Upload
doanxuyen
View
230
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Bab 3
Praktek Nyanyian dan Musik Gerejawi di GKMI Pecangaan
3.1. Pendahuluan
Pada bab ini, penulis akan mengulas bentuk-bentuk nyanyian dan penerapan
musik gerejawi yang ada di Gereja Kristen Muria Indonesia Pecangaan berdasarkan
penelitian yang dilakukan selama periode 21-30 Juli 2012. Pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara kepada pendeta jemaat, musisi gerejawi, majelis dan
jemaat yang ada, serta menjadi partisipan dalam ibadah yang dilaksanakan.
Tulisan ini dimulai dengan ibadah yang terasa sebagai rutinitas belaka tanpa
adanya rasa keterlibatan penuh dari jemaat, ibadah yang tidak bervariasi atau
monoton, sampai pada nyanyian dan musik gerejawi yang dipahami hanya sebagai
pelengkap ibadah dalam mempersiapkan diri untuk mencapai klimaks ibadah yaitu
pemberitaan firman. Pada akhir bab ini, penulis akan menyimpulkan beberapa hal
yang akan digunakan pada bab selanjutnya, yaitu tinjauan kritis praktek nyanyian
dan musik di GKMI Pecangaan berdasarkan teori yang ada.
3.2. Sekilas mengenai GKMI Pecangaan
Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI Pecangaan) terletak di Kabupaten
Jepara, tepatnya di Kecamatan Pecangaan. Gereja ini berdomisili di Jalan Waluyo
No. 52 Pecangaan Kulon, tepat di belakang PT. Dasaplast Pecangaan yang dulunya
merupakan Pabrik Karung Goni. GKMI Pecangaan merupakan GKMI tertua kedua
di wilayah Persekutuan Gereja Muria Wilayah (PGMW) IV setelah GKMI Jepara.
Gereja ini dirintis oleh GKMI Jepara di bawah pimpinan Sie Giok Gian dan Sie Lian
Ing yang mampu mengumpulkan masyarakat etnis Tiong Hoa di daerah Pecangan
untuk percaya kepada Kristus. Selain itu ada seseorang yang berpengaruh dalam
perkembangan umat Kristen di wilayah Pecangaan bernama Samilin. Ia merupakan
seorang mantri di Puskesmas Pecangaan yang memimpin persekutuan Kristen
dengan anggota orang-orang pribumi. Ia berpikir bahwa kelompok etnis Tiong Hoa
pun perlu mendapatkan pengenalan akan Kristus, sehingga kemudian ia
menghubungi Gombak Sugeng atau Sie Giok Gian pendiri GKMI Jepara untuk
mengabarkan Injil kepada masyarakat Tiong Hoa di Pecangaan.1 Satu peristiwa
penting yang mempengaruhi orang-orang Tiong Hoa di Pecangaan untuk beralih
kepercayaan menjadi Kristen adalah ketika seorang jemaat bernama Tan King Ling
terkena serangan asma di tengah-tengah peribadatan yang dipimpin Gombak Sugeng.
Seketika itu juga Tan King Ling sembuh setelah mendapatkan pertolongan Bapak
Samilin dan didoakan oleh Gombak Sugeng. Peristiwa yang begitu mengherankan ini
membawa banyak jiwa untuk percaya kepada Kristus, sehingga akhirnya tujuh orang
percaya dibaptiskan dan dilantik sebagai pengurus dan gereja dewasa bernama
GKMI Pecangaan di Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwe Kudus pada tanggal 3
Desember 1950.
Peribadatan yang ada di GKMI Pecangaan pada awalnya dilaksanakan dari
rumah ke rumah jemaat, sampai pada akhirnya pindah ke rumah Bapak Samilin.
