Ta-1 Melna Monica Apriana 10710063

Embed Size (px)

Citation preview

TUGAS AKHIR I

STUDI DINAMIKA PEMBENTUKAN KOKRISTAL MELAMIN-ASAM SIANURAT DENGAN FTIR

MELNA MONICA APRIANA10710063

PROGRAM STUDISAINS DAN TEKNOLOGI FARMASISEKOLAH FARMASIINSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG2014ABSTRAK

Kokristal adalah material kristalin yang tersusun dari dua atau lebih komponen senyawa secara stoikiometrik. Komponen kokristal dapat berupa atom, molekul, atau senyawa ionik. Kokristal dari segi farmasetik memberi peranan penting karena dapat mempengaruhi dosage form, kelarutan dan bioavaibilitas. Melamin dan asam sianurat masing-masing telah dilaporkan mampu membentuk kokristal dan memberikan efek renal damage pada beberapa hewan uji. Beberapa penelitian lainnya menyebutkan dinamika pembentukan kokristal melamin dengan senyawa lain, namun data mengenai pembentukan kokristal melamin-asam sianurat belum pernah dilaporkan. Biasanya untuk mengamati dinamika pembentukan kokristal dilakukan analisis menggunakan powder X-ray diffractometry (PXRD) dan differential scanning calorimetry (DSC). Pada penelitian ini digunakan instrumen FTIR untuk mengamati kokristalisasi dari melamin-asam sianurat. Dalam penelitian ini digunakan metode kokristalisasi berupa co-grinding dengan proses ball milling pada beberapa kecepatan. Serbuk melamin (M), asam sianurat (CA), campuran fisika (CA.M) = 1:1; dan campuran setelah di-ball milling masing-masing dikarakterisasi menggunakan Fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR), differential thermal analysis (DTA) dan difraksi sinar-X serbuk (PXRD). Dilakukan orientasi awal pembentukan kokristal dengan metode kontak panas menggunakan mikroskop polarisasi dan pembuatan diagram fasa dari data suhu lebur menggunakan Electrothermal IA9100. Dinamika pembentukan kokristal diamati melalui percobaan menggunakan ball millling campuran 1:1 pada kecepatan 45, 75, dan 105 rpm dan pengambilan sampel dilakukan pada menit ke-10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 90. Selanjutnya dilakukan karakterisasi padatan untuk mengamati pembentukan kokristal dengan FTIR, DTA, dan PXRD.

Kata kunci : Kokristal, melamin, asam sianurat, ball milling, FTIR, DTA, PXRD, mikroskop polarisasi, Electrothermal 9100

