1
SUDAH tiga musim belakang- an ini, tanaman apel tidak banyak berbuah. Namun, se- jumlah kawasan di Kota Batu, Malang, masih representatif untuk budi daya apel. “Pros- pek budi daya apel sesung- guhnya masih menjanjikan,” kata Suhariyo, meyakinkan. Dia menunjuk sejumlah ka- wasan di sentra perkebunan apel Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Daerah itu memiliki ke- tinggian 850-900 m dpl yang masih baik untuk budi daya apel. “Apel terbaik dari Kota Batu karena tanaman apel lebih bagus dibudidayakan di daerah tinggi kering.” Varietas unggulan Di kebun percobaan Tlekung, Kota Batu, Malang, terdapat 72 varietas tanaman apel. Seba- nyak 61 varietas koleksi apel sudah dideskripsikan secara lengkap melalui kegiatan pe- nelitian yang dilakukan pada 2005-2008 oleh Suhariyono, Agus Sugiyatno, dan Sukadi yang bekerja dalam satu tim peneliti. Hingga saat ini ada empat va rie tas apel yang sudah dilepas, yakni rome beauty, princesse noble, manalagi, dan anna. Hanya tiga apel yang masih bertahan dibudidayakan dan merajai di tingkat petani. Adapun princesse noble tidak terlalu disukai konsumen lan- taran memiliki citra masam pada daging buah. Empat varietas apel yang sudah dilepas sebagai benih unggul sejak 1978-2005 terse- but mampu menghasilkan minimal 30 kg per pohon per musim. Produktivitas budi daya di tingkat petani apel Kota Batu rata-rata 120 kuin- tal/hektare lahan. Suhariyono bercerita, sebe- lum anna dilepas menjadi va- rietas unggul, banyak petani yang meminta entres atau mata tempel apel anna di kebun percobaan Tlekung untuk dikembangkan sendiri. “Sebe- tulnya tidak boleh memberi entres kepada petani sebelum pelepasan varietas. Tapi saya enggak bisa menolak. Karena itu tanaman apel anna lebih dulu berkembang di petani melalui seleksi alami sebelum dilepas menjadi varietas ung- gul,” ujarnya. Tidak mengherankan jika pada 1985 tanaman apel anna sudah berkembang luas seba- nyak 1 juta pohon. Padahal pelepasan apel tersebut seba- gai varietas unggul baru dila- kukan pada 2005. “Saat ini belum ada rencana melepas varietas baru, karena belum ada performa yang melebihi 4 varietas itu” kata Suhariyono. (BN/M-4) MI/BAGUS SURYO 22 | Sosok JUMAT, 27 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA Di tengah serbuan apel impor dan tantangan pemanasan global, Suhariyono bersetia pada apel lokal. Tujuannya petani apel sejahtera dan tak terlepas dari akar kultural mereka. SUHARIYONO Bersetia pada Apel Pengantar Selama Agustus 2010, Media Indonesia menampilkan 17 sosok penuh inspirasi. Berikut ini sosok ke-15, peneliti apel lokal di Malang yang setia ketika serbuan apel impor membanjiri pasar. Dia memperlakukan apel bukan cuma komoditas, melainkan sebuah identitas. A DA tiga daerah yang lekat dengan ikon budi daya apel di Indonesia sejak zaman kolonial Belanda. Keti- ganya Kota Batu, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pasu- ruan, Jawa Timur (Jatim). Di sana, apel berperan pen- ting dalam dinamika perekono- mian masyarakat. Bahkan hing- ga kini, tiga daerah itu meru- pakan perkebunan apel yang masih tersisa di Indonesia di tengah serbuan apel impor. Di Kota Batu, luas areal lahan apel mencapai 2.092 