Upload
vankiet
View
238
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
STUDI PERBANDINGAN EFISIENSI KAPASITAS DAYA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MAGNET
HIDRODINAMIK TERHADAP PLTU 100 MW DI CILEGON
Indra D Permana
Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS, Keputih Sukolilo Surabaya 60111
Abstrak
Petumbuhan penduduk diseluruh dunia identik
dengan pertumbuhan energi. Dengan berkurangnya
sumber energi maka percepatan perekonomian tidak
dapat tercipta. Yang terpenting dari energi listrik
adalah percepatan perkembangan sumber energi listrik
bagi kelangsungan hidup yang lebih baik. Kita ketahui
bahwa sumber energi listrik yang berasal dari minyak
bumi, batubara, nuklir, energi matahari, energi panas
bumi, tenaga angin sampai dengan pemanfaatan tenaga
fusi sebagai energi alternatif. Meski batubara termasuk
sumber energi tak terbarukan, namun hasil penelitian
menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai cadangan
batubara sekitar 50 miliar ton yang tersebar di
Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Papua.
Sekitar 85% diantaranya adalah untuk PLTU. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia memiliki cadangan
batubara terbesar di Asia Tenggara. Akan tetapi
pemanfaatan energi batu bara kurang maksimal karena
sistem pembangkit Indonesia cenderung berorientasi
pada PLTU, yang pada kenyataannya pembangkit
tenaga uap batu bara hanyamemiliki efisisensi konversi
yang tidak lebih dari 40 %. Disamping itu pengaruh
limbah dari PLTU berupa karbon, SO4, NOx sangat
berbahaya bagi kelangsungan mahkluk hidup. Perlu
adanya solusi dari permasalahan tersebut untuk
melahirkan teknologi – teknologi yang tepat guna
dalam mengurangi pemborosan energi.
Sistem pembangkit listrik magnet hidrodinamik
adalah salah satu teknologi terapan yang menawarkan
beberapa keunggulan dibandingkan pembangkit uap
batu bara. Selain memiliki tingkat efisiensi daya yang
lebih tinggi, teknologi MHD juga merupakan sistem
combined cycle yang memiliki keandalan dalam
membangkitkan energi listrik secara kontinyu yang
bersih dan ramah lingkungan.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diversifikasi energi (bauran sumber energi)
merupakan suatu konsep / strategi yang dapat
dipergunakan sebagai alat untuk mencapai
pembangunan energi dan ekonomi yang berkelanjutan.
Kebijakan bauran energi menekankan bahwa Indonesia
tidak boleh hanya tergantung pada sumber energi
berbasis fosil, namun harus juga mengembangkan
penggunaan energi terbarukan.
Magnet hidrodinamik adalah salah satu teknologi
alternatif yang menjanjikan sebagai salah satu sumber
pembangkit energi listrik efisien dan bersih.
Pembangkit listrik magnet hidrodinamik menggunakan
energi kinetik gas plasma sebagai konduktornya yang
memotong medan magnet. Berbeda dengan generator
konvensional yang menggunakan putaran konduktor
berupa rotor dalam proses pembangkitan energy listrik.
Pembangkit listrik tenaga magnet hidro dinamik dapat
memanfaatkan pembakaran batubara secara langsung
tanpa proses pemurnian terlebih dulu. Hal ini yang
membedakan pembangkit listrik hidrodinamik dengan
pembangkit listrik tenaga uap konvensional. Hal ini
dapat meningkatkan efisiensi pemakaian bahan bakar
lebih dari 20 %. Selain itu pemanfaatan gas buang yang
panas dari siklus terbuka pembangkit ini dapat di
manfaatkan untuk menggerakkan turbin uap.
Pembangkit magnet hidrodinamik yang merupakan
jenis pembangkit listrik cogeneration yang ekonomis
dan ramah lingkungan.
1.2 Perumusan Masalah
Penggunaan energi batubara sebagai bahan dasar
pembangkit listrik tenaga uap memiliki berbagai efek
diantaranya :
1. Bagaimana peramalan beban dan konsumsi energi
listrik sampai tahun 2025, kaitannya dengan neraca
daya di kabupaten Cilegon propinsi Banten?
2. Berapakah biaya pembangkitan PLTU dan
PLTMHD US$/kW dan harga energi US$/kWh (
BPP dan harga jual dengan memperhatikan daya
beli masyarakat)?
3. Bagaimana perbandingan efisiensi biaya bahan
bakar yang terpakai pada pengoperasian PLTU dan
PLTMHD?
4. Bagaimana Pengaruh PLTU dan PLTMHD di
Cilegon untuk pemenuhan kebutuhan energi listrik
di propinsi Bnaten sampai dengan tahun 2025?
5. Bagaimana Kelayakan PLTU dan PLTMHD 100
MW untuk kebutuhan listrik di Cilegon ?
6. Bagaimana tingkat efisiensi dalam memproduksi
energi listrik antara PLTU dan PLTMHD 100MW ?
7. Bagaimana dampak pembangunan PLTU dan
PLTMHD terhadap aspek lingkungan ?
1.3 Batasan Masalah
Karena ruang lingkup permasalahan yang sangat luas,
maka dalam penulisan tugas akhir ini, permasalahan
akan dibatasi pada :
1. Proses pembangkitan energi listrik tenaga magnet
hidrodinamik dibahas secara spesifik.
2. Perbandingan efisiensi daya generator magnet
hidrodinamik sebagai pembangkit energi listrik
alternatif dengan pembangkit listrik tenaga uap
Batu bara
3. Pembahasan mengenai perbandingan kelayakan
pembangunan PLTMHD dan PLTU 100 MW di
kabupaten Cilegon.
2
1.4 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah melakukan
perbandingan perencaanaan pembangunan pembangkit
energi listrik magnet hidrodinamik terhadap PLTU
sebagai sumber energi listrik mutual yang memiliki
efisiensi tinggi pada proses pembangkitannya dan
sebagai upaya dalam menciptakan teknologi
pengolahan batu bara yang bersih dan ramah terhadap
lingkungan.
1.5 Relevansi
Dari hasil pembahasan perencanaan pembangkit
tenaga magnet hidrodinamik ini di harapkan dapat
mengurangi pemborosan dalam proses pembangkitan
energi di masa – masa mendatang. Pembangkit tersebut
juga dapat memberikan konstribusi dalam pemanfaatan
dan pengembangan teknologi magnet hidrodinamik
yang dapat menekan jumlah pemakaian batu bara
sebagai bahan dasar pembangkitan sehingga
infrastruktur pembiayaannya jauh lebih terkendali.
Pemanfaatan sumber energi terbarukan memiliki
potensi yang luar biasa dalam menunjang peningkatan
teknologi pembangkitan yang andal dan memiliki
efisiensi tinggi
2. TEORI PENUNJANG
2.1 Batubara
Batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman
prasejarah yang berubah bentuk yang awalnya
berakumulasi dirawa dan lahan gambut. Penimbunan
lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran
kerak bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik)
mengubur rawa dan gambut yang seringkali sampai ke
kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan
tersebut, material tumbuhan tersebut terkena suhu dan
tekanan yang tinggi. Suhu dan tekanan yang tinggi
tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami
proses perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah
tumbuhan tersebut menjadi gambut dan kemudian batu
bara. Pembentukan batubara dimulai sejak
Carboniferous Period (Periode Pembentukan Karbon
atau Batu Bara)– dikenal sebagai zaman batu bara
pertama – yang berlangsung antara 360 juta sampai
290 juta tahun yang lalu. Mutu dari setiap endapan batu
bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama
waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‗maturitas
organik‘.