BAB I PENDAHULUAN

Bentuk kristal dapat menjadi hal yang sangat penting untuk menunjang kinerja dari bentuk sediaan. Hal ini terutama berlaku pada senyawa yang memiliki hambatan intrinsik dalam drug delivery, seperti kelarutan dengan air yang rendah, disolusi rendah pada gastointestinal, permeabilitas rendah dan first pass metabolism. Sifat dari bentuk fisik dan formulasi cenderung memberikan efek paling besar pada parameter bioavailabilitas senyawa larut air yang perlu diberikan secara oral dalam dosis tinggi. Sifat fisikokimia bahan aktif menjadi satu hal yang penting dalam mendukung kualitas bahan baku. Sifat fisikokimia beberapa diantaranya berkaitan dengan proses farmasetika, seperti kelarutan, stabilitas fisik, sifat alir, kompresibilitas dan bioavailabilitas. Untuk mencapai kualitas bahan baku yang baik, dapat dilakukan modifikasi dari bahan aktif tersebut melalui modifikasi struktur fisik. Salah satu modifikasi struktur fisik yang dapat dilakukan adalah dengan pembentukan kokristal atau proses kokristalisasi. Kokristal adalah material kristalin yang tersusun dari dua atau lebih komponen senyawa secara stoikiometrik. Pada proses kokristalisasi terjadi penggabungan suatu bahan aktif dengan komponen lain melalui sinton secara stoikiometrik. Komponen lain tersebut dikenal dengan coformer. Komponen tersebut dapat berupa atom, molekul ataupun senyawa ionik (Childs dan Zaworotko, 2009). Dapat dikatakan bahwa adanya pembentukan kokristal ini sangat baik untuk mununjang bioavailabilitas suatu obat sehingga obat tersebut diharapkan dapat memberikan efek terapeutik yang lebih baik. Namun pada kenyataannya, terdapat beberapa kasus yang menunjukkan bahwa pembentukan kokristal senyawa tertentu dapat memberikan efek yang tidak diinginkan.Pada awal tahun 2007, FDA menerima keluhan dari pemilik lebih dari 4000 hewan peliharaan mengenai kematian hewan setelah makan, dilaporkan bahwa mayoritas dari hewan yang terkena insiden tersebut mati karena gagal ginjal akut. Sebelumnya, melamin yang diamati dalam produk tercemar diduga sebagai kontaminan makanan tersebut, karena bahan kimia ini bisa sengaja ditambahkan untuk meningkatkan kandungan protein dari makanan. Pada tahun Biasanya kontaminan melamin sering ditemukan pada produk susu formula bayi, produk olahan susu bubuk dan cair. Terdapat pula kontaminan melamin lainnya yang berada pada produk tidak berbasis susu. Keberadaan melamin pada susu dapat meningkatkan kandungan nitrogen dalam susu pada hasil uji yang dianggap sebagai kandungan protein sehingga produk susu yang memiliki kadar protein rendah (terutama setelah ditambahkan air) akan mencapai standar kadar protein sebagai parameter penerimaan susu di pabrik (WHO, 2008). Namun pada suatu penelitian, melamin dianggap relatif tidak beracun dengan toksisitas akut melamin pada tikus dilaporkan dengan dosis mematikan oral 50 ( LD50 ) dari 3100 mg/kg untuk laki-laki dan 3900 mg/kg untuk betina. Selain itu, jumlah melamin yang diamati dalam insiden tersebut tidak pada tingkat yang biasanya punya potensi dapat membunuh. Selama penarikan kembali makanan hewan yang diinvestigasi tersebut, terdapat asam sianurat yakni senyawa yang relatif tidak beracun lain yang juga diidentifikasi dalam makanan hewan peliharaan sebagai kontaminan. Meskipun melamin dan asam sianurat relatif aman secara individual, tidak ada data yang dapat ditemukan dalam literatur yang bisa menentukan potensi toksisitas melamin dan asam sianurat dalam kombinasi pada saat itu. Dari sudut pandang rekayasa kristal, melamin dan asam sianurat (rasio 1:1 molar) dapat membentuk jaringan dua dimensi yang luas dalam solid-state dengan pembentukan molekul tiga titik yang kuat, diamati pula bahwa kokristal dari melamin-asam sianurat yang dihasilkan sangat tidak larut dalam air. Seperti dilansir dari penyelidikan terbaru ini bahwa kombinasi melamin dan asam sianurat dapat mengakibatkan presipitasi intratubuar dari kokristal melamin-asam sianurat di ginjal, meskipun mekanisme yang terkait dengan kerusakan ginjal tidak sepenuhnya dipahami sampai saat ini. Sebuah studi yang dilakukan di Rumah Sakit Hewan Bergh Memorial di New York mengungkapkan bahwa kokristal memblokade tabung dari ginjal ke kandung kemih dalam satu kucing, dan penilaian toksikologi melamin dan asam sianurat menunjukkan bahwa paparan oral tunggal kucing dengan kokristal melamin-asam sianurat pada konsentrasi 32 mg/kg berat badan dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Tampak jelas bahwa pembentukan kokristal melamin-asam sianurat dengan kelarutan dalam air yang rendah bertanggung jawab atas insiden ini. Kokristal melamin-asam sianurat ini adalah contoh bagaimana kokristal secara signifikan dapat mengubah sifat fisik yang relevan secara negatif (Puschner B, 2007).Proses pembentukan kokristal atau kokristalisasi dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti kristalisasi larutan, evaporasi, co-grinding, co-grinding dengan penambahan pelarut (solvent drop co-grinding), kristalisasi hasil pelarutan, kristalisasi ultrasonik, dan kristalisasi yang diinduksi oleh panas. Pada studi pembentukan kokristal melamin-asam sianurat ini dilakukan proses kokristalisasi menggunakan metode co-grinding dengan proses ball milling. Metode co-grinding merupakan metode pembentukan kokristal dengan cara penggerusan atau penggilingan dua senyawa berbeda secara bersama-sama dengan mesin atau dengan tangan. Metode ini memanfaatkan suatu energi mekanik untuk menjalankan tipe reaksi mekanokimia. Salah satu proses dalam co-grinding adalah dengan ball milling. Ball milling menggunakan gerakan dari suatu bola sebagai energi penggerusnya. Kelebihan dari ball milling adalah besarnya energi dan waktu penggerusan dapat dikontrol sehingga dapat dilakukan perlakuan yang seragam terhadap beberapa sampel.Melamin merupakan merupakan nama umum untuk 2,4,6-triamino-1,3,5-triazin, yakni suatu basa organik dan berupa trimer dari sianamid dengan rangka struktur inti 1,3,5-triazin. Melamin memiliki rumus molekul C3H6N6 dengan berat molekul 126,121 dan massa akurat sebesar 126,06594 dengan kandungan unsur karbon 28,57%, hidrogen 4,79%, dan nitrogen 66,63%. Melamin merupakan serbuk kristal putih dengan titik lebur mendekati 350 oC dan mempunyai densitas 1,574 g/mL. Pada suhu > 200 oC dimana jauh di bawah titik leburnya, melamin diketahui dapat menguap atau menyublim. Melamin pula mempunyai kelarutan yang rendah di dalam air, yaitu 3,1 g/L (20 oC) dan etanol, tidak larut dalam benzene, dietil eter dan karbon tetraklorida. Melamin banyak digunakan pada industri pembuatan plastik, bahan perekat, peralatan makanan dan papan tulis whiteboard (WHO, 2006).Dalam proses kokristalisasi dibutuhkan koformer, sehingga dalam hal ini dibutuhkan asam sianurat yang merupakan komponen lain yang bertindak sebagai koformer. Asam sianurat dapat menjadi kontaminan dalam produksi melamin dan sekaligus bersama melamin dapat membentuk kokristal melamin-asam sianurat. Asam sianurat juga dapat ditemukan dalam air kolam renang sebagai produk uraian dari dikloroisosianurat yang digunakan untuk desinfeksi air (WHO, 2009). Asam sianurat memiliki massa akurat sebesar 129,017442 yang disusun atas unsur karbon 27,92%, hidrogen 2,34%, dan oksigen 37,19%. Asam sianurat atau 2,4,6-triol-1,3,5-triazin adalah trimer siklik dari asam sianat (HOCN). Asam sianurat berbentuk kristalin putih pada suhu kamar, larut dalam air dan etanol panas, serta melebur pada suhu 360 oC.Kokristal dari melamin-asam sianurat (CA.M) merupakan senyawa yang cukup penting secara komersial, namun memiliki potensi untuk berbahaya bagi kesehatan. Meskipun berpotensi toksik, CA.M merupakan contoh sukses dari suatu sintesis non kovalen. CA.M dilaporkan sebagai pelumas padat, fire retardant, dan digunakan untuk keperluan lainnya (opacifier, flame suppressant). CA.M dapat membentuk basis pada uji bercak menghilang untuk asam sianurat yang secara luas digunakan pada kolam renang, dimana bercak gelap tersebut ditutup oleh presipitasi dari buram putih CA.M. Pada beberapa penelitian mengenai kokristal melamin-asam sianurat yang telah dilakukan sebelumnya, kebanyakan lebih mengarah kepada uji toksisitas dari kokristal tersebut. Sedangkan untuk studi pembentukan kokristal dari melamin-asam sianurat dijelaskan dengan teknik hidrotermal dan dianalisis menggunakan X-Ray. Pembentukan kokristal dengan teknik ini dapat dilakukan dengan menggunakan melamin sebagai materi awal lalu direaksikan dengan asam fosfat untuk membuat kondisi asam sehingga terbentuk asam sianurat yang akan membentuk kokristal dengan melamin. Pada beberapa jurnal lainnya menyebutkan pula bahwa kokristal melamin-asam sianurat dapat dihasilkan dengan mencampurkan larutan asam sianurat (0,1 mmol) dengan melamin (0,1 mmol) pada labu Teflon, dan campuran tersebut (15 mL) disimpan pada stainless steel bomb. Bomb ini dilapisi dan dijaga pada pembakaran 180 oC. Kemudian didapatkan kokristal dengan mendinginkannya pada temperatur ruang selama 4 jam.Berdasarkan informasi penelitian yang telah dilakukan, belum ada penelitian untuk mendapatkan data analisis FTIR dari pembentukan kokristal melamin-asam sianurat dengan metode ball milling. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk mendapatkan tersebut. Telah dilaporkan bahwa terbentuk kokristal melamin-asam sianurat pada perbandingan rasio 1:1 dengan terciptanya struktur jaringan dua dimensi yang luas dalam solid-state dengan pembentukan molekul tiga titik yang kuat dan sangat tidak larut dalam air (Yaday dkk, 2009). Kokristal dapat dianalisis secara kuantitatif menggunakan FTIR dengan cara mengukur peak area dari derivat puncak gugus yang terlibat dalam pembentukan sinton kokristal. Peak area sinton akan meningkat seiring dengan bertambahnya conformer, dan tercapai titik akhir saat sudah tidak ada peningkatan dari peak area tersebut. Kemudian hasil analisis yang diperoleh dari FTIR dikonfirmasi dengan menggunakan Differential Thermal Analysis (DTA) dan Powder X-ray Difractomer (PXRD). DTA dan PXRD merupakan cara standar dalam menganalisis padatan senyawa organik. Selain itu, sebelum dianalisis dengan menggunakan FTIR, dapat pula dilakukan orientasi awal pembentukan kokristal dengan metode kontak panas menggunakan mikroskop polarisasi dan pembuatan diagram fasa dari data suhu lebur menggunakan Electrothermal IA9100. Mikroskop polarisasi menggunakan cahaya yang terbias atau dibelokkan, bukan cahaya terpantulkan. Electrothermal merupakan alat pengukur titik lebur suatu padatan, dengan melihat pada suhu padatan mulai melebur hingga melebur sempurna.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Monografi BahanDalam studi pembentukan kokristal melamin-asam sianurat dengan menggunakan FTIR, dibutuhkan beberapa bahan yakni melamin dan asam sianurat.II.1.1 MelaminGambar 1. Struktur melamin dan komponen lain yang berkaitan dengan triazinMelamin berasal dari bahasa Jerman yakni kata melan yang berarti hasil distilasi dari ammonium thioyanate dan kata amine yang berarti amin. Melamin merupakan nama umum untuk 2,4,6-triamino-1,3,5-triazin, yakni suatu basa organik dan berupa trimer dari sianamid dengan rangka struktur inti 1,3,5-triazin. Melamin memiliki struktur kaya nitrogen pada triazin heterosiklik. Berikut adalah struktur melamin dan komponen yang berkaitan dengan triazin.Melamin memiliki rumus molekul C3H6N6 dengan berat molekul 126,121 dan massa akurat sebesar 126,06594 dengan kandungan unsur karbon 28,57%, hidrogen 4,79%, dan nitrogen 66,63%. Melamin sendiri merupakan serbuk kristal putih dengan titik lebur mendekati 350 oC dan mempunyai densitas 1,574 g/mL. Pada suhu > 200 oC dimana jauh di bawah titik leburnya, melamin diketahui dapat menguap atau menyublim. Melamin menyerap panas sejumlah 27 kkal/mol ketika menyublim, dan menyerap sejumlah -470 kkal/mol ketika terdekomposisi. Melamin mempunyai kelarutan yang rendah di dalam air, yaitu 3,1 g/L (20 oC) dan etanol, tidak larut dalam benzene, dietil eter dan karbon tetraklorida. Melamin bersifat basa lemah dengan tetapan disosiasi K1 = 1,26 x 10-9, K2 = 1,58 x 10-14 , dan K3 = 1 x 10-17 serta memiliki berat jenis 1,573 g/mL. Melamin menyerap sinar UV secara sempurna di atas 210 nm, dan mempunyai pH 8,1 (Bann, B., 1958)Melamin pertama kali disintesis oleh ahli kimia yaitu Justus Von Liebig pada tahun 1834. Awalnya kalsium sianamida diubah menjadi bentuk disianamida, lalu dipanaskan di atas titik leburnya untuk menghasilkan melamin. Namun saat ini, sebagian besar industri menggunakan urea untuk menghasilkan melamin melalui reaksi:6(NH2)2CO C3H6N6 + 6NH3 + 3CO2 Reaksi ini dapat terjadi melalui dua tahap reaksi, yaitu:A. Urea terdekomposisi menjadi asam sianat dan ammonia dengan proses endotermik.B. Asam sianat mengalami reaksi polimerisasi membentuk melamin dan karbondioksida yang bersifat eksotermik, namun secara keseluruhan proses bersifat endotermik.Melamin dapat bereaksi dengan formaldehida menghasilkan resin melamin yang merupakan plastik tahan panas. Produk akhir dari bahan baku melamin antara lain adalah pupuk, perabot rumah tangga, dan pemadam api. Resin melamin memiliki kemampuan memperlambat kobaran api, karena dapat melepaskan gas nitrogen saat melamin terbakar. Penggunaan melamin sebagai pupuk untuk tanaman telah dipertimbangkan sejak tahun 1950-an dan 1960-an karena kandungan nitrogennya yang cukup tinggi. Reaksi hidrolisis melamin yang mendorong ke arah mineralisasi nitrogen dalam tanah sangat lambat, sehingga saat ini melamin sudah tidak digunakan sebagai pupuk.Melamin dilaporkan memiliki LD50 oral sebesar 3248 mg/kg berdasarkan data pada percobaan menggunakan tikus. Melamin juga dapat mengiritasi ketika terhirup ataupun kontak dengan kulit dan atau mata. Dilaporkan bahwa LD50 dermal sebesar lebih dari 1 g/kg pada kelinci. Untuk tikus dan mencit, LD50 yang dilaporkan untuk melamin sianurat sebesar 4,1 g/kg (intraperitoneal) dan 3,5 g/kg (inhalasi), dibandingkan 6,0 dan 4,3 g/kg untuk melamin lalu 7,7 dan 3,4 g/kg untuk asam sianurat. Studi toksikologi mengenai makanan hewan yang terkontaminasi menghasilkan kesimpulan bahwa kombinasi dari melamin dan asam sianurat dalam makanan dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Sebuah komisi survey dari American Association of Veterinary Laboratory menyebutkan bahwa kristal yang terbentuk dalam ginjal saat melamin bereaksi dengan asam sianurat bersifat tiak larut, terekskresi dan potensial menghasilkan toksisitas kronis. Studi pada tahun 1953 melaporkan bahwa anjing yang diberikan makanan yang mengandung 3% melamin untuk satu tahun menghasilkan perubahan urin sebagai berikut: bobot jenis urin turun, ekskresi urin meningkat, dan terbentuk kristaluria melamin.II.1.2 Asam sianuratAsam sianurat memiliki massa akurat sebesar 129,017442 yang disusun atas unsur karbon 27,92%, hidrogen 2,34%, dan oksigen 37,19%. Asam sianurat atau 2,4,6-triol-1,3,5-triazin adalah trimer siklik dari asam sianat (HOCN). Asam sianurat berbentuk kristalin putih pada suhu kamar, larut dalam air dan etanol panas, serta melebur pada suhu 360 oC. Asam sianurat juga memiliki tetapan disosiasi pKa 4,74 pada suhu 25 oC dalam H2O dengan berat jenis 1,77 g/mL. Asam sianurat dapat mengkristal dalam bentuk dihidrat. Penambahan larutan ammonium sulfat mendidih dan direkasikan secara stoikiometri dengan melamin dapat menghasilkan endapan berupa senyawa kompleks melamin-sianurat.

