lihatquran&id=29Tafsir Surat al-Baqarah, ayat 63-66Selasa, 13 April 04

{63} {63} {63} }33{

Artinya : Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat gunung (Thursina) di atasmu (seraya kami berfirman): 'Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertaqwa',[63]. Kemudian kamu berpaling setelah (adanya perjanjian) itu, maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu, niscaya kamu tergolong orang yang rugi,[64]. Dan sesungguhnya telah Kami ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka:'Jadilah kamu kera yang hina',[65]. Maka Kami jadikan yang demikian itu peringatan bagi orang-orang di masa itu dan bagi mereka yang datang kemudian, serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa.[66]. {Q,.s.al-Baqarah/02:63-66}Makna Ayat Secra Global Al-Haq 'Azza Wa Jalla mengingatkan orang-orang Yahudi akan kejadian-kejadian yang pernah menimpa para pendahulu mereka semoga saja dengan begitu mereka mau mengambil pelajaran; Dia Ta'ala memulai dengan mengingatkan kejadian perihal keengganan mereka mengamalkan kitab Taurat dan kengototan mereka terhadap hal tersebut hingga Allah mengangkat gunung (Thursina) ke atas mereka lalu jadilah ia seperti bayang-bayang diatas kepala-kepala mereka. Ketika itulah, mereka baru mau mendengar, hanya saja setelah itu mereka kembali lagi ke kondisi semula dan tidak menepati komitmen yang telah mereka buat. Sebagai akibatnya, mereka selayaknya pantas mendapatkan kerugian andai saja bukan karena rahmat (kasih sayang) Allah terhadap mereka. Sebagaimana, Allah juga mengingatkan mereka akan tindak kriminal yang telah dilakukan oleh sebagian para pendahulu mereka, yaitu bahwa ketika itu Allah mengharamkan atas mereka berburu pada hari Sabtu, lalu sekelompok mereka berupaya berbuat licik (merekayasa) terhadap syari'at tersebut agar dengannya mereka dapat berburu. Kemudian Allah mengazab mereka dengan merubah rupa mereka menjadi kera-kera dan menjadikan apa yang terjadi terhadap mereka mereka tersebut sebagai pelajaran dan peringatan bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran dan peringatan. [Ays] Makna Ayat Per-Penggalan Ayat 63 Firman-Nya (artinya): {Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu ..} : ini merupakan sisa dari khithab (surat pernyataan) kepada orang-orang Yahudi. Dalam hal ini, Allah mengambil perjanjian dari mereka agar mengamalkan syari'at-Nya terhadap mereka di dalam kitab Taurat dan beriman kepada para Rasul Allah. {dan Kami angkat gunung (Thursina) di atasmu}: kata 'Thur' di dalam teks asli ayat maknanya adalah nama sebuah gunung dimana Allah berbicara langsung kepada Musa. Mayoritas Ahli Tafsir menyebutkan bahwa tatkala Musa datang kepada Bani Israil dengan membawa Luh-luh (kepingan dari batu atau kayu) yang tertulis padanya isi Taurat, beliau berkata kepada mereka: Ambillah ia dan komitmenlah dengannya. Mereka berkata: Tidak, kecuali Allah berbicara dengan hal itu kepada kami sebagaimana Dia telah berbicara kepadamu. Maka Allah memerintahkan para malaikat untuk mencabut salah satu bukit dari bukit-bukit yang ada di Palestian, panjangnya satu Farsakh sepertinya. Demikian pula, kamp yang mereka tempati dibuat menjadi seperti bayang-bayang, lalu dikatakanlah kepada mereka: {(seraya Kami berfirman): 'Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu} : makna kata 'Bi Quwwah' dalam teks asli/Arab ayat ini adalah dengan sungguh-sungguh dan penuh perhatian, kalian harus menepati perjanjian dan jangan disia-siakan sebab bila tidak, bukit/gunung akan dijatuhkan ke atas kalian, maka bersujudlah mereka sebagai ungkapan taubat kepada Allah dan mengambil taurat dengan perjanjian. Sedangkan maksud firman-Nya (artinya): { dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya}: hendaknya dihafal dan dijaga oleh mereka sehingga mereka mengetahui dan mengamalkannya. [Zub] { agar kamu bertaqwa'} Ayat 64 Firman-Nya (artinya): {Kemudian kamu berpaling} : yang dimaksud disini adalah perpaling dari perjanjian yang telah diambil dari mereka { setelah (adanya perjanjian) itu } yakni, setelah diangkatnya bukit tersebut diatas kepala-kepala mereka seakan bayangbayang diatas mereka. [Zub]

{maka kalau tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu} : yaitu (jika tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya atasmu) dengan menganugerahi kamu dengan keMahalemahlembutan-Nya dan ke-Mahakasihsayang-Nya hingga kamu menampakkan pertobatan. [Zub] { niscaya kamu tergolong orang yang rugi } : maknanya sama dengan kalimat ( niscaya kalian telah merugi). [Zub] Ayat 65 Firman-Nya (artinya): { Dan sesungguhnya telah Kami ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu } : mereka adalah orang-orang Yahudi Aylah. Orang-orang Yahudi dahulu diperintahkan untuk beristirahat pada hari Sabtu dan tidak boleh melakukan aktifitas namun mereka berbuat licik (merekayasa) bagaimana bisa berburu dengan memancing ikanikan hiu di sana. Kisah tentang mereka ini akan dibicarakan pada surat al-A'raf secara rinci dan luas dari ayat 162-166. [Zub] {lalu Kami berfirman kepada mereka:'Jadilah kamu kera yang hina'} : yakni mereka telah dirubah rupa menjadi kerakera disertai pengusiran dan kehinaan. [Zub] Ayat 66 Firman-Nya (artinya): { Maka Kami jadikan yang demikian itu..} : yakni perkampungan dimana terjadi hal ini, yaitu Aylah. [Zub] {peringatan} : dalam ayat tersebut digunakan kata dimana maknanya adalah nad natagnirep) sanksi/siksaan). [Zub] { bagi orang-orang di masa itu } : Makna kalimat dalam ayat tersebut adalah di depan perkampungan tersebut. [Zub] {dan bagi mereka yang datang kemudian} : Makna kalimat dalam ayat tersebut adalah di belakang perkampungan tersebut. [Zub] { serta menjadi pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa } : yang datang setelah mereka hingga Hari Kiamat. [Zub] Petunjuk Ayat Diantara petunjuk ayat diatas, adalah:

Kewajiban menepati janji dan perjanjian. Kewajiban menjalankan hukum-hukum syari'at secara tegas, mengingatnya serta melupakannya atau berpura-pura melupakannya. Ketaqwaan tidak akan sempurna dari seorang hamba kecuali bila menjalankan syari'at secara tegas dan penuh tekad. Keharaman berbuat licik demi melanggar sesuatu yang diharamkan sehingga menjadi boleh dan betapa buruknya kesudahan bagi para pengibul yang melampaui batas. [Ays]

(Diambil dari Kitab Aysar at-Tafsr li Kalm 'al-'Aliy al-Kabr [disingkat: Ays] karya Syaikh Abu Bakar al-Jaziriy dan Kitab Zubdatut Tafsir min Fath al-Qadr [disingkat: Zub] karya DR. Muhammad Sulaiman Abdullah al-Asyqar)

TAFSIR AYAT 62 66http://kongaji.tripod.com/myfile/al-baqoroh_ayat_62-66.htm

Sesungguhnyaorang-orangyang beriman dan orang-orang yang jadi Yahudi dan Nasrani dan Shabi'in, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian dan beramal yang shalih, maka untuk mereka adalah ganjaran di sisi Tuhan mereka, dan tidak ada ketakutan atas mereka, dan tidak ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berduka-cita.

Dan (ingatlah) tatkala telah Kami ambil perjanjian dengan kamu, dan telah Kami angkatkan gunung di atas kamu; Peganglah apa yang telah Kami berikan kepada kamu dengan sungguhsungguh, dan ingatlah olehmu apa yang ada di dalamnya, supaya kamu semuanya takwa.

Di dalam ayat ini terdapatlah nama dari empat golongan: 1. Orang yang beriman. 2. Orang-orang yang jadi Yahudi. 3. Orang-orang Nasrani. 4. Orang-orang Shabi'in.

Golongan pertama, yang disebut orang-orang yang telah beriman, ialah

orang-orang yang telah terlebih dahulu menyatakan percaya kepada segala ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w yaitu mereka-mereka yang telah berjuang karena imannya, berdiri rapat di sekelilling Rasul s. a.w samasama menegakkan ajaran agama seketika beliau hidup. Di dalam ayat ini mereka dimasukkan dalam kedudukan yang pertama dan utama.

Yang kedua ialah orang-orang yang jadi Yahudi, atau pemeluk agama

Yahudi. Sebagaimana kita ketahui, nama Yahudi itu dibangsakan atau diambil dari nama Yahuda, yaitu anak tertua atau anak tertua dari Nabi Ya'qub a. s. . Oleh sebab itu merekapun disebut juga Bani Israil. Dengan jalan demikian, maka nama agama Yahudi lebih merupakan agama "keluarga" daripada agama untuk manusia pada umumnya.

Yang ketiga, yaitu Nashara, dan lebih banyak lagi disebut Nasrani.

Dibangsakan kepada desa tempat Nabi Isa al-Masih dilahirkan, yaitu Desa Nazaret (dalam bahasa Tbrani) atau Nashirah (dalam bahasa Arab). Menurut riwayat Ibnu Jarir, Qatadah berpendapat bahwa Nasrani itu memang diambil dari nama Desa Nashirah. Ibnu Abbas pun menafsirkan demikian.

Yang keempat Shabi'in; kalau menurut asal arti kata maknanya, ialah

orang yang keluar dari agamanya yang asal, dan masuk ke dalam agama lain, sama juga dengan arti asalnya ialah murtad. Sebab itu ketika Nabi Muhammad mencela-cela agama nenek-moyangnya yang menyembah berhala , lalu menegakkan paham Tauhid, oleh orang Quraisy , Nabi Muhammad s.a.w itu dituduh telah shabi' dari agama nenek-moyangnya. Menurut riwayat ahli-ahli tafsir, golongan Shabi'in itu memanglah satu golongan dari orang-orang yang pada mulanya memeluk agama Nasrani, lalu mendirikan agama sendiri. Menurut penyelidikan, mereka masih berpegang teguh pada cinta-kasih ajaran al-Masih, tetapi disamping merekapun mulai menyembah Malaikat. Kata setengah orang pula, mereka percaya akan pengaruh bintang bintang. Ini menunjukan pula bahwa agama menyembah bintang bintang pusaka Yunani mempengaruhi pula perkembangan Shabi'in ini. Di jaman sekarang penganut Shabi'in masih terdapat sisa-sisanya di negeri Irak. Mereka menjadi warga negara yang baik dalam Republik Irak. Di dalam ayat ini dikumpulkanlah keempat golongan ini menjadi satu. Bahwa mereka semuanya tidak merasai ketakutan dan duka-cita asal saja mereka sudi beriman kepada Allah dan Hari Akhirat golongan itu diikuti oleh amal yang shalih. Dan keempat-empat lalu iman kepada Allah dan Hari Akhirat itu akan mendapat ganjaran di sisi Tuhan mereka. Ayat ini adalah suatu tuntunan bagi menegakkan jiwa, untuk seluruh orang yang percaya kepada Allah. Baik dia bernama mukmin, atau muslim pemeluk Agama Islam, yang telah mengakui kerasulan Muhammad s.a.w atau orang Yahudi, Nasrani dan Shabi'in. Disini kita bertemu syarat yang mutlak. Syarat pertama iman kepada Allah dan Hari Pembalasan, sebagai inti ajaran dari sekalian agama. Syarat pertama itu belum cukup kalau belum dipenuhi dengan syarat yang kedua, yaitu beramal yang shalih, atau berbuat pekerjaan-pekerjaan yang baik, yang berfaedah dan bermanfaat baik untuk diri sendiri ataupun untuk masyarakat. Mafhum atau sebaliknya dari yang tertulis adalah demikian : "Meskipun dia telah mengakui beriman kepada Allah (golongan pertama), mengaku beriman mulutnya kepada Nabi Muhammad, maka kalau iman itu tidak dibuktikannya dengan amalnya yang shalih, tidak ada pekerjaannya yang utama, tidaklah akan diberikan ganjaran oleh Tuhan." Demikian juga orang Yahudi, walaupun mulutnya telah mengakui dirinya Yahudi, penganut ajaran Taurat, padahal tidak diikutinya dengan syarat pertama iman sungguh-sungguh kepada Allah dan Hari Akhirat, dan tidak dibuktikannya dengan amal yang shalih, perbuatan yang baik, berfaedah dan bermanfaat bagi peri-kemanusiaan, tidaklah dia akan mendapat ganjaran dari Tuhan.

