17
HOSPITAL BYLAWS Oleh Sofwan Dahlan SESUDAH cukup inten berdiskusi, bertukar pikiran dan informasi dalam berbagai seminar dan pertemuan di tingkat nasional maupun regional serta melihat-lihat berbagai model hospital bylaws dari banyak rumah sakit di Amerika (baik rumah sakit yang berorientasi pada profit, nonprofit maupun rumah sakit pendidikan) maka rasa-rasanya pemahaman kita mengenai masalah tersebut sekarang ini sudah mulai mengerucut. Kini terminologi hospital bylaws tidak lagi dipahami secara keliru sebagai segala macam bentuk peraturan yang ada di atau yang dibuat oleh rumah sakit, melainkan sudah dibatasi hanya pada peraturan dasar atau anggaran dasarnya saja. Oleh sebab itu terminologi hospital bylaws perlu dibedakan dengan terminologi rule and regulation dalam banyak hal; antara lain dalam hal materi (substansi) serta badan (otoritas) yang punya kewenangan mengesahkannya. Jika materi hospital bylaws masih berisi prinsip-prinsip yang bersifat umum (general principles) maka rule and regulation sudah mulai memuat hal-hal yang lebih bersifat spesifik bagi kebutuhan implementasi dari prinsip-prinsip umum yang tercantum dalam hospital bylaws. Bila hospital bylaws harus disahkan oleh pemilik, atau governing board atau badan yang setara dengannya (sebagai pemegang otoritas tertinggi yang mewakili pemilik) maka rule and regulation cukup oleh eksekutif (yaitu komponen rumah sakit yang oleh hospital bylaws diberi tanggungjawab terhadap manajemen keseharian). Ibarat hospital bylaws itu sebuah undang-undang maka rule and regulation merupakan peraturan pelaksanaannya agar undang-undang (yang masih bersifat abstrak, umum dan pasif) menjadi lebih konkrit dan operasional guna menyelesaikan berbagai tugas dan tanggungjawab serta permasalahan nyata di rumah sakit. Konkritnya, apabila didalam hospital bylaws tertulis ketentuan dasar yang memberikan kewenangan kepada eksekutif untuk menetapkan kewenangan klinik (clinical privilege) kepada setiap 1

Surabaya, Hospital Bylaws Teori

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Seminar

Citation preview

Page 1: Surabaya, Hospital Bylaws Teori

HOSPITAL BYLAWSOleh

Sofwan Dahlan

SESUDAH cukup inten berdiskusi, bertukar pikiran dan informasi dalam berbagai seminar dan pertemuan di tingkat nasional maupun regional serta melihat-lihat berbagai model hospital bylaws dari banyak rumah sakit di Amerika (baik rumah sakit yang berorientasi pada profit, nonprofit maupun rumah sakit pendidikan) maka rasa-rasanya pemahaman kita mengenai masalah tersebut sekarang ini sudah mulai mengerucut. Kini terminologi hospital bylaws tidak lagi dipahami secara keliru sebagai segala macam bentuk peraturan yang ada di atau yang dibuat oleh rumah sakit, melainkan sudah dibatasi hanya pada peraturan dasar atau anggaran dasarnya saja. Oleh sebab itu terminologi hospital bylaws perlu dibedakan dengan terminologi rule and regulation dalam banyak hal; antara lain dalam hal materi (substansi) serta badan (otoritas) yang punya kewenangan mengesahkannya.

Jika materi hospital bylaws masih berisi prinsip-prinsip yang bersifat umum (general principles) maka rule and regulation sudah mulai memuat hal-hal yang lebih bersifat spesifik bagi kebutuhan implementasi dari prinsip-prinsip umum yang tercantum dalam hospital bylaws. Bila hospital bylaws harus disahkan oleh pemilik, atau governing board atau badan yang setara dengannya (sebagai pemegang otoritas tertinggi yang mewakili pemilik) maka rule and regulation cukup oleh eksekutif (yaitu komponen rumah sakit yang oleh hospital bylaws diberi tanggungjawab terhadap manajemen keseharian). Ibarat hospital bylaws itu sebuah undang-undang maka rule and regulation merupakan peraturan pelaksanaannya agar undang-undang (yang masih bersifat abstrak, umum dan pasif) menjadi lebih konkrit dan operasional guna menyelesaikan berbagai tugas dan tanggungjawab serta permasalahan nyata di rumah sakit. Konkritnya, apabila didalam hospital bylaws tertulis ketentuan dasar yang memberikan kewenangan kepada eksekutif untuk menetapkan kewenangan klinik (clinical privilege) kepada setiap dokter yang bekerja di rumah sakit misalnya maka ketentuan dalam peraturan dasar tadi perlu ditindaklanjuti oleh pihak eksekutif dengan membuat rule and regulation tentang tatalaksana pemberian kewenangan itu.