hektare, di Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, seluas 900 ha, dan di Nongkojajar, Kabu- paten Pasuruan, seluas 1.300 ha. Awalnya Jatim bukan satu- satunya sentra perkebunan apel. Apel juga pernah dibudi- dayakan di Nusa Tenggara Timur (NTT), Bali, Jawa Te- ngah, Medan, dan Bandung. Di sejumlah daerah itu apel per- nah berkembang pesat, tetapi akhirnya tamat. Penyebabnya petani tidak menjadikan tana- man apel sebagai warisan bu- daya seperti petani di Jatim. Ketika harga apel anjlok di pasaran, petani cenderung pu- tus asa dan membongkar lahan. Namun, petani di Kota Batu, Malang, tidak demikian. Mere- ka tetap bertahan dengan menggeluti bisnis pertanian apel kendati pernah mengalami rugi besar. “Jadi, ada semacam budaya yang mengakar hingga saat ini, yakni hidup dan mati akan tetap membudidayakan tana- man apel,” tegas peneliti apel di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), Kota Batu, Jatim, Rabu (25/8). Penjaga apel Suhariyono bercita-cita menggeluti apel sejak di bang- ku sekolah. Selain memang bertempat tinggal di sentra per- kebunan apel, ia memiliki ko- mitmen kuat melestarikan ta- naman apel agar tidak punah. Apalagi jika mengingat apel manalagi yang dibawa orang Belanda ke Indonesia justru sudah punah di negeri asalnya (Belanda). Jadi, budi daya apel jenis itu di Jatim menjadi satu- satunya yang tersisa. Suhariyono memilih sekolah pertanian menengah negeri atas di Malang. Setelah lulus pada 1975, ia melamar menjadi pegawai honorer sebagai tek- nisi di Kebun Percobaan cabang Lembaga Penelitian Holtikul- tura Malang pada 1976. Suhari- yono diangkat menjadi Kepala Kebun Percobaan Banaran ca- bang Lembaga Penelitian Hol- tikultura Malang pada 1986- 1992. Di kebun percobaan itulah lelaki 54 tahun ini banyak mengetahui plasma nutfah apel, termasuk mengetahui karakter tiap jenis tanaman dan cara budi dayanya. “Dulu se- mua aksesi tanaman apel bisa berbuah. Jadi, pekerjaan saya mengamati dan menganalisis plasma nutfah tersebut.” Dia tahu benar satu per satu plasma nutfah apel yang men- jadi koleksi di Balitjestro. Seba- gai kepala kebun percobaan, jabatan itu sangat vital meng- ingat ia satu-satunya orang yang menjaga dan melestari- kan plasma nutfah buah apel agar tidak punah. “Itulah tugas saya.” Suhu tinggi Suhariyono tahu betul, tidak mudah mempertahankan apel, baik sebagai komoditas yang menguntungkan, apalagi seba- gai identitas kultural. Tantang- an terbesarnya ialah suhu yang tidak lagi bersahabat. Pohon apel hidup di keting- gian 1.000-1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl), kemi- ringan lahan anjuran 0º-30º, tanah berstruktur gembur dan subur dengan pH 6-6,5, dan berdrainase baik. Serta suhu minimum malam hari berkisar 16ºC dan suhu maksimal pada siang hari berkisar 30ºC dengan curah hujan berkisar 1.000-2.000 mm/ tahun. Namun, hasil pengamatan Suhariyono menyebutkan se- lama 30 tahun terakhir suhu di Kota Batu naik 5 derajat celsius, dengan suhu maksimal seka- rang 32 derajat celsius. Suhu rata-rata juga bertam- bah panas karena kerusakan lingkungan. Dalam kondisi seperti itu, tidak mudah me- langgengkan budaya menanam dan merawat tanaman apel di kalangan petani. “Ancaman kepunahan