Syahidah-BAHAN AJAR TEK PENGOLAHAN KAYU.pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8BAB IIPERKEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN KAYU

    A. Pendahuluan

    Pada materi perkuliahan ini sasaran pembelajaran yang akan dicapai

    adalah mahasiswa memahami perkembangan teknologi pengolahan kayu.

    Untuk mencapai sasaran pembelajaran tersebut kepada mahasiswa diberikan

    materi mengenai pengantar umum teknologi pengolahan kayu dan selanjutnya

    digunakan strategi pembelajaran berupa kuliah interaktif yang melibatkan dosen

    dan mahasiswa dalam proses perkuliahan. Untuk mendukung strategi

    pembelajaran tersebut mahasiswa diberikan tugas-tugas dalam unit tugas

    tertentu yang bertujuan untuk memancing minat baca dan keaktifan mahasiswa

    dalam mengeksplorasi materi atau referensi yang terkait dengan pokok bahasan

    yang sedang dibahas. Hasil eksplorasi mahasiswa tersebut kemudian

    dituangkan ke dalam suatu bentuk karya tulis berupa paper atau makalah yang

    kemudian akan dipresentasikan oleh mahasiswa baik secara individual maupun

    berkelompok di depan kelas. Berdasarkan unit tugas tersebut, maka dosen akan

    menilai tingkat pemahaman mahasiswa terhadap perkembangan teknologi

    pengolahan kayu serta keterampilan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.

    Perubahan sistem pembelajaran dari Teaching Center Learning (TCL) ke

    sistem Student Center Learning (SCL) juga membawa perubahan dalam proses

    perkuliahan, dimana pada sistem TCL yang sebelumnya digunakan

    menitikberatkan pada peran dosen sebagai pusat dalam proses perkuliahan.

    Pada sistem SCL menitik beratkan proses perkuliahan pada keaktifan

    mahasiswa dimana dosen hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses

    perkuliahan yang akan memandu jalannya perkuliahan sehingga sasaran

    pembelajaran dapat tercapai.

  • 9B. Uraian Bahan Pembelajaran

    Peningkatan perekonomian nasional dapat dilihat dari perkembangan

    industri pengolahan kayu yang merupakan barometer dan faktor kunci dalam

    upaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor kehutanan. Sejak

    diterbitkannya UU No. 5 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Ketentuan Tentang

    Kehutanan maka praktik-praktik eksploitatif terhadap sumberdaya hutan juga

    telah dilakukan.

    Kran ekspor kayu bulat ditutup guna menjamin ketersediaan suplai bahan

    baku bagi industri pengolahan kayu dalam negeri, dengan harapan Indonesia

    dapat mengekspor produk olahan yang bernilai tambah (value added), yang

    dapat bersaing dengan produk olahan luar negeri, dan pada akhirnya dapat

    memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara. Berbagai

    fasilitas dan kemudahan diprioritaskan untuk mendorong tercapainya tujuan

    menjadikan industri pengolahan kayu sebagai primadona kontributor riil sektor

    non migas terhadap pembangunan ekonomi nasional.

    Namun fakta membuktikan bahwa tingkat konsumsi kayu bagi indiustri

    pengolahan kayu dalam negeri telah mengeruk sumberdaya hutan kita tanpa

    memperhatikan daya dukung hutan lestari, bahkan menciptakan pemborosan

    bahan baku kayu, tetapi tidak pula memberikan kontribusi finansial yang

    proporsional jika dibandingkan dengan kerusakan hutan yang terjadi akibat

    praktik-praktik eksploitatif tersebut.

    Evolusi kebijakan industri pengolahan kayu sangat terkait dengan tujuan

    kebijakan pemerintah di satu sisi untuk meningkatkan laju pembangunan, dan

    disisi lain untuk mempertahankan sumberdaya hutan melalui pemanfaatan

    hutan secara berkelanjutan dan memperhatikan daya dukung hutan secara

    lestari. Kedua tujuan kebijakan tersebut merupakan suatu dilema terhadap

    nasib masa depan hutan kita, dan juga tidak dapat dipungkiri untuk

    memperhatikan nasib masa depan industri pengolahan kayu dalam negeri.

    Dewasa ini untuk memenuhi kebutuhan manusia akan produk-produk

    kayu olahan yang terus meningkat semakin sulit dipenuhi karena ketersediaan

    kayu komersial berdiameter besar dari hutan alam tropis untuk pasokan industri

    pengolahan kayu semakin terbatas dan langka. Oleh karena itu, perlu solusi

    guna memenuhi kebutuhan bahan baku kayu dari jenis alternatif. Salah

  • 10

    satunya adalah dari hutan tanaman yang umumnya berdiameter kecil, yang

    hingga kini masih dianggap sebagai kayu bernilai rendah, padahal potensinya

    cukup besar. Salah satu kelemahan sifat kayu yang berasal dari hutan

    tanaman adanya sifat inferior kayu reaksi yang disinyalir dapat mempersulit

    pengerjaan dalam pengolahannya, sehingga mempengaruhi macam dan mutu

    produk pengolahan kayunya (Hunt, 2000). Dengan demikian perlu berbagai

    upaya memecahkan masalah dalam pemanfaatan dan peningkatan kualitas

    kayu hutan tanaman khususnya untuk produk pertukangan, di antaranyadengan membentuk kayukayu berdiameter kecil dari hutan tanaman sebagai

    balok girder, balok lamina maupun produk kayu komposit untuk berbagai

    produk kayu pertukangan.

    Perkembangan teknologi pengolahan kayu dalam kurun waktu 10 tahun

    ini telah memberikan peluang memproduksi dolok berdiameter kecil dari hutan

    tanaman, yang melimpah pada diameter kisaran 9 -17 cm atau lebih. Untuk

    kayu - kayu yang berasal dari pohon cepat tumbuh di hutan tanaman

    cenderung mempunyai sifat inferior cacat bentuk seperti memangkuk pada

    arah lebar, menggelinjang dan membusur pada arah memanjang kayu

    (Haygreen dan Bowyer, 1989). Hal ini berakibat menurunnya rendemen dan

    kualitas kayu penggergajian. Demikian pula halnya dengan adanya serangan

    organisme perusak kayu blue stain yang menurunkan kualitas kayu. Belum lagi

    adanya bahan ekstraktif yang sering menghambat jalannya perputaran mesin

    pengerjaan kayu. Hal tersebut dapat menimbulkan masalah selama proses

    pengolahannya. Salah satu solusi mengatasinya yaitu dengan cara

    penanganan yang lebih baik saat pasca tebang kayu, sebelum dolok/ kayu

    diolah lebih lanjut. Dengan teknik pengembangan penggergajian dolok kering,

    diharapkan akan meningkatkan rendemen dan kualitas kayu gergajiannya

    dibandingkan dengan teknik konvensional.

    Dalam upaya mendorong perkembangan industri pengolahan kayu,

    pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan yang hasilnya terlihat antara

    lain dengan meningkatnya jumlah industri dengan keanekaragaman

    (diversifikasi) produknya. Sebagai contoh sekarang ini telah berkembang

    industri papan gipsum dan produk bare core yang telah diekspor. Di masa

    depan tidak mustahil jenis produk kayu lainnya seperti kayu pertukangan akan

    demikian pula. Guna mengendalikan mutu dan pemasaran berbagai produk

  • 11

    kayu-kayu tersebut, perlu dibuat standar mutu produk kayu pertukangan yang

    sampai saat ini belum ada, sebagai bagian dari sistem Standardisasi Nasional

    yang dikoordinir oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).

    Dalam upaya menjaga keberlangsungan industri pengolahan kayu

    dengan keterbatasan bahan bakunya antara lain diatasi dengan meningkatkan

    efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan berupa kayu. Suplai kayu ke industri

    pengolahan kayu saat ini umumnya dari kayu-kayu yang berasal dari hutan

    tanaman sehingga kualitasnya kurang baik, misalnya diameter batangnya

    relatif kecil, kerapatannya rendah, dan sifat fisik mekaniknya juga rendah.

    Untuk meningkatkan mutu kayu-kayu tersebut, dilakukan penerapan teknologi

    pengolahan kayu yang dapat memperbaiki kelemahan yang ada pada kayu-

    kayu jenis fast growing tersebut, misalnya dengan teknik kayu lamina maupun

    teknologi pengolahan lainnya.

    C. Penutup

    Soal Latihan

    Buat suatu karya tulis mengenai perkembangan teknologi pengolahan kayu

    dengan yang dibuat secara individual dan dipresentasikan di depan kelas.

    Daftar Bacaan :

    Greenomics Indonesia. 2004. Industri Pengolahan Kayu. Kertas Kerja No. 08.Jakarta.

    Haygreen, J.G. and J.L. Bowyer. 1989. Forest Products and Wood Science.Iowa State University Press / Ames. 213-226 pp.

    Hunt, J.F. 2000. Utilization of small-diameter crooked timbers for use inlaminated structural boards through development of new sawing,laminating, and drying processes. Proposal No. 01.FPL.C2 to USDAForest Service, Forest Products Laboratory. Madison, Wisconsin.

  • 12

    BAB IIIKAYU LAPIS

    A. Pendahuluan

    Pada materi perkuliahan ini sasaran pembelajaran yang akan dicapai

    adalah mahasiswa mampu menjelaskan penanganan bahan baku dan proses

    pembuatan kayu lapis. Dengan demikian setelah mempelajari materi ini

    mahasiswa diharapkan dapat memahami bagaimana penanganan bahan baku

    dalam pembuatan kayu lapis sehingga bahan baku dapat digunakan secara

    efisien. Selain itu mahasiswa juga dapat memahami proses pembuatan kayu

    lapis mulai dari persiapan bahan baku, proses pembuatan finir dan tahap-tahap

    lainnya sampai kemudian menghasilkan kayu lapis. Untuk mencapai sasaran

    pembelajaran tersebut digunakan strategi pembelajaran berupa kuliah interaktif

    yang melibatkan dosen dan mahasiswa dalam proses perkuliahan. Untuk

    mendukung strategi pembelajaran tersebut mahasiswa diberikan tugas-tugas

    dalam unit tugas tertentu yang bertujuan untuk memancing minat baca dan

    keaktifan mahasiswa dalam mengeksplorasi materi atau referensi yang terkait

    dengan pokok bahasan yang sedang dibahas. Hasil eksplorasi mahasiswa

    tersebut kemudian dituangkan ke dalam suatu bentuk karya tulis berupa paper

    atau makalah yang kemudian akan dipresentasikan oleh mahasiswa baik secara

    individual maupun berkelompok di depan kelas. Berdasarkan unit tugas tersebut,

    maka dosen akan menilai ketepatan penjelasan mengenai penanganan bahan

    baku dan proses pembuatan kayu lapis serta keterampilan berkomunikasi baik

    lisan maupun tulisan.

    Perubahan sistem pembelajaran dari Teaching Center Learning (TCL) ke

    sistem Student Center Learning (SCL) juga membawa perubahan dalam proses

    perkuliahan, dimana pada sistem TCL yang sebelumnya digunakan

    menitikberatkan pada peran dosen sebagai pusat dalam proses perkuliahan.

    Pada sistem SCL menitik beratkan proses perkuliahan pada keaktifan

    mahasiswa dimana dosen hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses

    perkuliahan yang akan memandu jalannya perkuliahan sehingga sasaran

    pembelajaran dapat tercapai.

  • 13

    B. Uraian Bahan Pembelajaran

    1. Persyaratan Bahan BakuPersyaratan umum kayu sebagai bahan kayu lapis/plywood adalah :

    a. Face Veneer

    Diameter minimal 45 cm

    Log harus lurus, bulat dan silindris

    Kayu harus segar

    Tidak terdapat cacat kayu

    Tidak terdapat mata kayu tidak sehat

    b. Core Veneer

    Diameter minimal 45 cm

    Log minimal 85% silindris

    Diperbolehkan adanya bagian yang bengkok asal tidak parabola

    Kayu harus segar

    Boleh ada cacat kayu berupa mata kayu sehat, lapuk hati

    (diameternya kurang dari 1/3 diameter bontos)

    Contoh kayu yang dapat digunakan sebagai bahan baku kayu lapis

    antara lain meranti, kamper, mersawa, mengkulang, gerunggang, mahoni,

    agathis, trembesi, sengon, mindi dan sebagainya. .Diameter log yang

    digunakan disarankan di atas 30 cm, tetapi saat ini mesin-mesin yang lebih

    modern dapat mengolah log dengan diameter yang lebih kecil.