Tentunya rule and regulation yang berkaitan dengan dokter tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam hospital bylaws, sementara hospital bylaws itu sendiri juga tidak boleh bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku; sehingga dilihat dari hakekatnya, hospital bylaws merupakan legal restatement, dimana peraturan perundang-undangan yang terkait dirumuskan kembali oleh tiap-tiap rumah sakit menjadi sebuah hospital bylaws. Dengan adanya hospital bylaws dan rule and regulation maka dokter yang bekerja di rumah sakit tidak perlu lagi mencari-cari aturan perundang-undangan yang berlaku yang berkaitan dengan peran, tugas dan tanggung-jawabnya.

Selain materinya tidak boleh bertentangan, tatalaksana pembuatan rule and regulation itu sendiri juga tidak boleh menyalahi pedoman pembuatan yang ada dalam

1

Page 2: Surabaya, Hospital Bylaws Teori

hospital bylaws. Berdasarkan alasan itu maka seyogyanya didalam hospital bylaws juga dicantumkan pasal-pasal yang berisi prinsip-prinsip umum yang harus dipatuhi oleh eksekutif dalam pembuatan rule and regulation; misalnya tentang siapa saja yang boleh mengajukan rancangan (draft) dan siapa yang diberi kewenangan mengesahkannya, kapan mulai berlaku, untuk setiap berapa lama ditinjau ulang dan direvisi serta siapa saja yang boleh mengusulkan amendemen.

Masalahnya sekarang ialah, bagaimana merumuskan hospital bylaws yang baik dan benar agar supaya peraturan dasar atau peraturan internal tersebut dari sudut yuridis-formal efektif?

Meski pada tahapan sekarang ini semua rumah sakit sudah menyadari kegunaan hospital bylaws, baik untuk kepentingan pengelolaan bagi sebuah institusi yang memiliki kompleksitas demi terciptanya good corporate governance (tatakelola rumah sakit korporasi) dan good clinical governance (tatakelola klinik) maupun untuk keperluan formalitas (syarat akreditasi atau pengajuan ijin), namun masih ada banyak keragu-raguan pada sebagian besar rumah sakit dalam merumuskannya. Barangkali keraguan itu muncul karena kurang menyadari bahwa apa yang hendak dirumuskannya adalah seperangkat peraturan dasar untuk kebutuhan di rumah sakitnya sendiri. Ibarat hendak menjahit baju tentunya tidak boleh lupa akan ukuran tubuhnya sendiri. Oleh sebab itu dalam menyusun hospital bylaws, yang terpenting adalah tidak terlalu berorientasi pada rumah sakit di Amerika (baik menyangkut outline maupun materi) sebab kondisi, kebutuhan dan kebiasaanya berbeda.

Memang ada banyak bagian dari outline yang dapat ditiru dan ada banyak pula prinsip umum yang dapat diadopsi, tetapi menjiplak secara utuh outline dan materi dari mereka justru bisa menyulitkan diri sendiri. Selain tidak akan efektif, konsekuensinya juga harus melengkapi rumah sakitnya dengan segala macam perangkat seperti yang ada di rumah sakit di Amerika. Dalam kontek inilah maka Kerangka Statuta Rumah Sakit hasil keputusan rapat kerja PERSI di Bali dan Keputusan Menteri Kesehatan Tahun 2005 Tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis patut dijadikan referensi.

