14
Jurnal Brikolase Online: : https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/brikolase/index Proses Review : 1 - 15 Desember 2020, Dinyatakan Lolos: 9 Desember 2020 Vol. 12, No. 2, Desember 2020 159 STUDI PENCIPTAAN KARYA SENI INSTALASI “MARI KITA…!” Satriana Didiek Isnanta 1 , Much. Sofwan Zarkasi 2 , Asmoro Nurhadi Panindias 3 Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Surakarta 1,2,3 Jl. K.H. Dewantara 19 Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia [email protected] 1 , [email protected] 2 , [email protected] 3 ABSTRACT This article is the result of a study on the creation of installation art based on local wisdom with the source of the idea of creating the loro blonyo statue. Loro blonyo is a pair of wooden statues consisting of a statue of a woman accompanied by a man wearing a traditional Javanese wedding dress in a basahan style in a sitting position. Broadly speaking, the meaning of the loro blonyo statue for the Javanese community is the unity of a couple as a reflection of the harmony and unity of Javanese thoughts. The meaning of the loro blonyo statue is then analyzed, elaborated, and reinterpreted. The research method used is Dharsono's Artistik Creation (2016), namely: research with an ethical approach and research with an emic approach, exploration, experimentation, and formation. The results of the research were concluded and became the basis for the concept of installation art with the visual form of local culture as a strengthening of cultural identity. Keywords : installation art, art experimentation, loro blonyo, cultural identity.. ABSTRAK Artikel ini merupakan hasil studi penciptaan karya seni instalasi berbasis kearifan lokal dengan sumber ide penciptaan patung loro blonyo. Loro blonyo adalah sepasang patung dari bahan kayu yang terdiri atas patung perempuan dan didampingi seorang laki-laki dengan menggunakan busana perkawinan adat Jawa gaya basahan dalam posisi duduk. Secara luas, makna patung loro blonyo bagi masyarakat Jawa adalah kesatuan pasangan sebagai refleksi pikiran Jawa yang harmoni dan manunggal. Makna patung loro blonyo tersebut kemudian dianalisis, dielaborasi dan ditafsir ulang. Metode penelitian menggunakan Kreasi Artisik Dharsono (2016), yaitu : riset dengan pendekatan etik dan riset dengan pendekatan emik, eksplorasi, eksperimentasi dan pembentukan. Hasil riset tersebut disimpulkan dan menjadi dasar konsep karya seni instalasi dengan wujud visual budaya lokal sebagai penguatan identitas kultural. Kаtа Kunci: seni instalasi, eksperimentasi seni, loro blonyo, identitas kultural.

STUDI PENCIPTAAN KARYA SENI INSTALASI “MARI KITA…!”

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Jurnal Brikolase Online: : https://jurnal.isi -ska.ac.id/index.php/brikolase/index

Proses Review : 1 - 15 Desember 2020, Dinyatakan Lolos: 9 Desember 2020

Vol. 12, No. 2, Desember 2020 159

STUDI PENCIPTAAN KARYA SENI INSTALASI “MARI KITA…!”

Satriana Didiek Isnanta1, Much. Sofwan Zarkasi2, Asmoro Nurhadi Panindias3

Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Surakarta1,2,3

Jl. K.H. Dewantara 19 Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia

[email protected], [email protected], [email protected]

ABSTRACT

This article is the result of a study on the creation of installation art based on local wisdom with the source of the idea of creating the loro blonyo statue. Loro blonyo is a pair of wooden statues consisting of a statue of a woman accompanied by a man wearing a traditional Javanese wedding dress in a basahan style in a sitting position. Broadly speaking, the meaning of the loro blonyo statue for the Javanese community is the unity of a couple as a reflection of the harmony and unity of Javanese thoughts. The meaning of the loro blonyo statue is then analyzed, elaborated, and reinterpreted. The research method used is Dharsono's Artistik Creation (2016), namely: research with an ethical approach and research with an emic approach, exploration, experimentation, and formation. The results of the research were concluded and became the basis for the concept of installation art with the visual form of local culture as a strengthening of cultural identity. Keywords : installation art, art experimentation, loro blonyo, cultural identity..

ABSTRAK Artikel ini merupakan hasil studi penciptaan karya seni instalasi berbasis kearifan lokal dengan sumber ide penciptaan patung loro blonyo. Loro blonyo adalah sepasang patung dari bahan kayu yang terdiri atas patung perempuan dan didampingi seorang laki-laki dengan menggunakan busana perkawinan adat Jawa gaya basahan dalam posisi duduk. Secara luas, makna patung loro blonyo bagi masyarakat Jawa adalah kesatuan pasangan sebagai refleksi pikiran Jawa yang harmoni dan manunggal. Makna patung loro blonyo tersebut kemudian dianalisis, dielaborasi dan ditafsir ulang. Metode penelitian menggunakan Kreasi Artisik Dharsono (2016), yaitu : riset dengan pendekatan etik dan riset dengan pendekatan emik, eksplorasi, eksperimentasi dan pembentukan. Hasil riset tersebut disimpulkan dan menjadi dasar konsep karya seni instalasi dengan wujud visual budaya lokal sebagai penguatan identitas kultural.