    Untuk tujuan sebagai pelapis (fancy-plywood) jenis kayu yang dapat

    digunakan sedikit berbeda, karena mengutamakan sifat dekoratifnya. Untuk

    keperluan ini, jenis kayu yang dapat digunakan adalah dari jenis kayu yang

    mahal dan mempunyai arah serat yang bagus (decorative). Contoh kayu

    untuk ini antara lain : jati, sonokeling, eboni, rengas, kuku, nyatoh, dan

    sebagainya. Dalam perkembangannya, berbagai bahan dapat digunakan

    sebagai pelapis misalnya PVC, logam, formika maupun kertas.

  • 14

    Manfaat / Kegunaan Kayu Lapis

    Menurut Massijya (2006), penggunaan kayu lapis dikelompokkan menjadi:

    1. Konstruksi bangunan Paneling: penyekat ruang, pintu, jendela Bahan pelapis Lantai Sidding: dinding Plyform

    2. Konstruksi alat-alat transportasi Pesawat terbang: pelapis dinding bagian dalam Kereta api: atap, lantai, dinding Truk dan trailer: body

    Penggolongan kayu lapisBerdasarkan penggunaannya, kayu lapis dikelompokkan menjadi dua yaitu

    interior dan eksterior plywood. Youngquis (1999) mengelompokkan kayu lapis

    menjadi dua bagian yaitu

    1. Kayu lapis konstruksi dan industri

    2. Kayu lapis hardwood dan dekoratif.

    Berdasarkan jenis perekat yang dipergunakan, pengelompokan kayu lapis

    dibedakan menjadi dua (Iswanto, 2008) :

    1. Kayu lapis interior yaitu kayu lapis yang penggunaanya di dalam ruangan atau

    dengan kata lain tidak langsung terekspos oleh kondisi lingkungan luar

    ruangan, perekat yang dipergunakan adalah perekat interior seperti UF , MF

    dan MUF .

    2. Kayu lapis eksterior yaitu kayu lapis yang penggunaanya di luar ruangan yang

    terekspos langsung dengan kondisi luar ruangan, perekat yang dipergunakan

    adalah perekat eksterior seperti PF.

    Berdasarkan finir mukanya, kayu lapis dikelompokkan menjadi:

    1. Ordinary plywood yaitu kayu lapis dimana finir mukanya dihasilkan dari

    proses rotary cutting.

    2. Fancy plywood yaitu kayu lapis dimana finir mukanya terbuat dari kayu-kayu

    indah dan dihasilkan dari proses slice cutting atau half rotary cutting.

  • 15

    2. Pembuatan FinirFinir adalah lembaran papan tipis untuk membuat plywood, dan cara

    pembuatannya ada 4 macam:

    a. Cara pengupasan (rotary cuttings)Cara pengupasan akan menghasilkan finir untuk membuat plywood

    biasa atau plywood penggunaan umum (general plywood). Dengan cara ini

    bentuk bahan baku kayunya adalah log tanpa kulit. Finir yang dihasilkan

    cukup panjang dan dapat dihasilkan dalam waktu yang relatif singkat.

    Produk finirnya dapat untuk memenuhi bahan plywood sampai 80%

    kebutuhan. Melalui cara ini, tebal finir yang diperoleh minimal 0,4 mm tetapi

    yang banyak dibutuhkan adalah 0,6-1,0 mm.

    Cara pengupasan finir dapat diberikan gambar berikut :

    Gambar 2. Cara Pembuatan Finir dengan Metode Pengupasan (Sumber :http://www.tentangkayu.com/2008.html)

    Pada gambar tersebut terlihat bahwa pengupasan log dilakukan

    mengikuti (searah) dengan permukaan batang kayu. Proses pembuatan finir

    dengan pengupasan merupakan cara tercepat sehingga produktivitas dalam

    menghasilkan finir persatuan waktu paling tinggi dibandingkan dengan cara

    pembuatan finir lainnya. Sebagai contoh log meranti diameter 80 cm dapat

    dikupas sekitar 10 menit saja dan hasil finirnya dapat mencapai panjang

    100-150 meter.

    Kelemahan cara ini adalah kondisi finir yang dihasilkan kurang tipis dan

    gambar seratnya tidak dekoratif. Oleh karena itu kalau ingin memproduksi

    plywood dekoratif, harus dilapisi lagi bagian luarnya dengan finir dari kayu

  • 16

    indah dan plywood yang diperoleh namanya bukan general plywood tetapi

    fancy plywood atau decorative plywood.

    Di dalam proses pengupasan terlebih dahulu harus ditentukan titik

    pusat log (center log) karena di tempat ini akan ditempatkan chuck (penjepit

    log). Penentuan center log dapat dilakukan secara manual dan dengan

    mesin senter (flash machine) yaitu melalui pencahayaan pada dua sisi

    potongan log yang telah dilengkapi dengan pola-pola kedudukan pusat

    kayunya.

    Pada pengupasan finir ini digunakan sudut kupas (knife angle) 89-92,5o

    dan sudut tekan (nosebar) 20o. Besarnya sudut kupas dapat diatur dan ini

    penting dilakukan dalam mendapatkan tebal finir. Sudut kupas yang disetel

    besar akan menghasilkan finir yang tipis begitupun sebaliknya.

    Pada proses pengupasan, bagian permukaan finir yang langsung

    bersinggungan dengan sisi tajam pisau kupas disebut sisi kasar (loose side),

    sedang sisi lainnya disebut sisi halus (tight side). Di dalam proses pelaburan

    perekat sisi halus sangat dianjurkan untuk diberikan perekat pertama kali

    agar lebih menghemat perekatnya.

    Ada satu hal lagi yang harus diperhatikan dalam proses pengupasan

    log , yaitu bahwa kecepatan mesin kupas harus sejalan dengan kekerasan

    kayunya, artinya kayu yang berberat jenis tinggi harus dikupas lebih cepat

    dibandingkan dengan kayu yang berberat jenis rendah.

    b. Cara penyayatan/pengirisan (slicing)Cara penyayatan akan menghasilkan finir yang lebih tipis yaitu dengan

    tebal 0,2-0,6 mm dan umumnya berfungsi untuk melapis plywood biasa.

    Dengan cara ini menghasilkan plywood yang lebih dekoratif (gambar

    seratnya baik) dengan ukuran lebar dan panjang relatif masih sama dengan

    ukuran bahan baku aslinya. Kayu yang digunakan umumnya dari jenis kayu

    yang mempunyai berat jenis tinggi dengan warna kayu lebih dan bergambar

    serat bagus (dekoratif). Dengan demikian harus ada perlakuan proses

    penyayatan yaitu bahan baku kayu harus direndam, direbus atau dikukus

    dulu.

    Sebagai contoh pohon jati yang akan disayat dalam bentuk persegi

    ukuran 20 x 20 x 260 cm harus direbus 3-5 hari sebelum disayat. Fungsi

  • 17

    perebusan adalah untuk meningkatkan elastisitas kayu (karena melunak)

    dan melarutkan zat ekstraktif yang biasanya dapat mengganggu proses

    perekatannya. Elastisitas kayu dapat meningkatkan rendemen finir yang

    dihasilkan karena finir yang robek atau putus lebih sedikit.

    Bentuk bahan baku kayu yang akan disayat dapat berupa flitch (kayu

    persegi tanpa hati) atau blockware (belahan kayu). Dalam bentuk blockware

    rendemen finirnya dapat meningkat sampai 50% dibandingkan dengan

    bahan berupa flitch. Di dalam pembuatannya, finir sayat dapat dilakukan

    dengan menggunakan bahan baku berupa log tanpa kulit yang dikupas

    eksentris, yaitu center log tanpa penjepit tidak berada tepat ditengah-tengah

    tetapi lebih ke pinggir. Dengan demikian proses pengupasan mirip dengan

    proses penyayatan, sehingga hasil finirnya juga termasuk jenis finir sayat.

    Untuk membuat jenis finir ini dapat digunakan mesin half rotary slicer.

    Half-Round slicing hampir sama dengan metode plain namun padaposisi log yang berputar sehingga hasil permukaan finir lebih berserat lurus

    daripada plain slicing yang lebih banyak berupa serat kembang (melengkung

    dan kurva).

    Gambar 3. Cara Pembuatan Finir dengan Metode Half-Round Slicing(Sumber : http://www.tentangkayu.com/2008.html)

    Quarter slicing, penyayatan dilakukan searah jari-jari log (tegak lurusdengan lingkaran tahun) sehingga serat finir lurus dan seragam. Pada

    metode ini log dibelah dahulu dengan metode quarter sawn

    .

  • 18

    Gambar 4. Cara Pembuatan Finir dengan Metode Quarter Slicing (Sumber :http://www.tentangkayu.com/2008/html)

    Flat/Lengthwise; slicing yang dilakukan sejajar arah panjang serat tanpamemperhatikan arah radial atau tangensial sehingga serat yang dihasilkan

    bervariasi. Cara ini tidak diproses pada sebuah log melainkan balok kayu yang

    telah digergaji.

    Gambar 5. Cara Pembuatan Finir dengan Metode Flat (Sumber :http://www.tentangkayu.com/2008/html)

    Rift Slicing, hampir mirip dengan metode Quarter namun pisau dimiringkansedikit dengan posisi jari-jari log. Cara ini membuat serat finir menjadi lurus dan

    halus.

    Gambar 6. Cara Pembuatan Finir dengan Metode Rift Slicing (Sumber :http://www.tentangkayu.com/2008/html)

  • 19

    Dengan cara ini efisiensi waktu proses dapat mencapai hampir 40% dan

    finir yang diperoleh lebih lebar 20-30% dibandingkan proses slicing veneer.

    Proses penyayatan dapat dilakukan dengan cara kayu bergerak maju

    mundur dan pisau sayat diam atau sebaliknya. Penyayatan dapat dilakukan

    pada arah vertikal dan horizontal. Tipe penyayatan yang paling banyak

    digunakan adalah arah penyayatan horizontal, kayu yang disayat bergerak

    maju mundur dan pisau sayat diam. Proses penyayatan untuk menghasilkan

    finir dengan tebal tertentu dilakukan secara otomatis.

    c. Cara penggergajian /sawingMerupakan cara paling tua dan sudah sangat jarang digunakan, karena

    finirnya cukup tebal yaitu minimal 5 mm. Bahan kayu yang digunakan

    berbentuk kayu persegi dan rendemennya rendah. Kalaupun masih ada

    hanya dapat dijumpai pada industri kecil. Proses penggergajian

    menggunakan circular sawing of veneer atau horizontal gang saw for

    veneer.

    d. Cara perautanPrinsip cara pembuatan finir ini adalah seperti orang meruncingkan pensil

    (pensil adalah analogi log tanpa kulit). Cara ini sekarang sudah ditinggalkan

    dan tak dikembangkan lagi.

    3. Perekatan Kayu Lapis

    Untuk merekat finir-finir hingga menjadi plywood dapat digunakan

    berbagai macam perekat, misalnya :

    a. Berdasarkan asal bahannya, dibedakan atas :

    Perekat nabati, misalnya kedelai, kacang, ketela (tapioka) Perekat hewani, misalnya kasein (susu), fibrin, protein, tulang Perekat sintesis, misalnya urea formaldehid, fenol formaldehid,

    melamin, formaldehid, resorcinol formaldehid

    b. Berdasarkan ketahanannya terhadap air dan pengaruh cuaca luar

    dibedakan atas :

  • 20

    Perekat WBP, yaitu perekat yang tahan terhadap cuaca luar, air, dankelembaban udara sekitar. Jenis perekat ini misalnya fenoll

    formaldehid, dan kayu lapis yang dihasilkan dengan perekat ini disebut

    eksterior plywood (tipe 1). Apabila sangat tahan terhadap kelembaban

    udara sekitar kekuatan rekatnya 5-15 kg/cm2.

    Perekat MR, yaitu perekat yang tidak tahan terhadap kelembabanudara dalam ruangan. Contoh jenis perekat ini misalnya urea

    formaldehid, dan kayu lapis yang dihasilkannya disebut interior

    plywood (tipe II). Kalau diuji kekuatannya kurang dari 5 kg/cm2.

    c. Berdasarkan cara mengerasnya :

    Perekat yang mengeras secara panas, misalnya perekat darah, fibrin(hewani), perekat sintesis.

    Perekat yang mengeras secara dingin, misalnya perekat tulang, nabati. Perekat yang mengeras karena adanya reaksi kimia misalnya : kasein

    (susu), perekat sintesis.