2.2 Pembangkit Tenaga Listrik
Secara umum pembangkitan tenaga listrik dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu :.
Berdasarkan metode pembangkitannya, dapat
dibedakan menjadi:
a. Metode pembangitan dengan konversi langsung
(direct energy conversion), yaitu terbangkitnya
energi listrik (dari energi primer) terjadi secara
langsung, tanpa keterlibatan bentuk energi lain
sebagai antara (medium)
b. Metode pembangkitan dengan konversi tak
langsung (indirect energy conversion), yaitu
terbangkitnya energi listrik (dari energi primer)
berlangsung dengan cara melibatkan suatu bentuk
energi lain. Bila energi lain yang berfungsi sebagai
medium ini tidak ada, maka tidak akan terbangkit
energi listrik.
Berdasarkan proses pembangkitannya, dapat dibedakan
menjadi :
a. Pembangkit non thermal, yaitu pembangkit yang
dalam pengoperasiannya tanpa melalui proses
thermal atau pemanasan.
b. Pembangkit thermal, yaitu pembangkit yang dalam
pengoperasiannya melalui proses thermal atau
pembakaran.
2.3 Pengolahan Batubara
Batu bara yang langsung diambil dari bawah
tanah, disebut batu bara tertambang run-of-mine
(ROM), seringkali memiliki kandungan campuran yang
tidak diinginkan seperti batu dan lumpur dan berbentuk
pecahan dengan berbagai ukuran. Namun demikian
pengguna batu bara membutuhkan batu bara dengan
mutu yang konsisten. Pengolahan batu bara – juga
disebut pencucian batu bara (―coal benification‖ atau
―coal washing‖) mengarah pada penanganan batu bara
tertambang (ROM Coal) untuk menjamin mutu yang
konsisten dan kesesuaian dengan kebutuhan pengguna
akhir tertentu.
2.4 Proses Terjadinya Energi Listrik Pada PLTU
Pembakaran batu bara ini akan menghasilkan uap
dan gas buang yang panas. Gas buang itu berfungsi
juga untuk memanaskan pipa boiler yang berada di atas
lapisan mengambang. Gas buang selanjutnya dialiri ke
pembersih yang di dalamnya terdapat alat pengendap
abu setelah gas itu bersih lalu dibuang ke udara melalui
cerobong. Sedangkan uap dialiri ke turbin yang akan
menyebabkan turbin bergerak, tapi karena poros turbin
digandeng/dikopel dengan poros generator akibatnya
gerakan turbin itu akan menyebabkan pula gerakan
generator sehingga dihasilkan energi listrik. Uap itu
kemudian dialiri ke kondensor sehingga berubah
menjadi air dan dengan bantuan pompa air itu dialiri ke
boiler sebagai air pengisi.
PLTU ini dilengkapi dengan presipitator elektro
static yaitu suatu alat untuk mengendalikan partikel
yang akan keluar cerobong dan alat pengolahan abu
batu bara. Sedang uap yang sudah dipakai kemudian
didinginkan dalam kondensor sehingga dihasilkan air
yang dialirkan ke dalam boiler. Pada waktu PLTU
batubara beroperasi suhu pada kondensor naiknya
begitu cepat, sehingga mengakibatkan kondensor
menjadi panas. Sedang untuk mendinginkan kondensor
bisa digunakan air, tapi harus dalam jumlah besar, hal
inilah yang menyebabkan PLTU dibangun dekat
dengan sumber air yang banyak seperti di tepi sungai
atau tepi pantai.
2.5 Proses Terjadinya Energi Listrik Pada
PLTMHD
Di bawah kondisi tekanan tinggi, listrik dihasilkan
dari proses gasifikasi senyawa gas melalui pembakaran
3
bahan bakar fosil. Sebagian besar sistem MHD
menggunakan batu bara atau gas alam sebagai bahan
bakar fosil. Namun, gas inert seperti argon dan helium
yang juga digunakan dalam beberapa sistem
MHD. Gas ini dinjeksikan kedalam channel /duct
melalui nozzel dengan kecepatan tinggi 1000-2000
m/s. Magnetohydrodynamic generator tidak
menciptakan muatan listrik, terciptanya listrik karena
adanya muatan listrik yang melekat saat proses ionisasi
gas berlangsung. Dengan analogi, memikirkan sebuah
pompa air yang memungkinkan air melewati tetapi
bukan merupakan sumber air. Konduktivitas fluida
dapat ditingkatkan dengan mengadopsi berbagai
metode.
Jika gas memasuki saluran channel tersusun dari
medan magnet superkonduktor. Intensitas magnet yang
dapat di hasilkan di dalam saluran tersebut biasanya
antara 3-5 Tesla. Saat gas melewati saluran, sebuah
gaya gerak listrik terjadi dalam ruang magnet ( channel
). Menurut hukum Faraday tentang induksi
elektromagnetik arus / tegangan (EMF) adalah bila
sebuah kumparan induksi / kawat digerak-gerakkan di
dalam medan magnet maka akan terjadi perubahan
fluks magnet per satuan waktu. Namun yang
membedakannya di dalam sistem MHD tidak
menggunakan kumparan induksi / kawat sebagai
konduktor melainkan berupa fluida gas.
Seperti yang disebutkan sebelumnya sistem MHD
terdiri dari saluran / saluran yang merupakan
penghubung ke sirkuit eksternal yang pada akhirnya
akan membiarkan listrik mengalir ke beban melalui
sebuah elektrode. Elektroda adalah pelat, batang atau
kawat yang bertindak sebagai konduktor terhadap
aliran listrik. Mereka bertindak sebagai penghubung ke
sirkuit eksternal. Rangkaian eksternal dihubungkan ke
elektroda dan catu daya listrik ditransfer ke jalan yang
diinginkan.
2.6 Metode Peramalan Kebutuhan Listrik
Peramalan kebutuhan listrik adalah untuk mengetahui
akan kebutuhan listrik di tahun yang akan dating dapat
dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan
metode regresi dan metode DKL 3.01
2.6.1 Metode Regresi
Dalam Metode Regresi Linier Berganda
diperlukan faktor/parameter yang akan dijadikan acuan
dalam perhitungan. Dalam peramalan kebutuhan energi
listrik parameter-parameter yang dipakai adalh sebagai
berikut :
1. Jumlah penduduk (X1)
2. Jumlah konsumsi (X2)
3. Produk Domestik Regional Bruto (X 3)
4. Jumlah industri (X4)
5. Energi listrik terjual (Y)
2.6.2 Metode DKL 3.01
Metode DKL 3 merupakan metode menghitung
peramalan kebutuhan listrik tiap pelanggan dengan
memperhitungkan rasio elektrifikasi tiap pelanggan.
Metode tersebut paling banyak digunakan oleh PLN.
Pada perhitungan metode tersebut di bagi menjadi
beberapa perhitungan dalam tiap sektornya meliputi :
a) Sektor Rumah Tangga
b) Sektor Komersil
c) Sektor Publik
d) Sektor Industri
2.7 Analisa Ekonomi
Sebelum suatu proyek dilaksanakan perlu
dilakukan analisa dari investasi tersebut sehingga akan
diketahui kelayakan suatu proyek dilihat dari sisi
ekonomi investasi. Ada beberapa metode penilaian
proyek investasi, yaitu :
2.7.1 Net Present Value (NPV)
NPV adalah nilai sekarang dari keseluruhan
Discounted Cash Flow atau gambaran ongkos total
atau pendapatan total proyek.
2.7.2 Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah suatu indicator yang dapat
menggambarkan kecepatan pengembalian modal dari
suatu proyek.