Tentunya untuk dapat membuat hospital bylaws yang baik dan benar maka perancang (bylaws drafter) harus memiliki persyaratan tertentu. Pertama, harus memahami sungguh-sungguh mengenai luas serta batas ruang lingkup yang hendak diatur. Kedua, harus bisa menangkap aspek-aspek penting yang perlu pengaturan serta mengidentifikasi dan menjaring esensialianya saja untuk kemudian dirumuskan secara sistematik dalam bentuk pasal-pasal agar supaya peraturan tersebut mampu mengantisipasi perubahan-perubahan di masa mendatang. Hospital bylaws yang terlalu detil pasti akan rentan terhadap perubahan tak prinsipiel sehingga tidak akan mampu bertahan lama. Ketiga, harus mampu merumuskan hospital bylaws yang sinkron dengan berbagai macam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keempat, harus mampu mencermati kecenderungan internasional sebab dalam era globalisasi seperti sekarang ini banyak terjadi perubahan paradigma menyangkut rumah sakit. Terakhir, perancang juga harus mampu menuangkan kedalam bahasa yang sederhana tetapi jelas, tegas dan lugas agar tercipta kepastian hukum karena pada hakekatnya hospital bylaws merupakan

2

Page 3: Surabaya, Hospital Bylaws Teori

hukum yang berlaku internal dan mengikat semua pihak yang secara sadar menjalin hubungan hokum dengan rumah sakit. Oleh karena itu rumusannyapun harus sedemikian rupa agar supaya tidak menimbulkan penafsiran ganda.

PENGERTIAN RUMAH SAKIT

Berbicara mengenai rumah sakit, Morris and Moritz menggambarkannya sebagai berikut:

1. A place in which a patient may receive food, shelter, and nursing care while receiving medical or surgical treatment (sebuah tempat dimana pasien mendapat makanan, penginapan dan asuhan keperawatan selagi pasien menjalani pengobatan atau operasi).

2. An institution for the reception, care and medical treatment of the sick or wounded; also the building used for that purpose (sebuah lembaga tempat menerima, merawat dan melakukan pengobatan medis terhadap orang sakit atau terluka; meliputi pula gedung yang digunakan untuk tujuan itu).

3. A place where medicine is practiced by physician (sebuah tempat dimana ilmu kedokteran dipraktikkan oleh para dokter).

Sementara Magula (1982) menggambarkan rumah sakit sebagai sebuah tempat dimana:

1. Orang dengan problem kesehatannya pergi kesana.2. Dokter, perawat dan tenaga kesehatan lainnya melakukan aktifitas profesionalnya.3. Pendidikan dan riset di bidang kesehatan dilakukan.4. Segmen dari masyarakat dapat memperoleh pekerjaan.

Dilihat dari gambaran itu maka rumah sakit memiliki peran simultan, yang oleh Hematram Yadave (2006) peran tersebut dirinci sebagai berikut: 1. Patient Care: to cure and care the sick, the injured, and the infirm. 2. Training or Teaching: hand’s on training, basic training, practical training, and

undergraduate training. 3. Research: pure or clinical research to understand illness better and seek or

develop new modalities of treatment. 4. Health Education: to be focused on the staff, patient, patient’s relatives, and the

community.

Dengan peran simultan tersebut diatas maka Magula melukiskan rumah sakit sebagai berikut: 1. Sebuah institusi besar; yang sarat dengan peralatan berteknologi canggih, diopera-

sionalkan oleh sekumpulan orang dengan keahlian dan bakat tertentu sesuai yang dibutuhkan.

2. Sebuah struktur organisasi yang komplek; yang didalamnya ditempatkan banyak orang untuk melakukan pekerjaan tertentu (dg kompensasi finansial) sesuai kebutuhan rencana kerja yang dibatasi oleh peraturan, regulasi dan prosedur sesuai kebutuhan birokrasi dan hukum.

3

Page 4: Surabaya, Hospital Bylaws Teori

3. Sebuah lembaga yang rumit; dengan banyak unit, departemen, staf, jabatan dan peran; yang kesemuanya itu saling kait-mengkait dan saling kebergantungan satu sama lain.

4. Sebuah sistem yang harus dinamis dan adaptif; karena harus berinteraksi terus-menerus dengan lingkungan eksternal, sosial dan lingkungan organisasi.

5. Sebuah tempat kerja; yang sangat sarat dengan masalah, sehingga oleh karenanya

perlu ada problem-solving system.

6. Sebuah fasilitas publik esensial; yang merepresentasikan infestasi sumber daya manusia, modal dan sumber daya lainnya guna memberikan layanan penting (critical services) bagi masyarakat.