Karena tidak dapat menampung jemaat yang semakin bertambah, maka diputuskan
untuk menyewa gedung tembakau dan baru di tahun 1966 GKMI Pecangaan
membangun sebuah gedung gereja yang mengalami renovasi beberapa kali.2
1 Lawrence M. Yoder, The Muria Story: A History of the Chinese Mennotie Churches of Indonesia,
(Ontario: Pandora Press, 2006), 174. 2 Panitia HUT, Berakar, Bertumbuh, Dibangun dan Berbuah di dalam Kristus: Kebaktian Penahbisan
Gedung dan HUT ke-55 GKMI Pecangaan, (Pecangaan: GKMI Pecangaan, 2005), 21.
Terakhir di tahun 2005, GKMI Pecangaan kembali membangun sebuah gedung
gereja baru tepat di samping gedung gereja lama, yang kini telah menjadi lahan
parkir.
Dalam perjalanannya, GKMI Pecangaan membutuhkan pendeta untuk
memimpin dan menggembalakan jemaatnya. Sampai saat ini sudah lima orang yang
melayani di tempat ini, antara lain Bapak Oei Djan Hwe, Pdt. Hartono Sayit, S.Th,
Pdt. Joko Priyatno, M.Si, Sdr. Eddy Sumartono, S.Th, dan Pdt. Kornelius Suratman,
S.Si yang masih melayani sampai sekarang. GKMI Pecangaan memiliki lima komisi,
terdiri dari Komisi Anak, Komisi Remaja, Komisi Pemuda, Komisi Wanita, dan
Komisi Lansia. Kebaktian Umum hanya diadakan satu kali di hari Minggu pukul
07.00 WIB mengingat jumlah anggota jemaat hanya berkisar tiga ratus orang,
selebihnya adalah Ibadah Kategorial, Doa dan Puasa pada setiap hari Selasa dan
Jumat pukul 19.00 WIB, serta Persekutuan Doa pada hari Rabu pukul 18.30 WIB.
Dalam hal liturgi, nyanyian, dan musik gereja, GKMI Pecangaan
kemungkinan besar dipengaruhi oleh GKMI Jepara sebagai gereja perintis. Liturgi
yang digunakan merupakan liturgi yang diberikan oleh Sinode GKMI dan dibuat
oleh seorang Pendeta dari GKMI Jepara. Demikian pula nyanyian dan musik yang
digunakan, tidak jauh berbeda dengan kondisi GKMI Jepara. GKMI Pecangaan pada
awalnya menggunakan dua buku nyanyian dalam peribadatan mereka, yaitu Puji-
pujian Rohani (PPR) 1 dan Puji-pujian Rohani 2 sama dengan buku nyanyian yang
digunakan oleh GKMI Jepara dan GKMI pada umumnya. Menurut penulis,
penggunaan solo electone sampai pada musik band untuk ibadah juga banyak
dipengaruhi oleh GKMI Jepara, meskipun dalam prakteknya GKMI Jepara tidak
menggunakan musik band untuk mengiringi Kebaktian Umum di hari Minggu.
3.3. Ibadah yang Menjadi Rutinitas Belaka
Pada bab sebelumnya disampaikan bahwa ibadah merupakan bentuk
pertemuan umat percaya yang di dalamnya terdapat dua peristiwa, yaitu penyataan
kasih Allah dan tanggapan umat atas penyataan tersebut.3 Klimaks ibadah bagi umat
Kristen adalah pelayanan Firman4, namun bukan berarti liturgi, nyanyian dan musik
dapat dipandang sebelah mata. Keterlibatan jemaat dalam menghasilkan sebuah
persembahan ibadah bagi Tuhan merupakan sebuah tuntutan. Dengan kata lain,
bukan pihak gereja saja yang mempersiapkan liturgi dan pengkhotbah tetapi jemaat
mempersiapkan hati untuk menyambut Firman melalui pujian dan penyembahan itu.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis dapatkan, ibadah yang ada di
GKMI Pecangaan belum bisa menjadi bentuk tanggapan umat atas penyataan Allah.