Begitu juga orang Nasrani dan Shabi'in. hendaklah pengakuan bahwa diri orang nasrani atau Shabiin itu dijadikan kenyataan dalam perbuatan yang baik. Iman kepada Allah dan Hari Akhirat ! Inilah pokok pertama, sehingga pengakuan beriman yang pertama bagi orang Islam, pengakuan Yahudi bagi orang Yahudi, pengakuan Nasrani bagi orang Nasrani, pengakuan Shabi'in bagi pemeluk Shabi'in, belumlah sama sekali berarti apa-apa sebelum dijadikan kesadaran dan kenyakinan dan diikuti dengan amal yang shalih. Beriman kepada Allah niscaya menyebabkan iman pula kepada segala wahyu yang diturunkan Allah kepada RasulNya; tidak membeda-bedakan di antara satu Rasul dengan Rasul yang lain, percaya kepada keempat kitab yang diturunkan. Di dalam sejarah Rasul s.a.w berjumpalah hal ini. Abu Bakar, Umar, Usman, Ali dan sahabat-sahabat yang utama, telah lebih dahulu menyatakan iman. Kemudian baik seketika masih di Mekkah atau setelah berpindah ke Madinah, menyatakan iman pula beberapa orang Yahudi, sebagai Abdullah bin Salam, Ubai bin Ka'ab dan lain-lain. Orang-orang Nasranipun menyatakan pula iman kepada Allah dan Hari Akhirat yang diikuti dengan amal yang shalih, seumpama Tamim ad-Dari, Adi bin Hatim atau Kaisar Habsyi (Negus) sendiri dan beberapa lagi yang lain. Cuma yang tidak terdengar riwayatnya ialah orang Shabi'in. Salman al-Farisipun berpindah dari agama Majusi, lalu memeluk Nasrani dan kernudian menyatakan iman kepada Allah dan Hari Akhirat dan mengikutinya dengan amal yang shalih. Maka semua orang-orang yang telah menyatakan iman dan mengikuti dengan bukti ini, hilanglah dari mereka rasa takut, cemas dan dukacita. Apa sebab ? Apabila orang telah berkumpul dalam suasana iman, dengan sendirinya sengketa akan hilang dan kebenaran akan dapat dicapai. Yang menimbulkan cemas dan takut di dalam dunia ini ialah apabila pengakuan hanya dalam mulut, aku mukmin, aku Yahudi, aku Nasrani, aku Shabi'in, tetapi tidak pernah diamalkan. Maka terjadilah perkelahian karena agama telah menjadi golongan, bukan lagi dakwah kebenaran. Yang betul hanya aku saja, orang lain salah belaka. Orang tadinya mengharap agama akan membawa ketentraman bagi jiwa, namun kenyataannya hanyalah membawa onar dan peperangan, kerena masing-masing pemeluk agama itu tidak ada yang beramal dengan amalan yang baik, hanya amal mau menang sendiri. Kesan pertama yang dibawa oleh ayat ini ialah perdamaian dan hidup

berdampingan secara damai di antara pemeluk sekalian agama dalam dunia ini. Janganlah hanya semata-mata mengaku Islam, Yahudi atau Nasrani atau Shabi'in, pengakuan yang hanya di lidah dan karena keturunan. Lalu marah kepada orang kalau dituduh kafir, padahal Iman kepada Allah dan Hari Akhirat tidak dipupuk, dan amal shalih yang berfaedah tidak dikerjakan. Kalau pemeluk sekalian agama telah bertindak zahir dan batin di dalam kehidupan menurut syarat-syarat itu tidaklah akan ada silang sengketa di dunia ini tersebab agama. Tidak akan ada fanatik buta, sikap benci dan dendam kepada pemeluk agama yang lain. Nabi Muhammad sendiri meninggalkan contoh teladan yang amat baik dalam pergaulan antara agama. Beliau bertetangga dengan orang Yahudi, lalu beliau beramal-shalih terhadap mereka. Pernah beliau menyembelih binatang ternaknya, lalu disuruhnya lekas-lekas antarkan sebagian daging sembelihannya itu ke rumah tetangganya orang Yahudi. Seketika datang utusan Najran Nasrani menghadap beliau ke Madinah, seketika utusan-utusan itu hendak menghadap di waktu yang ditentukan, semuanya memakai pakaian-pakaian kebesaran agama mereka sebagaimana yang kita lihat pada pendeta-pendeta Katholik sekarang ini , sehingga mereka terlalu terikat dengan protokol-protokol yang memberatkan dan kurang bebas berkata-kata, lalu beliau suruh tanggalkan saja pakaian itu dan mari bercakap lebih bebas. Yahudi dan Nasrani itu beliau ucapkan dengan kata hormat:"Ya Ahlal Kitab " : Wahai orang-orang yang telah menerima Kitab-kitab Suci. Dalam kehidupan kita di jaman modern pun begitu pula. Timbul rasa cemas di dalam hidup apabila telah ada di antara pemeluk agama yang fanatik. Yang kadang-kadang saking fanatiknya, maka imannya bertukar dengan cemburu: "Orang yang tidak seagama dengan kita, adalah musuh kita. "Dan ada lagi yang bersikap agresif., menyerang, menghina, dan menyiarkan propaganda agama mereka dan kepercayaan yang tidak sesuai ke dalam daerah negeri yang telah memeluk suatu agama. Ayat ini sudah jelas menganjurkan persatuan agama, jangan agama dipertahankan sebagai suatu golongan, melainkan hendaklah selalu menyiapkan jiwa mencari dengan otak dingin, manakala dia hakikat kebenaran. Iman kepada Allah dan Hari Akhirat, diikuti oleh amal yang shalih. Kita tidak akan bertemu suatu ayat yang begini penuh dengan toleransi dan lapang dada, hanyalah dalam al-Qur'an ! Suatu hal yang amat perlu dalam dunia modern. Kalau nafsu loba manusia di jaman modern telah menyebabkan timbul perang-perang besar dan senjatasenjata pemusnah, maka kaum agama hendaklah mencipta perdamaian dengan mencari dasar kepercayaan kepada Allah dan Hari Akhirat, serta membuktikannya dengan amal yang shalih. Bukan amal merusak.

Kerapkali menjadi kemusykilan bagi orang yang membaca ayat ini, karena disebut yang pertama sekali ialah orang-orang yang telah beriman. Kemudiannya baru disusuli dengan Yahudi, Nasrani dan Shabi'in. Setelah itu disebutkan bahwa semuanya akan diberi ganjaran oleh Tuhan, apabila mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, lalu beramal yang shalih. Mengapa orang yang beriman diisyaratkan beriman lagi ? Setengah ahli tafsir mengatakan, bahwa yang dimaksud di sini barulah iman pengakuan saja. Misalnya mereka telah mengucapkan Dua Kalimat Syahadat, mereka telah mengaku dengan mulut, bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Tetapi pangakuan itu baru pengakuan saja, belum diikuti oleh amalan, belum mengerjakan Rukun Islam yang lima perkara. Maka iman mereka itu masih sama saja dengan iman Yahudi, nasrani dan Shabi'in. Apatah lagi orang Islam peta bumi saja atau Islam turunan. Maka Islam yang semacam itu masih sama saja dengan Yahudi, Nasrani dan Shabi'in. Barulah keempatnya itu berkumpul menjadi satu, apabila semuanya memperbaharui iman kembali kepada Allah dan Hari Akhirat, serta mengikutinya dengan perbuatan dan pelaksanaan. Apabila telah bersatu mencari kebenaran dan kepercayaan, maka pemeluk segala agama itu akhir kelaknya pasti bertemu pada satu titik kebenaran. Ciri yang khas dan titik kebenaran itu ialah menyerah diri dengan penuh keikhlasan kepada Allah yang Satu, itulah Tauhid, itulah Ikhlas, dan itulah Islam! Maka dengan demikian, orang yang telah memeluk Islam sendiripun hendaklah menjadi Islam yang sebenarnya. Untuk lebih dipahamkan lagi maksud ayat ini, hendaklah kita perhatikan beberapa banyaknya orang-arang yang tadinya memeluk Yahudi atau Nasran'z di jaman modern ini, lalu pindah ke Islam. Mereka yang memeluk Tslam itu bukan sembarang orang, bukan orang awam. Seumpama Leopold Weiss, seorang wartawan dan pengarang ternama dari Austria; dahulunya dia beragama Yahudi, lalu masuk Islam. Pengetahuannya tentang Islam, pandangan hidup dan keyakinannya ditulisnya dalarn berbagai buku. Di antara buku yang ditulisnya itu terpaksa ke dalam bahasa Arab, untuk diketahui oleh orang-orang Islam sendiri di negeri Arab, yang telah Islam sejak turun temurun. Bahkan di waktu dia menyatakan pendapatnya tentang Dajjal di dalam suatu majelis yang dihadiri oleh Mufti Besar Kerajaan Saudi Arabia, Syaikh Abdullah bin Bulaihid, maka beliau ini telah menyatakan kagumnya dan mengakui kebenarannya. Namanya setelah Islam ialah Mohammad Asad. Pada bulan Mei 1966 seorang ahli ruang angkasa Amerika Serikat bernama Dr. Clark telah menyatakan dirinya masuk Islam, lalu memakai nama Dr. Ibrahim

Clark. Apa yang menarik hatinya memeluk Islam, kebetulan setelah dia tiba di Indonesia pula ? Ialah sebagai seorang ahli ruang angkasa dia bergaul dengan beberapa sarjana Indonesia, beliau mendapat suatu pendirian hidup yang baru dikenalnya, yang tidak didapatnya di Barat. Yaitu bahwa sarjana-sarjana beragama Islam itu, yang berkecimpung di dalam bidangnya masing masing, selalu berpadu satu antara pendapat akal dan ilmu (Science)nya dengan kejiwaan. Kesan inilah yang memikat minatnya untuk menyelami Islam, sehingga bertemulah dia dengan hakikat yang sebenarnya; memang begitulah ajaran Islam. Akhirnya dengan segenap kesadaran hati, dia memilih Islam sebagai agamanya dengan meninggalkan agama Kristen (Protestan). Dalam minggu pertama dalam bulan Mei itu juga datang lagi seorang sarjana perempuan bangsa Austria, pergi beri'tikaf ke dalam Masjid Agung A1 Azhar selama tiga hari tiga malam sambil berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala moga-moga tercapai1ah perdamaian di dunia ini, dan berdamailah kiranya perang Vietnam. Dia bersembahyang dengan khusyunya dan dia mengatakan bahwa dia telah memeluk Islam sejak sejak 7 tahun, dan telah tujuh kali mengerjakan puasa Ramadhan. Namanya Dr. Barbara Ployer. Kita kemukakan ketiga contoh ini disamping beratus-ratus contoh yang lain seperti Malcolm X, Negro dari Amerika dan lain-lain di seluruh perjuangan dunia ini. Menurut sabda Nabi s.a.w kepada sahabat beliau Amr bin al-Ash, seketika beliau ini yang tadinya amat benci kepada Nabi s.a.w., lalu masuk Islam dan meminta maaf kepada beliau atas kesalahan kesalahan yang telah lalu Nabi s.a.w telah bersabda kepadanya: "Hai Amr, Islam itu menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu."Artinya, mulai dia memeluk Islam itu, habislah segala kesalahan yang lama, dimulailah hidup baru. Kalau setelah mereka memeluk Islam, mereka melanjutkan studi mereka, dan mereka perdalam iman kepada Allah dan Rasul, mereka insafi akan hari Akhirat, lalu mereka ikuti dengan amal yang shalih, niscaya tinggilah martabat mereka di sisi Tuhan daripada orang-orang yang Islam sejak kecil, Islam karena keturunan, tetapi tidak tahu dan tidak mau tahu hakikat Islam. Tidak menyelidiki terus-menerus dan tidak memperdalam. Telah bertahun-tahun penulis ini mencoba mencari tafsir dari ayat ini, namun hasilnya belumlah memuaskan hati penafsir sendiri, apatah lagi yang mendengarkannya. Tetapi setelah bertemu suatu riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Abi Hatim daripada Salman al- Farisi, barulah terasa puas dan tafsir yang telah kita tafsirkan ini adalah berdasarkan kepada riwayat itu. "Telah meriwayatkan lbnu Abi Hatim daripada Salman, berkata Salman bahwasanya aku telah bertanya kepada Rasulullah s.a.w dari hal pemelukpemeluk agama yang telah pernah aku masuki, lalu aku uraikan kepada

beliau bagaimana cara sembahyang mereka masing masing dan cara ibadah mereka masing-masing. Lalu aku minta kepada beliau manakah yang benar. Maka beliau jawablah pertanyaanku itu dengan ayat: Innalladzina amanu wal-ladzina hadu dan seterusnya itu." Artinya ialah bahwa berlainan cara sembahyang atau cara ibadah adalah hal lumrah bagi berbagai-ragam pemeluk agama, karena syari'at berubah sebab perubahan jaman. Tetapi manusia tidak boleh membeku disatu tempat, dengan tidak mau menambah penyelidikannya, sehingga bertemu dengan hakikat yang sejati, lalu menyerah kepada Tuhan dengan sebulat hati. Menyerah dengan hati puas. Itulah dia Islam. Lantaran itu tidaklah penulis tafsir ini dapat menerima saja suatu keterangan yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim yang mereka terima dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini telah mansukh, tidak berlaku lagi. Sebab dia telah dinasikhkan oleh ayat 58 daripada Surat Ali- Imran yang berbunyi : "Dan barangsiapa yang mencari selain dari Islam menjadi Agama, sekalikali tidaklah akan diterima daripadanya. Dan dia di Hari Akhirat akan termasuk orang-orang yang rugi. " (Ali Imran 85). Ayat ini bukanlah menghapuskan (nasikh) ayat yang sedang kita tafsirkan ini melainkan memperkuatnya. Sebab hakikat Islam ialah percaya kepada Allah dari Hari Akhirat. Percaya kepada Allah, artinya percaya kepada firmanNya, segala RasulNya dengan tidak terkecuali. Termasuk percaya kepada Nabi Muhammad s.a.w dan hendaklah iman itu diikuti oleh amal yang shalih. Kalau dikatakan bahwa ayat ini dinasikhkan oleh ayat 85 Surat Ali- Imran itu, yang akan tumbuh ialah fanatik, mengakui diri Islam, walaupun tidak pernah mengamalkannya. Dan surga itu hanya dijamin untuk kita saja. Tetapi kalau kita pahamkan bahwa di antara kedua ayat ini adalah lengkap-melengkapi, maka pintu dakwah senantiasa terbuka, dan kedudukan Islam tetap menjadi agama fithrah, tetapi dalam kemurniannya, sesuai dengan jiwa asli manusia. Nabi s.a.w menegaskan menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim daripada Abu Musa al-Asy'ari:

"Berkata Rasullah s.a.w. : Demi Allah, yang diriku ada dalam genggaman tanganNya, tidaklah mendengar dari hal aku ini seseorangpun dari umat sekarang ini. Yahudi, dan tidak pula Nasrani, kemudian tidak mereka mau

beriman kepadaku, melainkan masuklah dia ke dalam neraka. " Dengan Hadits ini jelaslah bahwa kedatangan Nabi Muhammad s.a.w sebagai penutup sekalian Nabi (Khatamul-Anbiyaa) membawa al-Qur'an sebagai penutup sekalian wahyu, bahwa kesatuan umat manusia dengan kesatuan ajaran Allah digenap dan disempurnakan. Dan kedatangan Islam bukanlah sebagai musuh dari Yahudi dan tidak dari Nasrani, melainkan melanjutkan ajaran yang belum selesai. Maka orang yang mengaku beriman kepada Allah, pasti tidak menolak kedatangan Nabi dan Rasul penutup itu dan tidak pula menolak wahyu yang dia bawa. Yahudi dan Nasrani sudah sepatutnya terlebih dahulu percaya kepada kerasulan Muhammad apabila keterangan tentang diri beliau telah mereka terima. Dan dengan demikian mereka namanya telah benar-benar menyerah (Muslim) kepada Tuhan. Tetapi kalau keterangan telah sampai, namun mereka menolak juga, niscaya nerakalah tempat mereka kelak. Sebab iman mereka kepada Allah tidak sempurna, mereka rnenolak kebenaran seorang daripada Nabi Allah. Janganlah orang mengira bahwa ancaman masuk neraka itu suatu paksaan di dunia ini, karena itu adalah bergantung kepada kepercayaan. Dan neraka bukanlah lobang-lobang api yang disediakan di dunia ini bagi siapa yang tidak mau masuk Islam, sebagaimana yang disediakan oleh Dzi Nuwas Raja Yahudi di Yaman Selatan, yang memaksa penduduk Najran memeluk agama Yahudi, padahal mereka telah memegang agama Tauhid, lalu digalikan lobang (Ukhdud) dan diunggunkan api di dalamnya dan dibakar orang-orang yang ingkar itu, sampai 20.000 orang banyaknya. Neraka adalah ancaman di hari Akhirat esok, karena menolak kebenaran. Agama Islam telah berkembang luas selarna 14 abad, tetapi pihak kepala gereja-gereja Yahudi dan Nasrani sendiri berusaha besar besaran menghambat perhatian pemeluknya terhadap Nabi Muhammad s. a.w dan Agama Islam, membuat berbagai kata bohong, lalu dinamai Ilmiah, sehingga terjadilah batas jurang yang dalam di antara mereka dengan Islam, dan selalu menggangap bahwa Islam itu musuhnya. Padahal Islam selalu membahasakan mereka dengan hormat, yaitu Ahlul Kitab - pemegang kitab-kitab suci; dan kedatangan mereka senantiasa ditunggu. Bukan dengan paksaan, sebagaimana kelak akan dijelaskan di dalam ayat 256 Surat al-Baqarah ini. (Permulaan Juz 3), melainkan dengan pikiran jernih dan akal yang terbuka.** Dengan sebab itu pula maka Bani Israil dengan rentetan ayat ayat ini tidak terlepas dari seruan dakwah, agar mereka berpikir. "Dan (ingatlah tatkala telah Kami ambil perjanjiun dengan kamu, dan telah Kami angkatkan gunung diatas kamu: Peganglah apa yang telah Kami berikan kepada kamu dengan sungguh-sungguh ". (pangkal ayat 63).

Diperingatkan lagi janji yang telah diikat di antara mereka dengan Tuhan bahwa mereka akan beriman kepada Allah Yang Tunggal, tidak mempersekutukan dan tidak membuat berhala, hormat kepada kedua ibubapak, jangan berzina dan mencuri. Lalu diangkatkan gunung ke atas kepala mereka. Setengah ahli Tafsir mengatakan bahwa benarbenar gunung itu diangkat. Tetapi setengah penafsiran lagi menolak penafsiran demikian. Karena Allah Maha Kuasa berbuat dernikian, dan itu tidak mustahil bagi Allah; namun yang begitu adalah berisi paksaan. Tentu saja paksaan begitu akan hilang bekasnya kalau gunung itu tidak terangkat lagi. Tetapi ayat yang lain, yaitu ayat 170 dari Surat al A'raf (Surat 7), memberikan kejelasan apa arti gunung diangkat di atas mereka itu.

Dan (ingatlah) tatkala Kami angkatgunung itu di atas mereka, seakanakan suatu penudung dan mereka sangka bahwa dia akan jatuh ke atas mereka : Ambillah apa yang Kami datangkan kamu, dan ingatlah apa yang ada padanya, supaya kamu terpelihara. " ( al-A'raf: 171) Ayat ini telah menafsirkan ayat yang tengah kita perkatakan ini. Yaitu bahwa mereka berdiam di dekat gunung yang tinggi, yang selalu mereka lihat seakan-akan menudungi mereka dan sewaktu-waktu rasa rasakan jatuh juga menimpa mereka. Mungkin dari gunung itu selalulah menguap asap, tandanya dia berapi. Menjadi peringatan kepada mereka, demikianpun kepada kita umat manusia yang tinggal di lereng-lereng gunung berapi, bahwa ancaman Allah selalu ada. Sebab itu peganglah agama yang didatangkan Allah dengan teguh. Ketahuilah bahwa alam ini selalu mempunyai rahasia-rahasia dan pesawat, yang setiap waktu dapat menghancurkan manusia :

"Dan ingatlah kamu apa yang ada di dalamnya. "Yaitu syari'at yang tersebut di dalam Kitab Taurat itu; "supaya kamu semuanya takwa." (ujung ayat 63). Yakni terpelihara dari bahaya. Pendeknya, asal betul-betul kamu pegang isi Taurat, pastilah tidak akan ada selisihmu dengan ajaran Muhammad s.a.w ini. Peganglah apa yang Kami berikan kepadamu itu dengan sungguhsungguh, dengan bersemangat dan dengan hati-hati. Jangan sebagai menggenggam bara panas, terasa hangat dilepaskan. Pegang benarbenar dari hati sanubari, jangan hanya pegangan mulut. Ingat baikbaik apa yang tertulis di dalamnya; jangan hanya mengaku beragama, padahal isi agama tidak diamalkan. Dengan demikian barulah ada faedahnya beragama. Barulah mereka akan menjadi orang yang terpelihara atau orang yang takwa. Ayat ini bagi kaum Muslimin yang telah 14 abad lamanya berjarak dengan Rasulullah s.a.w pun dapatlah diambil bandingan. Jangan kita sebagai Bani

Israil di jaman Muhammad s.a.w mendakwakan diri pengikut Musa, tetapi isi kitab Musa tidak dipegang sungguh sungguh. Ada janji dengan Tuhan, tetapi janji itu tidak ditepati. Bukankah kitapun pernah jatuh hina sehingga tanah air kaum Muslimin dijajah oleh bangsa lain, karena kita tidak lagi memegang isi al-Qur'an dengan sungguh-sungguh. Sehingga ada orang yang lancang menuduh bahwa kemunduran hidup kita adalah karena kita masih saja memegang agama kita. Padahal setelah dia tidak kita pegang sungguhsungguh lagi baru kita jatuh hina.

SURAT AL-BAQARAH (2) Ayat 63 http://mafatihuljinan.org/index.php?option=com_content&view=article&id=169:surat-albaqarah-2-ayat-63&catid=50:tafsir-al-barru&Itemid=93

Muhammad Rusli Malik

[Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kalian dan Kami angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): "Peganglah dengan teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah selalu apa yang ada di dalamnya, agar kalian bertakwa".] [And when We took a promise from you and lifted the mountain over you: Take hold of the law (Tavrat) We have given you with firmness and bear in mind what is in it, so that you may guard (against evil).] 1). Ini adalah kata (idz, ketika) yang kesepuluh. Penekanannya terletak pada pengambilan sumpah Bani Israil berkenaan dengan Kitab Taurat. Seperti kita lihat pada ayat-ayat sebelumnya betapa gampangnya mereka mengingkari janjinya, betapa mudahnya mereka mengkhianati Nabinya, walaupun mereka senantiasa menyaksikan mukjizat (peristiwa-peristiwa luar biasa). Bahkan mukjizat itu bukan terjadi di luar sana, melainkan di dalam lingkup kehidupan mereka sendiri. Mukjizat demi mukjizat itu seyogyanya menyadarkan mereka betapa Tuhan tidak pernah meninggalkan mereka. Setelah menyaksikan mukjizat-mukjizat itu, mereka kembali seakan lupa bahwa Nabi Musa sebetulnya adalah perpanjangan tangan Tuhan kepada mereka dan Kitab Suci adalah kata-kata, nasihat dan bimingan-Nya. Mereka seakan lupa bahwa melalui Nabi Musa dan Kitab Suci itulah mereka terbimbing, terselamatkan dan termerdekakan dari derita yang ditimpakan Firaun kepada mereka. Dan Allah Tahu dengan ke-Mahatahu-an-Nya bahwa kemuliaan dan ketinggian martabat Bani Israil ini di masa-masa mendatang sepenuhnya terletak pada kegigihan mereka memegang teguh Kitab Taurat; dan begitu mereka lengah sedikit saja daripadanya maka kenistaan dan kehinaan niscaya akan menimpanya. Untuk itu Allah menghendaki agar mereka benar-benar bersumpah untuk sehidup-semati dengan Taurat ini beserta ajaran-ajaran yang ada di dalamnya. Dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakan-akan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan jatuh menimpa mereka. (Dan Kami katakan kepada mereka): Peganglah dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kalian menjadi orang-orang yang bertakwa. (7:171)