7. Sebuah proses manajemen; yang inputnya berupa personil, peralatan, dana, informasi dan pasien; ------ untuk dirubah melalui proses kerja organisasi, alokasi sumber daya, koordinasi, integrasi psiko-sosial dan manajemen; ------- yang kemudian hasilnya diserahkan kembali kepada lingkungannya dalam bentuk finished outputs; disamping harus tetap mempertahankan identitas dan integritasnya sebagai sebuah sistem sepanjang waktu.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 983 Th. 1992, rumah sakit didefinisikan sebagai berikut:

”Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yangmenyelenggarakan kegiatan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian”.

Sedangkan definisi yuridis menurut RUU TENTANG RUMAH SAKIT adalah sebagai berikut:

”Rumah sakit adalah suatu fasilitas yang menyediakan rawat inap dengan atau tanpa rawat jalan yang memberikan pelayanan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang yang terdiri dari observasi, diagnosis, terapetik dan rehabilitatif untuk orang-orang yang menderita sakit, cidera dan melahirkan”

Mengenai rumah sakit pemerintah (Governmental Hospital) Morris dan Moritz memberi ciri sebagai berikut:

a. Also called “a public hospital”. b. Established and operated by the federal government, a state, or one of its

subdivisions.c. An instrumentality of the state.d. Founded and owned in the public interest.e. Supported by public funds.f. Governed by those deriving their authority from the state.g. Owned by the people.h. Devoted chiefly to public purposes.

4

Page 5: Surabaya, Hospital Bylaws Teori

i. Administered by public officials.j. The powers, duties, and purposes of the hospital are established or modified by

the action of legislative branch of government (for example, the Federal Congress, a state legislature, a city council, or county commissioners).

k. The control and management of a public hospital are determined by statute or ordinance.

Sedangkan untuk rumah sakit swasta (Private Hospital) beliau memberi ciri seperti dibawah ini, yaitu:

a. Founded and maintained by private persons or private corporation.b. The state having no voice in the management or control of hospital property or

the formulation of rules for its government.

Mengacu pada apa yang dikemukakan oleh Morris dan Moritz bahwa rumah sakit pemerintah dimiliki oleh rakyat maka rumah sakit vertikal juga milik rakyat yang dikuasakan kepada Departemen Kesehatan untuk mengurusnya. Demikian juga rumah daerah yang dikuasakan kepada pemerintah daerah (kepala daerah beserta perangkatnya) untuk mengelolanya. Namun mengingat pengelolaan rumah sakit memerlukan pemikiran dan waktu maka seyogyanya diserahkan kepada governing board atau badan yang setara dengannya; yang bentuk, susunan dan tanggungjawabnya perlu dibahas lebih lanjut oleh pihak eksekutif dan legislative. Yang jelas paradigma pengelolaan rumah sakit sekarang ini menuntut adanya badan seperti itu.

PENGERTIAN HOSPITAL BYLAWS

Terminologi bylaws (sering ditulis byelaw, by-law, atau bye-law) berasal dari dua buah kata, yaitu “bys” dan "laws”. Menurut Blum, kata “bys” berasal dari terminologi Inggris kuno yang artinya kota sehingga bylaws dapat diartikan sebagai “town laws”, yaitu peraturan kota atau peraturan setempat.

Dalam kamus Oxford Dictionary, terminology bylaws didefinisikan sebagai “regulation made by local authority or corporation” (peraturan yang dibuat oleh penguasa setempat atau korporasi). Sementara Webster’s Dictionary mengartikannya sebagai “a rule adopted by an organization chiefly for the government of its members and the regulation its affairs”. Sedangkan Wharton memaknai bylaws dengan memasukkan ciri yang dapat memiliki kekuatan mengikat, yakni “laws, rules, regulations, orders and constitution of corporations, for giving their members. They are binding unless opened to law or reason and against the common good, benefit, under which circumstances they are void”.

Definisi bylaws dari Black’s Law Dictionary (yaitu kamus hukum yang paling populer dan banyak dijadikan acuan bagi kalangan hukum) ialah “regulations, ordinances, rules or laws adopted by an association or corporation or the like for its internal governance. Bylaws define the rights and obligations of various officers, persons or group with in the corporate structure and provide rules for routine matters such as

5

Page 6: Surabaya, Hospital Bylaws Teori

calling meetings and the like. Most state corporation statutes contemplate that every corporation will adopt bylaws.”