Beberapa anggota jemaat menyampaikan bahwa ibadah yang mereka alami tidak
menyentuh, kurang bermakna, tidak ada rasa keterlibatan, bahkan membosankan.5
Tanggapan atas kasih Allah diwujudkan melalui bentuk keterlibatan seluruh anggota
jemaat dalam ibadah yang diselenggarakan. Keterlibatan ini bukan dimaknai dengan
pemberian tugas bagi anggota jemaat sebagai pendoa, pengedar kantong kolekte,
pemimpin pujian, singers, atau penata ruang. Namun pada prakteknya, ibadah terasa
sebagai sebuah pertunjukan yang dibintangi oleh musisi, liturgos, pemimpin pujian
dan pendeta sedangkan jemaat bertindak sebagai penonton.6
Kurangnya keterlibatan jemaat dalam penyelenggaraan ibadah berimplikasi
pada munculnya kesan ibadah hanyalah sebuah rutinitas yang dilaksanakan tiap hari
3 White, Pengantar Ibadah Kristen, 7.
4 Marianne H. Micks, The Joy of Worship, (Philadelphia: The Westminster Press, 1982), 58.
5 Wawancara dengan Sdri. PNS Sabtu 21 Juli 2012; Wawancara dengan Sdri. MY Sabtu 28 Juli 2012;
Wawancara kepada Ibu V, Ibu T, Anggota Jemaat GKMI Pecangaan, Sabtu 28 Juli 2012; Bapak S,
Bapak SS, Bapak AP, Sdr. HA, Sdr. SDH, Sdri. MPS, Anggota Jemaat GKMI Pecangaan, Minggu 29
Juli 2012. 6 Wawancara dengan Sdri. PNS, anggota jemaat GKMI Pecangaan, Sabtu 21 Juli 2012 pukul 21.40
WIB.
Minggu. Jemaat yang datang dengan membawa harapan bahwa segala kepenatan dan
masalah yang ada akan dipulihkan melalui penguatan dalam nyanyian dan firman,
pulang dengan perasaan yang sama.7 Mengenai hal ini penulis berpendapat, anggota
jemaat kurang menikmati ibadah atau ibadah yang diselenggarakan tidak mengena.
Mengena maksudnya ada menginspirasi jemaat melalui nyanyian, musik atau
Firman.8
3.4. Sifat Monoton
Kritik sebagian anggota jemaat terhadap ibadah yang dilaksanakan di GKMI
Pecangaan adalah liturgi yang monoton.9 Sinode GKMI menyediakan lebih dari satu
liturgi (lihat lampiran) yang dapat digunakan dan dikreasikan oleh gereja lokal10
,
tetapi GKMI Pecangaan hanya menggunakan satu liturgi dari Minggu I sampai
Minggu V. Tidak adanya variasi liturgi yang digunakan membuat anggota jemaat
merasa jenuh. Di samping itu, liturgi yang digunakan belum mewakili sebuah liturgi
yang autentik atau kontekstual. Liturgi yang ada masih berdasarkan buku panduan
liturgi yang diterbitkan oleh Sinode GKMI.
Ketiadaan variasi tidak hanya terdapat pada liturgi, tetapi pada praktek musik
gereja yang ada. Hampir setiap Minggu, ibadah hanya menggunakan iringan solo
synthesizer meskipun tim musik telah terjadwal. Beberapa anggota jemaat
mengungkapkan bahwa mereka sangat menikmati nyanyian yang diiringi oleh tim
7 Wawancara dengan Sdri. MY, anggota jemaat GKMI Pecangaan, Sabtu 28 Juli 2012, pukul 20.13
WIB. 8 Wawancara dengan Pdt. KS, Pendeta Jemaat GKMI Pecangaan, Minggu 22 Juli 2012 pukul 10.32
WIB. 9 Wawancara dengan Sdri. MY, anggota jemaat GKMI Pecangaan, Sabtu 28 Juli 2012 pukul 20.13
WIB. 10
BPH Sinode GKMI, Tata Dasar dan Tata Laksana Sinode GKMI, (Semarang: Sinode GKMI,
2001), 27.
keroncong pada sebuah ibadah.11
Ini menyatakan bahwa Jemaat membutuhkan suatu
variasi penggunaan alat musik dalam sebuah ibadah, sehingga ibadah benar-benar
inspiratif dan menyegarkan.
