Upload
others
View
16
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
727
STUDI PROVENANCE DAN GRANULOMETRI PADA SINGKAPAN BATUPASIR FORMASI BALIKPAPAN PADA DAERAH PALARAN DAN SANGA-SANGA
CEKUNGAN KUTAI, KALIMANTAN TIMUR
Muhammad Rizki Sudirman*, Rahmadi Hidayat Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl.Grafika No.2 Bulaksumur, Yogyakarta,
Indonesia Tel. 02574-5138 *corresponding author : [email protected]
ABSTRAK Batupasir Formasi Balikpapan yang berumur Miosen Tengah merupakan salah satu elemen penting
dalam kaitannya dengan reservoar minyak bumi pada Cekungan Kutai. Dengan tipe lingkungan
pengendapan fluvio-deltaik yang memungkinkan perbedaan batuan asal dan mekanisme sedimentasi
secara lokal, studi provenance dan granulometri menjadi sangat penting untuk dilakukan, termasuk
pada singkapan di daerah Palaran dan Sanga-Sanga, Kutai Kertanegara sebagai area penelitian ini.
Analisis petrografi serta granulometri secara grafis dan matematis dilakukan pada sampel perconto
batuan. Pengamatan petrografi menunjukkan kategori arenite dengan komposisi kuarsa monokristalin
(64,99% - 92,54%), kuarsa polikristalin (0,21% - 2,40%), litik sedimen (4,44%-34,24%), dan feldspar
(0,17-0,55%). Analisis granulometri memperlihatkan mean ukuran butir antara pasir kasar-halus
(0,74 – 2,54 phi untuk metode matematis; 0,75-2,50 untuk metode grafis). Nilai skewness berada pada
interval very fine skewed – very coarse skewed ([-0,61] – 1,07 untuk metode matematis; [-0,53] - 0,77
untuk metode grafis). Nilai kurtosis berkisar 1,24 - 10 untuk metode matematis dan 0,49-2,23 untuk
metode grafis. Analisis morfologi butir dari data sampel menunjukkan interval subangular-
subrounded dan subequent-very equent. Berdasarkan hasil analisis, daerah penelitian berada pada
sistem tektonik orogen terdaurkan (recycled orogen) dengan batuan asal dari formasi yang lebih tua
(diperkirakan dari Kiham Haloq) serta mekanisme sedimentasi yang didominasi proses rolling-
saltasi-suspensi.
I. PENDAHULUAN
Cekungan Kutai merupakan salah satu
cekungan penting dan bernilai sangat
ekonomis yang ada di Indonesia. Salah satu
formasi yang terbukti menjadi reservoar
adalah Formasi Balikpapan. Supriatna dkk
(1995) menjelaskan bahwa Formasi
Balikpapan tersusun atas perselingan
batupasir dan lempung dengan sisipan lanau,
serpih, batugamping dan batubara. Batupasir
kuarsa berwarna putih kekuning-kuningan,
tebal lapisan berkisar antara 1 – 3 m dan
disisipi lapisan batubara tebal 5 – 10 cm
dengan tipe lingkungan fluvio-delta.
Lokasi penelitian berada di daerah Palaran dan
Sanga-Sanga, Kabupaten Kutai Kertanegara,
Kalimantan Timur (Gambar 1) yang secara
geologi termasuk ke dalam Formasi
Balikpapan (Supriatna dkk, 1995).
Penelitian ini menjelaskan tentang studi
provenance dan granulometri pada singkapan
Formasi Balikpapan di daerah Palaran dan
Sanga-Sanga. Hal tersebut diharapkan dapat
menjelaskan tentang tipe batuan sumber dari
formasi tersebut dan juga mekanisme
sedimentasi lokal di daerah penelitian.
