16
184 JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199 Vol. 10 No. 2 STUDI PENGARUH DEFORMASI TERHADAP DATA ADMINISTRASI PERTANAHAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI STUDY OF DEFORMATION EFFECT ON LAND ADMINISTRATION DATA IN BADUNG DISTRICT, BALI Rudi Herlianto Hapsoro dan Putra Maulida Kantor Pertanahan Kabupaten Badung, Bali Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jawa Timur E-mail : [email protected] dan [email protected] ABSTRAK Indonesia tersusun di atas empat lempeng tektonik besar yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Australia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Filipina. Lempeng-lempeng tektonik tersebut saling bergerak secara aktif dan dinamis sehingga mengakibatkan terjadinya deformasi pada kerak bumi. Deformasi menyebabkan terjadinya perubahan bentuk, posisi, maupun dimensi pada objek-objek di atas permukaan tanah, termasuk objek-objek pengukuran dan pemetaan yang dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perubahan yang terjadi pada objek-objek pengukuran dan pemetaan (data administrasi pertanahan) akibat adanya deformasi pada kerak bumi. Data pertanahan yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk data grid dan data hasil pengukuran di lapangan. Data pertanahan tersebut kemudian dimodelkan perubahannya akibat adanya deformasi. Model deformasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model deformasi yang dibuat oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Selain itu, digunakan pula model potensi gempa bumi di selatan jawa untuk menghitung pergeseran teoritis akibat deformasi koseismik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa deformasi yang terjadi selama 14 tahun mengakibatkan pergerakan sejauh 40 cm. Selain model linear yang diakomodasi oleh model deformasi yang dibuat oleh BIG, pergerakan tiba-tiba akibat gempa bumi juga berpotensi mengakibatkan pergerakan yang bersifat lokal maupun regional. Tentunya pergerakan ini secara eksplisit berdampak kepada perubahan posisi data pertanahan. Perubahan posisi tersebut berpotensi mengakibatkan terjadinya perubahan luas maupun terjadinya overlap dan gap yang akan menjadi permasalahan tersendiri pada kegiatan pemetaan di BPN. Kata kunci : Data Pertanahan, Model Deformasi, Pergerakan, Gempa Bumi ABSTRACT Indonesia is composed of four large tectonic plates, namely the Eurasian, Australian, Pacific, and Philippine Plate. These tectonic plates move actively and dynamically, causing crustal deformation on the earth. Deformation causes changes in the shape, position, and dimensions of objects above the ground, including the objects of measurement and mapping carried out by the Ministry of ATR / BPN. This research was conducted to study the changes that occur in measuring and mapping objects (land administration data) due to crustal deformations on the earth. The land data which is employed in this study is gridding data and field measurement data. The above mentioned land administration data shape is modelled using the deformation model to characterize its change. The deformation model used in this study is a deformation model established by the Geospatial Information Agency (BIG). In addition, a model of earthquake potential in southern Java is also used to calculate the theoretical displacement due to coseismic deformation. The results of this study indicate that the deformation that occurred during 14 years caused displacement up to 40 cm. In addition to the linear model accommodated by the deformation model made by BIG, sudden movements due to earthquakes also have potential to cause local and regional displacements. Of

STUDI PENGARUH DEFORMASI TERHADAP DATA ADMINISTRASI

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

184

JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2

STUDI PENGARUH DEFORMASI TERHADAP DATA ADMINISTRASI PERTANAHAN DI KABUPATEN BADUNG, BALI

STUDY OF DEFORMATION EFFECT ON LAND ADMINISTRATION DATA

IN BADUNG DISTRICT, BALI

Rudi Herlianto Hapsoro dan Putra MaulidaKantor Pertanahan Kabupaten Badung, Bali

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jawa TimurE-mail : [email protected] dan [email protected]

ABSTRAKIndonesia tersusun di atas empat lempeng tektonik besar yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Australia, Lempeng Pasifik, dan

Lempeng Filipina. Lempeng-lempeng tektonik tersebut saling bergerak secara aktif dan dinamis sehingga mengakibatkan

terjadinya deformasi pada kerak bumi. Deformasi menyebabkan terjadinya perubahan bentuk, posisi, maupun dimensi pada

objek-objek di atas permukaan tanah, termasuk objek-objek pengukuran dan pemetaan yang dilakukan oleh Kementerian

ATR/BPN. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji perubahan yang terjadi pada objek-objek pengukuran dan pemetaan (data

administrasi pertanahan) akibat adanya deformasi pada kerak bumi. Data pertanahan yang digunakan dalam penelitian ini

berbentuk data grid dan data hasil pengukuran di lapangan. Data pertanahan tersebut kemudian dimodelkan perubahannya

akibat adanya deformasi. Model deformasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model deformasi yang dibuat oleh

Badan Informasi Geospasial (BIG). Selain itu, digunakan pula model potensi gempa bumi di selatan jawa untuk menghitung

pergeseran teoritis akibat deformasi koseismik. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa deformasi yang terjadi selama

14 tahun mengakibatkan pergerakan sejauh 40 cm. Selain model linear yang diakomodasi oleh model deformasi yang dibuat

oleh BIG, pergerakan tiba-tiba akibat gempa bumi juga berpotensi mengakibatkan pergerakan yang bersifat lokal maupun

regional. Tentunya pergerakan ini secara eksplisit berdampak kepada perubahan posisi data pertanahan. Perubahan posisi

tersebut berpotensi mengakibatkan terjadinya perubahan luas maupun terjadinya overlap dan gap yang akan menjadi

permasalahan tersendiri pada kegiatan pemetaan di BPN.