Jika berbagai batasan diatas dirangkum maka pengertian yang sebenarnya dari hospital bylaws adalah “seperangkat peraturan internal atau kaidah yang dibuat oleh rumah sakit dan oleh karenanya hanya berlaku di rumah sakit yang bersangkutan”. Meskipun dibuat oleh rumah sakit, namun hospital bylaws dapat mengikat pihak-pihak lain yang secara syah (conscious, voluntary dan unequivocal) mengadakan interaksi dengan rumah sakit, sepanjang peraturan atau kaidah tadi memenuhi persyaratannya; antara lain tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

LINGKUP HOSPITAL BYLAWS

Jika kita mengamati sejenak model Amerika dalam mengelola rumah sakit, akan tampak jelas bahwa pada umumnya mereka menggunakan konsep “three legged stool model”, yaitu suatu model institusi dengan tiga pilar penyangga atau tiga pusat kekuatan yang terdiri atas board of trustees / governing board (dewan komisaris, dewan penyantun atau badan yang setara), adminstration (eksekutif) dan medical staff. Dari ketiga pilar tadi dipisahkan secara tajam tugas tanggungjawabnya masing-masing agar tidak tumpang tindih dan tidak terjadi gesekan-gesekan yang tidak perlu.

Board of trustees atau governing board diberi beban tanggungjawab hukum menyangkut kebijakan serta jalannya rumah sakit secara keseluruhan. Administration (eksekutif) diserahi tanggungjawab yang berkaitan dengan manajemen keseharian agar fungsi rumah sakit (yang terbagi menjadi berbagai operational departements) dapat berjalan dengan baik. Sedangkan pilar medical staff (yang terbagi menjadi sekian banyak clinical departements) dibebani tugas tanggungjawab atas jalannya semua jenis layanan kesehatan di rumah sakit.

Dari tanggungjawab tiap-tiap pilar tadi kemudian dirinci lagi tugas dan kewenangannya masing-masing. “Tugas” lebih menggambarkan rincian kewajiban yang harus dilaksanakan sedangkan “kewenangan” menggambarkan rincian power (juga bisa berarti hak) yang secara jelas dan tegas diberikan kepada masing-masing pilar agar dapat melaksanakan tanggungjawabnya secara baik.

Yang membedakan antara rumah sakit dengan perusahaan-perusahaan lain di Amerika ialah adanya fakta unik yang tidak dapat dipisahkan dari historisnya, bahwa medical staff merupakan self-governing intity dengan bylaws-nya sendiri sehingga oleh karenanya hospital bylaws disana dibagi menjadi corporate bylaws dan medical staff bylaws. Tujuan utama corporate bylaws adalah agar supaya rumah sakit sebagai sebuah korporasi dapat tercipta tatakelola yang baik (good corporate governance), sedangkan tujuan utama medical staff bylaws adalah agar tercipta tatakelola klinik yang baik (good clinical governance).

6

Page 7: Surabaya, Hospital Bylaws Teori

Ada beberapa aspek penting yang harus dirumuskan dalam corporate bylaws di Amerika, antara lain:

1. The role and purpose of the hospital.2. The duties and responsibilities of the Governing Board.3. The mechanismes for selecting members of the Governing Board.4. The Governing Boards organizational structure, including at least

mechanisms for selecting officers, the responsibility of officers, the procedures for meetings, the composition and responsibilities of the Governing Board Committees, inclusion of medical staff members on Governing Board Committees.

5. The relationship between the Governing Board and the hospital chief executive officer and the medical staff.

6. The requirement for establishment of medical staff.7. The requirement for the establishment of auxiliary organizations.8. Mechanism for adopting the Governing body bylaws.9. Mechanism for review and revision of bylaws.

Menurut hemat saya tidak ada masalah apabila kita membuat corporate bylaws rumah sakit dengan memasukkan materi yang tidak biasa dilakukan di Amerika, misalnya materi mengenai pengelolaan sumber daya manusia dan keuangan. Namun demikian kita harus taat asas, yaitu hanya merumuskan prinsip-prinsipnya saja sebagai landasan bagi eksekutif dalam mengelola kedua hal tersebut.