II. KONDISI GEOLOGI REGIONAL
Menurut Allen dan Chambers (1998) Cekungan
Kutai berada pada batas Sundaland yang
menunjukkan suatu aktivitas pemekaran pada
bagian Tenggara benua Eurasia. Beberapa
patahan besar yang terhubung di bagian Utara
Cekungan Kutai adalah kelurusan Bengalon
dan sesar Sangkulirang. Pada bagian Selatan
berkembang sesar Adang. Sesar-sesar regional
tersebut terbentuk sabagai implikasi dari
penurunan ke arah zona engsel cekungan pada
saat Oligosen Akhir hingga saat ini (Allen dan
Chambers, 1998). Pada bagian Barat cekungan
dibatasi oleh sedimen Paleogen yang
terangkat dan terdeformasi kuat serta
metasedimen kapur yang berada pada Central
Kalimantan Ranges.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
728
Evolusi Cekungan Kutai menurut Moss dan
Chambers (1999) diawali dengan proses
pemekaran cekungan (syn-rift) yang terjadi
semenjak Eosen Tengah akibat pemekaran
Selat Makasar. Pada Eosen Akhir - Oligosen
Akhir pemekaran terus berlangsung dan
menyebebakan penurunan dasar cekungan
secara regional. Beberapa daerah tinggian
yang terisolasi dan pada bagian batas
cekungan, akumulasi karbonat mulai
berkembang, tetapi pada bagian dalam
cekungan yang berkembang adalah serpih laut.
Pada Oligosen Akhir - Miosen Awal terjadi
pengangkatan secara regional, kemudian
cekungan mengalami regresi secara
keseluruhan yang ditandai dengan proses
progradasi dari sungai proto-Mahakam dan
berasosiasi dengan sedimen delta. Pada
Miosen Tengah hingga Pliosen, prgoradasi
delta terus berlanjut ke arah Timur disertai
dengan proses pembalikan cekungan.
Formasi Balikpapan berumur Miosen Tengah
hingga Miosen Akhir bagian bawah (Gambar 2).
Tersusun oleh perselingan batupasir dan
lempung dengan sisipan lanau, serpih,
batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa
berwarna putih kekuning-kuningan, tebal
lapisan berkisar antara 1 – 3 m dan disisipi
lapisan batubara dengan ketebalan 5 – 10 cm.
Tebal formasi sekitar 1000 – 1500 meter.
Formasi ini memiliki hubungan stratigrafi
menjari dengan Formasi Pulau Balang
(Supriatna dkk, 1995). Menurut Wain dan
Berod (1989) Formasi Balikpapan juga
tersingkap di Cekungan Kutai Atas yang
termasuk ke dalam grup Balikpapan dan
terendapkan selaras di atas Formasi Warukin.
III. SAMPEL DAN METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang dilakukan adalah
analisis laboratorium pada conto batupasir
berukuran setangan yang bersifat semi loose.
Conto batuan diambil dari dua titik lokasi
singkapan yaitu di daerah Palaran dan Sanga-
Sanga, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur
(Gambar 3a dan 3b).
Analisis laboratorium berupa analisis
granulometri dan analisis petrografi. Sampel
batuan berjumlah 22 sampel (G.01-G.02)
untuk analisis granulometri dan 7 sampel
(MRS.P1-MRS.P7) untuk analisis petrografi.
Mesh yang digunakan untuk proses
pengayakan berukuran 18 (pasir sangat kasar),
35 (pasir kasar), 60 (pasir sedang), 120 (pasir
halus), 230 (pasir sangat halus), dan > 230
(wadah ayakan).
Analisis ukuran butir dilakukan dengan 2 cara,
yaitu cara matematis dan cara grafis. Analisis
ini dilakukan untuk mengetahui nilai mean,
sortasi, skewness, dan kurtosis.
IV. DATA DAN ANALISIS
Palaran
Mean
Mean dapat diartikan ukuran rata-rata butir
sedimen pada daerah penelitian. Nilai mean
didapat melalui perhitungan berat tiap kelas
butir dikalikan dengan nilai tengah. Dari hasil
penentuan nilai mean, dapat dilakukan
pengklasifikasian ukuran butir yang bertujuan
untuk melihat ukuran butir dominan di daerah
penelitian. Semakin besar nilai phi, maka
ukuran butir akan semakin halus dan begitu
juga sebaliknya. Berdasarkan perhitungan
secara matematis dari 16 sampel, 9 sampel
berukuran pasir sedang, 5 sampel pasir halus,
dan 2 sampel pasir kasar dengan nilai mean
maksimum adalah 2,54 dan nilai minimum
0,74. Pada perhitungan secara grafis, nilai
mean maksimum adalah 2,50 dan nilai
mininum 0,75. Sehingga daerah Palaran dapat
dinyatakan didominasi oleh ukuran pasir
sedang (Gambar 4a).
