89
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user STUDI KOMPARASI HUKUM PENGATURAN KONSEP PEMBUKAAN RAHASIA BANK (BANK SECRECY DISCLOSURE) DALAM PENYIDIKAN PERKARA MONEY LAUNDERING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN REPUBLIC OF THE PHILIPPINES CODE NO. 9160 ON ANTI MONEY LAUNDERING ACT OF 2001 Oleh : EKA WINARNI E. 1106024 SKRIPSI ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

STUDI KOMPARASI HUKUM PENGATURAN KONSEP …/Studi... · dengan perkara money loundering baik yang ada di Indonesia maupun di Philipina. Dalam hal ini ... pengaturan pembukaan rahasia

Embed Size (px)

Citation preview

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

STUDI KOMPARASI HUKUM PENGATURAN KONSEP PEMBUKAAN RAHASIA BANK (BANK SECRECY DISCLOSURE)

DALAM PENYIDIKAN PERKARA MONEY LAUNDERING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN REPUBLIC OF THE PHILIPPINES

CODE NO. 9160 ON ANTI MONEY LAUNDERING ACT OF 2001

Oleh :

EKA WINARNI E. 1106024

SKRIPSI

ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Hukum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

ABSTRAK EKA WINARNI. E. 1106024. 2010. STUDI KOMPARASI HUKUM PENGATURAN KONSEP PEMBUKAAN RAHASIA BANK (BANK SECRECY DISCLOSURE) DALAM PENYIDIKAN PERKARA MONEY LAUNDERING MENURUT UU NO. 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN REPUBLIC OF THE PHILIPPINES CODE NO. 9160 ON ANTI MONEY LAUNDERING ACT OF 2001. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi).2010.

Penulisan Hukum ini bertujuan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pengaturan konsep pembukaan rahasia bank (bank secrecy disclosur) dalam penyidikan perkara money laundering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Rebuplic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money Loundering act of 2001 dan mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya persamaan dan perbedaan tersebut.

Dilihat dari tujuan penelitian, penulisan hukum ini termasuk dalam jenis penelitian hukum normatife bersifat preskriptif. Sumber data sekunder yang digunakan berupa dokumen publik dan catatan-catatan resmi yaitu dokumen peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perkara money loundering baik yang ada di Indonesia maupun di Philipina. Dalam hal ini sumber data yang digunakan adalah Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Anti Money Laundering Act of 2001 dan juga bahan-bahan kepustakaan lainnya. Tehnik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, dengan cara menginventarisasi dan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, tulisan-tulisan dan dokumen yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti. Tehnik analisis data dengan model kualitatif.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa sesuai dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Rebuplic of the Philippenes code No. 9106 on Anti Money Loundering act of 2001 persamaan konsep pembukaan rahasia bank dalam penyidikan tindak pidana pencucian uang pada dasarnya dilaksanakan dalam rangka memberikan mekanisme kepada penegak hukum untuk dapat membuka rekening setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang. Kewenagan ini diserahkan kepada penegak hukum untuk membuka rekening setiap orang yang telah dilaporkan, tersangka atau terdakwa dengan tujuan memudahkan dalam penanganan perkara. Perbedaan diantara keduanya dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia dibentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Laporan Keuangan (PPATK), sedangkan di Filipina dibentuk sebuah dewan yang disebut dengan Anti Money Laundering Council (AMACL). Faktor yang mempengaruhi persamaan dan perbedaan diantara kedua Negara tersebut karena adanya kepentingan bangsa dan rakyat dalam rangka pencegahan dan penanganan tindak pidana money laundering yang dapat menimbulkan kerugian besar bagi kepentingan umum. Sedangkan faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan dan pengaturan pembukaan rahasia bank karena adanya mekanisme hukum dan prosedur dalam penanganan hukum dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana money laundering yang berbeda diantara kedua Negara tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

ABSTRACT EKA WINARNI. E. 1106024. A COMPARATIVE STUDY ON THE REGULATION OF BANK SECRECY DISCLOSURE IN INVESTIGATING THE MONEY LAUNDERING CASE ACCORDING TO ACT NO. 15 OF 2003 ABOUT THE MONEY LAUNDERING CRIMINAL ACTION AND REPUBLIC OF PHILIPPINE CODE NO. 9160 ON ANTI MONEY LAUNDERING ACT OF 2001. Law Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. Thesis. 2010.

This research aims to find out the regulation similarity and the difference bank secrecy disclosure regulation in investigating the money laundering case according to Act No. 25 of 2003 about Money Laundering Criminal Action and Republic of the Philippines code no. 9160 on Anti Money Laundering Act of 2001 and to find out the factors causing such similarity and difference.

Viewed from the objective of research, this study belongs to a normative law research that is prescriptive in nature. The secondary data sources used were public document and official notes, namely, the legislation document relating to good money laundering case emerging in both Indonesia and Philippine/ in this case the data source used was Act No. 25 of 2003 about Money Laundering Criminal Action and Anti Money Laundering Act of 2001, as well as other literature. Technique of collecting data used was secondary data documentation. Technique of collecting data employed was library study by collecting and ordering data relevant to the problem studied, by inventorying and leaning the legislation, books, writing and document relevant to the problem the writer studied. Technique of analyzing data used was qualitative model.

Considering the research it can be found that according to Act No. 25 of 2003 about Money Laundering Criminal Action and Republic of the Philippines code no. 9160 on Anti Money Laundering Act of 2001, the similarity of bank secrecy disclosure concept in investigating the money laundering criminal action is basically conducted in the attempt of providing the mechanism to the law enforcer to be able to open every one’s account assumed committing the money laundering criminal action. This authority is given to the law enforcer to open the account of everyone reported, the accused in the purpose of facilitating the case handling. The difference between them is that in the attempt of preventing and eradicating the money laundering criminal action in Indonesia it has been established the Reporting and Financial Report Transaction Analysis Centre (PPATK), while in Philippine it has been established a council called Anti Money Laundering Council (AMACL). The factors causing the similarity and difference among the two countries is because the presence of the nation’s and people’s interest in the attempt of preventing and eradicating the money laundering criminal action that can result in big lost for the public interest. While the factors causing the difference and the regulation of bank secrecy disclosure is the presence of law mechanism and procedure of dealing with the law in preventing and eradicating the money laundering criminal action that is different among the two countries.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke-4 dengan

sangat jelas menerangkan bahwa tujuan dibentuknya Negara Kesatuan

Republik Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia

dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan

umum serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembukaan (mukadimah)

UUD 1945 ini mengandung banyak dimensi kehidupan bangsa, antara lain

meliputi kemanusiaan, sosial, politik, ekonomi, budaya, hukum dan tata

pergaulan internasional yang harus dipelihara dan dikembangkan sesuai

dengan kepentingan nasional. (Tim Penyusun, Naskah Akademik

Rancangan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana

Pencucian Uang, Jakarta, 2006, hlm. 1).

Sampai saat ini, setelah Indonesia merdeka dan berdaulat, tujuan

negara untuk menyejahterakan rakyat belum tercapai. Banyak kendala

yang dihadapi untuk mencapai tujuan-tujuan negara tersebut. Sejak

terjadinya krisis moneter pada tahun 1998, pemerintah belum juga mampu

untuk mengembalikan tingkat pertumbuhan ekonomi seperti sebelum

krisis, bahkan kita semakin terpuruk ke dalam penderitaan. Banyak pakar

berpendapat bahwa keterpurukan bangsa ini terutama disebabkan oleh

lemahnya penegakan hukum khususnya dalam penanganan perkara pidana.

(Tim Penyusun, Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta,

2006, hlm. 2)

Penegakan hukum yang banyak disorot oleh dunia internasional

adalah penegakan dalam tindak pidana pencucian uang (money

laundering). Penanganan perkara ini dinilai masih bersifat tebang pilih,

1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

kurangnya political will dan moral hazard dari pemegang kekuasaan, serta

belum ada harmonisasi dari seluruh peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Diakui atau

tidak, pemberantasan tindak pidana pencucian uang menghadapi kendala

baik bersifat teknis maupun non teknis. Pemikiran agar Indonesia membuat

suatu undang-undang tentang pencucian uang telah ada sejak Orde Baru

mulai berkuasa. (Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana

Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, PT. Pustaka Utama Grafiti,

Jakarta, 2004. hlm. ix)

Perhatian dunia internasional terhadap praktek pencucian uang

semakin meningkat setelah Financial Action Task Force on Money

Laundering (FATF) menyusun dan mengeluarkan the Forty

Recommendations, yaitu sebuah kerangka dasar bagi upaya pemberantasan

pencucian uang dan dirancang sebagai pedoman yang dapat di-

implementasikan secara universal. FATF adalah sebuah lembaga antar

pemerintah (intergovernmental body) yang dibentuk oleh G-7 Summit di

Paris pada Juli 19 89, yang bertujuan mengembangkan dan meningkatkan

kebijakan untuk memberantas praktek pencucian uang di dunia. (Siahaan,

NHT, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Pustaka Sinar Harapan,

Jakarta, 2002. hlm. 111).

Bulan Juni 2001, secara mengejutkan Indonesia ditetapkan sebagai

negara yang tidak kooperatif dalam memberantas praktek-praktek pencucian

uang oleh FATF. Sebagai konsekuensinya Indonesia dimasukan dalam NCCT

list (non-cooperative countries and territories) bersama 16 belas negara

lainnya. Dimasukannya Indonesia ke dalam FATF blacklist berdasarkan

pada berbagai pertimbangan, yaitu belum adanya peraturan perundang-

udangan yang menyatakan pencucian uang sebagai tindak pidana, terdapat

loopholes (kekosongan hukum) dalam pengaturan lembaga keuangan

terutama lembaga keuangan non-bank, terbatasnya sumber daya dalam

pencegahan dan pemberantasan pencucian uang, serta minimnya kerjasama

internasional dalam upaya memerangi kejahatan pencucian uang. (Yunus

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Husein, Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,

Prosiding,Pusat Pengkajian Hukum, Jakarta, 2005, hlm. 35).

Berbagai kelemahan yang dimiliki Indonesia pada saat itu,

permasalahan ketiadaan peraturan perundang-undangan yang

mengkriminalisasi praktek pencucian uang merupakan kelemahan dasar dan

fatal, karena tanpa adanya kriminalisasi terhadap pencucian uang maka

tindakan menyembunyikan dan/atau menyamarkan harta kekayaan hasil

dari suatu kejahatan merupakan tindakan yang dibenarkan menurut hukum di

Indonesia. Oleh karena itu FATF menganggap bahwa Indonesia belum

eligible untuk dapat masuk dalam pergaulan antar bangsa. Reaksi yang

terjadi di dalam negeri atas dimasukannya Indonesia ke dalam NCCT list

bermacam-macam. Beberapa pakar berpendapat bahwa pemerintah tidak

perlu menghiraukan desakan internasional, dengan alasan bahwa Indonesia

bukan anggota dari FATF, karena FATF sendiri bukan sebuah organisasi

internasional atau badan dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

sehingga Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk tunduk terhadap badan

ini. Secara formal hal demikian dapat diterima, bahwa memang FATF bukan

suatu badan atau organisasi internasional yang dapat memaksakan kebijakan-

kebijakannya terhadap negara diluar anggota.

Pengesahan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 sebagai

perbaikan-perbaikan atas kekurangan dari Undang-Undang No.15 Tahun

2002, sekali lagi tidak serta merta mengeluarkan Indonesia dari daftar

negara-negara dan wilayah yang tidak kooperatif dalam usaha pencegahan

dan pemberantasan pencucian uang (NCCT list). Dikeluarkannya Indonesia

dari daftar hitam (balcklist) adalah sangat tergantung dari pelaksanaan

dan penegakan undang-undang tersebut. Implementasi UU TPPU sangat

penting, bukan saja guna menghindari sanksi (counter measures) dari

FATF, tetapi juga bertujuan agar berbagai predicate offences (tindak

pidana awal) yang merupakan sumber uang haram dapat diberantas atau

paling tidak dikurangi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

Telah diketahui, bahwa melalui pencucian uang pelaku tindak

pidana dapat menyembunyikan dan menyamarkan, lalu pada tahap

selanjutnya dapat menggunakan hasil dari tindak pidana itu secara bebas.

Sifat dari tindak pidana pencucian uang adalah sulit di lacak (untraceable),

tidak ada bukti tertulis (paperless), tidak kasat mata (discernible), dillakukan

dengan cara yang rumit (intricrate) dan karena didukung oleh teknologi

canggih, maka juga bersifat sophisticated. Dengan adanya sifat -sifat tersebut,

maka menjadi sangat sulit untuk mencegah dan memberantas tindak pidana

ini.

Usaha untuk mencegah dan memberantasan tindak pidana

pencucian uang perlu dilakukan pelacakan, pembukaan, pembekuan, dan

penyitaan atas aset atau rekening dari tersangka atau terdakwa pelaku

pencucian uang. Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang telah

memberikan suatu mekanisme dan aturan dalam melakukan penyelidikan,

penyidikan dan pemeriksaan di persidangan ter hadap kasus atau perkara

tindak pidana pencucian uang. Akan tetapi sampai saat ini masih

terdapat kendala dan hambatan dalam penerapannya.

Kendala-kendala dalam rangka penegakan hukum tindak pidana

pencucian uang, antara lain menyangkut:

1. Pembukaan rahasia bank, pemblokiran dan permintaan keterangan

mengenai rekening nasabah;

2. Penyitaan dana yang diduga berasal dari tindak pidana;

3. Pemeriksanaan atau penyelidikan;

4. Perlindungan saksi, ahli dan pelapor (whistle blower);

5. Tukar-menukar informasi antara pihak terkait;

6. Mengenai alat bukti, dan pembuktian di persidangan;

7. Proses hukum pemberian sanksi administratif;

8. Pemberkasan perkara dan tata cara pembuatan dakwaan;

Berbicara mengenai kendala dan hambatan dalam mencegah dan

memberantas tindak pidana pencucian di Indonesia selama 5 (lima) tahun

terakhir, maka perlu dikemukakan mengenai pembukaan rahasia bank

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

guna mencari atau melacak harta kekayaan serta menggunakan rahasia bank

tersebut dalam pembuktiaan kesalahan terdakwa di persidangan. Pembukaan

rahasia bank menjadi elemen penting dalam proses penyidikan dan

pembuktian dalam rangka pemeriksaan perkara pencucian uang.

Rahasia bank dan pengecualiannya diatur dalam Undang-Undang

No.10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 Tentang Perbankan dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

Uang. Walaupun demikian, pembukaan rahasia bank bukanlah suatu

perkara yang mudah dilakukan. Adanya beragam penafsiran atas beberapa

aturan dalam UU TPPU, menjadikan pembukaan transaksi atau rekening

milik tersangka atau terdakwa sering menghadapi masalah.

Aturan tentang pengecualian rahasia bank yang diatur dalam UU

TPPU belum jelas dan mengandung pengertian yang ambigu, sehingga

sangat menyulitkan penyidik atau hakim dalam memeriksa perkara. Selain

itu, pengaturan pembukaan rahasia bank yang diatur dalam UU TPPU

menimbulkan pertentangan antara UU TPPU dengan UU Perbankan. Juga

perlu dipertanyakan apakah pembukaan rahasia bank yang diatur dalam UU

TPPU dapat mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang di

Indonesia.

Berbeda dengan penanganan tindak pidana pencucian uang yang ada di

negara lain seperti Philipina, di negara tersebut penanganan terhadap tindak

pidana pencucian uang dapat dilaksanakan dengan baik. Di Philipina juga

mempunyai dasar hukum sebagai pedoman dalam pelaksanaan penanganan

terhadap tindak pidana pencucian uang (money loundering) yaitu Republik Of

The Philippines Code No. 9160 On Anti Money Laundering Act Of 2001.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis ingin

mengangkat permasalahan yang terkait dengan penangan terhadap tindak

pidana pencucian uang yang ada di Indonesia dan di Philipina sebagai bagan

pembahasan dalam penelitian ini. Untuk itu dalam penelitian ini penulis

memberikan judul : “STUDI KOMPARASI HUKUM PENGATURAN

KONSEP PEMBUKAAN RAHASIA BANK (BANK SECRECY

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

DISCLOSURE) UNTUK KEPENTINGAN PEMERIKSAAN PERKARA

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG MENURUT UU NO. 25

TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

DENGAN REPUBLIK OF THE PHILIPPINES CODE NO. 9160 ON

ANTI MONEY LAUNDERING ACT OF 2001”.

B. Rumusan Masalah

Dalam suatu penelitian diperlukan adanya perumusan masalah untuk

mengidentifikasikan persoalan yang diteliti sehingga sasaran yang hendak

dicapai menjadi jelas, tegas, terarah, serta tercapainya sasaran yang

diharapkan.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis akan merumuskan pokok

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah persamaan dan perbedaan pengaturan konsep pembukaan rahasia

bank (bank secrecy disclouser) dalam pemeriksaan perkara pencucian

uang menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian

Uang dengan Republic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money

Loundering Act of 2001 ?

2. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya persamaan dan

perbedaan tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan hal-hal yang hendak dicapai oleh penulis

melalui penelitian yang berhubungan dengan rumusan masalah yang sudah

ditetapkan. Dalam penelitian ini, penulis mempunyai tujuan yang terbagi dua,

yaitu:

1. Tujuan obyektif

a. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pengaturan konsep

pembukaan rahasia bank (bank secrecy disclouser) dalam penyidikan

perkara money laudering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines

code No. 9160 on Anti Money loundering act of 2001.

b. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya persamaan

dan perbedaan tersebut.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh data yang lebih lengkap dan jelas sebagai bahan

untuk menyusun penulisan hukum, sebagai persyaratan dalam

mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

b. Untuk menambah, memperluas dan mengembangkan pengetahuan

serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek di lapangan

hukum yang sangat berarti bagi penulis.

c. Untuk lebih meningkatkan serta mendalami berbagai teori yang telah

penulis dapatkan di Fakultas Hukum, khususnya di bidang Hukum

Acara Pidana.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

1) Hasil penelitian dapat menyumbangkan pemecahan-pemecahan atas

permasalahan dari sudut teori.

2) Hasil penelitian dapat digunakan untuk menambah referensi di bidang

karya ilmiah yang dapat mengembangkan ilmu pengetahuan.

3) Penelitian ini merupakan latihan dan pembelajaran dalam menerapkan

teori yang diperoleh sehingga menambah penegatahuan, pengalaman

dan dokumentasi ilmiah.

b. Manfaat praktis

1) Dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang

diteliti.

2) Dapat memberikan data dan informasi mengenai pengaturan prinsip

mengenal nasbah dalam Perundang-undangan yang menagtur

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang yang berlaku di Indonesia

dan Filipina.