Sedangkan aspek penting dari medical staff bylaws mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. The purpose and authority of a medical staff, membership, categories of membership, the processes of appointment, the delineation of clinical privileges, non-physician membership, and dealing with physicians whose performance is inadequate (i.e. correctives action programs, suspension, hearing and appeal procedures).

2. The detailed descriptions of clinical departements, medical staff committees, meeting requirements, and confidentiality policies.

3. The medical staff rules, which cover hospital admissions, autopsies, consent, emergency services, medical records, and surgery policies.

Intinya, corporate bylaws menyediakan roadmap untuk operasionalisasi rumah sakit sebagai sebuah badan usaha atau badan layanan umum sedangkan medical staff bylaws menyediakan framework agar para dokter dan pembantunya dapat melaksanakan fungsi profesionalnya dengan baik guna menjamin terlaksananya mutu layanan klinik sebagaimana yang diharapkan. Bahwa umumnya rumah sakit di Amerika membagi hospital bylaws menjadi corporate bylaws dan medical staff bylaws tidak dapat dilepaskan dari perundang-undangan yang berlaku disana, yang memasukkan rumah sakit (for profit maupun non profit) sebagai badan usaha yang harus tunduk pada General Corporate Law (UU Badan Usaha) serta kenyataan sejarah yang mengakui staf klinik sebagai entitas yang harus mengatur diri sendiri.

7

Page 8: Surabaya, Hospital Bylaws Teori

Kita sendiri harus menyadari bahwa selain masalah kerumahsakitan kita sedang mengalami perubahan, perangkat hokum yang mengaturnya juga belum mapan. Peraturan dalam bentuk undang-undang belum ada, padahal peraturan semacam itu dapat menjadi faktor penentu warna bagi hospital bylaws, utamanya medical staff bylaws sebab pemerintah (dalam rangka melindungi masyarakat) sangat berkepentingan terhadap terlaksananya mutu layanan klinik yang baik di setiap rumah sakit. Yang ada hanyalah peraturan Menteri atau Dirjen yang terlalu berorientasi pada rumah sakit pemerintah, walaupun saya tak menyangkal materinya banyak berguna bagi penyusunan hospital bylaws. Kedepan tentunya perlu ada Undang-Undang tentang Rumah Sakit (Hospital Act) yang dapat dijadikan acuan lebih baik lagi bagi penyusunan hospital bylaws rumah sakit (baik rumah sakit pemerintah maupun swasta) dengan tetap menghormati ciri masing-masing rumah sakit.

GOVERNING BOARD

Governing board atau govering body oleh Black’s law dictionary didefinisikan sebagai berikut: “Governing body of organization means that body which has ultimate power to determine its policies and control its activities”.

Sementara Houle memaknai govering board atau governing body sebagai kelompok orang terorganisir dengan kewenangan kolektif untuk mengendalikan dan membantu pengembangan suatu institusi yang pada umumnya dikelola oleh eksekutif dan staf yang memenuhi persyaratan..

Masih menurut Houle, fungsi dari govering board atau governing body adalah sebagai berikut:

1. Mengawal pelaksanaan misi organisasi secara keseluruhan.2. Menyetujui atau merevisi rencana jangka panjang institusi.3. Mengawasi program-program institusi.4. Memilih eksekutif dan menentukan persyaratannya. 5. Bekerjasama secara dekat dan interaktif dengan para eksekutif.6. Berperan sebagai penengah bila terjadi konflik antar staf atas permintaan

eksekutif serta konflik antara staf dengan eksekutif.7. Mengeluarkan kebijakan umum yang mengatur program.8. Memastikan dasar legal dan tanggungjawab etik terpenuhi. 9. Menerima tanggungjawab untuk menjaga dan mengurus sumber dana yang cukup.10. Memastikan bahwa organisasi terintegrasi dengan baik dengan lingkungan

sosialnya.11. Memantau diri sendiri secara kontinyu serta menganalisa secara periodik (baik

struktur maupun kinerja governing board).

Selain itu, Houle juga membandingkan ciri governing board atau governing body dengan eksekutif, antara lain:

8

Page 9: Surabaya, Hospital Bylaws Teori

1. Governing board merupakan lembaga yang bertindak atas dasar diskusi grup dan keputusan badan tersebut, sedangkan eksekutif bersifat individual dan bertindak berdasarkan otoritasnya serta bertanggungjawab secara personal.