2). Menariknya, ayat 171 dari Surat al-Araf yang barusan kita kutip disusul oleh ayat 172 yang juga berbicara soal pengambilan sumpah manusia di alam malakut (alam ruhani) sebelum di-turun-kan ke alam nasut (alam insani). Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari punggung-punggung mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab: Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi (atas keTuhanan-Mu). (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kalian tidak mengatakan: Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap (keberadaaan Tuhan) ini. (7:172) Dari dua ayat (171 dan 172) ini kita bisa lihat bahwa pengakuan primordial akan keberadaan Tuhan adalah tak terpisahkan dengan pengakuan akan kebenaran Kitab Suci. Sulit dimengerti manakala ada orang yang mengakui keberadaan Tuhan tapi menolak kebenaran Kitab Suci. Satu, secara substansial keduanya (Tuhan dan Kitab Suci) tidak bisa dipisahkan. Yang pertama (yang kita sebut Tuhan) adalah Zat-Nya, sementara yang kedua (Kitab Suci) adalah Kalam-Nya. Yang kedua tidak bisa ada kalau yang pertama juga tidak ada. Tetapi yang pertama hanya bisa difahami dengan benar apabila yang kedua ada. Karena kita hanya bisa mengenal-Nya dengan benar apabila pengenalan itu melalui Diri-Nya. Tetapi karena Zat-Nya ini benar-benar tunggal dan sederhana, perabot akalpun tidak mampu menjangkau-Nya. Sehingga satu-satunya jalan ialah dengan cara Diri-Nya memperkenalkan Zat-Nya. Itulah Kitab Suci. Maka menolak Kitab Suci tetapi mengakui keberadaan Tuhan, adalah dua sikap yang sulit dikompromikan. Pengakuan seperti itu dangkal dan tak bermakna. Tetapi sayangnya penyakit inilah yang paling banyak menimpa penganut agama-agama. Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat (dari Kitab Suci) Kami, kemudian berlepas diri daripadanya, lalu dia diikuti oleh syaitan (hingga tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. Dan kalau Kami menghendaki, niscaya Kami tinggikan (derajat) nya dengan (Kitab Suci) itu, tetapi (sayangnya) dia cenderung kepada dunia dan memperturutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat (Kitab Suci) Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat (Kitab Suci) Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim. (7:175-177) 3). Di ayat sebelumnya (ayat 62) kita telah berbicara soal azas monorelitas agama-agama samawi. Bahwa nabi-nabi dan rasul-rasul datang silih berganti hanya untuk tiga kemungkinan: membawa risalah baru, meneruskan risalah sebelumnya, serta memperbaiki dan atau menyempurnakan risalah sebelumnya yang telah mengalami dekadensi akibat ulah pemeluknya sendiri. Maka Taurat, sebagai salah satu Kitab Suci besar, benar-benar Allah wasiatkan kepada Bani Israil agar jangan sampai menyia-nyiakannya sebab kemuliaan dan ketinggian martabat mereka sungguh-sungguh hanya terletak pada Kitab Suci tersebut. Apabila mereka berpaling dari Kitab Suci maka pasti berpalingnya kepada dunia materi; dimana keberpalingan itu pasti disebabkan oleh karena memperturutkan hawa nafsu, sepertimana sudah terjadi di masa-masa sebelumnya. Allah membuat sumpah kepada Bani Israil sedemikian vulgarnya, justru karena Dia tahu apa yang akan terjadi kemudian. Maka sesudah mereka datanglah generasi (yang jahat) yang mewarisi Kitab Suci, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: (Toh) kami akan diberi ampun. Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Kitab Suci (Taurat) sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya? Dan negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka apakah kalian tidak menggunakan akal? (7:169) 4). Di Surat al-Baqarah (ayat 63) ini, al-Quran menggunakan kata (at-thwr, Tursina), sedangkan di Surat al-Araf (ayat 171), menggunakan kata (al-jabal, gunung). Ini salah

satu contoh saja betapa ayat-ayat al-Quran itu saling berhubungan dan saling menjelaskan. Kalau (al-jabal) adalah nama jenisnyayakni gunungmaka (at-thwr) adalah nama gunungnyayakni Gunung Tursina. Yang agak menggelisahkan pikiran ialah kenapa yang diangkat sebagai alat sumpah adalah (al-jabal, gunung), dan bukan (alhajar, batu). Ada dua ayat yang akan menghilangkan kegelisahan ini. Sungguh Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi semuanya enggan mengemban amanat itu karena khawatir akan mengkhianatinya, sehingga amanat itu (pun) diemban oleh manusia. (Maka) sungguh manusia itu amat zalim dan amat bodoh (jika tidak melaksanakan amanah tersebut). (33:72). Dan Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan (karena) takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (59:21) Jadi dijadikannya (al-jabal, gunung) sebagai alat sumpah adalah karena selain Allah benar-benar hendak membinasakan Bani Israil jika mereka tidak siap mengemban Kitab Suci, Dia juga hendak mengajarkan kepada kita semua bahwa manusia yang lepas dari naungan Kitab Suci, martabatnya lebih rendah dari sebuah gunung. Orang yang mengejar sesuatu menunjukkan bahwa dirinya lebih rendah dari apa yang dikejarnya. Apabila seseorang berpaling dari Kitab Suci karena lebih memilih mengejar materi (gunung), menunjukkan bahwa yang bersangkutan lebih rendah nilainya daripada materi yang dikejarnya. 5). Ayat ini diakhiri dengan klausa (laalakum tattaqwn, agar kalian bertakwa). Ini konsisten dengan Surat al-Baqarah ayat 2: Itulah al-Kitab/al-Qur'an (yang) tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi orang-orang bertaqwa Juga konsisten dengan ayat tentang ibadah (dalam pengertian umum): Hai manusia, beribadalah kepada Tuhan kalian Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kalian bertakwa. (2:21) Dan ayat tentang puasa: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kalian bertakwa. (2:183) Rangkaian ayat-ayat bisa difahami karena hanya orang yang bertaqwalah yang bisa menimba air bening pengetahuan dari Kitab Suci. Sementara untuk mencapai derajat taqwa tidak ada cara lain kecuali beribadah dengan sungguh-sungguh kepada Allah dan menahan diri dari godaan hawa nafsu (dengan berpuasa). Telah disebutkan tadi bahwa generasigenarasi yang merusak dan berpaling dari Kitab Suci adalah generasi yang memperturutkan hawa nafsunya seraya menjadikan dunia materi sebagai tujuan hidupnya, sehingga keadaan mereka seperti anjing yang selalu menjulurkan lidahnya: menjilat sana menjilat sini. AMALAN PRAKTIS Dunia ini lebih rumit dari hutan belantara. Di hutan lebat Anda masih bisa melihat hewanhewan buas dari kejauhan. Bahkan masih bisa melihat arah terbit dan tenggelamnya matahari. Tetapi di hutan kehidupan ini, Anda bahkan tidak mengetahui apa yang akan terjadi beberapa jam ke depan. Peluang terjerembab dan tersesat sangat besar. Maka agar itu tidak terjadi, berkeganglah kuat-kuat pada (ajaran) Kitab Suci. Jangan pernah berpisah dengannya kemanapun Anda pergi.

MAZDA ITU SOEKARNO MENGACU PADA KELICIKAN GAJAH MADA DENGAN HINDUISME-MAJAPAHITNYA Ahmad Sudirman Stockholm - SWEDIA.http://www.dataphone.se/~ahmad/040821a.htm

PERLU DIKETAHUI OLEH MAZDA BAHWA SOEKARNO MENGACU PADA KELICIKAN GAJAH MADA DENGAN HINDUISMEMAJAPAHITNYA "Jadi apapun argumennya nggak akan selesai Aceh dengan mengangkat senjata dan perundingan tetapi semuanya dengan diselesaikan dengan penuh kesadaran bahwa sudah waktunya GAM meletakkan senjata. Atau yang akan terjadi Aceh tinggal cerita seperti suku asli Amerika suku Indian. Mengomentari tulisan Ahmad sudirman soal Khawarij, saya kira bener kok kalian adalah Khwarij turunan dari nenek moyang kalian yang lari dari lembah Hurur yang kemudian dikenal dengan pemahaman Hururiyah. Pemahaman pemberontak anak turun dari pemahaman Yahudi yang pura2 masuk Islam kemudian membunuh Umar dan Utsman. Hururiyah sendiri terpecah dalam berbagai kelompok dinegeri kita ada kelompok LDII, NII, dan kelompok sempalan lain yang berinduk pada Hururiyah ini. Hizbut Tahrir adalah kelompok sesat yang menolak hadits ahad dalam pemahaman sesatnya. Mereka sama dengan Ahmad Sudirman dan kroninya yang memimpikan Khilafah Islamiyah dengan manhaj yang amburadul yang lengkap dengan konsep gado-gadonya." (Mazda , [email protected] , Fri, 20 Aug 2004 01:08:15 0700 (PDT)) Baiklah saudara Mazda di Surabaya, Indonesia. Tanpa disadari saudara Mazda yang melemparkan pemikirannya di mimbar bebas ini, telah kena racun paham wahabi yang memang sedang gencar disebar luaskan dari pusatnya Saudi. Mereka kaum wahabiyin ini menganggap bahwa kelompok mereka mengikuti manhaj Rasulullah saw, padahal mereka adalah kelompok sesat dengan memakai dalih salafi. Disamping itu kalau di Negara kafir RI ini, mereka benar-benar secara tidak sadar telah bersatu dengan para penerus paham hinduisme yang dikembangkan oleh Raja-Raja Majapahit dari pusatnya di Madura dengan Gajah Mada yang menjadi acuan Soekarno dan para penerusnya di Negara kafir RI. Mereka mengikuti jejak Kerajaan Hindu Majapahit dari mulai Raja Kala Gamet yang bergelar Jayanegara, dan diteruskan oleh Sri Gitaraja yang bergelar Tribuanatunggadewi, sampai kepada Raja Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanegara karena masih keturunan Ken Arok dengan dibantu Gajah Mada sebagai Patihnya di Kahuripan. Gajah Mada ini terkenal licik, dan dengan model Gajah Mada yang pandai menggunakan akal bulus dan tipu licik inilah yang ditiru Soekarno dan para penerusnya yang juga secara langsung disokong oleh saudara Mazda dengan paham wahabinya yang berkedok salafi. Sebenarnya yang memang dibesar-besarkan dan diagung-agungkan Soekarno adalah Kerajaan Hindu Majapahit dengan Jayanegara, Tribuanatunggadewi, Hayam Wuruk, dan Gajah Madanya.

Karena itulah wajar kalau Soekarno menentang berdirinya Negara Islam di Nusantara ini. Soekarno adalah racun bagi tegaknya hukum Islam di bumi ini. Apalagi sekarang pemikiran Soekarno dan langkah politiknya diteruskan oleh para penerusnya termasuk Megawati dan Abdurrahman Wahid dari NU yang disokong oleh kaum wahabi yang sengaja diimport dari Saudi. Maka makin sesatlah kelompok-kelompok yang ikut mendukung kebijaksanaan politik Soekarno dan para penerusnya ini. Karena memang dibalik itu adalah mereka ingin membangun kembali Kerajaan Hindu Majapahit dengan muka dan tubuh baru yang telah di beri baju oleh Soekarno dan para penerusnya. Tetapi para wahabiyin yang pahamnya memang lahir di Saudi tidak mengetahui kelicikan Gajah Mada dari Kerajaan Hindu Majapahit yang idenya diacu oleh Soekarno. Soekarno dengan ide Gajah Mada tetapi diperhalus dengan selubung thaghut pancasila dengan alasan persatuan nasionalismenya telah menelan, mencaplok, memasukkan hampir semua Negara yang berada diluar Negara kafir RI-Jawa-Yogya tetapi berada dalam bangunan RIS-nya, bahkan lebih dari itu menelan dan mencaplok Negeri Acheh yang berada diluar bangunan RIS. Itulah kelicikan dan tipu muslihat Soekarno yang mencontoh tipu muslihat dan akal licik Gajah Mada dari Kerajaan Hindu Majapahit yang asalnya dibangun dan berpusat di Madura. Saudara Mazda. Saudara kalau memang benar ingin membantu menyelesaikan konflik Acheh, caranya bukan seperti yang saudara kemukakan yakni: "Seharusnya yang dilakukan pemberontak saat ini seperti GAM adalah mengakui kedaulatan RI dari Sabang sampai Merauke dan meletakkan senjata menuju Union States. Pemberontakan hanya menjadikan rakyat yang berada ditengah semakin tak menentu, sayangnya ini dijadikan komoditas bagi GAM, SIRA, dan kelompok2 sayap GAM lainnya, yang kesemuanya adalah para budak2 kekuasaan semu atas nama rakyat Acheh." Karena apa yang saudara Mazda kemukakan ini adalah suatu hasil pemikiran yang picik yang tidak didasarkan pada fakta, bukti, sejarah dan hukum yang benar yang ada hubungannya dengan Negeri Acheh dan proses pertumbuhan dan perkembangan Negara kafir RI. Saudara hanyalah sekedar meludah begitu saja, tanpa dipikirkan secara mendalam. Saudara Mazda hanyalah sekedar sebagai ekornya para penerus Soekarno yang kebijaksanaan politiknya telah ditelan begitu saja oleh saudara Mazda. Saudara Mazda hanyalah melihat bangkitnya rakyat Acheh yang telah sadar untuk menentukan nasibnya sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara kafir