    Perekat yang mengeras karena evaporasi pelarutnya : perekat-perekatyang larut dalam air.

    d. Berdasarkan kemampuan pemulihannya :

    Perekat thermoplastic, dapat dipulihkan dan diperbaiki ulang Perekat thermosetting, tidak dapat dipulihkan

    Apabila akan digunakan untuk merekat finir dalam pembuatan plywood

    maka jenis-jenis perekat tersebut harus ditambahkan lagi dengan beberapa

    bahan lain antara lain :

    Hardener (pengeras), misalnya NH4Cl (sekitar 1%)

    Extender (pengembang), misalnya tepung kayu, tepung tempurung kelapa,

    tepung kaolin (sekitar 6%)

    Air (sebagai pengatur kekentalan, secukupnya)

    Setiap campuran perekat dengan kekentalan (poise) tertentu

    mempunyai masa pakai tertentu sehingga perlu diperhatikan dalam

    penyiapan dan penggunaannya. Banyaknya perekat yang dilaburkan (GPU)

    per satuan luas lembar panel plywood yang dibuat ditentukan dengan rumus :

  • 21

    (dalam gram satuan panel)

    GPU =Gram Pick Up (kg/m2/cm2)

    S =$ MSGL/$ MDGL biasanya 20-50

    A = Luas panel (m2, cm2)

    Penjelasan tentang S dapat diberikan sebagai berikut.

    $ MSGL = million square glue line, yaitu sistem pelaburan perekat dengan

    satu garis perekat.

    Finir

    Pelaburan perekat

    Finir

    Finir

    Gambar 7. Sistem Pelaburan Perekat dengan Satu Garis Perekat.

    $ MDGL= million square double glue line, yaitu sistem pelaburan perekat

    dengan dua garis perekat

    Finir

    Pelaburan perekat

    Finir

    Pelaburan perekat

    Finir

    Gambar 8. Sistem Pelaburan Perekat dengan Dua Garis Perekat.

    GPU= ,

  • 22

    Perekat yang dilaburkan (GPU) $MDGL= $MSGL+10%

    Apabila plywood tersusun atas 3 lapis finir, maka pelaburan dilakukan dengansistem $ MSGL pada kedua permukaan finir core

    Kalau plywood 5 lapis, yang diberi perekat adalah kedua permukaan darimasing-masing cross-bandnya (ada 2 cross band). Cross band adalah finir

    nomor 2 dari atas-bawah langsung di bawah face dan back veneernya.

    Apabila plywood 7 lapis yang diberi perekat adalah kedua permukaan dari 2CB dan dua permukaan dari satu center core veneer-nya. Center core adalah

    finir yang letaknya paling tengah dari yang ditengah di dalam susunan

    plywood tersebut.

    Proses perekatan biasanya sering memberikan hasil yang tidak

    memadai atau mengalami kegagalan yang umumnya disebabkan oleh kondisi

    finir (kadar air dan porositas) dan perekatnya sendiri, disamping proses

    perekatan tersebut. Kagagalan tersebut adalah :

    1. BGJ = Bleeding Glue Joint, yaitu kegagalan perekatan yang disebabkan

    karena kelebihan perekat dalam proses perekatan, sehingga perekatmenjadi meluap keluar. Hal ini disebabkan karena perekat yang diberikan

    berlebihan, perekat terlalu encer atau karena kadar air finir/kayunya terlalu

    tinggi.

    2. SGJ= Starved Glue Joint, yaitu kegagalan perekatan, yang disebabkan

    karena kekurangan perekat dalam proses perekatan, sehinggapermukaan finir/kayu tidak terlabur perekat secara merata. Hal ini

    disebabkan karena jumlah perekat yang dilaburkan kurang, porositas

    finir/kayu yang tinggi atau karena kadar air finir/kayu yang direkat sangat

    rendah.

    Kadar air finir yang akan direkat sebaiknya sebesar 6-8%,atau jangan

    melebihi 10%.

  • 23

    4. Pengempaan Kayu Lapis

    Pengempaan plywood dapat dilakukan secara dingin (biasa), panas atau

    kombinasi keduanya, yaitu pengempaan secara dingin dan panas. Apabila

    digunakan kombinasi maka akan diperoleh hasil efisiensi pres panas yang

    cukup tinggi karena perataan perekat telah dilakukan pada pres dingin.

    Pengempaan kombinasi sangat cocok diaplikasikan pada penggunaan

    perekat sintesis seperti UF dan PF.

    Kondisi perekatan dapat diberikan sebagai berikut:

    Pres dingin : - waktunya lebih dari 5 menit

    -Tekanan di atas 15 kg/cm2 (di atas 200 psi)

    - pengempaan dingin dilakukan sekaligus untuk tiap-tiap satu

    tumpukan calon plywood (sampai 100 lembar) tiap satu alat

    press dingin.

    Pres panas : - waktu lebih dari 1 menit

    -Tekanan di atas 10 kg/cm2 (di atas 100 psi)

    - suhu 82-176oC (untuk UF 100 -130o Cdan PF 130-170o)

    - pengempaan panas dilakukan dengan memasukkan satu per

    satu lembar calon plywood ke dalam ruang antar plat-plat

    panas dari pres tersebut atau opening. Tiap satu alat pres

    panas bisa sampai 50 opening.

    Besarnya tekanan pengempaan yang diberikan dihitung dengan rumus

    sebagai berikut:

    Dalam psi atau kpc, dimana:

    G = Pengempaan total (psi,kpc)

    P = Tekanan spesifik (psi,kpc)

    J = Luas total piston pres (2, dalam in2 atau cm2)PSI = pound per square inch

    kpc= kg per cm2

    G=

  • 24

    Besarnya pres total yang diberikan dipengaruhi oleh faktor :

    Berat jenis finir/kayu asalnya Ketebalan kayu lapis yang dihasilkan

    Kayu dengan berat jenis lebih tinggi dan ketebalan lapisan yang lebih

    tebal harus menggunakan tekanan pres total yang lebih tinggi dan waktu

    pengempaan yang lebih lama pada lembaran finir tersebut. Untuk finir bagian

    luar, misalnya untuk F/B tidak dipotong dulu tetapi dikeringkan dulu dalam

    continues dryer baru kemudian dipotong. Finir core yang diperoleh kemudian

    dikeringkan dalam kilang pengeringan roll (roll dryer) (110 -175oC,10-25

    menit) hingga kadar airnya 5-10 %. Pengeringan finir dapat pula dilakukan

    sebelum finirnya dipotong,khususnya untuk finir F/B.

    Selanjutnya potongan-potongan finir tersebut disortir kualitasnya dengan

    memperhatikan adanya sobekan-sobekan, lubang-lubang dan lain-lain. Bila

    perlu diadakan penambalan (penutupan) atau tapping dan penyambungan-

    penyambungan atau jointing, agar finir menjadi utuh dan baik. Tapping

    dilakukan dengan menambal menggunakan finir yang sejenis, sedang jointing

    dapat dilakukan dengan merekatkan dua finir, menyambungkan dengan

    gumtape atau dengan menjahit (dengan nilon). Hanya jenis finir core dan atau

    back yang boleh ada sambungan atau tambalan.

    Perekat Urea Formaldehide (UF)

    Pizzi (1994) mengemukakan bahwa perekat UF merupakan hasil

    reaksi polimer kondensasi dari formaldehid dengan urea. Keuntungan dari

    perekat UF antara lain larut air, keras, tidak mudah terbakar, sifat panasnya

    baik, tidak berwarna ketika mengeras serta harganya murah.

    Hiziroglu (2007) mengemukakan beberapa karakteristik dari perekat

    Urea-Formaldehyde (CH4 N20CH20)x antara lain:

    pH: 7.98

    Titik didih: 100 C

    Berat jenis: 1.27

    Solid content: 64.8%

  • 25

    Vick (1999) mengemukakan bahwa perekat UF ada yang berbentuk

    serbuk atau cair, berwarna putih , garis rekatnya tidak berwarna dan lebih

    durable apabila dikombinasikan dengan melamin. Penggunaan perekat ini

    adalah untuk kayu lapis, meubel, papan serat dan papan partikel.

    Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa UF tersedia daalam bentuk

    cair atau serbuk. Resain ini mengeras pada suhu 95-130 C. UF tidak cocok

    dipakai untuk eksterior. namun kinerjanya dapat diperbaiki dengan

    penambahan Melamin Formaldehyde atau Resorcynol Formaldehyde sekitar

    10-20%. Hasil sambungan dengan UF tidak berwarna sampai berwarna coklat

    terang. Kelemahan dari UF antara lain tidak tahan air serta menyebabkan

    emisi formaldehyde yang berdampak pada kesehatan.

    Perekat UF termasuk dalam kelompok perekat termosetting. Dalam

    pemakaiannya sering ditambahkan hardener, filler, extender dan air. Menurut

    Rayner (1967) dalam Joyoadikusumo (1984) perekat UF memiliki ketahanan

    yang sangat baik terhadap air dingin, agak tahan terhadap air panas, tetapi

    tidak tahan terhadap perebusan.

    Setelah itu apabila dibuat plywood 3 lapis, khusus untuk finir yang akan

    dijadikan sebagai core dilabur kedua permukaannya dengan lem/perekat

    melalui mesin glue spreader, sedangkan finir-finir yang lain (F/B) dilekatkan

    pada finir yang telah diberi perekat tersebut dengan ketentuan arah seratnya

    saling tegak lurus satu sama lainnya.

    Selanjutnya finir-finir yang telah direkatkan tersebut (jumlah finir harus

    ganjil) dipres secara dingin dalam cold press selama 5-15 menit, tekanan 10-

    15 kg /cm2 , dan kemudian dilanjutkan dengan pengempaan secara panas

    dalam hot press dengan jalan memasukkan finir-finir yang telah direkatkan

    tersebut di antara plat-plat baja panas dengan tekanan 10 kg/cm2, suhu 100-

    170o (umumnya 110- 120o C), selama 1,5 menit.

    Setelah itu rekatan finir (calon plywood) dikeluarkan dari mesin hot press

    satu persatu sehingga diperoleh plywood (kayu lapis). Plywood selanjutnya

    dipotong pinggirnya sesuai ukuran final dengan gergaji potong dobel ( double

    saw), kemudian dihaluskan (sanding) dan diperiksa kualitasnya (plywood

    grading). Jika masih dijumpai kerusakan (sobekan atau lobang)dan

    memungkinkan diperbaiki maka bagian muka plywood kemudian diperbaiki

    lagi dengan didempul agar kualitas plywoodnya meningkat.

  • 26

    5. Proses Pembuatan Kayu Lapis

    Proses pembuatan kayu lapis banyak variasinya, tetapi pada prinsipnya

    menggunakan urutan dan tata cara yang relatif sama. Adapun urut-urutan

    pembuatan kayu lapis tersebut menurut Massijaya (2006) adalah sebagai

    berikut:

    Seleksi logLog yang akan dipergunakan sebagai bahan baku kayu lapis diseleksi mulai

    dari ukuran, bentuk, dan kondisinya terhadap cacat-cacat yang masih

    diperbolehkan.

    Perlakuan awal pada logPerlakuan awal ini ditujukan untuk memudahkan dalam proses pengupasan

    log terutama untuk kayu yang memiliki kerapatan tinggi. Beberapa perlakuan

    awal pada log diantaranya adalah pemanasan log (dengan air panas, uap

    panas, uap panas bertekanan tinggi, listrik, memaksa air/ uap panas masuk

    dari arah longitudinal). Haygreen and Bowyer (1993) dan Tsoumis (1991)

    mengemukakan beberapa keuntungan dari pemanasan log diantaranya

    adalah terjadi peningkatan rendemen sebesar 3-5%, peningkatan kualitas

    vinir (ketebalan lebih seragam, permukaan lebih halus, retak akibat

    pengupasan dapat dikurangi), pengurangan biaya pengolahan, pengurangan

    pemakaian jumlah perekat, mengurangi perbedaan kadar air kayu gubal dan

    kayu teras, memperbaiki warna kayu, membunuh jamur dan serangga

    perusak kayu.

    PengupasanTsoumis (1991) mengemukakan bahwa ada tiga metode pengupasan vinir

    yaitu (1) Rotary cutting / pelling, (2) Slicing / sayat, (3) Sawing. Proses

    pelling memproduksi lembaran vinir yang kontinyu, sedangkan slicing

    memproduksi lembaran vinir yang terputus. Pelling kebanyakan

    dipergunakan dalam pembuatan kayu lapis tipe ordinary sedangkan slicing

    untuk fancy plywood. Vinir yang diproduksi dengan proses rotary cutting

    menghasilkan dua sisi yaitu sisi luar (tight side) dan sisi dalam (loose side).