3) Dapat dipergunakan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang

berkepentingan secara langsung dalam penelitian ini.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan hukum ini

adalah penelitian hukum doctrinal. Penelitian yang digunakan bersifat

normative, yaitu penelitian yang difokuskan pada bahan pustaka atau data

sekunder, yang mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan

tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian

dibandingkan dan ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan

dengan pengaturan konsep pembukaan rahasia bank (Bank Secrecy

Disclosure) dalam penyidikan perkara money laundering menurut UU No.

25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republik

of the Philippines code No. 9106 anti money laundering act of 2001 ( Peter

Mahmud Marzuki. 2006 : 35 ).

2. Sifat Penelitian

Berdasarkan dengan masalah yang diajukan penulis, maka

pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan penelitian

yang bersifat preskriptif, maka penelitian ini mempelajari tujuan hukum,

nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan

norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 22).

Dalam penelitian ini penulis ingin memperoleh gambaran yang

nyata dan jelas tentang komparasi hukum pengaturan konsep pembukaan

rahasia bank (bank secrecy disclosure) dalam penyidikan perkara money

laundering menurut Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines code No. 9160

on Anti Money Laundering Act of 2001.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

3. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah jenis data sekunder berupa

dokumen publik dan catatan-catatan resmi (public documents and official

records), yaitu dokumen peraturan perundangan yang berkaitan dengan

masalah money loundering baik yang ad di Indonesia maupun di Philipina.

Disamping sumber data yang berupa leteratur-literatur baik berupa artikel,

jurnal penelitian maupun hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan

penelitian ini.

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini

adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh data yang diperoleh dari

bahan pustaka, seperti dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil

penelitian yang berwujud laporan, jurnal maupun arsip-arsip yang sesuai

dengan penelitian yang dibahas.

Dari sudut kekuatan mengikatnya, data sekunder dapat

digolongkan ke dalam :

a. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum atau bahan pustaka

yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat secara yuridis,

adapun yang penulis gunakan adalah :

1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

2) Kitab Undang Undang Hukum Pidana.

3) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana.

4) UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

5) Republic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money

Loundering Act of 2001

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer, seperti misalnya, hasil karya ilmiah para sarjana yang

terkait dalam penelitian ini, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari

kalangan hukum, dan seterusnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder; contohnya

adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, internet dan seterusnya.

5. Teknik Pengumpul Data

Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

cara pengumpulan (dokumentasi) data sekunder berupa peraturan

perundangan, artikel maupun dokumen lain yang dibutuhkan untuk

kemudian dikategorisasi menurut pengelompokan yang tepat. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan teknik studi pustaka untuk

mengumpulkan dan menyusun data yang diperlukan.

6. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan logika

deduktif. Dalam hal ini sumber penelitian yang diperoleh dalam penelitian

ini dengan menggunakan inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian

dari studi kepustakaan, aturan perundang-undangan beserta dokumen-

dokumen yang dapat membantu menafsirkan norma terkait, kemudian

sumber penelitian tersebut diolah dan dianalisis untuk menjawab

permasalahan yang diteliti. Tahap terakhir adalah menarik dari sumber

penelitian yang diolah sehingga pada akhirnya dapat diketahui persamaan

dan perbedaan pengaturan konsep pembukaan rahasia bank dalam

penyidikan perkara money laundering menurut UU No. 25 Tahun 2003

tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines

code No. 9106 in Anti Money Loundering act of 2001 dan faktor-faktor

yang menyebabkan terjadinya persamaan dan perbedaan tersebut.

Menurut Philipus M.Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter

Mahmud motede deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh

Aristoteles penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis

mayor (pernyataan besifat umum). Kemudian diajukan premis minor

(bersifat khusus) dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan

atau counclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006: 47). Dalam logika

deduktif untuk penalaran umum yang bersifat premis mayornya adalah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

hukum sedangkan premis minornya adalah fakta hukum. Sedangkan

menurut Johny Ibrahim, mengutip pendapat Bernard Arief Shiharta logika

deduktif merupakan suatu tehnik untuk menarik kesimpulan dari hal yang

bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (Johnny Ibrahim,

2006: 249).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika

penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan hukum,

maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun

sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang tiap-tiap bab

terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan

pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika penulisan

hukum tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang

masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian yang

digunakan dalm penyusunan penulisan hukum ini.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai teori-teori yang

menjadi landasan dalam penulisan hukum ini. Adapun

mengenai teori-teori tersebut antara lain mengenai tinjauan

umum tentang perbandingan hukum, tinjauan umum tentang

konsep pembukaan rahasia bank (bank secrecy disclouser)

dalam penyidikan perkara money laudering, tinjauan umum

tentang tindak pidana pencucian uang, tinjauan umum tentang

ketentuan hukum tentang Undang-Undang Anti Pencucian

Uang, dan tinjauan umum tentang Republic of the Philippines

code No. 9160 on Anti Money loundering act of 2001

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

BAB III : PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan dan

hasil yang diperoleh dari proses meneliti. Berdasarkan rumusan

masalah yang diteliti, terdapat dua pokok permasalahan yang

dibahas dalam bab ini yaitu yang pertama mengenai ruang

lingkup perbandingan konsep pembukaan rahasia bank (bank

secrecy disclouser) dalam penyidikan perkaran money

laudering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines

code No. 9160 on Anti Money loundering act of 2001. Yang

kedua mengenai faktor-faktor yang menyebabkan persamaan

dan perbedaan tersebut.

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang

dapat diperoleh dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses

meneliti, serta saran-saran yang dapat penulis kemukakan

kepada para pihak yang terkait dengan bahasan penulisan

hukum ini.

DAFTAR PUSTAKA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Perbandingan Hukum

a. Istilah dan Definisi Perbandingan Hukum

Istilah perbandingan hukum, dalam bahasa asing, diterjemahkan:

comparative law (bahasa Inggris), vergleihende rechstlehre (bahasa

Belanda), droit comparé (bahasa Perancis). Istilah ini, dalam

pendidikan tinggi hukum di Amerika Serikat, sering diterjemahkan

lain, yaitu sebagai conflict law atau dialihbahasakan, menjadi hukum

perselisihan, yang artinya menjadi lain bagi pendidikan hukum di

Indonesia (Romli Atmasasmita, 2000: 6).

Istilah yang dipergunakan dalam penulisan hukum ini, adalah

perbandingan hukum (pidana). Istilah ini sudah memasyarakat di

kalangan teoritikus hukum di Indonesia, dan tampaknya sudah sejalan

dengan istilah yang telah dipergunakan untuk hal yang sama di bidang

hukum perdata, yaitu perbandingan hukum perdata. Untuk

memperoleh bahan yang lebih lengkap, maka perlu dikemukakan

definisi perbandingan hukum dari beberapa pakar hukum terkenal.

Rudolf B. Schlesinger, seperti yang dikutip oleh Romli

Atmasasmita, mengatakan bahwa perbandingan hukum merupakan

metoda penyelidikan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan

yang lebih dalam tentang bahan hukum tertentu. Perbandingan hukum

bukanlah perangkat peraturan dan asas-asas hukum dan bukan suatu

cabang hukum, melainkan merupakan teknik untuk menghadapi unsur

hukum asing dari suatu masalah hukum (Romli Atmasasmita, 2000: 7).

Winterton, seperti yang dikutip oleh Romli Atmasasmita

mengemukakan, bahwa perbandingan hukum adalah suatu metode

yaitu perbandingan sistem-sistem hukum dan perbandingan tersebut

13

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

menghasilkan data sistem hukum yang dibandingkan (Romli

Atmasasmita, 2000: 7).

Perbandingan hukum adalah metoda umum dari suatu

perbandingan dan penelitian perbandingan yang dapat diterapkan

dalam bidang hukum. Para pakar hukum ini adalah: Frederik Pollock,

Gutteridge, Rene David, dan George Winterton (Romli Atmasasmita,

2000: 8).

Lemaire mengemukakan, seperti yang dikutip oleh Romli

Atmasasmita, perbandingan hukum sebagai cabang ilmu pengetahuan

(yang juga mempergunakan metoda perbandingan) mempunyai

lingkup: (isi dari) kaidah-kaidah hukum, persamaan dan perbedaannya,

sebab-sebabnya dan dasar-dasar kemasyarakatannya (Romli

Atmasasmita, 2000: 9).

Hesel Yutena mengemukakan definisi perbandingan hukum

sebagai berikut: Comparative law is simply another name for legal

science, or like other branches of science it has a universal humanistic

outlook ; it contemplates that while the technique nay vary, the

problems of justice are basically the same in time and space

throughout the world. (Perbandingan hukum hanya suatu nama lain

untuk ilmu hukum dan merupakan bagian yang menyatu dari suatu

ilmu sosial, atau seperti cabang ilmu lainnya perbandingan hukum

memiliki wawasan yang universal, sekalipun caranya berlainan,

masalah keadilan pada dasarnya sama baik menurut waktu dan tempat

di seluruh dunia) (Romli Atmasasmita, 2000: 9).

Romli Atmasasmita yang berpendapat perbandingan hukum

adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari secara sistematis hukum

(pidana) dari dua atau lebih sistem hukum dengan mempergunakan

metoda perbandingan (Romli Atmasasmita, 2000: 12).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

b. Karakteristik Sistem “Common Law” dan sistem “Civil Law”

1) Karakteristik sistem hukum Inggris pada umumnya, khususnya

dalam hukum pidana dan acara pidana.

Pertama. Sistem hukum Inggris bersumber pada :

a) Custom, merupakan sumber hukum yang tertua di Inggris.

Lahir dan berasal dari (sebagian) hukum Romawi. Tumbuh

dan berkembang dari kebiasaan suku Anglo Saxon yang hidup

pada abad pertengahan. Pada abad ke 14 Custom melahirkan

“common law” dan kemudian digantikan dengan precedent.

b) Legislation; berarti undang-undang yang dibentuk melalui

parleman. undang-undang yang dibentuk itu disebut statutes.

Sebelum abad ke 15, legislation bukanlah merupakan salah

satu sumber hukum di inggris. Pada masa itu undang-undang

dikeluarkan oleh Raja dan “Grand-Council” (terdiri dari kaum

bangsawan terkemuka dan Penguasa Kota London). Selama

abad ke 13 dan 14 Grand Council kemudian dirombak dan

terdiri dari dua badan yaitu, Lords dan Common; kemudian

dikenal sebagai Parlemen (Parliament). Sampai abad ke 17,

Raja dapat bertindak tanpa melalui Parlemen. Akan tetapi

sesudah abad ke 17 dengan adanya perang saudara di Inggris,

telah ditetapkan bahwa di masa yang akan datang semua

undang-undang harus memperoleh persetujuan Parlemen sejak

tahun 1832 dengan Undang-Undang Pembaharuan (Reformasi

Act), House of Common merupakan suatu badan yang

demokratis dan mewakili seluruh penduduk Inggris dan karena

itu merupakan wakil perasaan keadilan seluruh rakyat Inggris.

Sejak saat itu Legislation merupakan salah satu sumber hukum

yang penting sejak Code Napoleon (1805) dikembangkan,

Inggris telah mengambil manfaat dari apa yang terjadi di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Perancis, dan legislation dipergunakan sebagai alat

pembaharuan hukum di Inggris.

c) Case-law, sebagai salah satu sumber hukum Inggris

mempunyai karakteristik yang utama. Seluruh hukum

kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat tidak melalui

Parlemen, akan tetapi dilakukan oleh para hakim, sehingga

dikenal dengan istilah ”Judge-made law”. Setiap putusan

hakim di Inggris merupakan precedent bagi hakim yang akan

datang, sehingga lahirlah doktrin Precedent sampai sekarang.

Kedua. Sebagai konsekwensi dipergunakannya case-law

dengan doktrin precedent yang merupakan ciri utama maka sistem

hukum Inggris tidak sepenuhnya menganut asas legalitas.

Ketiga. Bertitik tolak dari doktrin precedent tersebut, maka

kekuasaan hakim di dalam sistem hukum Common Law sangat luas

dalam memberikan penafsiran terhadap suatu ketentuan yang

tercantum dalam undang-undang. Bahkan hakim di Inggris

diperbolehkan tidak sepenuhnya bertumpu pada ketentuan suatu

undang-undang jika diyakini olehnya bahwa ketentuan tersebut

tidak dapat diterapkan dalam kasus pidana yang sedang

dihadapinya. Dalam hal demikian hakim dapat menjatuhkan

putusannya sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan atau melaksanakan

asas precedent sepenuhnya. Dilihat dari segi kekuasaan hakim

Inggris yang sangat luas dalam memberikan penafsiran tersebut,

sehingga dapat membentuk hukum baru, maka nampaknya sistem

hukum Common Law kurang memperhatikan kepastian hukum.

Keempat. Ajaran Kesalahan dalam sistem hukum Common

Law (Inggris) dikenal melalui doktrin Mens-Rea yang dilandaskan

pada maxim: “Actus non est reus nisi mens sit rea”, yang berarti:

“suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali

jika pikiran orang itu jahat”. Ajaran Mens-Rea ini dalam sistem

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

hukum Inggris dirumuskan berbeda-beda tergantung dari

kwalifikasi delik yang dilakukan seseorang. Pada sistem hukum

Common Law, doktrin Mens-Rea secara klasik diartikan setiap

perkara pelanggaran hukum yang dilakukan adalah disebabkan

karena pada diri orang itu sudah melekat sikap batin yang jahat

(evil will), dan karenanya perbuatan tersebut dianggap merupakan

dosa. Lord Denning, seorang hakim terkemuka di Inggris

memberikan komentar atas doktrin Mens-Rea, dengan mengatakan:

“In order that an act should be punishable it must be morally

blame-worthy”. Sedangkan Jerome Hall, mengatakan bahwa

Means-Rea adalah “a voluntary doing of morally wrong act

forbidden by penal law”. (Roeslan Saleh,1982:23 sebagaimana

telah dikutip oleh Romli Atmasasmita, 2000: 37)

Kelima. Dalam sistem Common Law (Inggris)

pertanggungjawaban pidana tergantung dari ada atau tidaknya: a)

actus-reus dan b) mens-rea. Namun demikian unsur “mens-rea” ini

adalah merupakan unsur yang mutlak dalam pertanggungjawaban

pidana dan harus ada terlebih dulu pada perbuatan tersebut sebelum

dilakukan penunt`utan (Roeslan Saleh,1982:28). Dewasa ini dalam

peraturan perundangan modern unsur “mens-rea” ini tidak lagi

dianggap sebagai syarat utama, misalnya pada delik-delik tentang

ketertiban umum atau kesejahteraan umum.

Keenam. Sistem hukum Inggris dan negara-negara yang

menganut sistem Common Law tidak mengenal perbedaan antara

Kejahatan dan Pelanggaran. Sistem Common Law membedakan

tindak pidana (secara klasik) dalam: Kejahatan berat atau

“felonies”, kejahatan ringan atau “misdemeanors” dan kejahatan

terhadap negara atau “treason”. Setelah dikeluarkannya “Criminal

Law Act” (1967) pembedaan sebagai berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

a) Indictable Offences, adalah kejahatan-kejahatan berat yang

hanya dapat diadili dengan sistem Juri melalui pengadilan yang

disebut Crown Court.

b) Summary Offences, adalah kejahatan-kejahatan kurang berat

yang hanya dapat diadili oleh suatu pengadilan (magistrate

court) tanpa dengan sistem Juri.

c) Arrestable Offence, adalah kejahatan-kejahatan yang diancam

dengan hukuman di bawah 5 (lima) tahun kepada seorang

pelaku kejahatan yang belum pernah melakukan kejahatan.

Penangkapan terhadap pelaku tersebut dilakukan tanpa surat

perintah penangkapan. Klasifikasi terbaru mengenai tindak

pidana dalam sistem hukum pidana Inggris dicantumkan dalam

criminal law act tahun 1977 yang akan diuraikan secara khusus

dalam bab mengenai klasifikasi Tindak Pidana.

Ketujuh. Sistem hukum acara pidana yang berlaku di

negara-negara Common Law pada prinsipnya menganut “sistem

Accusatoir” atau yang secara populer dikenal dengan sebutan

“Advesary Sistem”. Sistem accusatoir atau Adversary sistem

menempatkan tersangka dalam proses pemeriksaan pendahuluan

dan pemeriksaan di muka sidang-sidang pengadilan sebagai subjek

hukum yang memiliki hak (asasi) dan kepentingan yang harus

dilindungi.

Kedelapan. Sistem pemidanaan yang berlaku pada umumnya

negara-negara yang menganut sistem Common Law adalah bersifat

komulatif. Sistem pemidanaan tersebut memungkinkan seseorang

dituntut dan dijatuhi pidana karena melakukan lebih dari satu

tindak pidana. Jika kesemua tuntutan tersebut terbukti di muka

sidang pengadilan maka pelaku tindak pidana tersebut dijatuhi

sekaligus semua ancaman hukuman yang dikenakan kepadanya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

2) Karakteristik Sistem Hukum Belanda pada umumnya, khususnya

dalam hukum pidana dan acara pidana

Pertama. Sistem hukum Belanda (Civil Law Sistem)

bersumber pada :

a) Undang-Undang Dasar;

b) Undang-undang;

c) Kebiasaan case-law;

d) Doktrin

Peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum

pidana umum adalah sebagai berikut :

a) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Penal Code atau

Wetboek van Strafrecht).

b) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Code of Crime

Procedure atau Wetboek van Strafvordering).

c) Undang-Undang tentang Susunan, organisasi, kekuasaan dan

tugas-tugas Pengadilan dan Sistem Penuntutan (Judicial Act

atau Wet op de Rechterlijke Organisatie).

Kedua. Karakateristik kedua dari sistem hukum Belanda

(Civil Law Sistem) adalah dianutnya asas legalitas atau “the

principles of legality”. Asas ini mengandung makna sebagi berikut:

a) Tiada suatu perbuatan merupakan suatu tindak pidana, kecuali

telah ditentukan dalam undang-undang terlebih dahulu.

Undang-undang dimaksud adalah hasil dari perundingan

Pemerintah Parlemen.

b) Ketentuan undang-undang harus ditafsirkan secara harfiah dan

pengadilan tidak diperkenankan memberikan suatu penafsiran

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

analogis untuk menetapkan suatu perbuatan sebagai tindak

pidana.

c) Ketentuan undang-undang tidak berlaku surut.

d) Menetapkan bahwa hanya pidana yang tercantum secara jelas

dalam undang-undang yang boleh dijatuhkan.