Sortasi
Nilai sortasi menunjukkan suatu tingkat
keseragaman butir. Nilai sortasi ini didapatkan
dari nilai deviasi standar. Dari hasil
perhitungan nilai sortasi, semakin besar nilai
deviasi standar maka akan semakin buruk
sortasinya dan begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan perhitungan secara matematis,
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
729
nilai maksimum di daerah Palaran adalah 2,15
dan nilai minimum 0,83. Berdasarkan
perhitungan grafis, nilai maksimum adalah
2,10 dan nilai minimum 0,81. Sortasi di daerah
Palaran di dominasi kelas poorly sorted
(Gambar 4b).
Skewness
Skewness merupakan nilai yang menunjukkan
kesimetrisan kurva frekuensi. Nilai ini
didapatkan melalui perhitungan berat setiap
kelas butir dikalikan dengan nilai tengahnya.
Berdasarkan perhitungan matematis, nilai
skewness berkisar antara -0,64 – 1,07.
Berdasarkan perhitungan grafis, nilai skewness
berkisar antara -0,53 – 0,77. Nilai skewness di
daerah Palaran didominasi oleh nilai negatif
yang menunjukkan adanya pertambahan
material berukuran butir halus (Gambar 4c).
Kurtosis
Nilai kurtosis adalah nilai yang menunjukkan
kepuncakan kurva. Semakin besar nilai kutosis
maka bentukan kurva yang ditunjukkan akan
semakin meruncing. Berdasarkan perhitungan
matematis, nilai kurtosis berkisar antara 1,24 –
3,16. Berdasarkan perhitungan grafis, nilai
kurtosis berkisar 0,49 – 1,32 (Gambar 4d).
Perbedaan antara nilai kurtosis matematis
dengan grafis sangat terlihat pada semua
sampel. Pada perhitungan matematis, hasil
perhitungan jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan perhitungan grafis. Tetapi, tren yang
ditunjukkan masih cenderung sama. Jika kurva
mengalami kenaikan pada cara matematis,
maka cara grafis juga akan memiliki pola yang
sama.
Sanga-Sanga
Mean
Perhitungan mean secara matematis di daerah
Sanga-Sanga menunjukkan nilai maksimum
2,19 dan nilai minimum 1,54 sedangkan
berdasarkan perhitungan secara grafis, nilai
maksimum adalah 2,17 dan nilai minimum
1,47. Berdasarkan perhitungan tersebut, nilai
mean di daerah Sanga-Sanga didominasi oleh
kelas pasir sedang (Gambar 5a).
Sortasi
Nilai sortasi didapatkan dari perhitungan
deviasi standar, nilai maksimum sortasi secara
matematis di daerah Sanga-Sanga adalah 1,01
dan minimum 0,54. Berdasarkan perhitungan
secara grafis, nilai maksimum 0,94 dan
minimum 0,46. Berdasarkan perhitungan
tersebut sortasi di daerah Sanga-Sanga
menunjukkan kelas moderately well sorted
(Gambar 5b).
Skewness
Berdasarkan perhitungan matematis, nilai
skewness berkisar antara (-0,46) – 1,55 dengan
dominasi kelas very fine-skewed. Berdasarkan
perhitungan secara grafis, nilai minimum
adalah -0,21 dan nilai maksimum 0,32,
dengan dominasi berada pada kelas fine
skewed (Gambar 5c). Hal tersebut
menunjukkan pada sampel di daerah Sanga-
Sanga terdapat suatu pertambahan material
berukuran halus pada populasi sampel.
Kurtosis
Perhitungan nilai kurtosis secara matematis
dan grafis di daerah Sanga-Sanga memiliki
perbedaan. Perhitungan secara matematis
menunjukkan hasil yang lebih besar dengan
dominasi kelas extremely leptokurtic. Nilai
minimum 3,74 dan nilai maksimum 10. Pada
perhitungan grafis, nilai minimum 1,00 dan
nilai maksimum 1,76, berada dengan dominasi
kelas leptokurtic – very leptokurtic (Gambar
5d).
Morfologi Butir Pasir
Bentuk butir
Pengamatan bentuk butir pasir dilakukan
dengan melihat kenampakan partikel yang
berkaitan dengan ukuran panjang dari setiap
sumbu terpanjang, sumbu menengah, dan
terpendek menggunakan klasifikasi bentuk
butir Zingg, yang terbagi menjadi 4, yaitu
tabular (oblate), equant, bladed, dan prolate.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
730
Hasil tabulasi bentuk butir di daerah penelitian
menunjukkan sampel di daerah penelitian
didominasi kelas equant dan bladed. Besarnya
jumlah butiran yang memiliki kelas equent
menandakan bahwa perbandingan antara
sumbu terpanjang, menengah, dan terpendek
butiran pasir memiliki nilai yang relatif sama.
