29
HASIL PENELITIAN PEREMPUAN MISKIN DALAM KETERISOLASIANNYA (STUDY PEREMPUAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL SUKU LAUT) DI DESA KELUMU KABUPATEN LINGGA SRI WAHYUNI, M.Si ( Ketua ) NIDN 1016047701 MUHAMMAD YUSUF H.M.M.Ed (Anggota) NIDN 1005058007 UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI MARET 2012

study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

  • Upload
    dokiet

  • View
    243

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

HASIL PENELITIAN

PEREMPUAN MISKIN DALAM KETERISOLASIANNYA

(STUDY PEREMPUAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL SUKU LAUT)

DI DESA KELUMU KABUPATEN LINGGA

SRI WAHYUNI, M.Si ( Ketua )NIDN 1016047701

MUHAMMAD YUSUF H.M.M.Ed (Anggota)NIDN 1005058007

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

MARET 2012

Page 2: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

i

RINGKASAN

Masyarakat Komunitas Adat Terpencil (KAT) identik dengan keterisoliran, dan

keterisoliran salah satu penyebab masyarakat dalam kemiskinan. Akibat dari keterisoliran

masyarakat jauh dari fasilitas pelayanan pemerintah, baik dari sudut ekonomi , pendidikan,

kesehatan dan pembangunan infrastruktur serta interaksi sosial.

Masalah kemiskinan ini dikatakan sebagai suatu problema karena masalah kemiskinan

menuntut adanya suatu upaya pemecahan masalah secara berencana, terintegrasi dan

menyeluruh dalam waktu yang singkat. Upaya pemecahan masalah kemiskinan tersebut

sebagai upaya mempercepat proses pembangunan yang selama ini sedang dilaksanakan,

karena masalah kemiskinan perlu di dasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin itu

sendiri dan adanya pengakuan pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak dasar

masyarakat miskin, yaitu hak sosial, ekonomi, dan politik.

Kemiskinan yang dialami perempuan merupakan dampak dari kebijakan pembangunan

yang kurang responsif gender dan juga relasi gender yang tidak seimbang. Karena

permasalahan kemiskinan yang dihadapi laki-laki berbeda dengan permaslahan yang

dihadapi perempuan. Sehingga hal ini lah yang menjadikan perempuan berada pada posisi

marginal.

Penelitian ini mengkaji kondisi sosial ekonomi perempuan miskin masyarakat komunitas

adat terpencil suku laut yang sudah dirumahkan dan menetap dalam satu pulau yakni di desa

Kelumu Kabupaten Lingga. Dalam mengkaji dan menganaliss penelitian ini menggunakan

teori struktural fungsional dengan pendekatan analisis gender. Hasil penelitian menunjukan

tidak ada perubahan yang terlalu signifikan bagi perempuan suku laut, mereka masih tetap

miskin dan marginal, sama halnya ketika mereka masih hidup disampan. Hanya bedanya saat

ini mereka hidup di rumah dengan ukuran 6m X 6 m yang dihuni bisa sampai tujuh keluarga

dalam satu rumah.

Metode yang digunakan adalah kualititif dengan pendekatan deskiptif. Teknik

pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi lalu data yang

terkumpul dan dianalisa. Analisa data dilakukan berdasarkan operasionalisasi dari konsep

kemiskinan perempuan masyarakat komunitas adat terpencil suku laut. Penelitian ini

direncanakan berlangsung selama 1 (satu) tahun sampai dengan akhir Desember 2013.

Kata kunci: Perempuan, Kemiskinan, Komunitas Adat Terpencil

Page 3: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah kemiskinan merupakan persoalan klasik yang hingga saat ini masih menjadi

problem utama, terutama di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Penanganan

kemiskinan kemudian menjadi suatu upaya yang mendapatkan perhatian banyak pihak. Hal ini

melahirkan sejumlah teori/pandangan, dan pendekatan yang kemudian mempengaruhi

kebijakan yang berbeda-beda.

Pandangan konvensional menyebutkan kemiskinan sebagai kekurangan modal dan

menganggap masyarakat miskin sebagai objek yang tidak memiliki informasi dan pilihan,

sehingga tidak perlu terlibat dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. Padahal dalam

UU 1945 Pasal 34 ayat (1) menyebutkan bahwa “fakir miskin dan anak terlantar dipelihara

oleh Negara” kemudian ayat (2) menyebutkan bahwa “Negara berkewajiban menangani fakir

miskin melalui pemberdayaan dan bantuan jaminan sosial”. Amanat Undang-Undang ini

mempertegas pentingnya upaya penanggulangan kemiskinan.

Pendekatan diatas terbukti kurang optimal dalam memecahkan masalah kemiskinan

bukan hanya disebabkan kesulitan anggaran dan lemahnya rancangan kebijakan, tetapi juga

tidak adanya pengakuan dan penghormatan atas suara dan hak-hak dasar masyarakat miskin.

Oleh sebab itu, pemecahan masalah kemiskinan tidak lagi dapat dilakukan oleh pemerintah

sendiri melalui kebijakan sektoral dan terpusat, seragam dan berjangka pendek.

Masalah kemiskinan ini dikatakan sebagai suatu problema karena masalah kemiskinan

menuntut adanya suatu upaya pemecahan masalah secara berencana, terintegrasi dan

menyeluruh dalam waktu yang singkat. Upaya pemecahan masalah kemiskinan tersebut

sebagai upaya mempercepat proses pembangunan yang selama ini sedang dilaksanakan, karena

masalah kemiskinan perlu di dasarkan pada pemahaman suara masyarakat miskin itu sendiri

dan adanya pengakuan pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak dasar masyarakat

miskin, yaitu hak sosial, ekonomi, dan politik.

Indonesia dengan jumlah penduduk lebih kurang 240 juta jiwa, dimana 49 persesn dari

populasi Indonesia adalah kaum perempuan. Jadi titik tolak pembicaraan, tidak akan pernah

lepas dari kehidupan perempuan. Mengapa demikian ? karena perempuan dalam wacana

kemiskinan, adalah kelompok yang sangat rentan terhadap persoalan ini. Bahkan lebih eksrim

lagi, ketika membicarakan kemiskinan baik di Indonesia maupun dibelahan dunia lainnya,

maka perempuan selalu ada di dalamnya. Seakan kemiskinan adalah milik kaum perempuan.

Bahkan ada yang mengatakan bahwa kemiskinan itu identik dengan perempuan.

Page 4: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

Seperti yang di ungkapkan oleh Tabrani Yunis dalam tulisannya perempuan di jurang

kemiskinan, Di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2009 dari

jumlah penduduk miskin yang mencapai 32,53 juta jiwa (14,15persen), 70 persen dari mereka

adalah perempuan. Ini menunjukan angka yang cukup besar bukan ? kita boleh tidak percaya

atau ragu terhadap data tersebut. Namun bila kita melihat persoalan lain dari kehidupan

perempuan dibalik angka kemiskinan tersebut, ada angka buta aksara perempuan sebesar

12,28persen, sedangkan laki-laki 5,84persen. Angka kematian ibu (AKI) juga masih sangat

tinggi, sebesar 248 per 100.000 kelahiran hidup. Secara ekonomi, tingkat partisipasi angkatan

kerja (TPAK) laki-laki jauh lebih tinggi (86,5 persen dari pada perempuan (50,2 persen).

Bila dilihat dari faktor penyebab kemiskinan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

kemiskinan struktural dan kemiskinan kultural. Badan Pusat Statisti (BPS) dalam dian 2008)

mendefinisikan kemiskinan struktural sebagai kemiskinan yang ditenggarai atau disebabkan

dari kondisi struktur atau tatanan kehidupan yang tak menguntungkan. Di dalam kondisi

struktur yang demikian itu, kemiskinan menggejala bukan oleh sebab-sebab yang alami,

melainkan oleh sebab tatanan sosial yang tidak adil. Tatanan yang tidak adil ini menyebabkan

banyak warga masyarakat gagal memperoleh peluang atau akses untuk mengembangkan

dirinya serta meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga mereka yang malang dan terperangkap

ke dalam perlakuan yang tidak adil ini menjadi serba berkekurangan, tak setara dengan

tuntutan untuk hidup yang layak dan bermartabat sebagai manusia, sedangkan kemiskinan

kultural diakibatkan oleh faktor-faktor adat dan budaya suatu daerah tertentu yang

membelenggu seseorang tetap melekat dengan indikator kemiskinan. Kemiskinan karena

tradisi sosio-kultural terjadi pada suku-suku terasing atau yang dikenal dengan istilah

Komunitas Adat Terpencil (KAT).