Kаtа Kunci: seni instalasi, eksperimentasi seni, loro blonyo, identitas kultural.

Satriana Didiek Isnanta, Much. Sofwan Zarkasi, Asmoro Nurhadi Panindias

Studi Penciptaan Karya Seni Instalasi “Mari Kita…!”

160 Vol. 12, No. 2, Desember 2020

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan seni rupa di Indonesia masa kini secara historis tidak dapat

dipisahkan dari berbagai pengaruh global yang menimbulkan kecenderungan-

kecenderungan dalam mengadopsi, mengapresiasi, mensintesa pemikiran - pemikiran

baru yang tersampaikan baik melalui pendidikan, literatur, media massa, teknologi,

hubungan internasional yang semuanya bermuara pada wacana, ideologi, pasar dan

praktika seni rupa. Hal ini menimbulkan paradok tentang identitas seni rupa Indonesia

dalam konfigurasi seni rupa Internasional.

Untuk mensikapi konsepsi seni rupa yang berakar Indonesia, perlu adanya

pencarian alternatif konsep pengembangan seni. Idiom rupa dari budaya yang berakar

dari tradisi etnis yang sudah merupakan kekayaan bangsa harus dimanfaatkan. Seni

tradisi mampu memberikan rangsang cipta seni; sebagai sumber gagasan dan media

ekspresi. Sikap progresif yang mendambakan kreatifitas menghasilkan produk budaya

yang berpijak pada masa kini yang membuahkan bentuk alternatif yang bersifat

eksperimental.

Salah satu produk seni tradisi yang bisa sumber ide penciptaan adalah patung

loro blonyo yang akrab dalam kehidupan masyarakat Jawa sampai sekarang. Awalnya,

patung loro blonyo untuk kepentingan ritual dan digunakan sebagai kekuatan magis.

Sekarang, patung loro blonyo tidak lagi berkaitan dengan pengalaman religius,

mengandung nilai spiritual, kesucian, dan ritual, tetapi lebih berkaitan dengan kehidupan

sehari-hari (profan), yaitu sebagai asesoris ruangan atau pelengkap keindahan interior.

Bahkan bagi pengrajin patung loro blonyo difungsikan sebagai sarana mencari nafkah

sehingga mengarah sebagai motif ekonomi. Dari yang dulunya terkait dengan kesuburan

dan keselamatan, sekarang patung loro blonyo dianggap sebagai simbol rejeki/

keuntungan ekonomi.

Bentuk dan makna patung loro blonyo bagi masyarakat Jawa tersebut kemudian

akan dianalisis dan direinterpretasi yang kemudian akan diwujudkan ke dalam karya seni

instalasi dengan menggunakan tahapan-tahapan penciptaan yang terdokumentasi,

terukur dan sistematis sesuai dengan kaidah ilmiah.

Seni instalasi berasal dari perkembangan salah satu teknik dalam seni rupa

(patung) yaitu asemblasi. Asemblasi sendiri berasal dari perkembangan aliran Kubisme

(Picasso dan Braque), ditambah dengan semakin gencarnya pengaruh Dadaisme,

Surealisme dan Conseptual Art/ Seni Konseptual. Dalam buku Art Speak, Robert, A.

Jurnal Brikolase Online: : https://jurnal.isi -ska.ac.id/index.php/brikolase/index

Proses Review : 1 - 15 Desember 2020, Dinyatakan Lolos: 9 Desember 2020

Vol. 12, No. 2, Desember 2020 161

(1990:90), menyebutkan bahwa seni instalasi dunia pertama kali muncul pada era pop

art (1950- 1970-an) salah satu tokohnya Judy Pfaff dengan karyanya yaitu membuat

taman bawah laut dari ribuan berbagai jenis sampah dengan sangat fantastik.

Adapun artian harfiahnya (asal kata install = memasang, installation =

pemasangan), jadi seni instalasi merupakan seni yang memasang, menyatukan,

memadukan dan mengkontruksi sejumlah benda yang dianggap bisa merujuk pada

suatu konteks kesadaran makna tertentu. Lebih spesifiknya instalasi adalah

memasang, merakit, komponen-komponen benda seni maupun benda lain (bentuk di

luar konteks seni rupa).

