78
STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : TOMI MARLIN MANDAY NIM : 1113048000013 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARATA 1439 H/2018 M

STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

  • Upload
    vominh

  • View
    222

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS

KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

TOMI MARLIN MANDAY

NIM :

1113048000013

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARATA

1439 H/2018 M

Page 2: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

STUDI KONSEPTUAL MENGBNAI BADAN PENGA\ryAS KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memcnuhi salah satupersyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

Tonry Marlin Manday

N{M : 1i1304800{013

K O N S ENT RA S I II U KUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIYERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

AKARTA

1439 IJ|2018 M

Nur

!979A416201101 1004

Page 3: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

1. Ketr-ra

2. Sckcr-talis

3. Pernbiinbing

4. Penguji I

5 PcngLr;i II

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul STUDI KONSEPTUAL MENGEN; BADAN PENGAWAS

I(OMISI PEMBERANTASAN KORUPSI telah diujian dalain sidang munaqasyah

padaZ Agustus 2018. Skripsi ini telali diterima sebagai salah satu syat'at memperoleh

Gelar Sariana Hukurn (SH) pada Program Studi Ilmu Hukum.

19691216 199603 1 001

PANITIiT UJIAN

Dr. H. Asep Syarifirddin Hicla),at. S.F{.. M.HNrP. 1969t121 199403 100r

Drs-@l'lulNiP 19660908 199s03 i ()01

Nur Rohim Yurrus. LLN4

NIP. 1979041620110i I 00,1

Dr. Alhtra. S.H.. M.HNIP. l 97202032001 0t t03 4

N'lara Siitan Ranrbe. S.FII." i\'(.H

-lakada,

Syariah

25 .Iu1i 2018

dan Hukum

Page 4: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

2.

1J.

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini rnerupakan hasil karya asli saya yang saya ajukan untuk memenuhisalah satu syarat memperoleh gelar Strata I (S1) di Universitas Islarn NegeriSyarif Hidayahrllah Jakada.

Semua sumber yang sa}a gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkansesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta.

Jika kemudian terbukti hasil karya ini bukan hasil saya atau merupakan jiplakanorang lain, makas saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UniversitasIslam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jaknrta,25 Juli 2018

tfi

Page 5: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

iv

ABSTRAK

Tomy Marlin Manday, NIM 1113048000013, STUDI KONSEPTUAL

MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI,

Strata satu (S1). Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Program Studi Ilmu

Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H/2018

M. Ix + 59 halaman 11 halaman lampiran.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui urgensi pembentukan lembaga Badan

Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi. Peneliti ini menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan pendekatan normatif. Sumber data terdiri dari data

sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, yaitu UUD NRI 1945 dan Undang-

Undang No.30 Tahun 2002 Tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi dan bahan

hukum sekunder, jurnal, artikel, dan karya ilmiah lainnya yang memiliki relevansi

dengan masalah peneliti. sedangkan metode analisis data yang digunakan ialah

metode analisis konseptual, yaitu pendekatan yang tidak beranjak dari aturan hukum

kerena belum ada aturan hukum, dan beranjak dari doktrin dan pandangan yang

berkembang dalam ilmu hukum dan menemukan pemahaman yang dijadikan sebagai

sandaran dalam memecahkan isu hukum. Hasil dari penelitian ini terdiri dari faktor

penyebab pembentukan Badan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi yakni,

penyalahgunaan wewenang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, kedua, pelanggaran

hukum yang dilakukan oleh komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi, ketiga,

penegakan kode etik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi. Sedangkan dampak

dari pembentukan badan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi yakni pertama,

menjaga dan meningkatkan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi, kedua,

menghindari potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia, ketiga, meminimalisir

penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang/kekuasaan serta pelanggaran hukum.

Kata Kunci : Urgensi pembentukan Dewan Pengawas Komisi Pemberantas Korupsi

Pembimbing : Nur Rohim Yunus, LLM.,

Sumber Rujukan dari 1949 sampai 2015.

Page 6: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

v

KATA PENGANTAR

بسم هللا الرحمان الرحيم

Assalamualaikum Wr. Wb

Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia yang tidak

terhingga banyakanya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan pada Nabi

Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang setia hingga

akhir zaman. Dengan mengucap Alhamdullilahi Robbil „alamin penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “STUDI KONSEPTUAL MENGENAI

BADAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI ”. Penelitian ini

merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti

dalam membuat penulisan ini, mengalami berbagai kesulitan, mengingat penulisan

tersebut terbilang masih baru, namun hal ini dijadikan motivasi untuk menggapai

cita-cita lebih tinggi. Terciptanya penulisan ini tidak terlepas dari pengetahuan

keilmuan peneliti dapatkan dari berbagai sumber. Oleh karena itu, dalam kesempatan

ini ingin peneliti sampaikan dengan setulus hati ucapan terima kasih kepada Yang

Terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu

Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu

Page 7: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

vi

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan

serta masukan atas penyusunan skripsi.

3. Nur Rohim Yunus, LL.M., dosen Pembimbing yang telah bersedia

menyediakan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan saran dan

masukan terhadap proses penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Guntur F. Psisanto, S.E., S.H., M.Hum., M.H., Tenaga Ahli Wakil Ketua

DPR-RI yang telah bersedia memberikan informasi maupun masukan

terhadap peneliti.

5. Prof. Dr. H. A. Salman Manggalatung, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Tata

Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan informasi

atau masukan terkait penelitian ini.

6. Kepala Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

7. Pihak-pihak yang telah memberikan kontribusi berupa doa, dukungan, dan

menjadi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.

Peneliti menyadari dalam penulisan skripsi ini banyak terdapat kekurangan dan

perbaikan. Namun, peneliti tetap berharap agar karya ilmiah ini dapat memberikan

manfaat bagi pembaca, kritik dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan dan

peyempurnaan karya ilmiah ini di masa mendatang. Akhir kata, peneliti

mengucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 25 Juli 2018

Peneliti,

Tomy Marlin Manday

Page 8: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

vii

DAFTAR ISI

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING………………………………………i

LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………………….ii

LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………………iii

ABSTRAK………………………………………………………………………....iv

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..v

DAFTAR ISI……………………………………………………………………..vii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………….…………..... 1

B. Indetifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah……….... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………....... 6

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu……………………………….. 7

E. Metode Penelitian………………………………………………....... 8

F. Sistematika Penulisan……………………………………………….. 10

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Teori Pengawasan......................................................................... 12

2. Konsep Check and Balances dalam sistem ketatanegaraan

Indonesia........................................................................................ 16

3. Teori Produktifitas Kinerja............................................................ 19

B. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu.................................................... 22

BAB III : KELEMBAGAAN BADAN PENGAWAS KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI

A. Gagasan Awal Pembentukan Dewan Pengawasan Komisi

Pemberantasan Korupsi…………………............................................ 25

B. Landasan Hukum Pembentukan Badan Pengawas Komisi

Pemberantasan Korupsi……………………….................................... 29

C. Struktur, Fungsi dan Tugas Pengawasan Komisi Pemberantasan

Korupsi................................................................................................. 31

Page 9: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

viii

BAB IV : STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI

A. Faktor Penyebab Pembentukan Badan Pengawas Komisi

Pemberantasan Korupsi

1. Indikasi Penyalahgunaan Wewenang...........................................35

2. Pelanggaran Hukum yang dilakukan komisioner Komisi

Pemberantasan Korupsi................................................................38

3. Pelanggaran Kode Etik terhadap Komisi Pemberantasan

Korupsi.........................................................................................42

B. Dampak Pembentukan Badan Pengawas Komisi Pemberantasan

Korupsi

1. Menjaga dan Meningkatkan Kinerja Komisi Pemberantasan

Korupsi.........................................................................................45

2. Menghindari Potensi Pelanggaran Hak Asasi Manusia...............47

3. Meminimalisir Penyimpangan dan Penyalahgunaan

wewenang/kekuasaan serta Pelanggaran Hukum........................ 49

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………........... 54

B. Rekomendasi……………………………………………………….... 55

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 56

LAMPIRAN

Page 10: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasca Reformasi salah satu perkembangan tata Negara Indonesia ialah

terlahirlah berbagai lembaga-lembaga Negara non-struktural, sebagai

responsibilitas terhadap kompleksnya problematika yang ada. Hal ini didasari

bahwa semakin banyaknya kebutuhan maka akan semakin berkembang pula

institusi untuk mengorganisirnya, sebagai bentuk dari invinitive organization.

Komisi Pemberantasan Korupsi adalah salah satu lembaga independen

yang berdiri sejak tahun 2003. Komisi Pemberantasan Korupsi berdiri karena

budaya korup yang sudah menjalar di berbagai lini penyelenggara Negara, tak

terkecuali terhadap kepolisian dan kejaksaan, sehingga korupsi di Indonesia telah

mengakar dan membudaya.1 Lahirnya Komisi Pemberantasan Korupsi

dikarenakan lemahnya penegakan hukum Komisi Pemberantasan Korupsi

dibentuk bukan untuk mengambil alih tugas dan kewenangan yang ada

sebelumnya Penjelasan undang-undang menyebutkan peran Komisi

Pemberantasan Korupsi sebagai trigger mechanisme, yang berarti mendorong atau

sebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang

telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.2

Dengan berbagai tugas pokok dan fungsinya, tercatat Komisi

Pemberantasan Korupsi selama perjalanannya telah menuliskan tinta emasnya

dengan menyelamatkan keuangan Negara, baik secara preventif maupun refresif.

Paling tidak tingkat kepuasan masyarakat terhadap Komisi Pemberantasan

Korupsi cukup memuaskan, dan telah banyak pelaku-pelaku pidana korupsi yang

diadili dan dipidanakan serta menyelamatkan miliar rupiah aset Negara.3

1Chaerudin, dkk, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi,

(Bandung: PT Refika Aditama, 2009), h.20.

2http://Komisi Pemberantasan Korupsi.go.id/id/tentang-Komisi Pemberantasan

Korupsi/sekilas-Komisi Pemberantasan Korupsi, di akses 12 februari 2017, pukul 15.00.

3 Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama Komisi Pemberantasan Korupsi edisi

kedua, (Jakarta: Sinar grafika, 2010). h.19.

Page 11: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

2

Komisi Pemberantasan Korupsi dewasa ini, diposisikan sebagai salah satu

lembaga Negara independen4, bekerja secara mandiri, dan non intervensi. Hal ini

didasari pada karakteristik lembaga lembaga non-struktural lainnya, yang dalam

mekanisme pemilihan melalui panitia seleksi yang dibentuk oleh presiden dan

untuk selanjutnya dilakukan uji kelayakan dan kepatutan di Dewan Perwakilan

Rakyat.

Dengan karakteristik independen ini, Komisi Pemberantasan Korupsi

sejatinya dicitakan untuk melangsungkan tugas dan wewenangnya berdasarkan

undang-undang dan non intervensi, dari kekuasaan legislatif eksekutif dan

yudikatif. Karena pada hakikatnya, ketiga komponen cabang kekuasaan tersebut

merupakan komponen utama dalam penyelenggaraan Negara yang juga objek dari

pada pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menentukan kerugian

Negara.

Setelah lebih dari satu dasawarsa, Komisi Pemberantasan Korupsi ternyata

tidak luput dari berbagai hal yang dinilai menyebabkan hilangnya proporsionalitas

dan kredibilitas dalam mengawal pemberatasan korupsi. Hal tersebut penulis

landasi dari berbagai kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dan kerangka hukum

yang melatar belakangi.

Dalam konsep Negara hukum yang ada pada UUD 1945 pada pasal 3 ayat

(1), berbagai tindak tanduk pemerintah maupun masyarakat haruslah didasari pada

hukum yang disepakati dan diinstitusikan. Atas dasar tersebutlah Komisi

Pemberantas Korupsi berhak dan berwenang dalam menjalankan pemberantasan

korupsi di dalam hukum positif negeri ini.

Perjalanan Komisi Pemberantasan Korupsi, selama satu dasawarsa

memang tidaklah dapat dinafikan telah memberikan kontribusi yang besar dalam

pembangunan dan perekonomian Negara dari prilaku-prilaku korup. Komisi

Pemberantasan Korupsi mengklaim telah berhasil menyelamatkan keuangan

negara dengan memberi kontribusi kepada negara sebesar Rp 270 triliun dalam

kegiatan pencegahan korupsi sejak tahun 2010-2014. Jumlah tersebut jauh lebih

4 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I, (Jakarta: Konstitusi Press,

2006), h. 2-3.

Page 12: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

3

besar dibandingkan penyelamatan uang negara lewat penindakan Komisi

Pemberantasan Korupsi yang hanya mencapai Rp 1,3 triliun sejak 2004.5

Dasar hukum pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi ini adalah

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.6 Akan tetapi setelah 15 tahun didirikan, menurut data yang

dikeluakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, terjadi penurunan terhadap

kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi yang dimana pada 2015 turun pada 88,9%

dibandingkan pada tahun 2011 mencapai 111,9%.7 Komisi Pemerantasan Korupsi

menerima laporan sedikitnya 32 laporan Korupsi dalam satu hari. Namun sejak ,

Komisi Pemberantasan Korupsi hanya mampu menangani 285 kasus.

Table 1.1 Kasus korupsi yang ditangani dari 2015 hingga sekarang

Pelanggar Kasus Kerugian

Negara

Denda Durasi

penjara

Ismet

Abdullah

Gubernur

pulau riau,

mark-up

pengadaan

mobil

pemadam

kebakaran

5,5 Miliar 100 Juta 2 tahun

Wahyudi

Purnomo

Pengadaa

n surat suara

7,9 Miliar 50 Juta 2 Tahun

Zulkarnain Pengadaa 35 Milliar 300 Juta 15 Tahun

5https://www.Komisi Pemberantasan Korupsi.go.id/id/berita/berita-sub/2641-Komisi

Pemberantasan Korupsi-selamatkan-uang-negara-rp-270-t, di akses 12 februari 2017 Pukul 19.41

WIB. 6Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I, (Jakarta: Konstitusi Press,

2006), h.2-3.

7https://www.KomisiPemberantasanKorupsi.go.id/images/pdf/LAKIP/LAKIP_TAHUN_20

15.pdf diakses 12 februari 2016 pukul 15.58 WIB.

Page 13: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

4

Jabar n Al-quran

Nunun

Nurbaeti

Penyuapa

n Anggota

DPR

24 Milliar 150 Juta 2,5

Tahun

Dalam berbagai catatan peneliti, terdapat beberapa faktor yang melatar

belakangi penilaian ketidakproporsionalitas dan lemahnya kinerja Komisi

Pemberantasan Korupsi. Salah satunya adalah lemahnya supervisi dan koordinasi

Komisi Pemberantasan Korupsi yang dinilai menyebabkan ketimpangan

wewenang antar lembaga penegak hukum. Terkait luasnya kewenangan yang

dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi dibandingkan dengan instansi Kepolisian

dan Kejaksaan. Ada potensi tumpang tindih dalam penggunaan wewenang antara

ketiga lembaga tersebut. Dalam contoh kasus dugaan korupsi proyek simulator

roda dua dan roda empat ujian surat izin mengemudi (SIM) yang melibatkan

petinggi anggota kepolisian sebagai tersangka, kasus ini berujung ditariknya 20

penyidik Kepolisian di Komisi Pemberantasan Korupsi yang secara tidak

langsung melemahkan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam

memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia.8

Berbagai kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dalam proses penetapan

tersangka dalam melaksanakan tugas penyelidikan (baik melalui penyadapan,

maupun mekanisme kolektif kolegial). Disamping itu, jika melihat dari

kedudukan lembaga Negara, maka jangkauan terhadap kewenangan Komisi

Pemberantasan Korupsi yang super body, secara yuridis normatif hanya

didasarkan pada pengawasan internal Komisi Pemberantasan Korupsi oleh deputi

pengawasan komisi pemberantasan korupsi.

Melihat dari sudut pandang yuridis, dan konsep lembaga Negara, maka

sejatinya harus melahirkan kejelasan konseptual yang dapat dijalankan secara

tataran praktis dan normatif. Sehingga penulis terilhami untuk mencoba meneliti

8 Ida Bagus Surya Darmajaya, Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI) Dalam Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di

Indonesia, (Bali: Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2008), h. 5.

Page 14: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

5

pengawasan dalam mengawal Penegakkan hukum Komisi Pemberantasan

Korupsi.