Hal ini dapat disebabkan oleh mekanisme
transportasi yang bersifat menggelinding
(rolling) atau dapat dimungkinkan karena
bentuk awalnya sudah relatif equent dan
kemudian tertransportasi ulang (reworked).
Kebolaan (Sphericity)
Penentuan nilai kebolaan di daerah penelitian
dilakukan dengan cara mengamati komposisi
pasir di bawah mikroskop kemudian
dibandingkan dengan gambar visual
Rittenhouse. Dari hasil tabulasi penentuan
nilai kebolaan (Tabel 1), daerah penelitian
didominasi kelas equent. Pada daerah Palaran,
terdapat sebanyak 537 butiran yang termasuk
ke dalam kelas equent, dan di daerah Sanga-
Sanga, kelas equent sebanyak 171 butir.
Butiran yang semakin menyerupai bola
mempunyai kecepatan pengendapan yang
lebih besar dibandingkan dengan butiran yang
kurang menyerupai bola. Hal tersebut berlaku
pada sistem suspensi ataupun traksi.
Kebundaran (Roundness)
Kebundaran diartikan sebagai derajat
kebundaran suatu butiran. Nilai kebundaraan
suatu partikel ditentukan oleh komposisi
penyusun, ukuran, proses transportasi, dan
jarak transportasi. Penentuan nilai
kebundaran dilakukan dengan menggunakan
visual Powers. Hasil perhitungan di daerah
Palaran dan Sanga-Sanga (Tabel 2)
menunjukkan dominasi kelas subangular dan
kelas subrounded.
Data Petrografi
Sampel batupasir yang dianalisis untuk
pengamatan petrogafi berjumlah 7 sampel
(Gambar 3). Sebanyak 3 sampel di daerah
Palaran dan 4 sampel di daerah Sanga-Sanga.
Pengambilan sampel didasarkan kepada sifat
fisik dan fasies batuan. Secara umum
batupasir mempunyai tekstur berbutir pasir
halus hingga pasir kasar (0,1 – 1 mm), terpilah
poorly sorted – well sorted, dengan bentuk
subangular – subrounded, dan terbilang
submature.
Komposisi mineral di dalam batuan berupa
kuarsa 78,8 - 95,5%, feldspar 0,3 – 1,2%, dan
litik 4,05 – 20%. Litik secara keseluruhan
didominasi oleh kandungan fragmen batuan
sedimen yang tersusun oleh kuarsa. Kuarsa
hadir dalam 2 jenis, yaitu kuarsa monokristalin
(Qm) dan kuarsa polikristalin (Qp).
Karakteristik antara kedua kuarsa tersebut
memiliki perbedaan dilihat dari gelapan dan
teksturnya. Feldspar memiliki persentase yang
rendah, berupa plagioklas dengan persentase
0,3 – 1,2%. Mineral aksesoris yang dijumpai
pada sampel kurang dari 1% seperti mineral
opak dan material karbon. Matriks memiliki
persentase 8,7 – 14,78% (kelompok arenit)
yang berasosiasi dengan mineral oksida
berwarna coklat dan material berukuran <0,03
mm (Gambar 6A).
Berdasarkan persentase komposisi kuarsa,
feldspar, dan litik pada diagram segitiga
klasifikasi batupasir, batupasir Formasi
Balikpapan di daerah penelitian ini termasuk
ke dalam sublitharenite dan quartz arenite
(Gambar 6B).
Tipe Batuan Asal
Metode aplikasi mengikuti Dickinson dan
Suczek (1979) di dalam diagram segitiga QtFL
dan QmFLt (Gambar 6C, Qt= quartz total, Qm=
monocrystalline quartz, F= feldspar, L= Lithic,
Lt= Lithic total). Batupasir Formasi Balikpapan
di daerah penelitian terletak di daerah orogen
terdaurkan (recycled orogen) yang dapat
diinterpretasikan sebagai daerah yang aktif
mengalami proses tektonik.
Daerah orogen terdaurkan ini merupakan
suatu perulangan orogenesa yang terjadi pada
lingkungan tektonik yang mengalami proses
pengangkatan, perlipatan, dan erosi. Daerah
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
731
ini meliputi zona penunjaman, daerah
cekungan belakang busur, dan zona tumbukan
antara lempeng mikro.