Seni instalasi menurut Mark Rosenthal (2003) dalam bukunya yang bertajuk

Understanding Installation Art membagi seni instalasi menjadi 2 kategori, yaitu Filled-

Space Installation dan Site-Specific Installation. Filled-space, dimana karya instalasi

tersebut hanya sebagai pengisi ruang (ruang dalam bangunan arsitektur maupun ruang

imajiner (ruang di alam terbuka) dan ketika dia dipindahkan ke ruang yang lain bentuk

karya tetap sama seperti sebelumnya. Biasanya dilakukan oleh seniman yang dalam

aktifitasnya selalu bergerak dari negara satu ke negara lainnya (movable), karya

bersifat knock down agar mudah dalam pembawaanya.

Berbeda degan Site-specific, dimana karya selalu adaptif pada site (ruang)

bahkan sampai mengeksplorasi ruang/ site pada karya. Pada jenis ini karya tersebut

sangat kontekstual pada ruang dan merupakan dialog antara seniman dengan ruang

dan lingkungannya, baik ruang riil (ruang dalam bangunan arsitektur maupun ruang

imajiner (ruang dialam terbuka). Dalam melakukan proses berkarya dengan kategori

‟site specific‟, seorang perancang seni instalasi harus melakukan riset terlebih dahulu

terhadap ruang dimana karya akan ditempatkan, hal inilah yang dimaksud, kontekstual.

Dengan kata lain bahwa seni instalasi merupakan sebuah bidang keilmuan yang

berurusan dengan kreatifitas manusia yang mempunyai kecenderungan konsepsional

dan termasuk seni kontemporer yang lahir di era Posmodern. Karakteristik dari seni

rupa kontemporer, yaitu :

1. Adanya pluralism dalam estetika, dalam prakteknya seniman mendapatkan

kebebasan untuk berorientasi pada masa depan, masa lalu ataupun

sekarang,

2. Berorientasi karya bebas, tidak menghiraukan batasan-batasan kaku seni

rupa yang dianggap baku,

3. Penggunaan media atau bahan apapun dalam berkarya seni,

Satriana Didiek Isnanta, Much. Sofwan Zarkasi, Asmoro Nurhadi Panindias

Studi Penciptaan Karya Seni Instalasi “Mari Kita…!”

162 Vol. 12, No. 2, Desember 2020

4. Berani menyentuh situasi sosial, politik dan ekonomi masyarakat yang

sedang, pernah ataupun mungkin akan terjadi.

Dari beberapa paparan teori tentang seni instalasi dan konsep seni kontemporer

di atas, maka sangat dimungkinkan studi penciptaan karya seni instalasi dengan

mengunakan sumber ide penciptaan dari menafsir makna patung loro blonyo yang

dikembangkan menggunakan material rotan. Kajian literaturnya mengenai makna

patung loro blonyo bagi masyarakat Jawa dan studi estetika bentuknya.

Istilah loro blonyo berasal dari kata loro berarti dua, dan blonyo berarti gambaran

atau warna, maksudnya sepasang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan diperindah

dengan aneka warna. Sebutan lain ada yang menghubungkan dengan sebutan rara

atau wanita, dan juga blonyoh yang maksudnya lulur. Pengertian terakhir konotasinya

adalah hubungan percintaan antara laki-laki dan perempuan, yang dikaitkan dengan

peristiwa perkawinan. Dalam makna luas kedua patung dalam kesatuan pasangan

dianalogikan sebagai refleksi pikiran Jawa yang harmoni dan manunggal (Subiyantoro,

2009: 532)

Sebagai bentuk kebudayaan, seni patung memiliki fungsi dan makna tersendiri

bagi masyarakat dimana patung tersebut berada (Boas, 1955). Bukti-bukti arkelologis

peninggalan masa Hindu di Jawa Tengah ditemukan patung dewa-dewi, pasangan Ciwa

dengan Laksmi. Mitos ini menggambarkan bahwa di tengah-tengah masyarakat budaya

Jawa ada keyakinan, bahwa manusia itu keturunan dewa (Hadiwijono, 1983: 22).

Peninggalan berupa artefak, seperti relief, arca, dan patung, pada dasarnya merupakan

perwujudan pandangan masyarakat pada zamannya, yang ditampilkan sebagai simbol,

atau lambang sebagai sarana untuk ritual yang bermakna religius (Yudoseputro, 1993:

76-77).