  • 27

    Bagian loose side ini merupakan bagian yang terdapat retak akibat

    pengupasan yang dikenal dengan leathe check.

    Penyortiran vinirKegiatan ini dilakukan untuk menseleksi vinir setelah proses pengupasan,

    vinir dipisahkan antara yang rusak dengan yang tidak serta vinir untuk

    bagian face dan core.

    Pengeringan VinirKegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air vinir

    sehingga dapat menghindarkan terjadinya blister pada kayu lapis setelah

    dilakukan pengempaan panas. Tsoumis (1991) mengemukakan bahwa

    temperatur dalam pengeringan vinir sekitar 60-80C tergantung pada jenis

    kayu, kadar air awalnya, ketebalan vinir.

    PerekatanAplikasi pelaburan perekat pada kayu lapis dapat dilakukan dengan cara

    roller coater, curtain coater, spry coater, atau liquidand foam extruder

    (Youngquist, 1999). Perekat yang dapat dipergunakan dalam pembuatan

    kayu lapis antara lain Phenol Formaldehyde (PF), Urea Formadehyde (UF),

    Melamine Urea Formaldehyde (MUF), Polyurethan dan Isocyanat (Vick

    1999), Tsoumis (1999) mengemukakan bahwa berat labur (jumlah perekat

    yang dipersiapkan per satuan luas permukaan vinir) antara 100-500 g/m

    tergantung dari beberapa faktor seperti jenis kayu ,jenis perekat serta cara

    pelaburan.

    PengempaanMenurut Tsoumis (1999) pengempaan dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu

    hot press (pres panas ) dan cold press (pres dingin). Sebagian besar kayu

    lapis dipruduksi dengan menggunakan pres panas. Besarnya tekanan

    berkisar antara 100-250 psi tergantung pada kerapatan kayunya. Untuk jenis

    kayu berkerapatan rendah (100-150 psi).untuk jenis kayu berkerapatan

    sedang (150-200) serta untuk kayu berkerapatan tinggi (200-250 psi).

    Besarnya temperatur pengempaan tergantung pada jenis perekat yang

    digunakan. UF (120C) dan PF (150C). Pres dingin dilakukan apabila perekat

    yang dipakai adalah perekat alami atau perekat sintetik yang mengeras

    pada suhu ruang. Besarnya tekanan pada pengempaan dingin berkisar

  • 28

    antara 150-350 psi tergantung pada kerapatan kayu. Penggunaan

    pengempaan dingin (tekanan mekanik ataupun klem) sulit untuk

    mendapatkan keseragaman ketebalan pada kayu lapis yang dibuat.

    PengkondisianPengkondisian dilakukan bertujuan untuk mengurangi sisa tegangan akibat

    proses pengempaan serta menyesuaikan dengan kondisi lingkungan.

    Biasanya dilakukan selama 1-2 minggu.

    RemanufacturingSelanjutnya dilakukan pengampelasan ulang pada plywood yang telah

    diperbaiki (bagian permukaan atas bawah atau satu muka saja). Pekerjaan

    perbaikan dan penghalusan ulang ini termasuk remanufacturing dan

    dilakukan grading ulang pada plywood ini.

    PackingSelanjutnya kayu lapis telah sempurna dan siap untuk dipasarkan.

    Penentuan kelas mutu, pemberian tanda merk penghitungan dan

    pengepakan dilakukan sebelum plywood tersebut dibawa ke gudang dan

    siap dijual.

    Menurut Kasmudjo (2001), skema urutan proses pembuatan plywood

    untuk tiga lapis finir penyusun berikut ini.

  • 29

    Kayu(log pond,log yard)

    Ditarik ,diperiksa dan dibersihkan(log handling)

    Penentuan titik tengah(log centering)

    Pengupasan(veneer lathe)

    Penggulungan finir dan pembukaan gulungan(Reeling & Unveneer)

    Pengeringan finir(continues dryer)

    Pemotongan finir(clipper)

    F/B Core

    Pemotongan finir (clipper) Pengeringan finir(roll dryer)

    Penambalan, penyambunganFinir

    (tapping,jointing/spiling)

    Penyusunan finir(assembling finir)

    Pengepresan dingin(cold press)

    Pengempaan panas(hot press)

    Pemotongan dua sisi(double saw)

    Penghalusan(sanding)

    Penjualan dan pengiriman(sales & tran dispatching)

    Seleksi kualitas(grading)Penggudangan(pilling,packing & storage)

    Perbaikan ulang(remanufacturing)

    Gambar 9. Skema Proses Pembuatan Plywood Tiga Lapis

  • 30

    C. Penutup

    Soal Latihan

    1. Apa yang dimaksud dengan kayu lapis dan mengapa arah seratnya harus

    disusun tegak lurus di antara finir face, core dan backnya ?

    2. Jelaskan mengapa kayu yang menjadi bahan baku kayu lapis disyaratkan

    mempunyai berat jenis sedang ?

    3. Apa yang Anda ketahui tentang fancy plywood dan apa bedanya dengan

    general plywood ?

    4. Di antara keempat macam proses pembuatan finir, mana yang menurut anda

    paling baik dan mengapa Anda mengatakan demikian ?

    5. Jelaskan perlakuan pendahuluan yang biasa diberikan pada bahan baku log

    sebelum dikupas menjadi finir, dan jelaskan apa tujuan dari perlakuan

    pendahuluan tersebut !

    6. Jelaskan penggolongan bahan perekat !

    7. Jelaskan jenis kegagalan perekatan yang sering terjadi !

    8. Jelaskan hubungan antara berat jenis bahan kayu finir dan tebal lapisan

    dengan tekanan pres total yang harus diberikan !

    9. Jelaskan penanganan akhir terhadap kayu lapis yang dihasilkan !

    10. Apa tujuan grading pada kayu lapis ?

    Referensi :

    Hiziroglu, S. 2007. Composite Panel Manufacture From Bamboo-Rice Straw-Eucalyptus In Thailand. Paper disampaikan pada Studium GeneralFakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Tanggal 17 Januari 2007.Bogor.

    Iswanto, AH. 2008. Kayu Lapis. Karya Tulis. Departemen Kehutanan. FakultasPertanian. Universitas Sumatera Utara.

    Joyoadikusumo, S. 1984. Pengaruh Kadar Ekstender dan Kadar BahanPengawet dalam Perekat Urea Formaldehyde Terhadap Keteguhan RekatKayu Lapis dari Kayu Tusam (Pinus merkusii Jungh. Et de Vriese) danKayu Karet (Hevea brasiliensis Muel Arg.) Skripsi Fakultas Kehutanan IPB.Bogor. Tidak Dipublikasikan.

  • 31

    Kasmudjo. 2001. Pengantar Teknologi Hasil Hutan: Bagian IV Kayu Lapis.Bagian Penerbitan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.

    Kollman, F. F. P. E. W, Kuenzi dan A.J. Stamm. 1975. Principles of WoodScience and Technology II, Springer-Verlag Berlin Heidelberg New York.

    Massijaya, MY. 2006. Plywoood. Bahan Kuliah Ilmu dan Teknologi Kayu.Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana IPB.Bogor

    Pizzi, A. 1994. Advanced Wood Adhesive Technology. Marcel Dekker, Inc,New York. USA.

    Tentang Kayu. 2007. Finir Slicing dan Proses Pengolahannya.http://www.tentangkayu.com/2008/04/finir-slicing-dan-proses-pengolahannya.html (10 Desember 2011)

    Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties,Utilization. Van Nostrand Reihold, New York. USA

    Vick, BC. 1999. Adhesive Bonding of Wood Materials. Wood Hand Book: Woodas an Engineering Material. USA

    Youngquist. 1999. Wood Based Composites and Panel Product. Wood HandBook: Wood as an Engineering Material. USA

  • 32

    BAB IVPAPAN PARTIKEL

    A. Pendahuluan

    Pada materi perkuliahan ini sasaran pembelajaran yang akan dicapai

    adalah mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik bahan baku dan proses

    pembuatan papan partikel. Dengan demikian setelah mempelajari materi ini

    mahasiswa diharapkan memahami karakteristik kayu yang sesuai sebagai

    bahan baku papan partikel. Karakteristik dimaksud antara lain berat jenis dan

    kerapatan kayu, ukuran partikel, komposisi kimia kayu terutama kandungan zat

    ekstraktif akan menentukan sifat perekatan dan keterbasahan papan. Selain itu,

    mahasiswa juga dapat memahami bahwa bukan hanya kayu yang dapat menjadi

    bahan baku pembuatan papan partikel, namun semua bahan berlignoselulosa

    dapat digunakan sebagai bahan baku papan partikel. Untuk mencapai sasaran

    pembelajaran tersebut digunakan strategi pembelajaran berupa kuliah interaktif

    yang melibatkan dosen dan mahasiswa secara aktif dalam proses perkuliahan.

    Untuk mendukung strategi pembelajaran tersebut mahasiswa diberikan tugas-

    tugas dengan unit tugas tertentu yang bertujuan untuk memancing minat baca

    dan keaktifan mahasiswa dalam mengeksplorasi materi atau referensi yang

    terkait dengan pokok bahasan yang sedang dibahas. Hasil eksplorasi

    mahasiswa tersebut kemudian dituangkan ke dalam suatu bentuk karya tulis

    berupa paper atau makalah yang kemudian akan dipresentasikan oleh

    mahasiswa baik secara individual maupun berkelompok di depan kelas.

    Berdasarkan unit tugas tersebut, maka dosen akan menilai ketepatan

    penjelasan mengenai pokok bahasan, keterampilan berkomunikasi dan

    kerjasama kelompok bilamana tugas tersebut dikerjakan secara berkelompok.

    Perubahan sistem pembelajaran dari Teaching Center Learning (TCL) ke

    sistem Student Center Learning (SCL) juga membawa perubahan dalam proses

    perkuliahan, dimana pada sistem TCL yang sebelumnya digunakan

    menitikberatkan pada peran dosen sebagai pusat dalam proses perkuliahan.

    Pada sistem SCL menitik beratkan proses perkuliahan pada keaktifan

    mahasiswa dimana dosen hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses

  • 33

    perkuliahan yang akan memandu jalannya perkuliahan sehingga sasaran

    pembelajaran dapat tercapai.

    B. Uraian Bahan Pembelajaran

    1. Pendahuluan

    Ada beberapa definisi papan partikel yang dirumuskan para ahli.

    Menurut Sudi (1990) dalam Sudarsono et al. (2010), papan partikel adalah

    istilah umum untuk panel yang dibuat (biasanya kayu), terutama dalam bentuk

    potongan-potongan kecil atau partikel dicampur dengan perekat sintetis atau

    perekat lain yang sesuai dan direkat bersama-sama di bawah tekanan dan

    pres di dalam suatu alat pres panas melalui suatu proses dimana terjadi

    ikatan antara partikel dan perekat yang ditambahkan. Papan partikel adalah

    papan tiruan yang terbuat dari partikel-partikel kayu maupun dari bahan

    berlignoselulosa lainnya. Damanalu (1982) dalam Sudarsono et al. (2010),

    mendefinisikan papan partikel sebagai papan buatan yang terbuat dari

    serpihan kayu dengan perekat sintetis kemudian dipress hingga memiliki sifat

    seperti kayu, massif, tahan api dan merupakan bahan isolator dan bahan

    akustik yang baik. Sementara menurut Maloney (1993) papan partikel adalah

    istilah umum untuk panel yang dibuat dari bahan-bahan berlignoselulosa

    (biasanya bersumber dari kayu). Bahan tersebut dibuat dalam bentuk

    potongan-potongan diskrit atau partikel. Berbeda dengan pembuatan papan

    serat, pada pembuatan papan serat ditambahkan suatu resin sintetik atau

    bahan lain yang cocok sebagai binder dan akan terikat bersama-sama pada

    suhu dan tekanan dalam suatu hot press melalui suatu proses pembentukan

    ikatan antar partikel dengan penambahan binder. Untuk meningkatkan sifat-

    sifat tertentu dari papan partikel, maka dalam proses pembuatannya dapat

    ditambahkan pula dengan bahan-bahan lain.