Dalam praktik penyelesaian perkara pidana di negeri

belanda prinsip legalitas dan penafsiran yang diperbolehkan dari

prinsip tersebut diserahkan sepenuhnya kepada para pelaksana /

praktisi hukum, seperti, jaksa dan hakim. Mengingat penafsiran

yang bersifat kaku terhadap ketentuan undang-undang menurut

asas legalitas ini, maka peranan putusan Mahkamah Agung

menjadi lebih penting. (Romli Atmasasmita, 2000 : 48)

Ketiga. Dianutnya asas legalitas sebagaimana diuraikan

dalam butir kedua diatas, sangat berpengaruh terhadap soal

pertanggungjawaban pidana (criminal liability atau strafbaarheid).

Syarat umum bagi adanya pertanggungjawaban pidana menurut

hukum pidana Belanda adalah adanya gabungan antara perbuatan

yang dilarang dan pelaku yang diancam dengan pidana. Perbuatan

pelanggaran hukum dari pelaku harus memenuhi syarat sebagai

berikut :

a) Bahwa perbuatan tersebut (berbuat atau tidak berbuat)

dilakukan seseorang.

b) Diatur dalam ketentuan undang-undang termasuk lingkup

definisi pelanggaran.

c) Bersifat melawan hukum.

Ketiga syarat bagi adanya suatu pertanggungjawaban

pidana tersebut di atas sesungguhnya merupakan suatu konstruksi

gabungan dari syarat-syarat adanya sifat pertanggungjawaban

pidana dan kekecualian-kekecualian dari pertanggungjawaban

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

pidana. Dalam soal pertanggungjawaban pidana sistem hukum

pidana Belanda (Civil Law) menganut asas kesalahan pada

perbuatannya (dodex-strafrecht).

Keempat. Dianutnya asas legalitas dalam sistem hukum

pidana Belanda mengakibatkan keterikatn hakim terhadap isi

ketentuan undang-undang dalam menyelesaikan perkara pidana.

Hakim tidak diperbolehkan memperluas penafsiran terhadap isi

ketentuan undang-undang sedemikian rupa sehingga dapat

membentuk delik-delik baru.

Kelima. Sistem hukum pidana belanda mengenal

pembedaan antara Kejahatan (Misdrijven) dan Pelanggaran

(Overtredingen). Pembedaan dimaksud berasal dari perbedaan

antara mala in se dan mala prohibita yaitu perbedaan yang dikenal

dalam hukum Yunani. Mala in se adalah perbuatan yang disebut

sebagai kejahatan karena menurut sifatnya adalah jahat. Sedangkan

Mala prohibita, suatu perbuatan yang dilarang. Pembedaan antara

kejahatan karena undang-undang menetapkan sebagai perbuatan

yang dilarang. Pembedaan anatara kejahatan dan pelanggarab

tersebut semula didasarkan atas pertimbangan tentang adanya

pengertian istilah “rechtedelict” dan ”wetdelict”; namun perbedaan

tersebut tidak dianut lagi dalam doktrin. Perbedaan kejahatan dan

pelanggaran dewasa ini didasarkan atas ancaman hukumannya;

kejahatan memperoleh ancaman hukum yang lebih berat dari

pelanggaran.

Keenam. Sistem peradilan yang dianut di semua negara

yang berlandaskan “Civil Law Sistem” pada umumnya adalah

sistem Inquisatoir. Sistem Inquisatoir menempatkan tersangka

sebagai objek pemeriksaan baik pada tahap pemeriksaan

pendahuluan maupun pada tahap pemeriksaan di muka sidang

pengadilan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Ketujuh. Sistem pemidanaan yang dianut pada umumnya

di negara-negara yang berlandaskan civil Law Sistem adalah sistem

pemidanaan Alternatif dan Alternatif-kumulatif, dengan batas

minimum dan maksimum anaman pidana yang diperkenankan

menurut Undang-Undang.

Sesungguhnya apabila kita telusuri karakteristik yang

melekat pada kedua sistem hukum sebagaimana telah diuraikan di

atas, pendekatan dari segi historis, khususnya mengenai

perkembangan hukum pidana di Eropa Continental yang menganut

sistem “Civil Law” lebih menonjol dan lebih menampakkan dirinya

keluar dari batas wilayah yuridiksi sistem “Common Law”.

Perkembangan penerapan sistem “Civil Law” di negara dunia

ketiga pada awalnya dipaksakan jika dibandingkan dengan

penerapan penggunaan sistem “Common Law” di negara-negara

bekas jajahan-jajahannya. Sebagai contoh penggunaan dan

pemakaian sistem hukum Belanda di Indonesia dan sistem hukum

Inggris dan Malaysia atau Singapura. Satu-satunya karakteristik

yang sama antara kedua sistem hukum (legal sistem) tersebut

adalah bahwa keduanya menganut falsafah dan doktrin liberalisme

(Romli Atmasasmita, 2000: 50).

2. Tinjauan Umum Tentang Rahasia Bank

a. Rumusan Pengertian Rahasia Bank dan Tindak Pidana Rahasia Bank

Dasar hukum dari ketentuan rahasia bank di Indonesia mula-

mula ialah Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tetapi

kemudian telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998.

Pengertian rahasia bank oleh Undang-undang No. 7 Tahun 1992

diberikan oleh Pasal 1 angka 16 yang lengkapnya berbunyi sebagai

berikut: Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

keuangan dan hal-hal dari nasabah bank yang menurut kelaziman

dunia perbankan wajib dirahasiakan. Pengertian ini telah diubah yang

baru oleh Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Oleh Undang-undang

itu rumusan yang baru diberikan dalam Pasal 1 angka 28 Undang-

undang No. 10 Tahun 1998 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut:

Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

Selain dari memberikan rumusan dari pengertiannya Undang-

undang Perbankan juga memberikan rumusan mengenai delik rahasia

bank. Undang-undang No. 7 Tahun 1992 memberikan rumusan delik

rahasia bank sebagaimana ditentukan dalam Pasal 40 Tahun 1992 ialah

bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang

keadaan keuangan dan hal-hal dari nasabahnya yang wajib

dirahasiakan oleh bank menurut kelaziman dalam dunia perbankan

kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, 42, 43 dan

44.

Rumusan delik rahasia bank tersebut diatas telah diubah

dengan rumusan yang baru, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40

ayat (1) dari Undang-undang No. 10 Tahun 1998. Rumusan yang baru

ini lengkapnya berbunyi sebagai berikut: Pasal 40 bank wajib

merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan

simpanannya kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal

41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 44A. Kedua

rumusan itu sangat berbeda. Tindak pidana rahasia bank menurut

Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 51 ialah kejahatan. Sanksi

tindak pidana rahasia bank ditentukan dalam Pasal 47 ayat (2) yaitu

pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4

(empat) tahun dan denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,-

(empat milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- (delapan

milyar rupiah).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

b. Rahasia Bank Berkaitan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang

Salah satu faktor penghalang bagi penegak hukum untuk

dapat berhasil mengungkapkan tindak pidana pencucian uang adalah

ketentuan rahasia bank yang terlalu ketat di Negara yang bersangkutan.

Menyadari hal tersebut maka Tim yang merancang Undang-undang

No. 25 Tahun 2003 telah memberikan pengecualian kepada penyidik,

penuntut umum, dan hakim untuk memperoleh keterangan mengenai

nasabah penyimpan dan simpanannya dengan cara menyimpang dari

ketentuan rahasia bank yang ditentukan dalam Undang-undang No. 7

Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10

Tahun 1998. Menurut Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Tindak Pidana

Pencucian Uang, untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak

pidana pencucian uang, penyidik, penuntut umum atau hakim

berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan

mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh Pusat

Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tersangka, atau

terdakwa Pasal 33 ayat (2) Undang-undang tersebut menentukan

bahwa dalam meminta keterangan sebagaimana dimaksud ayat (1)

terhadap penyidik, penuntut umum atau hakim tidak berlaku ketentuan

Undang-undang yang mengatur tentang rahasia bank dan kerahasiaan

transaksi keuangan lainnya.

Yang dimaksud dengan Penyedia Jasa Keuangan dalam Pasal

33 ayat (1) adalah Penyedia Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 1 angka 4 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang

yaitu setiap orang yang menyediakan jasa di bidang keuangan atau jasa

lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas

pada bank, lembaga penyimpanan dan penyelesaian pedagang valuta

asing, dana pensiun perusahaan asuransi dan kantor pos. Sedangkan

yang dimaksud dengan Harta Kekayaan sebagaimana dimaksud pada

Pasal 33 ayat (1) adalah Harta Kekayaan sabagaimana dimaksud pada

Pasal 1 angka 4 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang yaitu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

semua benda bergerak atau tidak bergerak baik yang berwujud maupun

tidak berwujud. Dengan demikian ketentuan Pasal 33 ayat (1) Undang-

undang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut merupakan tambahan

pengecualian terhadap berlakunya ketentuan rahasia bank yang telah

ditentukan dalam Undang-undang Perbankan.

Agar penggunaan fasilitas pengecualian yang diberikan

oleh Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang tidak digunakan

secara serampangan atau disalahgunakan, maka Pasal 33 ayat (3) dan

ayat (4) dari Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang tersebut

memberikan rambu-rambu bagi penyidik, penuntut umum atau hakim

dalam mengajukan permintaan keterangan kepada penyedia jasa

keuangan. Ditentukan oleh Pasal 33 ayat (3).

Permintaan keterangan harus diajukan secara tertulis dengan

menyebutkan secara jelas mengenai:

1. Nama dan jabatan penyidik, penuntut umum atau hakim

2. Identitas setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK,

tersangka, atau terdakwa

3. Tindak Pidana yang bersangkutan atau didakwakan, dan

4. Tempat harta kekayaan benda

Sementara itu Pasal 33 ayat (4) menentukan: Surat

permintaan untuk memperoleh keterangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) harus ditandatangani oleh:

1. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kepala

Kepolisian Daerah dalam hal permintaan diajukan oleh penyidik

2. Jaksa Agung Republik Indonesia atau Kepala Kejaksaan Tinggi

dalam hal permintaan diajukan oleh penuntut umum

3. Hakim Ketua Majelis yang memeriksa perkara yang bersangkutan

Dari ketentuan Pasal 33 Undang-undang Tindak Pidana

Pencucian Uang tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengecualian

terhadap ketentuan rahasia bank dalam rangka pemberantasan dan

penindakan tindak pidana pencucian uang hanya dapat diberikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

apabila pemeriksaan tindak pidana pencucian uang yang telah

memasuki tahap penyidikan. Artinya, nasabah penyimpan harus

menjadi tersangka. Apabila masih dalam tahap penyelidikan, maka

keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya tidak

boleh diungkapkan oleh bank.

c. Tindak Pidana yang menyangkut Rahasia Bank

Secara eksplisit ada dua jenis tindak pidana yang ditentukan

oleh Pasal 47 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang berkaitan

dengan rahasia bank yang pertama ialah tindak pidana yang dilakukan

oleh mereka tanpa membawa perintah atau izin dari Pemimpin Bank

Indonesia dengan sengaja memaksa bank atau pihak yang terafilisasi

untuk memberikan keterangan yang harus dirahasiakan oleh bank. Hal

itu ditentukan oleh Pasal 47 ayat (2). Kedua ialah tindak pidana yang

dilakukan oleh anggota Dewan Komisaris, Direksi, Pegawai Bank atau

pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan

yang wajib dirahasiakan oleh bank. Tindak Pidana tersebut ditentukan

oleh Pasal 47 ayat (2). Untuk lebih jelasnya dikutip bunyi lengkap

Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang No. 10 Tahun 1998

sebagai berikut:

1. Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari

Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41,

Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja bank atau pihak terafiliasi

untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua)

tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-

kurangnya Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) dan

paling banyak Rp. 200.000.000.000,- (dua ratus milyar rupiah)

2. Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank ataupun pihak

terafiliasi lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan

yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun

serta denda sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000,- (empat

milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,- (delapan

milyar rupiah)

Sehubungan dengan ketentuan Pasal 47 ayat (1) tersebut

diatas, yang perlu dipermasalahkan apakah pihak yang memaksa dapat

dituntut telah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 47 ayat (1)

sekalipun pihak yang memaksa tidak sampai berhasil membuat pihak

bank atau pihak teralifiliasi memberikan keterangan yang diminta

secara paksa. Ataukah pihak yang memaksa dapat dikenai pidana

karena melakukan percobaan tindak pidana Pasal 47 ayat (1)

3 Tinjauan Umum Tentang Pengaturan Pencucian Uang (Money

Laundering)

a. Pengertian Pencucian Uang (Money Laundering)

Sebenarnya tidak ada definisi yang universal dan komprehensif

mengenai pencucian uang. Pihak penuntut dan lembaga penyidik

kejahatan, kalangan perusahaan dan pengusaha, negara maju ataupun

berkembang, atau negara negara dunia ketiga masing masing

mempunyai definisi atau pengertian tersendiri berdasarkan pemikiran,

prioritas, dan perspektif yang berbeda. Definisi untuk tujuan

penuntutan lebih sempit dibandingkan dengan definisi untuk tujuan

penyidikan. Dalam hal ini,

a) Welling mengemukakan bahwa, Money laundering is the process

by which one conceals the existence, illegal source, or illegal

application of income, and than disguises that income to make it

appear legitimate (Pencucian Uang adalah suatu proses di mana.

seseorang menyembunyikan keberadaan dari sumber yang tidak

sah, atau mengubah uang yang tidak sah tersebut dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

menjadikannya seolah-olah uang tersebut berasal dari pendapatan

yang sah). (Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2)

b) Fraser mengemukakan bahwa, Money Laundering is quite simply

the process through which dirty money (proceed of crime), is

washed through dean or legitimate sources and interprices so that

the bad guys may more safety enjoy their ill'golten gains

(Pencucian Uang adalah suatu proses di mana seseorang

menyembunyikan atau menyimpan uang yang kotor (berasal dari

kejahatan) kemudian dicuci menjadi bersih, atau dalam hal ini

menjadikan atau merubah sumber yang tidak sah menjadi bersih

atau sah, sehingga mereka bisa menikmati keuntungan yang

mereka peroleh dari itu). (Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2)

c) Menurut Pamela H. Busy dalam bukunya yang berjudul "White

Collar Crime, Cases and Materials", menyatakan Money

Laundering is the concealment of the existance, nature or illegal

source of illicit fund in such a manner that the funds will appear

legitimate of discovered (Pencucian Uang adalah suatu perbuatan

merahasiakan atau menyembunyikan atau menyimpan uang yang

berasal dari sumber yang tidak sah, dalam hal ini uang kotor,

sehingga uang kotor tersebut dijadikan seolah olah berasal dari

sumber yang sah). (Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 2)

d) Chaikin memberikan defnisi pencucian uang sebagai The process

by wich conceals or disguises that true nature, source, disposil ion,

movement or ownerships of money for whatever reason (Pencucian

Uang adalah suatu proses di mana perbuatan merahasiakan atau

menyembunyikan baik dalam hal asal usul, sumber, pergerakan,

maupun kepemilikan uang dengan cara ataupun alasan yang dibuat

sedemikan rupa untuk menghilangkan jejak uang tersebut). (Sutan

Remy Sjahdeini, 2004: 2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

e) Financial Action Task Force on Money Laundering atau FATF

yang dibentuk oleh G 7 Summit di Paris tahun 1982 juga tidak

memberikan definisi mengenai pencucian uang, akan tetapi

memberikan uraian mengenai pencucian uang sebagai The goal of

the large number of criminal act is to generate ofprofilfor the

individual or group that carries out the act. Money Laundering is

the processing. of this criminals proceeds to disguise their illegal

origin. This process is of critical importance, as it enables that

criminals to enjoy this profits whitout the joepardissing their

course. Illegal arm sales, smugling, and the activities of organized

crime induding for example drug traficking and prostitution rings

can generate huge sums. Embezlement, insider trading, bribery,

and computer fraud schems can also produce large profits and

create the intensive to legitimise the ill'gotten through money

laundering (Pencucian Uang adalah suatu proses yang merupakan

perbuatan atau aktivitas menyembunyikan atau merahasiakan, atau

menyimpan hasil dari sebagian besar tindak kejahatan, dengan

menyembunyikan sumber ataupun asal usul uang kotor atau tidak

sah, adanya perdagangan gelap, penyelundupan, ataupun tindak

kejahatan terorganisasi lainnya seperti halnya penjualan dan

peredaran narkoba, jaringan prostitusi, sehingga memang dapat

menghasilkan sejumlah uang yang sangat besar dari kegiatan

tersebut).

f) When a criminals activity generate substancial profits, the

individuals or groups involved must find away to control the fund

whitout attracting attention to the underlaying activity or the

persons involved Criminals do this by disguising the source,

changing the form, or moving the funds to a place where they are

les fikely to attract attention (Ketika aktivitas ataupun tindak

kejahatan tersebut menghasilkan sebuah keuntungan, baik secara

individu maupun kolektif terlibat ternyata keberadaannya tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

dapat terdeteksi. Tindak kejahatan pencucian uang dapat dilakukan

dengan berbagai macam metode antara lain dengan

menyembunyikan sumber, merubah format, maupun dengan cara

memutar dana atau uang kotor tersebut dari suatu tempat ke tempat

yang lain sehingga tidak dapat terdeteksi). (Sutan Remy Sjahdeini,

2004: 3)

g) Sedangkan Konvensi Perserikatan Bangsa bangsa, The United

Nation Convention Against Illicit Trafic in Narcotics, Drugs, and

Psychotropic Substances of 1988 mengartikan tindak pidana

pencucian uang sebagai The convention or transfer of property,

knowing that such property is derived from any serious offence or

offences, or from act of perticipation in such offence or offences,

for the purpose of concealing or disguising the illicit of the

property or of assisting any person who is involved in the

commission of such and offence or offences to evade the legal

consequences of his action, or the concealment or disguise of the

true neture, source, location, disposition, movement, right with

respect to or ownership of property, knowing that such property is

derived from a serious (indictable) offence or offences or from an

act of participation in such an offence or offences (Pencucian Uang

adalah suatu proses penyerahan maupun perpindahan harta

kekayaan, di mana diketahui bahwa harta kekayaan tersebut

didapatkan dari tindak kejahatan atau dalam hal ini diperoleh dari

keikutsertaan dalam tindak kejahatan tersebut, dengan tujuan untuk

merahasiakan atau menyembunyikan baik sumber ataupun

pihak pihak yang terlibat dari adanya konsekuensi atas

undang undang atas tindakannya itu, maupun dengan cara

penyamaran dari sumber aslinya, asal usul, dengan penempatan,

pergerakan yang berkenaan dengan harta kekayaan tersebut,

dengan diketahui sebelumnya bahwa harta kekayaan tersebut

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

diperoleh dari tindak kejahatan, maupun keikutsertaan dalam

tindak kejahatan tersebut).