Patung loro blonyo sebagai bentuk pernyataan secara kongkrit gagasan atau

pandangan hidup Jawa. Secara vertikal patung merupakan susunan atau tahapan

menuju ke Esaan Tuhan, sedangkan secara imanen bagian bawah patung

mencerminkan lima karakter atau watak Jawa yang dipercaya sebagai kerangka struktur

gambaran pemahaman orang Jawa mengenai pandangan hidupnya. Dengan demikian

loro blonyo menggambarkan filosofi orang Jawa dalam upayanya menyelaraskan

keberadaannya dengan alam semesta dengan dzat yang kuasa agar menjadi insan

yang hidup dan matinya sempurna yang dilandasi pada pemahaman terhadap sangkan

paraning dumadi (Subiyantoro, 2009:173).

Struktur loro blonyo berupa dua arca atau patung tiruan pengantin (Atmojo,

1994: 198), pria dan wanita dalam sikap duduk bersimpuh, mengenakan pakaian Jawa

Jurnal Brikolase Online: : https://jurnal.isi -ska.ac.id/index.php/brikolase/index

Proses Review : 1 - 15 Desember 2020, Dinyatakan Lolos: 9 Desember 2020

Vol. 12, No. 2, Desember 2020 163

tradisional (Darsiti, 1989: 208), busana gaya basahan, yaitu busana ala pengantin

Keraton, dimana pengantin pria mengenakan kain panjang yang disebut dodot dan

bermahkota, tanpa mengenakan baju. Pengantin wanita mengenakan pakaian sama

hanya tanpa mahkota, namun pada bagian tubuh atasnya dibalut kemben (penutup

dada), keduanya dilengkapi dengan perhiasan (Setyawan, 2001: 45).

Gambar 01. Patung loro blonyo. sumber: Isnanta, 2020.

Ukuran patung loro blonyo yang berkembang di dalam masyarakat Surakarta

sekarang mempunyai ukuran yang beragam. Sulistyo (2009: 5) mengatakan bahwa

pada dasarnya ukuran loro blonyo sangat variatif dari ukuran panjang/tinggi kurang dari

10 cm hingga lebih dari 100 m untuk patung duduk, sedangkan untuk patung berdiri bisa

sampai kurang lebih 170 cm, atau bahkan terkadang bisa lebih panjang lagi karena

adanya pesanan. Berdasarkan ukuran umumnya maka patung loro blonyo dapat

dikelompokkan menjadi tiga kelompok ukuran sebagai berikut.

1. Besar: untuk posisi duduk ukuran patung loro blonyo 1m, dan untuk patung loro

blonyo posisi berdiri berukuran 150-170 cm.

2. Sedang: berukuran tinggi 50-70 cm

3. Kecil: berukuran tinggi 10-20 cm yang umumnya loro blonyo dalam posisi

duduk.

Satriana Didiek Isnanta, Much. Sofwan Zarkasi, Asmoro Nurhadi Panindias

Studi Penciptaan Karya Seni Instalasi “Mari Kita…!”

164 Vol. 12, No. 2, Desember 2020

Studi makna patung loro blonyo bagi masyarakat Jawa dan bentuk struktur

patung loro blonyo ini kemudian dielaborasi dan diinterpretasi ulang sebagai dasar

penciptaan karya seni instalasi berbasis eksperimentasi dengan menggunakan tahapan

penciptaan yang terukur.

B. Metode Penciptaan Seni

Dalam penciptaan karya, diperlukan suatu metode untuk menjelaskan jalannya

tahapan-tahapan proses penciptaan. Pengertian metode menurut Hasan Alwi (2001:35),

adalah cara teratur yang digunakan untuk melakukan suatu pekerjaan agar tercapai

sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan

pelaksanaan kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode yang digunakan

dalam proses penciptaan karya seni instalasi ini secara garis besar melakukan beberapa

tahapan seperti tahapan dalam Kreasi Artisik (Dharsono, 2016), yaitu : pertama, riset

dengan pendekatan etik dan riset dengan pendekatan emik sebagai dasar penciptaan

karya, dan kedua, tahapan penciptaan karya berisi: eksperimentasi, perenungan dan

pembentukan. Untuk detilnya seperti tahapan di bawah ini.

Riset dengan pendekatan etik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi

pustaka yang berkaitan dengan seni instalasi, teknis penciptaan karya dan sejarah,

makna loro blonyo bagi masyrakat Jawa. Riset dengan pedekatan emik yang dilakukan

dalam studi penciptaan karya ini adalah melakukan wawancara mendalam terhadap

beberapa narasumber yang menguasai seni instalasi dan tema studi penciptaan ini.

Wawancara dilakukan kepada beberapa narasumber yang kompeten seperti akademisi

seni rupa dan praktisi seni rupa (berkaitan dengan seni instalasi) dan kepada budayawan

di Surakarta (berkaitan dengan patung loro blonyo).