2.7.3 Return Of Investment (ROI)
ROI adalah laba atas investasi. ROI adalah rasio
uang yang diperoleh atau hilang pada suatu investasi,
relatif terhadap jumlah uang yang diinvestasikan
2.7.4 Benefit-Cost Ratio (BCR)
Benefit-Cost Ratio adalah rasio perbandingan
antara pemasukan total sepanjang waktu operasi
pembangkit dengan biaya investasi awal.
2.7.5 Payback Period (PP)
Payback Period adalah lama waktu yang diperlukan
untuk mengembalikan dana investasi. Investasi yang
ideal adalah investasi dengan payback periode
terpendek.
3. Banten dan Kabupaten Cilegon
Wilayah Banten terletak di antara 5º7'50"-
7º1'11" Lintang Selatan dan 105º1'11"-106º7'12" Bujur
timur, berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten
adalah 9.160,70 km². Provinsi Banten terdiri dari
4 kota, 4 kabupaten, 140 kecamatan, 62 kelurahan dan
1.242 desa. Wilayah laut Banten merupakan salah satu
jalur laut potensial, Selat Sunda merupakan salah satu
jalur lalu lintas laut yang strategis karena dapat dilalui
kapal besar yang
menghubungkan Australia dan Selandia Baru dengan
kawasan Asia tenggara misalnya Thailand, Malaysia,
danSingapura.
4
Gambar 1.1
Di samping itu Banten merupakan jalur penghubung
antara Jawa dan Sumatera. Bila dikaitkan posisi
geografis dan pemerintahan maka wilayah Banten
terutama Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang
merupakan wilayah penyangga bagi Jakarta. Secara
ekonomi wilayah Banten memiliki banyak industri.
Wilayah Provinsi Banten juga memiliki
beberapa pelabuhan laut yang dikembangkan sebagai
antisipasi untuk menampung kelebihan kapasitas dari
pelabuhan laut di Jakarta dan ditujukan untuk menjadi
pelabuhan alternatif selain Singapura.
Kondisi topografi Banten adalah sebagai berikut:
Wilayah datar (kemiringan 0 - 2 %) seluas
574.090 hektare
Wilayah bergelombang (kemiringan 2 - 15%)
seluas 186.320 hektare
Wilayah curam (kemiringan 15 - 40%) seluas
118.470,50 hektare
Kondisi penggunaan lahan yang perlu dicermati adalah
menurunnya wilayah hutan dari 233.629,77 hektare
pada tahun 2004 menjadi 213.629,77 hektare.Provinsi
Banten terdiri atas 4 kabupaten dan 4 kota
4. Analisa Data
Gambar 1.2
4.1 Kondisi Kelistrikan Cilegon
Meski memiliki dua unit pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU)—Suralaya dan Labuan—yang
beroperasi di wilayahnya, masih banyak masyarakat
Banten yang belum menikmati pembangunan energi
ketenagalistrikan. Kondisi itu, kerap kali menciptakan
kesenjangan pembangunan yang mencolok. karena tak
jarang, kampung-kampung yang dekat dengan
pembangkit pun, belum mencicipi bagaimana rasanya
menikmati jaringan listrik.
Dalam kondisi itu, program Listrik Perdesaan
(Prolisdes) diharapkan dapat mempersempit
kesenjangan itu. Pemberian bantuan pemasangan
instalasi listrik gratis kepada ribuan masyarakat
diharapkan dapat mengeliminir jumlah masyarakat
yang belum menikmati pembangunan ketenagalistrikan
itu. Pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik berkorelasi
dengan pertumbuhan makro ekonomi. Dengan
mengasumsikan pertumbuhan PDRB Provinsi Banten
sebesar 6%, mulai tahun 2006 sampai tahun 2020
tumbuh rata-rata 5% per-tahun, serta pertumbuhan
penduduk rata-rata 2,3% per-tahun, kebutuhan tenaga
listrik netto di propinsi Banten tahun 2020 diperkirakan
hampir mencapai 30 TWh atau sama dengan total
kebutuhan daya sebesar 6.000 MW ( 6 GW).
Pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik ini sudah
memperhitungkan kebutuhan tenaga listrik dari
pelabuhan Bojonegara sekitar 10-15 MW dan
Kebutuhan tenaga listrik untuk KEK (Kawasan
Ekonomi Khusus) Bojonegara sekitar 400 MW dengan
mengasumsikan kebutuhan tenaga listrik ke KEK
Bojonegara sebesar pasokan listrik ke Kawasan
Industri Krakatau Steel yaitu sebesar 400 MW.
Kebutuhan tenaga listrik terbesar di Propinsi Banten
diperkirakan masih didominasi oleh sektor industri,
dengan pangsa sekitar 65%. Kebutuhan tenaga listrik di
sektor rumah tangga menempati posisi kedua dengan
pangsa kebutuhan sekitar 25%.
Berdasarkan hasil RUKD Provinsi Banten, yaitu
dengan mengasumsikan kenaikan sekitar 6% pertahun
kebutuhan kapasitas untuk memasok tenaga listrik di
Propinsi Banten pada tahun 2010 sekitar 3.000 MW
atau 3 GW dan pada tahun 2010 hampir dua kalinya
yaitu mencapai sekitar 6.000 MW atau 6 GW
Total kapasitas terpasang pembangkit listrik yang
berada di Propinsi Banten saat ini yaitu sekitar 4.200
MW, ditambah dengan kapasitas terpasang pada PLTU
baru (PLTU Suralaya 600 MW, PLTU Labuan 600
MW,dan PLTU Teluk Naga 900 MW) yang sudah akan
beroperasi tahun 2009, maka pada tahun 2010 total
kapasitas terpasang pembangkit listrik yang berada di
Provinsi Banten akan menjadi 6.300 MW atau 6.3 GW.
5
4.2 Kebutuhan Energi Listrik Cilegon
Gambar 1.3
Flow diagram metode peramalan kebutuhan energi
listrik
4.2.1 Analisa Perkiraan Kebutuhan Energi Listrik
dengan metode Regresi
Salah satu permasalahan ketenagalistrikan di
Banten yakni meningkatnya kebutuhan listrik oleh
masyarakat sehingga diperlukan peramalan beban di
suatu regional. Peramalan atau perkiraan beban beban
merupakan masalah yang sangat menentukan bagi
perusahaan listrik baik segi-segi manajerial maupun
bagi operasional. Untuk dapat membuat perkiraan
beban beban sebaik mungkin perlu beban sistem tenaga
listrik yang sudah terjadi di masa lalu. Perkiraan beban
jangka panjang adalah untuk jangka waktu diatas satu
tahun. Dalam perkiraan beban jangka panjang masalah-
masalah makro ekonomi yang merupakan masalah
ekstern perusahaan listrik merupakan faktor utama
yang menentukan arah perkiraan beban.
Perhitungan perkiraan beban dilakukan dengan
menggunakan data yang berasal yang dari wilayah
kelistrikan Banten. Data yang dipakai merupakan data
dalam kurun waktu 8 tahunan mulai tahun 2002 -2009
dengan hasil perhitungan merupakan perkiraan beban
untuk jangka panjang sampai 2030.
.
Tabel 1.1
Proyeksi Energi Terjual (GWh), Jumlah
Pelanggan per Sektor, Jumlah Penduduk (Ribu),
dan PDRB Cilegon (Milyar)
4.2.1 Analisa Perkiraan Kebutuhan Energi Listrik
dengan metode DKL 3.0
Model yang digunakan dalam metode DKL 3.0
untuk menyusun prakiraan adalah model sektoral.
Prakiraan kebutuhan tenaga listrik model sektoral
digunakan untuk menyusun prakiraan kebutuhan
tenaga listrik pada tingkat wilayah/distribusi.