h) Menurut Black’s Law Dictionary, Money Laundering is term used

to describe invesement or other transfer of money flowing from

racketeering, drug transaction and other illegal sources into

legitimate channels so that its originals source can not be traced

(Pencucian Uang adalah istilah yang digunakan dalam menjelaskan

aktivitas, dalam hal menguraikan atau memindahkan asal usul yang

tidak sah menjadi seolah olah sah, sehingga sumber asalnya tidak

dapat diusut ataupun dideteksi).

i) Hal demikian berbeda dengan Undang undang Pencucian Uang

Malaysia atau Anti Money Laundering Act of 2001, yang

menyebutkan bahwa money laundering means the act of a person

who :

(a) engages, directly or indirectly, in a transaction that nvolves

proceeds of any unlawful activity;

(b) acquires, receives, possesses, disguises, transfers, converts,

exchanges, carries, disposes, uses, removes from or brings into

Malaysia proceeds of any unlawful activity; or

(c) conceals, disguises or impedes the establishment of the true

nature, origin, location, movement, disposition, title of, rights

with respect to, or ownership of, proceeds of any unlawful

activity;

Pencucian Uang adalah perbuatan seseorang yang :

(a) melakukan/terlibat (langsung/tidak) dalam suatu transaksi harta

kekayaan yang berasal dari perbutan melawan hukum

(b) Memperoleh, menerima, memiliki, menyemnyikan,

mentransfer, mengubah, menukar, membawa, menyimpan,

menggunakan, memindahkan dari atau membawa ke Malaysia,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

harta kekayaan yang berasal dari perbuatan yang melawan

hukum

(c) Menyembunyikan, menyamarkan atau merintangi penentuan

asal usul, tempat, penyaluran, penempatan, hak-hak yang

terkait dengan atau kepemilikan dari harta kekayaan yang

berasal dari perbuatan yang melawan hukum).

j) Kemudian dalam amandemen UU TPPU yang baru lalu, definisi

pencucian uang adalah Perbuatan menempatkan, mentransfer,

membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,

menitipkan, membawa keluar negeri, atau perbuatan lainnya atas

harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan

hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan,

mengaburkan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan

sehingga seolah olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Sehingga dari beberapa definisi tersebut di atas bahwa yang

dimaksud sebagai pencucian uang dapat disimpulkan sebagai

berikut:

Pencucian uang adalah rangkaian kegiatan yang merupakan

proses yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi terhadap

uang yang berasal dari kegiatan dengan maksud untuk

menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari

pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan

terhadap tindak pidana dengan cara memasukkan uang tersebut

kedalam sistem keuangan sehingga uang tersebut kemudian dapat

dikeluarkan dari sistem keuangan itu sebagai uang yang halal.

b. Tahap-tahap Tindak Pidana Pencucian Uang

Sebenarnya tidak mudah untuk membuktikan adanya suatu

tindakan pencucian uang yang sangat kompleks, namun para pakar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

telah berhasil menggolongkan proses pencucian uang menjadi tiga

tahap, yaitu:

1) Placement, yakni dengan mengubah uang tunai hasil kejahatan

menjadi aset yang legal, dimana ini merupakan suatu tahapan

atau proses menempatkan uang hasil kejahatan ke dalam

sistem keuangan. Dalam tahapan ini perbuatan yang dilakukan

berupa pergerakan fisik dari uang tunai dengan maksud untuk

mengaburkan atau memisahkan sejauh mungkin uang hasil

kejahatan dari sumber perolehannya.

2) Layering, yaitu suatu proses yang dilakukan para pelaku

kejahatan setelah uang hasil kejahatan itu masuk ke dalam

sistem keuangan (bank) dengan cara melakukan transaksi lebih

lanjut dengan maksud untuk menutupi asal usul uang. Proses

ini juga dapat berupa penggunaan uang baik di dalam negeri

ataupun di negeri manapun di luar negeri melalui electronic

funds transfer.

3) Integration, yakni pelaku menggunakan uang hasil kejahatan

tersebut untuk kegiatan ekonomi yang sah karena merasa aman

bahwa kegiatan yang dilakukannya seolah tanpa berhubungan

dengan aktivitas ilegal sebelumnya.

Kemudian selain hal- hal di atas yang merupakan tahapan-

tahapan proses pencucian uang, karakteristik yang selanjutnya

dapat dijelaskan bahwa tindak pidana pencucian uang melibatkan

penjahat kelas atas atau kejahatan kerah putih, yang pelakunya

mempunyai kedudukan tinggi secara politik maupun dalam

hubungan ekonomi. Di samping adanya sejumlah karakteristik

yang umumnya melekat pada White Collar Crime adalah sebagai

berikut (Hazel Croall, 1992 sebagaimana dikutip oleh Harkristuti

Harkrisnowo, 2001: 4) :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

1) Low Visibility, bahwa kejahatan kerah putih yang memang

super canggih sangat dimungkinkan tidak kasat mata, sehingga

akan sangat sulit diraba.

2) Complexity, dimana kejahatan kerah putih sangat kompleks,

hal tersebut dimungkinkan dengan banyaknya campur tangan

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3) Diffusion of Responsibility, dalam perkara perkara kejahatan

kerah putih selalu terjadi ketidakjelasan pertanggungjawaban

pidana, yang hal ini juga tidak terlepas dari sifat kejahatan

kerah putih yang memang sangat terselubung dengan rapi.

4) Diffusion of Victims, berawal dari pemanfaatan teknologi yang

super canggih, kemudian dengan metode kejahatan yang

terselubung, maka akan mengakibatkan pula ketidakjelasan

korban yang memang sangat luas akibatnya.

Selain itu juga, tindak kejahatan pencucian uang sebagai

bentuk kejahatan yang dilakukan secara terorganisir, dan terjadinya

dapat melintasi batas negara sebagai kejahatan transnasional,

dimana menggunakan sepenuhnya kemajuan teknologi dan

informasi sebagai modus operandi kejahatan berdimensi baru.

c. Modus Kejahatan Pencucian Uang

Pencucian uang dimulai dengan perbuatan secara

memperoleh uang kotor, dalam hal ini terdapat dua cara utama

(Sutan Remy Sjahdeini, 2004: 120) :

1) Tax Evasion, atau pengelakan pajak, dengan cara ini seseorang

memperoleh uang dengan legal, akan tetapi kemudian

melaporkan jumlah keuangan yang tidak sebenarnya supaya

didapatkan perhitungan pajak yang lebih sedikit dari yang

sebenarnya. Yang kemudian cara ini mengembang kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

variasi yang bersifat collusion, dimana sangat dimungkinkan

ditempuhnya jalan terobosan secara ilegal, mengingat rumitnya

birokrasi di negara kita, maka tindakan-tindakan yang

termasuk kategori penyuapan sungguh merajalela. Modus

tersebut juga timbul sebagai akibat dari mekanisme ilegal

dengan cara memotong sejumlah pajak, sehingga akan

menimbulkan dua segi kriminalisasi pencucian uang, yakni

wajib pajak dan petugas pajak (Robert Klitgaard dan Kimberly

Ann Elliot, 1998).

2) Melalui cara-cara kriminal, atau yang jelas-jelas melanggar

hukum. Cara seperti ini sangat beragam jumlahnya, seperti

dalam hasil amandemen UU TPPU, yaitu korupsi (corruption),

penyuapan (bribery), penyelundupan barang (smuggling),

penyelundupan imigran (people smuggling), perbankan, pasar

modal, asuransi, narkotika, psikotropika, perdagangan

manusia, (women and children trafficking), perdagangan

senjata gelap (arms trafficking), penculikan, terorisme,

pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian,

prostitusi, perpajakan, kehutanan, lingkungan hidup, kelautan,

serta tindak pidana lain yang diancam pidana penjara 4 tahun

atau lebih.

Perolehan uang secara kriminal di atas dilakukan secara

bawah tanah (underground business), bahkan di bidang

perdagangan umum juga termasuk sebagai praktik yang tergolong

dirty money.

d. Metode Pencucian Uang

Selanjutnya perlu pula diketahui bagaimana para pelaku

pemutihan uang melakukan pencucian uang, sehingga bisa dicapai

hasil dari uang ilegal menjadi uang legal. Sebenarnya di atas sudah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

dijelaskan beberapa hal mengenai modus modus pencucian uang,

tetapi secara metodiknya dapat dikenal tiga metode dalam

kejahatan pencucian uang, yang terdiri sebagai berikut (Business

News, 2001):

1) Metode Buy and Sell Conversions, metode ini dilakukan

melalui transaksi barang barang dan jasa. Katakanlah suatu

aset dapat dibeli dan dijual kepada konspirator yang bersedia

membeli atau menjual secara lebih mahal dari harga normal

dengan mendapatkan laba ataupun diskon. Selisih harga

dibayar dengan uang ilegal dan kemudian dicuci secara

transaksi bisnis. Barang atau jasa itu dapat diubah seolah-olah

menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau

perusahaan yang ada di suatu bank.

2) Metode Offshore Conversions, dengan cara ini uang kotor,

dikonversi ke suatu wilayah yang merupakan tempat yang

sangat aman bagi penghindaran pajak (tax heaven money

laundering center) untuk kemudian didepositokan di bank

yang berada di wilayah tersebut. Di negara negara yang

termasuk atau bercirikan seperti tersebut di atas memang

terdapat sistem hukum perpajakan yang tidak ketat, terdapat

sistem rahasia, bank yang sangat ketat, birokrasi bisnis yang

cukup mudah untuk memungkinkan adanya rahasia bisnis yang

ketat serta pembentukan usaha trust fund. Untuk mendukung

kegiatan demikian, para pelakunya biasanya memakai jasa-jasa

pengacara, akuntan atau konsultan keuangan dan para

pengelola dana yang handal untuk memanfaatkan segala celah

yang ada di negara itu.

3) Metode Legitimate Business Conversions, metode ini

dilakukan dengan melalui kegiatan bisnis yang sah sebagai

cara pengalihan atau pemanfaatan dari sesuatu hasil uang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

kotor. Hasil uang kotor hu kemudian dikonversi secara

transfer, cek atau alat pembayaran lain untuk disimpan di

rekening bank lainnya. Biasanya para pelaku bekerjasama

dengan suatu perusahaan yang rekeningnya dapat

dipergunakan sebagai terminal untuk menampung uang kotor.

4 Tinjauan Umum Tentang Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian

Uang

Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

Untuk memperlancar proses peradilan tindak pidana

pencucian uang, Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang mengatur kewenangan penyidik,

penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat penanganan

perkara untuk dapat meminta pemblokiran harta kekayaan kepada

Penyedia Jasa Keuangan. Undang-undang ini juga mengatur

kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk meminta

keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai harta kekayaan

setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau

terdakwa.

Sebelum dikeluarkannya undang-undang no. 25 tahun 2003

tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, undang-undang yang

berlaku adalah undang-undang no. 15 tahun 2002 tentang Tindak

Pidana Pencucian Uang.

Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang terdiri dari 10 Bab, 46 Pasal. UU ini berisi

ketentuan umum mencakup subjek hukum, harta kekayaan,

penyedia jasa keuangan, transaksi, transaksi keuangan yang

mencurigakan, dokumen dan tentang Pusat Pelaporan dan Analisis

Keuangan atau PPATK.

Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang dirasakan belum memenuhi standar internasional

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

serta perkembangan proses peradilan tindak pidana pencucian uang

sehingga perlu diubah, agar upaya pencegahan dan pemberantasan

tindak pidana pencucian uang dapat berjalan secara efektif.

Perubahan dalam undang-undang tersebut antara lain meliputi :

a) Cakupan pengertian Penyedia Jasa Keuangan diperluas tidak

hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa di bidang

keuangan tetapi juga meliputi jasa lainnya yang terkait dengan

keuangan. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi pelaku

tindak pidana pencucian uang yang memanfaatkan bentuk

Penyedia Jasa keuangan yang ada di masyarakat namun belum

diwajibkan menyeampaikan laporan transaksi keuanagn dan

sekaligus mengantisipasi munculnya bentuk penyedia jasa

keuangan baru yang belum diatur dalam Undang-Undang No.

15 Tahun 2002 .

b) Pengertian transaksi keuangan mencurigakan diperluas dengan

mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal

dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga

berasal dari hasil tindak pidana.

c) Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp

500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau lebih, atau nilai

yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus, karena

tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku umum bahwa untuk

menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak tergantung

kepada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh.

d) Cakupan tindak pidana asal (predicate crime) diperluas untuk

mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan

harta kekayaan dimana pelaku tindak pidana berupaya

menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hasil tindak

pidana namun perbuatan tersebut tidak dipidana.

e) Jangka waktu penyampaian laporan transaksi keuangan

mencurigakan dipersingkat, yang semula 14 (empat belas) hari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

kerja menjadi tidak lebih dari tiga hari kerja setelah Penyedia

Jasa Keuangan mengetahui adanya unsur transaksi keuangan

mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar harta kekayaan yang

diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak

pidana pencucian uang dapat segera dilacak.

f) Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan

penyusunan dan penyampaian laporan Transaksi Keuangan

Mencurigakan yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik

(anti-tipping off). Hal ini dimaksudkan antara lain untuk

mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan lolosnya

pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi

efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

pencucian uang.

g) Ketentuan kerjasama bantuan timbal balik di bidang hukum

(mutual legal assistance) dipertegas agar menjadi dasar bagi

penegak hukum Indonesia menerima dan memberikan bantuan

dalam rangka penegakkan hukum pidana pencucian uang.

Dengan adanya ketentuan kerjasama bantuan timbal balik

merupakan bukti bahwa Pemerintah Indonesia memberikan

komitmennya bagi komunitas internasional untuk bersama-

sama mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian

uang. Kerjasama internasional telah dilakukan dalam forum

yang tidak hanya bilateral namun regional dan multilateral

sebagai strategi untuk memberantas kekuatan ekonomi para

pelaku kejahatan yang tergabung dalam kejahatan yang

terorganisasi.

Namun demikian, pelaksanaan kerjasama bantuan timbal

balik harus tetap memperhatikan hukum nasional masing-masing

negara serta kepentingan nasional dan terutama tidak bertentangan

dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Dengan awal pengaturan anti pencucian uang di Indonesia

yang banyak kelemahan, maka dalam amandemen pertama definisi

yang sebelumnya tidak dicantumkan, maka dicantumkan dalam

Pasal 1angka (1) UU No. 25 Tahun 2003 yang isinya sebagai

berikut : Pencucian uang adalah menempatkan, mentransfer,

membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan,

menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan

lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga

merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk

menyembunyikan, atau manyamarkan asal usul harta kekayaan

sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.

Dari definisi tersebut di atas, tampak ciri dari kejahatan ini,

yaitu bahwa kejahatan ini bukan kejahatan tunggal tetapi kejahatan

ganda. Pencucian uang merupakan kejahatan yang bersifat follow

up crime atau kejahatan lanjutan atas hasil kejahatan utama (core

crime). Penentuan core crime dalam pencucian uang pada

umumnya disebut sebagai predicate offence atau unlawful actifity

atau predicate offense, yaitu menentukan jenis kejahatan apa saja

yang hasilnya dilakukan proses pencucian uang. Selain itu dalam

kejahatan pencucian uang terdapat dua kelompok pelaku yaitu

kelompok yang berkaitan langsung dengan core crime yang disebut

principle violater dan kelompok kedua yang sama sekali tidak

berkaitan langsung dengan core crime misalnya penyedia jasa

keuangan, baik lembaga perbankan maupun non perbankan,

akuntan atau bahkan para lawyer. Kelompok kedua ini disebut

sebagai aiders atau abettors.

Dari definisi tersebut dikembangkan menjadi dua kreteria

yaitu Tindak Pidana Pencucian Uang (Pasal 3 dan 6) dan tindak

Pidana yang berkaitan dengan Pencucian uang (Pasal 8 dan 9),

yang masing-masing Pasal tersebut adalah :

1. Pasal 3 :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Setiap orang yang dengan sengaja :

a. Menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut

diduga merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyediaan

jasa keuangan, baik atas nama sendiri atau atas nama pihak

lain.

b. Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut

diduga merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia

jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain baik

atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain.

c. Membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang

diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak

pidana, baik perbuatan atas namanya maupun atas nama

pihak lain;

d. Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang

diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak

pidana baik atas namanya sendiri ataupun atas nama pihak

lain;

e. Menitipkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga

merupakan hasil tindak pidana baik atas namanya maupun

atas nama pihak lain.

f. Membawa keluar negeri harta kekayaan yang diketahuinya

atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, atau

g. Menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan

yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil

tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga

lainnya, dengan maksud untuk meyembunyikan atau

menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya

atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, dipidana

karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara

paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima

belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

(seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

15.000.000.000,- (lima belas milyar rupiah). Unsur obyektif

(actus reus) dari Pasal 3 tersebut sangat luas dan karena

merupakan inti delik maka harus dibuktikan. Unsur

obyektif tersebut terdiri dari menempatkan , mentransfer,

membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau

menyumbangkan, menitipkan , mebawa ke luar negeri,

menukarkan atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang

diketahui atau patut diduga berasal dari kejahatan.

Sedangkan unsur subyektifnya (mens rea) yang juga

merupakan inti delik adalah sengaja, mengetahui atau patut

diduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil kejahatan,

dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan

harta tersebut.

2. Pasal 6 :

Setiap orang yang menerima atau menguasai :

a. Penempatan

b. Pentransferan

c. Pembayaran

d. Hibah

e. Sumbangan

f. Penitipan

g. Penukaran harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga

merupakan hasil tindak pidana dipidana dengan penjara paling

singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.

Unsur obyektif Pasal 6 tersebut adalah menerima atau

menguasai: penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah,

sumbangan, penitipan, penukaran harta kekayaan yang diketahui atau

patut diduga berasal dari hasil tindak pidana. Sedangkan unsur

subyektif atau mens reanya adalah mengetahui atau patut diduga

bahwa harta kekayaan yang didapat merupakan hasil tindak pidana.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Kemudian dalam UUTPPU juga mengatur tentang tindak pidana

yang berkaitan dengan pencucian uang yaitu : Pasal 8 yang isinya

sebagai berikut : Penyedia jasa keuangan dengan sengaja tidak

menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 13 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling sedikit

Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling

banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

3. Pasal 8

Adapun Pasal 13 ayat (1) yang ditunjuk oleh Pasal 8

tersebut adalah sebagai berikut : Penyedia jasa keuangan wajib

menyampaikan laporan kepada PPATK sebagaimana dimaksud

dalam Bab V, untuk hal-hal sebagai berikut :

a. Transaksi keuangan mencurigakan;

b.Transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai dalam jumlah

kumulatif sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) atau

lebih atau mata uang asing yang nilainya setara dilakukan dalam satu

kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam satu hari kerja.