Selain itu juga dilakukan Focus Group Discussion (FGD) berkaitan dengan karya

yang akan diciptakan. FGD ini dilakukan sebanyak dua kali. Pertama pada tahap

pengumpulan data awal sebagai dasar penciptaan karya dan yang kedua pada saat uji

prototype karya secara terbatas.

Semua data kemudian dianalisis menggunakan metode triangulasi data, setelah

semua data telah siap kemudian disusun dalam bentuk deskripsi sebagai dasar

penyusunan konsep karya. Setelah tahapan riset dengan pendekatan etik dan emik,

maka hasil dari riset tersebut akan menjadi dasar tahapan studi penciptaan ini, yang

akan terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu: tahap eksperimentasi, tahap perenungan dan

tahap pembentukan.

Jurnal Brikolase Online: : https://jurnal.isi -ska.ac.id/index.php/brikolase/index

Proses Review : 1 - 15 Desember 2020, Dinyatakan Lolos: 9 Desember 2020

Vol. 12, No. 2, Desember 2020 165

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seni rupa berbasis pada penalaran eksperimentasi, memang membahana

sebagai arus kreatif seni kontemporer. Beragam media tidak saja dieksplorasi sebagai

ruang bebas untuk menuturkan ide-ide seorang perupa. Melainkan juga sebagai

''identitas'' baru kesenimanan seorang perupa. Dalam sejarah perkembangan seni

rupa, gerakan eksperimentasi karya seni muncul sekitar tahun 1950-an akhir dan

berkembang menjadi genre baru yang banyak diperbincangkan oleh praktisi seni rupa

barat pada tahun 1960-an dengan nama ”Experimental Art”.

Di dalam literatur seni abad ke 20 seperti yang dikutip oleh Walker (1977), istilah

“eksperimental” dianggap berbau ”provokatif”, yang secara tidak langsung disamakan

dengan avant garde (seni garda depan). Kata ini bersifat paradok, di satu sisi punya

konotasi negatif dan di sisi lain positif. Bagi yang memuji “eksperimental”, didasarkan

pada praktik empirik di mana seniman bermain-main dengan materialnya dan

melakukan perubahan dari prosedur yang konvensional. Dengan praktik ini diharapkan

dapat menghasilkan sesuatu yang berharga, yaitu kebaruan. Pendapat ini dapat

diringkas menjadi “trial and see”, atau “coba dan lihat”.

Bagi yang setuju dengan “eksperimentasi”, percaya bahwa seni bisa disamakan

dengan ilmu yang seharusnya terus dikembangkan seperti halnya ilmu alam. Seperti

ada kecenderungan pemandangan alam sudah tidak lagi dianggap dan diperhatikan

hanya sebagai sebuah gambar dalam filsafat alam, tetapi diteliti. Hal senada juga

diungkap oleh Stephen Bann (1970), mendefinisikan bahwa kerja eksperimentasi

seniman sebagai seorang yang meyakini dan melakukan penelitian kecil dengan

aktivitas yang terkontrol, yang mana hasil karya yang dikerjakannya menyisakan bukti-

bukti otentik. Menurut mereka yang setuju dengan eskperimentasi karya mengganggap

bahwa di dalam ilmu pengetahuan, penemuan terjadi karena “secara kebetulan”, bukan

oleh pemikiran tinggi seperti dalam laporan eksperimen hasil penelitian yang diprediksi

oleh teori-teori.

Eksperimentasi kekaryaan seni sangat berhubungan dengan ” trial and see”.

Suatu uji coba yang bersifat transisional, sebuah ”proses menjadi”, bukan sesuatu yang

jadi. Hal ini tentu saja dibutuhkan sebuah daya kreativitas yang luar biasa. Semakin

besar kreativitas dimiliki oleh senimannya, semakin besar pula lompatan temuannya.

Kreativitas memiliki berbagai norma, pertama gradasi yaitu yang berhubungan dengan kapasitas dan abilitas yang dimiliki masing-masing individu; kedua level (tahapan), yaitu yang berhubungan dengan mutu kreativitas yang dicapai oleh individu pada titik tertentu dalam perjalanan usianya. Ketiga, periode yaitu yang berhubungan dengan apa yang dicapai oleh individu pada titik tertentu dalam

Satriana Didiek Isnanta, Much. Sofwan Zarkasi, Asmoro Nurhadi Panindias

Studi Penciptaan Karya Seni Instalasi “Mari Kita…!”

166 Vol. 12, No. 2, Desember 2020

perkembangan sejarah atau kebudayaan manusia, dan keempat, degree (derajat atau taraf) yaitu merupakan manifestasi gradasi, level, periode tersebut, atau pengejawantahan dari kreativitas itu sendiri. (Tabrani, 2006; 34)

Secara umum konsep kreativitas dapat dilihat dalam dua perspektif yang luas.