Berdasarkan sifatnya, kemiskinan dibagi menjadi dua, yaitu: kemiskinan kronis dan

kemiskinan sementara (Anonymous dalam dian 2008). Kemiskinan kronis merupakan kondisi

kemiskinan yang berlangsung secara terus menerus. Mereka yang mengalami kemiskinan

kronis adalah mereka yang selalu berada di bawah kemiskinan pada kurun waktu yang cukup

panjang dan berbagai usaha telah mereka lakukan namun tetap miskin. Penyebabnya yaitu: (1)

kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak

produktif, (2) keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian, terutama penduduk yang tinggal di

daerah-daerah kritis sumberdaya alam dan daerah terpencil, serta keterbatasan kemampuan

penduduk untuk melakukan perpindahan dalam rangka peningkatan taraf hidup, (3) rendahnya

taraf pendidikan dan derajat kesehatan, dan (4) terbatasnya lapangan kerja dan

ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar. Kemiskinan sementara terjadi

Page 5: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

akibat adanya perubahan dari luar yang menyebabkan suatu keluarga atau kelompok

masyarakat yang semula tidak miskin menjadi miskin. Perubahan tersebut disebabkan oleh: (1)

pergeseran siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, (2) perubahan yang

bersifat musiman seperti dijumpai pada kasus kemiskinan nelayan dan pertanian tanaman

pangan, dan (3) bencana alam, kerusakan sosial atau dampak dari suatu kebijakan tertentu

yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

Persoalan kemiskinan perempuan ini sangat memprihatinkan dan membahayakan bagi

perempuan dan generasi bangsa. Kemiskinan perempuan yang disebabkan oleh kemiskinan

struktural membuat perempuan-perempuan yang sudah terisolir menjadi semakin terisolasi

untuk mendapatkan akses pada akhirnya menjadikan mereka miskin baik itu dalam hal

komunikasi, pendidikan, kesehatan dan ekonomi, hal ini banyak di alami oleh perempuan

masyarakat KAT.

Pemerintah melalui Departemen Sosial (Depsos) sebagai instansi sektoral yang

terlibat langsung dalam penanganan masalah kemiskinan, dalam rencana strategisnya (renstra)

memiliki program kemiskinan yang di antaranya adalah pemberdayaan fakir miskin,

pemberdayaan komunitas adat terpencil (KAT), dan pemberdayaan penyandang masalah

kesejahteraan sosial lainnya. Keseluruhan program tersebut bertujuan untuk “meningkatkan

keserasian kebijakan publik, pengkajian strategi dan pelaksanaan program-program

pembangunan dalam memberdayakan keluarga fakir miskin, KAT, keluarga dan perempuan

rawan sosial-ekonomi”. Sasaran programnya adalah kelompok masyarakat yang memiliki

ketidakmampuan sosial-ekonomi atau rentan menjadi miskin termasuk keluarga fakir miskin,

perempuan rawan sosial-ekonomi dan warga masyarakat yang tinggal di daerah kumuh.

Pemberdayaan KAT merupakan salah satu program pemerintah dalam upaya

penanggulangan kemiskinan yang ada di Indonesia, berbagai strategi dan upaya yang

dilakukan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam mengatasi masalah

kesenjangan sosial yang ada, mulai dari peningkatan sumber daya manusia, ekonomi,

lingkungan sosial, politik, dan lain sebagainya. Pemerintah pusat memberikan kewenangan

pada setiap daerah untuk mengimplementasikan program tersebut guna membantu masalah

kesejahteraan masyarakat setempat.

Komunitas Adat Terpencil (KAT) merupakan salah satu dari 22 jenis masalah

kesejahteraan sosial yang menjadi sasaran garapan departemen sosial melalui program

pemberdayaan sosial. Kriteria yang digunakan adalah hidup terpencil, hidupnya masih terikat

pada sumber daya alam sekitar, habitatnya terasing dan terbelakang, dengan kriteria tersebut

Page 6: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

dapat dipastikan mereka termasuk keluarga fakir miskin serta memiliki tempat tinggal yang

tidak layak huni dan juga adanya perempuan rawan sosial-ekonomi.

KAT ini tersebar diseluruh Indonesia, baik di pulau besar maupun dipulau kecil.

Berdasarkan data rektorat pemberdayaan komunitas adat terpencil, persebaran KAT di

Indonesia sebesar 229.479 kepala keluarga (KK) dan pada tahun 2008 jumlah yang

diberdayakan sebanyak 73.514 KK dan yang belum diberdayakan sebanyak 143.402 KK. Di

dalam jumlah tersebut termasuk KAT yang ada di Desa Kelumu Kab Lingga sebanyak 38 KK

yang sudah diberdayakan

KAT di Desa Kelumu kabupaten Lingga adalah masyarakat suku laut yang

sebelumnya, tinggal di atas sampan yang mereka istilahkan dengan kajang yang berukuran 3 x

1 meter. Kajang ini layaknya seperti rumah di daratan semua aktifitas mulai dari melahirkan,

membesarkan anak, makan, tidur, memasak, menikah dan proses produksipun dilakukan di

atas sampan. Akan tetapi saat ini mereka tidak lagi tinggal di sampan karna sudah

mendapatkan pemberdayaan dari pemerintah setempat melalui Dinas Sosial. Mereka

ditempatkan dalam satu pulau dan dibangunkan rumah-rumah panggung di pinggir laut dengan

mata pencarian tetap sebagai nelayan. Selain bantuan berupa rumah, juga jalan berupa

semenisasi (rabat beton) sebagai penghubung dengan masyarakat di luar komunitas mereka

ada juga bantuan fasilitas air bersih dan untuk penerangan masyarakat menggunakan listrik

desa (Genset).

Sebagai bagian dari warga negara Indonesia, KAT memiliki hak dan kewajiban yang

sama dengan warga negara lainnya. Namun karena keterbatasannya, hak warga KAT relative

belum atau kurang terpenuhi, baik dalam hak sipil dan politik serta ekonomi, sosial dan

budaya. Akibatnya hak-hak warga KAT sebagi warga negara belum dapat dinikmati, sehingga

KAT menjadi bagian dari kelompok marginal. Jika KAT merupakan bagian dari kelompok

marginal, maka perempuan KAT berada dalam kondisi yang lebih tidak diuntungkan, karena

mereka KAT dan karena mereka perempuan. Sebagaimana yang diketahui bersama hingga saat

ini ketimpangan gender adalah realita yang masih sering ditemukan di lapangan dan

perempuan KAT merupakan bagian dari the voiceless yang juga mengalami dampak dari

ketimpangan gender.

Penelitian ini akan membahas bagaimana kehidupan sosial ekonomi perempuan

masyarakat KAT di Desa Kelumu Kabupaten Lingga, setelah mereka dirumahkan dengan

menggunakan pendekatan analisis gender dan teori struktural fungsional. Dengan Melihat

aktifitas sosial ekonomi mereka untuk bisa survive dengan segala keterbatasan yang

Page 7: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

disebabkan karena keterisolasian mareka dan juga melihat fungsi dan peran pemerintah

sebagai stakeholeders yang telah memberikan bantuan

I.1 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka tim peneliti merumuskan pertanyaan yang menjadi starting

poin dalam penelitian adalah bagaimanakah kehidupan sosial ekonomi perempuan komunitas

adat terpencil setelah mereka di rumahkan ?

I.2 Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

Kajian ditujukan untuk melihat dan mengidentifikasi kehidupan sosial ekonomi perempuan

komunitas adat terpencil suku laut setelah mereka di rumahkan. Sehingga dapat menghasilkan

suatu program pemberdayaan yang tepat bagi perempuan komunitas adat terpencil yang ada di

Desa Kelumu Kabupaten Lingga khususnya.

I.2.1 Manfaat Teoritis

Sebagai acuan dan referensi akademis terkait dengan kehidupan sosial ekonomi masyarakat

miskin karena keterisolasiannya, khusus perempuan komunitas adat terpencil suku laut

I.2.2 Manfaat Praktis

1. Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah selaku stakeholeders

yang berhubungan langsung maupun bagi pihak-pihak yang tidak berhubungan langsung

dalam rangka merumuskan program yang tepat untuk di implementasikan bagi

pemberdayaan perempuan miskin komunitas adat terpencil suku laut yang ada di

Kabupaten Lingga umumnya Desa Kelumu Khususnya.

2. Sebagai pedoman bagi masyarakat yang ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan

terutama pada program pemberdayaan KAT sehingga ada sinergitas antara instansi dengan

masyarakat guna terwujudnya pembangunan yang efektif dan efisien.

Page 8: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Masyarakat Komunitas Adat Terpencil (KAT) identik dengan keterisoliran, dan

keterisoliran salah satu penyebab masyarakat dalam kemiskinan. Akibat dari keterisoliran

masyarakat jauh dari fasilitas pelayanan pemerintah, baik dari sudut ekonomi , pendidikan,

kesehatan dan pembangunan infrastruktur serta interaksi sosial.

II.1 Konsep Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang

tidak terpenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan

yang bermartabat. Menurut Andist (2008) kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga

pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan cultural. Seseorang

termasuk golongan kemiskinan absolute apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis

kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang,

kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong kemiskinan relatif sebenarnya telah

hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat

sekitarnya. Sedang miskin culturalberkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok

masyarakat yang tidak mau berusah memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha

dari pihak lain yang membantunya. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman

utamanya mencakup:

1. Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-

hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini

dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.

2. Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan,

dan ketidakmapuan untuk berpartisispasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk

pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan,

karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi

pada bidang ekonomi.

3. Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna

memadai di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi

di seluruh dunia. (Wikipedia:2011)

Menurut Suharto dalam Nawawi (2009) menyatakan bahwa kemiskinan merupakan

konsep dan fenomena yang bermatra multidimensional. SMERU, misalnya, menunjukkan

bahwa kemiskinan memiliki beberapa ciri :

Page 9: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan komsumsi dasar (pangan, sandang dan

papan).