Pancasila sebagai suatu pemberontakan terhadap pemerintah Negara kafir RI yang dibangun diatas puing-puing Negara-Negara bagian RIS yang telah ditelan dan dicaploknya ditambah dengan Negeri Acheh dan Negeri Maluku Selatan yang ditelan dan dicaplok dari luar garis wilayah de-facto dan de-jure RIS. Saudara Mazda melihat dan menganggap rakyat Acheh yang telah sadar untuk menentukan nasib sendiri bebas dari pengaruh kekuasaan Negara kafir Pancasila sebagai pemberotak kemudian dihubungkan dengan kaum khawarij. Inilah kesimpulan yang salah kaprah dan menyesatkan dari kaum wahabi yang berkedok salafi dari Saudi ini. Karena kebodohan dan kedunguan kaum wahabi di Nusantara inilah yang mengakibatkan terjerumus kedalam lemparan senjata gombal khawarij yang diarahkan kepada ASNLF atau GAM dan TNA, NII, Hizbut Tahrir, LDII, Abu Bakar Basyir. Dengan alasan yang dilontarkan Mazda: "Pemberontakan hanya menjadikan rakyat yang berada ditengah semakin tak menentu, sayangnya ini dijadikan komoditas bagi GAM, SIRA, dan kelompok2 sayap GAM lainnya, yang kesemuanya adalah para budak2 kekuasaan semu atas nama rakyat Acheh", inilah yang makin menjerumuskan saudara Mazda dengan kelompok wahabinya di Nusantara ini. Timbulnya alasan itu adalah disebabkan saudara Mazda memang menutup diri dan tidak mau ambil pusing dengan akar penyebab timbulnya konflik Acheh. Yang terlihat dan yang mau diperhatikan oleh saudara Mazda adalah hanya ASNLF atau GAM yang memberontak. Inilah alasan yang sama persis dipakai oleh Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati sekarang ini. Nah karena saudara Mazda ini hanya berpikir secara dangkal dan picik tentang konflik Acheh ini, maka wajar kalau hasil pemikirannya tentang akar utama penyebab timbulnya konflik Acheh sedikitpun tidak pernah diungkapkannya, selain dari istilah pemberontakan dan "Mereka adalah anjing2 yang menginginkan roti kekuasaan yang hilang, terbangun dari masa lalunya karena kehilangan istana dan kemegahan masa lalu, dan cerita dongeng keheroikan para nenek moyang dari situlah mereka berangkat." Dari alasan yang dilontarkan oleh Mazda ini sudah bisa diterka dan dilihat bahwa sesungguhnya saudara Mazda ini memang pikirannya sempit, picik, dan dangkal, yang hanya mau ambil gampangnya saja. Persis seperti para penganut paham wahabi dengan senjata gombal khawarijnya. Karena itulah wajar kalau para pengikut paham wahabi Saudi ini akan selalu menimbulkan pertentangan dan permusuhan diantara kaum muslimin di dunia,

karena memang dasar pemikirannya bukan didasarkan secara menyeluruh kepada manhaj Rasulullah saw, melainkan hanya didasarkan kepada manhaj yang lahir dari paham Wahabi hasil pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab yang bergabung bersama Muhammad bin Saud pendiri Kerajaan Saudi Arabia. Ditambah lagi para pengikut paham wahabi Saudi ini yang ada di Nusantara bercampur dengan para penerus Soekarno yang mengembangkan paham nasionalisme, komunis, agama, ditambah dengan hinduisme dan kejawennya yang menjadi dasar dan sumber hukum di Negara kafir RI. Lucunya itu para pengikut wahabi Saudi ini justru mendukung dan menyokong pula kebijaksanaan para pimpinan Negara kafir RI yang membangkang pada ayatayat dasar hukum yang diturunkan Allah SWT melalui menyokong kebijaksanaan pendudukan dan penjajahan yang dilakukan RI terhadap Negeri Acheh. Inilah suatu kemunafikan para pengikut paham wahabi yang berkedok salafi di Negara kafir RI ini. Disatu segi ingin memurnikan ketauhidan, tetapi dilain pihak terjerumus kedalam sistem thaghut pancasila hasil kutak katik Soekarno melalui penyokongan terhadap kebijaksanaan para pimpinan RI menduduki dan menjajah Negeri Acheh. Bagi yang ada minat untuk menanggapi silahkan tujukan atau cc kan kepada [email protected] agar supaya sampai kepada saya dan bagi yang ada waktu untuk membaca tulisan-tulisan saya yang telah lalu yang menyinggung tentang Khilafah Islam dan Undang Undang Madinah silahkan lihat di kumpulan artikel di HP http://www.dataphone.se/~ahmad Hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan hanya kepada Allah kita memohon petunjuk, amin *.* Wassalam. Ahmad Sudirman http://www.dataphone.se/~ahmad ahmad.swaramuslim.net [email protected] ---------Date: Fri, 20 Aug 2004 01:08:15 -0700 (PDT) From: maz da Subject: PERUNDINGAN??? To: [email protected] APA HUKUM PERUNDINGAN DENGAN PEMBERONTAK

Dari judul diatas berunding dengan pemberontak hanya buang2 waktu. Seharusnya yang dilakukan pemberontak saat ini seperti GAM adalah mengakui kedaulatan RI dari Sabang sampai Merauke dan meletakkan senjata menuju Union States. Pemberontakan hanya menjadikan rakyat yang berada ditengah semakin tak menentu, sayangnya ini dijadikan komoditas bagi GAM, SIRA, dan kelompok2 sayap GAM lainnya, yang kesemuanya adalah para budak2 kekuasaan semu atas nama rakyat Acheh. Mereka adalah anjing2 yang menginginkan roti kekuasaan yang hilang, terbangun dari masa lalunya karena kehilangan istana dan kemegahan masa lalu, dan cerita dongeng keheroikan para nenek moyang dari situlah mereka berangkat. Hal ini seperti yang diakui dalam tulisan "The Price of Freedom" oleh Hasan tiro dalam catatan harian yang belum selesai. Mereka bangun dengan mimpi masa lalu. Jadi apapun argumennya nggak akan selesai Aceh dengan mengangkat senjata dan perundingan tetapi semuanya dengan diselesaikan dengan penuh kesadaran bahwa sudah waktunya GAM meletakkan senjata. Atau yang akan terjadi Aceh tinggal cerita seperti suku asli Amerika suku Indian. Mengomentari tulisan Ahmad sudirman soal Khawarij, saya kira bener kok kalian adalah Khwarij turunan dari nenek moyang kalian yang lari dari lembah Hurur yang kemudian dikenal dengan pemahaman HURURIYAH. Pemahaman pemberontak anak turun dari pemahaman Yahudi yang pura2 masuk Islam kemudian membunuh Umar dan Utsman. Hururiyah sendiri terpecah dalam berbagai kelompok dinegeri kita ada kelompok LDII, NII, dan kelompok sempalan lain yang berinduk pada Hururiyah ini. Hizbut Tahrir adalah kelompok sesat yang menolak hadits ahad dalam pemahaman sesatnya. Mereka sama dengan Ahmad Sudirman dan kroninya yang memimpikan KHILAFAH ISLAMIYAH dengan manhaj yang amburadul yang lengkap dengan konsep gado-gadonya. Disana ada filsafat, tarekat, syiah, khurafat dan kepercayaan lainnya yang kemudian berkumpul menjadi konsep GADO-GADO ala KHILAFAH ISLAMIYAH AL HAWA, yakni hawa nafsu. Kesemuanya bukan berdiri pada landasan yang kokoh tapi berdiri diatas landasan sarang laba2. Adapun setiap dalil dan tafsir yang mereka pertontonkan adalah racun bagi ummat maka ummat perlu dikasih penawarnya dengan mempelajari Islam yang bener yang nggak keblinger seperti Islamnya Ahmad Sudirman dan konco-konconya.

Saya tulis ini bukan berarti saya tidak setuju dengan Khilafah Islamiyah, tetapi saya tidak setuju dengan dasar2 Khilafah Islamiyah yang dianut oleh mereka2 ini para sontoloyo yang sok bener. Mazda [email protected] Surabaya, Indonesia ---------PERPECAHAN AHLI BIDAH Posted by ronihamsyah in Mar 05, 2011, under AQIDAHhttp://ronihamsyah.blog.com/page/2/QS. ALI IMRAN. 3 : 103 103. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. QS. AL-MUMINUN : 52-54 52. Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, Maka bertakwalah kepada-Ku. 53. Kemudian mereka (pengikut-pengikut Rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). 54. Maka biarkanlah mereka dalam kesesatannya sampai suatu waktu. Ahli bidah terpecah-belah Syetan itu yang membisikkan supaya orang-orang pintar dari kalangan beragama mengadakan bidah atau cara-cara baru dalam ibadat, yang tidak dikenal dan dibenarkan oleh Nabi SAW yang membawa agama Islam itu. Kalau usaha syetan berhasil dalam perkara ini, maka ditambahlah dengan godaan mengadakan perpecahan supaya semakin banyak cabang-cabangny, dan semakin banyak pula orang yang tersesat dari jalan Allah, yakni jalan yang benar. Memang banyak jalan yang dapat menyesatkan manusia, tetapi jalan Allah, jalan menuju kebenaran hanyalah satu. Menyimpang sedikit saja dari jalan Allah, bias tersesat. Bidah itu sebagai penyakit koreng yang bias merembet, melebar keseluruh badan. Dan bidah itu mudah beranak dan berbuah menjadi bermacam-macam bidah lagi. Sebelum timbulnya ahli-ahli bidah yang begiti banyak, Nabi Muhammad saw telah berpesan benar supaya kaum muslimin berpegang kepada sunnahnya dan sunnah al-Khulafaurrasidin yang terpimpin. Pesannya benar-benar merupakan suatu mujizat, karena sesudah beliau

wafat, tidak berapa lama masanya, timbullah ahli-ahli bidah itu dan terpecah belah sesamanya, sehingga menjadi berpuluh-puluh banyaknya. Diriwayatkan oleh Ibnul umar r.a, bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda : . : ! ( . , . . ) :

sesungguhnya akan datang kepada umatku sebagaimana telah datang kepada Bani Israilstindak kasut demi setindak, sehingga jika ada dari antara bani Israil yang bersetubuh dengan ibunya terang-terangan, niscaya pada ummatkuada yang melakukannya. Dan sesunggunya Bani Israil itu terpecah balah kepada tujuh puluh dua agama, dan terpecah belah ummatku kepada tujuh puluh tiga agama. Semuanya masuk neraka, kecuali agama yang satu sahabat-sahabat beliau bertanya : siapakah dia itu ya Rasulullah ? jawab Rasulullah: yang menurut sunnahku dan sunnah sahabat-sahabatku. Walau begitu banyak golongan yang telah disesatkan syetan, namun setiap masa dan zaman, tetap saja ada golongan yang membela dan mempertahankan kebenaran Agama Allah, sekalipun mereka sedikit, sebagaimana diterangkan Nabi dalam sabdanya : . ( )

tetap akan ada segolongan dari ummatku yang menampakkan kebenaran. Mereka tidak dapat disusahkan oleh orang-orang yang menghinakanny, sehingga datang perintah (pertolongan) padahal mereka dalam keadaan demikian. ( HR. Muslim) Hadits tentang perpecahan ummat nabi Muhammad itu diriwayatkan orang dari bermacammacam sanad atau rawi hadits. Dari Nabi Muhammad saw diriwayatkan oleh segolongan dari sahabat-sahabat, seperti oleh Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu darda, Jabir, Abu Syaid Al-Khudri, Ubay bin Kaab, Abdullah Bin Amr bin al-ash, Abu Umamah, dan lain-lainnya. disini saya hendak bawakan riwayat Yang lengkap dari Anas bin Malik r.a, ia berkata bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda : . : , : . ! ( )

seseungguhnya bani srail itu berpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan, binasa tujuh puluh satu golongan, dan selamat satu golongan. Sahabat-sahabat bertanya : Ya Rasulullah, siapa golongan yang selamat itu ? jawab Nabi: yaitu al-jamaah. (Riwayat Ibnul Jauzi) Al-jamaah artinya: Orang banyak. Yang dimaksud Al-jamaah disini, ialah orang Muslimin yang mengikuti Sunnah Nabi saw. Dan Al-Kulafaur rasyidin yang terpimpin, seperti diterangkan dalam riwayat yang lebih dulu. Sebuah lagi saya bawakan keterangan tentang perpecahan ummat Muhammad itu. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. ia berkata: Bahwasanya nabi Muahammad saw telah bersabda: ( ) , , .