terha- dap tanaman apel sudah di depan mata. Apalagi bila tidak ada upaya serius berbagai pihak dalam mengubah peri- laku untuk menjaga kelestarian lingkungan,” ujarnya tegas. Apel impor Persoalan lain yang dihadapi petani apel adalah makin ma- halnya obat-obatan dan pesti- sida. “Paling tidak, ada empat masalah yang perlu mendapat- kan prioritas untuk ditangani selama lima tahun ke depan,” katanya. Empat hal itu, penurunan mutu lahan, harga apel yang sangat fluktuatif, akses per- modalan bagi petani kecil lebih sulit, dan peran kelembagaan petani belum optimal. Jadi, kalau mau mewujudkan kembali kejayaan apel di Jatim, ya perlu rancang bangun ber- dasarkan persoalan itu dan harus disertai antisipasi ter- hadap perubahan lingkungan strategis,” jelasnya. Suhariyono menuturkan ada tiga program dalam rancang bangun pengembangan agro- bisnis apel. Yang pertama ada- lah menghambat laju degra- dasi dan perbaikan mutu lahan. “Lalu harus ada pengawalan teknologi dan penelitian budi daya apel ramah lingkungan. Yang penting, ada pembentuk- an dan penguatan kelemba- gaan agrobisnis apel,” terang- nya. Oleh karena itu, dukungan kebijakan pemerintah juga sangat diperlukan. Mulai dari penetapan harga pokok apel di tingkat petani, imbauan agar institusi lingkup pemerintah daerah dan hotel di Jatim men- jadikan apel sebagai sajian ‘selamat datang’ bagi tamu mereka, serta mewajibkan su- permarket menjual apel batu dengan porsi 10% dari seluruh buah yang dipajang. “Perlakuan untuk apel lokal harus sama dengan apel im- por,” tambahnya. Apalagi, menurut Suhari- yono, apel hasil budi daya petani di Jatim memenuhi stan- dar kesehatan untuk dikon- sumsi ketimbang apel impor. Hasil penelitian menyebutkan apel impor tidak segar dan mengandung kadar residu kimia. Apel impor yang membanjiri pasar domestik itu adalah hasil panen 2-6 bulan sebelum akhir- nya dijual di pasaran. Agar tetap awet, biasanya dicuci dengan campuran bahan kimia dan kulit luar dibalut lilin. Tujuannya agar metabolisme apel tertutup oleh lilin sehingga udara tidak bisa masuk dan menghambat kebusukan. Adapun apel lokal hanya mam- pu bertahan selama 18-28 hari di ruang terbuka. Setelah itu layu atau busuk. “Jadi, jangan sekali-kali men- gonsumsi apel impor bersama kulitnya. Karena efek samping sangat berbahaya, bisa men- gakibatkan kanker,” tegasnya. (M-4) [email protected] Berusaha Bertahan dalam Pemanasan Global Bagus Suryo Tempat, tanggal lahir : Batu, Malang, 13 Desember 1956 Profesi: Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) Pendidikan: S-1 Jurusan Pertanian bidang Agronomi Universitas Muhammadiyah Malang, 1990 Training Program in Tropical Fruit 1995 in The University of Queensland, Australia Courses at the Wageningen Agricultural Univesity in the MSc Crop Scince, Belanda, 2000 Hasil penelitian (antara lain) Pelepasan Varietas Apel Anna, 1995 Teknik Pengelolaan Induk Batang Bawah Apel Liar dan Klon-Klon Harapan Apel, 1997 The Effect Of Using Flour Type to Apple Pudding Quality, 2003 Perbaikan Varietas Unggul Apel melalui Top-Working, 2004 Penetapan Kebutuhan Tumbuh Optimal Tanaman Apel di Indonesia, 2007 Rancang Bangun Pengembangan Agribisnis Apel di Kota Batu, 2009