2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan,

sanitasi, air bersih dan transportasi).

3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan

keluarga).

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal.

5. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

6. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber alam.

7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang

berkesinambungan.

8. Ketiadkmampuan untuk beruasaha karena cacat fisik maupun mental.

9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban

tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).

Dengan menggunakan perspektif yang lebih luas lagi, (David Cox dalam Muhammad 2012)

membagi kemiskinan kedalam beberapa dimensi:

1. Kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang dan

yang kalah. Pemenang adalah umumnya Negara-negara maju. Sedangkan Negara-

negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar

bebas yang menjadi prasyarat globalisasi.

2. Kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsistem

(kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan pedesaan (kemiskinan

akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan

(kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan

perkotaan).

3. Kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan

kelompok minoritas.

4. Kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain

atau fakstor-faktor eksternal di luar masyarakat miskin. Seperti konflik, bencana

alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk.

Secara ekonomi, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kekurangan sumber daya

yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan

sekelompok orang. Sumberdaya dalam konteks ini menyagnkut tidak hanya aspek finansial,

melainkan pula semua jenis kekayaan (wealth) yang dapat meningkatkan kesejahteraan

Page 10: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

masyarakat dalam arti luas. Berdasarkan konsepsi ini, maka kemiskinan dapat diukur secara

langsung dengan menetapkan persediaan sumberdaya yang dimiliki melalui penggunaan

standar baku yang dikenal dengan garis kemiskinan (poverty line). Cara seperti ini sering

disebut dengan metode pengukuran kemiskinan absolute.

Kemiskinan pada umumnya didefinisikan dari segi ekonomi, khususnya pendapatan

dalam bentuk uang ditambah dengan keuntungan-keuntungan non-material oleh seseorang.

Namun demikian, secara luas kemiskinan juga kerap didefinisikan sebagai kondisi yang

ditandai oleh serba kekurangan pendidikan, keadaan kesehatan yang buruk, dan kekurangan

transportasi yang dibutuhkan oleh masyarakat (SMERU dalam dalam Muhammad 2012).

Definisi kemiskinan dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar seperti ini diterapkan

oleh Depsos, terutama dalam mendefinisikan fakir miskin.

Fakir miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan atau orang yang mempunyai

sumber mata pencaharian tetapi tidak memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi

kemanusiaan (Depsos dalam Muhammad 2012). Yang dimaksud kebutuhan pokok dalam

definisi ini meliputi kebutuhan atau makanan, pakaian, perumahan, perawatan kesehatan, dan

pendidikan. Secara politik, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan

(power). Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat

menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan

sumberdaya.

Dalam konteks politik ini Friedman mendefinisikan kemiskinan dalam kaitannya

dengan ketidaksamaan kesempatan dalam mengakumulasikan basis kekuasaan sosial yang

meliputi: (a) modal produktif atau asset (tanah, perumahan,alat produksi, kesehatan), (b)

sumber keuangan (pekerjaan, kredit), (c) organisasi sosial dan politik yang adapat digunakan

untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial), (d) jejaring

sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa, (e) pengetahuan dan keterampilan, dan

(f) informasi yang berguna untuk kemajuan hidup (Friedman dalam Muhammad 2012).

Kemiskinan secara sosial-psikologis menunjuk pada kekurangan jaringan dan struktur

sosial yang mendukung dalam mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan

produktivitas. Dimensi ini juga dapat diartikan sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh

adanya factor-faktor penghambat yang mencegah dan merintangi seseorang dalam

memanfaatkan kesempatan-kesempatan yang ada di masyarakat. Faktor-faktor penghambat

tersebut secara umum meliputi faktor internal dan eksternal. Factor internal dating dari dalam

di masyarakat miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya.

Page 11: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

Teori ‘kemiskinan budaya’ yang dikemukakan oleh Oscar Lewis,, menyatakan bahwa

kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh

orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja

dan sebagainya. Faktor eksternal datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan,

seperti birokrasi atau peraturan-peraturan resmi yang dapat menghambatseseorang dalam

memnfaatkan sumberdaya. Kemiskinan model ini seringkali diistilahkan dengan kemiskinan

struktural. Menurut pandangan ini, kemiskinan terjadi bukan dikarenakan ‘ketidakmauan”

masyarakat miskin untuk bekerja, melainkan karena “ketidakmampuan” sistem dan struktur

sosial dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan masyarakat miskin

dapat bekerja.

II.2. Faktor Penyebab Timbulnya Kemiskinan

Ada bebearapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan, yaitu :

1. Pendidikan yang terlampau rendah

Dengan adanya tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan seseorang kurang

mempunyai keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupannya. Keterbatasan

pedidikan/keterampilan yang dimiliki menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk

masuk dalam dunia kerja. Atas dasar kenyataaan tersebut miskin dikarenakan tidak bisa

berbuat apa-apa untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

2. Malas bekerja

Sikap malas merupakan suatu masalah yang cukup memprihatinkan, karena

masalah ini menyangkut mentaliter dan kepribadian seseorang. Adanya sikap malas ini

seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja, atau bersikap pasif

dalam hidupnya. Sikap malas ini cenderung untuk menggantungkan hidupnya pada

orang lain, baik pada keluarga, saudara atau family yang dipandang mempunyai

kemampuan untuk menanggung kebutuhan hidup mereka.

3. Keterbatasan sumber alam

Kemiskinan akan melanda suatu masyarakat apabila sumber alamnya tidak lagi

memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Sering dikatakan oleh para ahli

bahwa masyarakat itu miskin karena memang dasarnya alamiah miskin. Alamiah

miskin yang dimaksud di sini adalah kekayaan alamnya, misalnya: tanahnya berbatu-

batu, tidak menyimpan kekayaan mineral, dan sebagainya. Dengan demikian layakah

kalau miskin sumber daya alam miskin juga masyarakatnya.

4. Terbatasnya lapangan kerja

Page 12: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

Keterbatasan lapangan kerja membawa konsekuensi kemiskinan bagi

masyarakat. Secara ideal banyak orang mengatakan bahwa seseorang harus mampu

menciptakan lapangan kerja baru. Tetapi secara faktual hal tersebut kecil

kemungkinannya, karena adanya keterbatasan kemampuan seseorang baik yang berupa

skill maupun modal.

5. Keterbatasan modal

Keterbatasan modal merupakan sebuah kenyataan yang ada di negara-negara

yang sedang berkembang, kenyataan tersebut membawa kemiskinan pada sebagian

besar masyarakat di negara-negara berkembang. Seseorang miskin sebab mereka tidak

mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan

keterampilan yangmereka miliki dengan suatutujuan untuk memperoleh penghasilan.

Keterbatasan modal bagi Negara-negara yang sedang berkembang dapat diibaratkan

sebagai suatu lingkaran yang tak berujung pangkal baik dari segi permintaan akan

modal maupun dari segi penawaran akan modal.

6. Beban keluarga

Semakin banyak anggota keluarga akan semakin banyak/meningkat pula

tuntutan beban hidup yang harus dipenuhi. Seseorang yang mempunyai anggota

keluarga banyak apabila tidak diimbangi dengan usaha peningkatan pendapatan sudah

pasti akan menimbulkan kemiskinan karena mereka memang berangkat dari

kemiskinan. Kenaikan pendapatan yang dibarengi dengan pertambahan jumlah

keluarga, berakibat kemiskinan akan tetap melanda mereka dan bersifat laten.

II.3 Komunitas Adat Terpencil (KAT)

KAT merupakan sebuah kelompok sosial budaya yang secara geografis bertempat

tinggal di daerah terpencil, terisolir dan sulit dijangkau. Kondisi demikian mengakibatkan

terbatasnya akses terhadap dunia luar. Kedudukan ini menjadi salah satu faktor terbatasnya

aksebilitas pelayanan sosial dasar, sehingga mereka tertinggal perkembangannya dibandingkan

dengan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Komunitas Adat Terpencil (KAT) adalah kelompok sosial budaya yang bersifat lokal

dan terpencil serta kurang atau belum terlibat dalam jaringan dan pelayanan baik sosial,

ekonomi, maupun politik (Keppres Nomor 111 Tahun 1999). Sebagaimana komunitas lainnya,

KAT juga mengalami berbagai masalah sosial dan bahkan lebih bervariasi dan lebih kompleks

dilihat dari berbagai sudut pandang warga KAT pada umumnya bertempat tinggal jauh di

pedalaman di tengah hutan belantara, di dataran tinggi atau pegunungan, di rawa-rawa, di

Page 13: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

pesisir pantai, di pulau-pulau terpencil, dan di daerah perbatasan dengan Negara tetangga.

Secara geografis maupun sosial budaya habitat KAT dapat dibagi menjadi 3 (tiga) kategori,

masih berkelana, menetap sementara, dan menetap.