Pembentukan batupasir Formasi Balikpapan
berkaitan dengan proses pengangkatan
batuan dasar dan sedimen syn-rift pada saat
Oligosen Akhir yang menyebabkan
terbentuknya progradasi delta Mahakam yang
terus berkembang hingga Miosen Tengah.
V. DISKUSI
Integrasi Data Granulometri
Integrasi data granulometri dilakukan dengan
mengkombinasikan data litologi, fasies, ukuran
butir, sortasi, skewness, dan kurtosis yang
disusun secara vertikal. Paramater lain yaitu
kurva distribusi ukuran butir juga digunakan
untuk melihat hubungan antara fasies batuan
dengan kepuncakan kurva. Data-data tersebut
dapat digunakan untuk membantu
mendapatkan kondisi lingkungan
pengendapan yang lebih komprehensif dengan
menggunakan parameter-parameter statistik.
Tujuan dari integrasi ini adalah melihat
perubahan vertikal yang terjadi di daerah
Palaran dan Sanga-Sanga.
Palaran
Parameter statistik dengan metode grafis
berupa mean, sortasi, skewness, dan kurtosis
disusun berdasarkan urutan sampel G.01-G.16.
Pada lapisan tertua di daerah Palaran, fasies
BSL, diinterpretasikan sebagai bagian dari
delta front yang tersusun atas lanau
terbioturbasi. Pada fasies BCBS (sampel G.01-
G.08) kurva mean, sortasi, dan skewness tidak
mengalami fluktuasi yang besar, hanya nilai
kurtosis yang lebih fluktuatif (Gambar 7 kiri).
Fasies BCBS diinterpretasikan sebagai
distributary channel dan abandoned channel.
Fasies SCC (sampel G.09-G.13) memliki kurva.
Nilai mean, skewness, dan kurtosis mengalami
fluktuasi kenaikan dan penurunan sedangkan
nilai sortasi relatif mengalami kenaikan.
Berdasarkan analisis tersebut, fasies SCC ini
diinterpretasikan sebagai tidal channel yang
juga didukung dengan kehadiran struktur
sedimen bergelombang yang menggambarkan
adanya pengaruh pasang surut. Fasies FS
(sampel G.14-G.16) diinterpretasikan sebagai
mouth bar dengan nilai mean yang semakin
menghalus, nilai sortasi mengecil, serta nilai
skewness dan kurtosis yang membesar.
Sanga-Sanga
Parameter statistik dengan metode grafis
ditampilkan dengan kolom litologi di daerah
Sanga-Sanga (Gambar 7 kanan). Lingkungan
pengendapan diinterpretasikan berdasarkan
geometri, litologi, dan struktur sedimen yang
kemudian dilihat hubungannya dengan
parameter statistik ukuran butir. Fasies CBS
menunjukkan suatu perulangan batupasir
silang siur yang diinterpretasikan sebagai
distributary channel. Pada fasies CBS bawah
dan CBS atas, nilai mean, sortasi, dan
skewness menunjukkan kurva yang cenderung
lurus sedangkan pada kurva kurtosis kurva
cenderung lebih fluktuatif.
Mekanisme Sedimentasi
Interpretasi mekanisme sedimentasi dengan
menggunakan diagram Visher (1969)
bertujuan untuk melihat hubungan antara
ukuran butir dengan proses selama
pengendapan. Dalam suatu mekanisme
sedimentasi ideal akan terdapat subpopulasi
surface creep (rolling), saltasi, dan suspensi.
Secara umum pada daerah Palaran (Gambar 8)
mekanisme rolling, saltasi, dan suspensi
ditemui hampir ditemui disetiap sampel. Akan
tetapi, pada sampel G.12-G.16, kurva tidak
memiliki mekanisme lengkap. Hal tersebut
diakibatkan oleh adaya mekanisme lokal
akibat pengaruh laut yang semakin dominan
sehingga menyebabkan sedimen sungai dapat
tertransportasi ulang. Pada kurva di daerah
Sanga-Sanga (Gambar 9), mekanisme
sedimentasi menunjukkan proses yang
lengkap dari rolling, saltasi, dan suspensi.
Grain Size Distribution Curve (GSDC)
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
732
Kurva distribusi frekuensi ukuran butir (GSDC)
di daerah Palaran dikelompokkan berdasarkan
keberadaan sampel, fasies dan lingkungan
pengendapannya. Pengelompokkan kurva ini
bertujuan untuk mengetahui pola umum dari
bentukan kurva.