Metodologi yang digunakan pada model sektoral
adalah metode gabungan antara kecenderungan,
ekonometri dan analitis. Pendekatan yang digunakan
dalam menghitung kebutuhan listrik adalah dengan
mengelompokkan pelanggan menjadi empat pelanggan
yaitu :
1. Pelanggan Rumah Tangga
2. Pelanggan Bisnis
3. Pelanggan Industri
4. Pelanggan Publik
Metode DKL 3.0 menggunakan pendekatan yang
memadukan analisa data statistik penjualan tenaga
listrik dan pertumbuhan ekonomi yang dipresentasikan
dengan Product Domestic Regional Brutto (PDRB).
6
Tabel 1.2
Proyeksi Konsumsi Energi Listrik (KWh), Jumlah
Pelanggan per Sektor dengan Metode DKL
Pendekatan yang digunakan dalam menghitung
kebutuhan listrik adalah dengan mengelompokkan
pelanggan menjadi empat pelanggan yaitu : Pelanggan
Rumah Tangga, Pelanggan Bisnis, Pelanggan Industri,
Pelanggan Publik.
4.2 Perbandingan Peramalan Konsumsi Energi
Antara Regresi Linier Berganda Dengan DKL 3.01
Dari hasil peramalan dengan metode DKL 3.01.
diperoleh bahwa laju pertumbuhan rata-rata konsumsi
energi dalam kurun waktu 10 tahun sebesar 7,0 % per
tahun, sedangkan dengan metode regresi linier laju
pertumbuhannya rata-rata sebesar 7,4 % per tahun.
Hasil perhitungan konsumsi energi dengan metode
regresi lebih tinggi dari metode DKL. Namun pada
tahun 2016, Metoda DKL mengeluarkan hasil yang
lebih tinggi dari metode regresi karena grafiknya mirip
dengan grafik kuadrat dan eksponensial. Proyeksi
konsumsi Energi Listrik Antara Regresi Linier
Berganda dan DKL 3.01 dapat dilihat pada tabel 4.14
dan gambar 4.5.
Gambar 1.4
Grafik Proyeksi Konsumsi Energi Listrik Antara
Regresi Linier Berganda Dengan DKL 3.01
4.3 Energi Produksi dan Beban Puncak Cilegon
Setelah didapatkan hasil dari analisa pertumbuhan
kebutuhan energi listrik di Cilegon dengan
menggunakan metoda DKL 3.01 maka besarnya
pertumbuhan beban puncak di Cilegon dapat
ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
Tabel 1.3
Pertumbuhan Energi Terjual (KWH), Energi
Produksi (KWH), dan Beban Puncak (KW) Cilegon
Tahun 2008 Sampai dengan 2030
Tahun Konsumsi
Energi
Load
Factor
Energi
Produksi
Peak
Load
t ETt LFt EPTt PLt
2008 21.207.478 0,50 23.026.578 5.247,22
2009 22.936.038 0,50 24.903.407 5.653,43
2010 23.413.086 0,50 25.422.900 5.758,80
2011 23.905.935 0,51 25.956.498 5.866,59
2012 24.416.151 0,51 26.510.479 5.978,19
2013 24.944.536 0,51 27.084.187 6.093,43
2014 25.491.923 0,51 27.678.527 6.212,46
2015 26.059.190 0,51 28.294.452 6.335,45
2016 26.647.258 0,51 28.932.962 6.462,58
2017 27.257.094 0,51 29.595.107 6.594,04
2018 27.889.718 0,51 30.281.996 6.730,02
2019 28.546.199 0,51 30.994.787 6.870,72
2020 29.227.663 0,52 31.734.705 7.016,37
2021 29.935.294 0,52 32.503.034 7.167,19
2022 30.670.336 0,52 33.301.125 7.323,41
2023 31.434.100 0,52 34.130.402 7.485,30
2024 32.227.963 0,52 34.992.359 7.653,12
2025 33.053.376 0,52 35.888.573 7.827,14
2026 33.911.862 0,52 36.820.697 8.007,65
2027 34.805.029 0,53 37.790.477 8.194,97
2028 35.734.567 0,53 38.799.747 8.389,41
2029 36.702.253 0,53 39.850.438 8.591,32
4.4 Pengaruh PLTMHD Dan PLTU 100 MW
terhadap Neraca Daya Kabupaten Cilegon
Kondisi kapasitas pembangkit di Cilegon
cenderung naik dengan
semakin banyaknya jumlah penduduk. Hal ini
berdampak semakin banyaknya pembangkit-
pembangkit baru yang menggunakan bahan bakar
batubara akibat semakin menyusutnya energi batubara
dan memerlukan dana investasi yang tidak sedikit.
Rencana beroperasinya PLTU dan PLTMHD dapat
memasok daya 100 MW sampai pada tahun 2030 yang
merupakan sistem pembangkit yang lebih efisien.
Neraca daya yang disusun adalah berdasarkan
kapasitas pembangkit dengan asumsi bahwa PLTU
Suralaya, PLTU Cilegon beroperasi pada factor
kapasitas nominalnya. Jika diasumsikan tidak ada
penambahan pembangkit sampai tahun 2020 selain
PLTU Suralaya 3.400 MW yang beroperasi pada
pertengahan 2002 dan PLTGU Cilegon 740 MW yang
7
beroperasi pada tahun 2009 maka terdapat 2 skenario
yang akan dihadapi oleh PLN Banten :
1. Total kapasitas terpasang pembangkit listrik yang
berada di Propinsi Banten saat ini yaitu sekitar
4.200 MW, ditambah dengan kapasitas terpasang
pada PLTU baru (PLTU Suralaya 600 MW,
PLTU Labuan 600 MW,dan PLTU Teluk Naga
900 MW) yang sudah akan beroperasi tahun
2009, maka pada tahun 2010 total kapasitas
terpasang pembangkit listrik yang berada di
Provinsi Banten akan menjadi 6.300 MW atau 6.3
GW.
2. PT PLN (Persero) menargetkan sembilan
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang
masuk dalam proyek percepatan 10.000 MW
tahap I akan beroperasi tahun ini. PLTU-PLTU
tersebut akan menambah pasokan listrik nasional
hingga 3266 Megawatt. sebagian besar berada di
Pulau Jawa dengan total kapasitas 3205MW,
sementara sisanya di luar Jawa. PLTU yang
beroperasi tahun ini.
a. PLTU Labuan Banten dengan kapasitas 300 MW,
telah diresmikan pada 28 Januari 2010.
b. PLTU Suralaya, Banten dengan kapasitas 1x625
MW ditargetkan beroperasi secara komersial
(Commercial Operation Date/COD) pada Mei
2010.
Kurva Neraca Daya
4.5 Analisa PLTU dan PTMHD Cilegon
4.5.1 Aspek Teknis
Secara teknis kedua pembangkit mempunyai
beberapa perbedaan untuk tiap-tiap komponennya. Hal
yang mendasar dari prinsip kerja kedua pembangkit
tersebut memerlukan fungsi-fungsi komponen
didalamnya. Selain itu peningkatan efisiensi dari
sebuah pembangkit dipengaruhui oleh faktor rugi-rugi
komponennya.
4.5.1.1 Komponen PLTU 100 MW
1. Transportasi bahan bakar
Bahan bakar yang digunakan oleh PLTU 2 X 50
MW Cilegon adalah batubara. Batubara diperoleh dari
tambang Bukit Asam, Sumatera Selatan dari jenis
subbituminous dengan nilai kalor 5000-5500 kkal/kg.