Dalam mempertahankan hidupnya, warga KAT umumnya mengandalkan sumber dan

potensi alam dengan menggunakan penerapan teknologi sangat sederhana. Derasnya arus

informasi yang disertai dengan kemajuan teknologi, secara lambat laun, kehidupan KAT juga

makin tertinggal, bahkan terdesak hingga terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Permasalahan sosial yang dihadapi warga KAT tidak terletak pada kebiasaan hidup

yang telah mereka jalani, akan tetapi diukur dari derajat kelayakan hidup yang memungkinkan

mereka tetap mempertahankan keberlangsungan hidupnya (survival), membangun peradaban

sendiri (civilization) serta memenuhi martabat kemanusiaan (human dignity) dan hak-haknya

yang layak bagi kemanusiaan (human right) dalam kesatuan hidup bermasyarakat, berbangsa

dan bernegara.

Abraham Maslow (dalam Richard L. Daft, 2002) berpendapat ada 5 (lima) hierarki

kebutuhan manusia, yaitu (1) Fisiologi (physiological needs), yaitu kebutuhan fisik manusia

yang paling mendasar seperti pangan, sandang perumahan, udara, dan air termasuk kebutuhan

seks, (2) Kebutuhan keamanan (safety needs) adalah kebutuhan untuk keselamatan dan

jaminan lingkungan fisik, emosional, dan kebebasan dari adanya ancaman. (3) Kebutuhan

penerimaan (belongingness needs) adalah kebutuhan yang merefleksikan hasrat untuk diterima

oleh sesama, menjadi ikatan sekawan dan menjadi bagian dari kelompok. (4) Kebutuhan

penghargaan (esteem needs) yaitu kebutuhan untuk memiliki kesan positif dan menerima

perhatian, penyaluran dan apresiasi dari orang lain. (5) Kebutuhan aktualisasi diri (self

actualization needs) merupakan kebutuhan yang menekankan pada potensi dan peningkatan

kompetensi seseorang.

Bagi warga KAT kelima hirarki kebutuhan manusia tersebut di atas rasanya masih jauh

dari kenyataan, karena pemenuhan kebutuhan dasar (fisiologi) belum semuanya terpenuhi

secara layak. Terlebih bagi warga KAT yang masih dalam taraf awal pemberdayaan sosial.

II.4. Kebijakan dan Strategi

Kebijakan umum pembardayaan KAT diarahkan pada upaya pengembangan

kemandirian KAT untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dalam berbagai aspek kehidupan dan

penghidupannya agar mampu menanggapi perubahan sosial budaya dan lingkungannya. Arah

kebijakan pemberdayaan KAT meliputi :

1. Meningkatkan profesionalitas pelayanan sosial baik yang dilaksanakan oleh pemerintah

maupun masyarakat dan dunia usaha terhadap KAT.

Page 14: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

2. Meningkatkan dan memeratakan pelayanan sosial yang lebih adil, dalam arti bahwa setiap

KAT berhak untuk memperoleh pelayanan sosial yang sebaik-baiknya.

3. Memantapkan manajemen pelayanan sosial bagi KAT melalui penyempurnaan terus

menerus dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi dan pelaporan pelayanan

sosial yang semakin berkualitas dan akuntabilitas.

4. Meningkatkan dan memantapkan partisipasi sosial masyarakat dalam pelayaan sosial

dengan melibatkan semua unsur dan komponen masyarakat atas dasar swadaya dan

kesetiakawanan sosial sehingga merupakan bentuk usaha-usaha kesejahteraan sosial yang

melembaga dan berkesinambungan.

Strategi pemberdayaan KAT adalah menciptakan kondisi lingkungan yang

mendukung KAT untuk dapat mengembangkan keterampilan dan kemampuan adaptasi

terhadap perubahan lingkungan sosial budaya, ekonomi dan politik. Dalam pelaksanaan

strategi tersebut, maka pendekatan yag digunakan adalah :

a. Pemberdayaan, yang mengandung makna untuk meningkatkan profesionalisme dan

kinerjanya serta pemberian kepercayaan dan peluang kepada masyarakat, dunia usaha dan

KAT untuk mencegah dan mengatasi masalah yang ada di lingkungannya.

b. Kemitraan, yang mengandung makna adanya kerjasama sesuai dengan program,

kepedulian, kesetaraan, kebersamaan, kolaborasi dan jaringan kerja yang menumbuh

kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra dengan KAT.

c. Partisipasi, yang mengandung makna adanya prakarsa dan peranan dari KAT dan

lingkungan sosialnya dalam pengambilan keputusan serta melakukan pilihan terbaik untuk

peningkatan kesejahteraan sosialnya.

d. Advokasi sosial, yang mengandung makna perlindungan terhadap berbagai sumberdaya

yang dimiliki untuk meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup KAT.

II.5 Perempuan Miskin

Mempersoalkan kemiskinan dalam relasi perempuan dan laki-laki bukanlah versus

yang given, akan tetapi kemiskinan perempuan dipahami sebagai persoalan yang lahir dari

kontruksi sosial yang tidak adil dalam relasi gender. Kenyataan kemiskinan yang banyak

dialami oleh kaum perempuan, memiliki latar masalah yang berbeda dengan kemiskinan yang

dialami oleh laki-laki, kemiskinan yang dialami oleh perempuan tidak lepas dari kondisi

ketidakadilan gender yang sedang berlansung umumnya pada masyarakat patriakhat, yang

menempatkan perempuan pada kondisi yang tidak diuntungkan, baik pada aspek struktural

maupun pada aspek kultural.

Page 15: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

Persoalan kemiskinan juga tidak hanya sekedar berbicara ketidakpunyaan atau

ketidakcukupan individu dalam suatu kelompok dalam memenuhi kebutuhan terhadap barang-

barang yang langka, akan tetapi persoalan kemiskinan juga melekat problem ketidakadilan

gender, hal ini akan terlihat dari bagaimana distribusi dan alokasi hak untuk mendapatkan

pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan yang baik, tingkat pendapatan yang adil dan

mendapatkan akses yang setara.

Kondisi kemiskinan yang dialami oleh perempuan bukanlah disebabkan karena factor

bahwa perempuan malas dibandingkan laki-laki, akan tetapi kemiskinan kelompok perempuan

lebih banyak disebabkan oleh factor-faktor structural yang menghegomoni dan membonsai

peran-peran perempuan, sehingga posisi perempuan menjadi lemah dan miskin.

Identifikasi atas beberapa persoalan kemiskinan perempuan sebagai sebuah bentuk

ketidakadilan gender, dapat dijumpai pada bentuk ketidakadilan gender seperti ;

Pertama ; Marginalisasi (peminggiran) perempuan pada sektor publik, apakah itu dibidang

politik, sosial, ekonomi dan budaya, tidak jarang perempuan hanya dijadikan sebagai

pelengkap dalam relasinya dengan laki-laki. Konsekwensi dari proses marginalisasi perempuan

pada sektor-sektor public, menjadikan perempuan mengalami keterhambatan dalam

mengaktualisasikan potensi dirinya sebagai manusia yang punya kehendak yang sama dengan

laki-laki. Marginalisasi perempuan ini akan berpengaruh langsung pada pemiskinan

perempuan.

Kedua ; Subordinasi. Kaum perempuan berada pada posisi subordinate yaitu tunduk pada laki-

laki. Perempuan dianggap mahluk yang irasional dan emosional dan hanya layak berada di

wilayah domestik karena ketidak mampuan dalam memimpin. Pandangan perempuan sebagai

konco wingking, yaitu teman di belakang atau di balik wilayah publik yang ditempati laki-laki.

Kondisi subordinasi ini menjadi perempuan dihinggapi penyakit Cinderella complex (takut

dijauhi atau dicela kaum pria), ketika perempuan berada pada kondisi subordinasi,

menjadikanperempuan umumnya tidak otonom dan berdaulat dalam mengakses dan mengelola

modal sosial dan ekonomi yang dimilikinya, karena tidak akan lepes dari penguasaan laki-laki

dalam ikatan-ikatan lembaga keluarga.

Ketiga ; Stereotipe adalah pelebelan negatif terhadap jenis kelamin tertentu yaitu jenis kelamin

perempuan. Perempuan diberi label kaum yang lemah, bodoh dan emosional, dimana label ini

menyebabkan perempuan sukar untuk meningkatkan kepercayaan dirinya. Stereotipe gender

membuat kita membatasi pemahaman mengenai apa yang bisa dikerjakan perempuan dan apa

yang bisa dikerjakan laki-laki. Misalnya perempuan di dunia domestic dan laki-laki tugasnya

mencari nafkah, padahal faktanya tidak selalu keadaan seperti itu.