Gambar 2. Perubahan melamin menjadi asam sianurat Asam sianurat digunakan sebagai precursor pemutih, desinfektan, dan herbisida. Asam sianurat memiliki struktur keto-enol teutomerisasi. Tautomer triol memiliki karakter aromatic, mendominasi dalam larutan. Gugus hidroksil menunjukkan karakter fenolik. Deprotonisasi dengan basa menghasilkan serangkaian garam sianurat :[C(O)NH]3 [C(O)NH]2[C(O)N]- + H+; Ka = 10-7[C(O)NH]2[C(O)N]- [C(O)NH][C(O)N] 22- + H+; Ka = 10-11[C(O)NH][C(O)N] 2-2 [C(O)N]32- + H+; Ka = 10-14Asam sianurat pertama kali disintesis oleh Wohler pada tahun 1829 dengan proses dekomposisi termal dari urea dan asam urat. Saat ini industri memproduksi asam sianurat dengan penguraian urea. Reaksi ini terjadi pada suhu 175 oC. Berikut adalah reaksi sintesis asam sianurat dari urea: 3 H2N-CO-NH2 [C(O)NH]3 + 3 NH3Asam sianurat dapat digunakan sebagai precursor untuk pembuatan sianurat klorida yang digunakan sebagai desinfektan air. Selain itu, asam sianurat dapat pula digunakan sebagai precursor untuk agen crosslinking, terutama resin poliuretan.