Dalam hal sistem pengawasan secara teori, pengawasan pada dasarnya

diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan

atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Pengawasan juga dapat

mendeteksi seluas apa kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana

penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut. Menurut Saiful

Anwar, pengawasan atau kontrol terhadap tindakan aparatur pemerintah

diperlukan agar pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan dapat mencapai tujuan

dan terhindar dari penyimpangan-penyimpangan.9

Melihat kondisi tersebut perlunya dibentuk suatu Badan Pengawas

lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi yang saat ini diberi nama Badan

Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi, yang tidak hanya internal tetapi juga

eksternal. Peneliti berfokus pada sebuah pembahasan badan pengawasan, dan

menyusun skripsi dengan judul : STUDI KONSEPTUAL MENGENAI

BADAN PENGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI.

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti mengindetifikasi

beberapa masalah dari penelitian ini sebagai berikut:

a. Lemahnya Pengawasan didalam Komisi Pemberantasan Korupsi,

b. Ketidak Profosionalitas Komisi Pemberantasan Korupsi dalam

pemberantasan Korupsi.

c. Tidak adanya pengawasan terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan

Korupsi.

d. Salah satu lembaga independen yang tidak ada badan pengawas

eksternal.

9 Saiful Anwar., Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, (Glora Madani Press, 2004),

h.127.

Page 15: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

6

2. Pembatasan Masalah

Menimbang cukup luasnya cakupan Pengawasan Komisi Pemberantasan

Korupsi maka dalam hal ini peneliti hanya akan memfokuskan pada perlunya

pembentukan Badan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi baik internal

maupun eksternal.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, salah satu lembaga

independen yang tidak memiliki pengawasan di bidang eksternal, turunnya

kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi di Indonesia, lemahnya pengawasan

di Komisi Pemberantasan Korupsi.

Rumusan masalah tersebut penulis rinci dalam bentuk petanyaan peneliti

sebagai berikut:

a. Apa faktor penyebab pembentukan Badan Pengawas Komisi

Pemberantasan Korupsi?

b. Bagaimana dampak pembentukan Badan Pengawas Komisi

Pemberantasan Korupsi terhadap kinerja Komisi Pemberantasan

Korupsi?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tentang

bagaimana pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi yang tanpa adanya

pengawasan yang disamping itu lembaga tersebut memiliki wewenang yang

superbody, sedangkan secara khususnya:

a. Untuk mengetahui faktor pembentukan Badan Pengawasan Komisi

Pemberantasan Korupsi.

b. Untuk mengetahui dampak pembentukan Badan Pengawas Komisi

Pemberantasan Korupsi terhadap kinerja Komisi Pemberantasan

Korupsi.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Page 16: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

7

Secara teoritis diharapkan dapat menambah pengetahuan dan

wawasan dalam bidang hukum kelembagaan Negara, lembaga non-

struktural, dan lembaga independen hukum, ketatanegaraan yang

berkaitan.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan

sebagai berikut:

1) Memberi Pengetahuan kepada Masyarakat secara umum tentang

butuhnya pengawasan external lembaga Komisi Pemberantasan Kopusi.

2) Memberi saran kepada Badan Ekekutif dan Badan Legislatif tentang

perlunya pembentukan pengawasan ekternal di Komisi Pemberantasan

Korupsi.

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dari literatur yang telah ditelaah dalam rangka penulisan penelitian ini,

terdapat beberapa karya tulis dan buku yang dijadikan acuan untuk penulisan

penelitian.

1. Eva Yuliani, Tugas dan Wewenang Kejaksaan dan Komisi Pemberantasaan

Korupsi dalam penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatulllah Jakarta, 2009 Dalam skripsi ini membahas

tentang bagaimana perbandingan wewenang dan tugas Kejaksaan dengan

Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Penelitian ini, peneliti mencari

apakah lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi dibutuhkan sebuah Badan

Pengawas Untuk menunjang dari kinerja dan wewenang dari Komisi

Pemberantasan Korupsi.

2. Kewenangan Komisi Pemerantasan Korupsi dan Kepolisian Negara Republik

Indonesia dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi, ditulis oleh Sri Hayati

mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2013, bersubtansi meninjau kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi

Page 17: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

8

dalam menyidik yang mana merupakan tugas dari POLRI perbedaan dengan

peneliti, Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga yang memiliki

wewenang yang superbody yang dimana dalam hal pengawasan secara

external tidak ada yang mengatur dalam undang-undang.

3. Buku berjudul Politik Pemberantasan Korupsi Strategi Independent

Commission Against Corruption (ICAC) Hongkong Dan Komisi

Pemberantasan Korupsi Indonesia ditulis oleh Rizki Febari diterbitkan oleh

yayasan pustaka obor Indonesia jakarta 2015 bersubstansi tentang strategi

yang diterapkan oleh ICAC pada Komisi Pemberantasan Korupsi di

Indonesia. Perbedaan dengan peneliti adalah peneliti berfokus dalam

pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak ada batasan

kewenagannya.

4. Jurnal Hukum kajian yuridis mengenai kewenangan komisi pemberantasan

korupsi sebagai penyidik dan penuntut umum tindak pidana pencucian uang

yang berasal dari tindak pidana korupsi yang ditulis oleh Komang Sinta

Prabawati mahasiswa Universitas Atma Jaya Jogjakarta bersubstansi tentang

kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai penyidik dalam tindak

pidana pencucian uang hasil dari korupsi yang merupakan kewenagan POLRI

perbedaan dengan peneliti adalah di dalam skripsi saya memaparkan tentang

kejelasan hukum tentang aspek dari pengawasan dalam hal kinerja dari

Komisi Pemberantasan Korupsi, dikarenakan kewenangan Komisi

Pemberantasan Korupsi yang super body, sehingga menimbulkan

kekhawatiran yang berpotensi untuk penyalahgunaan wewenang yang

diamanahi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini antara lain adalah

pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan

konseptual (conceptual approach) dalam rangka mengupas lebih dalam dan

menjawab masalah yang ada di dalam penelitian ini. Pendekatan perundang-

Page 18: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

9

undangan ialah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-

undang dan regulasi yang bersangkut paut isu hukum yang ditangani.

10Pendekatan konseptual adalah pendekatan yang tidak beranjak dari aturan

hukum karena belum ada aturan hukum, beranjak dari pandangan dan doktrin

yang berkembang dalam ilmu hukum dan menemukan pemahaman yang

dijadikan sandaran dalam memecahkan isu hukum.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah penelitian

kepustakaan, yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan berbagai bahan

yang berasal dari berbagai buku, artikel, jurnal, makalah, koran, serta bahan-

bahan lainnya yang berkaitan dengan masalah yang diangkat, serta penelitian

hukum normatif, yaitu penelitian yang mengkaji studi dokumen, yakni

menggunakan berbagai data sekunder seperti peraturan perundang-undangan,

teori hukum, dan dapat berupa pendapat para sarjana

3. Metode Pengumpulan Data

Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Studi pustaka (library research) yaitu dengan cara membaca buku-buku dan

mempelajari literature-literatur yang selanjutnya diolah dan dirumuskan

secara sistematis sesuai dengan masing-masing pokok bahasannya. Terkait

studi konspetual mengenai badan pengawas ekternal Komisi Pemberantasan

Korupsi.

4. Sumber Data

a. Data sekunder, yang terdiri dari:

1) Bahan primer, di dalamnya termasuk UUD NRI 1945 dan Undang-

Undang No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi.

2) Bahan hukum sekunder, di dalamnya termasuk buku, makalah,

jurnal, artikel, dan bahan kepustakaan lainnya.

b. Data primer, yang terdiri dari wawancara terkait masalah yang akan

diteliti.

10

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: kencana prenada media group,

2011), h.93.

Page 19: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

10

5. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan penelitian ini dalam mengumpulkan data adalah

studi dokumen. Studi dokumen adalah metode pengumpulan data yang

ditunjuk langsung kepada subjek penelitian. Studi dokumen adalah jenis

pengumpulan data yang meneliti berbagai macam dokumen yang berguna

untuk bahan analisis.

6. Metode Analisa Data

Analisa bahan hukum dalam penelitian skripsi ini menggunakan metode

analisis deskriptif dimana peneliti akan menganalisis sebuah studi konseptual

mengenai pembentukan Badan Pengawas ekternal pada Komisi

Pemberantasan Korupsi dan data-data yang dikumpulkan kemudian dikelola

sehingga menemukan sebuah kebenaran untuk menjawab sebuah persoalan

dalam penelitian.

7. Teknik Penulisan

Teknik penelitian dan pedoman yang digunakan peneliti dalam skripsi ini

disesuaikan kaidah-kaidah penelitian karya ilmiah dan buku “Pedoman

Penelitian Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017”

F. Sistematika Penulisan

Dalam memaparkan isi penelitian ini secara menyeluruh maka peneliti

menggunakan sistematika penelitian skripsi sebagai berikut :

BAB I, Pendahuluan. Dalam bab ini peneliti menjelaskan terkait latar

belakang masalah, perumusan masalah dan pembatasan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, tinjauan kajian terdahulu, , metode penelitian, sistematika

penelitian.

BAB II, Tinjauan Umum Tentang Pengawasan Lembaga Negara, pada bab

ini diuraikan mengenai (a) Teori pengawasan (b) asas check and balance (c) Teori

Page 20: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

11

produktivitas. Yang memaparkan tetntang teori yang bersangkutan dengan hal

pengawasan, produkivitas kinerja dan adanya asas check and balances

BAB III, Kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam bab ini

peneliti akan menjabarkan tentang gagasan awal pembentukan dewan pengawas

komisi pemberantasan korupsi, landasan hukum pembentukan badan pengawasan

dan stuktur, tugas dan fungsi badan pengawasan komisi pemberantasan korupsi.

BAB IV, Studi Konseptual Mengenai Badan Pengawas Komisi

Pemberantasan Korupsi, dalam bab ini peneliti menejelaskan faktor penyebab

pembentukan badan pengawasan komisi pemberantasan korupsi dan dampak

pembentukan badan pengawasan komisi pemberantasan korupsi.

BAB V Penutup. Berisi kesimpulan dan rekomendasi peneliti yang didapat

berdasarkan pemaparan dari bab-bab sebelumnya.

Page 21: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

12

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Teori Pengawasan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia istilah kata pengawasan berasal

dari kata awas, sehingga pengawasan memiliki makna kegiatan mengawasi

yang dalam artinya melihat sesuatu dengan seksama.1 Dimana memiliki satu

tujuan penting yang hanya melaporkan hasil kegiatan. Sedangkan dalam

bahasa Inggris disebut dengan controlling yang diartikan dengan istilah

pengawasan. Akan tetapi menurut salah satu ahli, Winardi Mengatakan

bahwa pengawasan tidak hanya melihat dan sesuatu dengan seksama dan

melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti

memperbaiki dan meluruskan, sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan

apa yang direncanakan. Pengawasan termasuk pengendalian yang mempunyai

sifat preventif dan represif.

Menurut Sujamto dalam bahasa Indonesia fungsi controlling mempunyai

pandangan yakni pengawasan dan pengendalian. Pengawasan ini dalam arti

sempit, yang oleh Sujamto2 diberi definisi sebagai segala usaha atau kegiatan

untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang

1 Tim Penyusun Pusat Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), (Jakarta: Balai

pustaka, 2007) edisi-3, cek-4. h.90.

2 Sujamto, Beberapa pengertian di bidang pengawasan, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1983) h.17.

Page 22: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

13

pelaksanaan tugas atau pekerjaan apakah sesuai dengan semestinya atau

tidak. Adapun pengendalian itu pengertiannya lebih forcefull dibandingkan

pengawasan, yaitu segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan

mengarahkan agar pelaksanaan tugas atau pekerja berjalan sesuai dengan

semestinya.

Sementara itu pengawasan dikenal dan dikembangkan dalam ilmu

manajemen karena pengawasan merupakan salah satu unsur dalam kegiatan

pengelolaan. Henry Fayol menyebutkan: “control consist in verifying wether

everything occur in conformity with the plan adopted, the instruction issued

and principle estabilished. It has for object to point out weaknesses in error

in order to rectify then and preventrecurrance”. Dari pengertian ini dapat

dilihat bahwa pengawasan hakekatnya merupakan suatu penilaian apakah

sesuatu sudah berjalan sesuai dengan yang telah ditentukan. Dengan

pengawasan ini akan dapat ditemukan kesalahan–kesalahan yang akan dapat

diperbaiki dan yang paling terpenting jangan sampai kesalahan tersebut

terulang kembali.

Selanjutnya, Muchsan mengemukakan bahwa pengawasan adalah kegiatan

untuk menilai suatu pelaksanaan tugas secara de facto, sedangkan tujuan

pengawasan hanya terbatas pada pencocokan apakah kegiatan yang

dilaksanakan telah sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapkan

sebelumnya.3

3 Sirajun dkk., Hukum Pelayanan Publik. ( Malang ; Setara press, 2012), h.126.

Page 23: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

14

Dalam konteks yang lebih luas maka arti dan makna pengawasan lebih

bercorak pada pengawasan yang berlaku pada organisasi dan birokrasi. Jika

ditarik dalam makna yang lebih luas dan kompeherensif, maka pengawasan

dapat dilihat dari beberapa segi yakni :

a. Kontrol sebagai penguasaan pemikiran;

b. Disiplin sebagai kontrol diri;

c. Kontrol sebagai sebuah makna simbolik.

Kontrol tidak terbatas pada prosedur formal dalam penyelenggara

organisasi. Kontrol bisa digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang sesuai

dengan keinginan kelompok tertentu. Kontrol dikonstruksikan beragam.

“Selain menciptakan suasana horor dan kondisi chaos, sebuah sitem

kekuasaan, dalam rangka semakin menumbuhkan kepatuhan total terhadap

kekuasaan, menciptakan berbagai kontrol yang sistematis terhadap pikiran

dan jiwa masyarakat. Ia mengembangkan semacam penjara pikiran. Wacana

pikiran atau filsafat yang dikembangkan oleh penguasa tidak lagi berkaitan

dengan upaya–upaya pengembangan daya nalar, daya kritis, daya analitis,

daya kreatifitas, daya imajinasi yang didukung oleh sikap obyekifitas,

kejujuran, sportivitas, kebijaksanaan atau kearifan akan tetapi telah

dikontaminasi oleh model–model wacana pemikiran yang berdasarkan

kepatuhan, loyalitas, pembelaan buta dan ketakutan.”4

Antonio Gramsci melalui konsep hegemoni berbicara mengenai penguasaan

pemikiran. Menurutnya, masyarakat sipil dan masyarakat politik adalah dua level

suprastruktur yang masing–masing menjalankan fungsi kontrol sosial politik

dalam pengertian berbeda.

“kedua level ini pada fungsi “hegemoni” dimana kelompok dominan

menangani keseluruhan masyarakat dan disisi lain berkaitan dengan

“dominasi langsung” atau perintah yang dilaksanakan diseluruh negara dan

pemerintah yuridis”5

Atas pandangan di atas, Mahadi Sugiono memberikan komentar sebagai berikut:

4 Yasraf Amir Piliang, Sebuah dunia yang menakutkan, Mesin – mesin Kekerasan

dalam jagad raya (Bandung:Mizan, 2001), h 53-54.

5 Anthon F Susanto,Wajah peradilan kita. (Bandung; Refika Aditama,2004), h.55.

Page 24: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

15

“perbedaan yang dibuat Gramsci antara masyarakat sipil dan masyarakat

politik seperti yang diuraikan sebelumnya, sesungguhnya tidak sejelas yang

terlihat dan pembedaan itu dibuat hanya semata untuk kepentingan analitis

semata. Dibagian lain, karya yang sama dengan jelas ia menunjukan bahwa

kedua suprastruktur itu pada kenyataannya, sangat diperlukan satu dan

lainnya tidak bisa dipisahkan. Bahwa kedua level itu sangat diperlukan bisa

dilihat dengan gamblang dalam konsepsi Gramsci tentang negara yang lebih

luas, dimana ia ditunjuk sebagai “negara integral”, yang meliputi tidak

hanya masyarakat politik tetapi juga masyarakat sipil.”6

Hal tersebut diperkuat dalam hal kenyataan pada praktek di negara

Indonesia dimana istilah controlling yang sama diartikan dengan istilah

pengawasan, dimana memiliki kandungan arti yang sangat luas, yakni tidak hanya

sifat melihat dan melaporkan hasil yang diawasi, akan tetapi mengandung makna

pengendalian atau menggerakkan, yang memiliki tujuan memperbaiki,

meluruskan dengan cara diawasi untuk mencapai tujuan sesuai apa yang telah di

rencanakan.