Kata kunci : Data Pertanahan, Model Deformasi, Pergerakan, Gempa Bumi

ABSTRACTIndonesia is composed of four large tectonic plates, namely the Eurasian, Australian, Pacific, and Philippine Plate. These

tectonic plates move actively and dynamically, causing crustal deformation on the earth. Deformation causes changes in the

shape, position, and dimensions of objects above the ground, including the objects of measurement and mapping carried out

by the Ministry of ATR / BPN. This research was conducted to study the changes that occur in measuring and mapping objects

(land administration data) due to crustal deformations on the earth. The land data which is employed in this study is gridding

data and field measurement data. The above mentioned land administration data shape is modelled using the deformation

model to characterize its change. The deformation model used in this study is a deformation model established by the

Geospatial Information Agency (BIG). In addition, a model of earthquake potential in southern Java is also used to calculate

the theoretical displacement due to coseismic deformation. The results of this study indicate that the deformation that occurred

during 14 years caused displacement up to 40 cm. In addition to the linear model accommodated by the deformation model

made by BIG, sudden movements due to earthquakes also have potential to cause local and regional displacements. Of

Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali

Rudi Herlianto

185

course, this displacement has an explicit impact on the changes of the position of land data. This change in position has the

potential to cause area changes, overlaps, and gaps which will become a separate problem in mapping activities at BPN.

Keywords : Land Data, Deformation Model, Displacement, Earthquake

I. PENDAHULUANA. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara kepulauan

yang tersusun diatas lempeng-lempeng tektonik

besar. Lempeng-lempeng tektonik tersebut saling

bergerak secara aktif dan dinamis akibat adanya

aliran konveksi pada bagian mantel bumi. Bentuk

pergerakan antar lempeng sendiri dapat berupa

pergerakan secara spreading atau saling menjauh,

collision atau saling mendekat, dan transform atau

saling geser. Pergerakan antar lempeng akan

mengakibatkan munculnya aktifitas tektonik seperti

gempa bumi, terutama di daerah interaksi antar

lempeng tektonik (http://balai3.denpasar.bmkg.go.id/

tentang-gempa).

Sumber : (https://srgi.big.go.id/page/model-deformasi)

Gambar 1 : Gambar 1 Lempeng Tektonik Penyusun Indonesia

Sumber : (https://srgi.big.go.id/page/model-deformasi)

Gambar 2 : Peta Seismisitas Indonesia Periode 2009-2019

Pada Gambar 1 terlihat bahwa Indonesia

tersusun atas empat lempeng tektonik besar

yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Australia,

Lempeng Pasifik, dan Lempeng Filipina. Kemudian

berdasarkan pada Gambar 2 terlihat bahwa aktifitas

kegempaan sebagian besar terjadi pada daerah

interaksi antar lempeng.

Pergerakan lempeng-lempeng beserta

aktifitas tektoniknya menyebabkan objek-objek

di permukaannya juga ikut bergerak. Peristiwa

bergeraknya objek-objek tersebut dikenal dengan

istilah deformasi. Menurut Kuang (1996), deformasi

adalah adanya perubahan baik secara bentuk,

posisi, maupun dimensi dari suatu objek dalam

skala ruang dan waktu. Perubahan akibat adanya

deformasi pada suatu objek sendiri dapat berupa

perubahan posisi atau pergeseran tanpa mengalami

perubahan bentuk atau disebut translasi, perubahan

posisi dengan membentuk suatu sudut tertentu atau

disebut rotasi, serta perubahan yang mempengaruhi

panjang suatu objek atau disebut regangan (Rino,

2010). Besarnya pergeseran beserta bentuk dari

perubahan yang dialami oleh suatu objek kemudian

oleh ilmuan dapat dimodelkan dalam model

deformasi.

Pemerintah Indonesia melalui Badan Informasi

Geospasial (BIG) telah membuat model deformasi

untuk wilayah Indonesia. Model deformasi ini dibuat

dalam rangka mendefinisikan Sistem Referensi

Geospasial Nasional (SRGI 2013) yang bersifat

semi-dinamis sebagai sistem referensi tunggal yang

berlaku secara nasional. Pemodelan deformasi oleh

BIG dibuat dengan melakukan gridding dengan

interval 0,1 derajat dengan interpolasi data deformasi

menggunakan metode Kriging (https://srgi.big.go.id/

page/model-deformasi). Hasil dari pemodelan ini

diharapkan mampu merepresentasikan bagaimana

deformasi terjadi di wilayah Indonesia sehingga

dapat memberikan informasi perubahan posisi

suatu objek terhadap waktu. Hasil pemodelan

186

JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2

deformasi oleh BIG dapat dilihat pada Gambar 3.

Dalam gambar tersebut, besar dan arah pergeseran

secara horizontal ditampilkan dalam vektor anak

panah. Sedangkan untuk perubahan nilai ketinggian

ditampilkan dalam gradasi warna.

Sumber : (https://srgi.big.go.id/page/model-deformasi)

Gambar 3 : Model Deformasi Linier Wilayah Indonesia

Kegiatan pengukuran dan pemetaan di

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan

Pertanahan Nasional (ATR/BPN) telah lama

dilakukan jauh sebelum Sistem Referensi

Geospasial Nasional dibuat. Peraturan mengenai

pengukuran dan pemetaan dengan mengikat ke

sistem referensi nasional di Kementerian ATR/BPN

sendiri telah ada sejak tahun 1997 melalui Permen

Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang

Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997.