Batubara untuk keperluan PLTU Cilegon akan
didatangkan dari Bukit Asam yang diangkut dengan
kapal laut. Bahan bakar yang diangkut dengan kapal
laut akan langsung menuju dermaga di rencana
Pembangunan PLTU Cilegon. Pembongkaran batubara
dari kapal ke penampungan (stockyard) dilakukan
dengan menggunakan belt conveyor menuju ke
penyimpanan sementara dengan menggunakan
Telescopic Chute (2) atau dengan menggunakan
Stacker/Reclaimer (1) atau langsung batubara tersebut
ditransfer malalui Junction House (3) ke Scrapper
Conveyor (4) lalu ke Coal Bunker (5), seterusnya ke
Coal Feeder (6) yang berfungsi mengatur jumlah aliran
ke Pulverizer (7) dimana batubara digiling dengan
ukuran yang sesuai kebutuhan menjadi serbuk yang
halus.
2. Boiler, Turbin dan Generator
Batubara yang dibongkar dari stockyard dikeruk
dan diangkat ke boiler. Boiler terdiri dari beberapa
tingkatan sesuai suhu dan tekanan air yang berada di
dalamnya. Pertama adalah Economizer. Di sini
berfungsi untuk menaikkan air yang bertekanan tinggi
tersebut beberapa derajat sebelum memasuki pipa
utama pembakaran.
Selanjutnya batubara diteruskan ke coal feeder
yang berfungsi mengatur jumlah aliran ke pulverizer
(gambar 4.14) dimana batubara digiling sesuai
kebutuhan menjadi serbuk yang sangat halus seperti
tepung. Serbuk batubara ini dicampur dengan udara
panas dari Primary Air Fan (P.A Fan) dan dibawa ke
coal burner (gambar 4.15) yang menghembuskan
batubara tersebut ke dalam ruang bakar untuk proses
pembakaran dan terbakar seperti gas untuk merubah air
menjadi gas. Udara panas yang digunakan oleh P.A
Fan dipasok dari F.D Fan yang menekan udara panas
setelah dilewatkan melalui Air Heater. FD Fan juga
memasok udara ke coal burner untuk mendukung
proses pembakaran. Hasil proses pembakaran yang
terjadi menghasilkan limbah yang berupa abu dengan
perbandingan 14:1.
Panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan
bakar diserap oleh pipa-pipa penguap/water walls
menjadi uap jenuh/uap basah yang selanjutnya
8
dipanaskan dengan superheater. Kemudian uap tersebut
dialirkan ke turbin tekanan tinggi, dimana uap tersebut
ditekan melalui nozzel ke sudu-sudu turbin. Tenaga
dari uap menghantam sudu-sudu turbin dan membuat
turbin berputar. Setelah melalui turbin tekanan tinggi,
uap dikembalikan ke boiler untuk dipanaskan ulang di
reheater sebelum uap tersebut digunakan di I.P Turbin
dan L.P Turbin. Poros turbin tekanan rendah dikopel
dengan rotor generator. Rotor dalam elektromagnit
berbentuk silinder ikut berputar apabila turbin berputar.
Generator dibungkus dalam stator generator. Stator ini
digulung dengan menggunakan batang tembaga. Listrik
dihasilkan dalam batang tembaga pada stator oleh
elektromagnit rotor melalui perputaran dari medan
magnit.
3. Kondensor
Uap yang melewati turbin akan didinginkan dan
dikondensasikan menjadi air di dalam condensor
sebelum dikembalikan ke boiler. Air untuk keperluan
PLTU Cilegon sebanyak 86800 m3/jam atau sekitar
24,1 m3/detik diambil dari laut, dimana debit air
sebesar 400 m3/jam diolah terlebih dahulu sehingga
memenuhi syarat untuk digunakan air pengisi ketel
(boiler) dan untuk berbagai kebutuhan operasi lainnya.
Air yang telah dipergunakan dikembalikan lagi ke laut
setelah didinginkan di saluran pendingin
4.5.1.2 Komponen PLTMHD 100 MW
1. Transportasi Batubara
Serbuk batubara yang dikirim dari industri batubara
yang selanjutnya akan digunakan sabagai bahan
bakar pembangkit. Bahan bakar di bawah tekanan
tesebut di hasilkan dari sistem produksi.
2. Combustor ( Ruang Bakar )
Didalam ruangan ini batubara dan ditambahkan
dengan senyawa osidator untuk memisahkan kadar
oksigen dalam batubara sebelum dimasukkan ke
dalam pemanas awal dalam tangki ( couper )
sampai pada suhu 900 C. Pada ruang bakar tersebut
harus dioperasikan dalam keadaan bersih dari terak
hasil pembakaran sebelumnya Selanjutnya pada
tahap ke dua, serbuk potasium karbonat di
injeksikan dan dicampurkan dengan serbuk
batubara hasil dari pembakaran pada tahap
sebelumnya. Yang selanjutnya gas tersebut di
semprotkan ke dalam MHD channel dengan
menggunakan nozlzle melintasi ruang pengukuran
dan analisa sebelum akhirnya di teruskan ke MHD
channel.
3. MHD channel
Merupakan saluran kanal medan magnet, tempat
dihasilkannya energi listrik dari generator berupa
arus DC selanjutnya akan dirubah menjadi AC
dengan menggunakan inverter sebelum diteruskan
menuju terminal catu daya.
4. Diffuser
Bagian yang berfungsi menormalisasikan kecepatan
dan tekanan gas fluida dari hasil pembakaran.
Setelah dari generator selanjutnya aliran kecepatan
gas tersebut dikurangi dan tekanannya dapat di
normalkan kembali. Kemudian sisa hasil
pembakaran tadi di kirim menuju ruang
pembersihan terak.
5. Magnet
Bagian tersebut merupakan bagian utama yang
berfungsi sebagai kumparan medan yang dapat
menghasilkan kerapatan arus listrik apabila dilewati
gas plasma.
6. MHD Generator
Bagian dari sistem MHD yang berfungsi untuk
membangkitkan tegangan DC yang selanjutnya di
konversikan menjadi tegangan AC melalui inverter.
7. Nozzle
Bagian ini berfungsi untuk mengijeksikan bahan
bakar ke dalam saluran kanal ( MHD duct)
4.5.2 Perhitungan Efisiensi PLTU dan PLTMHD
4.5.2.1 Perhitungan efisiensi thermal pada PLTU
Kapasitas per hari (panas yang diubah menjadi listrik)
= 100 MW
Misal batubara yang digunakan berjenis Subbituminous
yang mempunyai heating value
5000 kkal/kg
Kebutuhan batu bara = 1.042,08 ton/hari = 43.420
kg/jam
Panas dihasilkan = 43.420 kg/jam x 5000 kkal/kg
= 217.100.000 kkal/jam
= 252.441 Kwh
= Kapasitas Panas per hari x 100 %
Konversi panas yang dihasikan
= 100.000 x 100 % = 39,6 %
252.441
4.5.2.2 Perhitungan efisiensi thermal pada
PLTMHD
E = 0.415 - 1.392 C + 3.977 A -.00056 R - .004 F +
.0229 T - .0115 G + 1.535 P - 10.98 M - 1.842 S +
23.13 L + 1.87 B + .0122 W+ .00615W M - .00216 W
9
P - .00001 W T + 0.218 M P - 0.000836 M T + .00057
P T - 1.035(C -2.2)2
E = 0.415 - 1.392 (1) + 3.977(1) - 0.00056 (90%) -
0.004 (1) + 0.0229 (2500) - 0.0115(1)+ 1.535 (8,7) -
10.98 (5) - 1.842 (1) + 23.13 (0,8) + 1.87 (1) + .0122 (
100 )+ 0.00615 (100)(5) - 0.00216(100) (8,7) -
0.00001(100)(2500) + 0.218 (5)(8,7)- 0.000836
(5)(2500) + 0.00057(8,7) (2500) - 1.035(1-2.2)2
= 57,8 %
4.5.3 Analisa Pemakaian Batu Bara
4.5.3.1 Konsumsi Batu Bara untuk PLTU
Energi Listrik per tahun dari PLTU
Energi listrik = Kapasitas x Jam operasi x Faktor
kapasitas
= 100 MW x 8760 jam/tahun x 0.85
= 744.600.000 kWh/tahun
Kebutuhan energi panas
= Batu bara per tahun x LHV
= 381.401.280 kg/tahun x 5000 kcal/kg
= 1,9 x 1012
kcal/tahun
Kebutuhan batubara untuk produksi 1 kwh = Konsumsi energi / Energi listrik
= 381.401.280 kg/tahun/744.600.000 kWh/tahun
= 0,5 kg/kWh
4.5.3.2 Konsumsi Batu Bara untuk PLTMHD
Energi Listrik per tahun dari PLTMHD
Energi listrik = Kapasitas x Jam operasi x Faktor
kapasitas
= 100 MW x 8760 jam/tahun x 0.65
= 569.400.000 kWh/tahun
Untuk faktor Kapasitas PLTMHD sebesa 65% ini
dikarenakan MHD bekerja dalam siklus terbuka.