Secara teori terdapat beberapa definisi pengawasan, salah satunya yaitu

pengawasan adalah setiap usaha atau tindakan dalam rangka untuk mengetahui

seauh mana pelaksanaan tugas yang dilaksanakan menurut ketentuan dan sasaran

yang hendak dicapai. Adapun maksud dari dilakukannya pengawasan yaitu:7

a. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak

b. Memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan

mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahan-kesalahan

yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru;

c. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat

pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak;

6 Mahadi Sugiono, Kritik Antonio Gramsci terhadap Pembangunan Dunia

Ketiga.(Yogyakarta;pustaka pelajar, 1999), h.36.

7 Komisi Hukum Nasional Indonesia, Laporan Akhir Administrasi Peradilan:

Pembentukan Lembaga Pengawasan Sistem Peradilan Terpadu, (Jakarta: MaPPi-FHUI,

2003), h.47.

Page 25: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

16

d. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam

rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan apa yang

direncanakan;

e. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan

dalam planning.

Sedangkan tujuan dilakukannya pengawasan yaitu:8

a. Agar terciptanya aparatur pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang

didukung oleh sesuatu sistem manajemen pemerintahan yang berdaya guna

dan berhasil guna;

b. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan pemerintahan;

c. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijakan dan

perintah;

d. Menertibkan koordinasi kegiatan-kegiatan.

e. Mencegah pemborosan dan penyelewengan;

f. Menjamin terwujudnya kepuasaan masyarakat atas barang atau jasa yang

dihasilkan.

g. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi.

Pada umumnya pengawasan dapat dibedakan menjadi:9

a. Pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung

1) Pengawasan Langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan secara

pribadi oleh pimpinan atau pengawas yang mengamati, meneliti,

memeriksa, dam mengecek sendiri ditempat pekerjaan, serta menerima

laporan-laporan secara langsung.

2) Pengawasan Tidak Langsung, yaitu pengawasan yang dilakukan dengan

mempelajari laporan-laporan yang diterima dari pelaksana baik lisan

8 Komisi Hukum Nasional Indonesia, Laporan Akhir Administrasi Peradilan:

Pembentukan Lembaga Pengawasan Sistem Peradilan Terpadu, (Jakarta: MaPPi-FHUI,

2003), h.48.

9 Komisi Hukum Nasional Indonesia, Laporan Akhir Administrasi Peradilan:

Pembentukan Lembaga Pengawasan Sistem Peradilan Terpadu, h.50.

Page 26: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

17

maupun tertulis, serta mempelajari pendapat-pendapat masyarakat dan

sebagainya.

b. Pengawasan Preventif dan Represif

1) Pengawasan Preventif, yaitu pengawasan yang dilakukan melalui

preaudit pekerjaan dimulai. Misalnya megadakan pengawasan terhadap

persiapan-persiapan rencana kerja, rencana anggaran, rencana

penggunaan tenaga dan sumber-sumber lainnya;

2) Pengawasan Represif, yaitu pengawasan yang dilakukan melalui

posaudit dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan ditempat (inspeksi),

meminta laporan pelaksanaan, dan sebagainya.

c. Pengawasan Intern dan Ekstern

1) Pengawasan Intern, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat

dalam organisasi itu sendiri;

2) Pengawasan Ekstern, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparat

dari luar organisasi itu sendiri.

2. Konsep Checks and Balances dalam sistem ketatanegaraan Indonesia

Lahirnya konsep check and balances didasari pada pemikiran akan

pentingnya pembatasan kekuasaan, dikarenakan kekuasaan yang tidak

dibatasi akan cenderung disalahgunakan. Maka para ahli membuat

perkembangan dengan adanya teori pemisahan kekuasaan yang pertama kali

dikenalkan oleh John Locke. Pemisahan Kekuasaan dilakukan dengan

memisahkan kekuasaan menjadi 3 bentuk, yaitu kekuasaan legislatif

(legislative power), kekuasaan eksekutif (executive power), dan kekuasaan

federatif (federative power).

Kekuasaan legislatif adalah kekuasaan lembaga membentuk undang-

undang dan peraturan-peraturan yang sifatnya fundamental lainnya.

Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan melaksanakan peraturan-peraturan

yang dibuat oleh kekuasaan legislatif. Kekuasaan federatif adalah kekuasaan

yang berkaitan dengan hubungan luar negeri, kekuasaan menentukan perang,

Page 27: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

18

perdamaian, liga, aliansi antarnegara, dan perjanjian-perjanjian dengan negara

asing.

Kemudian tiga cabang kekuasaan ini kemudian dikembangkan oleh Baron

Montesquieu, teori ini dikenal dengan teori trias politica. Dalam teorinya,

kekuasaan politik dibagi dalam 3 bentuk, yaitu kekuasaan legislatif,

kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Kekuasaan legislatif yaitu

kekuasaan yang berhubungan dengan pembentukan hukum atau undang-

undang suatu negara. Kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan yang

berhubungan dengan penerapan hukum tersebut. Sedangkan yudikatif adalah

kekuasaan kehakiman.

Kemudian menurut Montesquieu, ketiga fungsi kekuasaan Negara tersebut

harus dilembagakan masing-masing dalam tiga organ Negara. Satu organ

hanya oleh menjalankan satu fungsi saja dan tidak boleh saling mencampuri

urusan organ lain, yang masing-masing dalam arti mutlak. Jika tidak

demikian, kebebasan akan terancam. Namun pada kenyataannya, teori yang

diidealkan Montesquieu tidak dapat diterapkan pada Negara-negara dewasa

ini. Dalam kenyataannya ketiga cabang kekuasaan tersebut bersifat sederajat

dan saling berhubungan satu sama lainnya. Dari sinilah dasar teori check and

balances dikembangkan.

Prinsip check and balances menyatakan bahwa masing-masing cabang

pemerintahan membagi sebagian kekuasaannya pada cabang yang lain dalam

rangka pembatasan tindakan-tindakannya, terkait erat pula dengan konsep

pemisahan kekuasaan. Kekuasaan ini yang terbagi semacam ini dapat

mencegah absolutisme dan korupsi kekuasaan yang timbul karena kekuasaan

tanpa pengawasan dan pembatasan.10

Dalam hal menata kekuasaan lain di luar tiga kekuasaan yang diprakarsai

oleh Montesquieu, Crince le Roy menyimpulkan bahwa dalam sistem

pemerintahan juga harus membangun sistem check and balances. Menurut

Crince le Roy negara merupakan lembaga penertib. Bagi Crice le Roy sistem

10

Ni’matul Huda, Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi, cet. Ke-1,

(Yogyakarta: UII Press, 2007), h.65

Page 28: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

19

kekuasaan adalah sistem yang terbuka, setiap lembaga yang berkerja dalam

tahap proses penertiban dilengkapi dengan kekuasaan, mengambil keputusan

dan turut menentukan kebijakan, maka badan atau lembaga tersebut

merupakan suatu representative dari kekuasaan yang dimana keputusan-

keputusan tersebut diambil. Sehingga sistem pengawasan dan keseimbangan

yang tepat dalam hal ini ialah sistem check and balances.11

Sistem check and balances atau pengawasan dan keseimbangan dapat

diartikan karena setiap cabang kekuasaan dapat mengawasi dan mengimbagi

setiap cabang kekuasaan lainnya. Dimana pada cakupan check and balances

adalah tidak ada lembaga pemeritahan yang supreme.12

Sebagaimana yang

dikatakan oleh Miriam Budiardjo berikut:13

“Check and balances ini yang mengakibatkan suatu cabang kekuasaan

dalam batas-batas tertentu dapat turut campur dalam tindakan cabang

kekuasaan lainnya, tidak dimaksud untuk memperbesar efisiensi kerja

tetapi untuk membatasi kekuasaan dari setiap cabang kekuasaan secara

efektif.”

Check and balances mengacu pada variasi atau aturan prosedur yang

memungkinkan satu cabang kekuasaan membatasi kekuasaan lainnya.14

Judicial review adalah bukti pelanggaran batas atas prinsip pemisahan

kekuasaan, demikian juga impeachment presiden oleh legislative. Tindakan-

tindakan saling mengimbangi dan mengawasi yang sekarang ini dipahami

sebagai check and balances. Gagasan ini menjadi niscaya karena berlakunya

UUD 1945 dalam tiga periode sistem politik ternyata Indonesia tak pernah

11 Crince le Roy, Kekuasaan Ke-empat Pengenalan Ulang, diterjemahkan oleh

Soehadjo, tanpa cetakan, (Semarang: 1981), h.42.

12 R.M.A.B.Kusuma, “sistem Pemerintahan dengan Prinsip “check and balances”

Jurnal konstitusi, Vol. 1 Nomor 2 Desember (2004), h.143.

13 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h.153.

14 Hamdan Zoelva, Pemakzulan Presiden di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011),

h.63.

Page 29: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

20

lahir sistem politik yang demokratis sehingga timbul korupsi dalam berbagai

bidang kehidupan.15

Sistem check and balances mulai di terapkan setelah amandemen UUD

1945. Setiap cabang kekuasaan saling mengawasi dan mengimbangi

pemerintahan lainnya. Prinsip pengawasan dan perimbangan ini dirancang

agar tiap cabang pemerintahan dapat membatasi kekuasaan pemerintahan

lainnya. Kedudakan MPR tidak lagi menjadi pusat dari segala cabang

pemerintahan dan tidak lagi menjadi lembaga tetrtinggi Negara yang

menjalankan sepenuhnya kedaulatan rakyat. Kedudukan MPR menjadi sejajar

dengan lembaga tinggi lainnya.

Reformasi membuka pintu bagi dilakukannya amandemen atas UUD

1945, maka yang cukup menonjol disuarakan adalah memasukan sistem

check and balances antara lembaga legislative, lembaga eksekutif, dan

lembaga yudikatif. Dalam hal hubungan antara presiden dan DPR, maka

dominasi presiden dalam proses legislasi digeser ke DPR. Dan jika dalam

waktu 30 hari sejak (disahkan) oleh presiden, maka RUU tersebut sah sebagai

UU dan wajib diundangkan tanpa harus ditandatangani oleh presiden [Pasal

20 ayat (1) dan ayat (5) UUD 1945 hasil perubahan]. Dalam hal hubungan

antara yudikatif dan legislatif diberi wewenang untuk menguji UU terhadap

UUD 1945.16

Hal ini berarti sistem check and balances dalam peyelenggaraan

kekuasaan memungkinkan adanya saling kontrol antara cabang kekuasaan

yang ada dan menghindari tindakan-tindakan hegemonic, tirantik dan

sentralisasi kekuasaan. Sistem ini mencegah terjadinya over lapping antar

15

Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara (Pasca Amandemen

Konstitusi), cet. Ke-2 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h.67.

16 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara (Pasca Amandemen

Konstitusi), cet. Ke-2 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), h.67

Page 30: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

21

kewenangan yang ada.17

Begitu juga pula dengan pendapat Jimly Asshiddiqie

adanya sistem check and balances mengakibatkan kekuasaan negara dapat

diatur, dibatasi bahkan dikontrol dengan sebaik-baiknya, sehingga

penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penyelenggaraan negara yang

menduduki jabatan dalam lembaga Negara dapat dicegah dan ditanggulangi

dengan sebaik-baiknya.18

3. Teori Produktifitas Kinerja

Pengertian produktivitas sangat berbeda dengan produksi. Tetapi produksi

merupakan salah satu komponen dari usaha produktivitas, selain kualitas dan

hasil keluarannya. Produksi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan

hasil keluaran dan umumnya dinyatakan dengan volume produksi, sedangkan

produktivitas berhubungan dengan efisiensi penggunaan sumber daya.

Prinsip dalam manajemen produktivitas adalah efektif dalam mencapai

tujuan dan efisien dalam menggunakan sumber daya. Unsur-unsur yang

terdapat dalam produktivitas :

a. Efisiensi

Produktivitas sebagai rasio output/input merupakan ukuran efisiensi

pemakaian sumber daya (input). Efisiensi merupakan suatu ukuran

dalam membandingkan penggunaan masukan (input) yang

direncanakan dengan penggunaan masukan yang sebenarnya terlaksana.

Pengertian efisiensi berorientasi kepada masukan.

b. Efektivitas

Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran

seberapa jauh target yang dapat tercapai baik secara kuantitas maupun

waktu. Makin besar presentase target tercapai, makin tinggi tingkat

efektivitasnya.

17

A. Fickar Hadjar, Pokok-Pokok Pikiran dan Rancangan Undang-Undang

Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: KRHN dan Kemiyraan, 2003), h.4

18 Jimlly Asshidduqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, sekertariat jendral dan kepanitraan Mahkamah Konstitusi RI, (Jakarta: cet-1 2006)

h.31

Page 31: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

22

c. Kualitas

Secara umum kualitas adalah ukuran yang menyatakan seberapa

jauh pemenuhan persyaratan, spesifikasi, dan harapan konsumen.

Kualitas merupakan salah satu ukuran produktivitas. Meskipun kualitas

sulit diukur secara matematis melalui rasio output/input, namun jelas

bahwa kualitas input dan kualitas proses akan meningkatkan kualitas

output.

Menurut Blocher, Chen, Lin Produktivitas adalah hubungan antara

berapa output yang dihasilkan dan berapa input yang dibutuhkan untuk

memproduksi output tersebut. Menurut Husien Umar produktivitas

mengandung arti sebagai perbandingan antara hasil yang dicapai (output)

denan keseluruhan sumber daya yang digunakan (input).19

Rumus

produktivitas sebagai berikut:

Produktivitas = Efektifitas menghasilkan output

Efisiensi menggunakan input

Dalam buku akuntansi biaya dan akuntansi manajemen untuk teknologi

maju dan globalisasi, supriyono mengemukakan produktivitas adalah:

Produktivitas berkaitan dengan memproduksi secara efisien dan

khususnya ditujukan pada hubungan antara keluaran dan masukan yang

digunakan untuk memproduksi keluaran tersebut.

Sedangkan menurut Basu Swasta dan Ibnu sukotjo Produktivitas adalah

suatu konsep yang menggambarkan hubungan antar hasil (jumlah barang dan

jasa yang diproduksi) dengan sumber (tenaga kerja, bahan baku, modal,

energy, dan lain-lain) yan g dipakai untuk menghasilkan barang tersebut.

Menurut Sinungan produktivitas dapat diartikan sebagai perbandingan antara

totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama

periode terbut. Dua aspek penting dalam produktivitas yaitu efisiensi dan

19 Blocher, Chen, Lin, Manajemen Biaya Buku I,(Jakarta: Salemba Empat, 2000), h.53

Page 32: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

23

efektivitas. Efisiensi berkaitan dengan seberapa baik berbagai masukan itu

dikombinasikan atau bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan.

Pentingnya arti produktivitas dalam meningkatkan kesejahteraan telah

disadari secara universal, tidak ada jenis kegiatan manusia yang tidak

mendapatkan keuntungan dari produktivitas yang ditingkatkan sebagai

kekuatan untuk menghasilkan lebih banyak barang-barang maupun jasa,

peningkatan produktivitas juga menghasilkan peningkatan langsung pada

standar hidup yang berada dibawah kondisi distribusi yang sama dari perolehan

produktivitas yang sesuai dengan masukan tenaga kerja. Produktivitas penting

dalam meningkatkan dan mempertahankan hasil kerja yang ada pada dasarnya

tidak lepas dari peningkatan dan pengefektifan mutu tenaga kerja. Dengan

undang-undang dapat mengimplementasikan dengan sungguh-sungguh dan

perlu adanya pengawasan sehingga dapat terwujudnya sesuai dengan tujuan

yang dicita-citakan yaitu masyarakat yang sejahtera dan produktif.20

B. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dari literatur yang telah ditelaah dalam rangka penulisan penelitian ini,

terdapat beberapa karya tulis dan buku yang dijadikan acuan untuk penulisan

penelitian.

1. Eva Yuliani, Tugas dan Wewenang Kejaksaan dan Komisi Pemberantasaan

Korupsi dalam penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatulllah Jakarta, 2009 Dalam skripsi ini membahas

tentang bagaimana perbandingan wewenang dan tugas Kejaksaan dengan

Komisi Pemberantasan Korupsi Dalam Penelitian ini, peneliti mencari

apakah lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi dibutuhkan sebuah Badan

Pengawas Untuk menunjang dari kinerja dan wewenang dari Komisi

Pemberantasan Korupsi.

2. Kewenangan Komisi Pemerantasan Korupsi dan Kepolisian Negara Republik

Indonesia dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi, ditulis oleh Sri Hayati

20

http://e-journal.uajy.ac.id/3551/3/2EA16466.pdf (diakses pada tanggal 26 juli 2017

pukul 20.30 WIB)

Page 33: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

24

mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2013, bersubtansi meninjau kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi

dalam menyidik yang mana merupakan tugas dari POLRI perbedaan dengan

peneliti, Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga yang memiliki

wewenang yang superbody yang dimana dalam hal pengawasan secara

external tidak ada yang mengatur dalam undang-undang.