II.2 Padatan Senyawa OrganikSenyawa organik dapat membentuk suatu padatan yang berupa kristal dan amorf. Kristal dapat terbentuk ketika molekul-molekul tersusun secara teratur namun ukuran ketiga dimensi tidak sama. Sedangkan amorf sebailknya. II.2.1 KokristalKokristal merupakan material kristalin yang tersusun dari dua atau lebih komponen senyawa secara stoikiometrik. Kompenen kokristal dapat berupa atom, molekul, atau senyawa ionik. Suatu cara untuk merancang kokristal adalah dengan dengan teori konektor antar molekul atau supramolekular sinton. Sinton merupakan ikatan antar molekul non-kovalen yang membangun jejaring spesifik antara molekul dalam padatan organik. Interaksi ini relatif kuat dan berakibat terbentuknya kisi kristal yang baru. Interaksi ikatan hidrogen intermolekular oleh Morisette (2003) dibagi menjadi 11 jenis seperti gambar berikut:

Gambar 3. Jenis-jenis supramolekular sinton pada kokristal (Morisette, 2003)Kokristalisasi merupakan suatu cara untuk dapat memodifikasi struktur fisik dari senyawa yang diharapkan tercapainya sifat fisikokimia yang diinginkan pada bahan baku farmasi tanpa mengubah aktivitas biologinya. Kokristal memiliki keunggulan beberapa diantaranya adalah bentuk kristal yang stabil (dibandingkan amorf), tidak perlu membentuk atau menghancurkan ikatan kovalen, kemampuan teoritis dari semua jenis tipe bahan aktif farmasi (terionisasi lemah/tidak terionisasi) untuk membentuk kokristal, keberadaan berbagai jumlah potensi molekul counter (bahan aditif makanan, pengawet, eksipien farmasi dan bahan aktif farmasi lainnya), satu-satunya bentuk padatan yang dapat diproduksi dengan menggunakan padatan berbasis teknologi green synthesis dengan yield tinggi, tidak ada pelarut ataupun produk.Kokristal terdiri dari beberapa komponen dalam rasio stoikiometri yang diberikan, dimana spesi molekul yang berbeda akan berinteraksi melalui ikatan hidrogen dan non-hidrogen. Penggunaan aturan ikatan hidrogen, sinton dan set grafik dapat membantu dalam mendesain dan menganalisis system kokristal, pembentukan kokristal dapat dirasionalisasikan dengan mempertimbangkan donor dan akseptor ikatan hidrogen pada suatu materi yang akan dikokristalisasi dan mempertimbangkan bagaimana mereka berinteraksi (Burton dkk, 1951). Pemahaman yang rinci mengenai kimia supramolekul dari grup fungsional yang ada dalam molekul yang diberikan merupkan prasyarat untuk merancang suatu kokristal karena hal ini memfasilitasi pemilihan pembentuk kokristal yang sesuai. Sinton supramolekul yang terbentuk pada grup fungsional tertentu berguna dalam membentuk kokristal baru dan grup fungsional tertentu lainnya seperti asam karboksilat, amida, dan alkohol yang secara particular dapat membentuk heterosinton supramolekul. Ikatan hidrogen yang kuat meliputi (NH---O), (OH---O), (-NH---N), dan (OH---N). Ikatan hidrogen lemah melibatkan (-CH---O) dan (CH---O=C).II.2.2 Metode kokristalisasi dengan co-grindingProses pembentukan kokristal atau kokristalisasi dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti kristalisasi larutan, evaporasi, co-grinding, co-grinding dengan penambahan pelarut (solvent drop co-grinding), kristalisasi hasil pelarutan, kristalisasi ultrasonik, dan kristalisasi yang diinduksi oleh panas. Pada studi pembentukan kokristal melamin-asam sianurat ini dilakukan proses kokristalisasi menggunakan metode co-grinding dengan proses ball milling. Metode grinding atau penggilingan saat persiapan pembentukan kokristal umumnya menghasilkan produk yang konsisten dengan yang diperoleh dari larutan. Hal ini mengindikasikan bahwa pola hubungan ikatan hidrogen tidak idiosinkratik atau tidak dijelaskan oleh efek pelarut non spesifik dan tidak terkontrol ataupun kondisi kristalisasi. Namun terdapat pengecualian pada beberapa senyawa. Kegagalan dalam pembentukan kokristal dengan grinding umumnya disebabkan oleh ketidakmampuan menghasilkan penyusunan kokristal yang sesuai dibandingkan dengan kestabilan pada tahap awal. Sedangkan metode co-grinding merupakan metode pembentukan kokristal dengan cara penggerusan atau penggilingan dua senyawa berbeda secara bersama-sama dengan mesin atau dengan tangan. Metode co-grinding pertama kali dilaporkan pada akhir abad 19, merupakan teknik pembentukan kokristal dengan memanfaatkan suatu energi mekanik untuk menjalankan tipe reaksi mekanokimia. Kokristal yang dibuat dengan metode ini telah dilaporkan seperti kokristal kafein - asam monokarboksilat. Salah satu proses dalam co-grinding adalah dengan ball milling. Ball milling menggunakan gerakan dari suatu bola sebagai energi penggerusnya. Kelebihan dari ball milling adalah besarnya energi dan waktu penggerusan dapat dikontrol sehingga dapat dilakukan perlakuan yang seragam terhadap beberapa sampel. Contoh metode kokristalisasi lainnya adalah metode pelarutan yang dilakukan dengan melarutkan campuran dua senyawa hingga kondisi super jenuh tercapai, lalu terbentuk inti kristal yang secara spontan menginduksi Kristal terbentuk. Kristal terbentuk saat terjadi keseimbangan antara kondisi super jenuh dan kondisi jenuh.II.2.3 Karakteristik kokristal melamin-asam sianuratKokristal dari melamin-asam sianurat (CA.M) merupakan senyawa yang cukup penting secara komersial, namun memiliki potensi untuk berbahaya bagi kesehatan. Meskipun berpotensi toksik, CA.M merupakan contoh sukses dari suatu sintesis non kovalen. CA.M dilaporkan sebagai pelumas padat, fire retardant, dan digunakan untuk keperluan lainnya (opacifier, flame suppressant).CA.M dapat membentuk basis pada uji bercak menghilang untuk asam sianurat yang secara luas digunakan pada kolam renang, dimana bercak gelap tersebut ditutup oleh presipitasi dari buram putih CA.M. Sebelum penentuan struktur kristal melamin-asam sianurat, ikatan hydrogen komplemen yang diusulkan pada CA.M dikenal dengan nama kisi-kisi melamin-asam sianurat, dimana terbentuk suatu kompleks dengan berat molekul yang besar seperti Gambar 4.