Peraturan tersebut menyebutkan bahwa dalam

pengukuran dan pemetaan di BPN, sistem koordinat

yang digunakan adalah sistem proyeksi Transverse

Mercator Nasional / TM-3° dengan datum WGS-

1984. Kemudian disebutkan pula bahwa jika tidak

dimungkinkan menggunakan sistem koordinat

nasional, maka dapat menggunakan sistem

koordinat lokal.

Seiring dengan berjalannya waktu, objek-

objek pengukuran dan pemetaan yang telah

dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN tentunya

mengalami perubahan karena adanya deformasi.

Perubahan tersebut tentunya mengakibatkan

terjadinya perubahan nilai koordinat pada objek-

objek pengukuran dan pemetaan. Berangkat dari

hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk

mengetahui bagaimana perubahan yang terjadi pada

data pertanahan akibat adanya deformasi.

B. TUJUAN PENELITIANTujuan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Menghitung perubahan pada data pertanahan

akibat adanya deformasi.

2) Mengkaji perubahan pada data pertanahan

akibat adanya deformasi.

II. METODE PENELITIANA. DESKRIPSI PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif

yang bersifat deskriptif. Data dalam penelitian ini

berbentuk angka yang diolah secara matematis.

Hasil pengolahan data dalam penelitian ini kemudian

ditampilkan secara visual dan kemudian dilakukan

analisis.

Studi kasus dalam penelitian ini adalah data

pertanahan di Kabupaten Badung, Propinsi Bali.

Secara administratif, Kabupaten Badung terletak di

bagian tengah Pulau Bali dengan batas administrasi

memanjang dari selatan ke utara. Luas wilayah

Kabupaten Badung kurang lebih 418 km2.

B. DATAData dalam penelitian ini adalah data

pertanahan di Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

Data yang digunakan berupa data primer dan data

sekunder. Data primer dalam penelitian ini berupa

data titik-titik gridding berjumlah 150 titik dengan

interval 2 km yang tersebar pada seluruh wilayah

Kabupaten Badung. Titik-titik tersebut dibuat sebagai

generalisasi dari data pertanahan di Kabupaten

Badung. Adapun data sekunder dalam penelitian

ini berupa data hasil pengukuran beberapa bidang

tanah yang ada dalam gambar ukur. Data ini

digunakan sebagai contoh kasus nyata pada data

pertanahan. Model deformasi yang digunakan dalam

penelitian ini adalah model deformasi yang dibuat

oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Model

Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali

Rudi Herlianto

187

deformasi tersebut diakses melalui situs https://srgi.

big.go.id/deformasi-active.

Sumber : https://srgi.big.go.id/deformasi-active

Gambar 4 : Persebaran Titik-Titik Gridding

Sumber: https://srgi.big.go.id/deformasi-active

Gambar 5 : Persebaran Bidang GU

Selain menggunakan model deformasi BIG yang

hanya mencakup model linear akibat pergerakan

blok, dalam penelitian ini juga digunakan data

potensi gempa di selatan Pulau Jawa bagian timur

sebagaimana hasil penelitian dari Widiyantoro dkk.,

(2020). Data ini digunakan karena sumber terjadinya

deformasi juga dapat berupa kejadian-kejadian

yang cakupannya bersifat lokal maupun regional

seperti gempa bumi. Data ini dipilih karena potensi

gempanya yang cukup besar serta tidak adanya

gempa yang terjadi di sekitar Pulau Bali yang akibat

dari pergerakannya dapat ditangkap oleh perangkat

geodetik dalam 20 tahun belakangan ini.

C. PENGUMPULAN DATAPengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan

melalui dua cara, yaitu pengumpulan data primer dan

pengumpulan data sekunder. Pengumpulan data

primer merupakan pengumpulan data yang dilakukan

langsung oleh peneliti. Adapun pengumpulan data

sekunder merupakan pengumpulan data dengan

data yang sudah tersedia. Pengumpulan data primer

dilakukan dengan membuat titik-titik gridding sebagai

generalisasi data pertanahan. Adapun pengumpulan

data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan

data pertanahan dan data model deformasi di

Indonesia serta model geometri subduksi di selatan

Pulau Jawa bagian timur.

D. PENGOLAHAN DATAPengolahan data dalam penelitian ini diawali

dengan tahap pra-pengolahan. Dalam tahap ini, data

pertanahan baik yang berupa data titik-titik gridding

maupun titik-titik batas bidang dalam Gambar

Ukur disajikan dalam dua bentuk koordinat terlebih

dahulu. Koordinat pertama dalam bentuk TM-3°

yang merupakan bentuk sistem koordinat yang

dipakai di BPN. Sedangkan koordinat yang kedua

dalam bentuk koordinat Geodetik yang digunakan

untuk mengecek nilai pergeseran dalam model

deformasi milik BIG. Transformasi koordinat dalam

penelitian ini, yaitu dari koordinat toposentrik (TM-

3°) ke koordinat Geodetik dilakukan menggunakan

software ArcGIS. Nilai tinggi beserta pergeseran

ketinggian dalam penelitian ini tidak diperhitungkan

mengingat pengukuran di BPN dilakukan dalam dua

dimensi (horizontal).