SUHARIYONO Tempat, tanggal lahir : Batu, Malang, Bersetia ... fileSUDAH tiga musim belakang-an ini, tanaman apel tidak banyak berbuah. Namun, se-jumlah kawasan di Kota Batu, Malang,

  • Upload
    lythien

  • View
    220

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SUHARIYONO Tempat, tanggal lahir : Batu, Malang, Bersetia ... fileSUDAH tiga musim belakang-an ini, tanaman apel tidak banyak berbuah. Namun, se-jumlah kawasan di Kota Batu, Malang,

SUDAH tiga musim belakang-an ini, tanaman apel tidak banyak berbuah. Namun, se-jumlah kawasan di Kota Batu, Malang, masih representatif untuk budi daya apel. “Pros-pek budi daya apel sesung-guhnya masih menjanjikan,” kata Suhariyo, meyakinkan.

Dia menunjuk sejumlah ka-wasan di sentra perkebunan apel Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. Daerah itu memiliki ke-tinggian 850-900 m dpl yang masih baik untuk budi daya apel. “Apel terbaik dari Kota Batu karena tanaman apel lebih bagus dibudidayakan di dae rah tinggi kering.”

Varietas unggulan Di kebun percobaan Tlekung,

Kota Batu, Malang, terdapat 72 varietas tanaman apel. Seba-nyak 61 varietas koleksi apel sudah dideskripsikan secara lengkap melalui kegiatan pe-nelitian yang dilakukan pada 2005-2008 oleh Suhariyono, Agus Sugiyatno, dan Sukadi yang bekerja dalam satu tim peneliti.

Hingga saat ini ada empat va rie tas apel yang sudah dilepas, yakni rome beauty, princesse noble, manalagi, dan anna. Hanya tiga apel yang masih bertahan di budidayakan dan merajai di tingkat petani. Adapun princesse noble tidak

terlalu disukai konsumen lan-taran memiliki citra masam pada daging buah.

Empat varietas apel yang sudah dilepas sebagai benih unggul sejak 1978-2005 terse-but mampu menghasilkan minimal 30 kg per pohon per musim. Produktivitas budi daya di tingkat petani apel Kota Batu rata-rata 120 kuin-tal/hektare lahan.

Suhariyono bercerita, sebe-lum anna dilepas menjadi va-rie tas unggul, banyak petani yang meminta entres atau mata tempel apel anna di kebun percobaan Tlekung untuk dikem bangkan sendiri. “Sebe-tulnya tidak boleh memberi entres kepada petani sebelum pelepasan varietas. Tapi saya enggak bisa menolak. Karena itu tanaman apel anna lebih dulu berkembang di petani melalui seleksi alami sebelum dilepas menjadi varietas ung-gul,” ujarnya.

Tidak mengherankan jika pada 1985 tanaman apel anna sudah berkembang luas seba-nyak 1 juta pohon. Padahal pelepasan apel tersebut seba-gai varietas unggul baru dila-kukan pada 2005. “Saat ini belum ada rencana melepas varietas baru, karena belum ada performa yang melebihi 4 varie tas itu” kata Suhariyono. (BN/M-4)

MI/BAGUS SURYO

22 | Sosok JUMAT, 27 AGUSTUS 2010 | MEDIA INDONESIA

Di tengah serbuan apel impor dan tantangan pemanasan global, Suhariyono bersetia pada apel lokal. Tujuannya petani apel sejahtera dan tak terlepas dari akar kultural mereka.

S U H A R I Y O N O

Bersetia pada Apel

PengantarSelama Agustus 2010,

Media Indonesia menampilkan 17 sosok

penuh inspirasi. Berikut ini sosok ke-15, peneliti apel lokal di Malang yang setia ketika serbuan apel impor

membanjiri pasar. Dia memperlakukan apel bukan cuma komoditas, melainkan

sebuah identitas.

ADA tiga daerah yang lekat dengan ikon budi daya apel di Indonesia sejak

zaman kolonial Belanda. Keti-ganya Kota Batu, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Pasu-ruan, Jawa Timur (Jatim).

Di sana, apel berperan pen-ting dalam dinamika perekono-mian masyarakat. Bahkan hing-ga kini, tiga daerah itu me ru-pakan perkebunan apel yang masih tersisa di Indonesia di tengah serbuan apel impor.