Page 16: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

Selain itu masyarakat mempunyai norma tertentu tentang perempuan yang ideal yaitu

feminism ; lembut, halus, teliti, rajin, patuh, taat, cantik, cermat dan sebagainya. Sementara

kaum laki-laki adalah maskulin ; gagah, perkasa, kuat, cerdas, kasar, memimpin, macho dan

sebagainya. Padahal yang lebih menyehatkan adalah androgen (androgini) yaitu percampuran

antara karakteristik sekaligus maskulin dalam kadar yang sangat variatif antara satu orang

dengan orang lain. Individu androgini menurut Spence dan helmreich adalah memiliki harga

diri yang lebih tinggi, lebih fleksible dan lebih efektif dalam hubungan interpersonal

(E.Donelson dkk dalam muzak 2008)

Keempat ; Beban ganda ; pembagian kerja di dunia domestic perempuan, laki-laki disektor

public. Akibatnya ketika perempuan masuk disektor public ada beban ganda yang

disandangnya, semestinya ada juga bebanganda untuk laki-laki, karena memang pekerjaan

domestic bukanlah kodrat perempuan. Perempuan tidak dinilai ketika melakukan pekerjaan

produksi dan sosial, sementara kerja produksi yang mereka lakukan hanya dianggap sifatnya

membantu saja. Karena perempuan mengalami beban ganda, secara lansung ataupun tidak,

perempuan kurang maksimak dalam memasuki wilayah public, sehingga kemiskinan tetap

menjadi jejaring yang sulit dilepaskan.

Kelima ; Diskriminasi adalah bentuk perbedaan perlakuan terhadap seseorang atau sekelompok

orang dikarenakan jenis kelamin, ras, agama, status sosial atupun suku. Salah satu bentuk

diskriminasi berbasis gender adalah memberikan keistimewaan kepada anak laki-laki untuk

mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan, ketika suatu

keluarga yang secara ekonomi menengah kebawah dihadapkan pada pilihan mana diantara

anak perempuan dan laki-laki akan di sekolahkan ke jenjang yang lebih tinggi, maka pilihan

secara umum akan dijatuhkan pada anak laki-laki, dengan pertimbangan anak perempuan

nantinya akan ikut suami. Begitupun dalam hal pembedaan upah buruh perempuan dan buruh

laki-laki untuk jenis pekerjaan yang sama. (E.Donelson dkk dalam muzak 2008). Upah buruh

laki-laki akan dapat lebih besar dibandingkan dengan perempuan, atas pertimbangan bahwa

upah yang didapatkan perempuan hanya menjadi tambahan pendapatan keluarga. Bentuk

diskriminasi ini secara structural melanggengkan proses pemiskinan perempuan dibandinkan

laki-laki. (Muzak 2008 ; 39-41)

Page 17: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan pendekatan

analisis gender yang digambarkan melalui interaksi langsung antara peneliti dan informan

dalam pengalian data yang dibutuhkan untuk pengembangan dan analisis penelitian ini.

III.1 Wilayah & Waktu Kajian

Penelitian perempuan miskin dalam keterisolasian pada masyarakat komunitas adat terpencil

suku laut di Desa Kelumu kabupaten Lingga akan dimulai pada bulan Maret sampai dengan

Desember 2013. Kunjungan ke lokasi penelitian akan dilakukan sebanyak minimal 6 (enam)

kali visitasi yang terdiri dari observasi dan wawancara awal, pengumpulan data dan

pengecekan kembali keabsahan data kualitatif yang diperoleh. Dengan demikian, dalam 2(dua)

bulan pertama peneliti dharapkan telah memiliki gambaran yang cukup memadai yang akan

digunakan sebagai data awal, dimana waktu keseluruhan yang untuk penelitian ini adalah 10

(sepuluh) bulan, termasuk sosialisasi hasil penelitian.

III.2 Data dan Metode Penelitian

Data akan diperoleh melalui teknik pengumpulan data primer melalui wawancara mendalam

dan observasi, sehingga tergambarkan jelas bahwa penelitian ini menggunakan metode

kualitatif. Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan pemetaan sosial untuk

memahami, mengidentifikasi serta memetakan kondisi, kendala berikut permasalahan,

sehingga nantinya dapat mengahsilkan suatu program peberdyaan yang tepat bagi perempuan

misikin komunitas adat terpencil suku laut di Desa Kelumu Kab Lingga. (Ahmad SJA, dkk

2009). Data-data yang dikumpulkan antara lain meliputi gambaran umum dan kondisi fisik

desa kelumu termasuk profil demografi, kondisi sosial ekonomi masyarakat, insfratruktur dan

prasarana yang tersedia, faktor-faktor pendukung dan faktor penghambat.

III.3 Sumber Data dan Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif tidak dikenal istilah populasi dan sampel, melainkan sumber data

dan informan. Adapun sumber data secara keseluruhan akan terklasifikasi menjadi data primer

yang akan diperoleh melalui rangkaian teknik pengumpula data, dan data sekunder yang akan

terpenuhi dengan studi literatur. Informan dalam penelitian ini adalah perempuan Komunitas

Adat Terpencil Suku Laut, Lurah, Dinas Sosial Dan Badan Pemberdayaan Perempuan.

III.4 Teknik Pengumpulan Data

(1) Observasi; dengan teknik pengamat sebagai pemeran serta (the observer as

participant). Peranan pengamat secara terbuka diketahui oleh umum, karena segala

Page 18: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

macam informasi dapat dengan mudah diperoleh (Bambang Rudito dan Melia Famiola

2008).

(2) Wawancara; dengan panduan interview guide. Interview guide digunakan untuk

menjadikan terarahnya wawancara yang dilakukan. Interview guide mencakup sampel

orang yang diwawancara dan juga latar, peristiwa dan proses sebagai ukuran dalam

penggalian informasi (Moleong 2005).

(3) Dokumentasi; berupa foto dan data terkait yang menjadi lampiran pada pemaparan

hasil penelitian ini.

III.5 Analisa Data

Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif, yaitu analisa

yang dilakukan dengan cara data dihimpun, disusun secara sistematis, diinterpretasikan, dan

dianalisa sehingga dapat menjelaskan pengertian dan pemahaman tentang gejala yang diteliti.

Analisis kualitatif mengandung karakteristik-karakteristik diantaranya data yang muncul

berupa kata-kata bukan rangkaian angka. Dalam hal ini data dikumpulkan melalui wawancara,

observasi, dan dokumentasi diproses dan dianalisis secara kualitatif. Maksud dilakukan

kegiatan ini untuk memberikan gambaran yang mendalam dan kesimpulan yang tepat dan

memadai sesuai dengan topik dan tujuan penelitian. Dalam hal ini menjelaskan kondisi sosial

ekonomi perempuan miskin komunitas adat terpencil suku laut.

III.7 Konsep Operasional

Penelitian ini akan dijalankan dengan menggunakan konsep operasional yang dikembangkan

berdasarkan kerangka teori mengambarkan kemiskinan yang dialamin perempuan komuniatas

adat terpencil suku laut indikator-indikator sebagai berikut:

1. Kemiskinan struktural yang dilihat dari :

a. Pendidikan

b. Kesehatan

c. Ekonomi

d. Infrasruktur (sarana dan prasarana) untuk mendapatkan akses informasi dan

interaksi dengan masyarakat di luar komunitas masyarakat adat terpencil suku

laut.

Page 19: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN

Penelitian masyarakat Komunitas Adat Terpencil (KAT) dalam hal ini adalah

masyarakat suku laut atau yang dikenal juga dengan istilah manusia perahu, berada di

Kabupaten Lingga salah satu dari kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki KAT.

Jumlah warga KAT di Kabupaten Lingga sebanyak 714 Kepala Keluarga (KK) yang tersebar

di empat kecamatan yaitu ;

1. Kecamatan Lingga utara sebanyak 80 KK

2. Kecamatan Lingga sebanyak 239 KK

3. Kecamatan Singkep Barat sebanyak 75 KK

4. Kecamatan Senayang sebanyak 285 KK.

Adapun kecamatan yang menjadi fokus dalam lokasi penelitian ini adalah Kecamatan Lingga

sebagai pusat Ibu kota Kabupaten Lingga, secara administratif memiliki 18 desa/kelurahan.

Dari jumlah tersebut sebanyak tiga lokasi desa yang memiliki daerah KAT salah satu desanya

adalah Desa Kelumu sebagai objek penelitian. Desa Kelumu dengan luas area kurang lebih 46

KM2, memiliki KAT sebanyak 38 KK dengan mata pencaharian sebagai nelayan dan bertani

sayur-sayuran.

Kondisi infrastruktur jalan Desa Kelumu adalah jalan semenisasi (rabat beton). Jenis

penerangan masyarakat menggunakan listrik desa (genset). Fasilitas air bersih bantuan

program PNPM di tahun 2009 dan tahun 2010. Pada tahun 2012 Desa Kelumu mendapatkan

bantuan ADD untuk perbaikan jembatan.

Desa kelumu dapat di tempuh dari ibu kota Kabupaten Lingga dengan menggunakan

trasportasi darat (Motor, Mobil) dan trasportasi laut dengan jarak tempuh kurang lebih 20km

akan tetapi untuk menuju lokasi pemukiman warga KAT dari desa, hanya bisa menggunakan

motor dan trasportasi laut dengan jarak tempuh kurang lebih 1,6km. Sementara fasilitas

pelayanan masyarakat di Desa Kelumu sudah memiliki Kantor Desa dan untuk fasilitas

pelayanan kesehatan sudah memiliki POLINDES.