Kelompok pertama (Gambar 10a) merupakan
channel bagian bawah yang tediri dari 5
sampel (G.02-G.06) menunjukkan suatu
dominasi ukuran butir yang lebih kasar.
Kepuncakan kurva dari 7 sampel menunjukkan
suatu keadaan yang bervariasi, tetapi
semuanya termasuk ke dalam kelompok
unimodal atau hanya memiliki satu puncak
kurva dengan titik puncak berada pada nilai 2
phi. Kelompok kedua (Gambar 10b) yaitu
channel bagian atas terdiri dari 3 sampel
memiliki kurva yang unimodal dengan nilai
puncak pada nilai 3 phi (pasir halus). Bagian
channel atas memiliki ukuran butir yang lebih
halus jika dibandingkan dengan channel
bawah karena pola geometri dalam suatu
tubuh channel yang akan menghalus ke atas.
Kelompok ketiga yang diinterpretasikan
sebagai mouth bar (Gambar 10c) terdiri dari 5
sampel (G.12-G.16) memiliki kurva
kepuncakan bimodal dengan tren yang cukup
seragam.
GSDC di daerah Sanga-Sanga dikelompokkan
menjadi distributary channel 1 (Gambar 11a)
dengan kepuncakan kurva berada nilai 3 phi
dan distributary channel 2 (Gambar 11b) yang
seragam memiliki titik puncak pada nilai 2 phi.
Interpretasi dari kurva GSDC ini dapat
menggambarkan bahwa secara umum
terdapat 2 channel yang terbentuk
berdasarkan kemiripan kurvanya. Kurva GSDC
yang ditunjukkan pada distributary channel 1
dan 2 semuanya termasuk ke dalam kurva
unimodal tetapi berbeda pada nilai
kepuncakan kurva. Dari hal tersebut, dapat
diinterpretasikan bahwa kepuncakan kurva
pada distributary channel akan sangat
bervariasi tergantung kepada kondisi
hidrodinamika dari suatu agen transportasi.
Bivariate Plot
Hasil pengeplotan antara deviasi standar
(sortasi) dengan skewness menunjukkan
bahwa daerah Palaran lebih didominasi oleh
pasir sungai sedangkan di daerah Sanga-Sanga
didominasi oleh pasir pantai dengan nilai
sortasi yang lebih kecil atau semakin bagus
sortasinya (Gambar 12a).
Pengaruh lingkungan pantai dan sungai
ditunjukkan juga oleh hasil plot Y2 vs Y3 (Sahu,
1964) dengan persamaan sebaga berikut;
Y2 = 15,6534 mean + 65,7091 sortasi +
18,1071 skewness + 18,5043 kurtosis
(Jika <63,3650 beach, tapi jika >63,3650
shallow marine)
Y3 = 0,2852 mean – 8,7604 sortasi – 4,8932
skewness + 0,0482 kurtosis
(Jika > -7,4190 termasuk shallow marine, tapi
jika < -7,4190 termasuk fluvial)
Berdasarkan plot Y2 vs Y3 daerah Palaran
didominasi oleh proses fluvial sedangkan
Sanga-Sanga sudah masuk mendapat
pengaruh laut dangkal (Gambar 12b).
Implikasi Tektonik Terhadap Tipe Batuan Asal
Formasi Balikpapan yang ada di daerah
penelitian bukan merupakan bagian dari
Kompleks Meratus, hal ini ditunjukkan dengan
ketidakhadiran sedimen laut dalam dan ofiolit.
Meratus ini merupakan alas batuan yang
mengalami pengangkatan akibat proses
tumbukan, tersusun oleh ofiolit. Meratus
merupakan hasil orogen kolisi antara
Schwaner dan Paternoster yang terjadi pada
Kapur Awal-Kapur Tengah (Satyana dkk, 2008).
Karakter batuan asal daerah penelitian
bersifat granitik ditandai dengan dominasi
kuarsa monokristalin yang diinterpretasikan
berasal dari kompleks Schwaner.