Kebutuhan energi panas
= Batu bara per tahun x LHV
= 28.483.000 kg/tahun x 5000 kcal/kg
= 1,424 x 1011
kcal/tahun
Kebutuhan batubara untuk produksi 1 kwh
= Konsumsi energi / Energi listrik
= 28.483.000 kg/tahun / 569.400.000 kWh/tahun
= 0,05 kg/kWh
4.5.2 Aspek Sosial
Pembangunan manusia mempunyai perspektif
yang lebih luas karena pembangunan seutuhnya tidak
saja mencakup aspek fisik biologis, termasuk aspek
iman dan ketaqwaan juga mendapat perhatian yang
sama besar. Model pembangunan manusia menurut
UNDP (1990) ditujukan untuk memperluas pilihan
yang dapat dicapai melalui upaya pemberdayaan
penduduk. Pemberdayaan penduduk ini dapat dicapai
melalui upaya yang menitikberatkan pada peningkatan
kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya derajat
kesehatan, pengetahuan dan ketrampilan agar dapat
digunakan untuk mempertinggi partisipasi dalam
kegiatan ekonomi produktif, sosial budaya, dan politik.
Untuk wilayah Cilegon pada tahun 2009
memeiliki IPM 75,3 % hal ini menunjukkan bahwa
perkembangan manusia di wilayah Cilegon sudah
tergolong modern karena apabila dibandingkan dengan
propinsi Banten yang hanya mencapai 69,3%.
4.5.3 Aspek Ekonomi
4.5.3.1 Perhitungan Biaya pembangkitan Energi
Listrik dari PLTU dan PLTMHD
Biaya total pembangkitan energi listrik
merupakan penjumlahan dari biaya modal, biaya bahan
bakar serta biaya operasi dan perawatan. Karenanya
dalam perhitungan biaya pembangkitan energi listrik,
harus dihitung satu persatu dari ketiga biaya diatas.
Perencanaan pembangunan PLTU & PLTMHD
Cilegon dengan bahan bakar batu bara dengan
kapasitas total 100 MW, diasumsikan dengan capacity
factor / factor kapasitas 85 % (PLTU) dan memiliki life
time / umur pembangkit 25 tahun.
Dari sisi ekonomi dalam mengembangkan
pembangkit sistem tenaga listrik dengan
mengembangkan plant-plant dengan biaya
pembangunan yang murah dan untuk menghasilkan
energi listrik dengan biaya rendah. Dalam membahas
teknologi pembangkitan, maka perlu
mempertimbangkan dua hal yaitu :
1. Biaya Investasi Modal Awal (Capital Investment
Cost) Biasanya dinyakan dalam US$/kW,
merupakan besarnya investasi modal yang
diperlukan untuk membangun sebuah power plant
2. Biaya Pembangkitan (Power Generating Cost)
Biasanya dinyatakan dalam mills/kWh (1mill =
1/1000 mata uang), terdiri atas biaya-biaya yang
berhubungan dengan investasi modal awal pada
sebuah power plant, biaya bahan bakar dan biaya
operasional & perawatan (O&M Cost)
4.5.3.1.1 Pendapatan Pertahun (Cash in Flow)
untuk PLTU
Untuk menghitung semua variable dalam analisa
ekonomi, terlebih dahulu dihitung total energi output
PLTU Cilegon selama 1 tahun. Diasumsikan faktor
kapasitas (CF) pembangkit sebesar 85% dan semua
energi tersebut terpakai 365 hari selama 1 tahun.
10
kWhoutput = Pinstall x CF x 8760
= 100.000 kW x 0,85 x 8760
= 744.600.000 kWh/tahun
Untuk Kabupaten Cilegon, biaya pokok penyediaan
listrik tegangan tinggi sebesar Rp 974/kWh. Berikut ini
merupakan perhitungan Jumlah pendapatan per
tahun/Cash in Flow (CIF) tanpa adanya subsidi
pemerintah.
4.5.3.1.1 Pendapatan Per Tahun ( Cash in Flow )
Untuk PLTMHD
Untuk menghitung semua variable dalam analisa
ekonomi, terlebih dahulu dihitung total energi output
PLTMHD Cilegon selama 1 tahun. Diasumsikan
faktor kapasitas (CF) pembangkit sebesar 65 % dan
semua energi tersebut terpakai 365 hari selama 1 tahun.
kWhoutput = Pinstall x CF x 8760
= 100.000 kW x 0,65 x 8760
= 569.400.000 kWh/tahun
Jumlah pendapatan per tahun/Cash in Flow (CIF) dapat
dihitung dari kWhoutput dan selisih Biaya Pokok
Penyediaan (BPP) dengan biaya pembangkitan atau
Total cost (TC) atau dengan kata lain keuntungan
penjualan (KP). Pembangkit ini direncanakan akan
dihubungkan dengan saluran transmisi 150 kV. Untuk
wilayah Cilegon, biaya pokok penyediaan listrik
tegangan tinggi sebesar Rp 1024/kWh. Berikut ini
rumus perhitungan Jumlah pendapatan per tahun/Cash
in Flow (CIF) tanpa adanya subsidi pemerintah.
CIF = KP x KWh output
4.5.3.1 Net Present Value (NPV)
NPV PLTU Cilegon dengan suku bunga 6 %
diperoleh hasil perhitungan KP sebesar Rp 655/KWh
dan cash inflow sebesar 487,89 Milyar/tahun sehingga
didapatkan NPV selama 25 tahun defisit sebesar Rp -
539,7 Milyar yang artinya pada tahun pertama masih
mengalami kerugian. Untuk suku bunga 9 % diperoleh
KP sebesar Rp 624 /KWh dan cash inflow sebesar
464,89 Milyar/tahun sehingga didaptkan NPV defisit
sebesar -573,490 milyar sehingga investasi dengan
kedua macam suku bunga tersebut belum layak
dilakukan dalam kurun 2 tahun.
NPV PLTMHD Cilegon dengan suku bunga 6 %
diperoleh hasil perhitungan KP sebesar Rp 636/KWh
dan cash inflow sebesar Rp 362,13 Milyar/tahun
sehingga didapatkan NPV selama 25 tahun sebesar -
848,367 Milyar. Untuk suku bunga 9 % diperoleh KP
sebesar Rp 693,5/KWh dan cash inflow sebesar Rp
394,85Milyar/tahun sehingga didaptkan NPV defisit
sebesar -882,88 milyar sehingga investasi dengan
kedua macam suku bunga tersebut masih belum layak
selama kurun waktu 4 tahun. Bila dibandingkan dengan
PLTU maka pembangunan PLTMHD membutuhkan
subsidi dari pemerintah sebesar 50 % untuk mengurang
defisit pendapatan.