Terpecah belah kaum Yahudi kepada tujuh puluh satu atau tujuh puluh dua, dan kaum Nashrani seperti itu juga, dan umatku terpecah belah kepada tujuh puluh tiga golongan. ( riwayat Tarmidzi) Enam golongan biang keladi ahli bidah Telah berkata syaikh Abul Faraj rahimahullah : kalau orang bertanya, apakah golongangolongan itu telah dikenal atau diketahui. Maka kami menjawab: bahwa kami mengetahui perpecahan itu dan mengetahui pokok atau biang keladi dari golongan-golongan itu, walau kami tidak mengetahui nama-nama dari golongan-golongan itu dan mazhabnya, tetapi telah Nampak kepada kami, biang keladi dari golongan-golongan itu, yaitu : Al-Hururiyah, AlQadariyah, Al-Jahmiyah, Al-Murjiah, Ar-Rafidhah dan Al-Jabariyah. Dari enam golongan pokok ini terpecah lagi. Tiap-tiap satu menjadi dua belas golongan, berjumlah seluruhnya tujuh puluh dua golongan. Ini pendapat Al-Hafidz Al-Imam Jalaludin Abul Faraj Abdurrahman Ibnul Jauzi, wafat tahun 597 Hijriyah. Pendapat di atas tadi, adalah berdasar berat sangka kebenarannya, bukan karena ada dalil qathI yang menerangkan demikian. Sebab ada lain pendapat, yang mengatakan, bahwa yang menjadi biang keladi ahli bidah ada empat, yang lain berpendapat ada delapan. Semua pendapat itu hendak mencocokkan dengan jumlah yang diterangkan oleh Hadits Nabi Muhammad saw, bahwa umat Nabi Muhammad itu terpecah belah menjadi tujuh puluh dua atau tujuh puluh tiga golongan. Di sini saya pakai pendapat Ibnul Jauzi yang mengatakan, bahwa biang keladi ahli bidah ada enam sebagai tersebut di atas tadi. Adapun perinciannya dan pecahannya adalah sebagai berikut : 1. Golongan Hururiyah

Golongan Hururiyah ini terpecah belah kepada dua belas golongan, yaitu : 1. Al-Azraqiyah, mereka ini mengatakan : kami tidak mengetahui seorangpun yang mumin Mereka kafirkan ahli qiblat, kecuali orang yang dekat dengan faham mereka. Golongan ini dipelopori oleh Abu Rasyid Nafi bin Al-Azraq. Tidak ada golongan khawarij yang lebih banyak pengikutnya dari golongan ini. Sangat keras tindakannya dan banyak bidahnya. 2. Al-Abadhiyah, mereka berkata : Barang siapa menurut faham kami, maka ia seorang Mumin dan barangsiapa berpaling daripadanya maka ia seorang munafiq. 3. Ats-tsalabiyah, mereka berkata : Bahwa Allah tidak memutuskan dan tidak mentaqdirkan. Golongan ini dipelopori oleh Tsalabah bin Masykan. 4. Al-Hazimiyah, mereka berkata : Kami tidak mengetahui apa itu iman, dan makhluk semuanya terhalang. Golongan ini dipelopori oleh Hazim bin Ali. 5. Al-Khalafiyah. Mereka beranggapan, bahwa barangsiapa meninggalkan jihad, dari laki-laki maupun perempuan maka ia telah kafir.

Golongan ini dipelopori oleh kawan-kawannya khalaf dari kaum Khawarij yang telah memerangi Hamzah, dari kaum Khawarij juga. 6. Al-Mukramiyah, mereka berkata : seseorang tidak berhak menyentuh seseorang, karena ia tidak mengetahui yang bersih dan yang najis. Dan tidak boleh mngajak makan orang lain. Sehingga orang tersebut taubat dan mandi. Golongan ini dipelopori oleh Mukram bin Abdullah Al-Ajali, dan ia pernah berkata : meninggalkan sembahyang itu kafir. Sebab kafirnya itu bukan karena ditinggalkannya, tapi karena jahilnya terhadap Allah Taala. Ia menolak anggapan kafir pada segala dosa yang dilanggar orang. 7. Al-Kanziyah, mereka berkata : tidak boleh seseorang memberikan hartanya kepada orang lain. Karena boleh jadi orang itu tidak berha menerimanya. Tetapi hendaklah ia simpan di bumi, sehingga tampak orang yang berhak menerimanya. 8. Asy-Syamrakhiyah. Mereka berkata : tidak terhalang apa-apa menyentuh perempuan asing, karena mereka itu tumbuh-tumbuhan yang wangi. 9. Al-Akhnasiyah, mereka berkata : Mayit itu sesudah matinya tidak menemui kebaikan dan tidak kejahatan. 10. Al-Mahkamiyah, mereka berkata : Bahwasanya orang yang berhukum kepada makhluk itu adalah kafir. 11. Al-Mutazilah minal Hururiyah : Mutazilah dari kaum Hururiyah, mereka berkata : telah menjadi kesamaran atas kami, perkara Ali dan Muawiyah, mamka kami berlepas diri dari kedua golongan. 12. Al-Maimuniyah, mereka berkata : tidak boleh ada kepala melainkan dengan keredhaan orang-orang yang kita cintai. Golongan ini dipelopori oleh Maimun bin Khalid. Sekianlah golongan pertama, berikut golongan-golongan pecahannya. Sekarang marilah kita bicarakan golongan kedua : 2. Golongan Qodariyah Golongan kedua adalah Al-Qodariyah. Golongan ini pun terpecah belah kepadakedua belas golongan. 1. Al-Ahmariyah. Golongan ini beranggapan, bahwa syarat keadilan dari Allah, yaitu Ia menguasai urusan hamba-hambaNya dan Ia halangi antara mereka dan antara maksiat mereka. 2. Ats-Tsanawiyah, mereka ini beranggapan, bahwa kebaikan itu dari Allah, dan kejahatan itu dari iblis. 3. Al-Mutazilah, mereka inilah yang mengatakan, bahwa Al-Quran itu baharu, dan mereka ingkar melihat Allah. 4. Al-Kisaniyah, mereka inilah yang berkata, bahwa kami tidak mengetahui, perbuatanperbuatan ini dari Allah ataukah dari hamba-hamba itu, dan kami tidak mengetahui, apakah manusia itu diberi pahala sesudah matinya atau disiksa.

5. Asy-Syathaniyah, mereka berkata Allah tidak menjadikan syetan. Mereka ini di pelopori oleh Muhammad bin an Numan Ar-Rafidhi. Yang diberi gelar : Syetan Thaq. (Thaq ini nama tempat) 6. Asy-Syarikiyah, mereka berkata: Sesungguhnya kejahatan-kejahatan itu semuanya sudah ditakdirkan, kecuali kufur. 7. Al-Wahmiyah, mereka berkata : Perbuatan dan perkataan makhluk tidak ada zatnya, dan kebaikan dan kejahatn juga tidak ada zatnya. 8. Ar-Rawandiyah, mereka berkata : Tiap-tiap kitab yang di turunkan dari Allah, maka mengerjakannya itu wajib, baik dia nasikh atau mansukh. 9. Al-Batriyah, mereka menganggap, bahwa orang yang telah durhaka, kemudian bertobat, niscaya tidak diterima tobatnya. Golongan ini pengikut dari dua orang : Al-Hasan in Shaleh bin Hay, dan Katsir Al-Manawi, yang diberi gelar Al-Abtar. Nama golongan ini diambil dari padanya. 10. An-Nakitsiyah, mereka beranggapan, bahwa orang yang merusakkan (melanggar) baiat Rasulullah SAW tidak berdosa. 11. Al-Qasithiyah, mereka mengutamakan menuntut dunia dari pada berlaku Zuhud padanya (hidup sederhana) 12. An-Nishamiyah, mereka ini pengikut Ibrahim An-Nizham dalam perkataannya, bahwa barangsiapa menganggap Allah itu suatu, maka ia kafir. 3. Golongan Jamiyah Golongan ketiga, ialah Al-Jahmiyah. Mereka pengikut dari Jahm bin Shafwan. Tampak bidahnya itu Tirmidzi. Dia dibunuh. Oleh Salim Al-Mazini di Marwa. Golongan ini pun terpecah-belah kepada dua belas golongan lagi : 1. Al-Muaththal, mereka beranggapan, bahwa tiap-tiap yang terjadi atasnya sangkaan manusia, maka dia itu makhluk. Dan barangsiapa mendawakan, bahwa Allah bisa dilihat, kafirlah ia. 2. Al-Marisiyah, mereka berkata : Kebanyakan sifat Allah itu baharu.

Mereka ini pengikut Bisyr Al Marisi. 3. Al-Multaziqah, mereka berkata : Bahwa Allah Taala berada di segala tempat.

4. Al-Waridiyah, mereka berkata : Tidak masuk mereka orang yang mengenal Tuhannya, dan barangsiapa yang telah masuk neraka, niscaya tidak akan keluar dari padanya selama-lamanya. 5. Az-Zanadiqah, mereka berkata : Tidak berhak seseorang menetapkan dirinya sebagai Tuhan, karena penetapan itu tidak ada melainkan sesudah ada pengetahuan panca indera. Dan apa yang diketahui itu bukan Tuhan, dan apa yang tidak diketahui itu tiada tetap. 6. Al-Harqiyah, mereka menganggap, bahwa orang kafir itu dibakar api neraka sekali saja, kemudian ia tetap terbakar selama-lamanya, dengan tidak mendapati panas api neraka. 7. Al-Makhluqiyah, mereka menganggap, Al-Quran itu makhluk.

8. Al-Faniyah, mereka menganggap, bahwa surge dan neraka itu binasa. Dan di antara mereka ada yang berkata, bahwa surga dan neraka itu tidak di jadikan. 9. Al-Mughiriyah, mereka ingkar akan akan Rasul-rasul. Mereka berkata Rasul-rasul itu hanyalah hakim-hakim. 10. Al-Waqidhiyah, mereka berkata: Kami tidak menglatakan Quran itu makhluk, dan tidak pula, Quran itu bukan makhluk. 11. Al-Qabriyah, mereka ingkar adanya siksa kubur dan syafaat (permintaaan ampun dari Nabi buat umatnya) 12. Al-Lafzhiyah, mereka berkata: Lafazh (suara) kita dan Quran itu makhluk.

4. Golongan Murjiah Golongan keempat ialah Al-Murjiah. Mereka ini pun terpecah menjadi dua belas golongan lagi. 1. At-Tarikiyah, mereka berkata : Allah Azza wajalla tidak berhak memberatkan sesuatu kewajiban kepada makhluknya selain dari pada berima kepada-Nya. Maka barangsiapa beriman kepadaNya, boleh ia kerjakan apa yang ia kehendaki. 2. As Saibiyah, mereka berkata : Sesungguhnya Allah Taala yang membebaskan makhukNya, buat mengerjakan apa yang mereka kehendaki. 3. Ar-Rajiyah, mereka berkata : Kami tidak namakan, orang yang taat itu taat, dan orang yang durhaka itu durhaka, karena kami tidak mengetahui, apa yang akan ia dapati di sisi Allah. 4. Asy-Syakiyah, mereka berkata : Sesungguhnya taat itu bukan dari iman.

5. Al Baihisiyah, mereka berkata : Iman itu ilmu. Dan orang yang tidak mengetahui perbedaan hak dan yang bathil, dan halal dari haram, maka adalah ia kafir. 6. 7. Al-Manqusiyah, mereka berkata : Iman itu bertambah, dan tidak berkurang. Al-Mustatsniyah, mereka ini menafikan (meniadakan) pengecualian di dalam iman. penglihatan seperti

8. Al-Musyabbahah, mereka berkata : Allah mempunyai penglihatanku dan mempunyai tangan seperti tanganku.

9. Al-Hasywiyah, mereka menjadikan, hokum Hadits-hadits itu semuanya satu. Maka pada sisi mereka, meninggalkan nafal (pekerjaan sunat) itu seperti meninggalkan yang fardhu (wajib) 10. Azh-Zhahiriyah, mereka meninggalkan qiyas.

Tentang golongan ini, berkata Asy Syeikh Al-Imam Ibnul Jauzi : Golongan ini adalah pengikut dari Al-Imam Al-Mujtahid, Dawud bin Ali Azh Zhahiri, lahir di Kufah tahun 200 Hijriah, besar di Bagdad, dan wafat padanya dalam tahun 270 Hijriah. Beliau adalah seorang Imam dari golongan Ahlis Sunnah wal Jamaah. Semoga golongan ini dimasukkan dalam golongan Al-Murjiah adalah karena kekeliruan dan kesalahan menulis. Semoga Allah pelihara kita dari kekeliruan itu. Demikianlah pendapat dari Ibnu Jauzi, 11. Al-Bidiyah. Mereka yang mengadakan cara-cara baru ummat ini.