Unsur obyektif atau actus reus dalam Pasal 8 tersebut

adalah tidak menyampaikan laporan kepada PPATK, transaksi

keuangan mencurigakan, transaksi keuangan yang dilakukan secara

tunai dalam jumlah kumulatif sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus

juta rupiah) atau lebih mata uang asing yang nilainya setara

dilakukan dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi

dalam satu hari kerja. Sedangkan unsur subyektifnya adalah sengaja.

Pasal 9 : Setiap orang yang tidak melaporkan uang tunai berupa

rupiah sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau lebih

mata uang asing yang nilainya serta yang dibawa ke dalam atau

keluar wilayah NKRI dipidana dengan pidana denda paling sedikit

Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.

300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Dalam Pasal 9 ini unsure

obyektifinya (actus reus-nya) adalah tidak melaporkan uang tunai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

berupa rupiah sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) atau

lebih uang asing yang nilainya setara yang dibawa ke dalam atau ke

luar wiyah NKRI. Hal ini perlu dipahami bahwa uang itu tidak harus

berasal dari kajahatan yang penting adalah kewajiban melaporkan

Bea Cukai sebagaimana diatur sebagaimana diatur dalam Pasal 16

ayat (1). Perumusan Pasal 8dan 9 yang menunjuk rumusan perbuatan

Pasal 13 dan tujuan pelaporan ke lembaga yang diatur dalam Pasal

16 terlalu jauh, sehingga menyulitkan dalam penerapan. Subyek

hukum Pasal 8 adalah penyedia jasa keuangan.

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Keterangan Kerangka Pemikiran :

Dalam penyelesaian perkara pidana dalam persidangan dipengadilan

harus melewati beberapa tahap, salah satu diantaranya adalah tahap

penyidikan. Dalam hal ini penyidikan merupakan tahap yang penting dalam

Penyidikan Perkara Money

Laundering

Undang-undang No 25 Tahun 2003 tentang

Tindak Pidana Pencucian

Republik Of The Philippines Code No. 9160 on Anti Money

Laundering

Faktor-faktor yang penyebab terjadinya persamaan dan perbedaan

Persamaan Perbedaan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

penyelesain perkara money laundering. Dalam penelitian ini akan

membandingkan bagaimana penyidikan perkara money laundering menurut

Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

dengan Republic of the Philippines code No. 9160 on Anti Money Laundering

Act of 2001. Setelah dilakukan perbandingan dari dari masing-masing

peraturan, maka dapat diketahui perbedaan, persamaan dari masing-masing

proses penyidikan. Dengan adanya perbedaan dan persaaman juga dapat diteliti

mengenai faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perbedaan dan

persamaan mengenai penyidikan perkara money laundering. Sehingga dapat

ditemukan konsep hukum yang diperoleh berdasarkan hasil perbandingan.

Untuk memperlancar proses peradilan tindak pidana pencucian uang,

Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan

tingkat penanganan perkara untuk dapat meminta pemblokiran harta kekayaan

kepada Penyedia Jasa Keuangan. Undang-undang ini juga mengatur

kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk meminta keterangan

dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah

dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa.

Selain kekhususan diatas, undang-undang ini juga mengatur mengenai

persidangan tanpa kehadiran terdakwa, dalam hal terdakwa yang telah

dipanggil tiga kali secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undagan tidak hadir, maka majelis hakim dengan putusan sela dapat

meneruskan pemeriksaan dengan tanpa kehadiran terdakwa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persamaan dan Perbedaan Pengaturan Pembukaan Rahasia Bank (Bank

Secrecy Disclosure) untuk Kepentingan Pemeriksaan Perkara Money

Laudering menurut UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang dengan Republic of the Philippines Code No. 9160 on

Anti Money Loundering Act of 2001

1. Pengaturan Rahasia Bank dalam UU No. 25 tahun 2003

a. Kriminalisasi Pencucian Uang

Kriminalisasi kegiatan pencucian uang di Indonesia pada

dasarnya telah dimulai sejak pemerintah mengundangkan Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian

Uang. Adanya kerugian-kerugian akibat praktek pencucian uang,

mendasari lembaga legislatif dan eksekutif untuk mengundangkan

Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Pemikiran ini

didasari pula oleh konsep kriminalisasi yang dikemukakan oleh

Sudarto seperti di bawah ini :

“ kriminalisasi merupakan suatu proses penetapan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi tindak pidana. Dengan kriminalisasi dimaksudkan proses penetapan suatu perbuatan orang sebagai perbuatan yang dapat dipidana. Proses ini diakhiri dengan terbentuknya undang-undang di mana perbuatan itu diancam dengan suatu sanksi yang berupa pidana”.(Soedarto, 1986: 151).

Mengacu pada kriteria sebuah perbuatan dapat dipidana, yang

menurut Soedarto adalah :

1) Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan

pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan

makmur yang merata materiil dan spirituil berdasarkan pancasila;

sehubungan dengan ini, maka (penggunaan) hukum pidana

46

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

bertujuan untuk menanggulangi kejahatan demi kesejahteraan dan

pengayoman masyarakat;

2) Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi

dengan hukum pidana harus merupakan “perbuatan yang tidak

dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian

(materiil dan spirituil) atas warga masyarakat;

3) Penggunaan hukum pidana harus pula memperhitungkan prinsip

“biaya dan hasil” (cost-benefit principle)

4) Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas

atau kemampuan daya kerja dari badan-badan penegak hukum,

yaitu jangan sampai ada kelampauan beban tugas (overblasting).

Menurut Muladi (1990: 3), selain alasan-alasan di atas terdapat

alasan lain yang tidak kalah pentingnya:

” alasan-alasan adaptif, yakni KUHP nasional pada masa mendatang harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan-perkembangan baru, khususnya perkembangan Internasional yang sudah disepakati oleh masyarakat”.

Dengan demikian, melakukan kriminalisasi berarti mengadakan

usaha pembaharuan hukum pidana yang disesuaikan dengan

kebutuhan saat ini dan untuk kepentingan masa yang akan datang

yang diformulasikan dalam bentuk perundang-undangan. Usaha

pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang tidak

berhenti pada kriminalisasi kegiatan pencucian uang dalam hukum

positif saja, akan tetapi perlu ditindaklanjuti dengan penegakan

hukum.

b. Proses Penegakan Hukum UU Pencucian Uang

Soeryono Soekanto mengatakan, dalam melakukan penegakan

hukum harus diperhatikan keselarasan nilai dan kaidah. Menurutnya

penegakan hukum adalah : (Soeryono Soekanto, 1983: 13)

” ....Kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah/pandangan-pandangan yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

mantab dan mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan (sebagai social engineering), memelihara dan mempertahankan (sebagai social control) kedamaian pergaulan hidup”.

Penegakan hukum dikatakan sebagai social control, berarti

diperlukannya campur tangan pemerintah dalam pengawasan dan

pengaturan tingkah laku anggota masyarakat melalui hukum pidana.

Menurut Prof. Simons, hukum pidana adalah:

“ sejumlah peraturan-peraturan yang merupakan bagian dari hukum positif yang mengandung larangan-larangan dan keharusan-keharusan yang ditentukan oleh negara atau kekuasaan lain yang berwenang un tuk menentukan peraturan-peraturan pidana, dan apabila hal ini dilanggar timbulah hak dari negara untuk melakukan penuntutan, menjalankan pidana dan melaksanakan pidana”.(Simon dalam S.R. Sianturi, 1982: 15)

Rumusan di atas mengandung pengertian bahwa hukum pidana

harus merupakan hukum positif yang berisi larangan dan/atau

keharusan yang berlaku bagi setiap orang dan harus di buat oleh

pemerintah atau pejabat berwenang sebelum perbuatan terjadi.

Rumusan tersebut sejalan dengan ruang lingkup berlakunya hukum

pidana yaitu berdasarkan asas legalitas (Moeljanto, 1987: 25).

Dewasa ini kejahatan yang dilakukan oleh perorangan,

organisasi ataupun korporasi dalam wilayah negara atau melintasi

batas negara semakin meningkat. Kejahatan lintas batas tersebut tidak

lagi hanya yurisdiksi satu negara, karena seringkali dampaknya tidak

hanya dirasakan oleh satu negara saja akan tetapi akan berakibat buruk

terhadap negara lain. Hal demikian dalam menimbulkan masalah

yurisdiksi antar negara yang berkepentingan dalam kasus pidana yang

bersifat lintas batas teritorial (Romli Atmasasmita, 2000: 5).

Beberapa kejahatan lintas batas teritorial yang tergolong dalam

kejahatan kerah putih (white collar crime), seperti tindak pidana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

perbankan, penyelundupan imigran, perdagangan senjata gelap, illegal

logging, trafficking, korupsi, penipuan dan penggelapan pajak telah

menghasilkan sejumlah uang yang sangat besar. Uang atau harta

kekayaan yang diperoleh dari berbagai tindak pidana tersebut pada

umumnya tidak langsung digunakan atau dibelanjakan oleh pelaku,

karena apabila langsung digunakan akan mudah dideteksi oleh

penegak hukum, sumber dari harta kekayaan tersebut.

Pelaku kejahatan akan mengusah akan agar harta kekayaan

tersebut terlebih dahulu masuk ke dalam suatu sistem keuangan

(financial system) yang sah, dengan tujuan agar harta yang dihasilkan

dari tindak pidana tersebut tidak dapat atau sulit untuk dilacak oleh

penegak hukum. Harta kekayaan bagi organisasi kejahatan ibarat

bahan bakar bagi sebuah kendaraan. Apabila alliran bahan bakar itu

diputus, maka organisasi kejahatan akan semakin lemah dan kemudian

berhenti beroperasi.

Oleh karena harta kekayaan merupakan sesuatu yang vital bagi

keberadaan organisasi, maka usaha untuk menyembunyikan,

mengaburkan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan merupakan

strategi yang harus dilakukan oleh pelaku agar terbentuk “dinding

pemisah” antara harta kekayaan dengan tindak pidana yang meng

hasilkannya, sehingga pelaku mempunyai kebebasan untuk menikmati

atau mengunakan hartanya. Perbuatan yang telah disebutkan diatas

merupakan konsep sederhana dari pencucian uang (money

laundering).

Salah satu sektor yang sangat mendukung pelaku kejahatan

untuk melakukan pencucian uang adalah sistem perbankan (banking

system). Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF)

memperkirakan $ 300 miliar - $ 600 miliar uang hasil kejahatan telah

dimasukan dan dicuci melalui sektor perbankan (US Government.

Secretary of Treasury and Attorney General, 2000: 6-7). Berdasarkan

data IMF (International Monetary Fund) hasil kejahatan yang dicuci

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

melalui sektor ini mencapai $1.500 miliar pertahun, jumlah ini

sebanding dengan 11%-12% GDP (gross domestic product) dunia

(Yunus Husein, 2001: 31-40).

Ketertarikan pelaku untuk melakukan pencucian uang dalam

sistem ini disebabkan adanya keunggulan-keunggulan dari sistem

perbankan. Keunggulan itu antara lain, pertama, bank menawarkan

jasa instrumen dalam lalu lintas keuangan secara cepat, aman, mudah

dan lintas batas negara (transnational) karena melibatkan teknologi

komunikasi dan informasi (ICT/ information and communication

technology) yang semakin canggih. Kedua, pemberian insentif berupa

bunga simpanan yang relatif tinggi sehingga sangat menguntungkan

penyimpan. Ketiga, penghargaan dan penerapan prinsip-prinsip

kerahasiaan bank (bank secrecy principle) secara ketat.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini (2007) menerangkan bahwa

rahasia bank sangat terkait dengan kepercayaan nasabah untuk

memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap

suatu bank ialah kepatuhan terhadap kewajiban rahasia bank. Dalam

hukum positif di Indonesia, pengaturan mengenai rahasia bank

terdapat dalam Undang-Undang No.10 tahun 1998 Tentang Perubahan

Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Pengertian rahasia bank adalah “Segala sesuatu yang berhubungan

dengan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan

Simpanannya” (Pasal 1 Angka 28 UU No. 10 Tahun 1998 Tentang

Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan).

Kegiatan pencucian uang memiliki akibat negatif yang sangat

besar bagi sektor perekonomian dan penegakan hukum. Menurut

Pemerintah Kanada dalam sebuah kertas kerja yang dikeluarkan pada

Oktober 1998, disebutkan ada beberapa kerugian yang ditimbulkan

oleh kegiatan pencucian uang terhadap masyarakat. Kerugian-

kerugian tersebut adalah sebagai berikut: (Departement of Justice

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Canada, Solicitor General Canada, Electronic Money Laundering: An

Environmental Scan, October 1998).

1) Pencucian uang memungkinkan penjual dan pengedar narkoba,

penyelundup dan para penjahat lainnya untuk dapat memperluas

kegiatan operasinya. Hal ini akan meningkatkan biaya penegakan

hukum dalam pemberantasannya serta peningkatan biaya

perawatan dan pengobatan kesehatan bagi masyarakat pencandu

narkoba;

2) Kegiatan pencucian uang berpotensi untuk merongrong keuangan

masyarakat (financial community) sebagai akibat dari besarnya

uang yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Potensi untuk

melakukan korupsi bertambah besar sejalan dengan meningkatnya

peredaran uang haram dalam jumlah yang signifikan;

3) Pencucian uang mengurangi pendapatan pemerintah dari sektor

pajak dan secara tidak langsung merugikan wajib pajak

(masyarakat) yang jujur serta mengurangi kesempatan kerja yang

legal.

Kegiatan pencucian uang dapat menyebabkan berkurangnya

kepercayaan masyarakat terhadap perbankan, yang pada akhirnya

akan mengganggu sistem keuangan dan pembayaran nasional dan

internasional. Pencucian uang juga dapat mengurangi kepercayaan

negara lain terhadap suatu negara (contohnya Indonesia), karena

dinilai tidak mampu mengatasi kegiatan pencucian uang. Terakhir,

pencucian uang menimbulkan ketidakpastian hukum dan instabilitas

keamanan nasional (Siahaan, 2002: 28).

Mengingat kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan pencucian

uang sangat besar, baik bagi masyarakat, sektor perekonomian dan

perbankan maupun negara, maka kriminalisasi yang kemudian

dilanjutkan dengan penegakan hukum tindak pidana pencucian uang

dinilai sebagai langkah yang tepat dalam usaha mencegah dan

memberantas tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Ketentuan mengenai Pencucian Uang diatur dalam Undang -

Undang No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang

Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang No.25 Tahun

2003. Pengertian tindak pidana pencucian uang dapat kita lihat dalam

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang,

yaitu sebagai berikut:

” Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah”.

Pasal 6 ayat (1) Undang -Undang Tindak Pidana Pencucian

Uang menyatakan bahwa, setiap orang yang menerima atau menguasai

penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan

atau penukaran Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut

diduganya merupakan hasil tindak pidana, dapat dinyatakan telah

melakukan tindak pidana pencucian uang (Pasal 6 (1) Undang-Undang

Tindak Pidana Pencucian Uang).

Diundangkannya Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang Sebagaimana Telah Diubah Dengan

Undang -Undang No. 25 Tahun 2003 merupakan suatu usaha dari

Pemerintah Indonesia untuk melakukan pencegahan dan

pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.

Berdasarkan undang-undang ini, setiap transaksi perbankan yang

mencurigakan wajib dilaporkan oleh penyedia jasa k euangan kepada

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

c. Wewenang dalam Upaya Paksa

Penerapan ketentuan rahasia bank yang terlalu ketat dapat

menjadi penghalang bagi aparat penegak hukum untuk menanggulangi

tindak pidana ini. Walaupun Undang-Undang Perbankan telah

memberikan pengecualian rahasia bank dalam hal terjadinya tindak

pidana, akan tetapi pengecualian itu kurang mengatur secara khusus

mengenai pembukaan rahasia bank dalam kaitannya dengan tindak

pidana pencucian uang. Pengecualian rahasia bank juga diatur dalam

Pasal 33 ayat (1) UU TPPU, yakni:

“ Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, maka penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK , tersangka, atau terdakwa”

Pasal ini memberikan suatu mekanisme pembukaan rahasia bank

(lifting bank secrecy) bagi aparat penegak hukum. Pembukaan rahasia

bank tersebut sangat diperlukan untuk memperoleh segala keterangan

mengenai transaksi atau harta kekayaan yang tersimpan atas diri

tersangka atau terdakwa dalam sistem perbankan.

Dalam pembukaan rahasia bank di Indonesia terdapat berbagai

permasalahan. Pembukaan rahasia bank dalam perkara-perkara tindak

pidana pencucian uang mengandung berbagai permasalahan yang

mendasar, baik mengenai syarat formal pengajuan surat permintaan

keterangan maupun hal lain yang terkait dengan pembukaan rahasia

bank dalam perkara tindak pidana pencucian uang.

Permasalahan dalam pembukaan rekening tersangka atau

terdakwa timbul oleh karena Undang-Undang Tindak Pidana

Pencucian Uang, tidak jelas atau kurang memadai dalam memberikan

aturan mengenai pembukaan rahasia bank dalam perkara tindak pidana

pencucian uang. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi antara

lain sebagai berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

1) Mengenai pejabat yang ditunjuk untuk menandatangani surat

permintaan keterangan apabila pejabat yang berwenang

berhalangan;

Pada penjelasan Pasal 33 ayat (4) UU TPPU, dengan tegas

menyatakan bahwa:

“ Dalam hal Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Daerah, atau Jaksa Agung Republik Indonesia atau Kepala Kejaksaan Tinggi berhalangan, penandantanganan dapat dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk”.

Penjelasan diatas memberikan pedoman bagi penyidik dan

penuntut dalam melakukan pembukaan rekening tersangka atau

terdakwa, terutama mengenai penandatanganan surat permintaan

keterangan rekening tersangka atau terdakwa. Penandatanganan

surat dapat lakukan oleh pejabat yang ditunjuk apabila pejabat

berwenang berh alangan. Penjelasan diatas hanya ditujukan

kepada pihak penyidik (polisi) dan penuntut umum (jaksa), sedang

kepada pengadilan (hakim) yang memeriksa perkara, tidak

diberikan penjelasan apapun, misal dalam hal hakim ketua majelis

berhalangan, tidak ditentukan apakah hakim anggota boleh

menandatangani, atau perlu ditunjuk seorang hakim ketua majelis

yang baru oleh ketua pengadilan, juga tidak jelas apakah Ketua

Pengadilan Negeri, Tinggi atau Ketua Mahkamah Agung

dibolehkan untuk menandatangani surat pemintaan apabila pejabat

yang berwenang berhalangan.