Data pertanahan yang telah disajikan dalam

dua bentuk koordinat kemudian ditentukan nilai

pergeserannya berdasarkan model deformasi

milik BIG. Penentuan nilai pergeseran dilakukan

dengan cara memasukkan nilai koordinat pada situs

https://srgi.big.go.id/deformasi-active kemudian

mencatat nilai pergeserannya. Setelah diperoleh

nilai pergeseran pada seluruh data yang digunakan,

188

JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2

kemudian dilakukan perhitungan besarnya

pergeseran yang terjadi. Besarnya pergeseran

dihitung dari epoch pengamatan ke epoch SRGI

2013. Proses perhitungan sendiri dilakukan

dalam dua tahap dengan menggunakan software

Microsoft Excel. Berikut persamaan matematis yang

digunakan dalam perhitungan dengan mengacu pada

persamaan matematis metode model deformasi.

Nilai vektor pergeseran dihitung dengan rumus:

Keterangan:

Tahap pertama, perhitungan dilakukan pada

data titik-titik gridding yang merupakan generalisasi

data pertanahan. Epoch pengukuran yang digunakan

dalam data ini adalah 1 Januari 1998. Epoch

tersebut ditetapkan karena peraturan mengenai

pengukuran dan pemetaan dengan mengikat ke

sistem referensi nasional di Kementerian ATR/BPN

berlaku sejak Permen Agraria/Kepala BPN No. 3

Tahun 1997 ditetapkan, yaitu tanggal 8 Oktober

1997. Jika pengukuran dan pemetaan dilakukan

pada tanggal 1 Januari 1998, maka data pengukuran

dan pemetaan seharusnya telah mengikat ke sistem

referensi nasional. Selain itu, tanggal 1 Januari 1998

ditetapkan sebagai epoch pengukuran agar didapat

nilai yang bulat dari selisih antar epoch.

Tahap kedua, perhitungan dilakukan pada data

titik-titik batas bidang dalam Gambar Ukur. Gambar

Ukur yang dipilih yaitu Gambar Ukur yang terbit

setelah tanggal 8 Oktober 1997. Epoch pengukuran

yang digunakan dalam data ini adalah tanggal

dilakukannya pengukuran. Daftar Gambar Ukur

yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini

disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 : Daftar Gambar Ukur

No Nomor GU Luas Bidang

Tanggal Pengukuran Desa

1 GU. 00019/1998 2450 m2 26-03-1998 Canggu2 GU. 00041/1998 11600 m2 10-07-1998 Ungasan3 GU. 00023/1998 10000 m2 18-08-1998 Ungasan4 GU.03608/1999 2800 m2 03-07-1999 Penarungan5 GU.00002/1999 500 m2 31-12-1998 Buduk

6 GU.01806/1999 5950 m2 14-07-1999 Kerobokan Kaja

7 GU.02504/1999 182 m2 25-05-1999 Darmasaba

8 GU.01163/1999 130 m2 26-04-1999 Sembung

9 GU.06683/1999 550 m2 13-10-1999 Tanjung Benoa

10 GU.02069/1999 3920 m2 03-05-1999 Taman

Sumber : (Data Pertanahan Kabupaten Badung)

Tahap ketiga, untuk mengetahui pergerakan

akibat potensi sumber gempa di selatan Pulau

Jawa, maka dilakukan perhitungan dengan forward

calculation (perhitungan ke depan) pada titik-titik

gridding. Perhitungan ke depan dapat dilakukan

dengan menggunakan fungsi Green yang dapat

menghubungan pergeseran pada bidang gempa

dengan pergerakan pada titik-titik gridding.

Pembuatan fungsi Green menggunakan asumsi

model Half-space, dengan geometri bidang gempa

sesuai dengan model subduksi selatan Pulau Jawa

pada Widiyantoro dkk., (2020). Untuk parameter

dari pergeseran, Panjang dan lebar bidang gempa

digunakan model empiris sebagai berikut:

Keterangan:

Mw : Magnitudo gempa

D : Luas bidang gempa

Mo : Magnitudo momen

S : Pergeseran pada bidang gempa

L : Panjang bidang gempa

Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali

Rudi Herlianto

189

E. METODE ANALISIS DATAAnalisis data dalam penelitian ini dilakukan

melalui dua metode yaitu analisis secara statistik dan

analisis secara deskriptif kuantitatif. Analisis secara

statistik merupakan analisis yang dilakukan pada

data yang berupa angka. Adapun analisis secara

deskriptif kuantitatif menurut Arikunto dalam Dewa

(2016) merupakan suatu prosedur penelitian dengan

menganalisis suatu data yang diamati menjadi

data deskriptif yang disajikan dalam bentuk tulisan.

Pendekatan yang dilakukan dalam tahap analisis

yaitu dengan pendekatan induktif. Pendekatan

induktif merupakan pendekatan pengambilan

kesimpulan dari khusus menjadi umum (Dewa,

2016).

Analisis statistik dalam penelitian ini dilakukan

pada data primer dan data sekunder penelitian yang

telah dilakukan perhitungan dengan menggunakan

software Microsoft Excel. Analisis statistik dilakukan

untuk melihat variasi besaran perubahan posisi pada

data pertanahan. Variasi besaran perubahan posisi

kemudian ditampilkan dalam bentuk diagram atau

gambar.

Analisis deskriptif kuantitatif dalam penelitian

ini dilakukan pada data sekunder penelitian.