Page 20: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

IV.2. SUKU LAUT DESA KELUMU

Masyarakat suku laut hidup dalam sebuah sampan di atas laut dan menjalani seluruh

proses kehidupan di dalam sampan. Tidak hanya makan, minum, buang air, tapi juga

berhubungan intim dan melahirkan. Mungkin bagi kita yang terbiasa hidup menetap dalam

sebuah rumah di daratan, hal tersebut terasa begitu berat dilakukan. Tapi itulah yang terjadi

dalam kehidupan suku laut Desa Kelumu mulai dari lahir, besar, makan, tidur, memasak,

menikah, dan proses reproduksi pun dilakukan di atas sampan yang mereka istilahkan dengan

kajang.

Kajang adalah sebuah sampan kecil yang hanya berukuran 3×1 meter. Di bagian

atasnya diberi sirap atau atap dari daun kelapa dengan tinggi sekitar 75 cm. Di atas sampan

itulah, mereka membagi setiap bagian menjadi ruang layaknya ruang di daratan. Bedanya,

stiap ruang tidak berdinding hanya dibatasi dengan perlengkapan hidup. Dapur, diletakkan di

bagian belakang sampan. Untuk memasak mereka menggunakan lempengan besi sebagai alas

kayu bakar. Sedangkan untuk tungkunya mereka gunakan kaleng bekas yang bagian

sampingnya diberi lubang untuk memasukkan kayu bakar. Lebar tungku tersebut hanya sekitar

15 cm. Api mereka dapatkan dengan menggunakan gesekan batu atau kayu.

Sementara untuk istirahat, mereka jadikan bagian tengah sampan, yang merupakan

bagian terlebar, sebagai tempat menggelar tikar. Di atas sampan yang berukuran kecil tersebut,

bisa dihuni satu keluarga dengan jumlah anak tiga sampai lima orang. Bagaimana mereka

tidur? Jangan pernah membayangkan mereka tidur dengan posisi terlentang dan datar dari

ujung kaki sampai kepala. Agar sampan bisa memuat tidur semua anggota keluarga, mereka

beristirahat dengan posisi badan melengkung, kepala di sisi kanan sementara kaki di sisi kiri.

Pola hidup yang dijalani suku laut ini, telah mempengaruhi postur tubuh mereka. Rata-rata

tinggi suku laut tidak lebih dari 1,4 meter.

Masyarakat suku laut hanya mengenal keluarga inti atu nucler family. Keluarga inti

merupakan kelompok sosial terkecil dalam kehidupan masyarakat. Dalam keluarga tersebut

terdiri dari seorang ayah, seorang ibu dan beberapa orang anak. Suku laut ini hidup

berkelompok-kelompok, satu kelompok bisa sampai sepuluh sampan yang dan juga memiliki

ketua kelompok. Satu sampan atau kajang biasanya dihuni satu keluarga, anak-anak mereka

yang masih kecil berada di bawah usia 10 tahun masih bisa tinggal satu sampan denga ayah

dan ibunya. Akan tetapi jika anak-anak mereka, terutama laki-laki, telah beranjak remaja akan

dibuatkan kajang sendiri oleh sang ayah. Di atas kajang itulah kehidupan mandiri seorang suku

laut dimulai. Si remaja akan belajar mencari ikan sendiri guna memenuhi kebutuhan hidupnya,

termasuk memasak sendiri. Di atas kajang itu pula, ia akan mulai mencari pasangan hidup dan

Page 21: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

hidup bersama membentuk keluarga baru. Begitu seterusnya siklus kehidupan suku laut

berjalan. Sementara bagi anak perempuannya yang telah remaja tetap tinggal bersama orang

tuanya, sampai ada pemuda yang melamar dan menikahkannya. Setelah menikah anak

perempuan berpisah dengan ibu-bapaknya dan tinggal satu rumah dengan suaminya.

VI. 3. KEHIDUPAN PEREMPUAN SUKU LAUT DI SAMPAN

Sesuai dengan tujuan penelitian ini, untuk melihat dan mengidentifikasi kehidupan

sosial ekonomi perempuan komunitas adat terpencil suku laut setelah mereka di rumahkan.

Sehingga dapat menghasilkan suatu program pemberdayaan yang tepat bagi perempuan

komunitas adat terpencil yang ada di Desa Kelumu Kabupaten Lingga khususnya. Untuk itu

penulis sebelumnya akan mendiskripsikan kehidupan perempuan suku laut sebelum mereka

mendapat pembinaan atau di rumah kan oleh pemerintah setempat. Kehidupan sosial yang

digambarkan dalam penulisan ini, adalah kehidupan sosial yang dilihat dari sisi ;

1. Ekonomi

Suku laut hidup berpindah-pindah tempat (no maden) dari satu pulau ke pulau

yang lain, tergantung dari cuaca, jika musim angin utara tiba, gelombang tinggi bisa

mencapai tiga meter, maka mereka mencari di tempat yang aman di balik-balik pulau

atau masuk ke hulu-hulu sungai. Kehidupan mereka yang no maden tidak hanya

dipengaruhi oleh cuaca akan tetapi juga hasil tangkapan ikan. Karena mata pencarian

utama mereka adalah mencari ikan. Tugas mencari ikan adalah kaum lelaki atau suami

sebagai kepala rumah tangga. Kaum lelaki yang mencari ikan ini menggunakan

serompang (perahu kecil) pergi meninggalkan keluarga selama tiga hari atau paling

lama satu minggu dan kembali kesampan besar dimana anak dan istri mereka

menunggu.

Sementara itu perempuan atau istri tetap tinggal di sampan yang besar sebagai

tempat tinggal mereka, menunggu sampai suami pulang. Aktifitas perempauan atau

istri, disaat kaum lelaki atau suami mencari ikan adalah memasak, mencuci dan

mengurus anak-anaknya. Tidak banyak memang aktifitas yang dapat dilakukan oleh

kaum perempuan suku laut ini di atas sampan. Sosialisasipun dengan tetangga, hanya

sekedar untuk mengobrol tetap dilakukan di atas sampan masing-masing.

Masyarakat suku laut ini singgah dan naek di daratan, hanya untuk mengambil

air bersih, menjual hasil tangkapan ikan mereka dan menguburkan mayat jika ada

anggota keluarga yang meninggal. Tidak ada pulau tetap yang mereka singgahi, dimana

mereka memerlukan kebutuhan hidup, disana mereka akan berlabuh. Masyarakat suku

Page 22: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

laut ini tidak mengetahui perhitungan uang, karena memang mereka tidak mengenal

pendidikan, jadi traksaksi ekonomi dilakukan dengan cara barter yakni mereka menjual

ikan-ikan kepada para toke (penadah) dan langsung menukarkannya dengan barang

kebutuhan pokok, mulai dari beras, sayur, jajanan, pakaian, dan lainnya.

2. Kesehatan

Melihat kondisi tempat tinggal suku laut di atas sampan berukuran 3×1 meter.

Di bagian atasnya diberi sirap atau atap dari daun tintau dengan tinggi sekitar 75cm dan

dinding seadanya, mereka hidup di dalamnya dengan satu keluarga yang terdiri dari

ayah, ibu dan beberapa orang anak-anak. Layaknya sebuah rumah, semua aktifitas

dilakukan di dalam sampan jika dilihat dari ukuran sampan, kurang layak untuk

dijadikan tempat tinggal apa lagi dari standar kesehatan. Belum lagi jika alam tidak

bersahabat, disaat musim hujan tiba, angin utara yang menyebabkan angin sangat

kencang berdampak tingginya gelombang, dan teriknya matahari. Semua keadaan alam

ini sangat riskan terhadap kesehatan mereka.

Penyakit yang selalu dialami suku laut ini adalah penyakit kulit, seperti gatal-

gatal yang membuat kulit mereka kering dan seperti bersisik. Karena suku laut dalam

kehidupan sehari-harinya mandi, mencuci dan lain-lainnya menggunakan air laut.

Mereka menggunakan air bersih, hanya untuk memasak dan minum. Hal ini dapat

dimaklumi, karena mereka terpaksa harus menghemat dalam penggunaan air bersih.

Sebab, untuk mendapatkan air bersih mereka harus naek kedaratan dan itu tidak bisa

dilakukan setiap saat.

Masyarakat suku laut dalam hal kesehatan, untuk proses penyembuhan segala

bentuk penyakit yang di derita atau dialami, mereka mempercyakannya kepada seorang

dukun yang mereka anggap mempunyai kekuatan gaib yang dapat menyembuhkan

sakit yang mereka alami. Seorang dukun untuk menyembuhkan pasiennya cukup

dengan membaca matra, kemudian mengusap bagian yang sakit dengan tangannya,

akan tetapi ada juga dengan menggunakan media yakni air putih di dalam gelas atau

botol yang dibacakan mantra baru kemudian diminumkan kepada orang yang sedang

sakit.

Sementara bagi perempuan yang hamil tidak pernah mengecek kesehatan bayi

yang dikandungnya maupun kesehatan dirinya sendiri. Kalaupun perempuan hamil ini

merasa sakit, mereka tetap menggunakan jasa dukun dalam meminta obat untuk

kesembuhannya, begitu juga saat persalinan, perempuan suku laut juga mempercayai

Page 23: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

dukun untuk membantu proses kelahiran anak mereka. Bagi perempuan yang habis

melahirkan tidak ada pantang larang, sehingga habis proses melahirkan mereka dapat

melakukan aktifitas seperti biasanya. Tak jarang habis pasca melahirkan perempuan

suku laut ada yang meninggal, begitu juga dengan anaknya. Hal ini bisa saja terjadi,

karena ketidak tahuan mereka menjaga kesehatan pasca melahirkan.