Pertama, kreativitas dalam perspektif empirikal atau ilmiah, kedua kreat ivitas dalam

perspektif praktikal. Kedua konsep kreativitas ini tidak berbeda, hanya perspektif yang

pertama itu lebih mengutamakan pengkajian kreativitas dan dilakukan dalam berbagai

situasi dan konteks. Sedangkan perspektif yang kedua, lebih memberi tumpuan pada

praktik dan metode kreativitas dalam berbagai praktik atau implementasinya.

Dalam penciptaan karya seni, pada dasarnya harus memenuhi kedua konsep

besar kreativitas itu, secara ilmiah (berkaitan dengan konsep) dan sekaligus praktiknya

(proses penciptaan karya). Menurut kamus Webster‟s (1976) pemikiran kreatif ialah,

“The ability to bring something new existence”. Hal ini sesuai dengan pendapat Primadi

Tabrani (2006, 34) yang mengatakan bahwa; kemampuan kreatif manusia adalah

kemampuan yang membantunya untuk dapat berbuat lebih dari kemungkinan rasional

dari data dan pengetahuan yang dimilikinya.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kreativitas menjadi kata kunci dalam

proses eksperimentasi karya pada khususnya dan perkembangan seni rupa pada

umumnya. Dengan pemikiran kreatiflah muncul kemungkinan ditemukannya hal-hal

baru dalam perkembangan seni rupa. Termasuk dalam studi penciptaan seni instalasi

dengan sumber ide loro blonyo sebagai penguatan identitas kultural ini.

Sesuai dengan tahapan penciptaan dalam Kreasi Artistik , maka tahapan pertama

adalah melakukan riset dengan pendekatan etik dan emik. Hasilnya adalah karya yang

diciptakan merupakan karya Filled-Space Installation, dimana karya instalasi tersebut

hanya sebagai pengisi ruang (ruang dalam bangunan arsitektur maupun ruang imajiner

(ruang di alam terbuka). Pilihan tersebut berdasarkan pertimbangan mudah dipindahkan

(movable) karena bersifat knock down (secara teknis bisa bongkar pasang) dan tidak

memerlukan tempat khusus sehingga memudahkan dalam penyajiannya. Langkah

kedua melakukan riset dengan pendekatan emik yang menghasilkan konsep karya.

Patung loro blonyo tidak ubahnya sebagai bentuk pernyataan secara kongkrit

gagasan atau pandangan hidup Jawa. loro blonyo menggambarkan filosofi orang Jawa

dalam upayanya menyelaraskan keberadaannya dengan alam semesta dengan dzat

yang kuasa agar menjadi insan yang hidup dan matinya sempurna, dilandasi pada

pemahaman terhadap sangkan paraning dumadi. Patung loro blonyo dalam kontek seni

rupa tradisi Jawa tidak hanya sebagai karya seni yang secara visual indah, tetapi punya

Jurnal Brikolase Online: : https://jurnal.isi -ska.ac.id/index.php/brikolase/index

Proses Review : 1 - 15 Desember 2020, Dinyatakan Lolos: 9 Desember 2020

Vol. 12, No. 2, Desember 2020 167

fungsi ritual (kesuburan dan keselamatan).

Ritus keselamatan ini menduduki peranan penting di dalam masyarakat Jawa.

Slametan merupakan ritus yang mengembalikan kerukunan dalam masyarakat dan

dengan alam rohani, yang dengan demikian mencegah gangguan-gangguan terhadap

keselarasan kosmis. Seperti halnya kondisi pandemi sekarang ini, perlu adanya ritual

slametan dengan menghadirkan patung loro blonyo sebagai simbol keseimbangan hidup

manusia dengan alam.

Loro blonyo sebenarnya dalam rangka mengingatkan tentang pengendalian

keseimbangan di dalam manajemen bumi. Bumi yang dimaksud adalah hidup kita di

dunia, jadi loro blonyo tidak berurusan langsung dengan Gusti Allah (Tuhan) tetapi justru

berurusan langsung dengan kehidupan di bumi. Ritual bukan dalam artian nyenyuwun/

meminta kepada Tuhan, tetapi dalam arti “MARI KITA...!”.

Gambar 02. Skets karya terpilih.

sumber: Isnanta, 2020.