Agar analisis dapat dilakukan dengan baik, data

pertanahan sebelum dan setelah perhitungan di plot

secara bersamaan dengan software ArcGIS dan GMT

(Generic Mapping Tool) untuk memvisualisasikan

perubahan yang terjadi. Perubahan yang terjadi pada

data pertanahan serta pengaruh dari perubahan

tersebutlah yang kemudian dianalisis.

III. HASIL DAN PEMBAHASANA. Pengaruh Deformasi Pada

Titik Gridding dengan Model Deformasi BIGTitik-titik gridding pada penelitian ini digunakan

untuk menggambarkan data pertanahan secara

keseluruhan. Secara pendekatan induktif, hal yang

terjadi pada titik-titik gridding ini juga terjadi pada

data-data pertanahan. Titik-titik gridding yang

digunakan dalam penelitian ini berjumlah 150 titik

dengan epoch pengukuran pada tanggal 1 Januari

1998 dan epoch acuan 1 Januari 2012 (selisih antar

epoch adalah 14 tahun). Perhitungan pengaruh

deformasi pada titik-titik gridding dengan model

deformasi BIG ditampilkan pada (Lampiran 1).

Secara statistik hasil perhitungan ditampilkan dalam

Tabel 2 dan Grafik 1.

Tabel 2 : Informasi Statistik Pergeseran Titik Gridding Akibat Deformasi

No

Informasi Statistik

Pergeseran Akibat

Deformasi

Nilai Pergeseran (m)

Pergeseran X

Pergeseran Y

Total Pergeseran

1 Nilai Minimum 0,335 -0,224 0,394

2 Nilai Maksimum 0,354 -0,175 0,405

3 Nilai Rata-rata 0,342 -0,200 0,397

4 Standar Deviasi 0,007 0,016 0,003

Grafik 1 : Statistik Nilai Pergeseran Titik Gridding

Berdasarkan Tabel 2, deformasi yang terjadi

selama 14 tahun mengakibatkan pergeseran pada

titik-titik gridding. Titik-titik gridding tersebut rata-

rata bergerak sejauh 40 cm dari posisi sebelumnya.

Standar deviasi yang ditunjukkan pada Tabel 2

terlihat sangat kecil. Hal tersebut menunjukkan

bahwa pergeseran yang terjadi antar titik cukup

seragam. Berdasarkan Grafik 1 terlihat bahwa

rentang nilai pergeserannya juga sangat kecil. Dari

data tersebut dapat disimpulkan bahwa pergeseran

yang terjadi akibat deformasi dari model deformasi

BIG cukup linear.

Pergeseran pada titik-titik gridding akibat

190

JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2

deformasi dari model deformasi BIG divisualisasikan

pada Gambar 6. Mengingat nilai pergeseran yang

terjadi pada titik-titik gridding sangat kecil, maka

dalam memvisualisasi, nilai pergeseran diperbesar

1000 kali agar terlihat jelas pergeserannya.

Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa pergeseran

titik-titik gridding terjadi ke arah tenggara.

Gambar 6 : Visualisasi Pergeseran pada Titik-titik Gridding Akibat Deformasi

B. Pengaruh Deformasi Pada Data Gambar Ukur (GU) dengan Model Deformasi BIGData Gambar Ukur (GU) dalam penelitian ini

digunakan sebagai contoh kasus untuk mengetahui

pengaruh deformasi pada data pertanahan

khususnya bidang tanah. Data gambar ukur yang

digunakan dalam penelitian ini berjumlah 10

data. Jumlah tersebut tentunya sangat sedikit jika

dibandingkan dengan jumlah bidang tanah yang ada

di Kabupaten Badung. Namun hal tersebut dirasa

cukup untuk digunakan sebagai studi awal pengaruh

deformasi pada data pertanahan khususnya bidang

tanah.

Perhitungan pengaruh deformasi pada

data gambar ukur dengan model deformasi BIG

ditampilkan pada (Lampiran 2). Secara statistik

hasil perhitungan ditampilkan dalam Tabel 3 dan

beberapa diantaranya divisualisasikan pada Gambar

7-9. Mengingat nilai pergeseran yang terjadi

pada data gambar ukur sangat kecil, maka dalam

memvisualisasi, nilai pergeseran diperbesar 10 kali

agar terlihat jelas pergeserannya.

Tabel 3 : Informasi Statistik Pergeseran Data Gambar Ukur Akibat Deformasi

No No GU Selisih Epoch

(Tahun)