3. Buku berjudul Politik Pemberantasan Korupsi Strategi Independent

Commission Against Corruption (ICAC) Hongkong Dan Komisi

Pemberantasan Korupsi Indonesia ditulis oleh Rizki Febari diterbitkan oleh

yayasan pustaka obor Indonesia jakarta 2015 bersubstansi tentang strategi

yang diterapkan oleh ICAC pada Komisi Pemberantasan Korupsi di

Indonesia. Perbedaan dengan peneliti adalah peneliti berfokus dalam

pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak ada batasan

kewenagannya.

4. Jurnal Hukum kajian yuridis mengenai kewenangan komisi pemberantasan

korupsi sebagai penyidik dan penuntut umum tindak pidana pencucian uang

yang berasal dari tindak pidana korupsi yang ditulis oleh Komang Sinta

Prabawati mahasiswa Universitas Atma Jaya Jogjakarta bersubstansi tentang

kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai penyidik dalam tindak

pidana pencucian uang hasil dari korupsi yang merupakan kewenagan POLRI

perbedaan dengan peneliti adalah di dalam skripsi saya memaparkan tentang

kejelasan hukum tentang aspek dari pengawasan dalam hal kinerja dari

Komisi Pemberantasan Korupsi, dikarenakan kewenangan Komisi

Pemberantasan Korupsi yang super body, sehingga menimbulkan

kekhawatiran yang berpotensi untuk penyalahgunaan wewenang yang

diamanahi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Page 34: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

25

BAB III

KELEMBAGAAN BADAN PENGAWAS KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI

A. Gagasan Awal Pembentukan Badan Pengawasan Komisi Pemberantasan

Korupsi

Dasar mula dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi adalah

mendorong kinerja Komisi Kejaksaan dan Kepolisian Republik Indonesia untuk

lebih baik dan lebih giat. Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki fungsi triger

mechanism yaitu mendorong pemberantasan korupsi, satu-satunya lembaga yang

luar biasa ini bukan hanya masalah kewenangannya saja yang diantaranya

menyadap tanpa izin1, mencekal orang waktu penyelidikan tetapi juga Komisi

Pemberantasan Korupsi memiliki tugas yang lain seperti koordinasi supervisi

dengan Kepolisian, Kejaksaan dan Kementerian lembaga. selain memonitoring

dan evaluasi yang sifatnya mencegah.

Pada realitanya Komisi Pemberantasan Korupsi didirikan dari tahun 2002

hingga sekarang, Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dianggap berkerja bila

tidak menangkap orang. Dengan begitu berarti Komisi Pemberantasan Korupsi

tidak menggunakan seluruh potensi kewenangannya untuk menjalankan tugas-

tugasnya dengan perkiraan karena keterbatasan orang-orang yang ada di Komisi

Pemberantasan Korupsi dan/ataupun karena kemampuan dari Komisi

Pemberantasan Korupsi yang terbatas ataupun biaya yang terbatas, tapi disamping

itu Komisi Pemberantasan Korupsi tidak boleh terlepas dari tugasnya yaitu

mencegah dan menindak.

Harapan berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi, ketika Komisi

Pemberantasan Korupsi menindak satu kementrian seperti Kementrian

Perhubungan, dengan Komisi Pemberantasan Korupsi langsung mengambil tugas

1 Ismail, “Fungsi Penyidik KPK dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 2002”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, vol.01

No.02, (2013). h.3.

Page 35: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

26

korsup atau yang disebut dengan kordinasi supervisi dengan terus diawasi dan

managemennya diperbaiki sampai benar baru dapat ditinggal untuk tugas yang

lainnya. Pada realitanya sekarang Komisi Pemberantasan Korupsi setelah

melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan), Komisi Pemberantasan Korupsi

kurang memaksimalkan tugasnya dengan kordinasi supervisi.

Fungsi koordinasi dan supervisi yang diemban oleh KPK ternyata belum

dapat dilaksanakan sebagaimana dikehendaki oleh ketentuan perundangan. Kedua

fungsi ini tidak dapat diabaikan oleh KPK mengingat kedua fungsi tersebut sangat

penting dalam pelaksanaan penyidikan Tipikor yang dilakukan oleh penyidik

kepolisian dan kejaksaan di daerah manakala ditemui kesulitan menyidik kasus

tipikor.2

Pada kenyataannya Komisi Pemberantasan Korupsi bukan mencegah

melainkan menindak habis tersangka yang terlibat korupsi dengan berbagai cara,

sehingga dapat dilihat sekarang Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan OTT

(Operasi Tangkap Tangan) dalam hitungan perminggu dengan hasil yang kurang

memuaskan yakni tidak membuat efek jerah terhadap pelaku-pelaku korupsi.

Dengan aturan sekarang Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan

OTT (Operasi Tangkap Tangan) dengan menayangkan dimuka publik atau

membawa wartawan sebelum terjadinya keputusan di pengadilan yang

menyatakan bahwa tersangka korupsi itu bersalah. Walaupun dugaan Komisi

Pemberantasan Korupsi itu permulaan yang cukup untuk melakukan

penangkapan, hal itu tidak boleh dilakukan karena melanggar privasi seseorang

walaupun dugaan Komisi Pemberantasan Korupsi ada bukti permulaan yang

cukup. Pada realitanya Komisi Pemberantasan Korupsi dalam melakukan aksinya

dengan adanya dugaan dengan bukti awal telah melakukan penayangan dimuka

publik dengan seolah-olah menyatakan bahwa tersangka itu bersalah, karena pada

ketentuannya pada dugaan awal dengan bukti tersebut, seseorang belum dapat

dikatakan bersalah sebelum pengadilan menyatakan putusannya di meja hijau.

2 Hibnu Nugroho, “Efektivitas Kordinasi dan Supervisi dalam penyidikan Tindak

Pidana Korupsi oleh KPK”, Jurnal Dinamika Hukum, vol. 13 no. 3 September (2013). h.393.

Page 36: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

27

Karena dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi mengalami kekurangan

dalam sistem kerja birokrasi yang kurang pengawasan.

Komisi Pemberantasan Korupsi memiliki anggaran berjumlah tiga triliun

dalam setahun. Anggaran tersebut lebih besar dari aparat penegak hukum

kepolisian. Dalam menjalankan pekerjaannya Prof Romli selaku pendiri dari

Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan penelitian terhadapat lembaga

tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2009-2014 hanya

mengembalikan kerugian negara berjumlah 728 miliar. Angka tersebut tidak

sepadan dengan anggaran yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi

yakni tiga triliun.

Dengan perkembangan hukum saat ini, regulator pembentukan hukum

atau pakar hukum harus memikirkan tentang tindak pidana korupsi. Dengan

bayangan setiap seseorang yang melakukan korupsi harus ditindak lanjuti tanpa

merugikan negara dan merugikan tersangka korupsi maupun keluarganya.

Salah satu masalah yang sangat serius terjadi di Indonesia adalah masalah

korupsi. Korupsi telah menjadi penyakit yang muncul perlahan-lahan sebagai

momok yang dapat membawa kehancuran bagi perekonomian Negara. Diakui

atau tidak, praktik korupsi yang terjadi dalam bangsa ini telah menimbulkan

banyak kerugian. Tidak saja bidang ekonomi, maupun juga dalam bidang

politik,sosial budaya, maupun keamanan.3

Pada sistem yang ada di Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai telah

rusak, sebagaimana pada hasil laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang

diteliti dan ditulis oleh Prof Romli sebagai pakar hukum dan pembentuk lembaga

anti rasuah yang berjudul “akuntabilitas KPK dan ICW”, dimana dalam lembaga

tersebut dijelaskan bahwa lembaga tersebut menerima donor dari negara asing.

Oleh karena itu perlulah pembentukan pengawasan untuk lembaga pemberantasan

korupsi ini dikarenakan sebagai tulang punggung pemberantasan korupsi, dilain

3 Deni Styawati, KPK Pemburu Koruptor, Cet I,(Yogyakarta:pustaka timur 2008), h.1.

Page 37: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

28

sisi memiliki kewenganan yang luas dan anggaran yang besar. Kekuasaan dan

anggaran yang besar memungkinkan abuse of power.

Oleh karena itu haruslah timbul gagasan untuk pembentukan lembaga

pengawas pada Komisi Pemberantasan Korupsi dikarenakan alasan yang meliputi:

1. Adanya asas abuse of power (penyalahgunaan wewenang)

Secara garis besar penyalahgunaan wewenang dibagi menjadi dua yaitu

penyalahgunaan wewenang dalam tindak pemerintahan dan penyalahgunaan

wewenang dalam tindak pidana korupsi. Penyalahgunaan

wewenang/kewenangan dalam tindak pemerintahan menurut konsep Hukum

Tata Negara atau Hukum Administrasi Negara selalu diparalelkan dengan

konsep de’tornement de puvoir. Dalam Verklarend Woordenboek openbaar

Bestuur dirumuskan bahwa penggunaan wewenang tidak sebagaimana

mestinya. Dalam hal ini pejabat menggunakan wewenangnya untuk tujuan

lain yang menyimpang dari tujuan yang telah diberikan kepada wewenang itu.

Hal ini sebagai bentuk pelanggaran asas spesialitas (asas tujuan). Dalam

pembuktian apakah terjadi penyalahgunaan wewenang dilakukan dengan

pembuktian factual bahwa pejabat tersebut telah menggunakan

kewenangannya utnuk tujuan lain. Implikasi penyalahgunaan kewenangan

dalam tindak pemerintahan , tidaklah semata kewenangan terikat, tetapi juga

merupakan suatu kekuasaan bebas yang meliputi kebebasan kebijakan dan

kebebasan penilaian.

Komisi Pemberantasan Korupsi dianggap telah menjadi lembaga abuse of

power, karena sering menyalahgunakan prosedur yang seharusnya

dipergunakan untuk mencapai tujuan tertentu.4 Bahkan Komisi

Pemberantasan Korupsi dianggap telah melakukan kriminalisasi dalam

penyidikannya terhadap terduga korupsi.

2. Adanya asas Super Body

4 Ujang Charda S., “Potensi Penyalahgunaan Kewenangan oleh Pejabat Administrasi

Negara dalam Pengambilan dan Pelaksanaan Kebijakan Publik”, Jurnal Wawasan Hukum, vol.27

No.02 September (2012). h.602.

Page 38: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

29

Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi di pandang oleh banyak

kalangan hukum sebagai lembaga Super Body, karena memiliki kewenagan

yang lebih besar dari pada kepolisian dan kerjaksaan.5

Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi telah menjadi ikon nasional

dan internasional di Indonesia. Ketiadaan lembaga penegak hukum khusus

(Special Task Force for Combating Corruption) menjadi penyebab utama

penegakan hukum tindak pidana korupsi menjadi tidak kurang berdaya.

Karena itu, urgensi dibentuknya KPK, melalui UU No 30 tahun 2002 tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diharapkan dapat

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan sejahtera. Dengan

memberikan amanah dan tanggungjawab kepada KPK untuk melakukan

peningkatan pemberantasan tindak pidana korupsi, lebih profesional.

Ada kekuatiran dan kerisauan bahwa apabila ada suatu lembaga, yang

pertanggungjawabannya hanya kepada Tuhan yang maha kuasa, dan tidak

kepada institusi yang lain, akan dapat kebablasan, sebab bagaimanapun

semua pengemban amanah adalah manusia biasa yang memiliki kelemahan,

kekeliruan dan dapat tergoda atau tergelicir kepada penyalahgunaan

kekuasaan.

B. Landasan Hukum Pembentukan Badan Pengawas Komisi Pemberantasan

Korupsi

Pengawasan pada dasarnya diarahkan secara penuh pada kemungkinan

penyelewengan dan penyimpangan atas tujuan yang hendak dicapai. Melalui

pengawasan diharapkan dapat membantu pelaksanaan kebijakan yang telah

ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan

efisien. Melalui pengawasan diharapkan dapat tercipta suatu aktivitas yang

berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan

kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauh mana

5 Ismail, “Fungsi Penyidik KPK dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 2002”, Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, vol.01

No.02, (2013). h.5.

Page 39: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

30

kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang

terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.

Dasar atau landasan hukum yang digunakan KPK di antaranya adalah

sebagai berikut:

1. UU RI nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi

2. Kepres RI No. 73 Tahun 2003 Tentang Pembentukan Panitia Seleksi

Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

3. PP RI No. 19 Tahun 2000 Tentang Tim Gabungan Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

Sedangkan Undang-Undang yang dijadikan sebagai dasar dan landasan

hukum KPK di antaranya adalah sebagai berikut:

1. UU RI No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang

Bersih dan Bebas Dari KKN

2. UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi

3. UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun

1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

4. UU RI No. 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas UU No. 15 Tahun

2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Selain dasar hukum di atas, tugas dan fungsi KPK juga diatur dalam

peraturan pemerintah berikut ini:

1. PP RI No. 71 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta

Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

2. PP RI No. 109 Tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Komisi Pemberantasan Korupsi terbentuk pada tahun 2003, yang

diamanahi dalam Undang-Undang No.30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi

membawahi empat bidang yang salah satunya membidangi pengawasan internal

Page 40: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

31

dan pelayanan masyarakat, yang diatur dalam pasal 26 ayat (2). Dalam bidang

pengawasan internal dan pengaduan masyarakat diatur menjadi subbidang yang

tertulis didalam pasal 26 ayat (6) huruf a.

Kewenangan KPK untuk melakukan penuntutan terhadap tindak pidana

korupsi lebih diperluas lagi dengan wewenang untuk mengambil alih penuntutan

terhadap tindak pidana korupsi. Hal ini didasarkan pada tugas KPK sebagaimana

diatur dalam Pasal 6 huruf b Undang-Undang KPK, yang berbunyi KPK

mempunyai tugas supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi. Selanjutnya, dalam melaksanakan tugas

supervisi tersebut, KPK berwenang melakukan pengawasan, penelitian, atau

penelaahan terhadap instansi yang mejalankan tugas dan wewenang yang

berkaitan dengan pemberatasan tindak pidana korupsi, dan instansi yang dalam

melaksanakan pelayanan publik.

C. Struktur, Fungsi dan Tugas Pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi

KPK dipimpin oleh Pimpinan KPK yang terdiri atas lima orang, seorang

ketua merangkap anggota dan empat orang wakil ketua merangkap anggota.

Kelima pimpinan KPK tersebut merupakan pejabat negara, yang berasal dari

unsur pemerintahan dan unsur masyarakat. Pimpinan KPK memegang jabatan

selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.

Dalam pengambilan keputusan, pimpinan KPK bersifat kolektif kolegial.

Pimpinan KPK membawahkan empat bidang, yang terdiri atas bidang

Pencegahan, Penindakan, Informasi dan Data, serta Pengawasan Internal dan

Pengaduan Masyarakat. Masing-masing bidang tersebut dipimpin oleh seorang

deputi. KPK juga dibantu Sekretariat Jenderal yang dipimpin seorang Sekretaris

Jenderal yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden Republik Indonesia,

namun bertanggung jawab kepada pimpinan KPK.

Struktur KPK dapat dirinci seperti berikut ini:6

1. Pimpinan

6 Arya Maheka, Mengenali dan Memberantas Korupsi, (Jakarta: KPK RI, tt), h.58-59.

Page 41: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

32

Pimpinan KPK adalah pejabat negara yang terdiri dari 5 (lima)

anggota yakni Ketua yang merangkap Anggota, serta Wakil Ketua

yang terdiri atas 4 (empat) orang dan masing-masing merangkap

anggota.

2. Ketua KPK

Ketua KPK adalah salah satu dari lima pimpinan di KPK. Ketua

Komisi Pemberantasan Korupsi juga merangkap sebagai anggota

KPK.

3. Wakil Ketua KPK

Wakil Ketua KPK merupakan pimpinan KPK yang juga merangkap

sebagai anggota KPK. Wakil Ketua KPK terdiri dari:

a. Wakil Ketua Bidang Pencegahan;

b. Wakil Ketua Bidang Penindakan;

c. Wakil Ketua Bidang Informasi dan Data; dan

d. Wakil Ketua Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan

Masyarakat

4. Tim Penasehat

Tim Penasihat berfungsi memberikan nasihat dan pertimbangan sesuai

dengan kepakarannya kepada Komisi Pernberantasan Korupsi dalam

pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Tim Penasihat yang terdiri dari 4 (empat) anggota

5. Pelaksana Tugas

Berdasarkan Lampiran Peraturan Pimpinan Komisi Pemberantasan

Korupsi No. PER-08/XII/2008 tanggal 30 Desember 2008 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja KPK, pelaksana tugas KPK terdiri dari:

a. Deputi Bidang Pencegahan.

b. Deputi Bidang Penindakan.

c. Deputi Bidang Informasi dan Data.

d. Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.

e. Sekretariat Jenderal.