2. Governing board bersifat kontinyu, sementara eksekutif bersifat temporer serta bertanggungjawab langsung terhadap operasional institusi.

3. Governing board bersifat part-time, sedangkan eksekutif bersifat full-time.4. Governing board memiliki staf tersendiri yang jumlahnya sedikit untuk

mendukung pekerjaannya, sementara eksekutif banyak memiliki pembantu berjenjang (a hierarchy of helpers).

5. Governing board memiliki tanggunggjawab tertinggi untuk institusi yang bersangkutan, sedangkan eksekutif terbatas.

6. Governing board terdiri atas beberapa anggota yang biasanya non-expert di bidang pelayanan rumah sakit (walaupun bias saja mereka memiliki keahlian di bidang lain), sementara eksekutif terdiri atas professional yang memiliki keahlian di bidang manajemen.

Mengingat hospital bylaws bagi rumah sakit di Indonesia merupakan hal baru maka tentunya hal-hal seputar governing board belum banyak difahami. Oleh sebab itu harus ada sosialisasi kepada kepala daerah dan perangkatnya (utamanya yang menangani masalah kesehatan). Karena pemerintahan daerah itu sendiri terdiri atas eksekutif daerah dan legislatif daerah (DPRD) maka lembaga legislatif tersebut juga perlu dilibatkan. Masalahnya adalah karena pengelolaan rumah sakit selama ini menggunakan pola yang tak sesuai dengan konsep hospital bylaws.

MEDICAL STAFF BYLAWS

Sebagaimana diuraikan di bagian depan bahwa medical staff bylaws menyediakan framework agar para dokter dan pembantunya dapat melaksanakan fungsi profesionalnya dengan baik guna menjamin terciptanya mutu layanan klinik sebagaimana yang diharapkan semua pihak, termasuk pasien.

Tujuan utama dibuatnya medical staff bylaws di tiap rumah sakit adalah sebagai berikut:

1. Untuk memastikan agar setiap pasien yang berobat atau dirawat disetiap fasilitas pelayanan rumah sakit memperoleh layanan kesehatan dengan mutu tinggi tanpa membedakan ras, agama, warna kulit, keturunan, status ekonomi, latar belakang pendidikan, status perkawinan, ketidakmampuan, jenis kelamin, umur, orientasi sex, kebangsaan atau sumber pembayaran.

2. Untuk mengatur agar pelaksanaan pendidikan, pelatihan dan penelitian dapat dilaksanakan dengan tetap mempertahankan mutu layanan kesehatan dan martabat untuk semua pasien.

3. Untuk mengembangkan dan melestarikan berbagai peraturan bagi staf medik yang dapat menjamin kualitas profesional di rumah sakit.

4. Untuk menyediakan forum guna membahas yang dengan itu isu-isu menyangkut staf medik rumah sakit.

9

Page 10: Surabaya, Hospital Bylaws Teori

5. Untuk mengawasi dan menjamin adanya kesesuaian antara bylaws, rule and regulation of medical staff dengan kebijakan rumah sakit.

Guna menjamin tercapainya tujuan diatas maka materi yang perlu diatur dalam medical staff bylaws antara lain: 1. Tujuan dan otoritas staf klinik, keanggotaan, katagori keanggotaan, proses

pengangkatan, hak-hak klinik (clinical privileges), keanggotaan non-dokter dan penanganan terhadap performance profesional dan etik yang kurang baik (misalnya tindakan korektif, skorsing, prosedur persidangan dan banding).

2. Diskripsi yang rinci mengenai departemen klinik, komite medik, rapat (meeting) dan kebijakan berkaitan dengan masalah konfidensialitas.

3. Hal-hal yang menyangkut admisi, otopsi, informed consent, rekam medik dan kebijakan operasi.

Adapun fungsi dari medical staff bylaws menurut pedoman yang dikeluarkan Menteri Kesehatan adalah:

1. Menggambarkan pengorganisasian staf medis di rumah sakit.2. Memuat prosedur persyaratan dan penerimaan tenaga medis di rumah sakit.3. Mengatur mekanisme peer group, reappointment, kewenangan yang diberikan

(clinical privilleges) dan pendisiplinan.4. Memuat prosedur pengajuan permohonan sebagai staf medis.5. Sebagai acuan pemberian pelayanan berdasarkan standar profesi dan kode etik

profesi medis.