Nilai Pergeseran (m) Perubahan Luas (m2)Min Mak Rata-

rataStandar Deviasi

Luas Awal

Luas Akhir

Selisih Luas

1 GU.19/1998 CANGGU 13,8 0,3878 0,3885 0,3879 0,0002 2450,0 2449,9 0,1

2 GU.41/1998 UNGASAN 13,5 0,3808 0,3815 0,3813 0,0003 11600,0 11599,8 0,2

3 GU.23/1998 UNGASAN 13,4 0,3778 0,3785 0,3782 0,0003 10000,0 10000,0 0,0

4 GU.3608/1999 PENARUNGAN 12,5 0.3526 0.3526 0.3526 0 2800,0 2800,0 0

5 GU.2/1999 BUDUK 13,0 0.3662 0.3662 0.3662 0 500,0 500,0 0

6 GU.1806/1999 KEROBOKAN KAJA 12,5 0.3518 0.3518 0.3518 0 5950.0 5950.0 0

7 GU.2504/1999 DARMASABA 12,6 0.3557 0.3557 0.3557 0 182,0 182,0 0

8 GU.1163/1999 SEMBUNG 12,7 0.3591 0.3591 0.3591 0 130,0 130,0 0

9 GU.6683/1999 TANJUNG BENOA 12,2 0.3459 0.3459 0.3459 0 550,0 550,0 0

10 GU.2069/1999 TAMAN 12,7 0.3586 0.3586 0.3586 0 3920,0 3920,0 0

Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali

Rudi Herlianto

191

Gambar 7 : Pergeseran Data GU.19/1998

Gambar 8 : Pergeseran Data GU.41/1998

Gambar 9 : Pergeseran Data GU.23/1998

Berdasarkan Tabel 3, data gambar ukur rata-rata

bergerak sejauh 36 cm dengan standar deviasi yang

sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pergeseran

yang terjadi cukup linear. Disamping itu, berdasarkan

Tabel 3 juga terlihat bahwa terjadi perubahan luas

pada beberapa bidang gambar ukur. Perubahan luas

yang terjadi pada bidang gambar ukur sangat kecil

yaitu pada level dm2. Nilai perubahan luas akibat

deformasi tersebut dapat diabaikan karena satuan

luas bidang terkecil yang digunakan di BPN adalah

m2.

C. Pergerakan dengan Potensi Gempa di Selatan Jawa Bagian Timur dan TengahTerjadinya gempa bumi tidak dapat diprediksi

secara pasti kapan dan berapa akumulasi energi

yang dilepaskan. Akumulasi energi yang terjadi

selama fase interseismic dapat dilepaskan dalam

beberapa mekanisme dalam suatu gempa besar atau

rentetan gempa-gempa yang lebih kecil (Hanifa dkk.,

2014). Gempa bumi juga dapat dilepaskan dalam

mekanisme lainnya seperti slow slip yang ditemukan

di wilayah Chili, Jepang, dan New Zealand (Kano

dkk., 2018; Klein dkk., 2018).

Besarnya akumulasi gempa dapat dihitung

dengan menggunakan slip deficit yang terdeteksi

dengan pengamatan GPS di daratan ataupun

penggunaan insturmen lepas pantai seperti

OBP (Ocean Botton Pressure) (Itoh dkk, 2019).

Perhitungan kekurangan slip ini dilakukan oleh Hanifa

ddk, (2014) menggunakan data pengamatan GPS

di selatan Pulau Jawa bagian barat dan berpotensi

menghasilkan gempa hingga magnitudo 8.8. Data

pengamatan GPS yang terletak di Pulau Jawa

bagian timur juga telah digunakan untuk menghitung

besarnya potensi gempa di selatan Pulau Jawa

bagian timur dan tengah yang mencapai Mw8.8 jika

terjadi gempa sekaligus di Pulau Jawa bagian timur

atau mencapai Mw9.1 jika terjadi gempa dengan

sumber di seluruh selatan Pulau Jawa meliputi

Pulau Jawa bagian barat hingga timur dengan waktu

perulangan gempa 400 tahun (Widiyantoro dkk.,

2020).

Meskipun potensi gempa ini dapat dihasilkan

dalam bentuk gempa dengan magnitudo yang lebih

kecil, pada penelitian ini dilakukan perhitungan

pergeseran pada titik-titik gridding di Kabupaten

Badung dengan potensi gempa yang memiliki

192

JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2

magnitude paling besar yaitu Mw8.8. Dalam

melakukan simulasi ini kami menggunakan model

empiris bidang gempa terhadap besarnya magnitudo

gempa dengan magnitudo gempa sebesar Mw8.8

dan diperoleh bidang gempa dengan ukuran sesuai

pada Tabel 4. Besarnya pergeseran gempa di

selatan Pulau Jawa bagian timur dan tengah juga

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 : Pergeseran Gempa di Selatan Pulau Jawa Bagian Timur dan Tengah

Panjang (km)

Lebar (km)

Slip (m) Strike Dip Rake

346.796 193.433 10.031 278o 16o 90o

Dengan melakukan forward calculation

(perhitungan ke depan), kami melakukan perhitungan

besarnya pergeseran akibat potensi gempa pada titik-

titik gridding yang kami buat di wilayah Kabupaten

Badung. Persamaan matematis yang digunakan

dalam perhitungan dapat dilihat pada persamaan di

bawah ini:d (i) = G(i,j) * m(j) (7)

Keterangan:

d = Pergeseran pada titik pengamatan (i)

G = Green’s function yang menghubungkan S dan m

M = Slip pergerakan pada sumber gempa (j)

Dengan menggunakan persamaan di atas, kami

dapat menghasilkan pergeseran teoritis (model)

pada seluruh titik yang berada cukup dekat dengan

potensi gempa di selatan Pulau Jawa.

Selanjutnya kami melakukan perhitungan ke

depan dengan menggunakan gempa di atas. Besar

pergeseran yang diperoleh mencapai 3 meter di

selatan Pulau Jawa dan besarnya semakin mengecil

sepanjang utara Pulau Jawa. Arah pergeseran ke

arah utara dengan pergeseran ke arah selatan

konsisten dengan pergerakan model bidang gampa

yang memiliki mekanisme murni thrust.

Gambar 10 : Gerakan pada Gridding di Pulau Jawa Akibat Potensi Gempa di Selatan Jawa

Pergeseran juga ditemukan pada titik-titik

gridding yang kami digunakan sebagai gambaran

data pertanahan di Kabupaten Badung. Semua titik

tersebut menunjukkan pergerakan ke arah barat

daya dengan besar pergerakan mencapai 28 cm.