Gambar 4. Kisi-kisi melamin-asam sianurat (Sherrington dan Taskinen, 2001)Dari sudut pandang rekayasa kristal, melamin dan asam sianurat (rasio 1:1 molar) dapat membentuk jaringan dua dimensi yang luas dalam solid-state dengan pembentukan molekul tiga titik yang kuat, diamati pula bahwa CA.M yang dihasilkan sangat tidak larut dalam air.Pada struktur kristal CA.M diketahui bahwa proton transfer dari asam sianurat ke melamin sekitar 35% dari CA.M. Dari data penelitian didapatkan bahwa panjang ikatan dan sudut antara melamin dan asam sianurat ditunjukkan pada Tabel 1.Panjang ikatan dari dua molekul tersebut secara signifikan berbeda. Untuk melamin, panjang mean dari ikatan C-N dalam cincin adalah 1,3579 , sedangkan pada asam sianurat panjang mean nya adalah 1,3733 . Perbedaan jarak ikatan yang mengkonfirmasi bahwa aam sianurat berada pada bentuk keto: untuk melamin jarak ikatan C-NH2 adalah 1,3272 , sedangkan untuk asam sianurat ekuivalen dengan jarak mean pada C=O yakni 1,2337 .

Tabel 1. Beberapa panjang dan sudut ikatan pada CA.MDitunjukkan pula jarak antar atom pada ikatan hidrogen CA.M yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Ikatan hidrogen pada CA.MIkatan hidrogen pada melamin dapat ditunjukkan pada gambar, dapat dilihat bahwa melamin memiliki ikatan hidrogen simetris yang unik dalam strukturnya. Struktur tersebut menjelaskan bahwa jarak N---N pada dua simetris unik ikatan hidrogen N-H---N serupa dan mirip dengan tiga simetris unik pada jarak N---O (dalam N-H---O) yang serupa, tetapi perlu diingat bahwa yerdapat perbedaan berarti antara jarak mean N---N (2,8537 ) dan jarak mean N---O (2,99409 ).

Gambar 5. Ikatan hidrogen pada CA.M II.3 Orientasi Awal Pembentukan Kokristal Sebelum dilakukan serangkaian proses karakterisasi kokristal, dilakukan terlebih dahulu orientasi awal pembentukan kokristal dengan metode kontak panas menggunakan mikroskop polarisasi dan pembuatan diagram fasa dari data suhu lebur menggunakan Electrothermal IA9100.II.3.1 Mikroskop PolarisasiMikroskop polarisasi berbeda dengan mikroskop biasa pada umumnya dipakai. Mikroskop polarisasi menggunakan cahaya yang terbias atau dibelokkan, bukan cahaya terpantul. Tidak seperti mikroskop biasa, mikroskop polarisasi dapat digunakan untuk melihat struktur internal dari suatu kristal dan juga warna serta bentuk dari kristal tersebut. Pada cahaya yang terbias, gelombang cahaya akan bervibrasi pada satu arah. Sedangkan pada cahaya normal (mikroskop biasa), gelombang cahaya akan bervibrasi pada arah yang acak. Pada mikroskop polarisasi terdapat komponen khusus, antara lain keeping analisator, polarisator, kompensator, dan lensa amici bertrand. Polarisator akan memfiltrasi hanya satu cahaya berosilasi yang dapat diijinkan untuk lewat pada satu orientasi. Mikroskop polarisasi pun memiliki jenis yang cukup bervariasi, beberapa mikroskop polarisasi yang biasa digunakan misalnya tipe Olympus, Bausch&Lomb, dan Reichert.II.3.2 Electrothermal IA9100Electrothermal merupakan alat pengukur titik lebur suatu padatan, dengan melihat pada suhu padatan mulai melebur hingga melebur sempurna. Dengan memencet tombol pada alat saat melihat padatan mulai melebur dan melebur sempurna, data suhu yang didapatkan akan terekam. Electrothermal terdiri dari Mel-temp dan IA9100, IA9200. IA9300 (IA900 series). Mel-temp memberikan resolusi suhu pada 1oC, sedangkan IA9000 series memberikan resolusi suhu pada 0,1oC.