Page 42: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

33

Deputi bidang pengawasan intenal dan masyarakat memiliki sturktur,

fungsi dan tugas yang telah diamanahi oleh negara yakni:

1. Struktur

Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat

membawahi:

a. Direktorat Pengawasan Internal;

b. Direktorat Pengaduan Masyarakat; dan

c. Sekretariat Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan

Masyarakat.

2. Tugas dan Fungsi

Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat

mempunyai tugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan kebijakan

di bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.

Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat

menyelenggarakan fungsi :

a. Perumusan kebijakan pada sub bidang Pengawasan Internal

dan Pengaduan Masyarakat;

b. Pelaksanaan pengawasan internal terhadap pelaksanaan tugas

dan fungsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sesuai

dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang

ditetapkan Pimpinan;

c. Penerimaan dan penanganan laporan / pengaduan dari

masyarakat tentang dugaan tindak pidana korupsi yang

disampaikan kepada KPK, baik secara langsung maupun tidak

langsung;

d. Pelaksanaan kegiatan kesekretariatan dan pembinaan

sumberdaya di lingkungan Deputi Bidang Pengawasan Internal

dan Pengaduan Masyarakat;

e. Koordinasi, sinkronisasi, pemantauan, evaluasi dan

pelaksanaan hubungan kerja pada bidang Pengawasan Internal

dan Pengaduan Masyarakat; dan

Page 43: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

34

f. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Pimpinan sesuai

dengan bidangnya.

Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat dipimpin

oleh Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat dan

bertanggungjawab atas pelaksanaan tugasnya kepada Pimpinan KPK.

Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya Deputi Bidang Pengawasan

Internal dan Pengaduan Masyarakat dapat membentuk Kelompok Kerja yang

keanggotaannya berasal dari satu Direktorat atau lintas Direktorat pada Deputi

Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat yang ditetapkan dengan

Keputusan Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.7

7 https://www.kpk.go.id/id/tentang-kpk/struktur-organisasi/deputi-pipm diakses pada tanggal 14

mei 2018 pada pukul 13.00

Page 44: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

35

BAB IV

STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI

PEMBERANTASAN KORUPSI

A. Faktor Penyebab Pembentukan Badan Pengawas Komisi Pemberantasan

Korupsi

Banyak kritik dari masyarakat yang menilai bahwa Komisi Pemberantasan

Korupsi memiliki kewenangan yang super body, sehingga berpotensi besar dalam

penyalahgunaan wewenang, selain menimbulkan konflik antara Komisi

Pemberantasan Korupsi dan institusi penegak hukum lainnya, sehingga

menimbulkan gejolak dan upaya untuk menjatuhkan lembaga ini.

1. Indikasi Penyalahgunaan Wewenang

Adapun penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Komisi

Pemberantasan Korupsi seperti pada kasus Novel Baswedan, terlihat pada

pernyataan dari direktur penyidikan (Dirdik) Komisi Pemberantasan

Korupsi melontarkan jawaban dari pertanyaan anggota dalam sidang pansus

angket Komisi Pemberantasan Korupsi yang bersifat terbuka. Dalam sidang

tersebut anggota sidang pansus angket mengindikasi adanya praktek

penyalahgunaan wewenang dalam tubuh lembaga tersebut, dan ketua pansus

hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi mengkonfirmasi bahwa terdapat

konflik internal di Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menurut Guntur F. Prisanto, Tenaga Ahli Wakil Ketua DPR-RI,

menyatakan bahwa dalam konteks demokrasi tidak ada manusia yang benar-

benar jahat atau benar-benar baik. Jadi pada hakikatnya sebuah lembaga,

manusia diposisikan sama. Disatu sisi manusia tidak boleh mencurigai

orang dengan berlebihan, dan disisi lain tidak boleh menganggap manusia

itu tidak pernah melakukan kesalahan.1

Dalam fakta lainnya ditemukan bahwa terdapat 26 tersangka yang

ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi yang kemudian ditetapkan

1 Guntur F. Prisanto, Tenaga Ahli wakil Ketua DPR-RI, Interview Pribadi, Jakarta, 11

Juli 2018.

Page 45: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

36

sebagai tersangka tanpa alat bukti yang kuat. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa ketidakmatangan kinerja yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan

Korupsi menimbulkan pelemahan didalam lembaga.

Terdapat beberapa hal lain terkait penyalahgunaan wewenang yang

dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi, terkait pelanggaran Undang-

Undang Komisi Pemberantasan Korupsi pada pasal 66 yang mengatur

tentang larangan penyidik atau pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

berhubungan langsung atau tidak langsung terhadap tersangka atau pihak

lain yang bersangkutan.

Tanpa kerangka akuntabilitas yang kuat, maka potensi penyalahgunaan

wewenang oleh oknum pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi akan terus

terjadi dimasa depan, karena itu tidak mengherankan bila sekarang ada

laporan/tuduhan yang dilakukan oleh oknum Komisi Pemberantasan

Korupsi.

Bila tuduhan terhadap oknum pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

kemudian ternyata benar, maka hipotesis selama ini membuktikan

kebenaran bahwa tanpa kerangka akuntabilitas yang kuat atau tanpa Dewan

pengawas ekternal independen Komisi Pemeberantasan Korupsi akan rawan

disalahgunakan atau berpotensi menyalahgunakan kewenangan.

Menurut A. Salman Manggalatung, Guru Besar Hukum Tata Negara UIN

Jakarta, mengatakan bahwa pada Komisi Pemberantasan Korupsi penting

dibentuk lembaga pengawas external yang mengawasi dari unsur pimpinan

sampai pegawai yang ada didalam lembaga tersebut. Agar lembaga tersebut

tidak bertindak sewenang-wenang walaupun sudah memiliki aturan, dan

tidak terlalu menjadi lembaga yang superbody, karena hal tersebut

berdampak pada arogansi lembaga, selain tidak ada pengawasan terhadap

lembaga tersebut. Sehingga menimbulkan persepsi bahwa Komisi

Pemberantasan Korupsi abuse of power.2

2 A. Salman Manggalatung, Guru besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta,

Interview Pribadi, Ciputat, 16 juli 2018.

Page 46: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

37

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang bermasalah dengan

integritas dan hukum akan cenderung tidak independen, tebang pilih, dan

menyalahgunakan kewenangan / kedudukannya. Ia akan cenderung

melindungi politisi dan partai tertentu, namun di sisi lain ia akan

menzhalimi politisi dan partai lainnya. Akan tetapi, tidak ada jaminan kelak

ia akan terus melindungi politisi dan partai itu, ia akan berbalik menzhalimi

dan “menyerang” politisi dan partai yang tadinya ia lindungi itu jika hal

tersebut menguntungkan dirinya. Baginya Komisi Pemberantasan Korupsi

tidak lebih hanyalah alat politik untuk melindungi kepentingan personal dan

kelompoknya serta untuk memenuhi ambisi pribadi dan syahwat

kekuasaannya.3

Upaya dalam pembentukan Dewan Pengawas dimasa depan dapat

menimbulkan nilai positif bagi Komisi Pemberantasan Korupsi maupun

masyarakat. Dalam upaya menjalankan sistem check and balances, karena

kekuasaan tanpa ada batasan sangat cenderung disalahgunakan bagi oknum

di pemerintahan.

Jelas bahwa masalah kewenangan masing-masing sub sistem dalam sistem

peradilan pidana sangat menentukan sekali dalam rangka penegakan hukum

terutama pada tindak pidana korupsi, agar kepastian hukum dan

kesebandingan hukum dapat tercapai. Sistem peradilan didalamnya

terkandung gerak sistemik dari subsistem-subsistem pendukung (Kepolisian,

Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan) yang secara

keseluruhan dan merupakan satu kesatuan (totalitas) berusaha

mentrasformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output) yang

menjadi tujuan sistem peradilan pidana yang berupaya resosialisasi pelaku

tindak pidana (jangka pendek), pencegahan kejahatan (jangka menengah)

dan kesejahteraan sosial (jangka panjang). Untuk itu perlu adanya

sinkronisasi pelaksanaan penegakan hukum di kalangan subsistem-

subsistem. Jika keterpaduan subsistem-subsistem dalam sistem peradilan

3Roby Arya Brata, Perppu Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi, (Jakarta:

Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, 2015), h.21.

Page 47: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

38

pidana tidak terwujud, masyarakat dapat beranggapan bahwa sistem

peradilan pidana menyebabkan timbulnya kejahatan.4

Mengapa masalah kewenangan ini perlu diperjelas, mengingat penegakan

hukum pidana (perkara tindak korupsi) sangat terkait dengan Hak Asasi

manusia, jadi jika suatu lembaga mempunyai kewenangan dalam hal

penegakan hukumnya harus diatur secara limitatif, hal ini disebabkan bahwa

dalam hukum pidana menganut Asas Legalitas, Asas legalitas pada

hakikatnya adalah tentang ruang berlakunya hukum pidana menurut waktu

dan sumber/dasar hukum (dasar legalisasi) dapat dipidananya suatu

perbuatan. (jadi sebagai “dasar kriminalisasi atau landasan yuridis

pemidanaan)5. menurut Romli Atmasasmita, makna asas legalitas dalam

KUHP adalah:

a. Tiada suatu perbuatan merupakan suatu tindak pidana, kecuali telah

ditentukan dalam undang-undang terlebih dulu.

b. Ketentuan undang-undang harus ditafsirkan secara harfiah dan

pengadilan tidak diperkenankan memberikan suatu penafsiran analogis

untuk menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak pidana.6

2. Pelanggaran Hukum yang dilakukan komisioner Komisi Pemberantasan

Korupsi

Adapun dalam pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum komisi

pemberantasan yang mengakibatkan melemahnya kinerja lembaga superbody

tersebut berfaktor dengan peran kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi

yang begitu luasnya menyebabkan lembaga anti rasuah tersebut menjadi abuse

of power. Dalam hal ini terbukti dengan berbagai kasus yang terjadi dalam

Komisi Pemberantasan Korupsi itu sendiri, salah satu contoh kasusnya adalah

pada saat Budi Gunawan yang dicalonkan sebagai kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia ditetapkan sebagai tersangka dengan dugaan terlibat

4 Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2002), h.124. 5 Muchamad Iksan, “Asas Legalitas dalam Hukum Pidana”, jurnal serambi hukum, vol.

11 (Februari-Juli 2017), h. 12. 6 Muchamad Iksan, “Asas Legalitas dalam Hukum Pidana”, h. 13.

Page 48: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

39

transaksi yang mencurigakan dan tidak wajar. Beliau terjerat Pasal 12 huruf a

atau b, Pasal 5 ayat 2, dan Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Nomor 20 tahun

2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hasil dari penetapan tersangka Budi

Gunawan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi adalah perseteruan dua institusi

prestise karena pada jum’at pagi, 23 januari 2015 wakil ketua Komisi

Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto ditangkap atas dugaan kesaksian

palsu pada kasus sengketa Pilkada Kota Waringin. Sehingga pada saat itu

terjadi saling tangkap antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polisi

Republik Indonesia yang pada akhirnya dua perselisihan institusi prestise

ditutup dengan deponir oleh Jaksa Agung H.M Prasetyo pada tanggal 04 maret

2016.7

Subtansi pernyataan praktisi birokrasi India, S. Guhon, tersebut tampaknya

bisa dijadikan rujukan utama untuk menjelaskan praktik korupsi di Indonesia

yang terjadi begitu maraknya. Demokrasi ternyata membuka ruang lebar bagi

para koruptor untuk mengeksploitasi sumber-sumber yang tersedia dalam

brankas negara yang selalu terkait dengan praktik politik biaya tinggi.8

Menurut Guntur F. Prisanto, Tenaga Ahli Wakil Ketua DPR-RI,

menyatakan bahwa politik yang ada didalam Komisi Pemberantasan Korupsi

cenderung disalahgunakan sehingga menimbulkan kekhawatiran. Tendensi

politik bisa saja terjadi dalam kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam

menjalankan hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi oleh Regulator,

bisikan-bisikan sering terdengar, sering sekali merasa dikerjai dengan cara

menagkap anggota DPR, dalam artian Komisi Pemberantasan Korupsi

mempunyai target-target tertentu dalam menjalankan politik lembaga.9

Inti dari korupsi politik, adalah penyalahgunaan jabatan seorang pejabat

publik yang terkait dengan jaringan partai politiknya diluar. Segala kebijakan

7Berita kompas.com edisi jum’at 4 maret 2016, yang diakses dari

http://nasional.kompas.com/read/2016/03/04/13083311/Deponir.Kasus.Abraham

BW.Dianggap.Akan.Kurangi.Kegaduhan diakses pada tanggal 15 desember 2017. 8 Laode Ida, Negara Mafia, (Yogyakarta: Galang Press, 2010), h.106.

9 Guntur F. Prisanto, Tenaga Ahli Wakil Ketua DPR-RI, Interview Pribadi, Jakarta, 11

juli 2018.

Page 49: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

40

cenderung memberikan keuntungan kepada pihak-pihak yang menjadi

pendukung politiknya. Pada saat yang sama, diantara sesama pelaku korupsi

terjadi upaya saling melindungi, saling memahami, atau saling mentoleransi.

Sehingga sulit untuk berlaku adil dalam menangani kasus korupsi yang terjadi.

Kekuatan politik yang menjadi kendaraan bersamapun haruslah terisi

bensinnya dengan dukungan dana dari hasil penyalahgunaan jabatan yang

sedang diduduki.

Jaringan korupsi yang saling melindungi ini sudah pasti bukan saja mereka

yang incumbent, melainkan mereka juga yang sudah retired. Kalau diantara

para konco itu berada dalam jaringan kekuasaan, sudah pastilah akan selalu

muncul kesulitan untuk mewujudkan pemberantasan korupsi yang

berkeadilan.10

Terkait tentang pengawasan internal Komisi Pemberantasan Korupsi

sudah diatur dalam Pasal 26 ayat (2) point d dan ayat (6) Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang

menyatakan bahwa:

Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

membawahi 4 (empat) bidang yang terdiri atas:

a. Bidang Pencegahan;

b. Bidang Penindakan;

c. Bidang Informasi dan Data; dan

d. Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.

Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf d membawahkan:

a. Subbidang Pengawasan Internal;

b. Subbidang Pengaduan Masyarakat.

Akan tetapi pengawasan tersebut tidak sebanding dengan besarnya

kewenangan yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan:

Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat hanya mempunyai

tugas menyiapkan kebijakan dan melaksanakan kebijakan.

10

Laode Ida, Negara Mafia, h.162-163.

Page 50: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

41

Meskipun dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Korupsi mengatur tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi bertanggung jawab terhadap public, akan tetapi

seorang pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi secara prosedur diangkat

melalui proses politik hukum yang lahir dari konsekuensi check and balance.

Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 30 dan 31 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Sehingga jika dipandang

melalui koridor politik, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi pun rentan

dalam menerima tekanan eksternal maka efektivitas pengawasan yang

dilakukan Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat yang

bertanggung jawab kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi pun

kurang efektif dalam melakukan pengawasan.

Berbeda dengan fungsi pengawasan komite pengawasan lembaga anti

rasuah Hongkong yang menempatkan komite pengawasan di bidang operasi

yang anggotanya berisi dari seluruh unsur masyarakat.11

Independent

Commission Againts Corruption Hongkong tidak bertanggung jawab kepada

pemerintah (Government Minister).12

Lembaga anti rasuah tersebut

bertanggung jawab dan bekerja di bawah dua komite pengawasan

Parliamentary Join Commission (PJC) dan Operasional Review Committee

(ORC). Parliamentary Join Commission (PJC) melakukan laporan berkala

terhadap permasalahan yang spesifik atau pertanyaan kepada parlemen.

Operasional Review Committee (ORC) mengawasi akuntabilitas kinerja

Independent Commission Againts Corruption Hongkong. Hal menarik pula

yang dimiliki oleh Independent Commission Againts Corruption Hongkong

adalah adanya unit Internal Investigation and Monitoring Group, merupakan

unit yang melakukan investigasi penyidikan kedalam tubuh Independent

Commission Againts Corruption Hongkong sehingga jika adanya praktik

11

Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama Komisi Pemberantasan Korupsi

edisi kedua. (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h.419. 12

ICAC, Independence/Accountability, yang diakses dari

http://www.icac.nsw.gov.au/go/ the-icac/what-is-the-icac/independence/-accountability diakses

pada tanggal 15 desember 2017 pukul 23.39WIB.