Formasi yang pertama terbentuk saat awal
pemekaran adalah Formasi Kiham Haloq,
Formasi Batu Kelau, dan Formasi Batu Ayau
(Gambar 13a, 13b, dan 13c). Kompleks
Schwaner yang tersusun atas batuan granitik,
menjadi sumber utama dari terbentuknya
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
733
Formasi Kiham Haloq pada saat awal
pemekaran. Formasi Kiham Haloq didominasi
oleh batupasir silang siur dan konglomerat
yang terendapakan di atas basal konglomerat
rijang merah. Sedimen ini menggambarkan
lingkungan kipas aluvial (Wain dan Berod,
1989). Batuan asal dari formasi ini
diinterpretasikan masih berada di dekat
sumber yang terosi dan kemudian mengalami
sedimentasi akibat proses gravitasi
membentuk kipas aluvial.
Formasi Batu Kelau menggambarkan suatu
keadaan yang lebih transgresi (Gambar 13b),
dicirikan oleh fasies batulanau karbonatan,
terbioturbasi, dengan struktur laminasi dan
flaser. Pembentukan Formasi Batu Ayau
(Gambar 13c) menggambarkan suatu keadaan
yang regresif dengan tipe fasies batupasir yang
didominasi oleh adalah fasies batupasir
konglomeratan dengan lingkungan transisi
(Wain dan Berod, 1989).
Sedimen syn-rift yang menjadi batuan asal dari
Formasi Balikpapan di daerah penelitian
diinterpretasikan berasal dari Formasi Kiham
Haloq. Formasi Batu Kelau yang
menggambarkan kondisi transgresif tersusun
oleh sedimen halus (Moss dan Chambers,
1999), sedangkan Formasi Batu Ayau
kemungkinan juga merupakan hasil
transportasi kembali dari Formasi Kiham Haloq
yang lebih tua.
Pembentukan batuan karbonat pada Formasi
Ujoh Bilang Bawah dan Ujoh Bilang Atas yang
terjadi pada Oligosen Awal hingga Oligosen
Akhir (Gambar 13d) menggambarkan kondisi
transgresi maksimum. Formasi tersebut
membentuk batugamping terumbu yang
berubah menjadi batupasir volkaniklastik pada
bagian atas (Ujoh Bilang Bawah) dan
batugamping olistolithic serta volkaniklastik
aliran debris pada Ujoh Bilang Atas (Moss dan
Chambers, 1999). Pada batupasir di daerah
penelitian tidak dijumpai kandungan material
karbonat, sehingga Formasi Ujoh Bilang ini
bukan termasuk ke dalam batuan asal dari
batupasir di daerah penelitian.
Batupasir kuarsa dapat bersifat multi siklus.
Siklus awal akan menggambarkan bentuk butir
yang kurang well rounded dan masih
mengandung kuarsa polikristalin yang
melimpah (Pettijohn, dkk, 1987). Batupasir
kuarsa di daerah penelitian menunjukkan
bahwa batuan tersebut sudah mengalami
siklus lanjutan yang ditandai dengan morfologi
butir subangular-well rounded dan persentase
kuarsa polikristalin yang sedikit melimpah
akibat proses reworked selama proses
progradasi delta Mahakam yang terjadi
semenjak Miosen Awal (Gambar 13e).
VI. KESIMPULAN
1. Batupasir Formasi Balikpapan di daerah
penelitian memiliki nilai rerata ukuran butir
dominan pasir sedang, kelas sortasi
moderately sorted-very poorly sorted,
skewness didominasi oleh very coarse
skewed, dan kurtosis very leptokurtic -
extremely leptokurtic.
2. Bentuk butir pasir didominasi oleh kelas
equant dan bladed, nilai kebolaan dominan
berada pada kelas equent, dan nilai
kebundaran dominan adalah subangular-
subrounded.
3. Formasi Balikpapan termasuk ke dalam
tatanan tektonik orogen terdaurkan.
Sumber dari batupasir Formasi Balikpapan
berasal dari batuan dasar yang tersusun
oleh batuan granitik, serta sedimen syn-rift
(Formasi Kiham Haloq) yang mengalami
transportasi ulang oleh Delta Makakam
purba.
VII. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada pihak Pertamina EP Asset 5 yang telah
membantu dalam proses penyediaan data
penelitian.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
734
DAFTAR PUSTAKA Dickinson, W.R., Suczek, C.A, 1979, Plate Tectonics and Sandstone Composition, The American Association of Petroleum Geologist Bulletin, V.63, No.12, P.2164-2182.