3.5. Pengharapan dalam Nyanyian dan Musik
Nyanyian jemaat sebagai ekspresi iman orang percaya menjadi bagian yang
penting dalam ibadah Kristen. Melalui nyanyian, jemaat diberi kesempatan untuk
mengekspresikan kerinduannya untuk memuji Tuhan, mengungkapkan syukur, dan
merefleksikan pengalaman hidup, oleh karena itu pemilihan nyanyian untuk
peribadatan tidak seharusnya dipandang sebelah mata, sama seperti yang dipaparkan
pada bab sebelumnya. Dalam hal pemilihan nyanyian untuk ibadah di GKMI
Pecangaan, Pendeta Jemaat lebih mendominasi daripada Komisi Kesenian atau Tim
Musik.12
Pemilihan nyanyian dilandaskan pada tema ibadah.13
Tetapi seorang
anggota jemaat berpendapat, beberapa terjadi ketidakcocokan antara nyanyian
dengan unsur liturgi, contohnya adalah nyanyian yang dipilih untuk mengiringi
pemberian persembahan dirasa tidak mewakili ungkapan syukur.14
Untuk hal ini
penulis berpendapat bahwa nyanyian tematik merupakan ide yang baik untuk
memperkuat pelayanan Firman, sehingga biasa dinyanyikan sebelum atau sesudah
pelayan Firman. Tetapi menggunakan nyanyian tematik pada sebuah unsur liturgi
yang tidak tepat akan mengganggu penghayatan jemaat terhadap unsur liturgi yang
dilalui.
11
Wawancara dengan Ibu DPA, Ibu Y, Bapak W, Bapak S, Bapak AS, Bapak SH, Sdri. MY, Sdr. H,
Anggota Jemaat GKMI Pecangaan, Minggu 29 Juli 2012. 12
Wawancara dengan Pdt. KS, pendeta jemaat GKMI Pecangaan, Minggu 22 Juli 2012 pukul 10.32
WIB. 13
Wawancara dengan Pdt. KS, pendeta jemaat GKMI Pecangaan, Minggu 22 Juli 2012 pukul 10.32
WIB. 14
Wawancara dengan Sdri. MY, anggota jemaat GKMI Pecangaan, Sabtu 28 Juli 2012 pukul 20.13
WIB.
Kondisi ini ditambah dengan musisi yang hanya dibekali pelatihan musik dan
latihan mandiri atau otodidak.15
Tim Musik yang kurang memahami nyanyian yang
diiringi, cenderung menggunakan intuisi untuk menentukan irama. Di samping itu
Tim Musik tidak melaksanakan tugasnya sesuai jadwal yang telah disusun. Menurut
seorang musisi gerejawi, Tim Senior bertugas di Minggu I dan III sedangkan Tim
Junior pada Minggu II dan IV.16
Namun pada kenyataannya iringan untuk ibadah
didominasi permainan solo synthesizer. Tim Musik yang seharusnya berada di bawah
koordinasi Komisi Kesenian tidak dapat bertugas sesuai jadwal dengan alasan
kesibukan pekerjaan.17
Komisi Kesenian sendiri tidak dapat melaksanakan tugasnya
karena ketua komisi yang sedang dalam masa penggembalaan.18
Kondisi ini
membuat jemaat merindukan pelayanan musik yang lebih baik di masa yang akan
datang. Pelayanan musik yang dipersiapkan dengan benar, sehingga tidak terkesan
sebagai musisi yang ditunjuk mendadak untuk mengiringi ibadah.