Page 51: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

42

korupsi didalam tubuh lembaga tersebut maka akan segera dilakukan

penyidikan.13

Dalam rangka menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik (good

governance). Timbul pemikiran bahwa dengan dibentuknya lembaga-lembaga

tambahan yang bersifat non struktural akan lebih membuka peluang dalam

upaya menerapkan prinsip-prinsip good governance. Perlu disadari bahwa

pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi beranjak dari asumsi bahwa

tindak pidana korupsi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan luar biasa

sehingga dibutuhkan lembaga yang luar biasa dengan kewenangan yang luar

biasa pula.

3. Pelanggaran Kode Etik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi

Dalam upaya penegakan kode etik oleh oknum pimpinan Komisi

Pemberantasan Korupsi, pada kasus Abraham Samad dan Adnan Pandu Praja

kedua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi telah terindikasi atas

pelanggaran kode etik perihal surat perintah penyidikan (sprindik) dalam amar

putusan komite etik menyebutkan bahwa pelaku utama yang membocorkan

dokumen sprindik terkait kasus Anas Urbanigrum ialah Wiwin Suandi

sekertaris yang menjabat di Komisi Pemberantasan Korupsi.

Temuan oleh komite etik menyatakan bahwa Wiwin dimintai Abraham

Samad untuk memindai dokumen hasil sprindik atas nama Anas Urbanigrum,

dan diketahui Wiwin beberapa kali mencetak pindaiannya dan menyalinkan

hasil dari surat perintah penyidikan tersebut kepada wartawan. Wiwin terbukti

berinisiatif memberitahu pesan singkat Abraham Samad terkait surat perintah

penyidikan kasus Anas Urbaningrium kepada beberapa pihak tentang

penetapan status kasus Hambalang.

Bagian lain dari amar putusannya, komite etik menjatuhkan sanksi kepada

wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Adnan Pandu Praja karena

terindikasi terkait pelanggaran kode etik pimpinan. Sehingga dalam hal ini

13

Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama Komisi Pemberantasan Korupsi

edisi kedua. (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h.413.

Page 52: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

43

Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai merugikan nama baik lembaga karena

terjerat beberapa unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam

perkara ini unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi terjerat pasal 6 ayat

(1) huruf e undang-undang pemberantasan korupsi. Sehingga dalam hal

meningkatkan optimalisasi kinerja, upaya produktifitas kinerja haruslah

dilakukan untuk menimbulkan efesiensi, efektivitas dan kualitas dalam

menjalankan kinerja dalam Komisi Pemberantasan Korupsi. Disisi lain

tumpang tindih kewenangan antara sub sistem dalam sistem peradilan pidana

tentang siapa yang berwenang melakukan penyidikan pada perkara tindak

pidana korupsi setelah keluarnya Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dimulai dengan rumusan Pasal 26

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, merumuskan: Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang

Pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum

acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam perundang-

undangan.14

Menurut Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, A. Salman

Manggalatung, menyatakan bahwa urgensi dibentuk lembaga pengawas

eksternal Komisi Pemberantasan Korupsi, karena kewenangan yang besar

seperti melakukan penyadapan, penyitaan dan penyelidikan bertindak

sewenang-wenang disebabkan tidak ada lembaga pengawas. Hal tersebut

terlihat dari segi pelaksanaan dan penyidikan maupun segi anggaran yang besar

dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi, karena setiap satu perkara yang

dijalankan Komisi Pemberantasan Korupsi membutuhkan anggaran dari APBN

yang besar.15

Guna mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

14

Kesepakatan Bersama antara Kejaksaan Republik Indonesia, Kepolisian Negara

Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi dengan Nomor: KEP-

049/A/J.A/03/2012; Nomor: B/23/III/2012; Nomor: SPJ-39/01/03/2012 tentang Optimalisasi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 15

A. Salman Manggalatung, Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta,

Interview Pribadi, Ciputat, 16 juli 2018.

Page 53: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

44

Tahun 1945 serta meningkatkan citra Indonesia di mata masyarakat

internasional, upaya pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilaksanakan

lebih berdaya guna dan berhasil guna. Untuk mengatasi berbagai kendala

dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi dan pengembalian kerugian

keuangan negara, khususnya dalam pengawasan penanganan perkara tindak

pidana korupsi, perlu adanya eksternal pengawasan yang dapat

mengoptimalisasikan kerja komisi pemberantasan korupsi.

Setelah diketahui tentang lembaga yang berwenang dalam penegakan

hukum pada perkara tindak pidana korupsi berdasarkan sistem peradilan

pidana, maka hal-hal yang diperlukan masing-masing sub sistem dalam sistem

peradilan dalam menangani perkara tindak pidana korupsi yang bersifat

sistemik dan extra ordinary crime harus mempunyai persepsi yang sama

berupa adanya singkronisasi baik bersifat vertikal maupun horizontal.

Sinkronisasi horizontal ini sangat menentukan berhasil tidak kerja dari

sub-susb sistem dalam sistem peradilan pidana, bahwa salah satu unsur

pengawasan adalah keterpaduan atau kebersamaan dalam koordinasi.

Sinkronisasi horizontal harus tumbuh dari diri masing-masing pimpinan

dalam sub-sub sistem dalam sistem peradilan pidana dengan niat dan komitmen

untuk memberantas tindak pidana korupsi. Perlu diingat bahwa singkronisasi

horizontal baru dapat mencapai hasil yang maksimal jika masing-masing sub

sistem dalam sistem peradilan pidana secara sadar bahwa mereka merupakan

lembaga-lembaga mempunyai fungsi-fungsi masing-masing dan bukannya

salah satu sub sistem lebih tinggi dari susbsistem lainya.16

Dapat diambil poin dari beberapa faktor penyebab pembentukan badan

pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi diantaranya adalah:

1. Penyalahgunaan wewenang oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

2. Pelanggaran hukum yang dilakukan komisioner Komisi

Pemberantasan Korupsi.

3. Penegakan kode etik terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi.

16

Disampaikan oleh Bapak Gandjar Laksmana B. dalam mata kuliah Tindak Pidana

Korupsi, di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007.

Page 54: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

45

Sehingga di era demokrasi sekarang ini haruslah dibentuk lembaga

pengawas karena setiap manusia itu berpotensi abuse of power, oleh karena

itu terbentuknya lembaga pengawasan yang melekat pada Komisi

Pemberantasan Korupsi dapat mewujudkan pemerintahan yang baik (good

governance).

B. Dampak Pembentukan Badan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi

Pada zaman pemerintahan kolonial Hindia Belanda telah berulangkali pula

dibentuk komisi-komisi pemerintah untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu.

Salah satunya, sebagai contoh, adalah CommisieVoor De Volkslectuur yang

mengkaji ihwal penerbitan bacaan untuk rakyat; atau juga berbagai komisi yang

mendapat tugas melakukan kajian (bevolen onderzoek) berkenaan dengan, antara

lain, masalah pertanahan rakyat atau masalah kerja rodi sebagai pengganti pajak

uang di desa-desa.

Dibentuknya komisi-komisi oleh DPR berkaitan erat dengan kian

merosotnya seni pengelolaan kekuasaan dan kewenangan yang terkualifikasi, baik

di berbagai badan pemerintahan, khususnya di badan-badan pemerintahan di

tingkat layanan umum. Penyalahgunaan wewenang, kolusi dan korupsi sebagai

akibat tiadanya transparansi dan pengawasan publik (sebagai akibat

berkelanjutannya konsep budaya Kawula --yang ngawula alias menghamba –

Gusti) telah menjadikan perubahan tata pemerintahan baru, yang lebih bernuansa

demokratik, menjadi amat terkendala. Pada era feodalisme para pemimpin yang

berkuasa tahu berfalsafah pengendalian diri melalui berbagai piwulang untuk

selalu mengingati ajaran ojo dumeh17

dan harus selalu mengingati kewajiban

untuk selalu ngayomi dan ngayemi para kawula, kini ini semua ajaran dan moral

pengendalian diri itu telah sirna. Di sini kontrol pribadi sudah tidak berkekuatan

lagi sehingga diperlukan kontrol oleh Dewan atau Komisi yang dibentuk dari

Dewan Legislatif.

17

ojo Dumeh merupakan Bahasa jawa, yang diartikan sebagai Jangan Sombong, dapat

diartikan sebagai suatu peringatan agar manusia selalu ingat kepada sesamanya, saling cinta

mencintai. Mengisyaratkan agar manusia tidak larut dengan apa ayang di miliki atau di

jalaninya, sehingga cenderung menjalani keputusan hidup yang negatif.

Page 55: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

46

1. Menjaga dan Meningkatkan Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi.

Adapun dorongan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk

mengoptimalisasikan kinerja yang telah diamanahi oleh Undang-Undang

dengan terbentuknya Dewan Pengawas yang bertujuan untuk mengawasi

jalan kerja lembaga tersebut.

Disisi lain, masyarakat telah menilai adanya penurunan terhadap kinerja

Komisi pemberantasan Korupsi pada beberapa tahun silam, dikarenakan

faktor kriminalisasi untuk menjatuhkan lembaga tersebut. Dikarenakan

besarnya wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk melakukan

Penindakan terhadap calon koruptor, sehingga banyak masyarakat

mengkhawatirkan Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berjalan pada koridor

hukum yang berlaku. Sehingga peran Dewan Pengawas sangat penting untuk

menjadikan Komisi Pemberantasan Korupsi bertanggung jawab terhadap

perbuatan/kinerja yang telah dilakukan oleh lembaga tersebut. Sehingga tidak

menimbulkan faktor-faktor terkait hal negatif untuk penilaian Komisi

Pemberantasan Korupsi. Dampak lainya untuk menjaga Komisi

Pemberantasan Korupsi berjalan sesuai Standar Prosedur Operasional(SOP).

Menurut A.Salman Manggalatung, Guru besar Hukum Tata Negara UIN

Jakarta, dengan adanya lembaga pengawas eksternal maka dapat

meningkatkan mutu kerja Komisi Pemberantasan Korupsi, disisi lain Komisi

Pemberantasan Korupsi jadi bertindak dengan penuh kehati-hatian

dikarenakan merasa telah diawasi. Selain itu mitra Komisi Pemberantasan

Korupsi di masyarakat/lembaga akan menjadi lebih baik.18

Dalam hal realita kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi menerima

laporan sedikitnya 32 laporan dugaan korupsi dalam satu hari. Namum

semenjak berdirinya lembaga tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi hanya

mampu menangani 285 kasus. Sehingga dari dampak tersebut berpengaruh

terhadap kurangnya pengawasan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi

dalam menjalankan kinerjanya. Dari situlah muncul gagasan masyarakat akan

18

A. Salman Manggalatung, Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta,

Interview Pribadi, Ciputat, 16 Juli 2018.

Page 56: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

47

dampak terhadap pembentukan Dewan Pengawas yang menimbulkan nilai

positif bagi peningkatan dalam menjaga kinerja Komisi Pemberantasan

Korupsi. Serta menjalankan sistem check and balances dalam meningkatkan

produktifitas kinerja pada lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menurut Guntur F. Prisanto, Tenaga Ahli Wakil Ketua DPR-RI, Komisi

Pemberantasan Korupsi selaku pemberantasan korupsi di Indonesia, dapat

menjamin semua proses penegakan hukum di Indonesia dapat dijalankan

sesuai Undang-Undang. Adanya lembaga pengawas Komisi Pemberantasan

Korupsi, KPK tidak lagi mengurus hal yang bersangkutan dengan sistem

kerja, dan hadirnya lembaga pengawas ini dapat mempermudah dan

memajukan kerja Komisi Pemberantasan Korupsi.19

2. Menghindari Potensi Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Dalam persoalan penyadapan banyak topik pembicaraan untuk dijadikan

perdebatan, dikarenakan salah satu wewenang yang dimiliki pada Komisi

Pemberantasan Korupsi ialah penyadapan yang tanpa melalui jalur di

pengadilan. Persoalan ini banyak menjadi kontroversi pada kalangan

masyarakat dan pemerintahan.

Dalam hal menjalankan Undang-Undang untuk penindakan terhadap para

koruptor yang telah marak di Indonesia. Pada permasalahan penyadapan

Komisi Pemberantasan Korupsi mencari sebuah info terkait dugaan korupsi

dengan salah satu cara penyadapan, akan tetapi apabila dalam sebuah mencari

informasi terkait dugaan tersebut bila tidak terindikasi ada penyaluran dana

korupsi maka timbulah pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berlaku di

Indonesia. Hak asasi manusia dapat dikatakan buah reformasi yang paling

“manis”. Hak Asasi Manusia merupakan tuntutan yang dapat diajukan

seseorang kepada orang lain sampai kepada batas-batas pelaksanaan hak

tersebut. Hak asasi manusia adalah hak hukum yang dimiliki setiap orang

sebagai manusia dan bersifat universal, serta tidak memandanng apakah

19

Guntur F. Prisanto, Tenaga Ahli Wakil Ketua DPR-RI, Interview Pribadi, Jakarta, 11

Juli 2018.

Page 57: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

48

orang tersebut kaya atau miskin, atau laki-laki maupun perempuan.20

Secara

definitif “hak” merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman

berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya

peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya.21

Menurut Guntur F. Prisanto, Tenaga Ahli Wakil Ketua DPR-RI,

pentingnya sebuah lembaga pengawas untuk mengawasi Komisi

Pemberantasan Korupsi dari sifat kerja teknisnya dalam salah satu contohnya

penyadapan, sehingga Komisi Pemberantasan Korupsi tidak

menyalahgunakan wewenangnya. Secara sistematis orang yang diawasi

(calon tersangka korupsi) dalam penyadapan harus memiliki bukti permulaan

yang cukup baru dapat ditindak lanjuti untuk penyadapan, dan disitulah harus

diawasi, bukan asal menyadap. Pada realitanya, saat ada indikasi korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi lansung melakukan penyadapan, padahal

perbuatan tersebut melanggar hak kebebasan dari privasi setiap orang, dan

pada dasarnya setiap manusia mempunyai kebebasan yang dilindungi oleh

HAM.22

Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dan dibentuknya Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Pengadilan

Hak Asasi Manusia adalah produk awal hak asasi manusia pasca reformasi.

Ditambah lagi, Indonesia telah melakukan ratifikasi terhadap dua instrumen

hak asasi manusia yang paling dasar yakni International Covenant on Civil

and Political Rights dan International Covenant on Economic, Social and

Cultural Rights melalui Undang-Undang No. 11 dan No. 12 tahun 2005.

Keseluruhan beleid tersebut mengatur mengenai hak sebagai manusia yang

paling dasar sehingga menjadikan pelanggaran hak yang diatur melalui

regulasi tersebut sebagai kejahatan yang paling “jahat”. Pada tahun 2003,

20

C.de Rover, To Serve and To Protect (Acuan Universal Penegakkan HAM). (Jakarta:

PT.RajaGrafindo Persada, 2002) h.47. 21

Tim ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,

(Jakarta : Prenada Media,2003) h.199. 22

Guntur F. Prisanto, Tenaga Ahli Wakil Ketua DPR-RI, Interview Pribadi, Jakarta, 11

Juli 2018.

Page 58: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

49

Indonesia juga melakukan ratifikasi konvensi PBB mengenai Pemberantasan

Korupsi (United Nations Convention against Corruption).

Maka hal itu selalu menjadi persoalan dikarenakan setiap warga Indonesia

memiliki kesetaraan di muka umum dan setiap orang dapat memiliki rasa

hormat, sehingga isu ini dapat berpotensi besar terhadap lembaga Komisi

Pemberantasan Korupsi. Dampak terbentuknya Dewan Pengawas

kekhawatiran masyarakat dapat terselesaikan dengan controlling yang

dilakukan Dewan Pengawas. Sehingga setiap kerja yang dilakukan Komisi

Pemberantasan Korupsi dapat dipertanggung jawabkan dengan adanya

Dewan Pengawas yang melakukan laporan yang akan disampaikan kepada

presiden selaku kepala pemerintahan.

Rancangan Undang-Undang yang dibentuk Dewan Legislatif telah

memasukan klausa terkait persetujuan izin penyadapan yang diamanahi

kepada Dewan Pengawas Komisi Pemberantas Korupsi untuk

mengkonfirmasi terkait pelaksanaan penyadapan, sehingga potensi

pelanggaran pada Hak Asasi Manusia terselesaikan dengan dibentuknya

Dewan Pengawas eksternal di lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi.

Sehingga asas legalitas akan terpenuhi terkait kinerja yang dilakukan Komisi

Pemberantasan Korupsi.

3. Meminimalisir Penyimpangan dan Penyalahgunaan wewenang/kekuasaan

serta pelanggaran hukum.