3. Agama

Dalam hal keyakinan tidak ada perbedaan gender, artinya laki-laki dan

perempuan dalam menjalankan keyakinan mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

Sistem kepercayaan orang suku laut adalah animisme yang terpusat pada penghormatan

dan pemujaan terhadap roh-roh leluhur yang digambarkan dalam berbagai bentuk

makhluk halus yang menempati seluruh alam lingkungan hidup sekitar mereka dan

menimbulkan suatu kompleks keyakinan adanya kekuatan gaib dan sakral yang

melekat pada tempat-tempat yang diyakini adanya makhluk halus. Makhluk halus yang

diyakini orang suku laut disebut dengan hantu. Hantu tersebut selalu dibayangi sebagai

manusia yang mereka sebut dengan hantu laut, hantu batu dan hatu jeram.

VI.3 KEHIDUPAN PEREMPUAN SUKU LAUT SETELAH DI RUMAHKAN.

Hakekat yang terkandung dalam setiap kehidupan adanya perubahan dan pertumbuhan

atau perkembangan yang terjadi secara terus-menerus tanpa akhir usaha manusia yang

dituangkan dalam bentuk kegiatan secara terus-menerus agar terjadi perubahan, pertumbuhan

dan perkembangan sesuai dengan yang dikehendaki yang biasanya disebut dengan

pembangunan. Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah ini ada yang bersifat fisik

dan non fisik. Salah satu bentuk dari pembangunan non fisik adalah pembangunan yang

berpusat pada manusia, dimana pembangunan ini diselenggarakan dalam rangka mewujudkan

keadilan sosial yang sesuai dengan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kemampuan serta kesempatan bagi setiap warga

negara untuk turut serta dalam pembangunan dan menempuh kehidupan yang sesuai dengan

martabat dan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu pelayanan sosial

perlu dikembangkan melalui keterpaduan upaya antara bimbingan, pembinaan dan pemberian

bantuan, santunan dan rehabilitasi sosial, peningkatan taraf kesejahteraan sosial serta

pengembangan dan penyuluhan sosial untuk meningkatkat harkat dan martabat manusia. Ini

artinya pemerintah dalam mencanangkan pembangunan nasional yang berpusat pada manusia

adalah menciptakan lingkungan sosial yang memungkinkan untuk berkembang, yaitu

Page 24: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

lingkungan sosial yang mendorong perkembangan manusia dan aktifitas potensi manusia

secara lebih besar. Menurut Gran dalam sri wahyuni (2000;14) model pembangunan nasional

yang berpusat pada manusia, berwawasan lebih jauh dari pada angka pertumbuhan GNP atau

pengadaan pelayanan sosial. Peningkatan perkembangan manusia dan kesejahteraan manusia,

persamaan dan subtainbility manusia menjadi focus sentral proses pembangunan, pelaksana

pembangunan yang menentukan tujuan, sumber-sumber pengawasan dan untuk mengarahkan

proses-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka.

Masyarakat KAT merupakan sebahagian dari masalah sosial yang harus ditanggulangi

oleh Indonesia. Oleh karena itu melalui departemen sosial pemerintahan RI pada periode Pelita

III telah mengariskan srategi pokok pembangunan dibidang kesejahteraan masyarakat terasing.

Strategi ini dituangkan sebagai program dan berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. Program

ini dinamakan Pembinaan Kesejahteraan Masyarakat Terasing (PKMT), yang penekananya

atau focus dari kegiatan proyek tersebut adalah memukimkan mereka yang tergolong terasing,

karena dengan memukimkan mereka dalam satu wilayah akan memudahkan dalam

memberikan pembinaan. Oleh karena itu Masyarakat Suku Laut Desa Kelumu yang

kehidupannya masih nomaden melalui Dinas Sosial Kabupaten Lingga mereka dimukim pada

tahun 2008/2009 sebanyak 38 KK hasil dari pendataan pada tahun 2007/2008. Mereka yang

dimukimkan ini diberi rumah panggung di atas laut yang berada dibibir pantai dengan ukuran

6m x 6m, yang penghuninya dalam satu rumah ada sampai tujuh orang yang terdiri dari

ayah,ibu dan anak. Pemukiman masyarakat suku laut ini jauh dari pemukiman masyrakat pada

umumnya, tentu saja kondisi ini membuat mereka menjadi terisolasi dari kehidupan keramaian

masyarakat pada umumnya.

Suku laut yang di rumah kan ini, mendapat pembinaan dari dinas sosial, baik dari segi

agama yakni pembinaan terhadap keyakinan, saat ini masyarakat suku laut yang berjumlah 40

KK sudah memiliki keyakinan yakni sebagai umat nasrani. Mereka melaksanakan ibadah

setiap minggu ke gereja..Setelah mereka memiliki agama ada hal yang berubah dari kebiasaan

mereka pada masa hidup di sampan. Hal ini bisa dilihat ketika anak mereka yang baru lahir

juga dibaktis di gereja, dan juga ketika ada salah satu anggota keluarga yang meninggal,

biasanya mereka menguburkan mayat dimana mereka menemukan daratan, maka disitulah

mayat dikuburkan dengan seadanya tanpa dimandikan maupun prosesi doa. Akan tetapi setelah

mereka memiliki keyakinan hal ini tidak dilakukan lagi, mereka memperlakukan mayat dengan

baik sebagai mana layaknya dalam prosesi pemakaman umat nasrani pada umumnya.

Sementara dalam hak politik suku laut diberikan KTP dan KK. Dalam bidang ekonomi

suku laut masih tetap bekerja sebagai nelayan dan petani. Walaupun mereka sudah

Page 25: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

dimukimkan dan dibina akan tetapi tetap saja potret kemiskinan dan marginal meliputi

kehidupan suku laut, termasuk perempua-perempuannya, tidak ada perubahan yang signifikan

dalam kehidupan perempuan suku laut ini yang bisa dilihat :

1. Pendidikan

Pendidikan akan memberikan pencerahan bagi kehidupan manusia idealnya secara

teoritis begitu. Tetapi pada kenyataannya perempuan suku laut ini, sangat jauh dari sentuhan

pendidikan hal ini sama pada masa mereka hidup di sampan. Masih banyak terdapat

perempuan-perempuan suku laut ini yang tidak bisa baca-tulis hingga saat ini, dari sebelas

orang perempuan yang peneliti tanya hanya dua orang yang bisa baca-tulis. Saat itu peneliti

bertanya apakah tidak pernah diajarkan membaca ? mereka menjawab pernah, satu kali dalam

seminggu selama satu bulan itu artinya hanya empat kali pertemuan dengan durasi waktu satu

jam setiap kali belajar. Sistem belajar hanya diajarkan mengenal hurup akan tetapi tidak di

praktek kan bagaimana merangkai hurup menjadi satu kata yang bermakna dan mempunyai

arti (wawancar, 14/09/2013). Bahkan bahan ajar yang diajarkan ke mereka dibawa pulang

kembali menurut salah seorang yang peneliti tanya dan diaminkan oleh teman-temannya.

Metode atau sistem belajar yang diterapkan seperti ini, perempuan-perempuan suku

laut ini tidak mendapatkan apa-apa, bahkan untuk menulis nama mereka sendiri mereka tidak

bisa untuk menulisnya. Harusnya metode yang diajarkan tidak hanya sekeder mengenal hurup,

akan tetapi juga diajarkan dengan cara mempraktekkan bagaima cara merangkai hurup dan

memberikan buku bacaan yang bisa mereka baca dan dipelajari di rumah. Mengingat mereka

yang belajar ini bukan lagi pada usia anak-anak yang menpunyai daya tangkap dan daya ingat

lebih cepat.

2. Ekonomi

Masyarakat suku laut kaum laki-laki atau para suami pada umumnya bekerja sebagai

nelayan ada juga yang yang bekerja sebagai petani sayur. Penghasilan yang mereka poroleh

rata-rata Rp. 500.000 – Rp. 800.000 perbulan. Dengan penghasilan ini, sangat jauh dari

kecukupan dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka sehari-hari untuk anggota kelurga

dalam satu rumah yang jumlahnya ada empat sampai tujuh orang.

Sementara kaum perempuannya tidak ada beraktifitas yang dapat menambah

penghasilan keluarga, perempuan-perempuan suku laut ini, hari-harinya hanya bekerja

memasak, mencuci dan mengurus anak. Tidak banyak yang dapat mereka lakukan, waktu

luang yang begitu banyak setelah mengerjakan aktifitas domestik, sambil menunggu suami

pulang dari melaut, mereka pergi bertandang ke rumah tetangga ngobrol (ngerumpi) bersenda

Page 26: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

gurau sambil bermain guli (kelereng). Jika dibandingkan pada masa mereka hidup di sampan,

posisi perempuan ini sama saja masih termajinalkan, duduk sambil menunggu suami pulang,

hanya perbedaannya dari cara mereka bersosialisasi saja.