Gambar 6. Electrothermal IA9100 II.4 Metode AnalisisDalam penelitian ini digunakan beberapa instrumen untuk karakterisasi pembentukan kokristal antara melamin dengan asam sianurat yaitu: FTIR, PXRD, dan DTA.II.4.1 Fourier-transform Infrared Spectroscopy (FTIR)Fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR) atau dikenal dengan spektrofotometri inframerah adalah suatu metode analisis berdasarkan absorpsi dari radiasi elektromagnetik yang terletak diantara 11000 m. FTIR adalah generasi ketiga dari spektrometri inframerah. FTIR merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa. FTIR secara luas digunakan dalam proses sintesis senyawa organik, senyawa polimer, petrochemical, industri farmasi, dan analisis bahan makanan. Dikarenakan FTIR dapat dihubungkan dengan kromatografi, mekanisme reaksi kimia dan deteksi senyawa yang tidak stabil dapat diperiksa dengan instrumen ini. Energi foton pada FTIR bukan disebabkan karena eksitasi elektronik namun adanya vibrasi ataupun rotasi yang dihasilkan dari absorbsi radiasi elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu. Vibrasi dan rotasi ini menyebabkan terjadinya pemisahan yang bervariasi. Gambar 7. Variasi pemisahan akibat vibrasi dan rotasiFTIR memiliki daerah spektrum yang dibagi menjadi tiga wilayah, yaitu: near infrared (0,782,5 m), mid infrared (2,5-50 m), dan far infrared (50-1000 m). Daerah spektrum yang digunakan untuk identifikasi suatu senyawa adalah mid infrared dimana terdapat daerah gugus fungsi dan daerah sidik jari (fingerprint). Daerah sidik jari dapat menunjukkan ciri khas dari suatu senyawa.FTIR bersifat tidak destruktif, sehingga sampel yang digunakan untuk identifikasi dapat digunakan untuk keperluan lainnya. Selain itu, analisis dengan FTIR hanya menggunakan sampel dengan jumlah yang relatif sedikit, waktu analisisnya cepat, serta biaya yang jauh lebih murah dibandingkan metode analisisis termal dan PXRD. Analisis suatu padatan senyawa organik menggunakan FTIR belum banyak dikembangkan, sehingga berpotensial untuk menjadi bahan penelitian. Pada FTIR dapat dideteksi gugus fungsi yang berada pada suatu senyawa. Gugus fungsi yang berada pada senyawa memiliki rentang panjang gelombang tertentu. FTIR dapat memberikan informasi mengenai struktur suatu molekul. Kebanyakan molekul adalah infrared active kecuali beberapa molekul homonuclear diatomik seperti O2, N2, dan Cl2 memiliki dipol nol pada vibrasi dan rotasi molekulnya. Selain itu dapat pula dideteksi pergeseran spektrum dari gugus fungsi yang mengalami perubahan lingkungan seperti terbentuknya ikatan hidrogen dengan senyawa lain. Hal ini terjadi saat pembentukan kokristal yang dipengaruhi oleh ikatan hidrogen yang terbentuk, sehingga terjadi pergeseran spektrum dari gugus-gugus yang berperan.

II.4.2 Powder X-ray Diffraction (PXRD)Powder X-ray Diffraction (PXRD) adalah metode yang paling banyak digunakan untuk mengkarakterisasi material padatan. PXRD dapat digunakan untuk menentukan struktur atom atau molekul kristal. PXRD dapat pula digunakan untuk identifikasi material yang belom diketahui, membuktikan kemurnian produk padatan, mengetahui status keadaan sintesis padatan, menentukan parameter kisi-kisi dari suatu padatan, menentukan ukuran kristal pada sampel. Sesuai dengan namanya, sampel yang digunakan dalam PXRD berbentuk serbuk, yang berisi serat halus dalam bentuk kristal tunggal. Pada PXRD, atom atau molekul kristal yang dikarakterisasi dapat menyebabkan berkas sinar-X berdifraksi ke suatu arah. Sudut difraksi dan intensitas difraksi yang terukur inilah yang menjadi sifat dan karakteristik spesifik dari suatu senyawa padatan.

Gambar 8. Difraksi sinar pada suatu atom atau molekul kristalIdentifikasi senyawa menggunakan difraksi serbuk berguna untuk analisis kualitatif. Sifat kristalinitas dapat dilihat pada difraktogram dengan puncak yang tajam (Smart dan Moore, 2005).Perkembangan rekayasa kristal khususnya pada pendekatan berbasis sinton mengasumsikan bahwa struktur kisi kristal akan berubah karena terbentuknya ikatan hidrogen baru pada struktur padatan. PXRD merupakan metode yang efisien untuk untuk melihat perubahan karakteristik dan arsitektur dari suatu kristal multi komponen (Karki dkk, 2007).Pola PXRD akan memberikan berbagai puncak yang terdeteksi sebagai karakteristik sudut hamburan. Puncak merepresentasikan berkas sinar X yang terdifraksi oleh kisi kristal. Hal ini dihubungkan dengan hukum Bragg yaitu: n = 2 d sin sehingga d =, 2 adalah suatu intermediet yang berhubungan dengan geometri dari instrumen. Perubahan kisi kristal akan menyebabkan perubahan posisi puncak difraksi dan intensitas sampel sehingga PXRD merupakan metode dengan sensitivitas yang tinggi.

Gambar 9. Difraksi sinar X pada Hukum BraggSinar X merupakan spektrum elektromagnetik dengan panjang gelombang 10-7 sampai 10-11 m. Kristalografi menggunakan unit angstrom (), 1 = 10-10 m sehingga rentang sinar X menjadi 1000-0,1 , namun yang dapat digunakan untuk karakterisasi kristal hanya daerah 0,5-2,0 . Sinar X pada alat dihasilkan dari perlambatan elektron berenergi tinggi dan emisi radiasi peluruhan elektron logam dari tingkat energi atomik M atau L ke tingkat K. Hal ini dapat dilakukan dalam tabung tertutup menggunakan filamen yang dipanaskan (katoda) sebagai sumber elektron yang diakselerasi menggunakan tegangan 40-50 kV dan menumbuk target (anoda) yang berupa logam, misalnya Cu. Sinar X dalam pembangkitannya dideskripsikan oleh Gambar 10 yang didalam sinar X terdapat dua jenis radiasi yaitu sinar X kontinyu dan karakteristik. Untuk alat PXRD terdapat filter guna menyaring sinar X kontinyu dan hanya meneruskan sinar X karakteristik. Kekurangan dari PXRD adalah memberikan nilai rata rata dan hasil analisa terbatas pada suatu area lokal tertentu dari suatu specimen.