Sebagian anggota jemaat menyatakan bahwa nyanyian menjadi satu bagian
penting dalam ibadah untuk mengantar mereka dalam suasana peribadatan.19
Nyanyian menjadi sarana mempersiapkan hati untuk menyambut kehadiran Allah
dalam ibadah dan firmanNya yang disampaikan pengkhotbah. Nyanyian dalam
ibadah juga membantu jemaat untuk merefleksikan hidup mereka melalui ajaran
Kekristenan, maksudnya melalui nyanyian, mereka dapat melihat apakah hidup
15
Wawancara dengan PK, majelis dan musisi gerejawi GKMI Pecangaan, Sabtu 21 Juli 2012 pukul
20.44 WIB. 16
Wawancara dengan PK, majelis dan musisi gerejawi GKMI Pecangaan, Sabtu 21 Juli 2012 pukul
20.44 WIB. 17
Wawancara dengan Pdt. KS, pendeta jemaat di GKMI Pecangaan, Minggu 22 Juli 2012 pukul 10.32
WIB dan PK majelis dan musisi gerejawi GKMI Pecangaan, Sabtu 21 Juli 2012 pukul 20.44 WIB. 18
Wawancara dengan PK, majelis dan musisi gerejawi GKMI Pecangaan, Sabtu 21 Juli 2012 pukul
20.44 WIB. 19
Wawancara dengan Sdri. PNS, Anggota Jemaat GKMI Pecangaan, 21 Juli 2012; Sdri. MY,
Anggota Jemaat GKMI Pecangaan, Sabtu 28 Juli 2012; Bapak DE, Bapak AP, Ibu S, Anggota Jemaat
dan Simpatisan GKMI Pecangaan, Minggu 29 Juli 2012.
mereka telah sesuai dengan nilai-nilai Kekristenan atau sebaliknya. Melalui nyanyian
mereka dibantu untuk menyatakan syukur dan mengakui perbuatan dosa mereka
setelah beraktivitas enam hari lamanya. Nyanyian yang berpadu dengan musik
pengiring menjadi satu kesatuan untuk membangun suasana beribadah yang
diharapkan tiap unsur liturgi. Tetapi sayangnya, musisi gereja yang ada hanya
menganggap bahwa nyanyian dan musik hanya menjadi pelengkap dalam sebuah
ibadah, sehingga nyanyian dan musik tidak perlu dipandang sebagai bagian yang
penting selain pelayanan Firman.
GKMI Pecangaan menggunakan tiga buku nyanyian dalam peribadatan
mereka, yaitu PPR 1, PPR 2, dan Pujian bagi Kristus. PPR 1 merupakan buku
nyanyian jenis himne yang diterbitkan oleh Sinode Muria sejak tahun 1974 dan telah
dicetak sebanyak sepuluh kali. Di tahun 2011, Sinode Muria menerbitkan PPR 1
yang terbaru dengan berbagai revisi dalam lirik dan notasinya, sehingga lebih mudah
untuk dipelajari dan dipahami liriknya. PPR 2 menghadirkan himne dengan bentuk
yang lebih kontemporer dan kontekstual karena struktur melodi yang lebih bernuansa
pop dan etnik. PPR 2 diterbitkan oleh Sinode Muria tahun 1994 dan telah mengalami
revisi sebanyak dua kali dengan harapan membantu mengakomodasi kebutuhan
nyanyian bagi kaum muda akan lagu-lagu yang bersifat kekinian.