Maraknya pelanggaran hukum pada organ pemerintah sehingga

menimbulkan kewaspadaan dengan mengantisipasi keburukan tersebut dengan

berbagai cara yang diupayakan untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan

bersih dari jenis pelanggaran. Banyak masyarakat telah mengetahui terkait

pada pelanggaran hukum yang menjatuhkan Dewan Komisioner Komisi

Pemberantasan Korupsi, seperti hal contoh pada kasus Abraham Samad dan

Budi Gunawan beberapa pimpinan Komisi Peberantasan Korupsi diproses

hukum untuk meminta petangung jawaban terkait kasus yang dilanggar.

Sehingga lembaga super body ini banyak mendapatkan protes masyarakat

terkait adanya pelanggaran yang dilakukan Dewan Komisioner Komisi

Page 59: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

50

Pemberantasan Korupsi, karena harapan masyarakat dengan berdirinya

lembaga pemberantasan korupsi untuk menutup dan menimalisir pelanggaran

hukum yang spesifikasinya terkait korupsi di Indonesia, sehingga citra pada

komisi tersebut telah tercemar buruk.

Adapun gagasan dari masyarakat untuk mengawasi lembaga Komisi

Pemberantasan Korupsi dengan membentuk lembaga pengawas ekternal pada

tubuh Komisi Pemberantasan Korupsi yang bertujuan untuk menjadikan

Komisi Pemberantasan Korupsi berada pada koridor hukum yang ditetapkan,

dan adanya gagasan pembentukan Dewan Pengawas ini untuk memperkuat

Komisi Pemberantasan Korupsi dalam menjalankan fungsi, tugas dan

wewenang. sehingga pengkerdilan atau cobaan-cobaan untuk menjatuhkan

lembaga pemberantasan korupsi teratasi dengan pembentukan Dewan

Pengawas yang berada pada eksternal pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Disamping itu dewan-dewan pada Komisi Pemberantasan Korupsi dapat

terawasi dengan adanya Dewan Pengawas eksternal. Selain pembentukan

lembaga baru ini diharapkan dewan-dewan komisioner pada Komisi

Pemberantasan Korupsi mendapatkan kekuatan hukum dari berbagai serangan

politisi untuk menjatuhkan dan/atau menurunkan kinerja Komisi

Pemberantasan Korupsi.

Menurut Guntur F. Prisanto, Tenaga Ahli Wakil Ketua DPR-RI, harapan

dari pembentukan badan pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ialah

mengurangi peluang kebocoran sistem akibat besarnya kekuasaan yang

dimiliki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Seperti meningkatkan kualitas

kerja Komisi Pemberantasan Korupsi dan menghindari potensi Komisi

Pemberantasan Korupsi melanggar Hak Asasi Manusia setiap orang, serta

meminimalisir penyalahgunaan wewenang serta pelanggaran hukum.23

Disisi lain, Analisis kebijakan ini mengkaji lebih mendalam bagaimana

seharusnya Dewan itu dirancang (insitutional design). Tanpa Dewan Pengawas

yang dirancang dengan baik pembusukan internal KPK yang telah, sedang, dan

23

Guntur F. Prisanto, Tenaga Ahli Wakil Ketua DPR-RI, Interview Pribadi, Jakarta, 11

Juli 2018.

Page 60: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

51

sangat mungkin terjadi di masa depan akan terus dilakukan. Tanpa pengawasan

yang efektif, KPK sangat rawan terhadap berbagai bentuk penyimpangan dan

penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Karena itu, sebelum struktur

kelembagaan dan kewenangan Dewan Pengawas dirancang, perlu diidentifikasi

terlebih dahulu berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan itu.

Banyak potensi pelanggaran hukum, kepatutan, dan kode etik

(misconduct) yang dapat dilakukan pimpinan dan pegawai KPK. KPK dapat

melakukan discriminative investigation, misalnya dengan tidak mengungkap

kasus tertentu, tidak menetapkan seseorang menjadi tersangka, atau tidak

menahan tersangka padahal terdapat alasan kuat untuk itu. KPK juga dapat

melambatkan, menunda, menghalangi (obstruction of justice) atau mendistorsi

proses penyidikan, penuntutan, dan peradilan kasus korupsi tertentu.24

Penyidik dan penuntut KPK dapat menghancurkan, menghilangkan, dan

merekayasa barang bukti. Mereka juga dapat berkonspirasi untuk melemahkan

atau merekayasa tuntutan dan dakwaan untuk meringankan hukuman atau

bahkan membebaskan terdakwa. Selain itu, mereka dapat melanggar hukum

acara pidana dan standar operating procedure (SOP) yang sudah ditetapkan.

Pimpinan dan pegawai KPK dapat melanggar indepedensi KPK. Dengan misi

tersembunyi, mereka juga dapat menghambat kinerja KPK dengan memecah

belah solidaritas kepemimpinan KPK dan menciptakan suasana kerja yang

tidak kondusif.

Dewan Pengawas harus diberi wewenang untuk menjaga dan mengawasi

agar KPK benar-benar bertindak berdasarkan hukum dan peraturan yang

berlaku. Ia adalah penjaga the rule of the game, pengawas kode etik dan

independensi KPK. Dewan tidak mentolerir underperformance dan segala

bentuk pelemahan internal KPK. Ia akan menindak penyidik dan penuntut

KPK yang melanggar SOP dan hukum acara pidana dalam menangani suatu

kasus. Karena itu, Dewan berwenang melakukan evaluasi dan audit kinerja,

24

Roby Arya Brata, Perppu Dewan Pengawas KPK, (Jakarta: Sekretariat Kabinet

Republik Indonesia, 2015), h.144.

Page 61: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

52

juga menyarankan corrective action. Dewan Pengawas dapat menyelidiki

mengapa Pimpinan KPK tidak segera menahan tersangka.25

Dewan Pengawas juga harus berwenang memberikan sanksi yang kuat

(punitive power). Misalnya, Dewan dapat memberikan rekomendasi kepada

Presiden untuk memecat Pimpinan KPK yang melakukan pelanggaran berat,

seperti menghalangi pengungkapan kasus, melanggar independensi KPK,

melakukan kejahatan dan korupsi. Akan tetapi, mekanisme checks and

balances harus diterapkan atas rekomendasi pemecatan Pimpinan KPK ini.

Apabila Presiden setuju atas rekomendasi Dewan Pengawas, ia meneruskan

rekomendasi itu ke DPR. Jika DPR juga setuju atas rekomendasi tersebut,

maka untuk menghemat anggaran, waktu, dan menjaga kinerja KPK, DPR

dapat menggunakan mekanisme penggantian antar waktu Pimpinan KPK.

Untuk mencegah terjadinya kriminalisasi dan pelemahan KPK oleh oknum

pimpinan institusi penegak hukum lain, tindak pidana dan korupsi yang

dilakukan oleh pimpinan dan pegawai (penyidik dan penuntut umum) KPK

hanya dapat disidik dan dituntut oleh Dewan Pengawas. Selain untuk bahan

evaluasi dan audit kinerja, karena itu, Dewan memiliki akses penuh terhadap

informasi dan dokumen KPK. Untuk kepentingan pemeriksaan Dewan, setiap

keputusan Pimpinan KPK harus dicatat dan dimungkinkan voting dan

dissenting opinion.26

Penyidik dan penuntut KPK hanya dapat dipecat atau dikembalikan ke

instansi asal oleh Dewan, atas usulan Pimpinan KPK atau inisiatif Dewan.

Mereka dipecat karena kinerja yang buruk, pelanggaran hukum, SOP, dan kode

etik. Pegawai administrasi KPK, dengan alasan yang sah, cukup diberhentikan

oleh Pimpinan KPK.

Pengambilan keputusan Dewan dilakukan dengan konsensus, transparan,

dan terbuka untuk umum (public inquiry). Akan tetapi, atas usul satu dari lima

anggota Dewan, keputusan harus diambil dengan voting. Keputusan dicatat dan

dimungkinkan dissenting opinion. Dewan tidak berwenang mengintervensi

25

Roby Arya Brata, Perppu Dewan Pengawas KPK, h.146. 26

Roby Arya Brata, Perppu Dewan Pengawas KPK, h.146.

Page 62: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

53

proses penyidikan dan penuntutan yang sedang dilakukan oleh KPK. Pimpinan,

penyidik, dan penuntut KPK dapat mengadukan dugaan pelanggaran kode etik

dan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan anggota Dewan kepada suatu

dewan kehormatan ad hoc.

Menurut A. Salman Manggalatung, Guru Besar Hukum Tata Negara UIN

Jakarta, menyatakan bahwa lembaga pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi

diharapkan dipilih dengan cara selektif dan diisi oleh orang-orang yang

berintegritas tinggi serta memiliki moral yang baik. Disisi lain lembaga

pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan diisi oleh tokoh-tokoh

masyarakat maupun akademisi bukan dari politisi, sehingga tidak timbul

tendensi politik dalam lembaga pengawas ekternal Komisi Pemberantasan

Korupsi.27

Dewan Pengawas juga harus berwenang memberikan sanksi yang kuat

(punitive power). Misalnya, Dewan dapat memberikan rekomendasi kepada

Presiden untuk memecat Pimpinan KPK yang melakukan pelanggaran berat,

seperti menghalangi pengungkapan kasus, melanggar independensi KPK,

melakukan kejahatan dan korupsi. Akan tetapi, mekanisme checks and

balances harus diterapkan atas rekomendasi pemecatan Pimpinan KPK ini.

Apabila Presiden setuju atas rekomendasi Dewan Pengawas, ia meneruskan

rekomendasi itu ke DPR. Jika DPR juga setuju atas rekomendasi tersebut,

maka untuk menghemat anggaran, waktu, dan menjaga kinerja KPK, DPR

dapat menggunakan mekanisme penggantian antar waktu Pimpinan KPK.

Dalam penggantian antar waktu ini, DPR langsung menetapkan calon

Pimpinan KPK yang menduduki ranking teratas namun tidak lolos dalam

seleksi di DPR. Kemudian Presiden mengangkat pengganti Pimpinan KPK itu.

27

A. Salman Manggalatung, Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta,

Interview Pribadi, Ciputat, 16 Juli 2018.

Page 63: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

54

Karena itu, panitia seleksi Pimpinan KPK wajib membuat perankingan calon

pimpinan KPK, dan idealnya DPR menerima perankingan ini. Namun bila

DPR tidak menerima perankingan panitia, ia dapat membuat perankingan

sendiri. Sebaliknya, bila Presiden dan DPR tidak setuju atas rekomendasi

pemecatan dari Dewan Pengawas maka Pimpinan KPK tersebut dapat aktif

bekerja kembali. Jika Presiden tidak setuju namun DPR setuju pemecatan,

maka DPR menggunakan sistem perankingan di atas dan Presiden melantik

pengganti Pimpinan KPK itu. Pimpinan KPK yang diusulkan dipecat dapat

melakukan pembelaan di depan DPR. Namun demikian, apabila integritas dan

kinerja Pimpinan KPK sangat baik, Dewan dapat merekomendasikan kepada

DPR maksimal dua orang Pimpinan KPK untuk dipilih kembali.

Untuk mencegah terjadinya kriminalisasi dan pelemahan KPK oleh oknum

pimpinan institusi penegak hukum lain, tindak pidana dan korupsi yang

dilakukan oleh pimpinan dan pegawai (penyidik dan penuntut umum) KPK

hanya dapat disidik dan dituntut oleh Dewan Pengawas. Selain untuk bahan

evaluasi dan audit kinerja, karena itu, Dewan memiliki akses penuh terhadap

informasi dan dokumen KPK. Untuk kepentingan pemeriksaan Dewan, setiap

keputusan Pimpinan KPK harus dicatat dan dimungkinkan voting dan

dissenting opinion.

Dapat ditarik beberapa point dari dampak pembentukan Badan Pengawas

Komisi Pemberantasan Korupsi diantaranya adalah:

1. Menjaga dan meningkatkan Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi.

2. Menghindari Potensi Pelanggaran Hak Asasi Manusia.

3. Meminimalisir penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang/kekuasaan

serta pelanggaran hukum.

Dari beberapa dampak pembentukan tersebut dapat dinilai atas

terbentuknya Dewan Pengawas pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang

Page 64: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

55

dapat menjadikan sebuah lembaga anti rasuah tersebut berada pada koridor

hukum. Sehingga dimasa yang akan datang tidak ada kekhawatiran dari

masyarakat maupun pemerintah yang menilai Komisi Pemberantasan Korupsi

buruk.

Page 65: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

56

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisis pada bab-bab sebelumnya, berikut disajikan

kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini,

yaitu:

1. Faktor penyebab pembentukan Badan Pengawas Komisi Pemberantasan

Korupsi adalah adanya potensi penyalahgunaan wewenang, pelanggaran

hukum dan penegakan kode etik oleh oknum pimpinan Komisi

Pemberantasan Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi harus dapat

mempertanggung jawabkan setiap tindakan dan keputusan yang dibuatnya.

Karena itu, kerangka akuntabilitas yang kuat dan komprehensif harus

didesain agar Komisi Pemberantasan Korupsi dapat bekerja optimal sesuai

tugas, fungsi, dan kewenangan hukumnya. Pengawas internal Komisi

Pemberantasan Korupsi tidak cukup dan tidak akan mampu mencegah

penyimpangan dan pembusukan Komisi Pemberantasan Korupsi itu,

sebagaimana yang terjadi dalam krisis kepemimpinan Komisi Pemberantasan

Korupsi sekarang. Badan Pengawas harus diberi wewenang untuk menjaga

dan mengawasi agar Komisi Pemberantasan Korupsi benar-benar bertindak

berdasarkan hukum dan peraturan yang berlaku.

2. Dampak pembentukan Badan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi

terhadap Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi yakni menjaga dan

meningkatkan kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi, menghindari potensi

penlanggaran Hak Asasi Manusia, meminimalisir penyimpangan dan

penyalahgunaan wewenang/kekuasaan serta pelanggaran hukum. Adapun

aturan mengenai Badan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi

dimasukkan dalam Pasal 37A sampai 37F RUU Komisi Pemberantasan

Korupsi. Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi dipresepsi menjadi

lembaga superbody, sehingga dibuatlah Badan Pengawas yang diharapkan

Page 66: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

57

dapat mengawasi komisi antirasuah ini. Ada Badan Pengawas yang

mengawasi Komisi Pemberantasan Korupsi dan bertanggung jawab kepada

Presiden, di sisi lain ada Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi dengan

segala kewenangannya masing-masing.

B. Rekomendasi

1. Hendaknya pemerintah dan DPR meninjau kembali mengenai pembentukan

Badan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi, agar nantinya Badan

Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ini tidak menghambat kinerja dari

Komisi Pemberantasan Korupsi bahkan dapat melemahkan Komisi

Pemberantasan Korupsi, yang bertujuan untuk memperkuat pola kerja Komisi

Pemberantasan Korupsi dalam memberantas korupsi.

2. Apabila ternyata Badan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi jadi

dibentuk, hendaknya wewenang Badan Pengawas Komisi Pemberantasan

Korupsi ini hanya untuk mengawasi Komisi Pemberantasan Korupsi apakah

sudah sesuai dengan SOP dari Undang-Undang yang berlaku, dan Badan

Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi tidak ikut campur dalam proses

penyidikan.

Page 67: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

58

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU:

Asshiddiqie, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I, Konstitusi Press,

Jakarta, 2006.

--------------, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

sekertariat jendral dan kepanitraan Mahkamah Konstitusi RI Jakarta: cet-1

2006.

Brata, Roby Arya, Perppu Dewan Pengawas KPK, Jakarta: Sekretariat Kabinet

Republik Indonesia, 2015.

Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama, 2003.

Chaerudin, dkk, Strategi Pencegahan dan Penegakan Hukum Tindak Pidana

Korupsi, Bandung: PT Refika Aditama, 2009.

Djaja, Ermansjah, Memberantas Korupsi Bersama KPK edisi kedua, Sinar

grafika, Jakarta, 2010.

Fickar Hadjar, A, Pokok-Pokok Pikiran dan Rancangan Undang-Undang

Mahkamah Konstitusi, Jakarta: KRHN dan Kemiyraan, 2003.

Huda, Ni’matul, Lembaga Negara dalam Masa Transisi Demokrasi, cet. Ke-1,

Yogyakarta: UII Press, 2007.

Ida, Laode, Negara mafia. Yogyakarta: Galang Press, 2010.

Komisi Hukum Nasional Indonesia, Laporan Akhir Administrasi Peradilan:

Pembentukan Lembaga Pengawasan Sistem Peradilan Terpadu, Jakarta:

MaPPi-FHUI, 2003.