Pergerakan ini terlihat memiliki kecenderungan yang

sama dengan arah gerakan sumber gempa.

Gambar 11 : Gerakan pada Titik-Titik Gridding di Kabupaten Badung Akibat Potensi Gempa di Selatan

Pulau Jawa

D. Pengaruh Deformasi Pada Data PertanahanPergeseran data pertanahan akibat adanya

deformasi dapat menyebabkan beberapa akibat

diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, pergeseran yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan posisi pada data-data pertanahan. Dalam kasus data pada gambar ukur, perubahan posisi tersebut akan berpengaruh pada perbedaan koordinat yang ada di lapangan dengan koordinat yang tertera di gambar ukur. Sebagai contoh pada titik 1A dalam GU.19/1998 CANGGU. Titik tersebut saat diukur memiliki koordinat TM3 sebesar X: 161419.671 dan Y: 544116.109. Namun setelah 13,8 tahun titik tersebut mengalami deformasi sebesar 0.336 di sumbu X dan -0.193 di sumbu Y sehingga koordinatnya menjadi X: 161420.007 dan Y: 544115.915. Adanya perbedaan

Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali

Rudi Herlianto

193

koordinat tersebut mengakibatkan koordinat yang ada dalam gambar ukur tidak lagi dapat digunakan secara langsung sebagai data untuk proses stake-out di lapangan. Koordinat yang ada di gambar ukur harus ditransformasikan terlebih dahulu dengan memperhitungkan deformasi yang terjadi jika akan digunakan untuk proses stake-out di lapangan.

Kedua, pergeseran yang terjadi dapat mengakibatkan perubahan luas pada bidang tanah. Bidang tanah yang mengalami pergeseran akibat deformasi akan sedikit mengalami perubahan bentuk sehingga berpengaruh pada luasannya. Namun karena pergeseran yang terjadi pada suatu area umumnya cenderung linear, maka perubahan luas yang terjadi sangatlah kecil sehingga dapat diabaikan. Sebagai contoh luas bidang dalam GU.19/1998 CANGGU. Luas bidang hasil pengukuran dalam GU.19/1998 CANGGU sebesar 2450,0 m2, namun setelah 13,8 tahun, luas bidang tersebut menjadi 2449,9 m2 atau berubah sebesar 0,1 m2. Perubahan luas sebesar 0,1 m2 ini tentunya sangat kecil dan dapat diabaikan, mengingat satuan terkecil luas yang di BPN adalah 1 m2.

Ketiga, pergeseran yang terjadi dapat mengakibatkan terjadinya overlap (tumpang tindih) dan gap (celah) antar bidang tanah pada saat pemetaan. Jika suatu bidang diukur kemudian hasil ukurannya tidak ditransformasi terlebih dahulu, maka akan terjadi overlap dan gap saat melakukan plotting bidang tanah. Contoh overlap dan gap yang terjadi pada GU.19/1998 CANGGU dapat dilihat pada Gambar 12-13. Pada gambar tersebut terlihat bahwa terdapat perbedaan antara sebelum dan sesudah terjadinya pergeseran akibat adanya deformasi yang terjadi selama 13,8 tahun. Akibat dari adanya pergeseran tersebut menimbulkan overlap dan gap sebesar sebesar 17 m2. Berdasarkan data tersebut, nilai overlap

dan gap yang terjadi pada gambar ukur tersebut cukuplah besar. Hal ini tentunya akan menjadi permasalahan tersendiri pada kegiatan pemetaan di BPN.

Gambar 12 : Bidang pada GU.19/1998 Sebelum Mengalami Deformasi

Gambar 13 : Bidang pada GU.19/1998 Setelah Mengalami Deformasi

Keempat, model deformasi BIG pada

dasarnya dibuat untuk mengakomodasi pergerakan

akibat aktifitas tektonik pada kerak bumi. Dalam

realisasinya, model ini terikat pada epoch 1 januari

2012.0 sehingga diperoleh nilai koordinat yang

tetap. Secara lengkap model deformasi termasuk di

dalamnya pergerakan linear dan deformasi dari blok,

pergerakan akibat gempa bumi, pergerakan akibat

194

JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2

paska gempa bumi, dan pergerakan akibat aktifitas

sesar lokal. Sampai saat ini, model deformasi BIG

hanya mengakomodasi model linear. Meskipun

secara umum model deformasi BIG masih belum

mengakomodasi pergerakan non linear, namun

secara praktis model ini sudah dapat digunakan

dalam kegiatan pemetaan.

Penerapan model deformasi BIG hanya dapat

digunakan jika koordinat pengukuran telah diikatkan

pada suatu referensi global. Masalah yang terjadi

di lapangan, masih dilakukan pengukuran dengan

mengikat ke koordinat lokal. Oleh karena itu, perlu

dilakukan transformasi dari koordinat lokal ke

koordinat global agar dapat mengakomodasi model

deformasi BIG.

IV. KESIMPULANKesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Deformasi yang terjadi pada kerak bumi

mengakibatkan pergerakan pada data

pertanahan. Pergerakan pada data pertanahan

menyebabkan terjadinya perubahan koordinat.

Deformasi yang terjadi selama 14 tahun

dengan menggunakan model deformasi BIG

mengakibatkan pergeseran data pertanahan

di Kabupaten Badung hingga sejauh 40 cm ke

arah tenggara. Selain itu, efek dari pergerakan

tiba-tiba akibat gempa bumi menyebabkan

terjadinya pergeseran yang arahnya konsisten

dengan arah gerakan gempa. Pergerakan ini

sangat tergantung pada besarnya pergeseran

pada sumber gempa dan posisi relatifnya

terhadap data pengamatan.