Menyadari bahwa kehadiran PPR 1, PPR 2, dan PBK belum cukup memenuhi
kebutuhan jemaat dalam memuji Tuhan, maka pada tahun 2009 dalam Rapat Majelis
Pelaksana Lengkap (MPL)20
diputuskan untuk membuat suatu buku nyanyian baru
yang berisi lagu-lagu rohani kontemporer berjudul Pujian bagi Kristus (PBK) untuk
20
Rapat MPL merupakan rapat majelis jemaat bersama seluruh pengurus komisi dan perwakilan
anggota kelompok di GKMI Pecangaan yang diselenggarakan tiga kali selama satu tahun. Rapat di
bulan Januari biasa diselenggarakan untuk membicarakan program kerja komisi, kelompok dan gereja
selama satu tahun. Di dalamnya akan diperoleh keputusan yang disepakati oleh seluruh anggota rapat.
memenuhi kebutuhan tersebut.21
Buku ini dicetak secara mandiri oleh GKMI
Pecangaan dengan meminjam buku dari GKMI Jepara sebagai contoh. Di setiap
Ibadah Minggu, GKMI Pecangaan memadukan PPR 1, PPR 2 dan PBK dalam
memilih nyanyiannya, dengan harapan baik kaum muda maupun tua sama-sama
mendapatkan bagian untuk bernyanyi. Itu pun belum cukup, sehingga tak jarang
pendeta jemaat yang memilih nyanyian untuk ibadah memilih lagu kontemporer
rohani yang ada di luar PBK sebagai nyanyian jemaat dengan dalih asal sesuai
dengan tema.22
Jemaat tidak memiliki keberatan atas pemilihan himne dan lagu
kotemporer rohani sebagai nyanyian jemaat dalam peribadatan sejauh nyanyian itu
dirasa sesuai dan tepat. Tepat maksudnya adalah dapat membangun ibadah menjadi
lebih inspiratif, relevan dengan unsur liturgi atau sesuai dengan tema yang diangkat.
Pengalaman yang banyak disampaikan adalah sebagian jemaat menyanyikan
nyanyian yang dipilih selama ibadah tanpa penghayatan atau tanpa memahami
makna dari nyanyian itu sendiri.23
Mereka menyatakan bahwa mereka bernyanyi
dengan sekedar bernyanyi, meskipun lirik atau syair dari nyanyian tersebut mudah
dipahami. Mereka berusaha untuk menikmati nyanyian dan musik yang dipilih
meskipun pada dasarnya mereka kurang memaknai apa yang sedang mereka
nyanyikan. Dalam prakteknya, GKMI Pecangaan tak jarang menggunakan
pemimpin pujian atau singers untuk membantu jemaat bernyanyi. Menurut sebagian
jemaat, pemimpin pujian dan singers sangat membantu mereka untuk memandu dan
21
Wawancara dengan Pdt. KS, pendeta jemaat di GKMI Pecangaan, Minggu 22 Juli 2012 pukul 10.32
WIB. 22
Wawancara dengan Pdt. KS, pendeta jemaat di GKMI Pecangaan, Minggu 22 Juli 2012 pukul 10.32
WIB. 23
Wawancara dengan Sdri. PNS, Anggota Jemaat GKMI Pecangaan, Sabtu 21 Juli 2012; Sdri. MY,
Anggota GKMI Pecangaan, Sabtu 28 Juli 2012; Ibu LS, Anggota Jemaat GKMI Pecangaan, Jumat 27
Juli 2012; Bapak DE, Bapak AP, Ibu S, Anggota Jemaat dan Simpatisan GKMI Pecangaan, Minggu
29 Juli 2012.
memotivasi jemaat untuk bernyanyi.24
Tetapi bagi sebagian jemaat, kehadiran
pemimpin pujian saja sudah lebih dari cukup tanpa perlu menggunakan singers,
karena konteks GKMI Pecangaan yang bukan gereja kharismatik.25
Demikian halnya
dengan paduan suara, masih dipahami sebagai aspek musik gereja yang bertugas
hanya untuk mempersembahkan pujian. Paduan suara atau grup vokal yang ada di
GKMI Pecangaan hanya mendapatkan posisi sebagai pengisi/pelengkap dalam
peribadatan. Belum ada kesadaran bahwa paduan suara merupakan salah satu
komponen musik gereja yang bertugas membantu dan bernyanyi bersama-sama
dengan jemaat.