Gambar 10. Sinar X kontinyu dan karakteristikII.4.3 Differential Thermal Analysis (DTA)Teknik Differential Thermal Analysis (DTA) mengukur jumlah energi yang diabsorpsi atau dibebaskan oleh sampel saat dipanaskan, didinginkan atau dipertahakan pada suhu konstan. Energi ini dihubungkan dengan perbedaan dalam aliran panas antara sampel standar. Integrasi luas daerah di bawah kurva aliran panas menghasilkan perubahan entalpi berasosiasi dengan peristiwa termal. Skema dari DTA dapat dijelaskan pada Gambar 11.Keterangan:1. Furnance2. Sampel3. Referensi inert4. Unit kontrol pemanasan5. Pengukur beda temperatur6. Pengukur temperaturGambar 11. Skema DTASubstansi kinia yang akan diperiksa dan referensi inert dipanaskan pada kondisi yang sama secara simultan di furnance. Peningkatan temperatur di furnance seharusnya linear. Keduanya, sampel dan referensi dihubungkan dengan thermocouple. Thermocouple ini dihubungkan bersama. Perbedaan tegangan yang dihubungkan dengan perbedaan temperatur diukur. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 12, unit control menunjukkan bahwa tidak ada thermovoltage sepanjang tidak adanya panas yang digunakan atau dilepaskan, karena adanya persamaan temperatur Ts = Ti pada sampel dan referensi sehingga T = 0. Jika reaksi pada sampel bersifat endotermik, temperatur pada sampel meningkat secara lambat dibandingkan dengan temperatur referensi inert (Tsl < Til) dan pengukur menunjukkan thermovoltage menurut perbedaan temperatur T2 = Ts2 Ti2, yang positif. Kurva DTA dapat ditentukan oleh substraksi pada kurva Ts dan Ti.

Gambar 12. Kurva DTA: a) Ts: kurva temperatur-waktu pada sampel, Ti: kurva temperatur-waktu referensi, b) kurva perbedaan temperatur-waktuII.4.4 Titrasi Karl FischerMetode titrasi Karl Fischer digunakan untuk mengukur kadar air. Titrasi ini ditemukan pada tahun 1935 oleh kimiawan Jerman: Karl Fischer. Titran yang digunakan adalah pereaksi Karl Fischer, yaitu campuran iodin, sulfur dioksida, dan piridin dalam methanol. Selama proses titrasi akan terjadireaksi reduksi iodin oleh sulfur dioksida dengan adanya air, seperti berikut:I2 + SO2 + 3RN + CH3OH + H2O 2RN-HI + RN-HSO4CH3 Iodin diperlukan untuk reaksi dengan air, dan kadar air ditentukan dengan mengukur jumlah Iodin yang bereaksi dengan air dalam sampel. Air yang terukur dapat berupa air bebas atau pun air kristal, sehingga untuk menentukan jumlah air kristal, sampel disimpan terlebih dahulu di dalam desikator. Pereaksi Karl Fischer sangat sensitive terhadap air sehingga dapat diaplikasikan untuk analisis kadar air bahan pangan yang memiliki kandungan air sangat rendah hingga konsentrasi 1 ppm (Faridah, 2008).Kelebihan titrasi Karl Fischer yaitu memiliki tingkat akurasi dn presisi tinggi, selektifitas pengukuran terhadap kadar air sampel, persiapan sampel yang mudah, waktu analisis singkat, dapat digunakan untuk menganalisis sampel dengan kadar air sangat rendah (1 ppm) hingga tinggi (100%), sampel yang dianalisis dapat berupa padatan, cairan atau gas, dan dapat diautomisasi.

BAB III METODE PENELITIAN

Dilakukan titrasi Karl Fischer untuk mengukur masing-masing kadar air pada melamin dan asam sianurat. Dilakukan pula serangkaian proses karakterisasi awal bahan baku. Selanjutnya dilakukan proses kokristalisasi dengan metode co-grinding. Campuran melamin dan asam sianurat dilakukan proses ball milling. Dilakukan proses orientasi awal dengan mikroskop polarisasi dan Electrothermal IA9100. Campuran fisik melamin-asam sianurat (1:1) dan campuran hasil ball milling kemudian dikarakterisasi dengan fourier transform infrared (FTIR), differential thermal analysis (DTA) dan difraksi sinar-X serbuk (PXRD). Setiap campuran diambil cuplikan untuk dianalisis padatan dengan menggunakan fourier-transform infrared spectroscopy (FTIR). Dilakukan penghitungan peak area derivat dari puncak pada kromatogram FTIR yang merepresentasikan terbentuknya kokristal. Penghitungan peak area dilakukan dengan menggunakan software Spectra Manager II. Konfirmasi hasil analisis dapat diperiksa dengan menggunakan differential thermal analysis (DTA) dan difraksi sinar-X serbuk (PXRD).

BAB IV PERCOBAAN

IV.1Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, batang pengaduk, alu, mortar otomatis (Retzch), timbangan elektronik milligram (Mettler M3), Electrothermal IA9100, mikroskop polarisasi, ball mill (Broyeur a boulets PROLABO), Fourier transform infra red/FTIR (Jasco-4200 type), differential thermal analysis (Metler Toledo FP 90), difraksi sinar-X serbuk Philips (PW 18350 Xray Diffraction), Karl Fischer Titrator (Metler Toledo V20).Bahan yang digunakan adalah melamin, asam sianurat, pereaksi Karl Fischer (campuran iodin, sulfur dioksida, dan piridin dalam metanol) IV.2 Karakterisasi Awal Bahan BakuBahan baku yang digunakan dalam penelitian ini dikarakterisasi awal terlebih dahulu menggunakan instrumen analisis padatan yakni FTIR, DTA, PXRD dan titrasi Karl Fischer.IV.2.1. Identifikasi dengan FTIRIdentifikasi dengan spektroskopi FTIR dilakukan dengan preparasi sampel teknik pelat KBr. Pelat dibuat dengan triturasi sampel dengan sejumlah spectra grade KBr dengan perbandingan 1:100 b/b. Dalam percobaan dilakukan penimbangan dengan timbangan analitik Metler Toledo AG104 untuk 100 mg KBr kering (yang telah disimpan dalam oven 100oC) dengan 1 mg sampel, kemudian digerus perlahan dengan mortar agate sampai homogen lalu campuran sampel dan KBr diisikan ke dalam cakram cetakan dari stainless steel yang berukuran 13 mm. cakram berisi sampel kemudian dikempa dengan hydraulic press bertekanan 7,5x10-3 mm Hg. Cakram kemudian dipasang pada holder, lalu spektrum diukur pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1.Pengukuran dibantu dengan software Spektra Manager II keluaran Jasco, yang sudah ada di dalam alat Jasco FTIR-4200. Sebelum menganalisis sampel, dilakukan pengukuran background untuk melihat pengaruh kondisi lingkungan dan alat. Identifikasi dengan FTIR digunakan untuk mengkonfirmasi identitas senyawa, dan juga untuk melihat pergeseran-pergeseran spektra FTIR selama proses ball milling.IV.2.2. Identifikasi dengan DTAAnalisis menggunakan DTA dilakukan dengan cara: kurang lebih 5-10 mg sampel disimpan di dalam cawan alumunium khusus untuk preparasi DTA. Selanjutnya, sampel dipanaskan di bawah aliran gas nitrogen dengan kecepatan pemanasan 10C/menit, dari suhu 30 C sampai dengan 350C.IV.2.3. Identifikasi dengan PXRDAnalisis menggunakan PXRD dilakukan dengan cara sejumlah 200 mg sampel disiapkan pada pelat sampel untuk uji difraksi sinar-X serbuk. Tipe difraktometer : PW 1710 BASED; tube anode: Cu; tegangan 40 kV, arus 30 mA, lebar split 0,2 inci. Data dikumpulkan pada kecepatan scan 0,8 detik per step dengan jarak scanning pada 2 = 5o sampai 45oIV.2.4. Analisis Jumlah Hidrat Menggunakan Titrasi Karl FischerSebanyak 50,0 mg sampel ditimbang, dan ditetapkan kadar airnya dengan alat titrasi Karl Fischer Titrator Metler Toledo V20, menggunakan pereaksi Karl Fischer yang sudah dibakukan.IV.3. Orientasi Awal Pembentukan Kokristal Melamin Asam SianuratPembentukan kokristal melamin-asam sianurat diidentifikasi dengan tiga metode yaitu: metode kontak panas Kofler dengan mikroskop polasisasi, pembuatan diagram fase dari data Electrothermal IA9100, dan analisis DTA campuran fisik.IV.3.1. Metode Kontak Panas KoflerSejumlah kecil asam sianurat dengan titik yang lebih tinggi dari melamin diletakkan di atas kaca objek dan ditutup dengan kaca penutup. Kaca objek kemudian diletakkan di atas pelat pemanas. Selajutnya pelat pemanas dinaikkan suhunya secara perlahan, dan pada suhu 20oC di bawah suhu leburnya, kecepatan pemanasan diatur 2o per menit. Setelah melebur seluruhnya pemanas dimatikan, leburan asam sianurat dibiarkan mendingin dan mengkristal kembali. Serbuk melamin diletakkan di tepi kaca penutup dan pelat pemanas dihidupkan kembali sampai melamin melebur, kemudian pemanasan dimatikan. Leburan melamin akan bergerak menuju daerah kontak dan rekristalit asam sianurat. Setelah melamin mengkristal kembali, preparat dibiarkan selama kurang lebih 30 menit dan selanjutnya diamati perilaku peleburannya.IV.3.2. Pembuatan Diagram FaseSampel serbuk berupa bahan tunggal melamin (M) dan asam sianurat (CA), campuran fisika M-CA dalam berbagai komposisi molar (0:10, 1:9; 2:8; 3:7; 4:6; 5:5; 6:4; 7:3; 8:2; 9:1; 10:0) masing-masing dimasukkan ke dalam pipa kapiler sampai tingginya mencapai tidak lebih dari 1 mm. Kemudian diobservasi saat titik serbuk mulai meleleh sampai meleleh sempurna.