4.5.3.2 Return On Investment (ROI) Dengan mengolah data-data yang telah diketahui
maka didapatkan ROI PLTU Cilegon untuk suku bunga
6% naik pada tahun ke 3 sebesar 33,9% per tahun
dengan ROI setelah pembangkit beroperasi selama 25
sebesar 133,566 sedangkan untuk suku bunga 9% naik
35% pertahun dengan ROI setelah pembangkit
beroperasi selama 25 sebesar 126,091.
ROI PLTMHD Cilegon untuk suku bunga 6% naik
26,9% pertahun pada tahun ke 4 dengan ROI setelah
pembangkit beroperasi selama 25 sebesar 73,9
sedangkan untuk suku bunga 9% naik 22,5 % pertahun
dengan ROI setelah pembangkit beroperasi selama 25
sebesar 66,42.
4.5.3.3 Benefit-Cost Ratio (BCR) Dengan mengolah data-data yang telah diketahui
maka didapatkan BCR PLTU Cilegon untuk suku
bunga 6% naik 33,3% pertahun dengan BCR setelah
pembangkit beroperasi tanpa subsidi selama 25 sebesar
158,566 sedangkan untuk suku bunga 9% naik 33,3%
pertahun dengan BCR setelah pembangkit beroperasi
selama 25 sebesar 151,091
BCR PLTMHD Cilegon Raya untuk suku bunga
6% naik 25% pertahun dengan BCR setelah
pembangkit beroperasi selama 25 tanpa subsidi sebesar
98,901 sedangkan untuk suku bunga 9% naik 25 %
pertahun dengan BCR setelah pembangkit beroperasi
selama 25 sebesar 91,426.
4.5.3.4 Payback Periode (PP)
Lama waktu pengembalian modal PP PLTU
Cilegon dengan suku bunga 6% dan 9% adalah 2 tahun
sedangkan PP PLTMHD Cilegon Raya dengan suku
bunga 6 % adalah 3 tahun dan dengan suku bunga 9%
adalah 4 tahun.
4.5.4 Aspek Lingkungan
Aspek terbeasar dari maslah polusi PLTU
berkaitan dengan ketidakmurnian energi batu bara
yanfg terdiri dari beberapa unsur yaitu : Karbon, SO.
Contohnya PLTU di India yang menggunakan batu
bara dengan kandungan sulfur 1% hingga 3% dan
karbon 30%. Selama pembangkit beroperasi
kandungan senyawa-senyawa tersebut semakin
meningkat dan mengalami perubahan susunan
kimianya menjadi SO,SO2, SO3, SiO2, Fe2O3. Di lain
tingkat polusi yang perlu mendapatkan penanganan
khusus adalah senyawa Oksida. Oksida terbentuk dari
pemanasan gas nitrogen pada saat terjadi pembakaran.
Selain itu ada beberapa zat yang ikut dalam proses
pembakaran diantaranya CO2, CO. Hal ini terjadi
karena pada saat terjadi pembakaran temperatur ruang
bakar tidak stabil. Untuk mengurangi kadar CO dan
CO2 maka perlu temperatur yang tinggi dan stabil saat
pembakaran. Berdasarkan hasil analisa dalam
penentuan polusi diantaranya gas oksida, Nitrogen
Nox, Karbon, sulfur dan kandungan partikel – partikel
lain yang bermasalah. Kebanyakan senyawa-senyawa
gas tersebut didapatkan dari hasil pembakaran bahan
bakar secara lanngsung. Kita tahu bahwa sistem
11
pembangkit tenaga uap di Indonesia adalah sumber
penghasil pencemaran udara karena untuk meng
konversi batu bara menjadi energi listri masih dengan
cara lama yaitu melalui proses pembakaran. Perlu
adanya pengendalian limbah dan kebijakan-kebijakan
baru agar pencemaran tidak menjadi penghambat dan
merambat ke semua aspek kehidupan.
Bila dibandingkan sumber energi lain, batubara
merupakan sumber energi yang mempunyai dampak
negatif cukup besar terhadap lingkungan terutama dari
gas-gas buangnya.Analisa dampak lingkungan disini
hanya melihat sisi akibat dari proses pembakaran bahan
bakar pada PLTU. Dalam pemilihan bahan bakar
tentunya sedapat mungkin dipilih bahan bakar yang
mempunyai kandungan abu, sulphur, nitrogen, dan
karbon yang rendah. Dampak Lingkungan akibat
beroperasinya PLTU antara lain :
Limbah padat
Limbah Cair (Water Pollution)
Emisi Gas Hasil Pembakaran (SOx, NOx,
CO2)
Sedangkan untuk PLTMHD sendiri memiliki pengaruh
terhadap lingkungan, dari beberapa pemantauan bahwa
ditemukan kadar karbon, Nitrogen, Sulfur yang
tergantung dari hasil pembakarannya seperti faktor
temperatur saat pembakaran, tekanan saat pembakaran,
rasio oksida yang banyak dalam kandungan batu bara,
rasio material bahan bakar, dan rasio stoichiometrik
serta rating pembersihan terak. Untuk
meminimalkannya seperti polutan NO, SO. Dapat
diatasi dengan memaksimalkannya pembakaran sesuai
dengan takaran yang ada sebagai contoh rasio oksigen
dalam kandungan batubara, rasio stoichiometri,
tekanan pada saat terjadi pembakaran, dan menjaga
temperatur ruang pembakaran tetapp stabil. Jadi sesuai
dengan standarisasi kerja dari sistem MHD perlu
diperhatikan.
5. PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Pada tahun 2009 Pertumbuhan energi listrik Cilegon
sebesar 8,1% per tahun dengan Ratio Elektrifikasi
mencapai 0,98 % dan beban puncak di Kabupaten
Cilegon pada tahun 2009 mencapai 5653,43 Kwh,
berdasarkan peramalan untuk tahun-tahun mendatang
tidak akan mengalami defisit energi, maka dapat
dilakukan sistem interkoneksi Jawa dan Bali untuk
mendukung pembangunann listrik di wilayah lainnya.
1. Laju pertumbuhan penduduk memiliki pengaruh
terhadap meningkatnya daya konsumsi energi
listrik di beberapa sektor, ini terlihat sampai pada
tahun 2025 energi yang dikonsumsi oleh
masyarakat Cilegon mencapai 33.053.376 Kwh
dengan beban puncak 7.827,14 Kwh. Dalam hal
ini penyediaan kebutuhan listrik di Cilegon lebih
dari cukup karena jumlah energi listrik yang
diproduksi per tahunnya mencapai 35.888.573
Kwh tahun 2025 dengan laju pertambahan rata
rata sebesar 2,3 % pertahunnya.
2. Dalam perencanaan sebuah pembangkit
diperlukan perhitungan biaya pembangkitannya,
dan modal investasi sebesar 100 Milion USD
dengan biaya produksi 1000 US$/Kwh nya
dengan pengeluaran pemakaian bahan bakar
sebesar 2,10 cent US$. Jadi dengan
memperhatikan harga jual listrik berdasarkan
TDL BPP Rp. 584,83 maka kemampuan
masyarakat Rp. 584,83 hanya sebesar 564,2
sehingga mengalami defisit dalam 2 tahun
kedepan. Sedangkan untuk PLTMHD dalam
pembangunannya memerlukan dana sebesar 119
Million UD$ dengan biaya produksi 1190 US$/
Kwhnya .Untuk PLTMHD memerlukan biaya
bahan bakar sebesar 1,41 Cent US$ dengan biaya
modal Rp. 306,5/Kwh dalam 4 kurun ke depan
mengalami defisit jad memerlukan subsidi
pemerintah sebesar 50 %.