    Berdasarkan tekanan yang digunakan pada proses pembuatannya,

    papan partikel dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu: (1) Flat-platen-pressed yaitu

    proses pembuatan papan partikel dengan tekanan diarahkan tegak lurus pada

    permukaan bahan, (2) extruded yaitu proses pembuatan papan partkel

    dengan tekanan diarahkan secara paralel pada permukaan bahan.

  • 34

    Gambar 10. Contoh Papan Partikel dengan Metode Platen-Pressed(Courtesy Washington State Univ.) dalam Maloney (1993)

    Gambar 11. Contoh Papan Partikel Metode Tekanan Extruded(Courtesy Washington State Univ.) dalam Maloney (1993)

  • 35

    Gambar 12. Papan Partikel (Sumber : Pusat Inovasi LIPI, 2010)

    Klasifikasi Papan Partikel:

    Papan partikel dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu :

    1. Low-density particleboard, adalah papan partikel dengan kerapatan kurang

    dari 37 lbs/ft3 atau kurang dari 0,4 g/cm3 (berat jenis : 0,59)

    2. Medium-density particleboard,adalah papan partikel dengan kerapatan antara

    37- 50 lbs/ft3 atau 0,4 0,8 g/cm3 (berat jenis : 0,59-0,8)

    3. High-density particleboard, adalah papan partikel dengan kerapatan lebih

    besar dari 50 lbs/ft3 atau lebih dari 0,8 g/cm3 (berat jenis : 0,8)

    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sifat-sifat akhir papan, baik

    papan serat maupun papan partikel. Di antara faktor utama tersebut antara lain :

    spesies kayu, jenis bahan baku, jenis partikel, jenis binder (resin), jumlah dan

    distribusi lapisan, bahan aditif yang digunakan, level dan distribusi kadar air mat,

    ukuran partikel lapisan, kerapatan dan berat jenis lapisan, tingkat berat jenis

    papan, dan orientasi partikel-partikel. Semua paramater tersebut saling

    berinteraksi satu dengan yang lain.

    Proses Pembuatan Papan Partikel

    Secara umum, pembuatan papan partikel terdiri atas beberapa tahap.

    Pertama, bahan baku dibawa ke industri pembuatan papan dan disimpan pada

    tempat penyimpanan. Jika bahan tersebut relatif kecil dan dapat digunakan

    secara langsung dalam proses pembuatan papan partikel, klasifikasi

  • 36

    berdasarkan ukuran dapat segera dilakukan pada saat bahan tersebut dibawa

    ke industri. Bahan baku yang berukuran besar harus dibuat menjadi flakes,

    partikel atau serat dengan menggunakan peralatan yang sesuai bergantung

    pada jenis produk yang akan dibuat.

    Gambar 13. Elemen Dasar Kayu dari yang Terbesar ke Terkecil. Darikeempat belas elemen tersebut, sepuluh diantaranyadibuat dari limbah kayu, atau bahan yang tidak sesuaiuntuk kayu gergajian dan kayu lapis, dan semua dapatberkontribusi ke pengembangan konsep produk baru(Marra, 1969)

    Perlu diperhatikan bahwa geometri partikel merupakan faktor yang paling

    menentukan komposisi papan terutama jika sifat-sifat fisik akhir papan menjadi

    perhatian. Bentuk geometri tersebut terutama sangat penting dalam pembuatan

    papan partikel konvensional. Dalam beberapa industri, oleh karena jenis kayu

    tertentu telah digunakan dalam bentuk shaving, untuk mereduksi bahan baku

    menjadi bentuk geometri tertentu kadang kala mengalami kesulitan karena

    beberapa spesies kayu sulit untuk direduksi menjadi serat atau bentuk geometri

    bahan baku yang memanjang. Partikel-partikel tipis biasanya digunakan sebagai

  • 37

    bahan face papan. Chunky material tidak memiliki perbandingan panjang dan

    tebal yang proporsional sehingga bahan tersebut kurang baik digunakan sebagai

    bahan face papan partikel. Tetapi Chunky material tersebut sangat baik sebagai

    core papan, karena bahan tersebut memiliki interaksi antar partikel yang baik.

    Hal ini akan membantu meningkatkan kualitas ikatan internal bahan.

    Penanganan furnish dapat dilakukan secara seragam sampai akhir pada

    pembuatan papan partikel yang homogen (satu lapis). Namun demikian pada

    papan partikel 3 lapis atau lebih, penanganan furnish secara seragam hanya

    dapat dilakukan sampai pada tahap pembentukan lembaran (mat forming).

    dimana furnish tersebut dipisahkan berdasarkan ukuran fraksi halus dan kasar.

    Namun demikian biasanya lebih sederhana untuk memisahkan bahan face dan

    core secara terpisah melalui proses.

    Tahap selanjutnya adalah mengurangi kadar air menjadi 2 sampai 4%

    dalam suatu alat pengering. Industri yang menggunakan limbah dari kilang

    pengering kayu dan resin fenol bubuk mungkin dapat dioperasikan tanpa

    pengering karena kadar air pada bahan tersebut cukup rendah.

    Tahapan berikutnya adalah, mencampurkan bahan dalam blender. Resin,

    wax (lilin) dan furnish dimasukkan dalam blender. Dalam proses tersebut dapat

    ditambahkan air dan katalis apabila diperlukan. Beberapa pabrik hardboard

    dengan metode kering menggunakan resin fenol cair, resin dan wax dapat

    ditambahkan ke dalam bahan bahan baku sebelum pengeringan. Resin dan wax

    dicampurkan dalam blender secara simultan dengan furnish lalu dimasukkan ke

    dalam attrition mill yang berfungsi sebagai penghasil partikel dan blender.

    Setelah blending, furnish dipindahkan ke dalam forming station yang terletak

    pada mat. Istilah lain yang digunakan selain forming adalah felting. Spesifikasi

    ketebalan papan bergantung pada jenis partikel, berat jenis, dan ketebalan mat

    (25,4 mm-304 mm).

    Multi-opening, single-opening, continous atau stack presses dapat

    digunakan untuk mengasilkan platen-pressed board. Pada sistem multi-opening,

    mat diakumulasi dalam press loader lalu dimasukkan secara simultan dalam hot

    press. Secara umum papan partikel dengan ketebalan 19 mm yang

    menggunakan resin urea dapat ditekan selama 4 sampai 6 menit pada

    temperatur 149-191oC. Papan yang dibuat dengan menggunakan resin fenoll

    diperlukan waktu tekan yang lebih lama dan suhu tekan yang lebih tinggi, tetapi

  • 38

    untuk mempercepat waktu tekan tersebut dapat digunakan berbagai jenis

    katalis. Dengan single-opening presses, digunakan sistem resin terkatalis untuk

    meningkatkan kecepatan waktu tekan. Hal ini telah dilaporkan bahwa untuk

    membuat papan dengan ketebalan 15,9 mm melalui single-opening press dapat

    mencapai waktu tekan kurang dari 2 menit. Secara alamiah, waktu tekan papan

    tipis lebih singkat dibandingkan dengan waktu tekan papan tebal.

    Setelah papan ditekan, selanjutnya dipindahkan dengan beberapa jenis

    sistem unloading dan biasanya dilanjutkan dengan pendinginan dalam suatu

    pendingin (cooler) sebelum di-stack. Pendinginan ini sangat diperlukan terutama

    jika menggunakan resin formaldehid, karena temperatur papan harus dikurangi

    sebelum papan di-stack ke dalam suatu pile.

    Setelah pendinginan atau hot stacking, papan di-trimming dan dipindahkan

    ke dalam sistem sanding. Beberapa papan keras termasuk sheathing-type

    panels yang dibuat dalam bentuk flakes tidak perlu dihaluskan. Umumnya

    produk papan dihaluskan terlebih dahulu sebelum dilakukan proses akhir hingga

    papan tersebut mencapai ketebalan tertentu. Disamping itu, tujuan penghalusan

    tersebut adalah untuk membentuk permukaan papan menjadi lebih baik. Papan

    yang dilapisi dengan partikel-partikel halus cenderung memiliki soft face karena

    ketebalan resin pada permukaan hanya berkisar 0,51 mm, sehingga tidak

    diperlikan penghalusan.

    Pada tahap akhir, papan-papan tersebut dikapalkan untuk dipasarkan

    dengan ukuran standard 1,22 x 2,44 m). Akan tetapi akan lebih praktis jika

    papan-papan tersebut dipotong-potong terlebih dahulu sebelum dipasarkan

    sesuai ukuran yang dikehendaki oleh konsumen.

    C. Penutup

    Soal Latihan

    1. Uraikan beberapa definisi papan partikel dan apa persamaan umum dari

    definisi-definis tersebut ?

    2. Jelaskan klasifikasi papan partikel !

    3. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifat akhir papan partikel !

  • 39

    4. Jelaskan peranan geometri partikel dalam menentukan sifat-sifat akhir

    papan!

    5. Jelaskan perbedaan tahap pembuatan papan partikel satu lapis dengan

    papan partikel 3 lapis atau lebih !

    6. Jelaskan pengaruh kadar air terhadap mutu papan partikel !

    7. Apa tujuan pendinginan sebelum papan partikel di-stack ?

    Referensi

    Maloney, T. M, 1993, Modern Particle Board and Dry Process Fibre BoardManufacturing, Miller Freeman, Inc. San Fransisco

    Subiyanto, B. 2010. Papan Partikel dari Limbah Sabuk Kelapa. Pusat InovasiLIPI. http://www.inovasi.lipi.go.id/new/index.php/lingkungan/papan-partikel-dari-limbah-sebuk-kelapa.html (10 Desember 2011).

    Sudarsono, T. Rusianto, Y. Suryadi. 2010. Pembuatan Papan PartikelBerbahan Baku Sabut Kelapa Dengan Bahan Pengikat Alami (LemKopal). Jurnal Teknologi, Volume 3 Nomor 1, Juni 2010, pp. 22-32

  • 40

    BAB VPAPAN SERAT

    A. Pendahuluan

    Pada materi perkuliahan ini sasaran pembelajaran yang akan dicapai

    adalah mahasiswa mampu menjelaskan proses pembuatan dan faktor yang

    mempengaruhi kualitas papan serat. Dengan demikian setelah mempelajari

    materi ini mahasiswa diharapkan sudah memahami proses pembuatan dan

    faktor yang mempengaruhi kualitas papan serat. Proses pembuatan papan serat

    yaitu terdiri atas proses basah, proses kering dan proses pembuatan IB,MDF

    dan HB. Untuk mencapai sasaran pembelajaran tersebut digunakan strategi

    pembelajaran berupa kuliah interaktif yang melibatkan dosen dan mahasiswa

    secara aktif dalam proses perkuliahan. Untuk mendukung strategi pembelajaran

    tersebut mahasiswa diberikan tugas-tugas dengan unit tugas tertentu yang

    bertujuan untuk menumbuhkan minat baca dan keaktifan mahasiswa dalam

    mengeksplorasi materi atau referensi yang terkait dengan pokok bahasan yang

    sedang dibahas. Hasil eksplorasi mahasiswa tersebut kemudian dituangkan ke

    dalam suatu bentuk karya tulis berupa paper atau makalah yang kemudian akan

    dipresentasikan dan didiskusikan oleh mahasiswa baik secara individual

    maupun berkelompok di depan kelas. Berdasarkan unit tugas tersebut, maka

    dosen akan menilai kemampuan mahasiswa dalam menguraikan secara jelas

    materi yang diberikan, dan kemampuan mengungkapkan pendapat dalam

    kelompok .

    Perubahan sistem pembelajaran dari Teaching Center Learning (TCL) ke

    sistem Student Center Learning (SCL) juga membawa perubahan dalam proses

    perkuliahan, dimana pada sistem TCL yang sebelumnya digunakan

    menitikberatkan pada peran dosen sebagai pusat dalam proses perkuliahan.

    Pada sistem SCL menitik beratkan proses perkuliahan pada keaktifan

    mahasiswa dimana dosen hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses

    perkuliahan yang akan memandu jalannya perkuliahan sehingga sasaran

    pembelajaran dapat tercapai.

  • 41

    B. Uraian bahan pembelajaran

    1. Pendahuluan

    Papan serat merupakan papan tiruan yang dibuat dari serat-serat kayu

    dan bahan lainnya seperti yang terjadi pada pembuatan kertas. Perbedaannya

    adalah ketebalan papan tiruan lebih tebal dibandingkan dengan ketebalan

    kertas.