Penunjukan pejabat untuk menandatangani surat pemintaan

juga menimbulkan masalah. Undang-undang tidak menyatakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

apakah penunjukan pejabat dapat dilakukan secara permanen atau

hanya selama pejabat yang berwenang berhalangan. Pada

prakteknya penunjukan ini bersifat permanen, padahal dalam

penjelasan Pasal 33 ayat (4) UU TPPU dinyatakan bahwa

penandatanganan dapat dillakukan oleh pejabat yang ditunjuk

apabila pejabat yang berwenang berhalangan.

Tujuan dari penunjukan pejabat untuk menandatangani surat

permintaan adalah untuk memudahkan langkah aparat dalam

mengungkap perbuatan dan menindak pelaku tindak pidana

pencucian uang, akan tetapi penunjukan permanen yang terjadi

dalam praktek sekarang ini, tidak sesuai dengan undang-undang,

dengan demikian hal tersebut akan berakibat adanya penolakan

dari penyedia jasa keuangan untuk memberikan keterangan.

Dikhawatirkan pula keterangan dan/atau alat bukti yang diperoleh

dari pembukaan rahasia bank (yang surat permintaannya cacat

hukum), tidak dapat di jadikan sebagai keterangan dan alat bukti

yang sah secara hukum dalam persidangan.

Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang seharusnya

mengatur secara jelas dan menyeluruh mengenai penandatanganan

surat permintaan keterangan dalam hal pejabat yang berwenang

berhalangan, mengingat surat permintaan keterangan ini

merupakan langkah penting dalam penyidikan perkara tindak

pidana pencucian uang.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Mengenai penandatanganan surat permintaan keterangan

rekening, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang

seharusnya memuat aturan sebagai berikut:

a) Penandatanganan surat permintaan pembukaan rekening dapat

dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri, Tinggi, atau

Mahkamah Agung dalam hal hakim ketua majelis yang

memeriksa perkara beralangan;

b) Penunjukan pejabat untuk menandatangani surat permintaan

pembukaan rekening dalam hal pejabat yang berwenang

berhalangan, harus ditegaskan bahwa penandatanganan surat

permintaan keterangan hanya dapat dilakukan apabila pejabat

yang berwenang berhalangan, sehingga penunjukan tidak

dapat secara permanen.

c) Mengenai pembukaan rekening perusahaan, apabila tersangka

atau terdakwa merupakan pemilik atau pengurus suatu

perusahaan;

Pengecualian rahasia bank yang diatur dalam Undang-

Undang Tindak Pidana Pencucian Uang tidak memberikan

pengaturan yang lengkap dan jelas mengenai pembukaan rekening

perusahaan dimana terdakwa merupakan pemilik atau

pengurusnya. Pasal 33 ayat (1) UU TPPU menyatakan bahwa:

“ Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang, maka penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai Harta Kekayaan setiap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa”.

Pengertian setiap orang adalah orang-perseorangan atau

korporasi, yang mana korporasi adalah kumpulan orang dan/atau

kekayaan yang terorganisir baik merupakan badan hukum maupun

bukan badan hukum (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Tindak

Pidana Pencucian Uang.)

Jadi menurut pasal diatas rekening setiap orang (pribadi

dan/atau korporasi) dapat dibuka oleh penegak hukum sepanjang

telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka atau terdakwa. Sekali

lagi tidak terdapat keterangan yang menjelaskan kapan rekening

pribadi dan/atau korporasi dapat dibuka oleh penegak hukum, baik

dalam UU TPPU maupun penjelasannya. Walaupun dikatakan

bahwa apabila seorang pelaku tindak pidana pencucian uang

bertindak atas nama pribadi maka hanya rekening pribadinya yang

dapat dibuka oleh penegak hukum, sedangkan apabila tersangka

atau terdakwa beritindak atas nama korporasi dan tindakannya

sesuai dengan anggaran dasar korporasi maka, baik rekening

perusahaan dapat dimintakan pembukaan oleh penegak hukum,

akan tetapi undang-undang tetap tidak dapat menjelaskan bagaim

ana bila tindakan dari pelaku tidak dapat dikategorikan tindakan

pribadi atau tindakan atas nama korporasi yang sesuai dengan

anggaran dasar perusahaan. Dalam praktek seringkali sulit untuk

dipisahkan antara tindakan pribadi seorang pemilik atau peng urus,

dengan tindakan atas nama korporasi.

Adanya kesulitan untuk menyimpulkan apakah tindakan

pelaku merupakan perbuatan atas nama pribadi atau korporasi

akan menimbulkan permasalahan bagi pelaksanaan pembukaan

rekening. Selain itu, tanpa adanya aturan yang jelas dan tegas yang

mengatur mengenai pembukaan rekening perusahaan, maka

dikhawatirkan keterangan yang didapat melalui pembukaan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

terhadap rekening perusahaan tidak akan diterima oleh hakim

sebagai alat bukti yang sah, karena mengandung permasalahan

hukum ketika mendapatkan bukti-bukti itu.

Mengenai permasalahan tersebut diatas, seharusnya

Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang mampu

memberikan solusi yang tepat. Undang-Undang Tindak Pidana

Pencucian Uang seharusnya memberikan suatu pengaturan yang

komprehensif mengenai pembukaan rekening korporasi dalam hal

tersangka atau terdakwa merupakan direksi atau pengurus suatu

perusahaan.

Pembukaan rekening perusahaan dapat dilakukan bilamana

dalam melakukan tindakannya, tersangka atau terdakwa bertindak

atas nama perusahaan, yaitu sesuai dengan anggaran dasar

perusahaan tersebut. Pada sisi lain, rekening perusahaan tidak

dapat dibuka apabila tersangka atau terdakwa bertindak diluar

kewenangannya sebagai direksi atau pengurus suatu perusahaan.

Tindakan direksi diluar kewenangannya biasa disebut ultra vires,

yakni: (Herlien Budiono, 2007: 253)

“ suatu tindakan yang dilakukan oleh direksi, yang berada di

luar kewenangannya, melampaui maksud dan tujuan

perseroan dan tidak berdasarkan anggaran dasar

perseroan”.

Sejalan dengan pendapat diatas, Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas terutama Pasal 92 ayat

(1) dan ayat (2), dan Pasal 97 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) yang

berbunyi sebagai berikut:

Pasal 92 ayat (1) dan (2) UU Perseroan Terbatas

(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan

Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

dipandang tepat, dalam batas yang ditent ukan dalam Undang-

Undang ini dan/atau anggaran dasar.

Pasal 97 ayat (1), (2) dan (3) UU Perseroan Terbatas

(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).

(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib

dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan

penuh tanggung jawab.

(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara

pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan

bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Berdasarkan ketentuan diatas dapat dipahami bahwa direksi

berkewajiban untuk melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan

anggaran dasar perseroan. Kelalaian yang dilakukan oleh direksi,

tindakan diluar maksud dan tujuan perseroan, termasuk tindakan

melampaui kewenangan, berakibat pada tanggung jawab penuh

direksi secara pribadi (Herlien Budiono, 2007: 253).

Mengacu pada uraian diatas, maka setiap perbuatan yang

tergolong dalam tindak pidana pencucian yang dilakukan oleh

direksi di luar kewenangannya, harus dipertanggungjawabkan

secara pribadi. Dengan demikian pembukaan rekening perusahaan

dimana tersangka atau terdakwa merupakan pengurus suatu

korporasi, tidak dapat dilakukan oleh penyidik.

2) Mengenai pembukaan rekening pihak-pihak yang terkait dengan

tersangka atau terdakwa;

Dalam proses pencucian uang (money laundering),

seringkali uang hasil tindak pidana dipecah ke dalam beberapa

rekening. Pelaku tindak pidana pencucian uang mungkin saja

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

memindahkan sebagian dana yang tersimpan di rekeningnya

kepada beberapa rekening milik orang lain dalam jumlah yang

relatif kecil, ataupun sebaliknya, tersangka atau terdakwa tindak

pidana pencucian

3) Mengenai sanksi yang dapat dikenakan kepada Penyedia Jasa

Keuangan apabila tidak memberikan keterangan.

Menurut Pasal 33 ayat (1) UU TPPU, penyidik, penuntut umum

dan hakim yang memeriksa perkara tindak pidana pencucian uang

memiliki wewenang untuk membuka rekening setiap orang yang

telah dilaporkan ol eh PPATK, tersangka atau terdakwa. Melalui surat

permintaan pembukaan rekening yang diajukan oleh penegak hukum

kepada penyedia jasa keuangan (bank), penegak hukum

diperkenankan untuk mengecualikan ketentuan rahasia bank yang

diatur dalam Undang-Undang Perbankan.

d. Ketentuan Pembukaan Rahasia Bank

Ketentuan dalam pembukaan rahasia bank terkait dengan

penangan tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-Undang

No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang pada

bab V, menerangkan bahwa setiap lembaga keuangan wajib

melaporkan transaksi keuangan kepada PPATK yang menyangkut

transaksi keuangan mencurigakan, seperti : transaksi keuangan yang

dilakukan secara tunai dalam jumlah kumulatif sebesar

Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih atau yang

nilainya setara, baik dilakukan dalam satu kali transaksi maupun

beberapa kali transaksi dalam 1(satu) hari kerja.

e. Tata Cara Pembukaan Rahasia Bank

Tata cara pembukaan rahasia bank terkait dengan penangan

tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-Undang No. 15

Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, dijelaskan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

bahwa dalam kaitannya dengan adanya transaksi keuangan yang

mencurigakan, seperti yang dijelaskan pada ketentuan Undang-

Undang Tindak Pencucian Uang, maka perlu dilakukan tata cara

pembukaan rahasia bank sebagai berikut:

1) Dalam transaksi di atas dilakukan paling lambat 14 (empat belas)

hari kerja setelah diketahui oleh Penyedia Jasa Keuangan.

2) Penyampaian laporan transaksi keuangan yang dilakukan secara

tunai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dilakukan

paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal

transaksi dilakukan.

3) Kewajiban pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf

h tidak berlaku untuk transaksi yang dikecualikan.

4) Transaksi yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) meliputi transaksi

antarbank, transaksi dengan Pemerintah, transaksi dengan bank

sentral, pembayaran gaji, pensiun, dan transaksi lainnya atas

permintaan Penyedia Jasa Keuangan yang disetujui oleh PPATK.

1) Penyedia Jasa Keuangan wajib membuat dan menyimpan daftar

transaksi yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(4).

2) Ketentuan mengenai bentuk, jenis, dan tata cara penyampaian

laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut

dengan Keputusan Kepala PPATK.

Dalam penanganan tindak pidana pencucian uang pelaksanaan

kewajiban pelaporan oleh Penyedia Jasa Keuangan yang berbentuk

bank, dikecualikan dari ketentuan rahasia bank sebagaimana

dimaksud dalam Undang-undang yang mengatur mengenai rahasia

bank. Penyedia jasa keuangan, pejabat, serta pegawainya tidak dapat

dituntut baik secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan

kewajiban pelaporan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Setiap orang yang membawa uang tunai ke dalam atau keluar

wilayah Negara Republik Indonesia berupa rupiah sejumlah

Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih, harus melaporkan

kepada Direktorat Jendral Bea dan Cukai. Direktorat Jendral Bea dan

Cukai wajib menyampaikan laporan tentang informasi yang

diterimanya selama jangka waktu 5 (lima) hari kerja kepada PPATK.

Direktorat Jendral Bea dan Cukai wajib memberitahukan kepada

PPATK paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah mengetahui adanya

pelanggaran.

Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga harus

memuat rincian mengenai identitas orang yang membuat laporan.

Apabila diperlukan PPATK dapat meminta informasi tambahan dari

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berupa rupiah sejumlah

Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) atau lebih, yang dibawa oleh

setiap orang dari atau ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Setiap orang yang melakukan hubungan usaha dengan Penyedia

Jasa Keuangan wajib memberikan identitasnya secara lengkap dan

akurat dengan mengisi formulir yang disediakan oleh Penyedia Jasa

Keuangan dan melampirkan dokumen pendukung yang diperlukan.

Penyedia Jasa Keuangan wajib memastikan pengguna jasa keuangan

bertindak untuk diri sendiri atau untuk orang lain. Dalam hal

pengguna jasa keuangan bertindak untuk orang lain, Penyedia Jasa

Keuangan wajib meminta informasi mengenai identitas dan dokumen

pendukung dari pihak lain tersebut.

Penyedia Jasa Keuangan yang berbentuk bank, identitas dan

dokumen pendukung yang diminta dari pengguna jasa keuangan harus

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyedia

Jasa Keuangan wajib menyimpan catatan dan dokumen mengenai

identitas pengguna jasa keuangan sampai dengan 5 (lima) tahun sejak

berakhirnya hubungan usaha dengan pengguna jasa keuangan tersebut.

Dengan adanya laporan tersebut maka akan dapat dilakukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

penyidikan terhadap laporan transaksi keuangan yang mencurigakan

tersebut.

2. Pengaturan Rahasia Bank dalam Republic of the Philippines Code No.

9160 on Anti Money Loundering Act of 2001

a. Kriminalisasi Pencucian Uang

Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money

Loundering Act of 2001 pada dasarnya merupakan kebijakan negara

untuk melindungi dan menjaga integritas dan kerahasiaan rekening

bank dan untuk memastikan bahwa Filipina tidak akan digunakan

sebagai tempat pencucian uang hasil kegiatan yang melanggar hukum.

Hal ini konsisten dengan kebijakan luar negerinya, dimana negara

akan memperluas kerjasama dalam penyelidikan dan penuntutan

transnasional orang yang terlibat dalam kegiatan pencucian uang di

manapun berkomitmen. Hal ini sesuai dengan bunyi bagian 2 dalam

Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering

Act of 2001 yang berbunyi :

“ It is hereby declared the policy of the State to protect and preserve the integrity and confidentiality of bank accounts and to ensure that the Philippines shall not be used as a money laundering site for the proceeds of any unlawful activity. Consistent with its foreign policy, the State shall extend cooperation in transnational investigations and prosecutions of persons involved in money laundering activities wherever committed”

Dalam konsep pembukaan rahasia bank terkait dengan

penyelidikan tindak pidana pencucian uang di Filipina berdasarkan

Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering

Act of 2001 pada bagian 4 menjelaskan bahwa tindak pidana

pencucian uang merupakan kejahatan dimana hasil dari kegiatan yang

melanggar hukum yang ditransaksikan, sehingga membuatnya tampak

berasal dari sumber yang sah. Hal ini dilakukan oleh sebagai berikut:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

1) Setiap orang mengetahui bahwa setiap instrumen moneter atau

properti mewakili, melibatkan, atau berhubungan dengan, hasil

kegiatan yang melanggar hukum, transaksi antara atau mencoba

untuk bertransaksi mengatakan instrumen moneter atau properti.

2) Setiap orang mengetahui bahwa setiap instrumen moneter atau

properti melibatkan hasil kegiatan yang melanggar hukum,

melakukan atau tidak melakukan perbuatan sebagai hasil dari yang

ia memfasilitasi tindak pidana pencucian uang sebagaimana

dimaksud dalam ayat (a) di atas.

3) Setiap orang mengetahui bahwa setiap instrumen moneter atau

properti yang diperlukan di bawah Undang-undang ini harus

diungkapkan dan diajukan dengan Anti-Money Laundering

Council (AMLC), gagal untuk melakukannya.

Secara yurisdiksi kasus pencucian uang. di Filipina ditangani di

pengadilan persidangan daerah memiliki yurisdiksi untuk mencoba

semua kasus pada pencucian uang. Mereka yang dilakukan oleh

pejabat publik dan orang pribadi yang dalam konspirasi dengan

pejabat publik tersebut harus berada di bawah yurisdiksi

Sandiganbayan.

b. Proses Penegakan Hukum UU Pencucian Uang

Pengaturan tentang penuntutan tindak pidana pencucian uang di

Filipina menurut Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti

Money Loundering Act of 2001 diatur sebagai berikut :

1) Setiap orang mungkin akan dikenakan biaya dengan dan dihukum

baik tindak pidana pencucian uang dan kegiatan yang melanggar

hukum sebagaimana terdefinisikan.

2) Melanjutkan setiap yang berkaitan dengan kegiatan yang

melanggar hukum harus diberikan didahulukan dari penuntutan

pelanggaran atau pelanggaran di bawah Undang-undang ini tanpa

mengurangi pembekuan dan solusi lainnya yang disediakan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Ketentuan pidana dalam tindakan pidana pencucian uang

menurut Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money

Loundering Act of 2001 terdiri dari :

1) Hukuman atas Tindak Pidana Pencucian Uang. Hukuman penjara

mulai dari tujuh (7) untuk empat belas (14) tahun dan denda tidak

kurang dari tiga juta peso Filipina (Php 3,000,000.00) tetapi tidak

lebih dari dua kali nilai instrumen moneter atau properti yang

terlibat dalam pelanggaran, akan dikenakan atas seseorang

dihukum berdasarkan Bagian 4 (a) Undang-undang ini. Hukuman

penjara dari empat (4) untuk tujuh (7) tahun dan denda tidak

kurang dari Satu juta lima ratus ribu peso Filipina (Php1,

500,000.00) tetapi tidak lebih dari tiga juta peso Filipina (Php3,

000,000.00), harus mposed atas seseorang dihukum berdasarkan

Bagian 4 (b) Undang-undang ini. Hukuman penjara dari 6 (enam)

bulan sampai dengan empat (4) tahun atau denda tidak kurang dari

seratus ribu peso Filipina (Php100, 000.00) tetapi tidak lebih dari

lima ratus ribu peso Filipina (Php500, 000.00), atau keduanya ,

harus dikenakan pada seseorang dihukum berdasarkan Bagian 4

(c) dari Undang-undang ini.

2) Hukuman untuk Kegagalan untuk Jauhkan Records. Hukuman

penjara dari enam (6) bulan untuk satu (1) tahun atau denda tidak

kurang dari seratus ribu peso Filipina (Php100, 000.00) tetapi

tidak lebih dari lima ratus ribu peso Filipina (Php500, 000.00),

atau keduanya, harus dikenakan pada seseorang dihukum

berdasarkan Bagian 9 (b) Undang-undang ini.