3. Pemakaian bahan bakar untuk kedua jenis
pembangkit tersebut jelas berbeda. Dalam PLTU
mengenal istilah star up yang memerlukan bahan
bakar minyak sebanyak 24.390,2 liter selama ± 8
jam. Sedangkan konsumsi batu baranya mencapai
43,42 ton /jam dengan biaya pengeluaran
1.303.050 US$/ Bulan. Sedangkan untuk
PLTMHD memerlukan bahan bakar sebanyak
3,24 ton /jam dengan pengeluaran sebesar
669.045 US$/Bulan. Jadi ada penghematan yang
besar dalam penggunaan bahan bakar untuk
sistem pembangkit MHD.
4. Dengan penambahan kapasitas PLTU atau
PLTMHD Cilegon 100 MW sampai pada tahun
2025 diharapkan dapat mengatasi besarnya
konsumsi dan beban puncak yang terus meningkat
, terlihat dari nilai surplus investasi pertahunnya
meskipun sempat mengalami defisit pada 2 – 4
tahun pertamanya sehingga dimungkinkan
perencanakan sistem interkoneksi ke wilayah
lainnya.
5. PLTMHD Cilegon layak untuk dikembangkan
dan dijadikan sebagai pembangkit yang berguna
untuk memenuhi kebutuhan listrik di Baten pada
umumnya dan di Cilegon pada khususnya. Biaya
pembangkitan PLTU sebesar 369 Rp/kWh dimana
biaya pembangkitan PLTMHD sedikit lebih
mahal Rp. 388/Kwh ini dikarenakan
berkembangnya teknologi penunjang dalam
penghematan sumber daya alam. Wilayah Cilegon
mempunyai BPP ini sebesar 584,83 Rp/kWh
diharapkan dapat mengurangi subsidi pemerintah.
Selain itu tingkat emisinya yang rendah
sehingga energi Magnet hidrodinamik memiliki
kesempatan untuk memanfaatkan Clean
Development Mechanism (CDM) produk
Kyoto Protocol sebesar 388 Rp/kWh .
12
6. Tingkat efisiensi dari tiap pembangkit di tentukan
dari kapasitas bebannya. PLTMHD memiliki
tingkat efisiensi daya jauh lebih tinggi hingga
57,8 % dibandingkan PLTU yang hanya mencapai
39%. Hal ini di pengaruhui oleh efisiensi thermal
yang dihasilkaan pada saat pembakaran bahan
bakar.
7. Pengaruh pembangunan PLTU memberikan
pengaruh terhadap lingkungan jauh lebih buruk
dibanding dengan teknologi MHD. Karena unsur
– unsur polutan seperti karbo, sulfur, nitrogen
terjadi pada saat pembakaran batu bara yang tidak
sempurna. Dalam teknologi MHD lebih
berkonsentrasi dalam mengeliminir unsur-unsur
polutan tersebut dengan memaksimalkan fungsi
sistem pembakarannya. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara : mengurangi kadar oksigen dalam
batu bara sehingga proses oksidasi dapat di
kurangi, menjaga kestabilan temperatur ruang
bakar untuk menghidari terjadinya pembakaran
tidak sempurna, pemilihan konsentrasi
stoichiometrik senyawa-senyawa pendukung
dalam proses pembakaran, direkomendasikan
untuk mencapai batasan 0,8 – 0,9 dan menjaga
tekanan dan temperatur dalam ruang bakar. Proses
tersebut sebenarnya hampir mirip dengan
gasifikasi batu bara. Faktor kecenderungan dalam
penerapan teknologi MHD yaitu perbaikan dan
pelestarian lingkungan hidup. MHD lebih
berorientasi pada pengolahan batu bara yang
bersih dan hemat dibandingkan PLTU.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. A. Ratna, Renewable Energy And Energy
Efficiency Development, Infrastructure Summit,
November 2006.
[2]. Djiteng, Marsudi Ir, 2005, ―pembangkit Energi
listrik‖, Erlangga, Jakarta.
[3]. World Coal Institute, 2005, Sumber Daya Alam,
WCI, Inggris.
[4]. Miro R Susta, 2003, Advance Clean Coal
technology For power Generation, Malaysia
Power.
[5]. B. Zaporowski, J Roszkibwics, K Sroka,
Technology System Of Combined MHD –
Steam Power Plant Integrated With Coal
Gasification, Technical University Of Poznan,
Poland.
[6]. U.K Singh and A Chandra, Environmental
Aspect Of Coal Based Indian MHD Power
Plant, Nwe Delhi , India.
[7]. John M Sherik, A Commercial Demonstration
Project For Coal – Fired MHD, MSE, Inc,
Butee-Montana.
[8]. J. Gruhl,1977, Coal –Fired Open Cycle
Magnetohydrodinamic Power Plant Emissions
And Energy Eficiencies, MIT Energy Lab.
[9]. Anasia Silviati, 2005, Electric Power Sector In
Indonesia, CS Jakarta.
[10]. Stanislaw Gora, Henryk Kapron, Economic And
Technical Charactheristic Of MHD – Steam
Power Plant Operation In A power Supply
System, Technical University, Faculty Of
Electrical Engineerng, Lublin, Poland.
[11]. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor : 0954K/30/MEM/2004 Tentang
Rencana Umum Ketenaga Listrikan.,
Departemen Energi Dan Sumber Daya Mineral.
[12]. Biaya Pokok Penyediaan Listrik 2008, PLN.
[13]. Kabupaten Banten dalam Angka 2000- 2009,
Badan Pusat Statistik Kabupaten Banten, 2009.
[14]. Marsudi, Djiteng, Pembangkitan Energi Listrik,
Erlangga, 2005.
[15]. Marsudi, Djiteng, Pembangkitan Energi Listrik,
Erlangga, 2005.
[16]. Peraturan Menteri ESDM No. 269-
12/26/600.3/2008 tentang Biaya Pokok
Penyediaan (BPP) Listrik Propinsi di Indonesia.
[17]. Data Statistik APJ Cilegon, 2009, Asep Ruhiyat
[18]. Data Statistik UPJ Cilegon, 2010, Heridwan
[19]. Technical Documents 1x200 MW COAL
FIRED POWER PLANT WATER
SUPPLY.htm
[20]. CCBF O&M Costs, (www.maca.gov.nt.ca).
[21]. Data beban, (http://www.djlpe.esdm.go.id/
modules/kelistrikan/ index.php?pageID=4)
[22]. Steam characteristics from 0 to 30 bar,
http://www.therm-excel.com/english/tables/vap_
eau.htm
[23]. http://en.wikipedia.org/wiki/British_thermal_uni
t
[24]. MHD Liesau group, http://www.mhdgroup.com
RIWAYAT HIDUP
Indra D Permana Lahir di kota
Surabaya, Pada tanggal 15 Juni
1982. Melanjutkan pendidikan di
Politeknik Perkapalan Negeri
ITS – Surabaya tahun 2000 –
2003. Kemudian penulis bekerja
di perusahaan swasta PT
PALKA tahun 2005 sampaii
dengan sekarang sebagai Service
Engineer. Kemudian melanjutkan studi S1 di Fakultas
Industri Jurusan Teknik Elektro Bidang Studi Teknik
Sistem Tenaga tahun 2008 sampai dengan sekarang.