    MDF (Medium density fiberboard) merupakan salah satu produk papan

    komposit yang paling populer. Pada Gambar

    Gambar 14. Medium Density Fiberboard (MDF) (Courtesy WashingtonState Univ.) dalam Maloney (1993).

    MDF dapat dibuat dengan menggunakan sembarang jenis, bentuk dan

    ukuran kayu asalkan seratnya berdimensi memadai. Zat kayu, khususnya yang

    berlignin banyak juga memadai untuk bahan papan serat. Prosesnya

    memerlukan pembuburan seperti dalam pembuatan kertas. MDF banyak

    digunakan untuk keperluan meubelair, bahan konstruksi, peralatan listrik, dan

    produk-produk panel lainnya.

    William (2000) mendefinisikan komposit adalah sebuah sistem material

    yang tersusun atas campuran atau kombinasi dari dua atau lebih papan partikel

    mikro maupun makro yang berbeda bentuk maupun komposisi kimianya yang

    terikat secara erat satu dengan yang lain. FAO (1998) dalam Kollman et al

    (1975 : 551) menyatakan bahwa papan serat adalah papan tiruan yang dibuat

  • 42

    dari serat kayu atau lignoselulosa lain, dengan cara tenunan serat yang

    dilanjutkan dengan penekanan oleh pres plat dan roll. Bahan perekat atau

    bahan lain dapat ditambahkan untuk meningkatkan sifat papan seperti sifat

    mekanis, ketahanan kelembaban, ketahanan terhadap api maupun serangga.

    Menurut Achmadi (1973), papan serat adalah papan tiruan yang dibuat dari

    serat kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya dimana bahan pengikatnya

    berasal dari bahan baku yang bersangkutan. Bahan lain dapat ditambahkan

    untuk memberikan sifat-sifat khusus seperti kekuatan, ketahanan terhadap

    kelembaban, api, serangan jamur dan serangga.

    Fibrous-Felted Board : Kayu yang dibentuk berbasis bahan paneldibuat dari serat berlignoselulosa yang telah dihaluskan. Karakteristik bahan

    tersebut ditandai dengan adanya ikatan yang kuat antar serat, kerapatan dan

    kondisi pembuatannya di bawah kontrol, pengikatan lignin dengan bahan-

    bahan lain yang ditambahkan pada saat pembuatan bahan tersebut bertujuan

    untuk meningkatkan sifat-sifat tertentu dari bahan tersebut (Maloney, 1993).

    Fibrous-Felted Board diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu :

    1. Hardboard: suatu panel yang dibuat dari serat lignoselulosa dengan suhudan tekanan tertentu dalam suatu hot press hingga diperoleh kerapatan 31

    lbs/ft3 (berat jenis : 0,5) atau lebih. Untuk meningkatkan sifat-sifat tertentu

    papan tersebut maka dalam proses pembuatannya dapat ditambahkan

    dengan bahan-bahan lain.

    2. Medium-Density hardboard : suatu panel yang dibuat dari seratlignoselulosa dengan suhu dan tekanan tertentu dalam suatu hot press

    hingga diperoleh kerapatan 31 50 lbs/ft3 (berat jenis : 0,5 0,8).

    3. High-Density hardboard : suatu panel yang dibuat dari serat lignoselulosadengan suhu dan tekanan tertentu dalam suatu hot press hingga diperoleh

    kerapatan lebih besar dari 50 lbs/ft3 (berat jenis : 0,8).

  • 43

    Gambar 15. Hardboard (Sumber : Made in China.Com)

    Kelebihan Papan Serat

    Pembuatan papan serat memberikan jalan pemecahan limbah

    lignoselulosa di samping menghasilkan produk dengan sifat spesifik.

    Keuntungan industri papan serat secara umum sebagai berikut

    :(FORPRIDECON, 1973; Achmadi, 1973) dalam Prayitno (1994) .

    1. Industri dapat dibuat sebagai aneksasi dari industri kayu

    2. Industri menggunakan limbah serat apapun termasuk limbah kayu, pertanian

    dan limbah serat perkotaan (serat bekas dan lain-lain)

    3. Limbah papan serat tertentu dapat menggunakan serbuk dan kulit kayu atau

    bahan partikel lain

    4. Modal untuk membangun pabrik papan serat lebih rendah dibandingkan

    dengan industri pengolahan serat lainnya (pulp dan kertas)

    5. Bahan kimia yang diperlukan sangat sedikit sehingga lebih ramah terhadap

    lingkungan

    6. Teknologi yang diterapkan tidak begitu kompleks

    7. Pemasaran produk sebagai substitusi papan solid sangat besar

  • 44

    Klasifikasi papan serat menurut ISO (1975)

    1. Papan serat lunak (softwood) dengan kerapatan < 0,35

    2. Papan serat sedang (medium wood) dengan kerapatan 0,35 0,80

    3. Papan serat keras (hardwood) dengan kerapatan > 0,80

    Berdasarkan cara pembentukan (mat forming), papan serat dibedakan

    menjadi 3 yaitu cara basah, cara setengah kering dan cara kering.

    Sedangkan berdasarkan cara pengempaan yang dikombinasikan dengan

    cara pembentukan mat dapat dibedakan menjadi produk papan serat sebagai

    berikut :

    1. Papan serat porus, dua permukaan kasar (S O - S)

    2. Papan serat medium atau keras, satu permukaan licin (S 1 S)

    3. Papan serat medium atau keras, dua permukaan licin (S 2 S)

    Menurut Kollman et al. (1975), klasifikasi papan serat seperti yang

    dilakukan oleh FAO, USDA dan ISO hanya berdasarkan kerapatan dan cara

    membuatnya, sementara ada beberapa faktor lain yang dapat dijadikan

    sebagai pertimbangan dalam klasifikasi papan serat tersebut. Faktor-faktor

    tersebut adalah :

    1. Tipe bahan baku dan cara penguraian serat

    2. Cara pembentukan mat

    3. Kerapatan papan

    4. Jenis dan tempat penggunaan

    5. Jenis bahan penolong/pelengkap

    Dengan mempertimbangkan kelima faktor tersebut, maka klasifikasi

    berdasarkan kerapatan akan lebih lengkap dan tepat sesuai dengan kualitas

    papan serat dan penggunaannya. Hal tersebut sangat relevan dengan

    kualitas papan serat di samping memperpanjang umur pakai produk dan

    dapat meningkatkan efisiensi pemakaian.

    Selain itu juga ada istilah papan insulasi (insulation board) sebagai

    pengganti papan yang tidak dipres dan papan kompresi untuk menggantikan

    papan yang dipres. Papan insulasi dibuat dari papan serat yang tidak

    mengalami pengempaan dengan kerapatan < 0,40 g/cm3.

  • 45

    Gambar 16. Papan Insulasi (Insulation Board) (Courtesy Washington Univ.)dalam Maloney (1993)

    Papan kompresi adalah papan medium, keras dan spesial dengan

    kerapatan > 0,40 g/cm3. Standard hardboard (papan keras standar) adalah

    istilah yang ditujukan untuk papan keras yang dipres panas dan diberi

    perlakuan stabilisasi dimensi (Amerika), sedangkan di Skandinavia papan

    standar dipakai untuk memberi nama pada papan serat dengan perlakuan

    panas dan kemudian diberikan penyesuaian dengan kondisi cuaca

    (FORPRIDECON, 1973) dalam Prayitno (1994).

    PROSES PEMBUATAN PAPAN SERAT

    Papan serat adalah lembaran kertas dengan ketebalan tertentu (jauh

    lebih tebal dari kertasnya). Oleh karena itu, proses pembuatan papan serat

    mengacu pada proses pembuatan lembaran kertas dengan modifikasi

    tertentu untuk memproduksi ketebalan tertentu. Proses pembuatan papan

    serat secara umum mengikuti tahapan-tahapan berikut (Achmadi, 1973)

    dalam Prayitno (1994) :

    1. Pengumpulan bahan baku

    2. Pembuatan serpih (Chipping)

    3. Pembuatan pulp (pulping)

    4. Pemberian bahan penolong (sizing) dan perekat (adhesives)

    5. Pembentukan lembaran (mat forming)

    6. Pengempaan (pressing)

  • 46

    7. Perlakuan minyak (oil tempering)

    8. Perlakuan panas (heat treatment)

    9. Pengkondisian (humidification)

    Tahapan proses tersebut di atas tidak selamanya harus dilakukan

    semua, bergantung pada jenis bahan baku dan jenis produk yang akan

    dibuat.

    Sumber Serat

    Serat yang digunakan untuk pembuatan papan serat sebagian besar

    dipasok oleh kayu, walaupun bahan yang berasal dari limbah pertanian juga

    dapat digunakan sebagai sumber serat. Beberapa sumber serat yang dapat

    menjadi sumber bahan baku papan serat adalah sebagai berikut : (FAO,

    1958, Achmadi, 1973, FORPRIDECON< 1973, Kollmann et al., 1975) dalam

    Prayitno (1994)

    1. Limbah penebangan kayu dengan cara mengumpulkan cabang, bagian

    pucuk pohon, akar, dan pohon tumbang serta bagian lain yang tidak

    digunakan pada kegiatan penebangan tersebut

    2. Industri penggergajian dengan mengambil potongan-potongan yang tidak

    digunakan lagi seperti sebetan (slabs), potongan ujung, trimming, sisa

    pemotongan tepi (edging), serbuk gergaji dan kulit kayu.

    3. Industri finir dan kayu lapis, dengan menggunakan bagian inti log, sisa

    pemotongan ujung dan tepi

    4. Limbah Hutan Tanaman Industri, misalnya sisa penjarangan,

    pemangkasan cabang dan limbah lainnya

    5. Industri pertanian umum yang meliputi limbah perkebunan dan pertanian,

    ampas tebu (bagasse), merang, batang kapas dan lain-lain

    6. Bahan dari hutan rakyat seperti bambu, jenis kayu pekarangan dan lain-lain

    7. Limbah kertas dan limbah serat perkotaan

    8. Industri kulit khusus seperti pengambilan tannin penyamak dengan limbah

    kulit dan industri pewarna dari kulit.

    Adapun urutan proses pembuatan papan serat diberikan dalam Gambar

    17 berikut :

  • 47

    Gambar 17. Bagan Pembuatan Papan Serat Menurut Tipenya (Kollman,et al. (1975) dalam Prayitno (1994).

  • 48

  • 49

    Gambar 18. Bagan Pembuatan Papan Serat Menurut Tiga cara : Basah,Semi Kering dan Kering (Kollman et al., 1975) dalam Maloney(1994)

    Dari sumber-sumber serat tersebut di atas, secara umum dapat

    dikelompokkan ke dalam bahan serat kayu dan bahan serat bukan kayu.

    Bahan serat kayu meliputi serat kayu dan kulit yang berasal dari kegiatan

    penebangan, proses pengerjaan kayu seperti penggergajian, finir, kayu lapis,

    dan penanaman serta pemeliharaan hutan tanaman. Bahan serat bukan kayu

    meliputi serat yang berasal dari perkebunan, pertanian, pekarangan dan

    tanah rakyat serta limbah kota yang mengandung serat. Kollman et. al (1975)

  • 50

    menyatakan bahwa beberapa masalah yang harus dipikirkan pada waktu

    menggunakan bahan serat bukan kayu yaitu :

    1. Kontinyuitas produksi dari sektor pertanian (panen, cara memanen dan

    lain-lain)

    2. Kesulitan penyimpanan, penanganan dan pengiriman

    3. Heterogenitas atau kadar kemurnian yang rendah

    Serat Kayu

    Achmadi (1973) dalam Prayitno (1994) menyatakan bahwa serat kayu

    daun jarum lebih baik dibandingkan dengan serat kayu daun lebar. Hal ini

    disebabkan oleh karena sifat serat kayu daun jarum yang lebih cocok untuk

    produk-produk serat dibandingkan dengan kayu daun lebar. Struktur kayu

    daun jarum lebih sederhana dibandingkan dengan kayu daun lebar membuat

    penanganan kayu ini lebih sederhana dibandingkan dengan kayu daun lebar.

    Oleh karenanya kemudian berkembang prinsip pencampuran antara kayu

    daun jarum dengan kayu daun lebar karena perbedaan harga dan sifat serta

    penanganan bahan baku. Bila demikian perlu diperhatikan pemilihan jenis

    agar kelemahan sifat masing-masing kayu dapat dihilangkan.