Mengenai praktek musik instrumen pengiring ibadah, sebagian jemaat senior
mengaku terganggu dengan penggunaan band dalam ibadah.26
Mereka menuturkan
bahwa permainan drum yang kurang baik justru mengganggu kekhidmatan dalam
beribadah. Kebisingan terjadi ketika drum dipukul keras dan suaranya yang
dipantulkan oleh dinding gereja yang tinggi menghasilkan gema yang kurang enak
didengar. Mereka merindukan pelayanan musik yang tidak terlalu kompleks tetapi
benar-benar membantu dalam bernyanyi dan mempersembahkan suara terbaik
mereka bagi Tuhan. Jemaat tidak merasa keberatan ketika nyanyian jemaat diiringi
oleh musik irama tertentu, selama itu bisa membangun mereka dan tidak membuat
mereka untuk berdiam diri.
Kendala yang dialami GKMI Pecangaan adalah sulitnya mencari musisi atau
sumber daya manusia (SDM) yang memiliki komitmen untuk melayani secara rutin
24
Wawancara dengan Pdt. KS, Pendeta Jemaat GKMI Pecangaan, Minggu 22 Juli 2012; Wawancara
dengan Bapak PK, Musisi Gerejawi GKMI Pecangaan, Sabtu 21 Juli 2012; Wawancara dengan Sdri.
MY, Anggota Jemaat GKMI Pecangaan, Sabtu 28 Juli 2012; Wawancara dengan Sdr. A, Musisi
Gerejawi GKMI Pecangaan, Minggu 22 Juli 2012. 25
Wawancara dengan Sdri. PNS, Anggota Jemaat GKMI Pecangaan, Sabtu 21 Juli 2012; Wawancara
dengan Ibu DPA, Bapak DE, Bapak W, Anggota Jemaat GKMI Pecangaan Minggu 29 Juli 2012. 26
Wawancara dengan Bapak W, Bapak H, Bapak S, Ibu W, Ibu S, Anggota Jemaat GKMI Pecangaan,
Minggu 29 Juli 2012.
di GKMI Pecangaan.27
Rata-rata kaum muda yang mau melayani sebagai musisi
gereja hanya memilih instrumen gitar, bass dan drum dengan alasan instrumen yang
praktis, yaitu mudah diperoleh dan dimainkan, sedangkan permainan synthesizer
diserahkan kepada musisi senior.28
Bagi mereka, instrumen seperti electone telah
ketinggalan zaman dan terlalu sulit untuk dipelajari. Selain itu tim junior yang terdiri
dari kaum muda itu lebih tertarik untuk mengiringi lagu-lagu kontemporer rohani
daripada himne. Dengan alasan itu pula gereja menjual electone yang mereka miliki
dan menggantikannya dengan synthesizer.29
Pendeta Jemaat yang ada sendiri
menuturkan bahwa kaum muda yang ada lebih memilih untuk melayani di tempat
lain daripada di gereja asal mereka ketika mereka telah menempuh studi atau bekerja
di luar kota.30
Dalam kondisi yang demikian, jemaat mengharapkan bahwa pada suatu saat
nanti musik gereja di GKMI Pecangaan akan berkembang lebih baik. Menemukan
orang-orang dalam (anggota jemaat) yang berkomitmen untuk melayani di bidang
Musik Gereja dengan kemampuan yang lebih baik pula. Musisi yang mengetahui
bagaimana seharusnya memainkan setiap instrumen musik dengan tepat dan musisi
yang terus mengembangkan potensi mereka. Lebih dari itu, harapan tentang musisi
yang takut akan Tuhan lebih besar daripada harapan yang lain, mengingat proses
penggembalaan kepada salah satu musisi sekaligus ketua komisi kesenian masih
berjalan sampai saat ini. Jemaat berharap bahwa melalui nyanyian dan musik gereja
mereka dibangun untuk beribadah lebih baik lagi, menjadi partisipan aktif dalam
27
Wawancara dengan Pdt. KS, pendeta jemaat di GKMI Pecangaan, Minggu 22 Juli 2012 pukul 10.32
WIB. 28
Wawancara dengan PK, musisi gereja di GKMI Pecangaan, Sabtu 21 Juli 2012 pukul 20.44 WIB. 29
Wawancara dengan PK, majelis dan musisi gereja di GKMI Pecangaan, Sabtu 21 Juli 2012 pukul
20.44 WIB. 30
Wawancara dengan Pdt. KS, pendeta jemaat di GKMI Pecangaan, Minggu 22 Juli 2012 pukul 10.32
WIB.