Di Kota Batu, luas areal lahan apel mencapai 2.092 hektare, di Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, seluas 900 ha, dan di Nongkojajar, Kabu-paten Pasuruan, seluas 1.300 ha.

Awalnya Jatim bukan satu-satunya sentra perkebunan apel. Apel juga pernah dibudi-dayakan di Nusa Tenggara Timur (NTT), Bali, Jawa Te-ngah, Medan, dan Bandung. Di sejumlah daerah itu apel per-nah berkembang pesat, tetapi akhirnya tamat. Penyebabnya petani tidak menjadikan tana-man apel sebagai warisan bu-daya seperti petani di Jatim.

Ketika harga apel anjlok di pa saran, petani cenderung pu-tus asa dan membongkar lahan. Namun, petani di Kota Batu, Malang, tidak demikian. Mere-ka tetap bertahan dengan meng geluti bisnis pertanian apel kendati pernah mengalami rugi besar.

“Jadi, ada semacam budaya yang mengakar hingga saat ini, yakni hidup dan mati akan tetap membudidayakan tana-man apel,” tegas peneliti apel di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), Kota Batu, Jatim, Rabu (25/8).

Penjaga apelSuhariyono bercita-cita

meng geluti apel sejak di bang-ku sekolah. Selain memang bertempat tinggal di sentra per-ke bunan apel, ia memiliki ko-mit men kuat melestarikan ta-naman apel agar tidak punah. Apalagi jika mengingat apel manalagi yang dibawa orang Belanda ke Indonesia justru sudah punah di negeri asalnya (Belanda). Jadi, budi daya apel jenis itu di Jatim menjadi satu-satunya yang tersisa.

Suhariyono memilih sekolah pertanian menengah negeri atas di Malang. Setelah lulus pada 1975, ia melamar menjadi pegawai honorer sebagai tek-nisi di Kebun Percobaan cabang Lembaga Penelitian Holtikul-tura Malang pada 1976. Suhari-yono diangkat menjadi Kepala Kebun Percobaan Banaran ca-bang Lembaga Penelitian Hol-tikultura Malang pada 1986-1992.

Di kebun percobaan itulah lelaki 54 tahun ini banyak mengetahui plasma nutfah apel, termasuk mengetahui karakter tiap jenis tanaman dan cara budi dayanya. “Dulu se-mua aksesi tanaman apel bisa berbuah. Jadi, pekerjaan saya

mengamati dan menganalisis plasma nutfah tersebut.”

Dia tahu benar satu per satu plasma nutfah apel yang men-jadi koleksi di Balitjestro. Seba-gai kepala kebun percobaan, jabatan itu sangat vital meng-ingat ia satu-satunya orang yang menjaga dan melestari-kan plasma nutfah buah apel agar tidak punah. “Itulah tugas saya.”

Suhu tinggi Suhariyono tahu betul, tidak

mudah mempertahankan apel, baik sebagai komoditas yang menguntungkan, apalagi seba-gai identitas kultural. Tantang-an terbesarnya ialah suhu yang tidak lagi bersahabat.

Pohon apel hidup di keting-gian 1.000-1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl), kemi-ringan lahan anjuran 0º-30º, tanah berstruktur gembur dan subur dengan pH 6-6,5, dan berdrainase baik.

Serta suhu minimum malam hari berkisar 16ºC dan suhu maksimal pada siang hari berkisar 30ºC dengan curah hu jan berkisar 1.000-2.000 mm/tahun.

Namun, hasil pengamatan Suhariyono menyebutkan se-lama 30 tahun terakhir suhu di Kota Batu naik 5 derajat celsius, dengan suhu maksimal seka-rang 32 derajat celsius.

Suhu rata-rata juga bertam-bah panas karena kerusakan lingkungan. Dalam kondisi seperti itu, tidak mudah me-langgengkan budaya menanam dan merawat tanaman apel di

kalangan petani. “Ancaman kepunahan terha-

dap tanaman apel sudah di depan mata. Apalagi bila tidak ada upaya serius berbagai pihak dalam mengubah peri-laku untuk menjaga kelestarian lingkungan,” ujarnya tegas.