Satyana, A.H., Armandita, C., 2008, On the Origin of the Meratus Uplift, Southeast Kalimantan – Tectonic and Gravity Constraints : A Model for Exhumation of Collisional Orogen in Indonesia. Indonesian Association of Geophysicists (HAGI) 33rd Annual Convention and Exhibition, Bandung.
Supriatna, S., Sukardi., Rustandi, E., 1995, Peta Geologi Lembar Samarinda, Kalimantan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Allen, G.P., dan Chambers, J.L.C., 1998, Sedimentation in The Modern and Miocene Mahakam Delta., Proceeding Indonesian Petroleum Association, 27th Annual Convention, Jakarta.
Moss, S.J., dan Chambers, J.L.C., 1999, Tertiary Facies Architecture in The Kutai Basin, Kalimantan, Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences, p.157-181.
Pettijohn, F.J., Potter, P.E., Siever, R., 1987, Sand and Sandstone. Springer, New York, 580p.
Sahu, B.K., 1964, Depositional mechanisms from the size analysis of clastic sediments. J sed petrol 34:73–83
Visher, G.S., 1969. Grain Size Distributrion and Depositional Processes. Journal of Sedimentary Petrology, V.39, No.3, p.1074-1106, Tulsa.
Wain, T., Berod, B., 1989. The Tectonic Framework And Paleogeographic Evolution Of The Upper Kutei Basin. Indonesian Petroleum Association.
TABEL
Tabel 1. Tabulasi perhitungan nilai kebolaan
Very
Elongate Elongate Subelongate
Intermediete Shape
Subequent Equent Very
Equent Jumlah
Palaran 0 2 38 262 263 537 498 1600
Sanga-Sanga
0 0 0 93 88 216 203 600
Tabel 2. Tabulasi perhitungan nilai kebundaran
Very
Angular Angular Subangular Subrounded Rounded
Well Rounded
Jumlah
Palaran 49 268 741 478 61 4 1600
Sanga-Sanga
0 44 232 196 28 0 600
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
735
GAMBAR
Gambar 1. Lokasi penelitian berada di Palaran dan Sanga-Sanga, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.
Peta geologi modifikasi dari Supriatna dkk, (1995).
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
736
Gambar 2. Kolom stratigrafi Cekungan Kutai Atas dan Cekungan Kutai Bawah. Daerah penelitian
berada pada Formasi Balikpapan.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
737
Gambar 3. Titik pengambilan sampel granulometri dan petrografi pada kolom stratigrafi terukur (a) daerah Palaran dan (b) daerah Sanga-Sanga.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
738
Gambar 4. Grafik perhitungan analisis ukuran butir secara matematis dan grafis di daerah Palaran. (a)
Mean (b) Sortasi (c) Skewness (d) Kurtosis.
Gambar 5. Grafik perhitungan analisis ukuran butir secara matematis dan grafis di daerah Sanga-
Sanga. (a) Mean (b) Sortasi (c) Skewness (d) Kurtosis.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
739
Gambar 6. (A) Kenampakan sampel sayatan tipis MRS.P1-MRS.P7, (B) Penentuan nama batuan dan perhitungan QFL (C) Analisis QFL batupasir Formasi
Balikpapan.
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
740
Gambar 7. Hubungan antara litologi dengan parameter statistik daerah Palaran (kiri) dan daerah Sanga-Sanga (kanan).
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
741
Gambar 8. Analisis mekanisme sedimentasi di daerah Palaran dengan menggunakan kurva frekuensi
kumulatif (skala probabilistik).
Gambar 9. Analisis mekanisme sedimentasi di daerah Sanga-Sanga dengan menggunakan kurva
frekuensi kumulatif (skala probabilistik).
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
742
Gambar 10. Pengelompokkan kurva distribusi ukuran butir daerah Palaran A) Channel bawah B)
Channel atas C) Mouth Bar.
Gambar 11. Pengelompokkan kurva distribusi ukuran butir di daerah Sanga-Sanga A) Distributary
channel 1 B) Distributary channel 2.
Gambar 12. Plot bivariat (a)deviasi standar vs skewness (b) Y2 vs Y3
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
743
Gambar 13. Interpretasi pembentukkan Formasi Balikpapan. (a) Pembentukkan Formasi Kiham Haloq
(b) Pembentukkan Formasi Batu Kelau (c) Pembentukkan Formasi Batu Ayau (d)Fase transgresi
maksimum yang terjadi selama proses pembentukkan Formasi Ujoh Bilang (e) Pembentukkan
Formasi Balikpapan.