    Kulit Kayu

    Kulit kayu merupakan bahan berlignoselulosa yang terdiri atas lapisan-

    lapisan jaringan pengangkut yang hidup dan yang telah mati. Walaupun

    begitu, bahan ini dapat digunakan sebagai campuran pada pembuatan papan

    serat sebesar 10%. Penambahan kulit biasanya menyebabkan warna papan

    serat menua (lebih gelap) dan menurunkan sifat lolos air sehingga pembuatan

    lembaran dengan cara basah menjadi lebih lama.

    Kollman et al. (1975) menyebutkan bahwa jumlah kulit yang

    diperbolehkan ditambahkan bergantung pada faktor-faktor berikut :

    1. Kerapatan papan yang diproduksi. Semakin tinggi kerapatan semakin

    besar persentase bahan kulit yang dapat ditambahkan tanpa mengurangi

    kekuatannya

  • 51

    2. Pengaruh kulit pada proses pembuatan paapan serat. Partikel kulit

    mungkin merugikan dalam penguraian serat, menyebabkan pembuihan

    dalam proses basah, menyulitkan pengendalian pH, menambah

    komponen kotoran dan ekstraktif.

    3. Pengaruh kulit pada kenampakan muka, sifat fisik dan mekanik papan

    serat

    4. Pengaruh kulit spesies kayu tertentu pada bahan tambahan lain dalam

    pembuatan papan serat

    5. Pengaruh kulit pada penambahan permukaan yang mengandung ikatan

    seperti bila diberikan bahan pengikat permukaan tambahan

    Bambu

    Achmadi (1973) menyebutkan bambu lebih baik dibandingkan dengan kayu

    untuk pembuatan papan serat, dan hal ini telah dibuktikan di Jepang.

    Ampas Tebu

    Achmadi (1973) menyebutkan bahwa ampas tebu dapat digunakan sebagai

    bahan baku pembuatan papan serat. Hawai memproduksi papan serat

    dengan bahan utama ampas tebu. Australia memakai campuran ampas tebu

    55%, kayu eukaliptus 10% dan kertas bekas 25% untuk membuat papan serat

    dengan hasil yang baik.

    Merang

    Merang mempunyai arti khusus dalam pembuatan kertas namun dengan

    adanya perubahan morfologis dan sifat merang dari spesies varietas padi

    cepat tumbuh, penggunaan merang sudah mulai berkurang.

    Lignoselulosa Lain

    Bahan ini terdiri atas bahan-bahan yang belum banyak dikenal tetapi mungkin

    mempunyai potensi besar sebagai bahan baku papan serat. Achmadi (1973)

    menyebutkan batang jagung, batang kacang kedelai, batang kapas, kertas

    bekas dan lain-lain. Penelitian mengenal bahan sumber serat disimpulkan

    oleh Kollman et al. (1975) sebagai berikut :

  • 52

    1. Hampir semua spesies kayu dapat dipakai sebagai bahan baku papan

    serat

    2. Limbah penjarangan, ujung-ujung pohon, cabang dan limbah penebangan

    juga dapat digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas

    3. Kulit tidak menurunkan sifat papan serat bila dipergunakan sebagai

    pencampur kayu

    4. Kadar air kayu minimal 50%

    5. Sifat papan serat hampir tidak bergantung kepada jenis kayu yang

    digunakan sebagai bahan bakunya

    6. Beberapa jenis kayu perlu modifikasi proses untuk memperoleh hasil

    yang memuaskan

    7. Papan isolasi sebaiknya dibuat dari bahan baku kayu daun jarum

    8. Chips yang mempunyai dimensi tak beraturan sebaiknya menggunakan

    piringan

    Faktor-Faktor yang Menentukan Kualitas Serat

    Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu serat ialah jenis bahan baku,

    perlakuan pendahuluan, tipe pengurai serat, dimensi serat hasil penguraian,

    kecepatan putaran dan tenaga. Serat yang diperoleh dari proses penguraian

    serat dicuci agar netral dan terhindar dari benda-benda asing seperti pasir

    dan kotoran lainnya. Peningkatan mutu serat dapat dilakukan dengan

    penguraian serat bertingkat yang dikombinasikan dengan penyaringan. Cara

    ini menghasilkan serat yang utuh.

    Pembuatan Mat

    Pembuatan mat adalah pembuatan kerangka papan serat dengan cara

    memberikan kesempatan kepada serat untuk saling mengadakan anyaman

    serat. Pembuatan anyaman papan serat dikelompokkan dalam tiga cara yaitu :

    a. Cara basah

    b. Cara kering

    c. Cara setengah kering

    Cara yang pertama merupakan cara yang umum dijumpai dan dipergunakan

    untuk memproduksi insulation board dan sebagian besar papan serat kompresi

  • 53

    seperti hardboard. Mat dibentuk oleh suspensi serat dalam air seperti

    pembentukan kertas dengan mesin-mesin fourdrinier, deckle box, dan cylinder-

    formers. Cara yang kedua membuat kerangka papan serat dengan bantuan

    udara atau secara mekanis. Pada proses ini serat sudah dikeringkan sampai

    mencapai kadar air 6% kemudian disebarkan sedemikian rupa sehingga mat

    dapat terbentuk (cara dihembus atau disebar secara mekanis). Cara ketiga

    adalah cara setengah kering (semi dry) yaitu pembuatan mat dengan

    penggabungan kedua cara. Pulp serat dikeringkan sampai mencapai kadar air

    12-15% kemudian disebarkan secara mekanis atau dengan hembusan udara

    tetapi kemudian diberi tambahan air sehingga kadar air menjadi 30% dengan

    tujuan anyaman serat menjadi lebih tertata dengan sendirinya (FORPRIDECOM,

    1973).

    Pemilihan cara pembuatan mat bergantung pada beberapa pertimbangan yaitu

    (FORPRIDECOM, 1973) :

    1. Tipe papan yang diproduksi, papan S2S atau screen back

    2. Tersedianya air

    3. Polusi air

    4. Biaya basah lebih kecil dibandingkan biaya kering

    Kualitas Papan Serat

    Sifat papan serat berhubungan erat dengan sifat bahan baku, bahan penolong

    dan teknologi proses yang dipakainya. Seperti pada bahan-bahan lain,

    mekanika papan serat berhubungan erat dengan kerapatan papan. Makin tinggi

    kerapatan papan makin tinggi pula sifat mekanika papan. Sedangkan sifat

    stabilisasi dimensi, penyerapan air dan pengembangan tebal bergantung kepada

    sifat serat dan penambahan bahan penolong. Meulenhoff dalam Achmadi

    (1973) menyebutkan bahwa makin besar kerapatan, makin besar

    pengembangan tebalnya, sedangkan pertambahan panjang tidak terlalu besar.

    Berat jenis kayu berhubungan dengan jenis kayu. Kayu dengan berat jenis yang

    tinggi mempunyai massa kayu yang tinggi dan menghasilkan rendemen serat

    yang tinggi pada waktu diuraikan seratnya (Lantican, 1975). Tetapi sifat serat

  • 54

    yang diproduksi dari kayu dengan berat jenis tinggi mempunyai sifat tenunan

    yang rendah dibandingkan dengan dari kayu yang berberat jenis rendah (dalam

    batas-batas rasio runkel

  • 55

    Maloney, T. M, 1993, Modern Particle Board and Dry Process Fibre BoardManufacturing, Miller Freeman, Inc. San Fransisco.

    Prayitno, TA. 1994. Teknologi Papan Serat. Fakultas Kehutanan. UniversitasGadjah Mada. Yogyakarta.

    William, SF. 2000. Principles of Material and Engineering, 3rd edition, Mc. GrawHill International Edition

  • 56

    BAB VIPULP DAN KERTAS

    A. Pendahuluan

    Pada materi perkuliahan ini sasaran pembelajaran yang akan dicapai

    adalah mahasiswa mampu menjelaskan karakteristik kayu sebagai bahan baku

    pulp dan kertas serta proses pembuatannya. Dengan demikian setelah

    mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan sudah memahami karakteristik

    kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas antara lain menyangkut sifat fisik dan

    kimia suatu jenis kayu tertentu serta proses pembuatannya apakah secara

    mekanis, semi mekanis, secara kimia atau semi kimia. Untuk mencapai sasaran

    pembelajaran tersebut digunakan strategi pembelajaran berupa kuliah interaktif

    yang melibatkan dosen dan mahasiswa secara aktif dalam proses perkuliahan.

    Untuk mendukung strategi pembelajaran tersebut mahasiswa diberikan tugas-

    tugas dengan unit tugas tertentu yang bertujuan untuk menumbuhkan minat

    baca dan keaktifan mahasiswa dalam mengeksplorasi materi atau referensi

    yang terkait dengan pokok bahasan yang sedang dibahas. Hasil eksplorasi

    mahasiswa tersebut kemudian dituangkan ke dalam suatu bentuk karya tulis

    berupa paper atau makalah yang kemudian akan dipresentasikan dan

    didiskusikan oleh mahasiswa baik secara individual maupun berkelompok di

    depan kelas. Berdasarkan unit tugas tersebut, maka dosen akan menilai

    ketepatan mahasiswa dalam menjelaskan karakteristik kayu sebagai bahan

    baku pulp dan kertas, ketepatan dalam menjelaskan proses pembuatan pulp dan

    kertas serta keterampilan dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan.

    Perubahan sistem pembelajaran dari Teaching Center Learning (TCL) ke

    sistem Student Center Learning (SCL) juga membawa perubahan dalam proses

    perkuliahan, dimana pada sistem TCL yang sebelumnya digunakan

    menitikberatkan pada peran dosen sebagai pusat dalam proses perkuliahan.

    Pada sistem SCL menitik beratkan proses perkuliahan pada keaktifan

    mahasiswa dimana dosen hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses

    perkuliahan yang akan memandu jalannya perkuliahan sehingga sasaran

    pembelajaran dapat tercapai.

  • 57

    B. Uraian bahan pembelajaran

    I. Pendahuluan

    Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun

    non kayu) melalui berbagai proses pembuatannya ( mekanis, semikimia, kimia).

    Pulp terdiri atas serat-serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan baku

    kertas.

    Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi

    serat yang berasal dari pulp. Serat yang digunakan biasanya adalah alami, dan

    mengandung selulosa dan hemiselulosa. Kertas dikenal sebagai media utama

    untuk menulis, mencetak serta melukis dan banyak kegunaan lain yang dapat

    dilakukan dengan kertas misalnya kertas pembersih (tissue) yang digunakan

    untuk hidangan, kebersihan ataupun toilet.

    Adanya kertas merupakan revolusi baru dalam dunia tulis menulis yang

    menyumbangkan arti besar dalam peradaban dunia. Sebelum ditemukan kertas,

    bangsa-bangsa dahulu menggunakan tablet dari tanah lempung yang dibakar.

    Hal ini bisa dijumpai dari peradaban bangsa Sumeria, Prasasti dari batu, kayu,

    bambu, kulit atau tulang binatang, sutra, bahkan daun lontar yang dirangkai

    seperti dijumpai pada naskah naskah nusantara beberapa abad lampau.

    Pertumbuhan industri pulp dan kertas di Indonesia sungguh menakjubkan.

    Kapasitas produksi industri kertas pada tahun 1987 sebesar 980.000 ton,

    kemudian tahun 1997 meningkat tajam menjadi 7.232.800 ton. Bila

    memperhitungkan rencana perluasan dan investasi baru pada tahun 1998-2005

    maka kapasitas produksi industri kertas sampai dengan akhir tahun 2005 dapat

    bertambah menjadi 13.696.170 ton (APKI Direktori, 1997) dalam Manurung dan

    Sukaria (2000).

    Demikian juga halnya dengan industri pulp. Pada tahun 1987 kapasitas

    produksi industri pulp baru mencapai 515.000 ton, kemudian tahun 1997

    meningkat menjadi 3.905.600 ton. Sementara itu, pada tahun 1998-1999 telah

    direncanakan penambahan kapasitas produksi sebesar 1.390.000 ton. Dengan

    demikian, pada akhir tahun 1999 total kapasitas produksi industri pulp dapat

    mencapai 5.295.600 ton. Penambahan kapasitas produksi oleh industri pulp

    yang sudah ada dan adanya rencana investasi baru pada tahun 2000 - 2005

  • 58

    akan menambah kapasitas produksi industri pulp pada akhir tahun 2005 menjadi

    total 12.745.600 ton (Manurung dan Sukaria, 2000).