Apel impor Persoalan lain yang dihadapi

petani apel adalah makin ma-halnya obat-obatan dan pesti-sida. “Paling tidak, ada empat masalah yang perlu mendapat-kan prioritas untuk ditangani selama lima tahun ke depan,” katanya.

Empat hal itu, penurunan mutu lahan, harga apel yang sangat fluktuatif, akses per-modalan bagi petani kecil lebih sulit, dan peran kelembagaan petani belum optimal.

Jadi, kalau mau mewujudkan kembali kejayaan apel di Jatim, ya perlu rancang bangun ber-dasarkan persoalan itu dan harus disertai antisipasi ter-hadap perubahan lingkungan strategis,” jelasnya.

Suhariyono menuturkan ada tiga program dalam rancang bangun pengembangan agro-bisnis apel. Yang pertama ada-lah menghambat laju degra-dasi dan perbaikan mutu lahan. “Lalu harus ada pengawalan teknologi dan penelitian budi daya apel ramah lingkungan. Yang penting, ada pembentuk-an dan penguatan kelemba-gaan agrobisnis apel,” terang-nya.

Oleh karena itu, dukungan kebijakan pemerintah juga

sangat diperlukan. Mulai dari penetapan harga pokok apel di tingkat petani, imbauan agar institusi lingkup pemerintah daerah dan hotel di Jatim men-jadikan apel sebagai sajian ‘selamat datang’ bagi tamu mereka, serta mewajibkan su-permarket menjual apel batu dengan porsi 10% dari seluruh buah yang dipajang.

“Perlakuan untuk apel lokal harus sama dengan apel im-por,” tambahnya.

Apalagi, menurut Suhari-yono, apel hasil budi daya petani di Jatim memenuhi stan-dar kesehatan untuk dikon-sumsi ketimbang apel impor. Hasil penelitian menyebutkan apel impor tidak segar dan mengandung kadar residu kimia.

Apel impor yang membanjiri pasar domestik itu adalah hasil panen 2-6 bulan sebelum ak hir-nya dijual di pasaran. Agar tetap awet, biasanya dicuci dengan campuran bahan kimia dan kulit luar dibalut lilin.

Tujuannya agar metabolisme apel tertutup oleh lilin sehingga udara tidak bisa masuk dan menghambat kebusukan. Adapun apel lokal hanya mam-pu bertahan selama 18-28 hari di ruang terbuka. Setelah itu layu atau busuk.

“Jadi, jangan sekali-kali men-gonsumsi apel impor bersama kulitnya. Karena efek samping sangat berbahaya, bisa men-gakibatkan kanker,” tegasnya. (M-4)

[email protected]

Berusaha Bertahan dalam Pemanasan Global

Bagus Suryo

Tempat, tanggal lahir : Batu, Malang,

13 Desember 1956

Profesi: Peneliti pada Balai Penelitian

Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro)

Pendidikan:• S-1 Jurusan Pertanian

bidang Agronomi Universitas Muhammadiyah Malang, 1990• Training Program in Tropical Fruit 1995 in The University of

Queensland, Australia• Courses at the Wageningen

Agricultural Univesity in the MSc Crop Scince,

Belanda, 2000

Hasil penelitian (antara lain)

• Pelepasan Varietas Apel Anna, 1995

• Teknik Pengelolaan Induk Batang Bawah Apel Liar dan

Klon-Klon Harapan Apel, 1997• The Effect Of Using Flour

Type to Apple Pudding Quality, 2003

• Perbaikan Varietas Unggul Apel melalui Top-Working,

2004• Penetapan Kebutuhan

Tumbuh Optimal Tanaman Apel di Indonesia, 2007

• Rancang Bangun Pengembangan Agribisnis Apel di Kota Batu, 2009