3) Pelaporan Berbahaya. Setiap orang yang, dengan niat jahat, atau

dengan itikad buruk, laporan, atau file yang tidak berdasar

informasi yang lengkap atau salah relatif terhadap transaksi

pencucian uang terhadap setiap orang akan subject12 untuk denda

sebesar enam (6) bulan sampai dengan empat (4) tahun penjara

dan denda tidak kurang dari seratus ribu peso Filipina (Php100,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

000.00) tetapi tidak lebih dari lima ratus ribu peso Filipina

(Php500, 000.00), atas kebijakan pengadilan: Menyediakan, itu

pelaku tidak berhak untuk memanfaatkan keunggulan Hukum

Masa Percobaan. Jika pelaku perusahaan, asosiasi, kemitraan atau

badan hukum, hukuman dikenakan pada petugas yang

bertanggung jawab, sebagai kasus mungkin, yang berpartisipasi

dalam tindak pidana atau yang harus sadar diijinkan atau gagal

untuk mencegah nya komisi. Jika pelaku adalah suatu badan

hukum, pengadilan dapat menangguhkan atau mencabut izin. Jika

pelaku adalah alien, ia wajib, di samping hukuman yang

ditentukan di sini, akan dideportasi tanpa proses lebih lanjut

setelah melayani di sini denda yang ditentukan. Jika pelaku adalah

pejabat publik atau karyawan, dia harus, di samping hukuman

yang ditentukan di sini, menderita diskualifikasi mutlak abadi atau

sementara dari kantor, sebagai kasus mungkin. Setiap pejabat

publik atau karyawan yang dipanggil untuk bersaksi dan menolak

untuk melakukan hal yang sama atau sengaja gagal untuk bersaksi

harus menderita hukuman yang sama yang ditetapkan di sini.

4) Pelanggaran Kerahasiaan. Hukuman penjara mulai dari tiga (3)

sampai delapan (8) tahun dan denda tidak kurang dari lima ratus

ribu peso Filipina (Php500, 000.00) tetapi tidak lebih dari Satu juta

peso Filipina (Php1, 000,000.00), dikenakan pada orang yang

dihukum karena pelanggaran di bawah Bagian 9 (c).

Sistem insentif dan penghargaan khusus ini dibentuk untuk

diberikan kepada lembaga pemerintah yang tepat dan personil

perusahaan yang dipimpin dan memprakarsai penyidikan, penuntutan,

dan keyakinan orang-orang yang terlibat dalam pelanggaran dihukum.

Undang-undang ini tidak boleh digunakan untuk penganiayaan

politik atau pelecehan atau sebagai alat untuk menghambat persaingan

dalam perdagangan dan perdagangan. Tidak ada kasus pencucian uang

dapat diajukan terhadap dan tidak ada aset harus dibekukan, melekat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

atau dilepaskan untuk merugikan calon untuk pemilihan kantor selama

masa pemilu.

Dalam tiga puluh (30) hari dari efektivitas Undang-undang ini,

Bangko Sentral ng Pilipinas, Komisi Asuransi dan Securities and

Exchange Commission akan menyebarluaskan peraturan dan

ketentuan untuk melaksanakan secara efektif ketentuan Undang-

undang ini. Said aturan dan peraturan akan diserahkan kepada

Kongres Komite Pemantau pproval. lembaga Covered harus

merumuskan uang masing-masing program pencegahan pencucian

sesuai dengan Undang-undang ini termasuk, namun tidak terbatas

pada, penyebaran informasi tentang kegiatan pencucian uang dan

pencegahan, deteksi dan pelaporan, dan pelatihan petugas yang

bertanggung jawab dan personil lembaga tertutup.

Dalam rangka menjamin pengawasan pelaksanaan undang-

undang ini dilakukan dengan ini menciptakan Komite Pemantau

Kongres terdiri dari tujuh (7) anggota dari Senat dan tujuh (7) dari

anggota DPR. Para anggota dari Senat diangkat oleh Presiden Senat

berdasarkan perwakilan proporsional dari pihak atau koalisi di

dalamnya dengan setidaknya dua (2) Senator mewakili minoritas.

Anggota dari DPR diangkat oleh Ketua juga berdasarkan perwakilan

proporsional dari pihak atau koalisi di dalamnya dengan setidaknya

dua (2) orang anggota yang mewakili minoritas. Komite Pemantau

harus memiliki kekuatan untuk menyebarluaskan peraturan itsown,

untuk mengawasi pelaksanaan Undang-undang ini, dan untuk

meninjau atau merevisi peraturan pelaksanaan yang dikeluarkan oleh

Anti-Money Laundering Council dalam waktu tiga puluh (30) hari

dari penetapan kata aturan.

The AMLC harus dilengkapi dengan alokasi awal Dua puluh

lima juta peso Filipina (Php25, 000,000.00) yang bisa ditarik dari

pemerintah nasional. Alokasi untuk tahun berikutnya harus

dimasukkan dalam UU Alokasi Umum. Jika terdapat ketentuan atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

bagian dari Undang-undang ini atau aplikasi resminya kepada orang

atau keadaan yang dianggap tidak valid, ketentuan lain atau bagian

dari Undang-undang ini, dan penerapan ketentuan tersebut atau bagian

untuk orang lain atau keadaan, tidak akan terpengaruh demikian.

Semua undang-undang, dekrit, perintah eksekutif, aturan dan

peraturan atau bagiannya, termasuk ketentuan Undang-Undang

Republik Nomor 1405, sebagaimana telah diubah; Republik Undang-

undang Nomor 6426, sebagaimana telah diubah; Republik Undang-

undang Nomor 8791, sebagaimana telah diubah dan lainnya yang

serupa hukum, sebagai are14 tidak konsisten dengan UU ini, dengan

ini dicabut, diubah atau dimodifikasi sesuai.

Undang-undang ini berlaku harus mengambil lima belas (15)

hari setelah pengumuman lengkap dalam Berita Resmi atau dalam

setidaknya dua (2) surat kabar nasional sirkulasi umum. Ketentuan-

ketentuan Undang-undang ini tidak berlaku untuk deposito dan

investasi yang dilakukan sebelum efektifitasnya.

c. Wewenang dalam Upaya Paksa

Konsep pengaturan tentang penanganan tindak pidana pencucian

uang di Filipina berdasarkan Republic of the Philippines code No.

9160 in Anti Money Loundering Act of 2001, dilakukan dengan

membentuk sebuah dewan yang peran untuk mengatasi masalah

tindak pidana pencucian yang disebut dengan Anti-Money Laundering

Council (AMLC). Anti-Money Laundering Council (AMLC) ini

diciptakan dan harus terdiri dari Gubernur Bank Sentral Pilipinas

sebagai ketua, Komisaris Komisi Asuransi dan Ketua Securities and

Exchange Commission sebagai anggota. The AMLC harus bertindak

secara bulat dalam melaksanakan fungsinya sebagai didefinisikan di

bawah ini:

1) Untuk meminta dan menerima laporan transaksi tertutup dari

lembaga tertutup;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

2) Untuk memberi perintah ditujukan kepada Otoritas Pengawas

sesuai atau lembaga tertutup untuk menentukan identitas

sesungguhnya dari pemilik instrumen moneter atau properti

subyek laporan transaksi yang ditutupi atau permintaan bantuan

dari suatu Negara asing, atau diyakini oleh Dewan , berdasarkan

bukti-bukti substansial, harus, secara keseluruhan atau sebagian,

dimanapun berada, mewakili, melibatkan, atau terkait dengan,

langsung atau tidak langsung, dengan cara apapun atau dengan

cara apapun, hasil dari kegiatan yang melanggar hukum;

3) Untuk menjalankan proses perampasan sipil dan semua proses

perbaikan lainnya melalui Kantor Pengacara Umum;

4) Menyebabkan pengajuan keluhan dengan Departemen Kehakiman

atau Ombudsman untuk penuntutan tindak pidana pencucian uang;

5) Untuk melakukan investigasi terhadap transaksi meliputi, kegiatan

pencucian uang dan pelanggaran lain undang-undang ini;

6) Untuk membekukan instrumen moneter atau properti diduga hasil

kegiatan yang melanggar hukum;

7) Untuk melaksanakan tindakan yang dianggap perlu dan

dibenarkan di bawah Undang-undang ini untuk melawan

pencucian uang;

8) Untuk menerima dan mengambil tindakan sehubungan dengan,

setiap permintaan dari negara asing untuk bantuan dalam operasi

mereka sendiri anti pencucian uang yang disediakan dalam

Undang-undang ini;

9) Untuk mengembangkan program pendidikan tentang efek merusak

pencucian uang, metode dan teknik yang digunakan dalam

pencucian uang, berarti layak untuk mencegah pencucian uang dan

cara yang efektif untuk mengadili dan menghukum pelaku dan

10) Untuk meminta bantuan dari setiap cabang, departemen, biro,

kantor, badan atau perangkat dari pemerintah, termasuk BUMN

dan dikendalikan, dalam melakukan setiap dan semua operasi anti-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

pencucian uang, yang mungkin termasuk penggunaan nya

personil, fasilitas dan sumber daya untuk pencegahan yang lebih

tegas, deteksi dan penyidikan tindak pencucian uang dan

penuntutan pelanggar.

The AMLC ini diberi wewenang untuk membentuk sekretariat

yang akan dipimpin oleh seorang Direktur Eksekutif yang akan

diangkat oleh Dewan untuk jangka waktu lima (5) tahun. Dia harus

menjadi anggota Bar Philipina, setidaknya tigapuluh lima (35) tahun

dan memiliki karakter moral yang baik, integritas dan kejujuran tak

diragukan lagi dikenal. Semua anggota Sekretariat harus telah

melayani setidaknya selama lima (5) tahun baik di Komisi Asuransi,

Komisi Sekuritas dan Bursa atau Bangko Sentral ng Pilipinas (BSP)

dan harus memegang posisi permanen penuh waktu dalam BSP.

d. Ketentuan Pembukaan Rahasia Bank

Dalam upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang di

Filipina menurut Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti

Money Loundering Act of 2001. Persyaratan identifikasi pelanggan

dan penyimpanan catatan. Yang teridiri dari :

1) Identifikasi Nasabah Lembaga Covered harus menetapkan dan

mencatat identitas sebenarnya dari klien berdasarkan dokumen

resmi. Mereka harus memelihara sistem verifikasi identitas

sebenarnya dari klien mereka dan, dalam kasus klien perusahaan,

memerlukan sistem verifikasi keberadaan hukum dan struktur

organisasi, serta kewenangan dan identifikasi semua orang yang

mengaku bertindak atas nama mereka. Ketentuan hukum untuk

sebaliknya meskipun, rekening anonim, account dengan nama

fiktif, dan semua rekening sejenis lainnya harus benar-benar

dilarang. Peso dan mata uang asing non-memeriksa nomor

rekening akan diizinkan. BSP dapat melakukan pengujian tahunan

hanya terbatas pada penentuan keberadaan dan identitas

sebenarnya dari pemilik rekening tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

2) Penyimpanan Catatan, semua catatan dari seluruh transaksi

lembaga tertutup harus dipelihara dan disimpan dengan aman

selama lima (5) tahun dari tanggal transaksi. Sehubungan dengan

rekening ditutup, catatan pada identifikasi pelanggan file account,

dan korespondensi bisnis, harus disimpan dan aman disimpan

setidaknya selama lima (5) tahun dari tanggal ketika mereka tutup.

Pelaporan Transaksi Covered. - Covered lembaga harus

melaporkan kepada AMLC semua tercakup transaksi dalam 5

(lima) hari kerja dari terjadinya daripadanya, kecuali Otorita

Pembimbing bersangkutan mengatur waktu yang lebih lama tidak

lebih dari sepuluh (10) hari kerja. Saat melaporkan meliputi

transaksi ke AMLC, meliputi lembaga dan perwira mereka,

karyawan, perwakilan, agen, penasehat, konsultan atau asosiasi

tidak akan dianggap telah melanggar Undang-Undang Republik

Nomor 1405, sebagaimana telah diubah; Republik Undang-undang

Nomor 6426, sebagaimana telah diubah; Undang-Undang

Republik Nomor 8791 dan hukum yang serupa lainnya, tapi

dilarang berkomunikasi, secara langsung atau tidak langsung,

dengan cara apapun atau dengan cara apapun, untuk setiap fakta

bahwa laporan transaksi tertutup dibuat, isi daripadanya, atau

informasi lain di hubungan tambahan. Dalam kasus pelanggaran

daripadanya, petugas yang bersangkutan, karyawan, perwakilan,

agen, penasehat, konsultan atau asosiasi lembaga tertutup, harus

bertanggung jawab kriminal. Namun, tidak ada administrasi,

proses pidana atau perdata, akan dusta terhadap setiap orang

karena telah membuat laporan transaksi tercakup dalam tugas

kinerja secara berkala dan dengan itikad baik, apakah atau tidak

hasil laporan tersebut dalam setiap tuntutan pidana berdasarkan

Undang-undang ini, atau yang lainnya Filipina hukum. Saat

melaporkan meliputi transaksi ke AMLC, meliputi lembaga dan

perwira mereka, karyawan, perwakilan, agen, penasehat, konsultan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

atau asosiasi dilarang berkomunikasi, secara langsung atau tidak

langsung, dengan cara apapun atau dengan cara apapun, untuk

setiap orang, perusahaan, media, fakta bahwa laporan transaksi

tertutup dibuat, isi daripadanya, atau informasi lainnya dalam

sehubungan. Baik pelaporan tersebut dapat dipublikasikan atau

ditayangkan dengan cara atau bentuk oleh media massa, surat

elektronik, atau perangkat sejenis lainnya. Dalam kasus

pelanggaran daripadanya, petugas yang bersangkutan, karyawan,

perwakilan, agen, penasehat, konsultan atau asosiasi lembaga

tertutup, atau media harus diadakan kriminal bertanggung jawab.

Setelah penentuan yang menyebabkan ada kemungkinan bahwa

setiap deposit atau account yang serupa dengan cara apapun yang

berkaitan dengan kegiatan melanggar hukum, yang AMLC dapat

mengeluarkan perintah pembekuan, yang akan berlaku segera, pada

account untuk jangka waktu tidak melebihi lima belas (15) hari.

Pemberitahuan kepada deposan bahwa account-nya telah dibekukan

akan diterbitkan bersamaan dengan penerbitan urutan membeku.

deposan harus memiliki tujuh puluh dua (72) jam setelah diterimanya

pemberitahuan untuk menjelaskan mengapa urutan beku harus

diangkat. The AMLC memiliki tujuh puluh dua (72) jam untuk

membuang penjelasan deposan. Jika gagal untuk bertindak dalam

tujuh puluh dua (72) jam dari diterimanya penjelasan deposan, urutan

beku akan secara otomatis dibubarkan. Lima belas (15) hari

membekukan urutan AMLC dapat diperpanjang atas perintah

pengadilan, asalkan lima belas (15) hari periode harus dibunyikan

menunggu keputusan pengadilan untuk memperpanjang jangka waktu

tersebut. Tidak ada pengadilan akan mengeluarkan perintah

penahanan sementara atau tulisan dari perintah terhadap suatu perintah

pembekuan dikeluarkan oleh AMLC kecuali Pengadilan Banding atau

ourt Agung.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Menyimpang dari ketentuan-ketentuan Undang-Undang

Republik Nomor 1405, sebagaimana telah diubah; Republik Undang-

undang Nomor 6426, sebagaimana telah diubah; Republik Undang-

undang Nomor 8791, dan hukum lain, mungkin AMLC menyelidiki

atau memeriksa deposit tertentu atau investasi dengan lembaga

perbankan atau keuangan non-bank lembaga atas perintah dari

pengadilan yang kompeten dalam kasus pelanggaran Undang-undang

ini jika telah ditetapkan bahwa ada kemungkinan bahwa penyebab

deposito atau investasi yang terlibat dalam cara apa pun yang

berkaitan dengan pelanggaran pencucian uang: Menyediakan, itu

ketentuan ini tidak berlaku untuk deposito dan investasi dilakukan

sebelum berlaku efektifnya Undang-undang ini.

Dalam Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money

Loundering Act of 2001 juga mengatur tentang opsi yang gagal

diperoleh ketentuan, dimana opsi tersebut terdiri dari :

1) Opsi yang Gagal Diperoleh Sipil. Bila ada laporan yang dibuat

ransaction tertutup, dan pengadilan telah, dalam permohonan yang

diajukan untuk tujuan memerintahkan penyitaan instrumen

moneter atau properti, secara keseluruhan atau sebagian, secara

langsung atau tidak langsung, yang terkait dengan laporan, Revisi

Aturan Pengadilan pada perampasan sipil akan berlaku.

2) Klaim atas Aktiva gagal dieksekusi. Di mana pengadilan telah

mengeluarkan perintah perampasan instrumen moneter atau

properti dalam penuntutan pidana bagi setiap tindak pidana

pencucian uang didefinisikan berdasarkan Bagian 4 dari Undang-

undang ini, pelaku atau orang yang mengaku tertarik di dalamnya

mungkin berlaku, oleh diverifikasi petisi, untuk suatu pernyataan

yang sama sah milik dia dan untuk pemisahan atau pengecualian

dari instrumen moneter atau properti tambahan yang sesuai.

Diverifikasi permohonan diajukan dengan pengadilan yang

diberikan penghakiman keyakinan dan urutan perampasan, dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

waktu lima belas (15) hari dari tanggal urutan perampasan, di

default yang mengatakan pesanan akan menjadi final dan

executory. Ketentuan ini berlaku baik dalam perampasan perdata

dan pidana.

3) Pembayaran Pengganti Opsi yang Gagal. Di mana pengadilan

telah mengeluarkan perintah perampasan instrumen moneter atau

properti subjek tindak pencucian uang didefinisikan dalam Bagian

4, dan berkata agar tidak dapat ditegakkan karena setiap instrumen

moneter tertentu atau properti tidak dapat, dengan due diligence,

ditemukan, atau telah diubah secara substansial, 9 hancur,

berkurang nilai atau tidak berharga yang diberikan oleh setiap

tindakan atau kelalaian, secara langsung atau tidak langsung,

disebabkan pelaku, atau telah disembunyikan, dihapus, diubah

atau dialihkan untuk mencegah hal yang sama dari yang

ditemukan atau untuk menghindari penyalahgunaan daripadanya,

atau berada di luar Filipina atau telah ditempatkan atau dibawa di

luar yurisdiksi pengadilan, atau telah campur aduk dengan

instrumen moneter lain atau properti milik baik pelaku sendiri atau

orang ketiga atau entitas, rendering sehingga sulit sama untuk

mengidentifikasi atau dipisahkan untuk tujuan perampasan,

pengadilan dapat, bukannya menegakkan urutan perampasan

instrumen moneter atau properti atau bagiannya atau kepentingan

di dalamnya, sesuai perintah pelaku divonis untuk membayar

jumlah yang sama dengan nilai instrumen kata moneter atau

properti. Ketentuan ini berlaku baik dalam perampasan perdata

dan pidana.

e. Tata Cara Pembukaan Rahasia Bank

Dalam penyelidikan tindak pidana pencucian uang di Filipina

menurut Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money

Loundering Act of 2001 juga dapat dilakukan dengan :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

1) Permintaan bantuan dari negara asing. Apabila suatu Negara asing

membuat permintaan untuk bantuan dalam penyidikan atau

penuntutan suatu tindak pidana pencucian uang, AMLC dapat

melakukan permintaan atau menolak untuk mengeksekusi sama

dan menginformasikan kepada Negara asing atas alasan yang sah

untuk tidak melaksanakan permintaan atau untuk menunda

eksekusi tersebut. Prinsip-prinsip kebersamaan dan harus timbal

balik, untuk tujuan ini, harus diakui setiap saat.