Saya hitung betu-betul jumlah pecahan dari golongan Murjiah itu, tidak lebih dari sebelas. Entah kalau Murjiah itu sendiri dimasukkan kedalam bilangan. Bahkan kalau dikeluarkan

pula Zhahiriyah memang patut di keluarkan karena ia dari Ahlis Sunnah wal Jamaah, maka jumlahnya hanya sepuluh. 5. Golongan Rafidhah Golongan kelima ialah Ar-Rafidhah. Golongan ini umumnya fanatik kepada baginda, Ali bin Thalib r.a., dan faham mereka ini berlawanan benar dengan pendapat beliau. Mereka inipun terpecah belah kepada dua belas lagi : 1. Al-Alawiyah, mereka berkata : Sesungguhnya risalah (kerasulan) itu adalah kepada Ali. Tetapi Jibril telah berbuat salah (menyampaikan kepada Muhammad s.a.w.) 2. Al-Amriyah, mereka berkata : Sesungguhnya Ali itu bersyarikat dengan Muhammad s.a.w. dalam segala urusannya. 3. Asy-Syiiyah, mereka berkata : Sesungguhnya Ali r.a. adalah orang yang di beri wasiat oleh Rasulullah s.a.w. buat menggantikannya, dan juga kekasihnya sesudah wafatnya. Tetapi umat telah berlaku kafir dengan membaiat orang lainnya. 4. Al-Ishaqiyah, mereka berkata: Sesungguhnya kemuliaan itu bersambung sampai hari kiamat, dan tiap-tiap orang yang mengetahui ilmu ahli bait (ahli rumah Rasulullah s.a.w.) maka dialah nabi. 5. An-Nawusiyah, mereka berkata, Bahwasanya Ali itu sebaik baik umat. Barangsiapa melebihkan orang lain dari padanya, kairlah ia. 6. Al-Imamiyah, mereka berkata: Tidak boleh ada di dunia ini dengan tidak ada imam (kepala negara) dari anak cucu Husain, bahwasannya imam itu diajar oleh Jibril. Apabila ia mati, maka digantikan tempatnya oleh orang yag serupa dengan dia. 7. Al-Yazidiyah, mereka berkata: Sesungguhnya anak cucu Husain itu semuanya menjadi imam dalam sembahyang, maka apabila ada seorang dari mereka, tidaklah diberi ganjaran (tidak sah) sembahyang di belakang orang lainnya, maupun ia orang baik atau orang jahat. 8. Al-Abbasiyah, mereka menganggap, bahwa Abbas itu lebih patut menjadi khalifah dari pada orang lainnya. 9. Al-Mutanasikhah, mereka berkata : Bahwasannya ruh ruh itu saling menyusup. Maka apabila ia orang baik keluarlah ruhnya, lalu masuk dalam makhluk yang beruntung dalam hidupnya. Dan apabila ia orang jahat, masuklah ruhnya pada makhluk yang celaka dalam hidupnya. 10. Ar-Rajiyah, mereka beranggapan, bahwa Ali bersama sahabat-sahabatnya, akan hidup kembali kedunia, dan menuntut terhadap musuh-musuhnya. 11. Al-Lainiyah, mereka ini mengutuk Usman, Thalhah, Az-Zubair, Muawiyah, Aisyah dan lain-lainnya r.a. 12. Al-Mutarabbishah, mereka ini berpakaian sebagai pakaian orang-orang yang sedang beribadat haji, dan mereka tetapkan pada tiap masa, seorang laki-laki yang di serahkan pemerintahan kepadanya, yang mereka anggap, bahwa dia itu adalah mahdy ummat ini. Apabila ia mati, mereka tetapkan gantinya orang lain. Golongan Jabariyah Golongan keenam ialah Al-Jabariyah. Mereka inipun terpecah-belah menjadi dua belas golongan pula :

1. Al Mudtharibah, mereka berkata: Tidak ada kerja bagi manusia. Tetapi Allah Azza wa Jalla yag mengerjakan semua. 2. Al-Afaliyah, mereka berkata: Bagi kita ada pekerjaan-pekerjaan tetapi tidak ada kesanggupan bagi kita padanya. Sesungguhnya kita hanyalah seperti binatang-binatang ternak, yang dituntun dengan tambang. 3. Al-Mafrughiyah, mereka berkata: Semua barang sudah di jadikan. Dan sekarang tidak ada sesuatu yang dijadikan. 4. An-Najjariyah, mereka beranggapan, bahwa Allah menyiksa manusia itu menurut perbuatanNya, bukan menurut perbuatan manusia. Golongan ini pengikut dari Al-Husain bin Muhammad An-Najjar, dan kaum Mutazilah di Rai (nama tempat) dan sekitarnya, kebanyakan menurut madzhabnya. 5. Al-Mataniyah, mereka berkata : Hendaklah engkau kerjakan apa yang terlintas di hatimu, seama tergambar kebaikan padanya. 6. Al-Kasbiyah, mereka berkata : Hamba itu tidak mengusahakan pahala dan tidak disiksa. 7. As-Sabiqiyah, mereka berkata : Barangsiapa mau, boleh ia beramal, dan barangsiapa tidak mau, boleh ia tidak beramal. Karena orang yang beruntung itu tidak member mudharat dosanya, dan orang yang celaka itu tidak member manfaat kebaikannya. 8. Al-Hubbiyah, mereka berkata : Barangsiapa meminum segelas cinta jepada Allah Azza wa Jalla, niscaya gugurlah padanya segala dari padanya, segala rukun dan mengerjakannya. 9. Al-Khaufiyah, mereka berkata : Barangsiapa cinta kepada Allah s.w.t., tidak ada keluasan buat dia. 10. Al-Fikriyah, mereka berkata : Sesungguhnya barang siapa bertambah ilmunya, niscaya gugur dari padanya ibadat sebanyak itu. 11. Al-Khissiyah, mereka berkata : Dunia ini sama di antara segala manusia. Tidak ada lebih melebihi di antara mereka menurt yang telah d wariskan kepada mereka oleh bapak mereka, Adam 12. Al-Maiyah, mereka berkata : Dari kita pekerjaan dan bagi kita kesanggupan.

Demikianlah perpecahan golongan-golongan ahli bidah menurut keterangan Asy-Syaikh Ibnul Jauzi, yang wafat tahun 597 Hijriyah. Hitunglah berapa tahun sampai sekarang. Barangkali sampai kini, apa lagi selanjutnya tentu semakin bertambah banyak. Tetapi garis besarnya atau pokoknya tidak berjauhan dari apa yang sudah di terangkan itu. Ada juga yang berfaham, banyak perpecahan kaum-kaum bidah itu bukan terbatas kepada angka tujuh puluh lebih, tetapi menunjukkan kepada banyaknya. Sebab dalam bahasa Arab, kata-kata Tujuh, Tujuh puluh da Tujuh ratus semuanya menunjukka ke kepada banyak. Begitulah hebatnya syetan menyesatkan dan menggoda manusia, dari satu jaman ke lain jaman, selau bertambah-tambah saja banyaknya sehingga nanti tidak terhitung lagi banyaknya manusia yang tersesat dalam ibadah, Itiqad, muamalat dan lain-lainnya. Tetapi kebenaran dan hak atau jalan yang hak dan benar hanyalah satu, yaitu yang mengikut petunjuk dan Sunnah Rasulullah s.a.w. dan Al-Khulafaur-Rasyidin yang terpimpin.

Atau dengan lain perkataan, Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang selalu berpedoman kepada Al-Quran dan AL-Hadits. Hanya jalan itulah yang dapat menyelamatkan kita dari gangguan syetan dan Iblis yang terkutuk dan di lanat itu. Ingatlah, kalau kita menyimpang sedikit saja dari jalan Allah dan Rasul-Nya itu, niscaya tersesatlah kita. Sekali-kali jangan kita lupakan , dalam keadaan apa juga., dimanapun kita berada, ingatlah, bahwa syetan iblis itu musuh kita yang nyata, yang setiap saat kita lengah dan lalai selalu dia dating menggodanya, buat menyelenewengkan kita dari jalan Allah yang hak itu.

TAUHID AR-RUBUBIYYAH DAN TAUHID AL-ULUHIYYAH http://hasan98.tripod.com/tauhid.htm

Makna kalimah tauhid Kalimah tauhid membawa pengertian mengetahui, berikrar, mengakui dan mempercayai bahawa sesungguhnya sembahan yang benar dan berhak disembah ialah Allah Subhanahu Wa Taala (SWT) semata-mata. Selain daripada-Nya, sama sekali tidak benar dan tidak berhak disembah. Penghayatan kalimah itu meliputi berikrar dengan hati, menyatakan dengan lidah dan membuktikan dengan perbuatan. Tauhid ar-Rububiyyah ( ) dan Tauhid al-Uluhiyyah ( )

Tauhid ar-Rububiyyah bermakna beritiqad bahawa Allah SWT bersifat Esa, Pencipta, Pemelihara dan Tuan sekelian alam. Tauhid al-Uluhiyyah pula bermakna menjadikan Allah SWT sahaja sebagai sembahan yang sentiasa dipatuhi. Pengertian lanjut Tauhid ar-Rububiyyah Antara pengertian kalimah Rabb 1. As-Sayyid 2. Al-Malik (Yang 3. 4. 5. 6. 7. 8. Penguatkuasa. Allah jua bersifat mutlak Manusia, jika dia bersifat seperti memiliki dan berkuasa, maka sifatnya itu sementara. Segala sesuatu di alam ini kepunyaan Allah. Apa yang dimiliki makhluk hanyalah bersifat pinjaman dan majaz (kiasan). Hanya Allah sebagai Rabb al-Alamin (Rabb sekelian alam) dan mempunyai segala sifat kesempurnaan. Dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Sempurna mengakibatkan seluruh makhluk bergantung kepada-Nya, memerlukan pertolongan-Nya dan berharap kepada-Nya. ( ) ialah: (Tuan) Memiliki) Pencipta Penguasa Pendidik Pengasuh Penjaga

Manusia, jika dia cerdik, bijak dan pandai, maka semuanya itu datang daripada Allah. Segala kekayaan dan penguasaan manusia bukanlah miliknya yang mutlak tetapi datang daripada Allah. Manusia dijadikan hanya sebagai makhluk. Dia tidak memiliki apa-apa melainkan setiap kuasa, tindak-tanduk, gerak nafas dan sebagainya datang daripada Allah. Allah, Dialah Maha berkuasa, mencipta, menghidup dan mematikan. Dia berkuasa memberikan manfaat dan mudarat. Jika Allah mahu memberikan manfaat dan kelebihan kepada seseorang, tiada siapa mampu menghalang atau menolaknya. Jika Allah mahu memberikan mudarat dan keburukan kepada seseorang seperti sakit dan susah, tiada siapa dapat menghalang atau mencegahnya. Oleh itu hanya Allah sahaja mutafarriq, bermakna hanya Allah yang berkuasa untuk memberikan manfaat atau mudarat. Firman Allah SWT: Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, maka tiada yang dapat menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dialah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu. (Al-Anam: 17) Dengan sifat-sifat Allah tersebut, maka timbullah kesan tauhid kepada seseorang. Dia hanya takut kepada Allah, dan berani untuk bertindak melakukan sesuatu kerana keyakinannya kepada Allah. Manusia bersifat fakir Manusia di dunia ini bersifat fakir (tidak memiliki apa-apa), sebaliknya sentiasa memerlukan pertolongan Allah. Firman Allah SWT di dalam Al-Hadith Al-Qudsi: Hai manusia, kamu semua berada di dalam kesesatan kecuali mereka yang Aku berikan taufiq dan hidayah kepadanya. Oleh itu mintalah hidayah daripada-Ku. Hai manusia, kamu semua lapar, kecuali mereka yang aku berikan makan, oleh itu mintalah rezeki daripada-Ku. Hai manusia, kamu semua telanjang kecuali mereka yang Aku berikan pakaian. Oleh itu mohonlah pakaian daripada-Ku. Sifat fakir dan sifat kaya Berhajatkan sesuatu adalah sifat semua makhluk. Manusia, haiwan, tumbuh-tumbuhan dan makhluk lain berhajatkan kepada Allah. Oleh itu semua makhluk bersifat fakir. Allah Maha Kaya. Dia tidak berhajat kepada sesuatu. Jika manusia memiliki keyakinan ini maka dia akan sentiasa berbaik sangka terhadap Allah. Firman Allah SWT: Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah, dan Allah, Dialah Yang Maha Kaya (yang tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. (Fathir: 15) Fakir adalah sifat yang zati bagi setiap makhluk ciptaan Allah. Kaya adalah sifat yang zati bagi al-Khaliq (Pencipta). Dalil-Dalil Tauhid ar-Rububiyyah