Perempuan – perempuan suku laut ini belum pernah mendapatkan pembinaan yang

sifatnya ketrampilan yang mempunyai nilai ekonomi. Menurut ketua RT setempat, di desa

kelumu selain penghasil ikan, ada juga daun makuan yang dapat diolah menjadi bakul

(keranjang), kajang (atap daun) yang bisa dijual dengan harga satuan Rp.10.000,- dan ini

hanya ada satu warga yang membuat kerajinan dengan peralatan dan model seadanya.

(wawancara,14/09/2013). Pernyataan senada juga di ungkapkan oleh kabid dari dinas

pemberdayaan perempuan, sejak terbentuknya dinas tersebut belum pernah melakukan

pembinaan dan pemberdayaan terhadap perempuan suku laut khususnya dalam bidang

ekonomi (wawancara,13/09/2013).

Padahal jika dilihat dari hasil alam yang mereka miliki yakni daun makuan, bisa

dimanfaatkan dan diolah menjadi kerajinan tangan (handycraf), jika perempuan-perempuan

suku laut ini dapat diberdayakan dengan memberikan pelatihan berbagai macam handycraf,

tentu akan menampah income kelurga yang berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan

keluarga. Handycraf ini selain mempunyai nilai ekonomi juga memberikan nilai lebih yakni

dapat di jadikan icon Desa Kelumu penghasil handycraf hasil karya masyarakat KAT

khususnya perempuan, yang secara tidak langsung juga menjadi ajang promo atau sosialisasi,

jika kita melihat dari kacamata konsep pariwisata, jika ada yang berkunjung melihat kehidupan

masyarakat KAT, mereka bisa membawa oleh-oleh (souvenir) khas masyarakat setempat.

3. Kesehatan

Berbicara tentang kesehatan masyarakat suku laut khususnya kaum perempuan,

kesadaran mereka akan pentingnya kesehatan juga belum terbangun dengan baik. Saat mereka

sakit mereka masih datang berobat kedukun, mereka masih sangat percaya akan kekuatan atau

kesaktian matra seorang dukun dalam menyembuhkan sakit yang mereka alami. Hal ini bisa

saja terjadi karena kurangnya sosialisasi penyuluhan tentang kesehatan dalam berbagai aspek.

Walaupun mereka pernah mendapatkan penyuluhan dan pembinaan kesehatan dari Badan

Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ( KB), akan tetapi angka kematian bayi pada saat

dalam kandungan sangat rentan di alami perempuan-perempuan suku laut ini, walaupun

peneliti tidak mendapatkan angka yang pasti, tetapi dari beberapa perempuan yang saat itu

peneliti temui, salah satunya wati menceritakan mempunyai anak empat, tiga meninggal saat

dalam kandungan. (wawancara 14/09/2013), suatu hal yang sangat memprihatinkan memang,

karena untuk mendapatkan akses kesehatan mereka harus ke pusat desa dengan menempuh

Page 27: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

jarak lebih kurang 1,6 km, dengan kondisi jalan bertanah tidak beraspal ataupun semenisasi.

Sementara medan jalan berbukit-bukit, apa lagi saat hujan maka akan memperparah keaadaan

jalan, jika tidak hati-hati justru akan mengakibatkan terjatuh. Jalan dari lokasi KAT hanya bisa

ditempuh dengan motor, jika kita lewat daratan atau bisa juga menggunakan pompong (perahu

kecil dengan menggunakan mesin) melalui anak sungai. Bagi mereka yang tidak memiliki

kendraan mereka menempuhnya dengan berjalan kaki.

4. Infrastuktur

Infrakstruktur suatu hal yang sangat penting dalam mengatasi keterisolasian yang

menyebabkan kemiskinan. Akan tetapi dalam pembahasan infrastruktur ini, peneliti tidak

hanya membahas atau memfokuskan pada masalah jalan saja, akan tetapi juga sarana dan

prasarana yang tersedia di dalam lingkungan KAT sebagai penunjang kemajuan dan

kesejahteraan kehidupan mereka. Akses jalan yang ada saat ini sebagai penghubung

masyarakat KAT dengan masyarakat luar, seperti yang peneliti ungkapkan sebelumnya itu

sangat riskan bagi keselamatan kaum perempuan kalau harus berjalan kaki seorang diri

ataupun berkelompok dengan jarak tempuh lebih kurang 1,6 km. Kondisi jalan dan jarak

tempuh yang harus dilalui, tanpa ada trasportasi umum yang tersedia yang bisa mereka

gunakan, saat mereka kepusat desa, ke kecamatan atau ke ibu kota kabupaten selamanya lah

mereka akan selalu berada pada posisi yang marginal, karena mereka baru bisa keluar dari

lokasi mereka dalam satu minggu hanya satu kali untuk membeli kebutuhan hidup mereka.

Begitu juga dalam memberikan bantuan air bersih yang dilakukan pemerintah melalui

program PNPM di tahun 2009 dan tahun 2010, tidak resposif gender. Karena tempat

pembuatan air minum lumayan jauh dari rumah ke ruamh. Untuk mendapatkan air bersih

perempuan dan anak harus berjalan mengangkat air lebih kurang 60 meter. belum lagi kondisi

tempat air yang terletak di pinggir jalan menuju pintu masuk pemukiman suku laut tidak

berdinding dibiarkan terbuka lebar begitu jadi akan kelihatan sangat jelas kalau warga lagi

mandi maupun mencuci. Tentu saja kondisi ini sangat membahayakan bagi perempuan dan

anak khususnya.

Dari segi akses informasi, ada beberapa diantara mereka sudah bisa menggunakan hand

phone (HP) sebagai penghubung dengan teman dan saudara mereka yang tinggal beda pulau.

Hanya saja saat peneliti berkunjung kepemukiman KAT peneliti tidak melihat adanya televisi

(TV) di dalam rumah warga. Padahal TV ini bisa dijadikan sebagai salah satu media informasi

yang sifatnya audio visual, untuk menambah wawasan mereka tetang dunia luar.

Page 28: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Perempuan komunitas adat terpencil suku laut desa kelumu , walaupun mereka sekarang

tidak lagi hidup di sampan dengan berpindah-pindah tempat (nomaden), karena sudah di

tempatkan dalam satu pemukiman dengan rumah yang diberi oleh pemerintah dengan

ukuran 6m x 6m, akan tetapi tetap saja mereka masih dalam garis kemiskinan, baik dilihat

dari sudut ekonomi, pendidikan , hokum dan kesehatan.

2. Kemiskinan perempuan ini karena tempat tinggal mereka yang terisolasi dari kehidupan

masayarakat yang layak pada umumnya, sehingga akses mereka dalam bersosialisasi

terbatas, kecuali hanya sesama komunitas mereka.

3. Kemiskinan perempuan ini juga disebabkan sulitnya mereka untuk mendapatkan akses,

baik itu akses pendidikan, kesehatan dan ekonomi, karena mereka harus menempuh jarak

lebih kurang 1,6 km untuk menuju kepusat desa dengan berjalan kaki bagi yang tidak

mempunyai kendraan.

SARAN

1. Pemerintah dalam upya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya terhadap

masyarakat KAT, tidak hanya sekedar membina mereka denga cara memukimkan

mereka dalam satu wilayah yang tujuannya agar mereka tidak berpindah-pindah

tempat tinggal lagi, tetapi juga perlu memberikan pembinaan dalam konsep

pemberdayaan berbasis sumber daya alam yang ada di tempat mereka tinggal.

2. Member Pembinaan kepada perempuan suku laut yang mempunyai nilai ekonomis,

sehingga dapat menambah penghasilan keluarga, akan tetapi akan menjadi icon

penhasilan dari desa mereka sendiri.

3. Pemerintah dalam memukimkan masyarakat KAT termasuk juga di dalamnya

perempuan dan anak hendaknya, memperhatikan akses mereka dalam mendapatkan

pendidikan, kesehatan dan ekonomi, karena secara geografi fasilitas ini jauh dari

tempat tinggal mereka dan mereka menempuhnya dengan berjalan kaki, tentu saja hal

ini riskan terhadap kesehatan mereka.

Page 29: study perempuan komunitas adat terpencil suku laut

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Muzakkar, abdullah, perempuan dan kemiskinan;realitas ketidakadilan gender, jurnal

puanri.tahun 2007

M.Fadly, Muhammad, implementasi kebijakanpemberdayaan komunitas adat terpencil di

kecamatan bua ponrang kabupaten luwu makasar. Skripsi Tahun 2012

Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta.

DIA FISIP UI.

Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, Kajian Strategis

Pembangunan Kesejahteraan Sosial & Pekerjaan Sosial. Bandung. PT. Refika Aditama

Usman, Sunyoto. 2010. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar.

Departemen Sosial RI, Direktorat Jendera Pemberdayaan Sosial, Direktorat Pemberdayaan

Komunitas Adat Terpencil.

Departemen Sosial RI, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial, Direktorat Pemberdayaan

komunitas Adat Terpencil Tahun I, II, dan III. 2009. Penguatan Pendamping Sosial

Komunitas Adat Terpencil.

Sri Wahyuni, Dampak Pembinaan Kesejahteraan Sosial Terhadap Peningkatan Pendapatan

Suku Sakai Oleh Perusahaan Caltex di Duri, Skripsi tahun 2000