Tahapan selanjutnya adalah tahapan perwujudan karya yang dibagi menjadi tiga,

yaitu: tahap eksperimentasi, tahap perenungan dan tahap pembentukan. Pada tahap

eksperimentasi, mengeksplorasi beberapa metafor dan bentuk-bentuk alternatif yang

nanti akan digunakan sebagai elemen estetik karya. Selain mengeksplorasi ide gagasan

berkaitan dengan metafor yang akan ditransfer ke dalam skets, pada tahap ini juga akan

Satriana Didiek Isnanta, Much. Sofwan Zarkasi, Asmoro Nurhadi Panindias

Studi Penciptaan Karya Seni Instalasi “Mari Kita…!”

168 Vol. 12, No. 2, Desember 2020

mengeksplorasi skets/ gambar kerja karyanya secara keseluruhan, dan bagaimana

karya tersebut dirangkai menjadi karya seni instalasi. Setelah beberapa bentuk alternatif

tersebut jadi, akan dipilih satu yang kemudian akan dieksekusi menjadi elemen estetik

karya. Sedangkan pada tahap perenungan untuk menyambungkan antara konsep dan

bentuk karya yang dipilih dari sket alternatif. Selain itu juga memilih medium yang paling

mungkin untuk dibentuk seperti yang diinginkan. Terutama pada pematangan

konsepnya.

Pada tahap eksperimentasi dilakukan eksperimentasi alat, teknik dan rancang

bangun karya yang akan diciptakan. Pilihan material dari awal adalah rotan, maka

eksperimentasinya adalah teknik anyam yang digunakan. Kesulitan karya yang

diciptakan memang tidak menggunakan rangka untuk penguat struktur karyanya, tetapi

dianyam dari awal sampai akhir sampai bisa berdiri tegak tanpa penopang rangka.

Pilihan ini diambil karena rangka besi akan mengurangi keindahan karya tersebut. Rotan

yang dipilih sebagai material adalah serat/ tali rotan bagian dalam berukuran 0,6 cm

untuk struktur tubuh patung dan ukuran 0.3 untuk detil aksesoris yang digunakan,

misalnya untuk pembuatan keris dan kalung, dan cunduk mentul.

Gambar 03. Menyambung elemen estetis aksesoris patung pengantin laki-laki dan perempuan

sumber: Isnanta, 2020.

Selain itu, patung loro blonyo juga dirancang knock down dengan membaginya

menjadi dua bagian yaitu bagitan atas dari kepala sampai pinggang dan bagian bawah

dari pinggang sampai kaki. Kedua bagian tersebut dibuat secara terpisah. Untuk bagian

bawah karena ada ayunan agar karya ini bisa interaktif (audiens bisa duduk dan main

Jurnal Brikolase Online: : https://jurnal.isi -ska.ac.id/index.php/brikolase/index

Proses Review : 1 - 15 Desember 2020, Dinyatakan Lolos: 9 Desember 2020

Vol. 12, No. 2, Desember 2020 169

ayunan) maka dibutuhkan rangka besi hollow sebagai penguat sekaligus penopang

patung yang tingginya 4 m.

Pada tahapan akhir, yaitu tahap pembentukan yang dilakukan adalah merangkai

seluruh bagian karya seni intalasi ini menajdi satu kesatuan untuh. Langkah pertama

yang dilakukan adalah menyatukan bagian utama patung (tubuh) dengan aksesoris

yang digunakan patung laki-laki maupun perempuan.

Langkah kedua adalah menyambung kedua bagian patung (bagian atas dan

bawah). Penyatuan bagian atas dan bawah ini direkatkan dengan anyaman rotan

dengan diameter 0.3 cm agar kedua bagian tersebut menyatu. Langkah ketiga adalah

menata kedua patung tersebut di lokasi pameran agar karya tersebut menjadi satu

kesatuan utuh sebagai karya seni instalasi dan diberi lampu yang dinyalakan pada

malam hari sebagai penguat estetika.

Gambar 04. Proses menyatukan bagian atas dan bagian bawah (atas) dan karya telah selesai

diinstal (bawah). sumber: Isnanta, 2020.

Untuk mengetahui kelayakan karya maka diperlukan uji coba di lingkungan

sebenarnya. Uji coba yang diamksud adalah diikutkan pameran agar bisa diapresiasi

oleh publik. Uji Coba Konsep dan Bentuk Visual pada Pameran Seni Rupa Non Tradisi

Jawa Tengah. Pameran Seni Rupa Non Tradisi Jawa Tengah, “Nyawiji”

diselenggarakan 20-30 Agustus 2020 secara luring. Bersama dengan enam karya seni

Satriana Didiek Isnanta, Much. Sofwan Zarkasi, Asmoro Nurhadi Panindias

Studi Penciptaan Karya Seni Instalasi “Mari Kita…!”