Banyak dalil menunjukkan bahawa Allah itu Maha Esa dan tiada sesuatu menyamai Allah dari segi Rububiyyah. Antaranya: 1. Lihatlah pada tulisan di papan hitam, sudah pasti ada yang menulisnya. Orang yang berakal waras akan mengatakan bahawa setiap sesuatu pasti ada pembuatnya. 2. Semua benda di alam ini, daripada sekecil-kecilnya hinggalah sebesar-besarnya, menyaksikan bahawa Allah itu adalah Rabb al-Alamin. Dia berhak ke atas semua kejadian di alam ini. 3. Susunan alam yang mengkagumkan, indah dan tersusun rapi adalah bukti Allah Maha Pencipta. Jika alam boleh berkata-kata, dia akan menyatakan bahawa dirinya makhluk ciptaan Allah. Orang yang berakal waras akan berkata bahawa alam ini dijadikan oleh satu Zat Yang Maha Berkuasa, iaitu Allah. Tidak ada orang yang berakal waras akan menyatakan bahawa sesuatu itu boleh berlaku dengan sendiri. Begitulah hebatnya Ilmu Allah. Pandanglah saja kepada kejadian manusia dan fikirkanlah betapa rapi dan seni ciptaan-Nya. Terdapat seribu satu macam ciptaan Allah yang memiliki sifat yang berbeza-beza antara satu sama lain. Semuanya menunjukkan bahawa Allah adalah Rabb yang Maha Bijaksana . Fitrah mengakui Rububiyyah Allah Berikrar dan mengakui akan Rububiyyah Allah adalah suatu perkara yang dapat diterima. Hakikat ini terlintas dalam setiap fitrah manusia. Meskipun seseorang itu kafir, namun jauh di lubuk hatinya tetap mengakui Rububiyyah Allah SWT. Firman Allah SWT: Dan jika kamu bertanyakan mereka tentang: Siapakah pencipta mereka? Nescaya mereka menjawab: Allah. (Az-Zukhruf: 87) Dan jika kamu bertanyakan mereka tentang: Siapakah pencipta langit dan bumi? Nescaya mereka menjawab: Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa dan Yang Maha Mengetahui.(Az-Zukhruf: 9) Tidaklah susah untuk membuktikan Rububiyyah Allah SWT. Fitrah setiap insan adalah buktinya. Manusia yang mensyirik dan mengkufurkan Allah juga mengakui ketuhanan Allah Yang Maha Pencipta. Al-Quran mengakui adanya Tauhid ar-Rububiyyah di dalam jiwa manusia Al-Quran mengingatkan bahawa fitrah atau jiwa manusia memang telah memiliki rasa mahu mengakui Allah Rabb al-Alamin. Firman Allah SWT: Berkata rasul-rasul mereka: Apakah terdapat keraguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi. (Ibrahim: 10) Dan mereka mengingkarinya kerana kezaliman dan kesombongan (mereka) pada hal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.(An-Naml: 14) Keengganan dan keingkaran sebahagian manusia untuk mengakui kewujudan Allah sebagai al-Khaliq (Yang Maha Pencipta), sebenarnya didorong oleh perasaan sombong, degil (inad) dan keras hati. Hakikatnya, fitrah manusia tidak boleh kosong daripada memiliki perasaan mendalam yang mengakui kewujudan al-Khaliq. Jika fitrah manusia bersih daripada sombong, degil, keras hati dan selaput-selaput yang menutupinya, maka secara spontan manusia akan terus menuju kepada Allah tanpa

bersusah payah untuk melakukan sebarang pilihan. Secara langsung lidahnya akan menyebut Allah dan meminta pertolongan daripada-Nya. Telatah manusia, apabila berada di saat-saat genting, tidak akan terfikir dan terlintas sesuatu di hatinya kecuali Allah sahaja. Ketika itu segenap perasaan dan fikirannya dipusatkan kepada Allah semata-mata. Benarlah Firman Allah SWT: Dan apabila mereka dilambung ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan keikhlasan kepada-Nya, maka ketika Allah menyelamatkan mereka lalu sebahagian daripada mereka tetap berada di jalan yang lurus. Dan tiada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain golongan yang tidak setia lagi ingkar. (Luqman: 32) Sesungguhnya permasalahan mengenai kewujudan Allah adalah mudah, jelas, terang dan nyata. Kewujudan Allah terbukti dengan dalil yang banyak dan pelbagai. Tauhid al-Uluhiyyah Maksud Tauhid al-Uluhiyyah ialah kita mentauhidkan Allah dalam peribadatan atau persembahan. Allah SWT mengutuskan para rasul bertujuan menyeru manusia menerima Tauhid al-Uluhiyyah. Firman-firman Allah SWT yang berikut membuktikan hal tersebut: Dan Kami tidak mengutuskan seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya bahawasanya tiada tuhan melainkan Aku, maka kamu sekelian hendaklah menyembah Aku. (Al-Anbiya: 25) Dan sesungguhnya Kami telah utuskan pada setiap umat itu seorang rasul (untuk menyeru): Sembahlah Allah dan jauhilah Taghut. (An-Nahl: 36) Dan sesungguhnya Aku telah utuskan Nuh (nabi) kepada kaumnya, lalu dia berkata (menyeru): Wahai kaumku, hendaklah kamu menyembah Allah, (kerana) sesekali tiada tuhan melainkan Dia. (Al-Muminun: 23) Dan (Kami telah mengutuskan) kepada kaum Ad saudara mereka Hud (nabi): Hai kaumku sembahlah Allah, sesekali tiada tuhan bagi kamu selain dari-Nya. (Al Araf: 65) Cetusan rasa cinta kepada Allah Menyembah atau beribadah kepada Allah dapat dilaksanakan apabila tercetus rasa cinta yang suci kepada Allah dan rela (ikhlas) menundukkan diri serendah-rendahnya kepadaNya. Seseorang hamba itu disifatkan sedang menyembah Allah apabila dia menyerahkan seluruh jiwa raga kepada Allah, bertawakkal kepada Allah, berpegang teguh kepada ajaranajaran Allah, berpaut kepada ketentuan Allah, meminta (mengharap) serta memulang (menyerah) sesuatu hanya kepada Allah, berjinak-jinak dengan Allah dengan cara sentiasa mengingati-Nya, melaksanakan segala syariat Allah dan memelihara segala perlakuan (akhlak, perkataan dan sebagainya) menurut cara-cara yang diredhai Allah. Ubudiyyah yang semakin bertambah Pengertian ubudiyyah (pengabdian) kepada Allah akan bertambah sebati dan hebat kesannya dalam kehidupan manusia apabila semakin mendalam pengertian dan keinsafannya tentang hakikat bahawa manusia itu terlalu fakir di hadapan Allah. Manusia sentiasa bergantung dan berhajat kepada Allah. Manusia tidak boleh terlupus daripada kekuasaan dan pertolongan Allah walaupun sekelip mata. Begitu juga dengan cinta atau kasih (hubb) manusia kepada Allah dan rasa rendah diri (khudu) manusia kepada Allah yang akan bertambah teguh apabila semakin mantap

marifat dan kefahamannya terhadap sifat-sifat Allah, Asma Allah al-Husna (sifat-sifat Allah yang terpuji), kesempurnaan Allah dan kehebatan nikmat kurniaan Allah. Semakin terisi telaga hati manusia dengan pengertian ubudiyyah terhadap Allah semakin bebaslah dia daripada belenggu ubudiyyah kepada selain daripada Allah. Seterusnya dia akan menjadi seorang hamba yang benar-benar tulus dan ikhlas mengabdikan diri kepada Allah. Itulah setinggi-tinggi darjat yang dapat dicapai oleh seseorang insan. Allah telah menggambarkan di dalam al-Quran keadaan para rasul-Nya yang mulia dengan sifat-sifat ubudiyyah di peringkat yang tinggi. Allah telah melukiskan rasa ubudiyyah Rasulullah SAW pada malam sewaktu wahyu diturunkan, ketika baginda berdawah dan semasa baginda mengalami peristiwa Isra dan Miraj. Firman Allah SWT: Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. (An-Najm: 10) Dan ketika berdiri hamba-Nya (Muhammad) untuk menyembah-Nya (beribadat), hampir saja jin-jin itu mendesak-desak mengerumuninya. (Al-Jin: 19) Maha Suci Allah yang memperjalankan hambanya (Muhammad) pada suatu malam dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsa. ( Al-Isra: 1) Tauhid al-Rububiyyah menghubungkan Tauhid al-Uluhiyyah Seperti yang telah dinyatakan di atas, Tauhid al-Rububiyyah ialah mengakui keesaan Allah sebagai Rabb, Tuan, Penguasa, Pencipta dan Pengurnia secara mutlak. Tidak ada sekutu bagi-Nya di dalam Rububiyyah. Sesungguhnya kesanggupan dan kesediaan manusia mentauhidkan Allah dari segi Rububiyyah dengan segala pengertiannya akan menghubung atau menyebabkan manusia mengakui Tauhid al-Uluhiyyah iaitu mengesakan Allah dalam pengabdian. Secara spontan pula manusia akan mengakui bahawa Allah sahaja layak disembah, selain daripada-Nya tidak layak disembah walau dalam apa bentuk sekalipun. Al-Quran terlebih dahulu memperingatkan orang-orang musyrikin Quraisy agar mengakui Tauhid al-Rububiyyah. Apabila mereka menerima Tauhid al-Rububiyyah dan bersungguhsungguh mengakuinya, maka terbinalah jambatan yang menghubungkan mereka dengan Tauhid al-Uluhiyyah. Hakikat ini jelas dan tidak boleh dicuai atau diselindungkan lagi. Firman Allah SWT: Apakah mereka mempersekutukan Allah dengan berhala-berhala yang tidak dapat menciptakan sesuatu apapun? Sedangkan berhala-berhala tersebut adalah buatan manusia. (Al-Araf: 191) Apakah (Allah) yang menciptakan segala sesuatu itu sama dengan yang tidak dapat menciptakan (apa-apa)? Maka mengapakah kamu tidak mengambil pengajaran? (An-Nahl: 17) Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu serukan selain daripada Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu daripada mereka, tiada mereka dapat merebutnya kembali daripada lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah pula yang disembah. (Al-Hajj: 73) Ayat-ayat tersebut mengingatkan orang-orang musyrikin mengenai suatu hakikat yang nyata iaitu sembahan-sembahan mereka adalah lemah, malah tidak berkuasa untuk mencipta

sesuatu walaupun seekor lalat. Jika lalat itu mengambil atau merampas sesuatu daru mereka, maka mereka tidak berkuasa untuk mendapatkannya kembali. Ini menunjukkan betapa lemah yang meminta dan lemah pula yang dipinta. Oleh itu akal yang sejahtera tidak boleh menerima penyembahan selain daripada Allah. Dalam peribadatan mereka tidak boleh mempersekutukan sesuatu dengan Allah. Allah adalah al-Khaliq Yang Esa. Selain daripada-Nya adalah lemah dan dhaif belaka. Tuhan-tuhan palsu yang tidak memiliki apa-apa Al-Quran menghujah dan mengingatkan orang-orang musyrikin bahawa apa yang mereka sembah selain daripada Allah tidak memiliki sebutir atom pun sama ada di bumi mahupun di langit. Malah sembahan mereka sama sekali tidak menyamai Allah walaupun sebesar zarah sama ada di bumi mahupun di langit. Allah tidak mempunyai apa-apa keperluan dengan tuhan-tuhan palsu yang mereka sembah. Jika mereka menyedari hakikat ini, mereka akan merasai kewajipan untuk beribadat dengan ikhlas kepada Allah semata-mata. Firman Allah SWT: Katakanlah: Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak memiliki satu saham pun dalam penciptaan langit dan bumi, dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. (Saba: 22) Al-Quran mengakui bahawa orang-orang musyrikin mengiktiraf sebahagian daripada Rububiyyah Allah seperti Allah itu Pemilik langit serta bumi dan Allah itu Pengurus kejadiankejadian di langit serta di bumi. Jika begitulah pengiktirafan mereka, sepatutnya mereka beriman dan menyembah Allah tanpa mempersekutukan-Nya. Firman Allah SWT: Katakanlah (kepada mereka): Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab: Kepunyaan Allah. Katakanlah (kepada mereka): Apakah kamu tidak ingat? Katakanlah (kepada mereka): Siapakah yang mempunyai langit yang tujuh dan yang empunya arasy yang besar? Mereka akan menjawab: Kepunyaan Allah. Katakanlah (kepada mereka): Apakah kamu tidak bertaqwa? Katakanlah (kepada mereka): Siapakah yang di tangan-Nya berada segala kekuasaan sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi daripada (azab)-Nya, jika kamu mengetahui? Mereka akan menjawab: Kepunyaan Allah. Katakanlah (kepada mereka): (Oleh yang demikian) dari jalan manakah kamu ditipu ? Sebenarnya Kami telah membawa kebenaran kepada mereka dan sesungguhnya mereka sebenarnya orang-orang yang berdusta. (Al-Muminun: 84-90)

Makna Uluhiyyah dan Rububiyyahhttp://www.sufinews.com/index.php/Masail-Sufiyah/makna-uluhiyyah-dan-rububiyyah.sufiUluhiyyah adalah Nama, bagi seluruh hakikat Wujud dan penjagaannya dalam setiap martabat masing-masing hakikat tersebut. Allah adalah Nama bagi Tuhan seluruh martabat tersebut, dan hal itu tidak akan ada kecuali bagi Dzat Yang Wajib WujudNya, Maha Luhur dan Maha Suci. Yang dimaksud dengan hakikat-hakikat wujud adalah hakikat yang terekspresi bersama dengan nuansa lahir di dalamnya, yakni makhluk dan Allah swt. Universalitas Martabat Ilahiyah dan

seluruh martabat kemakhlukan semesta, dan limpahan setiap haknya dari martabat wujud tersebut, adalah makna Uluhiyyah. Karena itu Pancaran Uluhiyyah adalah pancaran paling tinggi bagti Dzat, karena ke-Maha meliputanya dan Universalitasnya pada setiap obyek pancaran di setiap Sifat dan Nama. Uluhiyyah adalah gambaran Ummul Kitab, Ahadiyyah adalah Al-Quran, Wahidiyyah alQuraniyyah adalah Al-Furqon, sedangkan Ar-Rahmaniyyah adalah Al-Kitab al-Majid. Atau dalam konteks lain menurut istilah kaum Sufi, Ummul Kitab merupakan substansi sejatinya Dzat, dan Al-Quran adalah Dzat, dan Al-Furqon adalah Sifat-sifat, sedangkan Al-Kitab adalah Wujud Mutlaq. Sedangkan Rububiyah, merupakan Nama bagi martabat yang relevan dengan Nama-nama yang berkait dengan segala yang maujud. Kare