Berdasarkan hal tersebut diatas maka substansi medical staff bylaws yang perlu diatur menurut pedoman tersebut adalah:

1. Umum, antara lain:a. Uraian tentang staf medis, kelompok staf medis dan komite medis yang

ada di rumah sakit.b. Uraian tentang garis-garis besar tugas dan tanggungjawab staf medis.c. Pernyataan tentang kewajiban bagi semua staf medis untuk mentaati dan

menjalankan ketentuan-ketentuan etika profesi medis, etika rumah sakit, etika rumah sakit, hospital bylaws rumah sakit dan peraturan-peraturan pelaksanaan yang ditetapkan berdasar medical staff bylaws.

2. Tugas dan Kewajiban Komite Medis, antara lain:a. Menyusun, mengevaluasi dan jika perlu pengusulkan perubahan medical

staff bylaws.b. Menetapkan standar pelayanan medis yang dibuat oleh kelompok staf

medis.c. Menetapkan kebijakan umum dalam melaksanakan pelayanan medis

secara profesional.d. Mengusulkan rencana pengembangan sumber daya manusia dan teknologi

untuk profesi medis.

10

Page 11: Surabaya, Hospital Bylaws Teori

3. Persyaratan dan Tatacara, antara lain:a. Seleksi dan penapisan terhadap dokter / dokter gigi yang akan bekerja di

rumah sakit.b. Penetapan kewenangan klinis (clinical privileges) bagi masing-masing

dokter / dokter gigi yang akan bekerja di rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit. Tenaga dokter / dokter gigi yang diterima bekerja di rumah sakit harus sesuai dengan sertifikasi, registrasi, perijinan, kompetensi, pengalaman, ketrampilan, kesehatan dan prilaku etika.

c. Pemantauan dan pengamatan bahwa dokter yang diberikan kewenangan klinis (clinical privileges) sebagaimana yang ditetapkan benar-benar melakukan tindakan medis dalam batas-batas ijin yang diberikan kepadanya.

d. Sanksi bagi dokter / dokter gigi yang diputuskan melanggar disiplin, berlaku tidak baik, memberikan pelayanan medis atau tindakan medis yang tidak sesuai dengan ijin yang diberikan, tidak sesuai dengan standar pelayanan, secara profesional tidak kompeten atau tidak kompeten lagi atau melanggar ketentuan-ketentuan dalam medical staff bylaws.

4. Aturan Staf Medis (yang merupakan lampiran), antara lain berisi:a. Kewajiban staf medis mematuhi ketentuan pelaksanaan praktek

kedokteran.b. Kewajiban staf medis mematuhi standar profesi.c. Kewajiban staf medis mematuhi standar pelayanan dan standar prosedur

operasional.d. Kewajiban staf medis mematuhi kebijakan rumah sakit tentang informed

consent.e. Ketentuan untuk mematuhi kebijakan rumah sakit tentang rahasia

kedokteran.f. Kewajiban staf medis untuk mematuhi kebijakan rumah sakit tentang obat

dan formularium rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Blum, J, D.: Hospital Bylaws, Not Just Words, But a Reflection of Legal Realities, International Conference For Hospital Bylaws, Jakarta, 2001.

Guwandi, J.: Hospital Bye-Law (Arti, Fungsi dan Sistematik), Seminar Sehari Hospital Bylaws, Jakarta, 1999.

Dahlan, S, : Hukum Kesehatan, Rambu-Rambu Bagi Profesi Medik, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2nd Ed, 2000.

Karbala, H.: Peraturan Pemerintah Dan Perundangan Yang Berkaitan Dengan Rumah Sakit Dan Hospital Bylaws, Seminar Sehari Hospital Bylaws, Jakarta, 1999.

Magula, M. : Understanding Organization, An Aspen Publication, Wakefield, Masachusetts, 1st Ed, 1982.

11

Page 12: Surabaya, Hospital Bylaws Teori

Morris, R, C. , Moritz, A, R. : Doctor and Patient and the Law, The C.V. Mosby Company, Saint Louis, 5th ed, 1971.

Indroharto. : Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994.

12