170 Vol. 12, No. 2, Desember 2020

instalasi lainnya, karya seni instalasi patung loro blonyo dipamerkan dan mendapatkan

respon positif. Hal tersebut dari banyaknya antusiasme penonton/ apresian yang

menikmati karya dan berinteraksi dengan patung loro blonyo. Bahkan karya tersebut

menjadi spot swa foto terfavorit bagi apresian.

Gambar 05. Pameran Seni Rupa Non Tradisi Jawa Tengah “Nyawiji”

Sumber: Isnanta 2020

SIMPULAN

Bentuk dan makna patung loro blonyo mampu memberikan rangsang cipta seni;

sebagai sumber gagasan dan media ekspresi seni dalam proses penciptaan karya seni

instalasi yang bersifat eksperimental. Patung loro blonyo dalam konteks seni rupa tradisi

Jawa tidak hanya sebagai karya seni yang secara visual indah, tetapi punya fungsi ritual

(kesuburan dan keselamatan).

Ritus keselamatan menduduki peranan penting di dalam masyarakat Jawa.

Slametan merupakan ritus yang mengembalikan kerukunan dalam masyarakat dan

Jurnal Brikolase Online: : https://jurnal.isi -ska.ac.id/index.php/brikolase/index

Proses Review : 1 - 15 Desember 2020, Dinyatakan Lolos: 9 Desember 2020

Vol. 12, No. 2, Desember 2020 171

dengan alam rohani, yang dengan demikian mencegah gangguan-gangguan terhadap

keselarasan kosmis. Kehadiran karya seni instalasi patung loro blonyo merupakan

simbol keseimbangan hidup manusia dengan alam.

Penciptaan karya seni instalasi tidak hanya membutuhkan kepekaan estetik

terkait material dan bentuk karyanya tetapi juga terkait dengan ruang dimana karya

tersebut dipresentasikan. Meskipun karya seni instalasi yang diciptakan tidak termasuk

karya site specific yang memerlukan ruang khusus tetapi karya seni instalasi tetap harus

memperhatikan ruang presentasinya.

Paling utama luaran penelitian ini adalah karya seni instalasi loro blonyo yang

banyak menaik perhatian public karena menjadi spot swafoto yang menarik. Oleh karena

itu, ada kemungkinan penelitian lanjutan bagaimana karya seni instalasi dikomodifikasi

menjadi sesuatu yang aplikatif untuk dunia industri kreatif.

Dari hasil penelitian di atas kami selaku peneliti mengucapkan terima kasih

banyak kepada Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jendral Penguat

Riset dan Pengembangan Kementrian Riset, teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik

Indonesia (KEMENRISTEKDIKTI) yang telah mendanai penelitian ini.

DAFTAR ACUAN

Bann, Stephen, 1970, Experimental Painting: Construction, Abstraction, Destruction, Reduction, London: Studio Vista.

Boas, Franz, 1955, Primitive Art, Mineola, New York ,Dover Publications. Dharsono, Sony Kartika, Kreasi Artistik, LPKBN Citra Sains : Surakarta, 2016 Hadiwijono, Harun. 1983. Konsepsi Tentang Manusia dalam Kebatinan Jawa. Jakarta:

Sinar Harapan. Rosenthal, Mark, 2002, Understanding Installation Art: From Duchamp to Holzer,

Munich: Prestel. Setyawan, Agus Nur, “Meniti Jejak Makna Kesuburan dalam Simbolisasi Loro Blonyo”.

Jurnal Ilmiah Gradasi Vol 1 no. 1 Mei 2000, hal. 45-54 Subiyantoro, Slamet, “Patung Loro blonyo dalam Kosmologi Jawa”, dalam Jurnal Ilmiah

Humaniora, VOL. 21 NO. 2 Juni 2009. Sulistyo, Edy Try dan Jamal Wiwoho, “Studi Simbolisme Dan Identifikasi Seni Patung

Loro Blonyo Berbasis “Haki “ Sebagai Upaya Melestarikan Konsep Keseimbangan Lingkungan Sosial Budaya Masyarakat Jawa”, dalam Artikel

Satriana Didiek Isnanta, Much. Sofwan Zarkasi, Asmoro Nurhadi Panindias

Studi Penciptaan Karya Seni Instalasi “Mari Kita…!”

172 Vol. 12, No. 2, Desember 2020

Hasil Penelitian, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2009. Yudoseputra,W. 1993. Pengantar Wawasan Seni Budaya. Jakarta:Pusat Perbukuan

Depdikbud Primadi Tabrani, 2006, Kreativitas dan Humanitas, Yogyakarta, Jalasutra. Walker, John A, 1977, Glossary of Art, Architecture and design Since 1945, London,

Penerbit Clive Bingley LTD.