2) Kekuasaan AMLC untuk UU Permintaan Bantuan dari negara

asing. The AMLC dapat mengeksekusi suatu permohonan

bantuan dari Negara asing dengan:

3) Melacak, membekukan, menahan dan menyita aset diduga hasil

kegiatan yang melanggar hukum dalam prosedur yang ditetapkan

dalam Undang-undang ini;

4) Pemberian informasi yang dibutuhkan oleh Negara Asing dalam

prosedur yang ditetapkan dalam Undang-undang ini, dan

5) Mengajukan permohonan perintah dari perampasan instrumen

moneter atau properti di pengadilan: Menyediakan, bahwa

pengadilan tidak akan mengeluarkan perintah tersebut kecuali

aplikasi tersebut disertai dengan salinan otentik dari perintah

pengadilan di Negara meminta memerintahkan perampasan kata

moneter instrumen atau milik orang yang telah dihukum karena

suatu tindak pencucian uang di Negara meminta, dan sertifikasi

atau surat pernyataan pejabat yang kompeten meminta Negara

yang menyatakan bahwa keyakinan dan urutan perampasan adalah

final dan tidak ada banding lagi terletak dalam hal baik.

6) Memperoleh Bantuan dari Negara asing. The AMLC dapat

membuat permintaan kepada setiap Negara asing untuk bantuan

dalam :

a) Melacak, membekukan, menahan dan menyita aset diduga

hasil kegiatan yang melanggar hukum;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

b) Memperoleh informasi yang diperlukan sehubungan dengan

transaksi 10 tertutup, tindak pidana pencucian uang atau hal-

hal lain secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan

hal tersebut,

c) Sejauh yang diijinkan oleh hukum Negara asing, menerapkan

dengan pengadilan yang tepat di dalamnya selama-perintah

untuk memasukkan tempat milik atau dalam kepemilikan atau

kontrol , salah satu atau semua orang yang disebutkan dalam

permintaan, dan / atau pencarian atau semua orang tersebut

bernama dalamnya dan / atau menghapus dokumen, materi

atau objek yang disebutkan dalam permintaan: Menyediakan,

Bahwa dokumen-dokumen yang menyertai permintaan dalam

mendukung aplikasi yang telah disahkan telah sesuai dengan

hukum yang berlaku atau peraturan dari Negara asing, dan

d) Mengajukan permohonan perintah dari perampasan instrumen

moneter atau properti di pengadilan yang tepat di Negara

asing: Menyediakan, Itu disertai permintaan oleh salinan

otentik dari urutan trialcourt daerah memerintahkan

perampasan mengatakan instrumen moneter atau properti

sebuah pelaku dihukum dan surat pernyataan panitera yang

menyatakan bahwa keyakinan dan urutan perampasan bersifat

final dan yang tidak menarik lainnya adalah terdapat pada

sehubungan dengan baik.

7) Pembatasan Permintaan Bantuan Timbal Balik. The AMLC

dapat menolak untuk memenuhi permintaan untuk bantuan di

mana tindakan dicari oleh permintaan bertentangan dengan

ketentuan Undang-Undang atau pelaksanaan permintaan

cenderung akan merugikan kepentingan nasional Filipina kecuali

ada perjanjian antara Filipina dan meminta Negara berkaitan

dengan penyediaan bantuan sehubungan dengan tindak pencucian

uang.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

8) Persyaratan untuk Permintaan Bantuan Timbal Balik dari Negara

asing. - Permintaan bantuan timbal balik dari suatu Negara asing

harus :

a) Pastikan bahwa penyidikan atau penuntutan sedang dilakukan

sehubungan dengan pelanggaran pencucian uang;

b) Negara dengan alasan pada yang setiap orang yang sedang

diselidiki atau dituntut untuk pencucian uang atau rincian

keyakinannya;

c) Memberikan keterangan yang cukup mengenai identitas dari

kata orang,

d) Memberikan keterangan yang cukup untuk mengidentifikasi

lembaga tertutup diyakini memiliki informasi, dokumen ,

materi atau objek yang dapat bantuan terhadap penyidikan atau

penuntutan;

e) Meminta dari institusi yang bersangkutan tertutup informasi,

dokumen, materi atau objek yang dapat bantuan terhadap

penyidikan atau penuntutan;

f) Menentukan cara dalam dan kepada siapa yang mengatakan,

informasi, dokumen, bahan atau benda yang diperoleh

berdasarkan permintaan, yang akan diproduksi;

g) Berikan semua keterangan yang diperlukan untuk penerbitan

oleh pengadilan di Negara yang diminta dari writs, perintah

atau proses yang diperlukan oleh Negara meminta, dan

h) Mengandung informasi lain seperti dapat membantu dalam

pelaksanaan request.11

9) Otentikasi Dokumen, untuk keperluan Bagian ini, dokumen adalah

otentik jika sama ditandatangani atau disahkan oleh hakim, hakim

atau petugas atau setara, Negara meminta, dan disahkan oleh

sumpah atau janji seorang saksi atau disegel dengan seorang

pejabat atau stempel publik menteri, Sekretaris Negara, atau

pejabat di atau, pemerintah Negara meminta, atau dari orang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

administrasi pemerintah atau departemen wilayah meminta,

protektorat atau koloni. Sertifikat otentikasi juga dapat dilakukan

oleh seorang sekretaris dari kedutaan atau kedutaan, Konsul

Jenderal, Konsul, Konsul wakil, agen konsuler atau petugas

apapun dalam pelayanan asing Filipina ditempatkan di Negara

asing di mana catatan disimpan, dan disahkan oleh segel

kantornya.

10) Ekstradisi. Filipina harus bernegosiasi untuk penyertaan tindak

pidana pencucian uang sebagai tindak pidana terdefinisikan antara

diekstradisi dalam semua perjanjian di masa depan.

3. Persamaan dan Perbedaan

a. Persamaan

Persamaan terhadap konsep pembukaan rahasia bank dalam

penyelidikan tindak pidana pencucian uang antara Undang-Undang

No.25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan

Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering

Act of 2001 pada dasarnya dilaksanakan dalam rangka memberikan

mekanisme atau fasilitas kepada penegak hukum untuk dapat

membuka rekening setiap orang yang diduga atau didakwa melakukan

tindak pidana pencucian uang. Kewenangan yang diberikan oleh

Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang ada di

Indonesia dan di Filipina diserahkan kepada penegak hukum untuk

membuka rekening setiap orang yang telah dilaporkan, tersangka atau

terdakwa, dengan tujuan selain memudahkan dalam penanganan

perkara, juga dimaksudkan untuk mengatur kewenangan penyidik,

penuntut umum dan hakim dalam melakukan pemeriksaan dalam

perkara tindak pidana pencucian uang. Selain itu kedua ketentuan

dalam pembukaan rahasia bank terhadap penyelidikan tindak pidana

pencucian uang yang ada di Indonesia dan di Filipina, apabila

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

diindikasi adanya tindak pidana pencucian uang terhadap rekening

tersebut akan dilakukan pemblokiran atau pembekuan.

b. Perbedaan

Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana

pencucian uang yang ada di Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, maka

dibentuk Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Laporan Keuangan

(PPATK), sedangkan dalam rangka pencegaan dan pemberantasan

tindak pidana pencucian uang yang ada di Filipina sesuai dengan

Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering

Act of 2001, maka dibentuk sebuah dewan yang disebut dengan Anti-

Money Laundering Council (AMLC). Dimana peran PPATK dalam

pencegahan dan penanganan tindak pidana pencucian uang PPATK

mempunyai tugas sebagai berikut:

1) Mengumpulkan, menyimpan, menganalis, mengevaluasi informasi

yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan Undang-undang ini;

2) Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat

oleh Penyedia Jasa Keuangan;

3) Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan Transaksi

Keuangan Mencurigakan;

4) Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang

tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan

ketentuan dalam Undang-undang ini;

5) Mengeluarkan pedoman dan publikasi kepada Penyedia Jasa

Keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam Undang-

undang ini atau dengan peraturan perundang-undangan lain, dan

membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang

mencurigakan;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

6) Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah mengenai upaya-

upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian

uang;

7) Melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi

tindak pidana pencucian uang kepada kepolisian dan kejaksaan;

8) Membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis

transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala 6 (enam)

bulan sekali kepada Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan

lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap

Penyedia Jasa Keuangan.

Sedangkan Anti-Money Laundering Council (AMLC) dalam

menjalankan perannyannya dalam pencegahan dan penanganan tindak

pidana pencucian uang mempunyai fungsi :

1) Untuk meminta dan menerima laporan transaksi tertutup dari

lembaga tertutup;

2) Untuk memberi perintah ditujukan kepada Otoritas Pengawas

sesuai atau lembaga tertutup untuk menentukan identitas

sesungguhnya dari pemilik instrumen moneter atau properti

subyek laporan transaksi yang ditutupi atau permintaan bantuan

dari suatu Negara asing, atau diyakini oleh Dewan, berdasarkan

bukti-bukti substansial, harus, secara keseluruhan atau sebagian,

dimanapun berada, mewakili, melibatkan, atau terkait dengan,

langsung atau tidak langsung, dengan cara apapun atau dengan

cara apapun, hasil dari kegiatan yang melanggar hukum;

3) Untuk menjalankan proses perampasan sipil dan semua proses

perbaikan lainnya melalui Kantor Pengacara Umum;

4) Menyebabkan pengajuan keluhan dengan Departemen Kehakiman

atau Ombudsman untuk penuntutan tindak pidana pencucian uang;

5) Untuk melakukan investigasi terhadap transaksi meliputi, kegiatan

pencucian uang dan pelanggaran lain undang-undang ini;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

6) Untuk membekukan instrumen moneter atau properti diduga hasil

kegiatan yang melanggar hukum;

7) Untuk melaksanakan tindakan yang dianggap perlu dan

dibenarkan di bawah Undang-undang ini untuk melawan

pencucian uang;

8) Untuk menerima dan mengambil tindakan sehubungan dengan,

setiap permintaan dari negara asing untuk bantuan dalam operasi

mereka sendiri anti pencucian uang yang disediakan dalam

Undang-undang ini;

9) Untuk mengembangkan program pendidikan tentang efek merusak

pencucian uang, metode dan teknik yang digunakan dalam

pencucian uang, berarti layak untuk mencegah pencucian uang dan

cara yang efektif untuk mengadili dan menghukum pelaku dan

10) Untuk meminta bantuan dari setiap cabang, departemen, biro,

kantor, badan atau perangkat dari pemerintah, termasuk BUMN

dan dikendalikan, dalam melakukan setiap dan semua operasi anti-

pencucian uang, yang mungkin termasuk penggunaan nya

personil, fasilitas dan sumber daya untuk pencegahan yang lebih

tegas, deteksi dan penyidikan tindak pencucian uang dan

penuntutan pelanggar.

Terdapat perbedaan waktu dan besarnya nominal dalam

penyelidikan dan penuntutan terhadap adanya indikasi tindak pidana

pencucian uang yang pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2003

tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the

Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001.

Pembukaan rahasia bank yang ada pada ketentuan hukum yang

ada di Indonesia melalui Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang dan Republic of the Philippines code

No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya

merupakan pengecualian dari pengecualian terhadap berlakunya

ketentuan rahasia bank yang telah diatur dalam ketentuan hukum yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

berlaku. Dimana ketentuan terhadap rahasia bank dalam rangka

pemberantasan tindak pidana pencucian uang hanya dapat diberikan

apabila pemeriksaan tindak pidana pencucian uang telah memasuki

tahap penyidikan. Apabila masih dalam tahap penyelidikan, maka

keterangan tentang nasabah tidak boleh diungkap oleh pihak bank.

4. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis terhadap perbedaan dan persamaan

antara Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pencucian

Uang dan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti Money

Loundering Act of 2001. Faktor yang menyebabkan terjadinya persamaan

dalam pengaturan tentang pembukaan rahasia bank dalam penyelidikan

tindak pidana money loundering antara Undang-Undang No. 25 Tahun

2003 Tentang Tindak Pencucian Uang dan Republic of the Philippines

code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya

pembukaan rahasia bank merupakan tindakan pengecualian karena

ditujukan untuk pencegahan dan penangan tindak pidana money

loundering, karena akan dihasilkan dampak yang merugikan terhadap

kepentingan bangsa dan masyarakat terhadap adanya tindak pidana mony

loundering apabila tidak diindetifikasi secara lebih cepat, karena hal ini

menyangkut kepentingan negara dan rakyat. Sedangkan faktor yang

menyebabkan terjadimya perbedaan dalam pengaturan tentang pembukaan

rahasia bank dalam penyelidikan tindak pidana money loundering antara

Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian

Uang dengan dan Republic of the Philippines code No. 9160 in Anti

Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya dikarenakan adanya

perbedaan mekanismen dalam prosedur peradilan diantara kedua negara

tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

B. Kelebihan dan Kelemahan Pengaturan Pembukaan Rahasia Bank

Kepentingan Pemeriksaan Perkara Money Laudering menurut UU No. 25

Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of

the Philippines Code No. 9160 on Anti Money Loundering Act of 2001

a. Kelebihan dan Kelemahan UU Pencucian Uang Indonesia

Dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang pada dasarnya tidak mengatur secara tegas sanksi hukum

baik sanksi pidana maupun denda yang dikenakan pada tindak pidana

pencucian uang. sehingga dalam hal ini penegakan hukum terhadap tindak

pidana pencucian uang yang ada di Indonesia menurut Undang-Undang

No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang terkesan

belum ditegakkan secara tegas. Berbeda dengan ketentuan hukum yang

ada di Filipina tentang penegakan hukum terhadap tindak pidana

pencucian uang di mana di dalam ketentuan Republic of the Philippines

Code No. 9160 on Anti Money Loundering Act of 2001 secara tegas

menetapkan sanksi pidana maupun denda terhadap pelanggaran ketentuan

dalam Undang-Undang ini, sehingga dalam penegakan hukum terhadap

tindak pidana pencucian uang terkesa telah dilaksanakan dengan tegas.

b. Kelebihan dan Kelemahan UU Pencucian Uang Philipina

Dalam ketentuan Republic of the Philippines Code No. 9160 on Anti

Money Loundering Act of 2001 secara tegas menetapkan sanksi pidana

maupun denda terhadap pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang

ini, sehingga dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana pencucian

uang terkesa telah dilaksanakan dengan tegas. Berbeda dengan ketentuan

hukum yang ada dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang

Tindak Pidana Pencucian Uang pada dasarnya tidak mengatur secara

tegas sanksi hukum baik sanksi pidana maupun dendan yang dikenakan

pada tindak pidana pencucian uang. sehingga dalam hal ini penegakan

hukum terhadap tindak pidana pencucian uang yang ada di Indonesia

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 Tentang Tindak Pidana

Pencucian Uang terkesan belum ditegakkan secara tegas.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini,

maka dapat ditarik kesimpulan dari penelitian ini yaitu sebagai berikut :

1. Persamaan terhadap konsep pembukaan rahasia bank dalam penyelidikan

tindak pidana pencucian uang antara Undang-Undang No.25 Tahun 2003

tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Republic of the Philippines

code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001 pada dasarnya

dilakanakan dalam rangkan memberikan mekanisme atau fasilitas kepada

penegak hukum untuk dapat membuka rekening setiap orang yang diduga

atau didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang. Kewenangan yang

diberikan oleh Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang yang ada

di Indonesia dan di Filipina diserahkan kepada penegak hukum untuk

membuka rekening setiap orang yang telah dilaporkan, tersangka atau

terdakwa, dengan tujuan selain memudahkan dalam penanganan perkara,

juga dimaksudkan untuk mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum

dan hakim dalam melakukan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana

pencucian uang. Dalam ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia dan

Filipina apabila terjadi indikasi adanya tindak pidana pencucian uang,

maka akan segera dilakukan pemblokiran atau pembekuan terhadap

rekening nasabah tersebut. Pembukaan rahasia bank merupakan

pengecualian terhadap ketentuan pemberlakuan rahasia bank menyangkut

kepentingan adanya tindakan pencucian uang karena dianggap bahwa

pencucian uang akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi

masyarakat.

2. Terdapat perbedaan dalam prosedur penuntutan dan penyelidikan antara

ketentuan yang terdapat pada Undang-Undang No. 25 Tahun 2003

Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Republic of the

Philippines code No. 9160 in Anti Money Loundering Act of 2001. Dimana

85

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

jangka waktu dan besar nominal yang dapat dijadikan batasan terhadap

dugaan terjadinya tindak pidana pencucian yang ada di Indonesia dan di

Filipina. Dalam pengawasan terhadap pencegahan dan penanganan tindak

pidana pencucian uang di Indonesia dilaksanakan olh PPATK sendangkan

di Filipina dilaksankan oleh AMLC.

3. Faktor yang mempengaruhi adanya persamaan dalam pengaturan tindak

pidana money loundering diantara kedua negara tersebut pada dasarnya

karena adanya kepentingan bangsa dan rakyat dalam rangka pencegahan

dan penangan tindak pidana money loundering dapat menimbulkan

dampak kerugian yang lebih besar bagi kepentingan umum. Sedangkan

faktor yang mempengaruhi adanya perbedaan dalam pengaturan

pembukaan rahasia bank karena adanya mekanisme hukum dan prosedur

dalam penanganan hukum dalam pencegahan dan penanganan tindak

pidana money loundering yang berbeda diantara kedua negara tersebut..

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan dalam penelitian ini,

maka dapat berikan kesimpulan berkaitan dengan penelitian ini yaitu :

1. Perlu perbaikan terhadap ketenuan dalam rahasia bank, baik yang diatur

dalam Undang-Undang Perbankan yang berlaku maupun Undang-Undang

Tindak Pidana Pencucian Uang untuk dapat memersempin ruang gerak

terhadap kemungkinan terjadinya tindak pidana pencucian uang yang

dilakukan melalui lembaga perbankan.

2. Perlu adanya peningkatan kinerja, partisipasi dan koordinasi antar pihak

terkait dalam pelaksanaan pengawasan seperti PPATK yang aeda di

Indonesia dan AMLC di Filipina terhadap pencegahan dan penanganan

tindak pidana pencucian uang khususnya yang melalui lintas batas

teritorial untuk menjaga komitmen negaranya masing-masing.

3. Pembukaan rahasia bank diharapkan dapat dilakukan dengan sebaik-

baiknya agar tetap dapa menjaga kredibilitas bank terkait keperayaan

nasabah terhadap lembaga perbankan yang ada.