IV.3.3. Analisis DTA Campuran FisikMelamin dan asam sianurat dengan perbandingan molar 1:1 ditimbang, kemudian dicampur sampai homogen dengan menggunakan mortar, kemudian campuran tersebut dianalisis dengan instrumen DTA.IV.4. Analisis FTIR hasil ball millingCampuran melamin-asam sianurat ditimbang sesuai dengan perbandingan molar 1:1 (Yaday, 2009). Campuran di-milling dengan kecepatan masing-masing: 45, 75, dan 105 rpm. Digunakan bola dengan ukuran: bobot satu bola = 6490 mg (diameter =1,8 cm). Disiapkan campuran melamin-asam sianurat dengan perbandingan bobot campuran serbuk 1:100 dari bobot total bola. Data container adalah sebagai berikut: volume = 1120 mL; bahan = porselen; diameter dalam = 12,5 cm; panjang = 12,0 cm. Pengatur kecepatan (Broyeur a boulets PROLABO) mempunyai skala kecepatan putaran untuk memutar container dengan kecepatan 30, 45, 60, 75, dan 105 rpm. Sampel dicuplik pada menit ke 10, 20, 30, 40, 50, 60 dan 90 untuk masing-masing kecepatan putaran yang berbeda.IV.5. Evaluasi Sampel Hasil PenggerusanEvaluasi DTA dan PXRD dilakukan terhadap sampel pencuplikan setelah 90 menit penggerusan menggunakan ball milling dengan kecepatan 105 rpm. Pengerjaan dan pengoperasian yang dilakukan persis dengan karakterisasi awal.

HASIL YANG DIHARAPKAN

Dari penelitian ini diharapkan data analisis FTIR dari proses kokristaisasi melamin-asam sianurat dengan menggunakan metode ball milling dapat ditentukan.

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, M.B.J., 2011, Fundamentals and Applications of Co-crystal Methodologies: Reactivity, Structure Determination, and Mechanochemistry, dissertation, Departement of Chemistry, University of Iowa, 1-5Jacob, Cristina C., Reimschuessel dan Gonalo Gamboa da Costa, 2011, Dose-Response Assessment of Nephrotoxicity from a 7-Day Combined Exposure to Melamine and Cyanuric Acid in F344 Rats, Toxicol. Sci., 119(2): 391397Morisette, S.L., 2003, High-throughput Crystallization: Polymorphs, Salts, Co-crystals, and Solvates of Pharmaceutical Solids, Adv. Drug Del. Rev. 56, 275 300Prior, Timothy J., Jennifer A. Armstrong, David M. Benoit dan Kayleigh L. Marshall, 2013, The Structure of The Melamine-Cyanuric Acid Co-crystal, Cryst. Eng. Comm, 15, 5838-5843Ranganathan, Anupama, V. R. Pedireddi dan C. N. R. Rao, 1999, Hydrothermal Synthesis of Organic Channel Structures: 1:1 Hydrogen-Bonded Adducts of Melamine with Cyanuric and Trithiocyanuric Acids, J. Am. Chem. Soc., 121: 1752-1753 Ronco, M.P.F., Kluge, J., dan Mazzotti M., 2013, High Pressure Homogenization as a Novel Approach for the Preparation of Co-Crystals, Cryst. Growth Des., Vol 13, 2013-2024.Schultheiss, N. dan Newman, A., 2009, Pharmaceutical Cocrystals and Their Physicochemical Properties. Cryst. Growth Des., Vol. 9 No.6, 2950-2957.Smart L.E. dan Moore E.A., 2005, Solid State Chemistry, Taylor & Francis Group, Boca Raton London New York Singapore, 104-108Trask, Andrew V., William Jones, Crystal Engineering of Organic Cocrystals by the Solid-State Grinding Approcah, 2005, Top Curr. Chem., 254: 41-70Yaday, A.V, A.S. Shete, dan S.S. Sakhare, 2009, Co-crystal: A Novel Approach to Modify Physicochemical Properties of Active Pharmaceutical Ingredients, Indian J. Pharm. Sci., 71(4): 359370