    Seiring dengan meningkatnya kapasitas produksi, ekspor pulp dan kertas

    Indonesia terus meningkat. Bila sebelumnya Indonesia selalu menjadi net

    importir pulp maka sejak tahun 1995 berbalik menjadi net eksportir pulp. Angka

    pertumbuhan ekspor pulp tidak kurang dari 96% antara tahun 1994-1996.

    Sebagai net eksportir kertas Indonesia sudah tidak asing lagi. Data APKI

    (Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia) menunjukkan bahwa antara tahun 1987-

    1996 jumlah ekspor kertas Indonesia selalu lebih besar dari jumlah impornya,

    dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 26,11 %.

    Meningkatnya kapasitas produksi industri pulp dan kertas juga diikuti oleh

    kenaikan jumlah konsumsi kertas per kapita. Konsumsi kertas per kapita di

    Indonesia pada tahun 1992 baru mencapai 10 kg, kemudian meningkat menjadi

    15,5 kg pada tahun 1996. Kenaikan konsumsi kertas per kapita di Indonesia

    utamanya dipicu oleh bertambahnya industri pers dan percetakan, meningkatnya

    kebutuhan kertas industri, kemajuan teknologi informasi yang membutuhkan

    media keluaran berupa kertas dan diversifikasi penggunaan kertas yang

    semakin melebar.

    Konsumsi kertas per kapita di Indonesia dipastikan akan terus meningkat.

    Kendati konsumsi kertas sebesar 15,5 kg per kapita pada tahun 1996 lebih

    besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, ternyata masih jauh lebih

    rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Pada tahun 1996,

    konsumsi kertas per kapita di Malaysia telah mencapai 87,4 kg per tahun,

    Singapura 161,2 kg dan Amerika Serikat sebesar 334,6 kg.

    Harga pulp yang tinggi di pasar internasional (saat ini harganya US$ 680 -

    700 per ton) dan konsumsi kertas yang terus meningkat merupakan dua faktor

    utama yang merangsang pertumbuhan industri pulp dan kertas di Indonesia.

    Meskipun harga pulp dan kertas di pasar internasional berfluktuasi dari waktu ke

    waktu, produsen pulp dan kertas di Indonesia sulit untuk rugi. Biaya produksi

    pulp di Indonesia sebelum krisis ekonomi terjadi hanya US$ 217 per ton (saat ini

    US$ 250-300), jauh lebih rendah dibandingkan biaya pembuatan pulp di

    kawasan Asia/Pasifik, Amerika Latin, Amerika Utara, Eropa Barat dan Jepang,

    yaitu masing-masing US$ 250, 260, 300, 420, dan 590. Brazil dan Chile

  • 59

    merupakan saingan kuat Indonesia, dengan biaya produksi pulp per ton masing-

    masing US$ 231 dan 241(Manurung dan Sukaria, 2000).

    II. KAYU PULP (PULP WOOD)

    a. Kayu sebagai sumber serat

    Pada saat ini kayu merupakan sumber bahan baku pulp yang utama,

    meskipun secara historis pada mulanya bahan baku pulp berasal dari bahan-

    bahan non kayu seperti canes dan straw, ampas tebu, bambu, jerami dan

    lain-lain.

    Penggunaan kayu sebagai bahan baku industri mulai digunakan pada

    akhir abad XIX dan berkembang pesat pada awal abad XX. Ada beberapa hal

    yang mendorong kayu menjadi bahan baku pulp yang utama saat itu yaitu:

    Kayu relatif banyak tersedia Biayanya rendah Kayu mudah ditangani dan disimpan Pulp yang dihasilkan dari kayu berkualitas tinggi Sifat-sifat kayu berbeda di antara jenis lainnya sehingga mempengaruhi

    variasi serat yang berbeda, sehingga dapat menghasilkan variasi kertas

    yang berbeda pula.

    Bahan baku pulp terdiri atas

    1. Kayu daun lebar, umumnya berserat pendek dan jenis ini yang umum

    terdapat di Indonesia. Selain itu juga dari jenis kayu daun jarum yaitu

    kayu yang berserat panjang tetapi jumlahnya sangat terbatas, baik

    jenis maupun luasnya. Kayu berserat panjang di Indonesia dari jenis

    pinus, utamanya Pinus mercusii, agathis dan lain-lain.

    2. Bukan Kayu,

    Bahan bukan kayu yang umum digunakan pada industri pulp yaitu

    bambu, merang, jerami, alang-alang, rosella, linen, hemp (sejenis

    tumbuhan semusim) serta ampas tebu.

    Penggunaan bahan baku pulp yang berasal dari serat bukan kayu

    mempunyai kelemahan antara lain:

  • 60

    o Tidak menjamin ketersediaan bahan baku secara cukup dan

    berkesinambungan.

    o Hanya mampu mensuplai pabrik dengan kapasitas rendah.

    Di dalam memilih suatu jenis bahan baku untuk industri pulp, maka ada

    beberapa faktor yang harus diperhatikan:

    1. Ketersediaan bahan baku dalam jumlah yang cukup dan

    berkesinambungan (kuantitas).

    2. Komposisi kimia yang menyusun bahan baku tersebut (kualitas)

    3. Morfologi serat (kualitas).

    Ketersediaan bahan baku untuk mensuplai industri itu sangat pentingkarena jika suplai bahan baku ini terlambat atau jumlah yang disuplai

    tidak cukup maka industri akan terhambat produksinya sehingga industri

    tersebut akan mengalami kerugian. Oleh karena itu sebelum memutuskan

    untuk menggunakan jenis bahan baku maka terlebih dahulu harus

    menentukan potensi bahan baku dan kapasitas industr. Pada umumnya

    pabrik kertas yang dimaksud di Indonesia ini adalah pabrik yang sudah

    lama dan memiliki kapasitas yang rendah yakni sekitar 30.000 ton/tahun,

    sedangkan untuk industri yang baru berdasarkan analisis ekonomi,

    kapasitas terpasang itu minimal sekitar 300.000 ton/tahun untuk pendirian

    pabrik kertas yang baru.

    Contoh kasus:

    Suatu pabrik kertas mempunyai kapasitas produksi 50 ton/hari atau

    15.000 ton/tahun, memiliki hutan bambu sekitar 24.000 ha, mulai beroperasi

    selama tahun 60-an sampai pertengahan 80-an dan berhenti beroperasi

    karena bahan baku bambu yang ada di hutan mereka makin menipis dan

    akhirnya habis. Ini menunjukkan bahwa perencanaan industri itu tidak tepat.

    Selain faktor bahan baku, juga karena kondisi pabrik itu sendiri yang sudah

    sangat tua sehingga sekarang tidak beroperasi lagi. Langkah yang diambil

    pihak pabrik sekarang adalah mengganti bahan baku bambu dengan kayu

    jenis Eucalyptus. Setiap ton pulp yang dihasilkan membutuhkan 4-5 m3 kayu

    bulat. Riap hutan tanaman industri bergantung pada jenis, yang umumnya

  • 61

    berkisar antara 10-30 m3/tahun. Eucalyptus mempunyai riap 10 m3/tahun,

    daur 10 tahun.

    Pertanyaan :

    Jika suatu industri pulp dengan kapasitas 300.000 ton/tahun, berapa luas

    tanaman Eucalyptus yang harus disiapkan untuk kebutuhan industri pulp

    tersebut?

    Maka luas lahan yang harus disiapkan adalah:

    =300.000 5 m3

    =1500.000 m3 / 10 (riap)

    =150.000 Ha.

    Bila riap 20 tahun

    =1500.000/20

    =75.000 ha

    Dasar untuk menentukan bahwa 1 ton pulp membutuhkan 4-5 m3 kayu

    bulat yakni : misalnya berat jenis Eucalyptus = 0,5, volume 1 m3 maka ada

    0,5 ton kayu Eucalyptus. Bila rendemen = 40% & input 500 kg (0,5 ton) maka

    dapat menghasilkan pulp 200 kg & butuh kayu 5 m3.

    R= 40% = * 100% x = 200 200*5 = 1 ton

    Dengan demikian makin tinggi berat jenis suatu kayu, jumlah yang

    dibutuhkan per ton itu makin sedikit dan makin rendah berat jenisnya

    biasanya memiliki riap yang tinggi, sebaliknya kayu yang berat jenisnya

    tinggi riapnya rendah. Karena riapnya rendah berarti luas yang ditebang per

    tahun itu lebih besar. Namun demikian harus ada faktor pengaman sekitar

    20%, untuk menutupi kerusakan-kerusakan kayu yang dipanen.

    Komposisi kimia bahan bakuAda dua hal yang sangat penting diperhatikan terhadap kualitas bahan baku

    itu:

    Mudah tidaknya bahan baku itu dimasak menjadi pulp Sifat-sifat pulp yang dihasilkan

  • 62

    Mudah tidaknya bahan baku itu dimasak menjadi pulp sangat ditentukan

    oleh komposisi kimia bahan baku kayu yang terdiri atas selulosa,

    hemiselulosa, lignin, ekstraktif dan mineral-mineral. Karbohidrat ini sering

    disebut holoselulosa (selulosa + hemiselulosa) yang dibutuhkan dalam

    pembuatan pulp adalah holoselulosa. Komponen lainnya seperti ekstraktif,

    lignin dan mineral-mineral tidak dibutuhkan dan harus dikeluarkan. Oleh

    karena itu bahan baku yang dikehendaki adalah kayu dengan kadar

    holoselulosa tinggi, lignin rendah, zat ekstraktif rendah, dan kadar mineral

    rendah.

    Bahan-bahan tersebut tidak dibutuhkan dalam industri pulp dan kertas

    karena lignin bersifat sebagai perekat selulosa satu sama lain sehingga

    dinding sel bersifat keras, kaku, sehingga serat-serat itu mudah remuk dalam

    proses penggilingan. Jika lignin dikeluarkan, serat akan menjadi lunak dan

    elastis. Lignin dalam pulp sangat mempengaruhi kekuatan pulp. Makin tinggi

    kadar lignin dalam pulp, kekuatan pulp makin rendah. Adanya lignin dalam

    pulp juga menyebabkan kertas sukar diputihkan sehinga kualitas kertas akan

    rendah. Zat ekstraktif akan menimbulkan pitch problem. Mineral akan

    menyebabkan kadar silika tinggi dalam kayu yang akan menyebabkan alat-

    alat pemotong (gergaji, parang, pisau dan lain-lain) cepat tumpul terutama

    pada chipper.

    Tabel 1. Klasifikasi Komponen Kimia Kayu Daun Lebar Tropis (dari 79 Jenis)

    KOMPONEN KIMIA (%) KELAS KOMPONEN KIMIARENDAH SEDANG TINGGIHoloselulosa < 62 62-69 >69Lignin < 24 24-29 >29Alkohol-Benzen 1:2 < 3 3-5 >5Air Panas < 2 2-3,5 >3,5NaOH 1% < 13 13-16 >16Abu < 0,7 0,7-1,3 >1,3Silica < 0,006 0,006-0,011 >0,011

    Penggunaan alkohol-benzena karena sebagian besar zat ekstraktif

    kayu dapat larut dalam zat pelarut alkohol-benzena ini. Semakin tinggi

    kelarutan dalam air panas, maka rendemen yang dihasilkan makin rendah

  • 63

    karena pada dasarnya dalam proses pulping itu menggunakan suhu yang

    semakin meningkat.

    Makin tinggi kelarutan dalam NaOH 1%, maka kualitas kayu semakin

    rendah. Kelarutan dalam NaOH 1% ini merupakan suatu cara untuk menguji

    kayu yang sudah disimpan dalam waktu yang cukup lama. Kayu yang

    disimpan dalam waktu yang lama biasanya akan diserang oleh

    mikroorgnisme perusak kayu terutama dalam hal ini adalah jamur, makin

    lama disimpan, kayu itu makin banyak mengalami kerusakan.

    Fungi menyerang holoselulosa dan mengeluarkan enzim yang disebut

    selulase yang mendegradasi rantai molekul selulosa, sehingga mutu kertas

    yang dihasilkan menjadi turun. Karena selulosa terdegradasi maka rantai

    selulosa yang tadinya panjang menjadi pendek sehingga mudah larut dalam

    NaOH itu dan berarti kayu itu banyak mengalami serangan mikroorganisme.

    Kadar abu tidak dipersoalkan, tetapi bila terlalu tinggi akan

    mempengaruhi rendemen. Unsur-unsur tersebut di atas adalah pembentuk

    kayu dan jika suatu unsur terdapat dalam jumlah yang tinggi maka pasti

    unsur lain terdapat dalam jumlah yang rendah.

    Kriteria unt