Lin, Blocher, Chen, Manajemen Biaya Buku I, Jakarta: Salemba Empat, 2000.

Maheka, Arya, Mengenali dan Memberantas Korupsi, Jakarta: KPK RI, tt

Mahmud, Peter Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2010.

Page 68: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

59

MD, Moh, Mahfud, Perdebatan Hukum Tata Negara (Pasca Amandemen

Konstitusi), cet. Ke-2 Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.

Montesquieu, The Spirit of the Law, translated by Thomas Nugent, New York:

Hafner Press, 1949.

Prinst, Darwan, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2002.

Rover C. De, To Serve and To Protect (Acuan Universal Penegakkan HAM).

Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002.

Roy, Crince le, Kekuasaan ke-empat pengenalan ulang, diterjemahkan oleh

soehadjo, tanpa cetakan, semarang: 1981.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia

Press, 2014.

Styawati,Deni, KPK Pemburu Koruptor, Cet I, Yogyakarta:pustaka timur 2008

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada ,2012.

Sunggu ,Tumbhur Ompu, Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam

penegakan Hukum di Indonesia Yogyakarta :Total media 2012.

Syamsudi, M, Operasionalisasi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2007.

Tim ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,

Jakarta : Prenada Media,2003.

Tim Penyusun Pusat Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jakarta:

Balai pustaka, 2007.

Zoelva, Hamdan, Pemakzulan Presiden di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,

2011.

Page 69: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

60

Perundang-undangan :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang Republik Indonesia No 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Tindak

Pidana Korupsi

Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

Undan-Undang Republik Indonesia No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantas

Tindak Pidana Korupsi

Jurnal :

Iksan, Muchamad “Asas Legalitas dalam Hukum Pidana”, jurnal serambi hukum,

vol. 11 (Februari-Juli 2017)

Ismail, “Fungsi Penyidik KPK dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 2002”, Jurnal Ilmu Hukum Legal

Opinion, vol.01 No.02, (2013).

Kusuma, R.M.A.B., “sistem Pemerintahan dengan Prinsip “check and balances”

Jurnal konstitusi, Vol. 1 Nomor 2 Desember 2004

Nugroho, Hibnu,“Efektivitas Kordinasi dan Supervisi dalam penyidikan Tindak Pidana

Korupsi oleh KPK”, Jurnal Dinamika Hukum, vol. 13 no. 3 September (2013).

S., Ujang Charda, “Potensi Penyalahgunaan Kewenangan oleh Pejabat

Administrasi Negara dalam Pengambilan dan Pelaksanaan Kebijakan Publik”,

Jurnal Wawasan Hukum, vol.27 No.02 September (2012).

http://e-journal.uajy.ac.id/3551/3/2EA16466.pdf

Situs Web :

http://news.liputan6.com/read/3078042/ada-potensi-penyalahgunaan-wewenang-

di-tubuh-kpk

Page 70: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

61

https://kgsc.wordpress.com/prinsip-dasar-kekuasaan

ICAC, Independence/Accountability, yang diakses dari

http://www.icac.nsw.gov.au/go/ the-icac/what-is-the-icac/independence/-

accountability

www.kpk.go.id

www.radarkontra.com

Page 71: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

F

SURAT KETERAN]CAN TELAH MELAKUKAN WAWANCARA

Saya yang befiandatangan dibawah ini :

Narna

Jabatan

Nama

Nim

lnstansi

: Prof. Dr. H. A. Salman Manggalatung, S.H., M.H.

: Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum

Dengan ini Menerangkan bahwa :

: Tomy Marlin Manday

:1113048000013

: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Benar benar telah melakukan warvancara yang berkaitan dengan judul penelitian STUDI

KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI PEMBER-q.NTASAN

KORUPSI' Demikian surat keterangan ini agar dapat digunakan sebagaimana mestinya

16 Juli 2018

Page 72: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

F

I

Saya yang

Nama

Jabatarr

Dr. Guntur F. Prisanto, SE, SH, MHum, MHTeruga Ahli Wakil Ketua DPR-RI

DPR RI - Cedmg Nmtara III I.t- 4Jl. fenC. Catot Subroto lakarta 7O27O Telp-V21-5715519 Fax.021-57?6971

18 7,75 225€ mail: g-.rntur74€idord.com

SURAT KETERANGAN TELAH MELAKUKAN WAWANCARA

bertandatangan Jibawah ini :

: Dr. GunturF. Prisanto, S.8., S.H., M.Hum., M.H.

,.T.ew l.!!!... yh*:! K(s A{tP - ?i

Dengan ini Menerangkan bahwa :

Nama : Tomy Marlin Manday

Nim : 1t 13048000013

lnstansi : universitas Islam Negeri syarif Hidayatullah Jakarta

Benar benar telah melakukan wa\+'ancra yang bsrkaitan dengan judul penelitian STUDI

r\ONSEPTUAL MENGENAI BADAN PE}iGAWAS KOMISI PEMBERANTASAN

KoRUFSI. Demikian surat keterangan ini agar dapatdigunakan sebagairnana mestinya

I

Jakarta, ll Juli 2018

Page 73: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

TRANSKRIP WAWANCARA PENELITIAN

Prof. Dr. H. A. Salman Manggalatung, S.H., M.H.

1. Bagaimana menurut bapak tentang pengawasan?

Pengawasan itu ialah rangkaian kegiatan mengawasi guna untuk memperbaiki dan

meluruskan apa yang organisasi lakukan tersebut sudah berjalan sesuai dengan

apa yang telah ditentukan, untuk mencapai tujuan tertentu. Dan disamping lain

berguna untuk membatasi setiap wewenang intistusi tersebut karena di

khawatirkan bertidak sewenang-wenang.

2. Bagaimana menurut bapak, KPK sebuah lembaga independen yang tidak memiliki

pengawasan?

Menurut saya, penting adanya lembaga pengawas untuk Komisi Pemberantasan

Korupsi dikarenakan lembaga yang bersangkutan tidak betindak sewenang-

wenang walaupun sudah memiliki aturan, dan jangan terlalu menjadikan lembaga

yang superbody, karena berdampak terjadinya arogansi lembaga karena lembaga

tersebut merasa tidak ada yang mengawasi. Yang menurut lembaga/orang lain itu

bisa berdampak abuse of power karena hal itu, tidak ada rasa yang mengawasi

disebuah lembaga tersebut. Karena pada dasarnya ada pengawasan internal

disebuah lembaga indepeden tidak dapat menjamin bahwa sistem yang dijalankan

telah pada koridor hukum yang ditetapkan.

3. Apa faktor dari pembentukan badan pengawasan KPK?

Dari segi pelaksanaan, Komisi Pemberantasan Korupsi harus diawasi dari bidang

penyidikan maupun penyelidikannya. Dan dari segi fungsi anggaran itu harus

diawasi karena tidak sedikit anggaran yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan

Korupsi untuk menangani sebuah kasus korupsi. Karena anggaran yang dimiliki

KPK mencapai 3 Triliun itu sangat besar, jadi itu salah satu faktor dorongan

lembaga independen ini harus diawasi. Jadi semua manusia yang terlibat di

lembaga tersebut dari unsur pimpinan sampai unsur pelaksana tugas harus

diawasi.

4. Bagaimana dampak dari pembentukan badan pengawas KPK?

Page 74: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

Banyak dampak yang dapat diperoleh yakni, Komisi Pemberantasan Korupsi jadi

bertindak dengan penuh kehati-hatian, dan mitra ke masyarakat dan lembaga-

lembaga lainnya jadi lebih baik karena lahirnya lembaga pengawas yang

mengawasi KPK. Karena pada sebelumnya KPK dalam menjalankan

kewajibannya dinilai lemah.jadi lahirnya lembaga ini bedampak positif buat KPK.

Disisi lain lembaga pengawas KPK ini dipilih harus selektif dan diisi oleh orang-

orang yang berintegritas dan moral yang tinggi, tetapi tidak dari partai politik,

melaikan dari akademisi, tokoh masyarakat sehingga tidak timbul kandungan nilai

politik di dalam lembaga pengawas ekternal KPK tersebut.

Diketahui

.....................................

Page 75: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

TRANSKRIP WAWANCARA PENELITIAN

Dr. Guntur F. Prisanto, S.E., S.H., M.Hum., M.H.

1. Bagaimana menurut bapak tentang pengawasan?

Kalau bicara tentang pengawasan, kita bicara pada konteks demokrasi, tidak ada

manusia benar-benar jahat dan tidak ada manusia benar-benar baik, jadi manusia

itu posisinya rata-rata. Disatu sisi kita tidak boleh mencurigai manusia dengan

berlebihan tapi disisi lain jangan menganggap manusia itu tidak pernah punya

potensi salah maka dari itu diperlukanlah sistem pengawasan untuk menghindari

abuse of power.

2. Adakah undang-undang atau peraturan yang mengatur tentang pentingnya

pegawasan disetiap lembaga?

Pada prinsipnya, indonesia menganut sistem trias politica. Dan KPK itu termasuk

dari bagian eksekutif maka perlu lembaga yang mengawasi. Selama ini DPR

mengawasi semua lembaga negara yang mendapat dana dari APBN, tetapi yang

dimaksud pengawasan disini lebih bersifat teknis dan DPR tidak bisa masuk

keranah tersebut. Karena dikhawatirkan terjadinya konflik of intres. Memang

perlu sebuah lembaga pengawas untuk mengawasi KPK dari sifat kerja teknisnya

dalam salah satu contoh penyadapan, sehingga KPK tidak menyalahgunakan

wewenangnya di lembaga tersebut. Menurut pak guntur secara sistematis orang

yang diawasi dalam artian penyadapan harus memiliki bukti permulaaan yang

cukup baru dapat ditindak lanjuti untuk penyadapan dan disitulah harus diawasi.

Konon kabarnya komisioner KPK tidak tau disadap itu siapa. Jadi ada SOP

(standar operasional prosedur) internal di KPK sebetulnya hukum acara dan SOP

tersebut tidak pernah diuji dan orang lain tidak tahu kelayakan SOP yang dibuat

KPK tepat atau tidak. Dan itu melanggar prinsip demokrasi jadi disamping itu

perlualah lembaga pengawas, guna untuk mengawasi sistem yang ada di KPK.

3. Bagaimana menurut bapak, KPK sebuah lembaga independen yang tidak memiliki

pengawasan ekternal?

Jadi seharusnya indepedensinya itu adalah dalam dia melakukan tupoksinya, dia

tidak harus bertanya kepada siapapun (lembaga lain) untuk menjalankan

Page 76: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

pemberantasan korupsi, dari hal penyidikan dan penyelidikan karena tupoksinya

dijamin oleh Undang-Undang. Tetapi harus ada yang mengawasi dalam artian

bahwa KPK itu menjalankan amanat dari undang-undang, tidak boleh malakukan

lebih dari yang dimanatkan undang-undang, tidak boleh melakukan hal yang

berpotensi melanggar hak asasi manusia dan kebebasan sipil. Pada realitanya

sekarang dengan membawa nama pemberantasan korupsi, KPK semena-mena

melakukan penyadapan, dan itu tidak tepat jadi jangan sampai agenda

pemberantasan korupsi tersebut lebih besar dibandingkan dengan

mempertahankan nilai-nilai demokrasi di indonesia, prinsip kebebasan individu

itu harus dijaga.

Independen itu dalam arti menjalankan tupoksinya tetapi tidak berarti tidak

diawasi, pada prinsipnya manusia pasti pernah melakukan kesalahan.

4. Bisakah terjadinya hal-hal politik yang pernah disampaikan pak fahri apabila KPK

tidak dibentuk lembaga pengawas? Hal politik apasaja yang dapat dilakukan?

Jadi itu yang di khawatirkan, buat sebagian masyarakat ini bisa dibuat sebagai

rumor, Nilai-nilai politik itu bisa saja terjadi dalam hal kinerja KPK, dalam

menjalankan hak angket KPK oleh regulator dalam bisik-bisikan sering sekali

merasa dikerjain dengan cara menangkap anggota DPR dalam artian KPK itu

mempunyai target-target tertentu, dalam targetnya tersebut KPK banyak

menargetkan kepada politisi-politisi. Ada 2 tipe politik di dunia ini, yang pertama

politik yang dibiayai oleh negara jadi politisi ini hanya memikirkan gagasan saja,

yang kedua politik pembiayaannya dari partai-partai politik, seperti contoh

kecilnya antara pengusaha dan lobby’s dengan mempertahanakan nilai-nilai yang

ada dipasal tersebut, tetapi pihak regulator tidak ikut campur dan tidak menerima

suap untuk kepentingan pribadi antara lobby’s dan pengusaha tersebut sehingga

perjanjian tersebut mempunyai feedback antara pengusaha dan warga negara

indonesia dan itu legal, tidak menyimpang dari aturan. Walaupun di indonesia

belum mengatur secara jelas sitem berpolitik. Pemerintah membiayai Rp 1000

perlembar suara pada saat pemilu, dan jumlahnya mencapai miliaran rupiah. Uang

tersebut digunakan untuk pembiayaan operasional partai. Dan dari jumlah

pembiayaan tersebut tidak mencukupi sehingga kader politisi ini mencari uang

Page 77: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

dengan cara mereka sendiri, karena tidak ada aturan yang mengatur, akhirnya

kebanyakan politisi salah jalan menggunakan haknya. Pada akhirnya kita melihat

korupsi di indonesia merupakan dampak dari keserakahan manusia. Kembali lagi

ke sistem demokrasi tidak ada orang yang benar-benar baik dan benar-benar jahat,

jadi karena antara kebutuhan dan peluang mereka mau mengambil tindakan

tersebut. Dikarenakan biaya berpolitik di indonesia ini sangatlah besar sehingga

indonesia perlu membentuk pembiayaan partai politik oleh negara dan kembali

lagi tidak lepas dari keserakahan manusia.

5. Apa nilai positif ketika dibentuk lembaga pengawas KPK?

Dapat menjamin bahwa semua proses penegekan hukum di indonesia dapat

dijalankan dengan cara sesuai dengan Undang-Undang, jadi adanya pegawasan,

KPK tidak lagi mengurus hal-hal mekanisme kerja, dengan adanya lembaga

pengawas ini dapat mempermudah cara kerja KPK dengan prosedur-prosedur

yang ditetapkan oleh lembaga pengawas, sehinggi tidak lagi menjadi buah bibir

dimasyarakat. Dapat menaikan citra KPK ke masayarakat dan melepaskan

kecurigaan politisi terhadap KPK.

6. Apa nilai negatif ketika dibentuk lembaga pengawas KPK?

Nilai negatif ini dapat diantisipasi kita bisa memastikan di dalam lembaga

pengawas diisi oleh orang-orang yang berkopeten dan memiliki intergritas yang

tinggi dan tidak lekang dari pengalaman dibidang hukum

7. Apa faktor dari pembentukan pengawasan KPK?

Badan pengawas ini jangan dicurigai, antara kedua belah pihak. Dan selama ini

motornya hanya dari DPR dan KPK. Hadirnya badan pengawas ini bertujuan

untuk menghilangkan kecurigaan-kecurigaan dan kebocoran sistem karena KPK

intitusi yang kewenangannya sangat besar. Jadi kita harus membangun sistem fear

dari demokrasi yang setiap manusia itu sama dalam artian melakukan kebaikan

dan melakukan kejahatan. Pada realitanya penyidik KPK begitu keluar dari

lembaga tersebut balik ke kepolisian ternyata ditangkap dengan terima suap. Jadi

haruslah kita membuat sistem untuk menantisipasi terjadinya hal penyelewengan,

dengan timbul gagasan pembentukan lembaga pengawas KPK ini akan banyak

memberi nilai positif baik bagi KPK maupun masyarakat dan lembaga lainnya.

Page 78: STUDI KONSEPTUAL MENGENAI BADAN PENGAWAS KOMISI ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42995/1/TOMI...1. Ketr-ra 2. Sckcr-talis 3. Pernbiinbing 4. Penguji I 5 PcngLr;i

Seperti kekhawatiran legislatif kepada KPK, dengan adanya lembaga pengawas

sedikitnya akan berkurang monitoring DPR terhadap KPK karena telah ada yang

mengawasi.

8. Bagaimana dampak dari pementukan badan pengawas KPK?

Harapan dari pembentukan badan pengawas KPK ialah mengurangi peluang

terjadinya kebocoran sistem akibat besarnya kekuasaan yang dimiliki oleh KPK.

Seperti meningkatkan mutu kerja KPK dan mengindari potensi KPK dalam

melanggar hak asasi setiap manusia dalam hal penyadapan serta dapat

meminimalisir penyalahgunaan wewenang serta pelanggaran hukum.

Diketahui

..............................