2) Pergeseran karena deformasi akan

mengakibatkan terjadinya perubahan nilai

koordinat yang mengakibatkan perubahan

luasan suatu bidang tanah serta adanya

overlap dan gap pada saat melakukan plotting

bidang pertanahan. Perubahan luasan bidang

tanah akibat deformasi dapat diabaikan karena

perubahannya sangat kecil. Adapun overlap

dan gap memiliki perubahan yang cukup besar

sehingga akan menjadi permasalahan tersendiri

pada kegiatan pemetaan di BPN.

A. SARANSaran dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai

pengaruh deformasi terhadap data administasi

pertanahan, khususnya akibat pergerakan non

linear seperti gempa bumi yang terjadi di sekitar

Pulau Bali.

2) Dengan adanya perubahan pada data

pertanahan akibat deformasi, maka seseorang

yang melakukan pengukuran dan pemetaan

bidang tanah perlu memahami hal tersebut agar

nantinya tidak terjadi overlap dan gap pada

hasil pengukuran dan pemetaan bidang tanah.

3) Kementerian ATR/BPN perlu merancang

suatu model administrasi pertanahan baru

yang bersifat semi dinamis yang mampu

mengakomodir adanya deformasi di permukaan

bumi.

DAFTAR PUSTAKABIG. Model Deformasi. Diperoleh pada

21 Agustus 2020 daripada h t t ps : / / s rg i . b i g .go . i d /page /mode l -deformasi.

BMKG Wilayah III Denpasar. Gempa Bumi. Diperoleh pada 30 Agustus 2020 daripada http://balai3.denpasar.bmkg.go.id/tentang-gempa.

BPN Kantah Badung. GU.00019/1998 Canggu, GU.00041/1998 Ungasan, GU.00023/1998 Ungasan, GU.03608/1999 Penarungan, GU.00002/1999 Buduk, GU.01806/1999 Kerobokan Kaja, GU.02504/1999 Darmasaba, GU.01163/1999 Sembung, GU.06683/1999 Tanjung Benoa, GU.02069/1999 Taman.

Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali

Rudi Herlianto

195

Dewa, C.D, Silviana, A., Triyono. (2016). Jaminan Kebenaran Data Fisik dan Data Yuridis dalam Sertipikat Hak Atas Tanah (Studi Kasus Terhadap Sertipikat Hak Milik yang Objek Fisiknya “Tidak Ada”). Diponegoro

Law Journal, Volume 5 (3).

Hanifa, N. R., Sagiya, T., Kimata, F., Efendi, J., Abidin, H. Z., & Meilano, I. (2014). Interplate coupling model off the southwestern coast of Java, Indonesia, based on continuous GPS data in 2008–2010. Earth and

Planetary Science Letters, 401, 159-171.

Itoh, Y., Nishimura, T., Ariyoshi, K., & Matsumoto, H. (2019). Interplate slip following the 2003 Tokachi‐oki earthquake from ocean bottom pressure gauge and land GNSS data. Journal of Geophysical Research: Solid Earth, 124(4), 4205-4230.

Kano, M., Fukuda, J. I., Miyazaki, S. I., & Nakamura, M. (2018). Spatiotemporal evolution of recurrent slow slip events along the southern Ryukyu subduction zone, Japan, from 2010 to 2013. Journal of Geophysical

Research: Solid Earth, 123(8), 7090-7107.

Klein, E., Duputel, Z., Zigone, D., Vigny, C., Boy, J. P., Doubre, C., & Meneses, G. (2018). Deep transient slow slip detected by survey GPS in the region of Atacama, Chile. Geophysical research letters, 45(22), 12-263.

Kuang, S. (1996). Geodetic Network Analysis and

Optimal Design. Ann Arbor Press, Chelsea, Michigan.

Papazachos, B. C., Scordilis, E. M., Panagiotopoulos, D. G., Papazachos, C. B., & Karakaisis, G. F. (2004). Global relations between seismic fault parameters and moment magnitude of earthquakes. Bulletin of the Geological

Society of Greece, 36(3), 1482-1489.

Rino. 2010. Regangan Tektonik di Sumatera

berdasarkan Pengamatan Kontinu

Sumatran GPS Array (SUGAR) Tahun

2007-2008. Tugas Akhir Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika Institut Teknologi Bandung.

Wells, D. L., & Coppersmith, K. J. (1994). New empirical relationships among magnitude, rupture length, rupture width, rupture area, and surface displacement. Bulletin of the

seismological Society of America, 84(4), 974-1002.

Widiyantoro, S., Gunawan, E., Muhari, A., Rawlinson, N., Mori, J., Hanifa, N. R., ... & Putra, H. E. (2020). Implications for megathrust earthquakes and tsunamis from seismic gaps south of Java Indonesia. Scientific

Reports, 10(1), 1-11

196

JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2

Lampiran 1. Perhitungan Pengaruh Deformasi pada Data Gridding

Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali

Rudi Herlianto

197

198

JURNAL PERTANAHAN November 2020 184-199Vol. 10 No. 2

Lampiran 2. Perhitungan Pengaruh Deformasi Pada Data Gambar Ukur

Studi Pengaruh Deformasi Terhadap Data Administrasi Pertanahan di Kabupaten Badung, Bali

Rudi Herlianto

199