ibadah, serta ibadah yang ada bersifat inspiratif bagi tiap jemaat dalam menghadapi
kehidupan sehari-hari.
3.6. Penutup
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka penulis menyimpulkan beberapa
hal sebagai berikut, Ibadah yang ada di GKMI Pecangaan belum bisa mewujudkan
kerinduan sebagian anggota jemaat untuk beribadah. Ibadah di GKMI Pecangaan
masih terkesan sebagai sebuah pertunjukan karena belum dapat membuat jemaat
merasa sebagai partisipan aktif untuk menyajikan sebuah ibadah yang indah bagi
Tuhan. Ibadah yang ada di GKMI Pecangaan hanya terasa sebagai rutinitas dan tidak
ada variasi dalam hal liturgi sehingga membuat anggota jemaat merasa jenuh ketika
mengikuti ibadah yang ada.
Pendeta Jemaat dan Musisi Gereja memahami nyanyian hanya sebagai
pelengkap dalam sebuah ibadah, sehingga persiapan yang diperlukan cukup satu kali
selama satu minggu. Nyanyian untuk ibadah secara dominan dipilih oleh pendeta
jemaat. Nyanyian di dalam peribadatan GKMI Pecangaan memiliki peran yang
beragam, antara lain membangun suasana peribadatan yang tepat, membantu jemaat
merefleksikan kehidupan mereka dengan ajaran Kekristenan, dan mempersiapkan
diri untuk mendengarkan Firman. Namun sebagian jemaat belum bisa menghayati
nyanyian yang dinyanyikan, sehingga ini membuat jemaat bernyanyi tanpa
memahami syair atau liriknya. Meskipun demikian, kelebihan dari jemaat di GKMI
Pecangaan adalah jemaat tidak memiliki rasa keberatan atas digunakannya PPR 1,
PPR 2 dan PBK maupun lagu kontemporer rohani baru sebagai nyanyian di dalam
peribadatan.
Musik Gerejawi yang ada di GKMI Pecangaan berada di taraf cukup baik
untuk mengiringi nyanyian jemaat. Musisi yang ada hanya memiliki bekal pelatihan
dan otodidak, belum ada yang merupakan lulusan pendidikan formal jurusan musik.
Tim musik yang ada di GKMI Pecangaan belum memiliki komitmen yang kuat
untuk melayani, karena dari jadwal tugas yang sudah dibuat jarang dilaksanakan.
Ada rasa kecewa kepada Komisi Kesenian yang tidak menjalankan tugasnya dengan
baik, bahkan ketua komisi yang menjalani masa penggembalaan karena pelanggaran
yang diperbuat. Jemaat tidak terkurung dalam pemahaman musik tertentu saja yang
bisa digunakan dalam ibadah, tetapi sudah membuka diri terhadap berbagai jenis
musik, misalnya musik keroncong. Hambatan perkembangan pelayanan musik gereja
di GKMI Pecangaan adalah sulitnya menemukan SDM yang berkomitmen kuat
untuk melayani dan memiliki kemampuan yang memadai. Kaum muda yang ada
cenderung memilih-milih jenis instrumen dan nyanyian untuk ibadah sehingga
potensi mereka tidak berkembang dengan baik. Jemaat merindukan adanya
pembaharuan atau variasi pelayanan musik gereja untuk ibadah, sehingga tidak
terkesan membosankan.